BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas mengenai tinjauan konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian. Tinjauan tersebut digunakan sebagai landasan dan dasar pemikiran dalam penelitian. 2.1 Tinjauan Perusahaan PT Bumi Sari Lestari merupakan perusahaan eksportir komoditas hortikultura. Perusahaan ini berdiri pada 19 November 2011, oleh H. Bibit Waluyo. Sejarah singkat perusahaan ini berdiri karena berhubungan kuat dengan pidato Gubernur Jawa Tengah pada saat itu H. Bibit Waluyo dalam pencanangan Kebangkitan Hortikultura Jawa Tengah di Soropadan, Temanggung tanggal 18 Februari Saat itu Gubernur membuat pernyataan bahwa komoditas hortikultura memiliki daya ungkit yang tinggi terhadap pendapatan dan kesejahteraan petani dan ajakan Gubernur pada semua pihak yang terkait menindaklanjuti dengan langkah-langkah konkrit untuk menjawab tuntutan pasar terhadap produk hortikultura. Pernyataan tersebut menjadi inspirasi kuat untuk PT Bumi Sari Lestari. Secara hukum PT Bumi Sari Lestari berdiri dengan akte notaris No. 13 tanggal 19 November tahun 2011, kemudian dalam perkembangannya PT Bumi Sari Lestari sekarang berubah akte notaris No. 46 tanggal 19 Mei Pada launching perdananya PT Bumi Sari Lestari melakukan ekspor dengan negara tujuan Singapura yang dilakukan oleh Gubernur Jawa Tengah pada saat itu H.Bibit Waluyo di Soropadan, Temanggung pada bulan Juni PT Bumi Sari Lestari terus tumbuh dan berkembang sebagai eksportir sayuran dan buah-buahan terbesar di Jawa Tengah. Dengan visi Bersama petani hortikultura menuju kualitas produk ekspor dan misi Siapkan bibit unggul, olah lahan dan perawatan serta jaminan pasca panen dan menjaga kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produk hortikultura PT Bumi Sari Lestari berkembang dan semakin maju hingga sekarang. Sesuai visi dan misi yang memiliki karakter tajam dan membumi tersebut PT Bumi Sari Lestari melakukan ekspor yang berbasis pada kualitas, kuantitas, dan kontiunitas serta membangun kerja sama dan kemitraan dengan petani dan kelompok tani atau gabungan kelompok tani. II-1

2 Perusahaan ekspor ini berkantor di Jl. Abu Bakrin 115, Sandangsari RT 04/08, Madyocondro, Secang, Magelang, Jawa Tengah dan memiliki warehouse di Jl. Raya Magelang-Semarang km. 13 Soropadan, Pringsurat, Temanggung, Jawa Tengah. Tujuan ekspor utama saat ini PT Bumi Sari Lestari adalah Singapura. Singapura dipilih karena memiliki beberapa pertimbangan yaitu jarak negara yang relatif dekat, prospek yang bagus dari populasi penduduk Singapura yang memerlukan produk sayuran dan buah dalam jumlah yang besar setiap harinya dan importir Singapura memiliki jaringan pasar swalayan, hotel, atau restoran yang memiliki permintaan relatif stabil setiap tahunnya. Pemilihan pasar Singapura secara khusus ditunjang dengan telah ditandatangani kesepakatan antara pemeritah kedua negara, khususnya terkait dengan provinsi Jawa Tengah pada saat itu, untuk meningkatkan pangsa pasar sayuran dan buah-buahan Indonesia dari 6% ditahun 2009 menjadi 30% tahun Gambar 2.1 Gambar Struktur Organisasi PT Bumi Sari Lestari Gambar 2.1 diatas merupakan struktur organisasi dari PT Bumi Sari Lestari. Kedudukan tertinggi pada PT Bumi Sari Lestari dipegang oleh President Director yang berhubungan langsung dengan general manager terdiri dari beberapa operational expert. General Manager akan berhubungan langsung dengan bagian management information system, production, finance accounting dan purchasing, personnel dan general affair, plantation yang terdiri dari plantation expert, serta marketing. Production, finance accounting dan purchasing, personnel dan II-2

3 general affair, plantation, serta marketing akan dikoordinasikan oleh bagian management information system. Produksi sayur dan buah ekspor PT Bumi Sari Lestari bekerjasama dengan petani, gapoktan, maupun pengepul dibeberapa daerah. Sesuai dengan visi dan misinya PT Bumi Sari Lestari sudah melakukan kontrak kerjasama dengan petani french beans di daerah sekitar Temanggung dan Yogyakarta. Petani tersebut akan dibina oleh seorang agronom dari PT Bumi Sari Lestari. Agronom tersebut bertugas dalam mengontrol dan mengawasi perkembangan penanaman sayur french beans. Mulai dari penanaman dan proses perawatan hingga panen agronom akan mengarahkan dan mengontrol. Kontrol berupa penjadwalan tanam, cara penanaman, dan penjadwalan panen. Perusahaan juga memberikan bibit french beans pada petani yang bekerjasama, hal tersebut dilakukan perusahaan agar petani mendapat bibit unggul french beans dan penanaman mendapat hasil yang terbaik. Bagi petani dan supplier yang bekerjasama dengan PT Bumi Sari Lestari, biasanya akan dihubungi melalui pihak PT Bumi Sari Lestari mengenai ketersediaan buah ataupun sayur yang diinginkan perusahaan. Sebelumnya supplier tersebut akan berdiskusi mengenai cara pembelian. Cara pembelian tersebut ada tiga jenis yaitu mou, trading, dan abras. Mou merupakan transaksi yang melibatkan petani yang telah kontrak atau bekerjasama dengan PT Bumi Sari Lestari pembelian dilakukan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati, trading merupakan transaksi dimana buah atau sayur dari supplier dibeli tetapi buah dan sayur yang tidak sesuai dengan spesifikasi akan dikembalikan, dan abras pihak PT Bumi Sari Lestari membeli semua buah dan sayur yang telah disediakan supplier. Produksi dilakukan sesuai dengan order distributor luar negeri yang diterima oleh perusahaan. Setiap tahunnya pengecekan akan buah dan sayur dilakukan oleh distributor luar negeri mengenai kandungan yang terdapat pada sample buah atau sayur yang dikirim oleh perusahaan sebelum dilakukan kerjasama ekspor. distributor memberikan spesifikasi secara fisik dan kandungan yang harus dipenuhi oleh perusahaan. Perusahaan akan merencanakan pemenuhan pemesanan tersebut. Proses produksi sayur french beans diluar perusahaan dilakukan kontrol terhadap petani dan supplier oleh agronom dari perusahaan. Kontrol dilakukan II-3

4 oleh agronom agar sayur yang didapat perusahaan sesuai dengan kriteria yang diinginkan pemesan. Proses produksi sayur french beans dalam perusahaan dilakukan dalam beberapa tahapan. 1. Penimbangan Pada saat sayur datang dilakukan penimbangan oleh penanggungjawab penimbangan. Dilakukan pencatatan awal pada buku dan dicatatkan pada Slip Proses Produksi (SPP) serta nomer nota terima (NTK). Gambar 2.2 Penimbangan sayur 2. Penyortiran Berikutnya french beans akan disortir sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Penyortiran dilakuakan oleh sekelompok produksi, kelompok ini bertugas untuk menyortir hingga pengemasan french beans. Dalam kelompok produksi ada seorang penanggungjawab yang mencatat dan mengawasi proses yang ada. Kelompok produksi ini dibagi menjadi dua proses, yaitu penyortiran dan pengemasan. Pencatatan dilakukan untuk jumlah french beans yang masuk spesifikasi atau tidak. Gambar 2.3 Penyortiran sayur II-4

5 3. Pengemasan Proses berikutnya yaitu pengemasan atau pengemasan. Pengemasan pertama french beans akan dimasukkan kedalam plastik kemas yang ditimbang sesuai dengan ketentuan, berikutnya kemasan-kemasan tersebut dimasukkan dalam kardus french beans yang jumlahnya telah ditentukan. Gambar 2.4 Pengemasan sayur 4. Penyimpanan Penyimpanan french beans dilakukan bila kuota produksi telah dipenuhi dan terdapat sisa french beans yang telah disortir. Gambar 2.5 Penyimpanan sayur 5. Pengiriman Setelah pengemasan dilakukan proses berikutnya adalah pengiriman. Pengiriman ke luar negeri dilakukan oleh perusahaan yang telah bekerjasama dengan PT Bumi Sari Lestari. Sehingga PT Bumi Sari Lestari hanya mengirim hingga ke tempat perusahaan tersebut. Dilakukan pemasukan muatan oleh pegawai dan dilakukan pengawasan oleh seorang penanggungjawab pengiriman, seorang driver dan pegawai akan mengantar barang yang tersebut hingga ke forwarder dan diberikan delivery note. II-5

6 Gambar 2.6 Pengiriman sayur 2.2 Tinjauan Teori Pada subbab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Antara lain rantai pasok, traceability, SCOR (Supply chain Operation Reference), Radio Frequency Identification (RFID), tanaman buncis, dan penelitian terkini Rantai Pasok Rantai pasok merupakan cara-cara yang dilakukan oleh perusahaan yang terintegrasi untuk menambah atau meningkatkan efesiensi melalui mata rantai supplier yang terkait, mulai dari supplier awal hingga customer akhir. Cara perusahaan tersebut dilakukan dengan meningkatkan komunikasi dan kerjasama dalam setiap kaitan rantai perusahaan, yang terlibat dalam pembuatan produk (Kosasih, 2009). Sedangkan menurut Nahmias (2005), sebuah rantai pasokan adalah seluruh jaringan yang terkait pada aktivitas dari sebuah proses yang mengaitkan pemasok, pabrik, gudang, toko, dan pelanggan. Menurut Pujawan (2005) rantai pasok merupakan jaringan perusahaanperusahaan yang bersama-sama bekerja sama untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Yang termasuk perusahaan-perusahaan tersebut antara lain supplier, pabrik, distributor, toko atau retailer, serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. Pada rantai pasok biasanya terdapat tiga macam aliran yang harus dikelola. Aliran pertama yaitu barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream), produk yang selesai diproduksi dikirim ke distributor, lalu ke retailer, kemudian II-6

7 ke pemakai akhir. Aliran kedua yaitu aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Dan aliran ketiga yaitu aliran informasi yang terjadi dari hulu ke hilir maupun sebaliknya. Informasi mengenai ketersediaan kapasitas, status pengiriman, dan informasi yang lainnya terkait tentang aliran barang yang disediakan oleh perusahaan-perusahaan dalam hal ini termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau retailer, serta perusahaan-perusahaan pendukung berguna untuk menciptakan integrasi dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Dalam rantai pasok terjadi komunikasi secara dua arah. Informasi mengenai jumlah permintaan serta kebutuhan dan keinginan konsumen dapat diperoleh melalui konsumen sebagai pengguna produk. Informasi yang telah diperoleh kemudian disampaikan kepada jaringan pemasaran yang dimiliki untuk diteruskan kepada perusahaan. Lalu perusahaan akan melakukan evaluasi untuk menanggapi informasi dari pelanggan. Informasi yang berasal dari konsumen dapat digunakan untuk mengevaluasi supplier bahan baku serta sumber daya yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan konsumen tersebut. Oleh karena itu rantai pasok harus dikelola dengan baik agar berjalan sesuai dengan prosedur. Pelaku rantai pasok mencakup semua bagian diantaranya suppliers, produsen, distributor dan pelanggan, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam memenuhi permintaan pelanggan. Supply chain (rantai pasok) adalah suatu sistem yang dilakukan oleh kelompok-kelompok atau organisasi untuk menyalurkan barang atau jasa yang mereka produksi hingga sampai kepada tangan end customer dengan mempunyai tujuan yang sama yaitu membuat pengadaan dan penyaluran produk tersebut sebaik mungkin (Indrajit, 2002). Sistem tersebut meliputi kegiatan-kegiatan penting, berhubungan dengan supplier, distributor, dan konsumen (Djokopranoto, 2002). Menurut Schroeder dalam Rangkuti (2004) rantai pasok merupakan alur aliran proses bisnis dan informasi mengenai suatu produk atau jasa yang terdapat berbagai informasi yang dibutuhkan dalam menghasilkan produk atau jasa tersebut serta proses yang dilalui produk atau jasa tersebut, mulai dari aktifitas manufaktur hingga distribusi ke customer akhir. Dari pendefinisian tersebut pada penelitian ini pengertian rantai pasok adalah aliran proses bisnis dan informasi II-7

8 yang terdapat dalam masing-masing entitas terhadap area bisnis serta aktifitasnya dari supplier, distributor, pasar, ritel atau toko yang berintegrasi menghantarkan produk ke pengguna akhir Traceability Beberapa organisasi dan peneliti masing-masing memiliki definisi tersendiri mengenai traceability. Diantaranya adalah: a. Sistem manajemen mutu ISO 9000:2000, traceability memiliki definisi kemampuan dalam melacak sejarah, lokasi atau aplikasi yang dapat menjadi pertimbangan yang berhubungan dengan asal bahan dan suku cadang, serta sejarah pengolahan. b. Codex Alimentarius mendefinisikan traceability secara sederhana yaitu kemampuan dalam mengikuti perjalanan pangan pada setiap tahapan produksi, proses, dan distribusi. c. Kamus Webster mendefinisikan traceability adalah kemampuan untuk mengikuti atau studi tentang kedetailan, tahap demi tahap, sejarah mengenai aktivitas atau proses yang pasti d. Kemampuan untuk menelusur asal usul, pemakaian, atau lokasi dari sesuatu dibawah pertimbangan tertentu (International Organization for Standardization, 1994). e. Traceability merupakan kensep hubungan semua produk dan semua jenis dari rantai pasok (Regattieri dkk., 2007). CIES tahun 2005 mengungkapkan sistem traceability memiliki beberapa tujuan antara lain : 1. Keamanan pangan Dalam hal ini traceability berperan dalam keamanan pangan untuk mencegah insiden makanan berbahaya yang terjadi. Dengan adanya traceability proses penelusuran produk ke sumber bahaya lebih efisien dan sederhana bila setiap entitas atau mitra dalam rantai produk memiliki catatan yang terorganisir sehingga dapat mengidentifikasi produk yang berpotensi berbahaya, mencegah atau meminimalkan bahaya untuk konsumen, serta menghindari opini negatif II-8

9 publik pada produk tertentu yang dapat membuat penurunan penjualan pada produk lainnya. 2. Membantu industri dalam penjaminan mutu dan pemantauan proses Sistem traceability merupakan sistem yang dapat terintegrasi dengan sistem yang lain seperti RFID serta berkaitan dengan kualitas dan juga sistem manajemen produksi. Pada sistem lain dalam traceability akan berorientasi pada proses serta produk yang bersifat proaktif dan reaktif, kualitas dan sistem manajemen produksi berguna dalam memantau produk sebagai tindakan korektif dalam memastikan produk aman dan sesuai standar sementara traceability akan bereaksi dengan mengingat ketidakamanan produk dan produk yang keluar dari standar pasar. 3. Meningkatkan produksi Informasi yang terdapat dalam rantai traceability memungkinkan untuk membangun historis pada suatu daerah mengenai produksi, pengolahan, penyimpanan, transportasi, dan membuat feedback untuk meningkatkan kualitas dari produk, hasil, kondisi, dan pengiriman, sehingga keamanan dan kualitas pangan bagi konsumen terjamin. Dari informasi traceability yang didapat oleh produsen akan membantu produsen dalam membuat keputusan yang bertujuan untuk meningkatkan produksi. Pada prakteknya ada beberapa jenis sistem traceability antara lain : 1. Paper-base Traceability Systems Sistem berbasis kertas ini adalah bentuk paling sederhana dari pencatatan informasi sistem ketertelusuran. Sistem kertas bergantung pada pengguna untuk merumuskan template pencatatan yang efektif sehingga dapat digunakan untuk merekam parameter penting terkait dengan produk. Sistem kertas dapat menjadi pilihan paling mudah, namun sebenarnya mahal untuk operasional kecil karena operator harus mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan untuk mencatat, memelihara catatan kertas, dan kemampuan untuk mencari referensi melalui catatan jika masalah terjadi. Selain itu semua informasi yang dicatat dalam paper-base traceability mempunyai kekurangan yaitu memperlambat analisis informasi, informasi II-9

10 terputus-putus, tidak dapat di akses secara bersamaan, sehingga secara tidak langsung akan menambah biaya dan waktu yang diperlukan. Kelebihan : a. Biaya rendah. b. Praktis. c. Tahan lama jika diarsipkan dalam kondisi yang baik. d. Dokumen ditandatangani, sebagai dasar hukum representasi. Kelemahan : a. Pengambilan dokumen dapat memakan waktu. b. Jumlah dokumen untuk diarsipkan bisa sangat banyak. c. Kertas rentan terhadap kelembaban, api dll. d. Pertukaran informasi hanya pada waktu-waktu lokasi tertentu. e. Kertas dapat dengan mudah disalin atau dipalsukan. f. Sekali hilang, informasi tidak dapat dengan mudah direkonstruksi. g. Susah dan tidak praktis untuk dianalisis. 2. Computer-base Systems Informasi yang dapat direkam di atas kertas dapat ditangkap pada sistem teknologi informasi. Sistem informasi memiliki keuntungan tambahan untuk dapat menghubungkan dan mengolah data sebagai bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan. Kelebihan : a. Informasi dapat dikorelasikan untuk mengidentifikasi dengan cepat dan efisien. b. Ketertelusuran interlinking informasi dengan penjualan / produksi / account dll c. Interlinking perangkat lunak dengan mitra eksternal (pemasok / pelanggan) Kekurangan : a. Biaya lebih mahal. b. Terkadang sistem tidak dapat disinkronkan dengan sistem lain atau perangkat lunak lain. II-10

11 3. Bar Coding Systems Bar coding adalah teknologi yang relatif matang dan telah digunakan secara ekstensif dibeberapa sektor perindustrian. Pada dasarnya barcode menggunakan kode numerik atau alfanumerik sebagai sarana identifikasi. Kode ini diterapkan pada label dan dibaca dengan pembaca kontak. Tujuan utama dari barcode adalah untuk mengidentifikasi item dan menghilangkan atau mengurangi kesalahan manusia dengan menyediakan pendekatan elektronik antarmuka dengan sistem komputer perusahaan. 4. RFID Systems Radio frequency identification (RFId) adalah versi elektronik dari teknologi barcode, tidak perlu seorang individu berhadapan langsung karena informasi dilewatkan melalui gelombang radio. Penerapan teknologi barcode dalam teknologi rantai pasokan secara luas diterapkan di seluruh entitas rantai. Informasi tentang barcode harus melewati dari satu tahap ke tahap lainnya di seluruh rantai. Pada kenyataannya bahwa RFId hanya mengurangi risiko kesalahan manusia, barcoding memberikan mekanisme yang sangat baik di semua sektor untuk melacak gerakan dari rantai pasokan. Keuntungan : a. Standar untuk kode produk (EAN / UCC) sudah matang. b. Banyak digunakan dan biayanya efektif. c. Digunakan untuk melacak batch. d. Digunakan untuk paket-paket individual. e. Dapat merekam tanggal kadaluwarsa. Kekurangan : a. Pembacaan tag terkadang harus didekatkan secara langsung. Berdasar pendefinisian serta tujuan dari traceability yang ada pada penelitian ini, traceability didefinisikan sebagai kemampuan dalam menelusur alur rantai pasok suatu produk untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk penjaminan mutu serta kualitas suatu produk. II-11

12 Manfaat Traceability Dalam kaitannya dengan rantai pasok makanan, beberapa peneliti menyebutkan bahwa traceability sangat potensial dalam mengurangi risiko dan biaya yang berhubungan dengan penanganan penyakit pada makanan serta menghilangkan bahaya pada keamanan makanan. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa terdapat banyak manfaat pada traceability yaitu mengurangi biaya pengobatan (Hobbs dkk., 2005); mengurangi biaya kehilangan produktivitas tenaga kerja (Kelepouris dkk., 2007; Lee dan Ozer, 2007),; mengurangi waktu pemanggilan ulang (recall) (Hobbs dkk., 2005; Banterle and Stranieri, 2008); dan menjamin konsistensi keamanan makanan (Pettitt, 2001; Meuwissen dkk., 2003; Beulens dkk., 2005; Schwägele, 2005). Fungsi lain dari traceability adalah keakurasian informasi produk kepada konsumen dan memungkinkan konsumen dalam mendapatkan informasi yang relevan pada keamanan dan kualitas makanan, konsumen akan bersedia membayar dengan harga tinggi untuk produk yang terjamin sesuai dengan yang diinginkan (Hobbs dkk., 2005; Loureiro and Umberger, 2007; Summer and Pouliot, 2008; Chryssochoidis dkk., 2009) Prinsip Treceability Dalam penggunaan konsep traceability ini, maka beberapa prinsip yang harus diperhatikan adalah: 1. Perusahaan harus menentukan mengenai apa yang perlu untuk dilakukan pelacakan. Barang yang dapat dilacak diantaranya: - Produk atau barang dagang (misal kardus, barang yang dibutuhkan konsumen) - Unit logistik (misal wadah untuk mengirim barang) - Pengiriman atau perpindahan produk atau barang dagang 2. Semua barang yang akan dilacak harus diidentifikasi dengan unik dan informasinya diberikan kepada seluruh rekan rantai pasuk yang memiliki pengaruh. 3. Ketika produk disusun kembali/ dilakukan pengemasan ulang, produk baru harus menggunakan tanda identifikasi baru (GTIN). Meski demikian hubungan antara produk baru dengan input asal tetap terkoneksi. II-12

13 4. Ketika unit logistik disusun kembali/ dilakukan pengemasan ulang, unit logistik baru harus menggunakan tanda identifikasi baru (SSCC). Meski demikian hubungan antara unit logistik baru dengan input asal tetap terkoneksi. 5. Semua rantai pasok harus secara sistematis terhubung antara aliran produk dengan aliran informasi mengenai produk-produk tersebut. Nomor identifikasi dari produk yang dilacak harus dikomunikasikan pada dokumen perusahaan terkait. 6. Masing-masing dari Partner Traceability (berupa perusahaan) harus bisa mengidentifikasi sumber langsung (supplier) dan penerima langsung (konsumen) dari produk yang dilacak. 7. Seluruh bagian rantai pasok membutuhkan internal dan eksternal traceability. (Pelaksanaan dari internal traceability harus memastikan bahwa hubungan antara input dan output penting untuk dijaga). 8. Semua aset (kekayaan perusahaan) yang memerlukan pelacakan harus bisa diidentifikasi secara baik. 9. Palabelan yang menunjukkan nomor identifikasi suatu barang harus berada di kemasan sampai barang tersebut dikonsumsi atau rusak oleh partner dagang berikutnya. Prinsip ini diaplikasikan selama barang tersebut adalah bagian dari kemasan yang sangat besar SCOR (Supply Chain Operation Reference) SCOR (Supply Chain Operation Reference) merupakan kerangka pengukuran kinerja supply chain yang dikembangkan dan dikenalkan oleh Supply Chain Council (SCC). Pendekatan ini dikembangkan dan juga digunakan untuk mendefinisikan proses manajemen serta mengukur kinerja dari supply chain. SCOR merupakan suatu cara yang dapat digunakan perusahaan untuk mengkomunikasikan sebuah kerangka yang menjelaskan mengenai rantai pasok secara detail, mendefinisikan dan mengategorikam proses-proses yang membangun metrik-metrik atau indikator pengukuran yang diperlukan dalam pengukuran kinerja rantai pasok. II-13

14 Pengembangan sistem pengukuran kinerja rantai pasok perlu mempertimbangkan karakter-karakter khusus dari rantai pasok yang akan diukur (Aramyam dkk, 2006). Umumnya rantai pasok pertanian terdiri dari dua jenis, yaitu rantai pasok produk pertanian segar dan rantai pasok produk olahan pertanian. Dalam penelitian ini jenis rantai pasok yang digunakan adalah rantai pasok produk pertanian segar, dimana untuk jenis tersebut memperhatikan beberapa aspek khusus, yaitu mudah rusak dan perubahan tingkat mutu produk sepanjang rantai pasok, waktu produksi/budidaya yang lama, produk musiman, membutuhkan moda transportasi dan fasilitas penyimpanan yang terkondisi, kuantitas dan mutu produk sangat dipengaruhi oleh banyak peubah seperti cuaca, hama/penyakit, bulky, sensitif dengan isu-isu lingkungan, ditentukan oleh atribut fisik produk seperti rasa, warna, ukuran, tekstur, dan lainnya, lalu faktor kenyamanan saat dikonsumsi/dimakan, keamanan produk, dan persepsi mutu (Aramyam, dkk, 2006). Gambar 2.7 Gambar integrasi komponen SCOR Pada sudut pandang performance measurement, kerangka tersebut mencakup semua aspek dari kumpulan performance measure, measure dependencies sampai pendekatan evaluasi. Sudut pandang performance improvement, kerangka tersebut membentang di seluruh siklus performance II-14

15 improvement untuk supply chain termasuk didalamnya langkah-langkah pemodelan, pengukuran, analisis dan improvement. Penjelasan mengenai langkah-langkah tersebut dijelaskan dibawah ini a. Membangun Model Kinerja Pada tahap ini model dari kinerja dibuat. Model kinerja ini terdiri dari tiga aspek yakni desain dari pengukuran kinerja (didalamnya terdapat sebuah pengukuran terstruktur yang seimbang, definisi dari ukuran dan perhitungan pengukuran serta pendekatan pengumpulan data), measure dependencies memetakan hubungan anatara ukuran-ukuran kinerja yang merupakan dasar dari analisa selanjutnya dan evaluation method. b. Mengukur Kinerja Supply chain Proses pengukuran kinerja didalamnya terdiri dari perhitungan ukuran dan evaluasi kinerja. Ukuran-ukuran dapat dihitung berdasarkan definisi definisi proses dan data sebenarnya yang diambil dari supply chain. Evaluasi kinerja adalah sebuah proses pemberian bobot pada berbagai macam ukuran kinerja untuk mempresentasikan tingkat kepentingan dari setiap dimensi yang diukur. c. Analisa Kinerja Pada tahap ini akan menghasilkan beberapa pendekatan analisis kinerja untuk pengambilan keputusan dan perbaikan yakni gap analysis, prioritas ukuran dan analisis sebab akibat. d. Improvement Berdasarkan pengukuran dan analisis kinerja, improvement disini dapat dibagi menjadi dua subdivisi utama. Pertama, dengan menganalisa tingkat kepentingan dan hubungan antara ukuran-ukuran kinerja. Kedua dengan gap analysis dan process reengineering, dapat meningkatkan kinerja dari supply chain yang sesungguhnya. Proses dalam SCOR terdiri dari tiga level yaitu : Level 1 merupakan top level yang terdiri dari lima proses manajemen utama supply chain yang menkarakteristikan kinerja dalam perspektif customer dan perspektif internal. Adapun lima proses manajemen tersebut yaitu : II-15

16 a. Plan : proses dalam menyeimbangkan permintaan dan pasokan, yang termasuk dalam proses ini seperti proses menaksir kebutuhan distribusi, perencanaan produksi, perencanaan kapasitas, dan perencanaan serta pengendalian persediaan. b. Source merupakan proses dalam pengadaan barang atau jasa untuk memenuhi permintaan, proses ini mencakup penjadwalan pengiriman dari supplier, menerima, mengecek, dan memberikan pembayaran untuk barang yang dikirim supplier, memilih supplier, dan lain sebagainya. c. Make merupakan proses dalam menjadikan bahan baku menjadi produk yang diinginkan pelanggan, dalam make proses yang terlibat seperti penjadwalan produksi, melakukan kegiatan produksi serta pengetesan kualitas, dan lain sebagainya. d. Delivery yaitu proses untuk memenuhi permintaan terhadap barang maupun jasa yang biasanya meliputi order management, transportasi, dan distribusi. Proses yang telibat seperti menangani pesanaan pelanggan, pemilihan perusahaan jada pengiriman, penanganan kegiatan pergudangan produk, dan mengirim tagihan ke pelanggan. e. Return merupakan proses pengembalian atau menerima pengembalian produk karena berbagai alasan, proses yang dilakukan seperti identifikasi kondisi produk, pengembalian cacat, penjadwalan pengembalian, melakukan pengembalian dan lainnya. Level 2 merupakan level yang digunakan untuk konfigurasi dan sangat berhubungan dengan pengkategorian proses. Pada level 2 ini dilakukan pendefinisian kategori kategori terhadap setiap proses pada level 1. Pada level ini, proses di susun sejalan dengan strategi supply chain. Tujuan yang hendak dicapai pada level 2 ini adalah menyederhanakan supply chain dan meningkatkan flexibility dari keseluruhan supply chain. Pada level 2 ini, kendala market, kendala produk, dan kendala perusahaan digunakan untuk menyusun proses inter dan intra- perusahaan. Di level 2 ini setiap proses inti dari SCOR ditampilkan lebih II-16

17 rinci dari tiga tipe proses SCOR, yaitu planning (perencanaan), excecution (pelaksanaan) dan enable (pengaturan antara perencanaan dan pelaksanaan). Level 3 adalah level elemen proses yang merupakan level terbawah dari SCOR model. Pada level ini, perusahaan harus mendefinisikan secara detail proses-proses yang teridentifikasi begitu juga dengan ukuran kinerja dan juga best practice pada setiap aktivitas. Level kinerja dan practices didefinisikan untuk proses-proses elemen ini. Dalam level ini, benchmarking dan atribut atribut yang diperlukan juga dibutuhkan untuk enabling software. Pada level 3 ini akan terbentuk konfigurasi As-Is-Process yang disertai input (masukan), output (keluaran) dan basic logic flow dari elemen-elemen proses. Sedangkan level 4 merupakan implementasi dari supply chain yang bukan termasuk level proses. Pada level implementasi, yakni level yang berada dibawah level 3, elemen proses diuraikan kedalam task dan aktivitas lanjutan. Level implementasi ini tidak mencakup dalam lingkup SCOR model. Pada level ini digambarkan secara detail tugas-tugas didalam setiap aktivitas yang dibutuhkan pada level 3 untuk mengimplementasikan dan mengelola supply chain berbasis harian. Pendekatan SCOR (Supply chain Operation Reference) memiliki keuntungan dalam penggunaannya. Adapun keuntungannya yaitu dapat memperlihatkan hubungan antara tujuan umum dari perusahaan berupa taktik dan strategi dengan operasi supply chain secara keseluruhan serta SCOR (Supply chain Operation Reference) model ini dapat membantu dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memonitoring performa dari sistem supply chain yang ada Tanaman Buncis Tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.) berasal dari wilayah selatan Meksiko dan wilayah panas Guatemala. Pada kondisi liar, buncis ditemukan di dataran rendah hingga dataran tinggi, dan di lingkungan kering hingga lembab (Duke, 1981). Buncis berdaging kurang dapat beradaptasi terhadap iklim dibandingkan tipe biji kering. Buncis merupakan sumber protein, vitamin dan mineral yang penting dan mengandung zat-zat lain yang berkhasiat untuk obat dalam berbagai macam penyakit. Gum dan pektin yang terkandung dapat II-17

18 menurunkan kadar gula darah, sedangkan lignin berkhasiat untuk mencegah kanker usus besar dan kanker payudara. Serat kasar dalam polong buncis sangat berguna untuk melancarkan pencernaan sehingga dapat mengeluarkan zat-zat racun dari tubuh (Cahyono, 2007). Zat-zat gizi yang terdapat di dalam buncis dalam 100 g bahan yang dapat dimakan dapat dilihat pada Tabel Tabel 2.1 Kandungan nilai gizi dan kalori kacang buncis per 100 g bahan Tanaman buncis berbentuk semak atau perdu. Tinggi tanaman buncis tipe tegak berkisar antara cm sedangkan tipe merambat dapat mencapai 2 m. Kacang buncis dan kacang jogo mempunyai nama ilmiah yang sama yaitu Phaseolus vulgaris L. Perbedaannya pada tipe pertumbuhan dan kebiasaan panennya. Kacang buncis tumbuh merambat (pole beans) dan dipanen polong mudanya, sedangkan kacang jogo/kacang merah merupakan kacang buncis jenis tegak atau tidak merambat, yang umumnya dipanen polong tua atau bijinya saja, sehingga disebut bush bean. Nama umum kacang buncis adalah Snap beans atau French beans (Rukman, 1998). Berdasarkan kegunaannya, buncis terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu: 1. Buncis Perancis: bagian yang dikonsumsi ialah polong berdaging yang berwarna hijau, kuning, atau ungu yang mengandung biji yang belum berkembang. Polong tidak mempunyai mempunyai urat samping atau lapisan lir-kertas. 2. Buncis filet haricot: polong mengandung urat samping (string), tetapi polong muda berdaging yang dikonsumsi. II-18

19 3. Buncis haricot: biji segar adalah bagian yang dimakan, sedangkan polong mengandung urat samping dan serat umumnya tidak dikonsumsi. 4. Buncis bijian kering: biji kupasan kering adalah bagian yang dikonsumsi, sedangkan polong mempunyai urat samping, serat, lapisan lir kerts, dan tidak dimakan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) pada tahun 1999 telah melepas 3 varietas buncis dengan tipe pertumbuhan merambat yaitu varietas Horti 1, Horti 2, dan Horti 3; dan pada tahun 2011 telah melepas 3 varietas buncis dengan tipe pertumbuhan tegak yaitu varietas Balitsa 1, Balitsa 2, dan Balitsa 3. Berikut ini adalah deskripsi 6 varietas buncis yang telah dilepas Balitsa: 1. Horti 1 Varietas ini merupakan introduksi kultivar WITSA dari Taiwan dengan nomor galur BPH-1801BR. Tanaman mulai berbunga pada umur hari setelah tanam (HST) dan mulai dapat dipanen pada umur HST. Polong muda berwarna hijau, bentuknya bulat masif (tidak berongga), ujung agak melengkung dan bekas tangkai putik lurus, rasanya manis (4,3 brix), panjang cm, lebar 0,9 cm, dan berserat halus (stringless) serta bobot per polong 9,5-10 gram. Potensi hasilnya setelah 2 minggu sejak bunga mekar sebesar 25,3 ton/ha, dan setelah 4 minggu sejak bunga mekar sebesar 48,2 ton/ha. Varietas ini rentan terhadap penyakit karat daun dan antraknos. Horti 1 cocok ditanam di dataran tinggi dan medium pada musim kemarau. Gambar 2.9 Gambar varietas sayur buncis horti 1 2. Horti 2 Varietas ini merupakan hasil seleksi dari keturunan yang berasal dari persilangan antara buncis rambat lokal Surakarta dan buncis rambat Manoa II-19

20 Wonder asal Hawaii. Tanaman mulai berbunga pada umur hari setelah tanam (HST) dan mulai dapat dipanen pada umur HST. Polong muda berwarna hijau, bentuk bulat masif (tidak berongga), dan relatif lurus, rasanya manis (4,0 brix), panjang 15,3-17,0 cm, lebar 0,9 cm, berserat halus (stringless) serta bobot per polong 9,4-10 gram. Potensi hasil setelah 2 minggu sejak bunga mekar sebesar 12,6 ton/ha dan setelah 4 minggu sejak bunga mekarsebesar 37,7 ton/ha. Varietas ini tahan terhadap penyakit karat daun serta sesuai ditanam di dataran tinggi dan medium pada musim kemarau. Gambar 2.10 Gambar varietas sayur buncis horti 2 3. Horti 3 Varietas ini merupakan hasil seleksi dari keturunan yang berasal dari persilangan antara buncis rambat lokal Surakarta dan buncis rambat Manoa Wonder asal Hawaii. Tanaman mulai berbunga pada umur hari setelah tanam (HST) dan mulai dapat dipanen pada umur HST. Polong muda berwarna hijau, bentuk agak bulat masif (tidak berongga), agak melengkung pada ujung seperti pancing, rasanya manis (4,3 brix),panjang 15,5-17,25 cm, lebar 0,9 cm dan berserat halus (stringless) serta bobot per polong 8,6-9 gram. Potensi hasil setelah 2 minggu sejak bunga mekar sebesar 15,7 ton/ha dan setelah 4 minggu sejak bunga mekar sebesar 36,1 ton/ha. Varietas ini tahan terhadap penyakit karat daun dan sesuai ditanam di dataran tinggi dan medium pada musim kemarau. II-20

21 Gambar 2.11 Gambar varietas sayur buncis horti 3 4. Balitsa 1 Varietas ini merupakan introduksi dari Belanda. Tanaman mulai berbunga pada umur hari setelah tanam (HST) dan mulai dapat dipanen pada umur HST. Polong muda berwarna hijau muda, bentuknya lurus, rasanya agak manis, panjang cm, lebar 0,7-0,8 cm dan tekstur halus serta bobot per polong gram. Jumlah polong per tanaman buah dengan bobot gram. Dari populasi tanaman per hektar dan kebutuhan benih kg/ha dapat dihasilkan polong 18,4-19,0 ton. Keunggulan varietas ini ialah berbunga serempak dan berumur genjah serta dapat beradaptasi dengan baik di dataran medium pada ketinggian m dpl. Gambar 2.12 Gambar varietas sayur buncis balista 1 5. Balitsa 2 Varietas ini merupakan introduksi dari Perancis. Tanaman mulai berbunga pada umur hari setelah tanam (HST) dan mulai dapat dipanen pada umur HST. Polong muda berwarna hijau muda, bentuknya lurus, rasanya agak manis, panjang cm, lebar 0,6-0,7 cm dan tekstur halus serta bobot per polong 8-10 gram. Jumlah polong per tanaman buah dengan bobot gram. Dari populasi tanaman per hektar II-21

22 dan kebututuhan benih kg/ha dapat dihasilkan polong 20,0-23,8 ton. Keunggulan varietas ini ialah produksi tinggi, berbunga serempak dan berumur genjah serta dapat beradaptasi dengan baik di dataran medium pada ketinggian m dpl. Gambar 2.13 Gambar varietas sayur buncis balista 2 6. Balitsa 3 Varietas ini merupakan introduksi dari Amerika. Tanaman mulai berbunga pada umur hari setelah tanam (HST) dan mulai dapat dipanen pada umur HST. Polong muda berwarna hijau tua, bentuk agak melengkung, rasanya agak manis, panjang 14-15cm, lebar 0,9-1,0 cm dan tekstur halus serta bobot per polong 5-7 gram. Jumlah polong per tanaman buah dengan bobot gram. Dari populasi tanaman per hektar dan kebututuhan benih kg/ha dapat dihasilkan polong ton. Keunggulan varietas ini ialah produksi tinggi, dan dapat beradaptasi dengan baik di dataran medium pada ketinggian m dpl. Gambar 2.14 Gambar varietas sayur buncis balista 3 II-22

23 2.3 Penelitian Terkini Penelitian terkini berikut menjadi referensi dalam pelaksanaan penelitian traceability menggunakan pendekatan SCOR pada perusahaan manufaktur. Berikut tabel penelitain terkini. Tabel 2.2 PenelitianTerkini No Nama Judul dan Penelitian Hasil Penelitian 1 2 TRACEABILITY SYSTEM OF FISH PRODUCTS - LEGISLATION TO IMPLEMENTATION IN SELECTED COUNTRIES. Nguyen Quynh Van, Sveinn V. Árnason, Halldór Ó. Zoega PEMETAAN AKTIVITAS RANTAI PASOK DALAM MEMBANGUN SISTEM TRACEABILITY PADA INDUSTRI SARI APEL. Dwi Iryaning Handayani dan Iwan Vanany Peraturan-peraturan yang terkait traceability dunia internasional yang di kombinasikan untuk diterapkan pada Icelandia Pemetaan aktivitas rantai pasok sesuai dengan area proses bisnisnya. 3 Desain Model Sistem Ketertelusuran Buah-Buahan di Tingkat Petani Menggunakan Teknologi RFID. Yusuf Priyandari, Yuniaristanto, dan Evizal Penggambaran lebih detail bagaimana ketertelusuran buah-buahan dilakukan menggunakan teknologi RFID 4 Fruit Supply Chain Traceability in Indonesia Based on RFID Technology and GS1 Standard. Y. Priyandari, Yuniaristanto, W. Sutopo, R. Zakaria, E. A. Kadir Desain rantai pasok buah dengan teknologi RFID di Indonesia 5 Food Traceability in Supply Chain Based on EPCIS Standard and RFID Technology. Evizal Abdul Kadir, Siti Mariyam Shamsuddin, Eko Supriyanto,Wahyudi Sutopo, and Sri Listia Rosa Dapat menelusur dan melacak informasi produk yang dibuyuhkan oleh perusahaan. 6 7 Buyer supplier relationship s influence on traceability implementation in the vegetable industry. Luis Arturo Ra bade, Jose Antonio Alfaro Traceability as a strategic tool to improve inventory management: A case study in the food industry. Jose A.Alfaro, LuisA.Ra bade Menghasilkan desain traceability sayuran yang dibangun berdasarkan literatur dan penelitian tersebut. Menunjukkan mengapa sistem ketelusuran diperlukan dan bagaimana cara mengimplementasikannya Berdasakan penelitian yang telah disajikan diatas maka penelitian kali ini menekankan ke traceability rantai pasok ekspor sayur melalui udara pada PT Bumi Sari Lestari dengan studi kasus french beans yang menggunakan pendekatan SCOR dan penerapan teknologi RFID. II-23

VARIETAS-VARIETAS BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) YANG TELAH DILEPAS OLEH BALAI PENELITIAN TANAMAN SAYURAN

VARIETAS-VARIETAS BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) YANG TELAH DILEPAS OLEH BALAI PENELITIAN TANAMAN SAYURAN No. 002, Agustus 2013 (Tanggal diunggah 22 Agustus 2013) Penyunting : Tonny K. Moekasan, Laksminiwati Prabaningrum, Nikardi Gunadi, dan Asih K. Karjadi Redaksi Pelaksana : Abdi Hudayya dan Fauzi Haidar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Perumusan Masalah. Mengidentifikasi Entitas atau Anggota Rantai Pasok

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Perumusan Masalah. Mengidentifikasi Entitas atau Anggota Rantai Pasok BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini berisi mengenai metodologi penelitian. Metodologi penelitian merupakan tahapan-tahapan yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan dalam penelitian. Berikut

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS Analisis SCOR (Supply Chain Operation Reference)

BAB V ANALISIS Analisis SCOR (Supply Chain Operation Reference) BAB V ANALISIS Bab ini berisi tentang analisis yang dilakukan pada pengolahan data yang telah diolah. Pada bab ini berisi mengenai analisis SCOR (Supply Chain Operation Reference) dan analisis desain traceability.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Supply Chain dan Supply Chain Management

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Supply Chain dan Supply Chain Management II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Supply Chain dan Supply Chain Management Menurut Punjawan (2005) definisi dari supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: ANALISIS KETELUSURAN RANTAI PASOK HORTIKULTURA BERORIENTASI EKSPOR DENGAN METODE SCOR (STUDI KASUS)

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: ANALISIS KETELUSURAN RANTAI PASOK HORTIKULTURA BERORIENTASI EKSPOR DENGAN METODE SCOR (STUDI KASUS) ANALISIS KETELUSURAN RANTAI PASOK HORTIKULTURA BERORIENTASI EKSPOR DENGAN METODE SCOR (STUDI KASUS) Albertus S. I. Putra 1*, Yusuf Priandari 2, Yuniaristanto 3 1,2,3 Program Studi Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan hortikultura juga

PENDAHULUAN. dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan hortikultura juga PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hortikultura memegang peran penting dan strategis karena perannya sebagai komponen utama pada pola pangan harapan. Komoditas hortikultura khususnya sayuran dan buah-buahan

Lebih terperinci

PEMETAAN AKTIVITAS RANTAI PASOK DALAM MEMBANGUN SISTEM TRACEABILITY PADA INDUSTRI SARI APEL

PEMETAAN AKTIVITAS RANTAI PASOK DALAM MEMBANGUN SISTEM TRACEABILITY PADA INDUSTRI SARI APEL PEMETAAN AKTIVITAS RANTAI PASOK DALAM MEMBANGUN SISTEM TRACEABILITY PADA INDUSTRI SARI APEL Dwi Iryaning Handayani 1 dan Iwan Vanany 2 1) Program Pasca Sarjana Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. majunya gizi pangan, masyarakat semakin sadar akan pentingnya sayuran sebagai

BAB I PENDAHULUAN. majunya gizi pangan, masyarakat semakin sadar akan pentingnya sayuran sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat. Dengan semakin majunya gizi pangan, masyarakat semakin sadar akan pentingnya sayuran sebagai asupan gizi. Oleh karena

Lebih terperinci

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang

BAB I PENDAHULUAN. Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang mengintegrasikan seluruh proses bisnis pada suatu produk mulai dari hulu hingga ke hilir dengan tujuan menyampaikan

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 KENTANG (Disarikan dari PPPVH 2004) Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura I. UJI ADAPTASI 1. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

Pengukuran Kinerja SCM

Pengukuran Kinerja SCM Pengukuran Kinerja SCM Pertemuan 13-14 Dalam SCM, manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan merupakan salah satu aspek fundamental. Oleh sebab itu diperlukan suatu sistem pengukuran yang mampu

Lebih terperinci

MODEL TRACKING DAN TRACING PADA SISTEM TRACEABILITY RANTAI PASOK MINUMAN SARI APEL

MODEL TRACKING DAN TRACING PADA SISTEM TRACEABILITY RANTAI PASOK MINUMAN SARI APEL MODEL TRACKING DAN TRACING PADA SISTEM TRACEABILITY RANTAI PASOK MINUMAN SARI APEL Dwi Iryaning Handayani Jurusan Teknik Industri Universitas Panca Marga Probolinggo Jalan Yos Sudarso 107 Pabean Dringu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan pendahuluan dari penelitian yang diuraikan menjadi enam sub bab yaitu latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian

Lebih terperinci

A. KERANGKA PEMIKIRAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meskipun perekonomian dan perindustrian nasional kini dihadapkan kepada dampak krisis ekonomi global, namun bisnis ritel di Indonesia tidak terkendala bahkan masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan beberapa hal mengenai penelitian yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi, serta sistematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain bersaing dalam dunia pasar yang semakin memunculkan teknologi informasi yang canggih, perusahaan juga

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 3.1 Riwayat Perusahaan 3.1.1 Sejarah Perusahaan CV.Yakin adalah perusahaan yang berorientasi pada produksi es batangan (balok) dengan kapasitas produksi kurang lebih 800

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Spesies Phaseolus vulgaris L. atau common bean dikenal pula dengan sebutan French bean, kidney bean, haricot bean, salad bean, navy bean, snap bean, string bean, dry bean,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) pada sebuah pabrik

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) pada sebuah pabrik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) pada sebuah pabrik produksi merupakan suatu terobosan rangkaian proses dan aliran produk yang saling terintegrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian. Seperti yang terdapat pada Gambar 1.1, dari 110.804.042

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor XVI Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1. Teori Tentang Distribusi 2.1.1. Pengertian Distribusi Kebanyakan produsen bekerja sama dengan perantara pemasaran untuk menyalurkan produk-produk mereka ke pasar. Mereka membantu

Lebih terperinci

PEMODELAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT MENGGUNAKAN SCORE MODEL UNTUK OBAT DAN ALAT KESEHATAN DI RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

PEMODELAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT MENGGUNAKAN SCORE MODEL UNTUK OBAT DAN ALAT KESEHATAN DI RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG PEMODELAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT MENGGUNAKAN SCORE MODEL UNTUK OBAT DAN ALAT KESEHATAN DI RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG Dadan Teja Nugraha Program Studi Magister Sistem Informasi, Fakultas Pascasarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional. Namun potensi tersebut. dengan pasokan produk kelautan dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional. Namun potensi tersebut. dengan pasokan produk kelautan dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan, dimana memiliki sumber daya perikanan yang besar, baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas. Sektor kelautan dan perikanan

Lebih terperinci

KONSEP SISTEM INFORMASI

KONSEP SISTEM INFORMASI CROSS FUNCTIONAL MANAGEMENTS Materi Bahasan Pertemuan 6 Konsep Dasar CRM Contoh Aliran Informasi CRM Konsep Dasar SCM Contoh Aliran Informasi SCM 1 CRM Customer Relationship Management Konsep Dasar CRM

Lebih terperinci

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN Suhada, ST, MBA MATERI Supply Chain Supply Chain Management ERP MODULES (POSISI SCM, CRM) ERP Modules (Posisi SCM, CRM) SUPPLY CHAIN Sebuah rangkaian atau jaringan perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia akan teknologi semakin besar. Peran teknologi akhir-akhir ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. manusia akan teknologi semakin besar. Peran teknologi akhir-akhir ini sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, kebutuhan manusia akan teknologi semakin besar. Peran teknologi akhir-akhir ini sangat diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #11

Pembahasan Materi #11 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Konsep, Pengelolaan, Kolaborasi SCM Sistem Informasi Terpadu Tahapan Evolusi Pengembangan Aspek Pengembangan 6623 - Taufiqur Rachman 1 Konsep SCM 3 SCM Memperlihatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu produk pertanian Indonesia adalah produk holtikultura. Salah satu produk holtikultura adalah sayur-sayuran. Sayuran merupakan sebutan umum bagi hasil pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 22 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rantai Pasokan Menurut Indrajit dan Pranoto (2002), rantai pasokan adalah suatu tempat sistem organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turut meningkatkan angka permintaan produk peternakan. Daging merupakan

BAB I PENDAHULUAN. turut meningkatkan angka permintaan produk peternakan. Daging merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan yang meningkat pada masyarakat Indonesia diikuti peningkatan kesadaran akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani juga turut meningkatkan angka permintaan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Supply Chain Management Pada saat ini perusahaan-perusahaan tak terkecuali perusahaan agribisnis, dituntut untuk menghasilkan suatu produk

Lebih terperinci

RANGKUMAN SIM Ch. 9 MENCAPAI KEUNGGULAN OPERASIONAL DAN KEINTIMAN PELANGGAN MELALUI APLIKASI PERUSAHAAN

RANGKUMAN SIM Ch. 9 MENCAPAI KEUNGGULAN OPERASIONAL DAN KEINTIMAN PELANGGAN MELALUI APLIKASI PERUSAHAAN RANGKUMAN SIM Ch. 9 MENCAPAI KEUNGGULAN OPERASIONAL DAN KEINTIMAN PELANGGAN MELALUI APLIKASI PERUSAHAAN (Achieving Operational Excellence and Customer Intimacy: Enterprise Applications) Rangkuman ini akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan manajemen untuk memberikan terobosan yang strategis untuk tetap dapat mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komoditas sayuran yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah satu sayuran yang

Lebih terperinci

Bab 9 KONSEP e SUPPLY CHAIN DALAM SISTEM INFORMASI KORPORAT TERPADU

Bab 9 KONSEP e SUPPLY CHAIN DALAM SISTEM INFORMASI KORPORAT TERPADU Bab 9 KONSEP e SUPPLY CHAIN DALAM SISTEM INFORMASI KORPORAT TERPADU Sistem Informasi Korporat Terpadu Konsep manajemen supply chain memperlihatkan adanya proses ketergantungan antara berbagai perusahaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi

I. PENDAHULUAN. struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus menciptakan berbagai inovasi-inovasi baru untuk tetap dapat unggul dan

BAB I PENDAHULUAN. terus menciptakan berbagai inovasi-inovasi baru untuk tetap dapat unggul dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dunia bisnis sekarang ini terus bersaing untuk menciptakan berbagai kebutuhan pelanggan (customer) yang semakin tinggi, dan semakin cerdas dalam memilih kebutuhannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memaksa kinerja rantai pasok harus ditingkatkan. Terutama untuk

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memaksa kinerja rantai pasok harus ditingkatkan. Terutama untuk BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Persaingan perdagangan yang sangat ketat di era globalisasi mengharuskan siklus perdagangan berlangsung cepat dengan kualitas yang tetap terjaga sehingga memaksa kinerja

Lebih terperinci

: Yan Ardiansyah NIM : STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

: Yan Ardiansyah NIM : STMIK AMIKOM YOGYAKARTA KARYA ILMIAH E-BUSSINESS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT disusun oleh : Nama : Yan Ardiansyah NIM : 08.11.2024 Kelas : S1TI-6C JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA JENJANG STRATA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ.

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ http://adamjulian.web.unej.ac.id/ A. Supply Chain Proses distribusi produk Tujuan untuk menciptakan produk yang tepat harga, tepat kuantitas, tepat kualitas, tepat

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM TRACEABILITY DALAM PENANGANAN DAN PENGOLAHAN KOMODITAS PRODUK PERIKANAN INDONESIA UNTUK EKSPOR

KAJIAN SISTEM TRACEABILITY DALAM PENANGANAN DAN PENGOLAHAN KOMODITAS PRODUK PERIKANAN INDONESIA UNTUK EKSPOR KAJIAN SISTEM TRACEABILITY DALAM PENANGANAN DAN PENGOLAHAN KOMODITAS PRODUK PERIKANAN INDONESIA UNTUK EKSPOR Tim Penyusun : Annisa Galuh D (13494) Kusumo Prasetyo A (13495) Nadia Aulia Putri (13496) Puji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari kegiatan pemasokan bahan baku sampai dengan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari kegiatan pemasokan bahan baku sampai dengan melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Supply chain mempunyai peranan penting dalam aktivitas perusahaan mulai dari kegiatan pemasokan bahan baku sampai dengan melakukan pengiriman hasil produksi kepada konsumen.

Lebih terperinci

PENGELOLAAN RANTAI PASOK SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) HORTIKULTURA

PENGELOLAAN RANTAI PASOK SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) HORTIKULTURA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) HORTIKULTURA Prof.Ir. Sumeru Ashari, M.Agr.Sc, PhD FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Surabaya, 13-14 Nopember 2007 PENGERTIAN 1. SC: adalah sebuah sistem yang

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran Internet

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem SCM. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber : [18 Februari 2009]

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber :  [18 Februari 2009] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumber daya manusia suatu bangsa termasuk Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar (228.523.300

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, batasan masalah dalam penelitian dan sistematika penulisan pada penelitian ini.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 21 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Tingginya persaingan bisnis di berbagai bidang industri, telah meningkatkan daya saing perusahaan menjadi penting dalam hal efektifitas dan

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu lebih baik, dan lebih cepat untuk memperolehnya (cheaper, better and

BAB I PENDAHULUAN. mutu lebih baik, dan lebih cepat untuk memperolehnya (cheaper, better and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi ini, distribusi dan logistik telah memainkan peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan perdagangan dunia. Terlebih lagi persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu produk pertanian yang memiliki potensi cukup tinggi untuk ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. Komoditas hortikultura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia maka semakin meningkat pula kebutuhan bahan makanan, termasuk bahan makanan yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam merupakan komoditas pangan yang paling diminati saat ini. Ayam dianggap lebih murah dari daging sapi serta memiliki kandungan lemak lebih rendah sehingga cocok

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I. Pengelolaan Rantai Pasokan

Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I. Pengelolaan Rantai Pasokan Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I Pengelolaan Rantai Pasokan 1 Rantai Pasok(Supply Chain) Suatu konsep atau mekanisme untuk meningkatkan produktivitas total perusahaan dalam rantai suplai melalui optimalisasi

Lebih terperinci

Informasi harus memeiliki karakteristik seperti di bawah ini agar berguna dalam mengambil keputusan pada rantai pasok :

Informasi harus memeiliki karakteristik seperti di bawah ini agar berguna dalam mengambil keputusan pada rantai pasok : 16.1 PERAN IT DALAM RANTAI PASOK Teknologi informasi adalah poros dan kunci sukses dalam supply chain karena teknologi informasi dapat menciptakan integrasi dan koordinasi pada ranrai pasok. Informasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Setiap perusahaan, baik itu perusahaan jasa ataupun perusahaan manufaktur, selalu memerlukan persediaan. Tanpa adanya persediaan, pengusaha akan dihadapkan pada resiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini sektor industri terus berkembang,sehingga segala aspek yang terdapat pada sebuah industri sangat menentukan keberhasilan dan kemajuan industri tersebut.

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN MODEL

BAB IV PERANCANGAN MODEL BAB IV PERANCANGAN MODEL Perancangan model supply demand komoditas pertanian di Indonesia akan menggunakan hasil dari analisis yang dilakukan di bab sebelumnya. IV.1 Metode Perancangan Model Dari hasil

Lebih terperinci

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. 2. Penerapan budidaya pertanian yang baik / Good Agriculture Practices

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT SUPPLY CHAIN MANAGEMENT Disusun Oleh: Puput Resno Aji Nugroho (09.11.2819) 09-S1TI-04 PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER (STMIK) AMIKOM YOGYAKARTA Jalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rantai pasok merupakan sekumpulan entitas baik berupa organisasi maupun individual yang secara langsung dan bersama-sama terlibat dalam aliran mulai hulu sampai hilir

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK. maka para pengusaha AMDK berusaha mengemas tempat untuk air agar konsumen

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK. maka para pengusaha AMDK berusaha mengemas tempat untuk air agar konsumen BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK 2.1 Air Minum dalam Kemasan Ketika perkembangan zaman semakin menuntut segalanya harus lebih praktis, maka para pengusaha AMDK berusaha mengemas tempat untuk air agar konsumen

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI PENELITIAN Produksi bunga krisan yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun memberikan kontribusi yang positif kepada petani dalam peningkatan kesejahteraan mereka.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kepuasan pelanggan ditentukan oleh bagaimana perusahaan dapat memenuhi tuntutan dalam hal pemenuhan kualitas yang diinginkan, kecepatan merespon permintaan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu tanaman

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu tanaman 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang memiliki potensi bagus untuk dikembangkan setelah kedelai dan

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO ISSN: ANALISIS PERFORMANSI RANTAI PASOK DENGAN MODEL SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE DI PD.

Seminar Nasional IENACO ISSN: ANALISIS PERFORMANSI RANTAI PASOK DENGAN MODEL SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE DI PD. ANALISIS PERFORMANSI RANTAI PASOK DENGAN MODEL SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE DI PD. RIKI FAMILY I.Made Aryantha Anthara Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK Tita Talitha 1 1 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Dian Nuswantoro Jalan Nakula I No. 5-11 Semarang Email : tita@dosen.dinus.ac.id

Lebih terperinci

MANAJEMEN OPERASIONAL. BAB VI Supply Chain

MANAJEMEN OPERASIONAL. BAB VI Supply Chain MANAJEMEN OPERASIONAL BAB VI Supply Chain Pengertian Supply Chain Supply chain adalah jaringan perusahaan yang bekerja sama untuk menciptakan dan mengantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN. 4.1 Proses Bisnis Pengadaan Barang

BAB IV PERANCANGAN. 4.1 Proses Bisnis Pengadaan Barang BAB IV PERANCANGAN Pada tahap perancangan ini akan dilakukan perancangan proses pengadaan barang yang sesuai dengan proses bisnis rumah sakit umum dan perancangan aplikasi yang dapat membantu proses pengadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari 3 kebutuhan pokok yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, kebutuhan pokok tersebut

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr. wb.,

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr. wb., KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr. wb., Pemikiran sistem dapat dipandang sebagai dorongan terhadap kepiawaian ilmu pengetahuan dalam menghadapi permasalahan yang kompleks dan dinamis yang terjadi pada

Lebih terperinci

Materi 7 Mencapai Keunggulan Operasional dan Kedekatan dengan Pelanggan: Aplikasi Perusahaan

Materi 7 Mencapai Keunggulan Operasional dan Kedekatan dengan Pelanggan: Aplikasi Perusahaan Materi Pembelajarann Materi 7 Mencapai Keunggulan Operasional dan Kedekatan dengan Pelanggan: Aplikasi Perusahaan 7.1 Sistem Perusahaan 7.2 Sistem Manajemen Rantai Pasokan 7.3 Sistem Manajemen Hubungan

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan Pendahuluan Pelaku industri mulai sadar bahwa untuk menyediakan produk yang murah, berkualitas dan cepat, perbaikan di internal perusahaan manufaktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sebagai daerah yang memiliki tanah yang subur, Wonogiri bisa menjadi daerah yang berkembang dengan meningkatkan taraf hidup penduduknya. Untuk mencapai hal tersebut

Lebih terperinci

Copyright Rani Rumita

Copyright Rani Rumita Strategi Distribusi Topik yang Dibahas Bagaimana sifat saluran pemasaran dan mengapa saluran pemasaran penting? Bagaimana perusahaan saluran berinteraksi dan diatur untuk melakukan pekerjaan saluran? Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap perusahaan tidak dapat lepas dari persoalan transportasi, baik untuk pengadaan bahan baku ataupun dalam mengalokasikan barang jadinya. Salah satu metode yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Perencanaan Strategi Sistem dan Teknologi Informasi 2.1.1 Pengertian Perencanaan Strategis Perencanaan strategis, menurut Ward dan Peppard (2002, p462) adalah analisa

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendekatan manajemen rantai pasok telah banyak digunakan sebagai salah satu model untuk meningkatkan keunggulan bersaing dalam industri. Manajemen rantai pasok merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara agraris yang sebagian besar masyarakatnya hidup pada sektor pertanian. Saat ini sektor pertanian sangat prospektif untuk dikembangkan, karena

Lebih terperinci

Kentang Varietas Ping 06

Kentang Varietas Ping 06 Kentang Varietas Ping 06 Inventor : Erry Sofiari, Kusmana, I.M. Hidayat, F. Kasim, Tri Handayani, H. Kurniawan, dan M. Ameriana Kentang Varietas Ping 6 merupakan hasil persilangan antara Granola dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. output. Manajemen operasi dapat di terapkan pada perusahan manufaktur maupun jasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. output. Manajemen operasi dapat di terapkan pada perusahan manufaktur maupun jasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiga tahapan utama dalam manajemen operasi adalah pengaturan input, proses dan output. Manajemen operasi dapat di terapkan pada perusahan manufaktur maupun jasa.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hortikultura tergolong sebagai komoditas komersial bernilai ekonomi tinggi (high value commodity). Kontribusi sub sektor hortikultura pada nilai Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Namun sayangnya, masih banyak

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Persaingan perusahaan-perusahaan sangat ketat dalam era globalisasi ini yang menghendaki perdagangan bebas. Persaingan yang sengit dalam pasar global sekarang ini,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis buah-buahan Indonesia saat ini dan masa mendatang akan banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses globalisasi, proses yang ditandai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR MAGISTER.. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ABSTRAKSI.

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR MAGISTER.. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ABSTRAKSI. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR MAGISTER.. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ABSTRAKSI. DAFTAR ISI. DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI

STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI Steven 1, Richard Ch Ali 2, Ratna Setiawardani Alifen 3 ABSTRAK : Pengadaan material dalam sebuah proyek konstruksi merupakan

Lebih terperinci

BAB II. organisasi mulai dari perencanaan sistim operasi, perancangan sistim operasi hingga

BAB II. organisasi mulai dari perencanaan sistim operasi, perancangan sistim operasi hingga BAB II A. Manajemen Operasi Manajemen Operasi membahas bagaimana membangun dan mengelola operasi suatu organisasi mulai dari perencanaan sistim operasi, perancangan sistim operasi hingga pengendalian sistim

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi

PENDAHULUAN. semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini semakin berkembangnya jumlah permintaan produk pangan, semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi perusahaan untuk memproduksi pangan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI RISIKO RANTAI PASOK BERBASIS SISTEM TRACEABILITY PADA MINUMAN SARI APEL

IDENTIFIKASI RISIKO RANTAI PASOK BERBASIS SISTEM TRACEABILITY PADA MINUMAN SARI APEL IDENTIFIKASI RISIKO RANTAI PASOK BERBASIS SISTEM TRACEABILITY PADA MINUMAN SARI APEL Dwi Iryaning Handayani Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Panca Marga Probolinggo Jalan Yos Sudarso

Lebih terperinci