BAB IV PEMBAHASAN. Keadaan Perindustrian di Indonesia. IV.1.1 Keadaan Industri Kreatif di Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PEMBAHASAN. Keadaan Perindustrian di Indonesia. IV.1.1 Keadaan Industri Kreatif di Indonesia"

Transkripsi

1 BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Keadaan Perindustrian di Indonesia IV.1.1 Keadaan Industri Kreatif di Indonesia Industri kreatif atau yang sering disebut dengan industri budaya (terutama di Eropa) atau juga ekonomi kreatif menjadi salah satu sektor industri yang semakin hari semakin berkembang. Industri ini mulai berkembang pesat dimulai dengan adanya perlindungan hukum atas hasil karya, temuan ataupun ciptaan yang lebih dikenal dengan hak cipta. Diawali pada tahun 2006 dimana melalui instruksi Presiden Susilo Bambang Yudoyono untuk mulai mengembangkan ekonomi kreatif di Indonesia serta pembentukan sebuah asosiasi yang disebut Indonesia Design Power yang dibuat untuk memantau, mengolah dan membantu mengembangkan industri kreatif di tanah air melalui Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Industri kreatif menekankan pada pengelolahan industri yang bersifat inovatif dan keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Dalam tahun-tahun terakhir ini industri kreatif mendapat sorotan yang cukup besar dari pelaku-pelaku industri di tanah air. Banyaknya permintaan akan barang atau dan jasa yang dapat digunanya membantu industri lain untuk semakin berkembang ataupun untuk kebutuhan manusia itu sendiri. Industri kreatif merupakan industri dengan sumber yang terbarukan, yang didukung 46

2 dunia bisnis maupun oleh kaumintelektual. Publikasi di media massa dan di dunia maya semakin intensif, komunitas-komunitas semakin tumbuh dan mulai saling terhubung. Kota kota dan daerah semakin antusias untuk menjadi kota/ daerah kreatif. Dengan dapat dilihat pada gambar 4.1 dimana pertumbuhan industri kreatif semakin menunjukkan pergerakan yang positif. Indikator Rata-Rata Pertumbuhan Industri Kreatif 4,95% 2,73% -0,50% 2,27% 6,03% 3,10% Kontribusi Ekonomi Nasional 7,69% 7,42% 6,97% 7,03% 7,29% 7,28% Jumlah Tenaga Kerja Nasional (juta orang) 7,009 7,375 7,624 8,207 8,553 7,75 Partisipasi Tenaga Kerja Nassional Jumlah Perusahaan (juta perusahaan) 7,34% 7,38% 7,43% 7,83% 7,90% 7,58% 2,576 2,835 3,035 3,225 3,350 3,00 Nilai Ekspor Industri Kreatif (juta rupiah) 84,840 95, , , , ,575 Kontribusi Ekspor Industri Kreatif Nilai Impor Industri Kreatif (juta rupiah) Kontribusi Impor Industri Kreatif Net Trade (jumlah rupiah) 9,33% 8,86% 7,52% 10,65% 9,25% 9,12% 6,045 8,077 10,442 15,491 16,262 11,263 1,10% 1,15% 0,82% 1,70% 1,33% 1,22% 78,795 87, , , ,989 97,312 Tabel 4.1 Tabel Indikator Ekonomi Kreatif ( ) Sumber data dari /Analisis.jpg 47

3 Berdasarkan pada gambar 4.1 ditunjukkan perkembangan ekonomi kreatif secara kuantitatif selama 5 tahun terakhir ( ), ditunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan output selama 5 tahun mencapai 3,1%. Pada tahun 2008 pertumbuhan output sempat menurun, diduga akibat krisis global yang turut berimbas terhadap perekonomian nasional sehingga berdampak pula terhadap industri kreatif, kemudian pada tahun selanjutnya output dapat tumbuh kembali. Berdasarkan rata-rata kontribusi ekonomi secara nasional, industri kreatif yaitu 7,28%, hasil ini lebih besar dari kontribusi yang disumbangkan sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan (6,53%), pengangkutan dan Komunikasi (6,5%) dan listrik, gas dan air bersih (0,85%). Dalam penyerapan tenaga kerja, industri kreatif ratarata menyerap 7,75 juta tenaga kerja dari 108 juta jumlah rata-rata tenaga kerja nasional. Kemudian, menciptakan lapangan usaha rata-rata sebesar 3 juta perusahaan dari 47 juta jumlah usaha yang ada secara nasional. Selain itu, perananan dalam Perdagangan Internasional mencatat pendapatan bersih sebesar 97,3 milyar rupiah, dimana ekspor sebesar 108,5 Milyar lebih tinggi dibanding impor sebesar 11,2 Milyar. Rata-rata perbandingan nilai ekspor terhadap nilai impornya mencapai 10 kali lipat, kontribusi ekspor pun cukup tinggi sebesar 9,12% terhadap ekspor nasional sedangkan impor hanya 1,22% terhadap impor nasional, hasil ini menunjukkan industri kreatif memiliki peranan dalam meningkatkan pendapatan dalam negri. Hasil pemetaan terhadap lapangan usaha ekonomi kreatif menunjukkan bahwa terdapat 14 subsektor yang termasuk dalam industri kreatif yang dapat dilihat pada gambar 4.2, yaitu: Periklanan; Penerbitan dan Percetakan; TV dan Radio; Film, Video dan Fotografi; Musik; Seni Pertunjukan; Arsitektur; Desain; Fesyen; Kerajinan; Pasar Barang Seni; Permainan Interaktif; Layanan Komputer dan Piranti Lunak; Penelitian dan 48

4 Pengembangan. Berdasarkan gambar terlihat bahwa kontribusi dari subsektor ekonomi kreatif didominasi oleh Fesyen sebesar 43,02% dan kerajinan sebesar 25,12% diikuti dengan Periklanan (7,18%), Musik (5,30%) dan Penerbitan Dan Percetakan (4,86%). Gambar 4.1 Kontribusi Subsektor Industri Kreatif ( ) Sumber data dari Kementrian Perindustrian dan IndustriKreatif.net /Analisis.jpg IV.1.2 Keadaan Industri Garmen dan Tekstil di Indonesia Industri garmen dan tekstil ini satu komoditi yang sangat potensial untuk dikembangkan di pasar global, meskipun banyak hambatan dan kendala yang dihadapi. Kebutuhan produk tekstil dan pakaian jadi (garmen) di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Mengingat potensi pasar yang demikian besar, maka persaingan produk garment di pasar dunia pun sangat ketat. 49

5 Eksportir terbesar produk garment ke pasar dunia berturut-turut adalah negaranegara yang tergabung dalam Uni Eropa, Cina, Hongkong, Turki, Meksiko, India, Amerika, Romania dan Indonesia. Untuk itu negara-negara eksportir garment dituntut untuk memiliki produktifitas, kualitas, dan daya saing yang tinggi. Pada tahun 2011 tercatat pada gambar 4.3 mengenai Perkembangan Ekspor-Impor Tekstil dan Garmen Indonesia ( ), ekspor tekstil dan garmen secara berurutan Indonesia 11,210 juta dolar US$ dan 11,176 juta dolar US$ yang hanya mengimpor tekstil dan garmen secara berurutan 2,550 juta US$ dan 44,65 juta dolar US$ yang artinya dalam kebutuhan akan tekstil dan garmen untuk Indonesia, Indonesia dapat mencukupi kebutuhan dalam negerinya sendiri yang bahkan berhasil mengekspor produk garmen dan tekstilnya ke negara lain. Tahun Ekspor Tekstil (jutaan US$) Impor Tekstil (jutaan US$) Ekspor Garmen (jutaan US$) Impor Garmen (jutaan US$) ,051 1,513 3,944 14, ,647 1,718 4,289 28, ,604 1,605 4,985 30, ,446 1,714 5,503 32, ,814 1,998 6,075 38, ,140 5,100 6,706 38, ,260 3,500 7,403 41, ,190 2,300 10,500 43, ,210 2,550 11,176 44,65 Tabel 4.2 Perkembangan Ekspor-Impor Tekstil dan Garment Indonesia ( ) Sumber data dari Bank Indonesia, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Commercial Global Data Research 50

6 IV.2 Keadaan Insentif Pajak di Indonesia Insentif pajak di Indonesia mulai memasuki babak baru dimana pada tahun 2007 melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu. Kebijakan ini membawa dampak yang cukup berarti bagi pertumbuhan industri di Indonesia dimana salah satu kebijakan ini menjadi bumbu pemanis kegiatan industri di tanah air. Perkembangan industri yang semakin pesat ini pemerintah melakukan kajian-kajian terkait untuk semakin mendorong tumbuhnya iklim industri yang positif di Indonesia. Melalui kajian tersebut maka di tahun 2008 pemerintah mulai menyesuikan kembali peraturan tersebut, dimana fasilitas insentif pajak yang sebelumnya terdapat pada PP No. 1 tahun 2007 kemudian diperbaharui dengan PP No. 62 tahun 2008 yang terbatas pada Pajak Penghasilan tidak mengatur pajak-pajak lainnya seperti PPN, Bea Masuk dan pajak daerah. Hal ini tentunya dapat menjadi pertimbangan bagi investor dalam menanamkan modal di Indonesia. Insentif pajak di saat ini menjadi salah satu faktor yang cukup penting dimana secara tidak langsung membantu pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. Dengan memberikan fasilitas yang ditujukan bagi investor untuk dapat mengembangkan suatu kegiatan yang dapat membangun tumbuhnya kesejahteraan bagi masyarakat pada umumnya. Insentif ini bukan hanya berlaku di Indonesia saja tapi juga berlaku di negara-negara lainya yang memang menjadi salah satu bentuk kebijakan yang diberikan pemerintah untuk dapat mendukung kegiatan khususnya industri di negara tersebut. Kawasan Asia-Pasifik merupakan salah satu kawasan yang memang berkembang dimana negara-negara yang ada 51

7 berlomba dalam memberikan suatu fasilitas yang dapat menarik minat investor lokal maupun internasional dalam menanamkan modalnya di negara tersebut. Namun, insentif yang diberikan setiap negara memiliki perbedaan yang mendasar dimana perbedaan ini terjadi akibat kondisi yang berbeda dialami oleh setiap negara. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi kebijakan yang diberikan pemerintah diantaranya kondisi politik, ekonomi, sosial budaya dan kondisi lainya yang dapat mengeserkan kebijakan tersebut. Di Indonesia fasilitas pajak yang ada mengatur tentang pemberian kebijakan pemerintah kepada para pelaku industri, dimana peraturan ini berisikan: 1. Kebijakan akan pengurangan penghasilan neto perusahaan. 2. Kebijakan akan metode penyusutan. 3. Kebijakan akan akan pendapatan lain seperti deviden. 4. Kebijakan akan pelaporan 5. Kebijakan akan kompensasi kerugian. kebijakan-kebijakan yang diberikan pemerintah ini tentunya harus mendapat persetujuan terlebih dahulu oleh Kementrian Keuangan Republik Indonesia dengan usulan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal. Selain Indonesia negara Malaysia juga menerapkan kebijakan pajak berupa insentif pajak yang memang secara garis besar kebijakan yang ada di Indonesia hampir sama di negar-negara Asia-Pasifik lainya termasuk Malaysia, yang isinya berupa kebijakan akan: 1. Kebijakan akan pembebasan pembayaran pajak. 2. Kebijakan akan metode kredit pajak. 3. Kebijakan akan kompensasi kerugian. 4. Kebijakan akan penghapusan pajak khusus 52

8 IV.3 Analisis Insentif Pajak Industri Kreatif IV.3.1 Analisis Insentif Pajak Industri Kreatif di Indonesia Di Indonesia insentif pajak industri diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.1 Tahun 2007 yang telah diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 62 tahun 2008 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu, yang tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh). Industri kreatif memperoleh kebijakan pajak untuk dapat semakin berkembang dimana kebijakan insentif pajak tersebut diantaranya: 1. Pengurangan besaran pajak sebesar 50% selama 6 tahun. 2. Pemotongan tarif Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 0,5%-3% dimana dari besaran tarif bervariasi dengan besaran atau kondisi dari industri tersebut dalam kurun waktu yang ditentukan pemerintah. 3. Dapat menyampaikan 1 (satu) Surat Pemberitahuan Masa yang meliputi beberapa Masa Pajak sekaligus dengan Wajib Pajak dalam negeri, menerima atau memperoleh peredaran usaha dari kegiatan usaha atau penerimaan bruto dari pekerjaan bebas dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dari Rp ,00 (enam ratus juta rupiah) untuk usaha kecil dan Rp ,00 (sembilan ratus juta rupiah) untuk daerah tertentu. 4. Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat 5. Kompensasi kerugian 5-10 tahun. 6. Pengenaan tarif pajak dari Capital Gain kepada subjek luar negeri sebesar 10% dan dapat lebih rendah dengan persetujuan P3B. 53

9 7. Pembebasan pajak ekspor. 8. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditanggung oleh pemerintah atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak. 9. Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antar negara-negara yang tedapat hubungan kerjasama. IV.3.2 Analisis Insentif Pajak Industri Kreatif di Singapura Singapura telah melaksanakan insentif pajak telah lama dan menjadi salah satu negara yang terkenal subur dalam mengembangkan insentif pajak. Insentif pajak industri kreatif di Singapura di mulai lewat program pemerintah Media Development Authority (MDA) yang telah lama berkembang dan mendorong industri kreatif di negara Singapura. Media Development Authority (MDA) diciptakan pada tahun 2003 untuk mengembangkan Singapura menjadi kota media yang dinamis global serta menumbuhkan ekonomi kreatif dan masyarakat yang terhubung. Industri kreatif memperoleh kebijakan pajak untuk dapat semakin berkembang dimana kebijakan insentif pajak tersebut diantaranya: 1. Penurunan tarif Pajak Penghasilan sebesar 7%-12% sehingga dapat mencapai angka 6% dari tarif 18% selama 3-5 tahun. 2. Memberikan insentif fiskal hingga total SGD bagi semua industri kreatif yang ada di Singapura baik bagi pelaku dalam negeri dan juga dari luar negeri selama 3 tahun. 3. Pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) badan, dimana terdapat 2 kondisi penerima pembebasan PPh, yaitu: a. Perusahaan Industri Kreatif (sedang berkembang) 54

10 Sebuah pembebasan pajak diberikan bagi perusahaan yang sehubungan dengan perolehan sebesar dolar Singapura dikenakan biaya pendapatan perusahaan, dengan skema: 1. 75% dari $ dari penghasilan yang dikenakan biaya akan bebas pajak % dari $ dari pendapatan selanjutnya dibebankan adalah pajak dikecualikan. Oleh karna itu dapat disimpulkan bahwa jumlah $ dari $ dari penghasilan pertama dibebankan adalah pajak. Pengecualian tidak berlaku untuk deviden Singapura diterima perusahaan, perusahaan yang diterima insentif pajak dimana penghasilan dikenakan pajak di tingkat lain dari tarif pajak perusahaan, dan pendapatan dari subjek perusahaan non-penduduk untuk tingkat pemotong pajak final b. Perusahaan Baru Bagi industri kreatif yang pertama atau baru berdiri diberikan pengurangan sebesar $ dan/atau 50% dari $ dari pendapatan selanjutnya dikenakan biaya adalah bebas pajak. Jumlah pajak penghasilan dibebaskan adalah $ Penurunan tarif pajak 5%-10% atas pembelian atau pengadaan mesin-mesin atau peralatan moderen. 4. Mengurangi pajak 5% atau 10% pada biaya, bunga, dividen dan keuntungan dari kualifikasi layanan/ kegiatan 55

11 5. Pembebasan pajak penuh perusahaan pada kualifikasi keuntungan hingga 15 tahun yang bertujuan untuk meningkatkan standar industri kreatif di Singapura. 6. Pemberian fasilitas kredit bagi industri kreatif di Singapura baik pengusaha lokal maupun dari luar. 7. Pemberian fasilitas Foreign Direct Investment (FDI) dari pemerintah Singapura. Merupakan pemberian pinjaman dari pemerintah atau pembelian kepemilikan perusahaan di luar wilayah negara Singapura, dengan tujuan pengembangan atau perluasan industri kreatif. 8. Memberikan subsidi tambahan pada pengeluaran modal tetap yang dikeluarkan untuk peralatan produktif ditempatkan di luar negeri maupun dalam negeri. 9. Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antar negara-negara yang tedapat hubungan kerjasama. IV.3.3 Analisis Insentif Pajak Industri Kreatif di Malaysia Malaysia menjadi negara ketiga yang menjadi fokus penulis dalam meneliti perlakuan insentif pajak terhadap industri kreatif. Dalam kebijakan insentif pajak yang diberikan pemerintah Malaysia melalui Lembaga Hasil Dalam Negeri (LHDN) dikenal dengan konsep Technology Park Malaysia (TPM) dengan harapan dapat menarik lahirnya perusahaan dan investor baru untuk menanamkan modalnya di industri kreatif di Malaysia. Industri kreatif memperoleh kebijakan pajak untuk dapat semakin berkembang dimana kebijakan insentif pajak tersebut diantaranya: 1. Pembebasan Pajak Penghasilan selama 5 tahun. 56

12 2. Penghapusan pajak khusus pembebasan pajak bagi Capital Gain (deviden dan kupon) bagi investor yang menanamkan modalnya di industri kreatif di Malaysia. 3. Malaysia menawarkan pengurangan pajak sebesar 70% terhadap penghasilan bagi industri-industri perintis yang bersifat inovatif dan kreatif dalam masa 3-5 tahun. 4. Pemberian penghapusan pajak 100% untuk peluasan industri dari Sabah ke Sarawak selama 5 tahun. 5. Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antar negara-negara yang tedapat hubungan kerjasama. 57

13 IV.3.4 Tabel Analisis Insentif Pajak di Industri Kreatif di Negara Indonesia, Singapura dan Malaysia Insentif pajak industri kreatif trerdapat di negara Indonesia, Singapura dan Malaysia dapat dilihat pada tabel 4.3, 4.4 dan 4.5 Kebijakan Insentif Pajak No. Negara Tax Holidays 1. Indonesia - Terdapat Investment Allowances or Tax Credit Investment Time Differences - - Penyusutan Tax Rate Reduction - Pengurangan Administrative Disrection - Pemberian Insentif lainya - Penanggun pemotongan atau tarif pajak keringanan gan PPN pajak sebesar amortisasi 0,5%- 3% penyampaian atas impor 50 % selama yang dengan lama surat masa barang 6 tahun. dipercepat. waktu yang dalam 1 surat kena pajak. ditentukan. masa. - Kompensa - Penurunan tarif si kerugian pajak atas 5-10 tahun. Capital Gain - Pembebasa hingga 10%. n pajak ekspor. - Perjanjian P3B Tabel 4.3 Insentif Pajak Industri Kreatif di Indonesia Sumber data dari olahan penulis dari beberapa sumber yang ada 58

14 Kebijakan Insentif Pajak No. Negara Tax Holidays Investment Allowances or Tax Credit Investment Time Differences Tax Rate Reduction Administr ative Disrection Insentif lainya 2. Singapura - Berkembang - Memberikan insentif - - Pengurangan - - Pembebasan Pemotongan fiskal hingga total tarif pajak Pajak 75%+50%. SGD %- 12% penuh - Startup selama 3 tahun. dengan lama selama 15 Pemotongan - Pemberian kredit waktu 3-5 tahun 50%. pajak. tahun dengan dalam pendapatan peningkata diatas n standar SGD industri. - Penurunan - Pemberian tarif 5%-10% uang saku atas tambahan pembelian pada alat untuk modal. produksi. - Perjanjian - Mengurangi P3B tarif pajak 5% atau 10% pada pasif income. Tabel 4.4 Insentif Pajak Industri Kreatif di Singapura Sumber data dari olahan penulis dari beberapa sumber yang ada 59

15 No. Negara Tax Holidays 3. Malaysia - Pembebasan pajak selama 5 tahun. - Pembebasan pajak bagi Capital Gain (deviden). - Penurunan Pajak 70% selama 3-5 tahun. Investment Allowances or Tax Credit Investment Kebijakan Insentif Pajak Time Differences Tax Rate Reduction Administrati ve Disrection Insentif lainya Penghapusan pajak 100% selama 5 tahun untuk relokasi industri. - Perjanjian P3B Tabel 4.5 Insentif Pajak Industri Kreatif di Malaysia Sumber data dari olahan penulis dari beberapa sumber yang ada 60

16 IV.3.5 Analisis Perbandingan Insentif Pajak di Negara Indonesia, Singapura dan Malaysia Dengan Perhitungan dan Penilaian Investasi NPV Insentif pajak sangat erat kaitanya dengan pertumbuhan investasi di suatu negara. Dengan adanya kebijakan yang diberikan pemerintah dalam bentuk insentif pajak maka dapat dipastikan akan mempengaruhi iklim investasi di negara tersebut. Penulis ingin melihat keterkaitan antara insentif pajak di industri kreatif yang diberikan pemerintah dengan investasi maka akan dibuat beberapa simulasi yang memperlihatkan perlakuan insentif pajak terhadap investasi. Pemerintah memberikan beberapa insentif pajak yang memang ditujukan untuk mengembangkan iklim industri di negaranya, dalam insentif tersebut terdapat insentif pajak yang bersifat langsung dan tidak langsung. Dalam insentif pajak langsung di Indonesia diketahui dengan pemberian insentif pajak yang bersifat tax holiday dengan pemotongan besaran pajak sebesar 50% dari tarif yang harus dikenakan, dari sisi pajak tidak langsungnya terdapat beberapa kebijakan diantaranya percepatan amortisasi dan penyusutan, penurunan tarif pajak capital gain, keringanan administratif, dan lainya. Di Singapura juga terdapat insentif pajak yang bersifat pajak langsung dan tidak langsung, dari sisi langsung terlihat adanya pemberian keringanan pajak dengan pengurangan besaran pengenaan pajak yang dibagi menjadi 2, untuk awal bisnis atau startingup dengan pengurangan langsung sebesar 50% dari penghasilan bersih sedangkan untuk nilai pendapatan yang kurang atau belum mencapai angka SGD mendapat insentif dengan dikenakan pengurangan 30 dan sisanya 50%. Sedangkan pajak tidak langsungnya terdapat kredit pajak, pengurangan pajak pada saat pembelian barang untuk kegiatan impor dan kebijakan lainya. 61

17 Disetiap negara memiliki kebijakan dalam penerapan insentif yang berbeda, di Malaysia insentif pajak langsung untuk dapat mengembangkan industri kreatif dengan penghapusan pajak bagi industri kreatif selama 5 tahun pertama. Sedangkan untuk yang bersifat tidak langsung Malaysia menerapkan kredit pajak pada saat terjadi ekspor barang dari industri kreatif yang di ekspor. Diasumsikan investor berminat untuk berinvestasi dalam dunia industri kreatif. Perkembangan industri yang pesat di beberapa negara mengharuskan investor perlu melakukan beberapa pengkajian kembali. Salah satu dasar pertimbangan bagi seorang investor adalah dari sektor pajak yang lebih ditekankan pada insentif pajak atau yang lebih dikenal dengan keringanan pajak. Penulis akan melakukan perhitungan yang dapat menggambarkan insentif pada industri kreatif di setiap negara diantara Indonesia, Singapura dan Malaysia. Dengan perhitungan waktu selama 5 tahun dimana 5 tahun dipakai dikarenakan menjadi waktu investasi dalam waktu menengah. Dengan menggunakan dasar perhitungan dari industri yang telah ada maka besaran nilai disesuaikan dengan nilai cost dalam industri kreatif adalah 20%-50% dari besaran pendapatan kotor yang diterima. Sebagai dasar bunga atau rate yang dipakai dalam menghitung nilai invesatasi industri kreatrif maka dipakai nilai dari Bank Indonesia (BI) sebesar 5,75%. Tabel 4.6 Simulasi Pengenaan Pajak Pada Industri Kreatif Menggunakan Tarif Pajak dan Insentif Pajak di Indonesia. Nilai dalam $(000) Tahun ke-1 Tahun ke-2 Tahun ke-3 Tahun ke-4 Tahun ke-5 Asumsi pendapatan Asumsi pendapatan sebelum pajak

18 Tarif pajak (%) 25% 25% 25% 25% 25% Insentif pajak (%) 50% 50% 50% 50% 50% Pendapatan setelah pajak Sumber data dari olahan penulis Di Indonesia pertumbuhan industri kreatif memang dalam masa yang cukup baik dengan tumbuhnya kegitan industri yang mengutamakan kreatifitas, yang cukup dapat dilihat tumbuhnya perfilman Indonesia. Dengan adanya insentif pajak yang dimaksudkan untuk meningkatkan pertumbuhan industri kreatif di Indonesia. Dapat dilihat pada tabel 4.6 memberikan penjelasan mengenai insentif pajak bagi industri kreatif, dimana asumsi pendapatan sebesar dan biaya kurang lebih 20-50% dari asumsi pendapatan sebagai pengurang, sehingga diperoleh besaran pendapatan sebelum pajak sebesar Besaran pendapatan sebelum pajak tersebut dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku di Indonesia sebesar 25% sehingga Wajib Pajak dalam hal ini wajib membayar sebesar 8.750, Pemotongan pajak sebesar 50% sebagai insentif atau kebijakan yang diberikan pemerintah sebesar 50% dari terutang pajak, sehingga Wajib Pajak wajib menyetor dari hanya membayar Perhitungan ini juga berlaku pada 5 tahun kedepan. Besaran pengurang tarif ini dikenakan bagi pengusaha yang baru memulai industri kreatif ini hingga 6 tahun pertama. Yang tujuanya untuk memberikan daya dorong untuk dapat mengembangkan industri kreatif di Indonesia. Tabel 4.7 Simulasi Pengenaan Pajak Pada Industri Kreatif Menggunakan Tarif Pajak dan Insentif Pajak di Singapura. Nilai dalam $ Tahun ke-1 Tahun ke-2 Tahun ke-3 Tahun ke-4 Tahun ke-5 Asumsi pendapatan

19 Asumsi pendapatan sebelum pajak Insentif pajak (%) 50% 75% 75% 75% 75% 50% 50% 50% 50% Penghasilan Kena Pajak * Tarif pajak (%) 18% 18% 18% 18% 18% Pendapatan setelah pajak * [( x 75%) + ( x 50%)] ( ) Sumber data dari olahan penulis Industri kreatif di Singapura didukung baik oleh pemerintah dengan berbagai sarana dan prasarana yang mendukung seperti transportasi, mengembangan sektor publik, dan tentunya kebijakan pemerintah yang salah satunya merupakan insentif pajak. Dari tabel 4.7 pengenaan pajak pada industri kreatif di Singapura terlihat pemerintah memberikan kebijakan yang di dalamnya terdapat 2 mekanisme utama yang dipisahkan antara perusahaan baru dan perusahaan yang sedang berkembang. Berdasarkan industri yang telah ada dengan besaran asumsi pendapatan sebesar maka perkiraan biaya sebesar 20%-50% dari pendapatan kotor sehingga pendapatan sebelum pajak di peroleh Untuk perusahaan baru pemerintah Singapura memberikan kebijakan dengan memberikan insentif pajak dengan mengurangi 50% dari pendapatan sebelum pajak sehingga penghasilan kena pajaknya sebesar yang kemudian dikalikan dengan tarif pajak di Singapura sebesar 18% sehingga pada tahun pertama perusahaan yang bergerak di industri kreatif hanya membayar pajak Sehingga Wajib Pajak memperoleh pendapatan setelah pajak Berbeda pada tahun ke 2 hingga tahun ke 5, pada tahun ke 2 besarnya pendapatan pertama yang diperoleh dikenakan pembebasan pajak sebesar 75% dan sisanya 64

20 diberikan pembebasan pajak sebesar 50%. Pada tahun ini besarnya penghasilan kena pajak yang ditanggung pengusaha sebesar yang kemudian dikalikan dengan tarif pajak di Singapura sebesar 18% dimana besaran pajak yang harus dibayar Wajib Pajak sebesar sehingga diperoleh penghasilan setelah pajak sebesar dimana perhitungan pada tahun ke 2 ini berlaku hingga tahun ke 5. Besaran pengurang tarif ini dikenakan bagi pengusaha yang baru memulai industri kreatif dan berkembang yang penghasilanya masih dibawah $ Singapura. Dengan lama waktu 3-5 tahun. Yang tujuanya untuk memberikan daya dorong untuk dapat mengembangkan industri kreatif di Singapura Tabel 4.8 Simulasi Pengenaan Pajak Pada Industri Kreatif Menggunakan Tarif Pajak dan Insentif Pajak di Malaysia. Nilai dalam $ Tahun ke-1 Tahun ke-2 Tahun ke-3 Tahun ke-4 Tahun ke-5 Asumsi pendapatan Asumsi pendapatan sebelum pajak Tarif pajak (%) 28% 28% 28% 28% 28% Insentif pajak (%) 0% 0% 0% 0% 0% Pendapatan setelah pajak Sumber data dari olahan penulis Pada tabel 4.8 dimana diperlihatkan asumsi pengenaan pajak pada industri kreatif di negara Malaysia ini terlihat bahwa negara ini memberikan pembebasan pajak selama kurun waktu tertentu yang ditetapkan pemerintah sehingga dapat dilihat pada tahun pertama dengan asumsi pendapatan dan besaran biaya mencapai 20%-50% maka asumsi pendapatan sebelum pajaknya yang kemudian dikalikan tarif 0% dimana tarif ini 65

21 diberikan oleh pemerintah Malaysia bagi perusahaan yang bergerak di bidang industri kreatif. Maka besaran pajak yang dibayar adalah 0 atau tidak ada sehingga pegusaha dapat memperoleh pendapatan penuh setelah dikurangi dengan biaya tanpa ada potongan pajak. Besaran pengurang tarif ini dikenakan bagi pengusaha yang baru memulai industri kreatif dan berkembang. Dengan lama waktu 5 tahun yang tujuanya untuk memberikan daya dorong untuk dapat mengembangkan industri kreatif di Malaysia. Tabel 4.9 Simulasi Pendapatan Setelah 5 Tahun Pada Industri Kreatif di Negara Indonesia, Singapura, dan Malaysia. Pendapatan setelah pajak $ Indonesia Singapura Malaysia Tahun ke Tahun ke Tahun ke Tahun ke Tahun ke Total pendapatan setelah 5 tahun Total pendapatan telah dihitung dengan PV Sumber data dari olahan penulis Untuk mengetahui besaran nilai investasi untuk tahun kedepan dalam industri kreatif di negara Indonesia, Singapura dan Malaysia maka dipakai rumus PV (Present Value) untuk dapat diketahui nilai dari investasi pada tahun pertama hingga tahun ke lima. Keterangan : Rt i : Arus Kas : Rate atau suku bunga 66

22 t : Waktu Dengan penggunaan dasar persentase rate Bank Indonesia (BI) pada kisaran 5,75%.menjadi patokan sumber suku bunga dimana suku bunga BI dipilih dengan mempertimbangkan dimana diasumsikan investor dari Indonesia dan menjadi salah satu patokan bank di Indonesia. Nilai investasi berdasarkan perhitungan PV di Indonesia Nilai investasi berdasarkan perhitungan PV di Singapura 67

23 Nilai investasi berdasarkan perhitungan PV di Malaysia Pada investasi yang dilakukan oleh investor perlunya melihat nilai investasi di masa mendatang. Dapat dilihat dalam perhitungan nilai investasi di negara Indonesia, Singapura dan Malaysia diketahui bahwa terjadi penurunan nilai dari besaran investasi dari tabel 4.9 diketahui di negara Indonesia selama 5 tahun memperoleh nilai dengan memperhitungkan suku bunga Bank Indoneisa sebesar 5,75% nilai investasi tersebut menjadi Hal yang sama juga terjadi di 2 negara lainya Singapura dan Malaysia secara berurutan dengan nilai investasi dan dengan perhitungan suku bunga yang ada saat ini maka nilai dari investasi yang dilakukan dalam industri kreatif di 2 negara secara berturut menjadi dan IV.3.6 Analisis Insentif Pajak Terhadap Investasi pada Industri Kreatif di Negara Indonesia, Singapura dan Malysia Dari tabel 4.9 dapat dilihat bahwa dalam melakukan investasi pada dunia industri kreatif Malaysia menjadi negara yang menjadi pilihan yang baik dalam pertumbuhan 68

24 investasi. Pada negara ini terlihat nilai investasi yang diperoleh setelah 5 tahun mencapai angka yang nilainya dihitung sekarang menggunakan perhitungan PV menjadi Malaysia menerapkan pembebasan pajak bagi para pelaku industri kreatif dengan pembebasan pajak ini selama 5 tahun dirasa efektif terbukti dengan pertumbuhan Malaysia yang semakin berkembang. Pemberian insentif ini bukan hanya sampai di pembebasan pajak dari awal berdirinya usaha tersebut tapi juga adanya pengurangan besaran pajak yang harus dibayar sebesar 70% dari 3 hingga 5 tahun dengan persetujuan dari kementrian pemerintah. Insentif yang diberikan pemerintah Malaysia menggambarkan salah satu dukungan pemerintah dalam membangun negara melalui industri kreatif. Pertumbuhan industri di Malaysia ini di dukung juga dari kebijakan yang diberikan oleh pemerintah melalui sistem yang telah teratur dan berjalan dengan baik di negara Malaysia terutama sistem administrasi yang lebih baik menjadi salah satu bentuk pendorong lainya, selain itu dukungan yang diberikan dari tumbuhnya fasilitas umum sebagai tempat atau bentuk pendorong tumbuhnya dunia industri kreatif yang lebih baik lagi. Pertumbuhan yang positif ini semakin didukung oleh kesadaran Wajib Pajak untuk menyetor sebagian pendapatanya ke kas negara untuk pertumbuhan bangsa tersebut. Pada negara Singapura menjadi pilihan investasi setelah negara Singapura dengan nilai investasi setelah 5 tahun sebesar yang terlihat pada tabel 4.9 yang telah dihitung nilainya menggunakan PV sebesar Singapura memberikan insentif pajak dengan pemberian pengurang nilai penghasilan kena pajak yang dibagi menjadi 2 dimana untuk awal dipotong 50% dan pada bulan berikutnya dengan perincian 75% dari dan tambahan 50% sisanya. Singapura memang menjadi negara yang mengembangkan dirinya melalui investasi. Selain itu pemerintah Singapura memberikan sokongan dan sebesar $ 69

25 Singapura guna meningkatkan kreatifitas dan daya saing bagi para pelaku industri dengan mengutamakan kreatifitas. Berbeda halnya dengan Indonesia, industri kreatif memang awal berkembang di tahun Di Indonesia industri kreatif memang mulai dalam posisi yang dikatakan mulai berkembang dukungan yang diberikan pemerintah dengan salah satunya pemberian insentif pajak. Insentif ini diberikan selama 6 tahun dengan pengurangan besaran pajak yang harus dibayar. Meskipun terdapat insentif pajak yang diberikan Indonesia dari penyusutan amortisasi, lalu kompensasi kerugian, pembebasan pajak ekspor tapi belum cukup membangun iklim investasi pada dunia industri kreatif di Indonesia. Dapat dilihat bahwa dari ke 3 negara Indonesia menjadi negara yang kurang dalam pengembangan investasi di bidang industri kreatif. Dengan pendapatan yang lebih kecil sebesar dari Malaysia dan dari Singapura. Indonesia memang dalam bidang investasi di dunia kreatif memang kurang mendukung dari negara tetangga antara Singapura dan Malaysia karena selain insentif yang kurang mendukung sistem administrasi yang merepotkan dan membingungkan menjadi salah satu faktor pendukung kurang berkembang dengan baik di Indonesia, goncangan politik, tingkat keamanan dan sarana prasarana umum yang kurang mendukung industri ini untuk berkembang dengan baik Insentif pajak menjadi penting bagi sebuah pertumbuhan industri di suatu negara namun tidak menjadi suatu patokan bahwa insentif akan memastikan akan industri selalu berkembang dengan baik. IV.4 Analisis Insentif Pajak Industri Garmen dan Tekstil IV.4.1 Analisis Insentif Pajak Industri Garmen dan Tekstil di Indonesia 70

26 Industri garmen dan tekstil di Indonesia mendapat perhatian khusus dimana sekitar hampir 28% pendapatan negara di sumbang oleh Industri ini. Pemerintah melalui Kementrian Keuangan yang berkordinasi dengan Direktorat Jendral Pajak (DJP) memberikan fasilitas pajak yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.1 Tahun 2007 yang telah diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 62 tahun 2008 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu. Industri garmen dan tekstil memperoleh kebijakan pajak untuk dapat semakin berkembang dimana kebijakan insentif pajak tersebut diantaranya: 1. Pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah penanaman modal selama 6 tahun (masing-masing 5% per tahun). 2. Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat. 3. Pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Subjek Pajak Luar Negeri sebesar 10%. 4. Kompensasi kerugian 5-10 tahun. 5. Dapat menyampaikan 1 (satu) Surat Pemberitahuan Masa yang meliputi beberapa Masa Pajak sekaligus dengan Wajib Pajak dalam negeri, menerima atau memperoleh peredaran usaha dari kegiatan usaha atau penerimaan bruto dari pekerjaan bebas dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dari Rp ,00 (enam ratus juta rupiah) untuk usaha kecil dan Rp ,00 (sembilan ratus juta rupiah) untuk daerah tertentu. 6. Pembebasan pajak ekspor. 7. Pembebasan pajak impor mesin garmen dan tekstil ke dalam negeri. 71

27 8. Diberlakukan pajak 0% untuk impor kapas sebagai salah satu bahan baku industri garmen dan tekstil. 9. Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antar negara-negara yang tedapat hubungan kerjasama. IV.4.2 Analisis Insentif Pajak di Industri Garmen dan Tekstil di Pakistan Pertumbuhan industri garmen dan tekstil di Pakistan sangat baik dengan dukungan dari pemerintah melalui kebijakan dari sisi pajak dimana pemberian insentif pajak akan industri garmen dan tekstil itu sendiri. Industri garmen dan tekstil memperoleh kebijakan pajak untuk dapat semakin berkembang dimana kebijakan insentif pajak tersebut diantaranya: 1. Pembebasan Pajak Penghasilan selama 10 tahun yang dikenakan kepada Wajib Pajak badan. 2. Pembebasan pajak untuk barang-barang atau mesin serta perlengkapan lain untuk dapat meningkatkan industri garmen dan tekstil yang di impor dari negara lain. 3. Pemberian 5 tahun tambahan potongan pajak dengan tarif yang disesuaikan dengan pertimbangan. 4. Penurunan tarif pajak sebesar 50% dari tarif normal dalam kurun waktu 5 tahun untuk investor yang berinvestasi dalam kaitan investor pasif. 5. Pemberian kebijakan khusus bagi negara yang dirasa dapat mengembangkan industri garmen dan tekstil di Pakistan, khusus negara Cina. 6. Perjanjian Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antar negara-negara yang tedapat hubungan kerjasama. 72

28 IV.4.3 Analisis Insentif Pajak di Industri Garmen dan Tekstil di Cina Cina menjadi salah satu negara yang paling subur dalam mengembangkan usaha garmen dan tekstil. Perkembangan ini didasari dengan banyaknya kebijakan yang mendorong pengusaha dalam negeri maupun dari luar negeri untuk mengembangkan usahanya di negeri itu, salah satu bentuk kebijakan yang diberikan pemerintah dalam mengembangkan industri garmen dan tekstil dari sektor pajak yaitu insentif pajak Industri garmen dan tekstil memperoleh kebijakan pajak untuk dapat semakin berkembang dimana kebijakan insentif pajak tersebut diantaranya: 1. Pemberian pemotongan tarif pajak 9%-17% dari besaran tarif Pajak Penghasilan yang berlaku di negara Cina sebesar 24%. 2. Pemberian keringanan bunga kredit rendah 3%-6%. 3. Pembebasan pajak ekspor barang-barang hasil industri garmen dan tekstil. 4. Kerjasama pembebasan bea masuk ke beberapa negara. 5. Pemerintah Cina memberikan fasilitas export VAT rebate (subsidi pajak) bagi pelaku industri garmen dan tekstil dengan nilai yang disesuaikan pada tahun awal. 6. Tunjangan investasi dalam industri garmen dan tekstil. 7. Diberlakukanya tax sparing credit oleh pemerintah Cina, untuk penghindaran pajak berganda yang akan dibayarkan oleh pelaku industri. 8. Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antar negara-negara yang terhadap hubungan kerjasama. 73

29 IV.4.4 Tabel Analisis Insentif Pajak di Industri Garmen dan Tekstil di Insentif pajak industri garmen dan tekstil trerdapat di negara Indonesia, Pakistan dan Cina dapat dilihat pada tabel 4.10, 4.11 dan 4.12 Kebijakan Insentif Pajak No. Negara Tax Holidays 1. Indonesia - Pengurangan Investment Allowances or Tax Credit Investment Time Differences - - Penyusutan Tax Rate Reduction - Penurunan Administrative Disrection - Pemberian Insentif lainya - Kompensasi penghasilan dan tarif pajak keringanan kerugian 5- neto sebesar amortisasi atas Capital penyampaian 10 tahun. 30% (tiga yang Gain hingga surat masa - Pembebasan puluh dipercepat 10%. dalam 1 surat pajak impor persen), - Diberlakukan masa. mesin selama 6 pajak 0% garmen dan tahun ( 5% untuk impor tekstil. per tahun). kapas - Perjanjian P3B Tabel 4.10 Insentif Pajak Industri Garmen dan Tekstil di Indonesia Sumber data dari olahan penulis dari beberapa sumber yang ada 74

30 No. Negara Tax Holidays 2. Pakistan - Pembebasan Pajak Penghasilan selama 10 tahun - Pembebasan pajak untuk barang, mesin, perlengkapan lain. - Pemberian 5 tahun tambahan pembebasan pajak. Investment Allowances or Tax Credit Investment Kebijakan Insentif Pajak Time Differences Tax Rate Reduction Penurunan tarif pajak sebesar 50% kurun waktu 5 tahun untuk investor pasif. Administrative Disrection Insentif lainya - - Pemberian kebijakan khusus bagi negara yang dirasa dapat mengembang kan industri garmen dan tekstil di Pakistan. - Perjanjian P3B Tabel 4.11 Insentif Pajak Industri Garmen dan Tekstil di Pakistan Sumber data dari olahan penulis dari beberapa sumber yang ada 75

31 Investment No. Negara Allowances or Tax Holidays Tax Credit Investment 3. Cina - - Pemberian fasilitas export VAT rebate (subsidi pajak) - Berlakukanya tax sparing credit oleh pemerintah Cina Kebijakan Insentif Pajak Time Differences Tax Rate Reduction - - Pemberian pemotongan tarif pajak 9%-17% Administrative Disrection Insentif lainya - - Pemberian keringanan bunga kredit rendah 3%- 6% - Pembebasan pajak ekspor - Tunjangan investasi industri garmen dan tekstil - Perjanjian P3B Tabel 4.12 Insentif Pajak Industri Garmen dan Tekstil di Cina Sumber data dari olahan penulis dari beberapa sumber yang ada 76

32 77

33 78

34 IV.4.5 Analisis Perbandingan Insentif Pajak di Negara Indonesia, Pakistan dan Cina Dengan Perhitungan dan Penilaian Investasi PV Bukan hanya bagi industri kreatif saja yang memperoleh kebijakan pemerintah dalam insentif di bidang pajak namun pemerintah memberikan beberapa insentif pajak akan industri garmen dan tekstil yang memang ditujukan untuk mengembangkan iklim industri di negaranya, dalam insentif tersebut terdapat insetif pajak yang bersifat langsung dan tidak langsung. Dalam insentif pajak langsung di Indonesia di ketahui dengan pemberian insentif pajak yang bersifat tax holiday dengan pemotongan besaran pajak sebesar 30% dari tarif yang harus dikenakan, dari sisi pajak tidak langsung terdapat beberapa kebijakan diantaranya percepatan amortisasi dan penyusutan, penurunan tarif pajak capital gain, keringanan administratif, penghapusan pajak bagi impor barang atau bahan baku untuk memproduksi garmen dan tekstil. 79

35 Di Pakistan juga terdapat insentif pajak yang bersifat pajak langsung dan tidak langsung, di Pakistan pembebasan pajak selama 10 tahun dari awal usaha atau di dirikan yang bersifat langsung terlihat adanya pemberian keringanan pajak dan bahkan perusahaan garmen dan tekstil yang sudah ada dapat mengajukan kebijakan tersebut ke pemerintah dengan pemberian kebijakan paling lama hingga 5 tahun. Selain itu di negara Pakistan pemerintah Pakistan memberikan kebijakan pajak khusus bagi negara yang dirasa membangun industri tekstil di negara tersebut yaitu negara Cina. Disetiap negara memiliki kebijakan dalam penerapan insentif yang berbeda, di Cina insentif langsung yang diberikan pemerintah dengan melakukan pengurangan tarif pajak sebesar 9% hingga 17%. Selain pemberian potongan besaran tarif pajak negara ini juga melakukan tax sparing credit terhadap perusahaan yang telah ada. Diasumsikan seorang investor berminat untuk berinvestasi dalam dunia industri garmen dan tekstil. Perkembangan industri yang pesat di beberapa negara mengharuskan investor perlu melakukan beberapa serangkaian pengkajian kembali. Salah satu dasar pertimbangan bagi seorang investor adalah dari sektor pajak yang lebih ditekankan pada insentif pajak atau yang lebih dikenal dengan keringanan pajak. Penulis akan melakukan perhitungan yang dapat menggambarkan insentif di setiap negara diantaranya di negara Indonesia, Pakistan dan Cina. Dengan perhitungan waktu selama 5 tahun, dimana 5 tahun dipakai dikarnakan menjadi waktu investasi dalam waktu menengah dalam melakukan investasi. Dengan menggunakan nilai cost atau biaya dalam industri garmen dan tekstil adalah 87,81% dari besaran pendapatan kotor yang diterima. Sebagai dasar bunga atau rate yang dipakai dalam menghitung nilai investasi industri kreatrif maka dipakai nilai dari Bank Indonesia (BI) sebesar 5,75%. 80

36 Tabel 4.13 Simulasi Pengenaan Pajak Pada Industri Garmen dan Tekstil Menggunakan Tarif Pajak dan Insentif Pajak di Indonesia. Nilai dalam $ Tahun ke-1 Tahun ke-2 Tahun ke-3 Tahun ke-4 Tahun ke-5 Asumsi pendapatan Asumsi pendapatan sebelum pajak Insentif pajak (%) 30% 30% 30% 30% 30% Pendapatan setelah insentif Tarif pajak (%) 25% 25% 25% 25% 25% Pendapatan setelah pajak Sumber data dari olahan penulis Pada tabel 4.15 dapat dilihat dengan mengasumsikan pendapatan dari sebuah perusahaan yang bergerak di bidang garmen dan tekstil di Indonesia sebesar dan dengan biaya yang mencapai 87,81% dari pendapatan kotor perusahaan tersebut sehingga diperoleh pendapatan sebelum pajak sebesar % dari pendapatan sebelum pajak nilai tersebut dibebaskan karna kebijakan pemerintah yang diberikan keringanan terhadap industri ini. Sehingga 70% dari yaitu yang menjadi pendapatan kena pajak, besaran nilai pendapatan kena pajak tersebut dikalikan dengan besaran tarif pajak di Indonesia sebesar 25%, sehingga nilai besaran pajak yang harus dibayarkan sebesar sehingga pendapatan bersih yang diterima sebesar Perlakuan yang sama juga berlaku pada tahun-tahun berikutnya 2 hingga 5 tahun ke depan. Tabel 4.14 Simulasi Pengenaan Pajak Pada Industri Garmen dan Tekstil Menggunakan Tarif Pajak dan Insentif Pajak di Pakistan. 81

37 Nilai dalam $ Tahun ke-1 Tahun ke-2 Tahun ke-3 Tahun ke-4 Tahun ke-5 Asumsi pendapatan Asumsi pendapatan sebelum pajak Tarif pajak (%) 35% 35% 35% 35% 35% Insentif pajak (%) 0% 0% 0% 0% 0% Pendapatan setelah pajak Sumber data dari olahan penulis Pada negara Pakistan yang terlihat dalam tabel 4.15 digambarkan dengan simulasi pengenaan pajak pada industri garmen dan tekstil di negara Pakistan terlihat bahwa negara tersebut memberikan kebebasan pajak bagi pengusaha yang bergerak pada industri garmen dan tekstil ini. Dengan asumsi yang sama pada negara Indonesia pendapatan yang diperoleh sebesar yang kemudian dipotong oleh besaran biaya sebesar 87,81% dari besaran margin pendapatan kotor, yang menghasilkan pendapatan sebelum pajak sebesar Karna pemerintah Pakistan memberlakukan pembebasan pajak bagi pelaku industri garmen dan tekstil di negaranya maka untuk 10 tahun pertama, maka pendapatan setelah pajaknya sebesar sama dengan pendapatan sebelum pajak, yang mengartikan besaran pajak yang dibayarkan oleh para pelaku usaha yang bergerak di bidang garmen dan tekstil ke kas negara adalah 0. Dengan perlakuan yang sama pada tahun ke 2 hingga tahun ke 5. Tabel 4.15 Simulasi Pengenaan Pajak Pada Industri Garmen dan Tekstil Menggunakan Tarif Pajak dan Insentif Pajak di Cina Nilai dalam $ Tahun ke-1 Tahun ke-2 Tahun ke-3 Tahun ke-4 Tahun ke-5 Asumsi pendapatan

38 Asumsi pendapatan sebelum pajak Tarif pajak (%) 24% 24% 24% 24% 24% Insentif pajak (%) 13% 13% 13% 13% 13% Pendapatan setelah pajak Sumber data dari olahan penulis Negara Cina menjadi salah satu negara yang mendapat perhatian khusus dunia dimana pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat ditunjukkan oleh negara ini yang salah satunya dibidang industri. Dalam tabel 4.16 digambarkan hal yang hampir sama dengan negara Indonesia dan negara Pakistan namun ada beberapa perbedaan dimana besarnya tarif pajak yang berlaku di negara tersebut sebesar 24% mendapat potongan tarif sebesar 13% ( menjadi 20,88%. Dengan adanya besaran pengurang tarif tersebut sehingga dari besaran asumsi pendapatan sebelum pajak sebesar dipotong persentase pajak sebesar 20,88% maka perusahaan pada tahun pertama harus membayar sebesar 2.546, jadi perusahaan yang bergerak dibidang industri garmen dan tekstil pada tahun pertamanya memperoleh pendapatan setelah pajak sebesar Dengan perlakuan yang sama pada tahun ke 2 hingga tahun ke 5. Tabel 4.16 Simulasi Pendapatan Setelah 5 Tahun Pada Industri Garmen dan Tekstil di Negara Indonesia, Pakistan, dan Cina Pendapatan setelah pajak $ Indonesia Pakistan Cina Tahun ke Tahun ke Tahun ke

39 Tahun ke Tahun ke Total pendapatan setelah 5 tahun Total pendapatan telah dihitung dengan PV Sumber data dari olahan penulis Untuk mengetahui besaran nilai investasi untuk tahun kedepan dalam industri garmen dan tekstil di negara Indonesia, Pakistan dan Cina maka dipakai rumus PV (Present Value) untuk dapat diketahui nilai dari investasi pada tahun pertama hingga tahun ke lima. Keterangan : Rt i t : Arus Kas : Rate atau suku bunga : Waktu Dengan penggunaan dasar persentase rate Bank Indonesia (BI) pada kisaran 5,75%.menjadi patokan sumber suku bunga dimana suku bunga BI dipilih dengan mempertimbangkan dimana diasumsikan investor dari Indonesia dan menjadi salah satu patokan bank di Indonesia. Nilai investasi berdasarkan perhitungan PV di Indonesia 84

40 Nilai investasi berdasarkan perhitungan PV di Pakistan Nilai investasi berdasarkan perhitungan PV di Cina IV.4.6 Analisis Insentif Pajak Terhadap Investasi pada Industri Garmen dan Tekstil di Indonesia, Pakistan dan Cina Industri garmen dan tekstil di negara Pakistan menjadi pilihan negara dalam melakukan investasi di bidang ini dikarenakan pemberian insentif pajak berbentuk pembebasan pajak yang diberikan negara ini terhadap pelaku industri garmen dan tekstil 85

41 selama 10 tahun dari awal berdiri. Terlihat pada tabel 4.17 nilai investasi 5 tahun pada negara Pakistan menunjukkan angka menjadi yang telah dihitung dengan PV. Negara ini juga menerapkan bebas impor bagi negara yang membantu mengembangkan industri garmen dan tekstil di negara ini. Ini menjadi daya tarik yang cukup baik bagi para investor dimana mereka dapat semakin berkembang. Selain itu adanya kebijakan penghapusan pajak bagi pelaku industri selama 5 tahun dari yang sudah ada dengan ketentuan dari pemerintah. Mengikuti negara Cina menjadi peringkat ke 2 sebagai tempat investasi negara dalam mengembangkan industri garmen dan tekstil. Dengan nilai investasi di angka yang kemudian menjadi dengan memperhitungkan nilai 5 tahun dengan rumus PV yang dapat dilihat pada tabel Cina memberikan kebijakan akan investasi pajak berupa pemberian potongan tarif pajak sebesar 9-17% dimananilai ini ditentukan oleh pemerintah. Selain itu juga memberikan pembebasan pajak untuk melakukan ekspor hasil dari olahan garmen dan tekstil serta tunjangan investasi. Industri ini berkembang bukan hanya dikarenakan oleh kebijakan pemerintah semata atau insentifnya. Negara ini memiliki sumber daya manusia yang memadai dan jauh lebih murah dibandingkan dari negara lainya. Selain itu biaya produksi dan bahan baku yang mudah didapat dan lebih murah menjadi faktor pendukung lainya. Indonesia menjadi negara ke tiga dalam melakukan investasi dengan melihat nilai investasi. Dengan nilai yang telah di hitung dengan menggunkan PV untuk melihat nilai pada tahun ini sebesar yang terdapat pada tabel Indonesia menerapkan insentif pajak dengan Pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen), selama 6 tahun (5% per tahun). Selain itu pemberian kebijakan kompensasi kerugian, penyusutan dan amortisasi yang dipercepat cukup memberikan daya tarik bagi investor. 86

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan merupakan aspek penting dari kualitas suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan merupakan aspek penting dari kualitas suatu bangsa. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Kesejahteraan merupakan aspek penting dari kualitas suatu bangsa. Kesejahteraan bagi seluruh masyarakat di negara tersebut menjadi salah satu tujuan dalam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2 Ayat (2) Huruf a Huruf b Huruf c Fasilitas pengurangan penghasilan neto diberikan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak saat mulai berproduksi komer

2 Ayat (2) Huruf a Huruf b Huruf c Fasilitas pengurangan penghasilan neto diberikan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak saat mulai berproduksi komer TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN. Pajak Penghasilan. Penanaman Modal. Fasilitas. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 77) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia selalu mengalami perjalanan yang berfluktuasi, minyak dan gas alam yang selama ini menjadi mesin pertumbuhan, harganya dipasar internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia yang terdiri dari pulau. Dan dengan luas wilayah ,32

BAB I PENDAHULUAN. dunia yang terdiri dari pulau. Dan dengan luas wilayah ,32 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau. Dan dengan luas wilayah 1.910.931,32 serta dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN DATA INSENTIF PAJAK DI INDONESIA DENGAN NEGARA- NEGARA DI KAWASAN ASIA TENGGARA

ANALISIS PERBANDINGAN DATA INSENTIF PAJAK DI INDONESIA DENGAN NEGARA- NEGARA DI KAWASAN ASIA TENGGARA ANALISIS PERBANDINGAN DATA INSENTIF PAJAK DI INDONESIA DENGAN NEGARA- NEGARA DI KAWASAN ASIA TENGGARA Deny Wijaya Email: Deny.wija@gmail.com Dosen Pembimbing: Fany Inasius, S.E., M.M., M.B.A, BKP ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Insentif Pajak untuk Investasi Insentif pajak untuk investasi merupakan sebuah keringanan pajak yang diberikan oleh negara untuk meningkatkan investasi di

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan industri penting sebagai penyedia kebutuhan sandang manusia. Kebutuhan sandang di dunia akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH - DAERAH TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III DESAIN PENELITIAN. dari sumber alam ataupun sumber daya manusianya kurang memberikan kontribusi yang

BAB III DESAIN PENELITIAN. dari sumber alam ataupun sumber daya manusianya kurang memberikan kontribusi yang BAB III DESAIN PENELITIAN III. 1 Objek Penelitian Insentif Pajak Awal perkembangan insentif pajak didasari pada negara negara yang memang dari sumber alam ataupun sumber daya manusianya kurang memberikan

Lebih terperinci

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 te

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 te LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.77, 2015 KEUANGAN. Pajak Penghasilan. Penanaman Modal. Fasilitas. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5688) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG- BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi sebuah negara, keberhasilan pembangunan ekonominya dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2007) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008 Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008 Muhammad Lutfi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

Account Representative

Account Representative Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi : Account Representative FASILITAS PEMBEBASAN ATAU PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA

Lebih terperinci

PERHITUNGAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 2015

PERHITUNGAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 2015 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERHITUNGAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 2015 1 KETENTUAN PERHITUNGAN Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BAB VII PERPAJAKAN. Tahun 8 10: pengurangan pajak penghasilan badan dan perorangan sebesar 50%

BAB VII PERPAJAKAN. Tahun 8 10: pengurangan pajak penghasilan badan dan perorangan sebesar 50% BAB VII PERPAJAKAN PERPAJAKAN DI INDONESIA DIRASAKAN KURANG BERSAING UNTUK MENARIK INVESTASI. Pandangan ini umumnya diutarakan dalam 3 hal, yaitu: pelayanan pajak yang rendah, tarif pajak yang kurang bersaing

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi kreatif merupakan pengembangan konsep berdasarkan modal kreatifitas yang dapat berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Menurut Presiden Susilo Bambang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INSENTIF PAJAK DAN DUKUNGAN FISKAL UNTUK R&D DI BEBERAPA NEGARA: INDIA

KEBIJAKAN INSENTIF PAJAK DAN DUKUNGAN FISKAL UNTUK R&D DI BEBERAPA NEGARA: INDIA LATAR BELAKANG Indonesia diprediksi menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-7 di dunia pada tahun 2030, mengalahkan Inggris dan Jerman (McKinsey 2012). Namun demikian, perekonomian Indonesia digambarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.011/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.011/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.011/2010 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN DAN KEPABEANAN UNTUK KEGIATAN PEMANFAATAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN DENGAN

Lebih terperinci

2013, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembara

2013, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembara LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.106, 2013 EKONOMI. Pajak. Penghasilan. Usaha. Peredaran Bruto. Tertentu. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5424) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi (e-commerce), dan akhirnya ke ekonomi kreatif (creative economy).

BAB I PENDAHULUAN. informasi (e-commerce), dan akhirnya ke ekonomi kreatif (creative economy). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia telah mengalami krisis ekonomi yang menyebabkan jatuhnya perekonomian nasional. Banyak usaha-usaha skala besar pada berbagai sektor termasuk industri, perdagangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan barang dan jasa antar negara di dunia membuat setiap negara mampu memenuhi kebutuhan penduduknya dan memperoleh keuntungan dengan mengekspor barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang besar. Biaya biaya tersebut dapat diperoleh melalui pembiayaan dalam negeri maupun pembiayaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi akan menjadikan segala sektor di Indonesia mengalami persaingan yang lebih ketat terutama sektor industri.

Lebih terperinci

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 1980-2008 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat tetap hidup setiap hari. Setiap manusia butuh makan dan minum.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat tetap hidup setiap hari. Setiap manusia butuh makan dan minum. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebutuhan primer makhluk hidup adalah papan selain sandang dan pangan. Sandang dan pangan merupakan penunjang yang membuat manusia untuk dapat tetap hidup

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan Nomor 28 tahun 2007 pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5783 EKONOMI. Perdagangan. Kawasan Ekonomi Khusus. Fasilitas. Kemudahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 309). PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin sulitnya keadaan perekonomian dunia saat ini yang diakibatkan krisis

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin sulitnya keadaan perekonomian dunia saat ini yang diakibatkan krisis 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin sulitnya keadaan perekonomian dunia saat ini yang diakibatkan krisis perekonomian global yang dampaknya dirasakan oleh seluruh dunia saat ini. Tidak ada satu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan pendapatan terbesar negara yang didefinisikan sebagai iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada

Lebih terperinci

Indonesia SCM Summit 2015: Stimulus Iklim Investasi Bagi Peningkatan Kapasitas Nasional

Indonesia SCM Summit 2015: Stimulus Iklim Investasi Bagi Peningkatan Kapasitas Nasional Indonesia SCM Summit 2015: Stimulus Iklim Investasi Bagi Peningkatan Kapasitas Nasional Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI Jakarta, 14 April 2015 1 Outline Peran Kementerian Keuangan Dalam

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tingkat perekonomian yang tiap tahunnya meningkat membuat individu di dunia harus mencari sumber penghasilan sebanyak-banyaknya agar mampu memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menginvestasikan dananya adalah sektor properti. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan sektor properti

BAB I PENDAHULUAN. menginvestasikan dananya adalah sektor properti. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan sektor properti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pasar modal di Indonesia yang pesat menunjukan bahwa kepercayaan pemodal untuk menginvetasikan dananya di pasar modal cukup baik. Banyaknya pilihan saham

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang hebat, yang berdampak pada semua aktivitas bisnis di sektor riil. Selama dua tiga tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap negara menginginkan proses perubahan perekonomian yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap negara menginginkan proses perubahan perekonomian yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi negara merupakan suatu hal yang sangat penting karena setiap negara menginginkan proses perubahan perekonomian yang lebih baik untuk dicapai sehingga

Lebih terperinci

INVESTASI DI INDONESIA

INVESTASI DI INDONESIA INVESTASI DI INDONESIA Agni Indriani Widyaiswara Madya Pusdiklat KNPK Faktor-faktor yang menjadikan investasi di Indonesia menarik Investasi dapat mempunyai multiplier effect yang besar karena dengan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun masehi, berkembang melalui penemuan mesin-mesin

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun masehi, berkembang melalui penemuan mesin-mesin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah ekonomi di dunia tergambar sejak revolusi industri di Inggris antara tahun 1750-1850 masehi, berkembang melalui penemuan mesin-mesin industri yang mampu menciptakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.161, 2010 KEUANGAN NEGARA. Pajak Penghasilan. Penghitungan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Pada awalnya seperti diketahui, kegiatan perekonomian hanya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Pada awalnya seperti diketahui, kegiatan perekonomian hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan perekonomian semakin cepat seiring dengan munculnya potensi ekonomi baru yang mampu menopang kehidupan perekonomian masyarakat dunia. Pada awalnya

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-02/PJ/2015 TENTANG PENEGASAN ATAS PELAKSANAAN PASAL 31E AYAT (1) UNDANG- UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1976 TENTANG PERPAJAKAN DAN PUNGUTAN-PUNGUTAN LAIN ATAS USAHA PERTAMBANGAN BUKAN MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

Kebijakan Fiskal untuk Mendukung Akselerasi Sektor Industri yang Berdaya Saing

Kebijakan Fiskal untuk Mendukung Akselerasi Sektor Industri yang Berdaya Saing KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Kebijakan Fiskal untuk Mendukung Akselerasi Sektor Industri yang Berdaya Saing Andin Hadiyanto Kementerian Keuangan RI Tantangan Utama Sektor Industri Indonesia

Lebih terperinci

PERLAKUAN DAN FASILITAS PERPAJAKAN UNTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN SKEMA TERTENTU (KIK-DIRE)

PERLAKUAN DAN FASILITAS PERPAJAKAN UNTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN SKEMA TERTENTU (KIK-DIRE) KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERLAKUAN DAN FASILITAS PERPAJAKAN UNTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN SKEMA TERTENTU (KIK-DIRE) Surabaya, 25 Mei 2016 DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam suatu bisnis terdapat 2 fungsi mendasar yang menjadi inti dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam suatu bisnis terdapat 2 fungsi mendasar yang menjadi inti dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam suatu bisnis terdapat 2 fungsi mendasar yang menjadi inti dari bisnis itu sendiri. Menurut Peter Drucker (1954) 2 fungsi dalam bisnis itu adalah marketing dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Adanya modal dalam sebuah perusahaan menjamin berlangsungnya proses

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak Pertambahan Nilai 1. Definisi Pajak Definisi pajak menurut Rachmat Soemitro (1990 : 5) menyatakan Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Investasi atau penanaman modal merupakan instrumen penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang ada di suatu negara atau wilayah. Karena pada dasarnya, investasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Pada posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA

PEREKONOMIAN INDONESIA PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi kerakyatan, sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 33 UUD 1945, adalah sebuah sistem perekonomian yang ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi. Sistem

Lebih terperinci

1 of 5 21/12/ :18

1 of 5 21/12/ :18 1 of 5 21/12/2015 14:18 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat melaksanakan pembangunan. Dalam melaksanakan pembangunan ini diperlukan strategi yang tepat agar dapat

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya. BAB VI. KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian mengenai aliran perdagangan dan investasi pada kawasan integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Integrasi ekonomi memberi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yaitu nilai tukar (exchange rate) atau yang biasa dikenal dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yaitu nilai tukar (exchange rate) atau yang biasa dikenal dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Berkembangnya proses globalisasi, dimana seperti tidak adanya batas antar negara di dunia serta nampaknya setiap negara menjadi terintegrasi, maka kegiatan atau

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

PAKET KEBIJAKAN EKONOMI XI

PAKET KEBIJAKAN EKONOMI XI PAKET KEBIJAKAN EKONOMI XI Pemerintahan Presiden Joko Widodo terus berusaha mempercepat laju roda perekonomian nasonal. Di tengah perekonomian global yang masih lesu, Indonesia terus berusaha meningkatkan

Lebih terperinci

Paket Kebijakan Ekonomi XI: Meningkatkan Daya Saing Nasional Dalam Pertarungan Ekonomi Global

Paket Kebijakan Ekonomi XI: Meningkatkan Daya Saing Nasional Dalam Pertarungan Ekonomi Global Paket Kebijakan Ekonomi XI: Meningkatkan Daya Saing Nasional Dalam Pertarungan Ekonomi Global Pemerintahan Presiden Joko Widodo terus berusaha mempercepat laju roda perekonomian nasonal. Di tengah perekonomian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci

Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B)

Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) PENGERTIAN DAN TUJUAN PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA Perjanjian penghindaran pajak berganda adalah perjanjian pajak antara dua negara bilateral

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri Kecil Menengah (IKM). Sektor industri di Indonesia merupakan sektor

BAB I PENDAHULUAN. Industri Kecil Menengah (IKM). Sektor industri di Indonesia merupakan sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia dapat ditunjang oleh beberapa faktor salah satunya peningkatan tenaga kerja melalui sektor ketenagakerjaan yang meliputi Industri Kecil Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6.1 Pendahuluan Industri surimi merupakan suatu industri pengolahan yang memiliki peluang besar untuk dibangun dan dikembangkan. Hal ini didukung oleh adanya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian global yang melanda perekonomian negara-negara di dunia dengan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian global yang melanda perekonomian negara-negara di dunia dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Seperti yang kita lihat beberapa tahun belakangan ini telah terjadi gejolak perekonomian global yang melanda perekonomian negara-negara di dunia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup rakyat, dan untuk memajukan bangsa. Pengeluaran-pengeluaran negara

BAB I PENDAHULUAN. hidup rakyat, dan untuk memajukan bangsa. Pengeluaran-pengeluaran negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam suatu negara dibutuhkan adanya sumber dana untuk membiayai pengeluaran negara dalam rangka pembangunan, memperbaiki kesejahteraan hidup rakyat, dan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

Lampiran 2. Realisasi investasi industri pionir 2009-k1 2012

Lampiran 2. Realisasi investasi industri pionir 2009-k1 2012 Lampiran 2 Realisasi investasi industri pionir 2009-k1 2012 Tabel Realisasi Investasi PMA Menurut Sektor Periode 2008-Kuartal 1 2012 2008 2009 2010 2011 2012 (q1) Industri Pionir P I (US$. Industri Kimia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan global dalam transformasi ekonomi, baik secara regional maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu dari era pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia mempunyai wilayah yang sangat luas dan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia mempunyai wilayah yang sangat luas dan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia mempunyai wilayah yang sangat luas dan jumlah penduduk yang sangat besar sehingga sangat membutuhkan dana yang besar untuk melakukan pembangunan nasional.

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

CONTOH PENERAPAN DAN PENGHITUNGAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN

CONTOH PENERAPAN DAN PENGHITUNGAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 144/PMK.011/2012 TENTANG : PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tersebut agar terlaksananya tujuan dan cita-cita bangsa

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tersebut agar terlaksananya tujuan dan cita-cita bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu rangkaian yang terencana menuju keadaan ke arah yang lebih baik. Tahun 1969 pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia mulai melaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU

PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PMK.03/2007 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa pelaksanaan Pasal 9 ayat (1) huruf b

Lebih terperinci