BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem penghantaran obat yang tertarget merupakan salah satu strategi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem penghantaran obat yang tertarget merupakan salah satu strategi"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem penghantaran obat yang tertarget merupakan salah satu strategi pengobatan yang banyak dikembangkan akhir-akhir ini karena dapat langsung menghantarkan obat menuju daerah aksi secara spesifik ( Hillary dkk., 2001). Salah satu teknologi yang banyak digunakan dalam penghantaran obat tertarget adalah nanopartikel. Teknologi nanopartikel mempunyai kelebihan dapat dikonjugasikan dengan berbagai molekul pendukung tambahan seperti protein pembawa sehingga menghasilkan sistem baru dengan spesifikasi yang lebih lengkap ( Martien dkk., 2012). Konjugasi dengan protein pembawa merupakan tahap yang sangat penting karena akan menentukan keberhasilan dari sistem penghantaran obat. Nanopartikel polimerik atau yang dilapisi dengan polimer hidrofilik sangat potensial untuk digunakan karena kemampuannya sebagai pembawa DNA dalam terapi gen, dan kemampuannya untuk menghantarkan protein, peptida dan gen (Larger, 2000; Bhadra dkk., 2000; Kommareddy dkk., 2005; Lee dan kim, 2005). Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan konjugasi antara polimer pektin dengan BSA menggunakan katalis EDAC sebagai acuan untuk pengembangan nanopartikel. Untuk identifikasi adanya konjugasi telah berhasil dilakukan dengan analisis kualitatif menggunakan metode Native-PAGE (Nondenaturing Polyacrylamide Gel Electrophoresis) yang akan memisahkan protein 1

2 2 berdasarkan bobot molekulnya (Juhairiyah, 2015). Metode native-page kemungkinan juga bisa memisahkan konjugasi nanopartikel-mj-30 dengan BSA. Pengaruh konsentrasi gel poliakrilamid yang digunakan dan waktu pengembangan terhadap pita elektroforesis yang dihasilkan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Identifikasi konjugasi pektin dengan BSA dengan waktu pengembangan yang terbatas tidak akan bisa memperoleh hasil pemisahan yang baik karena sampel konjugasi belum turun dengan sempurna dan belum memasuki gel poliakrilamid dengan baik (Juhairiyah, 2015). Pada elektroforesis nanopartikel MJ-C dengan polimer kitosan rantai pendek dan pektin metilasi rendah terkonjugasi anti-epcam tidak ada pita yang bisa terlihat karena sampel tertahan di atas dan tidak bisa melewati gel karena ukuran gel yang terlalu kecil dan waktu pengembangan yang masih kurang (Kristiani, 2015). Waktu pengembangan dan daya listrik yang digunakan juga akan mempengaruhi pita protein karena menghasilkan panas dengan istilah Joule heat yang akan mengakibatkan terjadinya distorsi pita hasil elektroforesis, meningkatkan proses difusi, inaktivasi enzim, dan denaturasi protein. Analisis gel dengan daya listrik yang kecil dan waktu yang lebih lama akan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh joule heat (Garvin, 2008) selain itu penggunaan daya listrik yang tinggi dapat menyebabkan protein yang mempunyai bobot molekul besar bermigrasi dengan tidak sempurna. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilihat pengaruh variasi konsentrasi gel dan waktu pengembangan elektroforesis sehingga didapatkan kondisi optimum yang bisa mengidentifikasi konjugasi antara nanopartikel MJ-30

3 3 menggunakan alginat sebagai polimer dengan protein BSA. Hasil akhir penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dan pedoman dalam pengembangan obat dengan sistem penghantaran yang tertarget. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah pengaruh perbedaan konsentrasi gel poliakrilamid pada identifikasi konjugasi BSA dengan nanopartikel MJ-30? 2. Bagaimanakah pengaruh waktu pengembangan terhadap hasil elektroforesis pada identifikasi konjugasi BSA dengan nanopartikel MJ-30? C. Tujuan penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi gel poliakrilamid dan waktu pengembangan terhadap pita hasil elektroforesis sehingga didapatkan kondisi yang optimum untuk identifikasi biokonjugasi antara nanopartikel MJ 30 dengan BSA. 2. Tujuan Khusus a. Melakukan optimasi konsentrasi gel poliakrilamid untuk mengidentifikasi hasil reaksi biokonjugasi BSA dengan nanopartikel MJ-30 secara kualitatif. b. Melakukan optimasi waktu pengembangan elektroforesis sehingga diperoleh pita pemisahan protein yang bisa dengan dianalisis baik.

4 4 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi mengenai konsentrasi dan waktu pengembangan gel elektroforesis yang optimum sehingga memudahkan untuk mengidentifikasi nanopartikel MJ-30 yang terkonjugasi BSA yang nantinya dapat digunakan pada inovasi baru dalam pengobatan kanker yang lebih efektif dan aman. E. Tinjauan Pustaka 1. Biokonjugasi Konjugasi ( Crosslinking) merupakan suatu proses kimia untuk menggabungkan dua atau lebih molekul dengan suatu ikatan kovalen. Disebut sebagai biokonjugasi jika molekul yang digabungkan berupa biomolekul (Hayworth, 2014.). teknik ini dapat diaplikasikan untuk membuat suatu sistem termodifikasi berbasis protein yang berfungsi untuk deteksi, assay tracking atau mentarget suatu molekul biologi (Hermanson, 1996). Biokonjugasi antara suatu molekul sintetik dengan suatu protein memiliki peranan yang besar dalam dunia kesehatan, misal pada pengembangan suatu agen terapi berbasis protein dengan menggabungkan suatu polimer atau suatu molekul obat pada protein. Gugus fungsional protein yang bisa dijadikan target dalam biokonjugasi adalah amina primer (-NH 2 ), karboksilat (-COOH), sulfhydryl (-SH) dan karbonil ( -CHO). Tujuan dari konjugasi ini adalah untuk menaikkan sifat farmakokinetik dari komponen terapinya (Witus, 2012). Teknik biokonjugasi tergantung pada gugus fungsional reaktif dari reagen crosslinking maupun dari

5 5 molekul target. Jika salah satu tidak memiliki gugus fungsional reaktif, atau jika keduanya tidak kompatibel maka reaksi konjugasi tidak akan berhasil (Hermanson, 1996). Sehingga jika ingin mendapatkan hasil reaksi yang optimal, perlu dilakukan pemilihan antara reagen crosslinking dan molekul target yang tepat. Reagen biokonjugasi memiliki gugus fungsi yang reaktif secara spontan dan selektif untuk terikat pada gugus fungsional spesifik molekul target. Sebagian lainnya tidak langsung dapat menjadi crosslinker, tetapi ada yang akan membentuk intermediet aktif (Hermanson, 1996). Selain bergantung dari gugus fungsional reaktif yang bereaksi, keberhasilan konjugasi juga ditentukan oleh kondisi sistem saat dilakukan konjugasi, misalkan ph medium, waktu dan suhu reaksi, serta konsentrasi dari pereaksi yang digunakan harus sesuai dengan reaksi yang dilakukan agar reaksi biokonjugasi berjalan dengan baik. Jika kondisi reaksi optimum dalam konjugasi belum diketahui secara pasti, maka perlu dilakukan optimasi untuk memperoleh hasil konjugasi yang optimum (Wong, 2002) 2. Gel Elektroforesis Gel elektroforesis merupakan metode yang biasa digunakan pada analisis dan purifikasi protein karena bisa memberikan informasi berat molekul dan muatan protein, struktur sub unit protein, dan kemurnian pada penelitian khusus preparasi protein. Metode gel elektroforesis mudah untuk digunakan dan sangat reprodusibel. Analisis kualitatif pada kompleks campuran protein merupakan analisis yang sering menggunakan gel elektroforesis (Garvin, 2008). Ada dua

