2. TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Komposisi Kimia Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis, Lin)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2. TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Komposisi Kimia Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis, Lin)"

Transkripsi

1 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi dan Komposisi Kimia Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis, Lin) Cakalang adalah ikan pelagis perenang cepat (good swimmer) dan mempunyai sifat rakus (varacious). Ikan ini melakukan migrasi jarak jauh dan hidup bergerombol dalam ukuran besar. Bentuk tubuhnya digolongkan dalam bentuk torpedo yaitu badan fusiform, bagian kepala sangat tebal, ramping dan kuat ke arah ekor dan sedikit pipih pada bagian samping. Penangkapan ikan cakalang dapat menggunakan pole and line, hand line dan tonda. Cakalang memiliki tubuh fusarium, memanjang dan agak bulat, tapis insang (gill net) berjumlah pada helai pertama. Mempunyai 2 sirip punggung yang terpisah. Pada sirip punggung pertama terdapat finlet dan sirip punggung kedua terdapat 7-9 finlet. Badan tidak bersisik kecuali pada badan dan lateral line terdapat titik-titik kecil. Bagian punggung berwarna gelap disisi bawah dan perut keperakan dengan 4-6 buah garis-garis berwarna kehitaman (gelap) yang memanjang pada bagian sepenjang badan (Matsumoto et al. 1984). Cakalang mempunyai ukuran panjang cm dan berat g, dengan perbandingan rata-rata untuk setiap bagian tubuh adalah sebagai berikut : daging putih 1-2 %, daging merah 10 %, kepala %, insang 3,3 %, isi perut 6,6 %, hati 0,9-3,5 %, ekor dan sirip 1,5-2,5 %, tulang 8,1-11,1 % dan kulit 3,8-6,6 % (Kizevetter 1993). Klasifikasi ikan cakalang menurut Matsumoto et al. (1984) adalah sebagai berikut: Kingdom Subfilum Superkelas Series Kelas Subkelas Ordo Subordo Famili : Animalia : Craniata : Gnastomata : Pisces : Teleostomi : Actinopterigii : Perciformes : Scombridae : Scombridae

2 8 Subfamili Tribe Genus Spesies : Scombrina : Thunnini : Katsuwonus : Katsuwonus pelamis, Lin Daerah penyebaran ikan cakalang adalah perairan tropis dan subtropis pada lautan Atlantik, Hindia dan Pasifik kecuali laut Mediterania. Penyebaran ini dibedakan menjadi dua macam yaitu penyebaran horizontal atau penyebaran menurut letak geografis perairan dan penyebaran vertikal atau penyebaran menurut kedalaman perairan (Matsumoto et al. 1984). Morfologi ikan cakalang dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis, Lin) ( Daging ikan cakalang segar mempunyai komposisi kimia yang terdiri dari kadar air 70,40 %, kadar lemak 1,81 %, kadar protein 21,45 %, kadar abu 1,27 % dan kadar serat kasar 1,81 %. Ikan cakalang juga mengandung histidin yang tinggi yaitu 13,4 ppm daging (Matsumoto et al. 1984).

3 Kesegaran Ikan dan Proses Kemunduran Mutunya Ikan merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan biologis oleh enzim atau mikroorganisme pembusuk, sehingga memerlukan penanganan yang khusus untuk mempertahankan mutunya. Ikan sebagai bahan mentah yang cepat mengalami pembusukan, maka perlu diterapkan teknik penanganan yang baik meliputi waktu penanganan, temperatur dan kebersihan (Astawan et al. 1993; Soenardi 2005). Mutu kesegaran ikan dinilai berdasarkan sejauh mana ikan tersebut masih segar (Syah 2004). Ikan segar merupakan ikan yang baru saja ditangkap belum disimpan atau diawetkan dan mempunyai mutu tidak berubah serta tidak mengalami kerusakan (SNI ). Nilai kesegaran ikan ditentukan oleh kondisi tempat penangkapan, metode penangkapan dan penanganan yang dilakukan terhadap ikan. Nilai kesegaran ikan menunjukkan mutu ikan tersebut. Tingkat mutu ikan ditentukan oleh kenormalan semua variabel sensori yang meliputi penampakan, tekstur dan bau. Semua variabel sensori ini memiliki hubungan dengan sifat fisiko-kimia ikan (Botta 1994). Menurut Yunizal dan Wibowo (1998) untuk mengenali segar tidaknya ikan dapat dilakukan pengamatan visual terhadap penampilan ikan secara menyeluruh terutama penampilan fisik, mata, insang dan adanya lendir, meraba adanya lendir dan kelenturan ikan, menekan daging ikan untuk melihat teksturnya dan mencium bau ikan. Setelah ikan mati, berbagai proses perubahan fisiko-kimia dan mikrobiologi terjadi dengan cepat. Semua proses perubahan ini akhirnya bermuara pada pembusukan. Tahap-tahap kemunduran kesegaran ikan adalah pre-rigor, rigormortis, autolisis dan penyerangan bakteri. Fase yang terjadi pada ikan yang baru mengalami kematian disebut fase pre-rigor. Perubahan pada fase ini ditandai terlepasnya lendir dari kelenjar di bawah permukaan kulit ikan yang membentuk lapisan bening tebal di sekeliling tubuh. Lendir yang dilepaskan tersebut sebagian besar terdiri dari glukomukoprotein (Rahayu et al. 1992). Keadaan ini secara biokimia ditandai dengan menurunnya kadar adenosin triphosphate (ATP) dan keratin fosfat seperti halnya pada reaksi glikolisis (Eskin 1990). Perubahan selanjutnya, ikan memasuki tahap rigormortis

4 10 ditandai dengan mengejangnya tubuh ikan setelah mati sebagai hasil perubahan biokimia yang kompleks dalam tubuh ikan (FAO 1995). Hilangnya kelenturan ikan berhubungan dengan terbentuknya aktomiosin yang berlangsung lambat pada tahap awal dan menjadi cepat pada tahap selanjutnya. Setelah itu, ikan memasuki tahap post-rigor yang ditandai dengan mulai melunaknya otot ikan secara bertahap. Lamanya tingkat rigor dipengaruhi oleh kandungan glikogen dalam tubuh ikan dan suhu lingkungan. Kandungan glikogen yang tinggi dapat menunda datangnya proses rigor. Fase rigormortis dianggap penting, karena pada fase ini belum terjadi proses pembusukan dan dikenal sebagai petunjuk bahwa ikan masih dalam keadaan segar (Eskin 1990). Rigormortis merupakan salah satu perubahan yang terjadi pada daging ikan segera setelah ikan mati, ditunjukkan oleh perubahan kreatin fosfat menjadi ATP dan dimulai pada saat kandungan ATP mulai berkurang. Senyawa ATP terus terdegradasi dan tingkat rigormortis sempurna terjadi pada saat konsentrasinya mencapai 1 µmol/g (Mazzarano-Manzano et al. 2000). Serabut otot daging ikan hidup mengandung protein dalam gel lunak. Selama rigor, gel menjadi kaku dan bila rigor telah berlalu, otot daging menjadi lunak dan lentur kembali. Keadaan ini berlangsung selama 1 7 jam sesaat setelah ikan mati. Nilai ph ikan pada fase ini sekitar 6 7 (Eskin 1990). Tahapan kemunduran mutu ikan Sakaguchi (1990) disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Tahapan kemunduran mutu ikan Parameter Tahapan kemunduran mutu ikan Pre-rigor Rigormortis Post-rigor Pembusukan Penampakan Cerah dengan kilauan Kilau Warna memudar umum metalik menurun atau pucat Kondisi Keruh, opaq/ Tebal, lengket, Bersih dan transparan permukaan seperti susu kelabu Warna insang Merah cerah atau merah Merah Coklat atau segar kecoklatan kelabu Bau insang Bau segar Asam atau anyir Sangat asam Resistensi Lembut dan Keras dan Elastisitas Lunak dan daging elastis elastis menurun lembek Penampakan daging Semi transparan Keruh Sumber: Sakaguchi (1990)

5 11 Marioka et al. (1999) menjelaskan bahwa kondisi post-rigor merupakan permulaan dari proses pembusukan yang meliputi autolisis dan pembusukan oleh bakteri. Proses autolisis adalah terjadinya penguraian daging ikan sebagai akibat dari aktivitas enzim dalam tubuh ikan. Hal ini terjadi terutama pada ikan yang disimpan tanpa dibuang isi perutnya. Proses autolisis akan menyebabkan penguraian protein menjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu peptida, asam amino dan amonia yang akan meningkatkan nilai ph daging ikan. Autolisis ditandai dengan adanya senyawa amonia, yang pada tahap sebelumnya tidak dihasilkan pada jaringan tubuh ikan (FAO 1995). Kemunduran mutu ikan setelah mati disebabkan oleh aktivitas enzimatis dan mikrobiologis yang sudah ada secara alami pada tubuh ikan ketika hidup. Pada suhu di bawah 4 ºC proses kemunduran mutu ikan dapat dihambat, sebab pada suhu tersebut penguraian tubuh ikan oleh mikroorganisme dan enzim berlangsung dengan lambat. Kemunduran mutu ikan akan menyebabkan perubahan mutu terhadap flavor, aroma, warna dan penampakan daging ikan yang dapat mempengaruhi daya terima menjadi rendah (Clucas dan Ward 1996) Mikrobiologi Ikan Segar Keberadaan mikroba pada ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu spesies ikan, lingkungan air, habitat, cuaca dan cara penangkapan. Pengaruh spesies ikan terhadap populasi mikroorganisme terutama disebabkan oleh perbedaan kandungan lendir pada kulit ikan antara satu spesies dengan spesies lainnya. Lendir yang menutupi ikan mengandung bakteri jenis Pseudomonas, Sarcina, Serattia, Micrococcus, Vibrio dan Bacillus (Kimata 1961). Bakteri yang berhasil diisolasi dari saluran usus ikan segar meliputi Achromobacter, Acinetobacter, Alcaligenes, Enterobacter, Flavobacterium, Pseudomonas dan Xanthomonas. Bakteri yang terdapat pada insang, usus dan lendir ikan sebanyak 60 % terdiri dari jenis Pseudomonas dan Achromobacter, 20 % terdiri dari jenis Corynebacterium, Flavobacterium dan Micrococcus. sedangkan sisanya adalah Alcaligenes, Bacillus, Proteus, Seratia, Graffkya dan E. coli (Rahayu et al. 1992).

6 12 Lingkungan air mempengaruhi mikroorganisme pada ikan. Ikan yang hidup di laut utara membawa banyak bakteri psikrofilik, sedangkan ikan yang hidup di laut tropis lebih banyak membawa bakteri mesofilik. Ikan yang hidup di air tawar membawa bakteri jenis Brevibacterium, Alcaligenes, Streptococcus, dan Lactobacillus. Ikan banyak mengandung bakteri apabila dibiarkan dalam waktu 2-3 jam pada suhu kamar akan cepat mengalami pembusukan. Bakteri yang berperan dalam kebusukan ikan adalah bakteri Gram-negatif berbentuk batang terutama dari jenis Pseudomonas, Achromobacter dan Alcaligenes (Rahayu et al. 1992). Kepadatan bakteri pada ketiga lokasi insang, kulit, dan usus tidak sama. Kepadatan bakteri masing-masing pada insang berkisar Cfu/g, kulit berkisar Cfu/g dan pada usus berkisar Cfu/g. Bakteri-bakteri tersebut menyerang tubuh ikan mulai dari insang atau luka-luka yang terdapat pada kulit menuju jaringan tubuh bagian dalam, dari saluran pencernaan menuju jaringan daging dan dari permukaan kulit menuju ke jaringan tubuh bagian dalam dan cara ketiga yang paling sedikit (Hadiwiyoto 1993). Proses pengawetan dan pengolahan ikan ditujukan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Banyak cara yang telah dilakukan untuk mencegah atau menghambat proses perubahan yang disebabkan oleh bakteri, antara lain dengan menyiangi ikan, merendam ikan dalam zat kimia, menggunakan es batu yang telah diberi zat antibakteri atau melalui proses pembekuan (Clucas dan Ward 1996) Protein Ikan Ikan mengandung protein yang cukup tinggi dan komposisi asam aminonya tidak sama dengan hewan-hewan darat. Ditinjau dari kandungan asam aminonya, maka protein ikan diklasifikasikan sebagai sumber protein yang bermutu tinggi sebab mengandung asam amino esensial yang lengkap (Zaitsev et al. 1969; Suzuki 1981). Protein adalah senyawa yang mempunyai berat molekul besar, yaitu ribuan sampai jutaan dalton. Protein merupakan komponen utama dalam sel hidup dan memegang peranan penting dalam proses kehidupan. Hasil-hasil hewani yang umum digunakan sebagai sumber protein

7 13 adalah daging (sapi, kerbau, kambing, dan ayam), telur (ayam dan bebek), susu dari hasil-hasil perikanan seperti ikan, udang dan kerang (Zaitsev et al. 1969; Winarno et al. 1993). Protein hewani disebut juga protein yang lengkap dan bermutu tinggi karena mempunyai asam amino esensial yang lengkap dan susunannya mendekati apa yang diperlukan oleh tubuh dan daya cernanya tinggi sehingga jumlah yang dapat diserap oleh tubuh juga tinggi (Sakaguchi 1990). Komponen asam amino ikan laut, ikan air tawar dan daging sapi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi asam amino dalam protein daging ikan laut, ikan air tawar dan daging sapi Asam amino Ikan laut (%) a) Ikan air tawar (%) b) Daging sapi (%) c) Alanin 5,2 7,8 10,34 3 Asam aspartat 6,2-11,8 18,3 6,05 Asam glutamat 5,9-15,6 3,03 11,95 Glisin 1,0 5,6 8,37 3,3 Isoleusin 2,6 7,7 7,8 2,23 Leusin 3,9 18,0 13,34 4,91 Metionin 1,5 3,7 6,64 2,07 Serin 2,5 5,4 1,0 1,76 Treonin 0,6 6,2 7,5 2,92 Valin 0,6 5,4 8,2 2,14 Arginin 2,6 9,6 1,1 4,07 Lisin 4,1 14,4 1,6 4,92 Histidin 1,2 5,7 5,91 1,62 Fenilalanin 1,9 4,8 8,56 2,71 Prolin 3,0 7,1 5,8 1,91 Triptofan 0,4 1,4 1,26 5,4 Tirosin 1,3 5,0 7,9 2,30 Sumber: a) Zaitsev et al. (1969) b) Mahmud et al. (1990) c) Slamet dan Purawisastra (1979) Pada Tabel 2 dapat dilihat ada beberapa jumlah asam amino ikan yang sama dengan daging sapi, namun demikian jumlah jaringan ikat dalam otot ikan lebih kecil dari pada daging sapi serta serat-serat otot ikan lebih pendek daripada serat-serat otot sapi. Hal ini menyebabkan tekstur daging ikan lebih empuk dari daging sapi (Slamet dan Purawisastra 1979).

8 Histidin dan Histamin Histidin secara alami ditemukan pada kebanyakan hewan dan tumbuhan terutama yang tinggi proteinnya seperti ikan, unggas, keju dan biji gandum. Histidin adalah salah satu asam amino yang merupakan prekursor histamin (Tjay dan Rahardja 2007). Pada umumnya histidin bebas merupakan histidin yang dihasilkan dari degradasi protein pada saat ikan tersebut mengalami pembusukan (Brink et al. 1990; Stratton et al. 1991; Lehane dan Olley 2000). Ada dua macam histidin dalam daging ikan yaitu histidin bebas dan histidin terikat dalam protein. Hanya histidin bebas yang dapat mengalami dekarboksilasi menjadi histamin. Histidin bebas yang terdapat pada daging ikan erat sekali hubungannya dengan terbentuknya histamin dalam daging. Semua daging ikan yang berwarna merah seperti cakalang, marlin dan sardin, tinggi kandungan histidin bebasnya (Pan 1984). Rossi et al. (2003); Kung et al. 2005; McLauchlin et al. 2005; Veciana et al. (1996); Kuda et al. (2007) menjelaskan bahwa histidin bebas banyak terdapat pada ikan scombroid yang berasal dari famili scombroidae dan jaringan lainnya seperti pada jeroan khususnya pilorikaeka dan usus. Lehane dan Olley (2000); Tsai et al. (2007) menambahkan bahwa histamin adalah senyawa yang terdapat di dalam daging ikan yang menyebabkan keracunan scombroid. Keracunan scombroid merupakan salah satu jenis intoksikasi pangan yang disebabkan oleh mengkonsumsi spesies ikan laut scombroid dan sejenisnya. Keracunan histamin (intoksikasi kimiawi) terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa jam setelah mengkonsumsi ikan yang mengandung histamin tinggi. Intoksikasi histamin tersebut terjadi dengan gejala seperti; kemerahan di sekitar leher dan wajah, badan terasa panas dan gatal-gatal. Gejala penderitaan yang dialami konsumen biasanya selama beberapa jam, tetapi pada beberapa kasus gejala tersebut dapat sampai beberapa hari.

9 Kandungan histamin dan pembentukannya pada ikan Histamin merupakan senyawa amin biogenik hasil dekarboksilasi asam amino histidin (ά-amino ß-inidosal asam propionat) (Keer et al. 2002; Tjay dan Rahardja 2007). Kandungan histamin pada ikan segar adalah rendah tetapi pada ikan busuk, kandungannya menjadi tinggi (Tsai et al. 2007). Nigous et al. (1990) menyatakan bahwa penyebab reaksi dekarboksilasi adalah berupa enzim, panas ataupun suasana basa. Reaksi pembentukan histamin menurut Cheffel et al. (1986) disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Reaksi pembentukan histamin (Cheffel et al. 1986) McLauchlin et al. (2005); Suryanti et al. (2006) melaporkan kandungan histamin pada ikan scombroid yang sudah rendah mutunya bervariasi antara ppm bahkan kadang-kadang sampai ppm. Kadar histamin jika melebihi 25 ppm sudah mulai terbentuk kerusakan, kadar >50 ppm sudah berbahaya untuk kesehatan dan kadar >100 ppm sudah bersifat racun pada manusia (SNI ). Standar yang ditetapkan oleh Ditjen P 2 HP DKP (2007) kadar histamin untuk hasil dan produk perikanan adalah 100 ppm. Brink et al. (1990) melaporkan kandungan histamin ppm sudah toksik, kadar 500 ppm sudah berbahaya bagi kesehatan manusia (Askar dan Treptow 1993), sedangkan kadar histamin produk perikanan yang masih aman untuk dikonsumsi adalah <5 ppm (USDFA 2001).

10 16 Pada tahun 1998 di New Zaeland, dilaporkan terjadi keracunan histamin pada pengunjung restoran yang memakan steak tuna yang mengandung histamin >50 ppm (Mah et al. 2002). Jumlah histamin yang terbentuk bervariasi pada setiap spesies ikan tergantung pada jumlah histidinnya, tipe dan banyaknya bakteri yang menunjang pertumbuhan dan aktivitas mikroba dan dipengaruhi oleh suhu penyimpanan dan ph (Pan 1984; Fardiaz 1993; Kushner 1998; Lehane dan Olley 2000; Kim et al. 2000). Autolisis pada daging ikan mulai berlangsung secara biokimia segera setelah ikan mati terutama pada daging sekitar rongga perut. Setelah fase rigormortis, enzim di dalam perut ikan aktif menguraikan komponen ikan yang menyebabkan terjadinya perubahan pada rasa, warna tekstur, bau dan penampakan ikan (Hidayat et al. 2006). Menurut Sillasantos et al. (1996); Lehane dan Olley (2000); Tsai et al. (2007) bahwa jumlah histamin yang dihasilkan dari aktivitas bakteri lebih banyak daripada hasil reaksi autolisis. Jumlah histamin yang dikandung oleh ikan dipengaruhi oleh jumlah mikroba atau bakteri yang terdapat pada ikan tersebut. Kandungan histamin pada ikan yang berukuran kecil jauh lebih banyak dibandingkan dengan ikan yang berukuran besar (Syah 2004). Bakteri pembentuk histamin lebih banyak dijumpai pada insang dan jeroan ikan daripada kulit karena insang dan jeroan merupakan sumber bakteri (Shewan dan Hobbs 1997). Hasil penelitian Keer et al. (2002); Kim et al. (2000) menyatakan bahwa terdapat hubungan atau korelasi positif antara jumlah bakteri dan kadar histamin yang dihasilkan. Pada jaringan ikan beku yang dithawing, produksi histaminnya dapat terhambat. Hal ini disebabkan oleh rusaknya bakteri penghasil histamin dalam proses pembekuan (freezing) dan thawing sehingga mencegah pembentukan senyawa tersebut. Kim et al. (2004); Tsai et al. (2007) menjelaskan bahwa aktivitas bakteri dan pembentukan histamin dipengaruhi oleh suhu dan waktu inkubasi. Tiap-tiap spesies mempunyai suhu dan waktu optimum yang berbeda. Bakteri pembentuk histamin dapat dikelompokkan menjadi spesies yang mampu memproduksi histamin dalam jumlah besar (>100 ppm) pada suhu di atas 15 0 C dengan lama inkubasi < 24 jam dan spesies yang memproduksi histamin dalam jumlah kecil

11 17 (< 25 ppm) setelah diinkubasi pada temperatur 30 0 C selama > 48 jam. Bakteribakteri yang dapat mendekarboksilasi histidin disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Bakteri-bakteri yang mendekarboksilasi histidin Bakteri Hafnia spp., Hafnia alvei Klebsiella spp., Klebsiella pneumonia, Escherichia coli Clostridium spp., C. perfringens Lactobacillus spp., Lactobacillus 30a Enterobacter spp. Proteus sp., Proteus morganii Sumber : Eitenmiller et al. (1981) Morfologi Gram-negatif, batang, fakultatif anaerobik Gram-negatif, batang, fakultatif anaerobik Gram-negatif, batang, fakultatif anaerobik Gram-positif, batang, anaerobik Gram-positif, batang, fakultatif anaerobik Gram-negatif, batang, fakultatif anaerobik Hasil penelitian Taylor dan Behling (1982); Tsai et al. (2007) menunjukkan bahwa bakteri Proteus morganii, Klebsiella pneumonia dan Enterobacter aerogenes termasuk penghasil histamin yang paling banyak, sedangkan Hafnia alvei, E. coli dan Clostridium freundii menghasilkan histamin sedikit. Keer et al. (2002); Setiyono (2006) menyatakan bahwa histamin merupakan komponen biogenik amin yaitu bahan aktif yang diproduksi secara biologis melalui proses dekarboksilasi dari asam amino bebas serta terdapat pada berbagai bahan pangan seperti ikan, daging merah, keju dan makanan fermentasi. Menurut Orejana (1984) bahwa adanya histamin pada daging ikan berkaitan dengan Scombroid poisoning sehingga histamin dapat digunakan sebagai indikator adanya suatu toksin dalam tuna, mackerel (kembung) dan ikanikan sejenis lainnya. Istilah Scombroid poisoning merupakan istilah yang umum digunakan untuk menyebutkan ikan yang secara alami telah mengandung senyawa toksin. Ditambahkan lebih lanjut oleh Veciana et al. (1996); Rossi et al. (2003) bahwa ikan-ikan yang termasuk dalam kelompok ini adalah ikan tongkol, kembung, cakalang, tuna dan bonito. Yatsunami et al. (1994) melaporkan bahwa bakteri pembentuk histamin yang diisolasi dari produk fermentasi ikan sardin adalah Staphylococcus, Micrococcus, Vibrio dan Pseudomonas. Kuda et al. (2001); Kuda et al. (2002)

12 18 menyatakan bahwa kadar histamin pada ikan mackerel dan ikan sardin berkisar 12,6-30,5 ppm, sedangkan bakteri pembentuk histamin yang paling dominan adalah bakteri asam laktat berbentuk kokus Tetragenococcus. Kobayashi et al. (2004) melaporkan bakteri pembentuk histamin yang berhasil diidentifikasi dari fermentasi ikan mackerel dan ikan sardin adalah T. mutiaticus. Dapkevicius et al. (2000) melaporkan juga bahwa ditemukan strain Lactobacillus sake yang mendegradasi histidin menjadi histamin dalam pasta ikan sardin yang difermentasi. Mah et al. (2002) melaporkan bahwa peningkatan histamin pada sardin dan mackerel setelah penyimpanan pada suhu 4 0 C selama fermentasi 10 hari berkisar ppm Reaksi fisiologis histamin Histamin mempunyai fungsi penting dalam tubuh yaitu dihubungkan dengan fenomena fisiologis, patologis terutama dengan pelepasan pada reaksi anafilaksis dan alergi. Alergi berarti masuknya suatu bahan asing yang menyebabkan reaksi tidak menyenangkan di dalam jaringan tubuh, namun tidak terjadi pada setiap orang. Keracunan adalah efek dari mengkonsumsi pangan tertentu yang melebihi dari yang ditetapkan berlaku pada setiap orang. Secara garis besar reaksi alergi dapat dibagi atas 3 golongan yaitu reaksi pertama terjadi sangat cepat, reaksi ini terjadi sedemikian rupa sehingga bibir, lidah dan tenggorokan langsung membengkak dan menghalangi masuknya makanan. Manifestasi alerginya cepat sehingga mudah diketahui makanan yang mengandung alergen. Reaksi kedua terjadi lebih lambat perlu waktu berjam-jam lamanya dengan demikian lebih sukar untuk mengetahui makanan mana yang bertanggung jawab atas manifestasi alergi pada seorang penderita. Reaksi ketiga lebih lama lagi, manifestasi klinis dari reaksi ketiga ini biasanya berupa kemerahan pada kulit (Rengganis 2007). Ada 5 gejala kunci alergi yang dapat terjadi apabila seseorang mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung alergen yaitu pembengkakan di sekitar mata, tangan, abdomen dan pergelangan, denyut jantung yang cepat atau berdebar-debar khususnya terjadi setelah makan, keringat yang berlebihan

13 19 walaupun tidak berolah raga. Reaksi antigen-antibodi menyebabkan pelepasan histamin sehingga terjadi fase dilatasi, gatal dan edema (Mumby 1995). Pelepasan histamin selama terjadi reaksi antigen-antibodi telah dilaporkan oleh para peneliti. Histamin telah diketahui merupakan perantara terjadinya fenomena hipersensitivitas (Syamsudin 1990). Keracunan histamin jarang terjadi dan biasanya terjadi karena overdosis. Gejala utama yang timbul yaitu sakit kepala, diare, muntah-muntah, bibir bengkak dan rasa terbakar di tenggorokan (Rice et al. 1976; Ronald et al. 1999). Menurut Lehane dan Olley (2000) keracunan histamin dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu keracunan tingkat lemah apabila mengkonsumsi 8-40 ppm, keracunan sedang apabila mengkonsumsi ppm dan keracunan kuat apabila mengkonsumsi ppm histamin Fermentasi Proses fermentasi adalah pemecahan karbohidrat menjadi alkohol dan karbondioksida (CO 2 ), tetapi banyak proses yang disebut fermentasi tidak selalu menggunakan substrat karbohidrat sebagai media fermentasi yang menghasilkan alkohol dan CO 2 saja. Selain karbohidrat, protein dan lemak dapat juga dipecah oleh mikroba atau enzim tertentu untuk menghasilkan asam amino, asam lemak dan zat-zat lainnya (Rahayu et al. 1992). Fukami et al. (2002); Syah (2004) menjelaskan bahwa pada prinsipnya fermentasi adalah proses perubahan substrat organik yang kompleks menjadi komponen yang lebih sederhana dengan adanya aktivitas enzim dan mikroba dalam keadaan terkontrol, dimana bahan-bahan atau komponen yang dihasilkan dapat menghambat kegiatan mikroba pembusuk. Selain menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan, perubahan yang terjadi dapat memperbaiki nilai gizi produk. Gildberg dan Thongthai (2001); Ichimura et al. (2003) menyatakan bahwa fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan sebagai akibat dari pemecahan kandungan-kandungan bahan pangan tersebut. Hasil fermentasi terutama

14 20 tergantung pada jenis bahan pangan (substrat), jenis mikroba dan kondisi di sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba tersebut. Berdasarkan sumber mikroba yang berpengaruh dalam fermentasi, maka fermentasi makanan dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu fermentasi spontan dan fermentasi tidak spontan. Fermentasi spontan terjadi pada makanan yang dalam pembuatannya tidak ditambahkan mikroba dalam bentuk starter, tetapi mikroba yang berperan aktif dalam proses fermentasi berkembang biak secara spontan karena lingkungan hidupnya yang dibuat sesuai untuk pertumbuhannya. Fermentasi tidak spontan terjadi pada makanan yang dalam pembuatannya ditambahkan mikroba dalam bentuk kultur atau starter, dimana mikroba tersebut akan berkembang biak dan aktif dalam mengubah bahan yang difermentasi menjadi produk yang diinginkan (Fardiaz 1993; Ruddle dan Ishige 2005) Fermentasi dengan garam Peranan garam dalam fermentasi adalah sebagai penyeleksi mikroorganisme yang diperlukan. Jumlah garam yang ditambahkan berpengaruh pada populasi mikroorganisme dan jenis mikroorganisme yang tumbuh. Oleh karena itu kadar garam dapat digunakan untuk mengendalikan aktivitas fermentasi apabila faktor-faktor lainnya sama (Winarno et al. 1993; Hermansyah 1999). Penambahan garam dalam fermentasi ikan mempunyai beberapa fungsi yaitu meningkatkan rasa ikan, membentuk tekstur yang diinginkan, mengontrol pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan dalam fermentasi dan menghambat pertumbuhan mikroorgansime pembusuk dan patogen (Rahayu et al. 1992; Winarno et al. 1993; Ijong dan Ohta 1995). Garam dapat berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan mikroorgansime pembusuk dan patogen karenanya mempunyai sifat-sifat antimikroba yaitu: garam akan meningkatkan tekanan osmotik substrat; garam menyebabkan terjadinya penarikan air dalam bahan pangan, sehingga a w bahan pangan akan menurun dan mikroorganisme tidak akan tumbuh; garam menyebabkan terjadinya penarikan air dari dalam sel mikroorganisme sehingga sel akan kehilangan air dan mengalami pengerutan; ionisasi garam akan

15 21 menghasilkan ion klor yang beracun terhadap mikroorganisme dan dapat mengganggu kerja enzim proteolitik karena dapat mengakibatkan terjadinya dena- turasi protein (Heruwati 2000; Rahayu et al.1992). Fermentasi menggunakan garam sangat berperan dalam penguraian senyawa-senyawa seperti enzim dari ikannya sendiri, terutama enzim dari isi perut dan mikroorganisme yang berasal dari ikan maupun garam yang digunakan (Rahayu et al. 1992). Ijong dan Ohta (1995) menambahkan bahwa pada proses pembuatan bakasang ikan sardin, garam yang digunakan selain berfungsi untuk mengikat air dan pemberi rasa sedap juga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak dikehendaki Fermentasi bakasang Proses fermentasi yang terjadi pada ikan merupakan proses penguraian secara biologis atau semibiologis terhadap senyawa-senyawa kompleks terutama protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dalam keadaan terkontrol. Selama proses fermentasi, protein ikan akan terhidrolisis menjadi asam-asam amino dan peptida yang berperan dalam pembentukan cita rasa produk. Jika ke dalam bahan mentahnya ditambahkan sumber karbohidrat, misalnya pati atau nasi, maka selama fermentasi akan terjadi pemecahan pati menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana seperti asam dan alkohol (Rahayu et al. 1992; Winarno et al. 1993). Produk akhir fermentasi ikan dapat berupa ikan utuh, pasta atau saus. Prinsip pengawetan pada produk fermentasi ikan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya penurunan aktivitas air oleh garam, gula, pengeringan dan dikombinasikan dengan penurunan ph oleh bakteri pembentuk asam (Rahayu et al. 1992). Bakasang adalah suatu produk fermentasi ikan berupa larutan kental (semisolid) dan dibuat melalui fermentasi dengan medium garam yang rasanya asam dan biasanya disajikan sebagai pelengkap lauk yang sebelumnya dibumbuhi cabe dan gula. Bakasang merupakan salah satu produk fermentasi oleh mikroba fermentatif yang disebut bakteri asam laktat (Gunena 2000; Ijong dan Ohta 1995).

16 22 Bakasang digolongkan dalam fermentasi spontan, karena dalam pembuatannya dilakukan penambahan garam dan tidak menambahkan starter mikroba maupun karbohidrat. Produk fermentasi yang dibuat menggunakan kadar garam tinggi tidak dapat digunakan sebagai makanan sumber protein karena rasanya yang terlalu asin, sehingga jumlah yang dapat dikonsumsi juga terbatas. Produk-produk semacam ini biasanya hanya digunakan sebagai bahan perangsang makan, penyedap makanan atau bumbu. Proses fermentasi ikan merupakan proses biologis atau semi-biologis yang pada prinsipnya dapat dibedakan atas empat golongan (Rahayu et al. 1992) yaitu: 1). Fermentasi menggunakan kadar garam tinggi, misalnya dalam pembuatan peda, kecap ikan dan bakasang. 2). Fermentasi menggunakan asam-asam organik, misalnya dalam pembuatan silase ikan dengan cara menambahkan asam-asam propionat dan format. 3). Fermentasi menggunakan asam-asam mineral, misalnya dalam pembuatan silase ikan menggunakan asam-asam kuat. 4). Fermentasi menggunakan bakteri asam laktat, misalnya dalam pembuatan bakasang. Daengsubha (1998) melaporkan bahwa dari produk Plaa-ra (produk sejenis bakasang yang berasal dari ikan air tawar di Thailand) dengan waktu fermentasi selama 6 bulan telah ditemukan mikroba seperti Bacillus, Pediococcus halophilus, Micrococcus sp. dan Staphylococcus epidermis dengan komposisi terdiri dari 7,95-20,28 % protein, 11,61-23,82 % garam, ph 4,0-6,90 serta terdapat 0,71-1,94 % asam laktat. Sumanti (1998) berhasil melakukan isolasi dan identifikasi bakteri halofilik selama fermentasi jeroan ikan cakalang, ditemukan bakteri seperti Micrococcus, Halobacterium salinarum, Staphylococcus sp dan Bacillus sp. Pada fermentasi bakasang ikan sardin yang diteliti oleh Ijong dan Ohta (1995) ditemukan bakteri asam laktat Lactobacillus pada ph 5,5-5,9 menggunakan kadar garam 20 % dan lama fermentasi 14 hari. Mikroba yang berhasil diisolasi dari bakasang ikan mujair ditemukan Lactobacillus, Streptococcus, Staphylococcus, Bacillus, Clostridium, Micrococcus, Enterobacter, Enterococcus dan Streptococcus dengan ph 5-7 selama 2 hari fermentasi (Gunena 2000). Muller et al. (2002) melaporkan bahwa

17 23 mikroflora yang diisolasi dari produk fermentasi Plaa-som (salah satu produk fermentasi ikan laut (Channas triatus) selama 12 hari fermentasi ditemukan Lactobacillus plantarum, Lalimentarius, Lactococcus garviae, Pediococcus pentosaceus, Staphylococcus dan Zygossacharomycez sp. Komposisi kimia silase jeroan ikan cakalang (produk sejenis bakasang dari Sulawesi Utara) terdiri dari protein 14,82-15,91 %, lemak 0,91-1,37 %, air 69,13-75,38 % dan kadar abu 13,12-15,07 % (Kaseger 1986).

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi Ikan Tuna

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi Ikan Tuna 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Tuna Klasifikasi ikan tuna (Saanin 1984) adalah sebagai berikut : Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Teleostei Subclass : Actinopterygi Ordo : Perciformes

Lebih terperinci

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT)

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT) TUGAS PENDAHULUAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL LAUT PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G 311 09 003 KELOMPOK : IV (EMPAT) LABORATORIUM PENGAWASAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN HISTAMIN SELAMA PROSES FERMENTASI DAN PENYIMPANAN PRODUK BAKASANG JEROAN IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis, Lin) RAHMATIA GARWAN

PERKEMBANGAN HISTAMIN SELAMA PROSES FERMENTASI DAN PENYIMPANAN PRODUK BAKASANG JEROAN IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis, Lin) RAHMATIA GARWAN PERKEMBANGAN HISTAMIN SELAMA PROSES FERMENTASI DAN PENYIMPANAN PRODUK BAKASANG JEROAN IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis, Lin) RAHMATIA GARWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Selain mutu proteinnya tinggi, daging juga mengandung asam amino essensial yang lengkap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Sapi Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan

Lebih terperinci

DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc.

DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc. DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc. dhinie_surilayani@yahoo.com Ikan = perishable food Mengandung komponen gizi: Lemak, Protein, Karbohidrat, dan Air Disukai Mikroba Mudah Rusak di Suhu Kamar Setelah ikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie basah merupakan produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Badan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik Nilai Organoleptik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik ikan lolosi merah (C. chrysozona) dapat di lihat pada analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan pangan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak sejak dipanen. Bahan pangan mentah, baik tanaman maupun hewan akan mengalami kerusakan melalui serangkaian reaksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

BIOKIMIA HISTAMIN. DINI SURILAYANI S.Pi., M.Sc

BIOKIMIA HISTAMIN. DINI SURILAYANI S.Pi., M.Sc BIOKIMIA HISTAMIN DINI SURILAYANI S.Pi., M.Sc HISTAMIN Senyawa yang terdapat pada daging ikan [umumnya dari family scombroid] yang di dalam dagingnya terdapat kadar histidin yang tinggi. Memiliki efek

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih merupakan bahan pangan yang banyak ditemukan di Indonesia dan sudah tidak asing bagi masyarakat. Kubis putih dapat hidup pada dataran tinggi salah satunya

Lebih terperinci

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan Jumlah dan jenis populasi mikroorganisme yang terdapat pada berbagai produk perikanan sangat spesifik. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. proses terjadinya perubahan suhu hingga mencapai 5 0 C. Berdasarkan penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. proses terjadinya perubahan suhu hingga mencapai 5 0 C. Berdasarkan penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui waktu pelelehan es dan proses terjadinya perubahan suhu hingga mencapai 5 0 C. Berdasarkan penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim. HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Penelitian Persiapan penelitian meliputi pembiakan kultur pada media susu skim. Pembiakan kultur starter pada susu skim dilakukan untuk meningkatkan populasi kultur yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Ikan Layang Data hasil penelitian pengaruh konsentrasi belimbing terhadap nilai organoleptik ikan layang dapat dilihat pada Lampiran 2. Histogram hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan pangan hewani (daging, telur, dan susu) dari waktu ke waktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan pola hidup,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci

Harryara Sitanggang

Harryara Sitanggang IV. Hasil Pengamatan & Pembahasan Penanganan pasca panen bukan hanya berlaku untuk produk pangan yang berasal dari tumbuhan atau biasa disebut produk nabati. Pemanenan dari komoditas hewani juga perlu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mikroorganisme tersebar luas di alam seperti di udara, air, tanah, dalam saluran pencernaan hewan, pada permukaan tubuh dan dapat dijumpai pula pada pangan. Mikroorganisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia telah banyak mengenal produk pangan fermentasi antara lain yang berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

Lebih terperinci

Uji Organoleptik Ikan Mujair

Uji Organoleptik Ikan Mujair Uji Organoleptik Ikan Mujair Bahan Mentah OLEH : PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu atau nilai-nilai tertentu yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

SKRIPSI. APLIKASI KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET PADA MI BASAH MATANG. Oleh : MAULITA NOVELIANTI

SKRIPSI. APLIKASI KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET PADA MI BASAH MATANG. Oleh : MAULITA NOVELIANTI SKRIPSI APLIKASI KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET PADA MI BASAH MATANG Oleh : MAULITA NOVELIANTI F24103090 2007 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecap Kedelai 1. Definisi Kecap Kedelai Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, dengan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam famili Brassicaceae, tumbuh di daerah yang berhawa sejuk, yaitu pada ketinggian 800-2000 m di atas permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan bakteri asam laktat di dunia pangan dan kesehatan sudah banyak diaplikasikan. Dalam pengolahan pangan, bakteri ini telah lama dikenal dan digunakan, yaitu

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN VI. PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan pada tanggal 23 Mei 2011 mengenai pengaruh suhu penyimpanan beku terhadap mikroba pada bahan pangan. Praktikum ini dilaksanakan agar praktikan dapat mengerjakan

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tahu merupakan makanan yang biasa dikonsumsi bukan hanya oleh masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat Asia lainnya. Masyarakat Indonesia sudah sangat lama mengkonsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahu, merupakan salah satu makanan yang digemari oleh hampir semua kalangan masyarakat di Indonesia, selain rasanya yang enak, harganya pun terjangkau oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) secara sepintas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) secara sepintas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Klasifikasi Ikan Cakalang Morfologi jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) secara sepintas memiliki ukuran tubuh yang relatif besar, panjang tubuh sekitar 25cm dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan yang halal dan baik, seperti makan daging, ikan, tumbuh-tumbuhan, dan

BAB I PENDAHULUAN. makanan yang halal dan baik, seperti makan daging, ikan, tumbuh-tumbuhan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia memiliki luas wilayah perairan yang lebih besar dari pada luas daratan. Besarnya luas wilayah perairan yang dimiliki Indonesia, membuat negara ini kaya akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Baku Kerang Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai ciri-ciri: cangkang terdiri dari dua belahan atau katup yang dapat membuka dan menutup dengan

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Makanan sebagai sumber zat gizi yaitu karbohidrat, lemak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan pengawet berbahaya dalam bahan makanan seperti ikan dan daging menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh pemerintah. Penggunaan bahan pengawet

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

I. PENDAHULUAN. berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat Indonesia telah banyak mengenal produk pangan fermentasi antara lain yang berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan bahan pangan. Kandungan gizi yang ada pada ikan sangatlah

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Yoghurt merupakan minuman yang dibuat dari susu sapi dengan cara fermentasi oleh mikroorganisme. Yoghurt telah dikenal selama ribuan tahun dan menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan pada 12 September 2011 mengenai perubahan fisik, kimia dan fungsional pada daging. Pada praktikum kali ini dilaksanakan pengamatan perubahan

Lebih terperinci

MENGENAL LEBIH JAUH SKOMBROTOKSIN

MENGENAL LEBIH JAUH SKOMBROTOKSIN MENGENAL LEBIH JAUH SKOMBROTOKSIN Produk perikanan merupakan salah satu jenis pangan yang perlu mendapat perhatian terkait dengan keamanan pangan. Mengingat di satu sisi, Indonesia merupakan negara maritim

Lebih terperinci

merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh pembangun, dan zat pengatur dalam tubuh (Diana, 2009). Protein sangat penting

merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh pembangun, dan zat pengatur dalam tubuh (Diana, 2009). Protein sangat penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Protein merupakan zat yang sangat penting bagi setiap organisme serta merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh berfungsi sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan susu segar sebagai bahan dasarnya, karena total padatan

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan susu segar sebagai bahan dasarnya, karena total padatan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dewasa ini banyak sekali minuman fermentasi yang dijual dipasaran, salah satunya yoghurt. Yoghurt mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dibandingkan susu segar sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN Riza Rahman Hakim, S.Pi Penggolongan hasil perikanan laut berdasarkan jenis dan tempat kehidupannya Golongan demersal: ikan yg dapat diperoleh dari lautan yang dalam. Mis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN.. HALAMAN PENGESAHAN.. RIWAYAT HIDUP.. i ABSTRAK... ii ABSTRACT.. iii UCAPAN TERIMAKASIH. iv DAFTAR ISI....... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia akan gizi menuntut dikembangkannya berbagai industri pangan. Salah satu sektor yang turut berperan penting dalam ketersediaan bahan pangan

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Berdasarkan tipe fermentasi, bakteri asam laktat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang mempunyai prospek cukup baik untuk dikembangkan. Berdasarkan data dari Kementerian

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, karena jenis tersebut yang paling banyak di tangkap dan di

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, karena jenis tersebut yang paling banyak di tangkap dan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ikan pada umumnya lebih banyak di kenal daripada hasil perikanan lainnya, karena jenis tersebut yang paling banyak di tangkap dan di konsumsi. Hasil perikanan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Suhu Optimum Ekstraksi Inhibitor Katepsin Penentuan suhu optimum ekstraksi inhibitor katepsin bertujuan untuk mengetahui suhu optimum untuk pemisahan antara kompleks

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. laut maupun ikan air tawar. Menurut Arias dalam Fernandes (2009) ikan

I. PENDAHULUAN. laut maupun ikan air tawar. Menurut Arias dalam Fernandes (2009) ikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan bahan pangan hewani bernilai ekonomis tinggi dan banyak dikonsumsi masyarakat karena kandungan gizinya yang tinggi, baik ikan air laut maupun ikan air

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Pembiakan Kultur Tahap pertama dari penelitian ini adalah pembiakan kultur bakteri asam laktat hasil isolat dari daging sapi. Bakteri asam laktat yang digunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Kefir adalah susu yang difermentasi dengan Kefir Grains yang terdiri dari berbagai jenis bakteri asam laktat dan ragi. Kefir, sejenis susu fermentasi yang terbuat dari bakteri hidup.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

KOMPOSISI DAN MIKROBA TELUR

KOMPOSISI DAN MIKROBA TELUR KOMPOSISI DAN MIKROBA TELUR KELOMPOK 7 Septika Irjawati Siti Zubaidah Antonius Marianus Weri Ernestus Dok Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi tercapainya kecukupan gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecukupan gizi. Unsur gizi yang dibutuhkan manusia antara lain: protein, lemak,

BAB I PENDAHULUAN. kecukupan gizi. Unsur gizi yang dibutuhkan manusia antara lain: protein, lemak, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelangsungan hidup manusia sangat dipengaruhi oleh nilai atau kecukupan gizi. Unsur gizi yang dibutuhkan manusia antara lain: protein, lemak, karbohidrat, mineral, serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan susu dengan bantuan mikroba untuk menghasilkan berbagai produk

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan susu dengan bantuan mikroba untuk menghasilkan berbagai produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu adalah cairan yang dihasilkan dari sekresi kelenjar mammae hewan mamalia yang fungsi utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi anak hewan yang baru lahir.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan produk pangan menggunakan bahan baku kacang-kacangan

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan produk pangan menggunakan bahan baku kacang-kacangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan produk pangan menggunakan bahan baku kacang-kacangan telah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Kita mengenal tempe, oncom, kecap, tahu, yang dibuat

Lebih terperinci

Berikut tips mengenali dan memilih pangan yang berasal dari hewan yang memenuhi kriteria Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH).

Berikut tips mengenali dan memilih pangan yang berasal dari hewan yang memenuhi kriteria Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH). Selama bulan puasa dan saat Lebaran tiba, sudah menjadi kebiasaan khususnya umat Islam menyajikan makanan yang bergizi serta lezat dalam cita rasa bagi keluarga. Berbagai bahan makanan disiapkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yoghurt merupakan salah satu bentuk produk minuman hasil pengolahan susu yang memanfaatkan mikroba dalam proses fermentasi susu segar menjadi bentuk produk emulsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah daging dari ternak yang sehat, saat penyembelihan dan pemasaran diawasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah daging dari ternak yang sehat, saat penyembelihan dan pemasaran diawasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan daging merupakan bagian yang penting bagi keamanan pangan dan selalu menjadi pokok permasalahan yang mendapatkan perhatian khusus dalam penyediaan

Lebih terperinci

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air TINJAUAN PUSTAKA Telur Telur merupakan bahan pangan asal hewan yang mempunyai daya pengawet alamiah yang paling baik, karena memiliki suatu pelindung kimia dan fisis terhadap infeksi mikroba. Mekanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. protein hewani yang mengandung omega-3 dan protein yang cukup tinggi sebesar

BAB I PENDAHULUAN. protein hewani yang mengandung omega-3 dan protein yang cukup tinggi sebesar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan tuna (Thunnus sp) merupakan salah satu sumber makanan sehat bagi masyarakat. Sebagai sumber makanan sehat, ikan tuna merupakan salah satu sumber protein hewani

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber protein hewani. Ikan juga merupakan bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber protein hewani. Ikan juga merupakan bahan makanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat sebagai salah satu sumber protein hewani. Ikan juga merupakan bahan makanan yang cepat mengalami proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali dijual olahan susu fermentasi, salah satunya adalah yoghurt. Yoghurt memiliki nilai gizi yang lebih besar daripada susu segar karena terjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan berperan penting dalam kehidupan makhluk hidup sebagai sumber tenaga, pembangun bahkan penyembuh penyakit. Sumber makanan yang dibutuhkan oleh tubuh mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan asli perairan Indonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia Tenggara dan Cina. Ikan tersebut termasuk komoditas yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar seperti diolah menjadi sosis, nugget, dendeng, kornet dan abon.

PENDAHULUAN. segar seperti diolah menjadi sosis, nugget, dendeng, kornet dan abon. 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya peningkatan konsumsi masyarakat akan daging dan bergesernya pola konsumsi masyarakat dari mengkonsumsi daging segar menjadi daging olahan siap konsumsi menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di antaranya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer di Indonesia. Buah naga mengandung antara lain vitamin C, betakaroten, kalsium,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di PT. Graha Insan Sejahtera yang berlokasi di salah satu Perusahaan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jalan Muara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan hasil sekresi kelenjar ambing (mamae) yang berasal dari pemerahan pada mamalia dan mengandung lemak, protein, laktosa, serta berbagai jenis vitamin (Susilorini,

Lebih terperinci

1) Mahasiswa Program Studi THP STITEK Balik Diwa Makassar 2) Staf Pengajar Program Studi THP STITEK Balik Diwa Makassar ;

1) Mahasiswa Program Studi THP STITEK Balik Diwa Makassar 2) Staf Pengajar Program Studi THP STITEK Balik Diwa Makassar  ; PENGARUH PENAMBAHAN GARAM TERHADAP KARAKTERISTIK PETIS BERBAHAN LIMBAH PADAT IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) Hernawati 1, Jawiana Saokani 2 dan Heriansah 2 1) Mahasiswa Program Studi THP STITEK Balik

Lebih terperinci