BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I. Pendahuluan A. Latar Belakang Kebanyakan negara di dunia ini, secara etnis penduduknya terdiri dari kelompok yang heterogen. Dengan kata lain, negara-negara tersebut umumnya dibangun oleh banyak kelompok etnis dengan latar belakang budaya dan identitas yang berbeda-beda. Hanya sedikit negara yang memiliki penduduk dengan komposisi etnis yang homogen secara ekslusif mendominasi secara kultural, ekonomi dan politik. Negara dengan komposisi etnis homogen merupakan kelompok yang minoritas di dunia ini, contohnya antara lain Jepang, Korea, dan Cina. 1 Bagi negara dengan komposisi etnis heterogen, manajemen hubungan antar etnis seringkali menjadi hal yang sangat penting dalam proses nation buildingnya. Promosi atas kesadaran akan identitas nasional merupakan hal penting yang harus diraih oleh negara dengan komposisi etnis heterogen, agar kestabilan tercipta dan menghindarkan dari adanya konflik antar kelompok etnis. Usaha yang dilakukan oleh negara dalam rangka pembentukan sebuah identitas nasional yang tunggal dan dapat diterima oleh penduduknya adalah bagian besar dari proses nation building. Sebuah nation (bangsa) biasanya diartikan sebagai sekelompok orang yang berbagi kesamaan sejarah, tradisi dan kultur, dan terkadang agama serta bahasa pada umumnya. Sebuah bangsa juga dibedakan berdasarkan ethnic nation, dimana kebangsaan didasarkan kepada etnisitas, serta civic nation, dimana kebangsaan didasarkan kepada adanya common identity serta 1 Levinson, D Ethnic Group Worldwide: A Ready Reference Handbook. Phoenix: The Oryx Press. 1

2 loyalitas atas sekumpulan ide dan institusi politik, serta hubungan antara citizenship yang dikaitkan dengan nationality. 2 Terciptanya sebuah identitas nasional yang tunggal merupakan sebuah proses yang panjang dan memerlukan usaha yang terus-menerus. Bangsa-bangsa seperti Prancis, Italia dan Jerman melewati perjalanan yang panjang sebelum mereka akhirnya sampai pada terciptanya sebuah identitas nasional yang tunggal seperti sekarang ini. Bangsa Italia dan Jerman contohnya, sebelumnya mereka terdiri dari banyak city-states. Sedangkan bangsa Prancis, sebelumnya mereka terdiri dari banyak kelompok dengan identitas kultural dan bahasa yang berbeda-beda. 3 Malaysia merupakan salah satu negara yang secara etnis heterogen dan sejak kemerdekaannya masih terus berposes membangun identitas kebangsaannya. Seperti banyak negara heterogen lain di dunia, penduduk yang mendiami Malaysia juga terdiri dari kelompok-kelompok etnis yang berbeda. Penduduk Malaysia pada tahun 2010 terdiri dari 54,5% etnis Melayu, 12,8% kelompok bumiputera non-melayu, 24,6% etnis Cina dan 7,3% etnis India. Total penduduk Malaysia adalah sebanyak kurang lebih 26 juta jiwa. 4 Dengan adanya keberagaman tersebut, pemerintah Malaysia berusaha untuk menemukan sebuah bentuk dimana seluruh penduduk tersebut bisa diakomodasi sebagai warga negara Malaysia. Namun hal ini ternyata tidak mudah dicapai. Sejak awal pembentukan Malaysia sebagai nation-state, banyak etnis Melayu 2 Stephenson, Carolyn Nation Building. Dalam Guy Burgess and Heidi Burgess (Ed.). Beyond Intractability. Conflict Research Consortium, University of Colorado, Boulder. < ability.org/essay/nation_building/> 3 Ibid. 4 Department of Statistics, Malaysia, Population Distribution and Basic Demographic Characteristics 2010, Putrajaya,

3 yang merasa bahwa kaum pendatang tidak dapat semerta-merta mendapatkan kewarganegaraan Malaysia. Hal ini akhirnya ditengahi dengan adanya kompromi politik di antara partai-partai politik yang mewakili kelompok-kelompok etnis di Malaysia. Kompromi politik yang kemudian lebih dikenal dengan istilah Social Contract ini secara eksplisit tersurat di Artikel 153, Konstitusi Malaysia. Poin utama dari social contract tersebut adalah pemberian status kewarganegaraan terhadap semua orang yang tinggal di Malaysia pada saat itu tanpa terkecuali, dengan syarat keistimewaan terhadap kelompok etnis Melayu diakui. Keistimewaan ini berupa pemberian posisi spesial terhadap etnis Melayu yang mencakup berbagai aspek kehidupan, dari bidang ekonomi, pendidikan, politik, dan lain sebagainya. Pemberian status istimewa terhadap etnis Melayu didasarkan pada adanya klaim bahwa mereka adalah penduduk bumiputera (asli) dari Malaysia. Di awal masa kemerdekaan Malaysia, kondisi sosial-ekonomi kebanyakan etnis Melayu juga buruk. Kebanyakan merupakan penduduk pedesaan dan memiliki pekerjaan dengan bayaran yang rendah. Buruknya kondisi etnis Melayu ini juga menjadi alasan pentingnya pemberian posisi istimewa, dan diharapkan dapat menjadi alat bagi pemerintah untuk dapat mengangkat posisi etnis Melayu dari ketertinggalan. Di sisi lain, walaupun dalam periode awal setelah kemerdekaan Malaysia posisi istimewa etnis Melayu ini dapat diterima oleh etnis non-melayu sebagai konsekuensi social contract di atas, dengan berjalannya waktu, perasaan sebagai warga negara kelas dua semakin sulit diterima. B. Rumusan Masalah Apa saja hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan kebijakan-kebijakan nation building di Malaysia? Hal apa yang menyebabkan hambatan-hambatan tersebut terjadi? 3

4 C. Kerangka Konseptual Pembahasan mengenai konsep nation building, menurut penulis, tidak dapat dimulai sebelum kita mencoba mendefinisikan apa itu yang dimaksud dari istilah nation atau bangsa. Selain itu, berkaitan erat dengan konsep bangsa, kita juga perlu memahami konsep nasionalisme. Pemahaman konsep bangsa dan nasionalisme menjadi penting karena dengan mengenali definisi, komponen dan karakter dari bangsa serta bagaimana para nasionalis (pelaku gerakan nasionalisme) berusaha membangun bangsa, kita dapat memperoleh gambaran atau ide-ide mendasar mengenai bagaimana proses nation building (pembangunan bangsa) bekerja. 1. Bangsa (Nation) Mengambil definisi dari Smith, nation atau bangsa didefinisikan sebagai a named human population occupying an historic territory and sharing common myths and memories, a mass-public culture, a common economy, and a common legal rights and duties for all members. 5 Dari definisi ini, sebuah bangsa didefinisikan sebagai sebuah populasi manusia yang menempati sebuah wilayah bersejarah, berbagi mitologi dan ingatan akan budaya bersama, serta memiliki hukum dan kebiasaankebiasaan bersama bagi seluruh anggotanya. Poin penting dari definisi bangsa adalah penekanan pada adanya kesadaran bahwa sebuah kelompok manusia tersebut berbagi kesamaan pada beberapa karakteristik seperti yang dinyatakan dalam definisi nation diatas. Yang dimaksudkan dengan sharing of common myths and memories adalah adanya kesadaran kolektif akan adanya legenda/mitologi dan narasi sejarah yang sama diantara mereka. Sebagai contoh adalah cerita mengenai Sumpah Palapa yang diikrarkan oleh Patih Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit untuk mempersatukan Nusantara. 5 Smith, Anthony, D National Identity, Penguin Books Ltd., England. Hlm

5 Karakteristik berikutnya didefinisikan oleh Smith sebagai public culture, yang merepresentasikan aspek budaya dari sebuah komunitas. Aspek budaya dapat direpresentasikan oleh banyak elemen, dan salah satu bagian yang terpenting adalah bahasa. Karakteristik penting lainnya dari bangsa adalah adanya konsep teritori bersama, dimana teritori tersebut memberikan batasan bagi sebuah kelompok dari kelompok yang lain; teritori merupakan salah satu komponen yang penting dalam pembangunan identitas sebuah kelompok. Ikatan terhadap teritori terbangun dimana sebuah kelompok sudah hidup turun-temurun dalam sebuah teritori, dimana disitulah mereka membangun kesamaan sejarah, legenda/mitologi, dan sebagainya. Disamping karakteristik-karakteristik di atas baik yang berkenaan dengan komunitas maupun yang berhubungan dengan teritori, Smith juga mensyaratkan sebuah bangsa harus memiliki satu kesatuan dalam bidang perekonomian dan hukum. Karakteristik-karakteristik yang penulis jabarkan diatas, kesadaran kolektif akan adanya legenda/mitologi dan narasi sejarah yang sama, public culture, konsep teritori bersama, dan satu kesatuan dalam bidang perekonomian dan hukum bisa dikatakan merupakan komponen-komponen yang menyusun identitas kolektif sebuah bangsa atau dengan sebutan lain: identitas nasional (national identity). Selanjutnya, penulis akan memaparkan konsep ethnie (ethnic group/kelompok etnis/suku bangsa), yang menurut Smith merupakan sebuah konsep penting dalam proses pembentukkan sebuah nation. Menurut Smith, ethnie mempunyai atributatribut sebagai berikut: a collective proper name, a myth of common ancestry, shared historical memories, one or more differentiating of common culture, an 5

6 association with specific homeland, a sense of solidarity for significant sectors of the population. 6 Secara umum, karakteristik ethnie memiliki banyak kesamaan dengan karakteristik dari nation. Perbedaan utamanya terletak dalam hal teritori serta sistem perekonomian dan hukum. Dalam hal teritori, jika nation sudah pasti memilikinya, sedangkan ethnie belum tentu ia mungkin masih tinggal di teritori asalnya, namun ia bisa juga sudah pindah ke tempat lain. Dalam hal ini, keterikatan antara ethnie dan teritori lebih bersifat emosional, sedangkan keterikatan antara nation dengan teritori tidak saja bersifat emosional, melainkan juga bersifat aktual seperti penulis sebutkan diatas, sebuah nation pasti memiliki teritori. Dalam bidang perekonomian dan hukum, sebuah ethnie belum memiliki satu kesatuan sistem. Berbasiskan konsep ethnie ini, Smith membangun teorinya tentang pembentukan bangsa yaitu bahwa bangsa dapat dibangun dengan cara mentransformasikan ethnie menjadi nation, seperti yang banyak terjadi di Eropa (terutama di Eropa Barat). Proses transformasi ethnie ini berlangsung dalam waktu yang lama, yang melibatkan penggabungan atau pemisahan ethnie sehingga menghasilkan sebuah nation. Sementara itu, proses pembentukan bangsa di Afrika dan Asia mengambil rute yang sedikit berbeda. Secara umum, sebagian besar negara-negara di kawasan ini berawal dari koloni Eropa. Diawal pembentukannya, negara-negara ini belum memiliki identitas, baik berupa identitas kultural maupun identitas politik. Dengan kata lain, negara-negara ini belum memiliki identitas kolektif, yang merupakan hal terpenting bagi pembangunan sebuah bangsa. Tidak berlebihan kalau kemudian negara-negara tersebut dikatakan belum memiliki nation. Adapun identitas atau solidaritas yang dimiliki populasi di daerah jajahan seringkali merupakan hasil bentukan dari kekuatan kolonial. 6 Smith, Anthony, D. Op. cit. Hlm

7 Oleh karena itu, sebuah negara yang baru merdeka dari kekuatan kolonial perlu membangun identitas kolektif yang baru. Menurut Smith, hal ini dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama, disebut dengan dominant ethnie model, yang merupakan sebuah proses pembentukan identitas nasional dengan cara menjadikan identitas dari kelompok etnik yang dominan sebagai pilar dari identitas nasional yang baru. Cara yang kedua dilaksanakan dengan menciptakan supra-ethnic political culture atau menciptakan sebuah identitas nasional yang baru, yang tidak berbasis pada identitas kelompok etnis manapun. Dalam kasus ini, tidak ada kelompok etnis yang cukup dominan untuk mendominasi identitas nasional negara tersebut. 2. Nasionalisme dan Nation Building Pembahasan tentang bangsa tidak dapat lepas dari pembahasan mengenai nasionalisme. Nasionalisme merupakan sebuah konsep yang kompleks sehingga tidak mudah didefinisikan secara sederhana. Hal ini dapat ditunjukkan oleh beragamnya definisi nasionalisme yang diajukan oleh para peneliti di berbagai literatur yang ada. Satu hal yang umum dari konsep nasionalisme pada berbagai literatur di atas adalah keterkaitannya yang erat dengan konsep bangsa (nation). Lebih lanjut, terdapat dua cara pandang para ahli sosial mengenai nasionalisme. Cara pandang yang pertama melihat konsep nasionalisme sebagai sebuah ideologi, ide, gagasan, atau kepercayaan. Sementara cara pandang kedua melihat konsep nasionalisme sebagai sebuah gerakan (movement). Bahkan tidak sedikit yang menggabungkannya dalam satu kesatuan seperti definisi yang diajukan oleh Smith yaitu an ideological movement for attaining and maintaining autonomy, unity and identity on behalf of a population deemed by some of its members to constitute an actual or potential nation. 7 Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, definisi di atas menunjukkan bahwa nasionalisme merupakan gerakan yang didasarkan pada ideologi untuk mencapai 7 Smith, Anthony, D. Op. cit. Hlm

8 dan mempertahankan eksistensi bangsa. Hal ini didasarkan pada penjelasan dari Smith lebih lanjut tentang ketiga karakteristik sebuah bangsa (autonomy, unity, identity) yang digunakan dalam definisi nasionalismenya. Autonomy mengacu pada konsep self-determination, yang diartikan sebagai kemerdekaan sebuah bangsa secara politis dan bebas dari pengaruh kekuasaan pihak-pihak eksternal. Hal ini yang mendasari mengapa kemerdekaan (independence) suatu nation-state menjadi sasaran utama para nasionalis. Perlu dicatat disini bahwa walaupun secara konseptual terbentuknya negara (state) bukanlah syarat mutlak dari keberadaan bangsa, namun secara umum memang sebuah bangsa memerlukan keberadaan negara. 8 Berikutnya, dalam pengertian sederhananya unity mengacu pada kesatuan antara national territory/homeland dan komunitas nasionalnya. Sementara dalam pengertian yang lebih mendalam, unity mengacu pada kesatuan sosial, persaudaraan antar-anggota komunitas bangsa. Terakhir, identity mengacu pada ciri-ciri yang menunjukkan kesamaan antara satu anggota komunitas dari suatu bangsa dengan anggota komunitas lainnya, atau sesuai penjelasan sebelumnya dikenal dengan sebutan identitas nasional. Berdasarkan uraian di atas, kita dapat melihat bahwa salah satu tujuan nasionalisme adalah pencapaian identitas nasional dan inilah yang dimaksudkan dengan nation building. Dari beragam definisi atas apa yang dimaksud dengan konsep nation building, penulis akan menggunakan definisi sederhana dari Vera Tolz (1998) yang menjabarkan nation building sebagai sebuah proses pendefinisian who are we the people (identitas nasional), serta pembangunan/pembentukan identitas dari komunitas bangsa yang dimaksud berdasarkan definisi identitas nasional tersebut. 9 8 Smith, Anthony, D. Op. cit. Hlm Tolz, Vera Forging the Nation: National Identity and Nation Building in Post-Communist Russia. Europe-Asia Studies, Vol. 50(6). 8

9 Dalam hal ini, nation building dapat dikatakan berhubungan dengan proses pembentukan nation membership/nation boundary proses pendefinisian keanggotaan suatu bangsa, siapa yang dapat dianggap sebagai anggota dari bangsa tersebut dan siapa yang tidak. Marker atau penanda atas keanggotaan atas suatu bangsa biasanya bersumber dari adanya national identity identitas bangsa, yang umumnya terdiri atas hal-hal seperti bahasa, budaya, agama, dan lain sebagainya. Lebih lanjut, sebagaimana telah diuraikan di atas, pembentukan bangsa di negaranegara Asia dan Afrika mengambil rute yang berbeda dibandingkan dengan negara-negara di daratan Eropa. Di Eropa umumnya negara (state) terbentuk setelah proses integrasi komunitas masyarakat menjadi suatu banga (nation) berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, sementara di Asia dan Afrika umumnya secara politis negara (state) dibentuk walaupun bangsanya (nation) belum terkonsolidasi. Dengan kata lain, pada saat kemerdekaan (autonomy) tercapai, bangsanya sendiri (identity) belum terdefinisikan dengan baik sehingga peran para nasionalis setelah kemerdekaan dalam nation building menjadi penting mengingat salah satu tujuan nasionalisme belum sepenuhnya tercapai. Untuk menelaah pentingnya kontribusi nasionalisme dalam nation building pada masa setelah kemerdekaan, penulis akan melihat teori yang dibangun oleh Barrington dalam menganalisis arah pergerakan nasionalis setelah kemerdekaan. Barrington mulai dengan menyimpulkan bahwa nasionalisme pada dasarnya mencoba menjawab dua pertanyaan utama: Who is the nation? Dan what territory does the nation have a right to control? 10 Pada saat kemerdekaan, kedua pertanyaan tadi terjawab dengan suatu pilihan atas identitas nasional dan wilayah teritorial dari nation-state yang baru saja memperoleh kemerdekaannya. Namun demikian, setelah kemerdekaan tercapai, baik identitas nasional maupun wilayah 10 Barrington, Lowell W Nationalism and Independence, In Lowell W. Barrington (Ed.), After Independence: Making and Protecting the Nation in Postcolonial and Postcommunist States, Ann Arbor. Hlm

10 teritorial yang berada dibawah kendali nation-state tadi bisa saja mendapatkan tantangan dalam berbagai bentuk. Identitas nasional yang dipilih saat kemerdekaan belum tentu diinternalisasikan oleh seluruh anggota komunitas bangsa yang baru merdeka tersebut. Wilayah teritorial yang terbentuk saat kemerdekaan bisa jadi perlu diperluas untuk mencakup anggota komunitas yang memiliki kesamaan identitas nasional yang berada di luar wilayah teritorial bangsa yang baru merdeka. Ini semua menyebabkan peran nasionalisme tidak secara otomatis selesai setelah kemerdekaan tercapai. Barrington kemudian menunjukkan adanya lima varian nasionalisme yang mungkin berkembang setelah kemerdekaan. Kelima varian nasionalisme ini terbagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama berkaitan dengan aspek wilayah dari bangsa yang baru mendapatkan kemerdekaannya dan terdiri dari dua varian, sementara kelompok kedua berkaitan dengan aspek komunitas masyarakat bangsa yang baru terbentuk ini dan terdiri dari tiga varian. Kelima varian nasionalisme untuk periode setelah kemerdekaan ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1) External-Territory-Claiming Fokus nasionalisme disini pada usaha-usaha untuk memperluas penguasaan atas wilayah diluar batas-batas negara yang baru terbentuk karena dianggap merupakan bagian dari homeland. 2) Sovereignty-Protecting Fokus nasionalisme disini pada usaha-usaha kelompok mayoritas mempertahankan penguasaan atas wilayah dari negara yang terbentuk terhadap tuntutan kelompok minoritas atas sebagian wilayah yang dianggap sebagai homeland kelompok minoritas tersebut. 3) Civic Nation-Building Fokus nasionalisme pada usaha-usaha nation building untuk membentuk 10

11 identitas nasional dari bangsa yang baru terbentuk dengan didasarkan pada aspek-aspek politik-teritorial dan bukan pada aspek-aspek etnis. 4) Ethnic Nation-Protecting Fokus nasionalisme pada usaha-usaha nation building untuk membentuk identitas nasional dari bangsa yang baru terbentuk dengan didasarkan pada identitas etnis mayoritas sebagai bentuk proteksi dari rasa ketidak-amanan etnis mayoritas baik dari aspek sosial, budaya, maupun ekonomi atas ancaman dari etnis minoritas. 5) Co-National-Protecting Fokus nasionalisme juga mencakup anggota komunitas yang berada di luar wilayah bangsa yang baru terbentuk. D. Argumen Utama Kolonialisme Inggris menghasilkan masyarakat yang tersegregasi berdasarkan garis etnis. Masyarakat pada zaman kolonialisme Inggris menjalankan kehidupannya secara terpisah dengan kontak antar kelompok yang minimal. Pengelompokan lapangan kerja berdasarkan etnisitas dan sistem sekolah vernakular merupakan contoh segregasi dalam masyarakat kolonial Malaya. Terdapat ketidakseimbangan sosial di antara kelompok-kelompok etnis yang ada di Malaya dimana kondisi ekonomi kelompok etnis Melayu, yang juga merupakan kelompok mayoritas, relatif lebih terbelakang dibandingkan kelompok-kelompok etnis lainnya (Cina dan India). Keterbelakangan ini menimbulkan perasaan insecurity yang sangat kuat dari kelompok etnis Melayu dan menjadi salah satu faktor utama yang mendorong gerakan nasionalisme Melayu tumbuh dengan kecenderungan untuk memproteksi eksistensi dan identitas etnis Melayu. 11

12 Pada masa menjelang kemerdekaan, gerakan nasionalisme di Malaysia diwarnai dengan etnisitas yang belum menyatu dengan nasionalisme Melayu yang mengambil posisi dominan. Dinamika nasionalisme etnis Melayu, yang memilih jalur ethnic nationprotecting, dapat menjelaskan mengapa kebijakan-kebijakan nation building yang dijalankan pemerintah Malaysia selalu menghadapi hambatan-hambatan terutama dari kelompok etnis non-melayu. Wacana kebangsaan yang berkembang sejak tahun 1990an memperlihatkan kecenderungan gerakan nasionalisme Melayu yang mengarah pada civic nation-building, namun masih perlu pembuktian lebih lanjut dalam tataran yang lebih operasional. E. Metode Penelitian Penelitian dalam skripsi ini akan dilakukan dengan menggunakan data-data sekunder (data yang telah dikumpulkan dan dianalisis oleh orang lain) melalui studi pustaka dari buku, makalah ilmiah, artikel surat kabar dan berita elektronik. Penelitian akan dilaksanakan dengan cara menganalisis data-data yang telah dikumpulkan untuk menyusun sebuah argumentasi yang ilmiah. F. Sistematika Penulisan Bab I, sebagai bab pendahuluan berisi latar belakang, rumusan masalah, kerangka konseptual, argumen utama, metode penelitian, dan sistematikan penulisan. Bab II akan membahas proses nation building di Malaysia yang dilihat secara kronologis, mulai dari masa pra-kemerdekaan sampai dengan kemerdekaan; diikuti masa antara kemerdekaan sampai dengan tahun 1969, saat terjadinya kerusuhan etnis; masa penerapan National Economic Policy (NEP) yaitu antara tahun 1969 sampai dengan tahun 1990; dan terakhir masa setelah berakhirnya penerapan NEP. 12

13 Bab III akan membahas kebijakan-kebijakan nation building yang diterapkan oleh pemerintah Malaysia dan hambatan-hambatannya. Disini akan dibahas dua kebijakan nation building yaitu yang pertama adalah kebijakan pendidikan dan bahasa, serta yang kedua adalah kebijakan NEP. Pembahasan mencakup arti penting kebijakan bagi nation building, penjelasan atas penerapan kebijakan yang dimaksud, serta pencapaian dan hambatan yang dihadapi dalam penerapan kebijkan tersebut. Bab IV akan membahas nasionalisme Melayu dan pengaruhnya atas kebijakankebijakan nation building di Malaysia, yang diharapkan dapat menjelaskan atas munculnya berbagai hambatan atas penerapan kebijakan-kebijakan tersebut. Bab V, sebagai bab penutup akan membahas kesimpulan dari skripsi ini. 13

BAB V. Kesimpulan. A. Pendahuluan

BAB V. Kesimpulan. A. Pendahuluan BAB V. Kesimpulan A. Pendahuluan Kebijakan nation building yang diterapkan di Malaysia saat ini (dengan basis identitas etnis Melayu sebagai kelompok etnis yang dominan) tidak berjalan seperti yang diharapkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanyaan seputar nation-building menjadi isu sentral dalam politik Malaysia. Walaupun Malaysia memiliki politik yang relatif stabil dan pertumbuhan ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaysia merupakan sebuah negara yang populasi penduduknya terdiri dari berbagai jenis etnis dan suku, atau dalam kata lain, sebuah negara yang multietnis. Dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skripsi ini bertujuan untuk melihat apa yang bisa menjadi penyebab dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi bangsa Skotlandia untuk mendukung tuntutan pemisahan

Lebih terperinci

Wawasan Kebangsaan. Dewi Fortuna Anwar

Wawasan Kebangsaan. Dewi Fortuna Anwar Wawasan Kebangsaan Dewi Fortuna Anwar Munculnya konsep Westphalian State Perjanjian Westphalia 1648 yang mengakhiri perang 30 tahun antar agama Katholik Roma dan Protestan di Eropa melahirkan konsep Westphalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Thailand merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari permasalahan konflik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nasionalisme adalah suatu konsep dimana suatu bangsa merasa memiliki suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes (Chavan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang penduduknya memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang penduduknya memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang penduduknya memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi. Hal ini bisa dibuktikan dengan hidup dan berkembangnya

Lebih terperinci

Materi Bahasan. n Pengertian HAM. n Generasi HAM. n Konsepsi Non-Barat. n Perdebatan Internasional tentang HAM.

Materi Bahasan. n Pengertian HAM. n Generasi HAM. n Konsepsi Non-Barat. n Perdebatan Internasional tentang HAM. Hak Asasi Manusia Cecep Hidayat cecep.hidayat@ui.ac.id - www.cecep.hidayat.com Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Materi Bahasan Pengertian HAM. Generasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 105 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran dari skripsi dengan judul GEJOLAK PATANI DALAM PEMERINTAHAN THAILAND (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani

Lebih terperinci

BAB I - PENDAHULUAN. 1 Perjanjian Westphalia pada tahun 1648 menciptakan konsep kedaulatan Westphalia

BAB I - PENDAHULUAN. 1 Perjanjian Westphalia pada tahun 1648 menciptakan konsep kedaulatan Westphalia BAB I - PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini ingin melihat kebijakan eksternal Uni Eropa (UE) di Indonesia yang dapat dikategorikan sebagai bentuk implementasi dari konsep kekuatan normatif. Konsep

Lebih terperinci

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar. Tiga Gelombang Demokrasi Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik (perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan dalam perdagangan). Ciriciri utama

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Perancis oleh Presiden Nicholas Sarkozy (Sarkozy). Pembahasan yang akan

BAB I. Pendahuluan. Perancis oleh Presiden Nicholas Sarkozy (Sarkozy). Pembahasan yang akan BAB I Pendahuluan I. Latar Belakang Skripsi ini berusaha menganalisa pengetatan kebijakan terhadap Imigran di Perancis oleh Presiden Nicholas Sarkozy (Sarkozy). Pembahasan yang akan diperdalam pada skripsi

Lebih terperinci

ESENSI DAN URGENSI IDENTITAS NASIONAL SEBAGAI SALAH SATU DETERMINAN PEMBANGUNAN BANGSA DAN KARAKTER

ESENSI DAN URGENSI IDENTITAS NASIONAL SEBAGAI SALAH SATU DETERMINAN PEMBANGUNAN BANGSA DAN KARAKTER ESENSI DAN URGENSI IDENTITAS NASIONAL SEBAGAI SALAH SATU DETERMINAN PEMBANGUNAN BANGSA DAN KARAKTER Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Seberapa Indonesia-kah Anda? Lambang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Politik Identitas. Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas

TINJAUAN PUSTAKA. A. Politik Identitas. Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Politik Identitas Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas tentunya menjadi sesuatu yang sering kita dengar. Terlebih lagi, ini merupakan konsep

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

Multikulturalisme: konsep-konsep dasar Multikulturalisme merupakan cara bagaimana memandang dan menyikapi perbedaan. Keberagaman atau pluralitas buday

Multikulturalisme: konsep-konsep dasar Multikulturalisme merupakan cara bagaimana memandang dan menyikapi perbedaan. Keberagaman atau pluralitas buday Multikulturalisme di Prancis: Masalah Asimilasi dan Integrasi Joesana Tjahjani, M.Hum. P.S. Prancis FIB UI Diskusi tentang Multikulturalisme di Dunia Multikulturalisme: konsep-konsep dasar Multikulturalisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok

Lebih terperinci

KONSEP DASAR SOSIOLOGI PERDESAAN. Pertemuan 2

KONSEP DASAR SOSIOLOGI PERDESAAN. Pertemuan 2 KONSEP DASAR SOSIOLOGI PERDESAAN Pertemuan 2 BERBAGAI KESATUAN HIDUP 1. Individu 2. Keluarga 3. Golongan/ kelompok 4. Masyarakat INDIVIDU Sesuatu yang tidak dapat dibagi-bagi lagi, satuan terkecil dan

Lebih terperinci

Signifikasi Kawasan Asia Pasifik. Yesi Marince, S.Ip., M.Si

Signifikasi Kawasan Asia Pasifik. Yesi Marince, S.Ip., M.Si Signifikasi Kawasan Asia Pasifik Yesi Marince, S.Ip., M.Si A NEW WORLD AND ASIA PACIFIC ORDER Bagaimana Berakhirnya Perang Dingin mempengaruhi kawasan Asia Pasifik? 1. Alasan pelaksanaan containment policy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fani Nurlasmi Kusumah Dewi, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fani Nurlasmi Kusumah Dewi, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ungkapan modernisasi sangat sulit didefinisikan karena mempunyai cakupan yang sangat luas dan selalu berganti mengikuti perkembangan zaman sehingga pengertian

Lebih terperinci

AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL. Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017

AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL. Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017 AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017 STATE Miriam Budiardjo: Negara sebagai suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan sektor yang sangat menarik untuk dibahas karena menjadi perhatian penting bagi banyak pemerintah diberbagai negara. Begitu pula

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

DESKRIPSI MATAKULIAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI

DESKRIPSI MATAKULIAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI DESKRIPSI MATAKULIAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI Matakuliah : Agama (Islam, Kristen, Khatolik)* Deskripsi :Matakuliah ini mengkaji tentang

Lebih terperinci

Atika Puspita Marzaman. Recep Tayyib Erdogan:

Atika Puspita Marzaman. Recep Tayyib Erdogan: Atika Puspita Marzaman Recep Tayyib Erdogan: Turki, Islam, dan Uni Eropa HEPTAcentrum Press Recep Tayyib Erdogan: Turki, Islam, dan Uni Eropa Oleh: Atika Puspita Marzaman Copyright 2011 by Atika Puspita

Lebih terperinci

Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut

Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut Leif STENBERG Direktur, AKU- Dalam makalah berikut ini, saya akan mengambil perspektif yang sebagiannya dibangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena di dalam kehidupannya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Pada diri manusia juga terdapat

Lebih terperinci

BAB VII RAGAM SIMPUL

BAB VII RAGAM SIMPUL BAB VII RAGAM SIMPUL Komunitas India merupakan bagian dari masyarakat Indonesia sejak awal abad Masehi. Mereka datang ke Indonesia melalui rute perdagangan India-Cina dengan tujuan untuk mencari kekayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adam Jamaluddin, 2014 Gejolak patani dalam pemerintahan Thailand Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Adam Jamaluddin, 2014 Gejolak patani dalam pemerintahan Thailand Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Islam di Thailand paling tidak memiliki sejarah sejak abad ke 15 M. Selama itu juga Islam tumbuh di wilayah ini dipengaruhi oleh lingkungan baik secara

Lebih terperinci

KONSEP DASAR SOSIOLOGI PERDESAAN. Pertemuan 2

KONSEP DASAR SOSIOLOGI PERDESAAN. Pertemuan 2 KONSEP DASAR SOSIOLOGI PERDESAAN Pertemuan 2 BERBAGAI KESATUAN HIDUP 1. Keluarga 2. Golongan/ kelompok 3. Masyarakat INDIVIDU Sesuatu yang tidak dapat dibagi-bagi lagi, satuan terkecil dan terbatas Individu

Lebih terperinci

Burma mempunyai catatan tersendiri dalam sejarah Burma karena AFPFL BAB V. Kesimpulan

Burma mempunyai catatan tersendiri dalam sejarah Burma karena AFPFL BAB V. Kesimpulan sistem satu partai atau partai tunggal dalam bidang pemerintahan. Oleh karena itu, semua partai politik termasuk AFPFL dihilangkan. Ne Win menganggap bahwa banyaknya partai politik akan mengacaukan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN J. Bray, Ethnic Minorities and the Future of Burma, Royal Institute of International Affair, 1992.

BAB I PENDAHULUAN J. Bray, Ethnic Minorities and the Future of Burma, Royal Institute of International Affair, 1992. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Myanmar merupakan negara yang memiliki beragam etnis dan agama. Sejak berakhirnya kolonialisme Inggris pada tahun 1948, muncul ketegangan diantara kelompok minoritas

Lebih terperinci

: SARJANA/DIPLOMA. PETUNJUK KHUSUS Pilihlah salah satu jawaban yang saudara anggap paling tepat diantara 5 pilihan yang tersedia

: SARJANA/DIPLOMA. PETUNJUK KHUSUS Pilihlah salah satu jawaban yang saudara anggap paling tepat diantara 5 pilihan yang tersedia MATA UJIAN BIDANG TINGKAT : P.ENGETAHUAN UMUM : SEJARAH : SARJANA/DIPLOMA PETUNJUK UMUM 1) Dahulukan menulis nama dan nomor peserta pada lembar jawaban 2) Semua jawaban dikerjakan di lembar jawaban yang

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR JAWA TIMUR PADA PERINGATAN HARI ULANG TAHUN KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA KE-66 TAHUN 2011

SAMBUTAN GUBERNUR JAWA TIMUR PADA PERINGATAN HARI ULANG TAHUN KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA KE-66 TAHUN 2011 1 Bagian Humas Pemerintah Kota Surabaya SAMBUTAN GUBERNUR JAWA TIMUR PADA PERINGATAN HARI ULANG TAHUN KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA KE-66 TAHUN 2011 SURABAYA, 17 AGUSTUS 2011 ASSALAMU'ALAIKUM WR.WB. SALAM

Lebih terperinci

VISI DAN STRATEGI PENDIDIKAN KEBANGSAAN DI ERA GLOBAL

VISI DAN STRATEGI PENDIDIKAN KEBANGSAAN DI ERA GLOBAL RETHINKING & RESHAPING VISI DAN STRATEGI PENDIDIKAN KEBANGSAAN DI ERA GLOBAL OLEH : DR. MUHADJIR EFFENDY, M.AP. Disampaikan dalam Acara Tanwir Muhammadiyah 2009 di Bandar Lampung, 5 8 Maret 2009 1 Lingkup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang dicirikan oleh adanya keragaman budaya. Keragaman tersebut antara lain terlihat dari perbedaan bahasa, etnis dan agama.

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER. Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel

PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER. Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel 1 PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel Abstrak Setiap etnik atau ras cenderung memunyai semangat dan ideologi yang etnosentris,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012.

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerjasama ASEAN telah dimulai ketika Deklarasi Bangkok ditandatangani oleh Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filiphina pada tahun 1967. Sejak saat

Lebih terperinci

NILAI DAN NORMA KONSTITUSIONAL UUD NRI UUD NRI 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia. Apa isinya?

NILAI DAN NORMA KONSTITUSIONAL UUD NRI UUD NRI 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia. Apa isinya? NILAI DAN NORMA KONSTITUSIONAL UUD NRI 1945 UUD NRI 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia. Apa isinya? Istilah konstitusi dalam bahasa Prancis dikenal dengan istilah constituer, dalam bahasa Inggris

Lebih terperinci

Kewarganegaraan Warganegara dan kewarganegaraan merupakan dua hal yang amat berkaitan. John J. Cogan & Ray Derricott dalam Citizenship Education For

Kewarganegaraan Warganegara dan kewarganegaraan merupakan dua hal yang amat berkaitan. John J. Cogan & Ray Derricott dalam Citizenship Education For Kewarganegaraan Warganegara dan kewarganegaraan merupakan dua hal yang amat berkaitan. John J. Cogan & Ray Derricott dalam Citizenship Education For 21 st Century: Setting the Contex (1998) membuat definisi

Lebih terperinci

Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak

Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak Dengan telah dimulainya ASEAN Community tahun 2015 merupakan sebuah perjalanan baru bagi organisasi ini. Keinginan untuk bisa mempererat

Lebih terperinci

KISI-KISI PEDAGOGIK UKG 2015 SEJARAH STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/KELAS/KEAHLIAN/BK

KISI-KISI PEDAGOGIK UKG 2015 SEJARAH STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/KELAS/KEAHLIAN/BK KISI-KISI UKG 2015 SEJARAH Indikator Pencapaian b c d e 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, 1.1 Memahami karakteristik peserta didik yang berkaitan dengan aspek

Lebih terperinci

INTEGRASI NASIONAL SEBAGAI SALAH SATU PARAMETER PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA. Pendidikan Kewarganegaraan DKV, UNIKOM 2017

INTEGRASI NASIONAL SEBAGAI SALAH SATU PARAMETER PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA. Pendidikan Kewarganegaraan DKV, UNIKOM 2017 INTEGRASI NASIONAL SEBAGAI SALAH SATU PARAMETER PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA Pendidikan Kewarganegaraan DKV, UNIKOM 2017 Berintegrasi Sebagai Suatu Bangsa, Sulitkah? bangsa yang mampu membangun integrasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. konflik antar kelompok maupun disintegrasi sosial. Sebetulnya kemajemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. konflik antar kelompok maupun disintegrasi sosial. Sebetulnya kemajemukan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Majemuk Kemajemukan seringkali menarik perhatian karena dikaitkan dengan masalah konflik antar kelompok maupun disintegrasi sosial. Sebetulnya kemajemukan memiliki

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN GLOBALISASI DAN NASIONALISME. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika.

KEWARGANEGARAAN GLOBALISASI DAN NASIONALISME. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika. KEWARGANEGARAAN Modul ke: GLOBALISASI DAN NASIONALISME Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Abstract : Menjelaskan pengertian globalisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, distirbusi informasi serta mobilitas manusia menjadi lebih mudah. Hal ini merupakan dampak langsung dari adanya pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meyampaikan pendapatnya di pertemuan rakyat terbuka untuk kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. meyampaikan pendapatnya di pertemuan rakyat terbuka untuk kepentingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Media dan demokrasi merupakan dua entitas yang saling melengkapi. Media merupakan salah satu produk dari demokrasi. Dalam sejarah berkembangnya demokrasi, salah satu

Lebih terperinci

KISI-KISI SEJARAH KELAS XI IPS

KISI-KISI SEJARAH KELAS XI IPS 2.1. Menganalisis Kolonialisme dan Imperialisme Perkembangan Pengaruh Barat di Barat dan Perubahan Merkantilisme dan Ekonomi, dan Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat di pada masa Kolonial Demografi, Kapitalisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam periode , yang ditandai dengan munculnya konflik-konflik

BAB I PENDAHULUAN. dalam periode , yang ditandai dengan munculnya konflik-konflik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketegangan politik terjadi di India menjelang kemerdekaanya dari Inggris dalam periode 1935-, yang ditandai dengan munculnya konflik-konflik komunal antara dua golongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sejarah Korea yang pernah berada di bawah kolonial kekuasaan Jepang menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi sumber

Lebih terperinci

Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan

Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Cina dan Taiwan adalah dua kawasan yang memiliki latar belakang

Lebih terperinci

HAK MASYARAKAT ADAT. Materi Perkuliahan HUKUM & HAM (Tematik ke-5) Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM

HAK MASYARAKAT ADAT. Materi Perkuliahan HUKUM & HAM (Tematik ke-5) Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM HAK MASYARAKAT ADAT Materi Perkuliahan HUKUM & HAM (Tematik ke-5) DEFINISI MASYARAKAT ADAT Masyarakat adat adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal-usul leluhur (secara turun temurun) di wilayah geografis

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: 03Fakultas Gunawan EKONOMI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Identitas Nasional Wibisono SH MSi Program Studi Akuntansi Tujuan Perkuliahan Mampu menjelaskan: A. Pengertian Identitas Nasional B. Parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pecahnya Uni Soviet telah meninggalkan berbagai permasalahan dibekas wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi pasca jatuhnya

Lebih terperinci

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL RENCANA PEMBELAJARAN KBK MATA KULIAH : POLITIK IDENTITAS DAN MULTIKULTURALISME SKS: 3 JURUSAN : ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL, ILMU PEMERINTAHAN DOSEN : RESTU RAHMAWATI, S.IP., M.A KOMPETENSI : 1. MEMAHAMI

Lebih terperinci

Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Internasional

Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Internasional Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Internasional Oleh : Andy Wijaya NIM :125110200111066 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya Malang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki peranan penting

Lebih terperinci

DOSEN : Dr. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI

DOSEN : Dr. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI DOSEN : Dr. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI FISIP HI UNJANI CIMAHI 2011 Tinjauan Umum Teori Kepentingan Nasional Teori National Interest Versi Hans J. Morgenthau Teori National Interest Versi Donald Nuchterlin

Lebih terperinci

2015 PERANAN SOUTH WEST AFRICA PEOPLE ORGANIZATION (SWAPO) DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN NAMIBIA

2015 PERANAN SOUTH WEST AFRICA PEOPLE ORGANIZATION (SWAPO) DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN NAMIBIA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Namibia merupakan negara mandat dari Afrika Selatan setelah Perang Dunia I. Sebelumnya, Namibia merupakan negara jajahan Jerman. Menurut Soeratman (2012,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mudah untuk dicapai. Kemerdekaan Indonesia diperoleh melalui perjuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mudah untuk dicapai. Kemerdekaan Indonesia diperoleh melalui perjuangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemerdekaan yang saat ini dinikmati oleh bangsa Indonesia bukanlah usaha mudah untuk dicapai. Kemerdekaan Indonesia diperoleh melalui perjuangan yang tidak hanya

Lebih terperinci

IDENTITAS NASIONAL Pengertian Identitas Jenis Identitas Atribut Identitas

IDENTITAS NASIONAL Pengertian Identitas Jenis Identitas Atribut Identitas IDENTITAS NASIONAL 1. Hakikat Identitas Nasional Pengertian Identitas o Identitas (Identity) o Ciri-ciri, tanda-tanda, jati diri yang menandai suatu benda atau orang. o Ciri: ciri fisik dan ciri non-fisik

Lebih terperinci

AKTOR AKTOR DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL

AKTOR AKTOR DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL AKTOR AKTOR DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL Dalam kajian hubungan internasional, aktor-aktor yang berperan dalam sistem internasional dapat dikelompokkan menjadi : - Supra State Actors aktor supra nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia dan Thailand merupakan dua negara berkembang di kawasan Asia Tenggara yang sedang berusaha mengembangkan sektor industri otomotif negerinya. Kenyataan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Peran perbankan yang profesional semakin dibutuhkan guna

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Peran perbankan yang profesional semakin dibutuhkan guna BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran perbankan yang profesional semakin dibutuhkan guna mendukung kebutuhan akan finansial yang juga semakin beragam ditengah tumbuh dan berkembangnya perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki wilayah, pemerintah yang berdaulat, dan warga Negara. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara yang

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN

SILABUS PEMBELAJARAN SILABUS PEMBELAJARAN Nama Sekolah : Program : Ilmu Pengetahuan Sosial Mata Pelajaran : Kelas/Semester : X1/2 Standar : 2. Menganalisis Perkembangan bangsa sejak masuknya pengaruh Barat sampai dengan Pendudukan

Lebih terperinci

Ethnic Integration and Spatial Segregation of the Chinese Population By DAVID W.S. WONG. Asian Ethnicity, Volume 1, Number 1, March 2000

Ethnic Integration and Spatial Segregation of the Chinese Population By DAVID W.S. WONG. Asian Ethnicity, Volume 1, Number 1, March 2000 Paper Kelompok 94 Anggota : 1. Alex 1202000087 2. Habrar 1201000423 3. Pratiwi 1202000796 Ethnic Integration and Spatial Segregation of the Chinese Population By DAVID W.S. WONG Asian Ethnicity, Volume

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak manusia mulai hidup bermasyarakat, maka sejak saat itu sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak manusia mulai hidup bermasyarakat, maka sejak saat itu sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak manusia mulai hidup bermasyarakat, maka sejak saat itu sebuah gejala yang disebut masalah sosial berkutat di dalamnya. Sebagaimana diketahui, dalam realitas

Lebih terperinci

KONSTITUSI SEBAGAI LANDASAN POLITIK HUKUM. Muchamad Ali Safa at

KONSTITUSI SEBAGAI LANDASAN POLITIK HUKUM. Muchamad Ali Safa at KONSTITUSI SEBAGAI LANDASAN POLITIK HUKUM Muchamad Ali Safa at KEDAULATAN RAKYAT DAN KONSTITUSI Rakyat Yang Berdaulat Constituent power PERJANJIAN SOSIAL Perjanjian tertinggi, hukum dasa Konstitusi Tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana reklamasi Teluk Benoa ini digagas oleh PT Tirta Wahana Bali

BAB I PENDAHULUAN. Rencana reklamasi Teluk Benoa ini digagas oleh PT Tirta Wahana Bali BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setidaknya sejak 2013 terjadi perdebatan di lingkup masyarakat Bali pada khususnya dan nasional juga internasional pada umumnya yang dikarenakan adanya rencana untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku bangsa, beranekaragam Agama, latar belakang sejarah dan kebudayaan daerah.

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Identitas Nasional. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat. Ramdhan Muhaimin, M.Soc.

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Identitas Nasional. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat. Ramdhan Muhaimin, M.Soc. Modul ke: 03 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Identitas Nasional Fakultas Ilmu Komunikasi Program Studi Hubungan Masyarakat Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc Sub Bahasan 1. Pengertian Identitas Nasional 2. Parameter

Lebih terperinci

BANGSA DAN IDENTITAS NASIONAL. Materi PKn oleh Asnedi, SH.,MH

BANGSA DAN IDENTITAS NASIONAL. Materi PKn oleh Asnedi, SH.,MH BANGSA DAN IDENTITAS NASIONAL Materi PKn oleh Asnedi, SH.,MH Unsur mutlak pembentuk negara Rakyat atau bangsa umat manusia, > segi adat istiadat, > ciri khas fisik biologis manusia, > iman kepercayaan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008. BAB 5 KESIMPULAN Kecurigaan utama negara-negara Barat terutama Amerika Serikat adalah bahwa program nuklir sipil merupakan kedok untuk menutupi pengembangan senjata nuklir. Persepsi negara-negara Barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian dalam industri tersebut. Olahraga menjadi bagian penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. bagian dalam industri tersebut. Olahraga menjadi bagian penting dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia olahraga pada era modern seperti sekarang ini, tidak hanya menjadi sebuah sarana untuk menjaga kesehatan tubuh, namun sudah menjadi salah satu industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara merupakan kejadian tunggal yang tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain

BAB I PENDAHULUAN. Utara merupakan kejadian tunggal yang tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan pendekatan monodisipliner sejarah, peristiwa konflik Irlandia Utara merupakan kejadian tunggal yang tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain

Lebih terperinci

STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA MASYARAKAT MAJEMUK MEMILIKI SUB STRUKTUR DENGAN CIRI YANG SANGAT BERAGAM SEHINGGA DISEBUT MAJEMUK

STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA MASYARAKAT MAJEMUK MEMILIKI SUB STRUKTUR DENGAN CIRI YANG SANGAT BERAGAM SEHINGGA DISEBUT MAJEMUK STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA MASYARAKAT MAJEMUK MEMILIKI SUB STRUKTUR DENGAN CIRI YANG SANGAT BERAGAM SEHINGGA DISEBUT MAJEMUK MASING-MASING SUB STRUKTUR BERJALAN DENGAN SISTEMNYA MASING-MASING

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yaitu makhluk yang selalu membutuhkan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya manusia selalu berkomunikasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA PASAL 1

UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA PASAL 1 PENGERTIAN HAM Hak adalah kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang atas sesuatu (Suria Kusuma, 1986). Istilah Hak asasi menunjukkan bahwa kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang tersebut

Lebih terperinci

BAHAN AJAR KEWARGANEGARAAN

BAHAN AJAR KEWARGANEGARAAN BAHAN AJAR KEWARGANEGARAAN Disampaikan pada acara Workshop E-Learning. Oleh : Tatik Rohmawati,S.IP. Staf Dosen Prodi Ilmu Pemerintahan 1 15 Desember 2007 GLOBALISASI Kata "globalisasi" diambil dari kata

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan Pada Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya Politik Nasional Berlandaskan Pekanbaru,

Lebih terperinci

2) Sanggupkah Pancasila menjawab berbagai tantangan di era globalisasi tersebut?

2) Sanggupkah Pancasila menjawab berbagai tantangan di era globalisasi tersebut? BAB I 1.Latar Belakang Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara merupakan kesepakatan politik ketika negara Indonesia didirikan,dan hingga sekarang di era globalisasi,negara Indonesia tetap berpegang

Lebih terperinci

Bab 7 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Praktik Makan Patita

Bab 7 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Praktik Makan Patita Bab 7 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Praktik Makan Patita Suatu praktik dalam masyarakat tidak mungkin terpisah sepenuhnya dari kondisi riel masyarakat itu sendiri. Kondisi yang terkait dengan intensitas pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai alat pemersatu bangsa demi merebut kemerdekaan (Rawantina,

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai alat pemersatu bangsa demi merebut kemerdekaan (Rawantina, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nasionalisme merupakan paham untuk menumbuhkan sikap cinta tanah air yang berdasarkan persamaan sejarah kemudian bergabung menjadi satu untuk mempertahankan dan loyalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psychological well-being atau kesejahteraan psikologis individu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Psychological well-being atau kesejahteraan psikologis individu merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Psychological well-being atau kesejahteraan psikologis individu merupakan konsep di dunia psikologi yang dewasa ini mulai berkembang pesat. Jika melihat di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman di dalamnya seperti budaya, ras, agama, dan lain sebagainya. Indonesia termasuk negara multikultur yang juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan alat bagi manusia dalam berkomunikasi. Melalui bahasa, manusia dapat mengungkapkan ide, pikiran, dan perasaannya. Alwasilah (2014, hlm.

Lebih terperinci

Embrio Sosiologi Militer di Indonesia

Embrio Sosiologi Militer di Indonesia Pengantar Redaksi Embrio Sosiologi Militer di Indonesia GENEALOGI SOSIOLOGI MILITER Kalau diteliti lebih dalam, setiap sosiolog besar pasti pernah berbicara tentang institusi militer, tak terkecuali Marx,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN. Kesimpulan

BAB VII KESIMPULAN. Kesimpulan BAB VII KESIMPULAN Kesimpulan Setiap bangsa tentu memiliki apa yang disebut sebagai cita-cita bersama sebagai sebuah bangsa. Indonesia, negara dengan beragam suku, bahasa, agama dan etnis, juga pastinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan. Hidup berdampingan secara damai antara warga negara yang beragam tersebut penting bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan hasil dari kebudayaan manusia yang dapat didokumentasikan atau dilestarikan, dipublikasikan dan dikembangkan sebagai salah salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dunia kedua menjadi titik tolak bagi beberapa negara di Eropa

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dunia kedua menjadi titik tolak bagi beberapa negara di Eropa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berakhirnya perang dunia kedua menjadi titik tolak bagi beberapa negara di Eropa untuk mendorong terbentuknya integrasi Eropa. Pada saat itu, Eropa mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia, sesuatu yang sangat unik, yang tidak dimiliki oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia, sesuatu yang sangat unik, yang tidak dimiliki oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia yang di bangun di atas keberagaman/kemajemukan etnis, budaya, agama, bahasa, adat istiadat.kemajemukan merupakan kekayaan bangsa Indonesia, sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat majemuk. Ratusan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat majemuk. Ratusan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat majemuk. Ratusan suku yang berstatus penduduk asli dan pendatang mendiami pulau-pulau di Indonesia yang jumlahnya

Lebih terperinci

BAB IV KESEPAKATAN ANTARA SUKU-SUKU DI ISRAEL DENGAN DAUD DALAM 2 SAMUEL 5:1-5 PERBANDINGANNYA DENGAN KONTRAK SOSIAL MENURUT JEAN JACQUES ROUSSEAU

BAB IV KESEPAKATAN ANTARA SUKU-SUKU DI ISRAEL DENGAN DAUD DALAM 2 SAMUEL 5:1-5 PERBANDINGANNYA DENGAN KONTRAK SOSIAL MENURUT JEAN JACQUES ROUSSEAU BAB IV KESEPAKATAN ANTARA SUKU-SUKU DI ISRAEL DENGAN DAUD DALAM 2 SAMUEL 5:1-5 PERBANDINGANNYA DENGAN KONTRAK SOSIAL MENURUT JEAN JACQUES ROUSSEAU Pada dasarnya kesepakatan yang dimaksudkan dalam bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan budaya yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan budaya yang berbeda-beda satu sama lain, yang tersebar di berbagai daerah yang mendiami kepulauan nusantara. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu kesatuan apabila ada interaksi sosial yang positif, diantara setiap etnik tersebut dengan syarat kesatuan

Lebih terperinci

dapat menghadapi satu sama lain secara fisik, legal, kultural, dan psikologis. Maka dari itu, pendidikan dengan adanya keragaman budaya memberikan keu

dapat menghadapi satu sama lain secara fisik, legal, kultural, dan psikologis. Maka dari itu, pendidikan dengan adanya keragaman budaya memberikan keu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Adanya keragaman budaya dalam dunia pendidikan memberikan berbagai keuntungan, seperti yang diungkapkan oleh Gurin, Nagda, dan Lopez (2004, 19) bahwa para pelajar

Lebih terperinci