6 6 teknik dalam pemisahan protein menggunakan gel poliakrilamid elektroforesis, yaitu : a. SDS-PAGE Protein SDS-PAGE meupakan metode yang secara luas digunakan untuk menganalisis protein secara kualitatif berdasasarkan ukurannya dan dapat digunakan pula untuk menentukan berat molekul relatif suatu protein (Walker, 2002). Dalam metode ini, sampel bufer yang digunakan mengandung β- merkaptoetanol dan SDS. SDS ( Sodium Dodecyl sulfat) dengan struktur kimia CH 3 -[CH 2 ] 10 -CH 2 OSO 3 - Na + merupakan suatu deterjen anionik yang memiliki ujung hidrofobik pada bagian dodesil, dan bagian yang sangat bermuatan pada gugus sulfatnya. SDS akan terikat kuat pada bagian hidrofobik asam amino yang menentukan konformasi 3D protein. Akibat terikat oleh SDS maka struktur globular protein akan terdenaturasi total menjadi protein yang linear (Anonim, 2016). Struktur linear ini menjadikan protein kehilangan muatan native-nya dan menjadi bermuatan negatif. Akibat perlakuan tersebut tidak ada perbedaan muatan dan konformasi antar protein. Sedangkan merkaptoethanol digunakan untuk memutus ikatan disulfida yang membentuk struktur tersier suatu protein (Walker, 2002). b. Native-PAGE Protein Native-PAGE digunakan jika ingin mempertahankan bentuk native protein yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi aktivitas biologi misal, aktivitas enzim, ikatan reseptor, ikatan antibodi dan lain sebagainya. Pada tipe

7 7 native, tidak digunakan SDS maupun agen pereduksi lainnya seperti merkaptoetanol pada saat preparasi gel elektroforesis, loading bufer dan running bufer, selain itu pemanasan sampel juga tidak diperlukan (Walker, 2002). Migrasi protein melewati gel elektoforesis menuju anoda dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti, ukuran molekul, bentuk dan muatan native dari protein itu sendiri. Oleh karena itu resolusi dari Native-PAGE tidak sebaik pada SDS-PAGE, namun teknik ini sangat bermanfaat jika ingin mempertahankan struktur native protein selama analisis (Smet dkk.,2006). Titik isoelektrik atau isoelectric point dan electrophoretic mobilitiy merupakan dua sifat fisika dari protein yang sangat berpengaruh pada elektroforesis. electrophoretic mobilitiy atau kecepatan migrasi protein bergantung pada muatan, ukuran, dan bentuk sedangkan titik isoelektrik hanya bergantung pada muatan protein (Garfin,2003). Protein merupakan molekul amfoter karena bisa bermuatan positif, negatif, atau tidak bermuatan yang dipengaruhi oleh ph lingkungannya. Muatan native protein dapat dipengaruhi oleh ph gel. Jika ph gel lebih kecil dari titik isoelektrik (pi) protein sampel, maka akan menghasilkan muatan positif pada protein, dan jika di atas pi protein maka akan memberikan muatan akhir negatif. Protein sampel harus memiliki pi < 7,0 agar memiliki muatan negatif dan dapat menuju anoda. Secara umum, pada ph 2,0 hingga 4,0 maka protein akan bermuatan positif, dan akan bermuatan negatif pada ph diatas 8,0. Oleh karena itu pemilihan ph yang cocok sangat penting untuk memastikan bahwa protein yang kita inginkan dapat bermigrasi dalam gel (Gallagher, 1999).

8 8 Komponen komponen yang penting dalamelektroforesis : a) Konsentrasi gel poliakrilamid Gel merupakan komponen kunci dalam sistem elektroforesis. Gel akan menentukan kecepatan migrasi protein dan menahan protein selama proses elektroforesis berlangsung sampai bisa diwarnai untuk visualisasi. Gel poliakrilamid merupakan metode umum digunakan untuk protein. Sedangkan gel agarosa digunakan untuk memisahkan protein yang berukuran besar dari 500 kda dan untuk imunoelektroforesis. Gel poliakrilamid cocok digunakan untuk memisahkan protein karena beberapa hal yaitu ukuran pori gel bisa diatur sesuai dengan ukuran protein, reaksi polimerisasi gel mudah terjadi, gel poliakrilamid bersifat hidrofilik serta transparan pada gelombang cahaya diatas 250 nm dan tidak berikatan dengan pewarna protein. Gel poliakrilamid merupakan hasil polimerasi dari monomer akrilamid dengan adanya N,N -methylene-bis-acrylamide (bis -akrilamid) yang berfungsi sebagai pembentuk silang, dimana keduanya akan berpolimerasi dengan adanya senyawa radikal (Gambar 1). Senyawa radikal yang biasanya digunakan adalah amonium persulfat (APS). Untuk mendekomposisi APS agar menjadi senyawa radikal dan menyetabilkannya, maka ditambahkan TEMED (N,N,N,N -tetrametil etilendiamin). Ukuran pori gel sangat ditentukan oleh perbandingan jumlah akrilamid dan bis-akrilamid. Polimerisasi pada gel sangat dipengaruhi oleh 3 hal yaitu jmlah monomer dan bis akrilamid yang diberikan, suhu, dan kemurnian dari reagen reagen yang digunakan.

9 9 Gambar 1. Polimerasi akrilamid (Walker, 2002) Untuk protein elektroforesis, ukuran pori gel sangat penting karena selama proses elektroforesis berlangsung, protein bermigrasi melaui pori. Ukuran dari pori gel sulit untuk diukur secara langsung. Tapi, bisa ditentukan secara operasional berdasarkan batas ukuran protein yang bisa melewati pori gel (Garfin, 2003). b) Bufer Arus listrik pada sel elektroforesis sebagian besar dihantarkan melalui ion ion pada sistem bufer, protein hanya berperan kecil dalam penghantaran arus. Bufer berfungsi untuk mensuplai arus yang dibawa oleh ion, menjaga ph yang diinginkan, dan mencegah medium untuk kelebihan panas yang nantinya dapat merusak protein yang akan dianalisis. Pada sistem native PAGE bufer juga berfungsi untuk menjaga ph lingkungan yang diperlukan untuk aktivitas protein. Sistem bufer diklasifikasikan menjadi continuous dan discontinuous tergantung dari satu atau lebih bufer yang digunakan. Untuk sampel yang terdilusi akan

10 10 mendapatkan hasil yang lebih baik dengan menggunakan discontinuous bufer sedangkan untuk sampel dengan konsentrasi protein yang tinggi bisa menggunakan continuous bufer (Garfin, 2003). Continuous bufer Menggunakan ph yang konstan dan bufer yang sama pada gel, sampel, dan elektroda. Ketika sampel dimasukkan pada gel, proses pemisahan akan langsung terjadi. Discontinuous bufer Discontinuous bufer digunakan untuk mendapatkaan resolusi yang tinggi dalam pemisahan gel. Terdapat dua macam gel yang digunakan dalam pemisahan protein menggunakan gel poliakrilamid yaitu gel penumpuk (stacking gel) dan gel pemisah ( separating gel). Gel pemisah digunakan untuk memisahkan protein berdasarkan bobot molekulnya. Ukuran pori gel pemisah dapat bervariasi sesuai dengan range ukuran protein yang ingin dipisahkan. Stacking gel atau gel penumpuk berfungsi untuk tempat loading sampel atau ruang pembatas antar sampel. Ukuran pori gel pada bagian ini sangat besar yaitu sekitar 4% dengan tujuan agar protein dapat bermigrasi dengan mudah (Walker, 2002). c) Pertimbangan sumber daya listrik Digunakan untuk desain elektroforesis yang akan mengontrol kecepatan migrasi protein atau elektroforetik. Voltase tetap, arus tetap, atau sumber daya listrik tetap dapat digunakan. Pemilihan sumber daya listrik didasari oleh kemampuan dari bejana elektroforesis untuk menstabilkan panas akibat arus listrik

11 11 yang digunakan. Panas yang ditimbulkan akibat arus listrik selama proses elektroforesis dinamakan joule heat. Joule heat akan mengakibatkan terjadinya distorsi pita hasil elektroforesis, meningkatkan proses difusi, inaktivasi enzim, dan denaturasi protein. Bejana elektroforesis yang baik akan mentransfer panas dari gel ke lingkungannya sehingga efek yang tidak diinginkan bisa teratasi. Sel vertikal biasanya tahan pada sumber daya listrik V/cm dan arus dengan rentang ma/mm tebal gel (Garvin,2003). d) Pewarnaan gel Deteksi protein setelah elektroforesis umumnya menggunakan pewarna organik atau silver. Silver staining sangat sensitif akan tetapi prosesnya lebih rumit, reagen yang digunakan harus murni, dan menggunakan zat kimia yang berbahaya. Untuk pewarna organik biasanya menggunakan Coomassie Brilliant Blue. Coomassie Brilliant Blue akan membentuk ikatan yang kuat dengan protein tapi bukan ikatan kovalen. Kebanyakan adalah kombinasi antara ikatan van der Waals dengan interaksi elektrostatik. Kompleks protein dan pewarna akan membentuk warna biru yang terlihat pada membran atau gel karena muatan negatif dari bentuk anionik dari pewarna. Molekul pewarna yang berikatan pada pita hasil elektroforesis sebanding dengan jumlah protein yang ada pada pita. Struktur dari coomassie seperti pada Gambar 2 memiliki gugus asam sulfonat yang mempunyai peranan penting dalam pewarnaan protein karena akan bereaksi dengan gugus amina pada protein.

12 12 Gambar 2. Struktur dari coomassie Brilliant Blue R Ribosome Inactivating Protein (RIP) MJ 30 Ribosome Inactivating Protein (RIP) merupakan sekelompok sitotoksin yang memiliki aktivitas menghambat sintesis protein pada eukariotik sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai senyawa antikanker. RIP bersifat merusak ribosom secara irreversible, dengan menghilangkan residu adenin dari rrna dan juga mendepurinasi asam nukleat lainnya. Penggunaan RIP sebagai komponen konjugasi dengan antibodi atau sebagai imunotoksin (Stirpe, 2006). RIP terdistribusi luas dalam tanaman tingkat tinggi. Kebanyakan spesies tanaman yang mengandung RIP termasuk subdivisi angiospermae. Fraksi protein dari daun M. jalapa L. diketahui mempunyai aktivitas untuk memotong DNA superkoil dan aktivitas N-glikosidase. Aktivitas rrna N-glikosidase ini menyebabkan depurinasi adenin pada posisi 4324 dari 28S rrna. Protein dari akarnya sitotoksik terhadap sel HeLa, dan fraksi protein totalnya terbukti aktif menginduksi apoptosis sel HeLa (Sudjadi dkk., 2007). Ekstrak daun, biji, dan akar tanaman ini mengandung protein-protein sejenis RIP yang disebut Mirabilis Antiviral Protein (MAP) dan MJ 30 yang mempunyai efek sitotoksik terhadap sel

13 13 Hela (Kataoka dkk., 1992; Sudjadi dkk., 2007). Ribosom inactivating protein (RIP) diisolasi dari daun Mirabilis jalapa dan dinamakan MJ-30 karena mempunyai berat molekul 30 kd. MJ-30 memiliki efek sitotoksik terhadap sel T47D dan sel siha yang merupakan sel line kanker payudara dan kanker serviks. Efek sitotoksik MJ-30 pada sel kanker lebih tinggi daripada sel normal (Ikawati dkk., 2006). 4. Bovine Serum Albumin (BSA) Bovine serum albumin (BSA) sering digunakan sebagai model untuk studi fisika-kimia protein karena merupakan polipeptida yang mudah tersedia (Carter & Ho, 1994). BSA merupakan suatu protein globular yang tersusun dari dua puluh asam amino esensial dalam struktur yang terdiri dari 583 unit (Peters, 1995). Berat molekul (dikalkulasikan dari teknik yang berbeda) sekitar hingga Da, dan saat berada dalam larutan berat molekul yang dianggap paling benar adalah Da (Peters, 1995; Gonzalez Flecha dkk, 2003). BSA sangat mudah larut dalam air dan hanya dapat diendapkan menggunakan garam netral yang memiliki konsentrasi tinggi seperti ammonium sulfat. BSA sering digunakan sebagai penstabil untuk protein terlarut lainnya atau enzim yang labil. Dalam aplikasi di bidang biokimia, BSA digunakan sebagai Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA), Immunoblots, dan Immunohistochemistry (IHC) (Rani, 2012). BSA juga dapat digunakan sebagai standar pada kalibrasi protein untuk menentukan kuantitas protein lain dengan menggunakan metode Lowry dan Bradford protein assay, dan sebagai blocking

14 14 agent pada Western blot (Patnam, 1975 & Rani, 2012). Pada penelitian ini BSA digunakan sebagai protein model yang akan dikonjugasikan dengan permukaan nanopartikel alginat. BSA memiliki range Isoelektrik Point (pi) antara ph 4,7 sampai 5,2 (Kongraksawech dkk, 2007) dan transformasi konformasi proteinnya dipengaruhi oleh perubahan ph (Gambar 3). Pada ph antara 4.5 dan 7,0 BSA berada pada bentuk native (N). Pada ph 3.5 bentuk native (N) BSA akan berubah secara reversible menjadi bentuk fast (F) yang mengakibatkan BSA bermigrasi secara cepat pada gel elektroforesis. Pada ph 2,0 konformasi BSA menjadi bentuk expanded (E) sehingga konformasinya menjadi lebih besar. Ketika ph lebih dari 7,0 hingga 9,0 bentuk N akan berubah menjadi bentuk basic (B) dan selanjutnya menjadi bentuk E jika ph terus dinaikkan. Konformasi native (N) merupakan bentuk paling kompak/padat, sedangkan bentuk expanded (E) merupakan struktur yang paling terbuka (Foster, 1977; Michnik dkk., 2005; Yamasaki dkk., 1990). Pada penelitian ini, nanopartikel MJ-30-BSA diformulasikan pada ph 4.5, 5.5, dan ph 6.5 sehingga BSA berada pada bentuk native. Gambar 3. Transformasi konformasi BSA yang dipengaruhi oleh perubahan ph (Foster, 1977; Michnik dkk., 2005; Yamasaki dkk., 1990)

15 15 5. Alginat Alginat merupakan senyawa polisakarida hasil ekstraksi dari kelompok alga coklat atau Alginophyta. Alginat adalah garam dari asam alginat yang mengandung ion natrium, kalsium atau kalium (Kadi dan Atmaja, 1988). Berat molekul alginat adalah kda, berhubungan erat dengan derajat polimerisasi , nilai pk gugus karboksil adalah 3,4 4,4.Alginat mempunyai kandungan air yang tinggi disebabkan oleh pengaruh garam yang bersifat higroskopis. Kandungan air dalam alginat bervariasi tergantung pada kelembaban relatif dari lingkungannya (Yunizal,2004). Alginat yang banyak dikenal adalah bentuk garam dari asam alginat yang tersusun oleh asam D-mannuronat dan asam L-guluronat. Alginat merupakan poliuronat yang mengandung asam ß-D-mannuronat (M) dan asam α-lgulukoronat (G), dan kedua asam tersebut dihubungkan oleh ikatan pada atom C1 dan C4. Selain mengandung asam polimanuronat (MM) dan poliguluronat (GG), juga mengandung kopolimer berganti (MG) (Gambar 4). Poliguluronat Polimanuronat Kopolimer berganti Gambar 4. struktur dan tipe polimer dari alginat ( Higham.,dkk)

16 16 Karakter dari alginat adalah : a. Kelarutan Alginat bersifat larut air dalam bentuk garam alkali, magnesium, ammonia atau amin (Belitz & Grosch, 2004). Alginat tidak larut air dalam bentuk garam kalsium alginat atau asam alginat. Kelarutan alginat dan kemampuannya mengikat air bergantung pada jumlah ion karboksilat, berat molekul dan ph. Kemampuan mengikat air meningkat jika jumlah ion karboksilat semakin banyak dan pada ph di bawah 3 terjadi pengendapan (McHugh, 2003). b. Pembentukan gel Alginat yang larut dalam air membentuk gel pada larutan asam karena adanya ion kalsium atau kation logam polivalen lainnya. Penggantian kation Na + lebih dari 35 % dengan kation Ca 2+ akan menggantikan pergeseran molekul dan terbentuk struktur gel yang stabil. Secara kasar penambahan kation Ca 2+ pada konsentrasi rendah tidak menimbulkan perubahan shear dan membentuk gel, sedangkan jumlah Ca 2+ yang tinggi menyebabkan perubahan shear yang tinggi dan membentuk gel kalsium alginat. Ketika ada crosslinker berupa Ca 2+ maka struktur alginat akan membentuk egg-box seperti yang bisa dilihat pada Gambar 5. c. Viskositas Viskositas dari larutan alginat dipengaruhi oleh konsentrasi, ph, bobot molekul, suhu dan adanya kation logam polivalen. Semakin tinggi konsentrasi atau bobot molekul maka semakin tinggi viskositasnya (Chapman, 1970).

17 17 Viskositas larutan alginat akan menurun dengan pemanasan, meningkat lagi bila didingankan kembali, kecuali dengan pemanasan pada suhu tinggi dan waktu relatif lama akan mengakibatkan degradasi molekul dan menyebabkan penurunan viskositas (Klose dan Glicksm an, 1972). Pada kondisi larutan tanpa kation barvalensi dua atau tiga atau dengan adanya bahan pengkelat, viskositas larutan alginat rendah. Sebaliknya dengan penigkatan kation multivalen ( misalnya kalsium) terjadi peningkatan viskositas yang bersifat paralel. Oleh karena itu, viskositas larutan alginat dapat diatur sesuai keinginan. Proses freezing dan thawing Na alginat yang mengandung ionca 2+ dapat menghasilkan peningkatan viskositas (Belitz & Grosch, 2004). PAG dilarutkan dalam air Fotolisis PAG oleh UV : melepaskan H + Rantai Alginat Partikel CaCO3 Gabungan alginat dan Ca 2+ egg-box Gambar 5. visualisasi UV pembentukan dari hidrogel alginat dengan menggunakan crosslinking CaCO3. Sistem mengandung sodium alginat dan photoacid generator (PAG) yang larut dalam air dan terdispersi dengan partikel CaCO3. (Javvaji.,dkk)

18 18 6. Nanopartikel Nanopartikel didefinisikan sebagai disperse partikulat atau partikel padat dengan jarak ukuran nm. Obat dilarutkan, dijerat, dienkapsulasi, dan diikat dalam matriks nanopartikel. Berdasarkan metode pembuatannya dapat diperoleh nanopartikel, nanospheres, dan nanokapsul. Nanokapsul merupakan sistem dimana obat berada dalam rongga yang dikelilingi oleh membran polimer yang unik, sedangkan nanosphere merupakan sistem matriks dimana obat terdispersi secara fisik dan secara merata. Nanopartikel polimerik terbiodegradasi sering digunakan akhir-akhir ini, terutama yang dilapisi dengan polimer hidrofilik digunakan sebagai alat penghantaran obat yang potensial karena kemampuannya untuk bersirkulasi dalam waktu yang diperpanjang dalam organ target, sebagai pembawa DNA dalam terapi gen, dan kemampuannya untuk menghantarkan protein, peptida, dan gen (Larger, 2000; Bhadra dkk., 2000; Kommareddy dkk., 2005). Nanopartikel banyak diaplikasikan karena memiliki kelebihan yaitu dapat melindungi senyawa terapeutik dari degradasi oleh berbagai macam senyawa dalam tubuh, meningkatkan absorbsi obat yang berefek langsung pada peningkatan bioavailabilitas, pelepasan obat dapat dikontrol, lebih dapat tertarget pada sel spesifik, serta dapat menaikkan penetrasi intraseluler (Hu dkk., 2012; Peer dkk., 2007, Mardiyati dkk., 2012). Nanopartikel dari bahan polimer alam banyak digunakan pada sistem penghantaran obat karena bersifat biokompatibel, biodegradabel dan non-toxic (Wilczewska dkk., 2012; Mardiyati dkk, 2012). Liposom, solid lipid nanopartikel, dendrimer, polimer, silikon atau

19 19 material karbon, dan magnetic nanopartikel merupakan contoh dari nanocarrier yang telah diuji sebagai drug delivery sytem (DDS) (Gambar 6). Nanopartikel sebagai sistem pelepasan obat Gambar 6. Jenis Nanocarrier yang digunakan sebagai drug delivery sistem (DDS) (Wilczewska dkk., 2012). Walaupun liposom telah digunakan sebagai pembawa potensial dengan keuntungan yang unik seperti melindungi obat dari degradasi, bertarget ke tempat aksi dan mengurangi efek toksik dan efek samping, namun penggunaannya terbatas karena sifatnya yang bermasalah seperti efisiensi enkapsulasi yang rendah, obat yang larut air mudah lepas dengan cepat dalam komponen darah, dan stabilitas penyimpanan yang rendah sementara nanopartikel polimerik memiliki beberapa keuntungan spesifik dibandingkan liposom. Sebagai contoh, nanopartikel polimerik membantu meningkatkan stabilitas dari obat dan protein dan menghasilkan sifat pelepasan terkontrol (Vila dkk.,2002; Mu dan Feng, 2003) Biokonjugasi antara nanopartikel dengan suatu molekul penarget (targeting agent) sebagai suatu sistem penghantaran obat tertarget merupakan alternatif yang menarik. Nanopartikel yang telah termodifikasi menunjukkan

20 20 kenaikan efek terapi dibandingkan dengan tanpa konjugasi (Broyer dkk., 2011), hal ini diakibatkan karena obat ditransportkan ke tempat aksi secara spesifik sehingga dapat lebih efektif dan dapat mengurangi efek samping. Strategi konjugasi menjadi faktor penting dalam keberhasilan pembuatan terapi yang tertarget. Strategi pembuatan terletak pada pengikatan gugus aktif pada permukaan nanopartikel dengan suatu molekul penarget (Wilczewska dkk., 2012). Sistem penghantaran tertarget ini sering diaplikasikan pada pengobatan kanker. Targeting agent dapat berupa protein (monoklonal antibodi dan fragmenfragmennya), asam nukleat, atau ligan lainnya (peptida, vitamin, karbohidrat) (Peer dkk., 2007). Pada penelitian ini menggunakan nanopartikel dari alginat. Yang secara umum mempunyai ukuran sekitar nm. Nanopartikel alginat bisa membawa enzim, obat, dan senyawa kimia lainnya dengan cara dijerap di dalam nanopartikel atau dengan menempelkan/konjugasi pada matriks dari naopartikel (p aques dkk.,2014). Berikut beberapa metode yang digunakan untuk membentuk nanopartikel, yaitu : a) Gelasi ionik Penyiapan nanopartikel dengan metode gelasi ionik pertama kali dilaporkan oleh Calvo (1998) dan telah diuji dan dikembangkan secara luas (Janes dkk., 2001; Pan dkk., 2002). Mekanisme pembentukan nanopartikel didasarkan pada interaksi elektrostatik antara gugus amina alginat dan muatan negative kelompok polianion seperti tripolifosfat. b) Dispersi polimer Metoda dispersi polimer terdiri dari dua cara yaitu :

21 21 1. Metode penguapan solven Polimer dilarutkan ke dalam pelarut organik seperti diklorometan, kloroform, atau etil asetat. Pelarut yang digunakan adalah pelarut yang digunakan juga untuk melarutkan obat-obat yang hidrofobik. Campuran polimer dan larutan obat kemudian dielmusikan ke dalam larutan berair yang mengandung surfaktan atau emulsifying agent. Setelah terbentuk emulsi yang stabil, pelarut organik diuapkan masing-masing dengan pengurangan tekanan atau pengadukan terus-menerus. Ukuran partikel yang terbentuk dipngaruhi oleh tipe dan konsentrasi stabilizer, kecepatan pengadukan dan konsentrasi polimer (Kwon., 2001). 2. Metode difusi spontan Dalam metode ini, air bercampur pelarut bersama dengan sejumlah kecil air bercampur pelarut organik digunakan sebagai fase minyak. Karena difusi spontan pelarut sebuah turbulensi antar muka yang dibuat antara 2 fase yang mengarah ke pembentukan partikel kecil. Konsentrasi air bercampur pelarut meningkat, penurunan ukuran dapat dicapai. c) Metode polimerisasi monomer Polimer dibuat dengan proses polimerisasi untuk membentu nanopartikel dalam medium polimerisasi bersama dengan monomer, kemudian diinisiasi dengan penambahan ion atau radikal bebas atau radiasi sinar berenergi seperti sinar gamma, UV-Vis atau dengan menambahkan obat dalam polimer nanopartikel yang sudah terbentuk sebelumnya supaya monomer saling berikatan menjadi polimer yang mengendap dalam ukuran nanopartikel dengan membawa

22 22 obat (Reis dkk., 2006). Karakterisasi nanopartikel yang berpengaruh pada penghantaran obat antara lain ukuran partikel. Ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel dapat menggambarkan distribusi atau nasib obat di dalam tubuh, toksisitas dan kemampuan penargetan nanopartikel tersebut. Ukuran nanopartikel berpengaruh pada loading obat, pelepasan obat dan stabilitas nanopartikel (Panyam dan Labhasetwar, 2003). Nanopartikel mempunyai kemampuan uptake intracellular yang lebih tinggi dibandingkan dengan mikropartikel dan mempunyai range target terapi biologis yang lebih luas karena ukurannya yang lebih kecil dan mudah bergerak. Metode menentukan ukuran nanopartikel dapat dilakukan dengan alat Scanning Electron Microscopy (SEM) atau Transmission Electron Microscope (TEM) (Kroll dkk., 1998). Formula dari nanopartikel alginat yang membawa senyawa obat biasanya berukuran nm (Rajaonarivony dkk,1993). Pada pembentukan nanoagregat (Gambar 7) konsentrasi alginat dan kationik polimer yang digunakan, berat molekul, konsentrasi CaCl 2 sangat berpengaruh pada ukuran nanopartikel. Gambar 7. Skema pembentukan nano agregat. Keterangan : (a) pregel setelah ditambahkan CaCl 2 (b). penambahan polimer kation (c) isolasi, pencucian (d). nanoagregat (J.P paques dkk.,2014)

23 23 F. Landasan Teori Metode analisa kualitatif yang sederhana untuk sampel yang mengandung protein adalah teknik elektroforesis menggunakan gel akrilamid. Prinsip metode ini adalah memisahkan protein berdasarkan perbedaan bobot atau ukuran molekulnya (Wong dan Jameson, 2012). BSA yang terkonjugasi oleh nanopartikel MJ-30 akan memiliki bobot molekul yang lebih besar dibandingkan dengan BSA bebas. BSA dengan ukuran yang lebih besar akan memiliki jarak migrasi lebih pendek saat bergerak pada gel yang diberi aliran listrik menuju anoda. Penelitian terdahulu bisa mengidentifikasi kojugasi antara polimer pektin dengan BSA menggunakan Non-Denaturating Polyacrilamid Gel Electrophoresis (Native-PAGE) karena dapat mempertahankan bentuk asli protein. Sodium Duodecyl Sulphonate atau SDS-PAGE bisa memutus ikatan amida antara BSA dan pectin. BSA lebih terikat kuat pada SDS dibandingkan dengan pektin karena SDS merupakan senyawa yang mampu terikat kuat pada bagian hidrofobik asam amino dan memberikan muatan negatif pada semua protein karena memiliki bagian yang sangat bermuatan pada gugus sulfatnya (Juhairiyah., 2015). Untuk menghindari putusnya konjugasi antara BSA dengan alginat pada permukaan nanopartikel MJ-30 maka dilakukan metode elektroforesis menggunakan prinsip Native-PAGE. Konsentrasi gel poliakrilamid dan lama waktu pengembangan elektroforesis merupakan faktor yang penting pada pita hasil pemisahan protein.

24 24 Ukuran pori gel pada poliakrilamid tergantung pada konsentrasi dari akrilamid dan bis-akrilamid yang digunakan. Konsentrasi yang dipilih tergantung dari ukuran pori gel yang ingin dipisahkan. Semakin kecil bobot molekul protein yang akan dipisahan maka konsentrasi gel yang dibutuhkan makin tinggi (Arora dkk., 2013). Namun, ukuran dari pori tersebut sulit untuk diperkirakan secara tepat. Nanopartikel MJ 30 dengan polimer alginat terkonjugasi BSA mempunyai kisaran ukuran 129 kda sampai 297 kda. Gel poliakrilamid dengan konsentrasi 8% dapat memisahkan protein dengan bobot molekul 40 kda sampai dengan 250 kda (Thermo Fisher Scientific Inc.,2016). Alginat mempunyai karakter mudah untuk swelling dan dalam satu nanopartikel tidak dapat dipastikan berapa molekul alginat yang membentuk gel. Untuk itu dibutuhkan gel dengan ukuran pori yang lebih besar dari 8%. Waktu pengembangan elektroforesis merupakan komponen yang sangat penting pada identifikasi pita hasil konjugasi. Waktu pengembangan yang terlalu pendek tidak akan menghasilkan pemisahan yang sempurna dari sampel. Pada metode Native-PAGE, penentu kecepatan migrasi BSA adalah muatan asli protein itu sendiri tanpa adanya tambahan muatan negatif oleh SDS sehingga pergerakan protein akan menjadi lebih lama. Lama waktu pengembangan elektroforesis berkaitan dengan sumber daya listrik yang digunakan. Sel vertikal biasanya menggunakan sumber daya listrik V/cm dan arus listrik dengan rentang ma/mm tebal gel. Jika kelebihan panas dapat mengakibatkan kerusakan pada protein sampel maupun pada gel (Garvin, 2003). Untuk itu perlu dilakukan pemilihan sumber daya listrik yang tepat.

25 25 Untuk interpretasi pita hasil elektroforesis dilakukan dengan pewarnaan. Poliakrilamid gel elektroforesis umumnya mendeteksi protein dengan pewarna organik yaitu coomassie Blue. Pewarna Coomassie Brilliant Blue R-250 merupakan pewarna yang memiliki gugus asam sulfonat yang akan bereaksi dengan gugus amina pada protein (BioTechniques, 1996). Selain itu, penelitian penelitian sebelumnya yang menggunakan BSA ataupun protein lain menggunakan coomassie blue sebagai pewarna (Juhairiyah, 2015; Kristiani, 2015; Maakh, 2015 ). G. Hipotesis 1. Gel poliakrilamid dengan konsentrasi antara 5-8% akan menghasilkan pita elektroforesis dengan pola migrasi yang baik sehingga dapat mengidentifikasi adanya konjugasi nanopartikel MJ 30 dengan BSA. 2. Waktu pengembangan yang lebih lama akan menghasikan pemisahan pita elektroforesis yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ribosome Inactivating protein (RIP) adalah protein tanaman yang memiliki kemampuan memotong DNA superkoil beruntai ganda menjadi nik sirkuler dan bentuk linear (Sismindari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan jarak ukuran nm. Obat dilarutkan, dijerat, dienkapsulasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan jarak ukuran nm. Obat dilarutkan, dijerat, dienkapsulasi, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanopartikel didefinisikan sebagai dispersi partikulat atau partikel padat dengan jarak ukuran 1-1000 nm. Obat dilarutkan, dijerat, dienkapsulasi, dan diikat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ribosome Inactivating Protein (RIP) merupakan kelompok enzim tanaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ribosome Inactivating Protein (RIP) merupakan kelompok enzim tanaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ribosome Inactivating Protein (RIP) merupakan kelompok enzim tanaman yang memiliki kemampuan untuk menonaktifkan ribosom dengan memodifikasi 28S rrna melalui aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghantaran agen terapi ke daerah target merupakan kunci keberhasilan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghantaran agen terapi ke daerah target merupakan kunci keberhasilan dalam BAB I PENDAULUAN A. Latar Belakang Nasib suatu obat dalam tubuh tidak dapat kita tentukan, oleh karena itu penghantaran agen terapi ke daerah target merupakan kunci keberhasilan dalam treatment suatu penyakit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Stirpe dkk., 2006). RIP yang diisolasi dari tanaman pukul empat sore (Mirabilis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Stirpe dkk., 2006). RIP yang diisolasi dari tanaman pukul empat sore (Mirabilis !1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang RIP (Ribosome Inactivating Protein) adalah protein yang tersebar luas pada tanaman dan berfungsi sebagai enzim yang dapat mendepurinasi RNA dan secara irreversible

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4 LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4 Disusun oleh : Ulan Darulan - 10511046 Kelompok 1 Asisten Praktikum : R. Roro Rika Damayanti (10510065)

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

Beberapa definisi berkaitan dengan elektroforesis

Beberapa definisi berkaitan dengan elektroforesis Prof.Dr..Ir.Krishna Purnawan Candra, M.S. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian FAPERTA UNMUL Beberapa definisi berkaitan dengan elektroforesis Elektroforesis : pergerakan partikel terdispersi secara relatif

Lebih terperinci

I. Tujuan Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar

I. Tujuan Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar I. Tujuan II. Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar Penamabahan garam pada konsentrasi rendah dapat meningkatkan kelarutan protein (salting in). tetapi protein akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Perkembangan nanopartikel saat ini sangat pesat. Dalam beberapa puluh tahun terakhir berbagai negara di Eropa, Amerika, Australia dan sebagian Asia mengarahkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Studi terhadap kitosan telah banyak dilakukan baik dalam bentuk serpih, butiran, membran, maupun gel. Kemampuan kitosan yang diterapkan dalam berbagai bidang industri modern,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari tiga faktor utama yaitu menciptakan sistem yang efektif (effectiveness),

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari tiga faktor utama yaitu menciptakan sistem yang efektif (effectiveness), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar pertimbangan pada pengembangan teknologi untuk terapi farmasetis terdiri dari tiga faktor utama yaitu menciptakan sistem yang efektif (effectiveness), menekan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. per oral sangat dipengaruhi banyak faktor, salah satunya berkorelasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. per oral sangat dipengaruhi banyak faktor, salah satunya berkorelasi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemberian obat dengan cara per oral adalah rute yang paling umum dan nyaman digunakan oleh pasien. Namun demikian, ketersediaan hayati obat secara per oral

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam penelitian tugas akhir ini dibuat membran bioreaktor ekstrak kasar enzim α-amilase untuk penguraian pati menjadi oligosakarida sekaligus sebagai media pemisahan hasil penguraian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap tahun permintaan untuk Drug Delivery System atau sistem

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap tahun permintaan untuk Drug Delivery System atau sistem 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tahun permintaan untuk Drug Delivery System atau sistem penghantaran obat semakin meningkat. Sistem penghantaran obat tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Ekstasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Ekstrasi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol diikuti dengan penguapan menghasilkan ekstrak kental berwarna coklat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ditemukan sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari, sehingga banyak orang

I. PENDAHULUAN. ditemukan sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari, sehingga banyak orang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Polimer saat ini telah berkembang sangat pesat. Berbagai aplikasi polimer ditemukan sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari, sehingga banyak orang yang sudah mengenal

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Bab ini terdiri dari 6 bagian, yaitu optimasi pembuatan membran PMMA, uji kinerja membran terhadap air, uji kedapat-ulangan pembuatan membran menggunakan uji Q Dixon, pengujian aktivitas

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) adalah senyawa amphiphilic, yang merupakan molekul heterogendan berantai panjangyang memiliki bagian kepala yang suka air (hidrofilik)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di industri pangan, penerapan teknologi nanoenkapsulasi akan memberikan

I. PENDAHULUAN. Di industri pangan, penerapan teknologi nanoenkapsulasi akan memberikan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoenkapsulasi telah banyak diterapkan di bidang farmasi dan kesehatan. Di industri pangan, penerapan teknologi nanoenkapsulasi akan memberikan beberapa keunggulan

Lebih terperinci

Asam Amino dan Protein

Asam Amino dan Protein Modul 1 Asam Amino dan Protein Dra. Susi Sulistiana, M.Si. M PENDAHULUAN odul 1 ini membahas 2 unit kegiatan praktikum, yaitu pemisahan asam amino dengan elektroforesis kertas dan uji kualitatif Buret

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur kitosan

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur kitosan TINJAUAN PUSTAKA Gel Kitosan Proses gelasi atau pembentukan gel merupakan fenomena yang menarik dan sangat kompleks. Jika terjadi ikatan silang pada polimer yang terdiri atas molekul rantai panjang dalam

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat.

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organoleptis Nanopartikel Polimer PLGA Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan bentuk nanopartikel PLGA pembawa deksametason natrium fosfat. Uji organoleptis

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial PROTEIN KEGUNAAN 1. Zat pembangun dan pengatur 2. Sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N 3. Sumber energi Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino

Lebih terperinci

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain.

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh konsentrasi papain terhadap hidrolisis kitosan Pengaruh papain dalam menghidrolisis kitosan dapat dipelajari secara viskometri. Metode viskometri merupakan salah satu

Lebih terperinci

2. ANALISIS PROTEIN. 1. Pendahuluan

2. ANALISIS PROTEIN. 1. Pendahuluan 2. ANALISIS PROTEIN 1. Pendahuluan Protein merupakan polimer asam amino. Ada puluh asam amino yang berbeda merupakan penyusun protein alami. Protein dibedakan satu sama lain berdasarkan tipe, jumlah dan

Lebih terperinci

abc A abc a = koefisien ekstingsi (absorpsivitas molar) yakni tetap b = lebar kuvet (jarak tempuh optik)

abc A abc a = koefisien ekstingsi (absorpsivitas molar) yakni tetap b = lebar kuvet (jarak tempuh optik) I. NOMOR PERCOBAAN : 6 II. NAMA PERCOBAAN : Penentuan Kadar Protein Secara Biuret III. TUJUAN PERCOBAAN : Menentukan jumlah absorban protein secara biuret dalam spektroskopi IV. LANDASAN TEORI : Protein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang mampu menyebabkan terjadinya kerusakan ribosom secara irreversibel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang mampu menyebabkan terjadinya kerusakan ribosom secara irreversibel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ribosome Inactivating Protein (RIP) merupakan kelompok enzim tanaman yang mampu menyebabkan terjadinya kerusakan ribosom secara irreversibel melalui aktivitas pemotongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman

BAB I PENDAHULUAN. polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Alginat merupakan karbohidrat, seperti gula dan selulosa dan merupakan polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman (Dornish and Dessen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Udang dan kepiting merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis

I. PENDAHULUAN. Udang dan kepiting merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang dan kepiting merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis sebagai salah satu hasil utama perikanan Indonesia. Menurut Pusat Data Statistik dan Informasi Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia, termasuk Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2010,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia, termasuk Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2010, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan dunia, termasuk Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WH) tahun 2010, menunjukkan bahwa kanker merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK NAMA NIM KEL.PRAKTIKUM/KELAS JUDUL ASISTEN DOSEN PEMBIMBING : : : : : : HASTI RIZKY WAHYUNI 08121006019 VII / A (GANJIL) UJI PROTEIN DINDA FARRAH DIBA 1. Dr. rer.nat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB, dari bulan Oktober 2011 Mei 2012. Bahan Isolasi untuk memperoleh isolat B. thuringiensis

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL

TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL Ani Suryani FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PENDAHULUAN Sumber Enzim Tanaman dan Hewan Mikroba Enzim dari Tanaman Enzim dari Hewan Enzim dari Mikroba

Lebih terperinci

Pemisahan dengan Pengendapan

Pemisahan dengan Pengendapan Pemisahan dengan Pengendapan Reaksi Pengendapan Pemisahan dengan teknik pengendapan membutuhkan perbedaan kelarutan yang besar antara analit dan material pengganggunya. Pemisahan dengan pengendapan bisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan industri tekstil dan industri lainnya di Indonesia menghasilkan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan industri tekstil dan industri lainnya di Indonesia menghasilkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industri tekstil dan industri lainnya di Indonesia menghasilkan banyak limbah organik golongan senyawa azo, yang akan menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan

Lebih terperinci

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam JURNAL KELARUTAN D. Tinjauan Pustaka 1. Kelarutan Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian

Lebih terperinci

ELEKTROFORESIS. Muawanah. Sabaniah Indjar Gama

ELEKTROFORESIS. Muawanah. Sabaniah Indjar Gama ELEKTROFORESIS Muawanah Sabaniah Indjar Gama Elektroforesis adalah teknik pemisahan komponen atau molekul bermuatan berdasarkan perbedaan tingkat migrasinya dalam sebuah medan listrik Atau pergerakan partikel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu yang mempelajari fenomena dan manipulasi material pada skala atomik, molekular, dan makromolekular disebut sebagai nanosains. Hal ini diklasifikasikan sendiri

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan 27 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Isolasi Enzim katalase dari kentang Enzim katalase terdapat dalam peroksisom, organel yang ditemukan pada jaringan tumbuhan di luar inti sel kentang sehingga untuk mengekstraknya

Lebih terperinci

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V. 27 PEMBAHASAN Dari tiga isolat sp. penghasil antimikrob yang diseleksi, isolat sp. Lts 40 memiliki aktivitas penghambatan paling besar terhadap E. coli dan V. harveyi dengan indeks penghambatan masing-masing

Lebih terperinci

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016 EKSTRAKSI DNA 13 Juni 2016 Pendahuluan DNA: polimer untai ganda yg tersusun dari deoksiribonukleotida (dari basa purin atau pirimidin, gula pentosa,dan fosfat). Basa purin: A,G Basa pirimidin: C,T DNA

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang pesat dalam dua dekade terakhir ini telah

I.PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang pesat dalam dua dekade terakhir ini telah I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat dalam dua dekade terakhir ini telah membawa pengaruh yang sangat luas dalam berbagai kehidupan manusia terutama dalam bidang ilmu sains

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

NOTULENSI DISKUSI PHARM-C

NOTULENSI DISKUSI PHARM-C NOTULENSI DISKUSI PHARM-C Hari, tanggal : Sabtu, 15 Juli 2017 Waktu : 19.00-21.30 WIB Tempat : Online (LINE Grup Pharm-C Kloter 1) Pembicara Tema Diskusi Moderator Notulis Time Keeper Jumlah Peserta :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mempelajari karakter protein IgG dari kolostrum sapi yang divaksin dengan vaksin AI H5N1. Standar yang digunakan sebagai pembanding pada penghitungan ukuran

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI PENUKAR ION Ion-exchange chromatography

KROMATOGRAFI PENUKAR ION Ion-exchange chromatography KROMATOGRAFI PENUKAR ION Ion-exchange chromatography Merupakan pemisahan senyawa senyawa polar dan ion berdasarkan muatan Dapat digunakan untk hampir semua molekul bermuatan termasuk proteins, nucleotides

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tumbuhan saat ini telah menjadi sumber karbon terbarukan dan sumber energi baru yang ada di bumi. Setiap tahunnya tumbuhan dapat memproduksi sekitar 4 x

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan.

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. B. Pelaksanaan Kegiatan Praktikum Hari : Senin, 13 April 2009 Waktu : 10.20 12.00 Tempat : Laboratorium

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Rotofor

Lampiran 1 Prosedur Rotofor Lampiran 1 Prosedur Rotofor Kalibrasi Membran Ion Membran ion terdiri dari membran kation yang berkorelasi dengan elektrolit H 3 PO 4 0,1 N terpasang pada elektroda anoda sebagai pembawa ion positif, sedangkan

Lebih terperinci

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase Skripsi Sarjana Kimia Oleh WENI ASTUTI 07132011 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi TiO2 Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. TiO2 dapat ditemukan sebagai rutile dan anatase yang mempunyai fotoreaktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. 1.1 Latar Belakang Masalah Mineral besi oksida merupakan komponen utama dari

Lebih terperinci

Air adalah wahana kehidupan

Air adalah wahana kehidupan Air Air adalah wahana kehidupan Air merupakan senyawa yang paling berlimpah di dalam sistem hidup dan mencakup 70% atau lebih dari bobot semua bentuk kehidupan Reaksi biokimia menggunakan media air karena

Lebih terperinci

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,

Lebih terperinci

Pengujian Inhibisi RNA Helikase Virus Hepatitis C (Utama et al. 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekspresi dan Purifikasi RNA

Pengujian Inhibisi RNA Helikase Virus Hepatitis C (Utama et al. 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekspresi dan Purifikasi RNA 8 kromatografi kemudian diuji aktivitas inhibisinya dengan metode kolorimetri ATPase assay. Beberapa fraksi yang memiliki aktivitas inhibisi yang tinggi digunakan untuk tahapan selanjutnya (Lampiran 3).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yulieyas Wulandari, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yulieyas Wulandari, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melamin merupakan senyawa kimia bersifat basa yang digunakan terutama sebagai bahan polimer. Tidak ada peraturan yang mengijinkan penambahan langsung melamin ke dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bahan cetak dapat dikelompokkan sebagai reversible atau ireversible, berdasarkan pada cara bahan tersebut mengeras. Istilah ireversible menunjukkan bahwa reaksi kimia telah terjadi,

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kultivar Tahan Tanaman Padi (Oryza sativa)

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kultivar Tahan Tanaman Padi (Oryza sativa) digilib.uns.ac.id 4 I. TINJAUAN PUSTAKA A. Kultivar Tahan Tanaman Padi (Oryza sativa) Padi merupakan tanaman pangan yang sangat penting di dunia, melebihi kentang, jagung, gandum dan serealia lainnya.

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase merupakan enzim yang mempunyai peranan penting dalam bioteknologi saat ini. Aplikasi teknis enzim ini sangat luas, seperti pada proses likuifaksi pati pada proses produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Struktur Liposom

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Struktur Liposom BAB 2 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Liposom 2.1.1 Struktur Liposom Liposom sebagai pembawa obat telah dipatenkan pada tahun 1943 dalam bentuk campuran air antara lesitin dan kolesterol, walaupun struktur liposom

Lebih terperinci

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini : Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan metode pemisahan dengan KLT dan dapat mengaplikasikannya untuk analisis suatu sampel Gambaran Umum KLT Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan

Lebih terperinci

Analisis kadar protein

Analisis kadar protein LAMPIRAN Lampiran 1 Bagan alir penelitian Biawak air bagian duodenum, jejenum, ileum, kolon Cuci dengan akuades dan kerok lapisan atasnya (mukosa Ekstraksi enzim protease Analisis kadar protein Pencirian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk kelompok senyawa polisakarida, dimana gugus asetilnya telah hilang sehingga menyisakan gugus amina

Lebih terperinci

ION EXCHANGE DASAR TEORI

ION EXCHANGE DASAR TEORI ION EXCHANGE I. TUJUAN PERCOBAAN Setelah melakukan praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat : 1. Menentukan konsentrasi ion-ion H+, Na+, Mg2+, Zn2+ dengan menggunakan resin penukar kation. 2. Pengurangan

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret

laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret V.1 HASIL PENGAMATAN 1. TELUR PUYUH BJ = 0,991 mg/ml r 2 = 0,98 VOLUME BSA ( ml) y = 0,0782x + 0,0023 KONSENTRASI ( X ) 0,1 0,125 0,010 0,2 0,25

Lebih terperinci

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009 26 BAB V. PEMBAHASAN 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Hasil foto SEM dengan perbesaran 50 kali memperlihatkan perbedaan bentuk permukaan butiran yang sudah mengandung sel Lactobacillus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Keampuhan kurkumin untuk berbagai penyakit seperti penyakit pernapasan, gangguan hati, dan luka diabetes telah didokumentasikan dalam literatur India kuno (Goel dkk.,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidrogel yang terbuat dari polisakarida alami sudah secara luas di teliti dalam bidang farmasi dan kesehatan, seperti rekayasa jaringan, penghantaran obat, imobilisasi

Lebih terperinci

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu, BAB 1 PENDAHULUAN Dalam sistem penghantaran suatu obat di dalam tubuh, salah satu faktor yang penting adalah bentuk sediaan. Penggunaan suatu bentuk sediaan bertujuan untuk mengoptimalkan penyampaian obat

Lebih terperinci

PRAKTIKUM UJI KANDUNGAN PROTEIN DENGAN METODE BRADFORD

PRAKTIKUM UJI KANDUNGAN PROTEIN DENGAN METODE BRADFORD PRAKTIKUM UJI KANDUNGAN PROTEIN DENGAN METODE BRADFORD Disusun Oleh : ARGHYA NARENDRA DIANASTYA (111510501105) (Mahasiswa Penerima Beasiswa Unggulan S-1 PS. Agroteknologi Fakultas Pertanian UNEJ) PROGRAM

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Etanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat dijadikan sebagai energi alternatif dari bahan bakar nabati (BBN). Etanol mempunyai beberapa kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (41%), kulit sapi (28,6%), dan tulang (30%). Data dari Badan Pusat Statistik

BAB I PENDAHULUAN. (41%), kulit sapi (28,6%), dan tulang (30%). Data dari Badan Pusat Statistik BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Gelatin merupakan senyawa hidrokoloid berupa protein dengan berat molekul tinggi yang banyak digunakan dalam industri pangan, farmasi, hingga industri fotografi karena

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan adalah polimer glukosamin yang merupakan selulosa beramin, nomer dua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitosan ditemukan pada cangkang invetebrata hewan perairan.

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Pembuatan Reagen Bradford dan Larutan Standar Protein

LAMPIRAN 1. Pembuatan Reagen Bradford dan Larutan Standar Protein 49 7. LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Pembuatan Reagen Bradford dan Larutan Standar Protein 1.1. Pembuatan Reagen Bradford Commasive Blue sebanyak 0,01 gram dilarutkan ke dalam 5 ml etanol 95% kemudain ditambah asam

Lebih terperinci

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA DAFTAR ISI

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA DAFTAR ISI DAFTAR ISI Halaman Sampul Luar... i Sampul Dalam... ii Halaman Prasyarat Gelar... iii Halaman Pengesahan... iv UCAPAN TERIMA KASIH... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

BAB VI. ELEKTROFORESIS

BAB VI. ELEKTROFORESIS BAB VI. ELEKTROFORESIS A. PENDAHULUAN Elektroforesis adalah teknik pemisahan yang didasarkan pada kemampuan analit bergerak melalui media konduktif sebagai akibat diaplikasikannya arus listrik. Media yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi rekayasa zat dalam skala nano selalu menjadi daya tarik di kalangan peneliti. Hal ini dikarenakan nanoteknologi akan sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci