BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, baik flora

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, baik flora maupun fauna. Salah satu famili dari flora yang menjadi ciri khas di Indonesia adalah Rafflesiaceae (Susatya, 2011). Rafflesiaceae merupakan salah satu famili dari tumbuhan yang terdiri dari kurang lebih 55 spesies dan terbagi dalam 8 genus (Herdiyanti, 2009). Terdapat 30 spesies dari genus Rafflesia yang sudah teridentifikasi, dan 11 diantaranya hidup di hutan tropika Indonesia yaitu di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan (Lestari 2013). Salah satu spesies tumbuhan anggota famili Rafflesiaceae adalah Rafflesia patma Blume (Nais 2001). Rafflesia patma termasuk tumbuhan holoparasit yang tidak mempunyai klorofil tetapi mempunyai akar hisap atau haustorium yang berfungsi sebagai alat untuk mengambil sari-sari makanan dari tumbuhan inangnya (Suwartini dkk, 2008). Rafflesia patma memiliki habitat yang berupa ekoton antara hutan pantai dan hutan dataran rendah (Susatya, 2011). Priatna et al. (1989) menyebutkan bahwa Rafflesia dikategorikan langka dan telah dilindungi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 6/PMP/1961 tanggal 9 Agustus 1961, tentang larangan pengeluaran jenis-jenis Rafflesia. Dalam PP No.7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa juga dijelaskan bahwa semua spesies dari famili Rafflesiaceae merupakan spesies yang dilindungi. Priatna et al. (1989), mengatakan bahwa perlu mendapat 13

2 prioritas untuk pelestarian, karena populasi di alam kecil (langka) dan merupakan spesies endemik Penyebaran Rafflesia patma di Pulau Jawa meliputi daerah Jawa Tengah (Cagar Alam Nusa Kambangan) dan Jawa Barat (Cagar Alam Pananjung Pangandaran dan Cagar Alam Leuweung Sancang) (Zuhud et al., 1989). Cagar Alam Pananjung Pangandaran yang terletak di Kabupaten Ciamis merupakan salah satu habitat Rafflesia patma. Perubahan status dari suaka margasatwa ke cagar alam disebabkan oleh ditemukannya Rafflesia patma berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No 34/KMP/1961 pada tanggal 20 April Kemudian pada tahun 1978, berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 170/Kpts/UM/3/1978 terjadi perubahan fungsi sebagian dari kawasan cagar alam seluas 37,7 Ha menjadi Taman Wisata Alam (TWA) Pangandaran sampai sekarang. Perubahan status tersebut akan memudahkan manusia masuk ke dalam kawasan dan kondisi ini dikhawatirkan akan berpengaruh pada habitat Rafflesia patma. Keberadaan Rafflesia patma sudah lama dimanfaatkan oleh masyarakat di Jawa dan Kalimantan sebagai bahan baku obat/jamu (Priatna et al. 1989). Menurut Tarumingkeng (1994) dalam Mukmin (2008), Rafflesia patma dalam kehidupannya akan mengalami perubahan populasi, baik secara alami maupun gangguan dari manusia. Perubahan populasi akan memiliki korelasi positif dengan habitat, jika habitatnya sesuai maka populasi semakin meningkat dan sebaliknya apabila habitat tidak sesuai maka populasi semakin menurun. Mukmin (2008) mengatakan bahwa Rafflesia patma sangat rentan mengalami gangguan dan kerusakan akibat dari kondisi ekologis ataupun dari segi sosialnya yang berupa intervensi manusia di 14

3 dalam kawasan. Cagar Alam Pananjung Pangandaran merupakan kawasan dengan batas-batas berupa lautan di sebelah selatan, timur maupun barat sehingga untuk akses ke setiap lokasi di sekitar kawasan harus melalui Cagar Alam ini. Akses-akses tersebut biasa digunakan oleh para nelayan untuk mengangkut ikan hasil tangkapannya dan beberapa masyarakat yang mencari kayu bakar. Hal ini dapat menyebabkan permasalahan pada habitat Rafflesia patma yaitu terinjaknya kuncupkuncup Rafflesia patma tanpa disadari oleh manusia dan kemungkinan perusakan Rafflesia patma bisa terjadi. Dengan kata lain, kawasan Cagar Alam ini memiliki sensitivitas sosial yang tinggi Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi sensitivitas ekologi dan sosial dari Rafflesia patma dengan pendekatan spasial. Sensitivitas ekologi meliputi sumber air (jarak dari sungai), inang, dan satwa yang menyebabkan kerusakan/kematian Rafflesia patma. Sensitivitas sosial meliputi akses jalan (jarak dari jalan) dan pusat akivitas manusia di dalam kawasan Cagar Alam Pananjung 1.2. Rumusan Masalah Cagar Alam Pananjung Pangandaran ditetapkan sebagai Cagar Alam karena di dalamnya terdapat Rafflesia patma yang statusnya dilindungi oleh undang-undang. Kehidupan Rafflesia patma tidak terlepas dari lingkungan sekitarnya dan dapat dikatakan bahwa keberadaan Rafflesia patma dapat dijadikan sebagai indikator bahwa lingkungan tersebut masih baik. Kehidupan Rafflesia patma sangat dipengaruhi oleh kondisi ekologisnya (Priatna et al., 1989). Rafflesia patma merupakan salah satu spesies yang hidupnya bergantung pada inang yaitu 15

4 Tetrastigma sp. Spesies ini memperoleh semua nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya dari inang (Zuhud, 1998 dalam Mukmin, 2008). Tetrastigma sp. sangat membutuhkan air untuk pertumbuhannya yang secara tidak langsung berpengaruh pada Rafflesia patma. Zuhud (1989) menambahkan bahwa kematian kuncup Rafflesia patma juga disebabkan oleh berkurangnya nutrisi dari inang dan faktor gangguan dari satwa. Selain itu, aktivitas manusia di Cagar Alam juga berpengaruh pada kehidupan spesies ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Aktivitas manusia ini berupa aktivitas nelayan dan masyarakat yang menggunakan akses jalan untuk membawa bakul-bakul ikan dan melakukan transaksi jual beli di dalam Cagar Alam, mencari kayu bakar dan bahan makanan dari laut, dan aktivitas pengunjung (wisatawan) yang masuk ke dalam kawasan untuk melakukan wisata. Dari permasalahan di atas maka dapat dirumuskan pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah sensitivitas ekologis Rafflesia patma di Cagar Alam Pananjung Pangandaran? 2. Bagaimanakah sensitivitas sosial Rafflesia patma di Cagar Alam Pananjung Pangandaran? 3. Bagaimanakah arahan area perlindungan Rafflesia patma di kawasan Cagar Alam Pananjung Pangandaran berdasarkan sensitivitas ekologis dan sosial? 16

5 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi sensitivitas ekologi Rafflesia patma Cagar Alam Pananjung 2. Mengidentifikasi sensitivitas sosial Rafflesia patma di Cagar Alam Pananjung 3. Memetakan area perlindungan Rafflesia patma Cagar Alam Pananjung Pangandaran berdasarkan sensitivitas ekologis dan sosial 1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi pihak pengelola penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan lebih lanjut untuk menjaga dan melestarikan Rafflesia patma di Cagar Alam 2. Bagi pihak masyarakat penelitian ini dapat bermanfaat sebagai informasi mengenai tingkat sensitivitas habitat Rafflesia patma di Cagar Alam 17