KERAGAMAN GEN PROTEIN SELUBUNG RICE TUNGRO BACILLIFORM BADNAVIRUS ISOLAT SIDRAP, MAMUJU DAN BOGOR LARA HIKMAHAYATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERAGAMAN GEN PROTEIN SELUBUNG RICE TUNGRO BACILLIFORM BADNAVIRUS ISOLAT SIDRAP, MAMUJU DAN BOGOR LARA HIKMAHAYATI"

Transkripsi

1 KERAGAMAN GEN PROTEIN SELUBUNG RICE TUNGRO BACILLIFORM BADNAVIRUS ISOLAT SIDRAP, MAMUJU DAN BOGOR LARA HIKMAHAYATI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 KERAGAMAN GEN PROTEIN SELUBUNG RICE TUNGRO BACILLIFORM BADNAVIRUS ISOLAT SIDRAP, MAMUJU DAN BOGOR LARA HIKMAHAYATI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

3 ABSTRAK LARA HIKMAHAYATI. Keragaman Gen Protein Selubung Rice Tungro Bacilliform Badnavirus Isolat Sidrap, Mamuju dan Bogor. Dibimbing oleh ENDANG NURHAYATI. Tungro merupakan penyakit padi yang disebabkan oleh infeksi kompleks dua virus, rice tungro bacilliform badnavirus (RTBV) dan rice tungro spherical waikavirus (RTSV). Beberapa isolat virus tungro dilaporkan memiliki keragaman genetika pada gen protein selubung RTBV. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaman gen protein selubung RTBV isolat Sidrap, Mamuju dan Bogor, dengan metode PCR-RFLP. Isolat virus tungro diperoleh dari dua daerah endemik tungro di Indonesia yaitu varietas TN 1 dari Sidrap (Sulawesi Selatan), varietas Ciherang dari Mamuju (Sulawesi Barat), serta Galur Harapan (GH) dari Bogor (Jawa Barat). Isolat RTBV Sulawesi diperoleh dari koleksi Loka Penelitian Penyakit Tungro, Lanrang, Sidrap, Sulawesi Selatan. Isolat RTBV Bogor diperoleh dari pertanaman padi milik petani di Ciputih, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Semua isolat dipelihara pada tanaman padi varietas rentan IR64 di rumah kaca dengan ditularkan menggunakan vektor Nephotettix virescens Distant (Hemiptera: Cicadellidae). Tanaman padi yang menunjukkan gejala penyakit tungro dipanen pada hari setelah inokulasi. DNA total tanaman padi terinfeksi virus tungro diekstraksi dan gen protein selubung RTBV diamplifikasi menggunakan sepasang primer spesifik RTBV-2L dan RTBV-2R. Hasil amplifikasi dipotong dengan 4 enzim restriksi yaitu EcoRV, NsiI, PstI dan BclI. Pemotongan amplikon hasil PCR menggunakan enzim restriksi pada isolat Bogor tidak menunjukkan adanya keragaman gen protein selubung RTBV karena tidak terpotong oleh keempat enzim tersebut. Sedangkan isolat Sidrap dan Mamuju mempunyai pola fragmen DNA gen protein selubung RTBV yang mirip karena semua isolat tidak terpotong oleh enzim BclI dan terpotong oleh enzim EcoRV, Nsi1, dan PstI. Kata kunci: rice tungro bacilliform badnavirus, isolat Sidrap, isolat Mamuju, isolat Bogor, PCR-RFLP

4 Judul Skripsi : Keragaman Gen Protein Selubung Rice Tungro Bacilliform Badnavirus Isolat Sidrap, Mamuju dan Bogor Nama : Lara Hikmahayati NRP : A Disetujui Dosen Pembimbing Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS. NIP : Diketahui Ketua Departemen Dr. Ir. Dadang, M.Sc. NIP: Tanggal Lulus:

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Majalengka, Jawa Barat pada tanggal 12 September Penulis adalah putri keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Momo Akma Solihat Allahyarham dan Ibu Lili Ruchijati. Tahun 2006 penulis menamatkan Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Maja, Majalengka. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis selanjutnya memilih program Studi Hama dan Penyakit Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama kuliah penulis memiliki pengalaman organisasi sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) periode dan serta anggota Entomologi Club. Penulis juga menjadi asisten praktikum mata kuliah Entomologi Umum pada tahun 2009; Hama dan Penyakit Tanaman Tahunan pada tahun Penulis merupakan penerima beasiswa PPA (Pengembangan Potensi Akademik) Penulis pada tahun 2009 mengikuti program kreativitas mahasiswa (PKM) dengan judul Efek Anti Mikroba Ekstrak Daun Babadotan (Ageratum conizoides) terhadap Patogen Tanaman.

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata ala atas segala curahan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini yang berjudul keragaman selubung protein rice tungro bacilliform badnavirus isolat Sidrap, Mamuju dan Bogor. Laporan tugas akhir ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama tujuh bulan sejak bulan Februari sampai Agustus Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan saran, bimbingan, dan pengarahan dalam merencanakan dan melaksanakan penelitian serta menyusun laporan akhir ini. Kepada Dra. Dewi Sartiami, M.Si sebagai dosen penguji tamu, penulis mengucapkan terimakasih atas kritik, saran dan bantuannya demi perbaikan laporan tugas akhir ini. Kepada Ir. Djoko Prijono, MAgrSc penulis juga mengucapkan terimakasih atas saran dan bimbingan serta petunjuk dalam penulisan laporan tugas akhir ini pada mata kuliah Teknik Penyajian Ilmiah. Terimakasih juga diucapkan kepada Ir. Titiek Siti Yuliani, SU selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberikan perhatian dan semangat selama ini. Terimakasih juga disampaikan kepada seluruh staf pengajar di Departemen Proteksi Tanaman atas bimbingan yang diberikan selama melaksanakan pendidikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada orang tua penulis, Papa Allahyarham dan Mama tercinta atas kasih sayang, semangat, dan dukungan serta doa yang diberikan selama ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada kakak-kakak tersayang (Aminudin, Rizal, Ferry, Isa, Yani, Tami) yang tak pernah lelah memberi dorongan dan semangat selama ini. Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan di Departemen Proteksi Tanaman yang selalu memberi semangat dan bantuan serta menjadi motivasi dan inspirasi dalam menyelsaikan skripsi ini terutama untuk Dillah, Ita Sulis, Ita Casillas, Teh Leni Allahyarham, Amel, Candra, Herlie, Anto, Atrie, Moya, Teh Didah, serta rekan-rekan HPT lainnya (42, 43, 44, dan 45) yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih kepada Mbak Tuti atas segala bantuan selama penulis bekerja di Laboratorium Virologi Tumbuhan, terimakasih juga disampaikan kepada anggota Laboratorium Virologi Tumbuhan; Pak Edi, Ibu Latifah, Pak Irwan, Ibu Asni, Mbak Devi, Mbak Pipit dan Ibu Rita atas saran, masukkan serta bantuan yang diberikan serta Pak Saefudin atas bantuannya di Rumah Kaca Cikabayan. Terimakasih juga disampaikan kepada Ibu Fauziah (Loka Penelitian Penyakit Tungro, Lanrang, Sulawesi Selatan) atas bantuan yang diberikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan laporan tugas akhir ini. Akhirnya semoga laporan ini dapat memberikan manfaat. Bogor, Oktober 2010 Lara Hikmahayati

7 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Tanaman Padi... 3 Botani dan Morfologi Padi... 3 Taksonomi Padi... 4 Varietas Padi... 4 Penyakit Tungro... 7 Arti Penting Penyakit Tungro... 7 Gejala Penyakit Tungro... 8 Penularan Penyakit Tungro... 9 Virus Tungro Kergaman Gen Protein Selubung RTBV Polymerase Chain Reaction Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Persiapan Tanaman Padi Perbanyakan Nephotettix virescens Pengumpulan Isolat Virus Tungro Perbanyakan Virus Tungro Uji Keragaman Gen Protein Selubung RTBV Menggunakan Teknik PCR-RFLP Ekstraksi DNA Total Amplifikasi Gen Protein Selubung RTBV Pemotongan DNA RTBV dengan Enzim Restriksi Elektroforesis dan Visualisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Infeksi, Masa Inkubasi dan Kejadian Penyakit pada Tanaman Padi yang Diinokulasi Virus Tungro ix x

8 Amplifikasi Gen Protein Selubung RTBV Karakteristik Gen Protein Selubung RTBV dengan PCR-RFLP KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA... 31

9 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Varietas tahan wereng hijau untuk mengendalikan penyakit tungro Pewilayahan kesesuaian varietas tahan virus tungro Masa inkubasi dan kejadian penyakit pada tanaman padi IR64 diinokulasi virus tungro Ukuran fragmen yang terbentuk pada pemotongan gen protein selubung empat strain RTBV dari Philipina menggunakan enzim EcoRV, PstI, BclI Hasil pemotongan DNA gen protein selubung isolat RTBV hasil PCR dengan empat enzim EcoRV, NsiI, PstI, dan BclI dari penelitian sebelumnya... 28

10 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Gejala serangan virus tungro pada daun tanaman padi Gambaran skematik genom RTBV, polyprotein P3 dan gen protein selubung Hasil amplifikasi gen protein selubung RTBV dengan PCR menggunakan primer RTBV-2R dan RTBV-2L Hasil PCR-RFLP dari DNA hasil amplifikasi gen protein selubung RTBV dengan enzim EcoRV, NsiI, PstI dan BclI... 25

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit tungro adalah salah satu penyakit penting pada tanaman padi di Asia terutama Asia Selatan dan Asia Tenggara. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi dua virus, rice tungro bacilliform badnavirus (RTBV) dan rice tungro spherical waikavirus (RTSV) (Hibino et al. 1978). Kedua virus itu ditularkan secara semipersisten oleh vektor yang mempunyai karakter mobilitas yang tinggi yaitu wereng hijau Nephotettix virescens Distant (Hibino dan Cabunagan 1986). Luas serangan penyakit tungro cukup tinggi bila dibandingkan penyakit lainnya yang terdapat pada pertanaman padi. Menurut Soetarto et al. (2001), ratarata luas serangan penyakit tungro setiap tahun mencapai ha. Bahkan pada saat terjadi ledakan, luas serangan di satu propinsi saja dapat menyamai atau berkali lipat rata-rata luas serangan tahunan nasional. Di Sulawesi Selatan pada MT 1972/1973 epidemi penyakit tungro mencapai ha yang tersebar di Kabupaten Pinrang, Sidrap, Luwu, dan Polmas (Halteren dan Sama 1973). Pada akhir tahun 1995 di Surakarta, Jawa tengah ledakan penyakit tungro menyebabkan sekitar ha sawah puso (gagal panen), dan nilai kehilangan hasil akibat penyakit tersebut diperkirakan setara dengan Rp 25 milyar. Keberadaan penyakit tungro tersebut ditemukan pula di beberapa daerah di Jawa Barat seperti Purwakarta, Cianjur, Sukabumi, dan Bogor (Puslitbangtan 1995). Pada tahun 2004 luas serangan penyakit tungro di Sulawesi Tengah mencapai 217 ha terjadi di Donggala, Parigi, Banggai dan Tolitoli. Sebelumnya, pada musim tanam 2002 serangan virus tungro terjadi di Kabupaten Donggala, Tolitoli dan Parigi Moutong (Negara et al. 2004). Isolat virus tungro dari beberapa daerah endemis tungro di Indonesia menunjukkan adanya variasi virulensi. Perbedaan virulensi tersebut dapat dilihat dari variasi gen protein selubung yang dapat diketahui melalui pengujian secara molekuler menggunakan metode PCR-RFLP (Suprihanto 2005). Arfianis (2006) juga melaporkan adanya keragaman pada gen protein selubung RTBV dari empat isolat RTBV di Jawa Barat dengan menggunakan teknik yang sama.

12 2 Penggunaan varietas tahan dan galur harapan (GH) tahan tungro merupakan salah satu bentuk dari pengendalian penyakit ini. Varietas tahan penyakit tungro diklasifikasikan sebagai varietas yang tahan terhadap wereng hijau sebagai penular (vektor) patogen dan tahan terhadap virus yang merupakan patogen penyebab penyakit tungro (Widiarta dan Said 2007). Galur harapan merupakan galur-galur padi yang telah lolos dalam pengujian multilokasi yang kemudian dapat dijadikan sebagai varietas baru (Pakki et al. 2007). Penelitian mengenai variasi virulensi virus tungro yang dapat diketahui melalui keragaman pada gen protein selubung RTBV, sangat bermanfaat sebagai sumber informasi bagi para peneliti dalam upaya pengendalian virus tungro. Selama ini penelitian mengenai keragaman pada gen protein selubung RTBV sebagian besar dilakukan di wilayah endemik tungro di Jawa Barat, sehingga informasi mengenai variasi virulensi spesifik di wilayah endemik tungro lainnya masih kurang. Selain itu, pengujian terhadap keragaman gen protein selubung RTBV pada galur harapan juga belum ada. Oleh karena itu, penelitian mengenai variasi virulensi virus tungro pada wilayah endemik lain selain Jawa Barat serta pada galur harapan perlu dilakukan. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari keragaman gen protein selubung RTBV Isolat Sidrap, Mamuju, dan Bogor dengan metode PCR-RFLP. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan informasi mengenai keragaman gen protein selubung RTBV isolat Sulawesi dan Bogor, yang kemudian dapat dibandingkan dengan isolat dari daerah lain yang telah diteliti di Indonesia. Diharapkan pula dengan diketahui keragaman dan hubungan kekerabatan RTBV lainnya di Indonesia, dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan tindakan pengendaliannya.

13 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun yang juga merupakan makanan pokok utama bagi lebih dari sepertiga penduduk dunia. Dari semua padi yang diproduksi dan dikonsumsi lebih dari 90% terpusat di Asia. Sebagai sumber pemberi tenaga, beras merupakan bahan makanan utama untuk ratusan juta umat manusia, terutama bagi umat manusia yang menduduki belahan timur dari benua ini. Oleh karenanya tidaklah mengherankan bahwa tanaman padi yang terluas terdapat di negara-negara Asia yang seluruh penduduknya sebagian besar memperoleh tenaganya dari beras sebagai sumbernya (Siregar 1980). Tanaman padi diduga berasal dari negara India dan Cina kemudian menyebar ke negara-negara lain. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang, Cina sudah dimulai pada tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur, Uttar Pradesh, India sekitar SM. Tanaman padi di Indonesia berasal dari perantau-perantau Malaysia yang membawa tanaman padi sekitar tahun SM (Siregar 1980). Botani dan Morfologi Padi Tanaman padi (Oryza sativa L.) termasuk golongan tumbuhan Gramineae yaitu tumbuhan yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Tanaman ini juga termasuk golongan tanaman setahun/semusim (Affandi 1997). Bentuk batangnya bulat dan berongga, daunnya memanjang seperti pita yang berdiri pada ruas-ruas batang dan mempunyai sebuah malai yang terdapat pada ujung batang (Siregar 1980). Batang tanaman padi tersusun atas beberapa ruas. Ruas-ruas itu merupakan bubung kosong yang pada kedua ujung bubung ditutupi oleh buku. Panjang ruas tidak sama, ruas terpendek terdapat pada pangkal batang. Ruas kedua, ketiga dan seterusnya lebih panjang daripada ruas yang didahuluinya. Pada buku bagian bawah dari ruas tumbuh daun pelepah yang membalut ruas sampai buku bagian atas. Tepat pada buku bagian atas ujung dari daun pelepah memper

14 4 lihatkan percabangan dimana cabang yang terpendek menjadi lidah daun (ligula), dan bagian yang terpanjang dan terbesar menjadi kelopak. Di dekat lidah daun dan daun kelopak terdapat dua embel sebelah kiri dan kanan yang disebut auricle. Daun kelopak yang membalut ruas yang paling atas dari batang umumnya disebut daun bendera (flag-leaf). Tepat dimana daun pelepah teratas muncul ruas yang disebut bulir padi. Bulir terdiri dari ruas-ruas pendek. Tiap-tiap ruas sebelah kiri dan kanannya timbul cabang-cabang bulir, dan pada ujung tiap-tiap cabang bulir terdapat bunga padi. Bunga padi terdiri dari tangkai bunga, perhiasan bunga dan daun mahkota yang terdiri dari dua belahan yang tidak sama besarnya (Siregar 1980). Taksonomi Padi Padi (Oryza sativa L.) merupakan tumbuhan berbiji tunggal (monokotil), dengan urutan taksonomi (Siregar 1980): Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Class : Liliopsida (Monocotyledons) Subclass : Commelinidae Family : Poaceae Genus : Oryza Spesies : Oryza sativa L. Varietas Padi Varietas padi adalah segolongan tanaman yang satu sama lain memiliki sifat-sifat yang sama. Sifat-sifat tersebut diwariskan oleh tanaman tersebut kepada keturunannya. Suatu varietas dikatakan unggul jika varietas padi tersebut mempunyai sifat-sifat yang lebih daripada sifat yang dimiliki varietas padi lainnya. Sifat-sifat unggul tersebut antara lain adalah daya hasil yang lebih tinggi, umur yang lebih pendek, tahan terhadap gangguan hama atau penyakit, lebih

15 5 tahan terhadap tumbangnya pertanaman, mutu beras, dan rasa nasi yang lebih enak (Siregar 1980). Keunggulan dari varietas tersebut tidak bersifat kekal atau abadi. Predikat unggul yang diberikan pada suatu varietas yang tertentu hanya berlaku sebelum ditemukannya varietas baru yang dapat menandingi varietas terdahuluya dalam sifat-sifatnya (Siregar 1980). Selain varietas unggul tersebut, padi memiliki beberapa varietas yang resisten, moderat (intermediet), dan rentan terhadap hama dan penyakit. Varietas resisten dan moderat terhadap penyakit tungro diklasifikasikan tahan terhadap wereng hijau sebagai penular (vektor) patogen dan tahan terhadap virus yang merupakan penyebab penyakit tungro. Varietas tahan wereng hijau dikelompokkan berdasarkan sumber gen tetua tahannya menjadi golongan T1, T2, T3, dan T4 (Tabel 1). Anjuran penggunaan varietas tahan wereng hijau adalah (1) di Jawa Barat dapat ditanam varietas tahan golongan T1, T2, dan T4, (2) Jawa Tengah dapat menanam semua golongan varietas tahan, (3) Yogyakarta dianjurkan menanam varietas tahan dari golongan T2 dan T4, (4) Jawa Timur dan Bali hanya dianjurkan menanam varietas tahan golongan T4, dan (5) NTB dianjurkan menanam varietas tahan virus (Widiarta dan Said 2007). Tabel 1 Varietas tahan wereng hijau untuk mengendalikan penyakit tungro Golongan Varietas Gen Tahan To IR5, Pelita, Atomita, Cisadane, Cikapundung, dan Lusi - T1 IR20, IR30, IR26, IR46, Citarum, dan Serayu Glh1 T2 IR32, IR38, IR36, IR47, Semeru, Asahan, Ciliwung, Krueng Aceh dan Bengawan Solo Glh 6 T3 IR50, IR48, IR54, IR52 dan IR64 Glh 5 T4 IR66, IR70, IR72, IR68, Barumun, dan Klara. Glh 4 Sumber: Widiarta dan Said 2007 (-) Tidak Ada.

16 6 Varietas tahan virus tungro yang telah dilepas antara lain Tukad Petanu, Tukad Unda, Tukad Balian, Kalimas, dan Bondoyudo yang sesuai di setiap daerah (Tabel 2). Varietas Tukad Petanu dapat dianjurkan untuk ditanam di seluruh daerah endemis, sedangkan Tukad Unda dianjurkan ditanam di NTB dan di Sulawesi Selatan. Petani di derah Bali dan Sulawesi Selatan dianjurkan menanam varietas Tukad Balian dan Bondoyudo. Varietas Kalimas dan Bondoyudo diketahui tahan terhadap penyakit tungro di Jawa Timur (Widiarta dan Said 2007). Tabel 2 Pewilayahan kesesuaian varietas tahan virus tungro Varietas Kesesuaian Daerah Jabar Jateng Jatim Bali Mataram Sulsel Tukad Petanu Tukad Unda Tukad Balian Bondoyudo Kalimas Sumber: Widiarta dan Said 2007 (+): Sesuai (tungro < 50%) (-): Tidak (tungro > 50%) Varietas yang disukai petani sekarang ini umumnya berpotensi hasil tinggi namun disisi lain berpeluang terinfeksi oleh penyakit tungro. Ciherang dan IR64 merupakan salah satu varietas yang sering ditanam petani karena mempunyai rasa nasi enak (Puslitbangtan 2007). Ciherang adalah varietas padi yang termasuk golongan padi sawah yang dilepas pada tahun 2000, tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 (Syam 2007). IR64 merupakan varietas padi tipe indica yang dikeluarkan IRRI ( ). Meskipun varietas padi ini resisten wereng hijau namun memiliki kerentanan terhadap virus tungro (Hibino 1987). Taichung Native 1 (TN1) adalah varietas padi hasil persilangan dari padi varietas Dee-Geo-

17 7 Woo-Gen dan Tsai-Yuan-Chung yang dirakit pada tahun 1949 oleh pemulia tanaman di Taichung District Agricultural Improvement Station, Taiwan. TN1 adalah varietas padi yang rentan terhadap virus tungro dan wereng hijau (Cabautan et al. 1995). Penyakit Tungro Arti Penting Penyakit Tungro Tungro yang berarti pertumbuhan terhambat, untuk pertama kali ditemukan di Philiphina pada tahun 1963 dan merupakan penyakit yang sangat merugikan. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang ditularkan wereng daun, terutama Nephotettix virescens Distant (Semangun 1991). Di Indonesia, penyakit tungro mula-mula hanya terbatas penyebarannya di daerah tertentu seperti Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Sulawesi Utara. Penyakit ini kemudian menyebar ke Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Selanjutnya pada awal tahun 1970-an ledakan penyakit tungro dilaporkan terjadi di beberapa daerah sentra produksi padi di Indonesia. Ledakan penyakit tungro terjadi di Bali pada tahun 1980, yang meliputi Kabupaten Badung, Tabanan, dan Gianyar (Rachim 2000). Daerah endemis penyakit tungro di Indonesia terpusat di daerah sentra produksi padi seperti Sulawesi Selatan, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Barat (Hasanuddin et al. 1995), serta propinsi Sulawesi Tenggara, Papua, dan Sulawesi Tengah terutama di daerah Parigi Moutong (Burhanuddin 2004). Menurut data Balai Informasi Pertanian Palu, luas serangan penyakit tungro di Sulawesi Tengah pada tahun 2004 mencapai 217 ha terjadi di Donggala, Parigi, Banggai dan Tolitoli. Sebelumnya, pada musim tanam 2002 serangan virus tungro terjadi di Kabupaten Donggala, Tolitoli dan Parigi Moutong (Negara et al. 2004). Secara ekonomi, penyakit tungro merupakan penyakit yang sangat penting di Asia Selatan dan Asia Tenggara, karena kerugian yang ditimbulkannya sangat besar. Begitu pula di Indonesia penyakit ini merupakan masalah bagi pemerintah dalam rangka meningkatan stabilitas produksi padi nasional dan juga merupakan ancaman bagi ketahanan pangan nasional (Widiarta et al di

18 8 dalam Agustina 2007). Di Indonesia, kerugian yang dirasakan oleh petani akibat serangan virus tungro pernah terjadi di Sulawesi Selatan tahun 1972, di Bali tahun 1980, dan di Surakarta tahun 1995, dengan kerugian ditaksir milyaran rupiah (Talanca et al. 2007). Pada musim tanam 2005/2006 lalu, virus tungro telah menyerang tanaman padi di NTB dan Manokwari dengan tingkat serangan sedang sampai berat. Bahkan pada musim tanam tahun ini pun produksi padi menurun hingga lebih dari 10% di Bengkulu (Bengkulu Express 2010). Diperkirakan kehilangan hasil akibat serangan virus tungro di seluruh Indonesia rata-rata ha/tahun atau kerugiannya senilai Rp 48 miliar/tahun (asumsi harga gabah Rp 1.000/kg). Karenanya penyakit ini perlu diantisipasi, terutama di daerah endemis seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, NTB, Papua, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali (Puslitbangtan 2007). Gejala Penyakit Tungro Penyakit tungro disebabkan oleh dua jenis virus yaitu rice tungro bacilliform badnavirus (RTBV) dan rice tungro spherical waikavirus (RTSV). Tanaman padi yang terinfeksi kedua virus tersebut menjadi kerdil dan kelihatan belang serta perubahan warna kuning sampai oranye pada daun. Gejala tungro yang khas dapat disebabkan oleh RTBV dan gejala dapat diperkuat dengan kehadiran RTSV (Agrios 1997). Secara umum gejala serangan virus tungro pada tanaman padi tergantung pada ketahanan tanaman dan umur tanaman sewaktu terinfeksi. Daun-daun dari rumpun tanaman padi yang sakit menjadi berwarna kuning oranye atau jingga dan daun-daun muda yang baru keluar menggulung dan memendek. Perubahan warna daun bermula dari ujung daun, meluas ke bagian pangkal daun (Gambar 1). Pada daun tersebut terlihat bercak-bercak berwarna coklat seperti karat. Kadang-kadang gejala kuning pada tanaman yang masih muda dapat hilang karena bertambahnya umur tanaman sehingga seolah-olah tanaman menjadi sembuh. Apabila diteliti tanaman tersebut masih banyak mengandung virus. Gejala perubahan warna daun tergantung kepada varietas tanaman, umur tanaman pada saat terinfeksi, dan keadaan lingkungan pertumbuhan.

