II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran dibentuk dengan mendekatkan permasalahan dan tujuan penelitian dengan teori-teori yang relevan serta penelitian empiris yang telah dilakukan dalam penelitian sebelumnya. Teori yang relevan dengan tujuan penelitian ini adalah teori usahatani, kelayakan finansial dan ekonomi, kebijakan dan marjin pemasaran Usahatani Usahatani adalah seluruh organisasi alam, tenaga kerja, modal dan menejemen yang ditujukan pada produksi di lapangan pertanian (Soeharjo dan Patong,1997). Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis maupun teritorial sebagai pengelolanya. Pada umumnya ciri-ciri usahatani di Indonesia adalah belahan sempit, modal relatif kecil, tingkat pengetahuan petani terbatas, kurang dinamis sehingga berakibat pada rendahnya pendapatan usahatani (Soekartawi, 2002). Terbatasnya modal seringkali menyebabkan petani tidak mampu membeli dan menerapkan suatu teknologi. Dengan keterbatasan itu usahatani cukup dilaksanakan oleh petani sendiri. Tujuan setiap petani dalam melaksanakan usahataninya berbeda-beda (Soeharjo dan Patong, 1997). Apabila dorongannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik melalui atau tanpa peredaran uang, maka usahatani yang demikian disebut usahatani pencukup kebutuhan keluarga (subsistence farm). Sedangkan bila motivasi yang mendorongnya untuk mencari keuntungan, maka usahatani

2 yang demikian disebut usahatani komersial (commercial farm). Soekartawi (2002), menyatakan bahwa ciri-ciri petani komersial adalah : (1) cepatnya adopsi terhadap inovasi, (1) cepatnya mobilitas pencarian informasi, (3) berani menanggung resiko dalam usaha, dan (4) Memiliki sumberdaya yang cukup. Sedangkan ciri-ciri petani subsisten adalah kebalikannya. Akan tetapi dengan teknologi serta kemajuan pembangunan yang hampir merata ke berbagai pelosok daerah, petani tidak lagi mengusahakan usahataninya secara subsisten melainkan semi-subsisten (setengah subsisten dan setengah komersial). Perubahan tersebut diantaranya disebabkan oleh perkembangan teknologi yang semakin maju dalam hal produksi sehingga mempermudah pekerjaan petani, kebutuhan petani yang semakin banyak, teknologi informasi yang memberikan berbagai informasi produk dan kebutuhan serta adanya perubahan pandangan masyarakat Pendapatan Usahatani Usahatani yang dilakukan oleh petani pada akhirnya akan memperhitungkan biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh. Selisih antara biayabiaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh merupakan pendapatan bersih dari kegiatan usahatani. Soeharjo dan Patong (1997), menyebutkan bahwa analisis pendapatan usahatani mempunyai kegunaan bagi petani maupun pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu: (1) menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usaha, dan (2) menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama jangka waktu tertentu.

3 Penerimaan merupakan total nilai produk yang dihasilkan, yakni hasil kali antara jumlah output yang dihasilkan dengan harga produk tersebut. Sedangkan pengeluaran atau biaya semua pengorbanan sumberdaya ekonomi dalam satuan uang yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk dalam suatu periode produksi. Penerimaan usahatani dapat berbentuk dalam tiga hal, yaitu (1) hasil penjualan tunai, (2) produk yang dikonsumsi keluarga petani, dan (3) kenaikan nilai inventaris (selisih akhir tahun dengan awal tahun). Pengeluaran usahatani secara umum meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Bentuk pengeluaran usahatani berupa pengeluaran tunai (cash cost) dan pengeluaran yang diperhitungkan (inputed cost). Pengeluaran tunai ialah pengeluaran yang dibayarkan dengan uang, seperti biaya pembelian sarana produksi dan biaya untuk membayar tenaga kerja. Sedangkan pengeluaran yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani seandainya bunga modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan Kelayakan Finansial dan Ekonomi Menurut Soekartawi (2002), analisis ekonomi ditujukan untuk mengestimasi nilai ekonomi yang timbul dalam perekonomian masyarakat. Dalam analisis ekonomi dilakukan penyesuaian harga finansial agar dapat menggambarkan nilai sosial secara menyeluruh baik untuk input maupun output. Hal ini tentu saja berlaku juga pada industri jeruk siam. Dalam analisis ekonomi, harga pasar barang atau jasa diubah agar lebih mendekati opportunity cost (nilai barang atau jasa dalam alternatif pemanfaatan yang terbaik) sosial yang merupakan harga bayangan. Budiono (1999), mengatakan bahwa harga bayangan adalah setiap harga barang atau jasa yang

4 bukan harga pasar (belum diketahui), untuk menggambarkan distribusi pendapatan dan tabungan. Menurut Prasana (1980), dalam analisis ekonomi harga pasar tidak selalu menggambarkan nilai kelangkaan agribisnis jeruk siam sehingga pendapatan nasional berubah nilainya menjadi opportunity cost. Ada beberapa cara untuk menyatakan nilai ekonomi tersebut kedalam nilai tukar domestik yaitu: 1. Menggunakan harga bayangan nilai tukar luar negeri, yang akan meningkatkan nilai produk yang diperdagangkan karena muncul premium terhadap nilai tukar luar negeri yang disebabkan oleh keputusan kebijakan perdagangan. 2. Menggunakan nilai tukar resmi dan menerapkan faktor konversi terhadap opportunity cost atau nilai pemanfaatan barang yang tidak diperdagangkan yang dinyatakan ke dalam nilai tukar domestik. Faktor konversi tersebut akan mengurangi nilai barang yang tidak diperdagangkan relatif terhadap barang yang diperdagangkan yang memungkinkan adanya premium nilai tukar. Oleh karena analisis finansial maupun analisis ekonomi menggunakan pendekatan yang berbeda, tentunya membutuhkan perhitungan yang berbeda pula Kebijakan Pemerintah Kebijakan pemerintah ditetapkan dengan tujuan untuk peningkatan ekspor ataupun sebagai usaha melindungi produk dalam negeri. Kebijakan pemerintah diberlakukan terhadap input dan output yang menyebabkan terjadinya perbedaan antara harga input dan output yang diminta produsen dengan harga yang sebenarnya terjadi jika dalam kondisi perdagangan bebas. Kebijakan yang ditetapkan pemerintah pada suatu komoditas ada dua bentuk yaitu berupa subsidi dan hambatan perdagangan. Kebijakan subsidi terdiri dari subsidi positif dan

5 subsidi negatif (pajak), sedangkan hambatan perdagangan berupa tarif dan quata. Menurut Salvatore (1994), subsidi adalah pembayaran dari atau untuk pemerintah. Pemerintah menetapkan dua bentuk kebijakan yang berupa subsidi dan kebijakan perdagangan dalam negeri. Kebijakan subsidi dapat berupa subsidi positif yaitu yang diberikan pemerintah dan subsidi negatif yaitu bila dibayarkan kepada pemerintah yang disebut pajak. Intervensi pemerintah pada kebijakan output dibagi kedalam delapan tipe kebijakan subsidi dan dua tipe kebijakan perdagangan (Tabel 3). Tabel 3. Klasifikasi Kebijakan Harga Komoditi Instrumen Dampak Pada Produsen Dampak Pada Konsumen Kebijakan Subsidi Subsidi Pada Produsen Subsidi Pada Konsumen * Tidak merubah harga * Pada barang-barang * Pada barang-barang pasar dalam negeri * Merubah harga pasar dalam negeri Subtitusi impor (S+PI; S-PI). * Pada barang-barang subti tusi impor (S+CI; S-CI) * Pada barang-barang Orientasi ekspor (S + PE; Orientasi ekspor S-PE). (S+CE; Kebijakan perdagangan (merubah harga pasar dalam negeri) Hambatan pada barang impor (TPI) Sumber : Monke and Pearson, 1989 Keterangan : S + = Subsidi S - = Pajak PE = Produsen barang orientasi ekspor PI = Produsen barang subtitusi impor CE = Konsumen barang orientasi ekspor CI = Konsumen barang subtitusi impor TCE = Hambatan barang ekspor TPI = Hambatan barang impor S-CE). Hambatan pada barang Ekspor (TCE) Kebijakan perdagangan adalah pembatasan yang diterapkan pada impor atau ekspor suatu komoditi, yang berupa pajak dan quata dengan maksud untuk menurunkan kuantitas barang impor dan untuk menciptakan perbedaan harga internaional dengan harga pada pasar domestik. Kebijakan perdagangan ada dua,

6 yaitu kebijakan ekspor dan kebijakan impor. Kebijakan ekspor ditujukan untuk melindungi konsumen dalam negeri melalui penetapan harga domestik yang lebih rendah dari harga international, dengan cara pengenaan pajak ekspor. Kebijakan impor dilakukan untuk melindungi produsen dalam negeri melalui penetapan harga pasar domestik yang lebih rendah, sehingga kebijakan yang dilakukan berupa tarif impor atau quata impor Kebijakan Harga Output Kebijakan terhadap output baik berupa pajak maupun subsidi, dapat diterapkan pada produsen barang impor dan barang ekspor. Kebijakan terhadap output dijelaskan dengan Transfer Output (OT) dan Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO). Dampak dari subsidi negatif terhadap produsen untuk barang ekspor dapat dilihat pada Gambar 1. P. A Pw B D F H S Pd E G J K Q1 Q2 Q4 Q3 D Q Gambar 1. Dampak Subsidi Negatif Pada Produsen Barang Ekspor Sumber : Monke and Pearson, 1989 Pada situasi perdagangan bebas, harga yang diterima oleh produsen output dan konsumen dalam negeri dengan harga dunia yaitu sebesar Pw dengan tingkat

7 output yang dihasilkan sebesar Q1, sehingga terjadi ekses supply di dalam negeri sebesar BHJ. Terjadinya ekses supply membuat output yang dihasilkan harus diekspor ke luar negeri sebesar Q3-Q1. Besarnya surplus konsumen adalah ABPw sedangkan surplus produsennya sebesar PwHK. Subsisi negatif pada produsen Output (NPCO negatif), menyebabkan perubahan harga dalam negeri yaitu harga yang diterima produsen dan konsumen menjadi lebih rendah dari harga pasar dunia (Pd < Pw). Tingkat harga sebesar ini, menyebabkan konsumsi dalam negeri dari Q1-Q3 menjadi Q2-Q4. Terjadi surplus produsen yaitu sebesar PwHGPd dan perubahan surplus konsumen sebesar PdEBPw dan besarnya transfer Output (OT) atau pajak kepada pemerintah sebesar DFGE. Efisiensi ekonomi yang hilang dari produsen untuk memperoleh keuntungan dan juga tidak ditransfer baik kepada konsumen maupun pemerintah Kebijakan Harga Input Kebijakan pemerintah juga diberlakukan pada variabel input tradable maupun non tradable. Sebagai ilustrasi intervensi berupa subsidi dan pajak pada input dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 (a) menunjukkan efek pajak terhadap input tradable yang digunakan. Biaya pajak menyebabkan biaya produksi meningkat sehingga pada tingkat harga output yang sama, output domestik turun dari Q1 ke Q2 dan kurva supply bergeser ke atas. Efisiensi ekonomi yang hilang adalah ABC, merupakan perbedaan antara nilai output yang hilang Q1ACQ2 dengan ongkos produksi dari output Q2BAQ1.

8 P S* P S S C S* Pw C A A B B D D Q2 Q1 Q Q1 Q2 Q (a) (b) Gambar 2. Subsidi dan Pajak Pada Input Sumber : Monke and Pearson, 1989 Keterangan : S-II = Pajak untuk input impor S+II = Subsidi untuk input impor Pw = Harga di Pasar Internacional Gambar 2(b) memperlihatkan dampak subsidi input menyebabkan harga input lebih rendah dan biaya produksi lebih rendah sehingga kurva supply bergeser ke bawah dan produksi naik dari Q1 ke Q2. Efisiensi ekonomi yang hilang dari produksi adalah ABC perbedaan antara biaya produksi yang bertambah dengan meningkatnya output dengan peningkatan nilai input. Pada input non tradable, intervensi pemerintah berupa halangan perdagangan tidak tampak karena input non tradable hanya diproduksi dan dikonsumsi di dalam negeri. Intervensi pemerintah adalah subsidi positif dan subsidi negatif (pajak) dapat dilihat pada Gambar 3. Pada Gambar 3 (a) dengan adanya pajak (Pc-Pp) menyebabkan produk yang dihasilkan turun menjadi Q2. Efisiensi ekonomi dari produsen yang hilang sebesar BCA dan dari konsumen yang hilang sebesar DBA. Pada subsidi positif (Gambar 3b) adanya subsidi menyebabkan produk meningkat dari Q1 ke Q2, harga yang diterima produsen naik menjadi Pp dan harga yang diterima konsumen turun menjadi Pc. Kehilangan efisiensi dapat dilihat dari perbandingan antara

9 peningkatan nilai output dengan meningkatnya ongkos produksi dan meningkatnya keinginan konsumen untuk membayar. P S P Pc C Pp C Pd B A Pd A B Pp D Pc D D S D Q2 Q1 Q Q1 Q2 Q Gambar 3. Dampak Subsidi dan Pajak terhadap Input Non Tradable Sumber : Monke and Pearson, 1989 Keterangan : Pd = Harga domestik sebelum diberlakukan pajak dan subsidi Pc = Harga di tingkat konsumen setelah diberlakukan pajak dan subsidi Pp = Harga di tingkat produsen setelah diberlakukan pajak dan subsidi 2.4. Policy Analysis Matrix Model atau kerangka analisis ekonomi lainnya yang lebih lengkap untuk menganalisis keadaan ekonomi dari pemilik ditinjau dari sudut usaha swasta (private profit) dan sekaligus memberi ukuran tingkat efesien ekonomi usaha atau keuntungan sosial (social profit) adalah dengan menggunakan model Matrik Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matrix, PAM). Menurut Monke and Pearson (1989), model PAM dapat memberikan pemahaman lebih lengkap dan konsisten terhadap semua pengaruh kebijakan dan kegagalan pasar pada penerimaan (revenue), biaya-biaya (cost), dan keuntungan (profit) dalam produksi sektor pertanian secara luas.

10 Menurut Monke and Pearson (1989), kontruksi model policy analysis matrix (PAM) disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Kontruksi Model Policy Analysis Matrix Komponen Biaya (cost) Input Faktor Tradable Domestik A B C D 1 Penerimaan (Revenues) Harga Privat (Private prices) Harga Sosial (Social prices) Pengaruh divergensi (Effects divergensces) Sumber : Monke and Pearson, 1989 Keterangan : 1. Keuntungan Privat (D) = A - B - C, 2. Keuntungan Sosial (H) = E - F- G, 3. Transfer Output (I) = A E, 4. Transfer Input (J) = B F, 5. Transfer Faktor (K) = C G, dan 6. Transfer Bersih (L) = D H = I J = K. Keuntungan (Profits) E F G H 2 I 3 J 4 K 5 L 6 Tiga issues yang menyangkut prinsip-prinsip yang dapat ditelaah (investigate) dengan model PAM, yaitu : 1. Dampak kebijakan terhadap dayasaing (competitiveness) dan tingkat profitability pada tingkat usahatani. 2. Pengaruh kebijakan investasi pada tingkat efesiensi ekonomi dan keunggulan komparatif (comparative advantage). 3. Pengaruh kebijakan penelitian pertanian pada perbaikan teknologi, selanjutnya model PAM merupakan produk dari dua identitas perhitungan, yaitu: (1) tingkat keuntungan atau profitabilitas (profitability) merupakan perbedaan antara penerimaan dan biaya-biaya, dan (2) pengaruh penyimpangan atau divergensi (distorsi kebijakan dan kegagalan pasar) merupakan perbedaan

11 antara parameter-parameter yang diobservasi dan parameter yang seharusnya ada terjadi jika divergensi tersebut dihilangkan Simulasi Sensitivitas Simulasi sensitivitas bertujuan untuk melihat bagaimana perubahan hasil analisis suatu kegiatan ekonomi, bila ada suatu kesalahan dalam perhitungan biaya atau manfaat. Analisis sensititivas merupakan suatu teknik analisa untuk menguji perubahan kelayakan suatu kegiatan ekonomi (proyek) secara sistematis, bila terjadi kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang telah dibuat dalam perencanaan. Menurut Kadariah (1992), Analisis sensitivitas dilakukan dengan cara (1) mengubah besarnya variabel-variabel yang penting, maing-masing terpisah atau beberapa dalam kombinasi dengan suatu prosentase dan menentukan seberapa besar kepekaan hasil perhitungan terhadap perubahan-perubahan tersebut, dan (2) menentukan dengan berapa besar suatu harus berubah sampai hasil pehitungan yang membuat proyek tidak dapat diterima. Analisis sensitivitas membantu menentukan unsur-unsur kritikal yang berperan dalam menentukan hasil dan proyek. Analisis kepekaan dilakukan dengan mengubah suatu atau kombinasi unsur kemudian menentukan pengaruh dari perubahan terhadap hasil analisis. Kelemahan Analisis sensitivitas adalah : 1. Analisis sensitivitas tidak digunakan untuk pemilihan proyek, karena merupakan analisis parsial yang hanya mengubah satu paramater pada suatu saat tertentu. 2. Analisis sensitivitas hanya mencatat apa yang terjadi jika variabel berubahubah dan bukan untuk menentukan layak atau tidaknya suatu proyek.

12 Dalam kaitannya dengan PAM, analisis sensitivitas akan mereduksi kelemahan dari alat analisis PAM tersebut, karena PAM bersifat statis dan tidak dimungkinkannya dilakukan simulasi untuk melihat pengaruh perubahan dari faktor-faktor penting dalam usahatani Pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak Sistem Pemasaran Konsep pemasaran atau pemasaran didefinisikan sebagai suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain ( Kotler, 1997) Struktur Pasar Struktur pasar merupakan suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distrubusi perusahaan menurut berbaga ukuran, deskripsi produk dan diferensiasi produk, syarat-syarat masuk dan lain sebagainya. Struktur pasar dicirikan oleh konsentrasi pasar, diferensiasi produk, kebebasan untuk keluar masuk dalam pasar ( Limbong dan Sitorus, 1987). Menurut Kotler (1997), struktur pasar diklasifikasikan berdasarkan sifat dan bentuk menjadi dua yaitu pasar bersaing sempurna dan struktur pasar tidak bersaing sempurna jika memenuhi ciri-ciri antara lain terdapat banyak penjual dan pembeli, pembeli dan penjual hanya menguasai sebagian kecil jumlah barang atau jasa yang dipasarkan sehingga tidak dapat mempengaruhi harga pasar, barang dan jasa bersifat homogen, serta penjual dan pembeli bebas untuk keluar masuk pasar.

13 Perilaku Pasar Perilaku pasar merupakan pola tingkah laku dari lembaga-lembaga pemasaran dalam struktur pasar tertentu, terutama bentuk-bentuk keputusan yang harus diambil dalam menghadapi struktur pasar. Perilaku pasar tersebut dapat dilihat dari proses pembentukan harga dan stabilitas pasar, serta ada tidaknya praktek jujur dari lembaga pemasaran tersebut. Struktur pasar dan perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui perubahan harga, biaya, dan marjin pemasaan, serta jumlah komoditi yang diperdagangkan (Dahl and Hammond, 1977) Saluran dan Lembaga pemasaran Saluran pemasaran menurut Limbong dan Sitorus (1987), adalah saluran yang digunakan produsen untuk mendistribusikan produknya kepada konsumen dari titik produsen sampai ke tangan konsumen. Saluran pemasaran melibatkan berbagai lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran dapat diartikan sebagai badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi pemasaran pada saat produk bergerak dari produsen ke konsumen akhir. Badan-badan yang termasuk dalam lembaga pemasaran adalah produsen, pedagang perantara dan lembaga pembeli jasa. Produsen adalah golongan yang menghasilkan barang atau produk. Produsen juga melakukan fungsi penjualan yang merupakan salah satu dari fungsi pemasaran. Pedagang perantara merupakan badan-badan yang berusaha dalam bidang pemasaran, menggerakkan barang dari produsen sampai konsumen melalui aktivitas jual beli.

14 Fungsi-Fungsi Pemasaran Pada sistem pemasaran terdapat banyak kegiatan yang berbeda yang diperlukan dalam proses penyampaian barang dari tingkat produsen ke tingkat konsumen. Kegiatan-kegiatan tersebut dikenal sebagai fungsi pemasaran. Dalam proses penyampaian barang dan jasa kepada konsumen diperlukan tindakan yang dapat memperlancar proses tersebut yang disebut dengan fungsifungsi pemasaran. Fungsi pemasaran meliputi: 1. Fungsi pertukaran, yaitu kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik barang dan jasa yang dipasarkan meliputi fungsi penjualan dan pembelian. 2. Fungsi Fisik, yaitu semua kegiatan yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Kegiatan yang termasuk dalam fungsi fisik meliputi penyimpanan, fungsi pengolahan, fungsi pengemasan, dan fungsi pengangkutan. 3. Fungsi fasilitas, yaitu semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi ini terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan resiko, fungsi pemiayaan dan fungsi informasi pasar Marjin Pemasaran Tomek and Robinson (1977), mendefinisikan marjin pemasaran sebagai : (1) perbedaan antara harga dibayar konsumen dengan harga yang diterima petani, (2) kumpulan balas jasa yang diterima oleh jasa pemasaran sebagai akibat adanya penawaran dan permintaan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Limbong dan Sitorus, 1987, bahwa marjin pemasaran adalah selisih harga yang dibayar oleh konsumen dengan harga yang diterima petani.

15 Di negara-negara maju semakin tinggi pemasaran maka pemasaran dianggap konsisten dan efisien karena ditingkatnnya kegunaan barang tersebut yang mencerminkan jasa-jasa yang digunakan oleh konsumen dan untuk itu mereka bersedia membayarnya (Limbong dan Sitorus, 1987). Sedangkan untuk negara-negara yang sedang berkembang tingginya marjin pemasaran dianggap sebagai indikator adanya in-efisiensi dalam sistem pemasaran karena pada umumnya belum disertai dengan peningkatan dan perbaikan kegunaan barang tersebut. Harga S r Marjin Pemasaran P r P f S f Nilai Marjin (Pr-Pf) Qr,f D r 0 Q r,f Jumlah D f Gambar 4. Komponen Marjin Pemasaran Sumber : Dahl and Hammond, 1977 Keterangan : Pf = Harga ditingkat petani Sr = kurva penawaran pengecer Pr = harga ditingkat pengecer Df = kurva permintaan petani Sf = kurva penawaran petani Dr = kurva permintaan pengecer Qr,f = jumlah keseimbangan di tingkat Petani dan pengecer Dahl and Hammod (1977), mendefinisikan marjin pemasaran sebagai perbedaan harga di tingkat petani (Pf) dengan harga di tingkat pengecer (pr). Marjin pemasaran tersebut terdiri dari komponen-komponen marjin sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4. Melalui gambar tersebut dapat dilihat bahwa, bila marjin pemasaran (Pr-Pf) dikalikan dengan jumlah komoditas yang ditawarkan

16 (Qr,f), maka hasilnya disebut nilai marjin pemasaran. Dalam gambar tampak bahwa nilai marjin pemasaran terbagai dua komponen. Pertama, berupa pembayaran yang diberikan kepada faktor-faktor produksi yang dipergunakan dalam proses produksi. Pembayaran tersebut terdiri dari upah untuk tenaga kerja, bunga, modal, sewa tanah dan bangunan, laba bagi kewiraswataan dan resiko modal. Seluruh beban biaya disebut biaya pemasaran (marketing cost). Kedua, pembayaran yang diberikan kepada berbagai pelaku yang terlibat dalam pemasaran seperti pembayaran kepada pengecer (retailer), pedagang pengumpul (assembler), dan pedagang perantara (grosir). Berdasarkan pengertian tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa analisis marjin pemasaran bertujuan untuk mengukur : (1) pangsa pasar yang diterima oleh petani produsen dari harga yang dibayar konsumen akhir, (2) biaya-biaya penyaluran komoditas yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran seperti biaya pengangkutan, bongkar muat, pengepakan, pembersihan, penimbangan, susut,retribusi dan penyimpanan, (3) marjin keuntungan pedagang perantara yang melaksanakan kegiatan pemasaran komoditi buah jeruk mulai dari tingkat petani sampai ke tingkat konsumen akhir. Perbandingan nisbah marjin keuntungan terhadap biaya pemasaran dari setiap jenis buah jeruk di daerah penelitian. Untuk mengetahui saluran pemasaran mana yang sistem pemasarannya lebih efisien adalah dengan melihat perbandingan antara satu saluran pemasaran dengan saluran lainnya. Pengukuran marjin pemasaran buah jeruk dapat dipergunakan untuk mengukur semua pihak yang terlibat dalam sistem pemasaran jeruk di daerah penelitian misalnya pedagang pengumpul, distributor, dan pengecer yang mendapat imbalan jasa.

17 Farmer s Share Tersebarnya lokasi produksi dalam wilayah yang luas dan jauh dari pusat pemasaran hasil produksi menyebabkan banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat. Kondisi ini mengakibatkan jasa-jasa pedagang pengumpul masih tetap diperlukan. Semakin panjang rantai pemasaran maka biaya pemasaran atau biaya tataniaga akan semakin besar. Hal ini berakibat semakin banyaknya marjin tataniaga sehingga bagian harga yang diterima petani (farmer s share) akan semakin kecil. Kecilnya bagian yang diterima petani akan mengakibatkan kurangnya dorongan bagi para petani untuk memproduksi lebih lanjut. Kohl and Ulh (1990), menyatakan bahwa besarnya bagian yang diterima petani dipengaruhi oleh tingkat pemprosesan biaya transportasi, keawetan atau mutu produksi dan jumlah produksi. Tingkat efisiensi pemasaran dapat diukur juga melalui besarnya rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran. Dengan semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem pemasaran akan semakin efisien. Rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran di setiap lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut: Rasio Keuntungan dan Biaya = N C...(2.1) i i dimana: N i C i = Keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i = Biaya lembaga pemasaran tingkat k-i 2.6. Hasil Penelitian Terdahulu Studi Mengenai Kelayakan Finansial dan Ekonomi Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad (2005), di Kabupaten Selayar, Sulawesi selatan, mengenai keragaan dan analisis pengembangan usahatani jeruk

18 keprok secara umum, teknologi budidaya jeruk keprok yang berkembang di tingkat petani cukup baik dengan menggunakan input produksi dari sumberdaya setempat dan input yang rendah cukup menguntungkan dengan nilai NPV Rp juta, B/C ratio 2.69, dan IRR persen dengan dasar perhitungan discaunt faktor 20 persen. Hasil Penelitian Rustiadji (2005), mengenai analisis pengembangan agribisnis buah jeruk di wilayah agropolitan Kota Batu Malang Jawa Timur, berdasarkan penelitiannya diperoleh jawaban strategi pengembangan buah jeruk di wilayah agribisnis Kota Batu Malang untuk saat ini, adalah kinerja finansial usahatani menunjukkan bahwa usahatani buah jeruk layak untuk dikembangkan yang ditunjukkan oleh nilai B/C ratio yang diperoleh lebih besar dari satu, nilai NPV yang positif dan nilai IRR yang lebih besar dari suku bunga bank yang berlaku di lokasi penelitian. Rantai pemasaran produksi buah jeruk menunjukkan belum efisien karena petani menerima marjin yang relatif rendah sementara pelaku tataniaga lainnya menerima marjin yang lebih besar dan struktur rantai pemasarannya masih terlalu panjang dan melibatkan banyak pelaku tataniaga Studi Mengenai Policy Analysis Matrix Hasil penelitian Emilya (2001), mengenai analisis keunggulan komparatif dan kompetitif serta dampak kebijakan pemerintah pada pengusahaan komoditas tanaman pangan menunjukkan bahwa komoditas pangan memperoleh profit diatas normal atau memiliki kelayakan untuk diusahakan dan dikembangkan di Provinsi Riau dengan atau tanpa kebijakan pemerintah. Secara privat dan sosial, komoditas pangan memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang dapat dilihat dari nilai PCR dan DRC lebih kecil dari satu. Artinya pengusahaan komoditas pangan

19 di Provinsi Riau mempunyai dayasaing dan mampu dikembangkan dengan atau tanpa kebijakan pemerintah. Keunggulan tertinggi terdapat pada komoditas padi, kedelai dan jagung. Tingginya tingkat komoditas padi, kedelai dan jagung lebih banyak disebabkan karena ketiga komoditas tersebut mendapat prioritas utama dari pemerintah sejalan dengan program ketahanan pangan terutama untuk peningkatan produksi dan produktivitasnya. Hasil penelitian Novianti (2003), Analisis dampak kebijakan pemerintah terhadap dayasaing komoditas unggulan sayuran menunjukkan bahwa komoditas kentang dan bawan merah di ketiga daerah penelitian (Garut, Bandung dan Majalengka) menghasilkan nilai PCR dan DRC yang lebih kecil daripada satu. Artinya kedua komoditas unggulan sayuran tersebut di ketiga tempat penelitian memiliki dayasaing sehingga mampu bersaing dan diharapkan dapat berkembang dengan atau tanpa kebijakan pemerintah. Sementara usahatani kubis, hanya memiliki keunggulan komparatif tetapi tidak memiliki keunggulan kompetitif. Hal tersebut menunjukkan bahwa intervensi pemerintah menghambat usahatani kubis sehingga usahatani menjadi tidak efisien Studi Mengenai Sistem Pemasaran Hasil penelitian Muani (1993), Analisis Kelembagaan dan Saluran Distribusi Komoditas Jeruk Siam dari daerah Kaimantan Barat menunjukkan bahwa berdasarkan pola saluran distribusi komoditas jeruk Siam Pontianak terdapat kecenderungan makin rendah grade makin kecil bagian yang diterima petani produsen dari harga konsumen. Bagian harga petani produsen relatif kecil pada saluran distribusi tujuan pasar DKI Jakarta adalah grade AB persen, C= persen, D=11.56 persen dan E= 9.00 persen, sedangkan pada saluran

20 distibusi Bandung grade AB=20.96 persen, C=16.16 persen, D=11.06 persen dan E=7.14 persen. Hal ini menunjukkan bahwa Pola distribusi pemasaran jeruk Siam pontianak sudah efisien karena srtuktur pasar bersifat oligopolistik. Hasil kajian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat (2006), Pengkajian agroniaga jeruk Siam Pontianak menunjukkan bahwa terdapat lima hubungan antar lembaga, yaitu (1) petani dan pedagang mempunyai pemasaran murni, belum terlihat adanya hubungan hutang-piutang sehingga petani bebas memilih pasar, (2) hubungan pengumpul dengan pedagang antar pulau dan distributor lokal ada dua macam, yaitu hubungan pasar murni (pengumpul free lance) dan hubungan bantuan modal atau kaki tangan (pengumpul hencman), (3) hubungan antara pedagang antar pulau dan distributor di luar Kalimantan Barat adalah hubungan pemasaran yang menganut 3 macam sistem transaksi, yaitu sistem komisi, sewa dan harga lepas, (4) hubungan antara distributor dan pengecer lebih banyak murni perdagangan dan bersifat langganan. Keduanya tidak mempunyai hubungan yang mengikat, sehingga pengecer mempunyai banyak pilihan dalam pembelian jeruk, (5) hubungan antara pengecer dengan konsumen bersifat jual-beli murni tanpa ikatan tertentu, dan struktur pasar bersifat oligopolistik dan secara umum pola distribusi pemasaran cukup efisien. Penelitian mengenai analisis pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak sendiri belum pernah dilakukan, sehingga perlu untuk diteliti. Penelitian di Provinsi Kalimantan Barat ini dilaksanakan berdasarkan informasi-informasi yang dikembangkan oleh penelitian sebelumnya mengenai konsep agribisnis jeruk, oleh karena itu penelitian di Provinsi Kalimantan Barat bertujuan untuk meneruskan penelitian yang dilakukan oleh Rustiadji (2005), Novianti (2003), dan Balai

21 Pengakajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat (2006) pada tempat, komoditi dan metodologi yang berbeda dari penelitian sebelumnya Kerangka Pemikiran Konseptual Gambar 5 menunjukkan kerangka pemikiran konseptual dari penelitian ini. Sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura khususnya jeruk Siam Pontianak merupakan salah satu komoditas unggulan yang banyak diusahakan oleh petani di Provinsi Kalimantan Barat yaitu melibatkan sekitar 178 kelompok tani, jumlah petani yang terlibat sekitar 23 ribu petani dengan luasan areal tanaman produktif sekitar 4 ribu Hektar. Namun komoditas ini belum mampu memberikan sumbangan yang signifikan terhadap PDRB pada 5 tahun terakhir ini. Walaupun dalam kurun waktu tahun komoditas jeruk telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap PDRB sebesar Rp 150 milyar dari total PDRB sektor tanaman pangan Rp 650 milyar Provinsi Kalimantan Barat. Melalui program kebijakan pemerintah terhadap pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak di Kalimantan Barat seluas 10 ribu Hektar pada tahun 2001 dengan sasaran merehabilitasi tanaman yang terserang hama penyakit, kurang produktif dan perluasan areal tanaman baru. Hal ini karena peningkatan permintaan buah jeruk pasar domestik maupun International, dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan taraf hidup petani dalam peningkatan pendapatan dengan sumber utama dari pengembangan usahatani jeruk Siam Pontianak serta kaitannya dengan peranan/kontribusi PAD, peluang investasi dan penyerapan tenaga kerja. Sehingga melalui pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak menjadi aspek yang sangat strategis dan penting.

22 Pengembangan Komoditas Unggulan Provinsi Kalimantan Barat Jeruk Siam Pontianak Kelayakan Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak Usahatani Finansial dan Eknomi Sistem Pemasaran PAM Analisis Keuntungan Keuntungan Privat Keuntungan Sosial Analisis Dayasaing Nilai PCR Nilai DRC Analisis Sensitivitas Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat Gambar 5. Diagram Kerangka Pemikiran Konseptual

23 Dari aspek finansial dan ekonomi, kehidupan petani jeruk masih tergolong dalam kelompok masyarakat berekonomi lemah. Petani yang mengusahakan jeruk saat ini berada pada kondisi ekonomi yang memperhatinkan akibat dari rendahnya harga produk jeruk atau meningkatnya sarana produksi dikalangan petani. Secara umum di wilayah perdesaan dan kecamatan sebagai sentra jeruk Siam Pontianak mengalami keterbatasan infrastruktur jalan usahatani, selain itu sistem informasi masih sangat terbatas. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan transfortasi secara umum dilakukan melalui sungai-sungai, informasi pasar langka dan mahal untuk diperoleh, sehingga harga tidak berfungsi sebagai koordinator informasi untuk pengalokasian sumberdaya secara efisien. Kondisi ini menyebabkan petani jeruk memilih sistem kelembagaan diluar institusi pasar yang merupakan kelembagaan meskipun menerima bagian harga yang lebih kecil. Untuk mengetahui sejauh mana peluang pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat perlu dilakukan analisis pendapatan usahatani, kelayakan usaha meliputi kelayakan finansial dan ekonomi, sistem pemasaran (marjin tataniaga) serta analisis pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak dengan menerapkan metode pendekatan Policy Analysis Matrik (PAM) melalui pendefinisian masalah dan menemukan solusi masalah serta membuat rumusan terhadap kebijakan yang akan dijalankan sehingga pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak dapat tercapai serta memiliki dayasaing yang tinggi

ANALISIS PENGEMBANGAN SENTRA JERUK SIAM PONTIANAK DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT W I J I

ANALISIS PENGEMBANGAN SENTRA JERUK SIAM PONTIANAK DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT W I J I ANALISIS PENGEMBANGAN SENTRA JERUK SIAM PONTIANAK DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT W I J I SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ANALISIS PENGEMBANGAN SENTRA JERUK SIAM PONTIANAK DI PROVINSI

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Perdagangan Internasional pada dasarnya merupakan perdagangan yang terjadi antara suatu negara tertentu dengan negara yang

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani Soeharjo dan Patong (1973), mengemukakan definisi dari pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 83 VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 8.1. Struktur Biaya, Penerimaan Privat dan Penerimaan Sosial Tingkat efesiensi dan kemampuan daya saing rumput laut di

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG VI. 6.1 Analisis Dayasaing Hasil empiris dari penelitian ini mengukur dayasaing apakah kedua sistem usahatani memiliki keunggulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK 6.1 Analisis Keuntungan Sistem Komoditas Belimbing Dewa di Kota Depok Analisis keunggulan komparatif

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM VI ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan kompetitif dan komparatif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan kemampuan jeruk

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Menurut penelitian Fery (2013) tentang analisis daya saing usahatani kopi Robusta di kabupaten Rejang Lebong dengan menggunakan metode Policy Analiysis

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karangasem dengan lokasi sampel penelitian, di Desa Dukuh, Kecamatan Kubu. Penentuan lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu yang baik dan biaya produksi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI Daya saing usahatani jambu biji diukur melalui analisis keunggulan komparatif dan kompetitif dengan menggunakan Policy

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin 22 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Analisis Dewasa ini pengembangan sektor pertanian menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin berat disebabkan adanya perubahan lingkungan strategis

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi gula lokal yang dihasilkan

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada petani tebu di wilayah kerja Pabrik Gula Sindang Laut Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Struktur Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah

KERANGKA PEMIKIRAN Struktur Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Faktor-faktor Produksi Usahaternak Sapi Perah Produksi adalah suatu proses penting dalam usahaternak, menurut Raharja (2000), produksi adalah

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 email: mardianto.anto69@gmail.com ABSTRAK 9 Penelitian tentang Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Pedagang Karakteristik pedagang adalah pola tingkah laku dari pedagang yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana pedagang

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM Analisis keunggulan komparatif dan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta

Lebih terperinci

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP PURWATI RATNA W, RIBUT SANTOSA, DIDIK WAHYUDI Fakultas Pertanian, Universitas Wiraraja Sumenep ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo)

ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo) ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo) Novi Itsna Hidayati 1), Teguh Sarwo Aji 2) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan ABSTRAK Apel yang

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Pengertian Usahatani Rifai (1973) dalam Purba (1989) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen,

Lebih terperinci

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini,

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini, RINGKASAN Kendati Jambu Mete tergolong dalam komoditas unggulan, namun dalam kenyataannya tidak bisa dihindari dan kerapkali mengalami guncangan pasar, yang akhirnya pelaku (masyarakat) yang terlibat dalam

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERNGK PEMIKIRN 3.1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis berisi teori-teori dan konsep yang berkaitan dengan penelitian analisis keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jambu biji. kerangka

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usaha Sapi Potong di Kabupaten Indrgiri Hulu 5.1.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Usaha Sapi Potong Usaha peternakan sapi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk Studi mengenai jeruk telah dilakukan oleh banyak pihak, salah satunya oleh Sinuhaji (2001) yang melakukan penelitian mengenai Pengembangan Usahatani

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010 Volume 12, Nomor 1, Hal. 55-62 ISSN 0852-8349 Januari - Juni 2010 DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING DAN EFISIENSI SERTA KEUNGGULAN KOMPETITIF DAN KOMPARATIF USAHA TERNAK SAPI RAKYAT DI KAWASAN

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Pada perekonomian saat ini, hubungan produsen dan konsumen dalam melakukan proses tataniaga jarang sekali berinteraksi secara

Lebih terperinci

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini diperoleh beberapa simpulan, implikasi kebijakan dan saran-saran seperti berikut. 7.1 Simpulan 1. Dari

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pemasaran Mubyarto (1977), mengemukakan bahwa di Indonesia istilah tataniaga disamakan dengan pemasaran atau distribusi, yaitu semacam kegiatan ekonomi yang membawa atau menyampaikan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cilembu (Kecamatan Tanjungsari) dan Desa Nagarawangi (Kecamatan Rancakalong) Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 45 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan daerah tersebut dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI

MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI Pendahuluan Sebelum melakukan analisis, data yang dipakai harus dikelompokkan dahulu : 1. Data Parametrik : data yang terukur dan dapat dibagi, contoh; analisis menggunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian

METODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode deskriptif analitis. Menurut Nazir (2014) Metode deskriptif adalah suatu metode dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan 33 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Konsep Dasar Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang. jagung per musim tanam yang, diukur dalam satuan ton.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang. jagung per musim tanam yang, diukur dalam satuan ton. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis terhadap tujuan

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN 8.1. Pengaruh Perubahan Harga Output dan Harga Input terhadap Penawaran Output dan Permintaan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi

IV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Studi kasus penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Sukaresmi dan Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara purpossive

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis Pada awalnya penelitian tentang sistem pertanian hanya terbatas pada tahap budidaya atau pola tanam, tetapi pada tahun

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis digunakan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian

Lebih terperinci

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRAK... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian BIAYA, KEUNTUNGAN DAN EFISIENSI PEMASARAN 1) Rincian Kemungkinan Biaya Pemasaran 1. Biaya Persiapan & Biaya Pengepakan Meliputi biaya pembersihan, sortasi dan grading

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Daya Saing Dalam sistem perekonomian dunia yang semakin terbuka, faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan dunia (ekspor dan impor)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur

Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur Krisna Setiawan* Haryati M. Sengadji* Program Studi Manajemen Agribisnis, Politeknik Pertanian Negeri

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen

III METODE PENELITIAN. Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen III METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan mutu yang cukup baik dan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia

Lebih terperinci

VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Tataniaga atau pemasaran memiliki banyak definisi. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006) istilah tataniaga dan pemasaran

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT Yusuf 1 dan Rachmat Hendayana 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi

Lebih terperinci

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009)

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 58 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF KAIN TENUN SUTERA PRODUKSI KABUPATEN GARUT Dewi Gustiani 1 dan Parulian Hutagaol 2 1 Alumni Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen - IPB

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengertian Usahatani Bachtiar Rifai dalam Hernanto (1989) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja dan modal yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas Dayasaing sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu industri karena dayasaing merupakan kemampuan suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis Secara umum sistem pemasaran komoditas pertanian termasuk hortikultura masih menjadi bagian yang lemah dari aliran komoditas. Masih lemahnya pemasaran komoditas

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO

DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO Policy Impact of Import Restriction of Shallot on Farm in Probolinggo District Mohammad Wahyudin,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pasir Penyu dan Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Kabupaten Indragiri Hulu terdiri

Lebih terperinci

DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI

DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI I Made Tamba Universitas Mahasaraswati Denpasar ABSTRAK Jagung, ketela pohon

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 51 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga tempat di Provinsi Bangka Belitung yaitu Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Barat, dan Kabupaten Belitung.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini menggunakan teori sistem pemasaran dengan mengkaji saluran pemasaran, fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin pemasaran,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

DAYA SAING USAHA TERNAK SAPI RAKYAT PADA KELOMPOK TANI DAN NON KELOMPOK TANI (suatu survey di Kelurahan Eka Jaya)

DAYA SAING USAHA TERNAK SAPI RAKYAT PADA KELOMPOK TANI DAN NON KELOMPOK TANI (suatu survey di Kelurahan Eka Jaya) Volume, Nomor 2, Hal. 09-6 ISSN 0852-8349 Juli - Desember 2009 DAYA SAING USAHA TERNAK SAPI RAKYAT PADA KELOMPOK TANI DAN NON KELOMPOK TANI (suatu survey di Kelurahan Eka Jaya) Muhammad Farhan dan Anna

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kerangka Teoritis Kelayakan Usahatani

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kerangka Teoritis Kelayakan Usahatani 6 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Kelayakan Usahatani II. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Soeharjo dkk (1973) dalam Assary (2001) Suatu usahatani dikatakan layak atau berhasil apabila usahatani tersebut dapat menutupi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional merupakan teori yang digunakan untuk mengkaji dasar-dasar terjadinya perdagangan

Lebih terperinci

Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 2, Agustus 2007 Hal: namun sering harganya melambung tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh nelayan. Pe

Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 2, Agustus 2007 Hal: namun sering harganya melambung tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh nelayan. Pe Jurnal EKONOMI PEMBANGUNAN Kajian Ekonomi Negara Berkembang Hal: 141 147 EFISIENSI EKONOMI DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP USAHA PENANGKAPAN LEMURU DI MUNCAR, JAWA TIMUR Mira Balai Besar Riset

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR 350 PARTNER, TAHUN 21 NOMOR 2, HALAMAN 350-358 ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR Krisna Setiawan Program Studi Manajemen Agribisnis Politeknik Pertanian Negeri Kupang Jalan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output

VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN 7.1. Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output Perubahan-perubahan dalam faktor eksternal maupun kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA. Kustiawati Ningsih

.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA. Kustiawati Ningsih 1.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA Kustiawati Ningsih Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Madura, Kompleks Ponpes Miftahul Ulum Bettet, Pamekasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi)

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 28 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari Bulan Pebruari sampai April 2009, mengambil lokasi di 5 Kecamatan pada wilayah zona lahan kering dataran rendah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tanaman kakao merupakan salah satu tanaman perkebunan yang sangat cocok ditanam didaerah tropis

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari dua hal. Pertama, kebijakan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari dua hal. Pertama, kebijakan 3.1. Kerangka emikiran Teoritis III. KERNGK EMIKIRN Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari dua hal. ertama, kebijakan pemerintah terhadap output dan input. Kedua, konsep keunggulan komparatif dan kompetitif

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian PENDAHULUAN POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN Dr. Adang Agustian 1) Salah satu peran strategis sektor pertanian dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Pertanian sebagai kegiatan manusia dalam membuka lahan dan menanaminya dengan berbagai jenis tanaman yang termasuk tanaman

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Konsep Pemasaran Definisi tentang pemasaran telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi, pada hakekatnya bahwa pemasaran merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Bawang merah dapat

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produk total (TP) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika jumlah semua input kecuali satu faktor

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF JERUK SIAM DI SENTRA PRODUKSI

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF JERUK SIAM DI SENTRA PRODUKSI ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF JERUK SIAM DI SENTRA PRODUKSI ANALYSIS OF CITRUS COMPARATIF AND COMPETITIVE ADVANTAGE IN PRODUCTION CENTRE Apri Laila Sayekti* dan Lizia Zamzami** Puslitbang

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Analisis Kelayakan Usaha Analisis Kelayakan Usaha atau disebut juga feasibility study adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum. 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci