ANALISIS PERBANDINGAN DATA INSENTIF PAJAK DI INDONESIA DENGAN NEGARA- NEGARA DI KAWASAN ASIA TENGGARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PERBANDINGAN DATA INSENTIF PAJAK DI INDONESIA DENGAN NEGARA- NEGARA DI KAWASAN ASIA TENGGARA"

Transkripsi

1 ANALISIS PERBANDINGAN DATA INSENTIF PAJAK DI INDONESIA DENGAN NEGARA- NEGARA DI KAWASAN ASIA TENGGARA Deny Wijaya Dosen Pembimbing: Fany Inasius, S.E., M.M., M.B.A, BKP ABSTRAK Kondisi Ekonomi yang tidak menentu mengakibatkan negara menawarkan para pelaku industri untuk menanamkan modalnya di dalam negeri. Pemerintah membuat kebijakan untuk menarik investor dari dalam ataupun luar negeri. salah satu kebijakan tersebut adalah insentif pajak, dimana insentif pajak adalah pengurangan atau penghapusan pajak bagi wajib pajak. Insentif pajak dapat membantu pelaku industri untuk bersaing di dalam ataupun luar negeri. Analisis insentif pajak yang dilakukan dengan cara studi literatur terhadap penerapan insentif pajak di negara-negara kawasan Asia Tenggara, diantaranya Indonesia, Singapura, Malaysia, China, dan Vietnam. Penerapan insentif pajak ini akan dibandingkan dengan negara lain guna menilai perlakuan pajak didalam negeri sehingga dapat memaksimalkan pendapatan negara dari sektor pajak. Kata Kunci: Insentif Pajak, Investasi Industri, Industri ABSTRACT Economic conditions resulted in an uncertain state offers the industrialists to invest in the country. Government policy to attract investors from within or outside the country. one such policy is the tax incentive, which is a tax incentive reduction or elimination of taxes for taxpayers. Tax incentives can help the industry to compete in or outside the country. Analysis of tax incentives which is done by the study of literature on the application of tax incentives in the countries of Southeast Asia, including Indonesia, Singapore, Malaysia, China, and Vietnam. The application of this tax incentive will be compared with other countries in order to assess the tax treatment in the country so as to maximize revenues from the tax sector. Keywords: Tax Incentives, Investment Industry, Industry

2 PENDAHULUAN Kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat menjadi salah satu aspek penting untuk suatu negara. Kesejahteraan dan kemakmuran menjadi salah satu tujuan utama dari tiap-tiap negara di dunia. Untuk mewujudkan hal tersebut, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan dan kemakmuran di suatu negara, namun secara garis besar jika suatu negara dapat memenuhi dan mencukupi kebutuhan ekonominya, maka dapat dikatakan negara tersebut juga dapat mensejahterakan memakmurkan masyarakatnya. Negara Indonesia saat ini sedang memfokuskan untuk mensejahterakan dan memakmurkan masyarakatnya, hal ini terlihat dari semakin pesatnya pembangunan diberbagai sektor yang ada. Saat ini pergerakan perekonomian Indonesia mulai menunjukkan pergerakan yang naik, ini terlihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia mencapai 6,8% dan menjadi peringkat ke 16 di dunia pada tahun 2013 dengan pendapatan perkapita sebesar 3660 dolar AS pada tahun Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Pada tahun 2013 APBN yang ditetapkan oleh pemerintah sebesar 6,5%, namun hasil yang diperoleh menunjukkan pendapatan negara Indonesia kurang dari yang ditetapkan oleh APBN yaitu sebesar 6,23%. tersebut sebesar Rp1529,7 T dengan rincian Rp4,5 T diperoleh dari penerimaan hibah Rp332,2 T dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Rp1193,0 T diperoleh dari sektor pajak. Dilihat dari kinerjanya, penerimaan dari sektor pajak mulai menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, ini bisa dilihat dari pendapatan negara dari sektor pajak pada tahun 2012 sebesar 914,2 T. Ini menunjukkan meningkatnya pendapatan negara dari sektor pajak. Namun meningkatnya pendapatan negara dari sektor pajak, tidak dibarengi dengan pertumbuhan industri yang ada, terutama pada industri alas kaki dan industri furnitur. Pertumbuhan industri manufaktur nasional pada tahun 2013 mencapai 6% atau jauh lebih rendah yang ditargetkan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yaitu sebesar 7,1%. Di Indonesia kedua industri tersebut belum mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Banyaknya faktor-faktor yang memberatkan para pengusaha industri alas kaki dan furnitur di Indonesia, diantaranya sulitnya mendapatkan bahan baku didalam negeri, besarnya tarif yang dibebankan, serta perlakuan administrasi perpajakannya, khususnya insentif pajak membuat kedua pelaku industri ini tidak melakukan industri di Indonesia. Oleh karena itu, melalui penulisan skripsi ini, peneliti akan menganalisa kebijakan insentif pajak tersebut. Sebelum dilakukan penelitian dalam hal insentif pajak, maka diperlukan acuan yang dapat dijadikan sebagai pembanding dalam penulisan skripsi ini. Acuan tersebut diambil dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh salah satu pihak mengenai tema dari permasalahan yang diangkat yaitu insentif pajak industri. Dalam penelitian ini, peneliti melihat hasil penelitian terdahulu sebagai berikut: a. Penelitian pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Frydolin Siagian (2012), yang berjudul ANALISIS DATA PERBANDINGAN INSENTIF PAJAK DI INDONESIA DENGAN NEGARA-NEGARA ASIA PASIFIK. Menurut penelitian tersebut banyak negara-negara yang memberikan insentif pajak kepada investor baik dalam negeri ataupun asing dengan tujuan agar negara tersebut memperoleh efek positif dari adanya kegiatan investasi asing langsung, seperti peningkatkan pembangunan dan perekonomian dalam negeri. Dari hasil penelitian tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa kebijakan yang diberikan pemerintah Indonesia belum berjalan secara maksimal. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkadang masih tergoncang oleh kondisi yang terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri sehingga kebijakan yang diberlakuan belum mencapai titik sasaran yang diharapkan. Maka dari itu pemerintah harus membuat kebijakan terkait insentif pajak yang dapat merangsang para investor dalam negeri maupun investor asing menanamkan modalya di dalam negeri. Hal yang menjadi pembeda antara penelitian yang dibuat oleh peneliti dengan peneliti sebelumnya adalah peneliti sebelumnya meneliti dan membandingkan insentif pajak industri kreatif dan industri garmen di Indonesia dengan negara Asia Pasifik, sedangkan peneliti sendiri meneliti dan membandingkan insentif pajak industri alas kaki dan industri furnitur di Indonesia dengan negara dikawasan Asia Tenggara. Dari uraian yang telah dikemukakan di latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: a. Peraturan perpajakan apa yang mendorong industri di Indonesia? b. Perlakuan insentif pajak apa yang perlu diberikan terhadap pelaku industri? c. Seberapa besar pemberian insentif pajak dapat mempengaruhi industri di Indonesia?

