III. METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di wilayah administratif Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat dan waktu penelitian selama 5 (lima) bulan mulai dari bulan Maret sampai dengan Juli tahun Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

2 3.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan studi kepustakaan, analisis data sekunder dan data pimer. Pendekatan studi kepustakaan dilakukan dengan mengacu pada teori-teori umum dari berbagai literatur maupun studi empiris untuk mendapatkan landasan teori yang mendukung penelitian. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder meliputi data transaksi ekonomi antar sektor perekonomian di wilayah Kabupaten Ciamis, data tenaga kera sektoral, data PDRB tahun terbaru (2009), yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis (BPS) yang telah dipublikasikan dalam format buku berudul Tabel Input-Output Kabupaten Ciamis tahun 2008, Ciamis dalam angka tahun Selanutnya akan dilakukan penggalian informasi primer dari stakeholders terkait dengan tuuan penelitian yang diperoleh dengan cara wawancara terstruktur menggunakan kuesioner. Jenis data, sumber data, teknik analisis data dan output yang diharapkan untuk masing-masing tuuan penelitian tertera pada Tabel Metode Analisis Data Untuk menawab dua tuuan penelitian, digunakan beberapa metode analisis yaitu analisis Tabel I-O untuk mengetahui nilai-nilai koefisien direct backward linkage, direct forward linkage, indirect backward linkage, indirect forward linkage, backward of dispersion, forward power of dispersion dampak pengganda (Output multiplier, total value added multiplier, income multiplier, dan employment multiplier. Kemudian dengan menggunakan indeks komposit dari hasil analisis pada Tabel I-O ditentukan komoditas unggulan. Komoditas unggulan pertanian hasil analisis indeks komposit diketahui, selanutnya dipaduserasikan dengan pemangku kepentingan pembangunan di Kabupaten Ciamis untuk memilih komoditas unggulan prioritas pengembangan. Hasil pemilihan tersebut selanutnya disusun strategi pengembangannya menggunakan analisis AHP dan SWOT dengan formulasi baru dalam satu kesatuan analisis A- WOT.

3 Tabel 2. Tuuan Penelitian, Jenis data, sumber data, teknik analisis data dan output yang diharapkan No Tuuan Penelitian 1 Mengetahui komoditas unggulan pertanian di Kabupaten Ciamis dengan Tabel Input- Output. Jenis Data Sekunder: 1. Data transaksi antar sektor ekonomi. 2. Data tenaga kera sektoral. 3. Data monografi wilayah. Sumber data 1. Tabel Inputoutput Kabupaten Ciamis tahun 2008 dari BPS 2. Data Satkernas dari BPS Ciamis 3. Ciamis dalam angka Teknik Analisis data 1. Analisis Tabel Input output: Dampak pengganda. Multiplier effect. Indeks komposit. 2. Analisis deskriptif Output yang diharapkan Diketahui komoditas unggulan pertanian di Kabupaten Ciamis. 2 Menyusun strategi pengembangan komoditas unggulan pertanian terpilih. Primer: 1. Kuesioner A- WOT. Sekunder: 1. Kebiakan pembangunan daerah 2. Kebiakan dinas terkait 1. Pengambil kebiakan pembangunan daerah, Pakar pembangunan daerah, praktisi. 2. RPJMD. 3. Renstra Dinas Pertanian. 4. Renstra Dinas Peternakan. 1. Analisis A-WOT. 2. Analisis desktriptif. Tersusunnya rumusan strategi pengembangan komoditas unggulan pertanian di Kabupaten Ciamis Analisis Tabel Input-Output Analisis Tabel Input-Output (I-O) menurut Leontief (1986) merupakan suatu metode yang secara sistematis mengukur hubungan timbal balik antara beberapa sektor/komoditas dalam sistem ekonomi yang kompleks (Daryanto dan Hafizrindia 2010). Analisis Tabel I-O dapat digunakan sebagai alat pengambilan keputusan dalam merencanakan pembangunan sektoral. Berdasarkan hasil analisis Tabel I-O ini bisa diputuskan sektor-sektor mana saa yang diadikan sebagai leading sector dalam pembangunan ekonomi wilayah. Sebagai ilustrasi Tabel I-O, BPS (2008) memberikan contoh dalam suatu perekonomian yang hanya terdapat tiga sektor, yaitu sektor produksi 1, 2, dan 3. Kerangka ilustrasi Tabel I-O dapat dilihat pada Tabel 3. yang menunukkan bahwa untuk menghasilkan output X i. sektor 1 membutuhkan input dari sektor 1,

4 2, dan 3 masing-masing sebesar X 1, X 2, dan X 3 dan input primer yang diperlukan adalah sebesar Vi. Dalam Tabel I-O terdapat satu patokan yang sangat penting yaitu bahwa umlah output suatu sektor harus sama dengan umlah input-nya. Tabel 3. Kerangka Ilustrasi Tabel Input-Output untuk 3 Sektor Struktur Input Alokasi Output Input Antara Sektor 1 Sektor 2 Sektor 3 Input Primer Permintaan Antara Sektor Produksi Kuadran I X 11 X 12 X X21 X 22 X X31 X 32 X Kuadran III Permintaan Akhir Kuadran II F1 F2 F 3 Jumlah Output X X X V 1 V 2 V 3 Jumlah Input X 1 X 2 X 3 Sumber: BPS (2008) Secara umum persamaan yang dapat dirumuskan dari Tabel 3 adalah sebagai berikut: X 11 + X 12 + X 13 + F 1 = X 1 X21 + X 22 + X 23 + F 2 = X 2 (3.6) X31 + X 32 + X 33 + F 2 = X3 atau dapat disederhanakan dalam bentuk notasi matriks sebagai berikut: 3 J = i x i + F = X i (3.7) Berdasarkan persamaan yang dihasilkan oleh ilustrasi terhadap 3 sektor produksi tersebut, maka untuk n sektor, persamaan keseimbangan (balance equation) yang diperoleh adalah:, untuk = 1,2,3 X 11 +X 12 + X X 1 + F 1 = X =...,...(3.8) X il +X i2 + X i X i + F atau: = X

5 3 J = i x i + F = X i, untuk i = 1,2,3,...,n...(3.9) xi adalah besarnya output sektor i yang digunakan sebagai input oleh sektor, F i adalah besarnya permintaan akhir terhadap sektor i, dan X i adalah total output sektor i Analisis Dampak Pengganda Dampak pengganda dapat diartikan sebagai suatu dampak yang teradi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap berbagai kegiatan ekonomi di dalam wilayah sebagai akibat adanya perubahan pada variabel-variabel eksogen perekonomian regional/nasional (BPS 2008). Analisis dampak dapat dilakukan dengan menggunakan matriks pengganda pada Tabel Input-Output (I-O). Untuk memperoleh matriks pengganda, umumnya dihasilkan dari Tabel I-O transaksi domestik atas dasar harga produsen. Demikian halnya pada penelitian ini, tabel transaksi yang digunakan untuk analisis dampak pengganda adalah tabel domestik atas dasar harga produsen. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menghitung matriks pengganda adalah sebagai berikut: 1. Menghitung koefisien input Langkah ini merupakan tahap awal yang perlu dilakukan dalam menghitung matriks pengganda. Koefisien input merupakan hasil bagi dari masing-masing komponen input antara atau input primer dengan total input. Koefisien input ini sering uga disebut koefisien teknis. Koefisien input dapat didefinisikan sebagai berikut: a i dan v Xi =... (3.10) X V =...(3.11) X Keterangan: a i = koefisien input antara sektor i oleh sektor v = koefisien input primer sektor

6 x i X i = penggunaan input sektor i oleh sektor = output sektor Dalam suatu Tabel I-O transaksi domestik atas dasar harga produsen, matriks koefisien input yang merupakan kumpulan berbagai koefisien input dinotasikan sebagai matriks A. 2. Menghitung matriks Leontief Setelah mendapatkan matriks A, tahap selanutnya untuk memperoleh matriks pengganda adalah dengan mengurangkan matriks I (matriks identitas) dengan matriks A. Matriks ini dikenal sebagai matriks Leontief [I-A]. 3. Menghitung matriks pengganda Matriks pengganda merupakan matriks kebalikan (inverse matrix) dari matriks Leontief, atau dapat di definisikan sebagai: B = [I-A] -1 keterangan:... (3.12) B = matriks pengganda berupa kumpulan sel matriks kebalikan Leontief (b i ) I = matriks identitas A = matriks koefisien input b i = dampak yang teradi terhadap output sektor i akibat perubahan permintaan akhir sektor. Perhitungan nilai keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan menggunakan metode Chenery Watanabe (1958) dalam Daryanto dan Hafizrianda (2010) yaitu dengan menumlahkan secara kolom matriks koefisien input (a 1. Kaitan langsung ke belakang (direct backward linkage) ( BL ) Menunukkan efek suatu sektor terhadap tingkat produksi sektor-sektor menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung. n c BL = i= 1 a i...(10.13) Nilai c BL menunukkan keterkaitan ke belakang dari sektor dengan metode Chenery-Watanabe, x i adalah banyaknya input yang berasal dari sektor i yang digunakan untuk memproduksi output sektor, dan a i adalah koefisien input dari sektor ke sektor i. 2. Kaitan langsung ke depan (direct forward linkage) (Fi) c i ).

