BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.
|
|
- Irwan Iskandar
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. Kondisi iklim pada area hutan hujan tropis relatif stabil dengan distribusi curah hujan yang merata sepanjang tahun. Konfigurasi lahan pada kawasan ini didominasi oleh topografi yang bervariasi dengan tingkat kelerengan yang beragam. Meskipun memiliki kondisi tanah yang relatif kurang subur, ekosistem hutan hujan tropis memiliki siklus hara yang berlangsung secara tertutup sehingga mampu mendukung pertumbuhan vegetasi di dalamnya (Terborgh, 1992). Dalam konteks pengelolaan hutan secara lestari, ekosistem hutan hujan tropis memiliki peranan penting baik dari segi ekologi maupun ekonomi. Dinilai dari aspek ekologi, keberadaan kawasan hutan hujan tropis mampu mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia. Sukanto dan Pradono (1998) menjelaskan bahwa selain berfungsi sebagai paru paru dunia, hutan hujan tropis juga berperan penting dalam perlindungan daerah aliran sungai (DAS), konservasi keanekaragaman hayati, dan menjaga keseimbangan sistem tata air. Dilihat dari aspek ekonomi, kawasan hutan hujan tropis memiliki potensi yang tinggi untuk dimanfaatkan secara optimal. Ariyanto et al. (2012) menyatakan bahwa ekosistem hutan hujan tropis terdiri dari berbagai jenis vegetasi. Setiap jenis vegetasi tersebut memiliki potensi 1
2 yang dapat dikembangkan, baik sebagai produk hasil hutan kayu maupun non kayu dengan nilai ekonomi yang tinggi. Namun demikian, potensi tersebut masih belum banyak dikaji. Sampai saat ini, upaya pengelolaan ekosistem hutan hujan tropis lebih berorientasi pada usaha untuk memanfaatkan produk hasil hutan kayu. Kegiatan pengelolaan hutan hujan tropis di Indonesia telah berlangsung selama lebih dari empat dekade, mulai dari periode tahun 1970 sampai dengan sekarang. Dalam kurun waktu tersebut, terdapat berbagai indikator kelestarian hutan hujan tropis yang menunjukkan trend penurunan. Hal ini diperkuat dengan adanya pengurangan tutupan hutan hujan tropis pada kawasan lindung dan area pelestarian alam selama periode 1984 sampai dengan 2000, dengan kisaran ratarata mencapai 31,04 % dan 31,33 % (Dephut, 2005). Menurut Nawir et al. (2008), terjadinya pengurangan tutupan hutan tropis tersebut disebabkan oleh tingginya laju deforestasi yang mencapai 1,08 juta hektar per tahun. Laju deforestasi yang tinggi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain eksploitasi sumberdaya hutan yang berlebihan, bencana alam berupa kebakaran, dan berlangsungnya alih fungsi lahan hutan menjadi area penggunaan lain. Terjadinya pengurangan tutupan hutan hujan tropis telah memberikan dampak negatif terhadap menurunnya fungsi hutan. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya permasalahan terkait bencana alam seperti banjir dan kekeringan selama dua dekade terakhir (Nawir et al., 2008). Dengan demikian, dibutuhkan suatu upaya untuk dapat menjaga dan melestarikan ekosistem hutan hujan tropis, tanpa mengabaikan aspek pemanfaatannya secara optimal. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan menetapkan suatu area hutan hujan tropis yang masih relatif baik menjadi kawasan Taman Nasional. 2
3 Menurut Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai kondisi ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budaya, pariwisata, dan rekreasi. Pembentukan taman nasional sebagai kawasan pelestarian alam merupakan suatu solusi yang realistis dalam menghadapi tantangan pengelolaan hutan hujan tropis saat ini. Tingginya laju deforestasi telah memberikan tekanan yang besar terhadap eksistensi kawasan hutan hujan tropis sebagai suatu ekosistem, baik dari segi penutupan lahan maupun status kawasannya. Penerapan sistem pengelolaan taman nasional berbasis zonasi merupakan suatu skema efektif untuk menjaga kelestarian ekosistem, sekaligus terintegrasi dengan upaya pemanfaatan hutan secara lestari. Aktivitas pengelolaan taman nasional sebagai kawasan pelestarian alam memiliki posisi strategis dalam mendukung kegiatan pengelolaan hutan. Ditinjau dari sudut pandang ekologi, mayoritas kawasan taman nasional di Indonesia berada di daerah pegunungan dengan dominasi tutupan lahan berupa hutan hujan tropis. Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaan taman nasional memiliki peranan penting dalam menjaga fungsi hidro-orologis. Dilihat dari segi ekonomi, eksistensi kawasan taman nasional juga memberikan peluang yang tinggi untuk mengoptimalkan fungsi jasa lingkungan, seperti tata air dan wisata. Selain itu, potensi keanekaragaman hayati di dalam kawasan taman nasional masih membutuhkan berbagai kajian ilmiah untuk dapat dimanfaatkan. Salah satu dari potensi keanekaragaman hayati tersebut adalah adanya jenis tumbuhan bawah yang berpotensi sitotoksik sehingga dapat digunakan sebagai bahan pembuatan obat. 3
4 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zuhud (2008) menunjukkan bahwa di dalam kawasan hutan hujan tropis terdapat beragam jenis tumbuhan bawah yang berpotensi obat. Hal ini juga selaras dengan penelitian Hargono (1985) yang menyatakan bahwa terdapat tumbuhan bawah berpotensi obat di dalam kawasan hutan hujan tropis. Penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh Hidayat dan Hardiansyah (2012) menunjukkan bahwa ekosistem hutan hujan tropis memiliki sekitar jenis tumbuhan bawah berpotensi obat. Mayoritas dari tumbuhan bawah tersebut tumbuh secara liar. Salah satu dari berbagai jenis tumbuhan bawah tersebut adalah spesies Harenong Bulu atau lebih dikenal dengan Clidemia hirta (Gambar 1.1). Gambar 1.1. Tumbuhan Bawah Clidemia hirta Franca et al. (1996) menjelaskan bahwa Clidemia hirta merupakan salah satu jenis tumbuhan bawah yang dapat digunakan sebagai alternatif untuk mempercepat re-vegetasi pada ekosistem hutan yang rusak. Jenis tumbuhan ini umumnya dimanfaatkan oleh satwa liar sebagai bahan makanan. Dibandingkan dengan tumbuhan bawah lainnya, Clidemia hirta merupakan jenis tumbuhan bawah yang memiliki daya adaptasi tinggi karena mampu tumbuh secara optimal baik pada kawasan terbuka maupun di bawah naungan. 4
5 Hasil screening tumbuhan bawah berpotensi obat yang dilakukan oleh Arbiastutie (2012) di dalam kawasan Resort Cibodas, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, menunjukkan bahwa Clidemia hirta merupakan tumbuhan bawah yang memiliki tingkat sitotoksitas tinggi dan berpotensi sebagai obat antikanker rahim. Daun tumbuhan ini mengandung senyawa metabolit sekunder yang berasal dari jenis alkaloid, flavonoid, dan steroid dengan tingkat konsentrasi yang tinggi. Namun demikian, dalam penelitian tersebut belum dikaji lebih lanjut terkait distribusi dan asosiasi vegetasi dari spesies Clidemia hirta pada kondisi habitatnya. Pengembangan pemanfaatan tumbuhan bawah Clidemia hirta sebagai bahan pembuatan obat merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mendukung upaya pengelolaan taman nasional. Hal ini terkait dengan strategi untuk mengembangkan potensi hasil hutan non kayu secara optimal sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap kawasan hutan. Namun, minimnya ketersediaan informasi terkait distribusi dan asosiasi tumbuhan bawah Clidemia hirta dapat menjadi hambatan dalam upaya pengembangannya, khususnya melalui tindakan konservasi. Informasi terkait distribusi Clidemia hirta di dalam kawasan taman nasional dapat memberikan gambaran terkait lokasi persebaran dan kelimpahan populasinya di dalam ekosistem hutan. Informasi ini juga dapat memberikan deskripsi terkait karakteristik habitat dari Clidemia hirta. Kajian terkait distribusi tumbuhan bawah Clidemia hirta juga harus didukung oleh informasi terkait asosiasi vegetasi yang dibentuk oleh tumbuhan bawah tersebut. Identifikasi asosiasi tumbuhan bawah Clidemia hirta bertujuan untuk mengetahui jenis vegetasi lain yang mampu mendukung kehadiran dan pertumbuhan Clidemia hirta. Informasi ini sangat penting untuk digunakan sebagai 5
6 acuan dalam upaya pengembangan Clidemia hirta melalui strategi konservasi yang efektif dan efisien. Berdasarkan hal tersebut, maka dibutuhkan suatu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui distribusi dan asosiasi tumbuhan bawah Clidemia hirta dalam upaya mendukung pengembangnnya sebagai pembuatan obat. Hasil dari penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi pengelola taman nasional dalam merumuskan strategi konservasi pengembangan tumbuhan bawah Clidemia hirta Perumusan Masalah Hidayat dan Hardiansyah (2012) menjelaskan bahwa pemanfaatan tumbuhan bawah sebagai bahan obat-obatan dari kawasan hutan hujan tropis telah lama diadopsi oleh masyarakat, khususnya yang tinggal di dalam kawasan hutan. Selain dapat diperoleh langsung dari alam, masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya yang tinggi untuk memperolehnya. Namun demikian, pemanfataan tumbuhan bawah ini masih bersifat tradisional sehingga kurang mendapat perhatian meskipun memiliki potensi yang besar. Sitepu dan Sutigno (2001) menyatakan bahwa pemanfataan tumbuhan bawah sebagai bahan obat dalam konteks pengelolaan taman nasional, dapat memberikan beberapa keuntungan bagi pengelola taman nasional, yaitu : 1. Memberikan alternatif pengembangan produk hasil hutan non kayu sehingga dapat meminimalisir kerusakan tegakan. 2. Menyediakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar kawasan taman nasional sehingga dapat mengurangi gangguan terhadap zona inti. 3. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan bagi pengelola hutan beserta masyarakat dengan adanya komoditi tanaman potensial. 6
7 Menurut Abdiyani (2008), pengembangan tumbuhan bawah berpotensi obat harus didukung dengan ketersediaan informasi yang memadai terkait distribusi dan kelimpahan jenis tumbuhan bawah tersebut dalam ekosistem hutan. Selain informasi terkait distribusi dan kelimpahannya, upaya pengembangan tumbuhan bawah potensial juga harus didukung informasi terkait kualitas tempat tumbuhnya. Hal ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Solichatun et al. (2005) yang menjelaskan bahwa produksi dan kandungan bahan obat dalam tumbuhan bawah sangatlah bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain meliputi kesuburan tanah, kondisi iklim, sistem perakaran tumbuhan, dan ketersediaan air. Berdasarkan berbagai uraian tersebut, maka penelitian ini diarahkan untuk mempelajari pola distribusi dan asosiasi tumbuhan bawah Clidemia hirta di kawasan Resort Cibodas, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi lapangan berbasis pada kajian terkait karakteristik habitat yang meliputi faktor biotik dan faktor abiotiknya. Adapun rumusan pertanyaan yang akan dijawab melalui kegiatan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah karakteristik habitat tumbuhan bawah Clidemia hirta yang tumbuh di kawasan Resort Cibodas? 2. Bagaimanakah pola distribusi dan kelimpahan populasi tumbuhan bawah Clidemia hirta pada berbagai variasi ketinggiaan tempat? 3. Jenis tumbuhan bawah apa saja yang membentuk asosiasi dengan Clidemia hirta di kawasan Resort Cibodas? 7
8 1.3. Batasan Penelitian Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji karakteristik habitat tumbuhan bawah Clidemia hirta di kawasan Resort Cibodas, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Karakteristik habitat yang dimaksud, meliputi faktor biotik dan faktor abiotik yang berada di sekitar lokasi ditemukannya jenis tumbuhan bawah Clidemia hirta. Variabel yang digunakan dalam pengamatan faktor biotik antara lain meliputi jenis vegetasi, kerapatan, dominansi, dan frekuensi berbagai spesies tumbuhan yang termasuk dalam tingkatan hidup tumbuhan bawah, semai, sapihan, tiang, dan pohon. Adapun untuk pengamatan faktor abiotik, variabel yang digunakan antara lain meliputi iklim, topografi, dan tanah. Parameter iklim yang digunakan dalam penelitian ini adalah intensitas cahaya, suhu, kelembaban, dan curah hujan. Sedangkan parameter topografi yang diukur yaitu tingkat elevasi dan kelerengan. Karakteristik tanah yang diamati dalam kajian studi habitat kali ini meliputi jenis dan tekstur tanah. Hasil informasi terkait karakteristik habitat kemudian digunakan untuk mengidentifikasi pola distribusi dan asosiasi tumbuhan bawah dari jenis Clidemia hirta. Identifikasi pola distribusi dalam penelitian kali ini dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi regresi untuk mengetahui hubungan antara faktor abiotik dengan kelimpahan populasi Clidemia hirta. Selain itu, dalam identifikasi ini juga dilakukan perhitungan indeks morista untuk mengetahui bentuk distribusi dari tumbuhan bawah Clidemia hirta yaitu acak, beraturan, atau mengelompok. Adapun untuk identifikasi asosiasi tumbuhan bawah, metode yang digunakan adalah pendekatan Contingency Table 2 x 2. 8
9 1.4. Keaslian Penelitian Penelitian terkait karakteristik habitat tumbuhan dalam ekosistem hutan hujan tropis, telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Berbagai publikasi ilmiah juga dapat ditemukan sebagai acuan dalam melakukan studi pustaka. Kajian terkait studi habitat tumbuhan dalam ekosistem hutan tidak hanya terbatas pada jenis vegetasi pohon, namun juga turut memperhatikan keberadaan tumbuhan lain sebagai komponen penyusun ekosistem hutan seperti epifit dan tumbuhan bawah. Hal ini juga dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulia dan Ruseani (2008) tentang karakteristik habitat Dendrobium capra sebagai salah satu jenis vegetasi epifit yang terdapat di kawasan hutan tanaman jati. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa spesies Dendrobium capra memiliki preferensi terhadap kondisi lingkungan yang kering. Jenis tumbuhan ini terdistribusi pada daerah dengan ketinggian m dpl. Suhu udara yang mendukung pertumbuhan spesies ini mencapai C dengan kelembaban relatif lingkungan antara 46 57,75 %. Dari hasil penelitian ini juga diketahui bahwa terdapat 2 jenis tanaman inang yang menjadi tempat tumbuh Dendrobium capra yaitu jati dan bungur. Penelitian lain terkait karakteristik habitat juga dilakukan oleh Hanafiah (2008) yang mengkaji kualitas tempat tumbuh dari tumbuhan bawah Nepenthes ampullaria di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Lembah Harau. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kelimpahan kantong semar di TWA Lembah Harau memiliki perbedaan antara kawasan terbuka dengan kawasan tertutup. Pada kawasan tertutup populasi individu kantong semar lebih banyak dibandingkan dengan kawasan terbuka. Selain itu, dilihat dari morfologi kantong 9
10 dan daunnya, terdapat perbedaan ukuran antara kondisi habitat terbuka dengan kondisi habitat tertutup. Pada kondisi habitat tertutup, ukuran panjang kantong dan lebar daun Nepenthes ampullaria lebih besar dibandingkan dengan pada kondisi habitat terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi proses adaptasi morfologi yang dilakukan oleh Nepenthes ampullaria sebagai bentuk respon terhadap kondisi habitat. Penelitian terkait kondisi habitat dan interaksinya dengan pertumbuhan vegetasi juga dilakukan oleh Sugiyarto et al. (2006) yang mengkaji tentang estimasi populasi dan distribusi tumbuhan bawah Plantago major di kawasan Gunung Lawu. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa terdapat variasi kelimpahan populasi Plantago major pada berbagai level ketinggian di Gunung Lawu. Semakin tinggi suatu kawasan, maka populasi Plantago major akan semakin meningkat. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa habitat potensial untuk pertumbuhan Plantago major dimulai pada ketinggian m dpl. Fakta lain yang diperoleh dari penelitian ini memperlihatkan bahwa semakin tinggi suatu tempat, kandungan metabolit sekunder tumbuhan Plantago major semakin banyak. Hal ini disebabkan oleh adanya cekaman air yang direspon oleh tumbuhan untuk meningkatkan zat metabolit sekunder sebagai mekanisme pertahanan diri terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim. Penelitian lain yang membahas tentang interaksi habitat dengan pertumbuhan tanaman juga dilakukan oleh Botanri et al. (2008) yang mengkaji tentang karakteristik ekologi dari tumbuhan sagu dalam komunitas alami di Pulau Seram. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tumbuhan sagu mampu membentuk asosiasi interspesifik dengan vegetasi lain di sekitarnya. Selain itu, dari 10
11 penelitian yang dilakukan juga ditemukan adanya interaksi dinamis antara pertumbuhan sagu dengan faktor lingkungan abiotiknya yang meliputi intensitas cahaya, kapasitas pertukaran kation (KTK) dan kadar Ca dalam tanah. Berbagai uraian hasil penelitian di atas merupakan acuan yang digunakan oleh peneliti dalam merumuskan studi kali ini. Penelitian terkait studi habitat dan pemodelan dinamika tumbuhan memang telah banyak dilakukan. Namun demikian, rumusan penelitian kali ini memiliki perbedaan mendasar jika dibandingkan dengan kajian penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Objek tumbuhan bawah yang dipilih sebagai fokus penelitian ini termasuk dalam kategori tumbuhan bawah berpotensi obat. Namun, ketersediaan informasi terkait karakteristik habitat dan populasinya masih terbatas. 2. Jenis tumbuhan bawah yang dikaji telah lama tumbuh di kawasan Resort Cibodas. Akan tetapi, sampai saat ini belum dipetakan pola distribusi dan asosiasi vegetasinya Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui karakteristik habitat dari tumbuhan bawah Clidemia hirta yang tumbuh di kawasan Resort Cibodas, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. 2. Mengetahui pola distribusi dan kelimpahan tumbuhan bawah Clidemia hirta pada berbagai variasi ketinggian tempat. 11
12 3. Mengidentifikasi jenis tumbuhan bawah yang membentuk asosiasi vegetasi dengan Clidemia hirta di kawasan Resort Cibodas, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memberikan informasi baru terkait peranan Clidemia hirta sebagai salah satu komponen penyusun ekosistem hutan hujan tropis. 2. Memberikan informasi pendukung dalam upaya pengembangan Clidemia hirta sebagai tumbuhan berpotensi obat. 3. Memberikan informasi pendukung dalam upaya konservasi sumberdaya alam hayati khususnya tumbuhan bawah di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. 12
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak di daerah beriklim tropis sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) Indonesia menjadi salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati (biological diversity atau biodiversity) adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan keragaman ekosistem dan berbagai bentuk serta variabilitas
Lebih terperincidisinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bambu merupakan salah satu taksa yang sangat beragam dan mempunyai potensi ekonomi yang tinggi. Bambu termasuk ke dalam anak suku Bambusoideae dalam suku Poaceae. Terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena makhluk hidup sangat dianjurkan. Kita semua dianjurkan untuk menjaga kelestarian yang telah diciptakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli
` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan
I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah
Lebih terperinciKonservasi Lingkungan. Lely Riawati
1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki potensi sumber daya alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan salah satu sistem ekologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) merupakan taman nasional yang ditunjuk berdasarkan SK Menhut No 70/Kpts-II/2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang serta mengalami peningkatan jumlah penduduk dan luas lahan terbangun sehingga menyebabkan terjadinya penurunan luas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pada tumbuhan lain yang lebih besar dan tinggi untuk mendapatkan cahaya
5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Liana Liana merupakan tumbuhan yang berakar pada tanah, tetapi batangnya membutuhkan penopang dari tumbuhan lain agar dapat menjulang dan daunnya memperoleh cahaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seiring dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan hutan biasanya sangat bervariasi, mulai dari
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936
Lebih terperinciKeanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak
Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia. Luas kawasan hutan di Indonesia saat ini mencapai 120,35 juta ha. Tujuh belas persen
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. klimaks pada daerah dengan curah hujan mm/tahun. Hutan Hujan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan Hujan Tropis merupakan salah satu tipe hutan yang memiliki keanekaragaman tinggi. Ekosistem hutan tropis terbentuk oleh vegetasi yang klimaks pada daerah dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki tidak kurang dari 17.500 pulau dengan luasan 4.500 km2 yang terletak antara daratan Asia
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Lombok memiliki luas 467.200 ha. dan secara geografis terletak antara 115 o 45-116 o 40 BT dan 8 o 10-9 o 10 LS. Pulau Lombok seringkali digambarkan sebagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hutan merupakan salah satu ekosistem yang jumlahnya cukup luas di Indonesia,
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Hutan merupakan salah satu ekosistem yang jumlahnya cukup luas di Indonesia, luasnya mencapai 130.609.014,98 ha (Departemen Kehutanan, 2011). Ekosistem tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. migran. World Conservation Monitoring Centre (1994) menyebutkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Sukmantoro dkk. (2007) mencatat 1.598 spesies burung yang dapat ditemukan di wilayah Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar peranannya dalam Pembangunan Nasional, kurang lebih 70% dari luas daratan berupa hutan. Hutan sangat
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Timor memiliki avifauna yang unik (Noske & Saleh 1996), dan tingkat endemisme burung tertinggi dibandingkan dengan beberapa pulau besar lain di Nusa Tenggara (Pulau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara yang memiliki kekayaan spesies burung dan menduduki peringkat pertama di dunia berdasarkan jumlah spesies burung
Lebih terperinciARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR
ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR Oleh : AGUSTINA RATRI HENDROWATI L2D 097 422 JURUSAN PERENCANAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan bertujuan untuk perbaikan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat dengan memperhatikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. inventarisasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan data tentang jenis-jenis tumbuhan bawah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inventarisasi Inventarisasi adalah kegiatan pengumpulan dan penyusunan data dan fakta mengenai sumber daya alam untuk perencanaan pengelolaan sumber daya tersebut. Kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia bersama sejumlah negara tropis lain seperti Brazil, Zaire dan Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiversity).
Lebih terperinciINVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO
1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji
Lebih terperinciBAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan
29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menduduki posisi yang penting dalam peta keanekaragaman hayati di dunia karena termasuk dalam sepuluh negara dengan keanekaragaman hayati yang tinggi (Indrawan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
22 PENDAHULUAN Latar Belakang Fenomena kerusakan sumberdaya hutan (deforestasi dan degradasi) terjadi di Indonesia dan juga di negara-negara lain, yang menurut Sharma et al. (1995) selama periode 1950-1980
Lebih terperinciKonservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI
Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pemanfaatan hutan dilakukan dengan cara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati (biological
Lebih terperinciDaya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN JASA EKOSISTEM PADA TUTUPAN HUTAN DI KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN oleh: Ruhyat Hardansyah (Kasubbid Hutan dan Hasil Hutan pada Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan LH) Daya Dukung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Definisi atau pengertian tentang hutan menurut Dengler (1930) dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon atau tumbuhan berkayu lainya
Lebih terperinciModul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis
ix H Tinjauan Mata Kuliah utan tropis yang menjadi pusat biodiversitas dunia merupakan warisan tak ternilai untuk kehidupan manusia, namun sangat disayangkan terjadi kerusakan dengan kecepatan yang sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan lindung sebagai kawasan yang mempunyai manfaat untuk mengatur tata air, pengendalian iklim mikro, habitat kehidupan liar, sumber plasma nutfah serta fungsi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. secara lestari sumber daya alam hayati dari ekosistemnya.
I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kawasan pelestarian alam merupakan kawasan yang sangat luas dan relatif tidak terganggu. Kawasan ini mempunyai nilai alam dengan ciri yang menonjol atau ciri khas tertentu,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi objek wisata yang tersebar di seluruh pulau yang ada. Salah satu objek wisata yang berpotensi dikembangkan adalah kawasan konservasi hutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiversity). Keanekaragaman hayati (biological diversity atau biodiversity) adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Keanekaragaman tumbuhan yang dimiliki Indonesia menduduki peringkat kelima besar di dunia, yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan Tropis di dunia, walaupun luas daratannya hanya 1.32% dari luas daratan di permukaan bumi, namun demikian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat di sekitar hutan memiliki ketergantungan yang sangat besar dengan keberadaan hutan disekitarnya, pemanfaatan hutan dan hasil hutan oleh masyarakat dilakukan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A.
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan ekosistem alami yang sangat kompleks dan juga merupakan salah satu gudang plasma nutfah tumbuhan karena memiliki berbagai spesies tumbuhan. Selain itu,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di Indonesia. Hutan rawa gambut mempunyai karakteristik turnbuhan maupun hewan yang khas yaitu komunitas
Lebih terperinciBAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit, SPTN Wilayah II, Taman Nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Keberadaan hutan di Indonesia mempunyai banyak fungsi dan
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam hayati terbesar yang dimiliki bangsa Indonesia. Keberadaan hutan di Indonesia mempunyai banyak fungsi dan manfaat, antara
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Propinsi Sumatera Utara, dan secara geografis terletak antara 98 o o 30 Bujur
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Lokasi a. Letak dan Luas Taman Wisata Alam (TWA) Sicike-cike secara administratif berada di Dusun Pancur Nauli Desa Lae Hole, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi Propinsi
Lebih terperinciKERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN
KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN Oleh: Dini Ayudia, M.Si. Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA & LH Lahan merupakan suatu sistem yang kompleks
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar
14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan flora
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama pengelolaan taman nasional adalah sebagai kekuatan pendorong untuk menjamin kelestarian fungsi ekologi kawasan dan sekitarnya serta kemanfaatannya bagi manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang dipengaruhi sifat-sifat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut. Wilayah pesisir menuju ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang dipengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rekrekan (Presbytis comata fredericae Sody, 1930) merupakan salah satu primata endemik Pulau Jawa yang keberadaannya kian terancam. Primata yang terdistribusi di bagian
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati
Lebih terperinciIV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota
IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Resosoedarmo dkk., (1986, dalam Irwan 2007, hlm. 15) mengatakan bahwa Hubungan antara organisme yang satu dengan yang lainnya serta semua komponen lingkungannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan luas, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke tiga setelah Brasil dan Republik Demokrasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara tropika yang memiliki kawasan hutan yang luas. Berdasarkan luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ketiga setelah Negara Brasil dan
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2015 KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5794). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan salah satu sumber daya alam hayati yang memiliki banyak potensi yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat, Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menyebutkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Area pegunungan adalah salah suatu tempat yang sangat menarik
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Area pegunungan adalah salah suatu tempat yang sangat menarik untuk diteliti. Terdapat berbagai jenis vegetasi yang bisa ditemui di kawasan tersebut. Tanah yang subur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lebih dari jenis tumbuhan terdistribusi di Indonesia, sehingga Indonesia
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan flora dan fauna serta kehidupan liar lain yang mengundang perhatian berbagai pihak baik di dalam maupun di luar negeri. Tercatat lebih dari
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5794. KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 326). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunung Salak merupakan salah satu ekosistem pegunungan tropis di Jawa Barat dengan kisaran ketinggian antara 400 m dpl sampai 2210 m dpl. Menurut (Van Steenis, 1972) kisaran
Lebih terperinci6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT
6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6.1 Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Manapeu Tanahdaru Wilayah karst dapat menyediakan air sepanjang tahun. Hal ini disebabkan daerah karst memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam juga semakin besar, salah satunya kekayaan alam yang ada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan perubahan kondisi sosial ekonomi sekarang, menjadikan tuntutan masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya alam juga semakin
Lebih terperinciLampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi
I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada gangguan akibat beragam aktivitas manusia, sehingga mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki hutan dengan kekayaan sumber plasma nutfah yang tinggi dengan keanekaragaman species yang beragam. Khusus untuk keanekaragaman tumbuhan, di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan kondisi lingkungan yang gradual. Hal ini kemudian akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Degradasi lahan merupakan suatu proses alami yang cenderung menurunkan fungsi lahan. Proses ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang secara prinsip berkaitan erat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu ekosistem pulau-pulau kecil di Indonesia, yang terdiri atas 48 pulau, 3 gosong, dan 5 atol. Terletak antara 5 o 12 Lintang Selatan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 34/Menhut -II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan perubahan kondisi sosial masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat dalam pemanfaatan
Lebih terperinciSMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2
SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 1. Berikut ini yang tidak termasuk kegiatan yang menyebabkan gundulnya hutan adalah Kebakaran hutan karena puntung
Lebih terperincicommit to user BAB I PENDAHULUAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang
Lebih terperinci