KOMPOSISI MIKROORGANISME PENYUSUN DAN KANDUNGAN NUTRISI BIOFLOK DALAM MEDIA PEMELIHARAAN INDUK IKAN NILA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KOMPOSISI MIKROORGANISME PENYUSUN DAN KANDUNGAN NUTRISI BIOFLOK DALAM MEDIA PEMELIHARAAN INDUK IKAN NILA"

Transkripsi

1 KOMPOSISI MIKROORGANISME PENYUSUN DAN KANDUNGAN NUTRISI BIOFLOK DALAM MEDIA PEMELIHARAAN INDUK IKAN NILA Oreochromis niloticus DENGAN APLIKASI TEKNOLOGI BIOFLOK NORA PUTRI SARI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: KOMPOSISI MIKROORGANISME PENYUSUN DAN KANDUNGAN NUTRISI BIOFLOK DALAM MEDIA PEMELIHARAAN INDUK IKAN NILA Oreochromis niloticus DENGAN APLIKASI TEKNOLOGI BIOFLOK Adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini. Bogor, Desember 2012 Nora Putri Sari C ii

3 ABSTRAK NORA PUTRI SARI. Komposisi mikroorganisme penyusun dan kandungan nutrisi bioflok dalam media pemeliharaan induk ikan nila Oreochromis niloticus dengan aplikasi teknologi bioflok. Dibimbing oleh Dr.Widanarni dan Julie Ekasari, M.Sc. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komposisi mikroorganisme penyusun dan kandungan nutrisi bioflok dalam media pemeliharaan induk ikan nila Oreochromis niloticus dengan aplikasi teknologi bioflok. Sampel bioflok diambil dari 8 unit bak pemeliharaan induk ikan nila yang dipelihara selama 3 bulan dengan dua perlakuan yang berbeda yaitu perlakuan kontrol (tanpa penambahan molase) dan bioflok (dengan penambahan molase). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelimpahan bakteri dan plankton pada perlakuan bioflok cenderung meningkat seiring dengan masa pemeliharaan. Hasil identifikasi terhadap isolat bakteri yang terdapat pada media air pemeliharaan diperoleh 7 jenis bakteri pada bioflok yaitu Actinobacter sp., Listeria sp., Kurthia sp., Actinobacillus sp., Streptococcus sp., Bacillus sp., Micrococcus sp. dan 5 jenis bakteri pada kontrol yaitu Actinobacter sp., Listeria sp., Kurthia sp., Actinobacillus sp., Streptococcus sp.. Jenis fitoplankton yang mendominasi perlakuan bioflok pada akhir penelitian adalah kelompok Chlorophyceae dari genus Scenedesmus. sebanyak sel/l. Sedangkan pada bak kontrol didominasi oleh kelompok Cyanophyceae dari genus Microcystis sebanyak sel/l. Kandungan nutrisi bioflok yaitu protein sebesar 37,37 %, lemak sebesar 1,66%, serat kasar sebesar 2,05%, dan kadar abu sebesar 2,26%. Kata Kunci : Nila, bioflok, bakteri, fitoplankton, nutrisi ABSTRACT This study aims to analyze the composition of microorganisms and primary nutrients in biofloc collected from tilapia Oreochromis niloticus broodstock tanks cultured with the application biofloc technology. Samples were taken from 8 biofloc bath unit tilapia maintained for 3 months with two different treatments ie control treatment (without the addition of molasses) and bioflok (with the addition of molasses). The results showed that the abundance of bacteria and plankton in biofloc treatment tends to increase with the maintenance period. The results of the identification of bacterial isolates found in water conservancy media obtained 7 types of bacteria in biofloc system are Actinobacter sp., Listeria sp., Kurthia sp., Actinobacillus sp., Streptococcus sp., Bacillus sp., Micrococcus sp. and 5 types of bacteria in the control Actinobacter sp., Listeria sp., Kurthia sp., Actinobacillus sp., Streptococcus sp.. Types of phytoplankton that dominate biofloc treatment at the end of the study were a group of Chlorophyceae genus Scenedesmus as many as 1,936,804 cells/l. While in the control Cyanophyceae dominated by genus of Microcystis much as 4,967,296 cells/l. Contain of biofloc nutrition were % protein, 1.66% of lipid, 2.05% of crude fiber, and 2.26% of ash. Key word: Tilapia, biofloc, bacteria, phytoplankton, nutrition iii

4 KOMPOSISI MIKROORGANISME PENYUSUN DAN KANDUNGAN NUTRISI BIOFLOK DALAM MEDIA PEMELIHARAAN INDUK IKAN NILA Oreochromis niloticus DENGAN APLIKASI TEKNOLOGI BIOFLOK NORA PUTRI SARI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 iv

5 PENGESAHAN Judul Nama NIM Departemen : Komposisi Mikroorganisme Penyusun dan Kandungan Nutrisi Bioflok dalam Media Pemeliharaan Induk Ikan Nila Oreochromis niloticus dengan Aplikasi Teknologi Bioflok : Nora Putri Sari : C : Budidaya Perairan Disetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Widanarni Julie Ekasari, M. Sc NIP. NIP NIP Diketahui, Ketua Departemen Budidaya Perairan Dr. Sukenda NIP Tanggal Lulus : v

6 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segenap rahmat dan karunia-nya sehingga skripsi dengan judul Komposisi Mikroorganisme Penyusun dan Kandungan Nutrisi Bioflok dalam Media Pemeliharaan Induk Ikan Nila Oreochromis niloticus dengan Aplikasi Teknologi Bioflok dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang berlangsung pada bulan April hingga Juli 2012 di Kolam Percobaan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Banyak bantuan yang telah diberikan berbagai pihak dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Dosen Pembimbing Ibu Dr. Widanarni dan Ibu Julie Ekasari, M.Sc yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penelitian maupun penyusunan skripsi, serta Bapak Dr. Nur Bambang Priyo Utomo sebagai Dosen Penguji Tamu, atas arahan dan masukan untuk perbaikan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada kedua orang tua (ibunda Muslimah dan ayahanda Ardi), kakak (Medi), adik (Gita Tri Utami), keluarga besar H. Mahmud, Yuk Atiek, Yesi, Yuk Rus/Aulia, serta Brilian Putra Perdana atas kasih sayang, dukungan, dan doanya. Selain itu, ucapan terima kasih kepada Dian Utami Putri atas kerjasama dan dukungannya, teman-teman LKI, nutrisi, reproduksi, lingkungan, maupun teman-teman BDP PATMO atas bantuan dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini. Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman di Wisma Bintang 27 B. Semoga semua kebaikan yang telah dilakukan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin Bogor, Desember 2012 Nora Putri Sari vi

7 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 21 Juli 1990 di Talang Balai, Sumatera Selatan (Palembang). Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ardi dan Ibu Muslimah. Penulis memulai pendidikan dasar di SD Negeri 3 Talang Balai dan lulus pada tahun Pendidikan lanjutan menengah pertama ditempuh di SMP Negeri 2 Tanjung Raja dan lulus tahun Pendidikan menengah atas ditempuh penulis di SMA Negeri 1 Tanjung Raja dan lulus pada tahun Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008 dan penulis memasuki Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada tahun Selama masa perkuliahan, penulis aktif pada organisasi kemahasiswaan Koperasi Mahasiswa (KOPMA) sebagai anggota 2008/2009, organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) sebagai anggota 2009/2010. Penulis juga aktif menjadi asisten Praktikum pada mata kuliah Dasar-dasar Mikrobiologi Akuatik (2012). Untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dibidang perikanan budidaya, penulis mengikuti kegiatan Praktek Lapangan Akuakultur di PT. Surya Windu Kartika (2011) dan menghasilkan laporan praktek lapangan dengan judul Pembesaran Udang Vanname Litopenaeus vannameii di PT. Surya Windu Kartika, Banyuwangi, Jawa Timur. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Budidaya Perairan, FPIK, IPB, penulis melakukan penelitian yang berjudul Komposisi Mikroorganisme Penyusun dan Kandungan Nutrisi Bioflok dalam Media Pemeliharaan Induk Ikan Nila Oreochromis niloticus dengan Aplikasi Teknologi Bioflok. vii

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ix DAFTAR LAMPIRAN... xi I. PENDAHULUAN... 1 II. BAHAN DAN METODE Sampel Bioflok Prosedur Penelitian Parameter Penelitian Penghitungan Kelimpahan dan Identifikasi Mikroba Kelimpahan dan Identifikasi Bakteri pada Media Budidaya dan Usus Ikan Kelimpahan dan Identifikasi Plankton pada Media Budidaya Kandungan Nutrisi Bioflok Volume Flok Kualitas Air... 5 III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Komposisi Mikrooganisme Penyusun Bioflok Kelimpahan dan Jenis Bakteri Kelimpahan dan Jenis Plankton Kelimpahan dan Jenis Fitoplankton Kelimpahan dan Jenis Zooplankton Kandungan Nutrisi Bioflok Total Suspended Solid, Volatile Suspended Solid, Volume Flok Kualitas Air Pembahasan IV. KESIMPULAN Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

9 DAFTAR TABEL Halaman 1. Hasil identifikasi bakteri dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 1 dan ke Hasil identifikasi bakteri dalam usus ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 1 dan ke Komposisi proksimat bioflok dan kontrol dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke Kualitas air dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT ix

10 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kelimpahan bakteri dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 1 dan ke Kelimpahan bakteri dalam usus ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 1 dan ke Kandungan klorofil-a dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 1 dan ke Kelimpahan fitoplankton dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 62 dan ke Kelimpahan zooplankton dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 62 dan ke Kandungan total padatan tersuspensi (TSS) dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 1, ke 62 dan ke Kandungan volatile suspended solid (VSS) dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 1, ke 62 dan ke Volume flok dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT Kualitas air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT Mikrograf bioflok yang diambil dari media pemeliharaan induk ikan nila Oreochromis niloticus dengan aplikasi teknologi bioflok pada hari ke 14 (perbesaran 100 x). Tanda panah menunjukkan mikroalga yang terdapat dalam bioflok (a) Scenedesmus sp., (b) Pediastrum sp x

11 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Prosedur Penambahan Karbon (Molase) Prosedur Uji Fisiologis dan Biokimia Bakteri (Cowan & Steel 1974) Prosedur Pengukuran Klorofil-a (APHA 1992) Prosedur Analisis Proksimat Kelimpahan dan Jenis Bakteri pada Media Pemeliharaan dan Usus Ikan Kelimpahan dan Jenis Fitoplankton yang Ditemukan pada Media Pemeliharaan Ikan Kelimpahan dan Jenis Zooplankton yang Ditemukan pada Media Pemeliharaan Ikan Nilai TSS (mg/l) Selama Pemeliharaan Ikan Nila Oreochromis niloticus Nilai VSS (mg/l) Selama Pemeliharaan Ikan Nila Oreochromis niloticus Nilai Volume Flok (ml/l) Selama Pemeliharaan Ikan Nila Oreochromis niloticus Data Analisis Kualitas Air xi

12 I. PENDAHULUAN Ikan nila merupakan salah satu ikan konsumsi dari 10 jenis ikan yang menjadi target peningkatan produksi yang dicanangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun KKP (2012) menargetkan produksi ikan nila pada tahun 2012 sebanyak ton, jumlah tersebut meningkat dari tahun 2011 yaitu sebanyak ton. Semakin tingginya permintaan pasar akan nila mendorong dilakukannya usaha yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas. Menurut Avnimelech (2007) ada pendekatan baru untuk meningkatkan tingkat kelangsungan hidup, efisiensi pakan dan pertumbuhan ikan serta mengurangi limbah kegiatan akuakultur yaitu teknologi bioflok (BFT- Bioflocs technology). Teknologi bioflok merupakan teknologi akuakultur yang didasarkan pada kemampuan bakteri heterotrof dalam mengkonversi nitrogen baik organik maupun anorganik yang terdapat dalam air menjadi biomassa bakteri (De Schryver dan Verstraete, 2009). Konversi akumulasi nitrogen anorganik menjadi biomassa bakteria heterotrof dapat dikontrol melalui penambahan karbon organik seperti molase pada rasio karbon nitrogen (C/N) tertentu, sedangkan bioflok merupakan suatu agregat yang tersusun atas bakteri pembentuk flok, bakteri filamen, mikroalga (fitoplankton), protozoa, bahan organik serta pemakan bakteri (Hargreavest, 2006; Avnimelech, 2007) dan dapat mencapai ukuran 1000 µm (De Schryver et al., 2008). Penelitian mengenai teknologi bioflok pada budidaya ikan dan udang telah dilakukan. Namun, parameter yang diamati dari bioflok tersebut lebih banyak terhadap profil kualitas air. Selain berperan dalam menjaga kualitas air, beberapa penelitian menunjukkan bahwa bioflok dapat menjadi sumber pakan, menstimulasi sistem imun, serta berperan dalam reproduksi (Widanarni et al., 2012; Agustinus, 2010; Emerenciano et al., 2011). Penelitian mengenai kontribusi bioflok pada kinerja reproduksi telah dilakukan pada udang Litopenaeus stylirostris, yang menunjukkan bahwa kinerja pemijahan L. stylirostris pada kondisi flok lebih baik daripada kolam tanah (Emerenciano et al., 2011). Selain itu, pada penelitian Widanarni et al. (2011) ditemukan adanya jumlah rata-rata benih ikan nila merah pada perlakuan bioflok lebih tinggi dibanding perlakuan 1

13 kontrol. Peran bioflok tersebut diduga terkait dengan komposisi mikroorganisme dan kandungan nutrisi bioflok. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari komposisi mikroorganisme penyusun dan kandungan nutrisi flok yang dihasilkan dalam bak pemeliharaan induk ikan nila Oreochromis niloticus dengan sistem teknologi bioflok. 2

14 II. BAHAN DAN METODE 2.1 Sampel Bioflok Sampel air dan bioflok diambil dari bak pemeliharaan dan pemijahan ikan nila yang dipelihara dengan sistem yang berbeda, yaitu kontrol (tanpa penambahan molase) dan BFT (dengan penambahan molase). Ikan nila yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan nila Oreochromis niloticus yang berasal dari Balai Pengembangan Benih Ikan Air Tawar (BPBIAT) Wanayasa dengan bobot 84,56 + 4,81 g. Wadah budidaya ikan yang digunakan berupa kolam beton terbuka (outdoor) berukuran 3m x 2m x 0,7m sebanyak 8 unit. Ikan uji yang ditebar pada masing-masing bak pemeliharaan dengan kepadatan 60 ekor/bak dengan rasio jantan dan betina 1:4. Sumber karbon yang digunakan dalam bak BFT adalah molase dengan kandungan karbon sebesar 40%. Pakan yang diberikan berupa pelet tenggelam komersial dengan kandungan protein 30%. Sumber pakan lain pada perlakuan penambahan karbon diharapkan berasal dari bioflok yang tumbuh di dalam media pemeliharaan. 2.2 Prosedur Penelitian Pemeliharaan induk ikan nila dilakukan dengan tahapan persiapan dan pemeliharaan. Pada masa persiapan, bak beton disikat dan dibersihkan dari lumut dan kotoran lain yang menempel kemudian dikeringkan selama 1 hari lalu diisi air hingga volumenya 3 m 3. Air dibiarkan tergenang selama 3 hari sebelum ikan ditebar. Sebelum dipelihara, ikan diadaptasikan terlebih dahulu dalam bak pemeliharaan selama 3 hari. Pada masa pemeliharaan dilakukan pemberian pakan dengan cara at satiation, penambahan molase (Lampiran 1), sampling bioflok, serta pengukuran kualitas air. Sampling bioflok dilakukan pada hari ke 1 dan ke 84 yang terdiri dari kelimpahan dan jenis bakteri pada air media dan usus ikan nila, sedangkan kelimpahan dan jenis plankton pada air media pemeliharaan dilakukan pada hari ke 62 dan ke 84. Pengukuran kualitas air berupa suhu dilakukan setiap hari, sedangkan pengukuran DO, ph, nitrit, nitrat, TAN, alkalinitas, dan volume flok dilakukan setiap seminggu sekali. 3

15 2.3 Parameter Penelitian Penghitungan Kelimpahan dan Identifikasi Mikroba Kelimpahan dan Identifikasi Bakteri pada Media Budidaya dan Usus Ikan Pengambilan sampel air dan suspensi bioflok untuk penghitungan kelimpahan bakteri yang terdapat pada media budidaya dilakukan pada hari ke 1 dan ke 84. Air sampel diambil dari kolom air dengan sedikit pengadukan menggunakan botol film. Pengambilan sampel usus ikan nila untuk penghitungan kelimpahan bakteri dilakukan pada hari ke 1 dan ke 84. Usus ikan diambil dari kedua bak perlakuan dan ditimbang bobot rata-ratanya, kemudian digerus dan diambil sebanyak 1 g. Setelah itu dilakukan penghitungan kelimpahan bakteri dengan menggunakan metode cawan sebar. Air sampel diencerkan melalui pengenceran berseri 10-1, 10-2, 10-3, dan seterusnya, lalu disebar pada media TSA dalam cawan petri, diinkubasi selama 24 jam, dan dihitung jumlah koloni yang tumbuh. Kelimpahan bakteri pada media budidaya dihitung dengan menggunakan rumus: Total Bakteri = Koloni x 1 x 1 Faktor pengencer ml sampel Bakteri yang tumbuh dominan pada setiap pengambilan sampel diidentifikasi berdasarkan sifat fisiologi dan biokimia (Cowan & Steel, 1974) (Lampiran 2). Bakteri yang tumbuh dominan pada setiap pengambilan sampel dikarakterisasi secara morfologi (bentuk, tepian, elevasi, dan warna koloni, bentuk sel, dan sifat Gram dengan pewarnaan Gram) serta sifat fisiologi-biokimia yang meliputi uji oksidasi fermentasi, uji motilitas, dan uji katalase Kelimpahan dan Identifikasi Plankton pada Media Budidaya Pengambilan sampel plankton dilakukan dengan cara memasukkan 10 L air ke dalam plankton net, sehingga plankton terkonsentrasi di dalam botol plankton net. Plankton bersama air dalam botol plankton net diukur volumenya dan ditempatkan pada botol sampel, diberi 0,25-0,4 ml lugol setiap 65 ml sampel. Setiap botol sampel kemudian disimpan dalam kotak tertutup pada suhu ruang dan dibawa ke Laboratorium Biologi Mikro untuk diamati. Pengambilan sampel dilakukan 2 kali, yaitu pada hari pemeliharaan ke 62 dan 84 pada 2 stasiun 4

16 dengan 4 kali ulangan. Kelimpahan tersebut dihitung dengan menggunakan metode Sedgewick Rafter Counting Cell dan mikroskop. Kelimpahan plankton pada media budidaya dihitung dengan menggunakan prosedur dalam APHA (1989): N = n x x x Keterangan : N : Kelimpahan plankton n : Jumlah Individu yang tercacah A : Volume Sedgewick- Rafter counting cell (1000 mm 2 ) B : Volume satu slide Sedgewick- Rafter counting cell (1 ml) C : Volume sampel yang tersaring (10 L) Pengamatan klorofil-a pada perlakuan kontrol dan bioflok dilakukan pada hari ke 1 dan ke 84 dengan menggunakan prosedur APHA (1992) Kandungan Nutrisi Bioflok Analisa proksimat pada perlakuan bioflok dan perlakuan kontrol dilakukan pada hari ke 1 dan ke 84 dengan metode Kjehdal (Takeuchi, 1988) (Lampiran 4) Volume Flok Sebanyak 50 ml sampel air diendapkan selama 30 menit dalam tabung conical 50 ml. Volume flok yang mengendap dicatat dan selanjutnya dihitung dengan rumus : Volume Flok (ml/l) = V sampel air x 1000 V endapan Kualitas Air Pengukuran DO dan suhu masing-masing dilakukan dengan menggunakan DO meter dan termometer, sedangkan pengukuran ph dengan ph meter. Alkalinitas, total amonia nitrogen, nitrit, nitrat, TSS, dan VSS diukur menggunakan prosedur dalam APHA (2005). 5

17 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Komposisi Mikrooganisme Penyusun Bioflok Komposisi mikroba penyusun bioflok yang diamati dalam penelitian ini meliputi kelimpahan dan jenis bakteri dalam air media pemeliharaan dan usus ikan nila, serta kelimpahan dan jenis plankton dalam air media pemeliharaan Kelimpahan dan Jenis Bakteri Hasil pengamatan kelimpahan bakteri pada air media pemeliharaan ikan nila selama penelitian disajikan pada Gambar 1. Kelimpahan bakteri pada media pemeliharaan kedua perlakuan meningkat seiring dengan masa pemeliharaan. Pada perlakuan kontrol meningkat dari 2,1 x 10 4 CFU/mL menjadi 1,1 x 10 5 CFU/mL, sedangkan pada bioflok meningkat dari 2,1 x 10 4 CFU/mL menjadi 1,7 x 10 8 CFU/mL (Lampiran 5a). LOG (CFU/mL) ,25 5,05 4,33 4,33 AWAL AKHIR Masa Pemeliharaan KONTROL BIOFLOK Gambar 1. Kelimpahan bakteri dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 1 dan ke 84 Hasil identifikasi terhadap isolat bakteri yang terdapat pada air media pemeliharaan (Tabel 1) diperoleh 7 jenis bakteri pada bioflok yaitu Actinobacter sp., Listeria sp., Kurthia sp., Streptococcus sp., Actinobacillus sp, Bacillus sp., Micrococcus sp., dan 5 jenis bakteri pada kontrol yaitu Actinobacter sp., Listeria sp., Kurthia sp., Streptococcus sp., Actinobacillus sp.. Pada akhir masa pemeliharaan, bakteri yang tumbuh dominan pada kontrol yaitu Listeria sp. dan Kurthia sp, sedangkan pada bioflok didominasi oleh bakteri Bacillus sp. dan Micrococcus sp. Dari semua jenis bakteri yang berhasil diidentifikasi merupakan 6

18 dari kelompok bakteri heterotrof yaitu bakteri yang tumbuh dengan menggunakan karbon organik seperti molase sebagai sumber karbonnya. Tabel 1. Hasil identifikasi bakteri dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 1 dan ke 84. Perlakuan Kontrol Bioflok Awal (Pengenceran 10-1 ) Actinobacter sp. Listeria sp. Kurthia sp. Streptococcus sp. Actinobacillus sp. (Pengenceran 10-1 ) Actinobacter sp. Listeria sp. Kurthia sp. Streptococcus sp. Actinobacillus sp. Waktu Akhir (Pengenceran 10-2 ) Listeria sp. Kurthia sp. (Pengenceran 10-5 ). Bacillus sp. Micrococcus sp. Secara umum, kelimpahan bakteri pada usus ikan nila untuk semua perlakuan mengalami peningkatan. Pada akhir penelitian jumlah bakteri pada bioflok lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Jumlah bakteri pada perlakuan kontrol yaitu sekitar 2,26 x 10 5 CFU/g, sedangkan pada perlakuan bioflok 6,13 x 10 6 CFU/g (Gambar 2 dan Lampiran 5b). LOG (CFU/mL) ,42 3,42 Gambar 2. Kelimpahan bakteri dalam usus ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 1 dan ke 84 Hasil identifikasi terhadap isolat bakteri yang terdapat pada usus ikan nila (Tabel 2) diperoleh 4 jenis bakteri pada bioflok yaitu Listeria sp., Arachnia sp., Rothia sp., Bacillus., sp. dan 5 jenis bakteri pada kontrol yaitu Listeria sp., Arachnia sp., Rothia sp., Bacillus sp., Streptobacillus sp. Secara umum, jenis 5,38 6,79 AWAL AKHIR Masa Pemeliharaan KONTROL BIOFLOK 7

19 bakteri yang tumbuh pada kontrol lebih beragam dibanding bioflok. Pada akhir masa pemeliharaan, bakteri yang tumbuh dominan pada kontrol yaitu Listeria sp., Bacillus sp., dan Streptobacillus sp, sedangkan pada perlakuan bioflok hanya didominasi oleh jenis Bacillus sp. Tabel 2. Hasil identifikasi bakteri dalam usus ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 1 dan ke 84. Perlakuan Kontrol Awal (Pengenceran 10-2 ) Listeria sp. Arachnia sp. Rothia sp. Waktu Akhir (Pengenceran 10-3 ) Bacillus sp. Streptobacillus sp. Listeria sp. Bioflok (Pengenceran 10-2 ) Listeria sp. Arachnia sp. Rothia sp. (Pengenceran 10-4 ) Bacillus sp Kelimpahan dan Jenis Plankton Kelimpahan dan Jenis Fitoplankton Hasil pengamatan terhadap kelimpahan dan jenis fitoplankton ditunjukkan pada Gambar 3 dan Lampiran 6. Kelimpahan (x 10 4 sel/l) Kontrol Bioflok Cyanophyceae Chlorophyceae Euglenophyceae Bacillariophyceae Kelimpahan (x 10 4 sel/l) Kontrol Bioflok Cyanophyceae Chlorophyceae Euglenophyceae Bacillariophyceae a. Tengah penelitian b. Akhir penelitian Gambar 3. Kelimpahan fitoplankton dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 62 dan ke 84 Identifikasi jenis fitoplankton menunjukkan bahwa 4 kelompok fitoplankton yang terdapat dalam media pemeliharaan ikan nila baik perlakuan kontrol maupun bioflok yaitu Cyanophyceae, Chlorophyceae, Euglenophyceae, dan Bacillariophyceae (Lampiran 6). Adapun genus fitoplankton yang mendominasi perlakuan kontrol dan bioflok di akhir penelitian (Gambar 3b) adalah kelompok Cyanophyceae dari genus Microcystis sebanyak sel/l. 8

20 Sedangkan pada perlakuan bioflok kelompok Chlorophyceae dari genus Scenedesmus sebanyak sel/l. Selain kelimpahan dan jenis fitoplankton, pada penelitian ini juga dilakukan pengamatan klorofil-a. Hasil pengukuran konsentrasi klorofil-a pada akhir penelitian menunjukkan bahwa kandungan klorofil-a pada perlakuan kontrol relatif lebih tinggi dibanding perlakuan bioflok. Nilai kandungan klorofil-a pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 670,11 µg/l. sedangkan pada perlakuan bioflok sebesar 106,31 µg/l (Gambar 4). Klorofil-a (µg/l) ,83 47,83 AWAL 670,11 AKHIR Masa Pemeliharaan 106,31 KONTROL BIOFLOK Gambar 4. Kandungan klorofil-a dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 1 dan ke Kelimpahan dan Jenis Zooplankton Kelimpahan dan jenis zooplankton lebih rendah dibanding dengan kelimpahan dan jenis fitoplankton, baik pada perlakuan kontrol maupun bioflok (Gambar 5 dan Lampiran 7). Kelimpahan (sel/l) Protozoa Crustacea Kontrol Bioflok. a. Tengah penelitian b. Akhir penelitian Gambar 5. Kelimpahan zooplankton dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 62 dan ke Protozoa Crustacea Kontrol Bioflok 9

21 Ada dua kelompok zooplankton yang diidentifikasi dari air pemeliharaan baik pada perlakuan kontrol maupun perlakuan bioflok yaitu protozoa dan crustacea. Dari dua kelompok zooplankton ini, baik pada perlakuan kontrol maupun bioflok lebih didominasi oleh kelompok protozoa pada tengah penelitian (Gambar 5a dan Lampiran 7). Pada akhir penelitian, jumlah tertinggi protozoa terdapat pada perlakuan kontrol yang didominasi oleh Nebela sp sebanyak 975 sel/l. Jumlah zooplankton terendah dari kelompok crustacean pada tengah penelitian terdapat pada kedua perlakuan yaitu sebanyak 325 sel/l. Namun, pada akhir penelitian jumlah zooplankton kelompok crustacea meningkat lagi terutama pada perlakuan bioflok yaitu sebanyak 975 sel/l Kandungan Nutrisi Bioflok pada Tabel 3. Komposisi proksimat bioflok pada akhir masa pemeliharaan disajikan Tabel 3. Komposisi proksimat bioflok dan kontrol dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 84. Komposisi Nutrisi (%) Kontrol Perlakuan Bioflok Protein 34,31 ± 0,92 37,37 ± 0,20 Lemak 11,02 ± 0,96 11,88 ± 0,08 Serat Kasar 17,31 ± 0,56 16,01 ± 0,48 Kadar Abu 23,31 ± 0,96 17,7 ± 0,47 Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa perlakuan bioflok memiliki kandungan protein dan lemak yang lebih tinggi dibanding perlakuan kontrol. Jumlah protein yang terdapat pada perlakuan bioflok yaitu sebesar 37,37% dan lemak sebesar 11,88%, sedangkan pada perlakuan kontrol sebesar 34,31% dan 11,02% Total Suspended Solid, Volatile Suspended Solid, Volume Flok Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai TSS meningkat pada tengah masa pemeliharaan dengan rata-rata nilai TSS pada perlakuan kontrol lebih tinggi dibanding dengan perlakuan bioflok (Gambar 6 dan Lampiran 8). Nilai TSS 10

22 tertinggi didapat pada perlakuan bioflok dengan nilai 139 mg/l pada akhir penelitian. TSS (mg/l) AWAL TENGAH AKHIR MasaPemeliharaan KONTROL BIOFLOK Gambar 6. Kandungan total padatan tersuspensi (TSS) dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 1, ke 62 dan ke 84 Hasil penelitian pada Gambar 7 menunjukkan bahwa VSS meningkat pada tengah masa pemeliharaan dengan rata-rata nilai VSS pada perlakuan kontrol lebih tinggi dibanding dengan perlakuan bioflok (Gambar 7 dan Lampiran 9). Nilai VSS tertinggi didapat pada perlakuan bioflok dengan nilai 117 mg/l pada akhir penelitian. VSS (mg/l) AWAL TENGAH AKHIR Masa Pemeliharaan KONTROL BIOFLOK Gambar 7. Kandungan volatile suspended solid (VSS) dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 1, ke 62 dan ke 84 Volume flok tertinggi terdapat pada perlakuan bioflok dengan nilai 29 ml/l pada minggu ke-13 (Gambar 8 dan Lampiran 10). Tingginya nilai volume flok pada perlakuan bioflok menunjukkan bahwa bakteri pada kolam pemeliharaan dapat membentuk flok yang selanjutnya bisa dimanfaatkan ikan dan larva sebagai pakan. 11

23 Volume Flok (ml/l) Masa Pemeliharaan (minggu) Kontrol Bioflok Gambar 8. Volume flok dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT Kualitas Air Parameter kualitas air yang diamati dalam penelitian ini yaitu suhu, DO, ph, TAN, nitrat, nitrit, dan alkalinitas (Tabel 4). Tabel 4. Kualitas air dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT. Perlakuan Suhu ( o C) DO (mg/l) ph TAN (mg/l) Parameter Kualitas Air Nitrat Nitrit (mg/l) (mg/l) Alkalinitas (mg/l) Kontrol 27,8-32,0 4,7-6,6 7,28-8,29 0,169-1,000 0,361-1,796 0,01-1, Bioflok 27,8-32,2 3,6-6,5 7,39-8,13 0,146-0,847 0,111-0,956 0,023-1, Hasil pengamatan kualitas air menunjukkan bahwa semua parameter kualitas air selama pemeliharaan secara umum masih dalam kisaran optimal bagi ikan nila Oreochromis niloticus, kecuali nilai konsentrasi TAN. Nilai TAN tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol dengan nilai 1,00 mg/l pada minggu ke 6, sedangkan nilai TAN terendah terdapat pada perlakuan bioflok pada minggu ke 13 dengan nilai 0,15 mg/l (Gambar 9a dan Lampiran 11). Hasil pengamatan terhadap kandungan nitrit nitrogen pada air media pemeliharaan yang ditunjukkan pada Gambar 9b dan Lampiran 11 memperlihatkan bahwa nilai nitrit nitrogen semakin menurun hingga akhir penelitian. Secara umum nilai nitrit nitrogen perlakuan bioflok cenderung lebih rendah dibandingkan kontrol. Nilai nitrit tertinggi dan terendah terdapat pada perlakuan kontrol dengan nilai 1,25 mg/l dan 0,01 mg/l. Hasil pengamatan terhadap nilai nitrat nitrogen air media pemeliharaan menunjukkan bahwa konsentrasi nitrat pada perlakuan kontrol lebih berfluktuatif dibanding perlakuan bioflok. Nilai nitrat tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol 12

24 dengan nilai 1,80 mg/l pada minggu ke 4, sedangkan nilai nitrat terendah terdapat pada perlakuan bioflok dengan nilai 0,11 mg/l pada minggu ke 3 (Gambar 9c dan Lampiran 11). Hasil pengamatan terhadap nilai ph air media menunjukkan bahwa nilai ph perlakuan bioflok dan kontrol cenderung sama hingga akhir penelitian. Nilai ph pada perlakuan kontrol berkisar antara 7,28-8,29, dan pada perlakuan bioflok berkisar antara 7,39-8,13 (Tabel 4 dan Lampiran 11). Hasil pengukuran suhu air menunjukkan bahwa suhu air media pada kedua perlakuan cenderung sama hingga akhir penelitian. Nilai suhu pada perlakuan kontrol berkisar antara 27,8-32,0 o C, dan pada perlakuan bioflok berkisar antara 27,8-32,2 o C (Tabel 4 dan Lampiran 11). Nilai DO untuk kedua perlakuan pada Tabel 4 dan Lampiran 11 menunjukkan bahwa selama pemeliharaan terjadi fluktuasi DO dengan kisaran 3,6-6,6 mg/l. Nilai DO perlakuan bioflok cenderung lebih rendah dibanding perlakuan kontrol hingga akhir penelitian. Nilai DO tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol dengan nilai 6,6 mg/l pada minggu ke 12, sedangkan nilai DO terendah terdapat pada perlakuan bioflok dengan nilai 3,3 mg/l pada minggu ke 13. Hasil pengamatan alkalinitas air media pemeliharaan pada kedua perlakuan menunjukkan perbedaan nyata (Tabel 4 dan Lampiran 11). Nilai alkalinitas pada perlakuan bioflok cenderung lebih tinggi dibanding perlakuan kontrol. Nilai alkalinitas pada perlakuan kontrol berkisar antara mg/l, sedangkan pada perlakuan bioflok berkisar antara mg/l. 1,5 Kontrol Bioflok 1,5 Kontrol Bioflok TAN (mg/l) 1 0,5 NO2-N (mg/l) 1 0, Masa Pemeliharaan (minggu) Masa Pemeliharaan (minggu) a. Kandungan TAN b. Kandungan Nitrit 13

25 NO3-N mg/l 2,5 2 1,5 1 0, Masa Pemeliharaan (minggu) c. Kandungan Nitrat Kontrol Bioflok Gambar 9. Kualitas air dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT 3.2 Pembahasan Bakteri memegang peranan penting dalam dekomposisi nutrien organik di dalam kegiatan produksi akuakultur dan sedimen tambak (Hargreaves, 1998). Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa jumlah bakteri pada kedua perlakuan cenderung meningkat seiring dengan masa pemeliharaan. Pada perlakuan kontrol meningkat dari 2,1 x 10 4 CFU/mL menjadi 1,1 x 10 5 CFU/mL, sedangkan pada bioflok meningkat dari 2,1 x 10 4 CFU/mL menjadi,7 x 10 8 CFU/mL. Tingginya jumlah bakteri pada perlakuan bioflok pada akhir penelitian diduga karena adanya penambahan molase yang dilakukan secara terus-menerus hingga akhir pemeliharaan. Zhu dan Chen (2001) juga menyatakan bahwa bakteri heterotrof dominan pada sistem bioflok karena proses nitrifikasi dihambat oleh penambahan karbon organik sehingga penambahan pakan berbahan baku biji-bijian dan molase dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri heterotrof dan membatasi nitrifikasi. Molase merupakan salah satu jenis sumber karbon yang dapat menstimulus pertumbuhan bakteri heterotrof (De Schryver et al., 2009). Liu dan Han (2004) menyatakan bahwa pertumbuhan bakteri dibatasi oleh keseimbangan nutrien dalam air. Nutrien yang diduga membatasi pertumbuhan bakteri dalam lingkungan budidaya adalah karbon. Bakteri heteretrof yang dominan di ekosistem kolam, ditandai dengan pembentukan suspensi berupa gumpalan flok secara kualitatif lebih menguntungkan, dengan stabilisasi ph (Widanarni et al., 2012). McIntosh (2001) dan Aiyushirota (2010) menyatakan bahwa beberapa faktor kunci pengembangan sistem heterotrof dalam budidaya yaitu: (1) padat tebar tinggi, (2) aerasi cukup untuk mempertahankan pengadukan air, dan (3) input bahan organik 14

26 yang tinggi yang akan dimanfaatkan sebagai sumber makanan oleh ikan dan bakteri, serta dapat menciptakan keseimbangan nutrien yang dibutuhkan bakteri seperti karbon dan nitrogen. Secara umum, jenis bakteri yang berhasil diidentifikasi merupakan kelompok bakteri heterotrof yaitu bakteri yang tumbuh dengan menggunakan karbon organik seperti molase sebagai sumber karbonnya. Sterrit dan Lester (1988) menyatakan bahwa genus Bacillus merupakan salah satu kelompok bakteri heterotrof jenis mayor yang ditemukan sebagai penyusun flok dalam lumpur aktif (bioflok), sedangkan genus Micrococcus merupakan jenis bakteri heterotrof minor yang ada dalam bioflok. Secara umum, kelimpahan bakteri pada usus ikan nila untuk semua perlakuan mengalami peningkatan seiring dengan masa pemeliharaan. Pengamatan kelimpahan bakteri pada usus ikan nila bertujuan untuk mengetahui jenis bakteri yang mendominasi usus ikan tersebut. Pada akhir penelitian jumlah bakteri di usus pada bioflok lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Jumlah bakteri pada perlakuan kontrol yaitu sekitar 2,26 x 10 5 CFU/g, sedangkan pada perlakuan bioflok 6,13 x 10 6 CFU/g (Gambar 2). Tingginya jumlah bakteri pada perlakuan bioflok ini diduga pada perlakuan bioflok, ikan lebih banyak memanfaatkan flok sebagai sumber makanan dibanding dengan perlakuan kontrol. De Schryver et al. (2008) menyatakan bahwa biomassa bakteri heterotrof dapat membentuk agregat (flok) bersama dengan mikroba lain, yang selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh organime budidaya. Bioflok mengandung protein, asam lemak tak jenuh, dan lipid yang tinggi (Tabel 3) sehingga cocok digunakan sebagai pakan untuk ikan. Bioflok juga dapat dikatakan sebagai SCP (Single Cell Protein). Menurut El-Sayed (1999), SCP dapat dipertimbangkan sebagai alternatif sumber protein bagi spesies ikan karena mengandung nutrisi dan dapat diproduksi dengan biaya murah. SCP terdiri dari mikroorganisme berupa unicellular alga, fungi, bakteri, cyanobacteria dan yeast. Eksperimen yang dilakukan oleh Avnimelech (1999), pemanfaatan protein oleh ikan pada sistem intensif bioflok hampir dua kali lipat lebih tinggi daripada penggunaan protein pada sistem akuakultur intensif secara konvensional disebabkan pengembalian ekskresi nitrogen menjadi protein mikroba. 15

27 Hasil identifikasi bakteri pada kedua perlakuan menunjukkan bahwa bakteri yang tumbuh dominan pada usus ikan kontrol yaitu Listeria sp., Bacillus sp., dan Streptobacillus sp., sedangkan pada perlakuan bioflok usus ikan hanya didominasi oleh jenis Bacillus sp. Hal ini menunjukkan bahwa ikan nila pada perlakuan bioflok memang benar memanfaatkan bioflok sebagai pakan ikan. Aiyushirota (2010) menyatakan bahwa Bacillus mampu menyeimbangkan mikroflora dalam usus yaitu untuk menekan bakteri yang merugikan dan meningkatkan kekebalan tubuh pada udang dan ikan. Hasil pengamatan terhadap kelimpahan dan jenis fitoplankton menunjukkan bahwa tingginya kandungan klorofil-a pada kontrol sejalan dengan tingginya kelimpahan fitoplankton pada perlakuan tersebut (Gambar 3 dan Lampiran 6). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Widanarni et al. (2012) bahwa konsentrasi klorofil-a pada kontrol relatif lebih tinggi dibanding perlakuan bioflok. Hasil pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa tampak plankton yang mengumpul bersama dengan bakteri pada perlakuan bioflok (Gambar 10). Avnimelech (2007) menyatakan bahwa pada kolam dengan sistem bioflok, bakteri heterotrof dan alga ditumbuhkan bersama-sama dalam flok di bawah kondisi terkontrol pada kolam budidaya dengan minimal pertukaran air. (a). Scenedesmus sp. (b). Pediastrum sp. Gambar 10. Mikrograf bioflok yang diambil dari media pemeliharaan induk ikan nila Oreochromis niloticus dengan aplikasi teknologi bioflok pada hari ke 14 (perbesaran 100 x). Tanda panah menunjukkan mikroalga yang terdapat dalam bioflok (a) Scenedesmus sp., (b) Pediastrum sp.. 16

28 Menurut Nybakken (1988), di dalam kolom perairan, kuantitas dan kualitas fitoplankton selalu berubah-ubah sesuai dengan kondisi lingkungan hidupnya seperti suhu, salinitas, cahaya matahari, ph, kekeruhan, dan konsentrasi unsur hara serta berbagai senyawa lainnya. Jenis fitoplankton yang mendominasi perlakuan kontrol di akhir penelitian (Gambar 4b dan Lampiran 6) adalah kelompok Cyanophyceae dari spesies Microcystis sp.. Pada kondisi blooming ini Microcystis dapat menghasilkan racun yang disebut microcystin. Microcystin mempunyai sifat toksik tinggi baik terhadap tumbuhan maupun hewan sampai dapat menyebabkan kematian. Toksisitas Microcystis aeruginosa pada ikan ditandai dengan adanya perubahan histopatologi pada hati dan usus (Barnes & Mann, 1991; Retnaningdyah et al., 2007). Hati mempunyai peranan dalam sintesis material yang akan diakumulasikan pada ovarium saat siklus reproduksi (Ishibashi et al., 1994), oleh karena itu dapat dikatakan bahwa microcystin ini secara tidak langsung dapat menghambat sistem reproduksi pada ikan. Pada perlakuan bioflok juga ditemukan fitoplankton yang didominasi oleh kelompok Chlorophyceae dari spesies Scenedesmus sp. sebanyak sel/l. Rendahnya pertumbuhan fitoplankton pada perlakuan bioflok diduga karena adanya kompetisi nutrien antara bakteri dan fitoplankton. Kecepatan bakteri dalam mengambil nutrien lebih tinggi dibanding fitoplankton (Bolter et al., 2007). Secara alami, plankton berkumpul diantara bakteri dan nanoflagellata heterotrof kira-kira 10-70% di bawah kolom air (Bloem et al., 1989). Faktor-faktor pembatas penting bagi kehidupan penting fitoplankton diantaranya: sinar matahari, nutrient terpakai, dan pemangsaan (Basmi, 1995). Kelompok zooplankton yang diidentifikasi pada perlakuan bioflok maupun kontrol yaitu protozoa dan crustacean. Secara umum, kelimpahan zooplankton pada perlakuan kontrol cenderung lebih rendah dibanding perlakuan bioflok. Davis (1995) menjelaskan dalam salah satu teori penting yang dapat menggambarkan hubungan terbalik antara fitoplankton dengan zooplankton, yaitu theory of animal exclusion, atau teori penyingkiran hewan. Teori ini menyatakan bahwa selama zooplankton melakukan migrasi vertikal harian akan menemui hambatan untuk mencapai permukaan jila berjumpa dengan populasi fitoplankton 17

29 yang sangat padat. Hal ini diduga karena fitoplankton menghasilkan suatu zat kimia sehingga zooplankton tidak bisa mendekati. Hasil pengamatan terhadap kandungan nutrisi bioflok yang tumbuh pada air media pemeliharaan ikan antara perlakuan bioflok dan kontrol menunjukkan hasil yang hampir sama yaitu protein sebesar 37,37% dan lemak sebesar 11,88%, sedangkan pada perlakuan kontrol yaitu protein sebesar 34,31% dan lemak sebesar 11,02%. Hal ini sesuai dengan pernyataan De schryver et al. (2008) yang menyatakan bahwa bioflok mengandung protein, asam lemak tak jenuh, dan lipid yang tinggi sehingga cocok digunakan sebagai pakan untuk ikan. Pakan ikan umumnya mengandung protein 10-50%, lipid 10-25%, karbohidrat 15-20%, abu <8,5%, fosfor <1,5%, air kurang dari <10%, dan sedikit vitamin dan mineral. Demikian juga bioflok mengandung protein, asam lemak tak jenuh, dan lipid yang tinggi sehingga cocok digunakan sebagai pakan untuk ikan. Padatan tersuspensi total (TSS) merupakan sejumlah bahan partikulat yang berada dalam air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai TSS semakin meningkat seiring dengan masa pemeliharaan. Nilai TSS tertinggi terdapat pada perlakuan bioflok dengan nilai 139 mg/l. Menurut De Schryver et al. (2008), nilai TSS pada teknologi bioflok dianjurkan berkisar mg/l. Namun, pada penelitian ini nilai TSS masih berada di bawah kisaran yang dianjurkan. Tingginya nilai TSS pada perlakuan bioflok dibanding dengan perlakuan kontrol diduga dikarenakan adanya penambahan molase sebagai sumber karbon yang menyebabkan lebih banyak koloni bakteri di air. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Azim dan Little (2008) tentang budidaya ikan nila berbasis bioflok pada kolam indoor dimana nilai TSS pada kolam bioflok sebesar 597 mg/l dan kolam kontrol tanpa bioflok sebesar 16 mg/l. Menurut Schneider et al. (2006), VSS merupakan hasil produksi bakteri yang produksinya dapat dihambat oleh keterbatasan nutrien seperti N dan P. Nilai VSS meningkat bersamaan dengan peningkatan pemberian sumber karbon pada media pemeliharaan ikan. Meskipun belum ada data yang dapat dianjurkan pada budidaya berbasis bioflok namun VSS dijadikan sebagai parameter utama dan penting bagi keberadaan bioflok pada sistem budidaya dengan teknologi bioflok (De Schryver et al., 2008). Hasil penelitian pada Gambar 7 dan Lampiran 9 18

30 menunjukkan bahwa nilai VSS semakin meningkat seiring dengan masa pemeliharaan. Nilai VSS tertinggi terdapat pada perlakuan bioflok dengan nilai 117 mg/l. Volume flok merupakan salah satu indikator terjadinya flokulasi pada media pemeliharaan. Volume flok adalah jumlah padatan tersuspensi selama periode waktu tertentu pada wadah kerucut terbalik (Effendi, 2003). Gambar 8 dan Lampiran 10 menunjukkan bahwa volume flok pada perlakuan bioflok lebih tinggi dibanding dengan kontrol. Volume flok tertinggi terdapat pada perlakuan bioflok dengan nilai 29 ml/l pada minggu ke-13. Tingginya nilai volume flok pada perlakuan bioflok menunjukkan bahwa bakteri pada kolam pemeliharaan dapat membentuk flok yang selanjutnya bisa dimanfaatkan ikan sebagai pakan. Hasil pengamatan kualitas air menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi konsentrasi TAN selama pemeliharaan terutama pada perlakuan kontrol. Nilai tertinggi TAN terdapat pada perlakuan kontrol pada minggu ke 6 yaitu 1 mg/l. Sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan bioflok pada minggu ke 13 dengan nilai 0,146 mg/l. Tingginya nilai TAN pada perlakuan kontrol diduga diakibatkan oleh akumulasi sisa pakan dan feses pada bak pemeliharaan. Sedangkan rendahnya nilai TAN pada perlakuan bioflok diduga dikarenakan TAN yang merupakan hasil dari dekomposisi pakan yang tidak termakan, feses serta ekskresi ikan, selain dimanfaatkan oleh bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi yang mengkonversi TAN menjadi nitrit, nitrat, dan gas N 2, juga dimanfaatkan oleh bakteri flok. Adanya penambahan bahan berkarbon pada perlakuan bioflok, akan mendorong pemanfaatan nitrogen yang terdapat dalam kolam budidaya oleh bakteri untuk memproduksi protein mikroba yang selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh ikan. Penambahan bahan berkarbon ini terbukti mampu mengurangi nitrogen anorganik dan menggantikan protein pakan (Avnimelech, 1999). Hasil pengamatan terhadap kandungan nitrit nitrogen pada media pemeliharaan cenderung berfluktuatif. Namun, secara umum nilai nitrit nitrogen pada perlakuan bioflok cenderung lebih rendah dibandingkan kontrol (Lampiran 11b). Hal ini karena teknologi bioflok berdasar pada konversi secara langsung amonia-nitrogen perairan oleh bakteri heterotrof menjadi biomassa atau protein mikroba (Ebeling et al., 2006). Adanya nitrit nitrogen pada perlakuan bioflok 19

31 mengindikasikan adanya proses nitrifikasi yang berlangsung dalam sistem budidaya. Nitrat merupakan produk akhir dari proses nitrifikasi dan akan bersifat toksik pada konsentrasi di atas 300 ppm (Masser et al., 1999). Hasil pengamatan terhadap kandungan nitrat nitrogen air media pemeliharaan ikan selama penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi nitrat nitrogen pada perlakuan kontrol lebih berfluktuasi dibanding perlakuan bioflok (Lampiran 11c). Konsentrasi nitrat dan nitrit menunjukkan hubungan yang saling berlawanan, dimana saat nitrit rendah maka nitrat tinggi. Hal ini menunjukkan berlangsungnya proses nitrifikasi oleh bakteri yang mengoksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat. Proses nitrifikasi lebih banyak terjadi pada sistem autotrofik. Avnimelech (1999) menyatakan bahwa dengan adanya penambahan bahan organik dengan rasio C/N bahan organik lebih besar dari 10 akan menyebabkan pertukaran sistem autotrofik menjadi sistem heterotrofik. Hasil pengukuran nilai ph air pada media pemeliharaan menunujukkan bahwa terjadi fluktuasi nilai ph pada kedua perlakuan. Nilai ph pada perlakuan kontrol berkisar antara 7,28-8,29, sedangkan pada perlakuan bioflok berkisar antara 7,39 8,13 (Lampiran 11f). Menurut Popma dan Masser (1999), umumnya ikan nila dapat hidup pada kisaran ph 5-10, tetapi untuk pertumbuhan terbaik yaitu pada kisaran ph 6-9. Hal ini menunjukkan bahwa ph air masih layak untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan nila. Hasil pengukuran suhu air pada semua bak perlakuan tidak menunjukkan perbedaan (Tabel 5 dan Lampiran 11e) dan berada dalam batas yang layak bagi pertumbuhan ikan nila. Menurut Hepher and Pruginin (1981), bahwa suhu yang optimal untuk budidaya ikan nila berkisar antara 25 o C sampai dengan 32 o C. Pengaruh suhu pada kolam bioflok relatif lebih komplek. Selain berpengaruh terhadap laju metabolisme bakteri, suhu juga mempengaruhi kelarutan oksigen dalam air, semakin meningkatnya suhu maka kelarutan oksigen akan semakin menurun. Oksigen terlarut memegang peranan penting dalam sistem budidaya terutama pada sistem budidaya intensif yang menerapkan teknologi bioflok. Hasil pengukuran nilai DO pada semua bak perlakuan menunjukkan bahwa nilai DO 20

32 pada perlakuan kontrol cenderung lebih tinggi dibanding perlakuan bioflok. Popma dan Masser (1999) menyatakan bahwa kisaran DO selama pemeliharaan ikan nila diusahakan diatas 2,0-2,5 mg/l. Hasil pengukuran alkalinitas pada semua bak perlakuan menunjukkan perbedaan (Tabel 5 dan Lampiran 11g). Nilai alkalinitas pada perlakuan bioflok cenderung lebih tinggi dibanding perlakuan kontrol. Menurut Mackay dan Van Toever (1981), adanya proses nitrifikasi akan diikuti pula oleh adanya penurunan nilai alkalinitas yang akan menurunkan ph. Hal ini disebabkan karena adanya proses nitrfikasi dari amonia oleh bakteri yang memanfaatkan sumber karbon akan membangun ion hidrogen, sehingga akan menurunkan nilai alkalinitas. 21

33 IV. KESIMPULAN 4.1 Kesimpulan Kelimpahan bakteri dan plankton pada perlakuan bioflok cenderung meningkat seiring dengan masa pemeliharaan. Hasil identifikasi terhadap isolat bakteri yang terdapat pada media air pemeliharaan induk ikan nila diperoleh 7 jenis bakteri pada bioflok yaitu Actinobacter sp., Listeria sp., Kurthia sp., Streptococcus sp., Actinobacillus sp., Bacillus sp., dan Micrococcus sp.. Jenis fitoplankton yang mendominasi perlakuan bioflok adalah kelompok Chlorophyceae dari spesies Scenedesmus sp. Bioflok memiliki komposisi proksimat yang cukup memadai sebagai sumber pakan ikan. 22

34 DAFTAR PUSTAKA Agustinus F Pemanfaatan bioflok sebagai pakan dan stimulus imun dalam budidaya super-intensif ikan nila merah (Oreochromis sp.) di kolam air tenang [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 69 hal. Aiyushirota Sistem budidaya akuakultur CV Aiyushirotabiota Indonesia. [21 Juli 2012]. American Public Health Association (APHA) Standar methods for examination of water and waste water, 17 th ed. Washington, DC: American Public Health Association. American Public Health Association (APHA) Standar methods for examination of water and waste water, 18 th ed. Washington, DC: American Public Health Association. American Public Health Association (APHA) Standar methods for examination of water and waste water, 21 th ed. Washington, DC: American Public Health Association. Avnimelech Y Carbon/nitrogen ratio as a control element in aquaculture systems. Aquaculture 176: Avnimelech Y Feeding with microbial flocs by tilapia in minimal discharge bio-flocs technology ponds. Aquaculture 264: Azim ME, Little DC The biofloc technology (BFT) in indoor tanks: water quality, biofloc composition, and growth and welfare of Nile tilapia (Oreochromis niloticus). Aquaculture 283: Barnes RSK, Mann KH Fundamentals of aquatic ecology. Blackwell Science. London. 270 Hal. Basmi J Planktonogi. Produksi Primer. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. 35 Hal. Bloem J. Ellenbroek FM, Bar-Gillissen MJB, Cappenberg TE Protozoan grazing and bacterial production in stratified Lake Vechten estimated with fluorescently labeled bacteria and by Thymidine incorporation. Applied Environmental Biology 55: Bolter M, Rheinheimer G R Numerical Analysis of Microbial and chemical characters and saprophytic bacteria from the Baltic Sea. Botanica Marina 30:

35 Cowan S, Steel K Manual for the identification of medical bacteria second edition. Cambrige. Cambrige University Press p. Davis CC The marine and freshwater plankton. Michigan State University Press, USA. 562 hal. De Schryver P, Crab R, Defoirdt T, Boon N, Verstraete W The basics of bio-flocs technology: The added value for aquaculture. Aquaculture 277: De Schryver P, Verstraete W Nitrogent removal from aquaculture pond water by heterotrophic nitrogen assimilation: in lab-scale sequencing batch reactors. Bioresource Tecnology 100: Ebeling JM, Timmons MB, Bisogni JJ Engineering analysis of the stoichiometry of photoautotrophic, autotrophic, and heterotrophic removal of ammonia-nitrogen in aquaculture systems. Aquaculture 257: Effendi, H Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumber daya lingkungan. Kanisius. Yogyakarta. 257 hal. dan El-sayed AFM Alternative dietary protein sources for farmed tilapia Oreochromis sp. Aquaculture 179: Emerenciano M, Cuzon G, Goguenheim J, Gaxiola G Floc contribution on spawning performance of blue shrimp Litopenaeus stylirostris. Aquaculture Research: Hagreaves JA Photosynthetic suspended-growth system in aquaculture. Aquaculture 34: Hepher B, Pruginin Y Commercial fish farming: with special reference to fish culture in Israel. New York. Ishibashi YK, Kaito, Ikeda S Effect of dietary ascorbic acid supplementation on gonadal maturation in Japanese parrot fish. Suisanzoshoku 42: Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) Rencana strategis kementrian kelautan dan perikanan Jakarta. Liu F, Han W Reuse strategy of wastewater in prawn nursery by microbial remediation. Aquaculture 230: Mackay KT, W. Van Toever An ecological approach to a water recirculating system for salmonids: Preliminary Experience. Engineering Symposium for fish culture p. 24

36 Masser MP, James R, Thomas ML Recirculating aquaculture tank production systems, management of recirculating systems. southern regional aquaculture center No McIntosh RP Changing paradigms in shrimp farming : Establishment of heterotrophic bacterial communities. Global Aquaculture Alliance. Nybakken JW Suatu pendekatan ekologis. Alih Bahasa : M.Eidman, Koesoebiono DG, Bengen, dan M.Hutomo. Jakarta : Gramedia. Poernomo Potensi ikan nila. ekspres.htm [30 Januari 2012]. Popma T, Masser M Tilapia life history and biology. Southern Regional Aquaculture Center Publication No Retnaningdyah C, Marwati U, Harnanto A, Samino S Usaha peningkatan bioremediasi untuk pengendalian blooming cyanobacteria Microcystis spp. di perairan tawar. Laporan penelitian Program Insentif Riset Terapan. Penelitian dengan biaya Ristek. Schneider O, Sereti V, Eding EH, Verreth JAJ Molasses as C source for heterotrophic bacteria production on solid fish water. Aquaculture 261: Sterrit RM, Lester JN Microbiology for environmental and public health engineers. Great Britian: Edmundsbury Press Ltd. Takeuchi Labrotarywork-chemical evaluation of dietary nutriens. P , in Watanabe (Ed) Fish Nutrition And Marinculture. Kanagawa International fisheries Training. Japan: Japan International Cooperation Agency (JICA). Widanarni, Ekasari J, Maryam S Evaluation of biofloc technology application on water quality and production performance of red tilapia Oreochromis sp. cultured at different stocking densities. Hayati Journal of Biosciences 19: Zhu S, Chen S Effects of organic carbon on nitrification rate in fixed film biofilters. Aquaculture Engineering 25:

37 LAMPIRAN 26

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Komposisi Mikrooganisme Penyusun Komposisi mikroba penyusun bioflok yang diamati dalam penelitian ini meliputi kelimpahan dan jenis bakteri dalam air media pemeliharaan

Lebih terperinci

OPTIMASI BUDIDAYA SUPER INTENSIF IKAN NILA RAMAH LINGKUNGAN:

OPTIMASI BUDIDAYA SUPER INTENSIF IKAN NILA RAMAH LINGKUNGAN: OPTIMASI BUDIDAYA SUPER INTENSIF IKAN NILA RAMAH LINGKUNGAN: DINAMIKA MIKROBA BIOFLOK Widanarni Dinamella Wahjuningrum Mia Setiawati INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 BUDIDAYA INTENSIF SUPLAI PAKAN (PROTEIN)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya ikan lele merupakan salah satu jenis usaha budidaya perikanan yang semakin berkembang. Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan teknologi budidaya yang relatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Udang putih (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Udang putih (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udang putih (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas perikanan laut Indonesia yang memiliki nilai ekonomi tinggi baik di pasar domestik maupun global. 77%

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARBON DAN NITROGEN PADA SISTEM BIOFLOK TERHADAP PERTUMBUHAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus)

PERBANDINGAN KARBON DAN NITROGEN PADA SISTEM BIOFLOK TERHADAP PERTUMBUHAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 1 Oktober 2014 ISSN: 2302-3600 PERBANDINGAN KARBON DAN NITROGEN PADA SISTEM BIOFLOK TERHADAP PERTUMBUHAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan, mulai bulan Juli hingga November 2009. Pemeliharaan ikan dilakukan di Kolam Percobaan, Departemen Budidaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) merupakan ikan lele hasil persilangan antara induk betina F 2 dengan induk jantan F 6 sehingga menghasilkan F 26. Induk jantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang banyak digemari

I. PENDAHULUAN. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang banyak digemari 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang banyak digemari masyarakat Indonesia. Ikan nila adalah memiliki resistensi yang relatif tinggi terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibudidayakan pada lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat penebaran

I. PENDAHULUAN. dibudidayakan pada lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat penebaran 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang mudah dibudidayakan pada lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat penebaran yang tinggi, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Populasi penduduk dunia pertengahan 2012 mencapai 7,058 milyar dan diprediksi akan meningkat menjadi 8,082 milyar pada tahun 2025 (Population Reference Bureau, 2012).

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH BUDIDAYA IKAN LELE, Clarias sp. OLEH IKAN NILA, Oreochromis niloticus MELALUI PENGEMBANGAN BAKTERI HETEROTROF

PEMANFAATAN LIMBAH BUDIDAYA IKAN LELE, Clarias sp. OLEH IKAN NILA, Oreochromis niloticus MELALUI PENGEMBANGAN BAKTERI HETEROTROF PEMANFAATAN LIMBAH BUDIDAYA IKAN LELE, Clarias sp. OLEH IKAN NILA, Oreochromis niloticus MELALUI PENGEMBANGAN BAKTERI HETEROTROF LELYANA MAJAW RACHMIWATI C 14103002 SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele.

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele. 17 3. METODE Rangkaian penelitian ini terdiri dari empat tahap penelitian. Seluruh kegiatan dilakukan dalam kurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2011 di Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (d/h Loka Riset

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: 207-211 ISSN : 2088-3137 EFEK PENGURANGAN PAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) PL - 21 YANG DIBERI BIOFLOK Hanisa

Lebih terperinci

PENAMBAHAN TEPUNG BIOFLOK SEBAGAI SUPLEMEN PADA PAKAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) ABSTRAK

PENAMBAHAN TEPUNG BIOFLOK SEBAGAI SUPLEMEN PADA PAKAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 2 Februari 2016 ISSN: 2302-3600 PENAMBAHAN TEPUNG BIOFLOK SEBAGAI SUPLEMEN PADA PAKAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) Cindy Ria

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BEBERAPA SUMBER BAKTERI DALAM SISTEM BIOFLOK TERHADAP KERAGAAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BEBERAPA SUMBER BAKTERI DALAM SISTEM BIOFLOK TERHADAP KERAGAAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 1 Oktober 2015 ISSN: 2302-3600 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BEBERAPA SUMBER BAKTERI DALAM SISTEM BIOFLOK TERHADAP KERAGAAN IKAN NILA (Oreochromis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan lele sangkuriang merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah umum

I. PENDAHULUAN. Ikan lele sangkuriang merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah umum I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele sangkuriang merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah umum dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Karakteristik dari ikan lele yang memiliki pertumbuhan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus DYAH KESWARA MULYANING TYAS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam suatu sistem yang terkontrol sehingga pertumbuhan dan perkembangan

I. PENDAHULUAN. dalam suatu sistem yang terkontrol sehingga pertumbuhan dan perkembangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya ikan merupakan suatu kegiatan dengan tujuan pemeliharaan ikan dalam suatu sistem yang terkontrol sehingga pertumbuhan dan perkembangan ikan dapat dimonitor. Kegiatan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BIOFLOK DARI LIMBAH BUDIDAYA LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SEBAGAI PAKAN NILA (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PEMANFAATAN BIOFLOK DARI LIMBAH BUDIDAYA LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SEBAGAI PAKAN NILA (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PEMANFAATAN BIOFLOK DARI LIMBAH BUDIDAYA LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SEBAGAI PAKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypopthalmus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM BIOFLOK PADA Feeding Rate YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypopthalmus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM BIOFLOK PADA Feeding Rate YANG BERBEDA e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 1 Oktober 2015 ISSN: 2302-3600 PERTUMBUHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypopthalmus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM BIOFLOK PADA Feeding

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA

Lebih terperinci

BUDIDAYA UDANG VANAME SISTEM BIOFLOK

BUDIDAYA UDANG VANAME SISTEM BIOFLOK BUDIDAYA UDANG VANAME SISTEM BIOFLOK Brata Pantjara, Agus Nawang, Usman, dan Rachmansyah Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros, Sulawesi Selatan 90512 E-mail: bpantjara@yahoo.com

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian C/N Rasio Berbeda Terhadap Pembentukan Bioflok Dan Pertumbuhan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

Pengaruh Pemberian C/N Rasio Berbeda Terhadap Pembentukan Bioflok Dan Pertumbuhan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Jurnal Perikanan Kelautan Vol. VII No. 1 /Juni 2016 (41-47) Pengaruh Pemberian C/N Rasio Berbeda Terhadap Pembentukan Bioflok Dan Pertumbuhan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Muhamad Wijaya, Rita Rostika,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan tatanama ikan nila menurut Cholik et al. (2005), adalah sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan tatanama ikan nila menurut Cholik et al. (2005), adalah sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Ikan Nila Merah Ikan nila yang digunakan dalam penelitian ini adalah strain nila merah. Klasifikasi dan tatanama ikan nila menurut Cholik et al. (2005), adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

Fransiska Maharani Suryaningrum Program Pascasarjana Universitas Terbuka Graduate Studies Program Indonesia Open University

Fransiska Maharani Suryaningrum Program Pascasarjana Universitas Terbuka Graduate Studies Program Indonesia Open University Aplikasi Teknologi Bioflok pada Pemeliharaan Benih Ikan Nila (Oreochromisniloticus) Biofolk Technology Application on the Cultivation of Nila Fish Seed (Oreochromisniloticus) Fransiska Maharani Suryaningrum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nila 2.1.1 Klasifikasi Ikan Nila Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan (1991) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Sub Kingdom : Metazoa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi terdapat kendala yang dapat menurunkan produksi berupa kematian budidaya ikan yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK Vibrio SKT-b MELALUI Artemia DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP PASCA LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon ASRI SUTANTI SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nilem yang digunakan berasal dari Cijeruk. Pada penelitian ini digunakan ikan nilem berumur 4 minggu sebanyak 3.150 ekor dengan ukuran panjang 5,65 ± 0,62

Lebih terperinci

PEMBERIAN MOLASE PADA APLIKASI PROBIOTIK TERHADAP KUALITAS AIR, PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN MAS (Cyprinus carpio)

PEMBERIAN MOLASE PADA APLIKASI PROBIOTIK TERHADAP KUALITAS AIR, PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN MAS (Cyprinus carpio) e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 1 Oktober 2012 ISSN: 2302-3600 PEMBERIAN MOLASE PADA APLIKASI PROBIOTIK TERHADAP KUALITAS AIR, PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP BENIH

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp.

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. YENI GUSTI HANDAYANI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan luas laut kurang lebih 5,8 juta km serta perairan pantai sepanjang 81.000 km memiliki potensi yang besar pada sektor perikanan. Sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele (Clarias gariepinus) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia karena permintaannya terus meningkat setiap

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI 2 STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

Pendahuluan. Pada umumnya budidaya dilakukan di kolam tanah, dan sebagian di kolam semen.

Pendahuluan. Pada umumnya budidaya dilakukan di kolam tanah, dan sebagian di kolam semen. OLEH : Ir. SUPRATO Pendahuluan Budidaya lele telah berkembang sejak lama. Awalnya jenis ikan lele yang dibudidayakan adalah lele lokal (Clarias batrachus L.) dengan waktu pemeliharaan 6 8 bulan, dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA 853 Upaya peningkatan produksi pada budidaya... (Gunarto) UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA ABSTRAK Gunarto

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM ADITYA PRIMA YUDHA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan 17 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Lapang Pusat Studi Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (PSIK IPB) Ancol Jakarta Utara pada bulan Juli Oktober

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN.. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik (Specific Growth Rate) Selama 40 hari masa pemeliharaan nilem terjadi peningkatan bobot dari 2,24 ± 0,65 g menjadi 6,31 ± 3,23 g. Laju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila merah (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu komoditas budidaya perikanan yang banyak dikonsumsi, karena dagingnya enak, juga merupakan sumber protein

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME (Osphronemous gouramy Lac.) PADA MEDIA PEMELIHARAAN BERSALINITAS 3 ppt ADHI KURNIAWAN

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Bakteri Penitrifikasi Sumber isolat yang digunakan dalam penelitian ini berupa sampel tanah yang berada di sekitar kandang ternak dengan jenis ternak berupa sapi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI FHEBY IRLIYANDI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Perlakuan Penelitian II. BAHAN DAN METODE Rancangan penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan masing-masing 4 ulangan. Adapun perlakuan yang diberikan dapat dilihat pada

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA

PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh: BETZY VICTOR TELAUMBANUA 090302053 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Udang vannamei merupakan salah satu jenis udang yang potensial untuk

I. PENDAHULUAN. Udang vannamei merupakan salah satu jenis udang yang potensial untuk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang vannamei merupakan salah satu jenis udang yang potensial untuk dibudidayakan karena memiliki laju pertumbuhan yang relatif cepat serta kemampuan adaptasi yang relatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budidaya ikan hias dapat memberikan beberapa keuntungan bagi pembudidaya antara lain budidaya ikan hias dapat dilakukan di lahan yang sempit seperti akuarium atau

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 1 Oktober 2014 ISSN: 2302-3600 EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN Riska Emilia Sartika

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele (Clarias gariepinus) Koefisien Kecernaan Pakan (KKP) dan Koefisien Kecernaan Protein (KKProt) menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan bahan bakar fosil saat ini semakin meningkat sehingga dapat menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya persediaan bahan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama dilaksanakan di laboratorium bioteknologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad, tahap

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada April 2013 sampai dengan Mei 2013 di laboratorium Nutrisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN 5 TINJAUAN PUSTAKA Limbah Budidaya Ikan Ada sebagian dari pakan tidak bisa digunakan dalam sistem atau tidak dikonsumsi. Pakan yang dikonsumsi sebagian diubah menjadi biomassa ikan dan sebagian dikeluarkan

Lebih terperinci

ikan yang relatif lebih murah dibanding sumber protein hewani lainnya, maka permintaan akan komoditas ikan terus meningkat dari waktu ke waktu.

ikan yang relatif lebih murah dibanding sumber protein hewani lainnya, maka permintaan akan komoditas ikan terus meningkat dari waktu ke waktu. 1. PENDAHULUAN Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, maka kebutuhan ketahanan pangan termasuk di dalamnya kebutuhan akan protein hewani terus meningkat. Salah satu sumber protein yang

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Tujuan Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah mengetahui teknik kultur Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp. skala laboratorium dan skala massal serta mengetahui permasalahan yang

Lebih terperinci

PRODUKSI BIOFLOK DAN NILAI NUTRISINYA DALAM SKALA LABORATORIUM

PRODUKSI BIOFLOK DAN NILAI NUTRISINYA DALAM SKALA LABORATORIUM 1009 Produksi bioflok dan nilai nutrisinya dalam skala... (Gunarto) PRODUKSI BIOFLOK DAN NILAI NUTRISINYA DALAM SKALA LABORATORIUM ABSTRAK Gunarto dan Hidayat Suryanto Suwoyo Balai Riset Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SELAMA MASA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei B.) PADA TAMBAK DI KECAMATAN ROGOJAMPI KABUPATEN BANYUWANGI

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SELAMA MASA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei B.) PADA TAMBAK DI KECAMATAN ROGOJAMPI KABUPATEN BANYUWANGI STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SELAMA MASA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei B.) PADA TAMBAK DI KECAMATAN ROGOJAMPI KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI Oleh Dian Aliviyanti NIM 081810401017 JURUSAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang menurut Kordi (2010) adalah sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang menurut Kordi (2010) adalah sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspek Biologi Ikan Lele Sangkuriang 2.1.1 Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang Klasifikasi ikan lele sangkuriang menurut Kordi (2010) adalah sebagai berikut : Kingdom Kelas Sub kelas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian dilakukan selama 40 hari dari bulan Februari sampai dengan Maret. Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain:

III. METODOLOGI. Penelitian dilakukan selama 40 hari dari bulan Februari sampai dengan Maret. Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain: 21 III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama 40 hari dari bulan Februari sampai dengan Maret 2013 bertempat di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF INNA FEBRIANTIE Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI

MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTERMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk dan pesatnya pembangunan menyebabkan sumber air bersih berkurang, khususnya di daerah perkotaan. Saat ini air bersih menjadi barang yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok dalam pengembangan industri budidaya perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun eksternal. Sebagai media

Lebih terperinci