7 Menunukkan banyaknya output suatu sektor yang dipakai oleh sektor-sektor lain. n c FL = = 1 xi x = bi...(10.14) =1 c FL merupakan keterkaitan ke depan dari sektor i, sedangkan b i menunukkan koefisien output dari sektor i ke sektor. Nilai yang diperoleh dengan metode ini sering disebut sebagai keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan secara langsung, yang mengabaikan dampak tidak langsung (inderect effect) antar sektor. Selanutnya, dari hasil matriks pengganda lebih lanut digunakan untuk menganalisis keterkaitan (indirect backward linkage dan indirect forward linkage), dampak pengganda (output, pendapatan rumah tangga, dan tenaga kera) dengan mengikuti metode Rasmussen (1956). 3. Kaitan ke belakang langsung dan tidak langsung (indirect backward linkage) ( BL ) R Menunukkan pengaruh tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir satu unit sektor tertentu yang dapat meningkatkan total output seluruh sektor perekonomian. Parameter ini menunukkan kekuatan suatu sektor dalam mendorong peningkatan seluruh sektor perekonomian, secara matematis diformulasikan sebagai berikut: R BL (3.15) n = gi... i= 1 dimana g i adalah elemen-elemen matriks B atau (I-A) -1 invers matriks Leontief. yang merupakan 4. Kaitan ke depan langsung dan tak langsung (indirect forward linkage), ( FL ) Menunukan peranan suatu sektor dapat memenuhi permintaan akhir dari seluruh sektor perekonomian. R FL i n = gi... (3.16) = 1 R i

8 Bila permintaan akhir tiap sektor perekonomian meningkat satu unit (yang berarti peningkatan permintaan akhir seluruh sektor perekonomian adalah sebesar n unit). Dengan demikian maka sektor / menyumbang pemenuhannya sebesar R FL i. 5. Daya sebar ke belakang atau indeks daya penyebaran (backward power of dispersion) (β i ) β (3.17) i i = = 1 n i bi bi n i i bi bi Menunukan kekuatan relatif... permintaan akhir suatu sektor dalam mendorong pertumbuhan produksi total seluruh perekonomian. Jika βi >1, maka secara relatif permintaan akhir sektor dalam merangsang pertumbuhan produksi lebih besar dari rata-rata. 6. Kepekaan terhadap signal pasar permintaan akhir atau indeks daya kepekaan (forward power of dispersion) (α) α = 1 n i bi bi (3.18) Indeks daya kepekaan menunukkan sumbangan relatif suatu sektor dalam memenuhi permintaan akhir keseluruhan sektor perekonomian. Jika suatu sektor memiliki karakteristik dengan α > 1, maka sektor tersebut merupakan salah satu sektor yang strategis, karena secara relatif dapat memenuhi permintaan akhir di atas kemampuan rata-rata sektor. Selanutnya, dilakukan perhitungan multiplier dari Tabel I-O: 1. Output Multiplier Output multiplier merupakan dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap total output seluruh sektor di wilayah penelitian. O i = (I-A) -1. F d 2. Income Multiplier (3.19)

9 Income multiplier adalah dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga di wilayah penelitian secara keseluruhan. Income multiplier dapat dihitung dengan matriks: W = X,. W = Xi (3.20) Keterangan: W : Matriks income w : matriks diagonal koefisien income X : matriks output, X= (I-A) -1. P 3. Employment Multiplier Menunukan dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan kesempatan kera. Li i = (3.21) Xi Keterangan: i : koefisien tenaga kera sektor i L i : umah tenaga kera sektor i Xi : Output sektor i Indeks Komposit Indeks komposit digunakan untuk menentukan komoditas yang menadi unggulan dalam perekonomian Kabupaten Ciamis. Penggunaan indeks komposit dalam menentukan komoditas unggulan mengacu pada hasil penelitian Syarifudin (2003) dan Amir (2004). Perhitungan indeks pada penelitian ini dilakukan dengan metode yang sederhana, yaitu membandingkan nilai yang dimiliki suatu komoditas terhadap total nilai yang diberikan oleh seluruh komoditas. Nilai-nilai yang digunakan dalam perhitungan indeks tersebut berasal dari analisis Tabel Input-Output (I-O) yaitu dari nilai koefisien direct backward linkage, direct forward linkage, backward of dispersion, forward power of dispersion dampak pengganda (Output multiplier, income multiplier, dan employment multiplier).

10 Sementara itu, indeks komposit diperoleh dari hasil penumlahan kesepuluh indeks tersebut dengan rumus sebagai berikut: c BL IK= TBL c c FL + T FL c + bi Tbi + ai Tai + Oi Toi + Wi TWi + li Tli...(3.22) Keterangan: c BL c FL b i a i O W li i i : Nilai direct backward linkage : Nilai direct forward linkage : Nilai backward of dispersion : Nilai forward power of dispersion : Nilai Output multiplier : Nilai income multiplier : Nilai employment multiplier T BL : Total Nilai Kaitan langsung ke belakang c T FL : Total Nilai Kaitan langsung ke depan Tbi Tai TOi TWi Tli c : Total Nilai Indeks daya penyebaran : Total Nilai Indeks daya kepekaan : Total Nilai Output multiplier : Total Nilai Income multiplier : Total Nilai Employment multiplier Penentuan klasifikasi peranan suatu komoditas terhadap perekonomian Kabupaten Ciamis mengikuti interpretasi yang digunakan oleh Syarifudin (2003). Suatu komoditas diklasifikasikan memiliki peranan yang tinggi dan ditentukan sebagai komoditas unggulan ika nilai total indeks kompositnya melebihi nilai rata-rata. Tahap selanutnya menentukan komoditi unggulan pertanian terpilih untuk di susun strategi pengembangannya dengan melakukan diskusi dengan pihak terkait yang dalam hal ini adalah BAPPEDA, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Dinas Peternakan Kabupaten Ciamis. Komoditi unggulan pertanian terpilih, selanutnya disusun strategi pengembangannya dengan melalukan analisis gabungan antara AHP dan SWOT (A-WOT) Analisis AHP dan SWOT AHP dan SWOT merupakan penggabungan antara dua metode yang lazim digunakan dalam menyusun strategi kebiakan. AHP berfungsi untuk memberikan bobot atau skor terhadap komponen-komponen SWOT.

11 Asumsi-asumsi yang digunakan dalam AHP adalah sebagai berikut: pertama terdapat umlah sedikit (terbatas) kemungkinan tindakan, yakni 1,2,.n, dimana n adalah bilangan yang terbatas. Responden diharapkan akan memberikan nilai dalam angka yang terbatas untuk memberi tingkat urutan (skala) prioritas. Skala yang digunakan tergantung dari pandangan responden. Dalam menentukan skala (tingkat urutan) atas persepsi digunakan metode skala Saaty seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Sistem Urutan (Ranking) Saaty Intensitas/ Pentingnya ,4,6,8 Kebalikan angka bukan nol diatas Rational Sama pentingnya Definisi Perbedaan penting yang lemah antara yang satu dengan yang lain Sifat lebih pentingnya kuat Menunukan sifat sangat penting yang menonol Penting absolut Nilai tengah di antara nilai di atas/bawahnya Jika aktivitas i, dibandingkan dengan aktivitas, mendapat nilai bukan nol seperti tertera di kolom 1, maka bila dibandingkan dengan i- mempunyai nilai kebalikannya. Rasio yang timbul dari skala Penelasan Dua aktivitas memberikan kontribusi yang sama kepada tuuan Pengalaman dan selera sedikit menyebabkan yang satu sedikit lebih disukai daripada yang lainnya Pengalaman dan selera sangat menyebabkan penilaian yang satu sangat lebih disukai daripada yang lain Aktivitas yang satu sangat disukai daripada yang lain; dominasinya tampak dalam kenyataannya. Bukti bahwa antara yang satu lebih disukai daripada yang lain menunukan kepastian tingkat tertinggi yang dapat dicapai. Diperlukan kesepakatan (kompromi) Asumsi yang masuk akal Jika konsistensi perlu dipaksakan dengan mendapatkan sebanyak n nilai angka untuk melengkapi matriks. Untuk menilai tingkat konsistensi, dapat diketahui dari indeks konsistensi (IK) yang diperoleh dari nilai matriks yang dikalikan dengan faktor pembobot (eigen vector) untuk menentukan Rasio Konsistensi (RC). RC ini dinilai dengan membagi nilai IK dengan (banyaknya sampel dalam umlah terbatas dikurangi dengan nilai standar dari nilai IK). Pemberian bobot melalui AHP dilakukan

12 dengan melibatkan stakeholders yang terkait dengan kebiakan pembangunan komoditas unggulan pertanian di Kabupaten Ciamis. Selanutnya dengan hasil yang diperoleh dari teknik analisis AHP, kemudian dihitung bobot dari masing-masing unsur SWOT. Setelah masing-masing unsur SWOT diketahui nilainya, maka unsur-unsur tersebut dihubungkan keterkaitannya untuk memperoleh beberapa strategi (SO, ST, WO, WT), dapat dilihat pada Tabel 5. Kemudian strategi tersebut diumlahkan nilainya untuk menghasilkan ranking dari tiap-tiap strategi. Strategi dengan ranking tertinggi merupakan strategi yang diprioritaskan untuk dilakukan. Tabel 5. Contoh Nilai Tingkat Kepentingan Unsur-unsur SWOT berdasarkan Analisis AHP Unsur Bobot Bobot Hasil Analisis AHP KEKUATAN (Strength) S1 S2. Sn KELEMAHAN (Weaknesses) W1 W2. Wn PELUANG (Opportunities) O1 O2. On ANCAMAN (Threats) T1 T2. Tn Ranking Strategi Hasil Analisis SWOT Strategi pada matriks hasil analisis SWOT (Tabel 6) dihasilkan dari penggunaan unsur-unsur kekuatan untuk mendapatkan peluang yang ada (SO), penggunaan kekuatan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (ST), pengurangan kelemahan yang ada dengan memanfaatkan peluang yang ada

13 (WO) dan pengurangan kelemahan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (WT). Tabel 6. Matriks Hasil Analisis SWOT Kekuatan Tabel 6. (Lanutan) Kelemahan (SO) - 1 (SO) - 2. (SO) n (WO) - 1 (WO) - 2 (WO) - 3. (WO) n Peluang (ST) - 1 (ST) - 2. (ST) - n (WT) - 1 (WT) - 2 (WT) - 3. (WT) - 4 Ancaman Strategi yang dihasilkan terdiri dari rumusan strategi. Untuk menentukan urutan prioritas strategi yang harus dilakukan, maka dilakukan penumlahan bobot yang berasal dari keterkaitan antara unsur-unsur SWOT yang terdapat dalam rumusan strategi. Jumlah bobot tadi kemudian akan menentukan ranking prioritas strategi pengembangan komoditas unggulan pertanian di Kabupaten Ciamis (Tabel 7). Tabel 7. Ranking Strategi No Unsur SWOT Keterkaitan Strategi SO. SO1 S1, S2, S., Sn, O1, O2, O., On. SO2 S1, S2, Sn, O1, O2, On. SO3 S1, S2, S4, Sn, O1, O2, On Strategi ST. ST1 S1, S2, Sn, T1, T2,Tn. ST2 S1, S2, Sn, T1, T2,Tn. ST3 S1, S2, Sn, T1, T2,Tn Strategi WO. WO1 W1, W2, Wn, O1, O2, On Jumlah Bobot Ranking

14 . WO2 W1, W2, Wn, O1, O2, On. WO3 W1, W2, Wn, O1, O2, On Strategi WT. WT1 W1, W2, Wn, T1, T2, Tn. WT2 W1, W2, Wn, T1, T2, Tn. WT3 W1, W2, Wn, T1, T2, Tn IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN CIAMIS 4.1. Letak dan Luas Wilayah Secara geografis Kabupaten Ciamis berada pada koordinat ' sampai dengan ' Buur Timur dan 7 40' 20" sampai dengan 7 41' 20" Lintang Selatan. Secara administratif Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kabupaten dari 33 kabupaten di Provinsi Jawa Barat, letak Kabupaten Ciamis berada di uung Timur Provinsi Jawa Barat, yang araknya sekitar 121 km dari ibukota Provinsi dalam hal ini batas-batas wilayah Kabupaten Ciamis adalah sebagai berikut: Sebelah Utara Sebelah Barat Sebelah Timur Sebelah Selatan : Kabupaten Maalengka dan Kabupaten Kuningan : Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya : Provinsi Jawa Tengah dan Kota Banar : Samudera Indonesia Adapun luas wilayah Kabupaten Ciamis mencapai km 2. Luas ini kirakira 8 persen dari luas Provinsi Jawa Barat. Selanutnya, luas berdasarkan masingmasing kecamatan dan persentase luasnya disaikan pada Tabel 8. Tabel 8. Persentase dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis Per Kecamatan No. Kecamatan Luas Wilayah (Km 2 ) Persentase 1 Cimerak Ciulang Cigugur Langkaplancar Parigi Sidamulih

15 7 Pangandaran Kalipucang Padaherang Banarsari Lakbok Pamarican Cidolog Cimaragas Cieunging Cisaga Tambaksari Rancah Tabel 8. (lanutan) No. Kecamatan Luas Wilayah (Km 2 ) Persentase 19 Raadesa Sukadana Ciamis Cikoneng Cihaurbeuti Sadananya Cipaku Jatinagara Panawangan Kawali Panalu Panumbangan Sindangkasih Baregbeg Lumbung Purwadadi Mangunaya Sukamantri Kabupaten Ciamis Sumber: BPS Kab. Ciamis (2010) Dari 36 kecamatan yang ada di Kabupaten Ciamis, Kecamatan Langkaplancar merupakan kecamatan terluas yaitu 177 km 2 atau sekitar 7.3 persen, kemudian kecamatan kedua terluas adalah kecamatan Banarsari yaitu 163 km 2 atau 6.7 persen kemudian disusul oleh Kalipucang dengan luas 137 km 2 atau 5.6 persen masing-masing dari luas Kabupaten Ciamis. Kecamatan yang paling

16 kecil wilayahnya adalah kecamatan Baregbeg yang hanya 24 km 2 atau sekitar 1.0 persen dari luas Kabupaten Ciamis Penduduk Jumlah penduduk berdasarkan hasil pengolahan data kependudukan yang dilakukan oleh Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan (Capilduk) Kabupaten Ciamis, penduduk Kabupaten Ciamis pada akhir bulan Desember 2009 tercatat sebanyak orang. Dibandingkan dengan umlah penduduk pada tahun 2008 yang tercatat sebanyak orang, umlah penduduk tersebut mengalami pengurangan sebesar 0.7 persen. Dari segi komposisi, umlah penduduk laki-laki sebanyak orang dan perempuan sebanyak orang dengan demikian maka umlah penduduk laki-laki lebih besar dibandingkan dengan umlah penduduk perempuan hal ini pun elas tergambar dari nilai sex ratio sebesar Bila melihat luas wilayah Kabupaten Ciamis yaitu km 2 dengan umlah penduduk sebanyak orang sehingga menyebabkan kepadatan penduduk sebesar 657 orang per km 2 pada tahun Dari segi penyebaran per kecamatan, sebaran penduduk terbanyak berada di Kecamatan Banarsari sebesar 7.0 persen, kemudian di Kecamatan Ciamis sebanyak 5.8 persen kemudian di Kecamatan Pamarican sebanyak 4.3 persen, kemudian di Kecamatan Cipaku sebanyak 4.0 persen, di Kecamatan Padaherang sebanyak 4.0 persen dan di Kecamatan Panumbangan sebanyak 3.9 persen sedangkan untuk kecamatan lainnya memiliki sebaran penduduk kurang dari 4 persen. Tingkat kepadatan penduduk menggambarkan rasio antara umlah penduduk (orang) dengan luas wilayah (Km 2 ). Dalam hal ini dilihat berdasarkan kecamatan yang ada di Kabupaten Ciamis menunukan bahwa teradi pemusatan penduduk di beberapa kecamatan yaitu: di Kecamatan Ciamis dengan kepadatan sebesar orang per Km 2 hal ini karena Kecamatan Ciamis merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Ciamis, selanutnyan di Kecamatan Sindangkasih sebesar orang per km 2, di Kecamatan Barēgbeg sebesar orang per km 2, di Kecamatan Cihaurbeuti sebesar orang per km 2, di Kecamatan Cikoneng sebesar orang per km 2, di Kecamatan Kawali sebesar orang

17 per km 2, di Kecamatan Lumbung sebesar orang per km 2 dan di Kecamatan Panumbangan memiliki kepadatan penduduk sebesar orang per km 2. Kecamatan tersebut merupakan kawasan hinterland bagi Kabupaten Ciamis yang menampung penduduk yang beraktivitas di Kota Ciamis sedangkan kecamatan lainnya memiliki kepadatan penduduk di bawah orang per km 2 merupakan kecamatan di pinggiran luar wilayah penyangga utama yang dominan merupakan kawasan pertanian dan perkebunan dengan kondisi topografi berbukit. Adapun umlah penduduk, distribusi dan tingkat kepadatan perkecamatan di Kabupaten Ciamis selengkapnya disaikan pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah, Persentase dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Ciamis Per Kecamantan No. Kecamatan Jumlah Distribusi Kepadatan Penduduk Penduduk Penduduk (Orang/Km 2 ) 1 Cimerak Ciulang Cigugur Langkaplancar Parigi Sidamulih Pangandaran Kalipucang Padaherang Banarsari Lakbok Pamarican Cidolog Cimaragas Cieunging Cisaga Tambaksari Rancah Raadesa Sukadana Ciamis Cikoneng Cihaurbeuti Sadananya Cipaku

18 26 Jatinagara Panawangan Kawali Panalu Panumbangan Sindangkasih Barēgbeg Lumbung Purwadadi Mangunaya Sukamantri Sumber: BPS Kab. Ciamis (2010) Berdasarkan kelompok umur, umlah penduduk Kabupaten Ciamis terbanyak pada kelompok umur sebanyak 8.9 persen, kelompok umur 5-9 tahun sebanyak 8.9 persen, kelompok umur tahun sebanyak 8.8 persen dan kelompok umur tahun sebanyak 8.4 persen. Data umlah penduduk lakilaki dan perempuan serta persentasenya berdasarkan kelompok umur selengkapnya disaikan pada Tabel 10. Tabel 10. Jumlah Penduduk Kabupaten Ciamis Berdasarkan Kelompok Umur Kelompok Umur Laki - Laki Perempuan Jumlah Persentase Keatas Sumber: BPS Kab. Ciamis (2010)

19 Tabel 10. menunukkan menggambarkan bahwa penduduk Kabupaten Ciamis didominasi oleh kelompok umur produktif mulai dari tahun sampai dengan kelompok umur dengan umlah yang cukup tinggi yaitu sekitar 59.9 persen dari total umlah penduduknya. Kondisi seperti ini diharapkan memiliki tingkat produktivitas yang tinggi Ketenagakeraan Keadaan angkatan kera di Kabupaten Ciamis berdasarkan sektor terdiri dari lima sektor yaitu: sektor pertanian, industri, perdagangan, asa dan sektor lainnya. Adapun umlah angkatan kera persektor selengkapnya disaikan pada Tabel 11. Tabel 11. Angkatan Kera di Kabupaten Ciamis Berdasarkan Sektor Sektor Keterangan Sektor Jumlah Persen 1 Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan Industri Pengolahan Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan dan Hotel 4 Jasa Kemasyarakatan Lainnya (Pertambangan dan Penggalian, Listrik dan Air, Bangunan, Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi Jumlah Sumber: BPS Jawa Barat (2009) Berdasarkan data dari Tabel 11. di atas, menggambarkan bahwa sebanyak 39.5 persen angkatan kera di Kabupaten Ciamis bekera di sektor pertanian termasuk kehutanan, perburuan dan perikanan, selanutnya sebanyak 20.3 persen berkera di sektor Perdagangan baik besar maupun perdagangan eceran, rumah makan dan hotel, sebanyak 18.4 persen berkera di sektor industri pengolahan, kemudian 12.5 bekera di sektor lainnya yaitu sektor Pertambangan dan Penggalian, Listrik dan Air, Bangunan, Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi dan 9.3 persen yang bekera di sektor asa kemasyarakatan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa angkatan kera Kabupaten Ciamis masih didominasi oleh sektor pertanian dan turunannya, kondisi ini sangat didukung oleh potensi sumberdaya alam yang cukup serta budaya masyarakat yang agraris.

20 4.4. Tinauan Perekonomian Kabupaten Ciamis Pertumbuhan Ekonomi Salah satu dimensi sasaran pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi yang teradi di wilayah khususnya Kabupaten Ciamis. Pertumbuhan ini dapat dilihat dengan menggunakan indikator pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun Perbandingannya dengan Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Ciamis dan Sekitarnya serta Provinsi Jawa Barat Tahun (Persen) Tahun Kabupaten/Kota/Provinsi Kabupaten Ciamis Kabupaten Tasikmalaya Kota Tasikmalaya Kota Banar Provinsi Jawa Barat Dari Tabel 12. di atas terlihat bahwa lau pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ciamis Tahun 2009 mengalami perlambatan bila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya dengan lau sebesar 4.9 persen untuk tahun 2009 sedangkan tahun sebelumnya sebesar 5.0 persen, demikian uga dengan lau pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat mengalami perlambatan sedangkan kabupaten dan kota yang berada di sekitar Kabupaten Ciamis mengalami percepatan lau pertumbuhan. Apabila dibandingkan dengan lau pertumbuhan di Provinsi Jawa Barat, terlihat lau pertumbuhannya saling beriringan dimana lau pertumbuhan di Provinsi Jawa Barat mengalami pertumbuhan begitu uga dengan lau pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ciamis yang mengalami pertumbuhan. Tabel 13. Lau Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Ciamis Berdasarkan Lapangan Usaha (Persen) Sektor Pertumbuhan Ekonomi (Persen)

21 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Aim minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-Jasa Lau pertumbuhan ini disebabkan oleh melambatnya beberapa indikator produksi yang memberikan kontribusi cukup besar bagi PDRB Kabupaten Ciamis yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor asa-asa serta sektor keuangan, persewaan dan asa perusahaan yang memberikan kontribusi lau pertumbuhan yang cukup tinggi (Tabel 13) Struktur Ekonomi Struktur ekonomi secara kuantitatif bisa digambarkan dengan menghitung besarnya persentase peranan nilai tambah bruto dari masing-masing sektor terhadap nilai total PDRB. Struktur ekonomi uga dapat dilihat dari besaran persentase sumbangan masing-masing sektor perekonmian terhadap PDRB secara keseluruhan. Semakin besar persentase suatu sektor, semakin besar pula pengaruh sektor tersebut terhadap perkembangan ekonomi suatu daerah Tabel 14. Tabel 14. Kontribusi Sektor Terhadap PDRB Kabupaten Ciamis Tahun 2009 (persen) Sektor Kontribusi (Persen) Kab. Ciamis Prov. Jawa Barat 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa

22 Perusahaan 9. Jasa-Jasa Berdasarkan Tabel 14. di atas, terlihat bahwa kontribusi sektor pertanian paling tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya dalam pembentukan PDRB Kabupaten Ciamis, sumbangan sektor pertanian pada tahun 2009 sebesar 30.5 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran menyumbang sebesar 26.2 persen. Sektor asa-asa menyumbang sebesar 16.8 persen dan merupakan penyumbang PDRB Kabupaten Ciamis yang ketiga, kemudian sektor pengangkutan dan komunikasi memberikan kontribusi sebesar 10.1 persen. Sektor industri pengolahan dan sektor keuangan, persewaan dan asa perusahaan masingmasing memberikan kontribusi sebesar 6.3 persen dan 5.5 persen, sementara untuk sektor bangunan sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor pertambangan dan penggalian peranannya masih di bawah 5 persen yaitu masing-masing sebesar 3.3 persen, 0.7 persen dan 0.3 persen Kebiakan Pembangunan Kabupaten Ciamis Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Ciamis RPJMD Kabupaten Ciamis periode merupakan pedoman pelaksanaan pembangunan daerah untuk masa lima tahun pemerintahan yang sedang beralan. Tuuan dari penyusunan RPJMD yaitu untuk merespon masalahmasalah strategis yang merupakan permasalahan utama yang berkaitan dengan fenomena atau belum dapat diselesaikan pada periode sebelumnya. Adapun permasalahan strategis pembangunan daerah Kabupaten Ciamis adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan kualitas dan kesempatan pendidikan. 2. Meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat. 3. Meningkatkan daya beli masyarakat. 4. Mewuudkan ketahanan pangan masyarakat. 5. Penanganan kemiskinan, pengangguran, dan ketenagakeraan. 6. Pemberdayaan masyarakat. 7. Penanganan bencana alam dan peningkatan kualitas lingkungan hidup.

23 8. Ketersediaan dan kualitas infrastruktur wilayah dan perdesaan. 9. Meningkatkan kemampuan keuangan daerah. 10. Meningkatkan kinera Pemerintah Daerah dan Desa. Selain masalah-masalah strategis yang bersifat umum, uga terdapat masalah strategis bersifat kewilayahan yang memerlukan perhatian yaitu: 1. Pengembangan daerah perbatasan (kabupaten/kota tetangga dan desa sekitar hutan dan perkebunan). 2. Pembangunan desa tertinggal. 3. Pemekaran wilayah. 4. Pengembangan kawasan strategis (nasional, provinsi dan kabupaten). RPJMD Kabupaten Ciamis dibingkai oleh visi Dengan Iman dan Taqwa Ciamis MANTAP Seahtera Tahun Pengertian Iman dan Taqwa mengandung makna, bahwa keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT harus melandasi dan meniwai para pihak dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di Kabupaten Ciamis. Kata MANTAP mengandung makna, bahwa dalam rangka mewuudkan keseahteraan masyarakat Kabupaten Ciamis akan dilakukan penguatan dan pemantapan hasil pembangunan yang telah dicapai pada periode sebelumnya. Visi Kabupaten Ciamis Tahun yang memberikan prioritas terhadap pembangunan ekonomi yang berbasis agribisnis dan pariwisata, tetap dilanutkan melalui penguatan dan pemantapan sektor tersebut, sehingga menadi motor penggerak perekonomian daerah dan masyarakat. Kata MANTAP uga merupakan kepanangan kata dari Mau, Aman, Nyaman, Tangguh, Amanah dan Produktif, sebuah cita-cita mewuudkan Kabupaten Ciamis menadi daerah yang mau dalam setiap aspek kehidupan untuk mencapai keseahteraan dan kemakmuran masyarakat. Kondisi tersebut dapat dicapai apabila terciptanya rasa aman, lingkungan hidup yang nyaman dan lestari, serta sumberdaya manusia yang amanah, produktif dan berdaya saing, sehingga mencapai ketangguhan dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya. Adapun makna Seahtera merupakan suatu kondisi masyarakat yang ditandai oleh kehidupan beragama yang mantap, terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan dan perumahan yang layak, lingkungan yang sehat, memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan yang memadai serta memiliki rasa aman dan tentram.

24 Untuk mewuudkan visi pembangunan tersebut, Pemerintah Kabupaten Ciamis telah menyusun enam misi yang mencakup : 1. Meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan pengamalan agama sesuai dengan tuntunan Allah SWT dan Utusan-Nya. 2. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang produktif dan berdaya saing. 3. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan daerah. 4. Mewuudkan perekonomian daerah dan masyarakat yang tangguh dan berdaya saing berbasis potensi unggulan lokal. 5. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan desa. 6. Meningkatkan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam, lingkungan hidup dan penataan ruang guna mendukung pembangunan yang berkelanutan. 7. Meningkatkan ketersediaan dan kualitas infrastruktur wilayah dan perdesaan. Dari perumuskan kebiakan dan program pembangunan serta kebiakan keuangan daerah, dirumuskan beberapa prioritas pembangunan yang terkait dengan pembangunan ekonomi, yaitu pembangunan perekonomian daerah, pembangunan industri dan perdagangan, dan pembangunan infrastruktur, sumberdaya alam, lingkungan hidup dan tata ruang. Pertama, prioritas pembangunan perekonomian daerah mencakup : 1. Pembangunan perekonomian daerah diprioritaskan pada pengembangan produksi dan produktivitas komoditi unggulan daerah, pengembangan investasi, pengembangan sarana prasarana pendukung investasi, melalui pengembangan kelompok ekonomi produktif dan koperasi yang ditandai dengan semakin meningkatnya lau pertumbuhan ekonomi (LPE), meningkatnya PDRB per kapita, dan meningkatnya daya beli. 2. Pembangunan pertanian diprioritaskan pada penguatan penataan agribisnis yang diarahkan pada peningkatan kualitas dan kuantitas produksi, pasca panen dan pemasaran hasil pertanian melalui penguatan infrastruktur pendukung, penguatan pengembangan sumberdaya manusia, penguatan pengembangan usaha bidang pertanian, penerapan teknologi produksi pertanian (pertanian pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan dan kelautan),

25 peningkatan ketahanan pangan, pembinaan industri hasil pertanian, serta pengembangan perikanan tangkap. 3. Pembangunan pariwisata diprioritaskan pada manaemen pariwisata yang profesional untuk memantapkan pengembangan potensi ekowisata, agrowisata, wisata budaya serta pengembangan asa lingkungan di kawasan konservasi laut, gunung dan hutan; pengembangan sarana dan prasarana akomodasi kepariwisataan dalam rangka lanutan recovery pasca bencana tsunami; serta peningkatan upaya-upaya pelestarian dan penggalian obyek wisata lainnya melalui panataan obyek wisata unggulan, peningkatan infrastruktur, pengembangan obyek wisata baru, serta promosi wisata. 4. Prioritas pembangunan ekonomi lainnya adalah pengembangan kawasan agropolitan. Pengembangan agropolitan dilakukan dengan pendekatan sistem kawasan, pengembangan agribisnis dipadukan dengan kepariwisataan untuk membentuk wisata agro, sehingga akan memberikan nilai tambah bagi masyarakat. Pengembangan agribisnis yang berbasis pariwisata didukung dengan prasarana wilayah yang antara lain: alan produksi, alan desa, irigasi, pasar, transportasi, dan prasarana etalase. Kedua, prioritas pembangunan industri dan perdagangan mencakup : 1. Pembangunan industri di Kabupaten Ciamis diprioritaskan pada pengembangan industri rumah tangga, industri kecil dan menengah terutama yang mengolah hasil pertanian dan kehutanan menadi produk unggulan daerah melalui peningkatan fasilitasi dan pembinaan pelaku usaha industri untuk mengembangkan enterpreneurship, penguatan kelembagaan dan pengembangan produk unggulan industri berkualitas yang memenuhi SNI/HAKI. 2. Pembangunan perdagangan diprioritaskan pada revitalisasi dan pengembangan prasarana perdagangan, pembinaan pelaku usaha perdagangan, serta pengembangan pasar modern untuk mendukung pemasaran produk unggulan daerah. Pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan koperasi diupayakan pada fasilitasi pembinaan manaemen kelembagaan. 3. Dalam rangka mendukung pengembangan industri dan perdagangan dilaksanakan melalui peningkatan promosi dan kerasama perdagangan antar

26 daerah dan wilayah, peningkatan promosi investasi serta peningkatan kualitas sumberdaya manusia pelaku industri kecil. Terakhir, prioritas pembangunan infrastruktur, sumberdaya alam, lingkungan hidup dan tata ruang mencakup : 1. Pembangunan infrastruktur wilayah diprioritaskan pada pengembangan penyediaan infrastruktur wilayah yang menunang pengembangan kawasan agribisnis, usaha dan industri pariwisata, mobilitas penduduk, dan keseahteraan masyarakat melalui revitalisasi, rehabilitasi, dan peningkatan sarana infrastruktur yang telah ada serta pembangunan infrastruktur baru. Peningkatan infrastruktur transportasi wilayah diarahkan pada peningkatan kualitas alan dan embatan. 2. Pembangunan irigasi diprioritaskan pada penguatan pengembangan aringan irigasi dan aringan pengairan lainnya. 3. Pembangunan air bersih diarahkan pada perluasan aksesibilitas terhadap penyediaan air bersih serta rintisan penyediaan sarana/prasarana air minum. 4. Pembangunan ketenagalistrikan dan telekomunikasi diprioritaskan pada pemerataan cakupan layanan ketengalistrikan dan telekomunikasi 5. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup diprioritaskan pada pemanfaatan sumberdaya alam yang seimbang dan meningkatkan upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup untuk terwuudanya pembangunan yang berkelanutan. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya alam dilakukan terhadap perorangan, kelompok, badan hukum dengan menerapkan sistem insentif dan disinsentif yang efektif. Pelaku-pelaku usaha galian/tambang ilegal dibina agar mentaati peraturan perundangundangan yang berlaku dan berupaya mengelola lingkungan secara baik. Hutan negara dikelola sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari yang ditunukan dengan perolehan sertifikat pengelolaan hutan lestari, lahan pertanian dimanfaatkan sesuai dengan daya dukung dan kaidah konservasi lahan dan air, rehabilitasi lahan kritis dapat diselesaikan pada daerah-daerah tertentu dilakukan pembuatan cekdam, embung, dam penahan untuk pengendalian lumpur dan konservasi air. Pengendalian pencemaran lingkungan diprioritaskan pada sungai yang telah mengalami tingkat

27 pencemaran tinggi dan digunakan sebagai bahan baku air minum melalui program kali bersih yang melintasi Kota Ciamis. 6. Pembangunan penataan ruang diprioritaskan pada pengembangan pemanfaatan ruang yang mendukung pengembangan ekonomi daerah dengan pengelolaan ruang terbuka hiau, sehat, dan memperhatikan pada kepentingan publik. Perencanaan prasarana wilayah dan sumberdaya alam diproiritaskan pada peningkatan kualitas akses informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup, perencanaan panataan ruang, pelaksanaan dan pemanfaatan ruang, penegakkan peraturan dalam pengendalian pemanfaatan ruang, pemetaan kawasan rawan bencana, pengembangan perumahan, lingkungan sehat perumahan, perbaikan perumahan akibat bencana alam, serta peningkatan kesiagaan dan pencegahan bahaya kebakaran Struktur Sistem Kota-Kota di Kabupaten Ciamis Kabupaten Ciamis berdasarkan Peraturan daerah Nomor 3 Tahun 1999 mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ciamis membagi wilayah Kabupaten Ciamis menadi 3 (tiga) wilayah pengembangan yaitu sebagai berikut: 1). Wilayah Pengembangan (WP) Utara. Pusat WP Utara adalah Kota Ciamis dengan pusat pembantu adalah Kota Kawali yang terdiri dari: a. Sub Wilayah Pengembangan (SWP) Utara 1 yang mencakup Kota Kawali, Jatinagara dan Cipaku. Pusat SWP Utara 1 adalah Kota Kawali. Fungsi pengembangan: perkebunan, hortikultura, tanaman pangan lahan kering, kawasan lindung daerah bawahnya dan resapan air, hutan produksi dan suaka alam/cagar budaya. b. Sub Wilayah Pengembangan (SWP) Utara 2 yang mencakup Panalu, Panawangan dan Panumbangan Pusat SWP Utara 2 adalah Kota Panalu. Fungsi pengembangan: Kawasan lindung, wisata cagar budaya, hutan produksi, hortikultura, perkebunan dan peternakan kecil.

28 c. Sub Wilayah Pengembangan (SWP) Utara 3 yang mencakup Rancah, Raadesa, Sukadana dan Tambaksari. Pusat SWP Utara 3 adalah Kota Rancah. Fungsi pengembangan: Perkebunan, hutan produksi, tanaman pangan lahan kering, hortikultura, peternakan kecil dan unggas serta industri kecil. d. Sub Wilayah Pengembangan (SWP) Utara 4 (empat) yang mencakup Ciamis, Cikoneng, Cieunging, Cihaurbeuti dan Sadananya. Pusat SWP Utara 4 adalah Kota Ciamis. Fungsi pengembangan: Pemerintahan, pelayanan sosial, pelayanan pendidikan, perdagangan dan asa skala lokal, industri kecil, tanaman pangan lahan basah, kawasan lindung daerah bawahnya, perkebunan, perikanan darat dan pelayanan transportasi darat. 2). Wilayah Pengembangan (WP) Tengah. Pusat utama WP Tengah adalah Kota Banar dengan pusat pembantu adalah Kota Banarsari yang terdiri dari: a. Sub Wilayah Pengembangan (SWP) Tengah 1 yang mencakup Banar, Pataruman, Langensari, Purwahara (sekarang telah mengalami pemekaran menadi Kota Banar) serta Cisaga. Pusat SWP Tengah 1 adalah Kota Banar. Fungsi pengembangan: perdagangan dan asa, koleksi dan distribusi barang-asa, zona industri, serta pertanian tanaman pangan lahan basah. b. Sub Wilayah Pengembangan (SWP) Tengah 2 (dua) yang mencakup Banarsari, Lakbok dan Padaherang. Pusat SWP Tengah 2 adalah Kota Banarsari. Fungsi pengembangan: pertanian lahan basah, perikanan darat-rawa, koleksi dan distribusi barang-asa, perdagangan, pertanian tanaman pangan lahan kering, peternakan besar dan unggas serta pertambangan skala kecil. c. Sub Wilayah Pengembangan (SWP) Tengah 3 yang mencakup Pamarican, Cimaragas dan Langkaplancar.

29 Pusat SWP Tengah 3 adalah Kota Pamarican. Fungsi pengembangan: pertanian lahan kering dan lahan basah, hutan produksi serta pertambangan bahan galian. 3). Wilayah Pengembangan (WP) Selatan. Pusat utama WP Selatan adalah Kota Pangandaran dengan pusat pembantu adalah Kota Ciulang yang terdiri dari: a. Sub Wilayah Pengembangan (SWP) Selatan mencakup Pangandaran dan Kalipucang. Pusat SWP Selatan 1 adalah Kota Pangandaran. Fungsi pengembangan: Kawasan kepariwisataan, suaka alam dan cagar budaya serta perikanan laut dan darat. b. Sub Wilayah Pengembangan (SWP) Selatan 2 (dua) yang mencakup Ciulang dan Cimerak. Pusat SWP Selatan 2 adalah Kota Ciulang. Fungsi pengembangan: cagar alam, kawasan pariwisata, pusat pelayanan transportasi udara, perkebunan, pertanian lahan kering, perikanan darat, peternakan besar, pertambangan dan industri kecil. c. Sub Wilayah Pengembangan (SWP) Selatan 3 (tiga) yang mencakup Parigi dan Cigugur. Pusat SWP Selatan 3 adalah Kota Parigi. Fungsi pengembangan: Kawasan kepariwisataan, pertanian lahan lahan kering, hutan produksi, perikanan laut dan darat, peternakan besar, pemerintahan dan pelayanan sosial, pelayanan pendidikan, tanaman pangan, lahan basah, kawasan lindung daerah bawahnya dan pelayanan transportasi darat Strategi Pembangunan Daerah Dalam rangka pencapaian Visi dan Misi Kabupaten Ciamis maka perlu dirumuskan strategi pembangunan daerah yang meliputi kebiakan dan program untuk periode tahun Adapun kebiakan pembangunan daerah Tahun berdasarkan misi yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut:

30 Misi 1 : Meningkatkan pemahaman dan pengamalan agama sesuai dengan tuntunan Allah dan Utusan-Nya. Untuk mencapai misi 1 tersebut, ditempuh kebiakan sebagai berikut : 1. Peningkatan peran pendidikan diniyah yang ditunang dengan sarana prasarana yang memadai. 2. Peningkatan keberdayaan lembaga sosial keagamaan. 3. Peningkatan kualitas pengamalan nilai-nilai agama di kalangan aparatur dan masyarakat. Misi 2 : Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang produktif dan berdaya saing. Untuk mencapai misi tersebut, ditempuh kebiakan sebagai berikut : 1. Peningkatan pelayanan dan akses masyarakat terhadap fasilitas pendidikan formal dan informal yang berkualitas pada semua strata pendidikan. 2. Meningkatnya minat baca bagi masyarakat. 3. Meningkatnya akses dan layanan kesehatan. 4. Meningkatnya pelayanan KB dan Keluarga Seahtera. 5. Meningkatkan akses pelayanan masyarakat miskin dan penyandang masalah keseahteraan sosial. 6. Meningkatkan pengembangan dan pelestarian budaya daerah. Misi 3 : Meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan daerah. Untuk mencapai misi tersebut, ditempuh melalui kebiakan sebagai berikut : 1. Meningkatkan efektivitas kelembagaan dan informasi daerah. 2. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana prasarana dan sumberdaya aparatur daerah. 3. Meningkatkan kesadaran hukum, politik, ketentraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat. 4. Meningkatkan kinera pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel. 5. Meningkatkan kualitas data daerah. 6. Meningkatkan kualitas perencanaan dan pengawasan daerah. 7. Meningkatkan peran dan fungsi kecamatan.

31 Misi 4 : Mewuudkan perekonomian daerah dan masyarakat yang tangguh dan berdaya saing berbasis potensi unggulan lokal. Untuk mencapai misi tersebut, ditempuh melalui kebiakan sebagai berikut: 1. Memantapkan agribisnis dengan fokus penguatan pengolahan, pemasaran hasil serta penggunaan teknologi budidaya, pengolahan dan pemasaran. 2. Revitalisasi pembangunan Kepariwisataan. 3. Meningkatkan produktivitas dan akses UMKM kepada sumberdaya produktif. 4. Meningkatkan Ketahanan Pangan Masyarakat. 5. Meningkatkan daya tarik investasi. 6. Mengembangkan sentra-sentra wilayah pertumbuhan ekonomi, yang berbasis potensi unggulan lokal. Misi 5 : Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan desa. Untuk mencapai misi tersebut, ditempuh melalui kebiakan sebagai berikut : 1. Meningkatkan kapasitas perempuan dan pemuda serta prestasi olah raga. 2. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat miskin dan perluasan kesempatan kera. 3. Meningkatkan kinera pemerintah desa. 4. Meningkatkan pola pembanguan yang berbasis pemberdayaan masyarakat dan aminan keberlanutan. Misi 6 : Meningkatkan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam, lingkungan hidup dan penataan ruang guna mendukung pembangunan yang berkelanutan. Untuk mencapai misi tersebut, ditempuh melalui kebiakan sebagai berikut : 1. Meningkatkan rehabilitasi, konservasi, sumberdaya alam dan pemeliharaan kualitas lingkungan hidup. 2. Meningkatkan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam yang berwawasan lingkungan. 3. Meningkatkan efektivitas pengelolaan ruang sesuai dengan daya dukung wilayah. 4. Meningkatkan efektivitas sistem pengelolaan bencana dan pencemaran lingkungan.

32 Misi 7 : Meningkatkan ketersediaan dan kualitas infrastruktur wilayah dan perdesaan. Untuk mencapai misi ke tuuh tersebut, ditempuh melalui kebiakan sebagai berikut : 1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur transportasi. 2. Meningkatkan cakupan pelayanan infrastruktur energi dan kelistrikan. 3. Meningkatkan cakupan pelayanan infrastruktur aringan air bersih, persampahan, drainase dan trotoar. 4. Meningkatkan kualitas dan kuantitas aringan irigasi. 5. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana obyek wisata. 6. Meningkatkan pengendalian, monitoring dan evaluasi pembangunan infrastruktur wilayah dan perdesaan. 7. Percepatan pembangunan infrastruktur di perdesaan. 8. Mengembangkan kawasan permukiman. 9. Meningkatkan kualitas permukiman.

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. Indonesia dan memiliki luas sebesar 2.556,75 km 2 dan memiliki penduduk sebanyak

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. Indonesia dan memiliki luas sebesar 2.556,75 km 2 dan memiliki penduduk sebanyak BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN A. Profil Wilayah Kabupaten Ciamis 1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia dan memiliki luas sebesar

Lebih terperinci

Dinas Bina Marga Sumber Daya Air Energi dan Sumberdaya Mineral. Sekretariat. Bidang Bina Marga. Bidang PSDA Bidang Geologi Sumber Daya Mineral

Dinas Bina Marga Sumber Daya Air Energi dan Sumberdaya Mineral. Sekretariat. Bidang Bina Marga. Bidang PSDA Bidang Geologi Sumber Daya Mineral Dinas Bina Marga Sumber Daya Air Energi dan Sumberdaya Mineral Sekretariat Bidang Bina Marga Bidang PSDA Bidang Geologi Sumber Daya Mineral Bidang Energi & Ketenagalistrikan UPTD : 1. UPTD Wilayah Ciamis

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO 4.1. Keadaan Geografis Kabupaten Karo terletak diantara 02o50 s/d 03o19 LU dan 97o55 s/d 98 o 38 BT. Dengan luas wilayah 2.127,25 Km2 atau 212.725 Ha terletak pada ketinggian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA DI INDONESIA (ANALISA INPUT OUTPUT)

PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA DI INDONESIA (ANALISA INPUT OUTPUT) M-4 PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA DI INDONESIA (ANALISA INPUT OUTPUT) Arif Rahman Hakim 1), Rai Rake Setiawan 2), Muhammad Safar Nasir 3), Suripto 4), Uswatun Khasanah 5) 1,2,3,4,5) Prodi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 46 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kabupaten Ciamis Posisi geografis wilayah Kabupaten Ciamis berada pada 108 20 sampai dengan 108 40 Bujur Timur dan 7 40 20 sampai dengan 7 o 41 20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

Sekapur Sirih. Ciamis, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis. Ir. Gandjar Rachman

Sekapur Sirih. Ciamis, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis. Ir. Gandjar Rachman Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Sensus Penduduk dan Perumahan Tahun 2010

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN - 115 - BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi dan Misi, Tujuan dan Sasaran perlu dipertegas dengan upaya atau cara untuk mencapainya melalui strategi pembangunan daerah dan arah kebijakan yang diambil

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Tabel Input-Output Tabel input-output (I-O) yang dianalisis adalah Tabel I-O Kabupaten Ciamis tahun 2008 dengan menggunakan data transaksi domestik, dengan data ini

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Kebutuhan untuk menggunakan I-O Regional dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

IKHTISAR EKSEKUTIF. Hasil Rekapitulasi Pencapain kinerja sasaran pada Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut :

IKHTISAR EKSEKUTIF. Hasil Rekapitulasi Pencapain kinerja sasaran pada Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut : IKHTISAR EKSEKUTIF Sistem AKIP/LAKIP Kabupaten Sukabumi adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja Pemerintah Kabupaten Sukabumi sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban yang baik, transparan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN. rencana pembangunan jangka menengah daerah, maka strategi dan arah

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN. rencana pembangunan jangka menengah daerah, maka strategi dan arah BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah, maka strategi dan arah kebijakan pembangunan jangka menengah

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Matrik Kebutuhan Data, Metode, Jenis dan Sumber Data

LAMPIRAN. Lampiran 1. Matrik Kebutuhan Data, Metode, Jenis dan Sumber Data LAMPIRAN Lampiran 1. Matrik Kebutuhan Data, Metode, Jenis dan Sumber Data No Kebutuhan Data Metode Jenis Data Sumber Data 1 Konteks Umum Lokasi Studi Dokumen, Interview, Pengamatan Lapang Primer, Sekunder

Lebih terperinci

M-3 SEKTOR TERSIER DAN KESEMPATAN KERJA DI INDONESIA (ANALISA INPUT OUTPUT)

M-3 SEKTOR TERSIER DAN KESEMPATAN KERJA DI INDONESIA (ANALISA INPUT OUTPUT) M-3 SEKTOR TERSIER DAN KESEMPATAN KERJA DI INDONESIA (ANALISA INPUT OUTPUT) Arif Rahman Hakim 1), Mita Adhisti 2), Rifki Khoirudin 3), Lestari Sukarniati 4), Suripto 5) 1,2,3,4,5) Prodi Ekonomi Pembangunan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum... 1 B. Gambaran Umum 1. Kondisi Geografis dan Demografis... 4 2. Perkembangan Indikator Pembangunan Jawa Barat...

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi penelitian.

III. METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi penelitian. III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di kota Sibolga yang terletak di tepi pantai barat pulau Sumatera bagian Utara di Teluk Tapian Nauli, + 350 km Selatan kota

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi didefinisikan sebagai suatu kondisi ideal masa depan yang ingin dicapai dalam suatu periode perencanaan berdasarkan pada situasi dan kondisi saat ini.

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

1. Mewujudkan tata pemerintahan yang amanah didukung oleh aparatur pemerintah yang profesional dan berkompeten. 2. Mewujudkan keamanan dan ketertiban

1. Mewujudkan tata pemerintahan yang amanah didukung oleh aparatur pemerintah yang profesional dan berkompeten. 2. Mewujudkan keamanan dan ketertiban 1. Mewujudkan tata pemerintahan yang amanah didukung oleh aparatur pemerintah yang profesional dan berkompeten. 2. Mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat serta kehidupan politik yang demokratis.

Lebih terperinci

REVISI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015

REVISI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 REVISI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintah yang efektif, transparan, akuntabel dan berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Jabatan : Tgk.

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

-1- BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

-1- BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH -1- BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang :

Lebih terperinci

Strategi dan Arah Kebijakan

Strategi dan Arah Kebijakan dan Dalam rangka pencapaian visi dan misi yang diuraikan dalam tujuan dan sasaran, penyusunan strategi dan arah kebijakan pembangunan daerah menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan. adalah langkah-langkah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Distribusi Input dan Output Produksi Proses produksi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha

Lebih terperinci

BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN

BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN 8.1 Program Prioritas Pada bab Indikasi rencana program prioritas dalam RPJMD Provinsi Kepulauan Riau ini akan disampaikan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI PEMBANGUNAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH - 125 - BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Tujuan dan sasaran yang telah dirumuskan untuk mencapai Visi dan Misi selanjutnya dipertegas melalui strategi pembangunan daerah yang akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2018

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2018 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2018 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi kepada hasil, yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Agus Bastian,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

SEKILAS TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH Malang 2014 SEKILAS TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH 1 Penjabaran dari Visi, Misi, dan Program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman kepada RPJPD Provinsi Jawa Timur dengan memperhatikan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006 KATA PENGANTAR Untuk mencapai pembangunan yang lebih terarah dan terpadu guna meningkatkan pembangunan melalui pemanfaatan sumberdaya secara maksimal, efektif dan efisien perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS DAN UNIT PELAKSANA TEKNIS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PENGANTAR

DAFTAR ISI PENGANTAR DAFTAR ISI PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang II. Dasar Hukum III. Gambaran Umum 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Gambaran Umum Demografis 3. Kondisi Ekonomi BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa macam analisis, yaitu analisis angka pengganda, analisis keterkaitan antar sektor, dan analisis dampak pengeluaran pemerintah terhadap

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

DRAFT RANCANGAN AWAL RPJMD KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN Disampaikan pada Forum Konsultasi Publik Rabu, 6 April 2016

DRAFT RANCANGAN AWAL RPJMD KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN Disampaikan pada Forum Konsultasi Publik Rabu, 6 April 2016 DRAFT RANCANGAN AWAL RPJMD KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2016-2021 Disampaikan pada Forum Konsultasi Publik Rabu, 6 April 2016 DASAR PENYUSUNAN Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN 5.1 Visi 2014-2018 adalah : Visi pembangunan Kabupaten Bondowoso tahun 2014-2018 TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 PRIORITAS PEMBANGUNAN 2017 Meningkatkan kualitas infrastruktur untuk mendukung pengembangan wilayah

Lebih terperinci

BAB 2 PERENCANAAN KINERJA. 2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun

BAB 2 PERENCANAAN KINERJA. 2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun BAB 2 PERENCANAAN KINERJA 2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun 2013-2018 Pemerintah Kabupaten Bogor telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) berdasarkan amanat dari Peraturan Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN CIAMIS Menimbang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pesisir barat Pulau Sumatera dengan ibukota

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

BAGIAN ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN SETDA KOTA LANGSA

BAGIAN ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN SETDA KOTA LANGSA BAGIAN ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN SETDA KOTA LANGSA PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintah yang efektif, transparan, akuntabel dan berorientasi pada hasil, yang bertanda

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN BONE BOLANGO NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN BONE BOLANGO NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN BONE BOLANGO NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET 1. Optimalisasi peran dan fungsi Persentase produk hukum kelembagaan pemerintah daerah daerah ditindaklanjuti

Lebih terperinci

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi : Terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih menuju maju dan sejahtera Misi I : Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan, akuntabel

Lebih terperinci

Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi. Jambi, 31 Mei 2016

Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi. Jambi, 31 Mei 2016 Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi Jambi, 31 Mei 2016 SUMBER PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA 1. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Jambi pada Februari 2015 sebesar 4,66

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional, hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PENGANTAR

DAFTAR ISI PENGANTAR DAFTAR ISI PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum B. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi 3. Status Pembangunan Manusia 4. Kondisi Ekonomi a. Potensi Unggulan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2005 SAMPAI DENGAN TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang :

Lebih terperinci

Biro Bina Sosial, Sekretariat Daerah Propinsi Sumatera Barat

Biro Bina Sosial, Sekretariat Daerah Propinsi Sumatera Barat BAB VI INDIKATOR KINERJA BIRO BINA SOSIAL YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD 6.1. TUJUAN DAN SASARAN RPJMD Berdasarkan RPJMD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010 2015, telah ditetapkan Visi Pemerintah

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN CIAMIS

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN CIAMIS BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN CIAMIS Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Ciamis Tahun 2013 sebanyak 275.212 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum Kabupaten Ciamis Tahun

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PENGANTAR

DAFTAR ISI PENGANTAR DAFTAR ISI PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Dasar Hukum 1.3. Gambaran Umum 1.3.1. Kondisi Geografis Daerah 1.3.2. Gambaran Umum Demografis 1.3.3.

Lebih terperinci

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO 1 VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO V I S I Riau Yang Lebih Maju, Berdaya Saing, Berbudaya Melayu, Berintegritas dan Berwawasan Lingkungan Untuk Masyarakat yang Sejahtera serta Berkeadilan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Pertumbuhan Nilai PDRB Kabupaten Muna pada Berbagai Sektor Tahun

BAB IV ANALISIS. Pertumbuhan Nilai PDRB Kabupaten Muna pada Berbagai Sektor Tahun PDRB (RIBU RUPIAH) BAB IV ANALISIS 4.1. Perkembangan Perekonomian Wilayah di Kabupaten Muna sesuai PDRB 2000-2013 Data PDRB Kabupaten Muna 2000-2013 (terlampir) menunjukkan bahwa terdapat beberapa sektor

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi merupakan cara pandang ke depan tentang kemana Pemerintah Kabupaten Belitung akan dibawa, diarahkan dan apa yang diinginkan untuk dicapai dalam kurun

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Jabatan : DR.

Lebih terperinci

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Kebijakan Umum adalah arahan strategis yang berfungsi sebagai penunjuk arah pembangunan Kabupaten Timor Tengah Selatan untuk jangka panjang. Kebijakan

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH 5.1 Sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Untuk Masing masing Misi Arah pembangunan jangka panjang Kabupaten Lamongan tahun

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA PERUBAHAN TAHUN 2017

PERJANJIAN KINERJA PERUBAHAN TAHUN 2017 PERJANJIAN KINERJA PERUBAHAN TAHUN 2017 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi kepada hasil, yang bertanda tangan di bawah ini : Nama :

Lebih terperinci

IKHTISAR EKSEKUTIF NO URUSAN SASARAN %

IKHTISAR EKSEKUTIF NO URUSAN SASARAN % IKHTISAR EKSEKUTIF Pelaksanaan pembangunan daerah pada tahun 2013 merupakan tahapan pemantapan pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2008-2013. Tahapan pemantapan dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA 6 BAB II PERENCANAAN KINERJA Laporan Kinerja Kabupaten Purbalingga Tahun mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2017

PERJANJIAN KINERJA KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2017 PERJANJIAN KINERJA KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2017 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertanda tangan dibawah

Lebih terperinci

dan antar pemangku kepentingan pembangunan. Keseimbangan diartikan sebagai keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial,

dan antar pemangku kepentingan pembangunan. Keseimbangan diartikan sebagai keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan antar pemangku kepentingan pembangunan. Keseimbangan diartikan sebagai keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Keadilan diartikan sebagai keadilan antar kelompok masyarakat

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH 6.1. STRATEGI Strategi merupakan langkah-langkah yang berisikan program-program indikatif utuk mewujudkan visi dan misi. Satu strategi dapat terhubung

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

Terwujudnya Kota Mojokerto sebagai Service City yang Maju, Sehat, Cerdas, Sejahtera dan Bermoral.

Terwujudnya Kota Mojokerto sebagai Service City yang Maju, Sehat, Cerdas, Sejahtera dan Bermoral. Visi Pemerintah 2014-2019 adalah : Terwujudnya Service City yang Maju, Sehat, Cerdas, Sejahtera dan Bermoral. Perumusan dan penjelasan terhadap visi di maksud, menghasilkan pokok-pokok visi yang diterjemahkan

Lebih terperinci

Tabel 6.1 Strategi, Arah dan Kebijakan Kabupaten Ponorogo TUJUAN SASARAN STRATEGI ARAH KEBIJAKAN

Tabel 6.1 Strategi, Arah dan Kebijakan Kabupaten Ponorogo TUJUAN SASARAN STRATEGI ARAH KEBIJAKAN Tabel 6.1 Strategi, Arah dan Kebijakan Kabupaten Ponorogo VISI : PONOROGO LEBIH MAJU, BERBUDAYA DAN RELIGIUS MISI I : Membentuk budaya keteladanan pemimpin yang efektif, guna mengembangkan manajemen pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH A. VISI DAN MISI Penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten Wonosobo tahun 2012 merupakan periode tahun kedua dari implementasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

bahwa penataan daerah pemilihan pada kabupaten induk dan pembentukan daerah pemilihan pada kabupaten pemekaran dalam penataan keanggotaan

bahwa penataan daerah pemilihan pada kabupaten induk dan pembentukan daerah pemilihan pada kabupaten pemekaran dalam penataan keanggotaan KOMIS! PEtfllLlllAN utiluh KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR : 61 1/Kpts/KPU/TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR: 104/Kpts/KPU/TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN DAERAH

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom baru yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Tangerang Provinsi Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Kabupaten Rembang Tahun II-1. Kecamatan di Kabupaten Rembang Tahun II-12. Kelamin Kabupaten Rembang Tahun

DAFTAR TABEL. Kabupaten Rembang Tahun II-1. Kecamatan di Kabupaten Rembang Tahun II-12. Kelamin Kabupaten Rembang Tahun DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Wilayah Administratif Menurut Kecamatan/Desa di Kabupaten Rembang Tahun 2015... II-1 Tabel 2.2. Jumlah dan Rasio Jenis Kelamin Penduduk menurut Kecamatan di Kabupaten Rembang Tahun

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 Oleh: BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN MALANG Malang, 30 Mei 2014 Pendahuluan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004

Lebih terperinci

1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH. pedoman dan tolak ukur kinerja dalam pelaksanaan setiap program dan

1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH. pedoman dan tolak ukur kinerja dalam pelaksanaan setiap program dan BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH Visi merupakan pandangan ideal yang menjadi tujuan dan cita-cita sebuah organisasi.

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Kabupaten Ciamis, secara geografis wilayah Kabupaten Ciamis berada pada 108 0 20 sampai dengan 108 0

Lebih terperinci

BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaiman pemerintah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien. Dengan

Lebih terperinci

BAB VI Strategi dan Arah Kebijakan

BAB VI Strategi dan Arah Kebijakan BAB VI Strategi dan Arah Kebijakan Untuk menetapkan tujuan dan sasaran pembangunan daerah dalam kurun waktu lima tahun ke depan, perlu dilakukan analisis lingkungan yang mempertimbangkan seluruh faktor

Lebih terperinci

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Dalam menjabarkan dan mengimplementasikan Visi dan Misi Pembangunan Kota Banjar Tahun 2014-2018 ke dalam pilihan program prioritas di masing-masing

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci