BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanyaan seputar nation-building menjadi isu sentral dalam politik Malaysia. Walaupun Malaysia memiliki politik yang relatif stabil dan pertumbuhan ekonomi yang tetap, proyek nation-building tetap menjadi agenda nasional yang belum terpecahkan. Konsep Bangsa Malaysia yang diperkenalkan oleh Mahathir tahun 1991, di dalam satu paket Malaysia vision 2020, adalah sebuah proyek nasional yang berusaha menjadikan Malaysia sebagai Negara yang maju dalam pertumbuhan ekonomi dan perkembangan teknologi sampai dengan tenggat waktu tahun Mahathir jelas menyatakan dalam Malaysia: The Way Forward, tantangan pertama untuk mencapai vision 2020 adalah bagaimana mencapai sebuah bangsa Malaysia bersatu (United Malaysia Nation) yang hidup secara harmoni, terintegrasi secara etnik dengan loyalitas dan dedikasi pada bangsa. 1 Hal ini menjadi menarik mengingat sejarah pembangunan bangsa Malaysia sebelumnya lebih berfokus pada nasionalisme Melayu yang didasarkan pada kebijakan ekonomi, budayadan pendidikan Mei Isu-isu etnis menjadi hal yang pokok dalam tema nation building Malaysia pada saat itu. Konsep Bangsa Malaysia bersatu dalam Wawasan 2020 bukanlah sebuah konsep yang baru karena sebelumnya terdapat Malaysian Malaysia yaitu sebuah konsep kewarganegaraan individu yang tidak dibentuk berdasarkan pada ciri-ciri etnik dan menolak anggapan bahwa supremasi negara ditentukan oleh komunias etnik. Perbedaannya adalah konsep Malaysian Malaysia ini berasal dari People Action Party (PAP) yang merepresentasikan etnik Cina di wilayah Singapura (sebelum berpisah dengan Federasi Malaya) sedangkan konsep Bangsa Malaysia muncul dari pidato Mahathir Muhammad sebagai Perdana Menteri Malaysia yang merupakan representasi dari orang-orang Melayu mengingat Mahathir adalah seorang yang memperhatikan kepentingan Melayu dalam bukunya, Malay Dilemma. Konsep Bangsa Malaysia menarik karena diangap sebagai sebuah kemajuan dalam menciptakan masyarakat plural dan di satu sisi menjadi paradigma baru yang muncul dari 1 Mahathir, M (1991). The Way Forward. Paper yang disampaikan dalam Malaysian Business Council, Kuala Lumpur, 28 Februari. Malaysia 1

2 representasi komunitas Melayu itu sendiri. Pada dasarnya konsep Bangsa Malaysia ini sebagai pemersatu bangsa dalam masyarakat plural Malaysia dengan menggunakan visi pembangunan ekonomi sebagai tujuan bersama yang tidak lagi menggunakan identitasidentitas yang berasal dari komunitas etnik. Perlu dicatat bahwa dalam sejarah pembangunan bangsa Malaysia, etnisitas menjadi kunci penting pembangunan terutama pada era 1970an. Kebijakan NEP (New Economic Policy) dan NCP (National Cultural Policy) telah menunjukkan keuntungan pada Melayu dalam bidang ekonomi dan budaya. Kedua kebijakan tersebut adalah hasil dari ketidakpuasan pemimpin Melayu atas kondisi orang-orang Melayu yang tidak diuntungkan dalam periode Tunku Abdul Rahman,yang memuncak setelah hasil pemilu 1969 yang tidak memuaskan bagi Aliansi UMNO. Para pemimpin Melayu merasa bahwa orang Melayu akan kehilangan status mereka sebagai orang asli dan hak-hak istimewa mereka. Isu kesenjangan ekonomi juga menguat dalam periode ini. Mahathir, dalam Malay Dilemma, secara tegas menyatakan kekhawatirannya terhadap orang Melayu yang terbelakang secara ekonomi dan pemerintah Abdul Rahman gagal mengatasi kesenjangan tersebut. 2 Selain isu ekonomi, isu yang lebih menarik perhatian adalah isu mengenai identitas dan kewarganegaraan yang ditandai oleh munculnya konsep Malaysian Malaysia. Seperti yang telah dijelaskan bahwa konsep Malaysian Malaysia menegaskan identitas kewarganegaraan individu bukanlah berdasarkan pada ciri-ciri etnik sehingga konsep ini menolak mengakui bahwa supremasi negara berdasarkan pada salah satu komunitas etnik. Hal ini memicu reaksi dari pendukung nasionalisme Melayu karena konsep Malaysian Malaysia telah mencederai posisi dan hakhak istimewa Melayu yang sudah diatur dalam Konstitusi Federal. 3 Ketegangan yang 2 UMNO muncul karena takut orang Melayu kalah dari orang Cina... Tapi perbedaan para pemimpin yang bertahap dari kebijakan yang telah digariskan UMNO, dan kondisi dan permintaan-pertmintaan yang lebih terus terang dari orang Cina di dalam dan di luar MCA, segera membangkitkan ketakutan lama... Hal ini jelas bahwa dengan pendekatan pemilu 1969, semua orang kecewa dengan Pemerintah. Orang Melayu kecewa karena di mata mereka Pemerintah terus menyukai orang Cina dan telah gagal untuk memperbaiki ketidakseimbangan nyata dalam kekayaan dan kemajuan ras. Mahathir bin Mohammad Malay Dilemma. Federal Publications. hal 10, 13 3 Posisi dan hak-hak Melayu dijamin dalam Konstitusi Federal Pasal 153 ayat 1 dan 3. Pasal 153 ayat 1 berbunyi: Yang Dipertuan Agong bertanggung jawab untuk menjamin posisi dan hak-hak spesial orang Melayu dan orang Asli di Sabah dan Sarawak. Pasal 153 ayat 3 berbunyi: Yang Dipertuan Agong menjamin orangorang Melayu dan Asli mendapatkan hak-hak spesial mereka dalam pelayanan publik dan pendidikan baik berupa beasiswa mapun berbagai macam pendidikan pelatihan. Definisi orang Melayu telah dijelaskan dalam Pasal 160 ayat 1 yang menjelaskan bahwa orang Melayu adalah orang yang beragama islam, berbicara bahasa Melayu dan mengakui adat istiadat dan budaya Melayu. Dengan kata lain, Yang Dipertuan Agung, bahasa dan 2

3 dihasilkan meledak menjadi kerusuhan etnis yang serius dan berimplikasi pada perubahanperubahan kebijakan yang memperkuat dominasi Melayu dalam bidang ekonomi, budaya dan pendidikan. Penelitian ini menggunakan premis dasar bahwa konsep Bangsa Malaysia adalah sebuah identitas nasional Malaysia yang coba dibangun oleh Mahathir Muhammad sebagai akibat dari pengalaman Malaysia atas ketegangan etnis dan konflik identitas dalam politik nation-building Malaysia. Visi nasionalisme Mahathir menggunakan pembangunan ekonomi sebagai tujuan bersama untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan tersebut. Untuk membuktikan keyakinan ini, penelitian ini melihat perkembangan nasionalisme Malaysia dari nasionalisme etnokultural yang ditandai oleh kebangkitan kembali nasionalisme Melayu paska kerusuhan Mei 1969 sampai munculnya konsep Bangsa Malaysia dalam pidato Mahathir, The Way Forward, pada tahun 1991 sebagai puncak ide nasionalisme kewargaan Mahathir atas tanggapannya terhadap konflik identitas dan perbedaan-perbedaan visi tentang bangsa sebelumnya. Berdasarkan dari penjelasan di atas maka penulis merasa tertarik mengambil penelitian dengan judul Dari Nasionalisme Etnokultural ke Nasionalisme Kewargaan: Studi Mengenai Dinamika Nation Building Malaysia 1.2. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan pada latar belakang permasalahan di atas, ada dua pertanyaan yang ingin diajukan penulis: 1. Tipe-tipe nasionalisme apakah yang berkembang di Malaysia, terutama dari kerusuhan Mei 1969 sampai munculnya konsep Bangsa Malaysia? 2. Bagaimana nasionalisme-nasionalisme itu diwujudkan? agama menjadi simbol identitas Melayu yang dilindungi dalam Konstitusi Federal. Malaysia Konstitusi Federal Malaysia serta amandemennya. 3

4 1.3. Kerangka Teori Teori-teori Nasionalisme: Bangsa, Etnisitas, Modernitas dan Nation of Intent A.D Smith, dalam bukunya National Identity mendefinisikan bangsa sebagai populasi manusia yang memiliki nama, memiliki sejarah kewilayahan yang sama, pengalaman sejarah dan mitos bersama, budaya publik bersama, hak-hak hukum dan ekonomi bersama dan kewajiban bagi setiap anggotanya 4. Definisi sepert ini bekerja sesuai dengan fungsi-fungsi objektifnya baik secara eksternal maupun internal. Secara eksternal, fungsi objektif didasarkan otonomi politik dan ekonomi, seperti dalam definisi hak-hak hukum dan ekonomi dan kewajiban bagi setiap anggotanya. Fungsi objektif internal terletak pada ikatan-ikatan kolektif seperti budaya dan teritori yang terbayangkan. Lalu apa perbedaannya dengan komunitas etnik? Komunitas etnik memiliki karakteristik yang hampir serupa dengan bangsa terutama pada identitas kolektif budaya, tradisi dan asosiasi terhadap tanah air. Tapi ada perbedaan yang mendasar antara komunitas etnikdengan bangsa. Menurut A. D Smith, perbedaan antara bangsa dan kelompok etnik (ethnie) berada dalam kondisi objektifnya. A.D. Smith menjelaskan bahwa bangsa bukanlah komunitas etnik,karena biasanya komunitas etnik tidak mempunyai rujukan politik, dan dalam banyak hal juga kekurangan budaya publik, bahkan kekurangan dimensi territorial, karena komunitas etnik belum tentu memerlukan kepemilikan fisik di dalam wilayah historisnya. Sementara itu, dalam rangka membentuk bangsa, sebuah bangsa haruslah mempunyai tanah airnya sendiri, setidak-tidaknya untuk jangka panjang tertentu. Dalam konteks penggunaan kontemporer, istilah bangsa menjadi suatu sinonim untuk total populasi dari satu negara, tanpa memandang komposisi etniknya. 5 Konsep bangsa juga berbeda dengan negara. Bangsa bukanlah negara karena konsep negara berkaitan dengan kegiatan institusional,sedangkan aktivitas bangsa bercirikan suatu jenis komunitas. Konsep negara dapat ditetapkan sebagai himpunan institusi-institusi otonom, yang berbeda dengan institusi lainnya, memiliki monopoli yang sah untuk melakukan pemaksaandan perampasan di wilayah yang bersangkutan. Hal ini sangat berbeda dengan 4 A nation can therefore be defined as a named population sharing an historic territory, common myths and historical memories, a mass, public culture, a common economy and common legal rights and duties for all members. Anthony D Smth National Identity. Penguin Books. London hal A.D Smith Nasionalisme teori ideologi dan sejarah. Penerbit Erlangga.Hal 14 4

5 konsep bangsa, karena bangsa adalah komunitas yang dirasakan dan dijalani dengan anggota yang berbagi tanah air serta budaya bersama. 6 Bagi Smith, politisasilah yang mengubah kelompok-kelompok etnik menjadi bangsa. Proses politik dari nation-building, bagaimanapun juga memperoleh dinamismenya dari ikatan-ikatan etnik lama karena, untuk menempa satu bangsa adalah vital untuk menciptakan dan mengkristalkan komponen-komponen etnik 7. Salah satu dari implikasi yang paling serius dari transformasi etnik menjadi bangsa adalah satu permintaan untuk otonomi politik dan ekonomi dari kelompok tertentu yang akan muncul. Perkembangan dan penyebaran perasaan kebangsaan adalah hal yang vital bagi bangsa, yang mendapatkan kohesi internalnya melalui mitos dan simbol-simbol dari masa lalu yang dialami bersama, yang pada dasarnya berasal dari kolektivitas etnik Smith mennganggap bahwa proses nation building bisa dijelaskan melalui perspektif etnik. Maka kemunculan dan penyebaran nasionalisme juga terpusat pada hubungan antara etnisitas dan bangsa. Smith menganggap nasionalisme sebagai satu ideologi dan satu bentuk perilaku politik. Sebagai satu gerakan ideologi, nasionalisme melayani tujuan pencapaian dan mempertahankan otonomi, kesatuan dan identitas dari suatu bangsa yang ada atau potensi suatu bangsa 8. Sedangkan sebagai satu gerakan politik, nasionalisme sering mendahului dan berusaha untuk menciptakan bangsa melalui mobilisasi dan partisipasi politik 9. Dalam pandangan Smith,untuk mematerialkan tujuan-tujuan nasionalisme menjadi otonomi,kesatuan dan identitas, maka diperlukan komponen inti dari etnisitas. Ini mengacu pada aspek-aspek kolektif yang sama-sama dimiliki oleh orang-orang seperti kelompok kasta, sekte agama, komunitas etnik dan bahasa. Identitas kolektif yang berdasarkan pada budaya ini menjadi pengikat yang kuat karena unsur-unsur budaya yang membentuknya seperti kenangan, nilai, simbol,mitos,dan tradisi berpengaruh terhadap keterikatan keluarga. Bagaimnapun juga, perspektif etnis semacam ini tidak sama-sama dimiliki oleh beberapa pakar ahli lainnya yang menitikberatkan pada proses modernisasi seperti yang diutarakan Ernest Gellner. Apa sumber kekuatan yang dapat memicu nasionalisme untuk berkembang? Menurut perspektif etnis, nasionalisme muncul sebagai akibat dari politisasi, yang ingin mengubah 6 ibid hal 14 7 A.D Smith The Ethnic Origins of Nations. Oxford: Blackwell.hal 17 8 A.D Smith Nasionalisme.hal 11 9 A. D Smith The origins of Nations. hal 343 5

6 kelompok-kelompok etnik menjadi bangsa. Ernest Gellner melihat bahwa faktor-faktor sosio ekonomi yang ada dalam proses modernisasi dan industrialisasi adalah penting dalam kebangkitan nasionalisme. Perselisihan kunci antara antara perspektif etnis dan modernis terletak dalam argument apakah keberadaan budaya etnik menyusun kondisi awal untuk munculnya nasionalisme. Bagi kaum etnis, elemen ini adalah penting karena nasionalisme mendapatkan kekuatannya dari etnisitas-etnisitas lama 10. Menurut Ernest Gellner, nasionalisme dan bangsa merupakan fenomena yang secara sosiologis diperlukan oleh jaman modern dan industrial,yang berkembang dari masa transisi yang disebut modernisasi. Bangsa-bangsa adalah ekspresi kaum budaya tinggi yang terdidik, disalurkan melalui sekolah, serta didukung oleh para spesialis dan sistem pendidikan umum yang wajib, massal, dan terstandardisasi. Dengan melatih tenaga kerja yang mobil dan terdidik, bangsa-bangsa pada gilirannya akan mendukung industrialisme, sebagaimana industrialisme juga akan mendorong nasionalisme 11. Menurut Gellner, modernisasi diartikannya sebagai industrialisasi beserta faktor sosial dan budayanya telah mentransformasikan seluruh masyarakat. Modernisasi menghasilkan jenis masyarakat industri baru, menuntut tenaga kerja yang mobil, terpelajar dan berjumlah banyak, sehingga faktor pendidikan yang menyediakan tenaga-tenaga kerja terdidik menjadi suatu hal yang penting. Perbedaan antara perspektif etnis dan modern dalam memandang nasionalisme tidaklah begitu rumit. Saat kaum modernis mengatakan bahwa ini adalah akibat dari modernisasi dan industrialisasi yang membawa perubahan sosio ekonomi dan perubahan politik, yang mengarahkan pada munculnya nasionalisme dan pembentukan bangsa. Sedangkan kaum etnis berpegang bahwa nasionalisme dibentuk berdasarkan simbol-simbol etnis identitas kolektif. Ada beberapa batasan dalam teori modernis tentang nasionalisme. Kaum modernis tidak dapar menyediakan jawaban yang memuaskan untuk kemunculan perasaan nasionalis di dalam dunia yang sedang berkembang. Tidak ada penjelasan yang menegaskan yang disediakan oleh kaum modernis tentang akar-akar primordial dari nasionalisme, dan daya tarik emosionalnya yang kuat yang muncul di negara-negara tersebut ketika isu etnis menjadi popular dalam mobilisasi massa. Masyarakat-masyarakat seperti itu banyak yang agraris, 10 AD.Smith 1986 The Ethnic Origins of Nations. Oxford: Blackwell. hal Gellner. 1964,bab 7. Dikutip dalam A.D Smith Nasionalisme. hal 59 6

7 non-industri dan tidak tersentralisir. Semuanya juga bukan merupakan partisipan dari gerakan-gerakan nasionalis di negara-negara tersebut yang berpendidikan umum, memiiliki bahasa standard atau sistem pendidikan yang standard. Namun, daya tarik umum untuk dukungan dalam perjuangan nasionalis adalah sangat nyata. Para anggota masyarakat dapat mengidentifikasi diri mereka sendiri dengan gerakan-gerakan ini dan mereka berhubungan secara emosional dalam perjuangan tersebut. Kedua perspektif tersebut melihat bahwa bangsa dan nasionalisme merupakan sebuah proses. Jika yang pertama dilihat dari pengaruh budaya dan akar keluarga, yang kedua lebih kepada proses modernisasi. Apapun perbedaan yang ditemukan dalam kedua perspektif tersebut konsep mengenai bangsa yang terintegrasi adalah kemauan dari seluruh pihak. Jika tidak, maka tidak ada yang namanya bangsa. Seringkali kita temukan dalam masyarakat, pendapat mengenai apa dan bagaimana sebuah bangsa seharusnya terbentuk menjadi sebuah perdebatan politik, khususnya di Malaysia. Shamsul AB mengatakan dengan jelas bahwa terdapat nation of intent yang berbeda-beda dalam sejarah nation-building Malaysia. Nation of Intent dengan kata lain sekumpulan pendapat-pendapat atau argument-argumen yang salaing bersaing mengenai apa dan bagaimana sebuah bangsa itu terbentuk. Dalam sejarah sejarah nation building Malaysia nation of intent negara tersebut didominasi oleh setidaknya tiga argumen. Pertama mengenai bangsa Melayu menjadi bangsa yang utama dan pemilik dari tanah Malaya yang ditandai dengan perlindungan hak-hak spesial Melayu dan penegasan posisi sultan sebagai simbol Melayu dalam konstitusi. Kedua, prinsip egaliter antara Melayu dan non Melayu terutama dalam hal hak kewarganegaraan yang yang juga disebut dalam konstitusi tersebut. Hal yang paling menarik adalah Konstitusi 1948 jelas memasukkan kedua unsur argumen tersebut sebagai hasil dari negosiasi antara Melayu dengan non Melayu. Di satu sisi, non Melayu harus menerima Melayu sebagai orang asli tanah Malaysia, namun di sisi lain, orang Melayu juga harus menghargai hak-hak kewarganegaraan non Melayu untuk syarat hidup berdampingan. Namun, argumen ketiga, ada yang berpendapat bahwa Malaysia harus menjadi negara syariah dengan aturan-aturan islam yang harus diikuti juga oleh non Melayu justru menjadi permasalahan ketika negara Malaysia ingin menjadi negara multikultural. Bagaimanapun juga islam identik dengan Melayu, maka menjadikan negara islam di Malaysia berarti menghilangkan dimensi multikultural. Penulis berpendapat bahwa munculnya konsep Bangsa Malaysia oleh Mahathir 7

8 pada tahun 1991 bertujuan untuk meredakan ketegangan antar kelompok dan diharapkan menjadi solusi baru integrasi bangsa. Dalam penelitian ini, penulis ingin memahami konteks perjuangan nasionalisme dengan melihat dinamika nation-building yang berkembang di Malaysia. Maka, nation of intent diperlukan untuk memahami alasan perkembangan nasionalisme Malaysia dari nasionalisme Melayu menuju pada Bangsa Malaysia Model-model Nasionalisme: Nasionalisme Etnik dan Nasionalisme Kewargaan (Civic) Penelitian ini menggunakan kategorisasi nasionalisme Brown untuk menganalisa perkembangan nasionalisme Malaysia dari kerusuhan Mei 1969 sampai munculnya konsep Bangsa Malaysia. Perspektif etnokultural melihat negara sebagai agensi perwakilan dari kelompok sosial dominan. 12 Dengan kata lain, negara etnokulural pasti mendukung dan melindungi nilai-nilai komunitas mayoritas. Sebagai contoh, proses asimilasi etnik-etnik minoritas ke dalam nilai-nilai dan budaya etnik mayoritas. Brown melihat proses asimilasi budaya ini sebagai solusi atas konflik sosial yang terjadi dalam wilayah multi etnis. 13 Brown berpendapat: [Nasionalisme etnokultural] ini fokus pada kepercayaan bahwa komunitas berbagi ciri-ciri rasial, atribut agama maupun bahasa.individu-individu yang tidak memiliki karakter tersebut (etnik, bahasa, agama dll) bisa mendapatkan identitas yang diakui (melalui pernikahan campuran, konversi agama pendidikan bahasa, dll) dan proses asimilasi ini berakhir pada pengambilan nilai-nilai sejarah bersama komunitas mayoritas. Permasalahan potensial dari kemajemukan etnis bisa diselesaikan dengan proses asimilasi. Model yang kedua adalah nasionalisme kewargaan. Menurut Brown, nasionalisme kewargaan memberikan visi komunitas dengan hak-hak warga negara yang sama yang dibentuk oleh kontrak, komitmen dan loyalitas. Setiap orang dengan latar belakang etnik yang berbeda-beda boleh masuk dalam komunitas tersebut dengan komitmen loyalitas 12 Brown mengatakan bahwa jika negara dilihat sebagai agensi yang mana terdapat kelompok sosial direpresentasikan secara utuh, maka negara tersebut mengusung nasionalisme etnokultura. Representasi tersebut adalah representasi masyarakat secara keseluruhan. Brown Contemporaray Nationalism, Ibid, hal 30 8

9 terhadap institusi publik dan nilai-nilai dari tanah kelahiran mereka 14. Strategi dasar untuk mengakomodasi keragaman etnokultural yang ditawarkan oleh visi bangsa ini adalah netralitas etnis dalam institusi publik dan kebijakan-kebijakan yang lahir dari institusi politik. 15 Setiap warga negara harus loyal terhadap institusi negara yang bukan berdasarkan pada etnis. 16 Brown menggarisbawahi bahwa nasionalisme, baik itu berupa etnokultural maupun kewargaan, adalah ideologi ciptaan elit politik untuk mencari legitimasi politik atas permasalahan yang ada 17 Permasalahan-permasalahan yang ada bisa berupa ancaman dari dalam seperti konflik etnis ataupun ancaman dari luar yang berupa ancaman territorial dan globalisasi. Brown mengatakan bahwa nasionalisme merupakan ideologi yang terbentuk dari elit,maka dalam skripsi ini penulis ingin menjelaskan proses nation building dalam kerangka wacana elit politik dan kebijakannya termasuk pada arah-arah kebijakan etnokultural pada tahun 1970-an dan konsep Bangsa Malaysia dan Vision 2020 yang digagas oleh Mahathir. Berdasarkan pada penjelasan mengenai karakteristik kedua nasionalisme dan juga pengalaman nasionalisme Malaysia di atas, maka perbedaan karakteristik antara nasionalisme etnokultural dan civic menurut Brown bisa dilihat dalam tabel berikut: Tabel 1-1: Nasionalisme etnokultural dan kewarganegaraan Dasar Bangsa Peran Negara Identitas Etnik Nasionalisme Komunitas yang Prioritas negara Etnis minoritas harus Etnokultural dibentuk dengan untuk memenuhi mengakui nilai-nilai nilai-nilai sejarah dan kepentingan etnik dan identitas dari budaya yang sama mayoritas kelompok mayoritas sebagai nilai bersama 14 Terjemahan yang berasal dari teks aslinya: Civic nationalism, at least in theory (o)ffers a vision of kinship community of equal citizens which is formed on the basis of contract, commitment, loyalty and love. Individuals of various ethnocultural backgrounds may enter this community by committing themselves to loyalty to the public institutions and way of life of their residential homeland David Brown, Contemporary Nationalism, London (Routledge), 2000, hal Brown, David Contemporary Nationalism ibid, 4 17 Pendekatan yang diambil dalam skripsi ini adalah pendekatan konstruktifis. Dalam konstruktifisme, identitas nasional dikonstruksikan dalam kerangka institusional atau ideologi untuk mendiagnosa krisis-krisis kontemporer. David Brown, Contemporary Nationalism, London (Routledge), 2000,hal 29. 9

10 Nasionalisme Komunitas yang Peran negara netral Tidak melihat Kewargaan(civic) dibentuk dengan tidak melihat latar identitas etnik loyalitas dan dedikasi belakang etnis dan menjadi suatu hal terhadap institusi budaya yang penting Sebenarnya kategorisasi Brown untuk membedakan antara nasionalisme etnokultural dengan kewargaan seperti pada tabel di atas bukanlah sebagai rujukan yang pasti tapi hanyalah sebagai identifikasi awal praktek-praktek nasionalisme yang terjadi di negaranegara. Menurut Brown, praktek nasionalisme yang sebenarnya adalah penggabungan antara elemen-elemen nasionalisme etnokultural dan elemen-elemen nasionalisme kewargaan. 18 Untuk melihat praktek-praktek nasionalisme di sebuah negara, bukan berarti kita hanya membedakan antara nasionalisme etnokultural dan kewargaan semata, tapi bagaimana negara memediasi kelompok etnokultural dengan identitas politik kolektif yang dibangun negara melalui forward looking optimism 19. Forward loking optimism pada dasarnya adalah cara pandang negara tentang pertumbuhan ekonomi bisa menciptakan sebuah harmoni dan mediasi antara komunitas etnokultural dengan visi kewarganegaraan. Konsep Bangsa Malaysia bisa kita tempatkan dalam konteks forward looking optimism karena konsep Bangsa Malaysia bisa dikatakan sebagai sebuah solusi baru dalam integrasi nasional yang berasal dari pengalamanpengalaman kerusuhan Mei 1969 dalam isu keterbelakangan ekonomi. Permasalahannya adalah tantangan Bangsa Malaysia datang dari kelompok-kelompok yang memiliki pandangan berbeda mengenai negara. Konflik UMNO-PAS adalah salah satu contoh bagaimana perbedaan pandangan mengenai peran islam dalam negara. PAS yang memiliki pandangan tradisional menginginkan Malaysia menjadi negara syariah dengan Hududnya, sedangkan UMNO dan Mahathir menginginkan negara moderat dengan konsep Bangsa Malaysia. Dalam konteks inilah, kita tempatkan pandangan Mahathir tentang islam 18 Brown,D.200.Hal Brown menjelaskan bahwa forward looking optimism sebagai upaya penggabungan (intertwined) antara nasionalisme etnokultural kewarganegaraan dengan komunitas etnokultural. Brown menjelaskan: During the twentieth century, nationalist elites have portrayed themselves as the agents of equitable development, so that the image of the nation has been reconstructed as the social justice community. The forward looking optimism implied in this vision has ameliorated the tension between the community of civic nationalism and the community of ethnocultural nationalism. Brown, D Contemporary Nationalism. Hal 38 10

11 sebagai agama yang tidak menghalangi pembangunan dan toleran terhadap kelompok lain. Penjelalasan mengenai respon Mahathir terhadap pandangan islam konservatif tersebut akan dibahas nanti pada bab 3. Saya hanya ingin memberikan gambaran bahwa praktek nasionalisme kewargaan tidak serta merta menghilangkan atribut etnokultural, atau dalam hal ini islam sebagai identitas Melayu. Melalui pandangan islam progresif inilah Mahathir bisa menghubungkan atau memediasi antara modernisasi dan kebutuhan terhadap identitas Melayu dan islam 1.4. Hipotesis Skripsi ini berargumen bahwa nasionalisme dan nation building Malaysia, khususnya pada kerusuhan Mei 1969 dan implikasi-implikasinya bisa dilihat sebagai model nasionalisme etnokultural. Kemunculan identitas-identitas etnis yang ada dalam semangat nasionalisme pada saat itu bisa dijelaskan melalui teori A.D Smith yang menggunakan perspektif etnik yang menekankan pada identitas kolektif bersumber dari latar belakang budaya. Kedua, skripsi ini ingin berargumen bahwa konsep Bangsa Malaysia dan Wawasan 2020 bisa diartikan sebagai visi nasionalisme kewargaan. Latar belakang nasionalisme Melayu secara jelas terletak pada peristiwa kerusuhan Mei 1969, yang melahirkan kebijakankebijakan yang menguntungkan Melayu seperti NEP, NCP dan kebijakan pendidikan saat itu. Konsep Bangsa Malaysia yang lahir pada tahun 1991 adalah sebuah bentuk solusi integrasi nasional akibat pengalaman konflik 1969 lalu dengan memakai visi pembangunan ekonomi dan forward looking optimism Tujuan Skripsi Tema penelitian ini membahas tentang nasionalisme yang berkembang di Malaysia, terutama perkembangan nasionalisme Melayu dan kewargaan. Skripsi ini memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui proses perkembangan nasionalisme yang terjadi di Malaysia, terutama dari nasionalisme yang berbasis pada identitas etnis menuju pada nasionalisme kewargaan. 11

12 1.6 Metode Penelitian Penelitian ini akan ditulis dalam metode penelitian kualitatif. Sumber-sumber penelitian berasal dari buku-buku, dokumen-dokumen pemerintah dan jurnal-jurnal yang telah dipilih yang berhubungan dengan judul penelitian Sistematika Penulisan Skripsi ini memiliki empat bab utnuk menjawab pertanyaandari rumusan masalah. Bab pertama adalah pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang permasalahan kerangka teori dan hipotesa. Bab pertama berupa pendahuluan yang di dalamnya merupakan hal-hal apa saja yang ingin dibahas, permasalahan, kerangka teori dan hipotesis Bab kedua membahas tentang konsep konsep bangsa yang mendominasi wacana nation-building Malaysia sampai kemunculan konsep Bangsa Malaysia Mahathir. Bab ini menjadi sebuah konteks perjuangan nasionalisme dan dinamika nation building Malaysia. Bab ini juga menjadi latar belakang dalam pembahasan pokok transisi dari nasionalisme etnokultural menuju nasionalisme kewargaan yang dibahas dalam penelitian ini. Bab ketiga menjelaskan tentang kebangkitan kembali nasionalisme etnokultural Melayu yang ditandai oleh isu-isu penting yang dilontarkan oleh nasionalis etnokultural khususnya Mahathir dalam Malay Dilemma pada saat itu. Bab ini juga menjelaskan tentang kebijakan-kebijakan etnokultural paska kerusuhan Mei 1969 dan respon dari oposisi termasuk kelompok non Melayu. Bab keempat menjelaskan tentang karakteristik nasionalisme kewarganegaraan Mahathir dalam yang ditandai dengan forward looking optimism. Awalnya, saya akan membahas indikasi melemahnya nasionalisme etnokultural pada tahun 1980-an sebagai dasar dari kebijkan Mahathir yang lebih liberal. Kebijakan yang dimaksud adalah bagaimana kebijakan privatisasi Mahathir mengubah paradigma etnokultural yang sudah ditetapkan dalam kebijakan NEP. Lalu kebijakan tersebut berimbas pada munculnya visi Bangsa Malaysia dan Wawasan 2020 yang mencerminkan nasionalisme kewarganegaraan. Pada bab ini juga saya sedikit menerangkan ciri-ciri forward looking optimism ini ke dalam isu perdebatan UMNO dan PAS yang berusaha mendiskreditkan kelompok-kelompok islam 12

13 radikal karena tidak sesuai dengan ideologi Mahathir. Bab kelima adalah kesimpulan akhir dari pembahasan penelitian ini Batasan Penelitian Penulis membahas tentang proses nation-building dan nasionalisme di Malaysia.Untuk nasionalisme Melayu, penulis membatasi permasalahan pada nasionalisme era pasca kerusuhan Mei Penulis tidak melakukan studi mendalam tentang analisa kultural dalam praktek nasionalisme di Malaysia dan hanya menganalisa nasionalisme Malaysia dalam bentuk tekstual. Adanya keterbatasan ini diaharapkan akan memunculkan studi-studi baru mengenai perkembangan nasionalisme Malaysia ke depan 13

BAB V. Kesimpulan. A. Pendahuluan

BAB V. Kesimpulan. A. Pendahuluan BAB V. Kesimpulan A. Pendahuluan Kebijakan nation building yang diterapkan di Malaysia saat ini (dengan basis identitas etnis Melayu sebagai kelompok etnis yang dominan) tidak berjalan seperti yang diharapkan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang BAB I. Pendahuluan A. Latar Belakang Kebanyakan negara di dunia ini, secara etnis penduduknya terdiri dari kelompok yang heterogen. Dengan kata lain, negara-negara tersebut umumnya dibangun oleh banyak

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 105 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran dari skripsi dengan judul GEJOLAK PATANI DALAM PEMERINTAHAN THAILAND (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaysia merupakan sebuah negara yang populasi penduduknya terdiri dari berbagai jenis etnis dan suku, atau dalam kata lain, sebuah negara yang multietnis. Dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skripsi ini bertujuan untuk melihat apa yang bisa menjadi penyebab dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi bangsa Skotlandia untuk mendukung tuntutan pemisahan

Lebih terperinci

Gerakan Sosial. -fitri dwi lestari-

Gerakan Sosial. -fitri dwi lestari- Gerakan Sosial -fitri dwi lestari- (Bruce J. Cohen - 1992) Gerakan yang dilakukan sekelompok individu yang terorganisir untuk merubah (properubahan) ataupun mempertahankan (konservatif) unsur tertentu

Lebih terperinci

VISI DAN STRATEGI PENDIDIKAN KEBANGSAAN DI ERA GLOBAL

VISI DAN STRATEGI PENDIDIKAN KEBANGSAAN DI ERA GLOBAL RETHINKING & RESHAPING VISI DAN STRATEGI PENDIDIKAN KEBANGSAAN DI ERA GLOBAL OLEH : DR. MUHADJIR EFFENDY, M.AP. Disampaikan dalam Acara Tanwir Muhammadiyah 2009 di Bandar Lampung, 5 8 Maret 2009 1 Lingkup

Lebih terperinci

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU RESENSI BUKU JUDUL BUKU : Cultural Studies; Teori dan Praktik PENULIS : Chris Barker PENERBIT : Kreasi Wacana, Yogyakarta CETAKAN : Ke-IV, Mei 2008 TEBAL BUKU : xxvi + 470 halaman PENINJAU : Petrus B J

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang unik. Bali dipandang sebagai daerah yang multikultur dan multibudaya. Kota dari provinsi Bali adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Politik Identitas. Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas

TINJAUAN PUSTAKA. A. Politik Identitas. Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Politik Identitas Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas tentunya menjadi sesuatu yang sering kita dengar. Terlebih lagi, ini merupakan konsep

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia 101 BAB 5 KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya. Fokus utama dari bab ini adalah menjawab pertanyaan penelitian. Bab ini berisi jawaban yang dapat ditarik dari pembahasan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai suatu negara multikultural merupakan sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai etnik yang menganut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah

I. PENDAHULUAN. oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa atau yang disebut dangan nama lainnya sebagaimana yang dikemukakan oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah suatu kesatuan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama,

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama, keyakinan, ras, adat, nilai,

Lebih terperinci

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup

Lebih terperinci

Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut

Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut Leif STENBERG Direktur, AKU- Dalam makalah berikut ini, saya akan mengambil perspektif yang sebagiannya dibangun

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER. Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel

PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER. Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel 1 PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel Abstrak Setiap etnik atau ras cenderung memunyai semangat dan ideologi yang etnosentris,

Lebih terperinci

8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI

8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI 8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI 8.1 Kesimpulan 8.1.1 Transformasi dan Pola Interaksi Elite Transformasi kekuasaan pada etnis Bugis Bone dan Makassar Gowa berlangsung dalam empat fase utama; tradisional, feudalism,

Lebih terperinci

proses sosial itulah terbangun struktur sosial yang mempengaruhi bagaimana China merumuskan politik luar negeri terhadap Zimbabwe.

proses sosial itulah terbangun struktur sosial yang mempengaruhi bagaimana China merumuskan politik luar negeri terhadap Zimbabwe. BAB V KESIMPULAN Studi ini menyimpulkan bahwa politik luar negeri Hu Jintao terhadap Zimbabwe merupakan konstruksi sosial yang dapat dipahami melalui konteks struktur sosial yang lebih luas. Khususnya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini

Lebih terperinci

Wawasan Kebangsaan. Dewi Fortuna Anwar

Wawasan Kebangsaan. Dewi Fortuna Anwar Wawasan Kebangsaan Dewi Fortuna Anwar Munculnya konsep Westphalian State Perjanjian Westphalia 1648 yang mengakhiri perang 30 tahun antar agama Katholik Roma dan Protestan di Eropa melahirkan konsep Westphalian

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN GLOBALISASI DAN NASIONALISME. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika.

KEWARGANEGARAAN GLOBALISASI DAN NASIONALISME. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika. KEWARGANEGARAAN Modul ke: GLOBALISASI DAN NASIONALISME Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Abstract : Menjelaskan pengertian globalisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini dikarenakan etnis bisa saja

I. PENDAHULUAN. setiap Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini dikarenakan etnis bisa saja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu Etnisitas adalah isu yang sangat rentan menjadi komoditi politik pada setiap Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini dikarenakan etnis bisa saja dimobilisasi dan dimanipulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Identitas pertama kali diperkenalkan oleh Aristoteles dan dipakai oleh para

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Identitas pertama kali diperkenalkan oleh Aristoteles dan dipakai oleh para BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Identitas pertama kali diperkenalkan oleh Aristoteles dan dipakai oleh para Teolog abad pertengahan, para filsuf seperti Locke dan Hume, matematikawan, dan dikembangkan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI

PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI Antonio Prajasto Roichatul Aswidah Indonesia telah mengalami proses demokrasi lebih dari satu dekade terhitung sejak mundurnya Soeharto pada 1998. Kebebasan

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat

BAB V. Kesimpulan. Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat BAB V Kesimpulan A. Masalah Cina di Indonesia Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat melihat Masalah Cina, khususnya identitas Tionghoa, melalui kacamata kultur subjektif

Lebih terperinci

Politik Identitas: Demokrasi Lokal dan Bayang-bayang Primordialisme

Politik Identitas: Demokrasi Lokal dan Bayang-bayang Primordialisme Kebangkitan Etnis Menuju Politik Identitas Wacana yang melingkupi etnisitas di daerah pedalaman di Indonesia banyak diwarnai dengan marginalisasi dan diskriminasi. Tak bisa dipungkiri, lahirnya UU Nomor

Lebih terperinci

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan B. Implikasi C. Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA...

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan B. Implikasi C. Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA... DAFTAR ISI Daftar Isi Halaman LEMBARAN PENGESAHAN... i LEMBARAN PERSETUJUAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN... iv PERSEMBAHAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii KATA PENGANTAR... viii UCAPAN TERIMA KASIH...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fani Nurlasmi Kusumah Dewi, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fani Nurlasmi Kusumah Dewi, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ungkapan modernisasi sangat sulit didefinisikan karena mempunyai cakupan yang sangat luas dan selalu berganti mengikuti perkembangan zaman sehingga pengertian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dari kultur menurut Elizabeth Taylor dan L.H. Morgan (Ainul Yaqin, 2005:

BAB II KAJIAN TEORI. dari kultur menurut Elizabeth Taylor dan L.H. Morgan (Ainul Yaqin, 2005: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Mengenai Multikulturalisme Istilah multikulturalisme berasal dari asal kata kultur. Adapun definisi dari kultur menurut Elizabeth Taylor dan L.H. Morgan (Ainul Yaqin, 2005:

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. mendeliberasikan ide-ide mengenai perlindungan terhadap hak publik adalah ruang

BAB 5 PENUTUP. mendeliberasikan ide-ide mengenai perlindungan terhadap hak publik adalah ruang 97 BAB 5 PENUTUP A. KESIMPULAN PENELITIAN Studi ini memiliki hipotesa awal bahwa arena yang cukup esensial dalam mendeliberasikan ide-ide mengenai perlindungan terhadap hak publik adalah ruang publik,

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan Sentralisme pemerintahan yang telah lama berlangsung di negeri ini, cenderung dianggap sebagai penghambat pembangunan daerah. Dari sekian banyak tuntutan yang diperhadapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai alat pemersatu bangsa demi merebut kemerdekaan (Rawantina,

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai alat pemersatu bangsa demi merebut kemerdekaan (Rawantina, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nasionalisme merupakan paham untuk menumbuhkan sikap cinta tanah air yang berdasarkan persamaan sejarah kemudian bergabung menjadi satu untuk mempertahankan dan loyalitas

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN INTEGRASI NASIONAL : PLURALITAS MASYARAKAT. Modul ke: 14Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika

KEWARGANEGARAAN INTEGRASI NASIONAL : PLURALITAS MASYARAKAT. Modul ke: 14Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika KEWARGANEGARAAN Modul ke: 14Fakultas Nurohma, FASILKOM INTEGRASI NASIONAL : PLURALITAS MASYARAKAT S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika Pendahuluan Abstract : Menjelaskan pengertian dan arti penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia ini di isi oleh penduduk dengan bermacam-macam perbedaan. Perbedaan tersebut mencangkup agama, profesi, jenis kelamin, dan wilayah. Walaupun sebenarnya tak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki struktur masyarakat majemuk dan multikultural terbesar di dunia. Keberagaman budaya tersebut memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga sebagai alat mobilitas vertikal ke atas dalam golongan sosial. Konsep mengenai pendidikan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan 201 BAB V PENUTUP A. Simpulan Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hubungan historis antara Turki Utsmani dan Hindia Belanda sejatinya telah terjalin lama sebagaimana yang telah dikaji oleh banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Masyarakat dewasa ini dapat dikenali sebagai masyarakat yang berciri plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, kelompok budaya dan

Lebih terperinci

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar. Tiga Gelombang Demokrasi Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik (perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan dalam perdagangan). Ciriciri utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari berbagai etnik dan berada dalam keberagaman budaya. Belajar dari sejarah bahwa kemajemukan

Lebih terperinci

Multikulturalisme: konsep-konsep dasar Multikulturalisme merupakan cara bagaimana memandang dan menyikapi perbedaan. Keberagaman atau pluralitas buday

Multikulturalisme: konsep-konsep dasar Multikulturalisme merupakan cara bagaimana memandang dan menyikapi perbedaan. Keberagaman atau pluralitas buday Multikulturalisme di Prancis: Masalah Asimilasi dan Integrasi Joesana Tjahjani, M.Hum. P.S. Prancis FIB UI Diskusi tentang Multikulturalisme di Dunia Multikulturalisme: konsep-konsep dasar Multikulturalisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan sektor yang sangat menarik untuk dibahas karena menjadi perhatian penting bagi banyak pemerintah diberbagai negara. Begitu pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yaitu makhluk yang selalu membutuhkan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya manusia selalu berkomunikasi

Lebih terperinci

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA KANTOR UTUSAN KHUSUS PRESIDEN UNTUK DIALOG DAN KERJA SAMA ANTAR AGAMA DAN PERADABAN KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA HASIL MUSYAWARAH BESAR PEMUKA AGAMA UNTUK KERUKUNAN BANGSA Jakarta 8-10 Februari 2018

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas

Lebih terperinci

28 Oktober 1928, yaitu sumpah pemuda. Waktu itu, sejarah mencatat betapa masingmasing

28 Oktober 1928, yaitu sumpah pemuda. Waktu itu, sejarah mencatat betapa masingmasing ==============dikirim untuk Harian Kedaulatan Rakyat============== Semangat Sumpah Pemuda, Masihkah Diperlukan? Oleh Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd HARI ini bangsa dan rakyat Indonesia memperingati

Lebih terperinci

Pengembangan Budaya memiliki empat Konteks: 2. Melestarikan dan menghargai budaya

Pengembangan Budaya memiliki empat Konteks: 2. Melestarikan dan menghargai budaya SETYA ROHADI dan MULYANTO Globalisasi budaya telah mengikuti pola yang sama seperti globalisasi ekonomi. Televisi, musik, makanan, pakaian, film dan yang lainnya merupakan bentuk-bentuk budaya yang serupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang dicirikan oleh adanya keragaman budaya. Keragaman tersebut antara lain terlihat dari perbedaan bahasa, etnis dan agama.

Lebih terperinci

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK A. KONDISI UMUM Setelah melalui lima tahun masa kerja parlemen dan pemerintahan demokratis hasil Pemilu 1999, secara umum dapat dikatakan bahwa proses demokratisasi telah

Lebih terperinci

ISLAM DI ANTARA DUA MODEL DEMOKRASI

ISLAM DI ANTARA DUA MODEL DEMOKRASI l ISLAM DI ANTARA DUA MODEL DEMOKRASI P r o j e c t i t a i g D k a a n Arskal Salim Kolom Edisi 002, Agustus 2011 1 Islam di Antara Dua Model Demokrasi Perubahan setting politik pasca Orde Baru tanpa

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki arti menangani masalah-masalah publik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belum sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Menurut Sagala (2010:1) mutu. Menurut Laporan Pengembangan Manusia (Human Developement

BAB I PENDAHULUAN. belum sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Menurut Sagala (2010:1) mutu. Menurut Laporan Pengembangan Manusia (Human Developement BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini semakin pesat dan menuntut semua pihak agar bisa dan siap bersaing di era globalisasi. Kenyataan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Jember fashion..., Raudlatul Jannah, FISIP UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Jember fashion..., Raudlatul Jannah, FISIP UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan 7 sub bab antara lain latar belakang penelitian yang menjelaskan mengapa mengangkat tema JFC, Identitas Kota Jember dan diskursus masyarakat jaringan. Tujuan penelitian

Lebih terperinci

MENDEFINISIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL. Oleh. Sudrajat. Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS PPS Universitas Negeri Yogyakarta

MENDEFINISIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL. Oleh. Sudrajat. Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS PPS Universitas Negeri Yogyakarta MENDEFINISIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Oleh Sudrajat Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS PPS Universitas Negeri Yogyakarta A. Muqadimah Bagi kebanyakan siswa IPS merupakan mata pelajaran yang membosankan. Mereka

Lebih terperinci

Teori Perubahan Sosial Budaya.

Teori Perubahan Sosial Budaya. Teori Perubahan Sosial Budaya Herbert Spencer Lahir Derby, England 27 April 1820 Social Darwinism yang menerapkan teori Darwin dalam bidang sosial. Pandangan Herbert Spencer Dalam Pandangan Spencer masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi pemerintah daerah untuk menata dan memberikan warna tersendiri dalam perjalanan

BAB I PENDAHULUAN. bagi pemerintah daerah untuk menata dan memberikan warna tersendiri dalam perjalanan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Era otonomi daerah yang mensaratkan pemekaran dan pembentukkan daerah untuk mengurus daerahnya terus menjadi agenda kontemporer. Semangat tersebut akan menjadi ajang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menampilkan sikap saling menghargai terhadap kemajemukan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menampilkan sikap saling menghargai terhadap kemajemukan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menampilkan sikap saling menghargai terhadap kemajemukan masyarakat merupakan salah satu prasyarat untuk mewujudkan kehidupan masyarakat modern yang demokratis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana reklamasi Teluk Benoa ini digagas oleh PT Tirta Wahana Bali

BAB I PENDAHULUAN. Rencana reklamasi Teluk Benoa ini digagas oleh PT Tirta Wahana Bali BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setidaknya sejak 2013 terjadi perdebatan di lingkup masyarakat Bali pada khususnya dan nasional juga internasional pada umumnya yang dikarenakan adanya rencana untuk

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN. Kesimpulan

BAB VII KESIMPULAN. Kesimpulan BAB VII KESIMPULAN Kesimpulan Setiap bangsa tentu memiliki apa yang disebut sebagai cita-cita bersama sebagai sebuah bangsa. Indonesia, negara dengan beragam suku, bahasa, agama dan etnis, juga pastinya

Lebih terperinci

PENGENALAN. Hasil Pembelajaran. ACIS, UiTM CTU553/555 MARUWIAH AHMAT

PENGENALAN. Hasil Pembelajaran. ACIS, UiTM CTU553/555 MARUWIAH AHMAT PENGENALAN KANDUNGAN BAB 7 7.1 7.2 7.3 7.4 Hasil Pembelajaran Mengenalpasti asas hubungan antara etnik-etnik di Malaysia Mengenal pasti cabaran-cabaran hubungan etnik di Malaysia Menghuraikan isu-isu penting

Lebih terperinci

ISLAM DAN KEBANGSAAN. Jajat Burhanudin. Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM)

ISLAM DAN KEBANGSAAN. Jajat Burhanudin. Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) ISLAM DAN KEBANGSAAN Temuan Survey Nasional Jajat Burhanudin Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta 2007 METODOLOGI SURVEI Wilayah: Nasional Metode: multi-stage random sampling Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Birokrasi di Indonesia mempunyai sejarah yang cukup panjang. Pada masa awal kemerdekaan ada semacam kesepakatan pendapat bahwa birokrasi merupakan sarana politik yang baik

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. BAB V merupakan bab yang berisi kesimpulan-kesimpulan dari setiap

BAB V KESIMPULAN. BAB V merupakan bab yang berisi kesimpulan-kesimpulan dari setiap BAB V KESIMPULAN BAB V merupakan bab yang berisi kesimpulan-kesimpulan dari setiap pembahasan yang ada di dalam karya tulis (skripsi) ini. Kesimpulan tersebut merupakan ringkasan dari isi perbab yang kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang penduduknya memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang penduduknya memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang penduduknya memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi. Hal ini bisa dibuktikan dengan hidup dan berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dengan sadar memilih bentuk negara dan dirumuskan sesuai dengan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. yang dengan sadar memilih bentuk negara dan dirumuskan sesuai dengan jiwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia berdasarkan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik yang dengan sadar memilih bentuk negara dan dirumuskan sesuai dengan jiwa negara yang berbudaya

Lebih terperinci

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER)

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER) 1 Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER) Pemberdayaan (empowerment) adalah sebuah konsep yang berhubungan dengan kekuasaan (power) Dalam tulisan Robert Chambers 1, kekuasaan (power) diartikan sebagai kontrol terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Veygi Yusna, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Veygi Yusna, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan politik yang dikeluarkan oleh pemerintah biasanya menimbulkan berbagai permasalahan yang berawal dari ketidakpuasan suatu golongan masyarakat, misalnya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. terkait permasalahan Eropa. Sikap berbeda ditunjukkan oleh Inggris yang sering

BAB V PENUTUP. terkait permasalahan Eropa. Sikap berbeda ditunjukkan oleh Inggris yang sering BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Sejak bergabungnya Inggris dengan EC (sekarang UE) pada tahun 1973, negara ini berada dalam posisi yang berbeda dengan negara anggota lainnya terkait permasalahan Eropa. Sikap

Lebih terperinci

KOMPARASI PENDEKATAN ETNIS DAN AGAMA PERPEKTIF CLEM McCARTNEY 1 DENGAN PERSPEKTIF FRANZ MAGNIS SUSENO. Oleh : Any Rizky Setya P.

KOMPARASI PENDEKATAN ETNIS DAN AGAMA PERPEKTIF CLEM McCARTNEY 1 DENGAN PERSPEKTIF FRANZ MAGNIS SUSENO. Oleh : Any Rizky Setya P. KOMPARASI PENDEKATAN ETNIS DAN AGAMA PERPEKTIF CLEM McCARTNEY 1 DENGAN PERSPEKTIF FRANZ MAGNIS SUSENO Oleh : Any Rizky Setya P. Latar Belakang Konflik merupakan bagian dari kehidupan umat manusia yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Pertama

BAB V PENUTUP Pertama BAB V PENUTUP Tesis ini adalah media sosial sebagai strategi gerakan dalam konteks demokrasi. Peneliti memandang media sosial dengan cara pandang teknorealis. Artinya, media sosial bagai pedang bermata

Lebih terperinci

NATIONAL ROLE. Konsep Peranan Nasional dalam Politik Luar Negeri. By: Dewi Triwahyuni

NATIONAL ROLE. Konsep Peranan Nasional dalam Politik Luar Negeri. By: Dewi Triwahyuni NATIONAL ROLE Konsep Peranan Nasional dalam Politik Luar Negeri By: Dewi Triwahyuni Konsep Peranan Peranan dapat diartikan sebagai orientasi atau konsepsi dari bagian yang dimainkan oleh suatu pihak dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Sintang merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara lain, yaitu Malaysia khususnya Negara Bagian Sarawak. Kondisi ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi wawasan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi wawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Buku merupakan jendela ilmu. Dengan membaca buku akan banyak pengetahuan yang kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi wawasan yang dikuasai dengan menuliskannya

Lebih terperinci

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D a.wardana@uny.ac.id Teori Sosiologi Kontemporer Fungsionalisme Versus Konflik Teori Konflik Analitis (Non-Marxist) Perbedaan Teori Konflik Marxist dan Non- Marxist Warisan

Lebih terperinci

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Women can be very effective in navigating political processes. But there is always a fear that they can become pawns and symbols, especially if quotas are used. (Sawer,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA

TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA Nama : AGUNG NOLIANDHI PUTRA NIM : 11.11.5170 Kelompok : E Jurusan : 11 S1 TI 08 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 ABSTRAK Konflik adalah sesuatu yang hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri. Berpikir kritis berarti melihat secara skeptikal terhadap apa yang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri. Berpikir kritis berarti melihat secara skeptikal terhadap apa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep berpikir kritis menjadi sebuah hal yang harus dimiliki oleh setiap individu agar mampu beradaptasi dengan lingkungan secara baik serta mampu mengembangkan diri.

Lebih terperinci

Hadirin yang Saya Hormati, Assalamu alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh, Salam Sejahtera Untuk Kita Semua,

Hadirin yang Saya Hormati, Assalamu alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh, Salam Sejahtera Untuk Kita Semua, KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMBANGUN TRACE BARU HUBUNGAN INDONESIA-MALAYSIA Hadirin yang Saya Hormati, Assalamu alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh, Salam Sejahtera Untuk Kita Semua,

Lebih terperinci

BAB 5 Penutup. dalam ciri-ciri yang termanifes seperti warna kulit, identitas keagamaan

BAB 5 Penutup. dalam ciri-ciri yang termanifes seperti warna kulit, identitas keagamaan BAB 5 Penutup 5.1 Kesimpulan Hidup bersama membutuhkan membutuhkan modus operandi agar setiap individu di dalamnya dapat berdampingan meskipun memiliki identitas dan kepentingan berbeda. Perbedaan tidak

Lebih terperinci

PLURALISME-MULTIKULTURALISME DI INDONESIA

PLURALISME-MULTIKULTURALISME DI INDONESIA PLURALISME-MULTIKULTURALISME DI INDONESIA Diah Uswatun Nurhayati Pluralisme sering diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya ragam pemikiran, suku, ras, agama, kebudayaan ataupun peradaban. Pemicu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber hukum bagi pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Proklamasi itu telah mewujudkan Negara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER 145 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER DAN POLITIK DI INDONESIA (Studi Tentang Kebijakan Dwifungsi ABRI Terhadap Peran-peran Militer di Bidang Sosial-Politik

Lebih terperinci

Parti X. Menyokong idea pembentukan Persekutuan Melayu Mencadangkan pembentukan Melayu Raya

Parti X. Menyokong idea pembentukan Persekutuan Melayu Mencadangkan pembentukan Melayu Raya Tingkatan 3 Sejarah Bab 7 : Malaysia Yang Berdaulat Soalan Objektif Pilih jawapan yang paling tepat 1. Apakah matlamat pembentukan Persekutuan Malaysia pada tahun 1963? 2. I Mewujudkan rakyat berbilang

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. partai politik lokal. partai politik lokal telah menjadi instrumen utama rakyat

BAB I PENDAHULUAN. partai politik lokal. partai politik lokal telah menjadi instrumen utama rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi di Indonesia khususnya daerah Aceh terwujud dari adanya partai politik lokal. partai politik lokal telah menjadi instrumen utama rakyat untuk berkompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mudah untuk dicapai. Kemerdekaan Indonesia diperoleh melalui perjuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mudah untuk dicapai. Kemerdekaan Indonesia diperoleh melalui perjuangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemerdekaan yang saat ini dinikmati oleh bangsa Indonesia bukanlah usaha mudah untuk dicapai. Kemerdekaan Indonesia diperoleh melalui perjuangan yang tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Negara Indonesia ini terdapat berbagai macam suku bangsa, adat istiadat, pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan perempuan dan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Praktik poligami dalam bentuk tindakan-tindakan seksual pada perempuan dan keluarga dekatnya telah lama terjadi dan menjadi tradisi masyarakat tertentu di belahan

Lebih terperinci

Bab VI: Kesimpulan. 1 Pemilih idealis mengaktualisasikan suaranya berdasarkan ideologi untuk memperjuangkan nilai-nilai

Bab VI: Kesimpulan. 1 Pemilih idealis mengaktualisasikan suaranya berdasarkan ideologi untuk memperjuangkan nilai-nilai Bab VI Kesimpulan Studi ini telah mengeksplorasi relasi dari kehadiran politik klan dan demokrasi di Indonesia dekade kedua reformasi. Lebih luas lagi, studi ini telah berupaya untuk berkontribusi terhadap

Lebih terperinci

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN Danang Arif Darmawan Yogyakarta: Media Wacana 2008, xvi + 1 06 halaman Direview oleh: Sari Seftiani Pada awalnya, buku ini merupakan sebuah

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

Diversity atau diversitas adalah konsep keberagaman atas dasar perbedaan-perbedaan, seperti. - sosial. - gender - etnik - ras

Diversity atau diversitas adalah konsep keberagaman atas dasar perbedaan-perbedaan, seperti. - sosial. - gender - etnik - ras MEDIA DIVERSITY MATA KULIAH EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL Universitas Muhammadiyah Jakarta Aminah, M.Si Diversity atau diversitas adalah konsep keberagaman atas dasar perbedaan-perbedaan, seperti - sosial

Lebih terperinci

Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak

Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak Dengan telah dimulainya ASEAN Community tahun 2015 merupakan sebuah perjalanan baru bagi organisasi ini. Keinginan untuk bisa mempererat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi menyebabkan persaingan yang semakin tinggi diantara

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi menyebabkan persaingan yang semakin tinggi diantara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Era globalisasi menyebabkan persaingan yang semakin tinggi diantara perusahaan, baik antar perusahaan domestik maupun dengan perusahaan asing. Sehingga setiap

Lebih terperinci

Prof. Dr. Drs. H. Budiman Rusli, M.S. Isu-isu Krusial ADMINISTRASI PUBLIK KONTEMPORER

Prof. Dr. Drs. H. Budiman Rusli, M.S. Isu-isu Krusial ADMINISTRASI PUBLIK KONTEMPORER Prof. Dr. Drs. H. Budiman Rusli, M.S. Isu-isu Krusial ADMINISTRASI PUBLIK KONTEMPORER 2014 Isu-isu Krusial ADMINISTRASI PUBLIK KONTEMPORER Hak cipta dilindungi undang-undang All rights reserved ISBN :...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemekaran ditingkat provinsi, kabupaten dan kota di Maluku utara tak

BAB I PENDAHULUAN. Pemekaran ditingkat provinsi, kabupaten dan kota di Maluku utara tak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemekaran ditingkat provinsi, kabupaten dan kota di Maluku utara tak lepas dari Konflik yang terjadi di Maluku Utara. Konflik Maluku utara telah mengakibatkan perpecahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan

Lebih terperinci