V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 Ukuran Populasi Rusa Timor V. HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran populasi rusa timor di TWA dan CA Pananjung Pangandaran tahun 2011 adalah 68 ekor. Angka tersebut merupakan ukuran populasi tertinggi dari 6 kali pengulangan sensus yang dilakukan. Pengukuran populasi rusa di TWA dan CA Pananjung Pangandaran juga pernah dilakukan dalam penelitian-penelitian sebelumnya, yakni dari tahun 2004 hingga tahun 2009 (Kangiras 2009). Ukuran Populasi rusa timor di TWA dan CA Pananjung Pangandaran cenderung menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 tercatat sebanyak 141 ekor dan dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun populasi sudah berkurang lebih dari 50%. Beberapa penyebab menurunnya populasi rusa timor di TWA dan CA Pananjung Pangandaran akan di bahas pada sub bab peluang hidup. Ukuran populasi TN Alas Purwo didapatkan dari hasil penelitian yang telah dipublikasi yaitu berdasarkan penelitian Santosa (2008). Pendugaan populasi rusa timor di TN Alas Purwo dilakukan dengan teknik sampling. TN. Alas Purwo tidak memiliki data time series. Adapun data populasi rusa timor di TN Alas Purwo pada tahun 2004 dan 2005 hanya pada salah satu daerah yang ada di Taman Nasional tersebut. Rekapitulasi ukuran populasi di kedua lokasi penelitian disajikan pada Tabel 5.1 berikut ini. Tabel Ukuran Populasi Rusa Timor Tahun TWA dan CA Pananjung Pangandaran (530 ha) TN. Alas Purwo (40786 ha) ** ** ** 7992*** ** ** ** * - Sumber: * Data Primer 2011, ** Kangiras 2009, *** Santosa 2008.

2 Struktur Umur dan Sex Rasio Stuktur umur adalah perbandingan jumlah individu di dalam setiap kelas umur dari suatu populasi (Alikodra 1990). struktur umur suatu populasi dapat digunakan untuk menilai prospek kelestarian populasi satwa tersebut. Menurut Van Lavieren (1982) dalam Alikodra (1990) terdapat 4 jenis struktur umur populasi, yaitu struktur umur seimbang, struktur umur dalam keadaan populasi yang mundur, struktur umur dalam keadaan populasi berkembang dan struktur umur dalam keadaan populasi yang mengalami gangguan. Jumlah individu dalam setiap kelas umur dan jenis kelamin di ketiga lokasi penelitian tersaji pada Tabel berukut ini: Tabel 5.2. Struktur Umur dan Sex Rasio Rusa Timor TWA dan CA Pananjung Kelas TN. Alas Purwo (2006) Pangandaran (2011) Umur Jantan Betina Total Jantan Betina Total Anak Remaja Dewasa Total Penggolongan individu dalam populasi kedalam kelas umur tidaklah mudah. Pada rusa timor, penentuan kelas umur secara akurat dapat dilakukan dengan memeriksa susunan geligi. Sedangkan pendugaan umur melalui pertumbuhan rangga hanya akurat pada rusa dibawah umur 2 tahun (Semiadi 2006). Pada penelitian ini penentuan umur rusa dilihat dari morfologinya, yakni ukuran tubuh. Penggolongan kelas umur hanya dibagi menjadi tiga kelas yaitu anak, remaja dan dewasa. Pada struktur umur yang menyusun populasi rusa timor di TWA dan CA Pananjung Pangandaran jumlah individu terbanyak adalah pada kelas umur dewasa, lalu kelas umur remaja dan yang paling sedikit adalah pada kelas umur anak. Apabila dibuat piramida struktur umur, kondisi ini akan membentuk piramida terbalik dimana populasi akan mengalami kemunduran. Tetapi karena setiap kelas umur memiliki selang umur berbeda maka struktur umur yang sebenarnya adalah jumlah individu pada kelas umur tersebut dibagi dengan selang

3 43 umurnya. Setelah dibagi dengan selang umurnya struktur umur populasi rusa timor di TWA dan CA Pananjung Pangandaran adalah seperti tersaji pada Gambar 5.1. Gambar 5.1 Struktur Umur rusa timor TWA dan CA Pananjung Pangandaran Piramida struktur umur tersebut menunjukan keadaan populasi yang berkembang. Dimana jumlah individu anak lebih banyak dibandingkan dengan jumlah individu pada kelas umur di atasnya. Piramida tersebut juga menunjukan sex rasio antara jantan dan betina pada setiap kelas umur. Sex rasio kelas umur remaja dan dewasa didapatkan dari pengamatan langsung dilapangan. Sedangkan sex rasio anak didapatkan dari sex rasio pada kelas umur diatasnya yaitu remaja, karena sangat sulit untuk membedakan anak jantan dan betina di lapangan. Sex rasio jantan remaja dan betina remaja di TWA dan CA Pananjung Pangandaran adalah 1: 2 sedangkan sex rasio jantan dewasa dan betina dewasa adalah 1:1,2. secara general kondisi sex rasio pada populasi tersebut tergolong normal dimana jumlah betina lebih banyak dibandingkan dengan jumlah jantan. Namun menurut Garsetiasih (2007), satu ekor rusa jantan bisa mengawini 4 ekor rusa betina. Oleh karena itu agar kondisi populasi lebih seimbang, perlu adanya penambahan populasi rusa betina atau pengurangan populasi rusa jantan di TWA dan CA Pananjung Pangandaran.

4 44 Gambar 5.2. Struktur Umur Rusa Timor di TN Alas Purwo Piramida struktur umur di TN Alas Purwo juga menunjukan keadaan populasi yang berkembang. Kelas umur anak dan remaja memiliki jumlah individu yang lebih banyak dibandingkan dengan kelas umur di atasnya. Kecuali pada kelas umur jantan remaja. Kelas umur remaja jantan mengalami gangguan populasi. sehingga ukuran populasinya lebih sedikit dibandingkan dengan kelas umur jantan dewasa. Pada kelompok satwa dengan sistem perkawinan mengumpulkan harem seperti rusa timor ini, ukuran tubuh dan kekuatan merupakan faktor yang menentukan dalam hal interaksi jantan dengan jantan (Semiadi 2006), sehingga kemungkinan rusa jantan remaja lebih sering kalah bersaing dengan rusa jantan dewasa dalam mendapatkan sumber daya termasuk pakan dan harem. Hal tersebutlah yang mengakibatkan gangguan pada populasi rusa jantan remaja. Sex rasio jantan dan betina pada populasi rusa timor di TN Alas Purwo juga tergolong normal dimana jantan lebih banyak dari betina dengan perbandingan 1:4 pada kelas umur remaja dan 1:2 pada kelas umur dewasa. Penurunan sex rasio jantan dan betina dewasa di kedua lokasi penelitian juga terjadi pada populasi rusa timor di Pulau Peucang (Tim Fakultas kehutanan IPB 1977 dalam Mukhtar 1996). Hal ini menimbulkan dugaan bahwa rusa betina memiliki umur yang lebih pendek dibandingkan dengan rusa jantan, sehingga angka kematian di kelas umur dewasa meningkat dan sex rasio menjadi berkurang.

5 Peluang Hidup Peluang hidup merupakan kemampuan individu kelas umur tertentu untuk hidup pada kelas umur diatasnya. Dalam kajian ekologi peluang hidup biasa di sebut survivorship. Setiap makhluk hidup memiliki tipe kurva survivorship yang berbeda-beda. Secara umum tipe survivorship dibedakan menjadi 3 tipe seperti tergambar pada kurva survivorship berikut ini: Peluang Hidup Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3 Umur Gambar 5.3. Kurva survivorship (Caughley, 1977) Kurva tipe 1 merupakan gambaran populasi yang setelah kelahiran tidak mengalami penurunan, akan tetapi menjelang periode umur tertentu mengalami penurunan yang drastis. Bebrapa populasi vertebrata besar dan manusia termasuk kedalam kurva tipe 1 (Alikodra 1990). Kurva tipe 2 menggambarkan angka kematian yang relatif tetap untuk setiap kelas umur dari suatu populasi, kurva tersebut membentuk garis diagonal. Kurva tipe ini merupakan ciri dari kurva survivorship pada binatang pengerat, beberapa jenis burung dan populasi invertebrata (Anderson 1985 dalam Alikodra 1990). Kurva tipe 3 menyatakan suatu keadaan laju kematian sangat tinggi pada awal hidupnya, seperti yang terjadi pada ikan, kemudian berangsur-angsur menurun sampai tahap akhir dari satu periode hidup. Berdasarkan penghitungan peluang hidup rusa timor di lokasi penelitian dapat disimpulkan bahwa tipe kurva survivorship untuk rusa adalah tipe 1. Gambar 5.4 menunjukan grafik

6 46 peluang hidup rusa timor di kedua lokasi penelitian. Keduanya mendekati bentuk kurva tipe1. Walaupun ada kematian di awal kelahiran (pada kelas umur anak) namun cenderung bertahan sampai kelas umur dewasa hingga akhirnya menurun drastis. Gambar 5.4. Grafik Peluang hidup Rusa Timor Peluang hidup pada kedua lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.4. pada populasi rusa timor di TWA dan CA Pananjung Pangandaran peluang hidup dari kelas umur anak ke remaja sangat kecil yaitu 0,375 dan meningkat pada saat kelas umur remaja ke dewasa yakni 0,5. ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kecilnya peluang hidup dan besarnya angka kematian pada kelas umur anak di TWA dan CA Pananjung Pangandaran. Yakni adanya predator yaitu anjing liar yang sering mengejar dan memangsa anak rusa dan kematian yang disebabkan terjerat jaring nelayan. Hal ini disebabkan oleh penyimpangan kebiasaan rusa timor yang sering keluar kawasan sehingga anak-anak rusa dapat bertemu dengan anjing-anjing penduduk dan juga dapat terjerat jaring nelayan yang sedang tergantung untuk dikeringkan. Peluang hidup pada kelas umur remaja ke dewasa lebih besar dibandingkan dengan peluang hidup kelas umur anak ke remaja, karena individu-individu remaja sudah mempunyai tingkat kewaspadaan yang lebih tinggi dari serangan predator dalam hal ini adalah anjing liar. Penyimpangan perilaku rusa timor di TWA dan CA Pananjung Pangandaran secara tidak langsung mengurangi kemampuan rusa-rusa tersebut untuk mencari pakan alami karena ketergantungan dengan sampah dan sisa makanan pemberian

7 47 manusia. Selain itu juga sifat anti predator rusa rusa tersebut juga berkurang. Gambar berikut ini merupakan salah satu contoh ketergantungan rusa timor terhadap manusia. Gambar 5.5. Penyimpangan Perilaku Makan Rusa Peluang hidup rusa timor di TN Alas Purwo jauh lebih besar dibandingkan dengan peluang hidup di TWA dan CA Pananjung Pangandaran, hal ini terjadi karena kondisi populasi rusa timor di TN Alas Purwo tidak banyak berinteraksi dengan manusia sehingga perilakunya masih alami, termasuk perilaku anti predator sehingga rusa timor di TN Alas Purwo lebih dapat mempertahankan hidupnya. Berkebalikan dengan kondisi di TWA dan CA Pananjung Pangandaran, tingginya peluang hidup pada kelas umur anak ke remaja disebabkan karena dalam satu kelompok anak berada dalam pengawasan induknya, berbeda dengan kelas umur remaja yang cenderung memisahkan diri dari kelompok dan membentuk kelompok sosial baru, sehingga anak lebih terhindar dari predator (Santosa 2008). Tabel 5.3. Peluang Hidup Rusa Timor TWA dan CA TN. Alas Purwo Pananjung Pangandaran Anak ke Remaja 0,375 0,84 Remaja ke Dewasa 0,5 0,68

8 Fekunditas Fekunditas atau keperidian merupakan kemampuan betina untuk melahirkan anak dalam satu periode kelahiran. Fekunditas pada mamalia besar biasanya dihitung untuk jangka waktu satu tahun (Alikodra 1990). Dalam penelitian ini fekunditas dihitung dengan cara membagi jumlah individu anak dengan jumlah individu betina produktif. Umur betina produktif yang digunakan yaitu umur 1,5-12 tahun (Garsetiasih 2007). Karena kesulitan dilapangan untuk membedakan anak dari induk kelas umur muda atau dewasa, dalam penelitian ini fekunditas dihitung secara general. Fekunditas rusa timor di kedua lokasi penelitian tersaji pada Tabel berikut ini: Tabel 5.4. Fekunditas Rusa Timor di Lokasi Penelitian Pananjung Alas purwo Pangandaran Muda 0,6 0,45 Dewasa 0,6 0,45 Dalam ekologi terdapat istilah potential fecundity dan realized fecundity (Krebs 1994). Dimana potential fecundity merupakan kemampuan suatu betina untuk menghasilkan anak dalam satu periode kelahiran secara teori, sedangkan realized fecundity merupakan kemampuan suatu betina untuk menghasilkan anak dalam satu periode kelahiran pada kehidupan nyata. Rusa timor memiliki potential fecundity satu ekor anak setiap periode kelahiran (Kangiras 2009, Garsetiasih 2007). Berdasarkan hasil penelitian ini fekunditas rusa timor di TWA dan CA Pananjung Pangandaran dan TN Alas Purwo memiliki nilai dibawah potential fecundity. Nilai fekunditas tersebut merupakan realized fecundity untuk rusa timor di masing-masing lokasi penelitian. Angka realized fecundity tersebut menunjukan bahwa dalam satu tahun rusa dapat melahirkan satu ekor anak namun kecil kemungkinan untuk melahirkan lagi di tahun berikutnya, karena setelah melahirkan rusa betina dewasa memerlukan waktu untuk merawat anaknya sebelum mengandung anak berikutnya. Masa kebuntingan rusa timor adalah 252 hari atau 8,4 bulan

9 49 dengan interval kelahiran hari. Setelah melahirkan rusa betina akan menyusui anaknya selama 4 bulan Produktivitas Pakan dan Daya Dukung Berdasarkan penghitungan produktivitas pakan rusa yang dilakukan, keenam padang rumput yang berada di TWA dan CA Pananjung Pangandaran menghasilkan rumput sebanyak ,5 kg pertahunnya. Angka produktivitas tersebut merupakan akumulasi dari produktivitas rumput musim hujan dan musim kemarau. Penelitian dilakukan pada saat musim kemarau. Data produktivitas pada musim hujan didapatkan dari penggandaan angka produktivitas pada musim kemarau, karena produktivitas pada musim hujan adalah dua kali lipat dari produktivitas pakan di musim kemarau (Susetyo 1980). Tidak semua area dari masing-masing padang rumput digunakan atau dimanfaatkan sebagai sumber pakan oleh rusa timor. Susetyo (1980) membagi proper use menjadi tiga yakni, proper use untuk lapangan datar dan bergelombang dengan kemiringan 0%-11% adalah 60%-70%, pada lapangan bergelombang dan berbukit dengan kemiringan 11%- 51% adalah 40%-45% dan pada lapangan berbukit sampai curam dengan kemiringan lebih dari 51% adalah 25%-30%. Padang Penggembalaan Cikamal, Nanggorak dan Badeto memiliki kelerengan 11%-51 % sehingga nilai proper use yang digunakan adalah 40%-45%. Sedangkan padang rumput di kawasan TWA memiliki kelerengan yang cukup datar sehingga nilai proper use yang digunakan adalah 60%-70%. Produktivitas pakan rusa di TWA dan CA Pananjung Pangandaran yang tersaji pada Tabel 5.5. Dari Keenam padang rumput di atas, tiga diantaranya sudah terinvasi oleh tumbuhan semak. Padang penggembalaan Badeto dan Nanggorak sudah tidak pernah digunakan lagi oleh rusa untuk merumput. Sedangkan padang rumput terbesar di kawasan cagar alam yaitu Cikamal sekitar 40% nya sudah tertutupi oleh tumbuhan semak. Tumbuhan semak

10 50 yang memenuhi padang-padang rumput tersebut diantaranya adalah kirinyuh (Eupatorium odoratum), harendong (Melastoma malabatrikum) dan sembung (Blumea balsamifera). Penghitungan tutupan semak dilakukan dengan meretifikasi citra yang didapatkan dari Google Earth, dengan menggunakan software ArcGis 9,3. Kumpulan- kumpulan semak dicari titik koordinatnya lalu dihitung luasannya. Tabel 5.5. Produktivitas Pakan Rusa di TWA dan CA Pananjung Pangandaran Lokasi Produktivitas Pakan Musim Hujan (kg/musim) Produktivitas Pakan Musim Kemarau (kg/musim) Total (kg/tahun) Rengganis 2.610, , ,1 Ciborok 1.389,6 694, ,4 Cikamal , , ,5 Info Center 1.427,8 713, ,7 Badeto 7.256, , ,4 Nanggorak , , ,8 Total ,3 Produktivitas pakan di TN Alas Purwo didapatkan dari hasil penelitian Santosa (2008) yakni kg/tahun. Produktivitas di TN Alas Purwo secara keseluruhan paling tinggi dibandingkan dengan TWA dan CA Pananjung Pangandaran. Namun apabila dibagi dengan luasan padang penggembalaan yang tedapat di kedua lokasi produktivitas pakan di TWA dan CA Pananjung Pangandaran jauh lebih besar dibandingkan dengan TN Alas Purwo. Padang Penggembalaan di TWA dan CA Pananjung Pangandaran menghasilkan 7.620,05 kg rumput/ha/tahun. Sedangkan TN Alas Purwo hanya menghasilkan 1.536,48 kg rumput/ha/tahun. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor lingkungan yang berbeda di kedua lokasi penelitian.

11 51 a b Gambar 5.6. Invasi semak di Padang Penggembalaan Badeto (a) dan Nanggorak (b) dan Cikamal (c). Daya Dukung c Secara umum daya dukung adalah jumlah satwa liar yang dapat di tampung oleh suatu habitat atau jumlah satwa liar yang terdapat pada suatu habitat yang dapat mendukung kesehatan dan kesejahteraannya (Dasmann 1664, Moen 1973, Boughey 1973 dalam Alikodra 1990). Secara khusus daya tampung padang rumput atau penggembalaan adalah jumlah satwa yang dapat ditampung oleh suatu luasan padang rumput tanpa melebihi kapasitas dan tanpa merusak pertumbuhan kembali rumput dan kondisi tanah pada padang penggembalaan tersebut (Harlan 1956). Dari hasil produktivitas pakan rusa di kedua lokasi penelitian maka didapatkan daya dukung pada tiap lokasi dengan cara membaginya dengan kebutuhan pakan rusa selama satu tahun. Hasil penghitungan daya dukung ini masih jauh diatas populasi rusa yang ada pada masing-masing lokasi penelitian. TWA/ CA Pananjung Pangandaran hanya memiliki 68 ekor rusa dengan daya dukung (128 ekor/tahun dan TN Alas Purwo 7992 ekor dengan daya dukung

12 52 ekor/tahun. Berdasarkan data tersebut, daya dukung bukanlah faktor penghambat pertumbuhan populasi. Sesuai dengan produktivitas pakannya, daya dukung TN Alas Purwo lebih kecil dibandingkan dengan daya dukung TWA dan CA Pananjung Pangandaran apabila dibagi luasan masing- masing lokasi penelitian. Satu hektar di TWA dan CA Pananjung Pangandaran mampu menampung 3 ekor rusa sedangkan di TN Alas purwo hanya 1 ekor saja Suhu, Kelembaban dan Curah Hujan Iklim mikro seperti suhu udara, kelembaban dan curah hujan secara langsung dan tidak langsung dapat mempengaruhi kehidupan satwa liar termasuk reproduksinya. Pada herbivora, suhu, kelembaban dan curah hujan lebih banyak berpengaruh terhadap produktivitas pakan nya yang berupa tumbuhan. Ketersediaan pakan yang dipengaruhi oleh iklim mikro tersebutlah yang menyebabkan adanya musim kawin pada satwa (Lincoln 1985). Data mengenai suhu udara, kelembaban udara, dan curah hujan di masing-masing lokasi penelitian disajikan pada Tabel 5.8 berikut ini: Tabel 5.8. Suhu Udara, Kelembaban udara dan curah hujan Lokasi Penelitian Faktor Pananjung Alas purwo Lingkungan Pangandaran Suhu 27,5 C 28 C Kelembaban 85% 78% Curah Hujan 3196 mm/thn 1631mm/thn Suhu udara di kedua lokasi penelitian tidak jauh berbeda. Suhu yang tinggi berpengaruh terhadap percepatan metabolisme tanaman, selain itu suhu yang tinggi juga berpengaruh terhadap tanah. Pada suhu yang tinggi pelapukan tanah mineral dan dekomposisi bahan organik tanah akan tinggi (Sumarsono 2009). Dalam pertumbuhan rumput, pada lokasi dengan temperatur yang lebih tinggi produktivitas rumput lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas di lokasi yang temperatur nya lebih

13 53 rendah. Pertumbuhan rumput memiliki suhu optimum yaitu C (Hopkins 2000). Selain suhu udara, produktivitas rumput juga dipengaruhi oleh cahaya dalam membantu proses fotosintesis, air dan nutrisi tanah (Hopkins 2000) Air sangat penting dalam pertumbuhan rumput. Air berfungsi sebagai pelarut dan media pengangkutan unsur- unsur nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan, air juga memberikan turgor bagi sel yang penting untuk bembelahan sel dan perbesaran sel. Curah hujan yang tinggi di TWA dan CA Pananjung Pangandaran memberikan asupan air yang cukup bagi pertumbuhan rumput sehingga produktivitas rumput dipangandaran lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas rumput di TN Alas Purwo yang memiliki curah hujan yang lebih rendah. Pengaruh air terhadap pertumbuhan, produksi dan kualitas rumput juga pernah dikaji oleh Dewi (1998). Dari hasil penelitiannya tanaman yang digenangi air pertambahan tinggi, jumlah anakan, dan produksi bahan keringnya lebih tinggi dibangding dengan tanaman yang tidak digenangi oleh air. Tetapi kandungan protein nya lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang tidak digenangi air Ukuran Populasi Minimum Lestari Berdasarkan hasil penghitungan populasi minimum lestari dengan persamaan aljabar linear didapatkan ukuran populasi minimum lestari di kedua lokasi penelitian seperti pada Tabel 5.9. Tabel 5.9. Ukuran populasi minimum lestari Lokasi Anak Muda Dewasa Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Total TWA dan CA Pangandaran TN. Alas Purwo

14 54 Ukuran populasi minimum lestari rusa timor di kedua lokasi penelitian menunjukan ukuran yang berbeda. Ukuran populasi minimum lestari bervariasi pada setiap spesies dan pada setiap populasi, tergantung pada parameter demografi, lingkungan dan faktor genetik (Shaffer 1981). Ukuran populasi minimum lestari pada gajah Asia yang dihitung oleh Sukumar (1993) dengan menggunakan perangkat lunak Vortex menunjukan ukuran populasi yang berbeda pada dua populasi yang memiliki laju pertumbuhan populasi yang berbeda ekor untuk populasi gajah Asia dengan laju pertumbuhan 0,02 (2% pertahun) dan ekor untuk populasi dengan laju pertumbuhan yang lebih lambat yakni 0,005 (0,5% pertahun). Hardcourt (2002) menyatakan bahwa ukuran populasi minimum lestari pada primata juga bervariasi sesuai dengan luas wilayah. 5.8 Ukuran Populasi Optimum Lestari Proyeksi matriks Leslie terpaut kepadatan menghasilkan ukuran ukuran populasi pada tahun-tahun mendatang. Populasi yang diproyeksikan pada penelitian ini adalah 110 tahun untuk TWA dan CA Pananjung Pangandaran dan 100 Tahun untuk TN Alas Purwo. Dari hasil proyeksi tersebut didapatkan selisih populasi pada tiap tahunnya. Selisih populasi tersebut di Gambarkan dalam grafik 5.8 dan 5.9. Individu nt Rusa Timor di TWA dan CA Pananjung Pangandaran Tahun ke nt Gambar 5.8. Grafik selisih populasi rusa timor per tahun di TWA dan CA Pananjung Pangandaran.

15 55 ukuran populasi nt Rusa Timor TN Alas Purwo tahun nt Gambar 5.9. Grafik selisih populasi rusa timor per tahun di TN Alas Purwo Berdasarkan hasil Gambaran selisih populasi pertahun didapatkan jumlah produksi terbesar yaitu titik puncak pada grafik. Populasi optimum lestari di TWA dan CA Pananjung Pangandaran tercapai pada N(37) yaitu pada tahun Sedangkan di TN Alas Purwo ukuran populasi optimum lestari tercapai pada N (13) yaitu pada tahun Pada tahun tersebut laju pertumbuhan populasi mencapai angka maksimal sehingga menghasilkan jumlah individu terbanyak sebelum laju pertumbuhan menurun lagi akibat adanya batasan kepadatan di tahun berikutnya. Pada tahun 2047 tersebut ukuran populasi rusa di TWA dan CA Pananjung Pangandaran mencapai 751 ekor dengan jumlah anak betina 153 ekor, anak jantan 77 ekor, betina remaja 186 ekor, jantan remaja 93 ekor, Betina dewasa 132 ekor dan jantan dewasa 110 ekor. Sedangkan ukuran populasi optimum lestari di TN Alas Purwo adalah ekor dengan jumlah individu anak betina ekor, anak jantan ekor betina remaja ekor, ekor jantan remaja, ekor betina dewasa, dan ekor jantan dewasa. 5.9 Pertumbuhan Populasi Berdasarkan Proyeksi Matriks Leslie Terpaut Kepadatan Berdasarkan hasil penghitungan ukuran populasi minimum dan optimum lestari di kedua lokasi penelitian tidak ada lokasi yang memiliki ukuran

16 56 populasi melebihi ukuran populasi minimum lestari dan ukuran populasi optimum lestarinya. Untuk itu dapat diprediksi waktu pencapaiannya dengan memproyeksikan populasi berdasarkan matrik Leslie terpaut kepadatan pada masing-masing lokasi penelitian. Hasil proyeksi matriks Leslie terpaut kepadatan di kedua lokasi penelitian disajikan dalam grafik pertumbuhan populasi (Gambar 5.10 dan 5.11) Jumlah Individu Pertumbuhan Populasi Rusa Timor di TWA dan CA Pananjung Pangandaran anak Muda Dewasa Gambar Pertumbuhan populasi Rusa Timor di TWA dan CA Pananjung Pangandaran. ukuran populasi Pertumbuhan Populasi Rusa Timor di TN Alas Purwo tahun Anak Muda Dewasa Gambar Pertumbuhan populasi Rusa Timor di TN Alas Purwo Berdasarkan kedua grafik tersebut, populasi rusa timor di TWA dan CA Pananjung Pangandaran akan mencapai ukuran populasi minimum Lestarinya

17 57 pada tahun 2020 yakni 9 tahun mendatang, sedangkan TN Alas Purwo sudah mencapai ukuran populasi minimum lestarinya pada tahun ke 5 yakni tahun 2010 yang lalu. Pencapaian ukuran populasi minimum lestari di TN Alas Purwo lebih cepat dibandingkan dengan di TWA dan CA Pananjung Pangandaran karena peluang hidup rusa timor di TN Alas Purwo lebih besar dibandingkan dengan di TWA dan CA Pananjung Pangandaran. hal ini sesuai dengan hasil penelitian Surya (2010) yang menyatakan bahwa peluang hidup lebih berpengaruh terhadap ukuran populasi minimum lestari dibandingkan dengan nilai fekunditas. Walaupun nilai fekunditas di TWA dan CA Pananjung Pangandaran lebih besar dari fekunditas di TN Alas Purwo, namun hal tersebut tidak terlalu berpengaruh karena dengan peluang hidup yang kecil berarti individu produktif yang dapat menghasilkan keturunan semakin berkurang.

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 31 IV. METODE PENELITIAN 4.1.Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan secara langsung di Taman Wisata Alam (TWA) dan Cagar Alam (CA) Pananjung Pangandaran, dan menggunakan data populasi rusa timor di Taman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Kerusakan dan hilangnya habitat, perburuan liar, dan bencana alam mengakibatkan berkurangnya populasi satwa liar di alam. Tujuan utama dari konservasi adalah untuk mengurangi

Lebih terperinci

IV. BAHAN DAN METODE

IV. BAHAN DAN METODE IV. BAHAN DAN METODE 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di TN Alas Purwo, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Penelitian dan pengolahan data dilaksanakan selama 6 bulan yaitu pada bulan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PROSPEK PENGEMBANGAN KEGIATAN PERBURUAN RUSA DI KEBUN BURU PERUM PERHUTANI (BKPH JONGGOL) DAN TAMAN WISATA ALAM PANANJUNG PANGANDARAN

PERBANDINGAN PROSPEK PENGEMBANGAN KEGIATAN PERBURUAN RUSA DI KEBUN BURU PERUM PERHUTANI (BKPH JONGGOL) DAN TAMAN WISATA ALAM PANANJUNG PANGANDARAN PERBANDINGAN PROSPEK PENGEMBANGAN KEGIATAN PERBURUAN RUSA DI KEBUN BURU PERUM PERHUTANI (BKPH JONGGOL) DAN TAMAN WISATA ALAM PANANJUNG PANGANDARAN Rizki Kurnia Tohir E351160106 Dosen Dr Ir Agus Priyono

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1.Populasi Minimum Lestari Pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1.Populasi Minimum Lestari Pengertian 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Populasi Minimum Lestari 2.1.1. Pengertian Ukuran populasi minimum lestari yang lebih dikenal dengan Minimum viable population (MVP) menyatakan ambang batas ukuran populasi suatu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dengan dua tahap: 1) Pengamatan langsung dilakukan di SM Paliyan yang berupa karst dan hutan terganggu dan Hutan wisata Kaliurang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

Kuliah ke-2. R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam

Kuliah ke-2. R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam Kuliah ke-2 R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam Spektrum Biologi: KOMPONEN BIOTIK GEN SEL ORGAN ORGANISME POPULASI KOMUNITAS berinteraksi dengan KOMPONEN ABIOTIK menghasilkan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang Penentuan Kuota Panenan dan Ukuran Populasi Awal Rusa Timor di Penangkaran Hutan Penelitian Dramaga ini dilakukan di Hutan Penelitian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai Besar Taman

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai Besar Taman BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu satu bulan di grid vector O11, M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia

1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia besar yang hidup di Pulau Jawa. Menurut Alikodra (1823), satwa berkuku genap ini mempunyai peranan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-Ekologi Rusa Timor 1. Taksonomi Menurut Schroder (1976), rusa timor (Cervus timorensis) diklasifikasikan ke dalam : Phylum Chordata, Sub phylum Vertebrata, Class Mammalia, Ordo

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus) merupakan salah satu jenis satwa liar yang dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 21 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan secara langsung di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Maret sampai dengan bulan

Lebih terperinci

PENDUGAAN POPULASI RUSA TOTOL ( Axis axis ) DI ISTANA BOGOR DENGAN METODE CONTENTRATION COUNT. Oleh :

PENDUGAAN POPULASI RUSA TOTOL ( Axis axis ) DI ISTANA BOGOR DENGAN METODE CONTENTRATION COUNT. Oleh : PENDUGAAN POPULASI RUSA TOTOL ( Axis axis ) DI ISTANA BOGOR DENGAN METODE CONTENTRATION COUNT Oleh : Isniatul Wahyuni 1) (E34120017), Rizki Kurnia Tohir 1) (E34120028), Yusi Widyaningrum 1) (E34120048),

Lebih terperinci

I. PENDAWLUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAWLUAN. A. Latar Belakang I. PENDAWLUAN A. Latar Belakang Wallaby lincah (Macropus agilis papuanus. Peters and Doria, 1875) merupakan satu dari empat sub spesies Macropus agilis yang penyebarannya terdapat di wilayah selatan kepulauan

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

Individu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer

Individu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer Ekosistem adalah kesatuan interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem juga dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik yang komplek antara organisme dengan lingkungannya. Ilmu yang

Lebih terperinci

MANAJEMEN PEMELIHARAAN

MANAJEMEN PEMELIHARAAN MANAJEMEN PEMELIHARAAN PERKANDANGAN KANDANG TERNAK LEBIH NYAMAN MEMUDAHKAN TATALAKSANA PEMELIHARAAN LEBIH EFISIEN KANDANG - KONTRUKSI KANDANG SESUAI - MANAJEMEN KESEHATAN BAIK - KONTRUKSI KANDANG TIDAK

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Populasi adalah kelompok kolektif spesies yang sama yang menduduki ruang tertentu dan pada saat tertentu. Populasi mempunyai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan September 2005 di empat lokasi Taman Nasional (TN) Gunung Halimun-Salak, meliputi tiga lokasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nitrogen tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Variasi kandungan nitrogen dalam tanah terjadi akibat perubahan topografi, di samping pengaruh iklim, jumlah

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar PENGANTAR Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sektor peternakan dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam program pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol Institut Pertanian Bogor (UP3J-IPB) Desa Singasari Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Satwa dalam mencari makan tidak selalu memilih sumberdaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Satwa dalam mencari makan tidak selalu memilih sumberdaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Satwa dalam mencari makan tidak selalu memilih sumberdaya yang ketersediaannya paling tinggi. Teori mencari makan optimal atau Optimal Foraging Theory (Schoener, 1986;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang- I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah langka. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati(Biodiversity Index) tertinggi dengan 17% spesies burung dari total burung di dunia (Paine 1997). Sekitar 1598 spesies burung ada

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Timor memiliki avifauna yang unik (Noske & Saleh 1996), dan tingkat endemisme burung tertinggi dibandingkan dengan beberapa pulau besar lain di Nusa Tenggara (Pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi tinggi terhadap berbagai tipe habitat. Berdasarkan aspek lokasi, macan tutul mampu hidup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

AD1. FAKTOR IKLIM 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3. FAKTOR SPESIES 4. FAKTOR MANAJEMEN/PENGELOLAAN 1. RADIASI SINAR MATAHARI

AD1. FAKTOR IKLIM 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3. FAKTOR SPESIES 4. FAKTOR MANAJEMEN/PENGELOLAAN 1. RADIASI SINAR MATAHARI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI HMT FAKTOR UTAMA YANG BERPENGARUH TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KUALITAS HMT ADALAH : 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3.

Lebih terperinci

Vegetasi Alami. vegetasi alami adalah vegetasi atau tumbuh-tumbuhan yang tumbuh secara alami tanpa adanya pembudidayaan.

Vegetasi Alami. vegetasi alami adalah vegetasi atau tumbuh-tumbuhan yang tumbuh secara alami tanpa adanya pembudidayaan. Vegetasi Alami vegetasi alami adalah vegetasi atau tumbuh-tumbuhan yang tumbuh secara alami tanpa adanya pembudidayaan. Aspek Praktis Kajian Vegetasi Studi vegetasi merupakan ilmu pengetahuan, yang sering

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisme atau makhluk hidup apapun dan dimanapun mereka berada tidak akan dapat hidup sendiri. Kelangsungan hidup suatu organisme akan bergantung kepada organisme lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM PENGHUJAN

LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM PENGHUJAN LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM PENGHUJAN TAMAN NASIONAL BALURAN 2006 I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Savana merupakan

Lebih terperinci

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864 DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN 2016 KELOMPOK DATA JENIS DATA : DATA UMUM : Geografi DATA SATUAN TAHUN 2015 SEMESTER I TAHUN 2016 I. Luas Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat

BAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rekrekan (Presbytis comata fredericae Sody, 1930) merupakan salah satu primata endemik Pulau Jawa yang keberadaannya kian terancam. Primata yang terdistribusi di bagian

Lebih terperinci

KESINPULAN DAN SARAN. ponen habitat utama yang terdiri dari daerah. hutan, daerah terbuka bertumbuhan rumput, sumber air

KESINPULAN DAN SARAN. ponen habitat utama yang terdiri dari daerah. hutan, daerah terbuka bertumbuhan rumput, sumber air I KESINPULAN DAN SARAN, Kesimpulan 1. Untuk melestarikan kehidupan banteng diperlukan kom- ponen habitat utama yang terdiri dari daerah ber- hutan, daerah terbuka bertumbuhan rumput, sumber air tawar dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, banteng (Bos javanicus d Alton 1823) ditetapkan sebagai jenis satwa yang dilindungi undang-undang (SK Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/7/1972) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

BAB I PENDAHULUAN. asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi lingkungan Usaha Peternakan. Faktor Lingkungan Makro. Faktor Lingkungan Mikro

Faktor-faktor yang Mempengaruhi lingkungan Usaha Peternakan. Faktor Lingkungan Makro. Faktor Lingkungan Mikro USAHA PETERNAKAN Usaha peternakan merupakan suatu lapangan hidup, tempat seseorang dapat menanamkan modal untuk keperluan hidup keluarganya atau sekelompok masyarakat Faktor-faktor yang Mempengaruhi lingkungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Berdasarkan bobot maksimum yang dapat dicapai oleh ayam terdapat tiga tipe ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan (Babcock,

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN dan ENI SITI ROHAENI BPTP Kalimantan Selatan ABSTRAK Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki potensi

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung

3. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung Kesatuan Pengelola Hutan Lindung (KPHL) Model Gunung Rajabasa Kabupaten

Lebih terperinci

Ekologi Padang Alang-alang

Ekologi Padang Alang-alang Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)

Lebih terperinci

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis ix H Tinjauan Mata Kuliah utan tropis yang menjadi pusat biodiversitas dunia merupakan warisan tak ternilai untuk kehidupan manusia, namun sangat disayangkan terjadi kerusakan dengan kecepatan yang sangat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infiltrasi Menurut Munaljid dkk. (2015) infiltrasi adalah proses masuknya air dari atas (surface) kedalam tanah. Gerak air di dalam tanah melalui pori pori tanah dipengaruhi

Lebih terperinci

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat UKURAN KRITERIA REPRODUKSI TERNAK Sekelompok ternak akan dapat berkembang biak apalagi pada setiap ternak (sapi) dalam kelompoknya mempunyai kesanggupan untuk berkembang biak menghasilkan keturunan (melahirkan)

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha peternakan, salah satu jenis ternak yang cocok dikembangkan adalah kambing. Pada tahun 2010 dan 2011,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

2 KONDISI UMUM 2.1 Letak dan Luas 2.2 Kondisi Fisik Geologi dan Tanah

2 KONDISI UMUM 2.1 Letak dan Luas 2.2 Kondisi Fisik Geologi dan Tanah 2 KONDISI UMUM 2.1 Letak dan Luas Taman Nasional Manupeu Tanahdaru (TNMT) secara geografi terletak di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur pada 119º27-119º55 BT dan 09º29`-09º54` LS sedangkan secara administratif

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Okra (Abelmoschus esculentus L.) Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malvales Famili

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Tipe Pangkasan

PEMBAHASAN. Tipe Pangkasan 8 PEMBAHASAN Tanaman teh dibudidayakan untuk mendapatkan hasil produksi dalam bentuk daun (vegetatif). Fase vegetatif harus dipertahankan selama mungkin untuk mendapatkan hasil produksi yang tinggi dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Peternakan adalah suatu kegiatan usaha untuk meningkatkan biotik berupa hewan ternak dengan cara meningkatkan produksi ternak yang bertujuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) 8 Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) (Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010) 4.1.2 Iklim Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2010-2015, Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

2016 ANALISIS KESESUAIAN LAHAN DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA UNTUK TANAMAN ENDEMIK JAWA BARAT MENGGUNAKAN GISARCVIEW

2016 ANALISIS KESESUAIAN LAHAN DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA UNTUK TANAMAN ENDEMIK JAWA BARAT MENGGUNAKAN GISARCVIEW 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara yang strategis karena terletak di daerah khatulistiwa yang mempunyai tipe hutan hujan tropis cukup unik dengan keanekaragaman jenis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

Metode Pembelajaran. Bobot Nilai (%) 1, Mampu menjelaskan dengan benar tentang definisi, ruang lingkup, tujuan serta manfaat

Metode Pembelajaran. Bobot Nilai (%) 1, Mampu menjelaskan dengan benar tentang definisi, ruang lingkup, tujuan serta manfaat GARIS-GARIS BESAR RANCANGAN PEMBELAJARAN (GBRP) PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN Mata Kuliah : Manajemen Satwa Liar dan Dinamika Populasi Kode MK/SKS : 417M1133 / 3 Semester

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi lokal. Sapi ini tahan terhadap iklim tropis dengan musim kemaraunya (Yulianto

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996) PENDAHULUAN Latar Belakang Secara biologis, pulau Sulawesi adalah yang paling unik di antara pulaupulau di Indonesia, karena terletak di antara kawasan Wallacea, yaitu kawasan Asia dan Australia, dan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, baik flora

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, baik flora BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, baik flora maupun fauna. Salah satu famili dari flora yang menjadi ciri khas di Indonesia adalah Rafflesiaceae

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Ternak Kelinci Konsumsi daging kelinci di Indonesia dimasa mendatang diprediksikan akan meningkat. Hal tersebut disebabkan meningkatnya jumlah penduduk dan berkurangnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang mempunyai tanduk berongga. Sapi perah Fries Holland atau juga disebut Friesian Holstein

Lebih terperinci

Ditulis oleh Mukarom Salasa Jumat, 03 September :04 - Update Terakhir Sabtu, 18 September :09

Ditulis oleh Mukarom Salasa Jumat, 03 September :04 - Update Terakhir Sabtu, 18 September :09 Usaha agribisnis mempunyai kontribusi besar bagi pembangunan di Indonesia. Sektor pertanian terbukti telah mampu eksis menghadapi krisis ekonomi yang menimpa bangsa Indonesia. Untuk itu pemerintah telah

Lebih terperinci

KONSERVASI Habitat dan Kalawet

KONSERVASI Habitat dan Kalawet 113 KONSERVASI Habitat dan Kalawet Kawasan hutan Kalimantan merupakan habitat bagi dua spesies Hylobates, yaitu kalawet (Hylobates agilis albibarbis), dan Hylobates muelleri. Kedua spesies tersebut adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses mempengaruhi peserta didik agar dapat. menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya serta

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses mempengaruhi peserta didik agar dapat. menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya serta 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses mempengaruhi peserta didik agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya serta menimbulkan perubahan diri sehingga

Lebih terperinci

Mata pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial Paket : A Kelas : VIII Waktu : 60 Menit

Mata pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial Paket : A Kelas : VIII Waktu : 60 Menit Ulangan harian IPS Mata pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial Paket : A Kelas : VIII Waktu : 60 Menit A. PILIHAN GANDA Petunjuk: 1. Berdoalah sebelum mengerjakan 2. Pilihlah jawaban yang paling tepat. 3.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan 78 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan UU No.33 Tahun 2007 yang diundangkan pada tanggal 10 Agustus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan bagian penting dari sektor pertanian dalam sistem pangan nasional. Industri peternakan memiliki peran sebagai penyedia komoditas pangan hewani. Sapi

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya 1. Faktor Genetik : Faktor dalam yang sifatnya turun temurun + 2. Faktor lingkungan: - Tanah - Air - Lingkungan - udara (iklim) Iklim-------- sifat/peradaban

Lebih terperinci

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya 1. Faktor Genetik : Faktor dalam yang sifatnya turun temurun + 2. Faktor lingkungan: - Tanah - Air - Lingkungan - udara (iklim) Iklim-------- sifat/peradaban

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Balai Pengembangan Ternak Domba Margawati merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas di lingkungan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat yang mempunyai tugas

Lebih terperinci