19 9 Gambar 1 Gejala serangan virus tungro pada daun tanaman padi. Warna daun yang menguning (orange), dimulai dari ujung daun dan berkembang kebagian lamina daun bawah (thltbpp7@yahoo.co.id ). Tanaman yang terinfeksi virus tungro tumbuh kerdil, jumlah anakan sedikit, helaian daun dan pelepah daun memendek. Pada bagian bawah helaian daun muda terjepit oleh pelepah daun sehingga daunnya terpuntir atau menggulung sedikit. Malai pendek, gabah tidak terisi sempurna atau kebanyakan hampa dan terdapat bercak-bercak coklat yang menutupi malai. Infeksi virus tungro pada tanaman tua (umur di atas 50 hari setelah tanam) kurang berpengaruh terhadap produksi dan tanaman tidak menampakkan gejala serangan sampai panen (Ling 1972). Penurunan jumlah anakan sangat tinggi bila infeksi terjadi pada stadium pertumbuhan sangat awal. Jumlah anakan tanaman padi dipengaruhi umur dan mungkin akan meningkat bila infeksi virus tungro setelah tanaman berumur lebih dari satu bulan. Namun jumlah anakan akan tetap sedikit jika selama infeksi terjadi, stadium petumbuhan terhambat (Ling 1972). Penularan Penyakit Tungro Virus tungro ditularkan secara semipersisten oleh wereng daun Nephotettix virescens Distant (Hemiptera: Cicadelidae). Vektor tersebut menularkan RTSV secara bebas, sedangkan untuk menularkan RTBV vektor ini membutuhkan kehadiran dari RTSV (Hibino 1987).

20 10 Serangga penular virus tungro terutama adalah wereng hijau (N. virescens Distant, N. nigropictus (Stal), N. malayanus dan N. parvus). Serangga lain yang dapat juga sebagai penular virus tungro, namun kurang efisien adalah wereng loreng Recilia dorsalis (Motsch). Rentang efisiensi penularan virus oleh populasi N. virescens antara 35-83%, dibandingkan dengan N. nigropictus yang rentang efisiensinya antara 0-27%. Spesies wereng hijau lainnya seperti N. malayanus dan N. parvus memiliki kemampuan menularkan virus berturut-turut 40% dan 7% lebih rendah dari N. virescens (Deptan 1986). Nephotettix sp. dikenal sebagai wereng hijau. Serangga ini menyerang bagian daun tanaman padi. Serangga dewasa tersebut berukuran 4-6 mm. Telurnya berbentuk bulat panjang atau lonjong berwarna terang (kuning pucat), berukuran 1,3 x 0,30 mm. Telur ini diletakkan berderet sebanyak 5-25 butir. Wereng daun betina mampu bertelur butir yang diletakkan di dalam jaringan pelepah daun. Telur tersebut menetas setelah 4-8 hari dan membentuk serangga muda (nimfa). Nimfa ini mengalami 5 kali ganti kulit selama hari, kemudian menjadi dewasa setelah 2-3 hari. Terdapat dua jenis Nephotettix sp yang dominan yaitu N. virescens dan N. nigropictus. Spesies N. virescens berwarna hijau kekuningan dengan ujung kepala meruncing. N. virescens jantan mempunyai ukuran 4 mm dan N. virescens betina 6 mm, sedangkan nimfa N. virescens berwarna hijau kekuningan hingga hijau tua. Spesies N. nigropictus berwarna hijau tua dengan ujung kepalanya agak tumpul dan dilengkapi dengan garis pita hitam yang jelas di atas bagian kepalanya. Serangga jantan N. nigropictus berukuran 3,6 mm, sedangkan nimfa N. nigropictus berwarna kuning coklat hingga gelap (Deptan 1986). RTBV dan RTSV tidak berkembang pada tubuh vektornya, tidak menular pada telur vektor virus tersebut dan menjadi hilang pada saat ganti kulit. Vektor ini hanya memerlukan waktu penghisapan dari tanaman sakit selama 3-5 menit, kemudian sudah mampu menularkan virus ke tanaman sehat yang rentan (Deptan 1986). Vektor ini akan menularkan virus tungro secara terus menerus sampai virus yang dikandung tersebut habis. Masa terlama vektor ini menularkan virus tungro secara terus menerus yang disebut masa retensi adalah 6 hari (Wathanakul dan Weerapat 1969 dalam Widiarta 2005).

21 11 Cabautan dan Hibino (1984) melaporkan bahwa wereng hijau dapat memindahkan RTSV dari tanaman padi yang hanya terinfeksi RTSV, tetapi tidak mampu memindahkan RTBV dari tanaman yang hanya terinfeksi RTBV. RTBV hanya dapat dipindahkan oleh wereng hijau dari tanaman yang telah terinfeksi RTSV. Dengan demikian RTBV merupakan virus dependent sedangkan RTSV berfungsi sebagai helper. Kedua partikel virus tersebut bersifat noncirculative, yaitu dalam tubuh vektor virus tidak dapat ditularkan dari imago ke telur maupun stadia perkembangan imago (Ling 1966). Disamping itu virus tungro juga tidak dapat ditularkan melalui biji, tanah, air dan secara mekanis (misal pergesekan antara bagian tanaman yang sakit dengan yang sehat). Nimfa wereng hijau juga dapat menularkan virus tungro, tetapi menjadi tidak infektif setelah ganti kulit (Widiarta 2005). Fluktuasi kepadatan populasi vektor virus tungro sangat mempengaruhi keberadaan tanaman terinfeksi virus tungro bila sumber inokulum virus ini sudah ada di lapang. Persentase tanaman terinfeksi virus tungro yang tinggi pada musim hujan (Desember hingga April) bertepatan dengan kepadatan populasi wereng hijau yang tinggi pada periode yang sama. Sebaliknya pada musim kemarau (Mei sampai November), persentase tanaman terinfeksi virus tungro yang rendah bersamaan dengan kepadatan populasi wereng hijau yang lebih rendah daripada musim hujan (Widiarta 2005). Virus Tungro Penyakit tungro disebabkan oleh infeksi yang terjadi secara bersama-sama oleh dua virus, yaitu rice tungro bacilliform badnavirus (RTBV) dan rice tungro spherical waikavirus (RTSV) (Hibino et al. 1978). Kedua virus tersebut tidak mempunyai hubungan kekerabatan karena secara morfologi dan genom keduanya tidak mempunyai kesamaan. Pada tanaman padi yang terinfeksi, kedua virus tersebut hidup secara bebas, RTBV terdapat dalam jaringan pembuluh (floem dan xylem) dan RTSV hanya terdapat dalam jaringan floem. Dalam sel-sel terinfeksi, kedua partikel RTBV dan RTSV tersebar atau terkumpul dalam sitoplasma. Partikel RTSV juga terdapat dalam vakuola (Dahal et al. 1997).

22 12 RTSV termasuk kedalam famili Sequiviridae genus Waikavirus. RTSV mempunyai genom poliadenil ssrna, unipartit, terbungkus partikel isometrik dengan diameter 30 nm (Hibino et al. 1978). Genom RNA RTSV kira-kira 11 kb (kilo base) dan protein selubungnya terbentuk dari dua jenis molekul protein (Agrios 1997). RTBV termasuk famili Caulimoviridae dan genus Badnavirus. Bentuk partikel RTBV adalah bacilliform dengan diameter nm dan panjang kirakira nm yang bervariasi antar isolat (Hibino et al. 1978). Asam nukleat RTBV adalah DNA utas ganda dan bulat lebih kurang 8 kb. Asam nukleat tersebut mengandung dua daerah yang tidak bersambung yang merupakan hasil dari proses replikasi oleh reverse transcriptase dan empat open reading frames (ORFs) (Gambar 2). ORF1 mengkode protein pada 24 kda (P1) dan ORF4 pada 46 kda (P4), fungsi dari keduanya belum diketahui. ORF2 mengkode protein pada 12 kda (P2) yang fungsinya juga belum diketahui secara pasti. ORF3 mengkode poliprotein P194 yang mempunyai fungsi berhubungan dengan coat protein virus (37 kda), aspartic protease, reverse transcriptase, movement protein dan ribonuclease (Hull 1996).

23 Gambar 2 Gambaran skematik genom RTBV, polyprotein P3 dan gen protein selubung. (A) Organisasi genome RTBV. DNA RTBV digambarkan oleh dua garis tipis dengan dua daerah tidak bersambungan (putus) ( 1 dan 2). Anak panah tebal diluar menggambarkan DNA empat gen virus ini (I, II, III, dan IV). Pregenomic RNAditunjukkan sebagai suatu anak panah tipis di sebelah dalam DNA. (B) Polyprotein P3. Lokasi dari domain-domain tersebut berhubungan dengan movement protein (MP), coat protein (CP), aspartic protease (PR), reverse transcriptase (RT), dan RNase H (RH) dalam P3. Fungsi domain yang tidak diketahui ditandai dengan tanda tanya. Posisi daerah pemotongan dicirikan oleh garis vertikal dan anak panah. Dugaan daerah potongan yang lain disimbolkan oleh garis zigzag dan tanda tanya. Posisi ujung amino dan karboksi dari protein selubung (p37) dan RT (p55 and p62) telah ditandai. Lingkaran bulat menunjukkan posisi dari zinc finger motif dalam coat protein (Herzog et al. 2000). 13

24 14 Keragaman Gen Protein Selubung RTBV Pendiagnosisan keragaman virus tungro dengan melihat gejala dan analisis RFLP telah dilakukan pada isolat dari Philippina (Azzam dan Chancellor 2002a) dan Indonesia (Suprihanto 2005). Dari diagnosis tersebut diperoleh pengetahuan bahwa virus tungro memiliki perbedaan pada setiap lokasi. Populasi virus tungro secara geografi dilaporkan hanya stabil pada periode waktu tertentu. Ini menunjukkan bahwa virus tungro memberikan respon yang berbeda terhadap perubahan lingkungan dan inang. Studi lingkungan menunjukkan bahwa pada satu lokasi virus tungro yang memiliki keragaman secara genetik dan biologi dapat hidup berdampingan (Azzam dan Chancellor 2002b). Cabautan et al. (1995) melaporkan bahwa ada keragaman pada empat strain RTBV (G1, G2, Ic dan L) dari Philippina berdasarkan gejala yang berbeda pada varietas padi FK135 dan TN1. Uji RFLP terhadap genom empat strain RTBV di atas menunjukkan pola RFLP yang beragam. Suprihanto (2005) juga melakukan uji penularan virus tungro pada tanaman diferensial FK 135 dan TN1, dan uji PCR-RFLP terhadap delapan isolat RTBV yang diambil dari daerah endemis tungro di Indonesia. Berdasarkan gejala yang diamati dan pola PCR- RFLP diketahui bahwa delapan isolat RTBV berturut-turut menyebabkan gejala yang berbeda terutama pada warna daun dan keragaman pada gen protein selubungnya. Demikian juga Arfianis (2006) melakukan uji diferensiasi dengan PCR-RFLP empat isolat RTBV yang diambil dari daerah endemis tungro di Jawa Barat. Hasil yang diperoleh pun menunjukkan adanya keragaman pada gen protein selubung RTBV. Pengujian terhadap variasi genetik protein selubung RTBV pada tingkat luasan hamparan padi disuatu wilayah pada varietas juga dilaporkan oleh Agustina (2007). Hasil yang diperoleh yaitu terdapatnya keragaman pada gen protein selubung RTBV. Polymerase Chain Reaction Restriction Fragment Length Polymorphism ( PCR-RFLP) Polymerase chain reaction (PCR) adalah suatu metode enzimatis untuk melipatgandakan secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu dengan cara in vitro. Metode ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1985 oleh Kary

25 15 B. Mullis, seorang peneliti di perusahaan CETUS Corporation. Metode PCR sangat sensitif karena dapat digunakan untuk melipatgandakan suatu molekul DNA. Metode ini juga sering digunakan untuk memisahkan gen-gen kanopi tunggal dari sekelompok sekuen genom. PCR mensyaratkan bagian tertentu sekuen DNA yang dilipatgandakan harus diketahui terlebih dahulu sebelum proses pelipatgandaan tersebut dilakukan. Sekuen yang diketahui tersebut penting untuk menyediakan primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek yang berfungsi mengawali sintesis rantai DNA dalam reaksi berantai polimerase (Yuwono 2006 ). Proses PCR pada dasarnya terdiri atas tiga tahap reaksi dengan kondisi suhu yang berbeda secara berulang dalam beberapa siklus tertentu yaitu denaturasi, annealing (penempelan primer) dan ekstensi primer (sintesis DNA). Dengan reaksi amplifikasi DNA secara simultan, maka jumlah sasaran akhir telah dilipatgandakan secara eksponensial (Mc Pherson et al dalam Mutaqin 2000). Proses sintesis inilah yang membuat sensitifitas teknik PCR semakin tinggi, karena dari jumlah molekul DNA yang sedikit dapat dikopi menjadi berlipat ganda (Takahashi et al. 1993). Restriction fragment length polymorphism (RFLP) adalah salah satu teknik yang dapat membedakan suatu organisme dengan analisis pola pemotongan DNAnya. RFLP menggunakan enzim restriksi endonuklease yang dapat memotong molekul DNA pada urutan nukleotida yang spesifik tergantung enzim yang digunakan. Analisis RFLP dan ekstraksi DNA memakan waktu dan tenaga yang banyak. Dari ekstrak DNA biasanya molekul DNA masih berupa urutan DNA organisme yang utuh (genom). Metode PCR mampu mengamplifikasi sebagian fragmen DNA dengan ukuran sangat kecil dari keseluruhan genom organisme hanya dalam waktu 2-3 jam. PCR-RFLP adalah analisis RFLP yang dilakukan terhadap fragmen DNA hasil PCR. Dengan teknik PCR-RFLP analisis pola restriksi dapat dilakukan pada banyak sampel dengan waktu yang relatif singkat (Simsek 2001).

26 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai Agustus Persiapan Tanaman Padi Tanaman padi varietas IR64 disiapkan untuk perbanyakan N. virescens dan isolat virus tungro. Benih padi IR64 direndam pada wadah yang berisi air selama 1 malam. Kemudian benih tersebut ditabur pada baki yang telah berisi campuran tanah dan pupuk kandang, dengan perbandingan 2:1. Benih IR64 ditabur sebanyak butir tiap baki. Bibit yang tumbuh dipelihara dalam rumah kaca yang bebas dari serangga sampai digunakan. Perbanyakan Masal Nephotettix virescens Perbanyakan wereng daun (N. virescens) dilakukan pada tanaman padi IR64 dengan mengikuti prosedur Heinrics et al. (1985). N. virescens dewasa diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertanian Cimanggu, Bogor. N. virescens dipelihara pada bibit padi IR64 berumur 10 hari yang ditempatkan dalam kurungan berukuran 90 cm x 60 cm x 60 cm. N. virescens dibiarkan makan dan berkembang biak secara terus menerus pada tanaman padi tersebut sampai jumlahnya cukup untuk penularan virus tungro. Pemeliharaan N. virescens dilakukan dengan mengganti tanaman padi yang telah kering dengan yang baru.

27 17 Pengumpulan Isolat Virus Tungro Isolat virus tungro diperoleh dari dua daerah endemik tungro di Indonesia, yaitu varietas TN 1 dari Sidrap, Sulawesi Selatan; varietas Ciherang dari Mamuju, Sulawesi Barat; dan galur harapan (GH) dari Bogor; Jawa Barat. Isolat RTBV Sulawesi diperoleh dari koleksi Loka Penelitian Penyakit Tungro, Lanrang, Sidrap, Sulawesi Selatan. Isolat RTBV Bogor diperoleh dari pertanaman padi milik petani di Ciputih, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Perbanyakan virus tungro Perbanyakan inokulum dilakukan pada tanaman padi IR64 dengan cara ditularkan dengan N. virescens mengikuti prosedur dari Azzam et al. (2000). N. virescens diletakkan pada tanaman padi yang sakit selama 3-4 hari untuk mendapatkan virus (acquisition feeding). Selanjutnya sebanyak 2-3 wereng daun dewasa yang telah mendapat virus (viruliferous) dimasukkan dalam tabung (test tube) yang berisi bibit tanaman padi IR64 sehat 10 hari setelah semai untuk menularkan virus (inoculation feeding). Inokulasi masing-masing isolat dilakukan pada 15 bibit yang diletakkan dalam 15 tabung. N. virescens dibiarkan makan pada tanaman padi IR64 selama 24 jam. Selanjutnya tanaman padi dipindah dalam ember. Tanaman yang telah diinokulasi ini dipelihara sampai menunjukkan gejala penyakit tungro. Tanaman yang terinfeksi dipanen hari setelah inokulasi. Tanaman yang terinfeksi ini ditimbang sebanyak 0,3 g ditambah nitrogen cair kemudian disimpan pada suhu -80 o C sampai digunakan pada metode selanjutnya.

28 18 Uji Keragaman Gen Protein Selubung RTBV Menggunakan Teknik PCR-RFLP Uji ini dilakukan untuk mengetahui keragaman gen protein selubung virus. Uji ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu ekstraksi DNA total, amplifikasi gen protein selubung RTBV dan pemotongan DNA hasil amplifikasi dengan beberapa enzim endonuklease. Ekstraksi DNA total Ekstrak DNA RTBV disiapkan dari daun padi varietas rentan IR64 yang terinfeksi tungro menggunakan metode yang dimodifikasi dari Smith et al. (1992). Daun padi sakit sebanyak 0,3 g ditambah dengan nitrogen cair digerus dengan mortar dan pistil sampai berbentuk bubuk. Bubuk daun tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung mikro 2 ml dan ditambah 1 ml bufer ekstrak, yang mengandung 50 mg/ml polyvinilpyrrolidone (PVP) dan 60 µl 10% sodium dedocyl sulfate (SDS), serta ditambah 10 µl mercapto etanol. Tabung tersebut divorteks sampai rata lalu dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu 65 o C selama 30 menit. Setelah itu, tabung didinginkan sampai dengan suhu ruang dan ditambahkan 750 µl chloroform : isoamil alcohol (CI 24:1). Kemudian tabung yang berisi ekstraktan divorteks dan disentrifugasi pada rpm selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk pada proses tersebut dipisahkan dan diletakkan di tabung baru. Supernatan tersebut kemudian ditambahkan 1 ml chloroform kemudian divorteks dan disentrifugasi pada rpm pada suhu 4 o C selama 10 menit. Supernatan yang dihasilkan kemudian ditambah 1 ml isopropanol dingin kemudian dihomogenkan, dengan cara membalikkan tabung beberapa kali, lalu diinkubasi pada suhu -20 o C selama 30 menit dan disentrifugasi pada rpm pada suhu 4 o C selama 10 menit. Pelet diresuspensi dengan 200 µl TE ph 8.0 (10 mm Tris Cl ph 8.0 dan 1 mm EDTA ph 8.0), kemudian dihomogenkan dengan cara membalikkan tabung beberapa kali kemudian diinkubasi pada suhu 37 o C selama 1 jam. Pelet yang dihasilkan ditambah 200 µl natrium asetat dan 500 µl ethanol absolute kemudian dihomogenkan dengan cara

29 19 membalikkan tabung beberapa kali lalu diinkubasi pada suhu -20 o C selama 1 malam (over night) dan disentrifugasi pada rpm pada suhu 4 o C selama 10 menit. Cairan tersebut dibuang kemudian pelet dicuci dengan 500 µl ethanol dingin 75%, dikeringkan dan diresuspensi dengan 100 µl bufer TE kemudian disimpan pada suhu -20 o C sampai digunakan pada metode selanjutnya. Amplifikasi Gen Protein Selubung RTBV Amplifikasi dilakukan dengan metode PCR menggunakan primer spesifik RTBV yaitu RTBV-2L (5 -GGTCTTGGATGGATGGTAGA-3 ) dan RTBV-2R (5 -GCTGAGGTGCTACATAGGTT-3 ). Sepasang primer tersebut didesain untuk mengamplifikasi pada bagian gen protein selubung sampai sebagian gen protease aspartat RTBV, yang menghasilkan produk 1497 bp (Venkitesh et al. 1994). Sebanyak 0,4 pmol masing-masing primer, 2 unit Taq DNA polymerase (Invitrogen, TECH-LINE USA), 1x bufer PCR, 1,5 mm MgCl 2, 0,2 mm dntp, dan 2 ml DNA template dalam volume akhir 25 µl digunakan dalam amplifikasi. Amplifikasi ini dilakukan pada DNA thermal cycler (Gene Amp PCR System 9700, PE Applied Biosystems, USA). Amplifikasi tersebut didahului dengan denaturasi awal selama 5 menit pada 94 C. Satu siklus amplifikasi meliputi denaturasi 1 menit pada 94 C, penempelan primer (annealing) selama 1 menit pada 55 C, sintesis selama 2 menit pada 72 C dengan pengulangan sebanyak 34 kali, kemudian untuk tahapan sintesis ditambah 10 menit pada 72 C. Pemotongan DNA Protein Selubung RTBV dengan Enzim Retriksi DNA protein selubung RTBV hasil PCR dipotong menggunakan empat enzim restriksi endonuklease yaitu PstI, NsiI, EcoRV, dan BclI (New England Biolabs, New England). Pemotongan DNA dengan enzim restriksi mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh pembuat enzim yang telah dimodifikasi. Sebanyak 20 µl DNA hasil PCR dimasukkan ke dalam tabung mikro 0,5 ml steril, kemudian ditambahkan 5 µl 10x bufer enzim restriksi dan 40 unit enzim restriksi dicampur dengan cara mengetuk-ngetuk tabung dengan jari. Selanjutnya campuran ditambahkan aquades hingga volume akhir reaksi mencapai 50 µl. Campuran

30 20 tersebut diinkubasikan pada suhu 37 C selama 3 hari untuk enzim PstI, NsiI dan EcoRV sedangkan enzim BclI pada suhu 50 C selama 3 hari. Situs pemotongan DNA protein selubung RTBV dengan enzim restriksi : 5 C T G C A G3 3 G A C G T C5 Pst I 5 A T G C A T3 3 G A C G T C5 Nsi I 5 G A T A T C3 3 C T A T A G5 EcoRV 5 T G A T C A3 3 A C T A G T5 Bcl I Elektroforesis dan Visualisasi Penyiapan Gel Agarose. Gel agarose dengan konsentrasi 1,5% disiapkan dengan mencampurkan bubuk agarose dengan bufer Tris-acetat EDTA (TAE) 1x (0,045 M Tris-acetat, 0,01 M EDTA) dan dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer 100 ml. Campuran dipanaskan dalam microwave sampai agarose larut sempurna kemudian didinginkan sampai kira-kira 60 o C lalu ditambahkan ethidium bromida. Sebelumnya, aparatus pencetak gel dibersihkan, dikeringkan, kemudian diletakkan pada permukaan yang datar. Sisir gel diletakkan di bagian atas aparatus pencetak gel (± 0,5-1,0 mm dari atas). Selanjutnya larutan agarose dituang ke dalam aparatus pencetak gel. Setelah gel agarose mengeras (30-45 menit), dengan hati-hati sisir gel dilepas dan gel diletakkan dalam bak elektroforesis (Bio-Rad Power PAC 300, USA). Selanjutnya ditambahkan bufer elektroforesis TAE 1 x hingga gel agarose terendam. Elektroforesis DNA Hasil PCR dan DNA Hasil Restriksi. Sebanyak 7 µl DNA hasil PCR sebagai kontrol tanpa pemotongan dan 15 µl untuk DNA hasil restriksi dimasukkan ke dalam sumuran gel dengan pipet mikro kemudian salah satu sumuran gel dimasukkan 10 µl marker 1 kb DNA ladder (Fermentas, USA). Elektroforesis dilakukan dengan tegangan 50 volt selama 60 menit. Hasil elektroforesis divisualisasikan dengan transluminator ultraviolet (Sambrook et al. 1989). Pita DNA yang terbentuk pada hasil elektroforesis tersebut diamati dan dipotret dengan menggunakan kamera digital.

31 HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Infeksi, Masa Inkubasi, dan Kejadian Penyakit pada Tanaman Padi yang Diinokulasi Virus Tungro Tanaman sumber inokulum virus tungro yang diambil dari lapangan adalah tanaman padi yang menunjukkan gejala penyakit tungro berupa perubahan warna daun dari hijau menjadi kuning sampai kuning-oranye yang didasarkan pada deskripsi gejala dari Puslitbangtan (2007). Hasil penularan pada padi varietas rentan IR64 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan respon tanaman terhadap beberapa isolat virus tungro. Gejala yang muncul pada tanaman padi bervariasi antar isolat virus tungro. Gejala pada umumnya tampak pada hari setelah inokulasi, walaupun ada keragaman masa inkubasi, yaitu berkisar antara 10 sampai 17 hari (Tabel 3). Pada umumnya variasi gejala pada masing-masing isolat tampak pada tingkat perubahan warna daun. Untuk isolat Sidrap dan Mamuju gejala pertama kali terlihat pada daun muda, yaitu daun pertama pada saat inokulasi. Warna daun tersebut mengalami perubahan yang cukup signifikan dari kuning terang sampai oranye serta daun tanaman padi terlihat ramping menggulung keluar seperti spiral (memelintir), sedangkan untuk isolat Bogor (galur harapan 1-4) perubahan warna daun tidak begitu terlihat bahkan hingga tidak muncul gejala sama sekali. Srinivasulu dan Jeyarajan (1990) dalam Suprihanto (2005) menyebutkan bahwa adanya perbedaan gejala klorosis dan warna kuning oranye daun padi terinfeksi virus tungro adalah karena kandungan pigmen hijau (klorofil), pigmen oranye (karoten), dan pigmen kuning (santofil) yang berbeda pada tingkat patogenesis yang berbeda.

32 22 Tabel 3 Masa inkubasi dan kejadian penyakit pada tanaman padi IR64 yang diinokulasi virus tungro Bogor Asal isolat Masa Inkubasi (hari) Kejadian Penyakit ** (%) GH* GH* GH* GH* Sidrap Mamuju * Galur Harapan ** Persentase jumlah tanaman yang terinfeksi berdasarkan jumlah tanaman yang menunjukkan gejala dibandingkan dengan jumlah tanaman yang diinokulasi Masa inkubasi virus tungro pada isolat Sidrap dan Mamuju pada varietas rentan IR64 lebih cepat yaitu hari (Tabel 3) dibandingkan dengan isolat Bogor (GH 1-4) dengan waktu hari (Tabel 3). Kejadian penyakit pada isolat Sulawesi (Sidrap dan Mamuju) 100%, sedangkan pada isolat Bogor 60%. Hal tersebut menunjukkan bahwa isolat Sidrap dan Mamuju mampu menyebabkan penyakit lebih cepat dan banyak dibandingkan isolat Bogor. Dari hasil pengamatan di atas (Tabel 3) menunjukkan tingkat virulensi virus tungro isolat Sidrap dan Mamuju tampak lebih tinggi daripada virus tungro isolat Bogor. Hasil tersebut tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Suprihanto (2005) yang menyatakan bahwa isolat Bogor (Jabar-2) lebih virulen daripada isolat Sulawesi Selatan (Lanrang). Perbedaan itu diduga karena isolat asal Sidrap dan Mamuju berasal dari tanaman rentan yang kemungkinan konsentrasi virus tungro pada tanaman tersebut tinggi sehingga menyebabkan proses terjadinya penyakit lebih cepat dan banyak. Sebaliknya isolat Bogor berasal dari tanaman GH yang diduga memiliki konsentrasi virus tungro rendah sehingga proses terjadinya penyakit lebih lambat dan sedikit. Konsentrasi virus tungro pada GH yang rendah dimungkinkan karena galur tersebut relatif tahan. Menurut Hull (2002) ketahanan suatu tanaman dapat diwujudkan sebagai kemampuan tanaman untuk membatasi perkembangan virus dalam sel tertentu sehingga virus tidak menyebar ke sel-sel yang lain. Tanaman yang tahan terhadap

33 23 virus adalah tanaman yang mampu menghambat replikasi dan penyebaran virus di dalam tanaman atau perkembangan gejala, sehingga konsentrasi virus di dalam tanaman menjadi rendah, sedangkan tanaman rentan adalah tanaman yang tidak mampu menghambat replikasi dan penyebaran virus di dalam tanaman yang dicirikan dengan konsentrasi virus yang tinggi dan masa inkubasi atau munculnya gejala yang cepat (Goodman et al. 1986). Hal ini terjadi pada isolat Sidrap dan Mamuju yang berasal dari varietas padi TN1 dan Ciherang yang telah diketahui rentan terhadap virus tungro (Cabautan et al dan Syam 2007). Amplifikasi Gen Protein Selubung RTBV Gen protein selubung RTBV berhasil diamplifikasi dari DNA total tanaman padi IR64 yang diinokulasi dengan 6 isolat virus tungro. Amplifikasi gen tersebut dilakukan dengan menggunakan primer spesifik RTBV-2R dan RTBV-2L (Venkitesh et al 1994). Hasil amplifikasi menunjukkan ukuran fragmen DNA yang sama dari semua isolat yaitu 1500 bp (Gambar 3). Hal tersebut sesuai dengan laporan Venkitesh et al. (1994) yang menyatakan bahwa virus tungro dapat diamplifikasi pada bagian gen protein selubung sampai sebagian gen aspartic protease (PR) RTBV yang menghasilkan produk 1496 bp. M ±1500 bp ±1000 bp ±1500 bp Gambar 3 Hasil amplifikasi gen protein selubung RTBV dengan PCR menggunakan primer RTBV-2R dan RTBV-2L. M= Marker 1 kb DNA ladder (Fermentas, USA), 1= Kontrol negatif (Tanaman Sehat), 2= Kontrol positif Isolat No 35 (Ladja 2008), 3= Isolat GH 1, 4= Isolat GH 2, 5= Isolat GH 3, 6= Isolat GH 4, 7= Isolat Sidrap (Sulawesi Selatan), 8= Isolat Mamuju (Sulawesi Barat) bp= base pairs

34 24 Karakteristik Gen Protein Selubung RTBV dengan PCR-RFLP Hasil pemotongan fragmen DNA gen protein selubung RTBV dengan enzim EcoRV, NsiI, dan PstI (Gambar 4a, 4b, dan 4c) menunjukkan isolat Sidrap dan Mamuju terpotong dengan pola dan ukuran yang sama, sedangkan empat galur harapan isolat Bogor tidak terpotong sama sekali. Gen protein selubung RTBV yang tidak terpotong ini menunjukkan fragmen DNA yang masih utuh berukuran ±1500 bp (Gambar 4a, 4b, 4c, dan Tabel 4). Tidak ada satu pun gen protein selubung RTBV dari 6 isolat yang terpotong oleh enzim BclI (Gambar 4d dan Tabel 4).

35 25 M M ± 1500 bp ± 1000 bp ± 250 bp ± 1270 bp ± 230 bp A M M ± 1500 bp ± 1000 bp ± 500 bp ± 1023 bp ± 474bp B M M ± 1500 bp ± 1000 bp ± 750 bp ± 500 bp ± 1220 bp ± 701 bp ± 523 bp ± 250 bp ± 273 bp M C M ± 1500 bp ± 1000 bp D Gambar 4 Hasil PCR-RFLP dari DNA hasil amplifikasi gen protein selubung RTBV dengan enzim EcoRV (a), NsiI (b), PstI (c) dan BclI (d), M= Marker 1 kb DNA ladder (Fermentas, USA), 1= tidak dipotong, 2= Isolat GH 1, 3= Isolat GH 2, 4= Isolat GH 3, 5= Isolat GH 4, 6= Isolat Sidrap (Sulawesi Selatan), 7= Isolat Mamuju (Sulawesi Barat), bp= base pairs

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi Botani dan Morfologi Padi

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi Botani dan Morfologi Padi 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi Tanaman padi menurut para sejarahwan diduga berasal dari India. Tanaman ini kemudian menyebar ke negara-negara Asia bagian timur, seperti Philipina, Jepang, dan kepulauan-kepulauan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

DIFERENSIASI EMPAT ISOLAT RICE TUNGRO BACILLIFORM BADNAVIRUS DENGAN PCR-RFLP. Oleh: ARFIANIS A

DIFERENSIASI EMPAT ISOLAT RICE TUNGRO BACILLIFORM BADNAVIRUS DENGAN PCR-RFLP. Oleh: ARFIANIS A DIFERENSIASI EMPAT ISOLAT RICE TUNGRO BACILLIFORM BADNAVIRUS DENGAN PCR-RFLP Oleh: ARFIANIS A44101008 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ABSTRAK ARFIANIS.

Lebih terperinci

Ketahanan Beberapa Varietas terhadap Penyakit Tungro di Sulawesi Selatan

Ketahanan Beberapa Varietas terhadap Penyakit Tungro di Sulawesi Selatan Ketahanan Beberapa Varietas terhadap Penyakit Tungro di Sulawesi Selatan Mansur Loka Penelitian Penyakit Tungro Jl. Bulo no. 101 Lanrang, Sidrap, Sulsel E-mail : mansurtungro09@yahoo.co.id Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk dalam genus Oryza, yang terbagi menjadi 25 spesies dan semuanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk dalam genus Oryza, yang terbagi menjadi 25 spesies dan semuanya 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi termasuk dalam genus Oryza, yang terbagi menjadi 25 spesies dan semuanya tersebar di daerah-daerah yang beriklim tropis dan sub-tropis di benua Asia, Afrika,

Lebih terperinci

Tingkat Ketahanan Padi Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Harapan (GH) terhadap Rice Tungro Virus MORA YANTI

Tingkat Ketahanan Padi Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Harapan (GH) terhadap Rice Tungro Virus MORA YANTI 1 Tingkat Ketahanan Padi Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Harapan (GH) terhadap Rice Tungro Virus MORA YANTI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 2 ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi

I. PENDAHULUAN. kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tungro merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi yang menjadi kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus sampai dengan November 2012 di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus sampai dengan November 2012 di 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus sampai dengan November 2012 di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Inokulasi Virus Tungro pada Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Padi di Rumah Kaca Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tipe Gejala Gambar 2 menunjukkan variasi

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Pengambilan Sampel Kutukebul dan Tanaman Tomat Sumber TICV

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Pengambilan Sampel Kutukebul dan Tanaman Tomat Sumber TICV BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Kegiatan survei dan pengambilan sampel kutukebul dilakukan di sentra produksi tomat di Kecamatan Cikajang (kabupaten Garut), Kecamatan Pacet (Kabupaten Cianjur), Kecamatan

Lebih terperinci

UJI KETAHANAN GALUR-GALUR PADI TERHADAP PENYAKIT TUNGRO DI DAERAH ENDEMIK ABSTRAK PENDAHULUAN

UJI KETAHANAN GALUR-GALUR PADI TERHADAP PENYAKIT TUNGRO DI DAERAH ENDEMIK ABSTRAK PENDAHULUAN UJI KETAHANAN GALUR-GALUR PADI TERHADAP PENYAKIT TUNGRO DI DAERAH ENDEMIK Mansur 1, Syahrir Pakki 2, Edi Tando 3 dan 4 Yulie Oktavia 1 Loka Penelitian Penyakit Tungro 2 Balai Penelitian Tanaman Serealia

Lebih terperinci

PENYEMPURNAAN PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT TUNGRO DENGAN STRATEGI MENGHIDARI INFEKSI DAN PERGILIRAN VARIETAS TAHAN

PENYEMPURNAAN PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT TUNGRO DENGAN STRATEGI MENGHIDARI INFEKSI DAN PERGILIRAN VARIETAS TAHAN 92 J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525 Vol. 6, No. 2 : 92 99, September 2006 PENYEMPURNAAN PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT TUNGRO DENGAN STRATEGI MENGHIDARI INFEKSI DAN PERGILIRAN VARIETAS TAHAN Burhanuddin 1,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asam Salisilat 1. Struktur Kimia Asam Salisilat Struktur kimia asam salisilat dan turunannya dapat dilihat pada Gambar 2 : Gambar 2. Struktur kimia asam salisilat dan turunannya

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

PENGARUH CENDAWAN ENTOMOPATOGEN

PENGARUH CENDAWAN ENTOMOPATOGEN PENGARUH CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Verticillium lecanii DAN Beauveria bassiana TERHADAP KEMAMPUAN Nephotettix virescens Distant (HEMIPTERA: CICADELLIDAE) DALAM MENULARKAN VIRUS TUNGRO FAUSIAH T. LADJA SEKOLAH

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Kutukebul Pengkoloni Pertanaman Tomat Kutukebul yang dikumpulkan dari pertanaman tomat di daerah Cisarua, Bogor diperbanyak di tanaman tomat dalam kurungan kedap serangga

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni TINJAUAN PUSTAKA Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur larva pupa imago. E. kamerunicus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml 36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

III. Bahan dan Metode

III. Bahan dan Metode III. Bahan dan Metode A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Mei-Juli 2011 yang dilakukan di LPPT UGM Yogyakarta. B. Bahan Penelitian Sampel yang digunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Rice Tungro Virus (RTV)

TINJAUAN PUSTAKA. Rice Tungro Virus (RTV) 4 TINJAUAN PUSTAKA Rice Tungro Virus (RTV) Partikel Rice Tungro Virus (RTV) Penyakit tungro disebabkan oleh infeksi komplek dua jenis virus yaitu rice tungro bacilliform badnavirus (RTBV) dan rice tungro

Lebih terperinci

HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA

HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Yurista Sulistyawati BPTP Balitbangtan NTB Disampaikan dalam Workshop Pendampingan UPSUS Pajale, 18 April 2017 PENDAHULUAN Provinsi NTB: Luas panen padi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Grist (1960), tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan Speciesnya adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fitoplasma pada Tanaman Sumber Inokulum Sumber inokulum yang digunakan dalam uji penularan adalah tanaman kacang tanah yang menunjukkan gejala penyakit sapu yang berasal dari

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN IV (ISOLASI RNA DARI TANAMAN) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI RNA DARI TANAMAN TUJUAN Tujuan

Lebih terperinci

KEBUGARAN PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA BERBAGAI VARIETAS INANG PADI, ASAL POPULASI LABORATORIUM DAN LAPANG FITRINNISYA

KEBUGARAN PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA BERBAGAI VARIETAS INANG PADI, ASAL POPULASI LABORATORIUM DAN LAPANG FITRINNISYA KEBUGARAN PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA BERBAGAI VARIETAS INANG PADI, ASAL POPULASI LABORATORIUM DAN LAPANG FITRINNISYA PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

(HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT

(HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT TANGGAP FUNGSIONAL PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis REUTER (HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens STÅL. (HEMIPTERA: DELPHACIDAE) RITA OKTARINA DEPARTEMEN PROTEKSI

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family Oryzoideae dan Genus Oryza. Organ tanaman padi terdiri atas organ vegetatif dan organ generatif.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Cymbidium Mosaik Virus (CyMV) PADA TANAMAN ANGGREK FITRI MENISA

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Cymbidium Mosaik Virus (CyMV) PADA TANAMAN ANGGREK FITRI MENISA DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Cymbidium Mosaik Virus (CyMV) PADA TANAMAN ANGGREK FITRI MENISA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRAK FITRI MENISA. Deteksi dan Identifikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: Divisi Kelas Subkelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Tanjung Priok Wilayah Kerja Bogor, mulai bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012. Bahan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

KERAGAMAN GEN PROTEIN SELUBUNG ISOLAT RICE TUNGRO BACILLIFORM TUNGROVIRUS

KERAGAMAN GEN PROTEIN SELUBUNG ISOLAT RICE TUNGRO BACILLIFORM TUNGROVIRUS KERAGAMAN GEN PROTEIN SELUBUNG ISOLAT RICE TUNGRO BACILLIFORM TUNGROVIRUS (RTBV) DAN RICE GRASSY STUNT TENUIVIRUS (RGSV) DARI BEBERAPA KABUPATEN DI PULAU JAWA DWI ASTUTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total

II. TINJAUAN PUSTAKA. Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stall) Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total pada tanaman padi (hopperburn) sebagai akibat dari hilangnya

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih BAHAN DAN METODE Ruang Lingkup Penelitian Penelitian tentang penapisan galur-galur padi (Oryza sativa L.) populasi RIL F7 hasil persilangan varietas IR64 dan Hawara Bunar terhadap cekaman besi ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting

I. PENDAHULUAN. Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting terutama daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini dapat digunakan sebagai bahan bumbu masak (rempah-rempah),

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Isolasi Aktinomiset

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Isolasi Aktinomiset BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Penanaman Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Penanaman Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green House dan Laboratorium Genetika dan Molekuler jurusan Biologi Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Data pengamatan tinggi tanaman padi (cm) pada umur 3 MST pada P0V1 60.90 60.33 59.33 180.57 60.19 P0V2 53.33 59.00 58.33 170.67 56.89 P0V3 62.97 61.33 60.97 185.27 61.76 P1V1 61.57 60.03 59.33

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI DNA SEL MUKOSA

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and 23 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI), Jl. Salemba

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

KETAHANAN BEBERAPA GALUR DAN VARIETAS PADI (Oryza Sativa L.) TERHADAP SERANGAN VIRUS TUNGRO

KETAHANAN BEBERAPA GALUR DAN VARIETAS PADI (Oryza Sativa L.) TERHADAP SERANGAN VIRUS TUNGRO Jurnal HPT Volume 2 Nomor 3 Agustus 2014 ISSN : 2338 4336 KETAHANAN BEBERAPA GALUR DAN VARIETAS PADI (Oryza Sativa L.) TERHADAP SERANGAN VIRUS TUNGRO Samsul Huda Asrori, Tutung Hadiastono, Mintarto Martosudiro

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A34403066 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT

INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens Stål. (HEMIPTERA: DELPHACIDAE) DENGAN KEPIK PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis Reuter. (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA PADI VARIETAS CIHERANG ZULFIRMAN

Lebih terperinci

Peranan Vektor Dan Sumber Inokulum Dalam Perkembangan Tungro Intisari Tungro merupakan penyakit virus penting pada padi yang ditularkan oleh wereng hijau dan wereng sigsag. Virus tungro maupun vektornya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

PENGARUH CENDAWAN ENTOMOPATOGEN

PENGARUH CENDAWAN ENTOMOPATOGEN PENGARUH CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Verticillium lecanii DAN Beauveria bassiana TERHADAP KEMAMPUAN Nephotettix virescens Distant (HEMIPTERA: CICADELLIDAE) DALAM MENULARKAN VIRUS TUNGRO FAUSIAH T. LADJA SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2006 sampai dengan bulan April 2007. Penelitian dilakukan di rumah kaca, laboratorium Biologi Molekuler Seluler Tanaman, dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu penanaman padi dan analisis fisiologi dan marka molekuler. Penanaman padi secara gogo pada tanah masam dilakukan di rumah kaca Cikabayan

Lebih terperinci

DETEKSI KERAGAMAN VIRUS TUNGRO DARI BEBERAPA DAERAH ENDEMIS DI INDONESIA DENGAN TEKNIK PCR-RFLP

DETEKSI KERAGAMAN VIRUS TUNGRO DARI BEBERAPA DAERAH ENDEMIS DI INDONESIA DENGAN TEKNIK PCR-RFLP Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 15, No. 1, 2009: 29 38 DETEKSI KERAGAMAN VIRUS TUNGRO DARI BEBERAPA DAERAH ENDEMIS DI INDONESIA DENGAN TEKNIK PCR-RFLP DETECTION OF VARIABILITY IN RICE TUNGRO

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai 77 PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai Varietas cabai yang tahan terhadap infeksi Begomovirus, penyebab penyakit daun keriting kuning, merupakan komponen utama yang diandalkan dalam upaya pengendalian

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan Februari-Juli 2016. Percobaan dilakukan di Rumah Kaca dan laboratorium Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah berlangsung sejak bulan Januari 2012 - Juli 2012 di Laboratorium Mikrobiologi, Lab. Optik, Lab. Genetika dan Lab. Biologi Molekuler Jurusan

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH 62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci