V. KERAGAAN PASAR DUNIA MINYAK NABATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. KERAGAAN PASAR DUNIA MINYAK NABATI"

Transkripsi

1 V. KERAGAAN PASAR DUNIA MINYAK NABATI Dalam bab ini disajikan dan dibahas hasil estimasi persamaan struktural dalam model kerterkaitan harga minyak nabati dan minyak bumi dalam perdagangan dunia minyak nabati. Pembahasan dimulai dengan penjelasan secara umum terhadap hasil analisis implikasi ekonomi dari tanda dan besaran, nilai koefisien determinasi (R 2 ), nilai F-hitung, t-hitung dan hasil uji korelasi serial. Pembahasan selanjutnya mengenai parameter estimasi dari setiap persamaan di dalam model. Parameter diestimasi menggunakan metode 2SLS. Data yang digunakan adalah data sekunder untuk periode tahun (Lampiran 5) Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Keterkaitan harga minyak nabati dan minyak bumi dalam perdagangan dunia minyak nabati Model ekonometrika keterkaitan harga minyak nabati dan minyak bumi dalam perdagangan dunia minyak nabati dalam penelitian ini berupa model simultan dinamis yang dibangun dari 97 persamaan, terdiri dari 81 persamaan struktural dan 16 persamaan identitas. Jumlah seluruh variabel adalah 184 (ket: termasuk variabel lag endogen), sedangkan jumlah seluruh variabel eksogen yang dimasukkan kedalam persamaan-persamaan di dalam model adalah 326. Hasil identifikasi model menggunakan metode Order Condition menunjukkan bahwa seluruh persamaan di dalam model adalah over identified. Variabel-variabel eksogen yang dimasukkan kedalam persamaanpersamaan struktural mempunyai tanda yang sesuai dengan harapan, khususnya dilihat dari teori ekonomi. Kriteria-kriteria statistika yang digunakan dalam hasil estimasi model adalah cukup meyakinkan. Dari 81 persamaan struktural, 70% (57 persamaan) memiliki nilai koefisien determinasi 80% dan 9% (7 persamaan

2 97 struktural) memiliki nilai koefisien determinasi diantara 70% R 2 < 80%, dan sisanya 17 persamaan (21%) memiliki nilai koefisien determinasi diantara 14% R 2 <70%,. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa secara umum variabel-variabel eksogen yang dimasukkan kedalam persamaan dapat menjelaskan dengan baik keragaman setiap variabel endogennya. Hasil uji statistik F menunjukkan sekitar 91% dari jumlah persamaan struktural (74 persamaan) nyata pada taraf 1%. Secara umum dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama setiap variabel eksogen dalam setiap persamaan berpengaruh nyata terhadap variabel endogennya. Nilai t-hitung menunjukkan variabel eksogen secara parsial berpengaruh nyata terhadap varibel endogennya pada tingkat yang berbeda-beda. Dari total 278 variabel eksogen yang terdapat di dalam 81 persamaan struktural, sekitar 30% (84 variabel eksogen) berpengaruh nyata terhadap variabel endogennya pada tingkat 1%, 12% (33 variabel eksogen) berpengaruh nyata pada tingkat 5%, 15% (41 variabel eksogen) berpengaruh nyata pada tingkat 10% hingga 25% dan sisanya 43% (120 variabel eksogen) berpengaruh nyata terhadap varibel endogennya di atas 25%. Munculnya autokorelasi serial pada taraf α=5% sekitar 36% (29 persamaan) dari 81 persamaan struktural. Nilai RMSPE 20% dan nilai koefisien U 0.2 masingmasing sekitar 25% (24 persamaan) dan 5% (5 persamaan) dari 97 persamaan di dalam model. Berdasarkan kriteria-kriteria di atas, dengan mempertimbangkan model yang cukup besar dengan periode pengamatan yang cukup panjang maka hasil estimasi model dinilai cukup representatif dalam menangkap fenomena ekonomi perdagangan dunia minyak nabati dan menjelaskan keterkaitan harga dunia

3 98 minyak bumi dalam pembentukan harga dunia minyak nabati. Selain itu model dapat digunakan untuk melakukan simulasi dalam mencapai tujuan penelitian dan dijadikan landasan dalam penentuan arah kebijakan pengembangan industri kelapa sawit Indonesia di masa depan Keragaan Minyak Kelapa Sawit Dunia Perdagangan dunia minyak kelapa sawit dilihat dari negara produsen dan konsumennya bersifat oligopoli dan oligopsoni (Purwanto, 2002). Indonesia dan Malaysia merupakan negara produsen dan eksportir utama minyak kelapa sawit dengan kumulatif share dari kedua negara sekitar 89% dari total ekspor di pasar dunia minyak kelapa sawit. China, India, EU-15 dan Pakistan merupakan empat negara importir utama dengan kumulatif share sekitar 52.65% dari total impor dunia minyak kelapa sawit Ekspor Minyak Kelapa Sawit Ekspor, Konsumsi dan Produksi Minyak Kelapa Sawit Indonesia Keragaan ekspor dan konsumsi minyak kelapa sawit Indonesia serta luas areal dan produktivitas tanaman kelapa sawit menghasilkan Indonesia menurut pelaku usaha perkebunan disajikan pada Tabel 5. Ekspor minyak kelapa sawit Indonesia (XSI) dipengaruhi oleh harga ekspor (HESI), laju perubahan harga domestik (RHDSI), nilai tukar (ERI), pajak ekspor (PESI) dan penawaran minyak kelapa sawit Indonesia untuk pasar ekspor (SXSI). Seluruh variabel eksogen mampu menerangkan keragaman ekspor minyak kelapa sawit Indonesia sebesar 99% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersama-sama.

4 99 Tabel 5. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Ekspor, Konsumsi, Luas Areal dan Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan Indonesia, Tahun Variabel Simbol Parameter t Value Ekspor M. Kelapa Sawit Indonesia (XSI) Pendek Elastisitas Panjang Intercept Harga ekspor riil minyak kelapa sawit Indonesia HESI Laju perubahan harga domestik riil minyak kelapa sawit Indonesia RHDSI Nilai tukar riil Indonesia ERI Pajak ekspor minyak kelapa sawit Indonesia PESI A Penawaran pasar ekspor minyak kelapa sawit Indonesia SXSI A Konsumsi M. Kelapa Sawit Indonesia (CSI) R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = - Intercept Harga domestik riil minyak kelapa sawit Indonesia HDSI F Laju perubahan harga dunia riil minyak bumi RHCOW Populasi Indonesia POPI B Lag konsumsi minyak kelapa sawit Indonesia LCSI A Luas areal TM PBN (LASMIN) R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = 0.05 Lag harga domestik riil minyak kelapa sawit Indonesia LHDSI A Laju perubahan harga riil pupuk RHCPI B Lag tiga luas areal perkebunan sawit PBN L3LASIN A Luas areal TM PBS (LASMIS) R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = - Intercept Lag harga ekspor riil minyak kelapa sawit Indonesia LHESI Laju perubahan harga riil pupuk RHCPI Tingkat upah riil perkebunan Indonesia USPI Lag tiga luas areal perkebunan sawit PBS L3LASIS A Luas areal TM PR (LASMIR) R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = - Intercept Lag harga domestik riil minyak kelapa sawit Indonesia LHDSI Tingkat upah riil perkebunan Indonesia USPI E Lag luas areal perkebunan sawit PR LLASIR A Keterangan: R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = - A : nyata pada taraf 1% B : nyata pada taraf 5% C : nyata pada taraf 10% D : nyata pada taraf 15% E : nyata pada taraf 20% F : nyata pada taraf 25%

5 100 Tabel 5. Lanjutan Variabel Simbol Parameter t Value Produktivitas areal TM PBN (YIESIN) Pendek Elastisitas Panjang Harga ekspor riil minyak kelapa sawit Indonesia HESI Laju perubahan harga riil pupuk RHCPI Pertambahan areal TM PBN tahun ini DLASMIN C Lag produktivitas areal TM PBN LYIESIN A Produktivitas areal TM PBS (YIESIS) R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = Harga ekspor riil minyak kelapa sawit Indonesia HESI F Pertambahan areal TM PBS tahun ini DLASMIS Lag produktivitas areal TM PBS LYIESIS A Produktivitas areal TM PR (YIESIR) R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = Harga domestik riil minyak kelapa sawit Indonesia HDSI Harga domestik riil minyak kelapa sawit Indonesia tahun sebelumnya LHDSI F Laju perubahan harga riil pupuk RHCPI Pertambahan areal TM PR tahun ini DLASMIR Lag produktivitas areal TM PR LYIESIR A Keterangan: R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = A : nyata pada taraf 1% B : nyata pada taraf 5% C : nyata pada taraf 10% D : nyata pada taraf 15% E : nyata pada taraf 20% F : nyata pada taraf 25% Dilihat dari nilai t-hitung, maka ekspor minyak kelapa sawit Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh penawaran minyak kelapa sawit Indonesia untuk pasar ekspor dan pajak ekspor. Variabel penawaran minyak kelapa sawit Indonesia untuk pasar ekspor berpengaruh positif terhadap ekspor. Peningkatan volume penawaran sebesar 1% akan meningkatkan ekspor sebesar 0.89%. Nilai elastisitas pada jangka pendek mendekati unitary elastis, yaitu sebesar Penawaran minyak kelapa sawit Indonesia untuk pasar ekspor merupakan selisih antara total penawaran minyak kelapa sawit Indonesia dan konsumsi minyak kelapa sawit Indonesia (CSI). Total penawaran minyak kelapa sawit Indonesia merupakan penjumlahan dari stok awal tahun (STOKSI) dan produksi minyak kelapa sawit Indonesia (PRODSI).

6 101 Variabel lain yang nyata mempengaruhi ekspor minyak kelapa sawit Indonesia adalah pajak ekspor (PESI), namun mempunyai pengaruh negatif. Peningkatan pajak ekspor sebesar 1% akan menurunkan volume ekspor minyak kelapa sawit Indonesia sebesar 58 ribu ton, dari rerata volume ekspor tahun sebesar 3,6 juta ton, atau sekitar 1.61%. Variabel eksogen lainnya yaitu harga ekspor minyak kelapa sawit Indonesia (HESI) dan nilai tukar (ERI) mempunyai pengaruh positif terhadap ekspor, sedangkan variabel laju perubahan harga domestik (RHDSI) memiliki pengaruh negatif terhadap ekspor. Ketoga variabel eksogen tidak memiliki dampak perubahan yang besar terhadap terhadap ekspor minyak kelapa sawit Indonesia dan secara statistik nyata pada taraf >25%. Konsumsi minyak kelapa sawt Indonesia (CSI) dipengaruhi oleh variabel harga domestik minyak kelapa sawit Indonesia (HDSI), laju perubahan harga minyak bumi (RHCOW), jumlah populasi (POPI) dan lag konsumsi (LCSI). Seluruh variabel eksogen mampu menerangkan keragaman konsumsi minyak kelapa sawit Indonesia sebesar 99% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersama-sama. Dilihat dari nilai t-hitung, maka konsumsi minyak kelapa sawit Indonesia terutama dipengaruhi oleh lag konsumsi, populasi dan harga domestik minyak kelapa sawit Indonesia berturut-turut pada taraf 1%, 5% dan 25%. Variabel eksogen populasi Indonesia (POPI) berpengaruh positif terhadap konsumsi. Setiap tambahan populasi sebanyak 1000 jiwa akan meningkatkan konsumsi sebesar ton/tahun, dari rerata volume konsumsi tahun sebesar 2,35 juta ton/tahun, atau sekitar 1%. Konsumsi minyak kelapa sawit bersifat responsif terhadap perubahan populasi, khususnya pada jangka panjang

7 102 yang memiliki nilai elastisitas 3.3 kali lebih besar dari nilai elastisitas jangka pendek. Fenomena ini terkait dengan diversifikasi produk minyak kelapa sawit yang relatif masih kecil dalam konsumsi dan menjadikan pengaruh POPI lebih tergantung kepada jumlah populasi itu sendiri. Jenis penggunaan dalam konsumsi minyak kelapa sawit Indonesia didominasi sebagai bahan baku minyak goreng nasional. Sekitar 77% dari volume konsumsi minyak kelapa sawit Indonesia adalah untuk pasokan bahan baku minyak goreng nasional (Jakarta Futures Exchange, 2008). Variabel harga domestik (HDSI) memiliki pengaruh negatif terhadap konsumsi, sedangkan variabel laju perubahan harga dunia minyak bumi (RHCOW) mempunyai pengaruh positif terhadap konsumsi. Namun, konsumsi minyak kelapa sawit Indonesia bersifat tidak responsif terhadap perubahan kedua variabel tersebut. Seperti halnya pengaruh POPI terhadap CSI, fenomena ini terkait dengan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku utama minyak goreng nasional dan relatif masih kecilnya diversifikasi produk dalam konsumsi, termasuk pengolahan minyak kelapa sawit sebagai produk subsitusi minyak bumi. Selain itu dipengaruhi juga oleh kebijakan perdagangan yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia untuk menjamin ketersediaan pasokan minyak kelapa sawit di dalam negeri. Persamaan luas areal tanaman kelapa sawit menghasilkan Perkebunan Besar Negara (LASMIN) memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 99.80% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersama-sama. Variabel eksogen dalam persamaan LASMIN meliputi lag harga ekspor (LHESI), laju laju kenaikan harga pupuk (RHCPI) dan lag tiga luas areal perkebunan kelapa sawit

8 103 PBN (L3LASIN). Dilihat dari nilai t-hitung, maka LASMIN dipengaruhi secara nyata pada taraf 1% oleh variabel LHESI dan L3LASIN, sedangkan RHCPI berpengaruh nyata pada taraf 5%. Variabel eksogen lag harga ekspor (LHESI) dan lag tiga luas areal perkebunan PBN (L3LASIN) memiliki pengaruh positif, sedangkan variabel eksogen laju kenaikan harga pupuk (RHCPI) memiliki pengaruh negatif terhadap LASMIN. Luas areal tanaman kelapa sawit menghasilkan PBN relatif responsif terhadap perubahan L3LASIN dan tidak responsif terhadap perubahan variabel LHESI maupun RHCPI. Diketahui dalam kultur teknis kelapa sawit diperlukan waktu sekitar 3 tahun fase tanaman belum menghasilkan. PBN selaku pelaku usaha profesional maka dalam penentuan luas areal tanaman kelapa sawit menghasilkan tahun ini relatif lebih didasarkan kepada umur tanaman dibandingkan terhadap variabel harga produk maupun harga pupuk. Persamaan luas areal tanaman kelapa sawit menghasilkan Perkebunan Besar Swasta (LASMIS) memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 96% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersama-sama. Variabel eksogen dalam persamaan LASMIS meliputi lag harga ekspor (LHESI), laju kenaikan harga pupuk (RHCPI), upah tenaga kerja perkebunan (USPI) dan lag tiga luas areal perkebunan kelapa sawit PBS (L3LASIS). Dilihat dari nilai t- hitung, maka LASMIS hanya dipengaruhi secara nyata oleh variabel L3LASIS pada taraf 1%. Pada jangka pendek, LASMIS relatif bersifat responsif terhadap perubahan L3LASIS, dan tidak responsif terhadap perubahan tiga variabel eksogen lainnya. Seperti halnya PBN, PBS selaku pelaku usaha profesional maka dalam penentuan luas areal tanaman kelapa sawit menghasilkan tahun ini relatif

9 104 lebih didasarkan kepada umur tanaman dibandingkan terhadap variabel harga produk maupun harga pupuk. Persamaan luas areal tanaman kelapa sawit menghasilkan Perkebunan Rakyat (LASMIR) memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 99% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersama-sama. Variabel eksogen dalam persamaan LASMIR meliputi lag harga domestik (LHDSI), upah tenaga kerja perkebunan (USPI) dan lag luas areal perkebunan kelapa sawit PR (LLASIR). Harga domestik lebih menjadi acuan bagi PR daripada harga ekspor terkait dengan pemasaran minyak kelapa sawit PR yang berupa titip olah di pabrik pengolahan minyak kelapa sawit milik PBN maupun PBS. Penggunaan variabel lag satu luas areal perkebunan kelapa sawit rakyat (LLASIR) dalam persamaan LASMIR dan variabel USPI terkait dengan besarnya keragaman penerapan kultur teknis dan profesionalisme pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang diterapkan oleh PR. Dilihat dari nilai t-hitung, maka LASMIR hanya dipengaruhi secara nyata oleh variabel LLASIR pada taraf 1% dan variabel USPI pada taraf 20%. Pada jangka pendek, LASMIR bersifat responsif terhadap perubahan LLASIR bersifat elastis, sedangkan tiga variabel eksogen lainnya tidak memiliki dampak yang besar terhadap luas areal tanaman kelapa sawit menghasilkan perkebunan rakyat. Persamaan produktivitas tanaman kelapa sawit menghasilkan Perkebunan Besar Negara (YIESIN) memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 99% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersama-sama. Produktivitas yang digunakan dalam peneltian ini setara dengan pencapaian ton minyak kelapa sawit mentah per ha tanaman menghasilkan (ton CPO/ha TM). Variabel eksogen

10 105 dalam persamaan YIESIN meliputi harga ekspor (HESI), laju kenaikan harga pupuk (RHCPI), tambahan luas areal tanaman kelapa sawit menghasilkan PBN tahun ini (DLASMIN) dan lag produktivitas PBN (LYIESIN). Dilihat dari nilai t- hitung, maka YIESIN hanya dipengaruhi secara nyata oleh variabel LYIESIN pada taraf 1% dan DLASMIN pada taraf 10%. Nilai elastisitas jangka pendek seluruh variabel eksogen bersifat inelastis atau dengan perkataan lain ketiga variabel eksogen tersebut tidak memiliki dampak yang besar terhadap perubahan produktivitas tanaman kelapa sawit menghasilkan PBN. Pada jangka panjang, YIESIN bersifat responsif terhadap perubahan harga ekspor. Kondisi ini terkait dengan sifat utama industri kelapa sawit di sektor hulu (ket: perkebunan kelapa sawit), antara lain: (1) luas areal maupun luas areal tanaman kelapa sawit menghasilkan cenderung rigid untuk turun, (2) pertimbangan dalam keputusan tandan buah segar kelapa sawit (TBS) untuk dipanen tidak hanya didasarkan pertimbangan harga yang diterima saat ini tetapi memperhatikan siklus produksi TBS, khususnya bagi perkebunan besar, (3) tujuan akhir proses produksi TBS adalah menghasilkan minyak dengan sifat TBS yang mudah rusak (perishable) dan harus segera diolah menjadi minyak, dan (4) di perkebunan besar, pencapaian produktivitas menjadi indikator penilaian kinerja pengelolaan perkebunan kelapa sawit. Variabel HESI yang elastis pada jangka panjang menggambarkan prospek usaha kelapa sawit di masa depan mempengaruhi produktivitas PBN. Persamaan produktivitas tanaman kelapa sawit menghasilkan Perkebunan Besar Swasta (YIESIS) memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 99% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersama-sama. Variabel

11 106 eksogen dalam persamaan YIESIS meliputi harga ekspor minyak kelapa sawit Indonesia (HESI), tambahan luas areal tanaman kelapa sawit menghasilkan PBS tahun ini (DLASMIS) dan lag produktivitas PBS (LYIESIS). Dilihat dari nilai t- hitung, maka YIESIS hanya dipengaruhi secara nyata oleh variabel LYIESIS pada taraf 1% dan variabel HESI pada taraf 25%. Seperti halnya YIESIN, pada jangka pendek, YIESIS tidak responsif terhadap perubahan seluruh variabel eksogen, dan pada jangka panjang YIESIS bersifat responsif terhadap perubahan harga ekspor minyak kelapa sawit Indonesia. Persamaan produktivitas tanaman kelapa sawit menghasilkan Perkebunan Rakyat (YIESIR) memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 94% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersama-sama. Variabel eksogen dalam persamaan YIESIR meliputi harga domestik (HDSI), harga domestik tahun sebelumnya (LHDSI), pertumbuhan harga pupuk (RHCPI),tambahan luas areal tanaman kelapa sawit menghasilkan PR tahun ini (DLASMIR), dan lag produktivitas PR (LYIESIR). Dilihat dari nilai t-hitung, maka YIESIR dipengaruhi secara nyata oleh variabel LYIESIR pada taraf 1% dan LHDSI pada taraf 25%. Pada jangka pendek maupun jangka panjang, YIESIR tidak responsif terhadap perubahan seluruh variabel eksogen Ekspor Minyak Kelapa Sawit Malaysia Keragaan ekspor minyak kelapa sawit Malaysia tahun disajikan pada Tabel 6. Ekspor minyak kelapa sawit Malaysia (XSM) dipengaruhi oleh harga ekspor minyak kelapa sawit Malaysia (HESM), pajak ekspor (PESM), stok minyak kelapa sawit Malaysia (STOKSM), produksi (PRODSM) dan lag ekspor (LXSM). Seluruh variabel eksogen mampu menerangkan keragaman ekspor

12 107 minyak kelapa sawit Malaysia sebesar 99% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersama-sama. Dilihat dari nilai t-hitung, maka ekspor minyak kelapa sawit Malaysia dipengaruhi oleh lag ekspor dan produksi minyak kelapa sawit Malayasia berturut-turut pada taraf 5% dan 10%. Tabel 6. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Ekspor Minyak Kelapa Sawit Malaysia, Tahun Variabel Simbol Parameter t Value Pendek Elastisitas Panjang Ekspor minyak kelapa sawit Malaysia (XSM) Harga ekspor riil minyak kelapa sawit Malaysia HESM Pajak ekspor minyak kelapa sawit Malaysia PESM Stok minyak kelapa sawit Malaysia STOKSM Produksi Minyak kelapa sawit Malaysia PRODSM C Lag ekspor minyak kelapa sawit Malaysia LXSM B Keterangan: R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = - A : nyata pada taraf 1% B : nyata pada taraf 5% C : nyata pada taraf 10% D : nyata pada taraf 15% E : nyata pada taraf 20% F : nyata pada taraf 25% Nilai elastisitas jangka pendek maupun jangka panjang seluruh variabel eksogen bersifat inelastis. Untuk variabel harga ekspor, kondisi ini sesuai dengan hasil penelitian Suryana (1986) dan Zulkifli (2000) yang menyimpulkan bahwa respon ekspor minyak kelapa sawit kasar Indonesia dan Malaysia bersifat inelastis terhadap perubahan harga. Fenomena tersebut terkait dengan minyak kelapa sawit sebagai hasil komoditas perkebunan dengan karakteristik memiliki umur produksi yang panjang dan sebuah siklus produksi. Pengaruh produksi minyak kelapa sawit Malaysia terhadap ekspor minyak kelapa sawit Malaysia relatif lebih besar dibandingkan variabel eksogen lainnya. Kondisi ini terkait dengan kesimbangan antara volume produksi dan kebutuhan untuk konsumsi Malaysia. Diketahui persentase konsumsi terhadap volume produksi minyak kelapa sawit Malaysia

13 108 sekitar 18% (Oil World, 2011) atau dengan perkataan lain masih terdapat sisa poroduksi yang relatif besar untuk kegiatan ekspor. Selain sebagai hasil komoditas perkebunan, kebijakan pemerintah Malaysia yang mendorong pengaturan volume produksi minyak kelapa sawit Malaysia (ket: seperti pemberian replanting incentive scheme tahun ) dan pengembangan industri hilir pengolahan minyak sawit kasar menjadikan pengaruh perubahan produksi terhadap ekspor Malaysia bersifat inelastis. Fenomena ini juga menjelaskan pengaruh perubahan stok dan pajak ekspor terhadap ekspor Malaysia yang bersifat inelastis Impor Minyak Kelapa Sawit Impor dan Konsumsi Minyak Kelapa Sawit China China merupakan negara importir terbesar pertama minyak kelapa sawit dengan share dalam periode tahun sekitar 18% dari total impor dunia (Oil World, 2011). Keragaan impor dan konsumsi minyak kelapa sawit China tahun disajikan pada Tabel 7. Impor minyak kelapa sawit China (MSC) dipengaruhi oleh harga impor (HMSC) dan konsumsi minyak kelapa sawit China (CSC). Seluruh variabel eksogen mampu menerangkan keragaman impor minyak kelapa sawit China sebesar 98% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersama-sama. Dilihat dari nilai t-hitung, maka impor minyak kelapa sawit China dipengaruhi secara nyata oleh konsumsi. Selain itu pada jangka pendek respon impor minyak kelapa sawit China terhadap perubahan konsumsi relatif bersifat unitary elastis. Konsumsi minyak kelapa sawit China (CSC) dipengaruhi secara nyata oleh harga impor minyak kelapa sawit China, harga dunia minyak bumi, populasi

14 109 (POPC) dan tingkat pendapatan perkapita China (IPC). Sedangkan harga impor minyak kedelai China (HMKC) dan harga impor minyak rapeseed China (HMRC) tidak berpengaruh nyata dalam konsumsi minyak kelapa sawit China. Pada jangka pendek, konsumsi minyak kelapa sawit China bersifat responsif terhadap perubahan harga dunia minyak bumi, perubahan tingkat pendapatan perkapita dan populasi. Fenomena ini terkait dengan penggunaan utama minyak kelapa sawit di China di sektor non pangan termasuk pengolahan minyak kelapa sawit sebagai produk subsitusi minyak bumi. Tabel 7. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Impor dan Konsumsi Minyak Kelapa Sawit China, Tahun Variabel Simbol Parameter t Value Pendek Elastisitas Panjang Impor minyak kelapa sawit China (MSC) Intercept Harga impor riil minyak kelapa sawit China HMSC Konsumsi minyak kelapa sawit China CSC A Konsumsi minyak kelapa sawit China (CSC) R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = - Intercept Harga impor riil minyak kelapa sawit China HMSC C Harga impor riil minyak kedelai China HMKC Harga impor riil minyak rapeseed China HMRC Harga dunia riil minyak bumi dunia HCOW C Tingkat pendapatan perkapita riil China IPC A Populasi China POPC C Keterangan: R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = - A : nyata pada taraf 1% B : nyata pada taraf 5% C : nyata pada taraf 10% D : nyata pada taraf 15% E : nyata pada taraf 20% F : nyata pada taraf 25% Impor dan Konsumsi Minyak Kelapa Sawit EU-15 Impor minyak kelapa sawit oleh negara-negara EU-15 terutama digunakan untuk kebutuhan sektor non pangan, termasuk sebagai sumber energi alterlatif pengganti maupun bahan dasar industri oleokimia yang awalnya berbasis minyak bumi. Hasil pengolahan minyak kelapa sawit selain digunakan sendiri, sebagian

15 110 lainnya direekspor ke negara-negara lain di benua Eropa. Perimbangan antara konsumsi dan reekspor dari total impor sekitar 60:40 dengan tren reekspor yang semakin meningkat. Keragaan impor dan konsumsi minyak kelapa sawit EU-15 disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Impor dan Konsumsi Minyak Kelapa Sawit EU-15, Tahun Variabel Simbol Parameter t Value Impor minyak kelapa sawit EU-15 (MSEU) Pendek Elastisitas Panjang Harga impor riil minyak kelapa sawit EU-15 HMSEU E Konsumsi minyak kelapa sawit EU-15 CSEU A Lag impor minyak kelapa sawit EU-15 LMSEU A Konsumsi minyak kelapa sawit EU-15 (CSEU) R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = 1.14 Intercept Harga impor riil minyak kelapa sawit EU-15 HMSEU B Harga impor riil minyak matahari EU-15 HMMEU C Laju pertumbuhan harga dunia riil minyak bumi RHCOW Tingkat pendapatan perkapita riil EU-15 IPEU Populasi EU-15 POPEU E Lag konsumsi minyak kelapa sawit EU-15 LCSEU A Keterangan: R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = 0.94 A : nyata pada taraf 1% B : nyata pada taraf 5% C : nyata pada taraf 10% D : nyata pada taraf 15% E : nyata pada taraf 20% F : nyata pada taraf 25% Impor minyak kelapa sawit EU-15 (MSEU) dipengaruhi oleh variabel harga impor (HMSEU), konsumsi minyak kelapa sawit EU-15 (CSEU) dan lag impor (LMSEU). Seluruh variabel eksogen mampu menerangkan keragaman impor minyak kelapa sawit EU-15 sebesar 98% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersama-sama. Dilihat dari nilai t-hitung, maka impor minyak kelapa sawit EU-15 dipengaruhi secara nyata oleh konsumsi minyak kelapa sawit EU-15 (CSEU) dan lag impor (LMSEU) pada taraf 1% dan harga impor (HMSEU) pada taraf 20%. Pada jangka pendek impor minyak kelapa sawit EU-15 tidak bersifat responsif terhadap seluruh variabel eksogen, namun bersifat

16 111 responsif terhadap perubahan konsumsi minyak kelapa sawit EU-15 pada jangka panjang Konsumsi minyak kelapa sawit EU-15 (CSEU) dipengaruhi secara nyata oleh harga impor minyak kelapa sawit EU-15 (HMSEU), harga impor minyak matahari EU-15 (HMSEU), jumlah populasi (POPEU) dan lag konsumsi. Tingkat pendapatan perkapita (IPEU) dan laju pertumbuhan harga minyak bumi tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi minyak kelapa sawit EU-15. Seluruh variabel eksogen mampu menerangkan keragaman impor minyak kelapa sawit EU-15 sebesar 92% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersama-sama. Pada jangka pendek, konsumsi minyak kelapa sawit EU-15 hanya bersifat responsif terhadap perubahan populasi. Pada jangka panjang, konsumsi minyak kelapa sawit EU-15 bersifat responsif terhadap perubahan populasi dan relatif bersifat unitary elastis terhadap perubahan tingkat pendapatan perkapita maupun harga impor minyak kelapa sawit Impor dan Konsumsi Minyak Kelapa Sawit India India merupakan negara importir minyak kelapa sawit terbesar kedua setelah China. Penggunaan utama minyak kelapa sawit di India adalah di sektor pangan. Keragaan impor dan konsumsi minyak kelapa sawit India disajikan pada Tabel 9. Impor minyak kelapa sawit India (MSID) dipengaruhi oleh rasio laju pertumbuhan harga impor riil minyak kelapa sawit India terhadap laju konsumsi minyak kelapa sawit India (RRHMSIDRCSID), tarif impor minyak kelapa sawit India (TMSID) dan nilai tukar (ERID). Seluruh variabel eksogen mampu menerangkan keragaman impor minyak kelapa sawit India sebesar 80% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersama-sama. Dilihat dari

17 112 nilai t-hitung, maka impor minyak kelapa sawit India dipengaruhi secara nyata oleh tarif impor minyak kelapa sawit India dan nilai tukar. Namun, pada jangka pendek impor minyak kelapa sawit India tidak bersifat responsif terhadap perubahan seluruh variabel eksogen. Tabel 9. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Impor dan Konsumsi Minyak Kelapa Sawit India, Tahun Variabel Simbol Parameter t Value Impor minyak kelapa sawit India (MSID) Pendek Elastisitas Panjang Intercept Rasio laju pertumbuhan harga impor riil minyak kelapa sawit India terhadap laju konsumsi minyak kelapa RRHMSIDRCSID sawit India Tarif impor minyak kelapa sawit India TMSID A Nilai tukar riil India ERID B Konsumsi minyak kelapa sawit India (CSID) R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = - Intercept Harga impor riil minyak kelapa sawit India HMSID Nilai tukar riil India ERID Populasi India POPID A Keterangan: R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = - A : nyata pada taraf 1% B : nyata pada taraf 5% C : nyata pada taraf 10% D : nyata pada taraf 15% E : nyata pada taraf 20% F : nyata pada taraf 25% Konsumsi minyak kelapa sawit India (CSID) dipengaruhi secara nyata oleh jumlah populasi (POPID). Variabel harga impor minyak kelapa sawit (HMSID) dan nilai tukar (ERID) tidak berpengaruh nyata dalam persamaan konsumsi minyak kelapa sawit India. Seluruh variabel eksogen mampu menerangkan keragaman konsumsi minyak kelapa sawit India sebesar 79% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersama-sama. Pada jangka pendek, konsumsi minyak kelapa sawit India bersifat responsif terhadap perubahan populasi.

18 Impor dan Konsumsi Minyak Kelapa Sawit Pakistan Pakistan merupakan negara di Asia Barat yang menjadi negara potensial pemasaran minyak kelapa sawit. Keragaan impor dan konsumsi minyak kelapa sawit Pakistan tahun disajikan pada Tabel 10. Impor minyak kelapa sawit Pakistan (MSP) dipengaruhi oleh harga impor minyak kelapa sawit Pakistan (HMSP), nilai tukar (ERP), tarif impor (TMSP), laju pertumbuhan konsumsi minyak kelapa sawit Pakistan (RCSIP) dan lag impor (LMSP). Seluruh variabel eksogen mampu menerangkan keragaman impor minyak kelapa sawit Pakistan sebesar 97% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersamasama. Dilihat dari nilai t-hitung, maka impor minyak kelapa sawit Pakistan dipengaruhi secara nyata oleh tarif impor, laju pertumbuhan konsumsi minyak kelapa sawit Pakistan, lag impor dan nilai tukar. Impor minyak kelapa sawit Pakistan relatif lebih responsif terhadap perubahan tarif impor dibandingkan terhadap perubahan varibel penjelas lainnya. Konsumsi minyak kelapa sawit Pakistan (CSP) dipengaruhi secara nyata oleh jumlah populasi (POPP) pada taraf 1% dan harga impor minyak kelapa sawit Pakistan (HMSP) pada taraf nyata 20% dan konsumsi tahun sebelumnya (LCSP) pada taraf nyata 5%. Seluruh variabel eksogen mampu menerangkan keragaman konsumsi minyak kelapa sawit Pakistan sebesar 91% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersama-sama. Pada jangka pendek maupun jangka panjang, konsumsi minyak kelapa sawit Pakistan bersifat responsif terhadap perubahan populasi, sedangkan perubahan harga impor tidak memiliki dampak yang besar terhadap konsumsi minyak kelapa sawit Pakistan.

19 114 Tabel 10. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Impor dan Konsumsi Minyak Kelapa Sawit Pakistan Tahun Variabel Simbol Parameter t Value Impor minyak kelapa sawit Pakistan (MSP) Intercept Pendek Elastisitas Panjang Harga impor riil minyak kelapa sawit Pakistan HMSP Nilai tukar riil Pakistan ERP C Tarif impor minyak kelapa sawit Pakistan TMSP A Laju pertumbuhan konsumsi minyak kelapa sawit Pakistan RCSP A Lag impor minyak kelapa sawit Pakistan LMSP A Konsumsi minyak kelapa sawit Pakistan (CSP) R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = - Intercept Harga impor riil minyak kelapa sawit Pakistan HMSP E Populasi Pakistan POPP A Lag konsumsi minyak kelapa sawit Pakistan LCSP B Keterangan: R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = A : nyata pada taraf 1% B : nyata pada taraf 5% C : nyata pada taraf 10% D : nyata pada taraf 15% E : nyata pada taraf 20% F : nyata pada taraf 25% Harga Minyak Kelapa Sawit Keragaan harga dunia, harga ekspor dan harga domestik negara eksportir serta harga impor minyak kelapa sawit negara-negara importir di dalam model disajikan pada Tabel 11. Persamaan harga dunia minyak kelapa sawit (HSW) dipengaruhi oleh ekspor dunia minyak kelapa sawit (XSW), impor dunia minyak kelapa sawit (MSW) dan lag harga dunia minyak kelapa sawit (LHSW). Seluruh variabel eksogen mampu menerangkan keragaman harga dunia minyak kelapa sawit sebesar 24% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersamasama pada taraf 15%. Pada jangka pendek, harga dunia minyak kelapa sawit relatif bersifat unitary terhadap perubahan ekspor dunia minyak kelapa sawit, namun bersifat tidak responsif terhadap perubahan impor. Pada jangka jangka panjang respon harga dunia minyak kelapa sawit terhadap perubahan impor dunia

20 115 minyak kelapa sawit relatif bersifat responsif terhadap perubahan ekspor dunia minyak kelapa sawit, namun bersifat tidak responsif terhadap perubahan impor. Fenomena ini antara lain terkait dengan: (1) produksi dan ekspor minyak kelapa sawit dunia didominasi oleh Indonesia dan Malaysia dengan share kumulatif kedua negara mencapai 85% dari total produksi dunia maupun total ekspor dunia, (2) secara umum negara-negara importir utama minyak kelapa sawit tidak memiliki produksi domestik minyak kelapa sawit, namun merupakan negara produsen tiga minyak nabati lainnya. Tabel 11. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Harga Dunia, Harga Ekspor dan Harga Domestik Negara Eksportir serta Harga Impor Negara Importir Minyak Kelapa Sawit, Tahun Variabel Simbol Parameter t Value Harga dunia riil minyak kelapa sawit (HSW) Intercept Pendek Elastisitas Panjang Ekspor dunia minyak kelapa sawit XSW Impor dunia minyak kelapa sawit MSW Lag harga dunia riil minyak kelapa sawit LHSW B R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = 2.27 Dw = dh = - Harga ekspor riil minyak kelapa sawit Indonesia (HESI) Harga dunia riil minyak kelapa sawit HSW A Nilai tukar riil Indonesia ERI Laju pertumbuhan ekspor riil minyak kelapa sawit Indonesia RXSI Lag harga ekspor riil minyak kelapa sawit Indonesia LHESI C R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = 1.64 Harga domestik minyak kelapa sawit Indonesia (HDSI) Harga ekspor riil minyak kelapa sawit Indonesia HESI B Nilai tukar riil Indonesia ERI B Rasio total penawaran terhadap total permintaan minyak kelapa sawit Indonesia RTSDSI Lag harga domestik minyak kelapa sawit Indonesia LHDSI B Keterangan: R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = 0.63 A : nyata pada taraf 1% B : nyata pada taraf 5% C : nyata pada taraf 10% D : nyata pada taraf 15% E : nyata pada taraf 20% F : nyata pada taraf 25%

21 116 Tabel 9. Lanjutan Variabel Simbol Parameter t Value Harga ekspor minyak kelapa sawit Malaysia (HESM) Intercept Pendek Elastisitas Panjang Harga dunia riil minyak kelapa sawit HSW A Nilai tukar riil Malaysia ERM Ekspor minyak kelapa sawit Malaysia XSM D Lag harga ekspor minyak kelapa sawit Malaysia LHESM B R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = Harga impor minyak kelapa sawit China (HMSC) Harga dunia riil minyak kelapa sawit HSW A Tarif impor minyak kelapa sawit China TMSC A R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = - Harga impor minyak kelapa sawit EU-15 (HMSEU) Intercept Harga dunia riil minyak kelapa sawit HSW A Tarif impor minyak kelapa sawit EU-15 TMSEU Harga impor minyak kelapa sawit India (HMSID) R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = - Intercept Harga dunia riil minyak kelapa sawit HSW A Laju pertumbuhan konsumsi minyak kelapa sawit India RCSID Lag harga impor minyak kelapa sawit Pakistan LHMSID C Harga impor minyak kelapa sawit Pakistan (HMSP) R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = - Harga dunia riil minyak kelapa sawit HSW A Lag harga impor minyak kelapa sawit Pakistan LHMSP A Keterangan: R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = A : nyata pada taraf 1% B : nyata pada taraf 5% C : nyata pada taraf 10% D : nyata pada taraf 15% E : nyata pada taraf 20% F : nyata pada taraf 25% Harga ekspor minyak kelapa sawit Indonesia (HESI) dipengaruhi oleh harga dunia minyak kelapa sawit (HSW), nilai tukar (ERI), laju pertumbuhan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia (RXSI) dan lag harga ekspor minyak kelapa sawit Indonesia (LHESI). Seluruh variabel eksogen mampu menerangkan keragaman harga ekspor minyak kelapa sawit Indonesia sebesar 99% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersama-sama. Pada jangka pendek, harga ekspor minyak kelapa sawit Indonesia tidak bersifat responsif terhadap

22 117 perubahan seluruh variabel eksogen. Pada jangka panjang, harga ekspor minyak kelapa sawit Indonesia tidak bersifat responsif terhadap perubahan harga dunia minyak kelapa sawit. Harga domestik minyak kelapa sawit Indonesia (HDSI) dipengaruhi oleh harga ekspor minyak kelapa sawit Indonesia (HESI), nilai tukar (ERI), rasio total penawaran minyak kelapa sawit Indonesia terhadap total permintaan minyak kelapa sawit Indonesia (RTSDSI) dan lag harga domestik minyak kelapa sawit Indonesia (LHDSI). Seluruh variabel eksogen mampu menerangkan keragaman harga ekspor minyak kelapa sawit Indonesia sebesar 97% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersama-sama. Pengaruh perubahan harga ekspor minyak kelapa sawit Indonesia terhadap harga domestik minyak kelapa Indonesia relatif lebih besar dibandingkan pengaruh perubahan variabel eksogen lainnya, kemudian diikuti oleh pengaruh perubahan nilai tukar dan pengaruh perubahan penawaran minyak kelapa sawit Indonesia terhadap total permintaan minyak kelapa sawit Indonesia. Harga ekspor minyak kelapa sawit Malaysia (HESM) dipengaruhi oleh harga dunia minyak kelapa sawit (HSW), nilai tukar (ERM), ekspor minyak kelapa sawit Malaysia (XSM) dan lag harga ekspor minyak kelapa sawit Malaysia (LHESM). Seluruh variabel eksogen mampu menerangkan keragaman harga ekspor minyak kelapa sawit Malaysia sebesar 83% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersama-sama. Harga ekspor minyak kelapa sawit Malaysia bersifat responsif terhadap perubahan harga dunia minyak kelapa sawit. Fenomena ini terkait dengan keseimbangan antara konsumsi dan ekspor minyak kelapa sawit Malaysia terhadap produksi sekitar 18:82.

23 118 Berdasarkan nilai t-hitung, harga impor minyak kelapa sawit China, EU- 15, India dan Pakistan dipengaruhi secara nyata oleh harga dunia minyak kelapa sawit. Tarif impor tidak berpengaruh nyata, kecuali pengaruh tarif impor minyak kelapa sawit China terhadap harga impor minyak kelapa sawit China. Secara umum, seluruh variabel eksogen yang dimasukkan kedalam setiap persamaan harga impor masing-masing negara importir mampu menjelaskan keragaman harga impor pada kisaran 65%-99%, dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersama-sama. Respon harga impor terhadap perubahan harga dunia minyak kelapa sawit maupun terhadap perubahan tarif impor terutama terjadi di China, diikuti oleh India, EU-15 dan Pakistan. Fenomena ini terkait dengan posisi China dan India sebagai dua negara importir terbesar minyak kelapa sawit Keragaan Minyak Kedelai Dunia Minyak kedelai merupakan minyak terbesar yang diporoduksi dan kedua terbesar yang diperdagangkan di pasar dunia minyak nabati maupun di pasar dunia minyak hayati. Ciri khas dalam perdagangan dunia minyak kedelai adalah negara importir utama umumnya merupakan negara produsen utama minyak kedelai dan impor dilakukan untuk menutupi kekurangan antara volume produksi domestik dan konsumi. Penggunaan minyak kedelai relatif cukup luas dibandingkan dengan tiga minyak nabati lainnya, baik di sekor pangan, di industri oleokimia maupun sebagai sumber bahan bakar alternatif minyak bumi. Argentina, Brasil dan Amerika Serikat merupakan tiga negara eksportir utama dengan kumulatif share lebih dari 85% dari total ekspor di pasar dunia minyak kedelai. EU-15, China, India dan Iran merupakan empat negara importir

24 119 utama dengan kumulatif share sekitar 48.1% dari total impor dunia minyak kedelai Ekspor Minyak Kedelai Ekspor dan Konsumsi Minyak Kedelai Argentina Argentina merupakan negara eksportir terbesar minyak kedelai. Sekitar 90% dari produksi minyak kedelai Argentina ditujukan untuk pasar ekspor dan sisanya sekitar 10% diserap oleh pasar domestik. Keragaan ekspor dan konsumsi minyak kedelai Argentina disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Ekspor dan Konsumsi Minyak Kedelai Argentina, Tahun Ekspor M. Kedelai Argentina (XKA) Variabel Simbol Parameter t Value Pendek Elastisitas Panjang Harga ekspor riil minyak kedelai Argentina HEKA Harga domestik riil minyak kedelai Argentina HDKA Nilai tukar riil Argentina ERA Produksi minyak kedelai Argentina PRODKA A Konsumsi M. Kedelai Argentina (CKA) R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = - Intercept Laju pertumbuhan harga domestik riil minyak kedelai Argentina RHDKA Produksi minyak kedelai Argentina RHCOW Populasi Argentina POPA A Keterangan: R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = - A : nyata pada taraf 1% B : nyata pada taraf 5% C : nyata pada taraf 10% D : nyata pada taraf 15% E : nyata pada taraf 20% F : nyata pada taraf 25% Ekspor minyak kedelai Argentina (XKA) dipengaruhi oleh harga ekspor minyak kedelai Argentina (HEKA), harga domestik minyak kedelai Argentina (HDKA), nilai tukar dan produksi minyak kedelai Argentina (PRODKA). Seluruh variabel eksogen mampu menerangkan keragaman ekspor minyak kedelai Argentina sebesar 99% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersama-sama. Dilihat dari nilai t-hitung, maka ekspor minyak kedelai Argentina

25 120 dipengaruhi secara nyata oleh volume produksi dan konsumsi minyak kedelai Argentina. Ekspor minyak kedelai Argentina bersifat responsif terhadap perubahan produksi, sedangkan perubahan pada variabel eksogen lainnya tidak memiliki dampak yang besar terhadap ekspor minyak kedelai Argentina. Konsumsi minyak kedelai Argentina (CKA) dipengaruhi oleh laju pertumbuhan harga domestik minyak kedelai Argentina (RHDKA), laju pertumbuhan harga dunia minyak bumi (RHCOW) dan populasi Argentina (POPA). Seluruh variabel eksogen yang dimasukkan kedalam persamaan mampu menerangkan keragaman konsumsi minyak kedelai Argentina sebesar 64% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersama-sama. Pada jangka pendek konsumsi minyak kedelai Argentina bersifat responsif terhadap perubahan populasi, sedangkan perubahan pada variabel eksogen lainnya tidak memiliki dampak yang besar terhadap konsumsi minyak kedelai Argentina Ekspor dan Konsumsi Minyak Kedelai Brasil Brasil merupakan negara eksportir minyak kedelai terbesar kedua. Sekitar 60% dari produksi minyak kedelai Brasil diserap oleh pasar domestik dan sisanya sekitar 40% ditujukan untuk pasar ekspor. Keragaan ekspor dan konsumsi minyak kedelai Brasil disajikan pada Tabel 13. Ekspor minyak kedelai Brasil (XKB) dipengaruhi oleh harga ekspor minyak kedelai Brasil (HEKB), harga domestik minyak kedelai Brasil (HDKB), nilai tukar (ERB), produksi (PRODKB) dan lag ekspor minyak kedelai Brasil (LXKB). Seluruh variabel eksogen mampu menerangkan keragaman ekspor minyak kedelai Brasil sebesar 91% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersama-sama. Ekspor minyak kedelai Brasil bersifat responsif terhadap perubahan produksi dan konsumsi,

26 121 sedangkan perubahan pada variabel eksogen lainnya tidak memiliki dampak yang besar terhadap ekspor minyak kedelai Brasil. Tabel 13. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Ekspor dan Konsumsi Minyak Kedelai Brasil, Tahun Variabel Simbol Parameter t Value Ekspor M. Kedelai Brasil (XKB) Pendek Elastisitas Panjang Intercept Harga ekspor riil minyak kedelai Brasil HEKB Stok minyak kedelai Brasil HDKB Nilai tukar riil Brasil ERB E Produksi minyak kedelai Brasil PRODKB A Lag ekspor minyak kedelai Brasil LXKB Konsumsi M. Kedelai Brasil (CKB) R 2 = R 2 -Adj =0.886 F-hitung = Dw = dh = 1.43 Intercept Harga domestik riil minyak kedelai Brasil HDKB Rasio laju peningkatan harga domestik riil m. kedelai Brasil thd laju peningkatan harga dunia riil RRHDKBRHCOW B minyak bumi Populasi Brasil POPB C Lag konsumsi minyak kedelai Brasil LCKB A Keterangan: R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = 1.39 A : nyata pada taraf 1% B : nyata pada taraf 5% C : nyata pada taraf 10% D : nyata pada taraf 15% E : nyata pada taraf 20% F : nyata pada taraf 25% Konsumsi minyak kedelai Brasil (CKB) dipengaruhi oleh harga domestik (HDKB), rasio laju pertumbuhan harga domestik minyak kedelai Brasil terhadap laju pertumbuhan harga dunia minyak bumi (RRHDKBRHCOW), populasi Brasil dan lag konsumsi. Seluruh variabel eksogen yang dimasukkan kedalam persamaan mampu menerangkan keragaman konsumsi minyak kedelai Brasil sebesar 96% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersama-sama. Pada jangka pendek, konsumsi minyak kedelai Brasil tidak bersifat responsif terhadap perubahan seluruh variabel eksogen. Pada jangka panjang, konsumsi minyak kedelai Brasil bersifat responsif terhadap perubahan populasi Brasil.

27 Ekspor dan Konsumsi Minyak Kedelai Amerika Serikat Amerika Serikat merupakan negara produsen terbesar minyak kedelai, namun hanya sekitar 10% dari produksi yang ditujukan untuk pasar ekspor. Keragaan ekspor dan konsumsi minyak kedelai Amerika Serikat disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Ekspor dan Konsumsi Minyak Kedelai Amerika Serikat, Tahun Variabel Simbol Parameter t Value Ekspor M. Kedelai USA (XKUSA) Intercept Pendek Elastisitas Panjang Laju pertumbuhan harga ekspor riil minyak kedelai USA RHEKUSA Harga domestik riil minyak kedelai USA HDKUSA Produksi minyak kedelai USA PRODKUSA C Konsumsi M. Kedelai USA (CKUSA) R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = 1.18 Dw = dh = - Harga relatif harga domestik riil minyak kedelai USA terhadap harga RHDKUSAHCOW dunia riil minyak bumi Harga domestik riil minyak rapeseed USA HDRUSA Populasi USA POPUSA A Keterangan: R 2 = R 2 -Adj = F-hitung = Dw = dh = - A : nyata pada taraf 1% B : nyata pada taraf 5% C : nyata pada taraf 10% D : nyata pada taraf 15% E : nyata pada taraf 20% F : nyata pada taraf 25% Ekspor minyak kedelai Amerika Serikat (XKUSA) dipengaruhi oleh laju pertumbuhan harga ekspor minyak kedelai Amerika Serikat (RHEKUSA), harga domestik minyak kedelai Amerika Serikat (HDKUSA) dan produksi (PRODKUSA). Seluruh variabel eksogen mampu menerangkan keragaman ekspor minyak kedelai Amerika Serikat sebesar 14% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersama-sama pada taraf 35%. Pada jangka pendek, ekspor minyak kedelai Amerika Serikat relatif lebih responsif terhadap

28 123 perubahan produksi minyak kedelai Amerika Serikat dibandingkan terhadap perubahan harga ekspor maupun perubahan harga domestik. Konsumsi minyak kedelai Amerika Serikat (CKUSA) dipengaruhi oleh harga relatif antara harga domestik minyak kedelai Amerika Serikat dan harga dunia minyak bumi (RHDKUSAHCOW), harga domestik minyak rapeseed Amerika Serikat (HDRUSA) dan populasi Amerika Serikat (POPUSA). Seluruh variabel eksogen yang dimasukkan kedalam persamaan mampu menerangkan keragaman konsumsi minyak kedelai Amerika Serikat sebesar 99% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersama-sama. Namun, pada jangka pendek konsumsi minyak kedelai Amerika Serikat tidak bersifat responsif terhadap perubahan seluruh variabel eksogen Impor Minyak Kedelai Impor dan Konsumsi Minyak Kedelai China China merupakan negara produsen minyak kedelai terbesar kedua setelah Amerika Serikat. Impor utamanya ditujukan untuk menutupi kekurangan antara produksi domestik dan konsumsi. Keragaan impor dan konsumsi minyak kedelai China disajikan pada Tabel 15. Impor minyak kedelai China dipengaruhi oleh harga impor, konsumsi minyak kedelai dan lag impor. Seluruh variabel eksogen mampu menerangkan keragaman impor minyak kedelai China sebesar 90% dan seluruh variabel memberikan pengaruh nyata secara bersama-sama. Impor minyak kedelai China hanya bersifat responsif terhadap perubahan konsumsi minyak kedelai China pada jangka panjang. Konsumsi minyak kedelai China dipengaruhi oleh harga impor minyak kedelai China (HMKC), tingkat pendapatan perkapita China (IPC), populasi

VI. RAMALAN HARGA DUNIA MINYAK NABATI DAN KERAGAAN INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA TAHUN

VI. RAMALAN HARGA DUNIA MINYAK NABATI DAN KERAGAAN INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA TAHUN VI. RAMALAN HARGA DUNIA MINYAK NABATI DAN KERAGAAN INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA TAHUN - 6.1. Ramalan Harga Minyak Nabati di Pasar Dunia Pergerakan harga riil minyak kelapa sawit, minyak kedelai,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA

II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA 2.1. Tinjauan Umum Minyak Nabati Dunia Minyak nabati (vegetable oils) dan minyak hewani (oil and fats) merupakan bagian dari minyak

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1. Pengaruh harga dunia minyak bumi dan minyak nabati pesaing terhadap satu jenis minyak nabati ditransmisikan melalui konsumsi (ket: efek subsitusi) yang selanjutnya

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA 5.1. Hasil Estimasi Model Hasil estimasi model dalam penelitian ini ditunjukkan secara lengkap pada Lampiran 4 sampai Lampiran

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Profil Kelapa Sawit Kelapa sawit memainkan peranan penting bagi pembangunan sub sektor perkebunan. Pengembangan kelapa sawit memberikan manfaat dalam peningkatan pendapatan petani

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas Areal Tanaman Perkebunan Perkembangan luas areal perkebunan perkebunan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pengembangan luas areal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Seperti yang telah dijelaskan pada Bab IV, model integrasi pasar beras Indonesia merupakan model linier persamaan simultan dan diestimasi dengan metode two stage least squares

Lebih terperinci

VIII. SIMPULAN DAN SARAN

VIII. SIMPULAN DAN SARAN VIII. SIMPULAN DAN SARAN 8.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA 36 III. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian terdahulu menunjukkan perkembangan yang sistematis dalam penelitian kelapa sawit Indonesia. Pada awal tahun 1980-an, penelitian kelapa sawit berfokus pada bagian hulu,

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia April 2015 Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Pendahuluan Sektor perkebunan terutama kelapa sawit memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia karena

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi.

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi. HMGRIN Harga Margarin (rupiah/kg) 12393.5 13346.3 7.688 VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil pendugaan model pengembangan biodiesel terhadap produk turunan kelapa sawit

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Crude palm oil (CPO) merupakan produk olahan dari kelapa sawit dengan cara perebusan dan pemerasan daging buah dari kelapa sawit. Minyak kelapa sawit (CPO)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 25 II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Area Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia secara berturut-turut pada tahun 1999, 2000, 2001 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN 6.1. Hasil Pendugaan Model Ekonomi Pupuk dan Sektor Pertanian Kriteria pertama yang harus dipenuhi dalam analisis ini adalah adanya kesesuaian

Lebih terperinci

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil yang tercantum pada Tabel 6.1. Koefisien determinan (R 2 ) sebesar

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN GULA DI PASAR DOMESTIK DAN DUNIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN GULA DI PASAR DOMESTIK DAN DUNIA 101 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN GULA DI PASAR DOMESTIK DAN DUNIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan gula Indonesia dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum sektor pertanian dapat memperluas kesempatan kerja, pemerataan kesempatan berusaha, mendukung pembangunan daerah dan tetap memperhatikan kelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi

Lebih terperinci

IV. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. KERANGKA PEMIKIRAN 52 IV. KERANGKA PEMIKIRAN 4.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Sesuai dengan tujuan penelitian, kerangka teori yang mendasari penelitian ini disajikan pada Gambar 10. P P w e P d Se t Se P Sd P NPM=D CP O

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah energi yang dimiliki Indonesia pada umumnya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan energi di sektor industri (47,9%), transportasi (40,6%), dan rumah tangga (11,4%)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting sebagai suatu sumber minyak nabati. Kelapa sawit tumbuh sepanjang pantai barat Afrika dari Gambia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Minyak Goreng

Tinjauan Pasar Minyak Goreng (Rp/kg) (US$/ton) Edisi : 01/MGR/01/2011 Tinjauan Pasar Minyak Goreng Informasi Utama : Tingkat harga minyak goreng curah dalam negeri pada bulan Januari 2011 mengalami peningkatan sebesar 1.3% dibandingkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS SUMBER PERTUMBUHAN MINYAK SAWIT YANG BERKELANJUTAN

PRODUKTIVITAS SUMBER PERTUMBUHAN MINYAK SAWIT YANG BERKELANJUTAN PRODUKTIVITAS SUMBER PERTUMBUHAN MINYAK SAWIT YANG BERKELANJUTAN Oleh Prof. Dr. Bungaran Saragih, MEc Komisaris Utama PT. Pupuk Indonesia Holding Ketua Dewan Pembina Palm Oil Agribusiness Strategic Policy

Lebih terperinci

III. TINJAUAN TEORI DAN STUDI TERDAHULU

III. TINJAUAN TEORI DAN STUDI TERDAHULU III. TINJAUAN TEORI DAN STUDI TERDAHULU 3.1. Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional diyakini akan memberikan manfaat bagi semua pihak yang melakukan. Bahkan, perdagangan internasional

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI KELAPA SAWIT

OUTLOOK KOMODITI KELAPA SAWIT OUTLOOK KOMODITI KELAPA SAWIT ISSN 1907-1507 2014 OUTLOOK KOMODITI KELAPA SAWIT Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA. Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas nilai-nilai hasil pendugaan

VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA. Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas nilai-nilai hasil pendugaan VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas nilai-nilai hasil pendugaan parameter persamaan struktural dalam model ekonometrika perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di wilayah Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak goreng sawit adalah salah satu jenis minyak makan yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Minyak goreng sawit adalah salah satu jenis minyak makan yang berasal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng sawit adalah salah satu jenis minyak makan yang berasal dari minyak sawit (Crude Palm Oil) yang dihasilkan dari tanaman kelapa sawit. Salah satu produk

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv

DAFTAR ISI. Halaman. DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.1.1. Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit... 3 1.1.2. Era Perdagangan Bebas... 7 1.1.3.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT 27 5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit yang menjadi salah satu tanaman unggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia selalu berusaha untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. Pembangunan ekonomi dilaksanakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA Pada bab V ini dikemukakan secara ringkas gambaran umum ekonomi kelapa sawit dan karet Indonesia meliputi beberapa variabel utama yaitu perkembangan

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia sehingga industri kelapa sawit diusahakan secara besar-besaran. Pesatnya perkembangan industri kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pesat globalisasi dalam beberapa dasawarsa terakhir mendorong terjadinya perdagangan internasional yang semakin aktif dan kompetitif. Perdagangan

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pabrik gula merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia karena pabrik gula bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok, kebutuhan industri lainnya, dan penyedia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi primadona untuk membangun perekonomian negara. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Pertanian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak masa kolonial sampai sekarang Indonesia tidak dapat lepas dari sektor perkebunan. Bahkan sektor ini memiliki arti penting dan menentukan dalam realita ekonomi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI Oleh : Sri Nuryanti Delima H. Azahari Erna M. Lokollo Andi Faisal

Lebih terperinci

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN I. PENDAHULUAN 1. Salah satu target utama dalam Rencana Strategis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. untuk bisa menghasilkan kontribusi yang optimal. Indonesia, khususnya pengembangan agroindustri.

PENDAHULUAN. untuk bisa menghasilkan kontribusi yang optimal. Indonesia, khususnya pengembangan agroindustri. PENDAHULUAN Latar Belakang Untuk memacu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional Indonesia dalam jangka panjang, tentunya harus mengoptimalkan semua sektor ekonomi yang dapat memberikan kontribusinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN

V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN 5.1. Analisis Umum Pendugaan Model Dalam proses spesifikasi, model yang digunakan dalam penelitian ini mengalami beberapa modifikasi karena

Lebih terperinci

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting di Indonesia yang berperan sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai penghasil produk-produk hulu pertanian yang mencakup sektor perkebunan, hortikultura dan perikanan. Potensi alam di Indonesia memungkinkan pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

dan 3) Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU

dan 3) Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU ANALISIS HARGA POKOK TANDAN BUAH SEGAR(TBS), CPO DAN INTI SAWIT DI KEBUN GUNUNG BAYU PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV KABUPATEN SIMALUNGUN M. Zainul Arifin SPY 1), Salmiah 2) dan Emalisa 3) 1) Alumni Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhan akan minyak nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada

I. PENDAHULUAN. kebutuhan akan minyak nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia, baik dilihat dari devisa yang dihasilkan maupun bagi pemenuhan kebutuhan akan minyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia, baik dilihat dari devisa yang dihasilkan maupun bagi pemenuhan kebutuhan akan minyak

Lebih terperinci

VII. DAMPAK BERBAGAI ALTERNATIF KEBIJAKkM-TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK SAWlT INDONESIA

VII. DAMPAK BERBAGAI ALTERNATIF KEBIJAKkM-TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK SAWlT INDONESIA VII. DAMPAK BERBAGAI ALTERNATIF KEBIJAKkM-TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK SAWlT INDONESIA Tujuan dari simulasi model adalah untuk mengilustrasikan model ECM yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat digunakan

Lebih terperinci

DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK SAWIT INTERNASIONAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA (SUATU MODEL COMPUTABLE GENERAL EQUILIBRIUM) Oleh :

DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK SAWIT INTERNASIONAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA (SUATU MODEL COMPUTABLE GENERAL EQUILIBRIUM) Oleh : DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK SAWIT INTERNASIONAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA (SUATU MODEL COMPUTABLE GENERAL EQUILIBRIUM) Oleh : Cornelius Tjahjaprijadi 1 Latar Belakang Kelapa sawit merupakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab V. GAMBARAN UMUM 5.1. Prospek Kakao Indonesia Indonesia telah mampu berkontribusi dan menempati posisi ketiga dalam perolehan devisa senilai 668 juta dolar AS dari ekspor kakao sebesar ± 480 272 ton pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara agraris di dunia, peranan tanaman pangan juga telah terbukti secara

I. PENDAHULUAN. negara agraris di dunia, peranan tanaman pangan juga telah terbukti secara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pangan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memiliki peranan sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan wilayah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti

Lebih terperinci

ISS N OUTLOOK TEH Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015

ISS N OUTLOOK TEH Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015 OUTLOOK TEH ISSN 1907-1507 2015 OUTLOOK TEH Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK TEH ii Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, 60 BAB I PENDAHULUAN 3.1. Latar Belakang Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, luas areal perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang sangat pesat. Bila pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lada atau pepper (Piper nigrum L) disebut juga dengan merica, merupakan jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah menjadi

Lebih terperinci

2. Penawaran ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang lebih

2. Penawaran ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang lebih VIll. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Produksi karet alam Indonesia dipengaruhi oleh harga domestik, luas areal, upah tenaga kerja dan produksi karet alam bedakala, tetapi tidak responsif (inelastis)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia Menurut Martha Prasetyani dan Ermina Miranti, sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, luas areal perkebunan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special product) dalam forum perundingan Organisasi Perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Industri teh mampu memberikan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISA MODEL PERSAMAAN REKURSIF FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN EKSPOR CPO INDONESIA

BAB 5 ANALISA MODEL PERSAMAAN REKURSIF FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN EKSPOR CPO INDONESIA BAB 5 ANALISA MODEL PERSAMAAN REKURSIF FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN EKSPOR CPO INDONESIA Pada bagian metodologi penelitian telah dijelaskan bahwa adanya ketidaksamaan satuan antara variabel ekspor CPO dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian dalam perekonomian. Selain itu sebagian besar penduduk Indonesia bekerja pada sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN konstribusi yang besar bagi devisa negara, khususnya karena pergeseran pangsa

I. PENDAHULUAN konstribusi yang besar bagi devisa negara, khususnya karena pergeseran pangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa sawit adalah komoditi strategis yang diharapkan dapat memberikan konstribusi yang besar bagi devisa negara, khususnya karena pergeseran pangsa konsumsi minyak nabati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Penetapan Harga Pada dasarnya, ada 2 kekuatan besar yang berpengaruh pada pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan sumber pembiayaan yang sangat penting adalah devisa. Devisa diperlukan untuk membiayai impor dan membayar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAYU BULAT

V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAYU BULAT V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAYU BULAT Data untuk membangun model ekonomi sebagaimana diuraikan pada Bab IV dianalisis untuk mendapatkan konfirmasi mengenai kualitas model yang dibangun,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci