DIFERENSIASI EMPAT ISOLAT RICE TUNGRO BACILLIFORM BADNAVIRUS DENGAN PCR-RFLP. Oleh: ARFIANIS A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DIFERENSIASI EMPAT ISOLAT RICE TUNGRO BACILLIFORM BADNAVIRUS DENGAN PCR-RFLP. Oleh: ARFIANIS A"

Transkripsi

1 DIFERENSIASI EMPAT ISOLAT RICE TUNGRO BACILLIFORM BADNAVIRUS DENGAN PCR-RFLP Oleh: ARFIANIS A PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 ABSTRAK ARFIANIS. Diferensiasi empat isolat rice tungro bacilliform badnavirus dengan PCR-RFLP. Dibimbing oleh ENDANG NURHAYATI. Kehadiran rice tungro bacilliform badnavirus (RTBV) yang dibantu oleh rice tungro spherical waikavirus (RTSV) pada tanaman padi menyebabkan gejala penyakit tungro yang berat. Beberapa isolat RTBV dilaporkan mempunyai keragaman genetik yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk membedakan empat isolat RTBV dari beberapa daerah endemik tungro di Jawa Barat dengan teknik PCR-RFLP. Penelitian ini dila kukan di Rumah Kaca Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor, pada November 2005 sampai Januari Empat isolat virus tungro diambil dari daerah endemik tungro di Jawa Barat yaitu: Cianjur, Kuningan, Purwakarta, dan Bogor. Perbanyakan virus tungro dilakukan pada tanaman padi varietas IR64 dengan inokulasi menggunakan vektor Nephotettix virescens Distant (Homoptera: Cicadellidae). Tanaman yang menunjukkan gejala penyakit tungro umur hari setelah inokulasi dipanen. DNA total tanaman terinfeksi virus tungro diekstraksi dan gen protein selubung RTBV diamplifikasi menggunakan sepasang primer spesifik RTBV-2L dan RTBV-2R. Hasil amplifikasi dipotong dengan 3 enzim restriksi yaitu EcoRV, PstI, dan BclI. Tanaman padi dengan gejala daun kuning sampai orange yang diambil dari pertanaman padi milik petani di Cianjur, Kuningan, Purwakarta dan Bogor ini terinfeksi RTBV. Dengan teknik PCR-RFLP empat isolat RTBV di Jawa Barat tersebut menunjukkan keragaman pada gen protein selubungnya. Kata kunci: rice tungro bacilliform badnavirus, differensiasi, PCR-RFLP

3 DIFERENSIASI EMPAT ISOLAT RICE TUNGRO BACILLIFORM BADNAVIRUS DENGAN PCR-RFLP Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: Arfianis A PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

4 Judul Nama NRP : DIFERENSIASI EMPAT ISOLAT RICE TUNGRO BACILLIFORM BADNAVIRUS DENGAN PCR-RFLP : ARFIANIS : A Menyetujui, Pembimbing Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS. NIP: Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M.Agr. NIP: Tanggal Lulus : 1 Februari 2006

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lintau Buo, Sumatera Barat pada tanggal 10 Oktober Penulis adalah putri tunggal dari pasangan Bapak Kamarudin dan Ibu Nurhayati. Tahun 2001 penulis menamatkan Sekolah Menengah Umum Negeri I Lintau Buo dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB). Penulis memilih Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama kuliah penulis memiliki pengalaman organisasi sebagai anggota Korp Sukarela PMI Unit I IPB tahun 2001, pengurus Lingkar Studi Muslim HPT IPB 2002, pengurus Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) 2003, pengurus Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Minangkabau (IPMM) Bogor dan Ikatan Mahasiswa Lintau Buo (IMLB) Bogor Penulis juga menjadi tim pengajar TPA Almalikussaleh Cimahpar-Bogor 2001, asisten matakuliah Dasar-dasar Perlindungan Tanaman 2003; Dasar-dasar Perlindungan Tanaman 2004; Virologi Tumbuhan 2004; Pengendalian Hayati dan Pengelolaan Habitat Penulis juga menjadi Senior Resident di Asrama TPB IPB

6 PRAKATA Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah Subhanahuwata ala yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-nya sehingga laporan tugas akhir ini dapat diselesaikan. Laporan tugas akhir ini merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Ins titut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan pada November 2005 sampai Januari 2006, dengan judul Diferensiasi empat isolat rice tungro bacilliform badnavirus dengan PCR-RFLP. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Endang Nur hayati, MS. sebagai dosen pembimbing utama tugas akhir atas bantuan, waktu, masukan dan saran yang diberikan, serta Dr. Ir. Hermanu Triwidodo MSc. sebagai dosen penguji tamu atas kritik dan sarannya demi perbaikan laporan ini. Terima kasih juga ditujukan kepada Ir. Djoko Prijono, MAgrSc. yang telah memberikan bimbingan untuk penulisan laporan tugas akhir pada mata kuliah Teknik Penyajian Ilmiah. Terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Kikin H Mutaqin MSc. atas saran dan bantuannya mendokumentasikan hasil penelitian ini. Kepada seluruh staf pengajar pada Departemen Proteksi Tanaman penulis ucapkan terima kasih atas ilmu dan bimbingan yang diberikan selama menuntut ilmu di Departemen Proteksi Tanaman. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Ayah dan Bundaku tercinta yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan selama melaksanakan pendidikan. Terima kasih juga kepada teman-teman di Departemen Proteksi Tanaman dan teman-teman Senior Recident Asrama TPB IPB yang selalu setia memberikan bantuan, semangat, dan nasehat selama pelaksanaan tugas akhir. Terima kasih juga disampaikan kepada anggota laboratorium Virologi Tumbuhan (Mbak Tuti, Bapak Edi, Mas Supri) yang selalu membantu dalam pelaksanaan penelitian. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan laporan tugas akhir ini. Akhirnya semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi siapa pun yang membutuhkan. Bogor, Februari 2006 Arfianis

7 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 3 Manfaat Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Tanaman Padi... 4 Botani dan Morfologi Padi... 4 Taksonomi Padi... 5 Varietas Padi... 5 Penyakit Tungro... 7 Sejarah Penyakit Tungro... 7 Gejala Penyakit Tungro... 8 Virus Tungro... 9 Penularan Virus Tungro Keragaman RTBV Polymerase Chain Reaction Restriction Fragment Length Poly morphism (PCR-RFLP) BAHAN DAN METODE Te mpat dan Waktu Penelitian Persiapan Tanaman Padi Perbanyakan Massal Wereng Hijau Isolat Virus Tungro Perbanyakan Virus Tungro Deteksi RTBV Menggunakan Teknik PCR Ekstraksi DNA Total RTBV Amplifikasi Gen Protein Selubung RTBV Pemotongan DNA RTBV dengan Enzim Restriksi Elektroforesis dan Visualisasi i ii

8 HASIL DAN PEMBAHASAN Isolat Virus Tungro Deteksi RTBV dengan Teknik PCR Diferensiasi RTBV dengan Teknik PCR-RFLP KESIMPULAN dan SARAN DAFTAR PUSTAKA... 28

9 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kerusakan lahan pertanaman padi akibat penyakit tungro di Indonesia pada tahun Ukuran fragmen DNA yang terbentuk pada pemotongan gen protein selubung RTBV dengan enzim EcoRV, PstI dan BclI... 24

10 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Gejala penyakit tungro pada daun tanaman padi Gambaran skematik genom RTBV, polyprotein P3 dan coat protein Serangga vektor virus tungro N. Virescens Ukuran fragmen yang terbentuk pada pemotongan gen protein selubung empat strain RTBV dari Philipina menggunakan enzim EcoRV, PstI, BclI (analisis restriksi dengan Program Primer Premier 5 (Premier Biosoft International 2004) Visualisasi amplifikasi gen protein selubung empat isolat RTBV di Jawa Barat dengan PCR menggunakan primer RTBV-2R dan RTBV-2L Visualisasi PCR-RFLP gen protein selubung empat isoalt RTBV di Jawa Barat dengan enzim EcoRV, Pst1 dan BclI... 23

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit tungro adalah penyakit virus terpenting pada padi di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Penyakit tungro dilaporkan selalu terjadi di Bangladesh, China, India, Indonesia, Malaysia, Nepa l, Pakistan, Philipina, Sri Lanka, dan Thailand (Hibino 1987). Penyakit ini merupakan salah satu faktor yang membatasi produksi padi di kawasan tersebut, dan menyebabkan kehilangan hasil 1,5 milyar dolar AS (Herdt 1988 dalam Dahal et al. 1992). Penyakit tungro terdeteksi di Indonesia untuk pertama kalinya pada tahun Beberapa tahun kemudian penyakit tersebut terus meningkat. Selama periode 15 tahun, total kerugian tercatat lebih dari 89 milyar dolar AS. Puncak kerugian terjadi antara 1970 dan 1973 sebesar 42 milyar dolar AS (Jumanto & Tantera 1987). Hasanuddin et al. (1999) juga melaporkan kehilangan hasil akibat penyakit tungro diperkirakan hampir 25 milyar rupiah pada tahun Di Indonesia, endemik tungro dilaporkan terjadi di Gianyar-Bali, Tanggul- Jawa Timur, Klaten-Jawa Tengah, Tanjungsiang-Jawa Barat, Mataram-NTB, dan Lanrang-Sulawesi Selatan (Widiarta & Daradjat 2000). Di Bogor (Situgede dan pertanaman padi sekitarnya) juga ditemukan endemik tungro yang terjadi tiap tahun, namun belum banyak penelitian yang melaporkannya. Penyakit tungro di Jawa Barat juga ditemukan di Purwakarta, Cianjur, Sukabumi, dan Bogor (Hasanudin et al dalam Widiarta 2005). Tungro merupakan penyakit yang disebabkan oleh gabungan rice tungro bacilliform badnavirus (RTBV) dan rice tungro spherical waikavirus (RTSV). Kedua virus ditularkan secara semipersisten oleh wereng hijau, terutama Nephotettix virescens Distant. RTBV tidak bisa ditularkan sendiri oleh wereng hijau dan membutuhkan bantuan RTSV dalam penularannya. RTSV menyebabkan gejala tungro yang ringan sedangkan RTBV menyebabkan gejala tungro yang berat (Hibino et al dalam Hibino et al. 1979). Populasi RTBV secara genetik bervariasi di lapangan. Dari dua musim tanam ditunjukkan bahwa populasi RTBV bertahan dan berbagai macam kelompok berkembang secara terus-menerus. Lebih dari satu isolat RTBV bisa

12 ditemukan dalam satu lokasi. Isolat tunggal dari suatu lokasi tidak selalu mewakili dan spesifik lokasi tersebut (Arboleda et al. 1999). Menurut Cabauatan et al. (1995) RTBV memberikan gejala berbeda pada kultivar padi berbeda. Empat strain RTBV yang didesainnya yaitu strain G1,G2, Ic, dan L dapat dilihat dari gejala tungro yang berbeda pada varietas padi TN1 dan FK135. Pembedaan strain virus tungro seperti yang dilakukan Cabauatan et al. (1995) diatas adalah dengan memisahkan RTBV dan RTSV, kemudian membandingkan gejala dan infektivitas pada kultivar padi berbeda. Pembedaan strain virus tungro dengan melihat gejala yang ditimbulkan sangat menyulitkan, memakan waktu, dan tidak praktis, apalagi bila jumlah isolat virus tungro sangat banyak (Dahal et al. 1992). Cabauatan et al. (1998) membedakan strain G1,G2, Ic, dan Ldengan analisis restriction fragment length polymorphism (RFLP) pada tingkat genomnya. RFLP ada lah salah satu cara alternatif untuk membedakan strain RTBV dan memperlihatkan keragamannya. Analisis RFLP adalah alat yang sensitif dan akurat untuk memperlihatkan perbedaan ciri molekuler dan persamaan antar strain dari organisme yang sama (Cabauatan et al. 1998). Penggunaan RFLP untuk membedakan virus yang termasuk group badnavirus memiliki keterbatasan karena DNA virus berasosiasi dengan jaringan tanaman terinfeksi, seperti yang terjadi pada cauliflower mosaic virus (CaMV). Caulimovirus dan RTBV termasuk dalam group yang sama yaitu group badnavirus (Hull & Covey 1983 dalam Cabauatan et al. 1998). Oleh karena itu analisis RFLP memerlukan persiapan ekstraksi DNA dari jaringan tanaman yang terinfeksi, yang memungkinan pola retriksi yang beragam (Cabauatan et al. 1998). Suprihanto (2005) membedakan delapan isolat RTBV di Indonesia dengan PCR-RFLP. Cara ini merupakan gabungan teknik PCR dan RFLP. Hal ini lebih memudahkan karena analisis RFLP tidak dilakukan terhadap genom RTBV tetapi molekul DNA hasil PCR. DNA hasil PCR hanya berupa suatu fragmen DNA pada posisi tertentu. Hal ini diperoleh karena teknik PCR mampu mengenali dan memperbanyak fragmen DNA pada sasaran tertentu walaupun dalam konsentrasi yang sangat rendah (Taylor 1999 dalam Mutaqin 2000).

13 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari keragaman isolat RTBV dari empat kabupaten di Jawa Barat yaitu Cianjur, Kuningan, Purwakarta, dan Bogor dengan metode PCR-RFLP. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diketahui keragaman isolat RTBV yang diperoleh dari empat daerah endemik tungro di Jawa Barat yaitu Cianjur, Kuningan, Purwakarta, dan Bogor. Kemudian keragaman ini dapat dibandingkan dengan isolat RTBV dari daerah lain yang telah diteliti di Indonesia. Berdasarkan analisis ini akan diketahui keragaman dan hubungan kekerabatan RTBV di Indonesia untuk pengambilan tindakan pengendaliannya.

14 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi Padi adalah tanaman pangan dan makanan pokok utama bagi lebih dari sepertiga penduduk dunia. Dari semua padi yang diproduksi dan dikonsumsi lebih dari 90% terpusat di Asia. Kira-kira 20 spesies padi tersebar di daerah tropik Afrika Selatan, Asia Tenggara, China Selatan, Amerika Tengah dan Amerika Selatan (De Datta 1981). Tanaman ini diduga berasal dari daerah sebelah barat pegunungan Himalaya di India. Hal ini terbukti dengan adanya sifat-sifat khas pada varietasvarietas padi yang ditanam di negara tersebut, seperti gabah yang kasar dan malai yang mudah rontok. Sifat-sifat tersebut menunjukka n unsur-unsur primitif tanaman padi (Siregar 1989). Hubungan antara padi dan faktor lingkungan, dan antar faktor lingkungan dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman padi. Faktor -faktor lingkungan tersebut adalah faktor fisik seperti tanah, iklim, faktor sarana produksi seperti pupuk dan pestisida yang diberikan oleh manusia dan faktor biotik seperti serangga, bakteri, cendawan, virus, dan lain-lain. Pada keadaan tertentu satu faktor lebih dominan pengaruhnya dari faktor -faktor lainnya sehingga dapat mengakibatkan timbulnya penyakit (Siregar 1989). Botani dan Morfologi Padi Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman yang mempunyai batang yang beruas-ruas. Tanaman ini bersifat merumpun yaitu dari satu bibit yang ditanam akan membentuk satu rumpun dengan anakan atau lebih. Padi tergolong tanaman semusim dengan bentuk batang bulat dan berongga, daun memanjang seperti pita yang berdiri pada ruas-ruas batang dan mempunyai sebuah malai yang terdapat pada ujung batang. Bagian-bagian tanaman dapat dibagi menjadi dua yaitu bagian vegetatif dan generatif. Bagian vegetatif meliputi akar, batang, dan daun. Bagian generatif terdiri dari malai, gabah, dan bunga (Siregar 1989). Batang tanaman padi tersusun atas beberapa ruas. Ruas -ruas itu merupakan bubung kosong yang pada kedua ujung bubung ditutupi oleh buku.

15 Panjang ruas tidak sama, ruas terpendek terdapat pada pangkal batang. Ruas kedua, ketiga dan seterusnya lebih panjang daripada ruas yang didahuluinya. Pada buku bagian bawah dari ruas tumbuh daun pelepah yang membalut ruas sampai buku bagian atas. Tepat pada buku bagian atas ujung dari daun pelepah memperlihatkan percabangan dimana cabang yang terpendek menjadi lidah daun (ligula), dan bagian yang terpanjang dan terbesar menjadi kelopak. Di dekat lidah daun dan daun kelopak terdapat dua embel sebelah kiri dan kanan yang disebut auricle. Daun kelopak yang membalut ruas yang paling atas dari batang umumnya disebut daun bendera (flag-leaf). Tepat di dekat lidah daun dan daun bendera muncul ruas yang menjadi bulir padi. Bulir terdiri dari ruas-ruas yang pendek. Pada tiap ruas sebelah kiri dan kanannya timbul cabang-cabang bulir, dan pada ujung tiap-tiap cabang bulir terdapatlah bunga padi (Siregar 1989). Taksonomi Padi Padi (Oryza sativa L.) merupakan tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) dengan urutan secara taksonomi: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Class : Liliopsida (Monocotyledons) Subclass : Commelinidae Order : Cyperales Family : Poaceae Genus : Oryza L. Spesies : Oryza sativa L. Varietas Padi Padi memiliki beberapa varietas yang resisten, moderat (intermediet), dan rentan terhadap hama dan penyakit. Varietas padi yang resisten terhadap penyakit tungro antara lain Asahan, Brantas, Citarum, Sadang, Cimanuk, Ciliwung, Barumun, Censanae, Lariang, Bengawan Solo, Batang Agam, PB26, PB28, PB32,

16 PB34, PB42, PB50, PB52, PB54, PB56, IR46, IR48, IR66, IR68, dan IR74. Di antara varietas-varietas ini ada juga yang tahan terhadap wereng hijau (Semangun 2000). Varietas padi yang juga resisten terhadap penyakit tungro adalah Bondoyudo, Kalimas, Tukad Balian, Tukad Unda, dan Tukad Petanu Dilihat dari keberadaan tungro, skala keparahan gejala, dan penggolongan kesesuaian varietas diketahui bahwa varietas Tukad Petanu paling tahan, tetapi sebaliknya varietas Tukad Unda paling rentan di antara kelima varietas yang telah dilepaskan (Widiarta et al dalam Suprihanto 2005). Varietas yang tahan terhadap wereng hijau antara lain yaitu varietas IR60, IR62, IR66, IR70, IR72, dan IR74, tetapi varietas ini tidak tahan terhadap virus tungro (Chancellor et al. 1999). Varietas intermediet tungro seperti Utri Rajapan (Cabauatan et al. 1995), sedangkan varietas resisten moderat terhadap wereng hijau adala h IR26 dan IR36 (Dahal et al. 1997). Taichung Native 1 ( TN1). Salah satu peristiwa yang penting dalam sejarah peningkatan varietas padi adalah pengembangan dari varietas semidwarf indica yang mampu memberikan hasil tinggi. Padi varietas TN1 adalah hasil dari persilangan dari padi varietas Dee-Geo-Woo-Gen dan Tsai-Yuan-Chung yang dibuat pada 1949 oleh pemulia tanaman di Taichung District Agricultural Improvement Station, Taiwan. Asal dari varietas semidwarf Dee-geo-woo-gen tidak diketahui, walaupun sebena rnya dikembangkan oleh petani Taiwan sebelum tahun 1951 (Huang 1956 dalam De Datta 1981). TN1 adalah varietas padi yang rentan terhadap virus tungro dan wereng hijau (Cabauatan et al. 1995; Dahal et al. 1997). IR64. Varietas padi IR64 memiliki anakan produktif yang cukup banyak dengan tinggi tanaman ± 85 cm, dan merupakan padi tipe indica. IR64 merupakan varietas padi yang dikeluarkan IRRI ( ) dengan masa berbunga 87 hari, waktu matang yang cepat yaitu 116 hari. Meskipun varietas padi ini resisten wereng hijau namun memiliki kerentanan terhadap virus tungro (Hibino 1987).

17 Penyakit Tungro Sejarah Penyakit Tungro Penyakit tungro di Indonesia dikenal dengan beberapa nama seperti Mentek di Sumatera Selatan, penyakit Habang di Kalimantan, Cella pance di Sulawesi Selatan (Tantera 1982). Penyakit tungro dikenal dengan nama penyakit merah di Malaysia, accep na pula di Philipina, dan yellow orange leaf di Thailand (Ling 1972). Frekuensi dan intensitas kejadian tungro mengalami penurunan pada akhir 1960-an dan pertengahan 1970-an. Namun, penyakit ini mendapat perhatian serius di daerah endemik seperti Indonesia dan Philipina, dan secara periodik muncul sebagai masalah penting di India dan Bangladesh (Azzam & Chancellor 2002). Tabel 1 Kerusakan lahan perta naman padi akibat penyakit tungro di Indonesia pada tahun Tahun Lokasi Luas (Ha) Kalimantan, Lampung, Sumatera Kalimantan Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Selatan Bali Sulawesi Selatan Bali, Jawa, Sumatera Sulawesi Selatan Bali, Jawa, Sumatera, Kalimantan, Irian Jaya Jawa Tengah Sumber: (Manwan et al. 1987; Azzam & Chancellor 2002)

18 Gejala Penyakit Tungro Penyakit tungro sangat mudah dikenali dengan ciri utama yaitu perubahan warna daun. Warna daun berubah menjadi kuning, dan sering terdapat karat berwarna coklat. Gejala penyakit tungro pada tanaman padi juga ditunjukkan oleh anakan yang berkurang, tanaman kerdil, pemunculan malai tertahan, gabah kecokelatan karena pengisian tidak sempurna. Gejala penyakit ini dapat bervariasi tergantung varietas dan lokasi (Ling 1972; Tantera 1982; Suparyono et al. 2003). Penguningan daun terjadi dengan kisaran warna dari kuning terang sampai orange atau coklat, biasanya dimulai dari ujung daun (Gambar 1). Daun muda sering menunjukkan be lang atau mempunyai strip hijau dan putih yang berbatasan dan memanjang sejajar tulang daun (Suparyono et al. 2003). Pada daun yang kuning berkembang bintik-bintik yang berwarna coklat gelap tidak beraturan dan kadang-kadang pada daun hijau khususnya bila infeksi terjadi pada bibit muda. Daun tanaman padi terinfeksi tungro kadang terlihat ramping menggulung keluar dan seperti spiral (Ling 1972). Tanaman padi terinfeksi tungro menjadi sangat kerdil, pelepah dan helai daun mengecil. Derajat kekerdilan tanama n tergantung pada varietas padi yang ditanam. Ukuran kekerdilan akan menurun tajam dengan meningkatnya umur tanaman pada saat terjadi infeksi. Semakin tua tanaman saat terjadi infeksi maka reduksi ukuran tanaman yang terjadi akan semakin rendah. Semakin muda umur tanaman yang terinfeksi maka reduksi tanaman akan semakin tinggi (Ling 1972). Penurunan jumlah anakan sangat tinggi bila infeksi terjadi pada stadium pertumbuhan sangat awal. Jumlah anakan tanaman padi dipengaruhi umur dan mungkin akan meningkat bila infeksi setelah tanaman berumur lebih dari satu bulan. Namun jumlah anakan akan tetap sedikit jika selama infeksi terjadi, stadium petumbuhan terhambat (Ling 1972). Tanaman padi terinfeksi tungro sangat lama umurnya sampai bulir matang karena adanya penundaan pembungaan. Panikel selalu kecil, steril dan tidak berkembang sempurna. Bulir sering ditutupi bintik -bintik berwarna coklat yang lebih gelap daripada tanaman sehat. Hasil yang rendah diakibatkan bulir yang sangat kecil per tanaman. Kualitas bulir tidak konsisten dan secara mencolok

19 berbeda dengan tanaman sehat. Persentase protein beras yang terdiri dari amilosa dan gelatin mengalami penurunan (Ling 1972). Perkembangan akar sangat kurang, tanaman padi mungkin mati tetapi biasanya hidup sampai tua. Pada beberapa varietas padi gejala infeksi mungkin tertutup secara sempurna setelah periode pertumbuhan tertentu. Kemudian mungkin tanaman padi menunjukkan gejala lagi pada anakan atau tetap tidak menimbulkan gejala (Ling 1972). Orange Hijau Kuning terang Gambar 1 Gejala penyakit tungro pada daun tanaman padi. Warna daun menjadi kuning dimulai dari ujung dan tepi daun sampai ke tulang daun. Warna kuning daun berkisar antara kuning terang sampai orange (Suparyono et al. 2003). Virus Tungro Penyakit tungro disebabkan oleh dua jenis virus yaitu rice tungro bacilliform badnavirus (RTBV) dan rice tungro spherical waikavirus (RTSV) (Hibino et al. 1979). Kedua virus tersebut tidak mempunyai hubungan kekerabatan, sebab keduanya dapat hidup dalam satu sel tanpa menimbulkan efek proteksi silang (Tantera 1982). Kedua virus hidup bebas di dalam tanaman padi, RTSV terbatas hanya di floem sedangkan RTBV terdapat pada xylem dan floem (Azzam & Chancellor 2002). Menurut Hibino (1987) partikel virus tungro ditemukan di daun, akar, jaringan parenkim, floem, dan sitoplasma. Badan inklusi tidak ada pada sel terinfeksi dan perubahan seluler lain yaitu adanya akumulasi pati. Kedua virus mungkin terdapat secara bersamaan di dalam sel tanaman terinfeksi dan mungkin juga hanya terdapat RTBV atau RTSV saja. RTBV merupakan pararetrovirus kelompok virus DNA, memiliki genom DNA untai ganda (double stranded), termasuk famili Caulimoviridae, dan genus

20 Badnavirus. Genus ini memiliki partikel yang berbentuk batang dan tidak beramplop. Partikel virus ber ukuran panjang nm, dan lebar nm (Hull 1996). Asam nukleat RTBV adalah DNA utas ganda dan bulat lebih kurang 8 kb (kilo base). Asam nukleat tersebut mengandung dua daerah yang tidak bersambung yang merupakan hasil dari proses replikasi oleh reverse transcriptace dan empat open reading frames (ORFs) (Gambar 2). ORF1 mengkode protein pada 24 kda (P1) dan ORF4 pada 46 kda (P4), fungsi dari keduanya belum diketahui. ORF2 mengkode protein pada 12 kda (P2) yang fungsinya juga belum diketahui secara pasti. ORF3 mengkode poliprotein P194 yang mempunyai fungsi berhubungan dengan coat protein virus (37 kda), aspartated protease, reverse transcriptase, movement protein dan ribonuclease H (Hull 1996; Herzog et al. 2000). RTSV termasuk kelompok virus RNA yang beruntai tunggal (single stranded), famili Sequiviridae dan genus Waikavirus. RTSV memiliki partikel isometrik dengan diameter 30 nm (Hibino 1987). Genom RNA RTSV kira-kira 11 kb dan protein selubungnya terbentuk dari dua jenis molekul protein (Agrios 1997). Penularan Virus Tungro Virus tungro ditularkan secara semipersisten oleh wereng hijau (Nephotettix spp.). Wereng hijau adalah vektor virus tungro yang sangat penting, karena memiliki inang yang sama dengan virus tungro yaitu padi (Siwi et al. 1987). Serangga ini menahan virus tungro selama 3-5 hari, dan tidak menunjukkan periode laten (Hibino et al. 1979). Wereng hijau dapat menularkan virus tungro pada fase nimfa, imago jantan maupun betina, namun tidak bisa melalui telur. Faktor lain seperti ta nah, air, polen dan biji padi tidak dapat menularkan virus tungro. Virus tungro juga tidak dapat ditularkan melalui inokulasi mekanis atau kontak antar tanaman (Hibino 1987). Beberapa spesies wereng hijau yang dapat menularkan virus tungro antara lain yaitu N. virescens, N. nigropictus, Recilia dorsalis, N. cinticeps, N.

21 malayanus, N. parvus (Hibino 1987; Ling 1972). Efisiensi penularan virus tungro tergantung pada spesies vektor tersebut dan populasinya (Hibino 1987). C CP 1497 bp Gambar 2 Gambaran skematik genom RTBV, polyprotein P3 dan gen protein selubung. (A) Organisasi genome RTBV. DNA RTBV digambarkan oleh dua garis tipis dengan dua daerah tidak bersambungan (putus) ( 1 and 2). Anak panah tebal diluar menggambarkan DNA empat gen virus ini (I, II, III, dan IV). Pregenomic RNA ditunjukkan sebagai suatu anak panah tipis di sebelah dalam DNA. (B) Polyprotein P3. Lokasi dari domain-domain tersebut berhubungan dengan movement protein (MP), coat protein (CP), aspartic protease (PR), reverse transcriptase (RT), dan RNase H (RH) dalam P3. Fungsi domain yang tidak diketahui ditandai dengan tanda tanya. Posisi daerah pemotongan dicirikan oleh garis vertikal dan anak panah. Dugaan daerah potongan yang lain disimbolkan oleh garis zigzag dan tanda tanya. Posisi ujung amino dan karboksi dari protein selubung (p37) dan RT (p55 and p62) telah ditandai. Lingkaran bulat menunjukkan posisi dari zinc finger motif dalam coat protein (Herzog et al dalam Suprihanto 2005). (C Gen coat protein RTBV yang di amplifikasi dengan primer RTBV-2R dan RTBV-2L. bp = base pair

22 A B Gambar 3 Serangga vektor virus tungro N. virescens (A) Imago, (B) Nimfa. RTBV tidak bisa ditularkan sendiri oleh wereng hijau dan membutuhkan bantuan RTSV dalam penularannya. Wereng hijau makan pada tanaman terinfeksi RTBV dan RTSV kemudian menularkan keduanya atau salah satu dari keduanya ke tanaman lain yang sehat. Meskipun penularan dari tanaman terinfeksi RTBV saja tidak bisa terjadi tapi RTSV dapat ditularkan secara berulang ole h wereng hijau yang makan pada tanaman terinfeksi RTSV saja (Cabunagan et al.1987). Pada padi terinfeksi virus tungro RTBV berperan besar menginduksi gejala yellowing dan redening daun, serta pengkerdilan, sedangkan RTSV berperan dalam penularan kedua mac am virus melalui wereng hijau (Dahal et al. 1990). Keragaman RTBV Pengetahuan tentang keragaman virus tungro penting untuk melakukan pengembangan perlindungan non konvensional dengan menggunakan padi resisten tungro. Pengetahuan tentang keragaman virus tungro menyangkut faktor yang mempengaruhi terbentuknya keragaman tersebut. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya keragaman virus tungro antara lain kombinasi infeksi virus, keragaman populasi wereng hijau, kondisi pertumbuhan dan jenis yang berbeda dari kultivar padi, keragaman isolat virus tungro (strain) (Dahal et al. 1992). Diagnosis untuk memperlihatkan keragaman virus tungro telah dilakukan dengan melihat gejala dan analisis RFLP pada isolat dari Philippina dan

23 Indonesia. Dari diagnosis tersebut diper oleh pengetahuan bahwa virus tungro memiliki perbedaan pada setiap lokasi. Populasi virus tungro secara geografi dilaporkan hanya stabil pada periode waktu tertentu. Ini menunjukkan bahwa virus tungro memberikan respon yang berbeda terhadap perubahan lingkungan dan inang. Studi lingkungan menunjukkan bahwa pada satu lokasi virus tungro yang memiliki keragaman secara genetik dan biologi dapat hidup berdampingan (Azzam & Chancellor 2002). Cabauatan et al. (1995) melaporkan keragaman empat strain RTBV (G1,G2, Ic, dan L) dari Philipina berdasarkan gejala yang berbeda pada varietas padi FK135 dan TN1. Pada varietas padi FK135 strain Ic menyebabkan tanaman sangat kerdil, pembentukan anakan terhambat, penyempitan daun, penguningan helaian daun, klorosis jaringan tulang daun. Strain G1 dan G2 hanya menyebabkan kekerdilan yang ringan dan daun-daun masih hijau normal. Pada varietas padi TN1, strain G1 dan Ic menyebabkan kekerdilan yang ringan namun tidak ada perubahan warna daun, strain G2 menyebabkan kekerdilan yang berat dan perubahan warna menjadi kuning atau orange, sama dengan yang disebabkan strain L. Jadi strain G1 dan Ic dapat dibedakan dengan reaksinya pada padi kultivar FK135, sedangkan strain G1 dan G2 bisa dibedakan pada varietas padi TN1 (Cabauatan et al. 1995). Uji RFLP terhadap genom empat strain RTBV diatas menunjukkan pola RFLP yang beragam. Strain G1 dan Ic menunjukkan pola RFLP yang sama bila dipotong dengan enzim PstI, BamHI, EcoRI, dan EcoRV. Berbeda dengan strain G2 dan L yang dipotong dengan EcoRI dan EcoRV (Cabauatan et al. 1998) (Gambar 4). Suprihanto (2005) juga melakukan uji penularan terhadap delapan isolat RTBV (Bali, Kalsel, Sulsel, Jabar-1, Jateng, Jatim, NTB dan Jabar-2) yang diambil dari daerah endemik tungro di Indonesia pada varietas FK 135 dan TN1. Berdasarkan gejala yang diamati diketahui bahwa delapan isolat RTBV tersebut menyebabkan gejala yang berbeda terutama pada warna daun. PCR-RFLP terhadap delapan isolat RTBV dari Indonesia diatas juga menunjukkan pola RFLP yang berbeda. Pemotongan fragmen DNA gen protein selubung isolat RTBV tersebut dengan EcoRV hanya isolat RTBV Jabar-1 yang

24 tidak terpotong sedangkan isolat RTBV lainnya terpotong dengan ukuran yang relatif sama. Pemotongan dengan PstI menunjukkan fragmen DNA gen protein selubung isolat RTBV Jabar -1, Jatim, dan Jabar-2 tidak terpotong sedangkan isolat RTBV yang lainnya terpotong dengan ukuran yang sama (Suprihanto 2005). Strain Phi- G1 1 G2 Ic Phi-1 G1 G2 Ic Enzim EcoRI 88 bp 88 bp Enzim PstI 1220 bp 277 bp 524 bp 701 bp 272 bp 523bp 1409 bp 772 bp 651 bp 74 bp 1409 bp 771 bp 651 bp 75 bp 1220 bp 277 bp 701 bp 273 bp Phi-1 G1 G2 Ic Enzim BclI 959 bp 538 bp 958 bp 539 bp 959 bp 538 bp 957 bp 540 bp Gambar 4 Ukuran fragmen yang terbentuk pada pemotongan gen protein selubung empat strain RTBV dari Philipina menggunakan enzim EcoRV, PstI, BclI (analisis restriksi dengan Program Primer Premier 5 (Premier Biosoft International 2004) Widiarta & Darajat (2000) juga melaporkan inokulum tungro di Indonesia memiliki tingkat virulensi yang berbeda. Sumber inokulum tungro yang paling virulen adalah dari Jawa Barat dan Jogjakarta, sedangkan yang paling lemah virulensinya adalah inokulum tungro dari Jawa Timur. Inokulum tungro Bali dan Jawa Tengah virulensinya hampir sama (Widiarta et al dalam Suprihanto 2005). Isolat virus tungro Jabar-1 dan Jabar-2 tingkat virulensinya tertinggi. Selanjutnya isolat virus tungro Jatim virulensinya sedikit dibawah isolat tungro

25 Jabar-1 dan Jabar-2. Isolat virus tungro Kalsel, Sulsel, dan NTB virulensinya juga lebih rendah dari isolat tungro Jabar-1 dan Jabar-2. Virulensi yang paling rendah ditunjukkan oleh isolat virus tungro dari Bali dan Jateng (Suprihanto 2005). Keragaman RTBV juga dapat ditunjukkan dengan merunut DNA dari setiap strain RTBV. Cabauatan (1999) merunut dan mengklon DNA tiga strain RTBV yaitu strain G1, Ic, dan G2 dan membandingkan dengan tiga urutan genom RTBV yang telah dipublikasikan yaitu Phi-1, Phi-2, dan Phi-3. Dari analisis urutan DNA ditemukan ukuran genom yang sedikit berbeda diantara keenam strain RTBV tersebut. Ukuran genom RTBV strain G bp, strain Ic 8005 bp dan strain G bp. RTBV Phi-1 dan Phi-3 memiliki panjang genom yang sama yaitu 8002 bp, sedangkan Phi-2 berukuran 8000 bp (Cabauatan et al. 1999). Pada tingkat nukleotida dan asam amino keenam strain RTBV tersebut memiliki pesamaan antara 95%-99%. Perbedaan yang paling besar ditemukan pada cysteine-rich region dari ORF3. Bila urutan genom enam RTBV dari Philipina ini dibandingkan dengan isolat RTBV dari Malaysia (Serdang), juga ditemukan perbedaan pada cysteine -rich region dengan penambahan dan kehilangan nukleotida diantara urutan DNA genomnya. Dari hasil perunutan tersebut isolat RTBV dikelompokkan dalam tiga grup yaitu Serdang; Ic dan G1; dan Phi-1, Phi-2, Phi-3 dan G2 (Cabauatan et al. 1999). Polymerase Chain Reaction Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan teknik yang mulai berkembang pesat sekitar tahun Pada dasarnya PCR mampu mengenali dan memperbanyak (amplifikasi) segmen DNA sasaran walaupun dalam konsentrasi yang sangat rendah menggunakan satu pasang primer oligonukleotida. Reaksi amplifikasi sangat tergantung dari keberadaan enzim polimerase sebagai katalisator, terutama yang tahan panas. Enzim yang paling terkenal dan banyak digunakan adalah Taq DNA polimerase yang diisolasi dari bakteri tahan panas Thermus aquaticus. Bahan utama lain yang diperlukan adalah deoxynucleotide triphosphates (dntps), yang terdiri atas deoxyadenosine triphosphates (datp), deoxyguanidine triphosphates (dgtp), deoxycytidine triphosphates (dctp) dan

26 deoxythymidine triphosphates (dttp), serta bufer PCR yang mengandung MgCl 2 (Taylor 1999 dalam Mutaqin 2000). Proses PCR pada dasarnya terdiri atas tiga tahap reaksi dengan kondisi suhu yang berbeda secara berulang dalam beberapa siklus tertentu yaitu denaturasi, annealing (penempelan primer) dan ekstensi primer (sintesis DNA). Dengan reaksi amplifikasi DNA secara simultan, maka jumlah DNA sasaran akhir telah dilipatgandakan secara eksponensial (McPherson et al dalam Mutaqin 2000). Proses sintesis inilah yang membuat sensitifitas teknik PCR semakin tinggi, karena dari jumlah molekul DNA yang sedikit dapat dikopi menjadi berlipatganda (Takahashi et al. 1993). Teknik PCR kali lebih sensitif dalam mendeteksi DNA RTBV yang diekstraksi dari tanaman padi dibanding metode ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay). PCR juga bisa mendeteksi RTBV pada vektor yang sangat sulit dilakukan dengan ELISA. PCR dilakukan untuk mengamplif ikasi urutan DNA secara invitro. Metode ini sangat sensitif dan tepat mendeteksi dari suatu kopi molekul DNA tunggal (Takahashi et al. 1993). Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) adalah satu teknik yang dapat membedakan suatu organisme dengan analisis pola pemotongan DNAnya. RFLP menggunakan enzim restriksi endonuklease yang dapat memotong molekul DNA pada urutan nukleotida yang spesifik tergantung enzim yang digunakan. Jika fragmen DNA dari dua organisme dipotong dengan enzim restriksi endonuklease maka posisi pemotongan yang dihasilkan akan berbeda (Simsek 2001). Analisis RFLP dari ekstrak DNA memakan waktu dan tenaga yang banyak. Dari ekstrak DNA biasanya molekul DNA masih berupa urutan DNA organisme yang utuh (genom). Metode PCR mampu mengamplifikasi sebagian fragmen DNA dengan ukuran sangat kecil dari keseluruhan genom organisme hanya dalam waktu 2-3 jam. PCR-RFLP adalah analisis RFLP yang dilakukan terhadap fragmen DNA hasil PCR. Dengan teknik PCR-RFLP analisis pola restriksi DNA dapat dila kukan pada banyak sampel dengan waktu yang singkat (Simsek 2001).

27 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Virologi Tumbuhan dan Rumah Kaca Cikabayan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung dari November 2005 sampai Januari Persiapan Tanaman Padi Tanaman padi disiapkan untuk perbanyakan wereng hijau dan perbanyakan virus tungro. Varietas padi yang digunakan adalah padi varietas IR64. Pertama disiapkan media tanam berupa tanah steril yang dimasukkan ke dalam ember dan disiram air sampai tergenang. Benih padi yang telah direndam dengan air selama lebih kurang 12 jam ditabur ke dalam ember tersebut, kemudian disungkup dengan kurungan plastik yang berdiameter 15 cm dan tinggi 40 cm. Benih IR64 ditabur sebanyak butir tiap ember. Bibit yang tumbuh dipelihara sampai digunakan. Perbanyakan Masal Wereng Hijau Perbanyakan wereng hijau dilakukan mengikuti prosedur Heinrichs et al. (1985 dala m Azzam et al. 2000a) yang dimodifikasi. Imago jantan dan betina wereng hijau (N. virescens) diperoleh dari koleksi perbanyakan masal Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman di Rumah Kaca Cikabayan. Wereng hijau dewasa dipindahkan ke ta naman padi IR64 yang telah disiapkan di dalam kurungan yang berukuran kira-kira 90x60x60 cm. Wereng hijau ini dibiarkan makan dan berkembang biak secara terus menerus pada tanaman padi tersebut, sampai jumlah imagonya cukup untuk penularan virus tungro. Pe meliharaan wereng hijau dilakukan dengan mengganti tanaman padi yang telah kering dengan yang baru.

28 Isolat Virus Tungro Isolat virus tungro pada tanaman padi sakit diperoleh langsung dari pertanaman padi milik petani di beberapa daerah yaitu: Jalaksana-Kuningan, Plered-Purwakarta, Situgede-Bogor. Isolat virus tungro Cianjur diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. Semua tanaman bergejala tungro ini kemudian digunakan sebagai sumber inokulum untuk perbanyakan virus tungro. Perbanyakan Virus Tungro Virus tungro ditularkan ke tanaman padi varietas IR64 sehat berumur 7-10 hari dengan vektor N. virescens. Vektor viruliferous diperoleh dengan membiarkan N. virescens makan pada tanaman sumber inokulum selama empat hari, kemudian wereng tersebut dipindahkan ke tanaman padi sehat. Tanaman yang telah diinokulasi ini dipelihara sampai menunjukkan gejala. Tanaman terinfeksi tungro dipanen hari setelah inokulasi (Azzam et al. 2000b). Deteksi RTBV Menggunakan Teknik PCR Deteksi RTBV dengan te knik PCR meliputi tahap ekstraksi DNA total dan amplifikasi. Selanjutnya DNA hasil amplifikasi dielektroforesis dengan gel agaros dan divisualisasi pada UV transilluminator. Ekstraksi DNA total RTBV Ekstrak DNA RTBV disiapkan dari daun padi IR64 terinfeksi tungro menggunakan metode yang dimodifikasi dari Smith et al. (1992 dalam Suprihanto 2005). Sebanyak 50 mg daun padi sakit yang ditambah nitrogen cair digerus dengan mortar dan pistil sampai berbentuk bubuk. Bubuk daun tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung mikro 1,5 ml dan ditambah 0,5 ml bufer STE yang mengandung 50 mg/ml polyvinylpolypyrrolidone (PVP) dan 60 µl 10% sodium dedocyl sulfate (SDS). Selanjutnya campuran tersebut ditambah 0,5 ml phenol: chloroform: isoamyl alcohol (PCI 25:24:1) dan 0,1 volume 3 M sodium asetat (ph 5,2), kemudian dicampur dengan membalikkan tabung beberapa kali dan disentrifugasi pada g pada suhu 4 C selama 10 menit. Supernatan

29 diekstrak lagi dengan PCI (25:24:1) pada volume yang sama dan 0,1 volume sodium asetat seperti di atas. Asam nukleat dipresipitasi dari cairan fase akhir dengan 0,1 volume 3 M sodium asetat dan 3 volume ethanol dan disentrifugasi pada g pada suhu 4 C selama 20 menit. Pelet dicuci dengan 75% ethanol dingin, dikeringkan dan diresuspensi dengan air deionisasi steril. Amplifikasi gen protein selubung RTBV Amplifikasi dilakukan dengan metode PCR menggunakan primer spesifik RTBV yaitu RTBV-2L (5 -GGTCTTGGATGGATGGTAGA-3 ) dan RTBV-2R (5 GCTGAGGTGCTACATAGGTT-3 ). Sepasang primer tersebut didesain untuk mengamplifikasi pada bagian gen protein selubung sampai sebagian gen protease aspartat RTBV yang menghasilkan produk 1497 bp (Venkitesh et al. 1994). Sebanyak 0,4 pmol masing-masing primer, dan 2 unit Taq DNA polimerase (Invitrogen, TECH-LINE USA), 1x bufer PCR, 1,5 mm MgCl2, 0,2 mm dntp, dan 2 µl DNA template dalam volume akhir 25 µl digunakan dalam amplifikasi. Amplifikasi ini dilakukan pada DNA thermal cycler (Gene Amp PCR System 9700, PE Applied Biosystems, USA). Amplifikasi tersebut didahului dengan denaturasi awal selama 5 menit pada 94 C. Kemudian dilanjutkan dengan siklus amplifikasi yang dalam satu siklus amplifikasi adalah denaturasi 1 menit pada 94 C, penempelan primer (annealing) selama 1 menit pada 55 C, sintesis selama 2 menit pada 72 C dan diulang sebanyak 34 kali kemudian untuk tahapan sintesis ditambah 10 menit pada 72 C. Pemotongan DNA RTBV dengan Enzim Restriksi DNA RTBV hasil PCR dipotong menggunakan tiga enzim restriksi endonuklease, yaitu EcoRV (Fermentas ), Pst1 (Amersham Pharmacia Biotech, USA), dan BclI (Fermentas). Pemotongan DNA dilakukan mengikuti prosedur dari brosur perusahaan produsen enzim. Sebanyak 20 µl DNA hasil PCR (dengan konsentrasi 0,2-1,0 µg) dimasukkan dalam tabung mikro 0,5 ml steril, kemudian ditambahkan 5 µl 10x bufer enzim restriksi dan 2 unit enzim restriksi dicampur dengan cara mengetuk-ngetuk tabung dengan jari. Selanjutnya campuran

30 ditambahkan aquades hingga volume akhir reaksi mencapai 50 µl. Campuran tersebut diinkubasikan pada suhu 37 C selama 2 hari. Elektroforesis dan Visualisasi Visualisasi DNA hasil amplifikasi dan pemotongan dilakukan dengan gel agaros 1% dalam TAE 1X. Gel agaros dibuat dengan mencampurkan 0,4 g gel agaros dengan 40 ml bufer Tris-acetat EDTA (TAE) 0,5x (0,045 M Tris-acetate, 0,01 M EDTA) dan dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer 100 ml. Campuran di panaskan dalam microwave hingga agaros larut sempurna dan ditambahkan 2,5 ìl etidhium bromida. Sebelumnya aparatus pencetak gel dibersihkan, dikeringkan, kemudin diletakkan pada permukaan yang datar. Sisir gel diletakkan di bagian atas aparatus pencetak gel (± 0,5-1,0 mm dari atas). Selanjutnya larutan agaros dimasukkan ke dalam cetakan gel hingga keras. Setelah keras gel agaros dipindahkan ke bak elektroforesis (Bio-Rad Power PAC 300, USA) dan ditambahkan bufer elektroforesis hingga gel agaros terendam. Sebanyak 10 µl DNA hasil restriksi bersama 2 µl loading buffer dihomogenka n kemudian dimasukkan ke dalam sumuran gel dengan pipet mikro. Elektroforesis dilakukan dengan tegangan 75 volt selama 90 menit. Hasil elektroforesis tersebut divisualisasikan dengan Transilluminator ultraviolet (Sambrook et al. 1989). Pita DNA yang terbentuk pada hasil elektroforesis tersebut diamati dan dipotret dengan menggunakan kamera digital.

31 HASIL DAN PEMBAHASAN Isolat Virus Tungro Tanaman sumber inokulum tungro yang diambil dari lapangan menunjukkan gejala tungro berupa daun kuning hingga orange yang didasarkan pada deskripsi gejala tungro menurut Ling (1972). Tanaman padi sumber inokulum tungro yang diambil dari Bogor adalah varietas Ciherang yang berumur 28 hari setelah tanam. Tanaman padi yang diambil dari Kuningan adalah varietas IR36 yang berumur sekitar 50 hari. Tanaman sakit dari Purwakarta merupakan padi varietas Ciherang berumur 15 hari setelah tanam. Isolat virus tungro juga diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi pada tanaman padi varietas TN1 berumur 20 hari setelah tanam. Isolat virus tungro ini merupakan koleksi Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi yang diambil dari pertanaman padi di Cianjur. Deteksi RTBV dengan Teknik PCR Visualisasi hasil PCR menunjukkan fragmen DNA berukuran sekitar 1500 bp (Gambar 5) yang mengindikasikan bahwa tanaman padi yang diambil dari Cianjur, Kuningan, Purwakarta, dan Bogor terinfeksi RTBV. Primer yang digunakan dalam PCR ini dapat mengamplifikasi genom RTBV pada posisi 2669 bp sampai 4165 bp, sehingga hasil PCR menunjukkan fragmen DNA RTBV berukuran 1497 bp Daerah yang teramplifikasi ini merupakan bagian dari gen protein selubung RTBV (Venkitesh et al. 1994) Hasil deteksi RTBV ini mendukung laporan Widiarta (2005) yang menyatakan bahwa endemik penyakit tungro di Jawa Barat terjadi di daerah Sukabumi, Cianjur, Subang, dan Bogor. Penyakit Tungro juga selalu terjadi di Kuningan (Diskusi Pribadi). Diferensiasi RTBV dengan Teknik PCR-RFLP Suatu enzim restriksi endonuklease dapat memotong fragmen besar DNA pada situs restriksi tertentu menjadi fragmen-fragmen yang lebih kecil. Visualisasi hasil pemotongan dapat menunjukkan pola fragmen yang khas (sidik jari DNA)

32 tergantung jenis DNA dan jenis enzim yang digunakan. Organisme yang berbeda memiliki perbedaan urutan DNA, sehingga dengan teknik ini memungkinkan dilakukan pembedaan organisme di tingkat spesies atau strain (Schneider et al dalam Mutaqin 2000). M bp 1000 bp 1500 bp Gambar 5 Visualisasi amplifikasi gen protein selubung empat isolat RTBV di Jawa Barat dengan primer RTBV-2R dan RTBV-2L. M= Marker 1 kb Plus ladder, 1= Cianjur, 2= Kuningan, 3= Purwakarta, 4= Bogor, bp= base pair Gen protein selubung isolat RTBV Bogor terpotong oleh EcoRV membentuk fragmen DNA berukuran 1200 bp, 200 bp dan sisanya sekitar 100 bp tidak terlihat (Ta bel 2). Isolat RTBV Bogor berbeda dengan tiga isolat RTBV lainnya yaitu isolat RTBV Cianjur, Kuningan dan Purwakarta yang tidak terpotong oleh EcoRV. Gen protein selubung RTBV yang tidak terpotong ini menunjukkan fragmen DNA yang masih utuh berukuran 1500 bp (Gambar 6). Pemotongan dengan EcoRV tidak bisa menunjukkan perbedaan ketiga isolat RTBV tersebut. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Suprihanto (2005) isolat RTBV Cianjur, Kuningan dan Purwakarta kekerabatannya dekat dengan isolat RTBV Jabar-1 (Subang) yang juga tidak terpotong oleh EcoRV. Isolat RTBV Bogor kekerabatannya dekat dengan isolat RTBV Bali, Kalsel, Sulsel, Jateng, Jatim, NTB, Jabar-2 (Bogor) yang terpotong oleh EcoRV membentuk fragmen DNA berukuran 1270 bp dan 230 bp (Suprihanto 2005). Isolat RTBV Cianjur, Kuningan dan Purwakarta berbeda dengan empat strain RTBV yang berasal dari Philiphina. Dari analisis restriksi diketahui empat

33 isolat RTBV dari Philipina tersebut terpotong oleh EcoRV. Isolat RTBV Bogor meskipun terpotong oleh EcoRV juga berbeda dengan empat strain RTBV dari Philipina karena posisi pemotongannya berbeda. M M M M 1650 bp 1650 bp 1200 bp 1500 bp 800 bp 1000 bp 200 bp EcoRV PstI BclI Gambar 6 Visualisasi PCR-RFLP gen protein selubung empat isolat RTBV di Jawa Barat dengan enzim EcoRV, Pst1 dan BclI M= Marker 1 kb Plus ladder, 1= Cianjur, 2= Kuningan, 3= Purwakarta, 4= Bogor, bp= base pair Fragmen DNA isolat RTBV Cianjur dan Kuningan tidak terpotong oleh PstI. Pemotongan gen protein selubung RTBV dengan PstI ini dapat menunjukkan perbedaan antara isolat RTBV Cianjur dan Kuningan denga n isolat RTBV Purwakarta. Gen protein selubung isolat RTBV Purwakarta terpotong oleh PstI membentuk fragmen berukuran 1200 bp, 200 bp dan sekitar 100 bp tidak terlihat. Pemotongan fragmen DNA RTBV ini terlihat belum sempurna karena masih ada fragmen DNA ya ng utuh berukuran 1500 bp (Gambar 6). Isolat RTBV Bogor juga terpotong membentuk fragmen DNA berukuran 1200 bp, 900 bp dan 200 bp oleh PstI (Tabel 2). Pemotongan isolat RTBV Bogor tersebut juga belum sempurna, karena masih ada fragmen DNA RTBV berukuran 1200 bp yang seharusnya terpotong menjadi fragmen yang lebih kecil. Pemotongan DNA gen protein selubung delapan isolat RTBV dari daerah endemik tungro di Indonesia dengan PstI menunjukkan isolat RTBV Jabar-1 (Subang), Jatim dan Jabar-2 (Bogor) tidak terpotong, sedangkan lima isolat RTBV lainnya terpotong dengan ukuran yang sama yaitu 1220 bp dan 280 bp

34 (Suprihanto 2005). Lima isolat RTBV tersebut menunjukkan perbedaan dengan isolat RTBV Cianjur dan Kuningan yang tidak terpotong oleh PstI. Pemotongan dengan PstI ini juga dapat menunjukkan perbedaan antara isolat RTBV Jabar-1 (Subang) dengan isolat RTBV Purwakarta. Tabel 2 Ukuran fragmen DNA yang terbentuk pada pemotongan gen protein selubung RTBV dengan enzim EcoRV, PstI dan BclI Isolat RTBV Ukuran fragmen (bp) EcoRV PstI BclI Cianjur Kuningan , 500, 100 Purwakarta , 200, Bogor 1200, 200, , 900, , 500, 100 bp: base pair Pemotongan dengan PstI juga memperlihatkan perbedaan antara isolat RTBV Bogor dengan isolat RTBV Jabar-2 (Bogor) yang digunakan Suprihanto (2005). Hal Ini menunjukkan dalam satu lokasi bisa ditemukan lebih dari satu isolat RTBV yang berbeda (Arboleda et al. 1999). Perbedaan diantara isolat RTBV disebabkan oleh virus tungro memberikan respon yang berbeda pada inang yang berbeda (Azzam & Chancellor 2002). Kedua isolat tungro tersebut diambil dan dipelihara pada varietas padi (inang) yang berbeda. Isolat RTBV Bogor diambil dari pertanaman padi pada padi varietas Ciherang dan diperbanyak pada padi varietas IR64, sedangkan isolat RTBV Jabar-2 (Bogor) diperbanyak pada varietas FK135 dan TN1 (Suprihanto 2005). Kedua isolat RTBV tersebut juga diambil pada waktu yang berbeda dengan adanya kemungkinan perbedaan kondisi lingkungan. Menurut Azzam & Chance llor (2002) virus tungro hanya stabil pada periode waktu tertentu dan adanya perubahan lingkungan juga menyebabkan perbedan virus tungro. Isolat RTBV Cianjur dan Kuningan berbeda dengan empat strain RTBV dari Philipina yang terpotong oleh PstI. Isolat RTBV Purwakarta berkerabat dekat dengan RTBV Phi-1 dan strain G2 karena memiliki posisi pemotongan yang hampir berdekatan. Isolat RTBV Bogor juga dekat kekerabatannya dengan RTBV

35 strain G1 dan Ic karena posisi pemotongan yang juga hampir berdekatan. Isolat RTBV Bogor terpotong membentuk fragmen 900 bp yang kemungkinan akan terpotong membentuk fragmen berukuran kira-kira 700 bp dan 200 bp, sedangkan fragmen 1200 bp akan terpotong menjadi fragmen berukuran kira-kira 700 bp dan 500 bp (Tabel 2). Fragmen DNA gen protein selubung RTBV isolat Cianjur dan Purwakarta tidak terpotong oleh BclI, tetapi isolat RTBV Kuningan dan Bogor terpotong membentuk fragmen berukuran 900 bp, 500 bp dan 100 bp tidak terlihat (Gambar 6) (Tabel 2). Pemotongan dengan BclI ini dapat menunjukkan perbedaan antara isolat RTBV Cianjur dan Purwakarta dengan isolat RTBV Kuningan. Pemotongan dengan Bcl juga dapat menunjukkan perbedaan antara isolat RTBV Cianjur dan Purwakarta dengan empat strain RTBV dari Philipina yang terpotong oleh BclI. Isolat RTBV Kuningan dan Bogor menunjukkan kekerabatan yang dekat dengan keempat strain RTBV tersebut karena posisi pemotongan yang hampir berdekatan oleh BclI. Pengujian dengan teknik PCR-RFLP terhadap empat isolat RTBV dari Jawa Barat dengan enzim endonuklease EcoRV, PstI, dan BclI menunjukkan pola RFLP yang berbeda, yang berarti keempat isolat RTBV tersebut tidak identik. Isolat RTBV Bogor sangat berbeda dengan tiga isolat RTBV lainnya karena dapat terpotong oleh ketiga enzim yang digunakan. Isolat RTBV Cianjur dan Kuningan memiliki kekerabatan yang berdekatan karena sama-sama tidak terpotong oleh enzim EcoRV dan PstI. Kedua isolat RTBV ini dapat dibedakan pada pemotongan dengan BclI karena isolat RTBV Kuningan dapat terpotong. Isolat RTBV Cianjur dan Purwakarta juga terlihat dekat kekerabatannya pada pemotongan dengan EcoRV dan BclI yang sama-sama tidak terpotong. Keduanya juga dapat dibedakan pada pemotongan dengan PstI, isolat RTBV Purwakarta terpotong sedangkan isolat RTBV Cianjur tidak terpotong. Dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suprihanto (2005) isolat RTBV Cianjur dan Kuningan dekat kekerabatannya dengan isolat RTBV Jabar-1 (Subang). Gen protein selubung isolat RTBV Cianjur, Kuningan dan Jabar-1 (Subang) tersebut sama -sama tidak terpotong oleh enzim Pst1 dan EcoRV. Isolat RTBV Purwakarta agak dekat kekerabatannya dengan isolat RTBV

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi Botani dan Morfologi Padi

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi Botani dan Morfologi Padi 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi Tanaman padi menurut para sejarahwan diduga berasal dari India. Tanaman ini kemudian menyebar ke negara-negara Asia bagian timur, seperti Philipina, Jepang, dan kepulauan-kepulauan

Lebih terperinci

KERAGAMAN GEN PROTEIN SELUBUNG RICE TUNGRO BACILLIFORM BADNAVIRUS ISOLAT SIDRAP, MAMUJU DAN BOGOR LARA HIKMAHAYATI

KERAGAMAN GEN PROTEIN SELUBUNG RICE TUNGRO BACILLIFORM BADNAVIRUS ISOLAT SIDRAP, MAMUJU DAN BOGOR LARA HIKMAHAYATI KERAGAMAN GEN PROTEIN SELUBUNG RICE TUNGRO BACILLIFORM BADNAVIRUS ISOLAT SIDRAP, MAMUJU DAN BOGOR LARA HIKMAHAYATI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 KERAGAMAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk dalam genus Oryza, yang terbagi menjadi 25 spesies dan semuanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk dalam genus Oryza, yang terbagi menjadi 25 spesies dan semuanya 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi termasuk dalam genus Oryza, yang terbagi menjadi 25 spesies dan semuanya tersebar di daerah-daerah yang beriklim tropis dan sub-tropis di benua Asia, Afrika,

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Inokulasi Virus Tungro pada Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Padi di Rumah Kaca Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tipe Gejala Gambar 2 menunjukkan variasi

Lebih terperinci

Tingkat Ketahanan Padi Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Harapan (GH) terhadap Rice Tungro Virus MORA YANTI

Tingkat Ketahanan Padi Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Harapan (GH) terhadap Rice Tungro Virus MORA YANTI 1 Tingkat Ketahanan Padi Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Harapan (GH) terhadap Rice Tungro Virus MORA YANTI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 2 ABSTRAK

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus sampai dengan November 2012 di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus sampai dengan November 2012 di 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus sampai dengan November 2012 di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi

I. PENDAHULUAN. kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tungro merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi yang menjadi kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Pengambilan Sampel Kutukebul dan Tanaman Tomat Sumber TICV

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Pengambilan Sampel Kutukebul dan Tanaman Tomat Sumber TICV BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Kegiatan survei dan pengambilan sampel kutukebul dilakukan di sentra produksi tomat di Kecamatan Cikajang (kabupaten Garut), Kecamatan Pacet (Kabupaten Cianjur), Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Kutukebul Pengkoloni Pertanaman Tomat Kutukebul yang dikumpulkan dari pertanaman tomat di daerah Cisarua, Bogor diperbanyak di tanaman tomat dalam kurungan kedap serangga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asam Salisilat 1. Struktur Kimia Asam Salisilat Struktur kimia asam salisilat dan turunannya dapat dilihat pada Gambar 2 : Gambar 2. Struktur kimia asam salisilat dan turunannya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA

Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA Dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Lektor mata kuliah ilmu biomedik Departemen Biokimia, Biologi Molekuler, dan Fisiologi Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni TINJAUAN PUSTAKA Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur larva pupa imago. E. kamerunicus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2006 sampai dengan bulan April 2007. Penelitian dilakukan di rumah kaca, laboratorium Biologi Molekuler Seluler Tanaman, dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

Ketahanan Beberapa Varietas terhadap Penyakit Tungro di Sulawesi Selatan

Ketahanan Beberapa Varietas terhadap Penyakit Tungro di Sulawesi Selatan Ketahanan Beberapa Varietas terhadap Penyakit Tungro di Sulawesi Selatan Mansur Loka Penelitian Penyakit Tungro Jl. Bulo no. 101 Lanrang, Sidrap, Sulsel E-mail : mansurtungro09@yahoo.co.id Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Grist (1960), tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan Speciesnya adalah

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting

I. PENDAHULUAN. Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting terutama daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini dapat digunakan sebagai bahan bumbu masak (rempah-rempah),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fitoplasma pada Tanaman Sumber Inokulum Sumber inokulum yang digunakan dalam uji penularan adalah tanaman kacang tanah yang menunjukkan gejala penyakit sapu yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

TINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh. Lina Setyastuti A

TINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh. Lina Setyastuti A TINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh Lina Setyastuti A44102061 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Padi Padi merupakan tanaman pertanian kuno yang sampai saat ini terus dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan merupakan tanaman pangan yang dapat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Penanaman Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Penanaman Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fabavirus pada Tanaman Nilam Deteksi Fabavirus Melalui Uji Serologi Tanaman nilam dari sampel yang telah dikoleksi dari daerah Cicurug dan Gunung Bunder telah berhasil diuji

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Data pengamatan tinggi tanaman padi (cm) pada umur 3 MST pada P0V1 60.90 60.33 59.33 180.57 60.19 P0V2 53.33 59.00 58.33 170.67 56.89 P0V3 62.97 61.33 60.97 185.27 61.76 P1V1 61.57 60.03 59.33

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Cymbidium Mosaik Virus (CyMV) PADA TANAMAN ANGGREK FITRI MENISA

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Cymbidium Mosaik Virus (CyMV) PADA TANAMAN ANGGREK FITRI MENISA DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Cymbidium Mosaik Virus (CyMV) PADA TANAMAN ANGGREK FITRI MENISA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRAK FITRI MENISA. Deteksi dan Identifikasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai 77 PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai Varietas cabai yang tahan terhadap infeksi Begomovirus, penyebab penyakit daun keriting kuning, merupakan komponen utama yang diandalkan dalam upaya pengendalian

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml 36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pisang (Musa spp.) merupakan tanaman monokotil berupa herba yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang menduduki posisi

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Tanjung Priok Wilayah Kerja Bogor, mulai bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012. Bahan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN ISOLASI DNA

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN ISOLASI DNA LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN ISOLASI DNA Disusun Oleh: Nama : Aminatus Sholikah NIM : 115040213111035 Kelompok : kamis, 06.00-07.30 Asisten : Putu Shantiawan Prayoga PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian. Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini.

Metodologi Penelitian. Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini. Bab III Metodologi Penelitian Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini. III.1 Rancangan Penelitian Secara garis besar tahapan penelitian dijelaskan pada diagram

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and 23 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI), Jl. Salemba

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Rice Tungro Virus (RTV)

TINJAUAN PUSTAKA. Rice Tungro Virus (RTV) 4 TINJAUAN PUSTAKA Rice Tungro Virus (RTV) Partikel Rice Tungro Virus (RTV) Penyakit tungro disebabkan oleh infeksi komplek dua jenis virus yaitu rice tungro bacilliform badnavirus (RTBV) dan rice tungro

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman yang termasuk dalam famili Gramineae dan genus Oryza (Grist, 1959). Padi dapat tumbuh pada berbagai lokasi dan iklim yang berbeda.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pemotongan Parsial dan Penyisipan Nukleotida pada Ujung Fragmen DNA Konstruksi pustaka genom membutuhkan potongan DNA yang besar. Untuk mendapatkan fragmen-fragmen dengan ukuran relatif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: Divisi Kelas Subkelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Isolasi Aktinomiset

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Isolasi Aktinomiset BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai dengan

Lebih terperinci

PENGARUH CENDAWAN ENTOMOPATOGEN

PENGARUH CENDAWAN ENTOMOPATOGEN PENGARUH CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Verticillium lecanii DAN Beauveria bassiana TERHADAP KEMAMPUAN Nephotettix virescens Distant (HEMIPTERA: CICADELLIDAE) DALAM MENULARKAN VIRUS TUNGRO FAUSIAH T. LADJA SEKOLAH

Lebih terperinci

TAHLIYATIN WARDANAH A

TAHLIYATIN WARDANAH A PEMANFAATAN BAKTERI PERAKARAN PEMACU PERTUMBUHAN TANAMAN (PLANT GROWTH- PROMOTING RHIZOBACTERIA) UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT MOSAIK TEMBAKAU (TOBACCO MOSAIC VIRUS) PADA TANAMAN CABAI TAHLIYATIN WARDANAH

Lebih terperinci

HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA

HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Yurista Sulistyawati BPTP Balitbangtan NTB Disampaikan dalam Workshop Pendampingan UPSUS Pajale, 18 April 2017 PENDAHULUAN Provinsi NTB: Luas panen padi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan membuat gambaran secara sistematis,

Lebih terperinci

Deteksi DNA Seara Visual Dengan Teknik Elektroforesis

Deteksi DNA Seara Visual Dengan Teknik Elektroforesis Deteksi DNA Seara Visual Dengan Teknik Elektroforesis Laurencius Sihotang I. Tujuan 1. Mempelajari 2. Mendeteksi DNA yang telah di isolasi dengan teknik spektrofotometrik 2. mengetahui konsentrasi dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Padi Varietas Cibogo. Asal Persilangan :S487B-75/IR //IR I///IR 64////IR64

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Padi Varietas Cibogo. Asal Persilangan :S487B-75/IR //IR I///IR 64////IR64 Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Padi Varietas Cibogo Nomor seleksi : S3382-2D-PN-16-3-KP-I Asal Persilangan :S487B-75/IR 19661-131-3-1//IR 19661-131-3- I///IR 64////IR64 Golongan : Cere Umur tanaman : 115-125

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH 62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Sorgum Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae (Poaceae). Tanaman ini telah lama dibudidayakan namun masih dalam areal yang terbatas. Menurut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998).

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). B. Populasi dan Sampel 1. Populasi yang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RIZOBAKTERI PEMACU PERTUMBUHAN TANAMAN (RPPT) UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT KERDIL PISANG (Banana Bunchy Top) Oleh:

PEMANFAATAN RIZOBAKTERI PEMACU PERTUMBUHAN TANAMAN (RPPT) UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT KERDIL PISANG (Banana Bunchy Top) Oleh: a& PEMANFAATAN RIZOBAKTERI PEMACU PERTUMBUHAN TANAMAN (RPPT) UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT KERDIL PISANG (Banana Bunchy Top) Oleh: Reyna Listiani A44102010 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

KERAGAMAN GEN PROTEIN SELUBUNG ISOLAT RICE TUNGRO BACILLIFORM TUNGROVIRUS

KERAGAMAN GEN PROTEIN SELUBUNG ISOLAT RICE TUNGRO BACILLIFORM TUNGROVIRUS KERAGAMAN GEN PROTEIN SELUBUNG ISOLAT RICE TUNGRO BACILLIFORM TUNGROVIRUS (RTBV) DAN RICE GRASSY STUNT TENUIVIRUS (RGSV) DARI BEBERAPA KABUPATEN DI PULAU JAWA DWI ASTUTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu penanaman padi dan analisis fisiologi dan marka molekuler. Penanaman padi secara gogo pada tanah masam dilakukan di rumah kaca Cikabayan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total

II. TINJAUAN PUSTAKA. Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stall) Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total pada tanaman padi (hopperburn) sebagai akibat dari hilangnya

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci