TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN TENGKAWANG UNTUK PENINGKATAN NILAI TAMBAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN TENGKAWANG UNTUK PENINGKATAN NILAI TAMBAH"

Transkripsi

1 TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN TENGKAWANG UNTUK PENINGKATAN NILAI TAMBAH 1. R. Esa Pangersa Gusti, S.Hut 2. Ir. Totok K. Waluyo, M.Sc 3. Dra. Zulnely PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BOGOR, DESEMBER 2014

2 TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN TENGKAWANG UNTUK PENINGKATAN NILAI TAMBAH Bogor, Desember 2014 Mengetahui Koordinator, Ketua Tim Pelaksana, Ir. Totok K. Waluyo, M.Si. NIP R. Esa Pangersa Gusti, S.Hut NIP Menyetujui Ketua Kelti, Mengesahkan Kepala Pusat, Gunawan T.S. Pasaribu, S.Hut, M.Si NIP Dr. Ir. Rufi ie, M.Sc. NIP ii

3 DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN. ii DAFTAR ISI iii DAFTAR TABEL iv DAFTAR GAMBAR v DAFTAR LAMPIRAN. vi Abstrak. 1 BAB I. PENDAHULUAN 2 A. Latar Belakang... 2 B. Tujuan dan Sasaran.. 3 C. Luaran.. 3 D. Hasil Yang Telah Dicapai. 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 17 BAB III. METODE PENELITIAN.. 23 A. Bahan dan Peralatan B. Prosedur Kerja C. Analisis Data 28 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 29 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. 39 DAFTAR PUSTAKA.. 40 LAMPIRAN. 43 iii

4 DAFTAR TABEL Tabel 1. Sifat fisiko kimia lemak tengkawang dari Kalimantan Barat. 3 Tabel 2. Kandungan komponen kimia lemak tengkawang dari Kalimantan Barat. 4 Tabel 3. Sifat fisiko kimia lemak tengkawang dari Jawa Barat.. 4 Tabel 4. Analisis asam lemak tengkawang dari Jawa Barat.. 6 Tabel 5. Analisis terhadap komponen kimia lemak tengkawang dari Jawa Barat (%relatif). 6 Tabel 6. Sifat fisiko kimia lemak tengkawang murni jenis S. stenoptera... 8 Tabel 7. Sifat fisiko kimia lemak tengkawang murni jenis S. pinanga Tabel 8. Sifat fisiko kimia lemak tengkawang murni jenis S. mecisopteryx... 9 Tabel 9. Analisis asam lemak tengkawang 10 Tabel 10. Analisis mutu bahan dasar lipstik Tabel 11. Formulasi lipstik Tabel 12. Anallisis penampilan lisptik. 12 Tabel 13. Syarat cemaran mikroba pada lipstik dalam SNI Tabel 14. Komposisi media Nutruent Agar Tabel 15. Komposisi media PDA Tabel 16. Komposisi media Lactose Broth Tabel 17. Komposisi media MSA Tabel 18. Skoring uji iritasi sederhana Tabel 19. Responden uji organoleptik lipstik Tabel 20. Analisis statistik organoleptik lipstik Tabel 21. Analisis cemaran mikroba pada sediaan lisptik Tabel 22. Uji iritasi sediaan lipstik Tabel 23. Analisa biaya produksi lipstik iv

5 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Histogram nilai tekstur lipstik Gambar 2. Histogram nilai kilap lipstik Gambar 3. Histogram nilai daya oles lipstik Gambar 4. Histogram nilai aroma lipstik Gambar 5. Histogram nilai warna lipstik Gambar 6. Alur proses kegiatan Gambar 7. Histogram nilai tekstur varian lipstik Gambar 8. Histogram nilai kilap varian lipstik Gambar 9. Histogram nilai warna varian lipstik Gambar 10. Histogram nilai bau varian lipstik Gambar 11. Histogram nilai daya oles varian lipstik v

6 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data uji organoleptik 44 Lampiran 2. Analisis statistik organoleptik vi

7 Abstrak Buah tengkawang dapat diolah menjadi bentuk lemak yang bernilai ekonomi tinggi. Hal ini dikarenakan sifatnya yang hampir menyerupai lemak kakao sehingga banyak digunakan sebagai Coccoa Butter Subtiutes (CBS) pada berbagai produk berbahan baku lemak kakao, salah satunya produk kosmetik berupa lipstik. Pembuatan lipstik dengan bahan dasar lemak tengkawang telah dilakukan. Uji efficacy dan usability terhadap lipstik berbahan lemak tengkawang telah dilakukan. Namun, Untuk memastikan sebuah produk kosmetika aman dalam pemakaian, maka perlu dilakukan uji safety dan stability. Analisis ini mengikuti prosedur Standar Nasional Indonesia salah satunya yaitu uji cemaran mikroba. Keberadaan mikroba dalam sediaan lipstik tidak diinginkan keberadaannya. Selain menyebabkan kerusakan lipstik, juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap penggunanya. Selain itu, dilakukan pula uji iritasi sederhana terhadap mencit dan analisis biaya produksi lipstik. Hasil menujukkan tidak ditemukan adanya keberadaan mikroba dalam sediaan lipstik. Uji iritasi sederhana menunjukkan tidak adanya gejala iritasi yang timbul setelah pengamatan selama 24, 48, 36 dan 168 jam. Analisis biaya produksi lipstik diperoleh harga produksi (hanya dari bahan saja belum termasuk biaya energi, alat dan lain-lain) sebesar Rp ,35/buah. Kata kunci : lemak tengkawang, lipstik, keamanan, mutu. 1

8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah tengkawang dapat diolah menjadi bentuk lemak melalui proses ekstraksi. Lemak tengkawang ini memiliki karakteristik menyerupai lemak kakao sehingga tergolong kedalam Cocoa Butter Substitues (CBS). Lemak kakao sudah banyak digunakan di industri kosmetik diantaranya digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan lipstik. Tujuan ditambahkannya lemak ini adalah untuk memberikan lapisan pada bibir agar mencegah efek kekeringan, memberi kehalusan pada kulit bibir, dan meningkatkan daya dispersi pigmen. Lemak kakao juga ideal digunakan pada lipstik karena tidak mencair pada suhu tubuh dan mudah pemakaiannya. Kegiatan sebelumnya telah dilakukan formulasi lemak tengkawang sebagai bahan dasar pembuatan lipstik. Lemak tengkawang yang digunakan telah melalui proses netralisasi terlebih dahulu sebelum dicampurkan dalam proses pembuatan lisptik. Pengujian awal terhadap sediaan lipstik telah dilakukan meliputi uji kekerasan dan titik leleh serta uji organoleptik. Untuk meyakinkan pengguna akan keamanan aplikasi lipstik berbahan dasar lemak tengkawang ini maka perlu dilakukan uji keamanan produk. Untuk menilai tingkat keamanan sebuah produk lipstik, Standar Nasional Indonesia (SNI, 1998) tentang lipstik mensyaratkan mutu sediaan lipstik harus terbebas dari cemaran mikroba. Adanya mikroba dalam jumlah tertentu didalam lipstik selain dapat menimbulkan kerusakan pada lipstik, juga dapat menimbulkan efek yang tidak baik bagi kesehatan manusia. Efek yang ditimbukan diantaranya alergi, asma hingga dapat menimbulkan kanker (Raini et al., 2004). Kegiatan kali ini yaitu menguji keamanan produk lipstik berbahan dasar lemak tengkawang meliputi uji cemaran mikroba dan uji iritasi untuk mengetahui efek samping yang terjadi akibat pemakaian sediaan lipstik. 2

9 Diharapkan dari kegiatan ini diperoleh informasi formulasi lipstik dengan tingkat keamanan yang paling baik. B. Tujuan dan Sasaran Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan informasi keamanan produk lipstik berbahan dasar lemak tengkawang. Sasaran dari penelitian ini adalah tersedianya keamanan produk lipstik berbahan dasar lemak tengkawang. C. Luaran 1. Laporan hasil penelitian yang berisi informasi keamanan produk lipstik berbahan dasar lemak tengkawang. 2. Draft karya tulis ilmiah. D. Hasil yang Telah Dicapai 1. Ekstraksi (Kegiatan tahun ke-1) Kegiatan ini terdiri dari 2 jenis. Kegiatan ekstraksi yang pertama yaitu ekstraksi buah tengkawang dari Kalimantan Barat (jenis Shorea sp) dengan menggunakan pelarut heksana dan benzene. Tujuannya adalah untuk mengetahui jenis pelarut yang paling baik untuk ekstraksi buah tengkawang. Setelah diketahui jenis pelarut yang paling baik untuk ekstraksi buah tengkawang, maka dilanjutkan dengan kegiatan ekstraksi kedua yaitu ekstraksi buah tengkawang dari empat jenis pohon induk asal Jawa Barat dengan hanya menggunakan pelarut heksana saja. Tujuannya adalah untuk mengetahui jenis pohon induk mana yang menghasilkan lemak tengkawang dengan kualitas paling baik dilihat dari sifat fisiko kimia nya. Buah tengkawang dari Kalimantan Barat Sifat fisiko kimia lemak tengkawang dari Kalimantan Barat hasil ekstraksi dengan pelarut benzene dan heksana tersaji pada Tabel 1. 3

10 Tabel 1. Sifat fisiko kimia lemak tengkawang dari Kalimantan Barat No. Parameter Pelarut Benzena Heksana 1. Kadar Air (%) 3,75 3,75 2. Rendemen (%) 50,65 50,86 3. Bilangan Asam 8,25 7,68 4. Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) (%) 2,94 2,74 5. Bilangan Iod 6,80 6,54 Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilihat dar segi rendemen dan sifat fisiko-kimia (bilangan asam, kadar FFA dan bilangan iod) lemak tengkawang dari Kalimantan Barat hasil esktraksi dengan pelarut heksana memiliki mutu yang lebih baik dibanding dengan benzene. Hasil analisis kandungan komponen kimia pada lemak tengkawang dari Kalimantan Barat hasil ekstraksi menggunakan pelarut benzene dan heksana tersaji padatabel 2. Tabel 2. Kandungan komponen kimia lemak tengkawang dari Kalimantan Barat Komponen kimia Pelarut (% relatif) Benzena Heksana METHYL OCTADEC-9-ONEATE 30,75-1,6-ANHYDRO-2,4-DIDEOXY-BETA-D- RIBO-HEXOPYRANOSE 22,63 - Methyl palmitate 19,07 25,59 Methyl stearate 3,91 5,43 Methyl oleate - 34,75 Palmitic acid 3,59 < 2 Oleic acid 1,12 2,65 Heptadecane 1,42 2,33 ALLYL OCTADECANOATE < 2 < 2 Muscalure < 2 < 2 Cetene < 2 < 2 OCTADENIC ACID ANHYDRIDE 2,38 - CIS-OCTADENAL-9-ENAL 2,19-12-Nitro-15-hexadecanolide < 2 - n-tridec-1-ene < 2 - n-pentadecane < 2 - Heptadec-8-ene < 2-1H-IMIDAZOLE < 2-1-(1-OXOOCTADECYL) < 2-9-Octadecen-1-ol < 2 - (Z)- (CAS) cis-9-octadecen-1-ol < 2 - n-hexane - 8,67 chloromethyl 2-chlorododecanoate - < 2 Eicosanoic acid - < 2 CIS-OCTADEC-9-ENAL - < 2 Methyl myristate - < 2 4

11 Buah tengkawang dari Jawa Barat Sifat fisiko kimia empat jenis lemak tengkawang dari Jawa Barat hasil ekstraksi dengan pelarut heksana tersaji pada Tabel 3. Tabel 3. Sifat fisiko kimia lemak tengkawang dari Jawa Barat Parameter S. stenoptera S. pinanga S. mecisopteryx S. parvifolia Kadar air (%) 64,44 31,62 46,33 7,40 Rendemen (%) 5,71 15,72 9,13 38,41 Bilangan Asam 6,5 4,06 6,69 1,85 Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) (%) 2,10 1,44 2,39 0,66 Bilangan Iod 35,01 6,62-2,39 Ekstraksi tengkawang dari Jawa Barat hanya menggunakan pelarut heksana. Diperoleh rendemen 5-38%. Terdapat fenomena bahwa kadar air cenderung mempengaruhi rendemen lemak yang dihasilkan. Semakin rendah kadar air buah semakin tinggi rendemen lemak yang dihasilkan dan sebaliknya. Rendemen tertinggi (38,41%) terdapat pada jenis S. parvifolia dengan KA 7,40%, sedangkan yang terendah (5,71%) terdapat pada S. stenoptera dengan KA 64,44%. Bilangan asam lemak tengkawang berkisar 1-6. Bilangan asam tertinggi (6,18) terdapat pada jenis S. stenoptera, sedangkan yang terendah (1,75) terdapat pada S. parvifolia. Semakin rendah nilai bilangan asam semakin baik mutu suatu lemak. Kadar FFA lemak tengkawang berkisar 0,88-3,09, sedangkan pada lemak kakao maksimal 1,5. Hal ini terkait tujuan penggunaan baik dalam pangan maupun industri kosmetik. Kadar FFA yang tinggi berdampak pada daya simpan lemak. Semakin tinggi kadar FFA maka lemak tersebut mudah menjadi tengik atau semakin pendek daya simpannya. Bilangan iod lemak tengkawang berkisar Lemak tengkawang dari jenis S. stenoptera memiliki nilai bilangan iod (35,01) yang paling mendekati dengan lemak kakao (35-40). Dilihat dari segi rendemen dan sifat fisiko kimia (kadar FFA) dapat dikatakan lemak tengkawang dari pohon induk jenis S. parvifolia adalah yang paling baik mutunya (rendemen lemak tertinggi dan FFA terendah). 5

12 Rendemen lemak tinggi berkaitan dengan kuantitas dan kadar FFA rendah mengindikasikan daya simpannya yang lebih lama. Hasil analisis asam lemak pada lemak tengkawang dari Jawa Barat hasil ekstraksi menggunakan pelarut heksana tersaji pada Tabel 4. Tabel 4. Analisis asam lemak tengkawang dari Jawa Barat Jenis asam lemak (%) Jenuh Jenis pohon induk buah tengkawang S. stenoptera S. pinanga S. mecisopteryx Palmitat 14,28 11,78 14,51 Stearat 0,51 1,56 0,80 Tidak jenuh Oleat 59,60 42,79 31,28 Linoleat 5,53 22,04 27,05 Hasil analisis asam lemak tengkawang dari Jawa Barat menghasilkan asam oleat sebagai kandungan tertinggi dari golongan asam lemak tidak jenuh, sedangkan dari golongan asam lemak jenuh kandungan tertinggi adalah palmitat. Kandungan oleat pada lemak tengkawang tergolong tinggi dibandingkan dengan lemak kakao. Asam oleat banyak digunakan baik untuk pangan maupun kosmetika. Dalam hal kandungan asam oleat, S. stenoptera memiliki kandungan tertinggi dibandingkan dengan jenis lainnya. Hasil analisis kandungan komponen kimia pada lemak tengkawang dari Jawa Barat hasil ekstraksi menggunakan pelarut heksana tersaji pada Tabel 5. Tabel 5. Analisis terhadap komponen kimia lemak tengkawang dari Jawa Barat (% relatif) Komponen kimia (%) Jenis pohon induk buah tengkawang S. S. pinang mecisoptery a x S. stenopter a S. parvifoli a oleic acid 16,18 2,26 3,23 13,00 methyl oleate 7,48 26,24 17,76 8,68 methyl palmitate 4,78 15,51 11,96 6,19 methyl stearate 1,27 3,17 2,12 0,95 pentadecane, 0,80 0,54 1,22 1,53 palmitic acid 1,39 2, ,80 allyl octadecanoate 2,48 0,93 1,62 4,12 6

13 1-tricosene 1,47 1,09-3,75 9-octadecen-1-ol 1,45-1,35 0,80 Nonadecane 1,73-0,80 4,46 cyclopentane - 1,52 1,50 0,83 heptadec-8-ene 1,42-1,68 - muscalure 0,53-0,98 - stearaldehyde 1, ,41 hexadecane 0, ,46 cyclododecene 0, ,55 1-tridecene 0, ,47 capric acid 0, ,24 5-undecene 0, ,43 1,2-benzenedicarboxylic acid - 1,93 5,20 - heptadecane - 0,61 2,09-9-eicosene - 0,70-1,98 octadecanoic acid anhydride - - 1,92 4,49 stearic acid 11, octadec-9-enoic acid 10, cyclohexane 5, tetradecane 0, octadecene 0, dodecanoic acid 0, nonylphenol isomer 0, tricosane 0, beta.-h-pregna 1, nitro-cylohexadecane-1,3-dione - 1, heptyl n,ndimethylphosphoroamidocyanidat - 0, e methylene-(4-trimethylsilanyl ,78 - phenyl)-amine butyl 8-methylnonyl ester pentane - - 5,20-3-methyl- (cas) 3-methylpentane - - 0,61 - cetene - - 1,52 - octadecane - - 1,21-7,9-di-tert-butyl-1- oxaspiro[4.5]deca-6,9-diene-2,8- dione - - 0,69 - butanal ,29 1-tetradecene ,89 2-decenal ,81 Unknown component 0, ,95 7

14 2. Pemurnian (Kegiatan tahun ke-2) Lemak tengkawang jenis S.stenoptera Analisis sifat fisiko kimia lemak tengkawang murni jenis S.stenoptera tersaji pada Tabel 6. Tabel 6. Sifat fisiko kimia lemak tengkawang murni jenis S. stenoptera Warna Parameter Setelah ekstraksi Kuning gelap/pekat Lemak tengkawang jenis S. stenoptera Setelah degumming Kuning kehijauhijauan Setelah netralisasi Kuning terang kehijau-hijauan Bilangan Asam 15,85 11,59 7,32 Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) (%) 7,97 8,17 3,68 Titik Leleh ( 0 C) Titik Cair ( 0 C) Buah tengkawang jenis S. stenoptera dari Jawa Barat hasil ekstraksi menghasilkan lemak dengan warna kuning gelap, bilangan asam 15,85 dan kadar FFA 7,97%. Setelah melalui proses degumming, lemak berwarna kuning kehijau-hijauan, bilangan asam 11,59 dan kadar FFA 8,17%. Proses netralisasi menghasilkan lemak tengkawang berwarna kuning terang kehijau-hijauan, bilangan asam 7,32 dan kadar FFA 3,68% dengan titik leleh dan titik cair 38 0 C (Tabel 6). Kadar FFA pada lemak murni lebih rendah dibanding pada saat setelah ekstraksi maupun setelah degumming dikarenakan proses netralisasi pada prinsipnya memisahkan asam lemak bebas dengan cara mereaksikannya dengan basa atau pereaksi lain sehingga membentuk sabun. Hal ini ditandai dengan menurunnya nilai bilangan asam dan kadar FFA (Ketaren, 1986). Lemak tengkawang jenis S.pinanga Analisis sifat fisiko kimia lemak tengkawang murni jenis S.pinanga tersaji pada Tabel 7. 8

15 Tabel 7. Sifat fisiko kimia lemak tengkawang murni jenis S. pinanga Warna Parameter Setelah ekstraksi Kuning gelap/pekat Lemak tengkawang jenis S. pinang Setelah degumming Kuning kehijauhijauan Setelah netralisasi Kuning terang kehijau-hijauan Bilangan Asam 3,86 3,28 3,44 Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) (%) 1,94 2,31 1,77 Titik Leleh ( 0 C) Titik Cair ( 0 C) Buah tengkawang jenis S. pinanga dari Jawa Barat hasil ekstraksi menghasilkan lemak dengan warna kuning gelap, bilangan asam 3,86 dan kadar FFA 1,94%. Setelah melalui proses degumming, lemak berwarna kuning kehijau-hijauan, bilangan asam 3,28 dan kadar FFA 2,31%. Proses netralisasi menghasilkan lemak tengkawang berwarna kuning terang kehijau-hijauan, bilangan asam 3,44 dan kadar FFA 1,77% dengan titik leleh 38 0 C dan titik cair 40 0 C (Tabel 7). Lemak tengkawang jenis S. mecisopteryx Analisis sifat fisiko kimia lemak tengkawang murni jenis S. mecisopteryx tersaji pada Tabel 8. Tabel 8. Sifat fisiko kimia lemak tengkawang murni jenis S. mecisopteryx Warna Parameter Lemak tengkawang jenis S. mecisopteryx Setelah ekstraksi Kuning gelap/pekat Setelah degumming Kuning kehijauhijauan Setelah netralisasi Kuning terang kehijau-hijauan Bilangan Asam 6,40 4,70 5,60 Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) (%) 3,22 3,32 2,82 Titik Leleh ( 0 C) Titik Cair ( 0 C)

16 Buah tengkawang jenis S. mecisopteryx dari Jawa Barat hasil ekstraksi menghasilkan lemak dengan warna kuning gelap diduga karena masih banyak mengandung kotoran/gum, bilangan asam 6,40 dan kadar FFA 3,22%. Setelah melalui proses degumming, lemak berwarna kuning kehijau-hijauan, bilangan asam 4,70 dan kadar FFA 3,32%. Proses netralisasi menghasilkan lemak tengkawang berwarna kuning terang kehijau-hijauan (Gambar 3), bilangan asam 5,60 dan kadar FFA 2,82% dengan titik leleh 38 0 C dan titik cair 40 0 C (Tabel 8). Analisis asam lemak tengkawang Analisis asam lemak tengkawang sebelum dan setelah dimurnikan tersaji pada Tabel 9. Tabel 9. Analisis asam lemak tengkawang Jenis asam lemak Miristat Palmitat S. stenoptera (%) S. pinanga (%) S. mecisopteryx (%) Sebelu Setelah Sebelum Setelah Sebelum Setelah m dimurnika dimurnika dimurnika dimurnika dimurnik dimurni n n n n an kan 0,035 0,032 0,028 0,013 0,036 0,052 14,275 11,709 11,778 15,653 14,512 14,017 Stearat Tidak 0,510 1,562 0,048 0,801 0,052 terdeteksi Oleat 59,601 51,832 42,786 57,141 31,282 55,948 Linoleat 5,530 1,250 22,042 1,088 27,052 0,781 Analisis asam lemak tengkawang baik sebelum maupun setelah dimurnikan jenis S. stenoptera, S. pinanga dan S. mecisopteryx menunjukkan dari golongan asam lemak jenuh, kandungan tertinggi adalah palmitat sedangkan terendah adalah miristat. Dari golongan asam lemak tidak jenuh, oleat merupakan yang paling dominan dibanding linoleat (Tabel 9). 10

17 3. Formulasi lemak tengkawang (Kegiatan tahun ke-3) a. Analisis mutu bahan dasar dan formulasi Analisis mutu dilakukan terlebih dahulu terhadap masing-masing bahan dasar lipstik sebelum dicampurkan menjadi base lipstik. Hasil analisis secara lengkap tersaji pada Tabel 10. Tabel 10. Analisis mutu bahan dasar lipstik jenis Lemak tengkawang Bilangan asam Biangan iod Parameter Bil. penyabunan Titik leleh 0, ,03 74, Minyak jarak 1, , Malam lebah 15, ,57 65 Candelila wax 15, , Carnauba wax 7,53-96,23 78 Keterangan : *) Rata-rata dari tiga kali pengujian Lipstik dengan mutu bahan dasar tersebut dibuat dengan menggunakan formula seperti tersaji pada Tabel 11. Tabel 11. Formulasi lisptik Formula (konsentrasi bahan), % Bahan WB WB WB WB M1 M2 M3 M4 M5 PEG Air Isopropil miristate Minyak jarak Candelila wax Lemak tengkawang Carnauba wax Malam lebah Warna 1 0,5 1, BHT 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 Parafin liquid Metyl paraben ,2 0,1 0, ,1 Titanium dioksida Parfum Secukupnya 11

18 b. Analisa penampilan sediaan lipstik Pada batang lisptik jadi, dilakukan sejumlah uji untuk melihat penampilannya (performance) yaitu uji kekerasan (hardness) dan titik leleh (melting point). Nilai kekerasan lipstik mengindikasikan kemudahan pengolesan dan lapisan yang tertinggal di bibir, sedangkan pengukuran titik leleh untuk memperkirakan batas suhu penyimpanan yang aman, baik selama pengiriman, pemasaran, pemasaran maupun penggunaan. Hasil analisis mutu lipstik disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Analisis penampilan lipstik Jenis Kekerasan (mm/5 Titik leleh ( o C) detik) Lipstik komersial 10,05 60 WB1 2,90 73 WB2 11,20 61 WB3 6,75 75 WB4 7,45 72 M1 15,40 58 M2 7,00 59 M3 9,30 59 M4 13,90 74 M5 10,20 55 Lipstik yang mempunyai struktur halus dan titik leleh yang tinggi akan memberikan karakteristik penggunaan yang baik (Balsam, 1974). Bila dibandingkan dengan lipstik komersial sebagai control, maka lipstik hasil penelitian dengan formula M3 merupakan yang paling mendekati control. c. Analisa organoleptik sediaan lipstik Lisptik yang baik tidak hanya ditentukan oleh fisik saja tapi juga sifat organoleptik. Uji organoleptik yang dilakukan meliputi tekstur, kilap, daya oles, bau dan warna. 12

19 1) Tekstur Tekstur lipstik mengindikasikan jumlah padatan dalam emulsi (Perdanakusuma, 2003). Uji organoleptik tekstur lipstik disajikan pada Gambar 1. Keterangan (Remarks) = 1 : Sangat halus (Very soft) 4 : Cukup kasar (Quite rough) 2 : Cukup halus (Quitet Soft ) 5 : Kasar (Rough) 3 : Halus (Soft) 6 : Sangat kasar (Very rough) Gambar 1. Histogram nilai tekstur lipstik Hasil analisis Kruskal-Wallis menunjukkan dalam tekstur, responden menilai terdapat perbedaan yang sangat nyata antara masingmasing jenis formula dimana lipstik terbaik pilihan responden adalah M5 (Gambar 1). 2) Kilap Kilap suatu lipstik berhubungan dengan indeks pantul terhadap sinar cahaya. Kilap umumnya memiliki hubungan dengan tekstur dimana semakin halus permukaan lipstik maka indeks pantul yang dihasilkan semakin besar (Perdanakusuma, 2003). Uji organoleptik kilap lipstik disajikan pada Gambar 2. 13

20 Keterangan (Remarks) = 1 : Sangat kusam (Very pallid) 4 : Cukup kilap (Quite shine) 2 : Cukup kusam (Quite pallid) 5 : Kilap (Shine) 3 : Kusam (Pallid) 6 : Sangat kilap (Very shine) Gambar 2. Histogram nilai kilap lipstik Hasil uji organoleptik menunjukkan penilaian responden bahwa lipstik formula WB sebagian besar memiliki tingkat kilap yang kurang baik (cukup kusam), sedangkan formula M menghasilkan kilap yang kusam dan cukup kilap. Responden menilai formula M5 memiliki kilap yang paling baik diantara formula-formula lainnya (Gambar 2). 3) Daya oles Uji orgalopetik kilap terhadap lipstik berbahan dasar lemak tengkawang disajikan pada Gambar 3. 14

21 Keterangan (Remarks) = 1 : Sangat tidak menempel (Very not adhere) 4 : Cukup menempel (Quite adhere) 2 : Cukup tidak menempel (No quite adhere) 5 : Menempel (Adhere) 3 : Tidak menempel (adhereless) 6 : Sangat menempel (Very adhere) Gambar 3. Histogram nilai daya oles lipstik Hasil uji organoleptik menunjukkan penilaian responden bahwa sebagian besar lipstik formula M memiliki tingkat daya oles yang lebih baik dibandingkan jenis formula WB. Nilai daya oles tertinggi terdapat pada lipstik denga formula M5 (Gambar 3). 4) Aroma Hasil uji organoleptik bau lisptik disajikan pada Gambar 4. Keterangan (Remarks) = 1 : Sangat tidak berbau (Has no odor) 4 : Cukup berbau (Qiute odor) 2 : Agak tidak berbau (Quite no odor) 5 : Berbau (Odor) 3 : Tidak berbau (Odorless) 6 : Sangat berbau (More odor) Gambar 4. Histogram nilai bau lipstik 15

22 Hasil uji organoleptik menunjukkan penilaian responden bahwa baik pada lipstik formula WB maupun M memiliki tingkat keharuman yang cukup. Hal ini menandakan konsentrasi parfum yang digunakan mampu menutupi aroma dari minyak atau lemak (Gambar 4). 5. Warna Pewarna yang baik yaitu jenis pewarna yang dapat larut sempurna pada basis lipstik. Pengujian organoleptik warna disajikan pada Gambar 5. Keterangan (Remarks) = 1 : Sangat pucat (Very pasty) 4 : Cukup terang (Quite bright) 2 : Agak pucat (Quite pasty) 5 : Terang (Bright) 3 : Pucat (Pasty) 6 : Sangat terang (Very bright) Gambar 5. Histogram nilai warna lipstik Dalam hal warna, hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa pada lipstik formula WB sebagian besar menghasilkan warna yang agak pucat. Pada lipstik formula M, warna yang dihasilkan bervariasi antara pucat dengan cukup terang.responden menilai hasil warna terbaik pada lipstik terdapat pada formula M5 (Gambar 5). 16

23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tengkawang Tengkawang termasuk family Dipterocarpaceae yang umumnya tumbuh baik di daerah tropis pada hampir semua jenis tanah (tidak berpasir) dengan curah hujan tinggi dan intensitas cahaya matahari yang cukup. Pada umumnya jenis-jenis Shorea adalah pohon-pohon besar dengan tinggi sampai 60 m dan diameter sampai 1,8 m. Di Indonesia jenis Shorea banyak tumbuh di pulau Kalimantan. Beberapa jenis tengkawang dapat berbuah sekali dalam setahun. Tengkawang umumnya berbunga pada bulan September hingga Oktober dan mulai berbuah pada bulan Februari hingga Maret. Ada periode dimana tengkawang mengalami panen raya yaitu terjadi setiap 3-5 tahun sekali.dalam perdagangan internasional tengkawang dikenal dengan nama illipe nut atau borneo tallow nut (Winarni et al, 2005). Buah tengkawang dibungkus oleh lima segmen kelopak (calyx) yang mana dari segmen ini akan terbentuk lima buah sayap yang mengelilingi buahnya. Sayap buah muda berwarna hijau dan setelah tua akan berwarna coklat. Buah lengkap terdiri dari kelopak, kulit dan biji. Dari buah tersebut terdapat biji yang dapat menghasilkan lemak tengkawang sebesar persen (Sumadiwangsa, 1977). Tengkawang selain terkenal akan bijinya sebagai penghasil lemak, bagian lain juga memiliki banyak manfaat terutama kayu nya. Kayu tengkawang didalam dunia perdagangan dikenal dengan nama meranti. Kayu ini telah banyak digunakan industri perkayuan sebagai bahan bangunan, kayu lapis (plywood), pulp dan kertas (Ketaren, 1986). S. pinanga secara komersial dikenal dengan nama meranti merah banyak dijumpai di Kalimantan, memiliki banyak nama daerah seperti engkabang bukit, tengkawang onjeng (Kalimantan Barat), awang buah (Kalimantan Timur), awang lawa, lampung kekawang (Kalimantan Tengah) (Sidik dan Oetja, 1982). 17

24 S. pinanga merupakan jenis Shorea yang paling mudah dibedakan karena memiliki ciri yang sangat khas diantara jenis Shorea lainnya. Ciri khas tersebut berupa daun penumpu yang panjangnya sampai 6 cm, lebar 1,5 cm berbentuk tombak dan berwarna merah (Sidiyasa, 1986). S. pinanga mulai berbunga pada bulan Juli hingga September dan berbuah mulai bulan Oktober hingga Maret. Sebagian besar periode masaknya buah terjadi pada bulan Desember hingga Maret. Buah yang sudah masak ditandai dengan warna sayap buah menjadi coklat kemerahan dan buahnya keras dan lebih ringan (Bagian Botani Hutan, 1973). B. Lemak Tengkawang Lemak tengkawang diperoleh dengan cara mengekstrak biji tengkawang. Metode ekstraksi yang umum dilakukan yaitu pengempaan, perebusan, dan ekstraksi dengan pelarut kimia (Sumadiwangsa, 1977). Ekstraksi lemak dengan pelarut kimia umumnya menggunakan jenis pelarut seperti petroleum eter, gasoline karbondisulfida, karbon tetraqklorida, benzene, dan n-heksan (Ketaren, 1986). Kadar lemak tengkawang hasil ektraksi berbeda-beda tergantung dari jenis dan mutu bijinya, biasanya berkisar antara 45-70% (Nesaretnam dan Razak, 1992). Kualitas lemak tengkawang ini dipengaruhi oleh kualitas biji dan cara ekstraksi, sedangkan kualitas biji dipengaruhi oleh lama penyimpanan (Sumadiwangsa, et.al., 1976). Kualitas lemak tengkawang ditandai juga dengan kadar asam lemak bebas, bilangan iod dan bilangan asam (Sumadiwangsa dan T. Silitonga, 1974). C. Lipstik Lipstik merupakan salah satu kosmetika yang berbentuk batang yang digunakan untuk mewarnai bibir dengan sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tatarias wajah (Departemen Kesehatan RI, 1985). Selain itu lipstik juga digunakan untuk melindungi bibir dari pengaruh sinar matahari, angina, udara dingin, perubahan cuaca, dan udara kotor (Wasitaatmadja, 1984). 18

25 Lipstik yang baik harus memenuhi karakteristik sebagai berikut : (1) bentuk dan warna harus menarik, halus dan homogeny, (2) tidak rapuh atau terlalu keras serta terlalu lunak karena pengaruh suhu, (3) tidak berbahaya bagi kulit, (4) mudah digunakan dan dihapus namun membentuk lapisan yang stabil (Wilkinson dan Moore, 1982). Formulasi lipstik terdiri basis, parfum, antioksidan dan zat warna. Basis lipstik merupakan kombinasi antara minyak, lemak, dan malam (wax) (Balsam et al, 1974). Minyak ditambahkan pada lipstik bertujuan untuk melarutkan zat warna, membuat campuran wax mudah dtuangkan. Minyak yang banyak digunakan adalah minyak jarak pagar karena kekentalannya yang tinggi sangat menguntungkan dalam mengatur daya kilap lipstik (Balsam et al, 1974). Lemak disini bertujuan untuk memberikan lapisan pada bibir, menghaluskan dan mencegah efek kekeringan pada permukaan bibir, dan meningkatkan daya dispersi pigmen (Okayani, 1990). Lemak kakao ideal digunakan pada lipstik karena tidak mencair pada suhu tubuh, mudah pemakaiannya namun menimbulkan kerak yang tidak diinginkan sehingga dapat menyebabkan iritasi pada permukaan bibir (Balsam et al, 1974). Komposisi campuran wax yang tepat dapat menghasilkan lipstik yang baik. Lipstik yang hanya mengandung satu jenis wax dengan titik leleh tertentu dan dalam jumlah tertentu akan mempengaruhi kualitas lipstik. Wax yang digunakan dapat berasal dari hewan, tumbuhan maupun sintetis (Howard, 1974). Komponen lain dalam pembuatan lipstik adalah zat aditif. Zat aditif yang digunakan berupa pewangi, pewarna dan antioksidan. Pewangi digunakan untuk menutupi rasa atau bau lemak yang khas serta meberi kesan harum pada produk. Umumnya pewangi yang sering digunakan pada lipstik adalah aroma buah (Wilkinson dan Moore, 1982).. Kriteria pewangi yang baik untuk lipstik yaitu ringan dan segar, stabil,bersifat tidak mengiritasi dan dapat bercampur baik dengan bahan dasar lipstik (Balsam et al, 1974). 19

26 Bahan pewarna dalam kosmetika harus dapat memberikan intensitas dan sifat yang diinginkan, mempunyai efek pewarnaan cukup kuat sehingga hasil yang dicapai dalam intensitas yang sesedikit mungkin. Pewarna yang digunakan tidak boleh menimbulkan gejala iritasi pada kulit, sifat dan intensitas warna harus stabil, serta tidak berbahaya bagi kesehatan. United States Departement of Agriculture (USDA) menggolongkan tiga kelas pewarna, yaitu yang diperbolehkan untuk seluruh makanan, obat dan kosmetik (FD &C), yang hanya diperbolehkan untuk obat dan kosmetika (D & C) dan yang hanya untuk kosmetika dibagian luar tubuh (External D & C) (AOAC, 1995). Antioksidan digunakan untuk mencegah minyak dan lemak dari ketengikan. Jenis antioksidan yang umum digunakan yaitu butylated hidroxyanisole (BHA) dan butylated hydrotoluene (BHT) (Belitz dan Grosch, 1999). D. Cemaran Mikroba Sediaan kosmetika khususnya lipstik diharuskan bebas akan cemaran mikroba. Salah satu penyebab kerusakan lipstik adalah pencemaran mikroba. Pencemaran ini dapat berasal dari air, bahan baku yang digunakan, tempat penyimpanan dan kemasan yang digunakan (Raini et al., 2004). Keberadaan mirkoba pada sediaan lipstik dapat menyebabkan perubahan organoleptik seperti bau, rasa, dan dapat menimbulkan bahaya kesehatan (Soraya, 1996). Standar Nasional Indonesia (SNI) telah mengatur batas keberadaan mikroba yang disyaratkan untuk mutu lipstik. Syarat mutu lipstik berdasarkan SNI (1998) tersaji pada Tabel 13. Tabel 13. Syarat cemaran mikroba pada lipstik dalam SNI Cemaran mikroba Satuan Persyaratan Angka lempeng total Koloni/g Maks 10 2 Jamur Koloni/g Negatif Koliform MPN/g <3 S. aureus Koloni/g Negatif 20

27 Angka lempeng total merupakan salah satu cara untuk menentukan jumlah mikroorganisme dalam sampel secara tidak langsung dengan metode hitungan cawan. Cara ini lebih akurat dibandingkan dengan cara langsung melalui pengamatan di bawah mikroskop karena cara ini dapat menentukan organisme hidup melalui kemampuannya untuk membentuk koloni pada media agar yang dapat dilihat langsung dengan mata (Fardiaz, 1989). Uji jamur dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya jamur dalam sediaan kosmetika. Lipstik merupakan sediaan kosmetika yang basis dasarnya lemak dan minyak dimana lemak merupakan salah satu media yang baik dan mudah ditumbuhi jamur (Imron, 1985). Adanya jamur dalam sediaan kosmetika merupakan tanda-tanda suatu produk kosmetika mengalami kerusakan. Produk harus disimpan dalam kondisi baik untuk menghindari kerusakan. Kondisi yang baik adalah terhindar dari cahaya matahari langsung dan udara lembab. Angka jamur yang tinggi menandakan bahwa kelembaban suatu kosmetika itu cukup tinggi (Wasitaatmadja 1984). Bakteri koliform adalah golongan bakteri yang hidup dalam saluran pencernaan manusia, seperti E. aerogenes, Klebsiella sp., Proteus sp. dan E. coli. Bakteri koliform dapat masuk ke dalam tubuh melalui mulut, hidung, telinga dan kulit. Pemakaian lipstik yang tercemar koliform dapat mengakibatkan masuknya bakteri koliform masuk ke dalam tubuh. Adanya bakteri koliform di dalam kosmetika menunjukkan adanya mikroorganisme yang bersifat toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan (Fardiaz 1989). S. aureus merupakan bakteri yang dapat memproduksi enterotoksin, yang dapat menyebabkan keracunan. Uji S. aureus dilakukan dengan media Mannitol Salt Agar (MSA). Media ini digunakan Karenna mengandung manitol yang dapat difermentasi oleh S. aureus menjadi asam. Suasana asam akan merubah indikator fenol merah menjadi kuning (Fardiaz 1989). 21

28 E. Uji Iritasi Iritasi adalah suatu kondisi pada kulit yang muncul akibat kontak berkepanjangan dengan zat kimia tertentu. Iritasi yang timbul sesaat setelah pelekatan pada kulit disebut iritasi primer, sedangkan iritasi yang timbul beberapa jam setelah pelekatan disebut iritasi sekunder. Gejala iritasi umumnya ditandai dengan kulit panas, memerah bahkan luka. Begitu kontak dengan zat kimia tersebut dihentikan, kulit akan pulih seperti sedia kala (WHO, 2005). 22

29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Peralatan Bahan utama yang digunakan adalah sediaan lipstik berbahan dasar lemak tengkawang dari jenis S. pinanga. Bahan yang digunakan dalam uji cemaran mikroba adalah media Nutrient Agar (NA), Potato Dextrose Agar (PDA), Lactose Broth (LB), Mannitol Salt Agar (MSA) dan mencit sebagai hewan coba. B. Prosedur Kerja Sediaan Lipstik Uji Organoleptik Uji Cemaran mikroba I Uji iritasi Uji Cemaran mikroba II Pilot Produk Lipstik -- Analisis Biaya Produksi Gambar 1. Alur proses kegiatan Lipstik berbahan dasar lemak tengkawang dibuat menggunakan formula hasil penelitian sebelumnya dan modifikasi lain sebagai varian. Kemudian lipstik ini dianalisis melalui beberapa pengujian, diantaranya uji organoleptik untuk mengukur tingkat kesukaan, uji cemaran mikroba dan uji iritasi untuk mengetahui tingkat keamanan produk, serta analisis biaya produksi lipstik. Lipstik komersial dan data SNI masing-masing digunakan sebagai pembanding pada masing-masing pengujian. Tahap-tahap pengujian secara lengkap adalah sebagai berikut : 23

30 1. Uji organoleptik Lipstik yang dihasilkan dilakukan uji kesukaan (hedonic test) berupa uji organoleptik. Parameter yang diuji meliputi tekstur, kilap, bau, warna dan daya oles lipstik. Uji ini menggunakan sistem skoring dari beberapa responden (Rahayu, 1998). 2. Uji cemaran mikroba Uji cemaran mikroba dilakukan untuk mengukur keberadaan mikroba yang ada pada sediaan lipstik. Keberadaan mikroba dalam jumlah tertentu dapat mengakibatkan kerusakan pada lipstik dan memberikan efek negatif kepada pengguna. Produk lipstik yang dihasilkan dibagi menjadi dua bagian, bagian pertama dilakukan uji cemaran mikroba (I), bagian sisanya disimpan selama 4 bulan kemudian dilakukan uji cemaran mikroba setelah masa penyimpanan (II) untuk melihat ada tidaknya perubahan pada produk. Produk tersebut disimpan dalam kondisi terhindar dari cahaya matahari langsung dan udara panas atau lembab. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan membandingkan hasil cemaran mikroba antara produk lipstik sebelum dan sesudah penyimpanan selama 4 bulan, lipstik komersial sebagai kontrol serta persyaratan mutu berdasarkan SNI (1998). Uji cemaran mikroba meliputi Angka Lempeng Total (ALT), jamur, koliform dan S. aureus. Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut : a. Angka lempeng total (ALT) Sebanyak 1 gr sampel disuspensikan ke dalam 9 ml larutan 0.85% NaCl. Hasil pengenceran tersebut diambil 1 ml lalu dimasukkan ke dalam cawan petri steril, kemudian dituangkan agar cair steril (Nutrient agar) sebanyak 15 ml yang telah didinginkan (Tabel 14). Cawan diinkubasi selama 2-3 hari pada suhu C. Jumlah koloni bakteri dihitung dengan metode Standard Plate Count (SPC) dengan rumus sebagai berikut : Koloni per ml = Jumlah koloni x (1/factor pengenceran) 24

31 Tabel 14. Komposisi media Nutrient Agar Komposisi g/l Ekstrak sapi 3 Pepton 5 Agar 15 Sumber : Fardiaz (1989) b. Jamur Jumlah koloni jamur dihitung dengan metode Pour Plate dengan media PDA. Produk ditimbang sebanyak 1 gram disuspensikan ke dalam 9 ml larutan 0,85% NaCl. Hasil pengenceran tersebut diambil 1 ml lalu dimasukkan ke dalam cawan petri. Media PDA (Tabel 15) dituang ke dalam cawan petri yang telah berisi pengenceran sampel dan diinkubasi pada suhu o C selama 2 hari. Tabel 15. Komposisi media PDA Komposisi g/l Infusi kentang 200 Dextrose 20 Agar 15 Sumber : Fardiaz (1989) c. Koliform Uji kualitatif koliform secara lengkap terdiri dari tiga tahap, yaitu uji penduga, uji penguat dan uji lengkap. 1) Uji penduga Uji penduga merupakan uji kualitatif koliform menggunakan metode Most Probable Number (MPN). Metode ini menggunakan medium cair di dalam tabung reaksi, dimana perhitungannya dilakukan berdasarkan jumlah tabung yang positif, yaitu yang ditumbuhi oleh mikroba setelah diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Produk yang ditimbang sebanyak 1 gr disuspensikan ke dalam 9 ml larutan 0.85% NaCl. Sebanyak 1 ml hasil pengenceran tersebut dimasukkan ke dalam tabung yang berisi Lactose Broth diinkubasi pada suhu 37 o C selama 24 jam. dan tabung Durham. Tabung ini kemudian 25

32 Pengamatan dilakukan dengan melihat tabung yang positif, yaitu tabung yang ditumbuhi mikroba yang dapat ditandai dengan terbentuknya gas di dalam tabung Durham. Tabung yang tidak menunjukkan pembentukan gas, maka dilakukan perpanjangan masa inkubasi menjadi 48 jam. Apabila tetap tidak terbentuk gas maka dihitung sebagai tabung negative. Namun jika terbentuk gas maka dilanjutkan dengan uji penguat dan uji lengkap. 2) Uji penguat Terbentuknya gas di dalam LB tidak selalu menunjukkan jumlah bakteri koliform. Hal ini bisa terjadi juga karena mikroba lain yang dapat memfermentasikan laktosa dengan membentuk gas, misalnya bakteri asam laktat. Oleh karena itu perlu dilakukan uji penguat pada agar Eosin Methylene Blue (EMB). Dengan menggunakan jarum ose, contoh dari tabung MPN yang menunjukkan uji penduga positif (terbentuk gas) masing-masing diinokulasikan pada suhu 35 o C selama 24 jam. 3) Uji lengkap Dari pertumbuhan koloni pada agar cawan EMB, masing-masing dipilih satu koloni yang mewakili koliform fekal dan non fekal. Masingmasing koloni tersebut dibuat pewarnaan gram dan sisanya masingmasing dilarutkan ke dalam 3 ml larutan pengencer steril (Tabel 16). Tabel 16. Komposisi media Lactose Broth Komposisi g/l Ekstraks sapi 3 Pepton 5 Laktosa 5 Sumber : Fardiaz (1989) d. Uji S. uareus Sampel ditimbang sebanyak 1 gr, kemudian dihancurkan dan disuspensikan ke dalam larutan 9 ml 0.85 ml NaCl. Hasil pengenceran tersebut diambil 1 ml lalu dimasukkan ke dalam cawan petri steril dan dituangkan 15 ml media MSA (Tabel 17) yang telah didinginkan. Cawan tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37 o C selama 2 hari. 26

33 Pengamatan dilakukan dengan melihat koloni yang tumbuh pada MSA. Koloni S. aureus pada MSA dikelilingi oleh areal berwarna kuning. Koloni bakteri non patogenik ditandai dengan adanya areal berwarna merah atau ungu. Tabel 17. Komposisi media MSA Komposisi g/l Ekstraks sapi 1 Proteose pepton No.3 10 NaCl 75 D-Manitol 10 Agar 15 Phenol red Sumber : Fardiaz (1989) 3. Uji iritasi sederhana Uji iritasi sedehana dilakukan pada mencit dengan metode Draize (1959). Perlakuan yang diberikan yaitu bulu mencit dicukur dengan ukuran luas tertentu. Masing-masing jenis produk lipstik dioleskan pada bagian punggung mencit yang terlah dicukur, lalu ditutup dengan ain kassa steril kemudian direkatkan dengan plester lalu dibungkus dengan perban dan dibiarkan selama 24 jam. Setelah 24 jam, plester dan perban dibuka lalu diamati. Setelah diamati, bagian tersebut ditutup kembali dan dibiarkan selama 24 jam berikutnya. Setelah 72 jam, plester dan perban dibuka dan diamati kembali. Parameter uji iritasi yang diukur berupa adanya bintik-bintik kemerahan dan pembentukan kerak luka. Sistem penilaian menggunakan skoring (Tabel 18). 27

34 Tabel 18. Skoring uji iritasi sederhana Nilai Parameter - Tidak mengiritasi + Iritasi ringan ++ Iritasi sedang +++ Iritasi berat 4. Analisis biaya produksi Analisis biaya produksi yang diukur yaitu harga pokok produksi (HPP). Biaya ini mencakup bahan baku hingga kemasan (packaging) per satuan produk dilihat berdasarkan formula lipstik yang digunakan. Perhitungannya adalh sebagai berikut : C. Analisis Data HPP = harga bahan (Rp) + kemasan (Rp) kebutuhan bahan per satuan produk Analisis data uji organoleptik lipstik diolah menggunakan statistik dengan metode Kruskall-Wallis. Analisis uji cemaran mikroba dilakukan secara deskriptif dengan membandingkan hasil cemaran mikroba pada lipstik hasil penelitian sebelum dan sesudah masa penyimpanan, lipstik komersial sebagai pembanding dan standar lipstik yang berlaku (SNI , 1998). 28

35 A. Analisa Organoleptik Lipstik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Lisptik yang baik tidak hanya ditentukan oleh fisik saja tapi juga sifat organoleptik. Uji organoleptik yang dilakukan meliputi tekstur, kilap, daya oles, bau dan warna. Uji organoleptik kali ini menggunakan formulasi lipstik hasil dari kegiatan sebelumnya ditambah dengan beberapa modifikasi sebagai varian. Responden dalam kegiatan ini berjumlah 34 org dengan umur dan latar belakang pekerjaan yang beragam. Data responden secara lengkap disajikan pada Tabel 19. Tabel 19. Responden uji organoleptik lipstik Kelas Umur Pekerjaan Jumlah Pelajar / Mahasiswi Profesional 5 >35 Ibu Rumah tangga/profesional 3 Formulasi lipstik yang digunakan pada kegiatan ini yaitu dua jenis formulasi terbaik dari kegiatan sebelumnya (M3 dan M5) ditambah dengan modifikasi dari dau jenis formula tersebut (M3i dan M5i) serta lipstik komersial sebagai pembanding (control). Formulasi secara lengkap disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Formulasi varian lipstik Bahan M3 M5 M3i M5i Minyak Jarak Candelila wax Malam lebah Carnauba wax Lemak tengkawang Paraffin liquid BHT 0,5 0,5 0,5 0,5 Titanium Dioksida 0,5 0,5 0,5 0,5 Metyl paraben 0,1 0,1 0,1 0,1 Warna Parfum secukupnya 29

36 1. Tekstur Tekstur lipstik mengindikasikan jumlah padatan dalam emulsi (Perdanakusuma, 2003). Uji organoleptik tekstur lipstik disajikan pada Gambar 7. Keterangan (Remarks) =1 : Sangat halus (Very soft) 4 : Cukup kasar (Quite rough) 2 : Cukup halus (Quitet Soft ) 5 : Kasar (Rough) 3 : Halus (Soft) 6 : Sangat kasar (Very rough) Gambar 7. Histogram nilai tekstur varian lipstik Hasil analisa menunjukkan bahwa responden menilai tekstur yang dihasilkan oleh lipstik jenis M5, M3 dan M3i lebih baik dibandingkan lipstik komersial sebagai control maupun jenis M5i. Jenis lipstik M5 merupakan yang paling disukai oleh responden dalam hal tekstur (Gambar 7). 2. Kilap Kilap suatu lipstik berhubungan dengan indeks pantul terhadap sinar cahaya. Kilap umumnya memiliki hubungan dengan tekstur dimana semakin halus permukaan lipstik maka indeks pantul yang dihasilkan semakin besar (Perdanakusuma, 2003). Uji organoleptik kilap lipstik disajikan pada Gambar 8. 30

37 Keterangan (Remarks) = 1 : Sangat kusam (Very pallid) 4 : Cukup kilap (Quite shine) 2 : Cukup kusam (Quite pallid) 5 : Kilap (Shine) 3 : Kusam (Pallid) 6 : Sangat kilap (Very shine) Gambar 8. Histogram nilai kilap varian lipstik Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa responden menilai kilap paling baik dihasilkan oleh lipstik jenis M5. Meskipun berada pada level yang sama dengan lipstik komersial sebagai control, namun lipstik jenis M5 sedikit lebih disukai dalam hal kilap (Gambar 8). 3. Warna Pewarna yang baik yaitu jenis pewarna yang dapat larut sempurna pada basis lipstik. Warna yang digunakan pada kegiatan ini yaitu merah. Pengujian organoleptik warna secara lengkap disajikan pada Gambar 6. 31

38 Keterangan (Remarks) = 1 : Sangat pucat (Very pasty) 4 : Cukup terang (Quite bright) 2 : Agak pucat (Quite pasty) 5 : Terang (Bright) 3 : Pucat (Pasty) 6 : Sangat terang (Very bright) Gambar 9. Histogram nilai warna varian lipstik Hasil uji organoleptik meunjukkan dalam hal warna, lipstik jenis M5 merupakan yang paling mendekati lipstik komersial. Warna yang dihasilkan lipstik ini dipengaruhi oleh konsentrasi warna yang diberikan. Semakin tinggi konsentrasi warna semakin baik warna yang dihasilkan (Gambar 9). 4. Bau Bau lipstik berasal dari parfum yang berfungsi menutup aroma yang disebabkan oleh kerusakan minyak atau lemak yang timbul akibat pembentukan asam-asam lemak terbang (volatil) hasil hidrolisis minyak atau lemak. Hasil uji organoleptik bau lisptik disajikan pada Gambar

39 Keterangan (Remarks) = 1 : Sangat tidak berbau (Has no odor) 4 : Cukup berbau (Qiute odor) 2 : Agak tidak berbau (Quite no odor) 5 : Berbau (Odor) 3 : Tidak berbau (Odorless) 6 : Sangat berbau (More odor) Gambar 10. Histogram nilai varian bau lipstik Hasil uji organoleptik menunjukkan penilaian responden terhadap lipstik berada pada tingkat keharuman (bau) lipstik yang cukup. Hal ini berbeda dengan penilaian terhadap lipstik komersial (control) yang berada pada tingkat keharuman tidak berbau. Dari semua jenis lipstik, responden menilai jenis M5 merupakan jenis dengan tingkat keharuman yang paling disukai. 5. Daya oles Daya oles merupakan salah satu parameter penting bagi konsumen dalam memilih sebuah lipstik (Perdanakusuma, 2003). Uji orgalopetik daya oles terhadap lipstik dengan lemak tengkawang disajikan pada Gambar

40 Keterangan (Remarks) = 1 : Sangat tidak menempel (Very not adhere) 4 : Cukup menempel (Quite adhere) 2 : Cukup tidak menempel (No quite adhere) 5 : Menempel (Adhere) 3 : Tidak menempel (adhereless) 6 : Sangat menempel (Very adhere) Gambar 11. Histogram nilai daya oles varian lipstik Hasil uji organoleptik menunjukkan penilaian responden bahwa sebagian besar lipstik memiliki tingkat daya oles cukup kecuali formula M3i. Nilai daya oles tertinggi terdapat pada lipstik dengan formula M5i (Gambar 11). Daya oles lipstik dipengaruhi oleh konsentrasi malam dan minyak atau lemak di dalam campuran. Semakin keras suatu lipstik semakin rendah daya olesnya (Perdanakusuma, 2003). Hasil uji organoleptik tersebut kemudian dilakukan analisis lanjutan dengan cara statitstik menggunakan metode Kruskal-Wallis. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah formulasi yang diberikan memberikan perbedaan terhadap parameter organoleptik. Hasil analisis statistik organoleptik lipstik secara lengkap disajikan pada Tabel

41 Tabel 20. Analisis statistik organoleptik lipstik Test Statistics a,b parameter data tekstur Chi-square 17,375 df 4 Asymp. Sig.,002 kilap Chi-square 11,484 df 4 Asymp. Sig.,022 warna Chi-square 29,612 df 4 Asymp. Sig.,000 Bau Chi-square 2,727 df 4 Asymp. Sig.,605 daya oles Chi-square 5,594 df 4 Asymp. Sig.,232 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: lipstik Analisis statistik menunjukkan bahwa persepi responden yang menyatakan formulasi lipstik memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap beberapa parameter seperti tekstur, kilap dan warna. Responden juga berpendapat bahwa formulasi yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap bau dan daya oles (Tabel 20). B. Analisa Cemaran Mikroba Pada Sediaan Lipstik Sediaan kosmetika khususnya lipstik diharuskan bebas akan cemaran mikroba. Keberadaan mirkoba pada sediaan lipstik dapat menyebabkan perubahan organoleptik seperti bau, rasa, dan dapat menimbulkan bahaya kesehatan (Soraya, 1996). Hasil analisis cemaran mikroba pada sediaan lipstik disajikan pada Tabel

42 Tabel 21. Analisis cemaran mikroba pada sediaan lipstik Jenis Tahap I Tahap II cemaran SNI C M3 M3i M5 M5i C M3 M3i M5 M5i mikroba Angka lempeng Maks total, 10 2 Koloni/g Jamur, Koloni/g Negatif Koliform, MPN/g <3 S. aureus, Koloni/g Negatif Keterangan : C : Lipstik komersial sebagai kontrol M3 : Lipstik dengan lemak tengkawang formula M3 M3i : Lipstik dengan lemak tengkawang formula M3 yang dmodifikasi M5 : Lipstik dengan lemak tengkawang formula M5 M5i : Lipstik dengan lemak tengkawang formula M5 yang dimodifikasi Analisis cemaran mikroba pada sediaan lipstik dilakukan 2 tahap, yaitu lipstik pada kondisi baru hasil produksi (tahap I) dan lipstik pada kondisi setelah proses penyimpanan selama 3 bulan (tahap II). Hasil menunjukkan bahwa baik pada kontrol (lipstik komersial) maupun pada lipstik dengan lemak tengkawang pada berbagai perlakuan tidak terdapat cemaran mikroba baik sebelum maupun setelah penyimpanan. SNI kosmetika mensyaratkan bahwa keberadaan cemaran mikroba diperbolehkan dengan jumlah yang amat sangat kecil. Baik lipstik komersial maupun lipstik dengan lemak tengkawang telah memenuhi persyaratan SNI kosmetika tentang cemaran mikroba (Tabel 21). C. Uji Iritasi Sediaan Lisptik Uji iritasi sederhana dilakukan terhadap mencit dan dilakukan pengamatan selama 24, 48, 72 dan 168 jam. Hasil analisis iritasi sederhana terhadap sediaan lipstik secara lengkap disajikan pada Tabel

43 Tabel 22. Uji iritasi sediaan lipstik Jenis lipstik Lama waktu pengamatan 24 jam 48 jam 72 jam 168 jam C M M3i M M5i Keterangan : - : tidak terlihat gejala iritasi + : gejala iritasi ringan ++ : gejala iritasi sedang +++ : gejala iritasi berat C : Lipstik komersial sebagai kontrol M3 : Lipstik dengan lemak tengkawang formula M3 M3i : Lipstik dengan lemak tengkawang formula M3 yang dmodifikasi M5 : Lipstik dengan lemak tengkawang formula M5 M5i : Lipstik dengan lemak tengkawang formula M5 yang dimodifikasi Uji iritasi sederhana dilakukan pada mencit dengan lama waktu pengamatan 24, 48, 72 dan 168 jam. Hasil pengamatan menunjukkan secara umum pada semua jenis perlakuan lipstik tidak ditemukan gejala iritasi pada kulit mencit. Terdapat satu indikasi gejala iritasi yaitu pada jenis lipstik M3i dengan lama waktu pengamatan 48 jam. Bentuk gejala iritasi nya yaitu berbentuk bintik kecil. Namun setelah diamati keesokan harinya, gejala tersebut sudah tidak terlihat lagi (Tabel 22). Berdasarkan hasil pengamatan ini, dapat dinyatakan bahwa lipstik dengan lemak tengkawang memiliki tingkat keamanan dari iritasi tergolong baik. D. Analisa biaya produksi lipstik Analisa biaya produksi lipstik dilakukan dengan menghitung harga per kebutuhan bahan dalam satu kali proses pembuatan lipstik (9,3 gram) yang secara lengkap disajikan pada Tabel

SIFAT FISIKA-KIMIA LEMAK TENGKAWANG DARI EMPAT JENIS POHON INDUK ( Physical-Chemical Properties of Illipe Nut's Fat from Four Mother Trees)

SIFAT FISIKA-KIMIA LEMAK TENGKAWANG DARI EMPAT JENIS POHON INDUK ( Physical-Chemical Properties of Illipe Nut's Fat from Four Mother Trees) ISSN: 0216-4329 Terakreditasi No.: 443/AU2/P2MI-LIPI/08/2012 SIFAT FISIKA-KIMIA LEMAK TENGKAWANG DARI EMPAT JENIS POHON INDUK ( Physical-Chemical Properties of Illipe Nut's Fat from Four Mother Trees)

Lebih terperinci

Raden Esa Pangersa Gusti & Zulnely

Raden Esa Pangersa Gusti & Zulnely ISSN: 0216-4329 Terakreditasi No.: 642/AU 3/P2MI-LIPI/07/2015 KARAKTERISTIK LEMAK HASIL EKSTRAKSI BUAH TENGKAWANG ASAL KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN DUA MACAM PELARUT (Characteristics of Extracted on Illipe

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan membuat sediaan lipstik dengan perbandingan basis lemak cokelat dan minyak jarak yaitu 60:40 dan 70:30

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Data yang diperoleh dari Dinas Kelautan, Perikanan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Gorontalo memiliki 10 Tempat Pemotongan Hewan yang lokasinya

Lebih terperinci

PEMURNIAN BEBERAPA JENIS LEMAK TENGKAWANG DAN SIFAT FISIKO KIMIA (Refining Some Type of Illipe Nut's Fat and It's Physical-Chemical Properties)

PEMURNIAN BEBERAPA JENIS LEMAK TENGKAWANG DAN SIFAT FISIKO KIMIA (Refining Some Type of Illipe Nut's Fat and It's Physical-Chemical Properties) ISSN: 0216-4329 Terakreditasi No.: 443/AU2/P2MI-LIPI/08/2012 PEMURNIAN BEBERAPA JENIS LEMAK TENGKAWANG DAN SIFAT FISIKO KIMIA (Refining Some Type of Illipe Nut's Fat and It's Physical-Chemical Properties)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikrobiologi Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme. Mikroorganisme itu sangat kecil, biasanya bersel tunggal, secara individual tidak dapat dilihat dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1. Metode Pengumpulan Data 2.1.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Sampel nasi bungkus diambil dari penjual nasi bungkus di wilayah sekitar kampus Universitas Udayana Bukit Jimbaran.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Bandar Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Samarinda, 5 6 Juni 215 Potensi Produk Farmasi dari Bahan Alam Hayati untuk Pelayanan Kesehatan di Indonesia serta Strategi Penemuannya PENGUJIAN KUALITAS ASPEK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah pewarna bibir. Pewarna bibir termasuk dalam sediaan kosmetik. untuk menyembunyikan kekurangan pada kulit sehingga dapat

I. PENDAHULUAN. adalah pewarna bibir. Pewarna bibir termasuk dalam sediaan kosmetik. untuk menyembunyikan kekurangan pada kulit sehingga dapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kosmetik telah menjadi kebutuhan primer bagi sebagian besar masyarakat, terutama wanita. Produk-produk kosmetik dipakai secara berulang setiap hari di seluruh tubuh, mulai

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI Hari, Tanggal :Selasa, 4 Oktober 2011 Materi Praktikum Tujuan :Teknik Isolasi dan Inokulasi Mikroba : Mengetahui cara teknik isolasi dan inokulasi Mikroba A. DASAR TEORI

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Samarinda, 5 6 Juni 2015 Potensi Produk Farmasi dari Bahan Alam Hayati untuk Pelayanan Kesehatan di Indonesia serta Strategi Penemuannya ANALISIS CEMARAN MIKROBA

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium SBRC LPPM IPB dan Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB mulai bulan September 2010

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diuji di Laboratorium Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo. Waktu penelitian yaitu pada tanggal 4-23 Desember tahun 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. diuji di Laboratorium Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo. Waktu penelitian yaitu pada tanggal 4-23 Desember tahun 2013. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada penjual daging sapi di tempat pemotongan hewan di Kota Gorontalo dan selanjutnya diambil sampel

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP

PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK 090324 Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP. 19530226 198502 2 001 INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011 I.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan

Lebih terperinci

Setelah dingin disimpan di tempat yang bersih dan kering.

Setelah dingin disimpan di tempat yang bersih dan kering. Lampiran 1.Flowsheet Pembuatan Media Lactose Broth Double Ditimbang seksama media Lactose Broth Double sebanyak 52 gr. Dimasukkan ke dalam beaker gelas. Dilarutkan dalam 1 liter aquadest. Dimasukkan magnetic

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober Desember 2014 bertempat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH Petunjuk Paktikum I. ISLASI EUGENL DARI BUNGA CENGKEH A. TUJUAN PERCBAAN Mengisolasi eugenol dari bunga cengkeh B. DASAR TERI Komponen utama minyak cengkeh adalah senyawa aromatik yang disebut eugenol.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1. Hasil Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang berasal dari daerah Sumalata, Kabupaten Gorontalo utara. 4.1.1 Hasil Ektraksi Daun Sirsak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Dari penelitian yang dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan, diperoleh hasil pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Tabel 2 : Hasil pengukuran

Lebih terperinci

SKRIPSI. APLIKASI KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET PADA MI BASAH MATANG. Oleh : MAULITA NOVELIANTI

SKRIPSI. APLIKASI KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET PADA MI BASAH MATANG. Oleh : MAULITA NOVELIANTI SKRIPSI APLIKASI KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET PADA MI BASAH MATANG Oleh : MAULITA NOVELIANTI F24103090 2007 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan,

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Cuci Piring Cair dari Minyak Goreng Bekas (Jelantah) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Cuci Piring Cair dari Minyak Goreng Bekas (Jelantah) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pemurnian Minyak Jelantah Proses pemurnian minyak jelantah terdiri dari tiga tahap yaitu penghilangan kotoran (despicing), netralisasi dan pemucatan (bleaching). Penghilangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kantin yang ada di lingkungan Asrama

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kantin yang ada di lingkungan Asrama BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kantin yang ada di lingkungan Asrama Mahasiswa Nusantara Universitas Negeri Gorontalo yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetik merupakan sediaan yang digunakan di luar badan guna membersihkan, menambah daya tarik, dan memperbaiki bau badan tetapi tidak untuk mengobati penyakit (Tranggono

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kosmetik adalah sediaan atau panduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, organ kelamin bagian luar,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal formulasi, dilakukan orientasi untuk mendapatkan formula krim yang baik. Orientasi diawali dengan mencari emulgator yang sesuai untuk membentuk krim air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikarenakan agar mudah mengambil air untuk keperluan sehari-hari. Seiring

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikarenakan agar mudah mengambil air untuk keperluan sehari-hari. Seiring BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Air merupakan bagian terpenting bagi kehidupan manusia. Pada zaman dahulu beberapa orang senantiasa mencari tempat tinggal dekat dengan air, dikarenakan agar mudah mengambil

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 32 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 2015 di Laboratorium Teknologi Pakan dan Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Universitas Diponegoro, Semarang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pewarna bibir (lipstik) merupakan salah satu bentuk kosmetik riasan (dekoratif), dimana dalam penggunaannya semata-mata hanya melekat pada bagian tubuh yang dirias

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Sampel yang digunakan berjumlah 24, dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Theobroma cacao) dan biasa digunakan sebagai komponen utama dari coklat

BAB I PENDAHULUAN. (Theobroma cacao) dan biasa digunakan sebagai komponen utama dari coklat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Lemak kakao merupakan lemak yang diekstraksi dari biji kakao (Theobroma cacao) dan biasa digunakan sebagai komponen utama dari coklat batang karena dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pangan dan Hortikultura Sidoarjo dan Laboratorium Mikrobiologi, Depertemen

BAB III METODE PENELITIAN. Pangan dan Hortikultura Sidoarjo dan Laboratorium Mikrobiologi, Depertemen BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di UPT Pengembangan Agrobisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura Sidoarjo dan Laboratorium Mikrobiologi, Depertemen Biologi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2. MATERI DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2.2. Materi

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi

METODE Lokasi dan Waktu Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Laboratorium mikrobiologi, SEAFAST CENTER, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian berada di DAMIU Kecamatan Kota Utara Kota Gorontalo.

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian berada di DAMIU Kecamatan Kota Utara Kota Gorontalo. 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan waktu Lokasi penelitian berada di DAMIU Kecamatan Kota Utara Kota Gorontalo. Waktu dalam kurun waktu 2 bulan, yang dimulai di awal bulan April dan selesai pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan kosmetika dekoratif digunakan sehari-hari untuk mempercantik diri. Salah satu contoh kosmetika dekoratif yang sering digunakan adalah lipstik. Lipstik merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami. Surfaktan mempunyai struktur bipolar, bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui pertumbuhan mikroorganisme pengganti Air Susu Ibu di Unit Perinatologi Rumah Sakit

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji tumbuhan canola, yaitu tumbuhan asli Kanada Barat dengan bunga berwarna kuning. Popularitas dari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu dengan menggunakan pelarut non polar.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. C), 6 gerobak pangsit (gerobak pangsit D, E, F, G,H dan I). Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. C), 6 gerobak pangsit (gerobak pangsit D, E, F, G,H dan I). Penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN 1.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dilingkungan Universitas Negeri Gorontalo yang berjumlah 9 penjual jajanan bakso, yang terdiri dari 3 kantin ( kantin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Uji Kadar Aspal dalam Batuan Uji kadar aspal ini dilakukan dengan mekanisme seperti pada Gambar 4. berikut. Gambar 4. Diagram alir percobaan uji kadar aspal 2 Batuan aspal

Lebih terperinci

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat dan penurunan mutu produk kopi instan formula a. Kadar air (AOAC, 1995) Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prinsip dari metode

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Tabel 1: Hasil Analisis Bakteri Koliform dengan Metode MPN. Sampel Kode sampel Tes perkiraan

LAMPIRAN. Tabel 1: Hasil Analisis Bakteri Koliform dengan Metode MPN. Sampel Kode sampel Tes perkiraan LAMPIRAN Lampiran 1 Tabel 1: Hasil Analisis Bakteri Koliform dengan Metode MPN Sampel Kode sampel Tes perkiraan Tes penegasan MPN Air Bersih 290/B/AB/02/201 4 5-1-0 5-1-0 33 Lampiran 2 Flowsheet Pembuatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai

III. METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai 23 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Minum Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum, syarat-syarat air minum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi UGM didapat bahwa sampel yang digunakan adalah benar daun sirsak (Annona muricata

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. uji kandungan bakteriologis Escherichia coli pada es buah yang dijajakan dipasar

BAB III METODE PENELITIAN. uji kandungan bakteriologis Escherichia coli pada es buah yang dijajakan dipasar BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif yaitu dengan mendeskriptifkan atau memberi gambaran tentang hygiene sanitasi dan uji

Lebih terperinci

LAPORAN TETAP HYGIENE SANITASI DAN KEAMANAN INDUSTRI PANGAN UJI PENGARUH SANITASI TERHADAP TINGKAT KEBERSIHAN TANGAN PEKERJA

LAPORAN TETAP HYGIENE SANITASI DAN KEAMANAN INDUSTRI PANGAN UJI PENGARUH SANITASI TERHADAP TINGKAT KEBERSIHAN TANGAN PEKERJA LAPORAN TETAP HYGIENE SANITASI DAN KEAMANAN INDUSTRI PANGAN UJI PENGARUH SANITASI TERHADAP TINGKAT KEBERSIHAN TANGAN PEKERJA Sandy Saputra 05031381419069 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN JURUSAN

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit, olein sawit 1, dan olein sawit 2. Ketiganya diambil langsung dari

Lebih terperinci

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TAK JENUH MINYAK BEKATUL Oleh: Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia Email:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. 2. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Universitas

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

EVALUASI JUMLAH BAKTERI KELOMPOK KOLIFORM PADA SUSU SAPI PERAH DI TPS CIMANGGUNG TANDANGSARI

EVALUASI JUMLAH BAKTERI KELOMPOK KOLIFORM PADA SUSU SAPI PERAH DI TPS CIMANGGUNG TANDANGSARI EVALUASI JUMLAH BAKTERI KELOMPOK KOLIFORM PADA SUSU SAPI PERAH DI TPS CIMANGGUNG TANDANGSARI EULIS TANTI MARLINA, ELLIN HARLIA dan YULI ASTUTI H Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan. Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan ialah minyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian akan dilakukan di Desa Karya Baru Kecamatan Dengilo. Penelitian dilakukan pada tanggal 17 Desember 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian akan dilakukan di Desa Karya Baru Kecamatan Dengilo. Penelitian dilakukan pada tanggal 17 Desember 2013. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian akan dilakukan di Desa Karya Baru Kecamatan Dengilo Kabupaten Pohuwato. 3.1.2 Waktu Penelitian Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

BAB III METODE PENELITIAN. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2013 di Laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi Fakultas Pertanian dan

Lebih terperinci

JURNAL ISSN TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 4 No. 1; Juni 2017

JURNAL ISSN TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 4 No. 1; Juni 2017 JURNAL ISSN 2407-4624 TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 4 No. 1; Juni 2017 PENENTUAN UMUR SIMPAN GETUK PISANG RAINBOW YANG DIKEMAS MENGGUNAKAN KEMASAN PLASTIK POLIETILEN FATIMAH 1*, DWI SANDRI 1, NANA YULIANA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB II MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAB II MATERI DAN METODE PENELITIAN BAB II MATERI DAN METODE PENELITIAN 2.1. Materi Penelitian 2.1.1. Lokasi Sampling dan Waktu Penelitian Dalam penelitian ini sampel diambil dari lokasi-lokasi sebagai berikut: 1. Rumah Pemotongan Hewan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda pada pollard terhadap kandungan total bakteri, Gram positif/negatif dan bakteri asam laktat telah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental dengan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental dengan pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental dengan pendekatan survei serta rancangan deskriptif dan eksploratif. B. Waktu dan Tempat Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. hasil analisis keberadaan Escherichia coli pada makanan jajanan kue cucur

BAB III METODE PENELITIAN. hasil analisis keberadaan Escherichia coli pada makanan jajanan kue cucur BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian survei ini bersifat Deskriptif yaitu mengetahui gambaran hasil analisis keberadaan Escherichia coli pada makanan jajanan kue cucur yang dijual oleh

Lebih terperinci

Alat dan Bahan : Cara Kerja :

Alat dan Bahan : Cara Kerja : No : 09 Judul : Uji kualitatif dan kuantitatif Bakteri Coli (Coliform) Tujuan : - Untuk menentukan kehadiran bakteri coliform dalam sampel air - Untuk memperkirakan jumlah bakteri coliform dalam sampel

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah Kerja Penelitian Studi literatur merupakan input dari penelitian ini. Langkah kerja peneliti yang akan dilakukan meliputi pengambilan data potensi, teknik pemanenan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persyaratan Biologis Untuk Air Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan,

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE

III BAHAN DAN METODE meliputi daerah Jawa, Kalimantan dan Sumatera. Tanaman Kilemo di daerah Jawa banyak ditemui pada daerah dengan ketinggian 230 700 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tanaman ini terutama banyak ditemui

Lebih terperinci

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu teknologi proses ekstraksi minyak sereh dapur yang berkualitas dan bernilai ekonomis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan pada produk sabun transparan yang dihasilkan berasal dari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan pendekatan cross sectional, menggunakan metode difusi dengan memakai media Agar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menggunakan zat warna alami dan sintetis untuk membuat tampilan produk

I. PENDAHULUAN. menggunakan zat warna alami dan sintetis untuk membuat tampilan produk I. PENDAHULUAN Kebutuhan akan zat warna semakin meningkat seiring dengan berkembangnya dunia industri. Industri pangan, kosmetik, farmasi, dan lainnya menggunakan zat warna alami dan sintetis untuk membuat

Lebih terperinci

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih. Lampiran 1. Lembar Uji Hedonik Nama : Usia : Pekerjaan : Pengujian organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, rasa dan kekentalan yoghurt dengan metoda uji kesukaan/hedonik. Skala hedonik yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah dari provinsi Gorontalo yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah dari provinsi Gorontalo yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah dari provinsi Gorontalo yang luas wilayahnya 64,79 Km atau sekitar 0,53 % dari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian dimulai dari September

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Biji Kemiri Sumber : Wikipedia, Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Biji Kemiri Sumber : Wikipedia, Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kemiri Gambar 1. Biji Kemiri Sumber : Wikipedia, 2016 Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang termasuk dalam famili Euphorbiaceae (jarak-jarakan).

Lebih terperinci

IV. KULTIVASI MIKROBA

IV. KULTIVASI MIKROBA IV. KULTIVASI MIKROBA PENDAHULUAN Untuk memperoleh kultur murni hasil isolasi dari berbagai tempat maka dibutuhkan alat, bahan dan metode seperti ilistrasi di bawah ini : Media Umum Diferensial Selektif

Lebih terperinci