PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH: STUDI KASUS PT. IMS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH: STUDI KASUS PT. IMS"

Transkripsi

1 PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH: STUDI KASUS PT. IMS UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Fakultas Ekonomi dan Komunikasi Jurusan Akuntasi dan Keuangan Skripsi Sarjana Srata 1 Akuntansi Semester Ganjil 2014/2015 PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH: STUDI KASUS PT. IMS JULIAN LAZUARDI AKBAR ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengevaluasi penerapan pengenaan PT. IMS serta mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam pemenuhan kewajiban perpajakan PPh Pasal 23 dan peraturan baru yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 46. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Hasil analisis dari penelitian yang telah dilakukan adalah hasil penghitungan PPh Pasal 23 dan pembandingan atas sebelum dan sesudah adanya Peraturan Pemerintah Nomor 46. Simpulan dari penelitian ini adalah PT. IMS mengalami penambahan jumlah kerugian atas karena pemotongan pajak dari Peraturan Pemeintah Nomor 46. Perusahaan telah melakukan penyetoran dan pembayaran sesuai Undang Undang Perpajakan juga tepat waktu. (JLA) Kata Kunci : PPh 23, Peraturan Pemerintah Nomor 46, pemotongan, penyetoran, pelaporan.

2 PENDAHULUAN Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. (UU KUP No. 28 Tahun 2007) Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsalah undang- undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga negara untuk berpatisipasi dalam bentuk peran serta terhadap negara dan pembangunan nasional. Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaraan di bidang perpajakan berada pada anggota masyarat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan system self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan/penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan. Dalam melaksanakan fungsinya tersebut, Direktorat Jenderal Pajak berusaha sebaik mungkin memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak. Salah satu jenis pajak yang terdapat di Indonesia adalah Pajak Penghasilan (PPh). Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Pajak Penghasilan bisa diberlakukan progresif, proporsional, atau regresif. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, salah satu subyek pajak penghasilan adalah pajak badan, badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: 1. Pembetukannya berdasarkan ketentuan perundang-undangan; 2. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; 3. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan 4. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. Tepatnya 1 Juli 2013, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) baru yang sasarannya ditujukan pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Peraturan tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 yang mengatur tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Pokok pengaturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 adalah pengenaan pajak dengan tarif final sebesar 1% dari peredaran bruto setiap bulan atas penghasilan dari usaha Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 Miliar dalam satu tahun. PP 46 Tahun 2013 mengatur tentang pemajakan bagi UMKM dengan garis besar pengaturan sebagai berikut: 1. Pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima adalah bersifat final. 2. Dikenakan terhadap Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp ,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak. 3. Besarnya tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah 1% (satu persen). 4. Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah jumlah peredaran bruto setiap bulan

3 5. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak dikenai pajak 1% adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya: a) menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan b) menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan. 6. Wajib Pajak badan yang tidak dikenai pajak 1% adalah: a) Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial; atau b) Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp ,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Dalam Peraturan Pemerintah tersebut memang tidak disebutkan secara eksplisit bahwa target pemajakan ini adalah Usaha Mikro Kecil dan Menangah. Namun, jika diperhatikan secara seksama sangat jelas terlihat bahwa Usaha Mikro Kecil dan Menengah merupakan target dari Peraturan Pemerintah ini. Hal ini terlihat dari batasan peredaran usaha Rp. 4,8 Milyar dalam Peraturan Pemerintah tersebut yang masih dalam lingkup pengertian Usaha Mikro Kecil dan Menengah menurut UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah, yakni usaha yang dilakukan orang perorangan atau badan usaha dengan peredaran maksimum Rp. 50 milyar dalam setahun. Rencana menjadikan Usaha Mikro Kecil dan Menengah sebagai fokus atau target pemajakan telah terdengar sejak pertengahan tahun Saat itu artikel yang saya baca ( menunjukan bahwa Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menyumbang 61% dari Produk Domestik Bruto tetapi kontribusinya terhadap total penerimaan pajak hanya 5%. Pertimbangan Pemerintah atas pengenaan pajak dengan tarif 1% dari peredaran usaha setiap bulan dan bersifat final terhadap Usaha Mikro Kecil dan Menengah sebagaimana tercantum dalam penjelasan umum Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 adalah kesederhanaan dalam pemungutan pajak, berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak, serta memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter. METODE PENILITIAN Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. dalam melakukan pengumpulan data ini dilakukan dari studi literatur dengan membaca buku yang terkait dengan topik yang diangkat. Bacaan yang digunakan terkait dengan Undang Undang perpajakan khususnya mengenai intensif pajak yang berlaku pada saat ini. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari beberapa situs pajak antara lain Undang Undang Perpajakan, Peraturan Menteri Keuangan (PMK), dan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai perlakuan insentif pajak dan beberapa faktor lainnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan membandingkan peraturan-peraturan yang terkait dengan pengenaan insentif pajak di beberapa Negara sehingga dapat mengetahui keuntungan dan kerugian mengenai kebijakan insentif pajak tersebut. Hasil yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan literatur yang disesuaikan dengan sub judul penelitian dengan mencerminkan informasi untuk tercapainya tujuan penelitian ini yaitu mengungkapkan hal-hal berkaitan dengan insentif pajak. HASIL DAN BAHASAN Jenis Jenis Pajak didalam PT. IMS PT. IMS bergerak dalam perusahaan jasa pembuatan dan pengembangan perangkat lunak serta pemeliharaan di beberapa bank di Indonesia, seperti membuat dan mengembangkan sistem perantara (middleware) antara Core Banking Sistem (CBS) dengan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). PT. IMS selaku Perusahaan Kena Pajak (PKP) dan Perusahaan Jasa, maka perusahaan melakukan kewajiban pajak atas penghasilan yang didapat berupa pajak:

4 1. Pajak Penghasilan Pasal 23 PT. IMS bergerak dalam perusahaan jasa dikenakan tarif 2% setiap mendapatkan pendapatan dari perawatan serta pemeliharaan dari beberapa bank di Indonesia yang bekerja sama. 2. Pajak Badan - Tahun 2012: PT. IMS melakukan pembayaran pajak penghasilan pasal 31E dengan peredaran bruto dibawah Rp dikenakan tarif 25%. - Tahun 2013: PT. IMS dari bulan Januari sampai dengan Juni melakukan pembayaran pajak penghasilan pasal 31E dan pada bulan Juli sampai dengan Desember melakukan kewajiban pajak penghasilan dengan peraturan baru yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 46 dengan perederan bruto dibawah Rp dikenakan tarif 1% dihitung diperederan bruto. - Tahun 2014: PT IMS melakukan pembayaran pajak penghasilan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 dengan peredaran bruto sampai dibawah Rp dikenakan tarif 1% dihitung diperedaran bruto. Evaluasi Pajak Penghasilan Pasal 23 Evaluasi Pajak Penghasilan Pasal 23 Tahun 2012 Ini adalah tahun pertama dari 3 (tiga) tahun identifikasi pemotongan PPh pasal 23 PT. IMS untuk selanjutnya dilakukan evaluasi. Daftar pemotongan akan disajikan dalam bentuk table dan akan dibuat setiap bulannya hingga akhir tahun Untuk pengenaan tarif pemotongan PPh pasal 23 tahun 2012, PT. IMS berpedoman pada UU No. 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan yang berlaku mulai tanggal 1 januari 2009 dan untuk jasa lain berpedomann pada PMK No. 244/PMK.03/2008 yang mulai berlaku tanggal 1 januari Sejak tahun 2009, semua tarif untuk sewa dan jasa dikenaka tarif 2%. Objek PPh pasal 23 di PT. IMS adalah sewa dan jasa. Oleh karena itu penulis mencoba mengevaluasi berdasarkan SPT masa, bukti potong serta SSP dari perusahaan. Berdasarkan hasil evaluasi, penulis tidak menemukan perbedaan antara checklist tagihan dengan SPT. Dengan kata lain PT. IMS telah mengikuti PMK No. 244/PMK.03/2008. Pendapatan-Pendapatan Yang Dipotong Pajak PPh 23 Tahun 2012 Berdasarkan Perhitungan PT. IMS Nama Perusahaan Jumlah Pendapatan Tarif PPh PPh Terutang PPh Atas Jenis Pendapatan Pasal 23 Bank Of America % Pendapatan jasa konsultan & service Standard Chartered Bank % Pendapatan service Bank Victoria % Pendapatan jasa konsultan & service Bank Commonwealth % Pendapatan service Bank ANZ Indonesia % Pendapatan service Bank Resona Indonesia % Pendapatan jasa konsultan Pendapatan-Pendapatan Yang Dipotong Pajak PPh 23 Tahun 2012 Berdasarkan Perhitungan Penulis Nama Perusahaan Jumlah Pendapatan Tarif PPh Pasal 23 PPh Terutang PPh Atas Jenis Pendapatan Bank Of America % Pendapatan jasa konsultan & service Standard Chartered Bank % Pendapatan service Bank Victoria % Pendapatan jasa konsultan & service Bank Commonwealth % Pendapatan service Bank ANZ Indonesia % Pendapatan service Bank Resona Indonesia % Pendapatan jasa konsultan

5 Setelah penulis melakukan analisa tidak terdapat perbedaan antara perhitungan PPh 23 pada PT.IMS dengan perhitungan penulis selama Evaluasi Pajak Penghasilan Pasal 23 Tahun 2013 Ini adalah tahun pertama dari 3 (tiga) tahun identifikasi pemotongan PPh pasal 23 PT. IMS untuk selanjutnya dilakukan evaluasi. Daftar pemotongan akan disajikan dalam bentuk table dan akan dibuat setiap bulannya hingga akhir tahun Untuk pengenaan tarif pemotongan PPh pasal 23 tahun 2012, PT. IMS berpedoman pada UU No. 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan yang berlaku mulai tanggal 1 januari 2009 dan untuk jasa lain berpedomann pada PMK No. 244/PMK.03/2008 yang mulai berlaku tanggal 1 januari Sejak tahun 2009, semua tarif untuk sewa dan jasa dikenaka tarif 2%. Objek PPh pasal 23 di PT. IMS adalah sewa dan jasa. Oleh karena itu penulis mecoba mengevaluasi berdasarkan SPT masa, bukti potong serta SSP dari perusahaan. Berdasarkan hasil evaluasi, penulis tidak menemukan perbedaan antara checklist tagihan dengan SPT. Dengan kata lain PT. IMS telah mengikuti PMK No. 244/PMK.03/2008. Pendapatan-Pendapatan Yang Dipotong Pajak PPh 23 Tahun 2013 Berdasarkan Perhitungan PT.IMS Nama Perusahaan Jumlah Pendapatan Tarif PPh Pasal 23 PPh Terutang PPh Atas Jenis Pendapatan Bank Of America % Pendapatan repair Standard Chartered Bank % Pendapatan service Bank Victoria % Pendapatan jasa konsultan Bank Commonwealth % Pendapatan service Bank ANZ Indonesia % Pendapatan service Bank Resona Indonesia % Pendapatan service & Konsultan Pendapatan-Pendapatan Yang Dipotong Pajak PPh 23 Tahun 2013 Berdasarkan Perhitungan Penulis Nama Perusahaan Jumlah Pendapatan Tarif PPh Pasal 23 PPh Terutang PPh Atas Jenis Pendapatan Bank Of America % Pendapatan repair Standard Chartered Bank % Pendapatan service Bank Victoria % Pendapatan jasa konsultan Bank Commonwealth % Pendapatan service Bank ANZ Indonesia % Pendapatan service Bank Resona Indonesia % Pendapatan service & Konsultan Setelah penulis melakukan analisa tidak terdapat perbedaan antara perhitungan PPh 23 pada PT.IMS dengan perhitungan penulis selama Evaluasi Pajak Penghasilan Pasal 23 Tahun 2014 Ini adalah tahun pertama dari 3 (tiga) tahun identifikasi pemotongan PPh pasal 23 PT. IMS untuk selanjutnya dilakukan evaluasi. Daftar pemotongan akan disajikan dalam bentuk table dan akan dibuat setiap bulannya hingga akhir tahun Untuk pengenaan tarif pemotongan PPh pasal 23 tahun 2012, PT. IMS berpedoman pada UU No. 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan yang berlaku mulai tanggal 1 januari 2009 dan untuk jasa lain berpedomann pada PMK No. 244/PMK.03/2008 yang mulai berlaku tanggal 1 januari Sejak tahun 2009, semua tarif untuk sewa dan jasa dikenaka tarif 2%. Objek PPh pasal 23 di PT. IMS adalah sewa dan jasa. Oleh karena itu penulis mecoba mengevaluasi berdasarkan SPT masa, bukti potong serta SSP dari perusahaan. Berdasarkan hasil evaluasi, penulis tidak menemukan perbedaan antara checklist tagihan dengan SPT. Dengan kata lain PT. IMS telah mengikuti PMK No. 244/PMK.03/2008.

6 Pendapatan-Pendapatan Yang Dipotong Pajak PPh 23 Tahun 2014 Berdasarkan Perhitungan PT.IMS Nama Perusahaan Jumlah Pendapatan Tarif PPh Pasal 23 PPh Terutang PPh Atas Jenis Pendapatan Bank Of America % Pendapatan repair Standard Chartered Bank % Pendapatan service Bank Victoria % Pendapatan service Bank Commonwealth % Pendapatan jasa konsultan Bank ANZ Indonesia % Pendapatan service Bank Resona Indonesia % Pendapatan jasa konsultan Money Changer % Pendapatan service Enimart % Pendapatan service Pendapatan-Pendapatan Yang Dipotong Pajak PPh 23 Tahun 2014 Berdasarkan Perhitungan Penulis Nama Perusahaan Jumlah Pendapatan Tarif PPh Pasal 23 PPh Terutang PPh Atas Jenis Pendapatan Bank Of America % Pendapatan repair Standard Chartered Bank % Pendapatan service Bank Victoria % Pendapatan service Bank Commonwealth % Pendapatan jasa konsultan Bank ANZ Indonesia % Pendapatan service Bank Resona Indonesia % Pendapatan jasa konsultan Money Changer % Pendapatan service Enimart % Pendapatan service Setelah penulis melakukan analisa tidak terdapat perbedaan antara perhitungan PPh 23 pada PT.IMS dengan perhitungan penulis selama Perbandingan Pajak Pasal 31E Dengan Peraturan Pemerintah No. 46 Dalam penentuan tarif terhadap pajak badan di Indonesia yang telah menjadi subjek pajak dalam negeri dikenakan tarif pasal 31E. Akan tetapi, Direktorat Jendral Pajak mengeluarkan ketentuan terbaru dalam penentuan tarif pajak badan di Indonesia yaitu Peraturan Pemerintah no. 46. Peraturan tersebut dikeluarkan pemerintah pada bulan Juli tahun Atas dasar tersebut, dilakukan perbandingan atas kedua perhitungan tarif pajak badan. Pada Pasal 31E ayat (1) UU PPh, diatur bahwa wajib pajak dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp (lima puluh miliar) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif normal 28% (tahun 2009) dan 25% (tahun 2010 dst) yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 46 di atur bahwa wajib pajak orang pribadi dan badan (tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap) yang menerima penghasilan bruto/kotor dari usaha tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam 1 (satu) Tahun Pajak. Pajak ini Tidak dikenakan kepada Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukan bagi tempat usaha atau berjualan, misalnya pedagang kaki lima dan sejenisnya juga wajib pajak badan yang belum beroperasi secara komersial atau yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh penghasilan bruto melebihi Rp. 4,8 miliar. Peraturan Pemerintah no. 46 memiliki tarif sebesar 1% yang dikenakan pada pendapatan bruto.

7 Berdasarkan perbandingan dua peraturan tersebut dapat dilihat bahwa pemotongan pajak pada Pasal 31 dikenakan pada penghasilan kena pajak (laba sebelum kena pajak) dan pada Peraturan Pemerintah no. 46 pemotongan pajak dikenakan pada pendapatan kotor (laba bruto). Yang menjadi masalah atas kedua tarif pajak tersebut dapat disimpulkan bahwa Peraturan Pemerintah no. 46 dipotong pada pendapatan kotor (laba bruto) walaupun perusahaan dalam keadaan untung atau rugi yang dimana dapat merugikan perusahaan karena pemotongan pajak dilakukan sebelum pengurangan biaya (beban). Evaluasi Perhitungan Pasal 31E Perhitungan pasal 31E merupakan perhitungan berdasarkan penghasilan bruto yang tidak lebih Rp mendapat fasilitas pengurangan tarif sebesar 50%, hal itu sesuai dengan UU no 36 tahun 2008 pasal 31E yang juga telah ditegaskan oleh Dirjen Pajak sesuai surat edarannya yaitu SE-66/PJ./2010 pada point 2 d dinyatakan, fasilitas Pasal 31E ayat (1) tersebut bukan merupakan pilihan melainkan wajib untuk diterapkan oleh karena itu perusahaan menerapkan perhitungan tersebut. Evaluasi Perhitungan Pasal 31E Tahun 2012 Penulis akan menghitung pajak pasal 31E pada tahun Penulis juga menghitung laba bersih setelah perusahaan.

8 Laporan Laba/Rugi PT. IMS Tahun 2012 PT. INTEGRA MIDSOFT Laporan Laba/Rugi Tahun Pajak 2012 Periode Januari - Desember Peredaran Usaha Harga Pokok Penjualan Saldo Awal 0 Pembelian Tersedia Dijual Persediaan Akhir 0 Harga Pokok Penjualan Laba Bruto Usaha Biaya Administrasi & Umum Biaya Gaji Biaya Penyusutan Biaya Alat Tulis Kantor Biaya Perjalanan Dinas 0 Biaya Bunga 0 Biaya Sewa Gedung Biaya Telp & Listrik & Pam & Internet Biaya Tunjangan Makan Biaya THR Biaya Lembur 0 Biaya Perbaikan & Pemeliharaan Kendaraan 0 Biaya Benda Pos 0 Biaya Keamanan & Kebersihan 0 Biaya Lain-lain Total Biaya Laba Netto Usaha Pendapatan & Biaya lain 0 Pendapatan Bunga Tabungan 0 Pajak Bunga Tabungan 0 Total Pendapatan & Biaya Lain 0 LABA NETTO

9 Dalam laporan laba rugi pada tahun 2012 perusahaan memperoleh omzet kurang dari dan laba kena pajaknya sebesar Rp Perhitungan pasal 31E sebagai berikut: Perhitungan pasal 31E: Pajak penghasilan terutang; (50%x25%)x Rp = Rp Berdasarkan perhitungan tersebut besarnya pajak yang terutang yang telah dilakukan oleh perushaan ditahun 2012 sebesar Rp Laba bersih perusahaan setelah pengurangan pajak pasal 31E pada tahun 2012 sebesar: Rp Rp = Rp Evaluasi Perhitungan Pajak Tahun 2013: Pajak Pasal 31E dan Peraturan Pemerintah nomor 46 Perhitungan pasal 31E merupakan perhitungan berdasarkan penghasilan bruto yang tidak lebih Rp mendapat fasilitas pengurangan tarif sebesar 50%, hal itu sesuai dengan UU no 36 tahun 2008 pasal 31E yang juga telah ditegaskan oleh Dirjen Pajak sesuai surat edarannya yaitu SE-66/PJ./2010 pada point 2 d dinyatakan, fasilitas Pasal 31E ayat (1) tersebut bukan merupakan pilihan melainkan wajib untuk diterapkan oleh karena itu perusahaan menerapkan perhitungan tersebut. Tepatnya 1 Juli 2013, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) baru yang sasarannya ditujukan pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Peraturan tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 yang mengatur tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Pokok pengaturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 adalah pengenaan pajak dengan tarif final sebesar 1% dari peredaran bruto setiap bulan atas penghasilan dari usaha Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 Miliar dalam satu tahun. Penulis akan menghitung 2 jenis pajak pada tahun 2013 yaitu pajak pasal 31E pada bulan Januari sampai dengan Juni dan peraturan baru yaitu peraturan pemerintah nomor 46 pada bulan Juli sampai dengan Desember. Evaluasi Perhitungan Pasal 31E Periode Bulan Januari Sampai Dengan Juni Tahun 2013 Penulis akan menghitung pajak pasal 31E pada tahun 2013 periode bulan Januari sampai dengan Juni. Penulis juga akan menghitung laba bersih setelah pajak perusahaan.

10 Laporan Laba/Rugi PT. IMS Periode Januari Juni tahun 2013 PT. INTEGRA MIDSOFT Laporan Laba/Rugi Tahun Pajak 2013 Periode Januari-Juni Peredaran Usaha Harga Pokok Penjualan Saldo Awal 0 Pembelian Tersedia Dijual Persediaan Akhir 0 Harga Pokok Penjualan Laba Bruto Usaha Biaya Administrasi & Umum Biaya Gaji Biaya Penyusutan Biaya Alat Tulis Kantor Biaya Perjalanan Dinas Biaya Bunga 0 Biaya Sewa Gedung Biaya Telp & Listrik & Pam & Internet Biaya Tunjangan Makan Biaya THR Biaya Lembur 0 Biaya Perbaikan & Pemeliharaan Kendaraan 0 Biaya Benda Pos 0 Biaya Keamanan & Kebersihan 0 Biaya Lain-lain Total Biaya Laba Netto Usaha Pendapatan & Biaya lain 0 Pendapatan Bunga Tabungan 0 Pajak Bunga Tabungan 0 Total Pendapatan & Biaya Lain 0 LABA NETTO

11 Tahun 2013 periode bulan Januari sampai dengan Juni perusahaan memperoleh omzet kurang dari Rp dan laba kena pajak perusahaan sebesar Rp dengan perhitungan sebagai berikut: Perhitungan pasal 31E: Pajak penghasilan terutang: (50%x25%) x Rp = Rp ,75 Laba bersih perusahaan setelah pengurangan pajak pasal 31E pada periode bulan Januari sampai dengan Juni sebesar: Rp Rp ,75 = Rp ,25 Evaluasi Perhitungan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Periode Juli Sampai Dengan Desember Tahun 2013 Penulis akan menghitung tarif final 1% dari peraturan baru yaitu peraturan pemerintah nomor 46 pada tahun 2013 periode bulan Juli sampai dengan Desember. Penulis juga akan menghitung laba bersih perusahaan.

12 Laporan Laba/Rugi PT. IMS Periode Juli Desember Tahun 2013 PT. INTEGRA MIDSOFT Laporan Laba/Rugi Tahun Pajak 2013 Periode Juli - Desember Peredaran Usaha Harga Pokok Penjualan Saldo Awal 0 Pembelian Tersedia Dijual Persediaan Akhir 0 Harga Pokok Penjualan Laba Bruto Usaha Biaya Administrasi & Umum Biaya Gaji Biaya Penyusutan Biaya Alat Tulis Kantor Biaya Perjalanan Dinas Biaya Bunga 0 Biaya Sewa Gedung Biaya Telp & Listrik & Pam & Internet Biaya Tunjangan Makan Biaya THR Biaya Lembur 0 Biaya Perbaikan & Pemeliharaan Kendaraan 0 Biaya Benda Pos 0 Biaya Keamanan & Kebersihan 0 Biaya Lain-lain Total Biaya Laba Netto Usaha ( ) Pendapatan & Biaya lain 0 Pendapatan Bunga Tabungan 0 Pajak Bunga Tabungan 0 Total Pendapatan & Biaya Lain 0 LABA NETTO ( )

13 Tahun 2013 periode bulan Juli sampai dengan Desember perusahaan memperoleh omzet kurang dari Rp dan laba bruto sebesar Rp Penulis akan menghitung pajak sesuai peraturan pemerintah nomor 46 sebagai berikut: Perhitungan Peraturan Pemerintah no. 46: Pajak final: 1% x Rp = Rp ,09 Laba kotor perusahaan setelah dikenakan Peraturan Pemerintah No. 46 pada periode bulan juli sampai dengan desember: Laba kotor: Rp Rp ,09 = Rp ,91 Laba bersih setelah pemotongan pajak periode bulan Juli sampai dengan Desember: Laba bersih: Rp ,91 Rp = (Rp ,91) Evaluasi Perhitungan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 Penulis akan menghitung peraturan pemerintah nomor 46 yang dikenakan tarif 1% pada penghasilan bruto pada tahun Penulis juga akan menghitung laba bersih perusahaan.

14 Laporan Laba/Rugi PT. IMS Tahun 2014 PT. INTEGRA MIDSOFT Laporan Laba/Rugi Tahun Pajak 2014 Periode Januari - Desember Peredaran Usaha Harga Pokok Penjualan Saldo Awal 0 Pembelian Tersedia Dijual Persediaan Akhir Harga Pokok Penjualan Laba Bruto Usaha Biaya Administrasi & Umum Biaya Gaji Biaya Penyusutan Biaya Alat Tulis Kantor Biaya Perjalanan Dinas Biaya Bunga 0 Biaya Sewa Gedung Biaya Telp & Listrik & Pam & Internet Biaya Tunjangan Makan Biaya THR Biaya Lembur 0 Biaya Perbaikan & Pemeliharaan Kendaraan 0 Biaya Benda Pos 0 Biaya Keamanan & Kebersihan 0 Biaya Lain-lain Total Biaya Laba Netto Usaha ( ) Pendapatan & Biaya lain 0 Pendapatan Bunga Tabungan 0 Pajak Bunga Tabungan 0 Total Pendapatan & Biaya Lain 0 LABA NETTO ( )

15 Tahun 2014 perusahaan memperoleh omzet kurang dari Rp dan laba bruto sebesar Rp Penulis akan menghitung pajak sesuai peraturan pemerintah nomor 46 sebagai berikut: Perhitungan Peraturan Pemerintah no. 46: Pajak final: 1% x Rp = Rp ,5 Laba kotor perusahaan setelah dikenakan Peraturan Pemerintah No. 46 pada tahun 2014: Laba kotor: Rp Rp ,5 = Rp ,5 Laba bersih setelah pemotongan pajak periode bulan juli sampai dengan desember: Laba bersih: Rp ,5 Rp. 329,778,250 = (Rp ,5) Perhitungan Pembandingan Sebelum dan Sesudah Adanya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Setelah melakukan penghitugan pajak PT. IMS, sekarang melakukan pembandingan penghitungan sebelum dan sesudah adanya Peraturan Pemerintah No. 46. Unutk mengetahui adanya perbedaan, maka pada tahun 2012, 2013, dan 2014 penghitungan pajak menggunakan pajak Pasal 31E. Perhitungan Pajak Pasal 31E Tahun Tahun Laba Kotor Laba Kena Pajak Pajak Terutang Laba Setelah Pajak 2012 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp ,25 Rp , Rp Rp ( ) NIHIL Rp ( ) Dalam perhitungan pajak tahun 2012, 2013, 2014 dengan menggunakan Pajak Pasal 31 PT.IMS harus membayar pajak terutang sebesar: 2012: Pajak terutang sebesar Rp dan laba setelah pajak sebesar Rp : Pajak terutang sebesar Rp ,25 dan laba setelah pajak sebesar Rp , : Pajak terutang NIHIL dan rugi sebesar Rp Penghitungan pajak tahun 2012, 2013, 2014 dengan menggunakan perhitungan oleh penulis sebelumnya.

16 Perhitungan Pajak Pasal 31E Tahun (Januari Juni) Tahun Periode Laba Kena Pajak Pajak Terutang Laba Setelah Pajak 2012 Januari - Desember Rp Rp Rp Januari - Juni Rp Rp ,75 Rp ,25 Perhitungan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 (Juli Desember) 2014 Tahun Periode Laba Bruto Pajak Terutang Total Beban Biaya Laba/Rugi Juli - Desember Rp Rp ,09 Rp (Rp ,09) Januari - Desember Rp Rp ,5 Rp (Rp ,50) pajak tahun 2012, 2013 (Periode Januari sampai dengan Juni dan Periode Juli sampai dengan Desember), 2014 dengan menggunakan perhitungan oleh penulis sebelumnya maka PT. IMS harus membayar pajak terutang sebesar: 2012: Pajak terutang sebesar Rp dan laba setelah pajak sebesar Rp : Pajak terutang pada periode Januari sampai dengan Juni sebesar Rp ,75 dan laba setelah pajak sebesar Rp ,25 Pajak terutang pada periode Juli sampai dengan Desember sebesar Rp ,09 dan rugi sebesar Rp , : Pajak terutang sebesar Rp ,50 dan rugi sebesar Rp ,50

17 Untuk mempermudah melakukan pembandingan atas perhitungan diatas maka dibuat Table hasil pembandingan tahun 2012 sampai dengan 2014 yaitu: Hasil Pembandingan Tahun Pajak Pasal 31E Tahun Laba/Rugi Setelah Pajak Pajak dipotong PT. IMS Tahun Laba/Rugi Setelah Pajak 2012 Rp Rp Rp , Rp ,16* 2014 Rp ( ) 2014 Rp ( ,50) *Laba/Rugi pada periode Januari Juni dan periode Juli Desember telah digabungkan. Setelah melakukan penghitungan untuk pembandingan sebelum dan sesudah adanya pajak Peraturan Pemerintah no. 46 maka dapat disimpulkan : 1. Dasar pengenaan pada pajak Pasal 31E dikenakan pada laba neto atau laba sebelum pajak, kemudian Peraturan Pemerintah no. 46 dikenakan pada laba bruto atau omzet. 2. Dalam Peraturan Pemerintah No. 46 bila adanya kerugian pada perusahan maka pemotongan akan tetap dilakukan karena dihitung dari peredaran brutonya. 3. Pada tahun 2013 (Juli Desember) dan 2014 PT. IMS mengalami kerugian dan jumlah kerugian bertambah dikarenakan pemotongan dari Peraturan Pemerintah No. 46 SIMPULAN DAN SARAN simpulan Dari hasil penelitian, pembahasan dan analisis yang telah dilakukan oleh penulis berdasarkan Laporan Keuangan Laba (Rugi), Pajak Penghasilan Pasal 23, 31E dan Peraturan Pemerintah no. 46 pada PT IMS di Tahun 2012, 2013 dan 2014, Maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1. Dalam penerapan pengenaan pajak penghasilan pasal 23, PT.IMS tahun 2012,2013, dan 2014 telah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku yaitu Undang Undang No. 36 Tahun Sejauh ini Peraturan Pemerintah No.46 merugikan pihak perusahaan (PT. IMS) bila dibandingkan dengan peraturan sebelumnya yaitu Pasal 31E. 3. PT.IMS belum mengajukan Surat Keterangan Bebas (SKB) yang disahkan oleh Direktur Jenderal Pajak No. PER - 32/PJ/2013 untuk keringanan pembayaran pajak ganda yaitu Pajak Penghasilan Penyetoran dan pelaporan yang dilakukan oleh PT IMS sudah tepat waktu dalam pelaksanaannya, sehingga tidak dikenakan sanksi administrasi dan dapat menghemat sumber daya perusahaan. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah penulis uraikan diatas, maka diberikan saran saran yang bermanfaat bagi pihak pihak yang berkepentingan, khususnya bagi PT. IMS, yaitu: 1. Perusahaan harus terus mengikuti perkembangan perpajakan di Indonesia karena peraturan dalam bidang perpajakan senantiasa mengalami perubahan dan pembaharuan, juga harus mengadakan training atau pelatihan pajak bagi direktur atau karyawan yang membuat / menyusun laporan keuangan.

18 2. Dalam hal ini pemerintah seharusnya melakukan perubahan pada Peraturan Pemerintah No. 46 khususnya pada ketentuan mengenai pemotongan yang dilakukan pada perusahaan yang sedang mengalami kerugian sehingga perusahaan terhindar dari pembayaran pajak. 3. Perusahaan harus mengajukan Surat Keterangan Bebas (SKB) yang disahkan oleh Direktur Jendral Pajak No. PER - 32/PJ/2013 bagi perusahaan yang dikenakan pajak Peraturan Pemerintah No. 46 untuk pembebasan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal Agar PT. IMS mempertahankan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan yang sudah baik sehingga terhindar dari sanksi pajak. REFERENSI Burton, Richard dan Wirawan B. Ilyas. (2011). Hukum Pajak Edisi 6 Jakarta: Salemba Empat. Casavera. (2009). Perpajakan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Klun, Maja. (2012). Slovenian Income Taxes And Analysis Of Their Tax Expenditure. Slovenia: University of Ljubljana. Mardiasmo. (2011). Perpajakan Edisi Revisi Yogyakarta: Andi. Mikhled, Saeed. (2013). Theoretical and Analytical Study of Tax Law in Jordan According to the: Income Tax and Sales Tax and Its Relationship with Revenues and Tax Evasion. Jordan: Amman University. Murtopo, Purno. (2011). Perpajakan Pendekatan Sertifikasi A-B-C. Jakarta: Mitra Wacana Media. Murtopo, Purno. (2011). Perpajakan Pendekatan Sertifikasi A-B-C. Jakarta: Mitra Wacana Media. Ortax. (2013). Pajak Penghasilan Atas Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memilikie Peredaran Bruto Terentu. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46, diakses 12 Juni 2013 dari Ortax. (2014). Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Ortax. (2014). Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Perubahaan Kempat atas Undangundang Nomor 7 Tahun Tentang Pajak Penghasilan Siahaan, P Marihot. (2010). Hukum Pajak Material. Yogyakarta: Graha Ilmu. Tobagus Makmun (2013. Apa Dan Bagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pengenaan PPh Final Bagi Wajib Pajak Dengan Penghasilan Dibawah 4,8 Miliar. Penyuluhan Peraturan Pemerintah Nomor 46 September 2013, diakses 19 September 2013 dari Waluyo (2012), Perpajakan Indonesia Edisi 10 Buku 1, Jakarta: Salemba Empat RIWAYAT HIDUP Julian Lazuardi Akbar lahir di kota Jakarta pada 7 Juli Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Akuntansi pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan infrastruktur, program pendidikan, kesehatan, dan lain-lain, disusun

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan infrastruktur, program pendidikan, kesehatan, dan lain-lain, disusun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia, merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Berbagai program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat seperti; pembangunan infrastruktur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan bagi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan bagi negara dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan bagi negara dalam menjalankan peran pemerintahan. Pajak menjadi pemegang andil terbesar dalam pembangunan di seluruh

Lebih terperinci

PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PERUBAHAN BENTUK USAHA (STUDI KASUS DI RESTORAN T)

PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PERUBAHAN BENTUK USAHA (STUDI KASUS DI RESTORAN T) PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PERUBAHAN BENTUK USAHA (STUDI KASUS DI RESTORAN T) Lili Mariana, Yunita Anwar Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No. 9 Kemanggisan/Palmerah Jakarta Barat 11480

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 2 September 2013 A. Umum SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup rakyat, dan untuk memajukan bangsa. Pengeluaran-pengeluaran negara

BAB I PENDAHULUAN. hidup rakyat, dan untuk memajukan bangsa. Pengeluaran-pengeluaran negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam suatu negara dibutuhkan adanya sumber dana untuk membiayai pengeluaran negara dalam rangka pembangunan, memperbaiki kesejahteraan hidup rakyat, dan untuk

Lebih terperinci

PERTEMUAN 13: PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan)

PERTEMUAN 13: PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan) PERTEMUAN 13: PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan) A. TUJUAN PEMBELAJARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan), Anda harus mampu: 1.1 Memahami Definisi PPh Pasal 25, Subjek

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN. Nomor : SE-42/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN. Nomor : SE-42/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Yth. 1. Para Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak; 2. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak; 3. Para Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Perbedaan pelakuan pajak penghasilan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Perbedaan pelakuan pajak penghasilan BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Dari analisa yang telah dilakukan, berikut adalah kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini: 1. Perbedaan pelakuan pajak penghasilan a. Orang pribadi yang melakukan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA

BAB III GAMBARAN DATA BAB III GAMBARAN DATA A. Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir kali dengan Undang- Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-02/PJ/2015 TENTANG PENEGASAN ATAS PELAKSANAAN PASAL 31E AYAT (1) UNDANG- UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA

ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA Wilianto Taufik, Yunita Anwar Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No.9 Kemanggisan/Palmerah Jakarta Barat 11480 Phone

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN PP 46/2013 TERHADAP PERHITUNGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

PENGARUH PENERAPAN PP 46/2013 TERHADAP PERHITUNGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI JURNAL BISNIS DAN AKUNTANSI ISSN: 1410-9875 Vol. 17, No. 1a, November 2015 http: //www.tsm.ac.id/jba PENGARUH PENERAPAN PP 46/2013 TERHADAP PERHITUNGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PADA WAJIB PAJAK ORANG

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN Pada prinsipnya terdapat perbedaan perhitungan penghasilan dan beban menurut Standar Akuntansi Keuangan dengan ketentuan peraturan

Lebih terperinci

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL Oleh: Amanita Novi Yushita, SE amanitanovi@uny.ac.id *Makalah ini disampaikan pada Program Pengabdian pada Masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT

BAB IV. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT Setelah dievaluasi biaya dan penghasilan dalam laporan laba rugi komersial terdapat perbedaan pengakuan biaya dan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara laporan keuangan komersial dengan peraturan perpajakan. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pajak merupakan sumber pendapatan terbesar bagi Anggaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pajak merupakan sumber pendapatan terbesar bagi Anggaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan sumber pendapatan terbesar bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2017 penerimaan negara dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di dalam dunia usaha yang semakin bersaing saat ini, banyak perusahaan yang berusaha semaksimal mungkin untuk bersaing dengan strategi-strategi tertentu.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membayar pajak secara langsung maupun tidak langsung. negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Tansuria, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. membayar pajak secara langsung maupun tidak langsung. negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Tansuria, 2010). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara dengan jumlah peduduk yang cukup banyak. Dimana setiap warga negara yang memenuhi syarat secara hukum, wajib untuk membayar pajak secara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laporan Laba Rugi Fiskal Dalam Menentukan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Pada PT. XYZ PT. XYZ menyajikan informasi yang menyangkut hasil kegiatan operasinya

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Beban dan Pendapatan Perusahaan Langkah pertama yang dilakukan penulis adalah dengan melakukan koreksi fiskal atas laporan laba rugi perusahaan sesuai dengan undang-undang

Lebih terperinci

Sistem/Cara Pemungutan Pajak ada 3, yaitu:

Sistem/Cara Pemungutan Pajak ada 3, yaitu: PERPAJAKAN ORGANISASI NIRLABA Tri Purwanto Pengantar Pajak Organisasi Nirlaba UU No 28 Th 2007 ttg KUP Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMERIKSAAN PAJAK DALAM UPAYA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN

ANALISIS PEMERIKSAAN PAJAK DALAM UPAYA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN ANALISIS PEMERIKSAAN PAJAK DALAM UPAYA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN DIMAS WIBISONO Jalan Taruna III no. 8 Kelurahan Serdang Jakarta Pusat, 08561808586,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI BAB IV PEMBAHASAN IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI Di dalam prakteknya, ada perbedaan perhitungan laba menurut standar akuntansi keuangan menurut ketentuan peraturan perpajakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang berlandaskan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang berlandaskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 mempunyai tujuan untuk menyelenggarakan tata kehidupan negara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Secara umum pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

Soal Kasus Pembukuan atau Pencatatan( contoh ini menggunakan aturan lama untuk ptkpnya lebih baik lihat aturan terbaru)

Soal Kasus Pembukuan atau Pencatatan( contoh ini menggunakan aturan lama untuk ptkpnya lebih baik lihat aturan terbaru) Soal Kasus Pembukuan atau Pencatatan( contoh ini menggunakan aturan lama untuk ptkpnya lebih baik lihat aturan terbaru) Tuan Wahyudi (PKP) seorang pengusaha garmen yang memiliki 5 kios di Jakarta, Bandung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. beberapa sektor pajak masih perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. beberapa sektor pajak masih perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerimaan dari sektor pajak merupakan penerimaan terbesar negara. Menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 sebagai perubahan keempat atas Undang- Undang Nomor 6 tahun

Lebih terperinci

APAKAH TARIF PAJAK BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGGUNA NORMA SUDAH ADIL? STUDI KASUS PEDAGANG ECERAN MINUMAN DI JAKARTA BARAT

APAKAH TARIF PAJAK BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGGUNA NORMA SUDAH ADIL? STUDI KASUS PEDAGANG ECERAN MINUMAN DI JAKARTA BARAT APAKAH TARIF PAJAK BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGGUNA NORMA SUDAH ADIL? STUDI KASUS PEDAGANG ECERAN MINUMAN DI JAKARTA BARAT LAPORAN SKRIPSI Oleh Anne Valerye Janias 1301042045 UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata

BAB IV PEMBAHASAN. Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata BAB IV PEMBAHASAN Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata dan beberapa kebijakan akuntansi dan fiskal dalam menjalankan kegiatan bisnisnya yang perlu diketahui agar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pajak, baik pajak pusat maupun pajak daerah, ini terbukti pada tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. pajak, baik pajak pusat maupun pajak daerah, ini terbukti pada tahun 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar penerimaan Negara Republik Indonesia bersumber dari pajak, baik pajak pusat maupun pajak daerah, ini terbukti pada tahun 2014 pajak menyumbang Rp. 1.310.219.000.000.000

Lebih terperinci

ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171

ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171 ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171 Suryanto Kanadi (Suryanto_Kanadi@yahoo.com) Lili Syafitri (Lili.Syafitri@rocketmail.com) Jurusan Akuntansi STIE MDP Abstrak Tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... Judul : Tata Cara Perhitungan, Penyetoran, Dan Pelaporan PPh Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang Memiliki Usaha Lebih dari Satu Usaha (Studi Kasus Tuan AX Klien CV. Sukartha Karya Sejahtera) Nama

Lebih terperinci

PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK DALAM UPAYA PENGHEMATAN PAJAK PENGHASILAN PADA PT TUNAS ESA MANDIRI SEJAHTERA

PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK DALAM UPAYA PENGHEMATAN PAJAK PENGHASILAN PADA PT TUNAS ESA MANDIRI SEJAHTERA PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK DALAM UPAYA PENGHEMATAN PAJAK PENGHASILAN PADA PT TUNAS ESA MANDIRI SEJAHTERA Yulia Chandra, Drs. Hanggoro Pamungkas, M.Sc. Universitas Bina Nusantara, Komp. Duta Harapan Indah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perpajakan. Menurut Prof. Dr. H. Rachmat Soemitro, S.H yang dikutip dalam buku karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. salah satunya perlakuan akuntansi pajak atas sewa dan imbalan jasa. Oleh sebab

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. salah satunya perlakuan akuntansi pajak atas sewa dan imbalan jasa. Oleh sebab BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN Perkembangan di dalam dunia usaha saat ini semakin pesat ditandai dengan tingkat persaingan antar perusahaan yang semakin tinggi dan ketat. Banyak hal yang dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS PERBEDAAN PERLAKUAN PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN Dedi Haryanto

ANALISIS PERBEDAAN PERLAKUAN PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN Dedi Haryanto ANALISIS PERBEDAAN PERLAKUAN PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 Oleh : Dedi Haryanto BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembayaran pajak merupakan perwujudan kenegaraan dan peranserta

Lebih terperinci

Abstrak. Kata-kata kunci: PPh Pasal 21, gross up, PPh terutang. vii. Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. Kata-kata kunci: PPh Pasal 21, gross up, PPh terutang. vii. Universitas Kristen Maranatha Abstrak Membayar pajak merupakan kewajiban setiap warga negara. Didalam melakukan pembayaran pajak, perusahaan selalu berkeinginan untuk membayar pajak sekecil mungkin. Perusahaan dapat melakukan penghindaran

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PADA BENTUK USAHA TETAP INDONESIA JEPANG (STUDI KASUS: PT TOYOFUJI SERASI INDONESIA)

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PADA BENTUK USAHA TETAP INDONESIA JEPANG (STUDI KASUS: PT TOYOFUJI SERASI INDONESIA) ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PADA BENTUK USAHA TETAP INDONESIA JEPANG (STUDI KASUS: PT TOYOFUJI SERASI INDONESIA) Thiodora Fidevia Fakultas Ekonomi dan Komunikasi Universitas Bina Nusantara Maya

Lebih terperinci

Apakah Pemilik Indekos Harus Bayar Pajak Juga?

Apakah Pemilik Indekos Harus Bayar Pajak Juga? Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak Apakah Pemilik Indekos Harus Bayar Pajak Juga? Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi: Account Representative Aspek Perpajakan bagi Pemilik Indekos Panduan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pajak Secara umum pajak dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah. Beradasarkan peraturan perundang-undangan yang hasilnya

Lebih terperinci

CENDEKIA AKUNTANSI Vol. 1 No. 1 Januari 2013 ISSN

CENDEKIA AKUNTANSI Vol. 1 No. 1 Januari 2013 ISSN ANALISIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA LAPORAN KEUANGAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENGHASILAN KARYAWAN TETAP KSU TUNAS SEJAHTERA JAWA TIMUR Khasanah Sahara Dosen Jurusan Akuntansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki anggaran pendapatan bertumpu pada sektor perpajakan. Kementrian Keuangan mempublikasikan komposisi pajak dalam pendapatan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Anastasia Diana dan Lilis Setiawati Perpajakan Indonesia, Andi, Yogyakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Anastasia Diana dan Lilis Setiawati Perpajakan Indonesia, Andi, Yogyakarta. DAFTAR PUSTAKA Anastasia Diana dan Lilis Setiawati. 2011. Perpajakan Indonesia, Andi, Yogyakarta. Direktorat Jenderal Pajak. 2009. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 57/PJ/2009 tentang Pedoman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pencapaian pembangunan nasional yang berkesinambungan dan berkelanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka perlu diperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 28 Tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

Lebih terperinci

PENERAPAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 197/PMK

PENERAPAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 197/PMK PENERAPAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 197/PMK.03/2013 TERHADAP LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 ( STUDI KASUS PADA PT SERITI MAS

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh peneliti terhadap Perusahaan A, peneliti menarik beberapa kesimpulan. Berikut adalah beberapa

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil tax review terhadap PT. G, peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. PT. G sebagai wajib pajak badan telah melakukan kewajiban perpajakannya

Lebih terperinci

Repositori STIE Ekuitas

Repositori STIE Ekuitas Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Final Assignment - Diploma 3 (D3) http://repository.ekuitas.ac.id Final Assignment of Accounting 2015-12-22 Tinjauan Atas Penerapan Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan pemerintahan diperlukan sarana dan prasarana yang tentunya

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan pemerintahan diperlukan sarana dan prasarana yang tentunya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan perekonomian Indonesia, dalam menjalankan pemerintahan diperlukan sarana dan prasarana yang tentunya tidak terlepas dari masalah pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Kementrian Keuangan (2014)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Kementrian Keuangan (2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Perkembangan dan dinamika kebutuhan masyarakat yang kian meningkat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menuntut adanya ketersediaan anggaran yang

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM. diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebagai Wajib Pajak badan, PT

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM. diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebagai Wajib Pajak badan, PT BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM IV.1. Evaluasi Pelaksanaan PPh Badan PT LAM Sesuai dengan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, setiap Wajib Pajak diwajibkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap perlakuan perpajakan dan perhitungan Pajak Penghasilan atas penghasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara berasal dari dana publik yang harus dikelola

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara berasal dari dana publik yang harus dikelola BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber penerimaan negara berasal dari dana publik yang harus dikelola secara bertanggung jawab. Pengelolaan keuangan publik pemerintah pusat dilakukan dengan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan

Bab 1. Pendahuluan. Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan 1 Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini tertuang dalam Anggaran Penerimaan

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 TERHADAP PEGAWAI TETAP DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA TAHUN 2014

ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 TERHADAP PEGAWAI TETAP DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA TAHUN 2014 ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 TERHADAP PEGAWAI TETAP DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA TAHUN 2014 Oleh : Santi Endriani * Abstrak Penghasilan adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Penghitungan Pajak yang Dilakukan oleh PT Semar Jaya Indah Tahun

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Penghitungan Pajak yang Dilakukan oleh PT Semar Jaya Indah Tahun BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Penghitungan Pajak yang Dilakukan oleh PT Semar Jaya Indah Tahun 2015 PT. Semar Jaya Indah salah satu klien Badan Usaha Kantor Konsultan Pajak Darriono Prajetno. PT. Semar Jaya Indah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terusmenerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materil maupun

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bisa ditarik apa yang telah dibahas dan dianalisis oleh penulis dalam skripsi ini

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bisa ditarik apa yang telah dibahas dan dianalisis oleh penulis dalam skripsi ini 88 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan analisis pembahasan pada bab sebelumnya kesimpulan yang bisa ditarik apa yang telah dibahas dan dianalisis oleh penulis dalam skripsi ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan terbesar negara yang digunakan untuk pembangunan nasional. Pajak dipungut dari rakyat Indonesia dan menjadi salah

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN UMKM PP NO 46 TAHUN Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

BAB III PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN UMKM PP NO 46 TAHUN Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) BAB III PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN UMKM PP NO 46 TAHUN 2013 A. Pengaturan PPh UMKM di Indonesia 1. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) UMKM adalah unit usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012

EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012 EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012 Marina Rachmat Kurniawan Lukas Tarigan Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Indonesia, Jakarta, Indonesia Abstrak Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Meminimalkan Beban

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Meminimalkan Beban BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perencanaan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Meminimalkan Beban Pajak pada PT. Malta Printindo. Perencanaan pajak yang dilakukan oleh perusahaan tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN SPT MASA PPH PASAL 21

PERHITUNGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN SPT MASA PPH PASAL 21 MEDIA BISNIS ISSN: 2085-3106 Vol. 6, No. 2, Edisi September 2014, Hlm. 114-118 http: //www.tsm.ac.id/mb PERHITUNGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN SPT MASA PPH PASAL 21 HARYO SUPARMUN STIE Tirsakti haryosuparmun@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah. membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah. membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari segenap potensi sumber daya yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Pada Laporan Laba Rugi PT Anugrah Setia Lestari

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Pada Laporan Laba Rugi PT Anugrah Setia Lestari BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Pada Laporan Laba Rugi PT Anugrah Setia Lestari Pengetahuan atas ketentuan perpajakan yang benar, sangat mutlak diperlukan oleh Wajib Pajak karena dengan pengetahuan itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pajak 2.1.1.1. Definisi Pajak Membahas mengenai perpajakan tidak terlepas dari pengertian pajak itu sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar

BAB II LANDASAN TEORI. Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar 11 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Landasan Teori II.1.1 Wajib Pajak Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 yang menjadi Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,

Lebih terperinci

EVALUASI MEKANISME PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.HUTAMA KARYA (Persero)

EVALUASI MEKANISME PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.HUTAMA KARYA (Persero) EVALUASI MEKANISME PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.HUTAMA KARYA (Persero) Dewi Ramdhani Sutrimo, Lintje Kalangi, Novi Budiarso Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan

Lebih terperinci

Peraturan Menteri Keuangan 107/PMK.011/2013 tgl 30 Juli 2013

Peraturan Menteri Keuangan 107/PMK.011/2013 tgl 30 Juli 2013 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/PMK.011/2013 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN

Lebih terperinci

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011 Pajak Penghasilan Pasal 23 Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011 http://elearning.pnb.ac.id www.nyomandarmayasa.com Sub Topik 1. UU No. 36 Tahun 2008-Pasal 23 2. Pemotong

Lebih terperinci

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP adalah sebagai berikut : 1. Menyampaikan Surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia sistem pemungutan pajak yang berlaku adalah Self Assessment

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia sistem pemungutan pajak yang berlaku adalah Self Assessment BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia sistem pemungutan pajak yang berlaku adalah Self Assessment System yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan dan tanggungjawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dimana pendapatan terbesar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dimana pendapatan terbesar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dimana pendapatan terbesar berasal dari Pajak dengan presentase 74,6 % dalam APBN terakhir tahun 2016 (www.kemenkeu.go.id).

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) BADAN PADA PKP RI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2012

PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) BADAN PADA PKP RI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2012 PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) BADAN PADA PKP RI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2012 Febriyanti Dewi Nugraheni, dan Adilistiono Jurusan Akuntansi, Politeknik Negeri Semarang Jl. Prof.H.Sudarto, SH, Tembalang,

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh 165 BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh PENGERTIAN SKB adalah Surat Keterangan Bebas Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh bagi WP yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu, sama

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Apabila membahas pengertian pajak banyak para ahli dalam bidang perpajakan yang memberikan pengertian mengenai pajak, diantaranya : Menurut Djajadiningrat dalam

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.GKS

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.GKS ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.GKS MELDA NOVITA Universitas Bina Nusantara, Jl. Kebon jeruk raya No.27, (021) 53696969, meldasinagas@gmail.com YUNITA ANWAR Universitas Bina Nusantara,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PERPAJAKAN TERHADAP YAYASAN/LEMBAGA PENYELENGGARA PENDIDIKAN

KEBIJAKAN PERPAJAKAN TERHADAP YAYASAN/LEMBAGA PENYELENGGARA PENDIDIKAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN TERHADAP YAYASAN/LEMBAGA PENYELENGGARA PENDIDIKAN Dasar Hukum Pasal 4 ayat (3) Huruf m UU PPh sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam

Lebih terperinci

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN. pemerintah kepada masyarakat guna mewujudkan cita-cita bersama yaitu

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN. pemerintah kepada masyarakat guna mewujudkan cita-cita bersama yaitu 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN 1.1 Landasan Teori dan Konsep 1.1.1 Pengertian Pajak Menurut UU KUP No. 28 Tahun 2007 pada pasal 1 angka 1 bahwa secara garis besar, pajak dapat didefinisikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pajak adalah kontribusi Wajib Pajak kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor

Lebih terperinci

Evaluasi Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT CRS

Evaluasi Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT CRS Evaluasi Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT CRS Elindia Farahiya Adani Komplek Cipulir Permai Blok N No. 11 Jakarta Selatan, 081294630023, el_farahi@ymail.com Drs. Hery Gunawan, M.M. ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Perbedaan antara Laba Komersial dan Laba Fiskal. Perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha diwajibkan untuk menyusun

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Perbedaan antara Laba Komersial dan Laba Fiskal. Perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha diwajibkan untuk menyusun BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Perbedaan antara Laba Komersial dan Laba Fiskal Perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha diwajibkan untuk menyusun laporan keuangan setiap akhir periode, dan laporan keuangan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaranpengeluarannya. Salah satu subjek pajak adalah badan. Wajib pajak badan dalam prakteknya tentu melakukan proses pembukuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pembangunan adalah usaha yang dilakukan terus menerus untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, baik secara materiil maupun spiritual. Seperti

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Evaluasi Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Evaluasi Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN IV.1 Evaluasi Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan Sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000 dan Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-545/PJ/2000 sebagaimana

Lebih terperinci

ANALISIS KOREKSI FISKAL ATAS LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL PADA CV. SRIDADI PURWOREJO TAHUN PAJAK Oleh : NgestiWahyu S Caecilia Rosma Widiyohening

ANALISIS KOREKSI FISKAL ATAS LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL PADA CV. SRIDADI PURWOREJO TAHUN PAJAK Oleh : NgestiWahyu S Caecilia Rosma Widiyohening ANALISIS KOREKSI FISKAL ATAS LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL PADA CV. SRIDADI PURWOREJO TAHUN PAJAK 2013 Oleh : NgestiWahyu S Caecilia Rosma Widiyohening ABSTRAK CV. SRIDADI adalah perusahaan yang bergerak

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PAJAK STUDI KASUS PADA PT. BINA KARNADA

ANALISIS PENERAPAN PAJAK STUDI KASUS PADA PT. BINA KARNADA ANALISIS PENERAPAN PAJAK STUDI KASUS PADA PT. BINA KARNADA Jessica, Heri Sukendar Binus University, Jln. Kebon Jeruk Raya No. 9, Jakarta Barat 11480, +6281293540000, jessicajesse94@yahoo.com ABSTRACT The

Lebih terperinci

PENERAPAN E-FAKTUR DAN PERSEPSI PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP) (STUDI PADA PENGUSAHA KENA PAJAK DI KABUPATEN BULELENG)

PENERAPAN E-FAKTUR DAN PERSEPSI PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP) (STUDI PADA PENGUSAHA KENA PAJAK DI KABUPATEN BULELENG) PENERAPAN E-FAKTUR DAN PERSEPSI PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP) I Nyoman Putra Yasa 1 (Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja) 1 Email : putrayasanyoman11@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjumlah Rp ,00 (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. berjumlah Rp ,00 (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak Penghasilan merupakan pajak pemerintah pusat yang dipungut oleh negara berdasarkan sistem self assessment. Pajak Penghasilan berkontribusi sebesar 47,01% dari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi pajak dalam pasal 1 ayat 1 UU KUP No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN II.1. Rerangka Teori dan Literatur II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) menurut Liberti Pandiangan (2010:v) adalah salah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah Iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (Wajib Pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin

Lebih terperinci

No dan investasi Harta ke dalam wilayah NKRI, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, dan bagi Wajib Pajak yang tidak mengik

No dan investasi Harta ke dalam wilayah NKRI, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, dan bagi Wajib Pajak yang tidak mengik TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6120 KEUANGAN. PPH. Penghasilan. Diperlakukan. Dianggap. Harta Bersih. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 202) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci