IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Sugiarto Sudirman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Bahan Baku Analisis Proksimat Granda et al. (2005) menyatakan bahwa komposisi bahan pangan mempengaruhi jumlah pembentukan senyawa akrilamid. Komponen kimia yang penting untuk diperhatikan pada pembentukan akrilamid adalah senyawa pati karena senyawa ini yang menjadi prekursor terbentuknya akrilamid (Friedmen 2003; Brathen & Svein 2005). Hasil analisis proksimat terhadap komponen makromolekul dalam bahan baku pisang ambon (Tabel 7) menunjukkan bahwa pisang ambon mentah mengandung yang cukup pati tinggi. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa akrilamid banyak terdapat dalam makanan yang berbahan dasar pati dan diolah pada suhu tinggi (Friedman 2003; Gokmen et al. 2006; Brathen & Svein 2005) sehingga keripik pisang ambon juga berpotensi mengandung akrilamid. Tabel 7 Hasil analisis proksimat dari bahan baku pisang ambon Komponen Pisang ambon mentah (%) Air 73.5 ± 0.1 Protein 1.51 ± 0.04 Lemak 0.04 ± 0.01 Abu 0.9 ± 0.1 Karbohidrat (by difference) 23.9 ± pati 19.3 ± gula pereduksi 0.3 ± 0.1 Selama proses pematangan buah terjadi reaksi enzimatis untuk menghidrolisis komponen pati menjadi senyawa monosakarida seperti gula pereduksi (Winarno 1992). Zhang dan Ying (2007) menyatakan bahwa peningkatan jumlah gula pereduksi dalam bahan pangan menyebabkan potensi pembentukan akrilamid makin tinggi pula. Berdasarkan hal tersebut maka pisang ambon mentah mengandung gula pereduksi yang cukup rendah sehingga mengandung akrilamid lebih sedikit jika diolah menjadi keripik. 34
2 Pisang ambon untuk pembuatan keripik harus diiris sampai membentuk lembaran tipis dengan ukuran 1-3 mm. Pisang ambon mentah lebih mudah diiris dibandingkan dengan pisang ambon yang sudah matang. Hasil pengukuran dengan alat hardness texture menunjukkan bahwa kondisi kekerasan buah pisang ambon yang digunakan sebagai bahan baku keripik pisang berkisar antara 9.8 sampai 10.2 kg/cm 3. Pisang ambon tersebut memiliki sifat fisik visual sebagai berikut : kulit masih kehijauan, bagian dalamnya putih keras, beraroma pisang mentah dan masih banyak getah yang keluar jika pisang tersebut dikupas. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terjadi perubahan fisik pisang ambon mentah dalam waktu 1-2 hari penyimpanan sehingga diperlukan tahap pengolahan yang cepat setelah bahan baku dipanen. Kondisi bahan baku pisang ambon mempengaruhi komposisi kimia terutama prekursor pembentuk akrilamid Komposisi Asam Amino Pisang ambon sebagai bahan baku pembuatan keripik mengandung asam amino yang bervariasi (Tabel 8) dan ternyata mengandung asam amino asparagin sebesar 0.066%. Kromatogram hasil pengujian jenis asam amino dalam pisang ambon mentah beserta cara perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Pisang ambon mengandung hampir seluruh jenis asam amino sehingga adanya proses penggorengan dapat menyebabkan terbentuknya komponen-komponen yang bervariasi. Hal ini dapat memberikan pengaruh pada aroma dan warna produk keripik pisang ambon termasuk pada pembentukan senyawa akrilamid. Untuk itulah diperlukan pengetahuan cara penggorengan sehingga pembentukan akrilamid dapat diperkecil. Zyzak et al (2003) menyatakan bahwa komponen asam amino asparagin juga menjadi faktor utama dalam pembentukan akrilamid. Adanya asam amino asparagin dalam pisang ambon mentah mendukung dugaan bahwa keripik pisang ambon berpotensi mengandung akrilamid jika diolah pada suhu tinggi seperti penggorengan. Friedman (2003) menjelaskan pembentukan akrilamid melalui reaksi dekarboksilasi asam amino asparagin dan hal ini disebabkan oleh adanya gugus R dari asparagin yang bersifat elektrofilik dengan adanya gugus NH 2 dan dapat bereaksi dengan gugus hidroksil ( OH) pada senyawa gula pereduksi. Kemudian terjadi reaksi penataan ulang disertai pelepasan gugus karboksil ( CO 2 ) dan membentuk akrilamid. Hal ini didukung 35
3 oleh penelitian Zyzak et al (2003) yang menjelaskan bahwa pada saat pemanasan campuran pati kentang dan asam amino maka asparagin merupakan asam amino yang berperan dalam membentuk akrilamid jika dibandingkan dengan asam amino lain. Tabel 8 Komposisi asam amino dalam bahan baku pisang ambon Jenis asam amino Kadar asam amino (%) Asam aspartat Asam glutamat Serin Glisin Histidin Arginin Treonin Alanin Prolin Tirosin Valin Metionin Isoleusin Leusin Phenilalanin Lisin Asparagin * * Keterangan : (*) diperoleh dengan metoda Bai et al. (2007) Elmore dan Donald (2002) menyatakan bahwa selama proses pematangan buah dan kondisi penyimpanan juga menyebabkan peningkatan jumlah asam amino seperti asparagin dan glutamin sehingga jumlah prekursor pembentuk akrilamid juga bertambah. Pisang ambon yang mentah diduga lebih sedikit mengandung asparagin jika dibandingkan dengan pisang ambon matang sehingga pemilihan bahan baku juga menjadi cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi pembentukan akrilamid Kadar Akrilamid dalam Produk Keripik Pisang Ambon Komersial Hasil analisis beberapa produk keripik pisang ambon yang beredar di sekitar kota Bandar Lampung (Tabel 9) menunjukkan bahwa semua produk mengandung akrilamid walaupun kadarnya lebih rendah jika dibandingkan dengan keripik kentang. Hal ini disebabkan oleh ph pisang ambon yang bersifat asam. Kondisi ini didukung oleh penelitian Jung et al. (2003) dan Kita et al. (2004) yang melakukan penelitian 36
4 untuk menurunkan jumlah akrilamid dalam keripik kentang dengan cara perendaman dalam larutan asam sitrat dan asam asetat. Pada matrik bahan pangan yang bersifat asam ternyata dapat menyebabkan penghambatan reaksi pembentukan akrilamid. Selain itu, jumlah akrilamid dalam produk keripik pisang yang dianalisis cukup bervariasi. Hal ini diduga dipengaruhi oleh kondisi bahan baku pisang ambon dan proses pengolahan. Menurut Grandra et al. (2005) pembentukan akrilamid dipengaruhi juga oleh komposisi bahan baku. Tabel 9 Kadar akrilamid dalam beberapa produk keripik pisang ambon di Bandar Lampung Sampel Kadar akrilamid (µg/kg) * KS7P 150 ± 3 S ± 95.3 SS ± 33.6 Keterangan : waktu pengambilan sampel adalah April s.d Juni 2008 dan sampel diambil secara random pada 3 merk yang berbeda ; nilai (*) merupakan nilai ratarata dan standar deviasi Friedman (2003) memberikan informasi tentang kadar akrilamid dalam beberapa produk makanan. Keripik pisang ambon termasuk dalam kelompok makanan jenis keripik dan makanan ringan. Karakeristik keripik yang kering karena mengandung kadar air rendah menjadikan jenis makanan ini lebih berpotensi mengandung akrilamid. Untuk itulah diperlukan upaya penurunan kadar akrilamid dalam keripik pisang ambon dengan teknik dan perlakuan yang tepat Perlakuan Suhu dan Waktu Penggorengan Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu menggoreng maka jumlah akrilamid yang terbentuk juga semakin meningkat (Gambar 12). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Williams (2005) yang menjelaskan bahwa jumlah akrilamid dalam keripik kentang akan semakin tinggi jika suhu meningkat dan semakin lama waktu penggorengan. Hasil pengamatan secara visual menunjukkan bahwa produk hasil perlakuan 140 o C selama 10 menit nampak memiliki warna lebih terang dibandingkan dengan produk hasil perlakuan yang digoreng dengan waktu lebih lama. Semakin lama waktu penggorengan maka warna keripik pisang 37
5 semakin gelap/kehitaman (Gambar 13). Hal inilah yang menyebabkan terpilihnya perlakuan penggorengan 140 o C selama 10 menit sebagai perlakuan penggorengan terbaik karena menghasilkan produk dengan akrilamid yang relatif lebih rendah dan warna yang lebih baik. Perlakuan ini menghasilkan keripik pisang dengan kadar menyebabkan pembentukan akrilamid sebanyak ± 40.5 ppb Kadar akrilamid (ppb) o C 160 o C 180 o C 565 Suhu penggorengan ( o C) 10 menit 15 menit 20 menit Gambar 12 Kadar akrilamid dalam keripik pisang ambon pada perlakuan suhu dan lama pengggorengan Gambar 13 Produk keripik pisang ambon hasil penggorengan pada suhu 140 o C pada variasi suhu 10, 15 dan 20 menit. 38
6 Brathen dan Svein (2005) menunjukkan adanya titik maksimal yang dapat menyebabkan pembentukan akrilamid paling banyak. Menurunnya akrilamid dikarenakan terjadinya reaksi lanjut dan degradasi senyawa akrilamid yang diikuti dengan pembentukan melanoidin yang memberikan warna kehitaman pada produk. Pembentukan warna selama pemanasan makanan dapat meningkat dengan adanya pemanasan yang lebih tinggi karena terjadi juga reaksi karamelisasi terhadap komponen gula dalam bahan pangan tersebut. Pedreschi et al. (2005) menyatakan mekanisme reaksi pembentukan akrilamid cukup komplek namun dapat diamati dari pembentukan senyawa melanoidin yang mengakibatkan terjadinya perubahan warna kuning sampai coklat dan memberikan rasa pahit serta citarasa yang khas pada bahan makanan. Fenomena yang serupa terlihat pada hasil penelitian. Jika dibandingkan dengan kadar akrilamid pada beberapa rata-rata produk keripik pisang ambon komersial maka penggunaan suhu 140 o C selama 10 menit ternyata membentuk akrilamid yang relatif lebih rendah dari produk komersial yang diuji pada penelitian ini. Faktor suhu penggorengan ternyata memberikan pengaruh yang lebih besar pada pembentukan akrilamid. Gambar 12 juga nampak bahwa pemberian suhu 180 o C selama 10 menit akan membentuk akrilamid lebih banyak daripada perlakuan suhu 140 o C selama 10 menit. Hal ini didukung oleh pernyataan Williams (2005) bahwa suhu pemasakan memberikan pengaruh yang lebih besar pada pembentukan akrilamid pada keripik kentang. Pedreschi et al. (2006) juga menyatakan bahwa penggunaan suhu yang rendah selama penggorengan (dibawah 160 o C) dapat menurunkan jumlah akrilamid dalam keripik kentang Pengaruh Blansir Penelitian juga menguji adanya perlakuan pretreatment blansir bahan baku terhadap kandungan akrilamid dalam keripik pisang ambon. Blansir dilakukan dengan variasi kondisi suhu dan lama blansir terhadap irisan pisang ambon. Fellows (1997) menjelaskan bahwa selama blansir terjadi osmosis komponen dari dalam sel terutama senyawa yang bersifat larut air termasuk senyawa karbohidrat seperti pati dan gula pereduksi. Senyawa pati dan gula pereduksi merupakan prekursor pembentuk senyawa akrilamid sehingga tahap blansir dapat menurunkan kadar akrilamid dalam keripik pisang ambon seperti pada Gambar
7 100 Kadar akrilamid (ppb) Lama blansir (menit) 100ºC 80ºC 70ºC Gambar 14 Pengaruh blansir pada pembentukan akrilamid dalam keripik pisang ambon Kita et al. (2004) melaporkan bahwa perlakuan blansir dapat menurunkan jumlah akrilamid dalam keripik kentang. Blansir pada kentang dengan suhu 70 o C selama 3 menit menurunkan akrilamid sebanyak 25% dan teknik ini memberikan hasil yang hampir sama dengan perendaman dalam air 20 o C selama 60 menit. Pedreschi et al. (2004) juga mendapatkan hasil bahwa penurunan kadar akrilamid sekitar 70% jika irisan kentang diblansir sebelum digoreng. Blansir dalam waktu yang lama tidak dapat dilakukan untuk irisan pisang ambon karena berdasarkan hasil pengamatan secara visual menyimpulkan bahwa irisan pisang ambon yang lebih lama mengalami blansir menjadi lunak karena mengalami kerusakan jaringan sel dan mengandung air. Suhu blansir yang makin tinggi juga menyebabkan pori-pori sel bahan makin terbuka lebar dan proses osmosis makin banyak. Kondisi ini menghasilkan keripik pisang ambon yang tidak kering lagi. Suhu blansir yang lebih tinggi makin mempercepat pengeluaran molekul-molekul dari dalam sel sehingga prekursor pembentuk akrilamid makin banyak hilang juga. Namun setelah dilakukan penggorengan maka nampak bahwa perlakuan ini tidak menghasilkan produk keripik 40
8 dengan karakteristik yang baik. Untuk itu, dipilih proses blansir pada 80 o C selama 3 menit. Pada kondisi ini membentuk akrilamid sebanyak ± 6.61 ppb dan berarti perlakuan blansir dapat mereduksi pembentukan akrilamid sampai 60% jika dibandingkan dengan produk tanpa blansir (produk kontrol). kontr Perlakuan blansir Gambar 15 Keripik pisang ambon hasil perlakuan blansir Terlarutnya komponen sel bahan pangan mempengaruhi produk hasil penggorengan seperti warna produk menjadi lebih pucat (Pedreschi et al. 2005). Hal ini juga terlihat pada produk keripik pisang ambon hasil perlakuan blansir. Keripik pisang ambon hasil perlakuan blansir dapat dilihat pada Gambar 15. Suhu dan lama blansir mempengaruhi jumlah molekul yang terlarut dan keluar dari irisan pisang ambon termasuk berkurangnya komponen yang membentuk warna keripik. 4.5.Pengaruh perendaman MSG Brathen et al. (2005) dan Kim et al. (2005) menyatakan bahwa jumlah akrilamid dapat diturunkan dengan perendaman dalam larutan asam amino seperti glisin dan lisin. MSG merupakan garam dari asam amino glutamat. Selama perendaman irisan pisang ambon dalam larutan MSG akan terjadi osmosis asam glutamat ke dalam sel irisan pisang. Adanya perlakuan perendaman dengan larutan MSG diharapkan dapat juga mereduksi pembentukan akrilamid. Pada penelitian ini dilakukan perendaman dalam 41
9 larutan MSG sebagai salah satu variabel pengamatan. Kondisi perendaman mengambil variasi konsentrasi MSG dan lama perendaman yang dilakukan pada suhu 20 o C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman dalam larutan MSG menyebabkan kenaikan jumlah akrilamid. Kandungan akrilamid dalam keripik pisang ambon akibat perlakuan perendaman dengan larutan MSG terlihat pada Gambar 16. Pada Gambar 16 nampak bahwa perendaman dalam larutan MSG 0.1% (b/v) selama 1 menit menghasilkan akrilamid lebih dari 200 ppb. Perlakuan perendaman dengan MSG memberikan pengaruh pada peningkatan jumlah akrilamid dalam keripik pisang ambon. Asam glutamat diduga dapat menjadi prekursor pembentuk akrilamid karena berdasarkan strukturnya maka asam glutamat dapat mengalami perubahan menjadi glutamin. Menurut Poedjiadi (1994), glutamin dapat berubah struktur menjadi asam glutamat dengan reaksi hidrolisis dalam asam atau basa. 900 Kadar akrilamid (ppb) Lama perendaman (menit) 0,1%(b/v) 0,2%(b/v) 0,3%(b/v) Gambar 16 Pembentukan akrilamid setelah perendaman MSG Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Brathen et al. (2005) yang menjelaskan bahwa perendaman irisan kentang dalam larutan glisin pada suhu 20 o C selama 1 jam dapat mereduksi pembentukan akrilamid dalam keripik kentang sampai 45%. Selain itu, Kim et al. mempelajari penurunan akrilamid karena pengaruh perendaman dengan asam amino dan ternyata perendaman dalam larutan lisin lebih 42
10 efektif untuk menurunkan kadar akrilamid dalam keripik kentang. Namun hal ini tidak terjadi untuk perendaman dalam larutan asam glutamat karena senyawa ini justru meningkatkan pembentukan akrilamid. Zyzak et al menjelaskan bahwa asparagin dan glutamin merupakan asam amino yang potensial membentuk akrilamid jika dipanaskan dengan gula pereduksi. Hal inilah yang menyebabkan mengapa perendaman dalam larutan MSG dapat menyebabkan kenaikan jumlah akrilamid dalam keripik pisang ambon. Vorbehalten (2002) menjelaskan bahwa asam glutamat dapat berfungsi untuk mempercepat pembentukan warna. Namun adanya penambahan asam amino ini tidak dapat digunakan untuk menurunkan kandungan akrilamid dalam produk keripik pisang ambon. Penurunan akrilamid dengan cara perendaman dalam larutan asam amino nampaknya sangat dipengaruhi oleh jenis asam amino yang digunakan dalam penurunan jumlah akrilamid. kontr Produk perendaman dengan MSG Gambar 17 Produk hasil perlakuan perendaman dengan MSG yang digoreng pada suhu 140 o C selama 10 menit Reaksi Maillard menghasilkan banyak senyawa dan dapat mempengaruhi warna suatu produk (Reineccius 2006). Hasil pengamatan secara visual terhadap warna produk keripik pisang ambon hasil perendaman dengan MSG (Gambar 17) menunjukkan adanya warna yang lebih gelap pada produk. Vorbehalten (2002) menyatakan adanya penambahan asam amino seperti glutamin dan asam glutamat untuk pembentukan warna 43
11 produk. Reaksi Maillard terhadap pembentukan warna oleh penambahan MSG diduga sama dengan pembentukan warna oleh glutamin. Fenomena ini dapat menjelaskan bahwa reaksi Maillard juga dipengaruhi oleh jenis asam amino yang bereaksi dengan gula pereduksi Pengujian Mutu Sensori Produk Uji Hedonik Reaksi Maillard dapat menyebabkan pembentukan komponen citarasa selain pada pembentukan akrilamid. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan juga uji sensori terhadap produk keripik pisang ambon hasil perlakuan. Pada Gambar 18 disajikan hasil penilaian kesukaan panelis terhadap warna produk keripik pisang ambon. Pada pengujian digunakan juga produk keripik pisang ambon pembanding yaitu produk keripik pisang ambon komersial. Hasil uji ANOVA atribut warna produk keripik pisang ambon pada taraf kepercayaan < 0.05 terhadap atribut warna dapat dilihat pada Lampiran Skor rata-rata a 3.12 b 5.82 a 1 0 Produk tanpa blansir Produk terpilih Produk komersial Sampel keripik pisang ambon Keterangan : produk terpilih adalah produk kombinasi blansir 3 menit pada 80 o C dengan penggorengan 140 o C selama 10 menit Gambar 18 Hasil pengujian hedonik warna keripik pisang ambon 44
12 Hasil pengujian kesukaan panelis terhadap warna keripik pisang ambon hasil perlakuan blansir ternyata keripik pisang ambon rendah akrilamid baik produk tanpa blansir maupun produk terpilih memiliki skor yang lebih rendah dari produk komersial karena warnanya yang pucat. Hal ini memperjelas bahwa panelis dan konsumen lebih menyukai produk keripik yang memiliki karakteristik warna kekuningan. Produk pembanding yang digunakan memiliki nilai skor kesukaan yang lebih baik dari segi warna karena diduga pengolahannya dilakukan pada suhu yang lebih tinggi. Pada suhu yang lebih tinggi terjadi juga reaksi karamelisasi sehingga menghasilkan komponen warna kecoklatan. Reaksi karamelisasi ini terjadi pada komponen gula dalam pisang ambon dan menghasilkan warna untuk makanan yang dipanaskan. Warna merupakan salah satu indikator terjadinya perubahan kimia dalam bahan makanan (Winarno 1992). Adanya reaksi antara gula pereduksi dan asam amino melalui jalur reaksi Maillard memberikan perubahan warna bahan makanan dari kuning sampai membentuk warna kecoklatan. Produk keripik pisang ambon perlakuan blansir memiliki warna yang lebih terang jika dibandingkan dengan sampel keripik pisang ambon lainnya walaupun kadar akrilamidnya lebih rendah. Hal ini terjadi akibat perlakuan blansir yang menyebabkan hilangnya komponen gula pereduksi dan asam amino pembentuk warna pada produk setelah bahan pangan dipanaskan. Romani et al. (2009) menjelaskan adanya pengaruh proses penggorengan keripik kentang terhadap karakteristik keripik seperti warna. Perlakuan blansir yang bertujuan untuk mengurangi pembentukan akrilamid dalam keripik pisang ambon ternyata juga memberikan pengaruh pada penurunan mutu sensori produk dalam hal warna. Pedreschi et al. (2005) juga menjelaskan bahwa blansir pada keripik kentang menyebabkan warna keripik menjadi lebih terang. Hal ini terjadi karena pengurangan jumlah gula pereduksi yang dapat memberikan warna melalui reaksi karamelisasi. Aroma keripik pisang ambon perlakuan juga memiliki skor penerimaan yang lebih rendah dari produk komersial dan produk tanpa blansir. Hasil pengujian sensori terhadap kesukaan aroma dapat dilihat pada Gambar 19. Hasil uji ANOVA atribut aroma produk keripik pisang ambon pada taraf kepercayaan < 0.05 dapat dilihat pada Lampiran 16. Perlakuan blansir dapat menyebabkan berkurangnya gula pereduksi dan asam amino (Fellows 1997) sehingga menyebabkan berkurangnya aroma yang terbentuk melalui reaksi Maillard (Taylor 2002). 45
13 Hasil pengujian hedonik secara keseluruhan produk keripik pisang ambon dapat dilihat pada Gambar 20. Hasil uji ANOVA terhadap penerimaan keseluruhan sensori produk menyimpulkan bahwa sampel keripik pisang ambon terpilih berbeda nyata dengan produk tanpa blansir dan produk komersial pada taraf kepercayaan < 0.05 (Lampiran 17). Produk keripik pisang ambon tanpa blansir dan produk keripik pisang ambon terpilih memiliki skor yang lebih rendah dibanding produk komersial. Hal ini diduga karena kondisi suhu dan lama penggorengan yang digunakan. Hasil ini serupa dengan hasil penelitian Romani et al. (2009) yang menjelaskan bahwa penggunaan suhu rendah dapat menurunkan kadar akrilamid dalam keripik kentang namun menyebabkan penurunan karakteristik produk seperti tekstur, warna, aroma dan kandungan minyak dalam keripik kentang yang dihasilkan. 7 6 Skor rata-rata a 2.90 b 5.97 a Produk tanpa blansir Produk terpilih Produk komersial Sampel keripik pisang ambon Keterangan : produk terpilih adalah produk kombinasi blansir 3 menit pada 80 o C dengan penggorengan 140 o C selama 10 menit Gambar 19 Hasil pengujian hedonik aroma keripik pisang ambon 46
14 Perlakuan penurunan suhu, lama penggorengan dan blansir dapat menurunkan jumlah akrilamid yang terbentuk. Gambar 20 menunjukkan bahwa penerimaan sensori produk terpilih memiliki skor penerimaan keseluruhan yang lebih rendah dibandingkan dengan produk komersial. Produk kontrol (tanpa blansir) memiliki penerimaan sensori yang tidak berbeda nyata dengan produk komersial. Hasil analisis akrilamid menunjukkan bahwa pengaturan suhu dan lama penggorengan pada 140 o C selama 10 menit dapat membentuk akrilamid yang lebih rendah dari produk komersial tanpa mengurangi sifat sensorinya secara nyata. 7 6 Skor rata-rata a 2.91 b 4.96 a Produk tanpa blansir Produk terpilih Produk komersial Sampel keripik pisang ambon Keterangan : produk terpilih adalah produk kombinasi blansir 3 menit pada 80 o C dengan penggorengan 140 o C selama 10 menit Gambar 20 Hasil uji hedonik terhadap produk secara keseluruhan atribut sensori Produk perlakuan kombinasi pengaturan suhu dan lama penggorengan dengan perlakuan blansir ternyata memiliki skor penerimaan yang lebih rendah walaupun perlakuan kombinasi ini dapat menurunkan akrilamid sampai 60% dibandingkan dengan produk tanpa blansir. Perlakuan pendahuluan dengan cara blansir terhadap bahan baku memang efektif untuk menurunkan jumlah akrilamid dalam produk keripik pisang ambon. Blansir dapat mengurangi prekursor pembentuk akrilamid namun juga mengurangi komponen-komponen pembentuk warna dan aroma sehingga mempengaruhi penerimaan sensori produk. Hal ini yang menyebabkan penurunan penerimaan sensori produk. 47
15 Penggunaan suhu penggorengan yang lebih rendah pada penggolahan keripik pisang ambon dapat mengurangi pembentukan akrilamid. Namun perlakuan tersebut berpengaruh terhadap karakteristik sensori produk keripik pisang ambon seperti penurunan skor penerimaan panelis terhadap atribut aroma dan warna. Berdasarkan hasil penelitian maka nampak adanya hasil yang kurang mendukung ke arah sensori produk keripik karena keripik pisang ambon hasil penurunan kandungan akrilamid memiliki penurunan sifat sensori Uji Deskriptif Pada penelitian ini dilakukan uji deskriptif terhadap aroma produk keripik pisang karena salah satu perubahan yang dihasilkan dari perlakuan proses penurunan akrilamid adalah terjadinya perubahan aroma produk. Uji deskriptif terhadap aroma keripik pisang ambon dilakukan oleh 9 (sembilan) orang panelis semi terlatih yang menjadi fokus grup. Fokus grup melakukan identifikasi dan penentuan skala atribut aroma sampel dengan menggunakan aroma pembanding yang disediakan. Hasil identifikasi awal terhadap atribut sensori aroma yang ada dalam produk keripik pisang ambon dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Deskripsi aroma dalam produk keripik pisang ambon Desripsi aroma Alasan Harum Harum pisang ambon Harum manis Gurih Minyak Tepung Getah Tengik Rancid Seperti aroma pisang goreng Bau pisang ambon Bau gula manis Mentega Minyak goreng Bau pisang gurih Kulit pisang ambon muda Minyak goreng Minyak tengik Deskripsi aroma harum menjelaskan adanya aroma hasil penggorengan. Aroma ini dapat disebabkan oleh komponen senyawa yang terbentuk dari hasil reaksi Maillard maupun reaksi karamelisasi pada komponen gula selama proses penggorengan. Aroma harum pisang ambon mencirikan bahan baku yang digunakan yaitu pisang ambon. Pada 48
16 deskripsi awal aroma keripik pisang ambon (Tabel 10) disepakati bahwa aroma minyak, tengik dan gurih dianggap sama karena keberadaan senyawa minyak pada sampel keripik pisang ambon dan disimpulkan sebagai aroma rancid. Hasil konsensus fokus grup diperoleh 5 (lima) atribut aroma karena ada beberapa aroma yang memiliki kesamaan deskripsi. Setiap deskripsi aroma merupakan ciri dari senyawa tertentu sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan senyawa dalam suatu produk (Mejcher&Henryk 2005). Pengujian QDA dilakukan dengan membandingkan produk keripik pisang ambon hasil perlakuan kombinasi blansir pada suhu 80 o C selama 3 menit dan penggorengan 140 o C selama 10 menit terhadap produk keripik pisang ambon komersial. Hasil QDA aroma terhadap produk keripik pisang ambon mendapatkan 5 (lima) atribut aroma karakteristik yaitu aroma ester like, cotton candy, caramel, rancid dan green. Hasil analisis deskriptif secara QDA terhadap komponen aroma/bau dalam produk keripik pisang ambon seperti Gambar 21. ester like* 9 6 caramel 3 cotton candy 0 green* rancid produk komersial produk terpilih * aroma yang berbeda nyata Gambar 21 Hasil QDA keripik pisang ambon 49
17 Lebih rendahnya intensitas aroma caramel dan cotton candy pada produk terpilih dibandingkan produk komersial dapat dimaklumi mengingat produk tersebut digoreng pada suhu 140 o C, yang lebih rendah dari proses penggorengan umumnya yaitu o C. Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu 140 o C reaksi Maillard belum banyak membentuk komponen aroma. Intensitas aroma ester like produk terpilih lebih rendah dan disisi lain lebih tingginya intensitas green dibanding produk pembanding diduga karena tingkat kematangan bahan baku yang digunakan karena produk terpilih dibuat dari pisang ambon yang lebih muda daripada produk komersial. Selain itu lemahnya aroma-aroma hasil reaksi Maillard pada produk terpilih tidak dapat menyamarkan kedua aroma ini seperti halnya pada produk komersial. Intensitas aroma rancid pada komersial lebih dominan dibanding produk terpilih dapat dipahami, mengingat produk komersial mungkin telah mengalami penyimpanan sedangkan produk terpilih relatif baru diproduksi sebelum pengujian sensori dilaksanakan. Gambar 21 menjelaskan bahwa aroma green dan ester like ternyata berbeda secara signifikan pada kedua produk yang diujikan. Hal inilah yang mendukung alasan mengapa produk terpilih memiliki skor hedonik yang lebih rendah dari produk tanpa blansir dan produk komersial. Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi untuk perbaikan pada proses pengolahan keripik pisang ambon sehingga dapat menghasilkan produk keripik dengan sensori yang lebih baik lagi. Komponen aroma dalam suatu bahan termasuk produk makanan merupakan senyawa yang bersifat volatil dan dapat berinteraksi dengan syaraf penciuman (Meilgaard et al. 1999). Reineccius (2006) menjelaskan bahwa komponen aroma dalam bahan makanan dapat terbentuk melalui proses reaksi kimia, reaksi mikrobiologi melalui tahap fermentasi atau merupakan senyawa flavor yang secara alami telah ada didalam bahan tersebut. Aroma pisang ambon masih cukup teridentifikasi dalam keripik pisang ambon dan menjadi ciri bahan baku pisang yang digunakan. Aroma fruity, ester like dalam pisang ambon disebabkan oleh senyawa ester yaitu isoamil asetat (Tressl & Jennings 1972). Keripik pisang ambon memiliki karakteristik aroma pisang ambon yang khas karena adanya senyawa isoamil asetat. Furaneol memberikan deskripsi harum manis (cotton candy). Komponen ini dapat terbentuk pada produk makanan yang mengandung gula pereduksi dan asam amino. Mejcher dan Henryk (2005) menyatakan senyawa furaneol (4-hidroksi-2,5-50
18 dimetil-3-(2h)-furanon) terbentuk melalui reaksi Maillard dari 2-hidroksi propanal. Keripik pisang ambon yang digoreng pada suhu 140 o C selama 10 menit nampak mengalami penurunan kualitas sensori aroma. Hal ini disebabkan karena reaksi Maillard yang masih sedikit membentuk komponen aroma. Hal ini juga nampak dari hasil QDA ternyata aroma caramel dan catton candy dari produk terpilih lebih rendah jika dibandingkan dengan produk pembanding. Aroma lain yang menjadi atribut sensori aroma pada keripik pisang ambon hasil terpilih adalah bau pisang ambon muda. Aroma ini disebabkan oleh komponen getah pada pisang ambon yang masih muda. Senyawa getah diproduksi juga oleh bagianbagian tanaman pisang terutama pada tangkai-tangkai buah. Aroma getah dapat saja termasuk ke dalam kelompok aroma green/grassy yang disebabkan oleh senyawa aldehid dan alkohol rantai pendek tak jenuh seperti trans 2-heksenal dan cis 3-heksenol (Reineccius 2006). Berdasarkan hasil QDA ternyata keripik pisang ambon hasil perlakuan juga memiliki nilai aroma green yang lebih tinggi. Seperti diketahui bahwa penggunaan bahan baku pisang ambon muda akan mengandung prekursor pembentuk akrilamid yang lebih rendah namun dari segi citarasa ternyata ada kandungan komponen yang menyebabkan aroma green pada produk akhir yang cukup dominan. 51
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pisang Ambon
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pisang Ambon Tanaman pisang termasuk tanaman yang mempunyai buah klimaterik yang mempunyai fase perkembangan diantara pertumbuhan masih terjadi sehingga ukuran buah bertambah
Lebih terperinciUPAYA PENGURANGAN PEMBENTUKAN SENYAWA AKRILAMID PADA PENGOLAHAN KERIPIK PISANG AMBON OKTAFRINA
UPAYA PENGURANGAN PEMBENTUKAN SENYAWA AKRILAMID PADA PENGOLAHAN KERIPIK PISANG AMBON OKTAFRINA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 8 (delapan) bulan di laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Kimia, Politeknik Negeri
Lebih terperincirv. HASIL DAN PEMBAHASAN
rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenang adalah salah satu hasil olahan dari tepung ketan. Selain tepung ketan, dalam pembuatan jenang diperlukan bahan tambahan berupa gula merah dan santan kelapa. Kedua bahan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa
Lebih terperinci5.1 Total Bakteri Probiotik
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu
Lebih terperinciUPAYA PENGURANGAN PEMBENTUKAN SENYAWA AKRILAMID PADA PENGOLAHAN KERIPIK PISANG AMBON OKTAFRINA
UPAYA PENGURANGAN PEMBENTUKAN SENYAWA AKRILAMID PADA PENGOLAHAN KERIPIK PISANG AMBON OKTAFRINA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,
Lebih terperinciProtein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.
PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secang (Caesalpinia sappan L.) merupakan tanaman yang sudah lama banyak digunakan sebagai obat tradisional. Adanya senyawa brazilin dan brazilein memberikan ciri
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :
28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Sensoris Pengujian sensoris untuk menentukan formulasi terbaik kerupuk goring dengan berbagai formulasi penambahan tepung pisang kepok kuning dilakukan dengan cara
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai : (4.1) Penelitian Pendahuluan, dan (4.2) Penelitian Utama. 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan lama
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Kualitas Kimia pada Yoghurt dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji Bangkok (Psidium guajava L.) Rerata hasil analisis statistik untuk uji kualitas kimia yang meliputi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam
44 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci Hasil penelitian pengaruh konsentrasi garam terhadap rendemen kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel
Lebih terperinciLAPORAN TETAP PRAKTIKUM BIOKIMIA I
LAPORAN TETAP PRAKTIKUM BIOKIMIA I UJI ASAM AMINO UJI MILLON UJI HOPKINS-COLE UJI NINHIDRIN Oleh LUCIANA MENTARI 06091010033 PROGRAM PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Lebih terperinciDAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak
DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI Nurhidajah 1, Syaiful Anwar 2, Nurrahman 2 Abstrak Pengolahan pangan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan
Lebih terperinciI. TOPIK PERCOBAAN Topik Percobaan : Reaksi Uji Asam Amino Dan Protein
I. TOPIK PERCOBAAN Topik Percobaan : Reaksi Uji Asam Amino Dan Protein II. TUJUAN Tujuan dari percobaan ini adalah : 1. Menganalisis unsur-unsur yang menyusun protein 2. Uji Biuret pada telur III. DASAR
Lebih terperinciTekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.
Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis
Lebih terperinci: Mengidentifikasi bahan makanan yang mengandung karbohidrat (amilum dan gula ), protein, lemak dan vitamin C secara kuantitatif.
II. Tujuan : Mengidentifikasi bahan makanan yang mengandung karbohidrat (amilum dan gula ), protein, lemak dan vitamin C secara kuantitatif. III. Alat dan bahan : Rak tabung reaksi Tabung reaksi Gelas
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia pangan terdapat banyak sekali bahan tambahan pangan (BTP). Salah satu BTP yang paling sering dijumpai di masyarakat adalah bumbu penyedap rasa berbentuk blok.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman
Lebih terperinciKUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst)
KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst) Quality of Noodle with Substitution of Kluwih (Artocarpus communis G. Forst) Seed Flour Agustina Arsiawati Alfa Putri
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam masalah budidaya kopi di berbagai Negara hanya beberapa
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi Kopi diperoleh dari buah (Coffe. Sp) yang termasuk dalam familia Rubiceae. Banyak varietas yang dapat memberi buah kopi, namun yang terutama penting dalam masalah budidaya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan
Lebih terperinciAsam Amino dan Protein
Modul 1 Asam Amino dan Protein Dra. Susi Sulistiana, M.Si. M PENDAHULUAN odul 1 ini membahas 2 unit kegiatan praktikum, yaitu pemisahan asam amino dengan elektroforesis kertas dan uji kualitatif Buret
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis
Lebih terperinciPEMANFAATAN BIJI TURI SEBAGAI PENGGANTI KEDELAI DALAM BAHAN BAKU PEMBUATAN KECAP SECARA HIDROLISIS DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK PEPAYA DAN NANAS
PEMANFAATAN BIJI TURI SEBAGAI PENGGANTI KEDELAI DALAM BAHAN BAKU PEMBUATAN KECAP SECARA HIDROLISIS DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK PEPAYA DAN NANAS NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: VANDA FIKOERITRINA WIDYA PRIMERIKA
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging
TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahu, merupakan salah satu makanan yang digemari oleh hampir semua kalangan masyarakat di Indonesia, selain rasanya yang enak, harganya pun terjangkau oleh
Lebih terperinciAsam Amino, Peptida dan Protein. Oleh Zaenal Arifin S.Kep.Ns.M.Kes
Asam Amino, Peptida dan Protein Oleh Zaenal Arifin S.Kep.Ns.M.Kes Pendahuluan Protein adalah polimer alami terdiri atas sejumlah unit asam amino yang berkaitan satu dengan yg lainnya Peptida adalah oligomer
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
26 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran dan Bobot Ikan Patin Ikan patin yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari kolam budidaya, Dramaga, Bogor. Ikan patin yang digunakan berupa sampel segar utuh
Lebih terperinciPENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK
PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)
I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciPENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI
PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi
Lebih terperinciPEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Volume Pengembangan Roti Manis
4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik 4.1.1. Volume Pengembangan Roti Manis Adonan roti manis yang tersusun dari tepung terigu dan tepung gaplek dapat mengalami pengembangan, hal ini dikarenakan adanya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf 4.1.1 Daya Ikat Air Meatloaf Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang rawan ayam terhadap daya
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Kerupuk Jagung 4.1.1 Pencampuran Adonan Proses pencampuran adonan ada dua kali yaitu dengan cara manual (tangan) dan kedua dengan menggunakan mixer. Langkah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Ames JM Applications of Maillard reaction in the food industry. Food Chemistry 62 :
DAFTAR PUSTAKA Ames JM. 1998. Applications of Maillard reaction in the food industry. Food Chemistry 6 :431-439. [AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1995. Official Methods of Analysis.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi
1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi Masalah (1.2.), Maksud dan Tujuan Penelitian (1.3.), Manfaat Penelitian (1.4.), Kerangka Pemikiran (1.5.), Hipotesis Penelitian
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. OPTIMASI FORMULA 1. Penentuan Titik Maksimum Tahap awal dalam penelitian ini adalah penentuan titik maksimum substitusi tepung jagung dan tepung ubi jalar. Titik maksimum
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana.
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian dan (7)
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Pembiakan Kultur Tahap pertama dari penelitian ini adalah pembiakan kultur bakteri asam laktat hasil isolat dari daging sapi. Bakteri asam laktat yang digunakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ikan rucah merupakan ikan-ikan kecil dengan ukuran maksimum 10 cm yang ikut
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan rucah merupakan ikan-ikan kecil dengan ukuran maksimum 10 cm yang ikut tertangkap saat panen raya/ penangkapan ikan (Murtijo, 1997). Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Tepung Gaplek Menurut Soetanto (2008), umbi ketela atau singkong umumnya dapat dipanen saat tanaman berumur 6-12 bulan setelah tanam. Pada penelitian ini bahan dasar tepung
Lebih terperinciKIMIA. Sesi. Review IV A. KARBOHIDRAT
KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 24 Sesi NGAN Review IV A. KARBOHIDRAT 1. Di bawah ini adalah monosakarida golongan aldosa, kecuali... A. Ribosa D. Eritrosa B. Galaktosa E. Glukosa C. Fruktosa
Lebih terperinciProses Pembuatan Madu
MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan
Lebih terperinciKarakteristik mutu daging
Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggandaan dan penyediaan asam amino menjadi amat penting oleh karena senyawa tersebut dipergunakan sebagai satuan penyusun protein. Kemampuan jasad hidup untuk membentuk
Lebih terperinci1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat
1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diinkubasi dengan pembungkus daun Jati (Tectona grandis L.). Koji lamtoro yang
digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan kecap melalui 2 tahap fermentasi, yaitu fermentasi koji dan moromi. Pada tahap fermentasi koji, koji dengan variasi inokulum ragi tempe dan usar
Lebih terperinciMUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH
MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH WINAWANTI S. AMRULLAH NIM. 632 410 030 UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
Lebih terperinciProtein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan
A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang dikonsumsi pada bagian umbi di kalangan masyarakat dikenal sebagai sayuran umbi. Kentang
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.2 Prosedur Percobaan
BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Berikut ini merupakan alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum mengenai kinetika bahan pangan selama penggorengan. 3.1.1 Alat Alat yang digunakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air dan Aktivitas Air Kadar air dendeng hasil penelitian adalah 19,33%-23,82% dengan rataan 21,49±1,17%. Aktivitas air dendeng hasil penelitian sebesar 0,53-0,84 dengan nilai
Lebih terperinciPROTEIN. Dr. Ai Nurhayati, M.Si. Maret 2010
PROTEIN Dr. Ai Nurhayati, M.Si. Maret 2010 PROTEIN merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena disamping sebagai bahan bakar tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Organoleptik 1. Aroma Bau atau aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan karena ragamnya yang begitu besar, agar menghasilkan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan melakukan eksperimen, metode ini ditempuh dalam pembuatan Chiffon cake dengan subtitusi tepung kulit singkong 0%, 5%, 10%,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan bagi. perekonomian Indonesia, karena menghasilkan devisa negara, menyediakan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan bagi perekonomian Indonesia, karena menghasilkan devisa negara, menyediakan lapangan kerja dan mendorong
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Karakteristik bahan baku merupakan sifat penting untuk mengetahui potensi yang terdapat pada bahan tersebut. Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Analisa kadar air dilakukan untuk mengetahui pengaruh proporsi daging dada ayam dan pisang kepok putih terhadap kadar air patties ayam pisang. Kadar air ditentukan secara
Lebih terperinciLampiran 1 Lembar penilaian uji skoring bau KPI lele dumbo afkir. Nama : Tanggal : Sampel : Konsentrat protein ikan lele dumbo afkir
LAMPIRAN Lampiran 1 Lembar penilaian uji skoring bau KPI lele dumbo afkir Nama : Tanggal : Sampel : Konsentrat protein ikan lele dumbo afkir Sampel diuji secara berurutan dari kiri ke kanan. pengujian
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7)
Lebih terperinciPENGARUH WAKTU PEMANASAN DAN JENIS SUSU TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU. (Laporan Penelitian) Oleh. Yuni Noviyanti
PENGARUH WAKTU PEMANASAN DAN JENIS SUSU TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU (Laporan Penelitian) Oleh Yuni Noviyanti 0714051074 JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciUji Pembedaan Ikan Teri Kering pada Lama Pengeringan Berbeda dengan Ikan Teri Komersial dari Desa Tolotio Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo
Uji Pembedaan Ikan Teri Kering pada Lama Pengeringan Berbeda dengan Ikan Teri Komersial dari Desa Tolotio Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo 1.2 Rimin Lasimpala, 2 Asri Silvana aiu 2 Lukman Mile
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia bayi dibawah tiga tahun merupakan fase emas pertumbuhan yang harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. Winarno dan Rika
Lebih terperinciPenggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri
Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. saji kaya protein yang bersumber dari bahan pangan hewani, memengaruhi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap orang. Berbagai produk olahan pangan baik pangan nabati maupun hewani beredar luas
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Sukrosa Hasil analisis sidik ragam dari perlakuan substilusi tepung terigu dengan tepung sagu dan tepung pisang daiam pembuatan roti manis memberikan pengaruh nyata
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia ~akanan Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Lebih terperinciLampiran 1 Media pupuk untuk pertumbuhan Spirulina fusiformis
44 Lampiran 1 Media pupuk untuk pertumbuhan Spirulina fusiformis Dalam setiap satu liter media mengandung: NaHCO3 : 10,0 gr Pupuk NPK : 1,18 gr Pupuk TSP : 1,20 gr NaCl : 1,00 gr Selanjutnya ditambahkan
Lebih terperinciPENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013
PENGOLAHAN TALAS Ir. Sutrisno Koswara, MSi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 DISCLAIMER This presentation is made possible by the generous support of the American people
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Jumlah energi yang dibutuhkan akan meningkat seiring berjalannya waktu dan meningkatnya jumlah penduduk.
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah dengan mengembangkan alternatif pangan. Program diversifikasi pangan belum dapat berhasil
Lebih terperinciUlangan 1 Ulangan 2 (%)
BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA Deskripsi dan analisis data memuat penjelasan tentang hasil penelitian. Hasil yang diperoleh selama proses penelitian meliputi data sifat kimia, sifat fisik dan organoleptik
Lebih terperinci