4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Kimia Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium, dan Gracilaria salicornia Komposisi kimia rumput laut menggambarkan sifat dan karakteristik zat yang berfungsi dan berperan khusus mempengaruhi proses metabolisme dalam tubuh rumput laut. Komposisi kimia air, abu, protein, lemak, karbohidrat, dan serat kasar Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium, dan Gracilaria salicornia hasil penelitian ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi kimia (% bk) Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium, dan Gracilaria salicornia Komposisi Kimia Keterangan : bk : Berat kering Caulerpa racemosa Persentase (%) bk Sargassum crassifolium Gracilaria salicornia Kadar Air 12,35 ± 0, ,61 ± 0, ,63 ± 0,0094 Kadar Abu 16,83 ± 0, ,05 ± 0, ,37 ± 0,0058 Kadar Protein 0,64 ± 0,1053 8,11 ± 1, ,21 ± 0,7014 Kadar Lemak 0,75 ± 0,0039 0,60 ± 0,0028 0,35 ± 0,0016 Kadar Karbohidrat 30,54 ± 4, ,81 ± 3, ,47 ± 1,9496 Kadar Serat Kasar 39,88 ± 0, ,82 ± 0, ,97 ± 0, Kadar Air Kadar air Sargassum crassifolium sebesar 16,61%, Caulerpa racemosa sebesar 12,35%, dan Gracilaria salicornia sebesar 15,63%. Kadar air Caulerpa racemosa yang didapatkan dari perairan Pulau Pramuka sebesar 19,53% (bk) (Dwihandita, 2010). Kadar air Caulerpa sp sebesar 20% (bk) (Turangan, 2000). Kadar air Sargassum sp sebesar 11,71% (bk) (Yunizal, 2004). Soegiarto et al. 37

2 38 (1978) mengatakan kadar air Gracilaria sp sebesar 19,01% (bk). Kadar air Sargassum sp yang didapatkan dari perairan Banten sebesar 10,36% (bk) lebih tinggi dibandingkan Gracilaria salicornia sebesar 5,37% (bk) (Ulfana, 2010). Ratana-Arpon dan Chirapart (2006) mengatakan Caulerpa lentifera mengandung kadar air sebesar 25,31% (bk). Salmi et al. (2012) menambahkan Gracilaria manilaensis memiliki kadar air sebesar 6,08% (bk). Umumnya kadar air pada rumput laut berkisar 15%-18% (bk) (SNI, 2008 dalam DKP, 2009). Kadar air Sargassum crassifolium lebih tinggi di antara ketiga jenis spesies rumput laut karena Sargassum crassifolium memiliki morfologi permukaan thallus yang menyerupai daun (blade) berukuran lebih luas sehingga lebih banyak menyimpan air dibandingkan Caulerpa racemosa dan Gracilaria salicornia. Secara umum, kadar air dari ketiga spesies rumput laut normal karena masih tidak jauh berada di antara kisaran baku mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu sebesar 15% -18% (bk) Kadar Abu Kadar abu Sargassum crassifolium sebesar 20,05%, Caulerpa racemosa sebesar 16,38%, dan Gracilaria salicornia sebesar 17,37 %. Kadar abu Caulerpa sp sebesar 20% (bk) (Turangan, 2000). Kadar abu Gracilaria sp sebesar 14,18% (bk) (Soegiarto et al., 1978). Ruperez (2002) mengatakan bahwa rumput laut divisi alga cokelat memiliki kadar abu sebesar 0,10% -39,3% (bk), sedangkan rumput laut divisi alga merah memiliki kadar abu sebesar 10,6% -21,10% (bk). Ratana-Arpon dan Chirapart (2006) mengatakan Caulerpa lentifera mengandung kadar abu sebesar 24,21% (bk). Salmi et al. (2012) menambahkan Gracilaria manilaensis memiliki kadar abu sebesar 13,17% (bk). Kadar abu alga cokelat

3 39 Sargassum sp sebesar 34,57% (bk) lebih tinggi dibandingkan kadar abu alga merah Gracilaria sp sebesar 32,76% (bk) (Yunizal, 2004). Kadar abu erat hubungannya dengan mineral yang terkandung dalam suatu bahan karena mengandung mineral dan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah sedikit. Ratana-Arporn dan Chirapart (2006) mengatakan tinggi rendahnya kadar abu juga dipengaruhi unsur mineral dalam rumput laut. Mineral yang terdapat dalam rumput laut meliputi Na, Ca, K, Mg, Fe, Zn, Mn dan Cu (Ruperez, 2002). Kadar abu dipengaruhi oleh spesies dan metode yang digunakan dalam proses mineralisasi (Winarno, 2008). Kadar abu dalam rumput laut tidak lebih dari 45% (bk) (Food and Nutrition Board (US), 1981 dalam Ruperez, 2002). Selanjutnya, Fleury dan Lahaye (1991) juga menambahkan bahwa rumput laut secara umum mengandung kadar abu berkisar 8% hingga 40% (bk). Kadar abu Sargassum crassifolium lebih tinggi di antara ketiga jenis spesies rumput laut karena Sargassum crassifolium memiliki kandungan unsur mineral lebih tinggi dibandingkan Caulerpa racemosa dan Gracilaria salicornia. Secara umum, kadar abu ketiga spesies rumput laut normal karena masih berada di bawah kisaran baku mutu Food and Nutrition Board (US) yaitu sebesar 45% (bk) Kadar Protein Kadar protein Gracilaria salicornia sebesar 11,21%, Caulerpa racemosa sebesar 0,64%, dan Sargassum crassifolium sebesar 8,11%. Kadar protein Caulerpa sp sebesar 10,70% (bk) (Turangan, 2000). Kadar protein Gracilaria sp sebesar 4,17% (bk) (Soegiarto et al., 1978). Ratana-Arpon dan Chirapart (2006) mengatakan Caulerpa lentifera mengandung kadar protein sebesar 12,49% (bk).

4 40 Kadar protein Sargassum tenerimum sebesar 12,42% (bk), Sargassum wightii sebesar 10% (bk), dan Gracilaria folifera sebesar 6,98% (bk) (Manivannan et al., 2008). Kadar protein Sargassum longifolium sebesar 18,65% (bk) (Narasimman dan Murugaiyan, 2012). Salmi et al. (2012) menambahkan Gracilaria manilaensis memiliki kadar protein sebesar 10,77% (bk). Kadar protein Gracilaria canggi sebesar 6,9% (bk), Gracilaria domingensis sebesar 12,50% (bk), dan Gracilaria tenuiforns sebesar 17,32% (bk) (Laurencio et al., 2002). Kadar protein Gracilaria sp sebesar 6,59% (bk) lebih tinggi dibandingkan kadar protein Sargassum sp sebesar 5,53% (bk) (Yunizal, 2004). Handayani (2006) menambahkan Gracilaria changgi memiliki kadar protein sebesar 6,9% (bk) lebih tinggi dibandingkan Sargassum crassifolium sebesar 5,19% (bk). Umumnya kadar protein pada rumput laut berkisar 6,38% -14,02% (bk) (Yulianingsih dan Tamzil, 2007). Protein dibentuk dari dua atau lebih asam amino yang diikat oleh ikatan peptida. Kandungan protein yang berbeda dalam rumput laut disebabkan oleh jumlah kandungan asam amino di dalam tubuh rumput laut (Ratana-Arporn dan Chirapart, 2006). Handayani (2006) mengatakan asam amino yang terdapat pada Gracialria canggi adalah sistein, valin, metionin, isoleusin, tirosin, fenilanin, lisin, treonin, arginin, aspartat, glisin, alanin, histidin, prolin, leusin, dan triptofan sedangkan asam amino yang terdapat pada Sargassum crassifolium adalah sistein, valin, isoleusin, tirosin, fenilanin, treonin, arginin, aspartat, serin, glutamat, glisin, alanin, histidin, prolin, leusin, dan lisin. Asam amino yang terdapat pada Caulerpa racemosa adalah aspargin, treonin, serin, glutamin, prolin, glisin, alanin, sisteinin, valin, metionin, isoleusin, leusin, tirosin, fenilalanin, histidin, lisin, dan arginin (Shafik dan Manawy, 2008). Kadar protein Gracilaria salicornia lebih tinggi di

5 41 antara ketiga jenis spesies rumput laut karena Gracilaria salicornia memiliki kandungan asam amino lebih tinggi dibandingkan Sargassum crassifolium dan Caulerpa racemosa Kadar Lemak Kadar lemak Caulerpa racemosa sebesar 0,75%, Sargassum crassifolium sebesar 0,60%, dan Gracilaria salicornia sebesar 0,35%. Kadar lemak rumput laut yang didapatkan dari perairan Banten untuk Sargassum sp sebesar 4,38% (bk) lebih tinggi dibandingkan Gracilaria salicornia sebesar 1,74 % (bk) (Ulfana, 2010). Kadar lemak Caulerpa sp sebesar 0,30% (bk) (Turangan, 2000). Kadar lemak Sargassum sp sebesar 0,74% (bk) (Yunizal, 2004). Kadar lemak Gracilaria sp sebesar 9,54% (bk) (Soegiarto et al., 1978). Ratana-Arpon dan Chirapart (2006) mengatakan Caulerpa lentifera mengandung kadar lemak sebesar 0,86% (bk). Kadar lemak Sargassum tenerimum sebesar 1,46% (bk), Sargassum wightii sebesar 2,33% (bk), dan Gracilaria folifera sebesar 3,23% (bk) (Manivannan et al., 2008). Kadar lemak Sargassum longifolium sebesar 8,82% (bk) (Narasimman dan Murugaiyan, 2012). Salmi et al. (2012) menambahkan Gracilaria manilaensis memiliki kadar lemak sebesar 4,32% (bk). Lemak terdiri dari satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak yang dibentuk setelah karbohidrat dalam proses fotosintesis. Shafik dan Manawy (2008) mengatakan jenis-jenis asam lemak yang terdapat pada Caulerpa racemosa adalah asam kaproat, asam kaprilat, asam kaprat, asam laurat, asam ministrat, asam palmitat, asam stearat, asam arakidonat, dan asam lignoserat. Ratana-Arpon dan Chirapart (2006) mengatakan asam amino yang terdapat pada Caulerpa lentifera adalah asam palmitat, asam palmitolat, asam strerat, asam

6 42 oleat, asam linoleat, asam araknidat, asam eikosanoat, asam arakidonat, asam eikosapentanoat, asam behanat, asam erukat, dan asam dokosaheksanoat, sedangkan asam lemak pada Gracilaria changgi adalah asam palmitat, asam oleat, asam eikosapentanoat, dan asam dokosaheksanoat. Rumput laut divisi Chlorophyta (alga hijau) memproduksi lemak lebih tinggi dibandingkan rumput laut divisi Phaeophyta (alga cokelat), dan rumput laut divisi Rhodophyta (alga merah) (Atmadja, 1996). Wong dan Cheung (2000) mengatakan umumnya kadar lemak yang terdapat pada rumput laut tergolong sangat rendah. Herbetreau et al.(1997) menambahkan bahwa kadar lemak total pada rumput laut selalu kurang dari 4% (bk). Kadar lemak Caulerpa racemosa lebih tinggi di antara ketiga jenis rumput laut karena asam lemak Caulerpa racemosa lebih tinggi dibandingkan Sargassum crassifolium dan Gracilaria salicornia. Secara umum, kadar lemak pada ketiga jenis rumput laut tergolong rendah karena rumput laut umumnya menyimpan cadangan makanan dalam bentuk karbohidrat Kadar Karbohidrat Kadar karbohidrat Caulerpa racemosa sebesar 30,54%, Gracilaria salicornia sebesar 22,47%, dan Sargassum crassifolium sebesar 19,81%. Kadar karbohidrat Caulerpa sp sebesar 27,2% (bk) (Turangan, 2000). Kadar karbohidrat Gracilaria sp sebesar 42,59% (bk) (Soegiarto et al., 1978). Ratana-Arpon dan Chirapart (2006) mengatakan Caulerpa lentifera mengandung kadar karbohidrat sebesar 59,27% (bk). Kadar karbohidrat Sargassum tenerimum sebesar 23,55% (bk), Sargassum wightii sebesar 23,50% (bk) dan Gracilaria folifera sebesar 23,32% (bk) (Manivannan et al., 2008). Kadar karbohidrat Sargassum longifolium sebesar 16,80% (bk) (Narasimman dan Murugaiyan, 2012). Salmi et al. (2012)

7 43 menambahkan Gracilaria manilaensis memiliki kadar karbohidrat sebesar 49,59% (bk). Yunizal (2004) mengatakan rumput laut genus Gracilaria sp memiliki kadar karbohidrat sebesar 41,68% (bk) lebih tinggi dibandingkan dengan genus Sargassum sp yang memiliki kadar karbohidrat sebesar 19,06% (bk). Karbohidrat merupakan produk utama hasil dari fotosintesis organisme berklorofil. Atmadja et al. (1996) mengatakan karbohidrat pada rumput laut divisi Chlorophyta (alga hijau) berupa kanji, divisi Phaeophyta (alga cokelat) berupa alginat, laminaran, manitol, dan fukoidan, sedangkan divisi Rhodophyta (alga merah) berupa agar dan karagenan. Umumnya rumput laut divisi Chlorophyta (alga hijau) mempunyai dominasi pigmen berupa klorofil, divisi Phaeophyta (alga cokelat) berupa fikosantin, sedangkan divisi Rhodophyta (alga merah) berupa fikoeritrin. Kadar karbohidrat ketiga jenis rumput laut berbeda karena disebabkan oleh perbedaan jenis pigmen fotosintesis. Kadar karbohidrat Caulerpa racemosa lebih tinggi di antara ketiga jenis spesies rumput laut karena Caulerpa racemosa memiliki dominasi pigmen fotosintesis berupa klorofil sehingga aktivitas fotosintesis lebih tinggi dibandingkan Sargassum crassifolium yang memiliki dominasi pigmen fotosintesis berupa fikosantin dan Gracilaria salicornia yang memiliki dominasi pigmen fotosintesis berupa fikoeritrin Kadar Serat Kasar Kadar serat kasar Caulerpa racemosa sebesar 39,88%, Sargassum crassifolium sebesar 34,82%, dan Gracilaria salicornia sebesar 30,97%. Kadar serat kasar Caulerpa sp sebesar 15,50% (bk) (Turangan, 2000). Kadar serat kasar Sargassum sp sebesar 28,59% (bk) (Yunizal, 2004). Kadar serat kasar Gracilaria

8 44 sp sebesar 10,51% (bk) (Soegiarto et al., 1978). Kadar serat kasar rumput laut yang didapatkan dari perairan Banten untuk Sargassum sp sebesar 4,38% (bk) lebih tinggi dibandingkan Gracilaria salicornia sebesar 1,74% (bk) (Ulfana, 2010). Serat kasar merupakan penyusun dinding sel rumput laut berupa hemiselulosa dan selulosa. Genus Caulerpa sp mempunyai serat kasar dengan yang mengandung hemiselulosa sebesar 43,73% (bk) dan selulosa sebesar 25,50% (bk) lebih tinggi dibandingkan genus Sargassum sp yang mempunyai serat kasar dengan komposisi hemiselulosa sebesar 10,11% (bk) dan selulosa sebesar 24,07% (bk) serta genus Gracilaria sp yang mengandung hemiselulosa sebesar 36,02% (bk) dan selulosa sebesar 4,11% (bk) (Triwisari, 2010). Kadar serat kasar Caulerpa racemosa lebih tinggi di antara ketiga jenis spesies rumput laut karena Caulerpa racemosa memiliki kandungan hemiselulosa dan selulosa lebih tinggi dibandingkan Sargassum crassifolium dan Gracilaria salicornia. Komposisi kimia Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium, dan Gracilaria salicornia berbeda karena dipengaruhi oleh perbedaan jenis spesies. Menurut Ito dan Hori (1989) dalam Astawan et al. (2001) mengatakan komposisi kimia rumput laut bervariasi antar jenis spesies dan umur panen tiap spesies. Ratana-Arporn dan Chirapart (2006) menambahkan bahwa komposisi kimia rumput laut dipengaruhi oleh jenis spesies dan tingkat kematangan tiap spesies. Komposisi rumput laut juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti temperatur, salinitas, cahaya, dan nutrisi (Manivannan et al., 2009). Komposisi kimia Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium, dan Gracilaria salicornia sebagian besar adalah karbohidrat berupa serat kasar. Campbell et al. (2000)

9 45 mengatakan komposisi kimia pada rumput laut sebagian besar adalah karbohidrat berbentuk serat, sehingga hanya sebagian kecil karbohidrat yang dapat diserap oleh manusia. Caulerpa racemosa memiliki karbohidrat sebesar 70,42% dengan 39,88% berupa serat kasar lebih tinggi dibandingkan Sargassum crassifolium yang memiliki karbohidrat sebesar 54,63% dengan 34,82% dan Gracilaria salicornia yang memiliki karbohidrat sebesar 55,44% dengan 30,97%. 4.2 Kandungan Gula Pereduksi Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium, dan Gracilaria salicornia Kandungan gula pereduksi merupakan produk utama yang menjadi indikator pengontrol kualitas dan kuantitas suatu proses hidrolisis. Pengaruh peningkatan konsentrasi asam sulfat terhadap kandungan gula pereduksi Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium dan Gracilaria salicornia pada proses hidrolisis disajikan pada Gambar 14. Gambar14. Pengaruh peningkatan konsentrasi asam sulfat pada proses hidrolisis terhadap kandungan gula pereduksi Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium, dan Gracilaria salicornia

10 46 Nilai kandungan gula pereduksi Caulerpa racemosa pada hidrolisis konsentrasi asam sulfat 1% (v/v) sebesar 0,12 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan, konsentrasi asam sulfat 2% (v/v) sebesar 0,58 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan, dan konsentrasi asam sulfat 3% (v/v) sebesar 0,81 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan. Nilai kandungan gula pereduksi tertinggi Caulerpa racemosa pada hidrolisis konsentrasi asam sulfat 3% (v/v) sebesar 0,81 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan, sedangkan terendah pada hidrolisis konsentrasi asam sulfat 1% (v/v) sebesar 0,12 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan. Shanmugam et al. (2001) menyatakan bahwa nilai gula pereduksi Caulerpa racemosa yang diambil dari perairan India pada proses hidrolisis konsentrasi asam klorida (HCl) 1 N dengan suhu 110 C dan tekanan sebesar 1 atm selama 2 jam memiliki kandungan gula pereduksi sebesar 6,2 mg/gr. Chakraborty dan Bhattacharya (2012) menambahkan Caulerpa racemosa yang diambil dari perairan India memiliki nilai kandungan gula pereduksi sebesar 3 mg/gr. Umumnya senyawa monosakarida yang terdapat pada genus Caulerpa sp berupa glukosa, galaktosa, manosa, dan xylosa (Shevchenko et al., 2009). Uji keragaman menunjukan hubungan antara peningkatan konsentrasi asam sulfat terhadap nilai kandungan gula pereduksi Caulerpa racemosa pada selang kepercayaan 0,05 memberi pengaruh berbeda nyata (Lampiran 3). Nilai kandungan gula pereduksi Sargassum crassifolium pada hidrolisis konsentrasi asam sulfat 1% (v/v) sebesar 0,17 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan, konsentrasi asam sulfat 2% (v/v) sebesar 0,35 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan, dan konsentrasi asam sulfat 3% (v/v) sebesar 0,64 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan.

11 47 Nilai kandungan gula pereduksi tertinggi Sargassum crassifolium pada hidrolisis konsentrasi asam sulfat 3% (v/v) sebesar 0,64 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan, sedangkan nilai terendah pada hidrolisis konsentrasi asam sulfat 1% (v/v) sebesar 0,17 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan. Setyaningsih et al. (2011) mengatakan bahwa nilai kandungan gula pereduksi Sargassum sp yang diambil dari perairan Teluk Lampung pada proses hidrolisis dengan suhu 120 C dan tekanan 1 atm selama 45 menit menggunakan konsentrasi asam sulfat 1% (v/v) sebesar 0,07 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan, konsentrasi asam sulfat 2% (v/v) sebesar 0,16 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan, dan konsentrasi asam sulfat 3% (v/v) sebesar 0,21 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan. Prahasta (2010) menambahkan nilai kandungan gula pereduksi Sargassum sp pada hidrolis dengan suhu 121 C dan tekanan 1 atm selama 10 menit menggunakan konsentrasi asam sulfat 2% (v/v) sebesar 0,224 g/lt lebih tinggi dibandingkan konsentrasi asam sulfat 1% (v/v) sebesar 0,079 g/lt. Senyawa monosakarida yang terdapat pada Sargassum sp berupa guloksa dan manosa (Ulfana,2010). Chakraborty dan Bhattacharya (2012) menambahkan Sargassum polycustum yang diambil dari perairan India memiliki nilai kandungan gula pereduksi sebesar 3,9 mg/gr. Yunizal (2004) menambahkan monosakarida yang umum terdapat pada alga cokelat berupa L-arabinosa, D-xilosa, L-glukosa, D-galaktosa, dan D-gulunorat. Uji keragaman hubungan antara peningkatan konsentrasi asam sulfat terhadap nilai kandungan gula pereduksi Sargassum crassifolium pada selang kepercayaan 0,05 memberi pengaruh berbeda nyata (Lampiran 4).

12 48 Nilai kandungan gula pereduksi Gracilaria salicornia pada hidrolisis konsentrasi asam sulfat 1% (v/v) sebesar 0,65 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan, konsentrasi asam sulfat 2% (v/v) sebesar 0,81 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan, dan konsentrasi asam sulfat 3% (v/v) sebesar 0,96 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan. Nilai kandungan gula pereduksi tertinggi Gracilaria salicornia pada hidrolisis konsentrasi asam sulfat 3% (v/v) sebesar 0,96 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan, sedangkan terendah pada hidrolisis konsentrasi asam sulfat 1% (v/v) sebesar 0,65 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan. Prahastha (2010) mengatakan bahwa nilai kandungan gula pereduksi limbah Gracilaria salicornia pada hidrolisis dengan suhu 121 C dan tekanan 1 atm selama 20 menit menggunakan konsentrasi asam sulfat 2% (v/v) sebesar 0,064 g/lt lebih tinggi dibandingkan konsentrasi asam sulfat 1% (v/v) sebesar 0,060 g/lt. Chakraborty dan Bhattacharya (2012) menambahkan Gracilaria verrucosa yang diambil dari perairan India memiliki nilai kandungan gula pereduksi sebesar 6,4 mg/gr. Ulfana (2010) menambahkan senyawa monosakasrida yang terdapat pada Gracilaria salicornia berupa glukosa dan galaktosa. Umumnya senyawa monosakarida yang terdapat pada alga merah berupa glukosa, galaktosa, xylosa, manosa, rhamosa, dan arabinosa (Wi et al., 2009). Uji keragaman hubungan antara peningkatan konsentrasi asam sulfat terhadap nilai kandungan gula pereduksi Gracilaria salicornia pada selang kepercayaan 0,05 memberi pengaruh berbeda nyata (Lampiran 5). Kandungan gula pereduksi ketiga jenis spesies rumput laut meningkat seiring bertambahnya konsentrasi asam pada proses hidrolisis dari konsentrasi asam 1% (v/v) sampai 3% (v/v). Nilai kandungan gula pereduksi tertinggi ketiga

13 49 jenis spesies rumput laut pada hidrolisis konsentrasi asam sulfat 3% (v/v), sedangkan nilai kandungan gula pereduksi terendah pada konsentrasi asam sulfat 1% (v/v). Setyaningsih et al. (2011) mengatakan kandungan gula pereduksi tertinggi pada hidrolisis konsentrasi asam sulfat 3% (v/v) pada Sargassum sp sebesar 0,21 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan dan limbah agar Gracilaria sp sebesar 0,04 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan, sedangkan terendah pada hidrolisis konsentrasi asam sulfat 1% (v/v) untuk Sargassum sp sebesar 0,07 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan dan limbah agar Gracilaria sp sebesar 0,02 (gr) gula pereduksi/(gr) bahan dengan suhu 121 C dan tekanan 1 atm selama 45 menit pada konsentrasi asam sulfat 1% (v/v) sampai 3% (v/v). Mussato dan Roberto (2004) menambahkan bahwa hidrolisis bahan yang mengandung lignoselulosa mencapai kondisi optimal menggunakan konsentrasi asam 2% (v/v) sampai 5% (v/v). Umumnya optimal hidrolisis pada rumput laut dengan konsentrasi asam 3% (v/v) pada suhu 120 C selama 45 menit (Jang et al., 2012). Cleanments dan Beek (1985) menambahkan faktor yang mempengaruhi hidrolisis asam bahan yang mengandung selulosa antara lain adalah konsentrasi asam, waktu hidrolisis, dan konsentrasi padatan. Semakin tinggi konsentrasi asam maka semakin banyak ion (H + ) yang terbentuk sehingga reaksi hidrolisis untuk memecah senyawa polisakarida menjadi monosakarida semakin besar. Gracilaria salicornia memiliki nilai kandungan gula pereduksi tertinggi pada tiap konsentrasi asam sulfat, sedangkan Sargassum crassifolium memiliki nilai kandungan gula pereduksi terendah pada tiap konsentrasi asam sulfat. Ulfana (2010) mengatakan bahwa Gracilaria salicornia yang diambil dari perairan Banten pada hidrolisis dengan suhu 121 C dan tekanan 1 atm selama 10 menit

14 50 menggunakan konsentrasi asam sulfat 1% (v/v) memiliki gula pereduksi sebesar 6895,74 ppm dan konsentrasi asam sulfat 2% (v/v) sebesar 947,87 ppm lebih tinggi dibandingkan Sargassum sp yang memiliki nilai kandungan gula pereduksi pada konsentrasi asam 1% (v/v) sebesar 671,80 ppm dan konsentrasi asam 2% (v/v) sebesar 302,12 ppm. Chakraborty dan Bhattacharya (2012) menambahkan Gracilaria verrucosa yang diambil dari perairan India memiliki kandungan gula pereduksi sebesar 6,4 mg/gr lebih tinggi dibandingkan Sargassum polycustum yang memiliki kandungan gula pereduksi sebesar 3,9 mg/gr dan Caulerpa racemosa yang memiliki kandungan gula pereduksi sebesar 3 mg/gr. Uji keragaman menunjukan hubungan antara nilai kandungan gula pereduksi pada tiap konsentrasi asam sulfat terhadap ketiga kelompok rumput laut pada selang kepercayaan 0,05 memberi pengaruh berbeda nyata (Lampiran 6). Gracilaria salicornia memiliki nilai kandungan gula pereduksi tertinggi pada tiap konsentrasi asam di antara ketiga kelompok rumput laut karena Gracilaria salicornia memiliki kadar serat kasar paling rendah dan kadar karbohidrat cukup tinggi sehingga reaksi hidrolisis pada Gracilaria salicornia lebih besar dan menghasilkan gula pereduksi lebih tinggi dibandingkan Sargassum crassifolium dan Caulerpa racemosa. Nilai kandungan gula pereduksi pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan penelitian sebelumnya karena konsentrasi padatan yang digunakan berbeda pada suhu dan konsentrasi asam yang sama. Konsentrasi padatan pada penelitian sebelumnya sebesar 5% (b/v), sedangkan pada konsentrasi padatan yang digunakan pada penelitian ini sebesar 15% (b/v). Jumlah konsentrasi padatan bahan yang digunakan pada proses hidrolisis mampu mempengaruhi nilai

15 51 kandungan gula pereduksi (Laga, 2008). Yoon et al. (2010) mengatakan hidrolisis asam sulfat optimum Gelidium amansii menggunakan konsentrasi padatan sebesar 15% (b/v). Setyaningsih et al. (2011) menambahkan hidrolisis asam sulfat optimum Sargassum sp dan limbah agar Gracilaria sp menggunakan konsentrasi padatan sebesar 15% (b/v) pada suhu 121 C dan tekanan 1 atm selama 45 menit. Pada penelitian ini menyarankan proses hidrolisis asam selanjutnya sebaiknya menggunakan Gracilaria salicornia dengan konsentrasi asam sebesar 3% (v/v) dan konsentrasi padatan sebesar 15% (v/v). Selain memiliki keunggulan gula pereduksi yang lebih tinggi dibandingkan penelitian sebelumnya, namun penelitian ini juga memiliki kelemahan seperti proses penyimpanan sampel rumput laut yang masih terlalu lama. Helmiyesi et al. (2008) mengatakan proses penyimpanan bahan yang terlalu lama mampu menurunkan kadar gula dalam suatu bahan. Proses penyimpanan yang terlalu lama mampu merusak struktur karbohidrat pada rumput laut sehingga penelitian ini juga menyarankan sebaiknya sampel rumput laut tidak disimpan terlalu lama agar gula pereduksi yang diperoleh setelah proses hidrolisis menjadi optimal. 4.4 Efisiensi Hidrolisis Asam Rumput Laut Efisiensi hidrolisis menunjukan jumlah substrat yang terkonversi menjadi gula sederhana pada saat proses hidrolisis. Pengaruh peningkatan konsentrasi asam sulfat terhadap efisiensi hidrolisis Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium, dan Gracilaria salicornia disajikan pada Gambar 15.

16 52 Gambar 15. Pengaruh peningkatan konsentrasi asam sulfat terhadap efisiensi hidrolisis Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium dan Gracilaria salicornia. Nilai efisiensi hidrolisis Caulerpa racemosa pada konsentrasi asam sulfat 1% (v/v) sebesar 32,04% (b/b), konsentrasi asam sulfat 2% (v/v) sebesar 35,33% (b/b), dan konsentrasi asam sulfat 3% (v/v) sebesar 38,58% (b/b). Nilai efisiensi hidrolisis tertinggi Caulerpa racemosa pada konsentrasi asam sulfat 3% (v/v) sebesar 38,53% (b/b), sedangkan terendah pada konsentrasi asam sulfat 1% (v/v) sebesar 32,04% (b/b). Shanmugam et al. (2001) mengatakan bahwa nilai efisiensi hidrolisis Caulerpa racemosa yang diambil dari perairan India pada hidrolisis menggunakan asam klorida 1 N sebesar 0,64 % (b/b). Rodrigues et al. (2011) menambahkan nilai efisiensi hidrolisis Caulerpa cupressoides pada suhu 100 C selama 5 jam menggunakan konsentrasi asam klorida 1% (v/v) sebesar 3% (b/b). Uji keragaman menunjukan hubungan antara peningkatan konsentrasi asam sulfat terhadap

17 53 efisiensi hidrolisis Caulerpa racemosa pada selang kepercayaan 0,05 memberi pengaruh berbeda nyata (Lampiran 7). Nilai efisiensi hidrolisis Sargassum crassifolium pada konsentrasi asam sulfat 1% (v/v) sebesar 42,59 % (b/b), konsentrasi asam sulfat 2% (v/v) sebesar 45,77 % (b/b), dan konsentrasi asam sulfat 3% (v/v) sebesar 48,62% (b/b). Nilai efisiensi hidrolisis tertinggi Sargassum crassifolium pada konsentrasi asam sulfat 3% (v/v) sebesar 48,62% (b/b), sedangkan terendah pada konsentrasi asam sulfat 1% (v/v) sebesar 42,59% (b/b). Setyaningsih et al. (2011) mengatakan bahwa nilai efisiensi hidrolisis Sargassum sp diambil dari perairan Teluk Lampung pada proses hidrolisis dengan suhu 120 C dan tekanan 1 atm selama 45 menit menggunakan konsentrasi asam sulfat 1% (v/v) sebesar 46,50% (b/b), konsentrasi asam sulfat 2% (v/v) sebesar 48,30% (b/b), dan konsentrasi asam sulfat 3% (v/v) sebesar 52,5% (b/b). Uji keragaman hubungan antara peningkatan konsentrasi asam sulfat terhadap efisiensi hidrolisis Sargassum crassifolium pada selang kepercayaan 0,05 memberi pengaruh berbeda nyata (Lampiran 8). Nilai efisiensi hidrolisis Gracilaria salicornia pada konsentrasi asam sulfat 1% (v/v) sebesar 51,61% (b/b), konsentrasi asam sulfat 2% (v/v) sebesar 56,27% (b/b), dan konsentrasi asam sulfat 3% (v/v) sebesar 58,39% (b/b). Nilai efisiensi hidrolisis tertinggi Gracilaria salicornia pada konsentrasi asam sulfat 3% (v/v) sebesar 58,39% (b/b), sedangkan terendah pada konsentrasi asam sulfat 1% (v/v) sebesar 51,61% (b/b). Ulfana (2010) mengatakan nilai efisiensi hidrolisis Gracilaria salicornia pada proses hidrolisis dengan suhu 121 C dan tekanan 1 atm selama 20 menit

18 54 menggunakan konsentrasi asam klorida (HCl) 2% (v/v) sebesar 22,2% (b/b) lebih tinggi dibandingkan nilai kandungan gula pereduksi konsentrasi asam klorida (HCl) 1% (v/v) sebesar 18,73% (b/b). Uji keragaman menunjukan hubungan antara peningkatan konsentrasi asam sulfat terhadap efisiensi hidrolisis Gracilaria salicornia dengan konsentrasi asam sulfat pada selang kepercayaan 0,05 memberi pengaruh berbeda nyata (Lampiran 9). Nilai efisiensi hidrolisis tertinggi dari ketiga jenis rumput laut teramati pada konsentrasi asam sulfat 3% (v/v), sedangkan terendah pada konsentrasi asam sulfat 1% (v/v). Setyaningsih et al. (2011) mengatakan bahwa nilai efisiensi hidrolisis rumput laut tertinggi diperoleh menggunakan konsentrasi asam sulfat 3% (v/v) untuk Sargassum sp sebesar 52,5 (b/b) dan limbah agar Gracilaria sp sebesar 35,5 (b/b) bahan, sedangkan terendah pada hidrolisis konsentrasi asam sulfat 1% (v/v) untuk Sargassum sp sebesar 46,5 (b/b) dan limbah agar Gracilaria sp sebesar 30,5 (b/b) dengan suhu 121 C dan tekanan 1 atm selama 45 menit pada konsentrasi asam sulfat 1% (v/v) sampai 3% (v/v). Semakin tinggi konsentrasi asam maka semakin besar substrat yang hilang terkonversi menjadi gula sederhana pada proses hidrolisis. Gracilaria salicornia memiliki nilai efisiensi hidrolisis tertinggi pada tiap jenis konsentrasi asam sedangkan Caulerpa racemosa memiliki nilai efisiensi hidrolisis terendah pada tiap jenis konsentrasi asam. Jang et al. (2010) mengatakan umumnya alga merah memiliki efisiensi hidrolisis sebesar 25% sampai 45% (b/b) lebih tinggi dibandingkan alga hijau yang memiliki efiisensi hidrolisis sebesar 27% sampai 37% (b/b) dan alga cokelat yang memiliki efisiensi hidrolisis sebesar 28% sampai 31% (b/b) pada konsentrasi asam sulfat 3% (v/v).

19 55 Wi et al. (2009) menambahkan alga merah umumnya hanya mengandung sebagian kecil senyawa polisakarida yang sulit dihidrolisis berupa selulosa dan hemiselulosa. Uji keragaman hubungan antara nilai efisiensi hidrolisis pada tiap perlakuan peningkatan konsentrasi asam sulfat terhadap ketiga kelompok rumput laut pada selang kepercayaan 0,05 memberi pengaruh berbeda nyata (Lampiran 8). Gracilaria salicornia memiliki nilai efisiensi hidrolisis tertinggi pada tiap konsentrasi asam karena Gracilaria salicornia memiliki kadar serat kasar lebih rendah diantara ketiga jenis rumput laut sehingga jumlah substrat yang hilang terkonversi menjadi gula sederhana pada proses hidrolisis Gracilaria salicornia lebih tinggi dibandingkan Sargassum crassifolium dan Caulerpa racemosa. Secara umum, nilai kandungan gula pereduksi dan efisiensi hidrolisis ketiga spesies rumput laut meningkat seiring bertambahnya konsentrasi asam sulfat pada konsentrasi 1% (v/v) sampai 3% (v/v). Nilai kandungan gula pereduksi dan efisiensi hidrolisis tertinggi ketiga jenis rumput laut pada proses hidrolisis konsentrasi asam sulfat 3% (v/v), sedangkan terendah pada proses hidrolisis konsentrasi asam sulfat 1% (v/v). Hidrolisis optimum Caulerpa racemosa pada konsentrasi asam sulfat 2% (v/v), Sargassum crassifolium pada konsentrasi asam sulfat 3% (v/v), dan Gracilaria salicornia pada konsentrasi asam sulfat 1% (v/v).

2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi, Morfologi, dan Habitat Rumput Laut. Rumput laut (seaweed) merupakan alga (ganggang) multiseluler

2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi, Morfologi, dan Habitat Rumput Laut. Rumput laut (seaweed) merupakan alga (ganggang) multiseluler 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi, Morfologi, dan Habitat Rumput Laut Rumput laut (seaweed) merupakan alga (ganggang) multiseluler fotosintentik yang seluruh anggota tubuhya hidup terendam di dalam air (Campbell

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi. Review IV A. KARBOHIDRAT

KIMIA. Sesi. Review IV A. KARBOHIDRAT KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 24 Sesi NGAN Review IV A. KARBOHIDRAT 1. Di bawah ini adalah monosakarida golongan aldosa, kecuali... A. Ribosa D. Eritrosa B. Galaktosa E. Glukosa C. Fruktosa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang umumnya terjadi pada usaha peternakan di negara-negara tropis seperti Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini berdampak langsung

Lebih terperinci

: Mengidentifikasi bahan makanan yang mengandung karbohidrat (amilum dan gula ), protein, lemak dan vitamin C secara kuantitatif.

: Mengidentifikasi bahan makanan yang mengandung karbohidrat (amilum dan gula ), protein, lemak dan vitamin C secara kuantitatif. II. Tujuan : Mengidentifikasi bahan makanan yang mengandung karbohidrat (amilum dan gula ), protein, lemak dan vitamin C secara kuantitatif. III. Alat dan bahan : Rak tabung reaksi Tabung reaksi Gelas

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan. Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC

Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan. Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan: 1. Pakan Buatan dalam Industri Akuakultur: Pengenalan 2. Nutrisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun sebenarnya dalam dunia ilmu pengetahuan diartikan sebagai alga (ganggang) yang berasal dari bahasa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih ( Pleurotus ostreatus ) atau white mushroom ini merupakan salah satu jenis jamur edibel yang paling banyak dan popular dibudidayakan serta paling sering

Lebih terperinci

PROSES HIDROLISIS ASAM SENYAWA POLISAKARIDA RUMPUT LAUT Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium, DAN Gracilaria salicornia

PROSES HIDROLISIS ASAM SENYAWA POLISAKARIDA RUMPUT LAUT Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium, DAN Gracilaria salicornia PROSES HIDROLISIS ASAM SENYAWA POLISAKARIDA RUMPUT LAUT Caulerpa racemosa, Sargassum crassifolium, DAN Gracilaria salicornia ANMA HARI KUSUMA SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal)

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) OLEH: DWI SEPTIANI PUTRI L221 07 004 Pembimbing Utama Pembimbing

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

Lampiran 1 Media pupuk untuk pertumbuhan Spirulina fusiformis

Lampiran 1 Media pupuk untuk pertumbuhan Spirulina fusiformis 44 Lampiran 1 Media pupuk untuk pertumbuhan Spirulina fusiformis Dalam setiap satu liter media mengandung: NaHCO3 : 10,0 gr Pupuk NPK : 1,18 gr Pupuk TSP : 1,20 gr NaCl : 1,00 gr Selanjutnya ditambahkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Spirulina

Lebih terperinci

Asam Amino dan Protein

Asam Amino dan Protein Modul 1 Asam Amino dan Protein Dra. Susi Sulistiana, M.Si. M PENDAHULUAN odul 1 ini membahas 2 unit kegiatan praktikum, yaitu pemisahan asam amino dengan elektroforesis kertas dan uji kualitatif Buret

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di alam yang berguna sebagai sumber pakan yang penting dalam usaha

I. PENDAHULUAN. di alam yang berguna sebagai sumber pakan yang penting dalam usaha 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan terdiri dari pakan buatan dan pakan alami. Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dan disesuaikan dengan jenis hewan baik ukuran, kebutuhan protein, dan kebiasaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Rumput Laut Komposisi proksimat tujuh sampel rumput laut yang terdiri dari dua jenis limbah yaitu limbah agar dan limbah karaginan serta lima sampel segar yang terdiri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

BAB III KOMPOSISI KIMIA DALAM SEL. A. STANDAR KOMPETENSI Mahasiswa diharapkan Mampu Memahami Komposisi Kimia Sel.

BAB III KOMPOSISI KIMIA DALAM SEL. A. STANDAR KOMPETENSI Mahasiswa diharapkan Mampu Memahami Komposisi Kimia Sel. BAB III KOMPOSISI KIMIA DALAM SEL A. STANDAR KOMPETENSI Mahasiswa diharapkan Mampu Memahami Komposisi Kimia Sel. B. KOMPETENSI DASAR 1. Mahasiswa dapat membedakan komposisi kimia anorganik dan organik

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia pangan terdapat banyak sekali bahan tambahan pangan (BTP). Salah satu BTP yang paling sering dijumpai di masyarakat adalah bumbu penyedap rasa berbentuk blok.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah laut yang luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput laut merupakan komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa. Permen jelly memiliki tekstur lunak yang diproses dengan

Lebih terperinci

I. TOPIK PERCOBAAN Topik Percobaan : Reaksi Uji Asam Amino Dan Protein

I. TOPIK PERCOBAAN Topik Percobaan : Reaksi Uji Asam Amino Dan Protein I. TOPIK PERCOBAAN Topik Percobaan : Reaksi Uji Asam Amino Dan Protein II. TUJUAN Tujuan dari percobaan ini adalah : 1. Menganalisis unsur-unsur yang menyusun protein 2. Uji Biuret pada telur III. DASAR

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Pembiakan Kultur Tahap pertama dari penelitian ini adalah pembiakan kultur bakteri asam laktat hasil isolat dari daging sapi. Bakteri asam laktat yang digunakan

Lebih terperinci

BIOMOLEKUL II PROTEIN

BIOMOLEKUL II PROTEIN KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 22 Sesi NGAN BIOMOLEKUL II PROTEIN Protein dan peptida adalah molekul raksasa yang tersusun dari asam α-amino (disebut residu) yang terikat satu dengan lainnya

Lebih terperinci

Asam amino merupakan komponen utama penyusun

Asam amino merupakan komponen utama penyusun ANALISIS ASAM AMINO DALAM TEPUNG IKAN DAN BUNGKIL KEDELAI Saulina Sitompul Asam amino merupakan komponen utama penyusun protein, dan dibagi dalam dua kelompok yaitu asam amino esensial dan non-esensial.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi di berbagai negara di belahan dunia saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi di berbagai negara di belahan dunia saat ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi yang terjadi di berbagai negara di belahan dunia saat ini sudah memasuki tahapan yang sangat serius dan memprihatinkan sehingga harus segera dicari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rumput gajah berasal dari afrika tropis, memiliki ciri-ciri umum berumur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rumput gajah berasal dari afrika tropis, memiliki ciri-ciri umum berumur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Rumput gajah berasal dari afrika tropis, memiliki ciri-ciri umum berumur tahunan (Perennial), tingginya dapat mencapai 7m dan akar sedalam

Lebih terperinci

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis)

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) Oleh : MARSAID/ 1409.201.717 Pembimbing: Drs.Lukman Atmaja, M.Si.,Ph.D. LATAR BELAKANG PENELITIAN GELATIN Aplikasinya

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Lintah laut yang digunakan pada penelitian ini adalah Discodoris sp. yang berasal dari kepulauan Belitung. Lintah laut yang digunakan berupa lintah laut

Lebih terperinci

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan Pakan ternak Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan Melalui proses pencernaan, penyerapan dan metabolisme SUMBER ENERGI (JERAMI,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecap Kedelai 1. Definisi Kecap Kedelai Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kenaikannya diperkirakan

I. PENDAHULUAN. terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kenaikannya diperkirakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kertas merupakan salah satu kebutuhan yang penting di dunia. Kebutuhan kertas terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kenaikannya diperkirakan mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kewaspadaan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia agar dapat melaksanakan kegiatannya sehari-hari dengan baik (Guyton & Hall, 2007). Kewaspadaan adalah

Lebih terperinci

Asam Amino, Peptida dan Protein. Oleh Zaenal Arifin S.Kep.Ns.M.Kes

Asam Amino, Peptida dan Protein. Oleh Zaenal Arifin S.Kep.Ns.M.Kes Asam Amino, Peptida dan Protein Oleh Zaenal Arifin S.Kep.Ns.M.Kes Pendahuluan Protein adalah polimer alami terdiri atas sejumlah unit asam amino yang berkaitan satu dengan yg lainnya Peptida adalah oligomer

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran dan Bobot Ikan Patin Ikan patin yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari kolam budidaya, Dramaga, Bogor. Ikan patin yang digunakan berupa sampel segar utuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Puyuh Jantan aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes, sub ordo Phasianoide, famili Phasianidae, sub famili Phasianinae, genus Coturnix,

Lebih terperinci

Asam Amino dan Protein. Tri Rini Nuringtyas

Asam Amino dan Protein. Tri Rini Nuringtyas Asam Amino dan Protein Tri Rini Nuringtyas Protein Molekul yg sangat vital untuk organisme terdapt di semua sel Polimer disusun oleh 20 mcm asam amino standar Rantai asam amino dihubungkan dg iktn kovalen

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Wilayah pesisir Teluk Kupang cukup luas, agak tertutup dan relatif terlindung dari pengaruh gelombang yang besar karena terhalang oleh Pulau

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfometrik dan Rendemen Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) Keong matah merah yang diperoleh memiliki tubuh yang simetris bilateral, cangkang berbentuk kerucut berwarna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang vannamei merupakan salah satu pilihan jenis udang yang dapat dibudidayakan di Indonesia. Udang vannamei masuk ke Indonesia pada tahun 2001 dan pada bulan Mei 2002

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Protein

4. PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Protein 59 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan pengujian peran sorbet buah naga yang ditambahkan isolat protein Spirulina platensis pada perubahan kadar gula darah. Pengujian dilakukan uji in vivo menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ASAM AMINO DAN KOMPONEN BIOAKTIF SOTONG (Sepia recurvirostra) SUHANA SULASTRI

KARAKTERISTIK ASAM AMINO DAN KOMPONEN BIOAKTIF SOTONG (Sepia recurvirostra) SUHANA SULASTRI KARAKTERISTIK ASAM AMINO DAN KOMPONEN BIOAKTIF SOTONG (Sepia recurvirostra) SUHANA SULASTRI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

Prarencana Pabrik Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii I-1

Prarencana Pabrik Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, termasuk salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia yaitu 95.181 km dan memiliki keanekaragaman hayati laut berupa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit disebut dengan Elaeis guinensis Jacq. Elaeis berasal

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit disebut dengan Elaeis guinensis Jacq. Elaeis berasal BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sawit dan Inti Sawit 2.1.1. Sawit Tanaman kelapa sawit disebut dengan Elaeis guinensis Jacq. Elaeis berasal dari Elaion yang dalam bahasa Yunani berarti minyak. Guinensis buah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi

Lebih terperinci

- 1 - KIMIA MAKROMOLEKUL

- 1 - KIMIA MAKROMOLEKUL - 1 - KIMIA MAKRMLEKUL KARBIDRAT» Merupakan senyawa yang mengandung gugus fungsi keton atau aldehid, dan gugus hidroksi» Ditinjau dari gugus fungsi yang diikat:» Aldosa: karbohidrat yang mengikat gugus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya semakin meningkat. Hal ini disebabkan kerena pertambahan jumlah penduduk serta meningkatnya penggunaan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis jamur kayu dari famili Agaricaceae yang pembudidayaannya relatif mudah, karena mempunyai daya adaptasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Bahan Baku 4.1.1. Analisis Proksimat Granda et al. (2005) menyatakan bahwa komposisi bahan pangan mempengaruhi jumlah pembentukan senyawa akrilamid. Komponen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kulit Pisang Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari buah pisang yang belum

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Kimia Jeroan ikan tongkol Komposisi kimia ikan tergantung kepada spesies, umur, jenis kelamin, dan musim penangkapan serta ketersediaan pakan di air, habitat dan kondisi

Lebih terperinci

TUGAS ILMU HAMA TANAMAN PENGARUH PROTEIN BAGI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SERANGGA

TUGAS ILMU HAMA TANAMAN PENGARUH PROTEIN BAGI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SERANGGA TUGAS ILMU HAMA TANAMAN PENGARUH PROTEIN BAGI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SERANGGA Oleh: KELOMPOK 2 BAYU WIDHAYASA (0910480026) DIAN WULANDARI (0910480046) EVANA NUZULIA P (0910480060) FADHILA HERDATIARNI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Menurut Kementerian Pertanian Indonesia (2014) produksi nangka di

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Menurut Kementerian Pertanian Indonesia (2014) produksi nangka di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nangka merupakan salah satu buah tropis yang keberadaannya tidak mengenal musim. Di Indonesia, pohon nangka dapat tumbuh hampir di setiap daerah. Menurut Kementerian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Masalah pangan: ketersediaan pangan; kerawanan konsumsi pangan oleh pengaruh kemiskinan, pendidikan rendah & pantangan terhadap makanan

PENDAHULUAN. Masalah pangan: ketersediaan pangan; kerawanan konsumsi pangan oleh pengaruh kemiskinan, pendidikan rendah & pantangan terhadap makanan GIZI & PANGAN PENDAHULUAN Gizi seseorang tergantung pada kondisi pangan yang dikonsumsinya Masalah pangan: ketersediaan pangan; kerawanan konsumsi pangan oleh pengaruh kemiskinan, pendidikan rendah & pantangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggandaan dan penyediaan asam amino menjadi amat penting oleh karena senyawa tersebut dipergunakan sebagai satuan penyusun protein. Kemampuan jasad hidup untuk membentuk

Lebih terperinci

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM BIOKIMIA I

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM BIOKIMIA I LAPORAN TETAP PRAKTIKUM BIOKIMIA I UJI ASAM AMINO UJI MILLON UJI HOPKINS-COLE UJI NINHIDRIN Oleh LUCIANA MENTARI 06091010033 PROGRAM PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Lebih terperinci

Metabolisme Protein. Tenaga. Wiryatun Lestariana Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran UII YOGYAKARTA

Metabolisme Protein. Tenaga. Wiryatun Lestariana Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran UII YOGYAKARTA Metabolisme Protein Tenaga Wiryatun Lestariana Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran UII YOGYAKARTA Metabolisme protein Tenaga Pendahuluan Metabolisme protein dan asam amino Klasifikasi asam amino Katabolisis

Lebih terperinci

protein PROTEIN BERASAL DARI BAHASA YUNANI PROTOS THAT MEAN THE PRIME IMPORTANCE

protein PROTEIN BERASAL DARI BAHASA YUNANI PROTOS THAT MEAN THE PRIME IMPORTANCE protein A. PENGERTIAN PROTEIN PROTEIN BERASAL DARI BAHASA YUNANI PROTOS THAT MEAN THE PRIME IMPORTANCE ARTINYA : TERUTAMA ATAU PENTING G. MULDER MENEMUKAN BAHWA SENYAWA INI DITEMUKAN PADA SEMUA ORGANISME

Lebih terperinci

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN 1 KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB Zat makanan adalah unsur atau senyawa kimia dalam pangan / pakan yang dapat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst)

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst) KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst) Quality of Noodle with Substitution of Kluwih (Artocarpus communis G. Forst) Seed Flour Agustina Arsiawati Alfa Putri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan dan gizi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembangunan. Komponen ini merupakan kontribusi dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Protein Daun Yakon

4. PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Protein Daun Yakon 4. PEMBAHASAN Daun yakon yang digunakan untuk pengobatan dan telah beredar dipasaran, umumnya dijual dalam bentuk kering. Untuk mengetahui aplikasi dari daun yakon dalam bidang makanan, maka dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah gizi yang umum melanda negara berkembang seperti Indonesia adalah malnutrisi. Malnutrisi merupakan kesalahan pangan terutama dalam ketidakseimbangan komposisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah alga cokelat yang kaya akan komponen bioaktif. Selama beberapa dekade

I. PENDAHULUAN. adalah alga cokelat yang kaya akan komponen bioaktif. Selama beberapa dekade 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki kawasan pesisir dan lautan luas dengan berbagai sumber daya hayati. Salah satu potensi sumber daya laut Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang tidak dapat diperbaharui) disebabkan oleh pertambahan penduduk dan

I. PENDAHULUAN. yang tidak dapat diperbaharui) disebabkan oleh pertambahan penduduk dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan kebutuhan energi (khususnya energi dari bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui) disebabkan oleh pertambahan penduduk dan peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kondisi oseanografi dan meteorologi perairan. Faktor oseanografi adalah kondisi perairan yang berpengaruh langsung terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi terhadap kondisi alam setempat (Sumardianto et al., 2013). Selain itu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi terhadap kondisi alam setempat (Sumardianto et al., 2013). Selain itu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki keunggulan antara lain pemeliharaan yang mudah serta memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hubungan antara aktivitas enzim kasar kitinase dengan waktu disajikan pada Gambar 1. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa aktivitas enzim kasar kitinase terbaik dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT dengan kekuasaan dan kehendak-nya telah menumbuhkan. berbagai macam tumbuh-tumbuhan di muka bumi ini yang di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT dengan kekuasaan dan kehendak-nya telah menumbuhkan. berbagai macam tumbuh-tumbuhan di muka bumi ini yang di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Allah SWT dengan kekuasaan dan kehendak-nya telah menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan di muka bumi ini yang di dalamnya terkandung banyak kebaikan dan manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan kadar glukosa dalam darah. Pengobatan diabetes melitus dapat

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan kadar glukosa dalam darah. Pengobatan diabetes melitus dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus merupakan penyakit kronik dimana penderita mengalami kelebihan kadar glukosa dalam darah. Pengobatan diabetes melitus dapat dilakukan secara medis

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anggrek merupakan tanaman hias yang termasuk ke dalam famili Orchidaceae,

I. PENDAHULUAN. Anggrek merupakan tanaman hias yang termasuk ke dalam famili Orchidaceae, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Anggrek merupakan tanaman hias yang termasuk ke dalam famili Orchidaceae, yang sangat banyak menarik perhatian konsumen. Selain mempunyai nilai estetika yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

Protein. Kuliah Biokimia ke-3 PROTEIN

Protein. Kuliah Biokimia ke-3 PROTEIN Protein Kuliah Biokimia ke-3 PS Teknologi Hasil Pertanian Univ.Mulawarman Krishna P. Candra, 2015 PROTEIN Protein berasal dari kata latin Proteus (penting) Makromolekul yang dibentuk dari satu atau lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya

I. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pakan merupakan kebutuhan penting dan berpengaruh besar dalam kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya usaha budidaya perikanan. Pakan

Lebih terperinci