3 METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. dalam melakukan pengumpulan data ini dilakukan dari studi literatur dengan membaca buku yang terkait dengan topik yang diangkat. Bacaan yang digunakan terkait dengan Undang Undang perpajakan khususnya mengenai intensif pajak yang berlaku pada saat ini. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari beberapa situs pajak antara lain Undang Undang Perpajakan, Peraturan Menteri Keuangan (PMK), dan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai perlakuan insentif pajak dan beberapa faktor lainnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan membandingkan peraturan-peraturan yang terkait dengan pengenaan insentif pajak di beberapa Negara sehingga dapat mengetahui keuntungan dan kerugian mengenai kebijakan insentif pajak tersebut. Hasil yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan literatur yang disesuaikan dengan sub judul penelitian dengan mencerminkan informasi untuk tercapainya tujuan penelitian ini yaitu mengungkapkan hal-hal berkaitan dengan insentif pajak. HASIL DAN BAHASAN Keadaan Industri Alas Kaki di Indonesia Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dan industri alas kaki merupakan andalan industri manufaktur Indonesia dengan menyumbang nilai ekspor sebesar US$ 3,6 miliar pada tahun 2012 lalu. Dengan nilai ekspor tersebut, Indonesia mampu memenuhi kebutuhan dunia sebesar 1,8 persen untuk produk alas kaki. Selain itu, jumlah tenaga kerja yang terserap juga cukup banyak yaitu 700 ribu orang pekerja sehingga dapat membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik dari sebelumnya. Tabel 4.1 Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Alas Kaki dan Kulit Tahun No Tahun Ekspor (USD Juta) Pertumbuhan (%) Impor (USD Juta) Surplus (USD Juta) ,81 13,89 329, , ,11-9,18 348, , ,75 41,41 595, , ,83 31,05 808, , ,93 6,40 799, ,55 Sumber data: Dari tabel 4.1 diatas dapat dilihat perkembangan ekspor industri alas kaki dan kulit mengalami kenaikan yang cukup signifikan, ini dapat dilihat dari tahun ke tahun adanya kenaikan yang cukup meskipun pada tahun 2009 mengalami penurunan dari tahun Dilihat dari persentase pertumbuhannya, industri alas kaki dan kulit pada tahun 2009 persentase mengalami penurunan dari tahun sebelumnya dari 13,89% menjadi - 9,18%. Namun pada tahun berikutnya persentase pertumbuhannya mengalami peningkatan yang cukup drastis yaitu 41,41%. Jika dilihat dari jumlah impor industri alas kaki dan kulit dapat dilihat pada tahun 2008 jumlah impor cukup sedikit yaitu sekitar 329,29 USD Juta, namun pada tahun 2011 jumlah impor mengalami peningkatan yang ckup besar yaitu 808,07 USD Juta. Keadaan Industri Furnitur di Indonesia Perkembangan industri furnitur di Indonesia tidak terlepas dari kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah diantaranya kemudahan dalam berinvestasi dan perolehan bahan baku kayu, sehingga mendorong industri furnitur ini semakin berkembang, bahkan industri furnitur yang sempat terpuruk dimasa krisis kini mulai bangkit kembali. Sementara itu kebutuhan furnitur di dalam negeri juga cenderung meningkat seiring dengan membaiknya bisnis properti di Indonesia. Salah satu perlengkapan rumah tangga yang dibutuhkan antara lain adalah furnitur, baik berupa perlengkapan ruang tamu, ruang tidur, ruang dapur, dan ruang belajar. perlengkapan furnitur untuk kebutuhan rumah tangga umumnya terbuat dari bahan dasar kayu, dimana kayu menjadi bahan baku dasar dalam pembuatan furnitur di Indonesia. Selain rumah tangga, perkantoran, hotel serta bangunan komersial lainnya juga membutuhkan furnitur dengan pemanfaatan yang relatif sama hanya berbeda dalam hal kualitas saja.

4 Menurut data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan AMKRI (Asosiasi Mebel Kerajinan Rotan Indonesia) pada tahun 2013 industri furnitur mencatat nilai ekspor mebel sebesar1,8 miliar USD untuk mebel dan sekitar 800 juta USD untuk produk kerajinan, dengan rincian ekspor mebel kayu mencapai 1,2 miliar USD, mebel rotan 217,9 juta USD, mebel bambu 1,8 juta USD, mebel berbahan metal 43,7 juta USD, mebel berbahan plastik 49,7 juta USD, dan produk furnitur lainnya 311 juta USD, sehingga menempatkan Indonesia di posisi ke- 13 dunia. Sementara data terakhir yang diperoleh sepanjang Sembilan bulan pertama bulan 2014 ekspor mebel sebesar 1,79 miliar USD, dengan target sebesar 2 milliar USD pada tahun 2014 lalu. Dalam hal kebutuhan, industri mebel Indonesia baru dapat memenuhi kebutuhan 1-2% dari kebutuhan mebel dunia. Analisis Perbandingan Insentif Pajak di Negara Indonesia, Singapura, dan Malaysia Dengan Perhitungan dan Penilaian Investasi PV Tabel 4.3 Simulasi Pengenaan Pajak Pada Industri Alas Kaki Menggunakan Tarif Pajak dan Insentif Pajak di Indonesia Nilai dalam $(000) Tahun Ke-1 Tahun Ke-2 Tahun ke-3 Tahun ke-4 Tahun ke sebelum pajak Tarif Pajak (%) 25% 25% 25% 25% 25% Insentif Pajak (%) 50% 50% 50% 50% 50% setelah pajak , , ,5 Dari perhitungan simulasi pengenaan pajak pada tabel 4.3 diatas dapat dilihat industri alas kaki di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup baik dengan adanya insentif pajak yang diberikan oleh pemerintah. Dengan asumsi pendapatan sebesar dan biaya kurang lebih 20%-50% dari asumsi pendapatan sebagai pengurangnya, diperoleh pendapatan sebelum pajak sebesar hasil pendapatan sebelum pajak kemudian dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku di Indonesia yaitu sebesar 25%, Wajib Pajak (WP) wajib membayar sebesar dari jumlah tersebut Wajib Pajak memperoleh pemotongan pajak sebagai insentif dan/atau kebijakan yang diberikan oleh pemerintah sebesar 50% dari jumlah terutang pajak, sehingga Wajib Pajak hanya menyetorkan pajaknya sebesar 4.687,5 dari jumlah terutang pajak sebesar perhitungan tahun ke-2 dan seterusnya juga tetap menggunakan cara diatas. Tabel 4.4 Simulasi Pengenaan Pajak Pada Industri Alas Kaki Menggunakan Tarif Pajak dan Insentif Pajak di Singapura Nilai Dalam $(000) Tahun ke-1 Tahun ke-2 Tahun ke-3 Tahun ke-4 Tahun ke pendapatan Sebelum Pajak Insentif Pajak (%) 50% 75% 75% 75% 75% 50% 50% 50% 50% Penghasilan Kena * Pajak Tarif Pajak (%) 18% 18% 18% 18% 18% setelah Pajak * [( x 75%) + ( x 50%)]= ( )= Dari perhitungan simulasi pengenaan pajak pada tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa industri alas kaki di negara Singapura mengalami pertumbuhan yang cukup baik. Ini terlihat dari adanya insentif pajak yang diberikan oleh pemerintah Singapura menggunakan 2 mekanisme perhitungan antara perusahaan yang baru berdiri atau startup dan perusahaan yang sedang berkembang. Untuk perusahaan baru pemerintah Singapura memberikan insentif pajak dengan mengurangi 50% dari pendapatan sebelum pajak. Berdasarkan asumsi perhitungan diatas, asumsi pendapatan sebesar dengan perkiraan biaya 20%-50% dari pendapatan kotor sehingga diperoleh

5 pendapatan sebelum pajak sebesar setelah diperoleh pendapatan sebelum pajak sebesar dikurangi dengan insentif pajak yang diberikan pemerintah sebesar 50%, diperoleh penghasilan kena pajak sebesar yang kemudian dikalikan dengan tarif pajak di Singapura sebesar 18% sehingga tahun pertama perusahaan tersebut hanya membayar pajak sebesar 3.375, dan memperoleh pendapatan setelah pajak sebesar Pada tahun ke-2 sampai tahun ke-5 perhitungan nya sedikit berbeda dibandingkan dengan tahun ke-1. Pada tahun ke-2 pendapatan pertama yang diperoleh dikenakan pembebasan pajak sebesar 75% dan sisanya dikenakan pembebasan pajak sebesar 50%. Pada tahun ke-2 besarnya penghasilan kena pajak yang ditanggung oleh pengusaha industri tersebut sebesar yang dikalikan dengan tarif pajak di Singapura sebesar 18% sehingga besaran pajak yang harus dibayarkan Wajib pajak sebesar sehingga penghasilan setelah pajak pada tahun ke-2 sebesar perhitungan ini berlaku hingga tahun ke-5. Besaran pengurangan tarif yang dikenakan bagi pengusaha dengan penghasilan masih dibawah SGD bertujuan untuk memberikan daya dorong serta daya saing untuk mengembangkan industri di Singapura. Tabel 4.5 Simulasi Pengenaan Pajak Pada Industri Alas Kaki Menggunakan Tarif Pajak dan Insentif Pajak di Malaysia Nilai Dalam Tahun ke-1 Tahun ke-2 Tahun ke-3 Tahun ke-4 Tahun ke-5 $(000) sebelum pajak Tarif Pajak 28% 28% 28% 28% 28% (%) Insentif Pajak 0% 0% 0% 0% 0% (%) Setelah Pajak Dari perhitungan simulasi pengenaan pajak pada tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa industri alas kaki di negara Malaysia diberikan pembebasan pajak selama kurun waktu 5 tahun yang ditetapkan oleh pemerintah sehingga dengan asumsi pendapatan sebesar dikurangi biaya 20%-50% maka diperoleh pendapatan sebelum pajak sebesar yang kemudian dikalikan dengan tariff 0% yang diberikan oleh pemerintah Malaysia. Maka besaran pajak yang harus dibayar adalah 0 sehingga pengusaha memperoleh pendapatan penuh setelah dikurangi biaya tanpa adanya potongan pajak. Pengurangan tarif ini dimaksudkan untuk mengembangkan sektor industri di Malaysia. Tabel 4.6 Simulasi Setelah 5 tahun Pada Industri Alas Kaki di Negara Indonesia, Singapura, dan Malaysia. Setelah Pajak $ Indonesia Singapura Malaysia Tahun ke , Tahun ke Tahun ke , Tahun ke Tahun ke , Total Setelah , Tahun Total Setelah dihitung Dengan PV Berdasarkan tabel 4.6 dapat disimpulkan dalam melakukan investasi di industri alas kaki, negara Malaysia menjadi negara pilihan yang baik dalam pertumbuhan investasi di industri alas kaki. Malaysia memberikan insentif pajak bagi pelaku industri alas kaki berupa pembebasan pajak selama 5 tahun yang terbukti efektif untuk membantu pertumbuhan ekonomi Malaysia. Hal ini memperlihatkan bahwa pemerintah Malaysia

6 memberi dukungan penuh bagi pelaku industri ini untuk membangun dan mengembangkan industri tersebut. Singapura juga menjadi pilihan investasi setelah negara Malaysia dengan nilai investasi setelah 5 tahun sebesar dan setelah dihitung dengan menggunakan rumus PV nilai investasinya menjadi insentif yang diberikan oleh pemerintah Singapura antara lain pengurangan nilai penghasilan kena pajak yang dibagi 2 dengan rincian untuk awal dipotong 50% dan pada bulan berikutnya 75% dari dan tambahan 50% sisanya. Sementara hasil perhitungan untuk negara Indonesia lebih kecil dibandingkan Singapura dan Malaysia dalam hal industri alas kaki ini. Meskipun telah mendapat insentif pajak dari pemerintah antara lain pengurangan besaran pajak yang harus dibayar, penyusutan atau amortisasi yang dipercepat, kompensasi kerugian, dan pembebasan pajak ekspor ternyata belum mampu membangun industri alas kaki di Indonesia untuk tumbuh dan berkembang. Salah satu faktor yang menghambat tumbuh dan berkembangnya industri ini adalah sistem administrasi yang merepotkan, faktor politik, tingkat keamanan yang masih kurang, serta sarana dan prasarana umum yang masih kurang mendukung untuk berkembangnya industri ini. Analisis Perbandingan Insentif Pajak di Negara Indoneisa, China, dan Vietnam Dengan Perhitungan dan Penilaian Investasi PV Tabel 4.7 Simulasi Pengenaan Pajak Pada Industri Furnitur Menggunakan Tarif Pajak dan Insentif Pajak di Indonesia. Nilai dalam $ Tahun ke-1 Tahun ke-2 Tahun ke-3 Tahun ke-4 Tahun ke Sebelum Pajak Insentif Pajak (%) 30% 30% 30% 30% 30% Tarif Pajak (%) 25% 25% 25% 25% 25% Setelah Pajak , , ,5 Pada tabel 4.7 dapat dilihat industri furnitur di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup baik dengan adanya insentif pajak yang diberikan oleh pemerintah. Dengan asumsi pendapatan sebesar dan biaya sebesar 75% dari pendapatan kotor, maka diperoleh pendapatan sebelum pajak sebesar hasil pendapatan sebelum pajak kemudian dikalikan dengan insentif pajak yang diberikan, karena yang dibebaskan insentif pajak sebesar 30% maka hasil pendapatan sebelum pajak dikalikan 70% sehingga memperoleh hasil sebesar yang kemudian dikalikan dengan tarif pajak sebesar 25% maka diperoleh hasil sebesar 6.562,5. Sehingga pendapatan bersih setelah pajak yang diterima sebesar ,5. Perhitungan tahun ke-2 dan seterusnya juga tetap menggunakan cara diatas. Tabel 4.8 Simulasi Pengenaan Pajak Pada Industri Furnitur Menggunakan Tarif Pajak dan Insentif Pajak di China. Nilai Dalam $ Tahun ke-1 Tahun ke-2 Tahun ke-3 Tahun ke-4 Tahun ke pendapatan Sebelum pajak Tarif pajak (%) 24% 24% 24% 24% 24% Insentif Pajak (%) 13% 13% 13% 13% 13% Setelah Pajak Pada tabel 4.8 dapat dilihat simulasi pengenaan pajak di negara China. Di China besarnya tarif pajak yang berlaku disana adalah sebesar 24% yang kemudian mendapatkan insentif pajak sebesar 13% maka dari jumlah besaran asumsi pendapatan sebelum pajak sebesar dikalikan 13% sehingga memperoleh hasil sebesar yang menjadi pajak yang harus dibayar oleh perusahaan pada tahun pertama. Perhitungan tahun ke-2 sampai ke-5 masih menggunakan perhitungan yang sama.

7 Tabel 4.9 Simulasi Pengenaan Pajak Pada Industri Furnitur Menggunakan Tarif Pajak dan Insentif Pajak di Vietnam. Nilai Dalam $ Tahun ke-1 Tahun ke-2 Tahun ke-3 Tahun ke-4 Tahun ke Sebelum Pajak Tarif Pajak (%) 25% 25% 25% 25% 25% Insentif Pajak (%) 17.5% 17.5% 17.5% 17.5% 17.5% Setelah Pajak , , , ,5 Pada tabel 4.9 dapat dilihat simulasi pengenaan pajak di negara Vietnam mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Di Vietnam besarnya tarif pajak yang berlaku disana sebesar 25% yang kemudian mendapatkan insentif pajak sebesar 17.5% maka dari jumlah besaran asumsi pendapatan sebelum pajak sebesar dikalikan 17.5% sehingga memperoleh hasil sebesar 6.562,5 yang menjadi pajak yang harus dibayar oleh perusahaan pada tahun pertama. Perhitungan tahun ke-2 sampai ke-5 masih menggunakan perhitungan yang sama. Tabel 4.10 Simulasi Setelah 5 tahun Pada Industri Furnitur di Negara Indonesia, China, dan Vietnam. Setelah Pajak $ Indonesia Cina Vietnam Tahun ke , ,5 Tahun ke Tahun ke , ,5 Tahun ke , ,5 Tahun ke , ,5 Total Setelah Tahun Total Telah Dihitung Dengan PV Industri furnitur di negara China menjadi pilihan negara dalam melakukan investasi di industri ini karena insentif pajak yang diberikan terhadap para pelaku industri ini sangat menjanjikan antara lain pemotongan tariff pajak 9%-17% dari besaran tarif, keringanan bunga kredit yang rendah, pembebasan pajak ekspor, dan diberlakukannya tax spaning credit. Ini membuktikan jika pemerintah China sangat membantu dan mengembangkan industri furnitur untuk semakin berkembang. Sementara jika dilihat dari tabel 4.10 total pendapatan setelah 5 tahun pada industri furnitur di Indonesia dan Vietnam menunjukkan hasil yang sama. Namun jika dilihat dari sisi pemberian insentif pajaknya, negara Indonesia memberikan insentif berupa pemotongan tarif pajak sebesar 30% dari tarif yang dikenakan, kemudian amortisasi atau penyusutan yang dipercepat, penurunan tarif pajak, kompensasi kerugian, dan pembebasan pajak bagi impor barang-barang tertentu. Dan negara Vietnam insentif pajak yang diberikan oleh pemerintahnya berupa pemotongan tariff 5%- 10% dari besaran tarif pajak yang berlaku, penurunan tarif pajak sebesar 50% bagi Pengusaha Kena Pajak, dan pembebasan pajak ekspor.

8 SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari analisis yang telah dilakukan, didapat beberapa kesimpulan antara lain : 1. Berdasarkan analisis terhadap peraturan perpajakan yang ada di Indonesia khususnya kebijakan insentif pajak terhadap industri alas kaki dan industri furnitur, tidak semua industri mendapat dukungan penuh dalam insentif pajak dari pemerintah. Dalam industri alas kaki kurang mendapat perhatian dalam mengembangkan industri alas kaki ini di dalam negeri karena kurangnya dukungan dari pemerintah dan juga faktor lainnya, maupun kurangnya daya beli masyarakat terhadap produk-produk lokal. Dalam Industri furnitur bentuk insentif pajak yang diberikan pemerintah sudah cukup menjanjikan dengan pemberian kebijakan pengurangan nilai penghasilan kena pajak. 2. Berdasarkan analisis terhadap peraturan insentif pajak antar negara luar dengan Indonesia dapat dilihat pada Industri alas kaki negara Indonesia masih perlu meningkatkan kualitas maupun kuantitas bagi dari segi peraturan dan juga dari segi penyediaan bahan baku yang lebih baik, karen industri ini sedang mengalami perkembangan yang cukup baik. Pada furnitur negara Indonesia cukup mendapat kualitas peraturan pajak yang cukup memadai namun dengan nilai investasi yang menjanjikan membuat negara Indonesia ini cukup mendapat perhatian dari para investor lokal ataupun asing. 3. Setelah membandingkan kebijakan pemerintah dari sektor pajak negara Indonesia dengan negara lain dapat ditarik kesimpulan bahwa, kebijakan yang diberikan pemerintah Indonesia belum berjalan dengan maksimal. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkadang masih terpengaruh oleh kondisi yang terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri sehingga kebijakan yang diberlakukan belum mencapai sasaran yang diharapkan. Kebijakan pajak ini memang akan menjadi salah datu daya tarik bagi para pelaku industri di tanah air. Dengan penerapan kebijakan pajak yang efektif akan lebih meningkatkan nilai investasi yang signifikan. Khususnya bagi pelaku maupun industri yang baru ataupun sedang berkembang. Dari analisis terhadap kedua industri alas kaki dan industri furnitur dapat dilihat bahwa dalam pertumbuhan industri yang baik disuatu negara perlu dukungan yang baik dari pemerintah. Guna mendukung industri itu berjalan dengan optimal. Tumbuhnya industri-industri yang baru di dunia ini menuntut pemerintah berperan aktif untuk mengembangkan industri tersebut di dalam negerinya guna mencukupi kebutuhan barang dan/atau jasa dari sektor industri tersebut. Kebijakan dalam bentuk peraturan perpajakan menjadi salah satu faktor penting dalam mengembangkan dan mempertahankan industri di dalam negeri. Kebijakan pajak ini dapat terlihat dimana dalam industri furnitur mendapat dukungan baik dari sektor perpajakan. Kebijakan yang baik dari pemerintah akan meningkatkan iklim investasi yang baik pula. Peran serta daya beli masyarakat sebagai konsumen akhir dalam mengkonsumsi barang ataupun jasa yang dihasilkan industri tersebut memiliki sektor yang cukup penting konsumsi yang baik dan penerapan pajak yang jelas tidak akan membebani masyarakat yang dikenal sebagai pengguna akhir produk tersebut. Saran Setelah melakukan penelitian ini, maka penulis memberikan saran bagi para pelaku industri, yaitu : 1) Banyak industri yang berkembang dan tumbuh pada saat dikarenakan semakin banyak kebutuhan manusia sebagai konsumen barang dan jasa. Investasi di suatu industri bukan hanya didasarkan apakah industri itu bagus atau tidak tapi juga nilai investasi yang dapat menjadi salah satu faktor penting. Industri alas kaki dan furnitur merupakan salah satu industri yang cukup baik. Industri alas kaki dan furnitur menjadi pilihan industri yang cukup menjanjikan dengan melihat pertumbuhan serta nilai investasi yang cukup baik. 2) Sehubungan dengan analisis peraturan insentif perpajakan industri alas kaki dan furnitur di Indonesia perlu dilakukan evaluasi ulang terutama untuk industri alas kaki. Industri ini perlu dukungan yang lebih dikarenakan industri tersebut masih kurang berkembang di Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh, penulis mempertimbangkan akan lebih baik dalam memberikan insentif pajak dengan penghapusan pajak seperti yang dilakukan oleh negara Malaysia, dengan pemberian insentif akan penghapusan pajak diharapkan semakin meningkatkan investor dalam menanamkan investasi di Indonesia. Selain itu pemberian kredit pajak yang sesuai dan tepat akan banyak membantu dalam mengembangkan industri alas kaki di Indonesia. Bagi furnitur, Indonesia sudah melakukan insentif pajak yang tepat, tambahan

9 yang perlu dilakukan dengan peningkatan kerjasama dengan beberapa negara untuk semakin meningkatkan industri furnitur dalam sektor perpajakanya. 3) Setiap investasi memiliki risikonya masing-masing yang sesuai dengan tingkat investasi. Investor sebaiknya menyesuaikan investasi terhadap sektor industri dengan profil dan resiko yang diinginkannya. Selain mempertimbangkan profit semata investor haruslah melihat kondisi sekitar dan kondisi di negara tersebut. Penulis merekomendasikan untuk melihat kondisi dari sosial, politik, kondisi alam yang diantaranya juga adalah pajak di negara tersebut dan faktor lainya sebelum melakukan investasi disuatu industri tertentu. REFERENSI Anwar Y, Mulyadi MS (2012). Analysis of income tax incentive in Indonesia. Global Business and Economic Research Journal, 1(2): Blom, M. (2014). Industry Specific Tax Incentives In Singapore. RetrivedNovember27,2014,Fromwww.guidemesingapore.com: Mardiasmo. (2011). Perpajakan edisi revisi Yogyakarta : Penerbit Andi Yogyakarta. Renjaan, Damius H. Analisis Makro Atas Dampak Penerapan Kebijakan Tax Holiday (kebebasan pajak) di Indonesia (2010:5) Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah (PP) No. 62 Tahun 2008 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah- Daerah Tertentu. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian. Siagian, F. (2012). Analisis Data Perbandingan Insentif Pajak Di Indonesia Dengan Negara-Negara Di Kawasan Asia Pasifik. Skripsi tidak diterbitkan. Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Komunikasi Universitas Bina Nusantara. Suandy, Erly.2011.Perencanaan Pajak.Edisi 5.Salemba Empat, Jakarta. Waluyo Perpajakan Indonesia Edisi 9.Buku 2. Salemba Empat, Jakarta. Waluyo Perpajakan Indonesia Edisi 10. Buku 1. Salemba Empat, Jakarta. Warsono. (2002). Manajemen Keuangan Perusahaan, Jilid I, edisi ke-2. Malang: UMM Press Wirawan B Ilyas Hukum Pajak.Edisi 5. Salemba Empat, Jakarta. www. CountryStudies.us/China www. CountryStudies.us/Indonesia www. CountryStudies.us/Malaysia www. CountryStudies.us/Singapura www. CountryStudies.us/Vietnam www. Kemenkeu.go.id Zolt, Eric M. (2014). Tax Incentive: Protecting the Tax Base. UCLA School of Law: United Nation. RIWAYAT PENULIS Deny Wijaya lahir di kota Jakarta pada 3 Desember Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Akuntansi pada tahun 2015.

BAB IV PEMBAHASAN. Keadaan Perindustrian di Indonesia. IV.1.1 Keadaan Industri Kreatif di Indonesia

BAB IV PEMBAHASAN. Keadaan Perindustrian di Indonesia. IV.1.1 Keadaan Industri Kreatif di Indonesia BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Keadaan Perindustrian di Indonesia IV.1.1 Keadaan Industri Kreatif di Indonesia Industri kreatif atau yang sering disebut dengan industri budaya (terutama di Eropa) atau juga ekonomi

Lebih terperinci

BAB III DESAIN PENELITIAN. dari sumber alam ataupun sumber daya manusianya kurang memberikan kontribusi yang

BAB III DESAIN PENELITIAN. dari sumber alam ataupun sumber daya manusianya kurang memberikan kontribusi yang BAB III DESAIN PENELITIAN III. 1 Objek Penelitian Insentif Pajak Awal perkembangan insentif pajak didasari pada negara negara yang memang dari sumber alam ataupun sumber daya manusianya kurang memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan merupakan aspek penting dari kualitas suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan merupakan aspek penting dari kualitas suatu bangsa. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Kesejahteraan merupakan aspek penting dari kualitas suatu bangsa. Kesejahteraan bagi seluruh masyarakat di negara tersebut menjadi salah satu tujuan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Insentif Pajak untuk Investasi Insentif pajak untuk investasi merupakan sebuah keringanan pajak yang diberikan oleh negara untuk meningkatkan investasi di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Awal tahun 1990 terdapat fenomena di negara negara pengutang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Awal tahun 1990 terdapat fenomena di negara negara pengutang yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Awal tahun 1990 terdapat fenomena di negara negara pengutang yang mulai mengalihkan perhatian dalam bentuk alternatif bagi pembiayaan pembangunan yang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INSENTIF PAJAK DAN DUKUNGAN FISKAL UNTUK R&D DI BEBERAPA NEGARA: INDIA

KEBIJAKAN INSENTIF PAJAK DAN DUKUNGAN FISKAL UNTUK R&D DI BEBERAPA NEGARA: INDIA LATAR BELAKANG Indonesia diprediksi menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-7 di dunia pada tahun 2030, mengalahkan Inggris dan Jerman (McKinsey 2012). Namun demikian, perekonomian Indonesia digambarkan

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Surabaya, 8 Oktober 2015 DAFTAR ISI Hal I Kinerja Makro Sektor Industri 3 II Visi, Misi,

Lebih terperinci

INVESTASI DI INDONESIA

INVESTASI DI INDONESIA INVESTASI DI INDONESIA Agni Indriani Widyaiswara Madya Pusdiklat KNPK Faktor-faktor yang menjadikan investasi di Indonesia menarik Investasi dapat mempunyai multiplier effect yang besar karena dengan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan semakin berkembangnya dunia usaha. Perkembangan dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan semakin berkembangnya dunia usaha. Perkembangan dunia usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis di dunia telah mengalami kemajuan yang pesat, khususnya di Indonesia yang saat ini telah memasuki era globalisasi. Hal ini ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

PERHITUNGAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 2015

PERHITUNGAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 2015 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERHITUNGAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 2015 1 KETENTUAN PERHITUNGAN Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Adanya modal dalam sebuah perusahaan menjamin berlangsungnya proses

Lebih terperinci

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011 Pajak Penghasilan Pasal 24 Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011 http://elearning.pnb.ac.id www.nyomandarmayasa.com Sub Topik 1. UU No. 36 Tahun 2008-Pasal 24 2. Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini dunia industri berkembang dengan sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini dunia industri berkembang dengan sangat pesat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini dunia industri berkembang dengan sangat pesat. Semakin liberalnya perdagangan dunia akan menuntut peningkatan daya saing produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia selalu mengalami perjalanan yang berfluktuasi, minyak dan gas alam yang selama ini menjadi mesin pertumbuhan, harganya dipasar internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun sektor industri adalah satu dari beberapa yang bertahan dari krisis

BAB I PENDAHULUAN. namun sektor industri adalah satu dari beberapa yang bertahan dari krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketika terjadi krisis ekonomi 1998, ekonomi di Indonesi sangat mengalami keterpurukan sektor-sektor pendorong ekonomi juga ikut terpuruk namun sektor industri adalah

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perjalanan menuju negara maju, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar elakang Penelitian Agus Sartono (2001:487)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar elakang Penelitian Agus Sartono (2001:487) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perusahaan yang telah didirikan pada umumnya memiliki tujuan yang jelas. Ada beberapa hal yang mengemukakan tentang tujuan pendirian suatu perusahaan. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan memberikan kontribusinya pada perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan memberikan kontribusinya pada perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manufaktur merupakan sektor industri yang penting di lingkup perekonomian Indonesia, jumlah perusahaannya yang sangat besar dibagi menjadi sektor-sektor, salah

Lebih terperinci

Account Representative

Account Representative Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi : Account Representative FASILITAS PEMBEBASAN ATAU PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Investasi atau penanaman modal merupakan instrumen penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang ada di suatu negara atau wilayah. Karena pada dasarnya, investasi

Lebih terperinci

2 Ayat (2) Huruf a Huruf b Huruf c Fasilitas pengurangan penghasilan neto diberikan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak saat mulai berproduksi komer

2 Ayat (2) Huruf a Huruf b Huruf c Fasilitas pengurangan penghasilan neto diberikan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak saat mulai berproduksi komer TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN. Pajak Penghasilan. Penanaman Modal. Fasilitas. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 77) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor, di Indonesia sendiri banyak yang mengemukakan bahwa faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. faktor, di Indonesia sendiri banyak yang mengemukakan bahwa faktor-faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kekuatan struktur modal perusahaan banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, di Indonesia sendiri banyak yang mengemukakan bahwa faktor-faktor yang terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang besar. Biaya biaya tersebut dapat diperoleh melalui pembiayaan dalam negeri maupun pembiayaan

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan implementasi tax planning pajak penghasilan (PPh) pasal 21 yang dilakukan oleh PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) untuk meminimalkan pajak penghasilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kreativitas.industri kreatif tidak hanya menciptakan transaksi ekonomi, tetapi juga transaksi sosial budaya antar negara.

BAB I PENDAHULUAN. kreativitas.industri kreatif tidak hanya menciptakan transaksi ekonomi, tetapi juga transaksi sosial budaya antar negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini tengah memasuki evolusi baru dalam perekonomiannya, yaitu evolusi ekonomi kreatif, pertumbuhan ekonomi kreatif ini membuka wacana baru bagi

Lebih terperinci

ISSN Rudy. STIE Gentiaras Bandar Lampung

ISSN Rudy. STIE Gentiaras Bandar Lampung ISSN 2086-9592 ANALISIS PERBEDAAN ANTARA PENGGUNAAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DAN PEMBUKUAN DENGAN STATUS PKP DAN STATUS nonpkp TERHADAP PPh DAN PPN PENGUSAHA KECIL PADA TOKO REJEKI LAMPUNG Rudy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5783 EKONOMI. Perdagangan. Kawasan Ekonomi Khusus. Fasilitas. Kemudahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 309). PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pendapatan di Indonesia. Usaha kecil yang berkembang pada

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pendapatan di Indonesia. Usaha kecil yang berkembang pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri Mikro dan Kecil (IMK) merupakan salah satu komponen yang mempunyai sumbangan cukup besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan pemerataan pendapatan

Lebih terperinci

Indeks PMI Manufaktur Capai Posisi Terbaik Dibawah Kepemimpinan Presiden Jokowi

Indeks PMI Manufaktur Capai Posisi Terbaik Dibawah Kepemimpinan Presiden Jokowi KOPI, Jakarta Kinerja industri nasional kembali menunjukkan agresivitasnya seiring dengan peningkatan permintaan pasar domestik dan adanya perluasan usaha. Capaian ini terungkap berdasarkan laporan indeks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia yang terdiri dari pulau. Dan dengan luas wilayah ,32

BAB I PENDAHULUAN. dunia yang terdiri dari pulau. Dan dengan luas wilayah ,32 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau. Dan dengan luas wilayah 1.910.931,32 serta dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan Nomor 28 tahun 2007 pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah mengandalkan sumber-sumber penerimaan negara. Nota Keuangan dan APBN Indonesia tahun 2015 yang diunduh dari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah mengandalkan sumber-sumber penerimaan negara. Nota Keuangan dan APBN Indonesia tahun 2015 yang diunduh dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia terus melaksanakan pembangunan di segala bidang demi mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam melaksanakan pembangunan,

Lebih terperinci

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN Disepakatinya suatu kesepakatan liberalisasi perdagangan, sesungguhnya bukan hanya bertujuan untuk mempermudah kegiatan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan terjadi. Dalam investasi, investor perlu terus menerus mempelajari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. akan terjadi. Dalam investasi, investor perlu terus menerus mempelajari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan bisnis di Indonesia saat ini cukup pesat, maka dibutuhkan ketepatan dalam mengambil keputusan investasi. Investasi dalam suatu perusahaan merupakan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-30/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-30/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-30/PJ/2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGURANGAN BESARNYA PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK

Lebih terperinci

ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171

ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171 ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171 Suryanto Kanadi (Suryanto_Kanadi@yahoo.com) Lili Syafitri (Lili.Syafitri@rocketmail.com) Jurusan Akuntansi STIE MDP Abstrak Tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Kelompok 3 Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Pajak penghasilan, subjek, objek pajak dan objek pajak BUT Tata cara dasar pengenaan pajak Kompensasi Kerugian PTKP, Tarif pajak dan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian dalam perekonomian. Selain itu sebagian besar penduduk Indonesia bekerja pada sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal langsung baik melalui penanaman modal asing maupun

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal langsung baik melalui penanaman modal asing maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penanaman modal langsung baik melalui penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri merupakan salah satu faktor penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi. Di era globalisasi ini, industri menjadi penopang dan tolak ukur kesejahteraan suatu negara. Berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi (suprime mortgage) di AS secara tiba-tiba berkembang menjadi krisis

BAB I PENDAHULUAN. tinggi (suprime mortgage) di AS secara tiba-tiba berkembang menjadi krisis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian dunia saat ini dihadapkan pada suatu perubahan drastis yang tak terbayangkan sebelumnya. Krisis kredit macet perumahan beresiko tinggi (suprime mortgage)

Lebih terperinci

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO ABSTRAK Dari segi ekonomi, pajak merupakan pemindahan sumber daya dari sektor perusahaan ke sektor publik. Salah satu pajak yang sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 te

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 te LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.77, 2015 KEUANGAN. Pajak Penghasilan. Penanaman Modal. Fasilitas. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5688) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

1. Yulianty Widjaja (Direktur DAVINCI); dan 2. Para Hadirin Sekalian Yang Berbahagia.

1. Yulianty Widjaja (Direktur DAVINCI); dan 2. Para Hadirin Sekalian Yang Berbahagia. Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA PEMBUKAAN PAMERAN 22 TAHUN DAVINCI DI INDONESIA JAKARTA, 14 OKTOBER 2015 Yang Saya Hormati: 1. Yulianty Widjaja (Direktur

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG- BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak selain dari pada harga pokoknya

BAB I PENDAHULUAN. yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak selain dari pada harga pokoknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pajak merupakan sumber pendapatan terbesar bagi Anggaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pajak merupakan sumber pendapatan terbesar bagi Anggaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan sumber pendapatan terbesar bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2017 penerimaan negara dari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. memaksimalkan kesejahteraan mereka. Penyatuan kepentingan seperti ini,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. memaksimalkan kesejahteraan mereka. Penyatuan kepentingan seperti ini, BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Teori keagenan Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimalkan kesejahteraan para pemegang saham. Namun disisi lain, manajer

Lebih terperinci

PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH: STUDI KASUS PT. IMS

PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH: STUDI KASUS PT. IMS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH: STUDI KASUS PT. IMS UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Fakultas Ekonomi dan Komunikasi Jurusan Akuntasi dan Keuangan Skripsi Sarjana Srata 1 Akuntansi

Lebih terperinci

Disusun oleh : Novrian Satria Perdana NIM F BAB I PENDAHULUAN. Pengeluaran untuk membiayai belanja negara yang semakin lama semakin

Disusun oleh : Novrian Satria Perdana NIM F BAB I PENDAHULUAN. Pengeluaran untuk membiayai belanja negara yang semakin lama semakin Pengaruh kebijakan perpajakan, undang-undang perpajakan, dan administrasi perpajakan terhadap motivasi manajemen perusahaan dalam melakukan tax planning pada perusahaan tekstil di eks karisidenan Surakarta

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.GKS

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.GKS ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.GKS MELDA NOVITA Universitas Bina Nusantara, Jl. Kebon jeruk raya No.27, (021) 53696969, meldasinagas@gmail.com YUNITA ANWAR Universitas Bina Nusantara,

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

Antiremed Kelas 10 Ekonomi Antiremed Kelas 10 Ekonomi Pendapatan Nasional - Soal Halaman 1 01. Pada metode pendapatan, besar pendapatan nasional suatu negara akan sama dengan (A) jumlah produksi ditambah upah (B) jumlah investasi

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA 3rd SUSTAINABLE BUSINESS DIALOGUE IN COOPERATION WITH THE GLOBAL PRACTITIONERS DIALOGUE ON CLIMATE

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Yth. : 1. Menteri Perdagangan; 2. Menteri Pertanian; 3. Kepala BKPM;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk disertai dengan perubahan

Lebih terperinci

B. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2013

B. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2013 EVALUASI RENDAHNYA REALISASI PENDAPATAN NEGARA TAHUN 2013 Abstrak Penerimaan Negara merupakan pemasukan yang diperoleh Negara dan digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah. Penerimaan pajak memberikan

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Deskripsi Perusahaan Perusahaan publik yang tercatat di Bursa Efek Indonesia diklasifikasikan kedalam sembilan sektor industri yang telah ditetapkan oleh JASICA (

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perubahan ekonomi dalam era globalisasi mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perubahan ekonomi dalam era globalisasi mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan ekonomi dalam era globalisasi mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Proses tersebut adalah suatu perubahan di dalam perekonomian dunia, yang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 4.1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Selama kurun waktu tahun 2001-2010, PDB negara-negara ASEAN+3 terus menunjukkan tren yang meningkat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tragedi serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) Amerika

1. PENDAHULUAN. Tragedi serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) Amerika 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tragedi serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) Amerika pada tanggal 1 I September 2001, tampaknya akan mengubah tatanan ekonomi dan pasar global yang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkembangnya dunia usaha saat ini membuat persaingan antar perusahaan sejenis semakin ketat. Untuk menjaga kelangsungan perusahaan dalam menghadapi persaingan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 1980-2008 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor internal

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor internal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor internal maupun eksternal. Salah satu sumber penerimaan negara dari sektor internal adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Utang luar negeri yang selama ini menjadi beban utang yang menumpuk yang dalam waktu relatif singkat selama 2 tahun terakhir sejak terjadinya krisis adalah

Lebih terperinci

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PELAPORAN DAN PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PELAPORAN DAN PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 398, 2017 KEMENKEU. Pelaporan dan Penghitungan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PMK.03/2017 TENTANG TATA

Lebih terperinci

BAB VII PERPAJAKAN. Tahun 8 10: pengurangan pajak penghasilan badan dan perorangan sebesar 50%

BAB VII PERPAJAKAN. Tahun 8 10: pengurangan pajak penghasilan badan dan perorangan sebesar 50% BAB VII PERPAJAKAN PERPAJAKAN DI INDONESIA DIRASAKAN KURANG BERSAING UNTUK MENARIK INVESTASI. Pandangan ini umumnya diutarakan dalam 3 hal, yaitu: pelayanan pajak yang rendah, tarif pajak yang kurang bersaing

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Berdasarkan analisis yang dilakukan mengenai perhitungan penyetoran dan pelaporan PPN sehubungan dengan kegiatan penjualan dan pembelian pada CV X selama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan perusahaan di Indonesia yang semakin lama semakin pesat terutama di era globalisasi saat ini, membuat setiap perusahaan untuk terus memproduksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pajak adalah kontribusi Wajib Pajak kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas negara yang telah membawa dampak pada kemajuan yang pesat di segala

BAB I PENDAHULUAN. batas negara yang telah membawa dampak pada kemajuan yang pesat di segala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan perekonomian berkembang tanpa mengenal batas negara yang telah membawa dampak pada kemajuan yang pesat di segala bidang. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Monica (2013), menyatakan bahwa dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Monica (2013), menyatakan bahwa dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia hingga saat ini masih menjadi negara yang sedang berkembang dan tidak henti-hentinya melakukan upaya pembangunan di segala bidang yang bertujuan

Lebih terperinci

Gelar Sepatu, Kulit dan Fesyen Merek Indonesia Mendunia Hadirin sekalian yang saya hormati,

Gelar Sepatu, Kulit dan Fesyen Merek Indonesia Mendunia Hadirin sekalian yang saya hormati, SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA PEMBUKAAN PAMERAN GELAR SEPATU, KULIT DAN FESYEN TAHUN 2015 JAKARTA CONVENTION CENTER (JCC) JAKARTA, 1 JULI 2015 Yth. : 1. Para Duta Besar Negara

Lebih terperinci

Latar Belakang. Furnitur kayu Furnitur rotan dan bambu 220 Furnitur plastik 17 Furnitur logam 122 Furnitur lainnya 82 Sumber: Kemenperin 2012

Latar Belakang. Furnitur kayu Furnitur rotan dan bambu 220 Furnitur plastik 17 Furnitur logam 122 Furnitur lainnya 82 Sumber: Kemenperin 2012 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan sumberdaya alam. Hutan merupakan salah satu kekayaan negara yang tak ternilai harganya dan dari hutan banyak dihasilkan hasil hutan kayu dan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh wajib pajak baik orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mengandalkan berbagai pemasukan negara sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mengandalkan berbagai pemasukan negara sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang notabenenya masih tergolong sebagai negara berkembang tentunya masih berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya melalui

Lebih terperinci

Indonesia SCM Summit 2015: Stimulus Iklim Investasi Bagi Peningkatan Kapasitas Nasional

Indonesia SCM Summit 2015: Stimulus Iklim Investasi Bagi Peningkatan Kapasitas Nasional Indonesia SCM Summit 2015: Stimulus Iklim Investasi Bagi Peningkatan Kapasitas Nasional Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI Jakarta, 14 April 2015 1 Outline Peran Kementerian Keuangan Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan seringkali dikaitkan dengan proses industrialisasi. Proses industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur kegiatan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan Negara dari sektor perpajakan merupakan sumber utama. untuk pembangunan nasional dan penyelenggaraaan pemerintahan.

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan Negara dari sektor perpajakan merupakan sumber utama. untuk pembangunan nasional dan penyelenggaraaan pemerintahan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan Negara dari sektor perpajakan merupakan sumber utama untuk pembangunan nasional dan penyelenggaraaan pemerintahan. Penerimaan Negara yang terdiri atas penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gelombang krisis ekonomi di dunia, bahkan berhasil menjadi negara yang meningkat di

BAB I PENDAHULUAN. gelombang krisis ekonomi di dunia, bahkan berhasil menjadi negara yang meningkat di BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu dari segelintir negara yang berhasil menghadapi gelombang krisis ekonomi di dunia, bahkan berhasil menjadi negara yang meningkat

Lebih terperinci

ANALISIS KETENTUAN FISKAL TERHADAP LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK MENENTUKAN BESARNYA PPh TERHUTANG Studi Kasus pada Yayasan Pendidikan YPKTH

ANALISIS KETENTUAN FISKAL TERHADAP LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK MENENTUKAN BESARNYA PPh TERHUTANG Studi Kasus pada Yayasan Pendidikan YPKTH JURNAL ILMIAH RANGGAGADING Volume 9 No. 1, April 2009 : 9-17 ANALISIS KETENTUAN FISKAL TERHADAP LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK MENENTUKAN BESARNYA PPh TERHUTANG Studi Kasus pada Yayasan Pendidikan YPKTH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebangkitan kembali sektor manufaktur, seperti terlihat dari kinerja ekspor maupun

BAB I PENDAHULUAN. kebangkitan kembali sektor manufaktur, seperti terlihat dari kinerja ekspor maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Prospek industri manufaktur tahun 2012, pada tahun 2011 yang lalu ditandai oleh kebangkitan kembali sektor manufaktur, seperti terlihat dari kinerja ekspor

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

ANALISIS PENGATURAN KRITERIA FASILITAS PENANAMAN MODAL DIKAITKAN DENGAN PRINSIP MOST FAVORED NATION (MFN)

ANALISIS PENGATURAN KRITERIA FASILITAS PENANAMAN MODAL DIKAITKAN DENGAN PRINSIP MOST FAVORED NATION (MFN) ANALISIS PENGATURAN KRITERIA FASILITAS PENANAMAN MODAL DIKAITKAN DENGAN PRINSIP MOST FAVORED NATION (MFN) oleh : Ni Made Wulan Kesuma Wardani Kadek Sarna Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci