BAB IV PEMBAHASAN KASUS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PEMBAHASAN KASUS"

Transkripsi

1 BAB IV PEMBAHASAN KASUS 4.1. Deskripsi Kasus Hujan turun rintik-rintik, Ibu Wendy Soeweno selaku direktur pemasaran Blitzmegaplex mengemudikan mobilnya memasuki halaman parkir kantor. Dia berjalan menuju meja kerjanya dan bersiap menghadiri rapat dengan tim pemasaran Blitzmegaplex. Hari itu, dua hari sebelum rapat dengan dewan komisaris dan jajaran direksi, di ruang rapat yang berlokasi di Patra Kuningan, tim pemasaran blitzmegaplex yang dipimpin oleh Ibu Wendy Soeweno telah menyiapkan data-data baik internal perusahaan maupun eksternal untuk menentukan strategi mereka selanjutnya. Rapat yang diiringi sayup suara hujan itu berlangsung serius tetapi santai. Tim pemasaran Blitzmegaplex saling mengutarakan pendapat masing-masing, berdebat dan berargumen, apa yang harus dilakukan perusahaan setelah melaporan 21 Cineplex ke KPPU? Apakah keputusan itu merupakan tindakan yang tepat dalam menghadapi kompetitor utama Blitzmegaplex? Bagaimana strategi mereka selanjutnya dalam menghadapi serangan balik dari 21 Cineplex? Tak kalah penting juga kompetitor lain baik secara langsung maupun tidak langsung yang turut mempengaruhi eksistensi Blitzmegaplex dalam industri layar lebar di Indonesia. 48

2 Sejarah Industri Layar Lebar di Indonesia Bioskop pada masa Hindia Belanda disebut gambar idoep. Bangsa Indonesia sudah dapat menyaksikan pertunjukan ini pada tanggal 5 Desember 1900, tepatnya 5 tahun sejak pertunjukan film pertama di Paris pada tahun Pada masa itu berlaku juga pemisahan tempat duduk berdasarkan kelas sosial, yaitu kelas 1 untuk warga asli Belanda, kelas 2 untuk warga Timur jauh (Tionghoa, Jepang, India, Arab tidak termasuk), kelas 3 warga campuran Indonesia-Belanda, dan kelas 4 warga pribumi. Pada tahun 1920, bioskop di Hindia Belanda belum diputar dalam gedung bioskop tetapi dalam bangunan rumah biasa dan peralatan pendukung seadanya. Baru pada tahun , gedung bioskop dibangun dengan memperhatikan struktur dan unsur-unsur lainnya didukung dengan peralatan yang lebih memenuhi standard kualitas. Filmrueve (majalah film pada masa itu) pada tahun 1936 mencatat adanya 227 bioskop. Pada masa penjajahan jepang, segala kegiatan publik yang tidak mendukung propaganda Jepang sulit untuk dilakukan. Peredaran film-film di Indonesia diawasi ketat. Pada masa ini, pemerintah Jepang menetapkan standar harga karcis bioskop yang sangat mahal dan hanya bisa dijangkau oleh orangorang kaya. Harga karcis bioskop dari kelas terendah sekalipun setara dengan harga resmi 1 kg beras pembagian pemerintah yang ditetapkan 10 sen. Apalagi film-film yang dipertunjukkan adalah film propaganda yang sama sekali tidak mengandung nilai hiburan. Akhirnya jumlah bioskop di masa pendudukan Jepang merosot tajam. Jika pada tahun 1942 terdapat sekitar 300 gedung bioskop yang

3 50 tersebar di wilayah Indonesia, hanya dalam waktu 3 tahun yaitu tahun 1945, jumlah bioskop hanya tersisa 52 gedung, terdiri dari : 12 di Surabaya, 6 di Malang, 4 di Surakarta, 3 di Jogjakarta, 7 di Semarang, 7 di Bandung, dan 13 di Jakarta. Jumlah bioskop pada era Soekarno di Indonesia pada masa ini kurang begitu jelas karena data yang tidak lengkap. Wakil Menteri Perdagangan Indonesia Mr.Latief dalam suatu musyawarah OPS (Organisasi Pengusaha Sejenis) di tahun 1962 pernah menyatakan jumlah bioskop di Indonesia tahun 1960 berjumlah 890 dan menurun menjadi 800 pada tahun Sedangkan informasi lain yang bersumber dari data Konferensi Kerja OPS Bioskop Seluruh Indonesia tanggal April 1968 di Tawangmangu mencatat jumlah 350 bioskop pada tahun 1967 dan 450 bioskop pada tahun Di Indonesia awal Orde Baru dianggap sebagai masa yang menawarkan kemajuan perbioskopan, baik dalam jumlah produksi film nasional maupun bentuk dan sarana tempat pertunjukan. Kemajuan ini memuncak pada tahun 1990-an. Pada dasawarsa itu produksi film nasional 112 judul. Sementara sejak tahun 1987 bioskop dengan konsep sinepleks (gedung bioskop dengan lebih dari satu layar) semakin marak. Sinepleks tidak hanya menjamur di kota besar, tetapi juga menerobos kota kecamatan sebagai akibat dari kebijakan pemerintah yang memberikan masa bebas pajak dengan cara mengembalikan pajak tontonan kepada "bioskop depan". Akibatnya, pada tahun 1990 bioskop di Indonesia mencapai

4 51 puncak kejayaan yaitu layar. Sebelumnya, pada tahun 1987, di seluruh Indonesia terdapat layar. Indonesia memasuki era millenium baru ditandai dengan pergerakan kembali produksi film nasional, antara lain didukung dengan teknologi digital yang kemudian ditransfer ke seleloid. Masa-masa ini menjadi era kebebasan berkreasi dalam perfilman, namun masa di mana industri perfilman tidak memiliki pijakan atau sebuah sistem yang mendukung. Bioskop-bioskop sudah banyak yang bangkrut, dari yang semula sekitar 4000 layar sekarang tinggal sekitar 400 layar. Hal ini diakibatkan oleh merosotnya produksi film lokal dan rendahnya minat masyarakat untuk menonton bioskop karena munculnya stasiun-stasiun televisi swasta. Produksi film Indonesia memang terus meningkat, namun fasilitas untuk penayangannya justru terasa tidak memadai. Pasar film Indonesia hanya di Jakarta dan beberapa kota besar, tanpa ada alternatif lain, kecuali pasar dalam bentuk penayangan di televisi dan peredaran untuk home intertainment (VCD/DVD). Selain bioskop-bioskop terlanjur telah banyak yang bangkrut, di masa ini tidak ada lagi jaringan peredaran dan pemasaran seperti 1970-an, di mana ada PERFIN (Pusat Peredaran Film) yang mengatur masalah peredaran. Juga tidak seperti masa itu, di mana dengan banyak bioskop di berbagai daerah, memunculkan distributordistributor untuk sejumlah kawasan edar, sehingga film tidak hanya bertumpu pada jaringan bioskop tertentu.

5 52 TABEL 4.1 DAFTAR JUMLAH LAYAR BIOSKOP DARI Tahun Jumlah Bioskop Jumlah Layar Source : dari berbagai sumber Latar Belakang Industri Layar Lebar di Indonesia Organisasi-Organisasi yang Terlibat Dalam Industri Layar Lebar di Indonesia Berbagai organisasi di bidang perfilman sejak masa sebelum Indonesia merdeka muncul dan menghilang atau berganti nama sesuai tuntutan jaman. Mereka memiliki berbagai kepentingan, baik kepentingan golongan atau anggotanya, maupun kepentingan kemajuan perfilman Indonesia. Beberapa organisasi yang telah memiliki sejarah cukup panjang antara lain :

6 53 a. Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) Dimulai dengan nama Dewan Film Indonesia (1956), kemudian disebut Dewan Film Nasional (1979). Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) berdiri di Jakarta pada tanggal 30 Maret 1992, bersamaan dengan mulai berlakunya Undang-Undang Perfilman Nomor 8 Tahun 1992 Tentang Perfilman. Kehadiran BP2N diharapkan dapat berperan sebagai tangki pemikir dibidang perfilman nasional serta bersama Pemerintah melaksanakan pengembangan perfilman nasional sesuai amanat Undang-Undang. Berikut ini adalah visi misi BP2N seperti yang tercantum dalam situs resmi mereka : Visi : untuk menumbuhkan dan mengembangkan film nasional sebagai produk industri kebudayaan yang bertumpu pada pemberdayaan masyarakat dalam keanekaragaman nilai-nilai kebangsaan. Misi : menumbuhkan dan mengembangkan perfilman nasional sebagai industri yang mengandung nilai-nilai budaya; memberdayakan seluruh komponen perfilman nasional agar mampu menciptakan film nasional yang memberdayakan masyarakat pada umumnya dalam menciptakan pembangunan watak dan kepribadian bangsa; memantapkan dan mengembangkan nilai-nilai keragaman budaya bangsa dan mempromosikan nilai-nilai tersebut dalam percaturan internasional.

7 54 b. Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Nederlands Indische Bioscoopen Bond (NIBB) didirikan pada tahun 1936 untuk mengimbangi Indische Film dan Exploitasi Bioskop (PERFEXBI) di Yogyakarta, DJakarta Bioskop Bond (DBB) Jakarta, Lombok Bioskop Bond (LBB) Mataram, Palembang Bioskop Bond (PBB) Palembang dll. Pada tanggal 10 April 1955 didirikan Persatuan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (PPBSI) untuk menyatukan semua organisasi perbioskopan yang ada di segenap nusantara. Untuk mengindahkan Peraturan Pemerintah No. 19/tahun/1961, PPBSI berganti nama menjadi Organisasi Perusahaan Sejenis (OPS) Bioskop Swasta. Pada Musyawarah Besar tahun 1992 berganti menjadi Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI), yang akronimnya tetap GPBSI. c. Festival Film Indonesia (FFI) Festival Film Indonesia (FFI) merupakan ajang penghargaan tertinggi bagi dunia perfilman di Indonesia. FFI pertama kali diselenggarakan pada tahun 1955 dan berlanjut di tahun 1960 dan 1967 (dengan nama Pekan Apresiasi Film Nasional), sebelum akhirnya mulai diselenggarakan secara teratur pada tahun Mulai penyelenggaraan tahun 1979, sistem Unggulan (Nominasi) mulai dipergunakan. FFI sempat terhenti pada tahun 1992, dan baru

8 55 diselenggarakan kembali tahun Pada perkembangannya, diberikan juga penghargaan Piala Vidia untuk film televisi. Pada tahun 1966 mulai diberikan Piala Citra kepada pemenang penghargaan. Dalam tradisi FFI, Citra kemudian dijadikan nama piala sebagai simbol supremasi prestasi tertinggi untuk bidang perfilman. Berikut ini adalah gambar beberapa desain Piala Citra : GAMBAR 4.1. PIALA CITRA Source : wikipedia Undang-Undang Perfilman dan Distribusi Film di Indonesia Sebagai suatu negara hukum, perfilman di Indonesia terkait industri bioskop di dalamnya juga berlandaskan atas hukum yang telah diatur oleh pemerintah. Pada tahun 2009, RUU Perfilman yang mengatur berbagai hal tentang perfilman termasuk di dalamnya distribusi film, kuota film impor, kuota film lokal, maupun sensor film akhirnya diresmikan menjadi UU No.33 tahun 2009 tentang perfilman yang merupakan perbaikan dari UU no.8 tahun 1992 tentang pefilman. Meski demikian undang-undang perfilman yang baru ini pun menuai protes dari

9 56 kalangan masyarakat film dan dinilai bisa mengakibatkan menurunnya kualitas film produksi lokal. Menurut masyarakat film, banyaknya jumlah film dengan kualitas di bawah standar tersebut dapat menyebabkan penonton jenuh yang pada akhirnya akan meninggalkan bioskop sama seperti era tahun 1992 dan berujung pada matinya industri bioskop itu sendiri. Untuk mengatur regulasi kompetisi, selain ada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang difasilitasi pemerintah, ada juga organisasi independen seperti Monopoly Watch yang bermarkas di Amerika. Pada tahun 2003, Monopoly Watch pernah melaporkan 21 Cineplex ke KPPU dengan tuduhan praktik monopoli. Kasus ini akhirnya membuat beberapa komisaris memecah kepemilikan saham di beberapa perusahaan namun membebaskan 21 dari tuduhan monopoli. Berikutnya tahun 2009, giliran Blitzmegaplex yang melaporkan 21 Cineplex ke KPPU dengan tuduhan yang sama Para Pemain Industri Layar Lebar di Indonesia a. Perusahaan-perusahaan Distributor Film PT Camila Internusa Film PT Camila Internusa adalah importir film-film Hollywood untuk Indonesia. Pada era orde baru, tata niaga impor film Mandarin dikuasai oleh Prananto (pengusaha kapal dari Semarang), yang

10 57 mengharuskan para importir film Mandarin yang sudah ada agar mengimpor film melalui perusahaannya dan membayar fee kepadanya. Kemudian, posisi Prananto ini digeser oleh kakak beradik Benny Suherman dan Bambang Sutrisno melalui perusahaannya PT Sejahtera Film (Perusahaan Importir Khusus Film Mandarin). Bersama Sudwikatmono, mereka bertiga memasang bendera baru dengan nama PT Suptan Film. Pada perkembangannya, para importir film tersebut, termasuk importir film non mandarin seperti film Amerika-Eropa dan India berasosiasi dengan nama Asosiasi Importir Film (AIF). Penyatuan ini berdampak besar bagi bisnis bioskop dan film nasional karena AIF membangun kekuatan besar dalam bisnis yang terintegrasi, yaitu impor film, distribusi film, dan bioskop. Jive Entertainment Jive entertainment adalah distributor film independent terdepan di Indonesia yang mempersembahkan berita-berita dan informasi kepada masyarakat umum tentang cerita-cerita paling menghibur dan paling original dari para pembuat film pembuat film paling inovatif di dunia. Dalam websitenya, Jive menyajikan beritaberita, sinopsis, trailer maupun kuis tentang film yang sedang diputar oleh Blitzmegaplex.

11 58 b. Perusahaan-perusahaan Produser Film Miles Production Miles Production didirikan pada tahun 1996 oleh Mira Lesmana, seorang lulusan Institut Kesenian Jakarta yang juga putri musisi Indonesia Jack Lesmana. Perusahaan ini memproduksi film-film main-stream dengan kualitas cinematografi dan jalan cerita yang baik. Beberapa produknya sempat menjadi box office dan mempelopori kebangkitan film nasional di era Millenium ke-3. Film-film itu antara lain karya Riri Riza, seorang sutradara muda berbakat yang telah menelurkan karya seperti Petualangan Sherina (2000), Ada Apa dengan Cinta (2000) yang sukses menyedot lebih dari 1,6 juta penonton, Eliana-Eliana (2002), Rumah ke Tujuh (2003), Soe Hok Gie (2005), Laskar Pelangi (2009), 3 hari Untuk selamanya, dll. Meskipun Eliana-Eliana kurang mendapat sambutan di tanah air, namun film yang dibintangi Rachel Maryam ini sukses menyabet penghargaan untuk kategori Best Young Cinema dan Best Critics Cinema di ajang Festival Film Internasional Singapura pada April 2002 dan meraih predikat Special Mention untuk kategori penghargaan Dragons and Tigers for Young Cinemadi ajang Festival Film Internasional Vancouver di Kanada, Oktober Miles juga sempat memproduksi serial Anak Seribu Pulau sebuah program televisi sepanjang 14 episode

12 59 pada Selain itu Film Laskar Pelangi yang diadaptasi dari novel dengan judul sama, karya Andrea Hirata juga menjadi film fenomenal tahun Kalyana Shira Kalyana Shira Film adalah perusahaan film independen yang didirikan pada awal tahun 2000 di Jakarta, Indonesia. Afi Shamara dan Nia Dinata adalah pendiri perusahaan ini. Kalyana Shira Film memproduksi sebuah film epik semi kolosal berjudul Ca-bau-kan (The Courtesan), yang diangkat dari novel laris karya Remy Sylado. Film itu menjadi debut Kalyana dengan tim produksinya. Ca-bau-kan adalah film Indonesia pertama setelah masa reformasi yang berpusar pada komunitas Tionghoa di Indonesia. Selanjutnya, Kalyana banyak meluncurkan film-film yang berhasil menyabet berbagai penghargaan baik di tingkat nasional maupun internasional. Beberapa diantarnya adalah Biola Tak Berdawai (atau The Stringless Violin) tahun 2003, Arisan! (atau The Gathering) tahun 2003, Janji Joni (atau Joni s Promise) tahun 2005, Berbagi Suami (atau Love For Share atau Partage Ton Mari) tahun Kalyana juga telah memproduksi beberapa program TV programs. Program yang terakhir adalah Ajang Ajeng, sebuah reality show yang diproduksi untuk MTV pada 2004.

13 60 Multivision Plus PT Tripar Multivision Plus atau Multivision Plus adalah sebuah perusahaan produksi film Indonesia yang didirikan tahun 1990 di Jakarta setelah munculnya TVRI Jawa Barat. Multivision didirikan oleh Raam Punjabi. Raam mendirikan Multivision pada tahun 1990 di Jakarta. Produksi pertama Multivison adalah serial sinetron komedi Burung Camar, Seputih Merpati dan Mutiara Cinta yang diproduksi pada tahun Film layar lebar produksi Multivision antara lain Belahan Jiwa, Kuntilanak, Kawin Kontrak, dan sebagainya. Multivision Plus lebih berfokus memproduksi film-film komersial daripada film-film festival. Selain produser-produser lokal, beberapa produser film Hollywood seperti Warner Brothers, 21th Century, Paramount, Disney, dan sebagainya juga menganggap Indonesia sebagai pasar yang sangat potensial berdasarkan jumlah penduduknya. c. Pengusaha Bioskop Selain 21 Cineplex dan Blitzmegaplex, industri layar lebar di Indonesia juga memiliki banyak pemain kecil yang jumlah bioskopnya hanya terletak di satu atau dua kota terutama kota seperti Jakarta atau Bandung. Selain itu juga tersebar bioskop-bioskop kecil yang dikelola

14 61 oleh pengusaha daerah terutama untuk kota-kota kecil baik di Jawa maupun di luar Jawa. Beberapa bioskop besar di Jakarta yang tidak termasuk dalam jaringan Cineplex 21 atau Blitzmegaplex antara lain : PT Multiplex Media (MPX) PT Multiplex Media yang merupakan perusahaan pemilik Bioskop Multiplex Grande di Jakarta, termasuk salah satu perusahaan baru yang mengembangkan bisnisnya di bidang pemutaran film. MPX Grande Boutique Cinema didirikan pada tahun 2002 adalah sebuah bioskop dengan konsep boutique dan merupakan sebuah First Class Cinema dengan suasana serba cozy. Design teater yang artistik dan futuristik didukung oleh lobby yang luas dan nyaman MPX Grande menawarkan experience tersendiri dalam menikmati film-film layar lebar. Berikut ini adalah gambar yang menampilkan kemewahan bioskop MPX :

15 62 GAMBAR 4.2. INTERIOR MPX Sumber : Keunggulan MPX menurut manajemennya adalah : Vision ( wow affect dari interior design), smell (aromatherapy), taste (food & drinks), sound (latar belakang musik dan sound system), dan touch (cinema seats). Surya M2 Bioskop yang didirikan dalam Mangga Dua Square, suatu kawasan pecinan di Jakarta dan memutar film-film Mandarin serta box office. Gambar di bawah ini merupakan iklan promosi yang menampilkan interior Surya M2 dengan desain minimalis modern yang nyaman :

16 63 GAMBAR 4.3 GAMBAR INTERIOR SURYA M2 TAHUN 2007 Sumber : Iklan di atas menyebutkan bahwa Surya M2 menghadirkan filmfilm Mandarin dan juga film-film Barat. Hal ini terkait dengan target market Surya M2 yang merupakan warga keturunan Tionghoa peranakan. Pemilihan lokasi Surya M2 juga berada di daerah pecinan di Jakarta yaitu Mangga Dua Kondisi Pasar dalam Industri Layar Lebar di Indonesia a. Pertumbuhan Pasar Indonesia mulai mengalami perkembangan stabilitas politik ke arah yang lebih baik sejak pemerintahan Abdurahman Wahid (Gusdur) pasca era reformasi. Kondisi ini menyebabkan perusahaan-perusahaan

17 64 yang gulung tikar mulai bangkit kembali dan beberapa investor asing berani menanamkan modal di Indonesia. Pada tabel di bawah ini terlihat bahwa industry revenue terus mengalami kenaikan sejak tahun TABEL 4.2. STATISTIK KUNCI INDUSTRI LAYAR LEBAR DI INDONESIA Key Statistik Industry Revenue 107, , , , ,151 Rp. Billion Employment 109, ,200 85,700 81,000 85,400 Units Exports 2,856 3,457 6,481 6,521 7,820 Rp. Billion Imports 10,926 10,899 25,482 30,419 35,880 Rp. Billion Total Wages 1,425 1,316 1,114 1,010 1,109 Rp. Billion Domestic Demand 116, , , , ,211 Rp. Billion Source: Pada tahun 2004, Indonesia berada di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan wakil Presiden Jusuf Kalla. Meski terjadi penurunan jumlah tenaga kerja tetapi tidak diiringi dengan penurunan jumlah gaji yang signifikan. Permintaan domestik yang terus meningkat menyebabkan jumlah import naik hingga lebih dari dua kali lipat dan jumlah eksport naik hampir dua kali lipat pada tahun

18 Berikut ini adalah tabel jumlah layar bioskop 21 Cineplex, Blitzmegaplex, dan bioskop di luar jaringan kedua perusahaan tersebut : TABEL 4.3. PERBANDINGAN JUMLAH LAYAR BIOSKOP PERIODE APRIL 2008 Bioskop Jakarta % Jumlah Layar Luar Jakarta % 21 Cineplex % % 74 % Blitzmegaplex 29 11% 9 2% 6 % Lainnya 49 19% 78 21% 20 % TOTAL % % 100% Source : dari berbagai sumber Persentase Tabel di atas menunjukkan bahwa 21 Cineplex mendominasi pasar seluruh Indonesia hingga lebih dari 50% yaitu 74% dengan total 379 layar. Sedangkan di wilayah Jakarta, 21 Cineplex mendominasi pasar hingga 70% dengan jumlah 186 layar yang terdiri dari Cinema 21, Cinema XXI, dan The Premiere. Jumlah ini terpaut jauh dengan Blitzmegaplex yang memiliki persentase jumlah layar 6% di seluruh Indonesia dan 11% untuk wilayah Jakarta. Bioskop lain merupakan bioskop yang dikelola bukan oleh jaringan besar memiliki persentase jumlah layar 20% di seluruh Indonesia dan 19% di Jakarta.

19 66 b. Produk Pengganti Tidak terkendalinya penyebaran DVD/VCD bajakan di Indonesia menjadi salah satu pemicu matinya produksi film lokal pada pertengahan era 1990an. Hal ini disebabkan oleh tingginya harga tiket bioskop sehingga masyarakat lebih memilih menonton di rumah dengan budget murah meriah, apalagi kemajuan teknologi audio visual khususnya home entertainment semakin pesat dan dapat dijangkau sampai masyarakat kelas menengah. Karena perusahaan bioskop merasa kurang penonton, akhirnya mereka benar-benar menyeleksi film yang sekiranya mampu menghasilkan banyak pemasukan. Filmfilm lokal yang menurut mereka kurang menghasilkan tidak bisa ditayangkan dan hal ini memicu kelesuan produksi film nasional. Bioskop yang tidak mampu menutup biaya operasional terpaksa gulung tikar. Suatu survey yang dilakukan harian Kompas pada bulan Desember menyatakan bahwa 62% dari 1358 orang yang disurvey lebih menyukai menonton film di rumah, sedangkan hanya 12,4% masih pergi ke bioskop dan 60% mengatakan mereka sudah tidak pergi ke bioskop lebih dari satu tahun. Selain Video Disc, yang termasuk home entertainment lainnya adalah permainan elektronik atau sering disebut game. Untuk memainkan game dibutuhkan perangkat seperti PC (Personal 1 Hermawan, Ary Distribution Seen as Main Obstacle to Film Industry Growth, The Jakarta Post, 29 Maret 2008

20 67 Computer), konsol game (nintendo, Playstation, Xbox, NDS, PSP, Sega saturn, dsb). Selain game yang dimainkan secara perorangan, ada pula game online, yaitu game yang dimainkan dengan perangkat seperti PC atau konsol dengan dukungan koneksi internet. Game online ini memungkinkan pemain game (gamer) untuk memainkan game yang mereka sukai sambil berinteraksi dengan gamer lain lewat dunia cyber sehingga dapat juga berfungsi sebagai komunitas sosial. Kota besar yang memiliki fasilitas bioskop biasanya juga memiliki sarana hiburan lain seperti mall, restaurant, club, maupun tempat karaoke. Tempat-tempat hiburan ini juga menawarkan banyak alternatif yang dapat menjadi subtitusi bagi industri bioskop. Berikut ini adalah tabel harga barang subtitusi yang dapat memenuhi kebutuhan calon konsumer akan hiburan : TABEL 4.4. DAFTAR HARGA BARANG SUBTITUSI PERIODE 2009 No. Jenis Barang Range Harga 1 Portable TV Rp ,00 Rp ,00 2 TV Rp ,00 Rp ,00 3 TV Plasma / LCD > Rp , 4 Player (DVD/VCD/Blueray) + Rp ,00 Rp ,00 5 Speaker Home Teater + Rp ,00 Rp ,00 6 Sony Playstation 2 + Rp ,00 7 Sony PSP + Rp ,00 8 Nintendi Wii + Rp ,00

21 68 9 Nintendo DS + Rp ,00 10 Xbox Rp ,00 11 DVD game (original) + Rp ,00 Rp ,00 12 DVD game (bajakan) + Rp ,00 13 DVD film (original) + Rp ,00 Rp ,00 14 DVD film (bajakan) + Rp. 5000,00 Rp. 7000, set PC untuk gaming + Rp ,00 16 Tiket Masuk Club + Rp ,00 Rp ,00 17 Restaurant kelas A + Rp ,00 Rp ,00 18 Restaurant kelas B + Rp ,00 Rp ,00 19 Karaoke + Rp , / jam 20 Langganan TV Berbayar + Rp , (harga paket standard) 21 Berlangganan Internet + Rp , s/d Rp , / bln Source : dari berbagai sumber Pada tabel harga produk pengganti di atas, terlihat bahwa biaya yang harus dikeluarkan konsumen relatif lebih rendah daripada biaya menonton bioskop sehingga target pasar akan memiliki lebih banyak pertimbangan untuk menonton bioskop atau tidak Cineplex Sejarah Berdirinya 21 Cineplex Pada tahun 1980an sampai 1990an, industri bioskop di Indonesia mengalami perkembangan pesat ditandai dengan banyaknya jumlah bioskop yang mencapai lebih dari 2000 gedung. Pada masa ini jaringan bioskop 21 turut menyemarakkan industri bioskop Indonesia dan

22 69 memasuki pasar dengan konsep sinema kompleks (cineplex) yakni konsep gedung bioskop dengan beberapa layar. Apabila konsep bioskop sebelumnya satu gedung hanya memiliki satu layar dengan kapasitas tempat duduk yang banyak, bioskop 21 menawarkan jumlah layar dua atau lebih dengan kapasitas tempat duduk yang lebih sedikit untuk masing-masing layar. Kelebihan konsep ini adalah satu bioskop dapat memutar lebih dari satu film setiap harinya sehingga penonton mendapatkan lebih banyak pilihan. 21 Cineplex berada di bawah naungan PT Nusantara Sejahtera Raya dan lebih dikenal sebagai jaringan bioskop 21. PT Nusantera Sejahtera Raya tergabung dalam Subentra Grup yang didirikan oleh Benny Suherman bersama dua rekannya, Sudwikatmono dan Bambang Sutrisno. Pada masa awal berdiri, bioskop 21 menawarkan pengalaman menonton bioskop yang berbeda dibandingkan bioskop lainnya. Selain konsep cineplex yang menyajikan beberapa judul film sekaligus, 21 juga menawarkan fasilitas tempat duduk yang nyaman, ruangan yang dilengkapi dengan Air Conditioner (AC), sistem tata suara dolby atau THX, kualitas gambar yang jernih, serta suasana lobby yang bersih dan nyaman. Selain dukungan modal yang kuat, competitive advantage inilah yang membuat 21 berhasil merebut hati konsumer sehingga jaringan bioskop ini mampu bertahan menghadapi krisis yang melanda industri bioskop pada pertengahan tahun 1990an. Pada masa itu, televisi-televisi

23 70 swasta mulai bermunculan dengan berbagai program tontonan yang menarik, pembajakan film dengan media Video Disc (VCD) juga merebut perhatian penonton karena kini mereka dapat menyaksikan film di rumah dengan budget sekitar 5000 sampai 6000 rupiah per keping, jauh lebih murah bila dibandingkan dengan harga tiket bioskop yang berkisar antara sampai per orang. Kondisi ini menyebabkan banyak pengusaha bioskop terpaksa gulung tikar karena penjualan karcis tidak mampu menutupi biaya operasional sehari-hari sehingga pada tahun 2002 jumlah bioskop di Indonesia tinggal 264 gedung saja. Merosotnya jumlah bioskop di Indonesia ini secara otomatis membuat bioskop 21 menjadi pemimpin pasar dengan jumlah layar hampir 70% dari keseluruhan jumlah layar di Indonesia Brand-Brand di Bawah Bendera 21 Cineplex Pada perkembangannya, industri film di Indonesia mengalami pasang naik sejak tahun Hal ini ditandai dengan kehadiran filmfilm karya sineas muda yang berkualitas dan berhasil meraih berbagai penghargaan. Minat penonton untuk menonton di bioskop kembali lagi, karena itu pada tahun 2004 bioskop 21 berinisiatif menghadirkan Cinema XXI dan The Premiere sebagai bioskop premium dengan harga tiket di atas rata-rata. Manajemen bioskop 21 merasa perlu mengadakan peningkatan performa agar tetap bisa memenangkan hati konsumen sama

24 71 seperti tahun-tahun sebelumnya, terlebih karena pada tahun 2006 Blitzmegaplex hadir sebagai penantang pasar dalam indutri layar lebar di Indonesia. Berikut ini adalah merk-merk (brand) yang berada di bawah jaringan 21 Cineplex : a. Cinema 21 Cinema 21 merupakan merk yang pertama kali digunakan oleh 21 Cineplex pada era tahun 1980an. Pada masa itu, manajemen melihat bahwa budaya Amerika sedang menjadi budaya pop di Indonesia sehingga logo yang digunakan oleh bioskop 21 didominasi oleh warna merah dan biru dengan motif bintang, sekilas logo ini menyerupai bendera Amerika. Manajemen berharap identitas korporat ini bisa merepresentasikan bioskop 21 sebagai bioskop yang modern dan upto-date. GAMBAR 4.4. LOGO CINEMA 21 Sumber : wikipedia Cinema 21 memiliki jaringan bioskop terbanyak yang tersebar di seluruh Nusantara. Di Jakarta Cinema 21 berjumlah 22 gedung dengan 88 layar, sebagian besar berada dalam gedung mall atau pusat perbelanjaan. Berikut ini adalah tabel data jumlah layar Cinema 21 di Jakarta :

25 72 TABEL 4.5. JUMLAH LAYAR CINEMA 21 DI JAKARTA PERIODE 2009 No. Nama Bioskop Jumlah Layar 1 ARION ATRIUM BINTARO BLOK M BLOK M SQUARE BUARAN CIBUBUR CIJANTUNG CILANDAK CITRA DAAN MOGOT GADING GAJAH MADA HOLLYWOOD KC KALIBATA LA PIAZZA SEMANGGI SETIABUDI SLIPI JAYA SUNTER 4 21 TAMINI 3 22 TIM 3 TOTAL 88 Source : Cinema 21 menyediakan jumlah layar yang berbeda-beda untuk setiap mall atau gedung bioskopnya tergantung dari luas lokasi, kerja sama dengan pihak mall, maupun potensi pasar. Jumlah layar Cinema 21 yang paling sedikit adalah 2 layar dan terbanyak adalah enam layar. Cinema 21 memberlakukan harga tiket bervariasi dan jenis film yang diputar sesuai dengan lokasi dan target yang dituju. Fasilitas lain yang

26 73 Cinema 21 tawarkan adalah tata suara Dolby Digital. Berikut ini adalah daftar harga tiket Cinema 21 di Jakarta periode 2009 : TABEL 4.6. DAFTAR HARGA TIKET BIOSKOP 21 DI JAKARTA PERIODE JUNI 2009 Nama Bioskop Nomat (Senin Kamis) Jumat HTM Sabtu Minggu / Hari Libur ARION 21 Rp , Rp , Rp , ATRIUM 21 Rp , Rp , Rp , BINTARO 21 Rp , Rp , Rp , BLOK M 21 Rp , Rp , Rp , BLOK M SQUARE 21 Rp , Rp , Rp , BUARAN 21 Rp , Rp , Rp , CIBUBUR 21 Rp , Rp , Rp , CIJANTUNG 21 Rp , Rp , Rp , CILANDAK 21 Rp , Rp , Rp , CITRA 21 Rp , Rp , Rp , DAAN MOGOT 21 Rp , Rp , Rp , GADING 21 Rp , Rp , Rp , GAJAH MADA 21 Rp , Rp , Rp , HOLLYWOOD KC 21 Rp , Rp , Rp , KALIBATA 21 Rp , Rp , Rp , LA PIAZZA 21 Rp , Rp , Rp , SEMANGGI 21 Rp , Rp , Rp , SETIABUDI 21 Rp , Rp , Rp , SLIPI JAYA 21 Rp , Rp , Rp , SUNTER 21 Rp , Rp , Rp , TAMINI 21 Rp , Rp , Rp , TIM 21 Rp , Rp , Rp , Source : Cinema 21 berusaha memberikan harga tiket yang terjangkau bagi penonton bioskop dengan memberlakukan hari nonton hemat (nomat). Di beberapa Cinema 21, hari nomat jatuh pada hari Senin sampai kamis, dan di beberapa tempat yang lain jatuh pada hari Senin sampai Jumat. Pada hari nomat ini, Harga Tiket Masuk (HTM) lebih murah 25% - 75% daripada HTM pada akhir pekan. Dengan adanya hari

27 74 nonton hemat ini, bioskop 21 berharap minat masyarakat untuk menonton bioskop meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Sebagai bioskop yang mengadopsi konsep cineplex, Cinema 21 juga dapat menayangkan beberapa judul film sekaligus dalam sehari. Berikut ini adalah contoh jadwal tayang Cinema 21 untuk enam judul film yang diputar sebanyak lima sampai enam kali sehari : TABEL 4.7. JADWAL TAYANG STUDIO 21 PLANET HOLLYWOOD KARTIKA CHANDRA Studio Show 1 Show 2 Show 3 Show 4 Show 5 Show 6 Judul :00 14:50 16:40 18:30 20:20 22:10 Judul :15 15:25 17:35 19:45 21:55 : Judul :00 15:10 17:20 19:30 21:40 : Judul :45 14:35 16:25 18:15 20:05 21:55 Judul :45 15:45 17:45 19:45 21:45 : Source : Cinema 21 menayangkan satu judul untuk satu studio per harinya dengan tujuan agar penonton memiliki lebih banyak pilihan waktu jika ingin menonton suatu film. Jam tayang film tersebut tergantung pada durasi film yang biasanya berkisar antara 90 sampai 120 menit. b. Cinema XXI Setelah bertahun-tahun setia dengan merk Cinema 21 sebagai pemimpin pasar, akhirnya manajemen 21 Cineplex merasa bahwa budaya pop di Indonesia sudah banyak berubah. Bila logo 21 yang

28 75 digunakan pada tahun 1980an saat itu dapat mempresentasikan kesan modern, kini tidak lagi. Meski logo tersebut sudah memiliki brand share dan mind share yang kuat dalam benak konsumen, tapi di era milenium ini logo tersebut mulai terkesan retro. Dalam dunia desain modern awal abad ke 21, kesan modern dipresentasikan oleh desain yang minimalis. Melihat kondisi ini, maka lahirlah Cinema XXI sebagai bentuk peningkatan (upgrade) dari Cinema 21. Manajemen 21 Cineplex ingin menonjolkan kesan modern dan kelas atas ini melalui desain logo yang lebih elegan dengan perpaduan warna coklat emas dan huruf serif tegak, berbeda dengan desain Cinema 21 yang lebih colorful dan memberi kesan ramai ceria. GAMBAR 4.5. LOGO CINEMA XXI Sumber : wikipedia Aplikasi identitas korporat ini juga dapat dilihat dari warna coklat hangat yang mendominasi interior Cinema XXI serta penataan interior yang minimalis, modern dan elegan. Untuk lebih memanjakan pelanggan, Cinema XXI juga menyediakan sofa yang lebih lebar dan nyaman dibandingkan Cinema 21, sistem tata suara Dolby dan THX, serta fasilitas-fasilitas penunjang lain seperti lounge. Berikut ini adalah contoh foto-foto interior Cinema XXI :

29 76 GAMBAR 4.6. INTERIOR STUDIO CINEMA XXI Sumber : skyscrapercity.com 21 Cineplex pertama kali mendirikan Cinema XXI di EX Plaza pada tahun 2004 dan memiliki sertifikat tata suara THX untuk semua studionya. Tahun berikutnya, 21 Cineplex mulai melakukan perombakan pada beberapa Cinema 21 yang terletak dalam mall-mall kelas atas menjadi Cinema XXI seperti Anggrek XXI, Gading XXI, Plaza Senayan XXI, Pondok Indah XXI, dan sebagainya. Cinema XXI menetapkan HTM lebih mahal dibandingkan Cinema 21 dengan mempertimbangkan segala fasilitas yang disediakan sehingga harga yang dibayarkan oleh konsumen sebanding dengan kenyamanan yang akan didapatkan. Berikut ini adalah daftar harga tiket Cinema XXI di Jakarta periode 2009 :

30 77 TABEL 4.8. DAFTAR HARGA TIKET BIOSKOP 21 DI JAKARTA PERIODE JUNI 2009 Nama Bioskop Nomat (Senin Kamis) Jumat HTM Sabtu Minggu / Hari Libur ANGGREK XXI Rp , Rp , Rp , ARTHA GADING XXI Rp , Rp , Rp , DJAKARTA XXI Rp , Rp , Rp , EMPORIUM PLUIT Rp , Rp , Rp , XXI GADING XXI Rp , Rp , Rp , Gading XXI ( 3D) Rp , Rp , Rp , METROPOLE XXI Rp , Rp , Rp , PEJATEN VILLAGE XXI Rp , Rp , Rp , PLATINUM XXI Rp , Rp , Rp , PLAZA INDONESIA Rp , Rp , Rp , XXI PLAZA INDONESIA Rp , Rp , Rp , XXI 3D PLAZA SENAYAN XXI Rp , Rp , Rp , PLAZA SENAYAN XXI Rp , Rp , Rp , 3D PLUIT JUNCTION XXI Rp , Rp , Rp , PLUIT VILLAGE XXI Rp , Rp , Rp , PONDOK INDAH XXI Rp , Rp , Rp , PONDOK INDAH XXI Rp , Rp , Rp , 3D PURI XXI Rp , Rp , Rp , PURI XXI (3D) Rp , Rp , Rp , SEASONS CITY XXI Rp , Rp , Rp , SENAYAN CITY XXI 3D Rp , Rp , Rp , Rp , Rp , Rp , STUDIO XXI EX Rp , 3D Rp , Source : Rp , Rp , Rp , Rp ,

31 78 Untuk mengikuti perkembangan dunia audio visual, kini Cinema XXI juga sering menghadirkan film-film 3D dengan teknologi 3D Dolby. HTM untuk film-film 3D ini lebih mahal daripada film-film biasa karena peralatan penunjang yang digunakan juga membutuhkan biaya cukup tinggi. Cineplex 21 juga berusaha menjangkau setiap spot yang memiliki pasar potensial sehingga masyarakat tidak perlu mengunjungi tempat yang jauh untuk mendapatkan kenyamanan menonton. Berikut ini adalah tabel data jumlah layar Cinema XXI di Jakarta : TABEL 4.9. JUMLAH LAYAR CINEMA 21 DI JAKARTA PERIODE 2009 No. Nama Bioskop Jumlah Layar 1 ANGGREK XXI 4 2 ARTHA GADING XXI 5 3 DJAKARTA XXI 2 4 EMPORIUM PLUIT XXI 4 5 GADING XXI 8 6 METROPOLE XXI 7 7 PEJATEN VILLAGE XXI 6 8 PLATINUM XXI 4 9 PLAZA INDONESIA XXI 5 10 PLAZA SENAYAN XXI 8 11 PLUIT JUNCTION XXI 5 12 PLUIT VILLAGE XXI 5 13 PONDOK INDAH XXI 3 14 PURI XXI 7 15 SEASONS CITY XXI 4 16 SENAYAN CITY XXI 4 17 STUDIO XXI EX 4 TOTAL 85 Source : Untuk daerah Jakarta, dalam waktu lima tahun 21 Cineplex mampu membuka 17 bioskop Cinema XXI, baik yang merupakan renovasi ex-

32 79 Cinema 21 maupun gedung bioskop baru. Untuk masalah jam tayang, Cinema XXI tidak berbeda dengan Cinema 21 dan tetap menggunakan konsep satu studio untuk satu film dengan jumlah pemutaran sebanyak lima sampai enam kali. Berikut ini adalah contoh jadwal tayang Cinema XXI yang terletak di Plaza Senayan, Cinema XXI ini memiliki jumlah layar terbanyak selain Gading XXI yaitu delapan layar. TABEL JADWAL TAYANG STUDIO XXI PLAZA SENAYAN Studio Show 1 Show 2 Show 3 Show 4 Show 5 Show 6 Judul :45 13:35 15:25 17:15 19:05 20:55 Judul :45 14:35 16:25 18:15 20:05 21:55 Judul :30 14:40 16:50 19:00 21:10 : Judul :00 15:10 17:20 19:30 21:40 : Judul :15 14:25 16:35 18:45 20:55 : Judul :30 14:40 16:50 19:00 21:10 : Judul :00 13:50 15:40 17:30 19:20 21:10 Judul :15 14:30 16:45 19:00 21:15 : Sumber : c. The Premiere Untuk penonton kelas premium, 21 Cineplex menawarkan suatu pengalaman lebih dalam menonton bioskop dengan kehadiran The Premiere. Manajemen 21 Cineplex ingin menonjolkan kesan eksklusif tersebut dengan visualisasi logo korporat berwarna coklat muda dengan jenis font script seperti di bawah ini :

33 80 GAMBAR 4.7. LOGO THE PREMIERE Sumber : wikipedia The Premiere bisa dikatakan sebagai studio premium dari Cinema XXI karena keberadaannya tidak pernah berdiri sendiri dan selalu berada di dalam lokasi Cinema XXI. Berikut ini adalah tabel The Premiere di Jakarta : TABEL JUMLAH LAYAR CINEMA 21 DI JAKARTA PERIODE 2009 No. Nama Bioskop Jumlah Layar 1 PREMIERE EMPORIUM PLUIT 2 2 PREMIERE PLAZA SENAYAN 2 3 PREMIERE PONDOK INDAH 1 4 PREMIERE PURI 1 5 PREMIERE SENAYAN CITY 1 6 PREMIERE STUDIO 2 TOTAL 13 Source: HTM yang ditawarkan pun sama di semua lokasi The Premiere yaitu Rp ,- untuk hari nonton hemat (Senin-Kamis/Jumat) dan Rp ,- untuk hari akhir pekan (Sabtu/Minggu). The Premiere menawarkan berbagai kemewahan seperti lobby khusus yang nyaman, kursi bioskop yang mewah lengkap dengan selimutnya serta kapasitas studio yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan Cinema XXI sehingga penonton dapat merasakan atmosfer bioskop semi privat. 21

34 81 Cineplex juga berencana untuk memperbanyak jumlah studio The Premiere dengan membuka di luar kota. Bandung merupakan kota pertama yang menghadirkan The Premiere di luar Jakarta dan dibuka pada tanggal 1 Mei 2009 dalam lokasi Ciwalk XXI. Untuk jam tayang film juga tidak berbeda dengan merk 21 Cineplex lainnya, The Premiere tetap menerapkan konsep satu studio untuk satu film dengan jumlah pemutaran lima sampai enam kali sehari tergantung durasi film yang bersangkutan. Berikut ini merupakan contoh jadwal tayang The Premiere : TABEL JADWAL TAYANG STUDIO PREMIERE PLAZA INDONESIA Studio Show 1 Show 2 Show 3 Show 4 Show 5 Show 6 Judul :30 14:20 16:10 18:00 19:50 21:40 Judul :00 15:10 17:20 19:30 21:40 : Source : Kasus Monopoli di Tahun 2003 Pada tahun 2003, Monopoly Watch, suatu organisasi independen pemantau kegiatan monopoli melaporkan 21 Cineplex ke KPPU dengan tuduhan kasus monopoli terkait jaringan distribusi film impor 2. Ketua Komite Eksekutif Monopoly Watch Samuel Nitisaputra menyatakan bahwa akibat pengusaan jalur impor dan distribusi film asing oleh jaringan 21, bioskop kelas dua dan industri film dalam negeri 2 Hdajat, Bagja. 2003, Cineplex 21 Dipastikan Langgar UU Anti-Monopoli, Tempointeraktif.com, Selasa 18 maret 2003

35 82 semakin terpuruk. Menurutnya, selama ini bioskop kelas dua itu harus menunggu selesainya suatu film impor diputar di seluruh bioskop jaringan 21. Monopoly Watch menuduh bahwa kurang menariknya filmfilm yang diputar di bioskop non-21 disebabkan oleh sistem distribusi film Hollywood yang dipegang Subentra group. Ia juga menuduh bahwa Harga karcis sering diputuskan sepihak oleh 21 Cineplex tanpa melibatkan konsumen. Monopoly Watch menyatakan Subentra Group melanggar Undang-Undang Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Ia berharap jika gugatannya dimenangkan KPPU, Subentra tak lagi menguasai pasar film di dalam negeri dengan memecah kepemilikan perusahaan atau minimal untuk disribusi film tidak dipegang oleh anak perusahaan Subentra. Subentra merupakan induk dari PT Nusantara Sejahtera Raya, PT Satrya Perkasa Esthetika Film, dan PT Camila Internusa sebagai distributor film. Monopoly Watch berharap KPPU menjatuhkan sanksi pidana bagi Subentra dengan menjatuhkan hukuman penjara bagi komisaris dan direksi serta mendenda jaringan bioskop 21 dan mencabut izin usaha cineplex jika lembaga itu menemukan pelanggaran Undang-Undang Antimonopoli. Setelah menjalani sejumlah proses pemeriksaan, pada tahun 2003, KPPU tidak menemukan bukti adanya pelanggaran terhadap

36 83 distribusi dan penayangan film-film impor yang dilakukan oleh Subentra Group. KPPU hanya menemukan PT Nusantera Sejahtera Raya memiliki saham mayoritas di beberapa perusahaan yang bergerak dibidang perbioskopan yaitu PT. Intra Mandiri dan PT. Wedu Mitra di pasar yang sama yaitu di Surabaya. Bioskop-bioskop yang dimiliki oleh kedua perusahaan tersebut menguasai lebih dari 50% pangsa pasar. KPPU akhirnya meminta NSR mengurangi kepemilikan saham di kedua perusahan tersebut Blitzmegaplex Sejarah Perusahaan dan Company Profile Blitzmegaplex adalah pendatang baru dalam bisnis layar lebar Indonesia. Ide berdirinya berasal dari dua anak muda, Ananda Siregar dan David Hilman, yang ingin meniru konsep sineplex di negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, maupun Singapura yang sudah hadir dengan 15 hingga 25 layar, bukan sekedar 6 layar seperti milik jaringan 21. Ananda adalah putra Arifin Siregar, gubernur Bank Indonesia pada masa Soeharto. Ide mereka terwujud setelah Quvat Management Pte. Ltd., perusahaan investasi yang dijalankan oleh sejumlah bekas pegawai Farallon Capital Management LLC, tertarik pada ide Ananda dan bersedia memodalinya dengan mengucurkan dana tak kurang dari Rp. 250 miliar.

37 84 Ananda sebelumnya pernah bekerja sebagai eksekutif di Farindo Investment Ltd., yang 90% sahamnya dimiliki oleh Grup Djarum. Sebelum mendirikan Blitzmegaplex, Ananda Siregar mengadakan survey selama 2 tahun tentang kebiasaan dan pola menonton movigoers di Jakarta terutama di mall-mall kelas atas. Ia juga melakukan magang di Golden Screen Malaysia selama 6 bulan dan belajar banyak mengenai operasional bioskop, mulai dari memasang film, memutar proyektor sampai mengolah popcorn untuk pelanggan. Pada 16 Oktober 2006, Blitzmegaplex pertama resmi dibuka di Paris Van Java Bandung. Bandung dipilih sebagai kota pertama didirikannya Blitzmegaplex karena kota tersebut merupakan kota pelajar. Blitzmegaplex memilih target market anak muda karena gaya hidup mereka yang suka mencoba hal-hal baru. Di Bandung, Blitz hadir dengan pilihan film-film yang tidak diputar oleh jaringan 21 seperti film-film independen dari Eropa dan Asia. Film-film itu ternyata banyak peminatnya. Sukses di Bandung ini diikuti oleh kesuksesan Blitzmegaplex Grand Indonesia Jakarta pada tanggal 21 Maret 2007 yang juga merupakan produk terbaik karena paling besar dan paling lengkap. Selanjutnya Blitzmegaplex berturut-turut membuka bioskop di Pasific Place dan Mall of Indonesia. Kehadiran Blitzmegaplex ini berhasil merebut pangsa pasar dari bioskop kompetitor di sekitarnya sampai sekitar 50%.

38 85 Wendy Soeweno sebagai direktur pemasaran Blizmegaplex menyatakan bahwa visinya adalah menjadikan perusahaan sebagai the ultimate one-stop-entertainment di Indonesia yang menyediakan pelayanan terbaik dan juga film-film berkualitas. Beberapa divisi yang mengatur operasional Blitzmegaplex antara lain divisi project building, purchasing, programming, business development, IT, dan Finance. Sedangkan yang menjabat sebagai CEO adalah Brata Permana, didampingi oleh Ario Adi Cahyono sebaai CFO, dan Herman Cahyadi sebagai COO Unit Bisnis Blitzmegaplex a. Core Product Sebagai perusahaan bioskop, pendapatan utama Blitzmegaplex berasal dari penjualan tiket film yang harganya berbeda-beda untuk setiap daerah di mana Blitzmegaplex tersebut berada. Hal ini menurut CRM manager blitzmegaplex adalah sebagai upaya penyesuaian terhadap daya beli masyarakat di daerah tersebut. Blitzmegaplex dalam auditoriumnya menerapkan standard harga tiket yang berbeda berdasarkan kelas-kelas yang terdiri dari : Reguler Class Reguler class merupakan produk Blitzmegaplex yang paling standard, yaitu tiket film untuk kursi reguler pada auditorium

39 86 dengan fasilitas standar dengan kapasitas tempat duduk terbanyak yaitu sekitar 200 kursi. Berikut ini adalah gambar interior kelas reguler Blitzmegaplex : Satin class GAMBAR 4.8. REGULER CLASS BLITZMEGAPLEX Sumber : Satin Class merupakan produk yang levelnya berada di atas reguler class. Produk ini saat ini hanya tersedia di Grand Indonesia Jakarta Pusat. Deretan kursi satin class ini terletak di atas podium dengan bentuk kursi yang lebih nyaman, meja kecil, serta ruang kaki yang lebih luas. Kapasitasnya terdiri dari masing-masing 64 reclining seats untuk 2 satin class lounge di auditorium 1A dan auditorium 2A Blitzmegaplex Grand Indonesia. Dewasa ini, bioskop-bioskop di Indonesia sudah tidak lagi menerapkan sistem kelas tempat duduk dalam

40 87 auditoriumnya karena terpengaruh oleh konsep cineplex yang dibawa oleh 21 Cineplex. Setelah sekian lama penonton bioskop Indonesia terbiasa dengan konsep 21 Cineplex, kini Blitzmegaplex kembali menawarkan konsep kelas tempat duduk seperti bioskop di masa lalu atau seperti konsep opera di mana terdapat kelas reguler maupun VIP. Berikut ini adalah gambar interior Satin Class yang berada dalam satu auditorium yang sama dengan kelas reguler di Grand Indonesia, hanya saja peletakannya berada di podium : GAMBAR 4.9. SATIN CLASS BLITZMEGAPLEX Sumber : Velvet room Velvet Room menawarkan kenyamanan dalam auditorium khusus dengan sofa bednya. Para moviegoers dapat menyaksikan film dengan kenyamanan ekstra sambil tiduran dilengkapi bantal

41 88 empuk dan selimut hangat. Blitzmegaplex juga menyediakan sandal tidur yang dapat digunakan jika ingin ke toilet. Jika memerlukan bantuan, penonton dapat memanggil petugas hanya dengan menekan tombol yang terdapat di setiap sofa bed. Produk ini tersedia di Pasific Place Mall dan Mall of Indonesia. Kapasitasnya terdiri dari 21 sofa bed untuk 42 orang di Mall Of Indonesia dan 17 sofa bed untuk 34 orang di Pasific Place Mall. Berikut ini adalah gambar interior Velvet Room yang nyaman : GAMBAR VELVET ROOM BLITZMEGAPLEX Sumber : Dining cinema Blitzmegaplex membuka dining cinema sebagai produk inovasi pada tanggal 5 November 2008 di Mall of Indonesia. Konsep Dining Cinema memadukan antara kenikmatan menonton film seru dan kenikmatan sajian istimewa dalam auditorium khusus yang nyaman dan elegan berkapasitas terbatas. Suasana

42 89 auditorium dining cinema ini mirip seperti velvet class, hanya saja kursinya bukan sofe bed melainkan sofa biasa yang dilengkapi dengan meja makan. Kapasitasnya terdiri dari 32 reclining seats di Mall Of Indonesia. Berikut ini adalah gambar interior Dining Cinema : GAMBAR DINING CINEMA BLITZMEGAPLEX Sumber : 3D Cinema Sebagai upaya mengikuti perkembangan teknologi audio video di dunia, Blitzmegaplex memanjakan penonton dengan pemutaran film-film 3D yang didukung teknologi RealD. Blitzmegaplex pertama kali menghadirkan 3D Cinema ini di Grand Indonesia pada April Blitzmegaplex sengaja menyediakan auditorium khusus untuk memutar film-film 3D untuk memaksimalkan kemampuan teknologi RealD yang

43 90 digunakan. Hal ini berbeda dengan kompetitor utamanya, Cinema XXI yang memutar film 3D di studio reguler. Untuk menonton film 3D ini, penonton akan dipinjami sebuah kacamata khusus sehingga gambar yang ditampilkan dapat terlihat lebih berdimensi. Auditorium khusus dengan silver screen yang digunakan untuk mendukung teknologi RealD dapat juga digunakan untuk menampilkan film-film non 3D sehingga gambar yang dihasilkan menjadi lebih baik, hal ini menyebabkan Blitzmegaplex tak jarang juga memutar film-film biasa (non 3D) pada auditorium yang biasa digunakan untuk memutar film 3D. Harga tiket untuk film 3D ini bervariasi untuk tiap bioskop Blitzmegaplex dan dapat dilihat pada daftar harga di bab selanjutnya. Berikut ini adalah tabel data jumlah layar dan kursi Blitzmegaplex di 4 lokasi bioskop : TABEL JUMLAH KURSI BLITZMEGAPLEX SECARA KESELURUHAN PER JUNI 2009 Nama Bioskop Blitzmegaplex PVJ Bandung Blitzmegaplex Grand Indonesia Blitzmegaplex Pasific Place Blitzmegaplex Mall of Indonesia Reguler Class Satin Class Velvet Class Dining Cinema 3D Cinema TOTAL

44 91 TOTAL Source : TABEL JUMLAH LAYAR BLITZMEGAPLEX SECARA KESELURUHAN PER JUNI 2009 Nama Reguler Satin Velvet Dining 3D TOTAL Bioskop Class Class Class Cinema Cinema Blitzmegaplex PVJ Bandung Blitzmegaplex Grand Indonesia Blitzmegaplex Pasific Place Blitzmegaplex Mall of Indonesia TOTAL Source : Perbandingan jumlah layar Blitzmegaplex terhadap kompetitor yang berdekatan yaitu Cinema XXI dan The Premiere adalah sebagai berikut : Blitzmegaplex Grand Indonesia dengan 11 layar berkompetisi dengan XXI EX (4 layar reguler), The Premiere EX (2 layar), XXI Plaza Indonesia (5 layar), dan Djakarta Teater XXI (2 layar) Blitzmegaplex Pasific Place dengan 8 layar berkompetisi dengan XXI Plaza Senayan (8 layar), The Premiere Plaza Senayan (2 layar), XXI Senayan City (4 layar), The Premiere Senayan City (1 layar), dan XXI Platinum FX (4 layar)

45 92 Blitzmegaplex Mall of Indonesia dengan 10 layar berkompetisi dengan XXI Artha Gading (5 layar), dan Gading XXI (8 layar), jumlah layar 21 Cineplex di kawasan ini belum termasuk bioskop Cinema 21 seperti La Piazza 21 dan Gading 21. Blitzmegaplex Paris Van Java Bandung dengan 9 layar berkompetisi dengan XXI Ciwalk Bandung (8 layar) dan The Premiere Ciwalk (3 layar). Selain tiket untuk kelas tempat duduk, Blitzmegaplex juga menjual tiket berdasarkan jenis film yang diputar, misalnya penjualan tiket untuk film-film India, film-film festival, dan film-film independent (indie). b. Side Product Selain menjual tiket menonton, Blitzmegaplex juga melengkapi berbagai fasilitas penunjang yang disebut unit bisnis. Produk samping Blitzmegaplex tersebut tediri dari : Blitzshoppe yaitu fasilitas penjualan merchandise film. BlitzgameSphere yaitu tempat bermain game dengan berbagai console seperti PS3 dan Xbox khusus pemegang Blitzcard. Blitzcafe yang menyediakan aneka pilihan menu beverage. Blitzbeat yaitu sarana untuk melakukan download musik.

46 93 Billyard dan karaoke yaitu fasilitas hiburan selain menonton yang dapat dinikmati oleh customer Blitzmegaplex. Selain itu Blitzmegaplex juga menyediakan pelayanan yang lebih profesional untuk keperluan bisnis atau promosi seperti Auditorium rent, movie screening booking, screen ad / branding packages, cafe booking, hall booking Keunikan Blitzmegaplex Sebagai perusahaan bioskop dengan konsep one stop entertainment, Blitzmegaplex tidak hanya menawarkan serunya nonton film tetapi juga menawarkan pengalaman lebih daripada sekedar nonton film. Untuk itulah Blitzmegaplex memiliki jargon Beyond Movies. Keunikan ini merupakan daya tarik bagi konsumen dibanding kompetitornya. Selama ini pengunjung datang ke bioskop hanya untuk menonton film. Kebiasaan nonton di gedung bioskop inipun selalu sama dari waktu ke waktu, penonton datang, mengantri dan membeli tiket di loket, duduk di kursi sesuai nomor tiket, menonton film, lalu pulang atau ke tempat hiburan lainnya. Pernahkan mereka berpikir untuk menonton film sambil menyantap makan siang atau bahkan sambil tiduran di balik selimut dan bantal? Blitzmegaplex hadir dengan berbagai pengalaman menonton film yang berbeda dan belum pernah dibayangkan sebagain

47 94 besar penonton pada umumnya. Keunikan-keunikan Blitzmegaplex tersebut antara lain : a. Blitzcard Blitzcard adalah nama untuk kartu pra-bayar Blitzmegaplex. Fasilitas blitzcard ini memungkinkan pelanggan untuk memesan tiket melalui internet sekaligus memilih tempat duduknya. Blitzcard juga dapat digunakan untuk menikmati suguhan hiburan lainnya seperti gamesphere dan karaoke. Blitzcard ini dapat di top-up melalui rekening beberapa bank yang bekerja sama dengan Blitzmegaplex dan saldonya akan dikurangi saat pelanggan menggunakan fasilitasfasilitas Blitzmegaplex. Pelanggan pengguna blitzcard juga mendapatkan berbagai penawaran menarik seperti diskon, voucher, tiket gratis dan sebagainya. Keunikan ini menawarkan alternatif lain selain pembelian tiket langsung di loket sehingga pelanggan tidak perlu mengantri berjam-jam sebelum film dimulai untuk mendapatkan tempat duduk favorit. b. Velvet Room Velvet Room adalah konsep menonton bioskop serasa di rumah sendiri. Blitzmegaplex menyediakan sofa bed untuk 2 orang yang dapat digunakan untuk tiduran. Disediakan juga bantal dan selimut untuk menambah kenyamanan. Fasilitas ini ada di Pasific Place mall

48 95 dan MOI. Keunikan ini merupakan inovasi Blitzmegaplex atas komitmennya untuk menawarkan pengalaman lain dalam menonton bioskop. Kebiasaan menonton sambil tiduran di rumah kini dapat dinikmati dalam gedung bioskop dengan layar besar dan sistem tata suara yang memuaskan. c. Dining Cinema Dining Cinema adalah suatu konsep yang diciptakan manajemen Blitzmegaplex untuk memanjakan penonton yang ingin menikmati makan siang atau makan malam sambil nonton film dalam auditorium berkapasitas kecil dan tempat duduk yang nyaman. Dining Cinema menawarkan menu Korea dan menu barat. Harga tike plus menu Korea dibundel seharga Rp ,- sedangkan harga tiket pluse menu barat dibundel seharga Rp ,-. Masing-masing menu terdiri dari 6-7 item. Dalam sehari auditorium dining cinema ini hanya memutar 1 jenis film untuk 2x waktu pertunjukan, yaitu pada pukul WIB untuk jam makan siang (lunch) dan pukul WIB untuk jam makan malam (dinner). Blitzmegaplex berencana akan menambah jumlah menu ke depannya. Saat ini fasilitas dining cinema hanya tersedia di Blitzmegaplex Mall of Indonesia. Keunikan ini merupakan inovasi lain dari Blitzmegaplex yang menawarkan pengalaman nonton serasa di restoran yang belum pernah ditawarkan oleh kompetitor mana pun.

49 Masuknya Blitzmegaplex Dalam Industri Bioskop Indonesia Sebelum masuk ke pasar, para pendiri Blitzmegaplex telah mengadakan survey di beberapa lokasi seperti Jakarta dan Bandung. Blitzmegaplex menyadari bahwa kompetitor memiliki sumber daya yang kuat dan tidak mudah untuk memenangkan persaingan. Penghalang inilah yang dirasa cukup kokoh karena kondisi industri bioskop di Indonesia telah lama dikuasai oleh satu pemain. Meski demikian, pihak manajemen merasa bahwa potensi pasar yang masih sangat besar sayang bila dilewatkan begitu saja. Untuk itu Blitzmegaplex mencoba memasuki industri sebagai penantang pasar dengan modal yang kuat, membidik segmen kelas atas, dan menawarkan berbagai alternatif untuk memanjakan pelanggan yang tidak mudah diikuti oleh kompetitor utama. Blitzmegaplex berusaha menemukan kelemahan kompetitor dan menjadikan kelemahan kompetitor tersebut sebagai daya saing dalam memasuki pasar, Subbab berikut ini menjelaskan sepak terjang Blitzmegaplex dalam memasuki industri bioskop Indonesia dan menjadi penantang bagi pemimpin pasar Teknologi Blitzmegaplex mengunggulkan teknologi RealD khusus untuk pemutaran film-film berformat 3 dimensi. Teknologi ini merupakan teknologi pemutar 3D dengan pangsa pasar mencapai 90% di Eropa dan Amerika untuk pemutaran film-film 3D. Penerapan teknologi lainnya ada pada pemanfaatan Blitzcard. Dalam hal ini, Blitzmegaplex mengajak pelanggan untuk menjadi

50 97 praktis dengan menggunakan internet tanpa perlu mengantri tiket. Blitzcard dapat juga digunakan untuk menikmati tawaran-tawaran promosi dari pihak Blitzmegaplex yang bekerja sama dengan tenant lain Produk Blitzmegaplex menawarkan beberapa alternatif selain kursi reguler pada auditoriumnya, antara lain satin class, velvet room, dan dining cinema. Beberapa alternatif ini menawarkan pengalaman menonton yang berbeda dari biasanya, penonton tidak hanya bisa melihat film dengan duduk manis di kursi dengan ruang kaki sempit misalnya, tetapi juga bisa menikmati film di sofa sambil meluruskan kaki, sambil tiduran dengan bantal dan selimut, atau sambil menikmati makan siang dan makan malam. Bila pelanggan memasuki area Blitzmegaplex, selain auditorium film, loket karcis maupun penjual cemilan, pelanggan juga bisa menemukan beberapa alternatif hiburan lainnya seperti tempat karaoke, tempat billyard, tempat main game, cafe maupun tempat khusus merokok Harga Dalam menetapkan harga tiket di suatu lokasi, manajemen Blitzmegaplex melakukan survey terhadap daya beli masyarakat sekitar dan harga tiket yang dipatok oleh kompetitor yang letaknya berdekatan. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan harga tiket Blitzmegaplex berdasarkan tempat, kelas dan hari.

51 98 TABEL DATA HARGA TIKET MASUK (HTM) BLITZMEGAPLEX Lokasi Kelas Monday Tue Thu Weekends / Public holiday Grand Reguler Rp ,00 Rp. 30,000,00 Rp. 50,000,00 Indonesia, Jakarta Satin Rp ,00 Lounge 3D Rp ,00 Rp ,00 Hindi Rp ,00 Rp ,00 Movie Pasific Place, Reguler Rp ,00 Rp ,00 Jakarta 3D Rp ,00 Rp ,00 Velvet Class Rp ,00 / bed Mall Of Indonesia, Kelapa Gading Jakarta Reguler / Dining Cinema Rp ,00 Rp ,00 3D Rp ,00 Rp ,00 Velvet Class Rp ,00 / bed Hindi Rp ,00 Rp ,00 Movie 3D Rp ,00 Rp ,00 Paris Van Java Bandung Reguler Rp ,00 Friday: Rp ,00 Sat Sun/Public Holidays : Rp ,00 3D Rp ,00 Friday: Rp ,00 Sat Sun/Public Holidays : Rp ,00 Source : Jam Tayang Blitzmegaplex dapat memutar lebih dari satu film pada sebuah auditorium. Hal ini berbeda dari Cinema XXI yang hanya memutar 1 film untuk 1

52 99 auditorium. Di bawah ini adalah contoh tabel jadwal tayang di Blitzmegaplex Grand Indonesia yang memiliki jumlah auditorium terbanyak dibandingkan Blitzmegaplex yang lain dan dapat digunakan sebagai data pembanding jadwal tayang pada tahun TABEL JADWAL TAYANG BLITZMEGAPLEX GRAND INDONESIA Auditorium Judul Film Jadwal Tayang Audi 1 The A 12:00 14:30 17:00 19:30 22:00 Audi 2 The B 12:45 15:00 17:15 19:30 21:45 Audi 3 The C 12:15 20:00 Audi 3 The D 14:05 18:10 Audi 3 The E 15:55 21:50 Audi 4 The F 12:30 14:45 17:00 19:15 21:30 Audi 5 The G 12:00 14:15 16:30 18:45 21:00 Audi 6 The H 12:00 14:00 18:00 20:00 Audi 6 The I 16:00 Audi 7 The J 12:45 14:30 19:15 21:30

53 100 Audi 7 The K 16:45 22:00 Audi 8 The L 11:55 14:20 16:45 19:10 21:35 Audi 9 The M 12:00 15:10 18:20 21:30 Audi 10 The N 12:45 15:00 17:15 19:30 21:45 Audi 11 The O 12:30 15:30 18:30 21:30 Source : Manajemen Blitzmegaplex menerapkan konsep pemutaran film seperti di atas agar rotasi film di antara bioskop-bioskopnya lebih lama sehingga pelanggan yang sibuk dapat memiliki lebih banyak waktu untuk menyaksikan film yang ditunggu-tunggu Desain Interior Blitzmegaplex menerapkan desain interior yang berbeda untuk setiap bioskopnya disesuaikan dengan target pasar di daerah tersebut. Blitzmegaplex yang pertama di Bandung membidik sasaran anak muda sehingga interiornya didesain lebih modis, minimalis dan hangat. Berikut ini adalah gambar desain interior Blitzmegaplex Paris Van Java Bandung :

54 101 GAMBAR INTERIOR BLITZMEGAPLEX PARIS VAN JAVA Sumber : Blitzmegaplex Grand Indonesia bernuansa minimalis merah dan putih agar memberi kesan modern karena target pasarnya adalah karyawan muda (young adult - adult). Berikut ini adalah gambar interior lobby Blitzmegaplex Grand Indonesia. GAMBAR INTERIOR BLITZMEGAPLEX GRAND INDONESIA Sumber :

55 102 Sedangkan untuk Blitzmegaplex Pasific Place didominasi warna coklat untuk memberikan kesan elegan dan hangat. Hal ini karena mall Pasific Place sendiri membidik kalangan eksekutif kelas menengah atas di usia yang lebih dewasa (late adult) dibanding Grand Indonesia. GAMBAR INTERIOR BLITZMEGAPLEX PASIFIC PLACE Sumber : Blitzmegaplex Mall of Indonesia (MOI) bernuansa merah oriental karena pengunjung mall di sana kebanyakan beretnis Indonesia keturunan Tionghoa. GAMBAR INTERIOR BLITZMEGAPLEX MALL OF INDONESIA Sumber :

56 103 Manajemen Blitzmegaplex berharap dengan penerapan konsep desain interior yang berbeda-beda ini, pelanggan dapat merasakan atmosfer yang berbeda bila datang di setiap bioskop Blitzmeagplex sehingga tidak mengalami kebosanan dengan desain yang monoton seperti kompetitor Pengelolaan SDM Blitzmegaplex mengutamakan karyawan muda sebagai eksekutif di lapangan, mereka ini disebut kru (crew). Rata-rata usia karyawan Blitzmegaplex sekitar tahun, kebanyakan terdiri dari lulusan SMU atau mahasiswa yang bekerja sambilan. Para kru lapangan ini dilatih untuk selalu bersikap ramah terhadap pelanggan dan tanggap akan hal-hal yang dibutuhkan pelanggan Pertumbuhan Pangsa Pasar Pertumbuhan pasar Blitzmegaplex yang paling bagus adalah PVJ Bandung, hal ini disebabkan karena pasar Bandung yang terbatas. Padahal dibanding kompetitor di sekitarnya, harga tiket PVJ paling mahal. Blitzmegaplex di Paris Van Java mengalami kenaikan pertumbuhan bisnis rata-rata 15% 3. Setiap bulan, pangsa pasar Blitzmegaplex rata-rata 40% yang artinya menjadi sinyal positif bahwa bisnis ini akan berpotensi berkembang. Pada tahun 2008, pemasukan Blitzmegaplex di tahun pertama sesuai dengan target. Tingkat awareness di Bandung mencapai 40% lebih. Dari sisi revenue, pendapatan dari event pemasaran 3 Wulandari, Th.D PT Graha Layar Prima Blitzmegaplex Menawarkan Opsi dan Variasi Tontonan, Bisnis.Com, Minggu 11 mei 2009

57 104 dan branding di Blitz sudah berlipat tiga dari target awal. Dan menurut data Mei 2007, Blitz Grand Indonesia mendapat 57,87% pangsa pasar (dari lima bioskop: Blitz dan bioskop di sekitarnya) dan di Bandung meraih 46,38% pangsa pasar dari total 7 bioskop. Pada tahun pertumbuhan pangsa pasar dari pembelian tiket sudah melebihi 300% disebabkan perluasan pasar (pembukaan bioskop di lokasi baru) yaitu di 5 lokasi Serangan Balik Cineplex 21 Sebagai pemimpin pasar yang telah mengembangkan bisnisnya selama lebih dari 20 tahun, 21 Cineplex memiliki kepercayaan diri karena pengalaman dan jaringan yang luas di seluruh Indonesia. Meski demikian, 21 Cineplex tetap harus memperhatikan kemunculan kompetitor baru yang dapat menjadi ancaman. Sebagai pemimpin pasar, 21 Cineplex harus kembali membenahi diri agar konsumen tetap menjatuhkan pilihan mereka pada 21. Beberapa perubahan yang dilakukan 21 Cineplex antara lain dijabarkan sebagai berikut : Konsep Baru Cinema XXI Pada tahun 2004, 21 Cineplex pertama kali mendirikan Cinema XXI di EX Plaza Jl MH Thamrin Jakarta. Manajemen 21 Cineplex merasa bahwa perusahaan perlu menawarkan sesuatu yang baru dan lebih baik dibandingkan produk terdahulu. Cinema XXI menawarkan fasilitas seperti kursi tempat duduk lebih nyaman dan lebar dibandingkan kursi Cinema 21, suasana lobby dan loket

58 105 tiket yang modern dan elegan minimalis, serta layar lebar yang didukung dengan sertifikat THX tentu menjadi jaminan penggemar berat film mendapatkan suguhan audio visual yang tidak mengecewakan. Sejak kemunculan Blitzmegaplex sebagai kompetitor di beberapa lokasi seperti Bandung dan kawasan Hotel Indonesia, 21 Cineplex terus menggiatkan pembaharuan Cinema 21 menjadi Cinema XXI di beberapa gedung bioskop, terutama yang berdekatan dengan Blitzmegaplex, antara lain Cinema 21 Ciwalk Bandung menjadi Cinema XXI Ciwalk, Cinema 21 Plaza Senayan menjadi Cinema XXI Plaza Senayam, Cinema 21 Plaza Indonesia menjadi Cinema XXI Plaza Indonesia, Gading 21 menjadi Gading XXI. Selain pembaharuan, 21 Cineplex juga berusaha menambah jumlah layar di setiap titik potensial. Sebagian besar bioskop baru ini sudah mengusung konsep Cinema XXI dan bukan lagi Cinema 21, kecuali di beberapa mall seperti Blok M Square, meskipun pusat belanja tersebut tergolong baru namun bioskop baru yang ada di dalamnya adalah merk Cinema 21 dan bukan Cinema XXI, hal ini karena menyesuaikan HTM yang sesuai untuk pasar yang dibidik. 21 Cineplex memiliki visi masa depan menambahkan lounge, klub dan kafe untuk setiap Cinema 21 dan XXI 4. Lounge XXI menyediakan kapasitas untuk 50 orang diperuntukkan sebagai ruang serba guna, tempat peluncuran produk, ataupun pagelaran musik sederhana. Sedangkan Club XXI yang berkapasitas 300 orang diperuntukkan bagi bermacam kegiatan yang lebih besar seperti standing 4 Swa Sembada Online, Adu Kuat Blitzmegaplex VS 21 Cineplex, Kamis 27 September 2007

59 106 party dan pertunjukan musik besar. Selain itu Club XXI juga menyediakan sebuah layar yang dilengkapi proyektor beresolusi tinggi. Berikut ini adalah gambar letak Blitzmegaplex dan Cinema XXI di Jakarta di daerah Bundaran Hotel Indonesia, daerah Senayan, dan daerah Kelapa Gading : Cinema XXI Djakarta Theater Cinema XXI Studi EX Cinema XXI Plaza Indonesia BlitzmegaplexGrand Indonesia GAMBAR LETAK BLITZMEGAPLEX DAN CINEMA XXI DI WILAYAH THAMRIN Sumber : Megapolitan Map & Street Guide , BIP

60 107 Cinema XXI FX Mall CinemaXXIPlaza Senayan Cinema XXI Senayan City Blitzmegaplex Pasific Place Mall GAMBAR LETAK BLITZMEGAPLEX DAN CINEMA XXI DI WILAYAH SENAYAN Sumber : Megapolitan Map & Street Guide , BIP Cinema XXI Artha Gading Blitzmegaplex MOI Cinema XXI MKG Cinema 21 La Piazza GAMBAR LETAK BLITZMEGAPLEX, CINEMA XXI DAN CINEMA 21 DI WILAYAH KELAPA GADING Sumber : streetdirectory.com, 2009s

61 108 Lokasi-lokasi tersebut dipilh oleh 21 Cineplex selain untuk memijakkan kaki dalam pasar potensial juga bertujuan mempertahankan pangsa pasar dengan menambah jumlah layar di sekeliling Blitzmegaplex Munculnya The Premiere Untuk menjangkau pelanggan kelas premium, Cinema XXI menawarkan suatu kenyamanan istimewa dalam studio eksklusif dengan kapasitas tempat duduk terbatas atau sekitar 60 kursi. The Premiere menawarkan kursi yang bisa digunakan untuk posisi tiduran dan juga dilengkapi selimut. Segala kenyamanan ini dapat dinikmati dengan HTM Rp ,- The Premiere pertama kali dibuka di Plaza Senayan setelah mengalami renovasi dari 6 menjadi 9 layar, 2 di antaranya adalah The Premiere. Selanjutnya, The Premiere menyusul dibuka di beberapa mall kelas atas seperti Plaza Indonesia, Senayan City, Emporium Puri, dan sebagainya Penerapan M-Tix Ticketing Apabila Blitzmegaplex menawarkan sistem pembelian tiket online melalui program Blitzcard, Cinema XXI melengkapi kenyamanan para penonton dengan meluncurkan sistem mobile ticketing (M-Tix). M-Tix adalah layanan pembelian/pemesanan tiket bioskop 21 dan XXI secara jarak jauh baik secara online ( SMS (2121), maupun IVR ( ). Dengan menggunakan layanan ini penonton tidak perlu antri

62 109 untuk membeli tiket 21. Untuk mendapatkan M-Tix, penonton harus datang ke bioskop 21 yang telah dilengkapi fasilitas ini (tidak semuanya) kemudian menyerahkan identitas diri dan mengisi M-Tix wallet sebesar Rp ,00. Selanjutnya setelah pelanggan memesan tiket secara online, pelanggan akan mendapatkan kode PIN yang harus dikonfirmasi pada saat datang di bioskop yang bersangkutan untuk mendapatkan tiket di mesin M-Tix. Meski demikian, untuk saat ini sistem M-tix belum dapat digunakan untuk memilih tempat duduk.. Sistem M-Tix ini hanya dapat digunakan khusus untuk membeli tiket dan tidak dapat digunakan untuk fasilitas lain di Cinema XXI Penurunan Harga Tiket Masuk dan Penambahan Hari Nonton Hemat (Nomat) Pada 9 Januari 2007, manajemen 21 Cineplex memutuskan untuk menurunkan HTM tiket Cinema 21 hingga 50% untuk merangsang kembali minat masyarakat menonton bioskop. Hal ini tidak terlepas dari munculnya Cinema XXI yang akan ditujukan untuk segmen di atas Cinema 21, sehingga agar HTM Cinema XXI dapat sesuai dengan kondisi pasar, HTM Cinema 21 sebagai produk terdahulu diturunkan. Pada akhir tahun 2007, 21 Cineplex juga memberlakukan perpanjangan hari nonton hemat (nomat) untuk seluruh Cinema 21, Cinema XXI, maupun The Premiere. Sebelumnya, 21 Cineplex hanya memberlakukan hari nonton hemat ini pada hari Senin saja dengan harga tiket 75%-50% dari harga tiket

63 110 akhir pekan. Sampai saat ini, hari nonton hemat menjadi hari Senin hingga Kamis atau Jumat. Beberapa contoh penurunan harga tiket misalnya pada Cinema 21 di Planet Hollywood Kartika Chandra. Harga tiket masuk (HTM) di bioskop ini normalnya turun menjadi Rp ,- sedangkan harga nonton hemat (nomat) menjadi Rp ,- Sebelumnya HTM di bioskop ini Rp ,- per orang. Penurunan harga tiket juga dilakukan Bioskop 21 di Taman Ismail Marzuki dari sebelumnya HTM normal Rp ,- menjadi Rp ,- dan HTM nomat dari Rp ,- menjadi Rp ,- Manajemen 21 Cineplex melakukan subsidi silang secara korporat agar dapat memberikan HTM yang terjangkau bagi penonton di Indonesia. 21 Cineplex melakukan pengaturan hari dengan harga yang beragam karena ingin merespons lebih detail setiap lokasi dengan melihat kemampuan daya beli lingkungan sekitarnya Perilaku Konsumen Pendapat Konsumen terhadap 21 Cineplex Berikut ini adalah beberapa kutipan langsung dari para pelanggan 21 Cineplex yang dikemukan langsung oleh mereka melalui blog pribadi maupun forum. MichaelHutagalung.com at 23:56 21 CINEPLEX JAMAN PURBA Atrium bioskop tuh selalu gelap. Mbak-mbak berbaju gaun lengan

64 111 panjang loreng merah tua. Lantai atrium bioskop seluruhnya dilapisi oleh karpet GELAP. Suasananya bener2 gelapp.. Studio yang masingmasing hanya memutar SATU FILM untuk SEHARINYA. Kalo inget jaman lebih dulu lagi, kalo nonton tuh harus ngantri.. kalo show mulai jam 13:00, dari jam 12:00 orang-orang dah bejibun untuk berdiri mengantri di depan loket pembelian tiket. Masi inget tiket jaman purba? Warna merah kaya karcis parkir.. hehehe Inget harga nonton di Jakarta?? 50rb!! 75rb!! Bahkan 100rb!! Inget iklan2 awal sebelum film dimulai?? Matikan handphone Anda sambil menampilkan handphone nokia 6110 berikut desain iklannya yang amat aneh.. (anyway sempet diupdate jadi nokia 6630). Gua sempet kepikiran.. ini pake rol film ato pake slide proyektor OHP ya?? Jelek amat!! Layarnya menurut gua persegi panjang yang mungkin rasionya cuman 4:3.. kaya TV biasa tapi digedein.. 21 CINEPLEX HARI INI Atrium bioskop masih gelap, namun mulai bermunculan banyak XXI yang merupakan versi 21 CINEPLEX yang lebih elegan dan dihiasi dengan mbak-mbak yang masih memakai gaun lengan panjang namun sekarang berwarna hitam. Studio masih memutar 1 film untuk seharinya, walopun ada beberapa studio yang ganti film pas mau malem. Loket beli tiket? Udah online.. Beli tiket gak harus ngantri panjang.. bahkan bisa advanced booking.. Kualitas tiket membaik dan HARGA TIKET TURUN!! Ada program2 nomat yang panjang sekali.. Senin-Kamis NOMAT! Paling mahal nonton cuman 35rb itupun udah di XXI. Dan IKLAN sebelum show UDAH DIGANTI (apalagi di XXI) hahahahaha Alain1500 Gw lebih prefer XXI... Sofanya lebih enak, sound system lebih ok, gambar lebih tajam... mighty_mouse 21 (XXI). gw cuma pernah nonton di blitz GI. kurang suka. dengan harga yg segitu, mending ke sebrangnya Pendapat Konsumen terhadap Blitzmegaplex Berikut ini adalah beberapa kutipan langsung dari para pelanggan Blitzmegaplex yang dikemukan langsung oleh mereka melalui blog pribadi maupun forum.

65 112 Ocaso21 Gue pilih Blitz aja, ada Game centernya, bisa maen X Box 360 sembari nunggu film,kalo di 21 gamenya udh pada butut semua,tapi ada beberapa yg update spt Tekken 6 di Kelapa Gading atau Mall Taman Anggrek,tapi disitu males antre maennya nich... egweku semoga dimasa yang akan datang blitz lebih berkembang lebih pesat lagi...soalnya kan sekarang 21 masih berkuasa...tapi gue demen nonton di blitz soalnya filmnya lebih beragam daripada di 21...semoga tetap suskes yah blitz... Shadow_turtle MAU NONTON dengan kenyamanan gw pilih mega plex kalo nonton di xxi mah nanggung gitu... kalo loe bilang mahal download aja film nya!!!! nonton di bioskop kita nyari kenyamanan!!!!!!!!!!!! paulfrank ne 95% nonton di XXI sih gan, lebih familiar dan harganya mungkin banyak yang masih dibawah dan masalah cabang, XXIes are everywhere! Kalo Blitz kan baru dikit Sekedar review aja bro, masalah Blitz Megaplex yang di Teras Kota (brand-new mall in BSD). gue sempet nonton disitu, berhubung deket sama sekolah gue (walaupun rumah di Jak-Tim) Nah! waktu ane masuk ke area Blitz nya yaaa not bad laah, gak jelek jugaa. Harga Tiket nya juga termasuk murahh gan! ane dapet kopi gratis lagi ada promosi Tapi pas ane udah duduk di studio nya... Bangku nya gan!!! Ga Nyamaaan!! Beneran dah tegak, dan bukan kayak bangku bioskop. It's cushion are not cozy and comfort, it's... Stressing!! jadi kurang enjoy gan, cuman itu aja sih kekurangannya. no offense dudes, banyak juga temen gue yang berpendapat sama tentang ini Thanks sebelomnya ya gan

66 Pendapat Konsumen yang Membandingkan Layanan XXI dan Blitzmegaplex Berikut ini adalah hasil persentase dari kuisioner yang diadakan oleh salah satu anggota aktif forum terbesar di Indonesia, Kaskus, mengenai kebiasaan menonton anggota kaskus yang lain : GAMBAR HASIL POLLING BIOSKOP FAVORIT FORUM KASKUS Sumber : Berikut ini adalah hasil persentase dari kuisioner yang diadakan oleh salah satu anggota aktif forum Kafe Gaul, mengenai kebiasaan menonton anggota kaskus yang lain : GAMBAR HASIL POLLING BIOSKOP FAVORIT FORUM KAFE GAUL Sumber : Berikut ini adalah beberapa kutipan langsung yang dikemukan oleh pelanggan melalui blog pribadi maupun forum yang membandingkan 21 Cineplex dan Blitzmegaplex setelah merasakan pengalaman menonton di kedua bioskop tersebut.

67 114 Adelays' WEBlog.htm August 13, :31 pm Sedikitnya, lima poin komparasi antara Blitz Megaplex VS Cinema XXI yang saya bandingkan. Tentu saja, ini hanyalah perbandingan awam saya. Anggaplah ini Voice of Customer. Lima komparasi ini saya pilih, karena saya anggap cukup mewakili keingintahuan saya. 1.Staffing Staf Blitz Megaplex terlihat lebih casual dan fleksibel dibandingkan Cinema XXI. Mereka menggunakan T-Shirt dan tanda pengenal yang digantungkan di leher. Sementara XXI kelihatan lebih formil dengan pakaian serba hitam dengan name tag yang disematkan di dada. Sejauh pengamatan saya, staf penjual tiket Cinema XXI selalu wanita, sedangkan Blitz ada pria dan juga wanita. Selain itu staf Blitzmegaplex sangat helpfull, tak jarang saya perhatikan staf Blitzmegaflex sangat perduli terhadap penonton yang membutuhkan bantuan. Untuk urusan staffing ini, saya menyukai pelayanan Blitz. Skor : 1 0 untuk Blitzmegaplex. 2. Tiket Tiket Blitz Megaplex berupa lembaran kertas tipis, seperti struk kertas thermal ATM. Berbeda dengan XXI, berupa kertas yang lebih keras, sehingga mudah untuk dikenali. Hampir sempat tertukar dengan karcis parkir ketika hendak menunjukkan tiket tersebut kepada petugas, saya lebih memilih tiket XXI memiliki keunggulan dibandingkan competitornya Blitz Megaplex. Skor: Sekuriti Untuk memasuki area Blitz, sebenarnya saya bisa memahami security Blitz megaplex yang sangat protected dengan memeriksa tas setiap pengunjung seperti ketika hendak memasuki Mall. Namun, kebalikan dari Staffing diatas, saya lebih menyukai fleksiblity security Cinema XXI. Skor : 2-1 untuk XXI 4. Posisi duduk penonton Ruang kaki duduk penonton di Blitz Megaplex yang lapang, menyebabkan kaki penonton bisa lebih santai. Selain itu, jajaran kursi tempat duduk yang semi melingkar, membuat penonton yang duduk disamping kiri dan kanan tidak perlu merasa pegal karena selalu mengarahkan kepala mereka ke layar yang merupakan pusat perhatian penonton. Skor : Kursi Penonton Kursi penonton XXI ternyata lebih empuk dan lebar, sehingga menonton disini jauh lebih nyaman dan tahan lama jika dibandingkan

68 115 dengan Blitz yang kursinya agak keras. Duduk berlama-lama menyaksikan film di kursi yang agak keras menjadikan saya kurang nyaman di Blitzmegaplex Skor: 3-2 untuk XXI Setiap orang, tentu boleh punya pendapat yang berbeda. Betul kan? Remi says: Fri, at 03:55 am Blitz VS 21??? Bedanya cuma 1 kok, yang satunya masih junior, en yang satunya lagi udah senior. hehehe. Tapi yg gue amatin selama ini sih, ternyata kehadiran si-blitz emang udah cukup bikin si-21 keki banget en jadi ngeluarin modal banyak buat ngedandanin ruangan2 si-21 supaya bisa jadi kinclong kayak sekarang, udah gitu, NOMATNYA udah gak hari senin lagi, tapi jadi 5 hari! senin sampe jumat. buat gue sih lumayan banget. Soal arsitektur ato layout ato design ruangan ato apalah itu namanya, menurut gue sih tergantung selera masing2 ya. kalo elo mau yang gaul en lebih modern, yang pasti elo datengin aja si-blitz, tapi kalo elo mau suasana yang lebih klasik, si-21 juga punya kok, tuh yang simbolnya XXI. oiya, soal komitmen dan layanan, gue akuin si-blitz lebih unggul! soalnya kenapa? gue en temen gue (berdua aja) pernah coba mau nonton film yang diputer si-21, yang menurut gue tuh film gak ada mutunya alias gak worthed banget kalo di-tonton (menurut gue loh ya ) en waktu itu total penontonnya cuma ada 5 orang. en sorry to say, cewek penjaga karcis minta maaf kalo film gak bisa diputer, karena penontonnya harus minimal berjumlah 10 orang. yaaa, gue en temen gue sih gak papa, toh duit gue dibalikin en gue juga gak niat nonton tuh film! tapi kalo si-blitz BEDA!!! gue coba nonton film kira2 bulan Awal Oktober taon ini (2008) di Blitz Grand Indonesia. en lo tau gue en temen gue mau nonton apa? RIEN SI PEMBUNUH BERANTAI!!! hahaha dan yang lebih kocak lagi, tuh film yang nonton cuma gue sama temen gue doang, alias berdua. tapi apa? si- Blitz tetep ajah muterin tuh film! gue sama temen gue selama didalem serasa punya bioskop sendiri tau gak sih lo! hahahaha. buat yang satu ini, si-blitz gue acungin 2 jempol deh! kalo si-21, gak bakal kali ya rugi bandar bo! hehehe

69 116 the last but not least, semua tergantung elo (tergantung isi kantong elo juga sih..) hehehe.. kalo kantong lo lagi agak tebel, lo dateng aja ke si- Blitz, jangan lupa juga cobain SATIN or VELVET CLASSnya, gak usah tanggung2 kalo elo butuh yang namanya kualitas. Tapi, kalo isi kantong lo pas-pasan, gak ada salahnya elo balik lagi ke tempat tongkrongan elo dulu alias si-21, lebih murah dengan sound system yang yaaa lumayan lah. kalo gue sih, XXI jadi alternatifnya. nda says: Sun, at 07:02 pm hei. lo pada lupa ya 21 itu pelopor perfilman dan perbioskopan di indonesia pastinya pangsa pasar lebih berat ke 21 walau lo pada blg blitz inovativ, tp ga jarang jg orang2 pd blg blitz? waduh tempat duduknya itu loh!!! pegel bu. ga nyaman nontonya!! pelayanan mereka bgus, okelah tp percuma jg klo plg nonton lo hrus manggil tkang pijet hehe.. oia ngomong2 tentang pelayanan lo dah coba nonton di the Premiere blm? the prmiere tu VIPnya 21. harganya seratus rb aj,, tp gw puas,, scara slain keramahan karyawan, ddlam bioskopnya ada selimut, trus kursinya jg bs buat tiduran. klo kt org betawi reclaining seat wow gw suka bgt nonton dsana selain knyamanan nonton, mba2 sm mas2nya ramah2 bgt,, makananya jg enak.. popcornnya mang udah khas ya,,, ditambuah nasi gorengnya enak.. patut di coba sm lo2 pde. minumnya blended green tea. uwh mantab bu,, blitz memang beda, pelayananya anak muda dan fresh bgt, tp klo gw fkir2 para pencinta film ga hanya anak muda, oma opa gw jg suka.. intinya the premiere bisa masuk ke semua kalangan.. slamat mencoba guys,,, gw yakin lo pada suka dan pgn balik lg Dilema Blitzmegaplex Sejak Blitzmegaplex berdiri pada tahun 2006, media Indonesia tak henti membandingkan dengan 21 Cineplex. Tak jarang juga media mengaitkan reaksi agresif 21 Cineplex terhadap pembenahan dalam bioskop mereka terkait kehadiran Blitzmegaplex. Betapa tidak, selama ini kemunculan kompetitor seperti MPX misalnya tidak menimbulkan respon berarti dari 21 Cineplex. Sementara itu sebagai

70 117 perusahaan muda, Blitzmegaplex terus berupaya mengembangkan diri dengan berbagai inovasi. Hal ini didukung dengan industri perfilman yang angka produksinya terus merangkak naik sejak tahun Blitzmegaplex sebagai perusahaan bioskop di Indonesia juga tak ingin ketinggalan dalam animo kebangkitan film nasional dan berusaha menambah terus pemutaran film lokal setiap tahunnya, meski Blitzmegaplex juga menerapkan standar kualitas film yang akan diputar. Ironisnya, jumlah film yang diputar di Blitzmegaplex tak sebanding dengan angka produksi film nasional. Bahkan beberapa judul film lokal yang menjadi box office ternyata tidak ditayangkan di Blitzmegaplex, suatu hal yang menurut beberapa pihak aneh mengingat Blitzmegaplex sering mengadakan festival film Indie karya anak bangsa. Beberapa desas-desus bermunculan seiring fenomena ini. Ada yang mengatakan standar Blitzmegaplex terlalu tinggi untuk film lokal yang kualitasnya kurang, ada yang mengatakan bahwa pemutaran film lokal yang terlalu banyak dapat mempengaruhi buruknya positioning Blitzmegaplex sebagai bioskop untuk kalangan menengah ke atas, dan ada pula yang mengatakan bahwa kejadian ini merupakan ulah 21 Cineplex sebagai imbas persaingan bisnis. Pada tanggal 5 Juni 2009, Blitzmegaplex menuduh 21 cineplex melanggar Undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha. Kasus ini mencuat setelah beberapa produser film Indonesia tidak mau menayangkan filmnya di Blitz (Kuntilanak, Denias, ayat-ayat cinta, dan beberapa film lainnya). Blitzmegaplex mendapatkan informasi bahwa 21 Cineplex menolak menayangkan film-film produser tersebut terutama yang berbau horor bila harga

71 118 HTM di Blitzmegaplex lebih murah. Mereka hanya mau menayangkan bila harga HTMnya sama dengan 21. Ancaman ini jelas menyudutkan produser film karena jumlah bioskop 21 jauh lebih banyak daripada Blitzmegaplex sehingga mau tidak mau produser film tersebut menolak bekerja sama dengan Blitzmegaplex agar film mereka dapat diputar di jaringan yang lebih luas. Manajemen Blitzmegaplex merasa perlu melaporkan 21 Cineplex karena sudah menemui jalan buntu. Dalam kondisi kompetisi industri bioskop di Indonesia yang demikian, Blitzmegaplex melihat bahwa perusahaan harus menyeimbangkan orientasi terhadap kompetitor dan pelanggan. Apa langkah terbaik yang dapat ditempuh Blitzmegaplex untuk dapat mencapai tujuan ini? Selain itu, sebagai perusahaan yang baru berdiri selama tiga tahun, Blitzmegaplex telah menghadapi reaksi keras dari pemimpin pasar yang telah berdiri selama lebih dari dua puluh tahun. Mengingat sumber daya yang dimiliki 21 Cineplex sangat besar, bukan tidak mungkin ke depannya Blitzmegaplex akan menghadapi kondisi yang tidak diinginkan lagi. Bagaimana langkah Blitzmegaplex selanjutnya menghadapi kondisi persaingan bisnis yang seperti ini? 4.2. Analisis Kasus Alur Pikir Analisis FUNGSI : Mengetahui struktur pasar Mengetahui posisi perusahaan Mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi situasi dan kondisi industri bioskop (micro & macroenvironment) IDENTIFIKASI PASAR TOOLS : ANALISIS PEST ANALISIS PORTER S 5 FORCES

72 119 ANALISIS PERILAKU KONSUMEN FUNGSI : Untuk mengetahui apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh pelanggan Untuk menentukan tujuan dari strategi serang IDENTIFIKASI KOMPETITOR FUNGSI : Untuk mengetahui kelemahan, kekuatan, kesempatan dan ancaman kompetitor Mempelajari musuh agar dapat menyerah secara tepat TOOLS : Bagan Perilaku Konsumen Kotler TOOLS : Analisis SWOT ANALISIS STRATEGI PERGERAKAN STRATEGI SERANG STRATEGI BERTAHAN FUNGSI : Memasuki pasar / segmen baru Meningkatkan posisi kompetisi FUNGSI : Mempertahankan posisi Mempertahankan pangsa pasar GAGAL? ANALISIS PASCA PERGERAKAN SUKSES? GAMBAR ALUR ANALISIS

73 Analisis PEST Analisa PEST adalah suatu pengamatan atau penelitian sebuah macroenvirontment dari perusahaan yang beroperasi. PEST merupakan kependekan dari Politik, Ekonomi, Sosial, dan Teknologi. GAMBAR BAGAN PEST Sumber : Analisis PEST digunakan untuk melihat faktor-faktor macroenvirontment yang mempengaruhi Blitzmegaplex dalam industri layar lebar di Indonesia. Tabel berikut ini memperlihatkan faktor-faktor macroenvironment baik yang terjadi di Indonesia maupun di dunia internasional yang mempengaruhi perkembangan Blitzmegaplex : TABEL FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEST Politik Ekonomi Sosial Teknologi Stabilitas Politik Nilai Inflasi Perubahan Gaya Internet Hidup UU Perfilman Pertumbuhan Tingkat Pendidikan Perkembangan

BAB V PENUTUP. kesimpulan untuk menjawab tujuan pembelajaran studi kasus ini, yaitu :

BAB V PENUTUP. kesimpulan untuk menjawab tujuan pembelajaran studi kasus ini, yaitu : BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan untuk menjawab tujuan pembelajaran studi kasus ini, yaitu : 1. Mengenai situasi kompetisi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Cineplex 21 Group adalah jaringan bioskop terbesar di Indonesia, dan merupakan pelopor jaringan Cineplex di Indonesia. Jaringan bisokop ini tersebar

Lebih terperinci

Operation Quality Management [ Service Blueprint Cineplex 21 Group ]

Operation Quality Management [ Service Blueprint Cineplex 21 Group ] Operation Quality Management [ Service Blueprint Cineplex 21 Group ] Nama Anggota Kelompok: Haryaman Justisia 1201120 Ryanda Oki Azhari 1201120 Syahrul Rasyid 1201124342 Wisena Perceka 1201120 Landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun belakangan ini, Indonesia mengalami krisis moneter yang

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun belakangan ini, Indonesia mengalami krisis moneter yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Beberapa tahun belakangan ini, Indonesia mengalami krisis moneter yang menyebabkan bisnis di Indonesia melemah bahkan jatuh. Dampak dari krisis moneter

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan bagi mereka untuk melepaskan penat dan kejenuhan dengan mencari

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan bagi mereka untuk melepaskan penat dan kejenuhan dengan mencari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri hiburan saat ini telah menjadi salah satu gaya hidup bagi masyarakat khususnya bagi mereka yang tinggal di kota besar seperti Jakarta. Dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Persaingan pasar yang semakin ketat secara tidak langsung akan mempengaruhi usaha suatu perusahaan dalam mempertahankan pangsa pasar. Perusahaan dituntut untuk memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bioskop berasal dari kata BOSCOOP (bahasa Belanda yang juga berasal dari Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bioskop berasal dari kata BOSCOOP (bahasa Belanda yang juga berasal dari Bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bioskop berasal dari kata BOSCOOP (bahasa Belanda yang juga berasal dari Bahasa Yunani) yang artinya Gambar Hidup. Bioskop sendiri adalah tempat untuk menonton pertunjukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengambil sikap dalam menghadapi perkembangan teknologi dan informasi yang

BAB I PENDAHULUAN. mengambil sikap dalam menghadapi perkembangan teknologi dan informasi yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di dunia terus mengalami peningkatan dan mempengaruhi hampir seluruh kegiatan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh masyarakat perkotaan saat ini adalah hiburan perfilman.

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh masyarakat perkotaan saat ini adalah hiburan perfilman. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat perkotaan saat ini memiliki banyak aktivitas dan kesibukan serta rutinitas sehari-hari yang membuat masyarakat menjadi jenuh. Oleh karena itu, masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum Objek Penelitian Gambaran Singkat Blitzmegaplex Cabang Miko Mall

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum Objek Penelitian Gambaran Singkat Blitzmegaplex Cabang Miko Mall BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum Objek Penelitian 1.1.1 Gambaran Singkat Blitzmegaplex Cabang Miko Mall Blitzmegaplex cabang Miko Mall merupakan Blitzmegaplex kedua di kota Bandung yang berada di area

Lebih terperinci

BAB III OBJEK PENELITIAN. akan pengalaman film, berdasarkan tiga karakter, yaitu : dilengkapi dengan tekhnologi bioskop terbaik

BAB III OBJEK PENELITIAN. akan pengalaman film, berdasarkan tiga karakter, yaitu : dilengkapi dengan tekhnologi bioskop terbaik BAB III OBJEK PENELITIAN III.1 Objek Penelitian Blitz Megaplex adalah rantai bioskop yang kembali mendefinisikan akan pengalaman film, berdasarkan tiga karakter, yaitu : 1. Blitz Megaplex menawarkan minimal

Lebih terperinci

RechtsVinding Online Mengembalikan Kejayaan Perfilman Indonesia Melalui Penyempurnaan Undang-Undang Perfilman

RechtsVinding Online Mengembalikan Kejayaan Perfilman Indonesia Melalui Penyempurnaan Undang-Undang Perfilman Mengembalikan Kejayaan Perfilman Indonesia Melalui Penyempurnaan Undang-Undang Perfilman Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 22 Juli 2015; disetujui: 28 Juli 2015 Industri perfilman Indonesia pernah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat khususnya bagi mereka yang tinggal di kota besar seperti Bandung,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat khususnya bagi mereka yang tinggal di kota besar seperti Bandung, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri hiburan saat ini telah menjadi salah satu gaya hidup bagi masyarakat khususnya bagi mereka yang tinggal di kota besar seperti Bandung, berbagai aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, kemudian kemunculannya disusul oleh stasiun stasiun

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, kemudian kemunculannya disusul oleh stasiun stasiun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan televisi swasta muncul sejak adanya RCTI pada tahun 1989 sebagai stasiun televisi swasta pertama yang memberikan program hiburan untuk masyarakat

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

1.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Bioskop (Belanda: bioscoop dari bahasa Yunani βιος, bios (yang artinya hidup) dan σκοπος (yang artinya "melihat") adalah tempat untuk menonton pertunjukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana bagi perekonomian global khususnya melanda negara-negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana bagi perekonomian global khususnya melanda negara-negara yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mencermati akan iklim perekonomian global saat ini, tidak salah apabila kita mencoba mengingat kembali berbagai gejolak perekonomian dimana terjadi bencana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknologi-teknologi baru yang muncul semakin pesat belakangan ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknologi-teknologi baru yang muncul semakin pesat belakangan ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi-teknologi baru yang muncul semakin pesat belakangan ini menunjukkan semakin bertambahnya kecerdasan dari manusia sejalan dengan berkembangnya waktu. Akses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan dunia usaha saat ini telah membawa para pelaku dunia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan dunia usaha saat ini telah membawa para pelaku dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan dunia usaha saat ini telah membawa para pelaku dunia usaha ke persaingan global yang tidak dapat dihindari, persaingan global sudah merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. merupakan pelopor jaringan Cineplex di Indonesia. Jaringan bioskop ini tersebar

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. merupakan pelopor jaringan Cineplex di Indonesia. Jaringan bioskop ini tersebar BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah Perusahaan Cineplex 21 group adalah jaringan bioskop terbesar di Indonesia, dan merupakan pelopor jaringan Cineplex di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bioskop, fashion, food court, tempat bermain anak, ruang pameran, fitness, meeting

BAB I PENDAHULUAN. bioskop, fashion, food court, tempat bermain anak, ruang pameran, fitness, meeting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mall merupakan salah satu jenis pusat perdagangan yang cepat berkembang di kota-kota besar di Indonesia (Mario, 2012). Seiring dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari rutinitas yang mereka lakukan. Untuk menghilangkan ketegangan

BAB I PENDAHULUAN. dari rutinitas yang mereka lakukan. Untuk menghilangkan ketegangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era saat ini, dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari terutama di kota-kota besar seperti Jakarta banyak orang selalu sibuk dengan pekerjaan dan rutinitas

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. dengan 4 buah teater reguler dan 2 buah teater Premiere. Cinema XXI yang diberi

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. dengan 4 buah teater reguler dan 2 buah teater Premiere. Cinema XXI yang diberi BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Latar Belakang Perusahaan Cinema XXI pertama kali didirikan di Plaza Indonesia Entertainment X'nter, dengan 4 buah teater reguler dan 2 buah teater Premiere. Cinema XXI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gambar 1. 1 Skema Latar Belakang Sumber : Penulis 17 1.1.1 Film Sebagai Media Hiburan Warga Kota Film merupakan salah satu media hiburan dalam mengusir kebosanan warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ingin disampaikan kepada masyarakat luas tentang sebuah gambaran, gagasan,

BAB I PENDAHULUAN. ingin disampaikan kepada masyarakat luas tentang sebuah gambaran, gagasan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film adalah media reproduksi informasi, media dari sebuah pesan yang ingin disampaikan kepada masyarakat luas tentang sebuah gambaran, gagasan, informasi, ungkapan

Lebih terperinci

PENGARUH BUDAYA KOREAN POP DALAM TAYANGAN TOP KPOP TV TERHADAP PERILAKU REMAJA DI BSD, KENCANA LOKA BLOK F1

PENGARUH BUDAYA KOREAN POP DALAM TAYANGAN TOP KPOP TV TERHADAP PERILAKU REMAJA DI BSD, KENCANA LOKA BLOK F1 PENGARUH BUDAYA KOREAN POP DALAM TAYANGAN TOP KPOP TV TERHADAP PERILAKU REMAJA DI BSD, KENCANA LOKA BLOK F1 Villia Octariana Putri Binus University, Jakarta, Indonesia Abstrak TUJUAN PENELITIAN Alasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah anak muda usia produktif membuat para peritel pun tidak akan kesusahan

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah anak muda usia produktif membuat para peritel pun tidak akan kesusahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka pertumbuhan pasar ritel Indonesia, yang membuat Indonesia banyak diminati baik oleh peritel asing, maupun peritel lokal. Mengingat potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR BIOSKOP DI SINGARAJA KABUPATEN BULELENG-BALI STUDI AKUSTIK RUANG PERTUNJUKAN FILM BAB I PENDAHULUAN

TUGAS AKHIR BIOSKOP DI SINGARAJA KABUPATEN BULELENG-BALI STUDI AKUSTIK RUANG PERTUNJUKAN FILM BAB I PENDAHULUAN TUGAS AKHIR BIOSKOP DI SINGARAJA KABUPATEN BULELENG-BALI STUDI AKUSTIK RUANG PERTUNJUKAN FILM BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Fenomena Bioskop Di Indonesia Bioskop adalah pertunjukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri hiburan (entertainment) nasional maupun global

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri hiburan (entertainment) nasional maupun global 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan industri hiburan (entertainment) nasional maupun global menyebabkan persaingan yang sangat ketat dalam memperebutkan pangsa pasar seperti sekarang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat setiap bisnis film di bioskop tetap eksis dan mulai mampu bersaing

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat setiap bisnis film di bioskop tetap eksis dan mulai mampu bersaing BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Di era global ini persaingan antar dunia perfilman yang semakin ketat membuat setiap bisnis film di bioskop tetap eksis dan mulai mampu bersaing untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Tabel 1.1 Daftar Jumlah Penonton Bioskop BlitzMegaplex PVJ Bandung Tahun Jumlah Penonton

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Tabel 1.1 Daftar Jumlah Penonton Bioskop BlitzMegaplex PVJ Bandung Tahun Jumlah Penonton BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan yang diangkat dalam penelitian adalah pada keputusan menonton di Bioskop BlitzMegaplex Paris Van Java Bandung, yaitu terjadinya fluktuasi jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. program berita dan hiburan. Televisi menjadi media massa elektronik pilihan yang

BAB I PENDAHULUAN. program berita dan hiburan. Televisi menjadi media massa elektronik pilihan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Televisi adalah salah satu media massa elektronik yang bisa menampilkan program berita dan hiburan. Televisi menjadi media massa elektronik pilihan yang paling digemari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Yogyakarta adalah kota yang relatif aman, stabil dan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Kota Yogyakarta adalah kota yang relatif aman, stabil dan mempunyai BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Kota Yogyakarta adalah kota yang relatif aman, stabil dan mempunyai khasanah budaya yang luas. Yogyakarta juga dikenal sebagai kota pendidikan dan pariwisata yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Film adalah salah satu bentuk media komunikasi dengan cakupan massa yang luas. Biasanya, film digunakan sebagai sarana hiburan yang cukup digemari masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film merupakan karya seni berupa rangkaian gambar hidup yang diputar sehingga menghasilkan sebuah ilusi gambar bergerak yang disajikan sebagai bentuk hiburan. Menurut

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil analisa pada bab sebelumnya didapat data-data yang mencakup profil reponden, perilaku/kebiasaan menonton dan penilaian konsumen terhadap experience provider yang di

Lebih terperinci

Desain Interior Cinema 21 Dengan Suasana Gothic

Desain Interior Cinema 21 Dengan Suasana Gothic Desain Interior Cinema 21 Dengan Suasana Gothic Briantito Adiwena 3406100057 Dosen Pembimbing Thomas Ari K, MT Latar Belakang Surabaya Kota Surabaya adalah ibukota Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Surabaya

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. dan merupakan pelopor jaringan cineplex di Indonesia. Jaringan bioskop ini tersebar di

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. dan merupakan pelopor jaringan cineplex di Indonesia. Jaringan bioskop ini tersebar di BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Latar Belakang Perusahaan Cineplex XXI(Cineplex 21 Group) adalah sebuah jaringan bioskop di Indonesia, dan merupakan pelopor jaringan cineplex di Indonesia. Jaringan bioskop

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Logo 21 Cineplex Sumber : 21cineplex.com

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Logo 21 Cineplex Sumber : 21cineplex.com BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 CINEMA 21 CINEMA 21, merupakan kelompok bioskop terbesar di Indonesia yang memulai kiprahnya di industri hiburan sejak tahun 1987. Lebih dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Data Perusahaan 2.1.1 Identitas Perusahaan Rumah.com adalah sebuah perusahaan media online yang ideal untuk pencarian properti, seperti rumah, bangunan komersial, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan bagaimana konsumen dipengaruhi oleh lingkungannya, kelompok referensi,

BAB I PENDAHULUAN. dan bagaimana konsumen dipengaruhi oleh lingkungannya, kelompok referensi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perilaku konsumen selalu menarik bagi pemasar. Pengetahuan tentang perilaku konsumen membantu pemasar untuk memahami bagaimana konsumen berpikir, merasa, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Revolusi digital telah membentuk perilaku konsumen yang mementingkan

BAB I PENDAHULUAN. Revolusi digital telah membentuk perilaku konsumen yang mementingkan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Revolusi digital telah membentuk perilaku konsumen yang mementingkan customization dan personalization. Hubungan antara keduanya terjadi karena teknologi digital

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Soraya Desiana, 2015

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Soraya Desiana, 2015 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dunia semakin hari semakin berkembang pesat begitu juga perkembangan teknologi di indonesia. Sebagai salah satu negara yang berkembang di dunia indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Animasi, atau film animasi, adalah film yang merupakan hasil dari pengolahan gambar tangan sehingga menjadi gambar yang bergerak. Pada awal penemuannya, film animasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan bidang informasi dan komunikasi telah melahirkan peradaban

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan bidang informasi dan komunikasi telah melahirkan peradaban BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kemajuan bidang informasi dan komunikasi telah melahirkan peradaban baru yang mempermudah manusia untuk saling berhubungan serta meningkatkan mobilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada E-CINEMA yang saat ini berpotensi cukup baik dalam perkembangan Cinema. Eresto, Ecinema, Elounge, 7 KTV dan Banquet Service.

BAB I PENDAHULUAN. pada E-CINEMA yang saat ini berpotensi cukup baik dalam perkembangan Cinema. Eresto, Ecinema, Elounge, 7 KTV dan Banquet Service. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Entertainment Plaza adalah perusahaan yang mendirikan sebuah produk jasa pada E-CINEMA yang saat ini berpotensi cukup baik dalam perkembangan Cinema di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Iklan merupakan salah satu komponen marketing mix yang umum

BAB I PENDAHULUAN. Iklan merupakan salah satu komponen marketing mix yang umum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Iklan merupakan salah satu komponen marketing mix yang umum dilakukan oleh perusahaan. Bahkan kegiatan iklan dianggap sangat penting jika ingin produknya sukses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi merupakan salah satu unsur utama dalam segala kegiatan kehidupan manusia, baik secara pribadi maupun kelompok. Komunikasi sangat erat kaitannya dengan segala

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 267 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian dan hasil analisis yang telah dikemukakan, maka hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : Hasil analisis : 1. Masih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk hidup dan berinteraksi satu dengan yang lainnya. Dalam setiap faktor kehidupan, baik dalam hal organisasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk hidup yang bergerak aktif dengan segudang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk hidup yang bergerak aktif dengan segudang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang bergerak aktif dengan segudang aktivitasnya sejak kecil hingga dewasa, mulai dari pagi hari hingga larut malam. Dalam hidupnya,

Lebih terperinci

BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF

BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF BAB 1 RINGKASAN EKSEKUTIF BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF 1.1 Deskripsi Konsep Bisnis Teknologi telah menjadi unsur yang terdapat dalam kehidupan manusia, bahkan hampir di semua aspek kehidupan. Hampir semua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi program, acara TV musik di Indonesia semakin meningkat dengan pesat dan bermunculan di layar televisi. Acara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat ibukota. Pusat perbelanjaan sering disebut juga dengan sebutan Mal.

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat ibukota. Pusat perbelanjaan sering disebut juga dengan sebutan Mal. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pusat perbelanjaan merupakan istilah yang tak asing lagi, terlebih bagi masyarakat ibukota. Pusat perbelanjaan sering disebut juga dengan sebutan Mal. Mal merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perubahan pesat pada pasar konsumen di menjadi wadah yang baik bagi perekonomian global. Kuatnya persaingan bisnis di mengakibatkan para pelaku bisnis harus benar-benar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada 1895, para investor di Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis dalam waktu

BAB I PENDAHULUAN. Pada 1895, para investor di Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis dalam waktu BAB I PENDAHULUAN I. Latar belakang Pada 1895, para investor di Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis dalam waktu yang hampir bersamaan berhasil menemukan dan mendemonstrasikan alat yang bisa memproyeksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri kreatif di tanah air saat ini dapat dikatakan sedang

BAB I PENDAHULUAN. Industri kreatif di tanah air saat ini dapat dikatakan sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri kreatif di tanah air saat ini dapat dikatakan sedang berkembang pesat, sebagai contoh pada bidang perfilman, Laskar Pelangi merupakan sebuah judul film layar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), kata Bioskop

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), kata Bioskop BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), kata Bioskop merupakan pertunjukan yang diperlihatkan dengan gambar (film) yang disorot sehingga dapat bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang harus dimiliki oleh perusahaan untuk mampu bersaing dan. meraih sukses dalam bisnis di era globaliasi ini.

BAB I PENDAHULUAN. hal yang harus dimiliki oleh perusahaan untuk mampu bersaing dan. meraih sukses dalam bisnis di era globaliasi ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini yang semakin berkembang membuat peluang yang semakin bertumbuh dan memberi tantangan dalam dunia bisnis di Dunia. Dengan kondisi

Lebih terperinci

STUDIO PRODUKSI FILM DI JAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MORPHOSIS

STUDIO PRODUKSI FILM DI JAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MORPHOSIS LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR STUDIO PRODUKSI FILM DI JAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MORPHOSIS Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang. Komunikasi tidak saja dilakukan antar personal, tetapi dapat pula

BAB I PENDAHULUAN. seseorang. Komunikasi tidak saja dilakukan antar personal, tetapi dapat pula BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan hal terpenting dalam menunjukkan keberadaan seseorang. Komunikasi tidak saja dilakukan antar personal, tetapi dapat pula melibatkan sekian banyak

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI FILM DAN TELEVISI DI JAKARTA Dengan Penekanan Desain Konsep Arsitektur Renzo Piano

SEKOLAH TINGGI FILM DAN TELEVISI DI JAKARTA Dengan Penekanan Desain Konsep Arsitektur Renzo Piano LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR SEKOLAH TINGGI FILM DAN TELEVISI DI JAKARTA Dengan Penekanan Desain Konsep Arsitektur Renzo Piano Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada titik berjaya di sekitar tahun Pada saat itu layar tancap

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada titik berjaya di sekitar tahun Pada saat itu layar tancap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Layar tancap merupakan hiburan bagi masyarakat Indonesia di era penjajahan sampai pada titik berjaya di sekitar tahun 1970. Pada saat itu layar tancap merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari. 2. Wawancara dengan narasumber terkait

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari. 2. Wawancara dengan narasumber terkait BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari beberapa sumber antara lain: 1. Literatur Data data diperoleh dari artikel-artikel di website

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan zaman yang terus meningkat, masyarakat juga terus mengadopsi nilai-nilai seni dan budaya yang dihadirkan pada dunia industri hiburan. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 2 DATA DAN ANALISA BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Data Umum gambar 2.1 Sejarah berdirinya Metro Hotel Semarang Metro Hotel International Semarang yang biasa dikenal masyarakat sebagai hotel Metro, merupakan suatu badan usaha

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. dalam bidang jasa dan produk. Konsep utama dari PT. Graha Layar Prima. usaha yang dikelola oleh PT. Graha Layar Prima.

BAB 4 PEMBAHASAN. dalam bidang jasa dan produk. Konsep utama dari PT. Graha Layar Prima. usaha yang dikelola oleh PT. Graha Layar Prima. BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Objek Penelitian 4.1.1 Sejarah Perusahaan PT. Graha Layar Prima merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa dan produk. Konsep utama dari PT. Graha Layar Prima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Di era ini perkembangan dunia Teknologi Informasi sangatlah pesat, pertukaran data dalam dunia digital ini hampir dikatakan sebagai sebuah kebutuhan primer,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Televisi dapat dikatakan telah mendominasi hampir semua waktu luang setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. Televisi dapat dikatakan telah mendominasi hampir semua waktu luang setiap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Televisi dapat dikatakan telah mendominasi hampir semua waktu luang setiap orang. Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan pada masyarakat Amerika, ditemukan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menyampaikan pesannya bersifat audio visual, yakni dapat dilihat dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menyampaikan pesannya bersifat audio visual, yakni dapat dilihat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Televisi sebagai salah satu media elektronik, merupakan sebuah media komunikasi yang dinilai paling berhasil dibandingkan dengan media massa lainnya dalam menyampaikan

Lebih terperinci

BAB IV A. HASIL KERJA PRAKTIK 1. Peranan Praktikan Dalam proses kerja praktik yang berlangsung, posisi yang dipercayakan terhadap praktikan meliputi beberapa bagian divisi pekerjaan yang meliputi divisi

Lebih terperinci

2015 KAJIAN VISUAL POSTER FILM DRAMA PENDIDIKAN SUTRADARA RIRI RIZA PRODUKSI MILES FILMS

2015 KAJIAN VISUAL POSTER FILM DRAMA PENDIDIKAN SUTRADARA RIRI RIZA PRODUKSI MILES FILMS BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu fungsi seni adalah sebagai media komunikasi, dimana dalam setiap unsur seni memiliki pesan yang ingin dikomunikasikan kepada penikmatnya, baik tersirat

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. A. Sejarah Berdirinya PT. Prima Jaya Mandiri

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. A. Sejarah Berdirinya PT. Prima Jaya Mandiri BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya PT. Prima Jaya Mandiri Perseroan Terbatas (PT.) Prima Jaya Mandiri adalah sebuah perusahaan keluarga yang berdiri pada tanggal 10 Oktober 2009 bersamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini semakin pesat, sehingga terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini semakin pesat, sehingga terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini semakin pesat, sehingga terjadi persaingan antara satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini, peran pemerintah untuk ikut serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1.Industri pertelevisian nasional adalah industri yang semakin dan akan terus berkembang. Perkembangan ini dapat dilihat dari dari beberapa data, antara lain a. Belanja

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI FILM DAN TELEVISI DI SEMARANG PENEKANAN DESAIN KONSEP ARSITEKTUR PAUL RUDOLPH

SEKOLAH TINGGI FILM DAN TELEVISI DI SEMARANG PENEKANAN DESAIN KONSEP ARSITEKTUR PAUL RUDOLPH LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR SEKOLAH TINGGI FILM DAN TELEVISI DI SEMARANG PENEKANAN DESAIN KONSEP ARSITEKTUR PAUL RUDOLPH Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia semata. Pangan saat ini menjadi sebuah gaya hidup baru di kalangan

BAB I PENDAHULUAN. manusia semata. Pangan saat ini menjadi sebuah gaya hidup baru di kalangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pangan bukan lagi produk konsumsi untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia semata. Pangan saat ini menjadi sebuah gaya hidup baru di kalangan masyarakat. Pangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia action figure di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat sejak beberapa tahun yang lalu. Maraknya perkembangan action figure tak lepas

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. konten tayangan televisi inspiratif dan menghibur untuk keluarga Indonesia.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. konten tayangan televisi inspiratif dan menghibur untuk keluarga Indonesia. BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan KOMPAS GRAMEDIA TV (KGTV) dilaksanakan dengan mendirikan PT GRAMEDIA MEDIA NUSANTARA pada tahun 2008 dengan brand name KOMPASTV. KOMPASTV adalah

Lebih terperinci

BAB III ANALISA 3.1 ANALISA TAPAK

BAB III ANALISA 3.1 ANALISA TAPAK BAB III ANALISA 3.1 ANALISA TAPAK Pada tapak terdapat beberapa jenis bangunan berdasarkan fungsi-fungsinya. Daerah ini merupakan daerah yang cukup ramai dengan aktiviitas perniagaan dan jasa. Hal ini mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Website sangat membantu pekerjaan Public Relations menjadi lebih

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Website sangat membantu pekerjaan Public Relations menjadi lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Penelitian Website merupakan halaman situs sistem informasi yang dapat diakses dengan cepat yang didasari dari adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Website

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan tempat wisata di Lampung merupakan daya tarik tersendiri bagi

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan tempat wisata di Lampung merupakan daya tarik tersendiri bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan tempat wisata di Lampung merupakan daya tarik tersendiri bagi masyarakat Lampung sebagai wisatawan khususnya yang menginginkan tempat wisata dengan berbagai

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1 : Pre Kuisioner Ant Versus Obstacle

LAMPIRAN Lampiran 1 : Pre Kuisioner Ant Versus Obstacle L1 LAMPIRAN Lampiran 1 : Pre Kuisioner Ant Versus Obstacle 1. Apakah jenis kelamin anda? a) Laki Laki b) Perempuan 2. Apakah profesi anda sekarang? a) Pelajar b) Mahasiswa c) Karyawan d) Lainnya... 3.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Gambaran Umum CGV Cinemas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Gambaran Umum CGV Cinemas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Gambaran Umum CGV Cinemas CGV Cinemas yang sebelumnya bernama blitzmegaplex dan CGV Blitz merupakan salah satu bioskop di indonesia yang menawarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar dalam perkembangan pasar di Indonesia. Hal ini terlihat dari adanya

I. PENDAHULUAN. besar dalam perkembangan pasar di Indonesia. Hal ini terlihat dari adanya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan menguatnya pengaruh era globalisasi telah terjadi perubahan besar dalam perkembangan pasar di Indonesia. Hal ini terlihat dari adanya perubahan yang mendasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlihat di kota Yogyakarta. Ini terlihat dari banyaknya komunitaskomunitas

BAB I PENDAHULUAN. terlihat di kota Yogyakarta. Ini terlihat dari banyaknya komunitaskomunitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogyakarta memiliki sebutan kota budaya dan kota pelajar sesuai dengan karakter kota Yogyakarta yang memiliki akar budaya yang masih kuat, ini dibuktikan dengan adanya

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Pada PT. Nusantara Sejahtera Raya 4.1.1 Analisis QFD 4.1.1.1 Langkah langkah Analisis QFD pada Layanan M-Tix Cinema XXI Langkah awal yang dilakukan dalam analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial manusia atau masyarakat. Aktifitas komunikasi dapat terlihat

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial manusia atau masyarakat. Aktifitas komunikasi dapat terlihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia di dunia tidak dapat dilepaskan dari aktifitas komunikasi karena komunikasi merupakan bagian integral dari sistem dan tatanan kehidupan sosial

Lebih terperinci

TARIF IKLAN KOMERSIAL CINEMA XXI update 12 Oktober 2017

TARIF IKLAN KOMERSIAL CINEMA XXI update 12 Oktober 2017 Office : 021-29866080 / 81 Phone / Whatsapp : 089507083461 Online Booking https://cinema21.info TARIF IKLAN KOMERSIAL CINEMA XXI update 12 Oktober 2017 HARGA perbulan (30 Hari) *belum termasuk PPn 10%

Lebih terperinci

Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 551);

Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 551); SALINAN NOMOR 35/E, 2009 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGEDARAN, PERTUNJUKAN DAN PENAYANGAN FILM DI KOTA MALANG WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa demokrasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.8 TAHUN 1992 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.8 TAHUN 1992 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.8 TAHUN 1992 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa Film sebagai media komunikasi massa pandangdengar mempunyai

Lebih terperinci

Edisi 1 Mei Food Truck festival pertama dan terbesar oleh Blitz! Menyuguhkan 30 jenis brand kuliner berbeda

Edisi 1 Mei Food Truck festival pertama dan terbesar oleh Blitz! Menyuguhkan 30 jenis brand kuliner berbeda Edisi 1 Mei 2015 Food Truck festival pertama dan terbesar oleh Blitz! Menyuguhkan 30 jenis brand kuliner berbeda DAFTAR ISI TOP NEWS: BLITZ FOOD TRUCK FESTIVAL 2015 CINEMA TALK With Cast LDR New GOLD CLASS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari banyaknya judul film yang muncul di bioskop bioskop di Indonesia saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. dari banyaknya judul film yang muncul di bioskop bioskop di Indonesia saat ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan film di Indonesia bisa dikatakan cukup signifikan. Terlihat dari banyaknya judul film yang muncul di bioskop bioskop di Indonesia saat ini. Tidak

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. GRAMEDIA MEDIA NUSANTARA pada tahun 2008 dengan brand name

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. GRAMEDIA MEDIA NUSANTARA pada tahun 2008 dengan brand name BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Perusahaan KOMPAS GRAMEDIA TV (KGTV) dilaksanakan dengan mendirikan PT GRAMEDIA MEDIA NUSANTARA pada tahun 2008 dengan brand name KOMPASTV. KOMPASTV adalah sebuah

Lebih terperinci

KEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014

KEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014 KEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014 http://kesbangpol.kemendagri.go.id I. PENDAHULUAN Dana kampanye adalah sejumlah biaya berupa uang, barang, dan jasa yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keberadaan televisi di Indonesia saat ini bertumbuh sangat pesat. Hingga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keberadaan televisi di Indonesia saat ini bertumbuh sangat pesat. Hingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan televisi di Indonesia saat ini bertumbuh sangat pesat. Hingga saat ini ada 11 stasiun televisi nasional dan 230 lebih televisi lokal memancarkan siaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat dibutuhkan manusia, dan manusia tidak bisa hidup tanpa

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat dibutuhkan manusia, dan manusia tidak bisa hidup tanpa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa globalisasi sekarang ini kebutuhan akan informasi sangat dibutuhkan manusia, dan manusia tidak bisa hidup tanpa komunikasi. Karena komunikasi adalah usaha

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PERFILMAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PERFILMAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PERFILMAN I. UMUM Salah satu tuntutan gerakan reformasi tahun 1998, ialah diadakannya reformasi dalam bidang politik dan kebudayaan,

Lebih terperinci

BAB VI KESADARTAHUAN DAN PREFERENSI RESPONDEN PADA IKLAN PRODUK SIRUP MARJAN

BAB VI KESADARTAHUAN DAN PREFERENSI RESPONDEN PADA IKLAN PRODUK SIRUP MARJAN BAB VI KESADARTAHUAN DAN PREFERENSI RESPONDEN PADA IKLAN PRODUK SIRUP MARJAN 6.1 Kesadartahuan (Awareness) Responden pada Iklan Marjan 6.1.1 Acara Televisi yang Sering Menayangkan Iklan Marjan Iklan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Pemasaran merupakan segala kegiatan usaha untuk membujuk,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Pemasaran merupakan segala kegiatan usaha untuk membujuk, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pemasaran merupakan segala kegiatan usaha untuk membujuk, mempromosikan, mempublikasi kepada masyarakat luas. Pemasaran adalah suatu konsep yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Visi dan Misi A. Visi 1. Dalam jangka panjang, TRANS7 menjadi stasiun televisi terbaik di Indonesia dan di ASEAN.

BAB I PENDAHULUAN Visi dan Misi A. Visi 1. Dalam jangka panjang, TRANS7 menjadi stasiun televisi terbaik di Indonesia dan di ASEAN. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Perusahaan 1.1.1. Profil Singkat TRANS7 TRANS7 yang pada awalnya bernama TV7 berdiri dengan izin dari Departemen Perdagangan dan Perindustrian Jakarta Pusat dengan

Lebih terperinci