METODE KOPRESIPITASI, LIQUID- MIXING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METODE KOPRESIPITASI, LIQUID- MIXING"

Transkripsi

1 SINTESIS MULTIFEROIK BiFeO 3 DENGAN METODE KOPRESIPITASI, LIQUID- MIXING DAN SOLID-STATE REACTION MENGGUNAKAN Fe 2 O 3 HASIL SINTESIS DARI PASIR BESI Retno Asih, Darminto, Malik Anjelh Baqiya* *Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Indonesia Retno@physics.its.ac.id ABSTRAK Sintesis multiferoik BiFeO 3 telah dilakukan dengan metode kopresipitasi, wet-mixing, dan metode solid-state reaction menggunakan Fe 2 O 3 yang merupakan hasil sintesis dari pasir besi. Dalam penelitian ini digunakan variasi suhu kalsinasi, proses pemanasan langsung dan bertahap serta variasi holding time. Hasil sintesis dikarakterisasi dengan XRD (X-ray Difraction) dan DTA- TGA (Thermogravimetri-Differential Thermal Analysis). Fasa BiFeO 3 dapat disintesis dengan menggunakan Fe 2 O 3 hasil sintesis dari pasir besi melalui metode kopresipitasi, liquid-mixing dan solid-state reaction. Dekomposisi fasa BiFeO 3 menjadi fasa sekunder BFO meningkat dengan meningkatnya suhu kalsinasi dan holding time. Ukuran kristal BiFeO 3 hasil sintesis dengan ketiga metode tersebut berkisar 23 nm hingga 136 nm. Kata Kunci : Multiferoik BiFeO3, kopresipitasi, wet-mixing, solid-state reaction I. PENDAHULUAN Multiferoik merupakan sebuah material yang mempunyai dua atau lebih sifat yaitu sifat listrik, magnet dan elastis dalam satu material. Dalam prakteknya, multiferoik sering sebagai material (anti)ferromagnetik sekaligus ferroelektrik dalam satu fase fero yang sama. BiFeO 3 merupakan bahan multiferoik yang berpotensi diaplikasikan sebagai magnetoelektrik dalam suhu ruang karena memiliki sifat ferroelektrik dan antiferromagnetik pada temperatur Curie dan temperatur Neel cukup tinggi yaitu 810 o C dan 375 o C. Akan tetapi aplikasi praktis dalam pemanfaatan multiferoik BiFeO 3 masih terkendala untuk mendapatkan fase tunggal BiFeO 3. Hal ini terjadi karena permasalahan yang timbul dari non-stoikiometri sehingga menimbulkan pengotor [1]. Fase pengotor seperti Bi 2 O 3, Bi 2 Fe 4 O 9 (mullite) dan Bi 25 FeO 39 (sillenite) adalah fase yang biasa terbentuk selama sintesis. Fase ini mengubah stoikiometri dan menciptakan kekosongan oksigen. Selain itu oksida besi yang muncul selama pemrosesan dapat menghasilkan kebocoran arus yang tidak diinginkan untuk penggunaan praktis. Sintesis fase murni BFO agak sulit karena sifat termodinamik dan kinetika dari sistem Bi 2 O 3 -Fe 2 O 3. Nanopowder BFO dapat disintesis dengan wet chemical method seperti sol-gel [2], auto combustion [3], solvothemal [4] dan kopresipitasi [5] dan reaksi solid-state [6]. Tujuan dari setiap metode tersebut adalah untuk mendapatkan BiFeO 3 dengan kemurnian tinggi pada suhu terendah dengan metode yang sederhana untuk menekan biaya sehingga efektif untuk aplikasi industri [7]. Pasir besi merupakan sumber daya alam yang melimpah di Indonesia. Penggunaan pasir besi dalam penelitian telah berhasil disintesa menjadi ferrofluid, Fe 2 O 3, Fe 3 O 4 [8], bahkan telah digunakan dalam sintesa nanomultiferoik BiFeO 3 [9][10]. Akan tetapi belum berhasil diperoleh fase tunggal BiFeO 3, sehingga diperlukan analisis lebih lanjut untuk mensintesis multiferoik BiFeO 3 dari pasir besi dengan mengatur proses heat treatment [9]. Hal tersebut yang menjadi latar belakang penelitian sintesis multiferoik BiFeO 3 menggunakan variasi temperatur kalsinasi dan holding time dengan tujuan mengetahui pengaruh kalsinasi dalam sintesis multiferoik BiFeO 3 melalui metode kopresipitasi, liquidmixing dan proses pencampuran solid-state dengan raw material Fe 2 O 3 yang disintesis dari pasir besi. II. TINJAUAN PUSTAKA Menurut definisi yang dikemukakan oleh Schmid, bahan multiferoik adalah bahan yang menggabungkan dua atau lebih fase ferroik seperti feroelastisitas, feroelektrik, feromagnetik dan ferotoroidisitas. Sebagian penelitian difokuskan pada bahan yang menggabungkan sifat magnetik dan

2 feroelektrik. Oleh karena itu, istilah multiferoik sering identik dengan bahan ferroelektrik-magnetik [11]. Sifat magnetik dihasilkan oleh adanya interaksi pertukaran antar dipol magnetik yang berasal dari kulit orbital terisi elektron. Sifat elektrik terjadi akibat adanya dipol listrik lokal. Sifat elastis merupakan sifat hasil perpindahan atom karena strain. Terjadinya simultan magnet dan listrik sangat menarik karena menggabungkan sifat yang bisa dimanfaatkan untuk penyimpanan informasi, pengolahan, dan transmisi. Bismuth-ferit (BiFeO 3 ) merupakan multiferoik magnetoelektrik yang menunjukan koeksistensi feroelektrik dan antiferomagnetik pada suhu kamar [12]. BiFeO 3 menunjukan polarisasi listrik pada suhu dibawah T c ~1120 K dan sifat magnetik pada suhu dibawah T N ~640 K. Karena memiliki Tc yang tinggi inilah, BiFeO3 secara fungsionalitas akan lebih meningkat [13]. Pada suhu ruang, bismuth ferit memiliki struktur perovskit rhombohedral dengan grup ruang R3c. Ion ion Bi dan O secara bersama membentuk bangunan cubic close packing dengan ion Fe menempati posisi interstitial oktahedron. Struktur kubik perovskit dari BiFeO 3 dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 [a] Struktur Kubik Perovskit BiFeO 3 R3c [11] dan [b] Perovskit Rhombohedral R3c [14] Distorsi yang lebih dikenal dan memungkinkan untuk terjadinya distorsi ini yaitu menjadi stuktur rhombohedral dengan space group R 3 c. Bentuk strukturnya ditunjukkan pada Gambar 2.1[b]. Ukuran atom yang bertindak sebagai kation akan mempengaruhi bentuk distorsi kristal. Misalnya ukuran atara kation A dan kation B tidak bertaut terlalu jauh maka bentuk kristalnya cenderung berbentuk kubik, namun jika ukuran kation berbeda jauh maka cenderung berbenduk rhombohedral. Diagram fasa Bi 2 O 3 -Fe 2 O 3 dapat dijadikan sebagai acuan/referensi dalam melakukan sintesis multiferoik BiFeO 3. Gambar 2 merupakan diagram fasa Bi 2 O 3 - Fe 2 O 3. Berdasarkan diagram tersebut fasa α- BiFeO 3 terbentuk pada saat konsentrasi Bi 2 O 3 50% dan Fe 2 O 3 50% yang disintering pada suhu 825 o C dan fasa β-bifeo 3 terbentuk pada suhu sinter di atas 825 o C dan di bawah 925 o C [15]. Gambar 2 Diagram fasa BiFeO3 [16] BiFeO 3 biasanya disiapkan dari Bi 2 O 3 dan Fe 2 O 3 dengan perbandingan mol 1:1, dan pada suhu tinggi dapat terurai kembali ke bahanbahan awal menurut persamaan: 2 + (1) III. METODE PENELITIAN Sintesis BiFeO 3 dilakukan dengan metode kopresipitasi, liquid-mixing dan solidstate reaction. Fe 2 O 3 yang merupakan hasil sintesis dari pasir besi digunakan sebagai raw material dalam sintesis multiferoik. Sintesis Fe 3 O 4 dilakukan dengan metode kopresipitasi dari pasir besi. Fe 3 O 4 selanjutnya di kalsinasi pada suhu 800 o C selama 2 jam sehingga terbentuk fasa Fe 2 O 3. Penggunaan Fe 2 O 3 mengalami kendala ketika sintesis dengan metode kopresipitasi dan liquid-mixing. Hal ini dikarenakan Fe 2 O 3 merupakan fasa stabil sehingga Fe 2 O 3 tersebut di kopresiptasi ulang membentuk fasa Fe 2 O 3.H 2 O yang cenderung mudah larut dalam pelarut HCl atau HNO 3. Metode kopresipitasi dilakukan dengan melarutkan raw material kedalam HCl kemudian mengendapkan dengan NH 4 OH. Serbuk hasil sintesis dengan metode kopresipitasi ini selanjutnya dilakukan heat treatment pada suhu 750 o C dengan variasi holding time. Holding time dilakukan secara langsung 1, 2 dan 3 jam serta dilakukan

3 pemanasan bertahap selama 2(1+1) jam, 4(2+2) jam, 6(3+3) jam dan 6(2+2+2) jam. Pemanasan pada suhu 750oC dengan waktu penahanan 2 jam sampai 3 jam dapat membentuk fasa BiFeO 3 [9]. Metode liquid-mixing dilakukan dengan raw material Fe 2 O 3 dan serbuk Fe. Pelarutan raw material kedalam HNO 3 menghasilkan larutan Ferrit Nitrat Fe(NO ) dan Bismuth Nitrat Bi(NO ). Kedua larutan distirrer dengan kecepatan dan suhu konstan yaitu 500 rpm 50 o C sampai larutan mengerak. Serbuk hasil sintesis diuji DTA-TGA (Thermogravimetri-Differential Thermal Analysis) untuk mengetahui perilaku sampel serbuk ketika dipanaskan. Heat treatment dilakukan pada suhu 550 o C, 600 o C, 650 o C, 700 o C dan 750 o C selama 1 jam. Selain itu dilakukan variasi holding time. Metode Solid-State Reaction dilakukan dengan mencampurkan serbuk Bi 2 O 3 aldrich (99,99%) dengan serbuk Fe 2 O 3 hasil sintesis (93,96%) dengan medium aceton. Selanjutnya serbuk di kompaksi 6MPa. Pellet yang terbentuk disinter pada suhu 880 o C selama 480 sekon dengan kecepatan pemanasan 10 o C/menit. Semua sampel dikarakterisasi dengan X-Ray Diffractometer. IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Pasir besi yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan Fe 2 O 3 berasal dari pesisir Blitar, yaitu lokasi pada jarak 50 meter dari pantai Jolosutro Blitar. Gambar 3 menunjukkan pola difraksi sinar-x dari pasir besi. Gambar 3. Pola Difraksi Sinar-X (λ=0, nm) Pasir Besi Pantai Jolosutro Blitar Pengujian XRF (X-ray Fluorescence) dilakukan untuk mendapatkan data kuantitatif kandungan unsur-unsur dalam pasir besi. Berdasarkan data XRF diketahui bahwa pasir besi Pantai Jolosutro mengandung unsur besi (Fe) sebanyak 88,29% [20]. Pasir besi ini selanjutnya diekstraksi dan digunakan sebagai bahan dasar sintesis Fe 2 O 3. Tabel 1 Identifikasi fasa dari pasir besi 50 Blitar [20] Fasa Volum (%) Magnetite (Fe 3 O 4 ) 26,9% Hematite (Fe 2 O 3 ) 39,3% Nikel Zinc Iron Oxide [(Ni,Zn)Fe 2 O 4 ] 33,78% Hasil DTA/TGA dari sampel serbuk BiFeO 3 yang disintesis dengan metode liquid mixing dari Fe 2 O 3.H 2 O ditunjukan pada Gambar 4. Kurva DTA yang memberikan informasi tentang aliran panas (heat flow) yang terjadi pada serbuk serta kaitannya dengan reaksi eksoterm dan endoterm. Sedangkan kurva berwarna hitam merupakan kurva TGA yang memberikan informasi tentang pengurangan massa (weight loss) dari sampel yang dipanaskan dengan kecepatan 10 o C per menit dari suhu ruang sampai suhu 1100 o C. Massa awal serbuk sebesar 16,8136 gram. Massa sampel yang digunakan dalam uji DTA/TGA ini tidak boleh lebih dari 20 gram. Kurva TGA dan turunan kurva ditunjukan Gambar 5 untuk melihat weight loss selama pemanasan. Weight loss sekitar 30% terjadi dalam rentang suhu 113,25 o C 501,78 o C. Hal ini mengindikasikan penguapan air ( o C), dekomposisi urea ( o C) dan dekomposisi nitrat ( o C) [17]. Setelah suhu tersebut penurunan massa sangat kecil atau bisa dikatakan setelah suhu tersebut reaksi yang terjadi masih stabil. Terjadinya kehilangan massa pada serbuk dapat diindikasikan terjadinya transformasi fasa dengan pelepasan ikatan kimia. Pelepasan ikatan kimia ini berkaitan dengan terpisahnya atom sehingga menjadikan massa atom relatif (Mr) berubah. Selain itu weight loss juga bisa mengindikasikan penguapan garam-garam impuritas pada sampel. Hasil uji DTA/TGA tersebut selanjutnya dijadikan acuan suhu kalsinasi dengan membandingkannya terhadap diagram fasa dan referensi dari jurnal. Suhu kalsinasi untuk sampel yang disintesis dengan metode liquid mixing yaitu 550 o C, 600 o C, 650 o C, 700 o C dan 750 o C dengan holding time 1 jam.

4 Gambar 4 Kurva analisis DTA/TGA sampel serbuk yang disintesis dengan metode liquid mixing larut dalam pelarut HCl maupun HNO 3 ketika sintesis BiFeO 3 dengan metode kopresipitasi dan liquid mixing sehingga akan mempengaruhi perbandingan mol Fe:Bi dalam perhitungan stoikiometri. Untuk itu dilakukan kopresipitasi ulang dari Fe 2 O 3 yang telah disintesis. Hasil kopresipitasi ini menghasilkan Fe 2 O 3.H 2 O yang mudah larut dalam pelarut HNO 3 dan HCl. Pola difraksi dari Fe 2 O 3.H 2 O ditunjukan pada Gambar 7. Gambar 5 Kurva TGA dan turunan pertama dari kurva pada sampel BiFeO3 yang disintesis dengan metode liquid mixing Proses perubahan fasa hematit dimulai ketika Fe 2+ dan Fe 3+ dalam magnetit dipanaskan sampai titik kritisnya (585 K) maka Fe 2+ yang lebih tidak stabil dari pada Fe 3+ mengalami oksidasi menjadi Fe 3+ dan berdifusi sehingga terbentuk Fe 2 O 3. Pada suhu yang konstan misalkan 600 C, terjadi difusi antar partikel pada batas butir sehingga grain yang terbentuk semakin besar. Pola XRD dari Fe 3 O 4 yang telah dikalsinasi pada suhu 800 o C selama 2 jam ditunjukan pada Gambar 4.6. Fasa hematite (Fe 2 O 3 ) yang terbentuk 93,96%. Gambar 6 Pola XRD Fe 2 O 3 yang disintesis dari pasir besi Pantai Jolosutro, Blitar Fe 2 O 3 digunakan sebagai bahan dasar sintesis BiFeO 3. Akan tetapi Fe 2 O 3 ini sukar Gambar 7 Pola difraksi Fe 2 O 3 yang di kopresipitasi ulang Metode Kopresipitasi Fase BiFeO 3 sudah mulai terbentuk dengan proses kalsinasi pada suhu 750 o C. Akan tetapi fraksi volum fasa BiFeO 3 masih kecil. Terdapat fasa-fasa sekunder BFO yang terbentuk seperti Bi 46 Fe 2 O 72 dan Bi 2 Fe 4 O 9. volum BiFeO 3 meningkat dengan meningkatnya holding time untuk pemanasan langsung. Fasa sekunder BFO terbentuk ketika holding time 2 dan 3 jam dan fraksi volumnya turut bertambah dengan kenaikan holding time sebagaimana BiFeO 3. Adanya pengotor Bi 2 Fe 4 O 9 dan Bi 46 Fe 2 O 72 terbentuk ketika suhu dan oksigen tidak dikontrol secara akurat selama kristalisasi dari fasa BFO yang menyebabkan kinetika fasa formasi selalu menyebabkan tahapan impuritas lain di sistem Bi-Fe-O [18]. BiFeO 3 mengalami dekomposisi fasa selama holding time berlangsung sehingga komposisinya berubah. Bardasarkan hasil penelitiannya, komposisi BiFeO 3 akan menurun sedangkan komposisi Bi 2 Fe 4 O 9 dan Bi 25 FeO 39 akan meningkat seiring meningkatnya holding time. Ketika holding time lebih dari 2 jam, fasa BiFeO 3 mengalami dekomposisi menjadi fasa Bi 2 Fe 4 O 9 dan Bi 25 FeO 39 menurut persamaan reaksi [17]: 49BiFeO 12Bi Fe O + Bi FeO (2)

5 Gambar 8 Pola difraksi sampel yang di kalsinasi dengan variasi holding time Gambar 9 Pola difraksi sampel pada pemanasan bertahap Dalam penelitian ini menunjukan bahwa pemanasan bertahap dengan kelipatan lama pemanasan konstan (misalkan bertahap setiap 2 jam) mampu memberikan komposisi jumlah fasa BiFeO 3 lebih baik dari pada pemanasan langsung. Akan tetapi harus memperhatikan dekomposisi BiFeO 3. Holding time ini berkaitan dengan pemberian kesempatan bagi atom-atom untuk menyusun diri membentuk fasa yang lebih stabil. volum fasa BiFeO 3 hasil sintesis dengan metode kopresipitasi ditunjukan pada Tabel 2. Tabel 2 Fasa yang terbentuk pada sintesis dengan metode kopresipitasi No Perlakuan volum BiFeO (%) 1 Tanpa pemanasan o C_1 jam 9, o C_2 jam 13, o C_3 jam o C_2(1+1)jam 26,4 O 3 volum BFO (%) - 9,8 15,6 24,8 42, o C_4(2+2) jam o C_6(3+3) jam 750 o C_6(2+2+2) 8 jam Metode Liquid-Mixing 37,1 55,3 33,9 49,6 22,3 71 Metode liquid mixing dilakukan dengan mencampurkan larutan Bismuth Nitrat [Bi(NO 3 ) 3 ] dan Ferrit Nitrat [Fe(NO 3 ) 3 ] yang diperoleh dengan melarutkan Bi 2 O 3 dan Fe 2 O 3 dalam asam nitrat HNO 3, sampai mengerak pada temperatur konstann 50 o C. Fe 2 O 3 yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan Ferrit Nitrat [Fe(NO 3 ) 3 ] merupakan Fe 2 O 3 yang telah di kopresipitasi ulang sehingga dapat terlarut sempurna dalam HNO 3. Sedikit pengotor Bi 2 Fe 4 O 9 ditemukan pada sampel yang dikalsinasi pada suhu 700 o C, yang disebabkan oleh dekomposisi fase BiFeO 3 pada suhu tinggi [17]. Fase kedua, Bi 2 Fe 4 O 9 terbentuk padaa pemanasan diatas 675 o C [19]. Untuk mendapatkan fasa BiFeO 3 yang lebih tinggi dapat diperoleh dengan pemanasan pada suhu rendah dan pemanasan cepat (~1jam) sehingga meminimalisisr terbentuknya fasa sekunder Bi 2 Fe 4 O 9 dan Bi 25 FeO 39. Walaupun begitu, fasa BiFeO 3 yang terbentuk pada suhu rendah ini merupakan fasa yang metastabil sehingga harus dihindari untuk perlakuan panas yang terlalu lama [17]. Gambar 10 Pola difraksi sampel yang dikalsinasi dengan variasi suhu selama 1 jam Berdasarkan identifikasi fasa, sampel yang disintesis dengan metode liquid mixing dengan bahan dasar Fe 2 O 3 hasil sintesis dari pasir besi berhasil membentuk fasa BFO dengan kemurnian tinggi (Tabel 3). Tidak ditemukan impuritas berupa komponen Bi 2 O 3 maupun Fe 2 O 3. volum fasa BiFeO 3

6 tertinggi diperoleh ketika sampel di kalsinasi pada suhu 550 o C selama 1 jam. Fasa sekunder BFO yang terbentuk menyertai pembentukan BiFeO 3 adalah Bi 2 Fe 4 O 9 dan Bi 25 FeO 40. Komposisi fasa BiFeO 3 semakin berkurang dengan semakin meningkatnya suhu kalsinasi. Sebaliknya komposisi fasa sekunder BFO semakin bertambah dengan meningkatnya suhu kalsinasi. Hal ini dikarenakan pada suhu tinggi, BiFeO 3 mengalami dekomposisi menjadi fasa sekunder Bi 2 Fe 4 O 9 dan Bi 25 FeO 40. Tabel 3 volume fase BiFeO 3 pada sampel yang disintesis dengan metode liquid mixing dari Fe 2 O 3 Metode liquid mixing juga dilakukan dengan bahan dasar serbuk Fe murni sebagai perbandingan. Berbeda dengan liquid mixing dari Fe 2 O 3, ketika di kalsinasi pada suhu rendah 550 o C terbentuk fasa Bi 2 O 3. Komponen Bi 2 O 3 ini tidak terbentuk kembali ketika kalsinasi pada suhu diatas 600 o C. Pada suhu 650 o C telah terbentuk fasa BFO 100%. Fasa sekunder BFO yang terbentuk yaitu Bi 2 Fe 4 O 9 dan Bi 25 FeO 40. No Perlak uan volum BiFeO 3(%) Fase lain volum BFO (%) o C 600 o C 650 o C 700 o C 41,8 32,9 29,6 12,8 Bi 2 Fe 4 O 9 (26,9%) Bi 25 FeO 40 (24,1%) Bi 2 Fe 4 O 9 (30,3%) Bi 25 FeO 40 (32,8%) Bi 2 Fe 4 O 9 (30%) Bi 25 FeO 40 (40,1%) Bi 2 Fe 4 O 9 (35,4%) Bi 25 FeO 40 (49,6%) 92, ,7 97,8 Gambar 12 Pengaruh variasi suhu kalsinasi dari sampel yang disintesis dari Fe Tabel 4 volume fase BiFeO3 pada sampel yang disintesis dengan metode liquid mixing dari serbuk Fe Perlaku an Volum BiFeO 3 (%) Fasa lain Volum BFO(%) o C 5,3 Bi 25 FeO 40 (85,1%) 90,4 Tanpa Pemana san 3,6 Bi 2 O 3, Fe 2 O 3, NH 4 NO 3, Fe, Bi, Bi 25 FeO 40 (8,1%) 11, o C _2jam 5 Bi 25 FeO 40 (84,3%) Bi, Fe2O3 89,3 550 o C_ 1jam 50,7 Bi 2 Fe 4 O 9 (2,9%) Bi 25 FeO 40 (8,6%) Bi 2 O 3 (37,7%) 62,3 600 o C_ 1jam 47,1 Bi 2 Fe 4 O 9 (2,5%) Bi 25 FeO 40 (5,5%) Bi 2 O 3 (44,5%) 55,1 650 o C_ 1jam 37,4 Bi 2 Fe 4 O 9 (9,5%) Bi 25 FeO 40 (53,1%) 100 Gambar 11 Perubahan komposisi BFO sebagai fungsi suhu kalsinasi Perubahan komposisi fasaa BiFeO 3 dan fasa sekunder BFO sebagai fungsi kenaikan suhu kalsinasi disajikan pada gambar o C_ 3jam 42,6 Bi 2 Fe 4 O 9 (7,9%) Bi 25 FeO 40 (49,5%) 100 Pola difraksi menunjukan bahwa intensitas puncak fasa BiFeO 3 menurun dengan semakin tingginya suhu kalsinasi sedangkan fasa sekunder semakin bertambah.

7 Hal ini mengindikasikan adanya dekomposisi fasa BiFeO 3 pada suhu tinggi [17]. Metode Solid-State Reaction Metode solid-state reaction dilakukan dengan mencampurkan Bi 2 O 3 aldrich (99,99%) dengan Fe 2 O 3 hasil sintesis dari pasir besi (93,96%) dengan medium aseton. Proses peletisasi dilakukan pada tekanan 6 MPa kemudian disintering pada suhu 880 o C selama 480 sekon. Sampel dibentuk pelet dengan tujuan untuk memperkecil jarak antar partikel sehingga mempercepat distribusi panas selama sintering yang akan mempercepat reaksi maupun transformasi fasa. Pembentukan fase tunggal BiFeO 3 terjadi ketika Bi 2 O 3 menjadi fase cair bereaksi dengan Fe 2 O 3. Titik leleh Bi 2 O 3 pada suhu 825 o C. Oleh karena itu sintering dengan laju pemanasan yang cepat dengan waktu singkat pada suhu 880 o C menjadi acuan untuk menghindari hilangnya Bi, pemisahan Fe 2 O 3 dan menghindari terbentuknya impuritas [6]. Dalam proses solid-state, BiFeO 3 tidak menunjukan aktivitas sintering yang baik. Pada suhu o C, BiFeO 3 mengalami dekomposisi menjadi Bi 2 Fe 4 O 9 secara perlahan-lahan, diatas 830 o C BiFeO 3 menjadi Bi 2 Fe 4 O 9 sedangkan dibawah 675 o C, BiFeO 3 memiliki densitas yang rendah [13]. * BiFeO 3 º Bi 2 Fe 4 O 9 Δ Bi 46 Fe 2 O 72 meningkat dengan meningkatnya suhu kalsinasi. Hal ini berkaitan dengan pertumbuhan kristal pada temperatur tinggi. BiFeO 3 yang disintesis dengan metode solidstate reaction memiliki ukuran 66 nm. Sedangkan sintesis dengan metode kopresipitasi dengan holding time 4(2+2)jam menunjukan ukuran kristal BiFeO 3 sebesar 111 nm. Hasil analisis ukutan kristal BiFeO 3 disajikan pada Tabel 5 = ( ) (3) Tabel 5 Analisis ukuran kristal BiFeO 3 dengan program Fityk. Metode Liquid Mixing_Fe 2 O 3 Liquid Mixing_Fe Perlakuan Ukuran (nm) Volum BiFeO 3 (%) 550 o C 23 41,8 600 o C 28 32,9 650 o C 32 29,6 700 o C 40 12,8 750 o C 41 5,3 550 o C 70 50,7 600 o C 81 47,1 650 o C ,4 Solid-State Reaction 880 o C_480 s 66 36,9 Gambar 13 Pola difraksi dari sampel yang disintesis dengan metode solid-state reaction Metode solid-state reaction juga belum berhasil mensintesis fasa tunggal BiFeO 3. Berdasarkan analisis kuantitatif terhadap hasil XRD diperoleh fraksi volum BFO sebesar 80,6% dengan komposisi BiFeO 3 36,9% sedangkan komposisi fasa sekunder Bi 2 Fe 4 O 9 sebesar 36,5% serta Bi 46 Fe 2 O 72 sebesar 7,3% dengan fasa-fasa impuritas Bi 2 O 3 dan Fe 2 O 3. Analisis ukuran kristal dilakukan dengan menggunakan persamaan Debye-Scherrer dengan software Fityk. Ukuran kristal BiFeO 3 Kopresipitasi 750 o C_4(2+2) jam ,1 V. KESIMPULAN 1. Fasa BiFeO 3 dapat disintesis dengan metode kopresipitasi, wet mixing dan solid-state reaction menggunakan Fe 2 O 3 hasil sintesis dari pasir besi Pantai Jolosutro, Blitar. 2. Metode, suhu dan holding time selama proses pemananasan sangat berpengaruh terhadap fasa BiFeO 3. Pada sintesis dengan metode kopresipitasi, pemanasan bertahap 2 sampai 3 jam lebih efektif

8 untuk membentuk fasa BFO dan meminimalkan impuritas. Pemanasan pada suhu rendah 550 o C dengan waktu penahanan singkat (selama 1 jam) memberikan fraksi volum BiFeO 3 terbesar 50,7% dan menghindari reaksi dekomposisi BiFeO 3 menjadi fasa sekunder BFO ketika sintesis dengan metode wet-mixing. Metode solid-state reaction berhasil membentuk fasa BiFeO 3 dengan sintering pada suhu tinggi 880 o C dan holding time singkat 480 sekon. 3. Ukuran kristal BiFeO 3 yang disintesis dengan ketiga metode tersebut dalam rentang nm. Ukuran kristal meningkat dengan meningkatnya suhu kalsinasi. DAFTAR PUSTAKA [1] K. Sen, et al., Dispersion studies of La substitution on dielectric and ferroelectric properties of multiferroic BiFeO3 ceramic, Ceram. Int. (2011), doi: /j.ceramint [2] Yuan et al,(2006), Preparation and Multi-properties of Insulated Singlephase BiFeO3 ceramics, Solid State Communications. Vol.138,p [3] J. Yang et al. / Journal of Alloys and Compounds 509 (2011) Factors controlling pure-phase magnetic BiFeO3 powders synthesized by solution combustion doi: /j.jallcom [4] De-Chang Jia et al,(2009), Structure And Multiferroic Properties Of BiFeO3 Powders, Journal of the European Ceramic Society,Vol.29,p [5] Hua et al.,(2010), Factors Controlling Pure-Phase Multiferroic BiFeO 3 Powders Synthesized by Chemical Coprecipitation,Journal of Alloys and Compounds Vol.509,p [6] Pradhan et al.(2005). Magnetic and Electrical Properties of Single-phase Multiferroic BiFeO 3.Journal of Applied Physics 97,093903(2005) [7] M.Y. Shami, et al., J. Alloys Compd. (2011),doi: /j.jallcom [8] Gufron, Muhammad Pengaruh Suhu dan Waktu Pemanasan terhadap Pembentukan Nanokomposit Fe 3 O 4 /Fe 2 O 3.Instutut Teknologi Sepuluh Nopember:Surabaya [9] Fitriyah,Nurul.(2011). Sintesis Bahan Multiferoik BiFeO 3 dengan Metode Kopresipitasi.Institut Taknologi Sepuluh Nopember;Surabaya [10]Retnowati,DwiYuli Karakterisa-si Sifat Magnet dan Listrik Bahan Multiferoik BiFeO3.Institut Teknologi Sepuluh Nopember: Surabaya [11] Picozzi,Silvia and Claude Ederer First Principles Studies of Multiferroic Materials.Journal Physics:Condens Matter 21(2009)303201(18pp) [12] P. Sen, A. Dey, A.K. Mukhopadhyay, S.K. Bandyopadhyay,A.K. Himanshu, Nanoindentation Behaviour of Nano BiFeO3, Ceramics International(2010), doi: /j. ceramint [13] Hua Dai,Zhong, Yukikuni Akhisige BiFeO3 ceramics synthesized by spark plasma sintering. dx.doi.org/ /j.ceramint [14] Levy Mark,(2005), Crystal Structure and Defect Property Predictions in Ceramic Materials, Department of Materials Imperial College of Science,Technology and Medicine : London [15] Palai et al.,( 2008), Physics,Rev.B- 7,Vol [16] Lu,J Phase Equilibrium of Bi 2 O 3 - Fe 2 O 3 pseudo-binary system and growth of BiFeO 3 Single Crystal.Journal of Crystal Growth 318(2011) [17] Carvalho, P.B. Tavares,(2008),"Synthesis and Thermodynamic Stability of Multiferroic BiFeO3",Materials Letters 62 (2008) [18] Kuk, Jong Kim. Et al.2005.sol-gel synthesis and properties of Multiferroic BiFeO 3.Material Letters,59, pp [19] J.L. Mukherjee, F.F.Y. Wang, Kinetics of solid state reaction of Bi2O3 and Fe2O3, Journal of the American Ceramic Society 54 (1971) [20] Arifani,Mariya Identifikasi dan Karakterisasi Pasir Besi di Pantai Selatan Kabupaten Blitar.Institut Teknologi Sepuluh Nopember:Surabaya

SINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb

SINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb SINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb Oleh: Tahta A 1, Darminto 1, Malik A 1 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya,

Lebih terperinci

Sintesis dan Karakterisasi XRD Multiferroik BiFeO 3 Didoping Pb

Sintesis dan Karakterisasi XRD Multiferroik BiFeO 3 Didoping Pb JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-928X B-81 Sintesis dan Karakterisasi XRD Multiferroik BiFeO 3 Didoping Pb Tahta A, Malik A. B, Darminto Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

EFEK DOPING Ni DALAM SINTESIS MATERIAL MULTIFERROIK BiFeO3 BERBASIS PASIR BESI DENGAN METODE KOPRESIPITASI. Hariyanto

EFEK DOPING Ni DALAM SINTESIS MATERIAL MULTIFERROIK BiFeO3 BERBASIS PASIR BESI DENGAN METODE KOPRESIPITASI. Hariyanto EFEK DOPING Ni DALAM SINTESIS MATERIAL MULTIFERROIK BiFeO3 BERBASIS PASIR BESI DENGAN METODE KOPRESIPITASI Hariyanto 1108 100 016 Pembimbing: Prof.Dr. Darminto, M.Sc Malik Anjelh Baqiya, M.Si Jurusan Fisika

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT MAGNET DAN LISTRIK BAHAN MULTIFEROIK BiFeO 3

KARAKTERISASI SIFAT MAGNET DAN LISTRIK BAHAN MULTIFEROIK BiFeO 3 KARAKTERISASI SIFAT MAGNET DAN LISTRIK BAHAN MULTIFEROIK BiFeO 3 Oleh : Dwi Yuli Retnowati, Malik Anjelh Baqiya, Darminto Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KALSIUM FERIT MENGGUKAN PASIR BESI DAN BATU KAPUR

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KALSIUM FERIT MENGGUKAN PASIR BESI DAN BATU KAPUR SINTESIS DAN KARAKTERISASI KALSIUM FERIT MENGGUKAN PASIR BESI DAN BATU KAPUR MASTUKI NRP 1108 100 055 Pembimbing Prof. Dr. Darminto, M.Sc Malik Anjelh Baqiya, M.Si Jurusan Fisika Fakultas Matematika Dan

Lebih terperinci

Sintesis Bahan Multiferoik BiFeO 3 dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Bahan Multiferoik BiFeO 3 dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Bahan Multiferoik BiFeO 3 dengan Metode Kopresipitasi Nurul Fitriyah a, Darminto a, Malik Anjelh Baqiya a a Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

Sintesis dan Karakterisasi Kalsium Ferit Menggunakan Pasir Besi dan Batu Kapur

Sintesis dan Karakterisasi Kalsium Ferit Menggunakan Pasir Besi dan Batu Kapur JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-928X B-76 Sintesis dan Karakterisasi Kalsium Ferit Menggunakan Pasir Besi dan Batu Kapur Mastuki, Malik A Baqiya, dan Darminto Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagai dalam empat tahapan kerja, yaitu: a. Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan LSFO dan LSCFO yang terdiri

Lebih terperinci

Bab 3 Metodologi Penelitian

Bab 3 Metodologi Penelitian Bab 3 Metodologi Penelitian Percobaan ini melewati beberapa tahap dalam pelaksanaannya. Langkah pertama yang diambil adalah mempelajari perkembangan teknologi mengenai barium ferit dari berbagai sumber

Lebih terperinci

SINTESIS SERBUK BARIUM HEKSAFERIT DENGAN METODE KOPRESIPITASI

SINTESIS SERBUK BARIUM HEKSAFERIT DENGAN METODE KOPRESIPITASI SINTESIS SERBUK BARIUM HEKSAFERIT DENGAN METODE KOPRESIPITASI EL INDAHNIA KAMARIYAH 1109201715 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

Bab 4 Data dan Analisis

Bab 4 Data dan Analisis Bab 4 Data dan Analisis 4.1 Hasil XRD Pada penelitian ini dilakukan analisa dengan menggunakan XRD, serbuk yang dihasilkan lewat proses auto-combustion dan telah dikalsinasi dianalisa dengan XRD untuk

Lebih terperinci

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP LOGO PRESENTASI TESIS STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP. 1109201006 DOSEN PEMBIMBING: Drs. Suminar Pratapa, M.Sc, Ph.D. JURUSAN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

1. Departemen Fisika, Fakultas FMIPA, Universitas Indonesia, Depok 16424

1. Departemen Fisika, Fakultas FMIPA, Universitas Indonesia, Depok 16424 Sintesa Material Barium Titanate (BaTiO 3 ) melalui Metode Sol-Gel Nur Intan Pratiwi 1, Bambang Soegijono 1, Dwita Suastiyanti 2 1. Departemen Fisika, Fakultas FMIPA, Universitas Indonesia, Depok 16424

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PERLAKUAN PANAS PADA SIFAT MAGNETIK MATERIAL Bi0,95Mg0,05FeO3 DENGAN METODE SOL-GEL AUTO COMBUSTION

PENGARUH TEMPERATUR PERLAKUAN PANAS PADA SIFAT MAGNETIK MATERIAL Bi0,95Mg0,05FeO3 DENGAN METODE SOL-GEL AUTO COMBUSTION PENGARUH TEMPERATUR PERLAKUAN PANAS PADA SIFAT MAGNETIK MATERIAL Bi0,95Mg0,05FeO3 DENGAN METODE SOL-GEL AUTO COMBUSTION Rissa 1, Bambang Soegijono 2, Arief Sudarmaji 1 Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La 1-x Sr x FeO 3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP UKURAN PARTIKEL FE3O4 DENGAN TEMPLATE PEG-2000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP UKURAN PARTIKEL FE3O4 DENGAN TEMPLATE PEG-2000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP UKURAN PARTIKEL FE3O4 DENGAN TEMPLATE PEG-2000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI Santi Dewi Rosanti, Dwi Puryanti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand, Limau

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE

PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE 1 PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE Arum Puspita Sari 111010034 Dosen Pembimbing: Dr. Mochamad Zainuri, M. Si Kamis, 03 Juli 2014 Jurusan

Lebih terperinci

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK. Abstrak

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK. Abstrak SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK 1) Luluk Indra Haryani, 2) Suminar Pratapa Jurusan Fisika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

SINTESIS TITANIUM DIOKSIDA MENGGUNAKAN METODE LOGAM-TERLARUT ASAM

SINTESIS TITANIUM DIOKSIDA MENGGUNAKAN METODE LOGAM-TERLARUT ASAM SINTESIS TITANIUM DIOKSIDA MENGGUNAKAN METODE LOGAM-TERLARUT ASAM Oleh: Ella Agustin Dwi Kiswanti/1110100009 Dosen Pembimbing: Prof. Suminar Pratapa, M.Sc., Ph.D. Bidang Material Jurusan Fisika Fakultas

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Pelarutan Pengendapan Evaporasi 350 0 C 1 jam 900 0 C 10 jam 940 0 C 20 jam Ba(NO 3 ) Pelarutan Pengendapan Evaporasi Pencampuran Pirolisis Kalsinasi Peletisasi Sintering Pelet YBCO Cu(NO 3

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M

METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M SINTESIS SUPERKONDUKTOR Bi-Sr-Ca-Cu-O/Ag DENGAN METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M0204046 (Bi-Sr-Ca-Cu-O/Ag Superconductor Synthesis with Sol-Gel Method) INTISARI Telah dibuat superkonduktor sistem BSCCO

Lebih terperinci

EFEK PENGADUKAN DAN VARIASI ph PADA SINTESIS Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI DENGAN METODE KOPRESIPITASI

EFEK PENGADUKAN DAN VARIASI ph PADA SINTESIS Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI DENGAN METODE KOPRESIPITASI EFEK PENGADUKAN DAN VARIASI ph PADA SINTESIS Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI DENGAN METODE KOPRESIPITASI Oleh : Darmawan Prasetia, Prof. Dr. Darminto, M.Sc Malik Anjelh Baqiya, M.Si Jurusan Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Gambar 4.7. SEM Gelas BG-2 setelah perendaman di dalam SBF Ringer

Gambar 4.7. SEM Gelas BG-2 setelah perendaman di dalam SBF Ringer Porositas Gambar 4.7. SEM Gelas BG-2 setelah perendaman di dalam SBF Ringer Dari gambar 4.6 dan 4.7 terlihat bahwa partikel keramik bio gelas aktif berbentuk spherical menuju granular. Bentuk granular

Lebih terperinci

4.2 Hasil Karakterisasi SEM

4.2 Hasil Karakterisasi SEM 4. Hasil Karakterisasi SEM Serbuk yang melewati proses kalsinasi tadi selain dianalisis dengan XRD juga dianalisis dengan menggunakan SEM untuk melihat struktur mikro, sehingga bisa dilihat bentuk dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan merkuri (Hg) menggunakan helium cair pada temperatur 4,2 K (Darminto dkk, 1999).

I. PENDAHULUAN. oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan merkuri (Hg) menggunakan helium cair pada temperatur 4,2 K (Darminto dkk, 1999). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Superkonduktor merupakan material yang dapat mengalirkan arus listrik tanpa adanya hambatan atau resistansi (ρ = 0), sehingga dapat menghantarkan arus listrik tanpa kehilangan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Superkonduktor merupakan suatu bahan dengan konduktivitas tak hingga, karena

I. PENDAHULUAN. Superkonduktor merupakan suatu bahan dengan konduktivitas tak hingga, karena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Superkonduktor merupakan suatu bahan dengan konduktivitas tak hingga, karena sifat resistivitas nol yang dimilikinya dan dapat melayang dalam medan magnet. Kedua sifat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Analisis Hasil Pengujian TGA - DTA Gambar 4.1 memperlihatkan kuva DTA sampel yang telah di milling menggunakan high energy milling selama 6 jam. Hasil yang didapatkan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING I Dewa Gede Panca Suwirta 2710100004 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

SIDANG TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 SENIN, 14 MARET 2014 MT 204 SIDANG TUGAS AKHIR TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FTI-ITS

Lebih terperinci

NANOKRISTALISASI SUPERKONDUKTOR (Bi,Pb) 2 Sr 2 CaCu 2 O 8+δ DENGAN METODE PENCAMPURAN BASAH DENGAN VARIASI SUHU DAN WAKTU KALSINASI DAN SINTER

NANOKRISTALISASI SUPERKONDUKTOR (Bi,Pb) 2 Sr 2 CaCu 2 O 8+δ DENGAN METODE PENCAMPURAN BASAH DENGAN VARIASI SUHU DAN WAKTU KALSINASI DAN SINTER NANOKRISTALISASI SUPERKONDUKTOR (Bi,Pb) 2 Sr 2 CaCu 2 O 8+δ DENGAN METODE PENCAMPURAN BASAH DENGAN VARIASI SUHU DAN WAKTU KALSINASI DAN SINTER UTIYA HIKMAH, DARMINTO, MALIK ANJELH B. Jurusan Fisika FMIPA

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Larutan Garam Klorida Besi dari Pasir Besi Hasil reaksi bahan alam pasir besi dengan asam klorida diperoleh larutan yang berwarna coklat kekuningan, seperti ditunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini pada intinya dilakukan dengan dua tujuan utama, yakni mempelajari pembuatan katalis Fe 3 O 4 dari substrat Fe 2 O 3 dengan metode solgel, dan mempelajari

Lebih terperinci

SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN VARIASI Bi DAN Pb MELALUI METODE SOL GEL DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR X MENGGUNAKAN METODE RIETVELD FULLPROF

SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN VARIASI Bi DAN Pb MELALUI METODE SOL GEL DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR X MENGGUNAKAN METODE RIETVELD FULLPROF SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN VARIASI Bi DAN Pb MELALUI METODE SOL GEL DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR X MENGGUNAKAN METODE RIETVELD FULLPROF YUNI SUPRIYATI M 0204066 Jurusan Fisika Fakultas MIPA

Lebih terperinci

REVIEW : ANALISIS THERMAL DAN MORFOLOGI PERMUKAAN UNTUK KARAKTERISASI SERBUK Ba 1-x Sr x TiO 3. Happy Bunga Nasyirahul Sajidah

REVIEW : ANALISIS THERMAL DAN MORFOLOGI PERMUKAAN UNTUK KARAKTERISASI SERBUK Ba 1-x Sr x TiO 3. Happy Bunga Nasyirahul Sajidah REVIEW : ANALISIS THERMAL DAN MORFOLOGI PERMUKAAN UNTUK KARAKTERISASI SERBUK Ba 1-x Sr x TiO 3 Happy Bunga Nasyirahul Sajidah Laboratorium Kimia Material dan Energi, Departemen Kimia Institut Teknologi

Lebih terperinci

Sintesis dan Karakterisasi Kalsium Ferit Menggunakan Pasir Besi dan Batu Kapur

Sintesis dan Karakterisasi Kalsium Ferit Menggunakan Pasir Besi dan Batu Kapur Sintesis dan Karakterisasi Kalsium Ferit Menggunakan Pasir Besi dan Batu Kapur Mastuki, Malik A Baqiya, dan Darminto Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap pembuatan magnet barium ferit, tahap karakterisasi magnet

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH ARIZA NOLY KOSASIH 1108 100 025 PEMBIMBING : Dr. M. ZAINURI M,Si LATAR BELAKANG Barium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus

I. PENDAHULUAN. karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Riset pengolahan pasir besi di Indonesia saat ini telah banyak dilakukan, bahkan karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus dilakukan

Lebih terperinci

SINTESIS MATERIAL FERROELEKTRIK BARIUM STRONTIUM TITANAT (Ba0,75Sr0,25TiO3) MENGGUNAKAN METODE CO-PRECIPITATION

SINTESIS MATERIAL FERROELEKTRIK BARIUM STRONTIUM TITANAT (Ba0,75Sr0,25TiO3) MENGGUNAKAN METODE CO-PRECIPITATION SINTESIS MATERIAL FERROELEKTRIK BARIUM STRONTIUM TITANAT (Ba0,75Sr0,25TiO3) MENGGUNAKAN METODE CO-PRECIPITATION Y. SUBARWANTI1), R. D. SAFITRI1), A. SUPRIYANTO2,*), A. JAMALUDIN2), Y. IRIANI3) 1) Pascasarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi di berbagai bidang sangat pesat terutama dalam bidang mikroelektronika atau miniaturisasi peralatan elektronik. Mikroelektronika didorong oleh

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN KRISTAL DAN ANALISIS ELEMEN PERMUKAAN MATERIAL MULTIFERROIC BiFeO 3

PERTUMBUHAN KRISTAL DAN ANALISIS ELEMEN PERMUKAAN MATERIAL MULTIFERROIC BiFeO 3 PERTUMBUHAN KRISTAL DAN ANALISIS ELEMEN PERMUKAAN MATERIAL MULTIFERROIC BiFeO 3 Suharno 1,2, Bambang Soegiyono 1, Muhammad Hikam 1, Dwinanto 3 1 Ilmu Material Departemen Fisika Universitas Indonesia, Depok

Lebih terperinci

PENENTUAN TEMPERATUR CURIE SENYAWA OKSIDA LOGAM BERSTRUKTUR AURIVILLIUS TIPE CuBi 4 Ti 4 O 15 (CBT) EMPAT LAPIS

PENENTUAN TEMPERATUR CURIE SENYAWA OKSIDA LOGAM BERSTRUKTUR AURIVILLIUS TIPE CuBi 4 Ti 4 O 15 (CBT) EMPAT LAPIS PENENTUAN TEMPERATUR CURIE SENYAWA OKSIDA LOGAM BERSTRUKTUR AURIVILLIUS TIPE CuBi 4 Ti 4 O 15 (CBT) EMPAT LAPIS TEMPERATURE CURIE DETERMINATION OF THE CRYSTAL STRUCTURE OF THE FOUR-LAYER AURIVILLIUS OXIDES

Lebih terperinci

Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Pada Pembentukan Nanopartikel Fe 2 TiO 5 Dengan Metode Mechanical Alloying

Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Pada Pembentukan Nanopartikel Fe 2 TiO 5 Dengan Metode Mechanical Alloying JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1-5 1 Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Pada Pembentukan Nanopartikel Fe 2 TiO 5 Dengan Metode Mechanical Alloying Rizky Kurnia Helmy dan Rindang Fajarin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di lab. Fisika Material, Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metode Self-Flux

Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metode Self-Flux Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol.8, No.2, April 2005, hal 53-60 Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metode Self-Flux Indras Marhaendrajaya Laboratorium Fisika Zat Padat Jurusan Fisika

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fisik Universitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fisik Universitas 39 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fisik Universitas Lampung. Analisis distribusi ukuran partikel dilakukan di UPT. Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanopartikel merupakan suatu partikel dengan ukuran nanometer, yaitu sekitar 1 100 nm (Hosokawa, dkk. 2007). Nanopartikel menjadi kajian yang sangat menarik, karena

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanomaterial memiliki sifat unik yang sangat cocok untuk diaplikasikan dalam bidang industri. Sebuah material dapat dikatakan sebagai nanomaterial jika salah satu

Lebih terperinci

STUDI EKSTRAKSI RUTILE (TiO 2 ) DARI PASIR BESI MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DENGAN VARIABEL WAKTU PENYINARAN GELOMBANG MIKRO

STUDI EKSTRAKSI RUTILE (TiO 2 ) DARI PASIR BESI MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DENGAN VARIABEL WAKTU PENYINARAN GELOMBANG MIKRO STUDI EKSTRAKSI RUTILE (TiO 2 ) DARI PASIR BESI MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DENGAN VARIABEL WAKTU PENYINARAN GELOMBANG MIKRO IGA A RI H IMANDO 2710 100 114 D O SEN P E MBIMBING SUNGGING P INTOWA N T ORO,

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU SINTER TERHADAP KARAKTERISTIK DIELEKTRIK KERAMIK CALCIA STABILIZIED ZIRCONIA (CSZ) DENGAN PENAMBAHAN 0.5% BORON TRIOXIDE (B 2 O 3 )

PENGARUH SUHU SINTER TERHADAP KARAKTERISTIK DIELEKTRIK KERAMIK CALCIA STABILIZIED ZIRCONIA (CSZ) DENGAN PENAMBAHAN 0.5% BORON TRIOXIDE (B 2 O 3 ) PENGARUH SUHU SINTER TERHADAP KARAKTERISTIK DIELEKTRIK KERAMIK CALCIA STABILIZIED ZIRCONIA (CSZ) DENGAN PENAMBAHAN 0.5% BORON TRIOXIDE (B 2 O 3 ) H.Kurniawan 1), Salomo 2), D.Gustaman 3) 1) Mahasiswa Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dibayar oleh umat manusia berupa pencemaran udara. Dewasa ini masalah lingkungan kerap

Lebih terperinci

FABRIKASI POLIANILIN-TiO 2 DAN APLIKASINYA SEBAGAI PELINDUNG ANTI KOROSI PADA LINGKUNGAN STATIS, DINAMIS DAN ATMOSFERIK

FABRIKASI POLIANILIN-TiO 2 DAN APLIKASINYA SEBAGAI PELINDUNG ANTI KOROSI PADA LINGKUNGAN STATIS, DINAMIS DAN ATMOSFERIK FABRIKASI POLIANILIN-TiO 2 DAN APLIKASINYA SEBAGAI PELINDUNG ANTI KOROSI PADA LINGKUNGAN STATIS, DINAMIS DAN ATMOSFERIK Andry Permana, Darminto. Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer. Perkembangan nanoteknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia tidak dapat lepas dari teknologi, seiring dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka seiring dengan hal itu juga kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Riset bidang material skala nanometer sangat pesat dilakukan di seluruh dunia saat ini. Jika diamati, hasil akhir dari riset tersebut adalah mengubah teknologi yang

Lebih terperinci

Pengaruh Ukuran Partikel Fe 3 O 4 Dari Pasir Besi Sebagai Bahan Penyerap Radar Pada Frekuensi X-Band dan Ku-Band

Pengaruh Ukuran Partikel Fe 3 O 4 Dari Pasir Besi Sebagai Bahan Penyerap Radar Pada Frekuensi X-Band dan Ku-Band 1 Pengaruh Ukuran Partikel Fe 3 O 4 Dari Pasir Besi Sebagai Bahan Penyerap Radar Pada Frekuensi X-Band dan Ku-Band Henny Dwi Bhakti, Mashuri Jurusan Fisika, Fakultas MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

Sintesis Bahan Ubahan Gradual Aluminum Titanat/Korundum dari Alumina Transisi dengan Penambahan MgO

Sintesis Bahan Ubahan Gradual Aluminum Titanat/Korundum dari Alumina Transisi dengan Penambahan MgO Sintesis Bahan Ubahan Gradual Aluminum Titanat/Korundum dari Alumina Transisi dengan Penambahan MgO Achmad Sulhan Fauzi 1, Moh. Herman Eko Santoso 2, Suminar Pratapa 3 1,2,3 Jurusan Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri ITS

Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri ITS PENGARUH TEKANAN KOMPAKSI DAN WAKTU PENAHANAN TEMPERATUR SINTERING TERHADAP SIFAT MAGNETIK DAN KEKERASAN PADA PEMBUATAN IRON SOFT MAGNETIC DARI SERBUK BESI Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material

Lebih terperinci

Pengaruh temperatur sintering terhadap struktur dan sifat magnetik La 3+ - barium nanoferit sebagai penyerap gelombang mikro

Pengaruh temperatur sintering terhadap struktur dan sifat magnetik La 3+ - barium nanoferit sebagai penyerap gelombang mikro ISSN: 2089 0133 Indonesian Journal of Applied Physics (2017) Vol.7 No.2 halaman 91 Oktober 2017 Pengaruh temperatur sintering terhadap struktur dan sifat magnetik La 3+ - barium nanoferit sebagai penyerap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium Riset (Research Laboratory) dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan pengaruh suhu sintering terhadap struktur Na 2 O dari Na 2 CO 3 yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa. Pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 ANALISIS MINEROLOGI DAN KOMPOSISI KIMIA BIJIH LIMONITE Tabel 4.1. Komposisi Kimia Bijih Limonite Awal Sampel Ni Co Fe SiO 2 CaO MgO MnO Cr 2 O 3 Al 2 O 3 TiO 2 P 2 O 5 S

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat 28 BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Metode yang Digunakan Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat SOFC.

Lebih terperinci

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Penelitian yang sudah ada Pirometalurgi Hidrometalurgi Pelindian Sulfat Pelindian Pelindian Klorida Penelitian

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Kalsinasi dan Waktu Penahanan terhadap Pertumbuhan Kristal Nanosilika

Pengaruh Temperatur Kalsinasi dan Waktu Penahanan terhadap Pertumbuhan Kristal Nanosilika JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5 1 Pengaruh Temperatur Kalsinasi dan Waktu Penahanan terhadap Pertumbuhan Kristal Nanosilika Anggriz Bani Rizka, Triwikantoro Jurusan Fisiska, FMIPA, Institut

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN MgCl 2 PADA SINTESIS KALSIUM KARBONAT PRESIPITAT BERBAHAN DASAR BATU KAPUR DENGAN METODE KARBONASI

PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN MgCl 2 PADA SINTESIS KALSIUM KARBONAT PRESIPITAT BERBAHAN DASAR BATU KAPUR DENGAN METODE KARBONASI PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN MgCl 2 PADA SINTESIS KALSIUM KARBONAT PRESIPITAT BERBAHAN DASAR BATU KAPUR DENGAN METODE KARBONASI Nurul Fitria Apriliani 1108 100 026 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LISTRIK KERAMIK FILM Fe 2 O 3 DENGAN VARIASI KETEBALAN YANG DIBUAT DARI MINERAL LOKAL DI ATMOSFIR UDARA DAN ATMOSFIR ALKOHOL

KARAKTERISTIK LISTRIK KERAMIK FILM Fe 2 O 3 DENGAN VARIASI KETEBALAN YANG DIBUAT DARI MINERAL LOKAL DI ATMOSFIR UDARA DAN ATMOSFIR ALKOHOL KARAKTERISTIK LISTRIK KERAMIK FILM Fe 2 O 3 DENGAN VARIASI KETEBALAN YANG DIBUAT DARI MINERAL LOKAL DI ATMOSFIR UDARA DAN ATMOSFIR ALKOHOL Endi Suhendi 1, Hera Novia 1, Dani Gustaman Syarif 2 1) Jurusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Al yang terbentuk dari 2 (dua) komponen utama yakni silika ( SiO ) dan

I. PENDAHULUAN. Al yang terbentuk dari 2 (dua) komponen utama yakni silika ( SiO ) dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 3 3 Mullite ( AlO.SiO ) merupakan bahan keramik berbasis silika dalam sistem Al yang terbentuk dari (dua) komponen utama yakni silika ( SiO ) dan O3 SiO alumina ( Al

Lebih terperinci

BAB 4 DATA DAN ANALISIS

BAB 4 DATA DAN ANALISIS BAB 4 DATA DAN ANALISIS 4.1. Kondisi Sampel TiO 2 Sampel TiO 2 disintesa dengan memvariasikan jenis pelarut, block copolymer, temperatur kalsinasi, dan kelembaban relatif saat proses aging. Kondisi sintesisnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

PENGARUH DOPAN Y 2 O5, Er 2 O 3 DAN CaO TERHADAP SIFAT FISIS DAN KONDUKTIVITAS BISMUTH OXIDE (Bi2O3) SEBAGAI ELEKTROLIT PADAT PADA SISTEM SOFC

PENGARUH DOPAN Y 2 O5, Er 2 O 3 DAN CaO TERHADAP SIFAT FISIS DAN KONDUKTIVITAS BISMUTH OXIDE (Bi2O3) SEBAGAI ELEKTROLIT PADAT PADA SISTEM SOFC PENGARUH DOPAN Y 2 O5, Er 2 O 3 DAN CaO TERHADAP SIFAT FISIS DAN KONDUKTIVITAS BISMUTH OXIDE (Bi2O3) SEBAGAI ELEKTROLIT PADAT PADA SISTEM SOFC Erfin Y Febrianto dan Nanik Indayaningsih Pusat Penelitian

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. 1.1 Latar Belakang Masalah Mineral besi oksida merupakan komponen utama dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif.

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif. Hal ini karena alumina memiliki sifat fisis

Lebih terperinci

PENGARUH PEG-2000 TERHADAP UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 YANG DISINTESIS DENGAN METODE KOPRESIPITASI

PENGARUH PEG-2000 TERHADAP UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 YANG DISINTESIS DENGAN METODE KOPRESIPITASI PENGARUH PEG-2000 TERHADAP UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 YANG DISINTESIS DENGAN METODE KOPRESIPITASI Dori Andani, Dwi Puryanti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas, Padang Kampus Unand Limau Manis, Pauh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN Variasi kecepatan stiring 800 rpm, variasi temperatur sintering 700, 800, 900 C Variasi temperatur 700 C = struktur kristal tetragonal, fase nya anatase, no PDF 01-086-1156,

Lebih terperinci

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH Komponen : adalah logam murni atau senyawa yang menyusun suatu logam paduan. Contoh : Cu - Zn (perunggu), komponennya adalah Cu dan Zn Solid solution (larutan padat)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Guimaraes, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. (Guimaraes, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah teknologi pembuatan dan penggunaan material yang memiliki ukuran nanometer dengan skala (1-100 nm). Perubahan ukuran bulk ke nanomaterial mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi serbuk. 3.2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Perkembangan nanoteknologi telah mendapat perhatian besar dari para ilmuwan dan peneliti. Nanoteknologi secara umum dapat didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

θ HASIL DAN PEMBAHASAN. oksida besi yang terkomposit pada struktur karbon aktif.

θ HASIL DAN PEMBAHASAN. oksida besi yang terkomposit pada struktur karbon aktif. Intensitas 5 selama 24 jam. Setelah itu, filtrat dipisahkan dari sampel C, D, dan E dengan cara mendekatkan batang magnet permanen pada permukaan Erlenmeyer. Konsentrasi filtrat ditentukan menggunakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Cordierite adalah material zat padat dengan formula 2MgO.2Al 2 O 3.5SiO 2 yang

I PENDAHULUAN. Cordierite adalah material zat padat dengan formula 2MgO.2Al 2 O 3.5SiO 2 yang 1 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cordierite adalah material zat padat dengan formula 2MgO.2Al 2 O 3.5SiO 2 yang terbentuk melalui reaksi antara MgO, Al 2 O 3, dan SiO 2. Berdasarkan penelitian

Lebih terperinci

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesa Garam Magnesium Klorida Garam magnesium klorida dipersiapkan melalui dua bahan awal berbeda yaitu bubuk magnesium oksida (MgO) puritas tinggi dan bubuk

Lebih terperinci

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE Pengertian Diagram fasa Pengertian Diagram fasa Adalah diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komposit. Jenis material ini menjadi fokus perhatian karena pemaduan dua bahan

I. PENDAHULUAN. komposit. Jenis material ini menjadi fokus perhatian karena pemaduan dua bahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini salah satu jenis material aplikasi yang terus dikembangkan adalah komposit. Jenis material ini menjadi fokus perhatian karena pemaduan dua bahan atau lebih

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Mineral Magnetik Alamiah Mineral magnetik di alam dapat digolongkan dalam keluarga oksida besi-titanium, sulfida besi dan oksihidroksida besi. Keluarga oksida besi-titanium

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SrTiO 3 PADA STRUKTUR DAN SIFAT LISTRIK BAHAN PIEZOELEKTRIK BNT-BT

PENGARUH PENAMBAHAN SrTiO 3 PADA STRUKTUR DAN SIFAT LISTRIK BAHAN PIEZOELEKTRIK BNT-BT PENGARUH PENAMBAHAN SrTiO 3 PADA STRUKTUR DAN SIFAT LISTRIK BAHAN PIEZOELEKTRIK BNT-BT Uchi Delfia 1, Alimin Mahyudin 1, Syahfandi Ahda 2 1 Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas 2 Pusat Teknologi Bahan

Lebih terperinci