BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia, termasuk Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2010,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia, termasuk Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2010,"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan dunia, termasuk Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WH) tahun 2010, menunjukkan bahwa kanker merupakan penyebab kematian nomor dua setelah penyakit kardiovaskuler. Pada tahun 2003, jumlah penderita kanker di dunia mencapai 10 juta orang dan pada tahun 2020 diperkirakan naik menjadi 20 juta orang. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, kanker menempati urutan ke enam penyebab kematian terbesar di Indonesia (Anonim, 2012). Hasil Riskesdas tahun 2007, menunjukkan bahwa prevalensi kanker di Indonesia adalah 4,3 per penduduk, dengan angka kejadian lebih tinggi pada perempuan 5,7 per penduduk, dibandingkan dengan laki-laki 2,9 per penduduk (Anonim, 2009). Jenis kanker yang terjadi di Indonesia didominasi oleh kanker payudara (30%) dan kanker leher rahim atau kanker serviks (24%). Pengobatan kanker yang ada selama ini banyak dilakukan dengan cara pembedahan (operasi), kemoterapi, dan menggunakan isotop radioaktif yang memiliki efek samping yang kuat terhadap tubuh pasien dan sulit dihindari. leh karena itu, dibutuhkan pengobatan yang lebih selektif dan tertarget pada sel kanker. Mirabilis jalapa L. atau Bunga Pukul Empat merupakan tanaman yang banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia, dilaporkan memiliki kandungan 1

2 2 senyawa yang mempunyai aktivitas sebagai antikanker. Mirabilis jalapa L. dilaporkan mengandung protein sejenis Ribosome Inactivating Protein (RIP) yang memiliki kemampuan memotong DNA superkoil untai ganda menjadi bentuk nick circular dan liniernya (Rumiyati dkk., 2003). Fraksi protein total daun Mirabilis jalapa L. memiliki efek sitotoksik dan dilaporkan dapat menginduksi proses apoptosis pada sel HeLa (Ikawati dkk., 2003). Ribosome Inactivating Protein (RIP) memiliki aktivitas enzimatik yang dapat menyebabkan kerusakan pada ribosom secara irreversible dan dapat mendepurinasi rrna sehingga menghambat proses sintesis protein (Stirpe dan Battelli, 2006). Ribosome Inactivating protein (RIP) yang diisolasi dari tanaman telah diketahui mampu mengeliminasi sel-sel yang tidak diinginkan secara selektif. Selektivitas ini masih berpotensi untuk ditingkatkan lagi dengan peningkatan sensitivitas uptake RIP secara seluler. Strategi yang banyak dikembangkan adalah dengan penghantaran tertarget. Biopolimer terbukti berperan penting dalam sistem penghantaran protein growth factors dan sitokin untuk membantu proses angiogenesis dan rekonstruksi jaringan. Pemilihan biopolimer yang tepat, termasuk metode pengolahan dan pelepasan matriks yang terkontrol, yang digabungkan dengan protein dan faktor petumbuhan dapat meningkatkan pertumbuhan jaringan yang dapat diproduksi. Penggunaan biopolimer dalam formulasi nanopartikel protein sebagai terapi gen dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai cara untuk regenerasi jaringan dengan suatu molekul pentarget (Uchegbu dan Schätzlein, 2006).

3 3 Pada penelitian ini, akan diformulasikan suatu nanopartikel RIP MJ menggunakan kitosan rantai pendek dan tripolifosfat (TPP). Kitosan akan menjerap RIP MJ yang bersifat asam karena memiliki gugus NH + 3. Selanjutnya, tripolifosfat berfungsi sebagai penaut silang (crosslinker) yang akan menstabilkan muatan positif yang tersisa dari kitosan. Untuk mengetahui aktivitasnya, maka perlu dilakukan berbagai macam uji dan karakterisasi nanopartikel. Karakterisasi meliputi entrapment efficiency (%), ukuran partikel, polydispersity index (PI), potensial zeta, dan morfologi partikel dengan Particle Size Analyzer dan Transmission Electron Microscopy. Pada akhir penelitian, diharapkan akan diperoleh suatu prototype nanopartikel RIP MJ menggunakan tripolifosfat dan kitosan rantai pendek yang telah diketahui karakternya. Prototype ini diharapkan dapat menjadi model baru strategi terapi kanker yang selanjutnya dapat dikonjugasikan dengan suatu molekul pentarget sehingga lebih selektif dan aman bagi pasien. B. Rumusan Masalah 1. Apakah RIP MJ dapat dikemas dalam sistem nanopartikel kitosan rantai pendek dan penaut silang tripolifosfat? 2. Bagaimana karakter nanopartikel RIP MJ yang dihasilkan menggunakan kitosan rantai pendek dan penaut silang tripolifosfat, meliputi entrapment efficiency (%), ukuran partikel, polydispersity index (PI), potensial zeta, dan morfologi partikel? 3. Bagaimana aktivitas nanopartikel RIP MJ yang dihasilkan terhadap pemotongan DNA superkoil?

4 4 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk melakukan formulasi dan karakterisasi nanopartikel Ribosome Inactivating Protein Mirabilis jalapa (RIP MJ) dengan polimer kitosan rantai pendek dan penaut silang tripolifosfat. 2. Tujuan Khusus a. Mendapatkan bentuk RIP MJ yang dapat dikemas dalam nanopartikel kitosan rantai pendek dan penaut silang tripolifosfat. b. Mengetahui karakter nanopartikel RIP MJ yang dihasilkan, meliputi entrapment efficiency (%), ukuran partikel, polydispersity index (PI), potensial zeta, dan morfologi partikel. c. Mengetahui aktivitas nanopartikel RIP MJ yang dihasilkan terhadap pemotongan DNA superkoil. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai karakteristik nanopartikel RIP MJ menggunakan tripolifosfat penaut silang kitosan rantai pendek yang menjadi prototype sebagai dasar pengembangan strategi terapi kanker yang lebih selektif dan aman bagi pasien.

5 5 E. Tinjauan Pustaka 1. Kanker Kanker adalah suatu penyakit yang ditandai dengan hilangnya fungsi kontrol sel terhadap regulasi daur sel maupun fungsi homeostasis sel pada organisme multiseluler yang mengakibatkan sel akan berploriferasi terusmenerus sehingga menimbulkan pertumbuhan jaringan yang abnormal. Sel kanker abnormal ini mempunyai kemampuan untuk menginvasi sel-sel normal di sekitarnya yang disebut angiogenesis. Sel kanker mempunyai kemampuan untuk mengalami siklus proliferasi ulang dan melakukan migrasi ke lokasi yang jauh di dalam tubuh untuk mengkolonisasi berbagai organ. Proses migrasi sel kanker ini disebut dengan metastasis (Lodish dkk., 1999). Menurut Hanahan dan Weinberg (2000), sel kanker memiliki karakteristik yang berbeda dengan sel normal, antara lain: a) Sel kanker mampu mengabaikan sinyal anti pertumbuhan karena dapat menghilangkan fungsi sinyal anti pertumbuhan melalui mutasi atau adanya onkogen. Berbagai sinyal antiproliferatif pada sel normal dapat mengatur penghentian proliferasi sel dan homeostasisnya. Sinyal tersebut memaksa sel masuk ke fase istirahat (Go) dan menginduksi sel untuk berhenti berproliferasi. b) Sel kanker mampu mencukupi kebutuhan sinyal untuk pertumbuhannya sendiri. Sel kanker tidak memerlukan sinyal pertumbuhan mitogenik seperti pada sel normal sebelum berpindah dari fase istirahat (Go) menuju ke fase proliferasi aktif pada siklus sel.

6 6 c) Sel kanker memiliki potensi yang tak terbatas untuk mengadakan replikasi karena memiliki kemampuan untuk upregulasi telomerase sehingga sel menjadi immortal. Telomerase adalah enzim yang berperan dalam perpanjangan telomer sehingga sel akan tetap mampu mengadakan pembelahan. d) Sel kanker memiliki sifat resisten terhadap apoptosis karena terjadi mutasi pada jalur proapoptosis atau antiapoptosis. Mutasi pada protein proapoptosis misalnya pada gen tumor p53. Sedangkan, peningkatan aktivitas antiapoptosis misalnya pada upregulasi jalur PI3kinase Akt/PKB. e) Sel kanker mampu menginduksi angiogenesis untuk mencukupi kebutuhan oksigen dan nutrisi dengan mempengaruhi keseimbangan ekspresi gen penginduksi dan penghambat angiogenesis. f) Sel kanker dapat menginvasi jaringan di sekitarnya, kemudian bergerak ke tempat lain di dalam tubuh dan membentuk koloni baru yang disebut metastasis. Sel kanker memiliki kemampuan metastasis karena adanya perubahan pada beberapa protein, misalnya pada molekul adhesi antar sel (CAM), cadherin dan integrin, yang menyebabkan interaksi sel kanker menjadi rendah terhadap sel di sekitarnya. Pengobatan kanker yang banyak digunakan saat ini selain dengan pembedahan adalah menggunakan senyawa kimia, hormon, antibiotika, serta penyinaran dengan isotop radioaktif. Pengobatan kanker tersebut memiliki efek samping yang berat dan sulit dihindari. Dengan demikian, diperlukan

7 7 alternatif pengobatan yang lebih selektif, aman, dan efisien terhadap sel kanker. 2. Mirabilis jalapa L. Mirabilis jalapa L. atau disebut Bunga Pukul Empat adalah jenis spesies yang paling banyak ditemukan diantara spesies lain dalam genus Mirabilis dan banyak terdapat dalam berbagai varietas warna. Berikut adalah klasifikasi dari tanaman Mirabilis jalapa L. - Divisi : Spermatophyta - Sub Divisi : Angiospermae - Kelas : Dicotyledonae - Bangsa : Caryophyllates - Suku : Nyctaginaceae - Marga : Mirabilis - Jenis : Mirabilis jalapa L. (Tjitrosoepomo, 1996) Mirabilis jalapa berasal dari daerah tropis Amerika Selatan yang kemudian tersebar secara alami ke daerah tropis lain dengan iklim hangat. Tanaman Mirabilis jalapa dapat tumbuh dengan sendirinya melalui penyebaran biji dan pertumbuhannya cukup cepat. Daun dan bunga Mirabilis jalapa mengandung saponin, flavonoid, dan tanin, bunganya mengandung polifenol, bijinya mengandung flavonoid dan polifenol. Akarnya mengandung betaxantin, buahnya mengandung zat tepung, lemak (4,3%) dan zat asam lemak (24,2%) (Wijayakusuma, 1996). Ekstrak daun, biji, dan akar

8 8 tanaman ini mengandung protein-protein sejenis RIP yang disebut Mirabilis Antiviral Protein (MAP) dan MJ30 (Kataoka dkk., 1992; Sudjadi dkk., 2007). Gambar 1. Tanaman Mirabilis jalapa L. bunga merah Mirabilis jalapa telah banyak digunakan secara luas oleh berbagai negara di belahan dunia, terutama sebagai obat dan bahan tambahan makanan, meliputi antijamur, antivirus, antibakteri, diuretik, karminatif, katartik, tonik, dan sebagainya (Anonim 2009). 3. Ribosome Inactivating Protein (RIP) Ribosome Inactivating Protein (RIP) merupakan sekelompok sitotoksin yang memiliki aktivitas menghambat sintesis protein pada eukariotik sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai senyawa antikanker. RIP bersifat merusak ribosom secara irreversible, dengan menghilangkan residu adenin rrna dan juga mendepurinasi asam nukleat lainnya. Penggunaan RIP sebagai komponen konjugasi dengan antibodi atau sebagai imunotoksin (Stirpe, 2006).

9 9 RIP terdistribusi luas dalam tanaman tingkat tinggi. Kebanyakan spesies tanaman yang mengandung RIP termasuk subdivisi angiospermae. Akar tanaman Mirabilis jalapa L. diketahui mengandung protein sejenis Ribosome Inactivating Protein (RIP) yang memiliki aktivitas RNA N- glikosidase yang dapat menghambat sintesis protein dan dilaporkan bersifat sitotoksik (Ikawati dkk., 2002). Fraksi protein dari daun M. jalapa L. diketahui mempunyai aktivitas untuk memotong DNA superkoil dan aktivitas N-glikosidase. Aktivitas rrna N-glikosidase ini menyebabkan depurinasi adenin pada posisi 4324 dari 28S rrna. Protein dari akarnya sitotoksik terhadap sel HeLa, dan fraksi protein totalnya terbukti aktif menginduksi apoptosis sel HeLa (Sudjadi dkk., 2007). RIP dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe berdasarkan strukturnya, dimana perbedaan struktur ini mempengaruhi proses dan potensi toksisitasnya, namun tidak berbeda dalam mekanismenya menginaktivasi ribosom (Peumans dkk., 2001). RIP tipe 1 yang terdiri dari rantai tunggal polipeptida berukuran sekitar 30kDa dengan aktivitas enzimatik. RIP tipe 2 yang terdiri dari dua rantai peptida, rantai A berukuran 30 kda dengan aktivitas enzimatik, terikat rantai B berukuran 35 kda dengan aktivitas lectin sebagai gula yang mengikat struktur galaktosa (Stirpe, 2006). Beberapa RIP tipe 2 berpotensi sangat toksin, yang paling dikenal adalah ricin, sedangkan yang lain memiliki potensi toksin yang rendah. RIP tipe 3 merupakan aktivasi maize b-32 yang menjadi aktif setelah penghapusan bagian peptida pendek

10 10 dan region N-terminal dari JIP60 dimana rantai aktif terikat dengan bagian yang berukuran sama yang tidak diketahui fungsinya (Stripe, 2006). RIP Tipe 1 RIP Tipe 1 Rantai tunggal PAP RIP Tipe 1 Rantai ganda Maize b-32 RIP Tipe 2 A B Ricin S S RIP Tipe 3 JIP60 Domain N-glikosidase Domain Lectin Domain Unknown Gambar 2. Skematik struktur RIP tipe 1, 2, dan 3 (Peumans dkk., 2001) Aktivitas enzimatik RIP memberikan suatu potensi yang sangat besar untuk menjadi suatu agen yang bersifat sitotoksik. Beberapa RIP telah diketahui mempunyai kemampuan membunuh sel-sel tumor secara selektif dibandingkan sel normal. RIP juga potensial untuk imunoterapi kanker memakai imunotoksin. Beberapa penelitian melaporkan bahwa RIP maupun imunotoksin yang dibuat dari domain rantai-a, mampu menginduksi kematian sel melalui apoptosis. Fraksi protein total daun Mirabilis jalapa L. diketahui dapat menginduksi apoptosis pada lini sel HeLa (Ikawati dkk., 2003).

11 11 4. Kitosan Kitosan merupakan suatu polisakarida alami dengan jumlah paling banyak kedua terdapat di alam. Karakteristik dari kitosan antara lain bersifat biokompatible, biodegradable, memiliki aktivitas antimikrobial dan kemampuan untuk mengkhelat (Jansson, 2010). Kitosan merupakan derivat kitin, yaitu material pendukung pada crustaceae, insekta dan fungal mycelia. Kitin banyak diisolasi dari kulit crustaceae, udang dan kepiting (Panos dkk., 2008). A H NH H NH H H B H NH 2 H NH H n H m Gambar 3. Struktur kimia kitin (A) dan kitosan (B) (Aranaz dkk., 2009) Kitin dan kitosan dapat digolongkan sebagai keluarga glukosaminoglikan, yaitu suatu subkategori polisakarida yang memiliki

12 12 aktivitas biologi. Kitosan memiliki karakteristik struktur yang mirip dengan asam hyaluronik yang cocok digunakan untuk menutupi luka atau membuat kulit buatan. Kitin tersusun dari 2-acetamido-2-deoxy-β-D-glucose yang terikat pada rantai β-(1-4). Kitosan dianggap sebagai bentuk N-deasetilasi kitin dan menyisakan gugus amina bebas yang menjadikannya bersifat polikationik sehingga terdiri dari D-glikosamin dan N-acetyl-D-glukosamine (Jansson, 2010). Kitosan terdiri dari 2-acetamido-2-deoxy-β-D-glucose dan 2- amino-2-deoxy-β-d-glucose. Unit-unit tersebut dihubungkan oleh ikatan glikosidik yang bersifat tidak toksik, biokompatibel dan bermuatan positif (Jansson, 2010). Berbeda dengan kitosan, kitin mempunyai gugus acetamido pada posisi C-2. Gugus acetamido ini dapat dideasetilasi menjadi gugus amino untuk membentuk kitosan. Kitosan diproduksi melalui proses deasetilasi senyawa kitin, yang merupakan komponen utama pada cangkang binatang crustaceae (Mardliyati dkk., 2012). Deasetilasi adalah proses penghilangan gugus asetil (-CCH 3 ) kitin dengan metode kimia maupun enzimatis dengan enzim chitin deacetylase (CDA). Gugus asetil yang dihilangkan menyisakan gugus amina bebas yang membuat kitosan bersifat polikationik (Aranaz dkk., 2009). Kitosan yang disintesis dengan metode enzimatis akan menghasilkan kitosan dengan bobot molekul rendah (LMWC) atau kitosan oligosakarida (CS), yang larut dalam air karena memiliki rantai pendek dan terdapat amina bebas pada unit D-glucosamine. Berdasarkan rentang bobot

13 13 molekulnya kitosan dibagi menjadi tiga, yaitu kitosan bobot molekul rendah (LMWC, 5-20 kda), kitosan bobot molekul sedang (MMWC, ~100 kda), dan kitosan bobot molekul tinggi (HMWC, >300 kda). Kitosan bobot molekul rendah (LMWC) memiliki bioaktivitas, seperti daya antimikroba yang lebih tinggi daripada kitosan bobot molekul sedang dan tinggi (MMWC dan HMWC) (Jannson, 2010). Kitosan telah banyak diaplikasikan pada industri famasi dan pangan karena sifatnya yang menguntungkan, seperti mukoadhesif, biokompatibel, biodegradable, non-toksik, dan tingkat imunogenisitas yang rendah, maka kitosan merupakan biomaterial yang sesuai sebagai pembawa (carrier) pada sistem penghantaran obat (Mardliyati dkk., 2012). Pada penghantaran obat, obat dikombinasikan dengan polimer yang mampu melindungi obat hingga obat sampai pada tempat aksinya dan memberikan efek terapinya. Polimer yang digunakan haruslah bersifat biokompatibel, tidak toksik, biodegradable, stabil, dan dapat disterilkan. Kemampuan kitosan dalam menghantarkan obat disebabkan oleh muatan positif yang dapat berinteraksi dengan muatan negatif dari polianion seperti DNA, dan membentuk kompleks polielektrolit (Jannson, 2010). 5. Natrium Tripolifosfat Natrium tripolifosfat (Na 5 P 3 10 ) merupakan crosslinker polianion yang paling banyak digunakan karena tidak toksis dan memiliki multivalen.

14 14 Na Na P P P Na Na Na Gambar 4. Struktur kimia natrium tripolifosfat Natrium tripolifosfat (TPP) memiliki bobot molekul sebesar 367,86 dengan komposisi Na 31,25%, 43,49%, dan P 25,26% ( Neil dkk., 2006). Natrium triplifosfat diproduksi dengan memanaskan campuran stoikiometrik disodium fosfat (Na 2 HP 4 ) dan monosodium fosfat (NaH 2 P 4 ) di bawah kondisi terkontrol. Reaksi kimia yang terjadi: 2 Na 2 HP 4 + NaH 2 P 4 Na 5 P H 2 (1) Kelarutan tripolifosfat adalah 20 g/100 mlpada suhu 25 C dan 86,5 g/100 ml pada suhu 100 C. Larutan TPP dengan konsentrasi 1% memiliki ph 9,7-9,8. TPP merupakan senyawa polianion yang mampu berinteraksi dengan kitosan melalui gaya elektrostatik untuk membentuk jalinan silang ionik dan dapat digunakan untuk proses pembuatan butiran dan mikrosfer kitosan karena mampu membentuk gel secara cepat (Mi dkk., 2003). Natrium tripolifosfat bersifat larut dalam air dan terdisosiasi menjadi ion hidroksil dan fosfat. Ketika ph dari TPP diatur mencapai ph 3, maka hanya ion fosfat saja yang terbentuk. Sedangkan, pada ph 9 baik ion hidroksil (H - ) dan ion fosfat akan terbentuk dan berkompetisi satu sama lain untuk

15 15 dapat berinteraksi dengan gugus NH 3 + dari kitosan (Bhumkar dan Pokharkar, 2006). Interaksi yang terjadi antara kitosan dengan tripolifosfat mengawali terbentuknya penaut silang yang biokompatible dari nanopartikel kitosan, yang efisien diterapkan pada sistem penghantaran protein dan vaksin (Bhumkar dan Pokharkar, 2006). Triplofosfat (TPP) merupakan crosslinker yang memperbaiki kekuatan mekanik kitosan dengan cara diikat silang. TPP dipilih sebagai polianionik crosslinker karena sifatnya yang non toksik dan kemampuan membentuk gel setelah kontak dengan kitosan (Luo dkk., 2010). 6. Nanopartikel Nanopartikel merupakan stuktur koloidal yang berdimensi antara nm. Karena ukurannya yang sebanding dengan komponen sel manusia, maka nanopartikel sangat cocok untuk diaplikasikan dalam sistem penghantaran obat. Nanopartikel obat secara umum harus terkandung obat dengan jumlah yang cukup di dalam matriks pada tiap butir partikel, sehingga memerlukan ukuran yang relatif lebih besar dibanding nanopartikel nonfarmasetik, tetapi masih dalam skala kurang dari 1 mikron. Material berukuran nanometer memiliki sejumlah sifat kimia dan fisika yang lebih unggul dari material berukuran besar, karena semakin kecil ukuran suatu material, maka luas permukaannya semakin besar sehingga material dalam skala nanometer mempunyai jarak antar atom yang sangat kecil yang akan memudahkan terjadinya reaksi antar atom (Astuti, 2007).

16 16 Nanopartikel dari bahan polimer alam banyak diaplikasikan pada sistem penghantaran obat karena sifatnya yang istimewa, seperti biokompatibel, biodegradabel, mukoadhesif dan meningkatkan permeasi. Nanopartikel dipandang sebagai carrier yang sangat menjanjikan untuk meningkatkan bioavailabilitas biomolekul karena memiliki kemampuan difusi dan penetrasi yang lebih baik ke dalam lapisan mukus (Mardliyati dkk., 2012). Terdapat dua macam nanopartikel yang dibentuk dari polimer, yaitu nanokapsul and nanosfer. Nanokapsul terdiri dari polimer yang membentuk dinding melingkupi senyawa obat yang terjerap di dalamnya atau teradsorpsi pada bagian permukaan membran. Nanosfer merupakan sistem matriks dengan obat terdispersi atau teradsorpsi secara merata. Istilah nanopartikel digunakan karena terkadang sulit untuk menentukan apakah partikel dalam bentuk matriks atau membran (Tiyaboonchai, 2003). Metode pembuatan nanopartikel ada beberapa macam, antara lain metode gelasi ionik (ionotropic gelation), spray drying, emulsificationsolvent evaporation, dan coacervation. Diantara berbagai metode pembuatan nanopartikel kitosan, metode gelasi ionik (ionotropic gelation) merupakan metode yang banyak digunakan karena prosesnya yang sederhana dan dapat dikontrol dengan mudah. Prinsip pembentukan nanopartikel berdasar pada interaksi elektrostatik antara gugus amina pada kitosan dan muatan negatif pada gugus polianion dari tripolifosfat. Kitosan dapat dilarutkan dalam asam asetat

17 17 dengan atau tanpa agen penstabil seperti poloxamer yang dapat ditambahkan pada larutan kitosan sebelum atau setelah dicampurkan dengan polianion. Ketika polianion ditambahkan, maka secara spontan nanopartikel akan terbentuk dengan pengadukan pada suhu ruang. Ukuran dan muatan permukaan dari partikel dapat dimodifikasi dengan variasi ratio kitosan dan stabilizer (Tiyaboonchai, 2003). Nanopartikel kitosan yang dipreparasi dengan metode gelasi ionik memiliki beberapa kelemahan, diantaranya adalah distribusi ukuran partikel yang sangat lebar (indeks polidispersitas yang tinggi) dan tingkat stabilitas yang rendah. Hal ini sangat tidak diharapkan dalam aplikasi nanopartikel kitosan sebagai sistem penghantaran obat. leh karenanya, metode yang efektif dan sederhanana untuk membuat nanopartikel kitosan dengan keseragaman ukuran dan stabilitas yang tinggi masih terus dikaji oleh berbagai peneliti (Mardliyati dkk., 2012). F. Landasan Teori Salah satu polimer yang paling banyak digunakan dalam pembuatan nanopartikel adalah kitosan dan TPP menggunakan metode gelasi ionik. RIP merupakan suatu protein yang memiliki gugus karboksilat bermuatan negatif yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan gugus amina kitosan yang bermuatan positif dalam dapar asetat ph 4,0 (Mardliyati dkk., 2012). TPP sebagai crosslinker akan membentuk ikatan hidrogen dengan gugus amina bebas yang bermuatan

18 18 positif yang dimiliki oleh kitosan dan protein sehingga nanopartikel protein yang terbentuk menjadi lebih kompak (Pertiwi, 2014). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Taurina (2012) dan Farida (2012) diketahui bahwa konsentrasi kitosan 0,02% 0,06% ( b / v ) dan konsentrasi TPP 0,01% 0,03% ( b / v ) dapat membentuk nanopartikel yang memiliki bentuk sferis dengan ukuran berkisar antara nm, terdistribusi seragam, potensial zeta bernilai positif, dan entrapment efficiency berkisar antara 75 90%. RIP memiliki aktivitas yang khas untuk dapat memotong DNA superkoil untai ganda menjadi bentuk nick circular dan liniernya. Aktivitas DNAse-like yang dimiliki oleh RIP MJ dapat memotong ikatan fosfodiester pada rantai ganda DNA sehingga DNA superkoil dapat terurai menjadi DNA linier yang berukuran lebih kecil dari DNA nick circular, tetapi lebih besar dari DNA superkoil (Feranisa, 2014). bat yang dikemas dalam sistem nanopartikel dapat memberikan efeknya setelah nanopartikel tersebut masuk ke dalam sel dan melepaskan obatnya. Kitosan dan TPP tidak memiliki aktivitas DNAse-like sehingga RIP yang terenkapsulasi dalam nanopartikel tidak dapat memotong DNA superkoil. Formulasi nanopartikel RIP MJ dengan metode gelasi ionik menggunakan polimer kitosan rantai pendek dan crosslinker tripolifosfat (TPP), diharapkan menjadi suatu model baru strategi terapi kanker yang lebih selektif dan aman bagi pasien.

19 19 G. Hipotesis 1. Ribosome Inactivating Protein hasil isolasi tanaman Mirabilis jalapa (RIP MJ) dapat dikemas dalam nanopartikel kitosan rantai pendek dan penaut silang TPP dengan metode gelasi ionik. 2. Nanopartikel RIP MJ yang dihasilkan menggunakan kitosan rantai pendek dan penaut silang tripolifosfat memiliki bentuk sferis dengan ukuran berkisar antara nm, terdistribusi secara seragam, potensial zeta bernilai positif, dan entrapment efficiency berkisar antara 75% 90%. 3. Nanopartikel RIP MJ yang dihasilkan tidak mempunyai kemampuan untuk memotong DNA superkoil.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ribosome Inactivating Protein (RIP) merupakan kelompok enzim tanaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ribosome Inactivating Protein (RIP) merupakan kelompok enzim tanaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ribosome Inactivating Protein (RIP) merupakan kelompok enzim tanaman yang memiliki kemampuan untuk menonaktifkan ribosom dengan memodifikasi 28S rrna melalui aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ribosome Inactivating protein (RIP) adalah protein tanaman yang memiliki kemampuan memotong DNA superkoil beruntai ganda menjadi nik sirkuler dan bentuk linear (Sismindari,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Udang dan kepiting merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis

I. PENDAHULUAN. Udang dan kepiting merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang dan kepiting merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis sebagai salah satu hasil utama perikanan Indonesia. Menurut Pusat Data Statistik dan Informasi Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang mampu menyebabkan terjadinya kerusakan ribosom secara irreversibel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang mampu menyebabkan terjadinya kerusakan ribosom secara irreversibel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ribosome Inactivating Protein (RIP) merupakan kelompok enzim tanaman yang mampu menyebabkan terjadinya kerusakan ribosom secara irreversibel melalui aktivitas pemotongan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Studi terhadap kitosan telah banyak dilakukan baik dalam bentuk serpih, butiran, membran, maupun gel. Kemampuan kitosan yang diterapkan dalam berbagai bidang industri modern,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan jarak ukuran nm. Obat dilarutkan, dijerat, dienkapsulasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan jarak ukuran nm. Obat dilarutkan, dijerat, dienkapsulasi, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanopartikel didefinisikan sebagai dispersi partikulat atau partikel padat dengan jarak ukuran 1-1000 nm. Obat dilarutkan, dijerat, dienkapsulasi, dan diikat dalam

Lebih terperinci

NOTULENSI DISKUSI PHARM-C

NOTULENSI DISKUSI PHARM-C NOTULENSI DISKUSI PHARM-C Hari, tanggal : Sabtu, 15 Juli 2017 Waktu : 19.00-21.30 WIB Tempat : Online (LINE Grup Pharm-C Kloter 1) Pembicara Tema Diskusi Moderator Notulis Time Keeper Jumlah Peserta :

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang pesat dalam dua dekade terakhir ini telah

I.PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang pesat dalam dua dekade terakhir ini telah I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat dalam dua dekade terakhir ini telah membawa pengaruh yang sangat luas dalam berbagai kehidupan manusia terutama dalam bidang ilmu sains

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap tahun permintaan untuk Drug Delivery System atau sistem

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap tahun permintaan untuk Drug Delivery System atau sistem 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tahun permintaan untuk Drug Delivery System atau sistem penghantaran obat semakin meningkat. Sistem penghantaran obat tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. per oral sangat dipengaruhi banyak faktor, salah satunya berkorelasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. per oral sangat dipengaruhi banyak faktor, salah satunya berkorelasi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemberian obat dengan cara per oral adalah rute yang paling umum dan nyaman digunakan oleh pasien. Namun demikian, ketersediaan hayati obat secara per oral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asia yang beriklim tropis yang memiliki beberapa khasiat sebagai obat

BAB I PENDAHULUAN. Asia yang beriklim tropis yang memiliki beberapa khasiat sebagai obat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Temu kunci (Boesenbergia pandurata) adalah tanaman rempah asli dari Asia yang beriklim tropis yang memiliki beberapa khasiat sebagai obat tradisional karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ditemukan sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari, sehingga banyak orang

I. PENDAHULUAN. ditemukan sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari, sehingga banyak orang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Polimer saat ini telah berkembang sangat pesat. Berbagai aplikasi polimer ditemukan sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari, sehingga banyak orang yang sudah mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nanopartikel mempunyai kelebihan yaitu dapat menembus ruang-ruang antar sel yang hanya dapat ditembus oleh partikel berukuran koloidal. Kelebihan lainnya adalah adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di industri pangan, penerapan teknologi nanoenkapsulasi akan memberikan

I. PENDAHULUAN. Di industri pangan, penerapan teknologi nanoenkapsulasi akan memberikan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoenkapsulasi telah banyak diterapkan di bidang farmasi dan kesehatan. Di industri pangan, penerapan teknologi nanoenkapsulasi akan memberikan beberapa keunggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berlimpah seperti udang, bekicot, dan kepiting. Sebagai salah satu pengekspor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berlimpah seperti udang, bekicot, dan kepiting. Sebagai salah satu pengekspor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki hasil laut yang berlimpah seperti udang, bekicot, dan kepiting. Sebagai salah satu pengekspor udang terbesar,

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat.

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organoleptis Nanopartikel Polimer PLGA Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan bentuk nanopartikel PLGA pembawa deksametason natrium fosfat. Uji organoleptis

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization (2013), pada tahun 2008 terhitung 7,6

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization (2013), pada tahun 2008 terhitung 7,6 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization (2013), pada tahun 2008 terhitung 7,6 juta kematian (13% dari seluruh angka kematian di dunia) disebabkan oleh kanker. Data dari GLOBOCAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk kelompok senyawa polisakarida, dimana gugus asetilnya telah hilang sehingga menyisakan gugus amina

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk lapisan kompleks yang menyelimuti inti. Bahan inti yang dilindungi

I. PENDAHULUAN. membentuk lapisan kompleks yang menyelimuti inti. Bahan inti yang dilindungi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enkapsulasi merupakan teknik melindungi suatu material yang dapat berupa komponen bioaktif berbentuk cair, padat, atau gas menggunakan penyalut yang membentuk lapisan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidrogel yang terbuat dari polisakarida alami sudah secara luas di teliti dalam bidang farmasi dan kesehatan, seperti rekayasa jaringan, penghantaran obat, imobilisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TIJAUA PUSTAKA A. Kanker dan Kanker Payudara Kanker adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya abnormalitas regulasi pertumbuhan sel dan meyebabkan sel dapat berinvasi ke jaringan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman

BAB I PENDAHULUAN. polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Alginat merupakan karbohidrat, seperti gula dan selulosa dan merupakan polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman (Dornish and Dessen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahari yang melimpah. Salah satu kekayaan bahari terbesar yaitu udang. Udang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahari yang melimpah. Salah satu kekayaan bahari terbesar yaitu udang. Udang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan kekayaan bahari yang melimpah. Salah satu kekayaan bahari terbesar yaitu udang. Udang yang diekspor hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melimpah, salah satunya adalah krustasea yang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melimpah, salah satunya adalah krustasea yang termasuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.508 pulau dimana dua per tiga wilayahnya berupa laut sehingga memiliki hasil laut yang melimpah, salah satunya

Lebih terperinci

Kehidupan. Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi. 7 karakteristik kehidupan. Aspek kimia dalam tubuh - 2

Kehidupan. Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi. 7 karakteristik kehidupan. Aspek kimia dalam tubuh - 2 Kehidupan 7 karakteristik kehidupan Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi Aspek kimia dalam tubuh - 2 Aspek kimia dalam tubuh - 3 REPRODUKSI: Penting untuk kelangsungan hidup spesies.

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu yang mempelajari fenomena dan manipulasi material pada skala atomik, molekular, dan makromolekular disebut sebagai nanosains. Hal ini diklasifikasikan sendiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan nanoteknologi telah mendapat perhatian besar dari para ilmuwan dan peneliti. Nanoteknologi secara umum dapat didefinisikan sebagai teknologi perancangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang penting dalam perawatan luka. Prinsip dasar dalam memilih

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang penting dalam perawatan luka. Prinsip dasar dalam memilih BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Dressing (balutan) luka merupakan suatu material yang digunakan untuk menutupi luka. Tujuan dari penutupan luka ini adalah untuk melindungi luka dari infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan pertumbuhan yang cepat dan abnormal pada sel, tidak terkontrol, dan tidak terlihat batasan yang jelas dengan jaringan yang sehat serta mempunyai sifat

Lebih terperinci

karena itu, beberapa penelitian dikembangkan untuk terus menemukan bahan yang dapat menghambat pertumbuhan C.albicans dengan memanfaatkan bahanbahan a

karena itu, beberapa penelitian dikembangkan untuk terus menemukan bahan yang dapat menghambat pertumbuhan C.albicans dengan memanfaatkan bahanbahan a BAB VI PEMBAHASAN Kitosan merupakan senyawa yang berasal dari kitin. Kitosan umumnya berasal dari cangkang hewan laut seperti udang dan rajungan, namun juga terdapat dalam eksoskeleton serangga. Serangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Stirpe dkk., 2006). RIP yang diisolasi dari tanaman pukul empat sore (Mirabilis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Stirpe dkk., 2006). RIP yang diisolasi dari tanaman pukul empat sore (Mirabilis !1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang RIP (Ribosome Inactivating Protein) adalah protein yang tersebar luas pada tanaman dan berfungsi sebagai enzim yang dapat mendepurinasi RNA dan secara irreversible

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial dalam berbagai bidang dan industri. Kitin dan kitosan merupakan bahan dasar dalam bidang biokimia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses patogenesisnya, proses pembelahan sel menjadi tidak terkontrol karena gen yang mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi rekayasa zat dalam skala nano selalu menjadi daya tarik di kalangan peneliti. Hal ini dikarenakan nanoteknologi akan sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2014 menunjukkan kanker merupakan penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan yang tidak terkendali dan penyebaran sel-sel abnormal. Kanker disebabkan oleh faktor eksternal (tembakau,

Lebih terperinci

BAB 1 PEDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Senyawa 2,5-bis-(4 -hidroksi-3 -metoksi)-benzilidinsiklopentanon atau

BAB 1 PEDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Senyawa 2,5-bis-(4 -hidroksi-3 -metoksi)-benzilidinsiklopentanon atau BAB 1 PEDAULUAN A. Latar Belakang Penelitian Senyawa 2,5-bis-(4 -hidroksi-3 -metoksi)-benzilidinsiklopentanon atau yang dikenal dengan nama Pentagamavunon-0 merupakan senyawa turunan kurkumin hasil sintesis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel sel jaringan tubuh yang tidak normal. Sel sel kanker akan berkembang dengan cepat, tidak terkendali,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ginjal merupakan organ utama yang berfungsi menyaring zat sisa metabolisme tubuh yang harus dikeluarkan melalui ekskresi (Vanholder, 1992). Senyawa sisa metabolit tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kanker diseluruh dunia diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2030 dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kanker diseluruh dunia diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2030 dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan permasalahan yang serius karena tingkat kejadiannya semakin meningkat dari tahun ke tahun. WHO melaporkan kematian akibat kanker diseluruh dunia diperkirakan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. sebagai salah satu sumber pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat.

PENGANTAR. Latar Belakang. sebagai salah satu sumber pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat. PENGANTAR Latar Belakang Ayam broiler merupakan jenis ternak yang paling banyak dikembangkan sebagai salah satu sumber pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat. Hal ini karena ayam broiler memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong pesatnya perkembangan di berbagai sektor kehidupan manusia terutama sektor industri. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mie basah merupakan salah satu bahan pangan yang digemari masyarakat Indonesia. Hal itu terbukti dengan tingginya produksi mie basah yaitu mencapai 500-1500 kg mie

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur kitosan

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur kitosan TINJAUAN PUSTAKA Gel Kitosan Proses gelasi atau pembentukan gel merupakan fenomena yang menarik dan sangat kompleks. Jika terjadi ikatan silang pada polimer yang terdiri atas molekul rantai panjang dalam

Lebih terperinci

Pengertian Mitokondria

Pengertian Mitokondria Home» Pelajaran» Pengertian Mitokondria, Struktur, dan Fungsi Mitokondria Pengertian Mitokondria, Struktur, dan Fungsi Mitokondria Pengertian Mitokondria Mitokondria adalah salah satu organel sel dan berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO), negara negara di Afrika, Asia dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO), negara negara di Afrika, Asia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di dunia. Menurut World Health Organization (WHO), negara negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia kasus kanker rongga mulut berkisar 3-4% dari seluruh kasus kanker yang terjadi. Sekitar 90-95% dari total kanker pada rongga mulut merupakan kanker sel skuamosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak terkendali. Di perkirakan setiap tahun 12 juta orang di seluruh dunia menderita kanker dan 7,6

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Ekstasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Ekstrasi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol diikuti dengan penguapan menghasilkan ekstrak kental berwarna coklat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Terapi kanker payudara yang berlaku selama ini adalah dengan pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi bersifat terapi definitif lokal, sedangkan

Lebih terperinci

PREPARASI DAN APLIKASI NANOPARTIKEL KITOSAN SEBAGAI SISTEM PENGHANTARAN INSULIN SECARA ORAL

PREPARASI DAN APLIKASI NANOPARTIKEL KITOSAN SEBAGAI SISTEM PENGHANTARAN INSULIN SECARA ORAL 0071: Etik Mardliyati dkk. MT-25 PREPARASI DAN APLIKASI NANOPARTIKEL KITOSAN SEBAGAI SISTEM PENGHANTARAN INSULIN SECARA ORAL Etik Mardliyati, Sjaikhurrizal El Muttaqien, Damai R Setyawati, Idah Rosidah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker ditetapkan sebagai penyebab utama kematian di dunia dengan angka yang mencapai 7,6 juta atau (sekitar 13% dari semua kematian setiap tahunnya) pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Material yang diubah ke dalam skala nanometer tidak hanya meningkatkan sifat alaminya, tetapi juga memunculkan sifat baru (Wang et al., 2009). Nanofiber yang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat. dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang

I. PENDAHULUAN. sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat. dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, bahan pangan memiliki sifat mudah rusak (perishable), sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal, (yaitu tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol, dan tidak berirama) yang dapat menyusup ke jaringan tubuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kanker merupakan salah satu penyakit dengan kasus tertinggi di dunia

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kanker merupakan salah satu penyakit dengan kasus tertinggi di dunia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit dengan kasus tertinggi di dunia terutama di negara miskin dan berkembang. Peningkatan kasus kanker dari tahun ketahun menjadi beban

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan perairan yang disebabkan oleh logam-logam berat seperti kadmium, timbal dan tembaga yang berasal dari limbah industri sudah lama diketahui. Untuk

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. bagi mikroorganisme dan menghilangkan kelebihan eksudat.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. bagi mikroorganisme dan menghilangkan kelebihan eksudat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit adalah salah satu organ terbesar dalam tubuh. Kulit menutupi tubuh 2 m 2, berat sekitar 3 kg atau 15% dari berat badan dan menerima 1/3 suplai sirkulasi darah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Tanah-tanah yang tersedia untuk pertanian sekarang dan akan datang adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti ordo Ultisol. Ditinjau dari

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Uji Identifikasi Fitokimia Hasil uji identifikasi fitokimia yang tersaji pada tabel 5.1 membuktikan bahwa dalam ekstrak maserasi n-heksan dan etil asetat lidah buaya campur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi sel darah. Karena peranannya ini, kerusakan tulang dapat

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi sel darah. Karena peranannya ini, kerusakan tulang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tulang memiliki peranan yang penting dalam tubuh manusia. Fungsi tulang antara lain sebagai pembentuk kerangka tubuh, tempat menempelnya otot dan jaringan, penyimpan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Struktur Liposom

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Struktur Liposom BAB 2 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Liposom 2.1.1 Struktur Liposom Liposom sebagai pembawa obat telah dipatenkan pada tahun 1943 dalam bentuk campuran air antara lesitin dan kolesterol, walaupun struktur liposom

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 asil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan dan Kitosan Kulit udang yang digunakan sebagai bahan baku kitosan terdiri atas kepala, badan, dan ekor. Tahapan-tahapan dalam pengolahan kulit udang menjadi kitosan

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lembab karena sejatinya kulit normal manusia adalah dalam suasana moist atau

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lembab karena sejatinya kulit normal manusia adalah dalam suasana moist atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit mempunyai beberapa fungsi utama yang penting untuk tubuh, yaitu sebagai termoregulasi, sintesis metabolik, dan pelindung. Adanya suatu trauma baik itu secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan Terdapat banyak unsur di alam yang berperan dalam pertumbuhan tanaman, contohnya karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), fosfor (P), nitrogen (N), kalium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori Hidroksiapatit berpori digunakan untuk loading sel (Javier et al. 2010), pelepas obat (drug releasing agents) (Ruixue et al. 2008), analisis kromatografi

Lebih terperinci

Kehidupan. Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi. 7 karakteristik kehidupan

Kehidupan. Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi. 7 karakteristik kehidupan Kehidupan 7 karakteristik kehidupan Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi Aspek kimia dalam tubuh - 2 REPRDUKSI: Penting untuk kelangsungan hidup spesies. Reproduksi seksual berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Senyawa polifenol merupakan senyawa yang mempunyai peran penting di bidang kesehatan. Senyawa ini telah banyak digunakan untuk mencegah dan mengobati berbagai macam

Lebih terperinci

Isolasi dan Identifikasi Mikroorganisme Penghasil Enzim Kitinase Termofil pada Permandian Air Panas Prataan, Tuban Steven Yasaputera, Tjandra Pantjajani, Ruth Chrisnasari * Departemen Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah suatu penyakit yang terjadi akibat pertumbuhan sel pada jaringan tubuh secara terus-menerus dan tidak terkendali sehingga dapat mneyebabkan kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Staphylococcus epidermidis (S. epidermidis) merupakan salah satu spesies dari genus bakteri

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Staphylococcus epidermidis (S. epidermidis) merupakan salah satu spesies dari genus bakteri BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Staphylococcus epidermidis (S. epidermidis) merupakan salah satu spesies dari genus bakteri Staphylococcus yang paling sering ditemui dalam kepentingan klinis. Bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL (low density lipoprotein), HDL (high density lipoprotein), total kolesterol dan trigliserida.

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum untuk sekelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah lain yang digunakan adalah tumor ganas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membran adalah sebuah penghalang selektif antara dua fase. Membran memiliki ketebalan yang berbeda- beda, ada yang tebal dan ada juga yang tipis. Ditinjau dari bahannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kanker masih menjadi permasalahan kesehatan utama di dunia, termasuk di Indonesia hingga saat ini. Penyakit ini merupakan penyebab kematian kedua terbesar di seluruh

Lebih terperinci

BAB X TAHAP-TAHAP TERBENTUKNYA KEHIDUPAN

BAB X TAHAP-TAHAP TERBENTUKNYA KEHIDUPAN 10-1 BAB X TAHAP-TAHAP TERBENTUKNYA KEHIDUPAN Berdasarkan fakta di alam dan hasil-hasil percobaan di laboratorium hanya teori evolusi biokimia yang paling dapat memberi penjelasan secara ilmiah tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut organisasi kesehatan dunia WHO, kematian akibat PTM (Penyakit Tidak Menular) akan meningkat di seluruh dunia. Lebih dari dua per tiga (70%) populasi global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini dikarenakan adanya perkembangan hama dan penyakit pada tanaman baik dari jenis maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan periodontal, yaitu jaringan yang menghubungkan antara gigi dan tulang alveolar. Di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani menjadi hal penting yang harus diperhatikan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat dipenuhi dari produk peternakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plastik banyak digunakan untuk berbagai hal, di antaranya sebagai pembungkus makanan, alas makan dan minum, untuk keperluan sekolah, kantor, automotif dan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Perkembangan nanopartikel saat ini sangat pesat. Dalam beberapa puluh tahun terakhir berbagai negara di Eropa, Amerika, Australia dan sebagian Asia mengarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri tapioka merupakan industri rumah tangga yang memiliki dampak positif bila dilihat dari segi ekonomis. Namun dampak pencemaran industri tapioka sangat dirasakan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI PROTEIN, IDENTIFIKASI SERTA UJI EFEK EKSTRAK BIJI Jatropha curcas L : STUDI POTENSINYA SEBAGAI INDUKTOR APOPTOSIS

EKSTRAKSI PROTEIN, IDENTIFIKASI SERTA UJI EFEK EKSTRAK BIJI Jatropha curcas L : STUDI POTENSINYA SEBAGAI INDUKTOR APOPTOSIS EKSTRAKSI PROTEIN, IDENTIFIKASI SERTA UJI EFEK EKSTRAK BIJI Jatropha curcas L : STUDI POTENSINYA SEBAGAI INDUKTOR APOPTOSIS PROTEIN EXTRACTION, IDENTIFICATION AND THE EFFECT OF PROTEIN EXTRACT OF Jatropha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Keampuhan kurkumin untuk berbagai penyakit seperti penyakit pernapasan, gangguan hati, dan luka diabetes telah didokumentasikan dalam literatur India kuno (Goel dkk.,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang berkualitas tinggi

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan salah satu penyebab kematian yang utama di seluruh dunia. Pada tahun 2012, penyakit kanker menyebabkan kematian sekitar 8,2 juta orang. Kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci