IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Optimasi Proses Dehidrasi Mi Jagung Instant Mi jagung yang telah mengalami proses pengukusan kedua selanjutnya pengalami proses dehidrasi untuk mengurangi kadar air mi. Proses pengeringan mi bertujuan agar produk dapat disimpan lebih lama dengan menghilangkan sebagian besar air. Proses dehidrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggorengan menggunakan deep fat fryer dan pengeringan menggunakan cabinet dryer. Optimasi proses penggorengan perlu dilakukan untuk mengetahui suhu dan waktu yang tepat, sehingga didapat produk dengan kematangan dan karakteristik yang baik. Mi jagung instant yang diinginkan adalah mi dengan penampakan yang seragam baik dari warna maupun tekstur. Untaian mi yang telah digoreng memiliki penampakkan halus dan tidak terdapat penggembungan (puffing) yang biasa terdapat pada produk yang mengandung pati. Ilustrasi proses penggorengan mi jagung instant dalam deep fat fryer disajikan pada Gambar 12. Gambar 12. Proses penggorengan mi jagung instant 1. Penentuan Suhu Penggorengan Optimum Penentuan suhu penggorengan optimum dilakukan pada kisaran suhu 1 C hingga 15 C pada deep fat fryer. Parameter yang digunakan untuk penentuan suhu optimum penggorengan adalah penampakan fisik mi. Hasil penggorengan mi selama 2 menit pada masing-masing suhu diamati secara visual pada munculnya penggembungan di permukaan untaian mi. Lama penggorengan selama 2 menit digunakan pada penentuan suhu karena umumnya mi instant di industri pangan digoreng selama 1-2 menit. Setelah dilakukan penggorengan pada suhu yang berbeda, didapat kisaran suhu penggorengan yang tidak menyebabkan penggembungan pada permukaan mi, yaitu suhu 1 C, 11 C, dan 12 C. Sementara pada suhu 13 C, terjadi penggembungan yang menyebabkan hasil rehidrasi mi menjadi patah-patah dan adanya ketidakseragaman warna mi instant yang dihasilkan. Berdasarkan pengamatan secara visual, penggorengan pada suhu 1 C, 11 C, dan 12 C tidak cukup untuk menguapkan air dari untaian mi, hal ini disebabkan suhu minyak yang tidak cukup panas untuk menguapkan air selama waktu penggorengan 2 menit. Akibatnya mi yang dihasilkan terkesan masih mentah dan basah serta minyak yang terbawa sangat banyak. Penggunaan suhu penggorengan yang lebih rendah menyebabkan waktu penggorengan semakin lama, untuk itu waktu penggorengan mi harus ditingkatkan. Karakteristik mi jagung instant yang digoreng pada berbagai suhu selama 2 menit disajikan pada Tabel 12. Menurut Astawan (24) proses pengorengan mi instant dilakukan dengan menggunakan minyak goreng bersuhu 15 C selama 1 detik sehingga kadar air mi turun dan mi menjadi kering dan padat. Namun perlakuan suhu penggorengan tersebut berdampak pada banyaknya penggembungan di seluruh permukaan mi yang menyebabkan mi menjadi rapuh dan mudah putus saat 27

2 direhidrasi. Proses penggorengan tersebut akan menghasilkan tekstur mi yang krispi dan mudah patah serta warna mi yang tidak merata. Sehingga tidak dapat digunakan untuk membuat mi jagung instant. Waktu (menit) Suhu ( C) Tabel 12. Hasil penggorengan mi jagung instant pada berbagai suhu. Karakteristik Mi yang Dihasilkan Mi masih basah, tidak terjadi proses penguapan uap air pada mi, warna mi hampir sama dengan mi basah. Minyak yang terbawa banyak. Mi masih basah, terjadi sedikit proses penguapan uap air pada mi, warna mi hampir sama dengan mi basah. Minyak yang terbawa banyak Mi belum matang dan alot, terjadi proses penguapan uap air pada mi, tidak ada penggembungan. Minyak yang terbawa cukup banyak. Mi agak alot, terjadi penggembungan di tepian mi. Warna mi tidak seragam. Minyak yang terbawa sedikit. Mi matang, terjadi banyak penggembungan di tepian mi. Warna mi tidak seragam. Minyak yang terbawa sedikit. Mi matang, penggembungan merata keseluruh bagian mi, warna mi seragam di seluruh permukaan mi. Minyak yang terbawa sedikit. Menurut McDonough (21) menggoreng pada dasarnya menguapkan massa air dan menggantinya dengan minyak. Saat mi jagung dimasukkan ke dalam minyak panas ( 13 C), kadar air turun sementara minyak masuk ke dalam rongga mi. Air meninggalkan untaian mi dalam bentuk uap dan membuat terowongan serta lubang udara yang memberikan mi, perbanyakan jaringan seperti bunga karang yang kecil dan seragam. Pati yang telah tergelatinisasi memiliki jaringan yang kuat sehingga udara tidak dapat keluar dengan mudah dari jaringan dan tertahan oleh lapisan crust yang menyebabkan terjadinya penggembungan. Untuk mengurangi terbentuknya penggembungan pada permukaan untaian mi, suhu penggorengan harus lebih rendah untuk menurunkan laju penguapan air sehingga waktu penggorengan yang digunakan juga semakin lama. Tepung jagung P-21 memiliki kandungan amilopektin (65,38%) yang lebih banyak dibandingkan amilosa (34,62%) dari total pati. Amilopektin yang tinggi dan kurangnya air yang tersedia akan menyebabkan penggembungan produk pati selama pengolahan pada suhu tinggi. Suhu yang digunakan untuk menggoreng mi jagung adalah 1 C, 11 C, dan 12 C, suhu tersebut cukup rendah sehingga tidak terjadi penggembungan pada untaian mi. Gelatinisasi tambahan terjadi selama proses penggorengan, menurut Kim (1996) proses penggorengan menyebabkan: 1) pengurangan kadar air pada mi; 2) menambahkan minyak ke dalam mi; 3) memberikan gelatinisasi tambahan pada mi. Hal ini juga didukung oleh Juliano dan Sakurai (1985) yang menyatakan derajat gelatinisasi dari mi ekstrusi yang telah di kukus (mi basah matang) adalah sekitar 65-7%, dengan permukaan mi tergelatinisasi 98% sementara bagian tengah mi hanya tergelatinisasi 55%. 2. Penentuan Waktu Penggorengan Setelah didapatkan tiga level suhu penggorengan yang tidak menyebabkan penggembungan yaitu 1 C, 11 C dan 12 C diambil dua taraf lama penggorengan pada masing-masing suhu. Waktu optimum penggorengan ditetapkan dengan melihat kematangan mi jagung instant secara visual. Pada suhu 1 C, mi tidak mengalami kematangan hingga waktu penggorengan 15 menit. Waktu 15 menit dijadikan batasan karena penggorengan dengan waktu lebih dari 15 menit tidak akan efisien dalam proses produksi dan energi yang diperlukan lebih banyak. Penampakan fisik mi pada waktu pengorengan tersebut masih terlihat basah dan mentah, banyak sekali minyak yang terbawa saat mi diangkat dari deep fat fryer dan saat mi dilipat mi tidak patah. Hal ini menunjukkan proses 28

3 penggorengan pada suhu 1 C tidak cukup panas untuk menguapkan air yang terkandung di dalam mi, mematangkan mi, dan menurunkan kadar air mi instant sehingga mi dapat disimpan lebih lama. Penggorengan pada suhu 1 C tidak dilanjutkan pada tahap penelitian selanjutnya. Pada suhu 11 C mi mulai matang dan dapat dipatahkan pada waktu penggorengan 14 dan 15 menit. Sementara pada waktu penggorengan 16 menit, mi sudah rapuh dan mudah patah. Mi yang digoreng pada suhu ini menghasilkan mi yang patah saat direhidrasi. Sehingga waktu penggorengan yang digunakan pada tahap penelitian selanjutnya adalah 14 dan 15 menit. Karakteristik mi yang digoreng pada suhu 11 C disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Pengaruh waktu penggorengan pada suhu 11 C terhadap karakteristik mi Suhu ( C) Waktu (menit) Karakteristik mi yang dihasilkan Mi belum matang dan alot saat dipatahkan. 13 Mi mulai matang namun masih sulit untuk dipatahkan. 14 Mi matang dan dapat dipatahkan. 15 Mi matang dan dapat dipatahkan. 16 Mi matang, namun rapuh dan mudah patah. Pada suhu 12 C mi mulai matang pada waktu penggorengan 5 dan 6 menit. Sementara pada waktu penggorengan 7 menit, mi mulai rapuh dan mudah patah. Mi tersebut putus saat direhidrasi sehingga tidak menghasilkan mi yang dapat diangkat dengan garpu. Waktu penggorengan selama 5 dan 6 menit digunakan pada tahap penelitian selanjutnya. Karakteristik mi jagung instant yang dihasilkan disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Pengaruh waktu penggorengan pada suhu 12 C terhadap karakteristik mi Suhu ( C) Waktu (menit) Karakteristik mi yang dihasilkan 12 3 Mi belum matang dan alot 4 Mi mulai matang dan alot 5 Mi matang dan berbunyi saat dipatahkan 6 Mi matang dan berbunyi saat dipatahkan 7 Mi rapuh dan mudah patah Suhu penggorengan 11 C dan 12 C cukup rendah bila dibandingkan suhu penggorengan yang dilakukan di industri mi instant pada umumnya yaitu lebih dari 15 C. Banyaknya minyak yang diabsorpsi berpengaruh pada umur simpan produk. Namun minyak yang diabsorpsi oleh produk tidak diamati pada penelitian ini. Parameter yang digunakan untuk menjamin umur simpan mi jagung instant hanya kadar air produk. Data kadar air produk yang digoreng pada kombinasi suhu dan waktu penggorengan yang telah ditentukan disajikan pada Gambar 13. Nilai kadar air menjadi salah satu parameter apakah proses dehidrasi telah memenuhi standar SNI untuk mi instant. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan mi tidak tahan disimpan lama sementara kadar air yang terlalu rendah menunjukkan ketidakefisienan proses produksi. Kadar air produk pada proses penggorengan 11 C selama 14 dan 15 menit belum memenuhi SNI mi instant yaitu 1% bb, sedangkan produk penggorengan 12 C selama 5 dan 6 menit sudah mendekati kadar air yang ditetapkan oleh SNI. Untuk itu perlu adanya suatu upaya lain selain penggorengan untuk menurunkan kadar air mi instant. 29

4 Kadar air (%bb) 2 1 1,19 1,25 5 menit 6 menit 14 menit Waktu pengeringan Gambar 13. Pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap kadar air mi jagung instant 3. Penentuan Rancangan Proses Dehidrasi Penggorengan 12C penggorengan 11C 12,32 12,16 15 menit Hasil analisis kadar air pada sampel rancangan proses penggorengan kemudian pengeringan menunjukkan, sampel F14D5 hingga F6D15 memiliki nilai kadar air diatas 1% bb. Seluruh sampel yang digoreng pada suhu 11 C kemudian dikeringkan tidak dilanjutkan pada tahap penelitian selanjutnya. Dapat dilihat pada Gambar 14, nilai kadar air sampel berada pada kisaran % bb. Sementara kadar air sampel yang digoreng pada suhu 12 C kemudian dikeringkan berada pada kisaran 1-8% bb. Namun sampel penggorengan 12 C selama 5 menit dan pengeringan 5 menit tidak dapat digunakan untuk analisis selanjutnya karena memiliki kadar air lebih dari 1% bb. Kadar air (% bb) C 12 C 15 13,4 12,31 12,13 12,5 12,16 12,15 1,5 9,66 8,96 9,68 8,49 8,14 Gambar 14. Rataan kadar air sampel penggorengan kemudian pengeringan Pada Gambar 15 dapat terlihat seluruh sampel memiliki kadar air diatas 1% bb. Seluruh sampel yang dikeringkan terlebih dahulu kemudian digoreng pada suhu 11 C dan 12 C memiliki nilai kadar air >1% bb, kadar air tersebut tidak memenuhi SNI untuk mi instant. Seluruh sampel tersebut tidak digunakan pada penelitian selanjutnya. 3

5 Kadar air (% bb) ,24 11,43 11,13 11,52 1,94 1,93 11,54 11 C 12 C 1,47 1,75 1,48 1,93 1,74 Gambar 15. Rataan kadar air sampel pengeringan kemudian penggorengan Proses pengeringan berlangsung pada suhu yang lebih rendah (55 C) dibandingkan dengan proses penggorengan. Pengeringan umumnya memerlukan waktu yang lebih lama untuk menurunkan kadar air. Pengeringan mi jagung instant yang dilakukan oleh Wijaya (21) berlangsung pada suhu 6 C selama 1-1,5 jam. Produk mi matang saat mudah dipatahkan dan tidak menempel pada tray. Pada penelitian ini, proses pengeringan yang dilakukan berkisar dari 5 sampai 15 menit sehingga diharapkan proses pengeringan tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan tekstur mi. Pengeringan dengan cabinet dryer bertujuan membantu mengurangi kadar air produk. Terdapat kekurangan pada mi yang mengalami proses pengeringan kemudian penggorengan, yaitu pada mi yang dikeringkan selama 15 menit. Mi yang telah mengalami proses pengeringan selama 15 menit kemudian digoreng pada suhu 12 C, memiliki sedikit penggembungan pada tepian mi. Penggembungan yang terbentuk tidak sebanyak mi yang digoreng pada suhu 13 C. Namun hal ini mengindikasikan bahwa mi akan putus saat proses rehidrasi atau pemasakan. Penggembungan terjadi karena mi yang telah dikeringkan selama 15 menit menjadi terlalu kering, sehingga saat digoreng mi menguapkan air yang terkandung dalam bahan terlalu cepat namun tertahan oleh permukaan mi yang telah kering dan mengeras terlebih dahulu. Mi yang mengalami proses pengeringan terlebih dahulu kemudian penggorengan memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan mi yang mengalami proses penggorengan pada suhu 12 C kemudian dikeringkan. Hal ini dikarenakan suhu 12 C sudah cukup panas untuk mengeluarkan air dalam bahan dan waktu penggorengan yang cukup singkat membuat minyak yang terbawa sedikit sehingga saat pengeringan, kadar air yang diinginkan dapat dicapai, namun sebaliknya pada suhu penggorengan 11 C. Hal ini dikarenakan suhu 11 C kurang panas sehingga tidak dapat menguapkan air yang terdapat pada mi dengan sempurna. Lamanya waktu penggorengan juga menyebabkan minyak yang terbawa oleh mi cukup banyak sehingga saat pengeringan air tidak dapat keluar dari mi akibat tertutup oleh minyak. Sementara mi yang mengalami proses pengeringan kemudian penggorengan pada suhu 11 C cukup kering sehingga saat digoreng air dapat dikeluarkan dengan lebih baik dibandingkan proses sebaliknya. Mi yang dikeringkan terlebih dahulu kemudian digoreng pada 11 C memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan mi yang digoreng kemudian dikeringkan. Penampakan mi jagung instant yang telah dikemas disajikan pada Gambar 16. Menurut Lusas et al., (21) selama proses penggorengan terjadi penguapan air dari bahan pangan, penguapan air yang lebih banyak dipermukaan mi dan denaturasi protein menyebabkan pengerasan tekstur disertai oleh pembentukan crust pada permukaan, serta masuknya minyak ke dalam bahan menggantikan air yang menguap. Pada penggorengan suhu 11 C kadar air mi berkurang dengan laju yang lebih lambat dibandingkan penggorengan suhu 12 C. Mi yang digoreng dengan 31

6 suhu yang lebih rendah memerlukan waktu penguapan air yang lebih lama, hal ini menyebabkan lebih sedikitnya pori yang terbentuk sementara kontak permukaan mi yang lebih lama dengan minyak menyebabkan denaturasi protein yang berlebih disertai pengerasan permukaan (crust) yang tebal. Karena lambatnya penguapan, struktur pori diperkirakan lebih besar. Pada penggorengan suhu 12 C, mi digoreng dalam waktu yang lebih singkat, kontak permukaan mi dengan minyak panas pada saat penggorengan yang lebih singkat membuat struktur pori lebih banyak dan kecil-kecil, kadar air mi lebih rendah, dan pengerasan permukaan (crust) yang lebih tipis. Gambar 16. Penampakan mi jagung instant Hasil analisis kadar air mi instant menunjukkan hanya terdapat lima sampel mi jagung instant yang kadar airnya memenuhi SNI, yaitu mi yang melalui proses penggorengan pada suhu 12 C kemudian pengeringan, terkecuali pada sampel B3a. Analisis selanjutnya dilakukan pada mi instant dengan kode F5D1, F5D15, F6D5, F6D1, dan F6D15 yaitu sampel dengan penggorengan pada suhu 12 C selama 5 menit dengan pengeringan 1 dan 15 menit, serta penggorengan selama 6 menit dengan pengeringan 5, 1, dan 15 menit. B. Analisis Fisik Mi Instant 1. Waktu Optimum Pemasakan Waktu optimum pemasakan merupakan waktu yang dibutuhkan oleh mi untuk menyerap air kembali setelah mengalami proses pengeringan sehingga teksturnya menjadi elastis dan ekstensible. Waktu optimum pemasakan dilakukan dengan memasak mi dalam air mendidih dan menghitung waktu sampai mi benar-benar matang dan siap untuk dikonsumsi. Penentuan waktu optimum pemasakan penting dilakukan untuk menghindari mi mengalami overcooked ataupun undercooked. Pada saat overcooked mi menjadi terlewat matang sehingga menjadi lengket dan bahkan hancur. Sedangkan jika undercooked mi masih keras saat dimakan (Suseno, 21). Waktu optimum pemasakan mempengaruhi semua parameter tekstur secara umum. Saat dilakukan penentuan waktu optimum pemasakan, hampir kelima sampel mi instant memiliki penampakan visual yang sama pada tiap menit pengamatan. Hasil pengamatan tiap menitnya disajikan pada Tabel 15. Pada menit ke-6, mi instant sudah matang dan memiliki tekstur yang ekstensibel serta spot putih pada bagian tengah mi sudah hilang. Mi jagung instant memiliki waktu dehidrasi yang cukup lama dikarenakan tekstur mi menjadi keras setelah proses dehidrasi akibat adanya ikatan amilosalemak yang membentuk fase kontinyu selama penggorengan. Sehingga air sulit ber-imbibisi ke bagian tengah mi. Proses pematangan mi hingga seragam menjadi lebih lama dibandingkan mi instant pada umumnya. Waktu pemasakan mi selama 6 menit merupakan waktu pemasakan yang paling optimum. 32

7 Tabel 15. Pengamatan waktu optimum pemasakan Waktu Pemasakan Pengamatan mi setelah pemasakan secara visual 3 menit Mi masih mentah. Bagian tengah mi masih keras dan terdapat spot putih 4 menit Mi kurang matang, agak keras. Dibagian tengah masih terdapat spot putih 5 menit Mi kurang matang, agak keras. Di bagian tengah mi masih ada spot putih 6 menit Mi matang, lunak, sudah tidak ditemukan spot putih ditengah mi. 7 menit Mi matang, lunak, sudah tidak ada spot putih ditengah mi, bagian permukaan mi mulai terkelupas. KPAP tinggi 8 menit Mi matang, lembek, bagian permukaan mi banyak yang terlepas. KPAP tinggi 2. KPAP dan berat rehidrasi a. KPAP Selama pemasakan mi terjadi kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP), KPAP (cooking loss) terjadi karena lepasnya sebagian kecil pati dari untaian mi saat pemasakan. Fraksi pati yang keluar menyebabkan kuah mi menjadi keruh dan kental. KPAP merupakan salah satu parameter mi yang penting karena berkaitan dengan kualitas mi setelah dimasak (Putra, 28). Tingginya KPAP dapat menyebabkan tekstur mi menjadi mudah putus dan kurang kompak. Hasil analisis ragam (Lampiran 5a) dengan selang kepercayaan 95%. menunjukkan perlakuan waktu penggorengan dan pengeringan sampel yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap KPAP mi jagung instant. Rataan pengukuran KPAP disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Rataan pengukuran KPAP Waktu Waktu Penggorengan (12 KPAP (%) C) pengeringan 5 menit 1 menit a ±.55 5 menit 15 menit a ±.8 6 menit 5 menit 13.3 a ±.83 6 menit 1 menit a ±.24 6 menit 15 menit a ±.96 Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (p>.5). Mi jagung instant dengan penggorengan 5 menit dan pengeringan 15 menit memiliki rataan KPAP tertinggi ±.8%. Nilai KPAP yang tinggi menunjukkan kurang kompaknya untaian mi sehingga selama proses rehidrasi banyak partikel mi yang terlepas dan membuat penampakan kuah mi menjadi keruh. Sampel dengan penggorengan 6 menit dan pengeringan 5 menit memiliki rataan KPAP terendah yaitu 13.3 ±.83%. Rataan KPAP yang diinginkan adalah yang relatif kecil. Semakin rendah rataan KPAP menunjukkan bahwa mi tersebut memiliki tekstur yang baik dan homogen (Hou & Kruk, 1998). Pada mi jagung instant, KPAP yang tinggi lebih disebabkan oleh proses penggorengan dan pengeringan 33

8 (dehidrasi). Pori (terowongan) udara yang terbentuk selama penggorengan memudahkan partikel pati terlepas selama pemasakan. b. Berat rehidrasi Hasil analisis ragam (Lampiran 5b) dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan perlakuan waktu penggorengan dan pengeringan sampel yang berbeda menghasilkan berat rehidrasi yang berbeda. Berdasarkan uji lanjut Duncan, sampel yang digoreng 6 menit dan penggeringan 1 dan 15 menit memiliki berat rehidrasi yang tidak berbeda nyata dengan sampel yang digoreng 5 menit dan pengeringan 15 menit. Hasil pengukuran berat rehidrasi disajikan pada Gambar 17. Sampel dengan penggorengan 6 menit dan pengeringan 5 menit memiliki berat rehidrasi terkecil dengan rataan ± 2.27% sedangkan sampel dengan penggorengan 5 menit dan pengeringan 1 menit memilki berat rehidrasi terbesar dengan rataan ± 2.61%. Berat rehidrasi (%) 5 5 menit waktu pengeringan 1 menit penggorengan 5 menit penggorengan 6 menit a b bc d c 15 menit nyata (p>.5). Gambar 17. Rataan berat rehidrasi sampel optimasi proses dehidrasi Berat rehidrasi merupakan kemampuan penyerapan air selama proses rehidrasi berlangsung. Mi jagung instant diharapkan memiliki berat rehidrasi yang rendah karena mi dengan berat rehidrasi tinggi cenderung mengalami pembengkakan, baik selama pemasakan maupun pasca pemasakan (Herawati, 29). Hal tersebut membuat mi menjadi semakin lunak jika didiamkan lebih lama setelah pemasakan. Menurut Purwani et al., (26) berat rehidrasi dipengaruhi oleh derajat pengembangan (swelling volume) pati. Mi yang digoreng dengan suhu yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama menyebabkan kerusakan pati yang cukup tinggi sehingga kemampuan penyerapan air menjadi lebih rendah. Kadar air mi juga berpengaruh terhadap penyerapan air, semakin rendah kadar air penyerapan air semakin tinggi selama kerusakan yang terjadi pada pati tidak terlalu besar. Perubahan struktur mi selama penggorengan (terbentuknya pori) menyebabkan kemudahan penyerapan air saat rehidrasi. Pada penggorengan selama 6 menit, berat rehidrasi mi naik dengan naiknya waktu pengeringan, hal ini berbanding terbalik dengan kadar air mi. Sementara pada penggorengan selama 5 menit, berat rehidrasi turun dengan naiknya waktu pengeringan, belum diketahui penyebab kenaikan berat rehidrasi tersebut. Secara umum berat rehidrasi mi yang digoreng selama 5 menit lebih besar. Pada penggorengan selama 6 menit kerusakan pati yang terjadi diperkirakan lebih besar dibandingkan penggorengan 5 menit sehingga kemampuan pengembangan dan penyerapan air oleh mi pada penggorengan 5 menit lebih besar. 34

9 3. Tekstur Mi Jagung Instant a. Kekerasan Hasil analisis ragam (Lampiran 5c) dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan perlakuan waktu penggorengan dan pengeringan sampel yang berbeda menghasilkan rataan kekerasan yang berbeda nyata. Berdasarkan uji lanjut Duncan, peningkatan waktu pengeringan meningkatkan kekerasan mi jagung instant. Kekerasan mi jagung instant yang digoreng selama 6 menit tidak berbeda nyata meskipun waktu pengeringannya berbeda. Rataan nilai kekerasan disajikan pada Gambar 18. Kekerasan (gf) 1 penggorengan 5 menit penggorengan 6 menit a a ab bc c 5 menit 1 menit 15 menit waktu pengeringan nyata (p>.5). Gambar 18. Rataan kekerasan sampel optimasi proses dehidrasi Penggorengan mi selama 5 menit menghasilkan mi yang lebih keras dibandingkan penggorengan selama 6 menit. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh lebih sedikitnya pori yang terbentuk selama proses penggorengan 5 menit. Banyak lubang kecil (pori) yang terbentuk selama penggorengan dikarenakan saat kadar air permukaan menurun, kadar air di bagian dalam berubah menjadi uap dan membuat saluran melalui struktur produk. Pada saat pembentukan pori tersebut, dehidrasi tidak menyebabkan pembentukan stukrtur yang garing, melainkan karena terjadinya derajat integritas struktur (Lusas et al., 1999). Semakin lama proses penggorengan berlangsung semakin banyak lubang yang terbentuk sehingga saat mi direhidrasi kekuatan struktur internal mi untuk menahan penekanan semakin berkurang. Secara umum penggorengan selama 5 menit menghasilkan mi yang lebih keras. b. Daya Kohesif (Cohesiveness) Daya kohesif atau konsistensi diukur dari rasio dua area kompresi. Pengukuran ini berhubungan dengan evaluasi sensori saat mi digigit. Hasil analisis ragam (Lampiran 5d) dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan perlakuan waktu penggorengan dan pengeringan sampel yang berbeda menghasilkan daya kohesif yang berbeda nyata. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, rataan daya kohesif sampel penggorengan 6 menit dengan penggeringan 5 dan 15 menit berbeda nyata. Rataan nilai daya kohesif disajikan pada Gambar

10 daya kohesif,4,3,2 penggorengan 5 menit penggorengan 6 menit.3 a.31 ab.35 b.33 ab.34 b 5 menit 1 menit Waktu pengeringan 15 menit nyata (p>.5). Gambar 19. Rataan daya kohesif sampel optimasi proses rehidrasi Sampel yang dikeringkan selama 1 menit baik pada penggorengan 5 menit maupun 6 menit tidak berbeda nyata. Perbedaan waktu pengeringan 1 menit memberikan pengaruh yang signifikan pada daya kohesif mi. Daya kohesif mi lebih besar pada penggorengan 5 menit dibandingkan penggorengan 1 menit karena berat rehidrasi mi pada penggorengan 5 menit lebih besar dibandingkan penggorengan 6 menit. Tingginya penyerapan air selama rehidrasi meningkatkan daya kohesif antara struktur mi sehingga saat pengukuran dengan textur analyzer mi dapat lebih menahan tekanan dari probe. c. Kelengketan Kelengketan merupakan gaya yang dibutuhkan untuk menarik bagian pangan dan memisahkannya dari lempeng kompresi. Mi jagung instant yang dihasilkan diharapkan memiliki nilai kelengketan yang rendah agar memiliki eating quality yang baik (Hatorangan, 27). Hasil analisis ragam (Lampiran 5e) dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan perlakuan penggorengan dan pengeringan yang berbeda berpengaruh nyata terhadap kelengketan mi jagung instant. Berdasarkan uji lanjut Duncan, kenaikan waktu pengeringan menurunkan kelengketan mi jagung instant. Rataan nilai kelengketan mi disajikan pada Gambar 2. kelengketan (gf) menit penggorengan 5 menit penggorengan 6 menit e 1 menit cd 15 menit -4.7 d a -9.1 b waktu pengeringan nyata (p>.5). Gambar 2. Rataan kelengketan sampel optimasi proses dehidrasi Mi dengan penggorengan 5 menit dan pengeringan 1 menit memiliki rataan kelengketan tertinggi sebesar -1.15±.21gf, sementara mi dengan penggorengan 6 menit dan pengeringan 15 36

11 menit memiliki rataan kelengketan terendah sebesar -4.7 ±.28 gf. Mi dengan penggorengan 5 menit memiliki kelengketan yang lebih tinggi dibandingkan mi dengan penggorengan 6 menit, hal ini berhubungan dengan berat rehidrasi mi. Berat rehidrasi yang tinggi menyebabkan pelepasan padatan terlarut yang tinggi dan meningkatkan gaya adhesif mi untuk menyerap air dan melekat pada bahan lain sehingga meningkatkan kelengketan pada mi. 4. Persen elongasi dan Tensile Strength a. Persen elongasi Ekstensibilitas mi atau pertambahan panjang mi akibat gaya tarik dinyatakan dengan persen elongasi. Mi dengan persen elongasi tinggi menunjukkan karakteristik mi yang tidak mudah putus atau ekstensible. Elliason dan Gudmunsson (1996) menyatakan bahwa tingginya amilosa terlarut dan tingginya kemampuan pengembangan granula mampu meningkatkan ekstensibilitas mi. Sebaliknya tingginya amilopektin terlarut dapat mengganggu pembentukan gel dan menurunkan ekstensibilitas. Hal tersebut menunjukkan kecukupan proses gelatinisasi sangat menentukan persen elongasi mi. elongasi (%) 5 5 menit penggorengan 5 menit 45.5 b 4.18 ab penggorengan 6 menit a 33 a 45.7 b 1 menit 15 menit waktu pengeringan nyata (p>.5). Gambar 21. Rataan elongasi sampel optimasi proses dehidrasi Hasil analisis ragam (Lampiran 5f) pada selang kepercayaan 95% menunjukkan perlakuan waktu penggorengan dan pengeringan berpengaruh nyata terhadap persen elongasi mi jagung instant. Berdasarkan uji lanjut Duncan, sampel dengan penggorengan 5 menit dan pengeringan 15 menit tidak berbeda nyata dengan sampel dengan penggorengan 6 menit dan pengeringan 5 menit. Rataan persen elongasi disajikan pada Gambar 21. Persen elongasi tertinggi dimiliki oleh sampel dengan penggorengan 5 menit dan pengeringan 15 menit dengan rataan 45.7 ±1.68 %. Pada penggorengan 5 menit, semakin lama waktu pengeringan semakin ekstensible mi sementara pada penggorengan 6 menit semakin lama waktu pengeringan semakin tidak ekstensible mi. Penurunan ekstensibilitas mi pada penggorengan 6 menit dapat dikarenakan berat rehidrasi yang semakin naik (mi makin mengembang) dan banyaknya pori yang terbentuk selama penggorengan. Namun terjadinya kenaikan ekstensibilitas mi pada penggorengan 5 menit berbanding terbalik dengan penurunan berat rehidrasi. Hal ini dimungkinkan adanya kondisi optimum perubahan struktur mi selama proses dehidrasi. Kurangnya pori yang terbentuk dan cukup tingginya kemampuan penyerapan air (berat rehidrasi %) mi pada penggorengan 5 menit dan pengeringan 15 menit kemungkinan menjadi penyebab tingginya ekstensibilitas mi. 37

12 b. Tensile strength Tensile strength adalah gaya maksimum yang diperlukan untuk menarik bahan hingga putus. Hasil analisis ragam (Lampiran 5g) dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan waktu penggorengan dan pengeringan yang berbeda tidak menghasilkan produk dengan tensile strength yang berbeda. Rataan nilai tensile strength disajikan pada Tabel 17. Rataan nilai tensile strength tertinggi dimiliki oleh sampel dengan penggorengan 6 menit dan pengeringan 5 menit dengan rataan 44. ± 1.41 kgf. Mi yang digoreng selama 6 menit memiliki nilai tensile strength yang lebih besar dibandingkan dengan penggorengan 5 menit. Tabel 17. Hasil pengukuran tensile strength Waktu Penggorengan (12 C) Waktu pengeringan Tensile strength (kgf) 5 menit 1 menit 38. a ± menit 15 menit 39. a ± menit 5 menit 44. a ± menit 1 menit 43.5 a ±.71 6 menit 15 menit 41. a ± 4.24 Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (p>.5). Pada penggorengan 6 menit semakin lama waktu pengeringan, rataan nilai tensile strength semakin kecil sementara pada penggorengan 5 menit nilai tensile strength semakin besar dengan semakin lamanya pengeringan. Kecenderungan tersebut hampir sama pada pengukuran ekstesibilitas mi. Mi dengan penggorengan 6 menit dan pengeringan 5 menit memiliki berat rehidrasi yang cukup rendah (177.57%), mi tidak terlalu menyerap air dan kemampuan mengikat struktur internal mi lebih kuat, sehingga saat diukur tensile strengthnya memiliki gaya yang paling besar. C. Penentuan Sampel Mi Jagung Instant Terbaik Setelah dilakukan analisis fisik terhadap mi jagung instant dengan lima rancangan proses yang berbeda selanjutkan dipilih satu sampel dengan rancangan proses dehidrasi terbaik untuk ditingkatkan mutunya menggunakan bahan tambahan pangan. Mi yang baik adalah mi yang memiliki nilai KPAP yang rendah, berat rehidrasi rendah sehingga mi tidak terlalu mengembang pasca rehidrasi, elongasi dan tensile strength tinggi sehingga mi tidak mudah putus, kekerasan rendah sehingga mi mudah untuk digigit, daya kohesif rendah, dan kelengketan rendah supaya mi memiliki eating quality yang baik serta tidak menempel antar untaian mi. Mi jagung dengan penggorengan 6 menit dan pengeringan 5 menit memiliki rataan KPAP, kekerasan, kelengketan, dan daya kohesif rendah, dan memiliki persen elongasi dan tensile strength tertinggi. Mi jagung instant terpilih adalah mi dengan penggorengan 12 C, selama 6 menit dan pengeringan selama 5 menit. Mi instant ini dipilih berdasarkan banyaknya karakteristik terbaik yang dimiliki oleh sampel. Terutama sekali karakteristik KPAP, elongasi, dan tensile strength. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Soraya (26), Rianto (26) dan Kurniawati (26), karakteristik mi terigu yang paling utama adalah persen elongasi dan KPAP. Proses dehidrasi mi jagung instant yang terpilih selanjutnya diberi perlakuan penambahan BTP pada konsentrasi yang berbeda. BTP yang akan digunakan adalah CMC dan baking powder dengan konsentrasi masing-masing %, 1%, dan 1,5%.Tabel 18 menunjukkan sampel terbaik berdasarkan parameter dan hasil yang diinginkan. 38

13 Tabel 18. Parameter yang diuji dan sampel mi yang terbaik Parameter Sampel terbaik Keterangan KPAP Seluruh sampel tidak berbeda nyata Nilai KPAP rendah Berat Rehidrasi Elongasi Tensile Strength Kekerasan Daya kohesif Kelengketan Penggorengan 6 menit pengeringan 5 menit Penggorengan 5 menit pengeringan 15 menit. Penggorengan 6 pengeringan 5 dan 1menit Seluruh sampel tidak berbeda nyata Penggorengan 6 menit pengeringan 5, 1, dan 15menit. Penggorengan 5 menit pengeringan 1 menit. Penggorengan 6 pengeringan 5 dan 1menit Penggorengan 6 menit pengeringan 5, 1, dan 15menit. D. Analisis Mi dengan Penambahan BTP Nilai Berat rehidrasi rendah Nilai elongasi tinggi Nilai Tensile tertinggi Nilai kekerasan rendah Nilai daya kohesif rendah Nilai kelengketan rendah Mi jagung instant terpilih adalah mi dengan penggorengan 6 menit dan pengeringan 5 menit yang selanjutnya ditambahkan CMC dan baking powder. Pada saat proses pengadukan, BTP dicampurkan hingga homogen pada tepung jagung terlebih dahulu sebelum ditambahkan larutan garam. Mi basah jagung yang dihasilkan digoreng pada suhu 12 C selama 6 menit kemudian dikeringan selama 5 menit. Mi jagung instant dianalisis untuk diamati pengaruh penambahan BTP pada karakteristik mutu mi. 1. KPAP dan Berat Rehidrasi a. KPAP Hasil analisis ragam (Lampiran 6a) dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan perlakuan penambahan BTP berpengaruh nyata terhadap KPAP sampel mi. Dari uji lanjut Duncan dapat diketahui penambahan BTP yang sama tidak berpengaruh nyata terhadap rataan KPAP yang dihasilkan meskipun konsentrasi BTP tersebut berbeda. Namun pemberian BTP yang berbeda, berpengaruh nyata terhadap rataan KPAP mi jagung instant. Penambahan CMC dan baking powder menurunkan KPAP mi jagung instant. Semakin tinggi konsentrasi CMC yang ditambahkan, semakin kecil rataan KPAP yang dihasilkan. Sementara hal sebaliknya terjadi pada mi dengan penambahan baking powder. Rataan nilai KPAP disajikan pada Gambar 22. KPAP terkecil dimiliki oleh sampel mi dengan penambahan CMC 1.5% dengan rataan 6.78 ±.76%, sementara KPAP terbesar dimiliki oleh sampel tanpa penambahan BTP dengan rataan 13.3 ±.83%. Menurut Fadlillah (25), CMC dapat berfungsi sebagai pengikat komponen-komponen adonan, sehingga ketika mi dimasak komponen-komponen tersebut tidak lepas. CMC juga memperkuat jaringan mi dan mencegah timbulnya pori-pori udara selama proses pemasakan. Sementara, penambahan baking powder akan menghasilkan gas CO 2 dengan persamaan reaksi NaHCO 3 + H + Na + + H 2 O + CO 2 (Czernohorsky and Hooker, 21) yang dapat menyebabkan terjadinya pori-pori udara sehingga mengurangi kekompakkan struktur mi. Penggunaan baking 39

14 powder pada dasarnya berfungsi untuk mempercepat waktu rehidrasi mi sehingga mi matang dalam waktu kurang dari 5 menit. Namun penerapannya pada mi jagung tidak menghasilkan waktu rehidrasi yang lebih singkat. Penambahan baking powder justru akan membuat mi jagung memiliki KPAP yang cukup tinggi, terjadinya pelepasan molekul-molekul pati saat rehidrasi sementara bagian tengah mi masih mentah (masih terdapat spot putih). KPAP (%) c 7.4 a 6.78 a 1.58 b 11.54b Tanpa BTP CMC 1% CMC 1,5% BP 1% BP 1,5% nyata (p>.5). Gambar 22. Rataan KPAP sampel perlakuan BTP Tidak adanya protein gliadin dan glutenin pada mi jagung, menyebabkan pori-pori udara yang terbentuk akibat penambahan baking powder justru mengurangi kekompakkan struktur mi. Glutenin pada terigu berfungsi dalam pembentukkan visco-elastisitas adonan. Hal ini dikarenakan glutenin kaya akan asam amino prolin yang strukturnya sedikit terlipat. Lipatan tersebut akan terbuka selama proses mixing dan kneading, sehingga struktur menjadi renggang dan menyebabkan adonan menjadi elastis (Fennema, 1996). b. Berat rehidrasi Hasil analisis ragam (Lampiran 6b) dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan perlakuan penambahan BTP berpengaruh nyata terhadap berat rehidrasi mi. Uji lanjut Duncan menunjukkan penambahan CMC 1% tidak berbeda nyata dengan penambahan baking powder 1%. Penambahan CMC dan baking powder menaikkan berat rehidrasi mi. Semakin tinggi konsentrasi BTP yang diberikan, semakin besar berat rehidrasi mi. Dari Gambar 23 dapat dilihat berat rehidrasi terendah adalah mi tanpa penambahan BTP dengan rataan ± 2.27 %. Sementara berat rehidrasi tertinggi dimiliki oleh sampel dengan penambahan CMC 1,5% dengan rataan ± 1.16 %. Berat rehidrasi (%) a b d b c Tanpa BTP CMC 1% CMC 1,5% BP 1% BP 1,5% nyata (p>.5). Gambar 23. Rataan berat rehidrasi sampel perlakuan BTP 4

15 CMC pada dasarnya merupakan hidrokolid yang mempunyai kemampuan membentuk gel, menyerap dan menahan air. Pemberian CMC pada mi jagung akan meningkatkan berat rehidrasi mi. Semakin tinggi konsentrasi CMC yang diberikan, semakin besar kemampuan mi menyerap air. Penambahan baking powder meningkatkan berat rehidrasi mi karena pori-pori udara yang terbentuk diisi oleh air saat proses rehidrasi. 2. Tekstur Mi Jagung Instant Mi jagung instant dengan penambahan BTP dianalisis kembali untuk melihat perubahan karakteristik tekstur kemudian dibandingkan dengan mi jagung instant tanpa penambahan BTP. a. Kekerasan Hasil analisis ragam (Lampiran 6c) dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan perlakuan penambahan BTP berpengaruh nyata terhadap kekerasan sampel mi. Uji lanjut Duncan menunjukkan perbedaan konsentrasi pada BTP yang sama tidak menyebabkan perbedaan kekerasan produk. Dibandingkan dengan mi tanpa penambahan BTP, mi dengan penambahan CMC mengalami kenaikkan kekerasan sementara mi jagung yang ditambahkan baking powder mengalami penurunan kekerasan. Rataan nilai kekerasan mi perlakuan BTP disajikan pada Gambar 24. Kekerasan (gf) b c c a a Tanpa BTPCMC 1% CMC 1,5% BP 1% BP 1,5% nyata (p>.5). Gambar 24. Rataan kekerasan sampel perlakuan BTP Kemampuan CMC untuk membentuk gel berpengaruh pada kekerasan mi jagung. Gel yang terbentuk akan menjadi pengikat struktur mi yang kuat sehingga kekerasannya meningkat. Dapat dilihat pada gambar, mi jagung instant dengan kekerasan terendah adalah mi dengan penambahan baking powder 1.5% dengan rataan ±49.2 gf, semakin tinggi konsentrasi baking powder yang ditambahkan semakin rendah nilai kekerasan. Kekerasan tertinggi dimiliki oleh mi jagung instant dengan penambahan CMC 1.5% dengan rataan ±123.4 gf, semakin tinggi konsentrasi penambahan CMC semakin tinggi pula kekerasan mi. c. Daya kohesif Hasil analisis ragam (Lampiran 6d) dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan perlakuan penambahan BTP berpengaruh nyata terhadap daya kohesif sampel mi. Uji lanjut Duncan menunjukkan perbedaan konsentrasi pada BTP tidak menyebabkan perberbedaan nyata nilai daya kohesif produk. Kenaikan konsentrasi BTP akan menaikkan daya kohesif mi. Penambahan CMC 41

16 menaikkan daya kohesif sementara penambahan baking powder menurunkan daya kohesif. Rataan nilai daya kohesif mi perlakuan BTP disajikan pada Gambar 25. daya kohesif,5.3 b.37 c.43 c.22 a.24 a Tanpa BTP CMC 1% CMC 1,5% BP 1% BP 1,5% nyata (p>.5). Gambar 25. Rataan daya kohesif sampel perlakuan BTP Kemampuan membentuk gel pada CMC juga berpengaruh pada daya kohesif mi. Semakin tinggi konsentrasi CMC yang ditambahkan semakin kuat sifat pembentukkan gel sehingga mi memiliki struktur yang lebih kompak dan elastis. Penurunan daya kohesif pada sampel mi dengan penambahan baking powder dikarenakan pori-pori udara yang terbentuk melemahkan struktur mi sehingga daya kohesifnya lebih rendah dibandingkan sampel mi tanpa penambahan BTP. Pada gambar dapat dilihat sampel mi dengan penambahan CMC 1.5% memiliki daya kohesif tertinggi dengan rataan.43 ±.1 sementara daya kohesif terendah dimiliki oleh sampel mi penambahan baking powder 1% dengan rataan.22 ±.. d. Kelengketan Hasil analisis ragam (Lampiran 6e) dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan perlakuan penambahan BTP berpengaruh nyata terhadap kelengketan sampel mi. Uji lanjut Duncan menunjukkan penambahan CMC dengan konsentrasi yang berbeda memiliki kelengketan yang tidak berbeda nyata. Penambahan baking powder meningkatkan kelengketan sampel mi secara drastis. Rataan nilai kelengketan mi perlakuan BTP disajikan pada Gambar 26. kelengketan (gf) Tanpa CMC 1% CMC BTP c -6.6 c 1,5% c BP 1% BP 1,5% b a nyata (p>.5). Gambar 26. Rataan kelengketan sampel perlakuan BTP 42

17 Semakin tinggi konsentrasi penambahan baking powder semakin lengket mi. Kelengketan yang tinggi pada sampel dengan penambahan baking powder disebabkan oleh, struktur mi yang kurang kompak membuat komponen pati larut saat rehidrasi sehingga meningkatkan kelengketan pada permukaan mi. Hal tersebut dapat terlihat saat rehidrasi, mi dengan penambahan baking powder memiliki air rebusan yang keruh karena banyaknya molekul pati yang keluar dari struktur mi sehingga mi yang dihasilkan sangat mudah putus. Pada gambar dapat dilihat, kelengketan terendah dimilki oleh sampel mi tanpa penambahan BTP dengan rataan ±.35gf. Sementara kelengketan tertinggi dimiliki oleh sampel mi dengan penambahan baking powder sebanyak 1.5% dengan rataan ±.49 gf. 3. Persen elongasi dan Tensile Strength a. Persen elongasi Hasil analisis ragam (Lampiran 6f) dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan perlakuan penambahan BTP berpengaruh nyata terhadap persen elongasi sampel mi. Uji lanjut Duncan menunjukkan persen elongasi sampel mi dengan penambahan CMC 1% berbeda nyata dengan penambahan CMC 1.5%. rataan persen elongasi mi dengan perlakuan BTP disajikan pada Gambar 27. Penambahan CMC meningkatkan nilai elongasi mi jagung karena CMC membantu mengikat struktur pati selain adanya proses gelatinisasi. Namun sampel mi dengan penambahan CMC 1.5% memiliki persen elongasi yang lebih kecil, hal tersebut kemungkin dikarenakan pembentukan gel yang berlebih sehingga saat mi direhidrasi gel tersebut larut kembali dan meninggalkan ruang kosong diantara struktur mi. Penambahan CMC 1.5% tidak optimum untuk meningkatkan persen elongasi mi. Penambahan baking powder 1% tidak cukup untuk meningkatkan nilai elongasi mi jagung instant, sementara penambahan baking powder 1.5% dapat meningkatkan persen elongasi. Pada gambar dapat dilihat sampel mi dengan penambahan CMC 1% memiliki persen elongasi tertinggi dengan rataan ± 8.75 %. elongasi (%) e d 45.5 b a c Tanpa BTP CMC 1% CMC 1,5% BP 1% BP 1,5% nyata (p>.5). b. Tensile strength Gambar 27. Rataan elongasi sampel perlakuan BTP Hasil analisis ragam (Lampiran 6g) dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan perlakuan penambahan BTP berpengaruh nyata terhadap nilai tensile strength mi jagung instant. Uji lanjut Duncan menunjukkan konsentrasi BTP yang berbeda memiliki tensile strength yang berbeda. Semakin tinggi konsentrasi BTP semakin tinggi tensile strengthnya. rataan nilai tensile strength mi dengan perlakuan BTP disajikan pada Gambar

18 tensile strength (kgf) d 44 a 36 a 57 b Tanpa BTPCMC 1% CMC 1,5% BP 1% BP 1,5% nyata (p>.5). Gambar 28. Rataan tensile strength sampel perlakuan BTP Pada CMC 1.5%, kemampuan pembentuk gel yang lebih besar berfungsi sebagai pengikat, sehingga nilai tensile strength lebih besar. Dari gambar dapat dilihat, nilai tensile strength tertinggi dimiliki oleh sampel mi dengan penambahan CMC 1% dengan rataan 157 ± 4.24 kgf. Perlakuan penambahan CMC meningkatkan nilai tensile strength. Dibandingkan dengan mi tanpa penambahan BTP, penambahan baking powder 1% menurunkan tensile strength, sementara penambahan baking powder 1,5% meningkatkan tensile strength. 4. Analisis Warna (L,a,b) a. Nilai L Analisis warna dilakukan terhadap mi jagung instant dengan perlakuan penambahan BTP baik sebelum maupun sesudah rehidrasi. Hasil analisis ragam (Lampiran 6h) dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan perlakuan penambahan BTP berpengaruh nyata terhadap nilai kecerahan mi baik yang sebelum rehidrasi (mentah) maupun sesudah rehidrasi (matang). Uji lanjut Duncan menunjukkan nilai L sampel mi yang belum direhidrasi (mentah) memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan warna mi setelah rehidrasi (matang). Mi matang memiliki warna yang lebih cerah karena mi yang telah rehidrasi mengalami pelepasan warna mi ke dalam air rebusan. Hal ini disebabkan mi kehilangan pigmen yang terkandung di dalamnya. Rataan nilai L sampel mi matang dan mentah dengan perlakuan BTP disajikan pada Gambar Nilai L A B C D E Nilai L mentah 46,72 47,1 47,96 46,42 45,79 Nilai L matang 47,1 47,53 49,35 46,76 45,86 Keterangan: A tanpa BTP, B CMC 1%, C CMC 1,5%, D baking powder 1%, E baking powder 1,5%. Gambar 29. Rataan nilai L sampel pada perlakuan BTP yang berbeda 44

19 Mi jagung instant dengan penambahan CMC menunjukkan penambahan nilai kecerahan dibandingkan dengan mi jagung instant tanpa BTP. Sementara mi jagung instant dengan penambahan baking powder menunjukkan penurunan nilai kecerahan dibandingkan dengan mi jagung instant tanpa BTP. Mi jagung instant dengan penambahan CMC sebesar 1,5% menunjukkan nilai kecerahan yang paling tinggi, sementaran penambahan baking powder 1.5% menunjukkan nilai kecerahan yang paling rendah. Menurut Kidmose et al. (22) peningkatan kecerahan dapat terjadi karena degradasi pigmen oleh panas sehingga menurunkan jumlah pigmen dalam bahan. Peningkatan kecerahan terjadi karena pemanasan dapat menyebabkan kerusakan dinding sel, kehilangan air, dan inaktivasi enzim sehingga meningkatkan kemampuan ekstraksi pigmen. Waktu rehidrasi yang semakin lama menyebabkan semakin banyak pigmen yang dapat diekstrak sehingga warna menjadi lebih cerah. Dari gambar dapat terlihat bahwa masing-masing perlakuan mi memiliki tingkat kecerahan atau nilai L yang berbeda-beda. Intensitas kecerahan paling tinggi pada mi mentah dan mi matang dimiliki oleh sampel mi jagung dengan penambahan CMC 1.5%. b. Nilai a Hasil analisis ragam (Lampiran 6i) dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan perlakuan penambahan BTP berpengaruh nyata terhadap nilai a sampel mi, baik yang sebelum rehidrasi (mentah) maupun sesudah rehidrasi (matang). Uji lanjut Duncan menunjukkan penambahan konsentrasi CMC menurunkan intensitas warna merah sementara penambahan konsentrasi baking powder menaikkan intensitas warna merah. Rataan nilai a sampel mi matang dan mentah dengan perlakuan BTP disajikan pada Gambar 3. Nilai a A B C D E Nilai a mentah 3,9 3,71 3,53 4,52 4,79 Nilai a matang 1,16 1,34 1,31 1,62 1,55 Keterangan: A tanpa BTP, B CMC 1%, C CMC 1,5%, D baking powder 1%, E baking powder 1,5%. Gambar 3. Rataan Nilai a sampel pada perlakuan BTP yang berbeda Dapat dilihat pada gambar nilai a yang dimiliki oleh mi jagung instant bernilai positif (merah). Mi jagung instant yang matang memiliki nilai a yang lebih kecil dibandingkan dengan mi jagung yang mentah. Hal ini menunjukkan adanya penurunan intensitas warna merah mi selama proses rehidrasi berlangsung. Proses rehidrasi berpengaruh nyata pada warna mi yang dihasilkan. Nilai a pada mi mentah tertinggi dimiliki oleh sampel mi dengan penambahan baking powder 1.5% sementara nilai a tertinggi pada mi matang dimiliki oleh sampel mi dengan penambahan baking powder 1%. c. Nilai b Hasil analisis ragam (Lampiran 6j) dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan perlakuan penambahan BTP berpengaruh nyata terhadap nilai b sampel mi baik yang sebelum rehidrasi (mentah) maupun sesudah rehidrasi (matang). Uji lanjut Duncan menunjukkan adanya 45

20 penurunan intensitas warna kuning pada penambahan baking powder. Semakin tinggi konsentrasi baking powder yang ditambahkan, semakin rendah intensitas warna kuning. Rataan nilai b sampel mi matang dan mentah dengan perlakuan BTP disajikan pada Gambar Nilai b 1 A B C D E Nilai b mentah 2,88 21,48 21,51 2,59 19,85 Nilai b matang 16,61 17,78 17,7 17,28 17,66 Keterangan: A tanpa BTP, B CMC 1%, C CMC 1,5%, D baking powder 1%, E baking powder 1,5%. Gambar 31. Rataan nilai b sampel pada perlakuan BTP yang berbeda Pada gambar dapat dilihat, nilai b yang dimiliki oleh mi jagung instant seluruhnya bernilai positif (kuning). Mi jagung instant dengan penambahan CMC 1,5% menunjukkan nilai kuning dengan instensitas lebih tinggi. Intensitas warna kuning pada mi matang terendah dimiliki oleh sampel tanpa penambahan BTP. Sementara intensitas warna kuning pada mi mentah terendah dimiliki oleh mi dengan penambahan baking powder 1,5%. Secara umum mi jagung instant yang dihasilkan memiliki warna kromatik kuning kemerahan. Warna kuning ini berasal dari pigmen xantofil yang terdapat pada tepung jagung. Pigmen xantofil yang paling utama adalah lutein dan zeaxanthin, yaitu mencapai 9% dari total pigmen karotenoid di dalam jagung (Watson, 23). Mi jagung yang berwarna kuning merupakan keunggulan mi jagung dibandingkan mi terigu karena tidak diperlukan lagi penambahan bahan tambahan pangan (pewarna) untuk menghasilkan mi matang yang berwarna kuning (Fadlillah, 25). 5. Uji Organoleptik Pemilihan produk terbaik berdasarkan tingkat kesukaan konsumen dilakukan dengan uji organoleptik. Uji organoleptik yang dilakukan merupakan uji penerimaan (afektif) berupa rating hedonik. Uji rating hedonik dilakukan untuk menganalisis tingkat kesukaan atau penerimaan panelis terhadap produk mi jagung instant berdasarkan kriteria warna, elastisitas, kekerasan, kelengketan, ekstensibilitas, dan keseluruhan. a. Warna Warna merupakan parameter pertama yang terlihat oleh konsumen, sehingga menjadi acuan pertama yang digunakan konsumen dalam menilai mutu suatu produk pangan. Warna selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, juga dapat digunakan sebagai indikator keseragaman dan baik tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan (Winarno, 1997). Warna dalam suatu produk pangan umumnya dipengaruhi oleh formula bahan baku dan proses pengolahan. Skor rata-rata kesukaan panelis terhadap warna mi jagung instant disajikan pada Gambar

21 skor hedonik warna b 6.69 a 6.63 a 6.7 a Tanpa BTP CMC 1% CMC 1,5% BP 1% BP 1,5% nyata (p>.5). Gambar 32. Skor rata-rata kesukaan panelis terhadap warna Hasil analisis ragam (Lampiran 9a) pada selang kepercayaan 95% menunjukkan perlakuan penambahan BTP berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan panelis terhadap warna mi. Uji lanjut Duncan menunjukkan skor sampel mi jagung instant dengan penambahan CMC 1% paling disukai oleh konsumen dengan skor kesukaan 7,71 (suka). Hasil analisis warna mi jagung instant menggunakan Minolta Chroma Meters 31 menunjukkan sampel mi matang dengan penambahan CMC 1% memiliki nilai L atau kecerahan 47,53; nilai a 1,34; dan nilai b 17,78. Nilai kecerahan yang dimiliki sampel merupakan nilai kecerahan tertinggi kedua setelah sampel dengan penambahan CMC 1,5%. Nilai b yang dimiliki sampel merupakan nilai b dengan intensitas tertinggi dibandingkan keempat sampel lainnya, warna kuning sampel merupakan yang tertinggi intensitasnya. b. Elastisitas Elastisitas dinilai oleh panelis dengan mengunyah sampel mi dengan gigi, sebagai gaya tekan terhadap bahan. Hasil uji analisis ragam (Lampiran 9b) pada selang kepercayaan 95% menunjukkan perlakuan penambahan BTP tidak berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan panelis terhadap elastisitas sampel mi. Skor rata-rata kesukaan panelis terhadap atribut elastisitas disajikan pada Gambar 33. Mi instant dengan penambahan baking powder memiliki tingkat kesukaan pada elastisitas dengan skor 6,11 dan 6,14 (agak suka). skor hedonik kekenyalan 6,5 6 5, a 5.73 a 5.64 a 6.11 a 6.14 a Tanpa BTP CMC 1% CMC 1,5% BP 1% BP 1,5% nyata (p>.5). Gambar 33. Skor rata-rata kesukaan panelis terhadap elastisitas Berdasarkan pengukuran secara objektif menggunakan Tekstur Analyzer mi jagung instant dengan penambahan baking powder 1% dan 1,5% memiliki nilai elastisitas masing-masing,2228 dan 47

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss 4. PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung 4.1.1. Cooking loss Menurut Kruger et al. (1996), analisa cooking loss bertujuan untuk mengetahui banyaknya padatan dari mi yang terlarut dalam air selama

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu 4.1.1. Cooking Time Salah satu parameter terpenting dari mi adalah cooking time yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan untuk rehidrasi atau proses

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan tepung beras ketan hitam secara langsung pada flake dapat menimbulkan rasa berpati (starchy). Hal tersebut menyebabkan perlunya perlakuan pendahuluan, yaitu pregelatinisasi

Lebih terperinci

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses BAB III PEMBAHASAN Pembuatan mie kering umumnya hanya menggunakan bahan dasar tepung terigu namun saat ini mie kering dapat difortifikasi dengan tepung lain agar dapat menyeimbangkan kandung gizi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan (food additives). Penggantian

Lebih terperinci

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI 1 Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan suatu proses pembuatan mi jagung kering.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

3. PEMBAHASAN 3.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Bayam

3. PEMBAHASAN 3.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Bayam 3. PEMBAHASAN 3.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Bayam Pada pengujian fisik mi bayam yang dilakukan meliputi tensile strength dan warna. Salah satu kriteria yang utama pada mi adalah tekstur. Tekstur mi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Cassava stick adalah singkong goreng yang memiliki bentuk menyerupai french fries. Cassava stick tidak hanya menyerupai bentuk french fries saja, namun juga memiliki karakteristik

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air BAB V PEMBAHASAN Cake beras mengandung lemak dalam jumlah yang cukup tinggi. Lemak yang digunakan dalam pembuatan cake beras adalah margarin. Kandungan lemak pada cake beras cukup tinggi, yaitu secara

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering varietas pioner kuning (P-21). Jagung pipil ini diolah menjadi tepung pati jagung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN 1 PENGGORENGAN 2 TUJUAN Tujuan utama: mendapatkan cita rasa produk Tujuan sekunder: Inaktivasi enzim dan mikroba Menurunkan aktivitas air pada permukaan atau seluruh

Lebih terperinci

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch Arfendi (0706112356) Usman Pato and Evy Rossi Arfendi_thp07@yahoo.com

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Volume Pengembangan Roti Manis

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Volume Pengembangan Roti Manis 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik 4.1.1. Volume Pengembangan Roti Manis Adonan roti manis yang tersusun dari tepung terigu dan tepung gaplek dapat mengalami pengembangan, hal ini dikarenakan adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. OPTIMASI FORMULA 1. Penentuan Titik Maksimum Tahap awal dalam penelitian ini adalah penentuan titik maksimum substitusi tepung jagung dan tepung ubi jalar. Titik maksimum

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

LOGO BAKING TITIS SARI

LOGO BAKING TITIS SARI LOGO BAKING TITIS SARI PENGERTIAN UMUM Proses pemanasan kering terhadap bahan pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga lebih diterima konsumen KHUSUS Pemanasan adonan dalam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu : 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Sensoris Pengujian sensoris untuk menentukan formulasi terbaik kerupuk goring dengan berbagai formulasi penambahan tepung pisang kepok kuning dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun Analisis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Analisa kadar air dilakukan untuk mengetahui pengaruh proporsi daging dada ayam dan pisang kepok putih terhadap kadar air patties ayam pisang. Kadar air ditentukan secara

Lebih terperinci

Pengembangan Formulasi Mi Jagung Berbahan Baku Tepung Jagung Modifikasi. Development of Formulation Noodles Made from Raw Corn Starch Modified Corn

Pengembangan Formulasi Mi Jagung Berbahan Baku Tepung Jagung Modifikasi. Development of Formulation Noodles Made from Raw Corn Starch Modified Corn Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Lampung 24 Mei 2014 ISBN 978-602-70530-0-7 halaman 524-530 Pengembangan Formulasi Mi Jagung Berbahan Baku Tepung Jagung Modifikasi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia memiliki beraneka ragam jenis umbi-umbian yang belum

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia memiliki beraneka ragam jenis umbi-umbian yang belum I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diizinkan, berbentuk khas mie (Badan Standarisasi Nasional, 1992). Berdasarkan survey oleh USDA dalam Anonim A (2015) mengenai

BAB I PENDAHULUAN. diizinkan, berbentuk khas mie (Badan Standarisasi Nasional, 1992). Berdasarkan survey oleh USDA dalam Anonim A (2015) mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mie merupakan salah satu masakan yang sangat populer di Asia, salah satunya di Indonesia. Mie adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan

Lebih terperinci

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, PEMANGANGAN

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, PEMANGANGAN PENGOLAHAN TERMAL II PENGGORENGAN, EKSTRUSI, PEMANGANGAN TIM DOSEN TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 2 TUJUAN TUJUAN UTAMA: mendapatkan cita rasa produk TUJUAN SEKUNDER: Inaktivasi enzim dan mikroba Menurunkan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Volume Pengembangan Roti Manis

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Volume Pengembangan Roti Manis 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik 4.1.1. Volume Pengembangan Roti Manis Volume pengembangan roti manis memilliki hubungan yang erat dengan kemampuan adonan dalam membentuk dan menahan gas yang dihasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan

4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan 4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan Antioksidan berperan untuk menetralkan radikal bebas dengan cara menambah atau menyumbang atom pada radikal bebas (Pokorny et al., 2001). Didukung dengan pernyataan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu dan Waktu Proses Modifikasi HMT Terhadap Karakteristik Pati jagung Dalam proses modifikasi pati jagung HMT dilakukan pemilihan suhu dan waktu terbaik selama perlakuan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Air air merupakan parameter yang penting pada produk ekstrusi. air secara tidak langsung akan ikut serta menentukan sifat fisik dari produk seperti kerenyahan produk dan hal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) Kluwih merupakan kerabat dari sukun yang dikenal pula dengan nama timbul atau kulur. Kluwih dianggap sama dengan buah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengamatan dilakukan terhadap sifat fisik (uji lipat), organoleptik (uji hedonik), uji skoring dan analisis kimia (Pb). 1.1 Uji Lipat Uji lipat (folding test) merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER Suhardi dan Bonimin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Jagung adalah salah satu bahan pangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Kerupuk Jagung 4.1.1 Pencampuran Adonan Proses pencampuran adonan ada dua kali yaitu dengan cara manual (tangan) dan kedua dengan menggunakan mixer. Langkah

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES DAN FORMULA PADA PENGOLAHAN MI SAGU KERING (Metroxylon sagu)

OPTIMASI PROSES DAN FORMULA PADA PENGOLAHAN MI SAGU KERING (Metroxylon sagu) OPTIMASI PROSES DAN FORMULA PADA PENGOLAHAN MI SAGU KERING (Metroxylon sagu) Process and Formula Optimizations on Dried Sago (Metroxylon sagu) Noodle Processing Adnan Engelen, Sugiyono, Slamet Budijanto

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Nilai Warna Mi Non Terigu

4. PEMBAHASAN 4.1. Nilai Warna Mi Non Terigu 4. PEMBAHASAN 4.1. Nilai Warna Mi Non Terigu Sistem warna Hunter L a b merupakan pengukuran warna kolorimetri pada makanan. Dalam teori ini, terdapat tahap pengalihan sinyal-antara antara reseptor cahaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 30 November Mei 2016

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 30 November Mei 2016 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 30 November 2015 13 Mei 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro Semarang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

2. Karakteristik Pasta Selama Pemanasan (Pasting Properties)

2. Karakteristik Pasta Selama Pemanasan (Pasting Properties) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PATI SAGU DAN AREN HMT 1. Kadar Air Salah satu parameter yang dijadikan standard syarat mutu dari suatu bahan atau produk pangan adalah kadar air. Kadar air merupakan

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI TEPUNG BERAS DAN TEPUNG BERAS KETAN 1. Penepungan Tepung Beras dan Tepung Beras Ketan Penelitian ini menggunakan bahan baku beras IR64 dan beras ketan Ciasem yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

FORMULASI MI KERING SAGU DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG KACANG HIJAU

FORMULASI MI KERING SAGU DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG KACANG HIJAU FORMULASI MI KERING SAGU DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG KACANG HIJAU Formulation of Dry Sago Noodles with Mung Bean Flour Substitution Hilka Yuliani, Nancy Dewi Yuliana, Slamet Budijanto Departemen Ilmu dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri. Berdasarkan data dari Wardhana (2013) dalam Majalah Tempo

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri. Berdasarkan data dari Wardhana (2013) dalam Majalah Tempo BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat konsumsi mi di Indonesia cukup tinggi. Kurniawati (2006) mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara ke dua terbesar di dunia dalam tingkat konsumsi mi gandum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Tepung Gaplek Menurut Soetanto (2008), umbi ketela atau singkong umumnya dapat dipanen saat tanaman berumur 6-12 bulan setelah tanam. Pada penelitian ini bahan dasar tepung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bolu Kukus Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan telur dan gula. Terdapat banyak macam kue bolu, misalnya kue tart yang biasa dihidangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung terigu nasional pada tahun 2011, 2012,

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura SIFAT TEKSTURAL DAN COOKING QUALITY MI BEBAS GLUTEN DARI TEPUNG SUKUN Akhmad Khoiri Teknologi Industri Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura. PENDAHULUAN Badan Pusat Statistik (BPS 2000) menjelaskan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2014 di

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2014 di 17 III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen (RBPP) Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Sekitar 30 % ubi kayu dihasilkan di Lampung. Produksi tanaman ubi kayu di Lampung terus meningkat

Lebih terperinci

KAJIAN MUTU MI INSTAN YANG TERBUAT DARI TEPUNG JAGUNG LOKAL RIAU DAN PATI SAGU. Riau. Riau

KAJIAN MUTU MI INSTAN YANG TERBUAT DARI TEPUNG JAGUNG LOKAL RIAU DAN PATI SAGU. Riau. Riau KAJIAN MUTU MI INSTAN YANG TERBUAT DARI TEPUNG JAGUNG LOKAL RIAU DAN PATI SAGU Akhyar Ali 1, Usman Pato 1, dan Dony Maylani 2 1 Staf Pengajar Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Uji Kadar Aspal dalam Batuan Uji kadar aspal ini dilakukan dengan mekanisme seperti pada Gambar 4. berikut. Gambar 4. Diagram alir percobaan uji kadar aspal 2 Batuan aspal

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering dengan varietas Pioneer 13 dan varietas Srikandi (QPM) serta bahanbahan kimia yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN BAKU

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN BAKU IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN BAKU Pasca penggilingan padi jumlah asam lemak bebas pada bekatul meningkat dengan cepat (Ubaiddilah, 2010; Budijanto et al., 2010; Damardjati et al., 1990).

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

PEMBUATAN MIE SUKUN (KAJIAN SUBTITUSI SUKUN KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR) SKRIPSI. Oleh : INDARTY WIJIANTI

PEMBUATAN MIE SUKUN (KAJIAN SUBTITUSI SUKUN KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR) SKRIPSI. Oleh : INDARTY WIJIANTI PEMBUATAN MIE SUKUN (KAJIAN SUBTITUSI SUKUN KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR) SKRIPSI Oleh : INDARTY WIJIANTI 0533010013 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI TAPIOKA 1. Sifat Kimia dan Fungsional Tepung Tapioka a. Kadar Air Kadar air merupakan parameter yang sangat penting dalam penyimpanan tepung. Kadar air sampel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG

PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG Disusun oleh: Ribka Merlyn Santoso 14.I1.0098 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengamatan yang dilakukan pada tepung jagung nikstamal adalah sifat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengamatan yang dilakukan pada tepung jagung nikstamal adalah sifat 50 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Jagung Nikstamal Pengamatan yang dilakukan pada tepung jagung nikstamal adalah sifat fisikokimia yang meliputi penampakan mikroskopis, kadar amilosa, kadar pati,

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai : (4.1) Penelitian Pendahuluan, dan (4.2) Penelitian Utama. 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan lama

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Analisa Sensori

4. PEMBAHASAN Analisa Sensori 4. PEMBAHASAN Sorbet merupakan frozen dessert yang tersusun atas sari buah segar, air,gula, bahan penstabil yang dapat ditambahkan pewarna dan asam (Marth & James, 2001). Pada umumnya, frozen dessert ini

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 1. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan adalah tepung sukun yang dihasilkan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Petani, tepung tapioka merk Gunung Agung,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Terigu Standar Nasional Indonesia 01-3751-2006 mendefinisikan tepung terigu sebagai tepung yang berasal dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L.(Club wheat) dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

4.1. Uji Fisik Roti Ubi Kayu Original, Manifer, Ekstrudat, dan Tapioka

4.1. Uji Fisik Roti Ubi Kayu Original, Manifer, Ekstrudat, dan Tapioka 4. PEMBAHASAN Roti harus mengandung empat bahan utama yaitu tepung, yeast, garam, dan air serta dapat ditambahkan bahan bahan lain. Dalam penelitian ini, tepung yang digunakan bukan tepung terigu melainkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel.

BAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel. BAB IV ANALISA 4.1 FENOMENA DAN PENYEBAB KERUSAKAN KUALITAS PRODUK 4.1.1 Fenomena dan penyebab terjadinya case hardening Pada proses pengeringan yang dilakukan oleh penulis khususnya pada pengambilan data

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tahapan pertama adalah tahapan persiapan sampel formulasi berupa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tahapan pertama adalah tahapan persiapan sampel formulasi berupa BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tahap Preparasi Pembuatan Puding Jagung Tahapan pertama adalah tahapan persiapan sampel formulasi berupa jagung pipil varietas motoro kiki yang telah diolah menjadi tepung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil-hasil Penelitian Mi Jagung No. Produk Bahan Proses Parameter Mutu Keterangan 1. Mie jagung basah

Lampiran 1. Hasil-hasil Penelitian Mi Jagung No. Produk Bahan Proses Parameter Mutu Keterangan 1. Mie jagung basah Lampiran 1. Hasil-hasil Penelitian Mi Jagung No. Produk Bahan Proses Parameter Mutu Keterangan 1. Mie jagung basah Tepung jagung, air, garam, baking powder (formulasi terbaik dengan penambahan air 30 ml

Lebih terperinci

Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar

Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar LAMPIRAN 61 62 Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar Nama Panelis : Tanggal pengujian : Instruksi : Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian. Berilah

Lebih terperinci