BAB IV PERANCANGAN MODEL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PERANCANGAN MODEL"

Transkripsi

1 BAB IV PERANCANGAN MODEL Perancangan model supply demand komoditas pertanian di Indonesia akan menggunakan hasil dari analisis yang dilakukan di bab sebelumnya. IV.1 Metode Perancangan Model Dari hasil analisis telah didapatkan elemen-elemen pembentuk model supply demand komoditas pertanian di Indonesia. Selain itu, analisis juga telah menghasilkan hubungan atau relasi antara elemen model dengan sebagian elemen model yang lain, belum menghasilkan hubungan antar seluruh elemen model. Metode perancangan yang dilakukan adalah dengan memasukkan elemen satu per satu dengan mengikuti urutan elemen yang didefinisikan oleh ARCON, kemudian elemen yang baru masuk dihubungkan dengan elemen-elemen yang sudah masuk sebelumnya ke dalam model. Urutan perancangan model supply demand komoditas pertanian adalah: 1. Membuat skema model berdasarkan proses atau operasi pada daur hidup model. 2. Menambahkan elemen struktural ke dalam model. 3. Menambahkan elemen fungsional ke dalam model. 4. Menambahkan dimensi sumber daya informasi ke dalam model. 5. Menambahkan dimensi sistem informasi ke dalam model. 6. Menambahkan dimensi sumber daya manusia ke dalam model. 7. Menambahkan dimensi masyarakat ke dalam model. 8. Melengkapi model. 63

2 IV.2 Perancangan Relasi Antar Elemen Model IV.2.1 Perspektif Daur Hidup Dari hasil analisis pada bab sebelumnya, telah ditetapkan bahwa daur hidup supply chain yang akan digambarkan pada model yang akan dibangun adalah: 1. Creation a. Penetapan visi, misi, dan tujuan kolaborasi supply chain pertanian Indonesia b. Pembuatan kesepakatan kontrak kerjasama antar partisipan kolaborasi supply chain pertanian Indonesia 2. Operation 1. Perencanaan 2. Pengadaan 3. Produksi 4. Distribusi Tahapan operation akan selalu berulang setiap periode waktu tertentu. Daur hidup supply chain komoditas pertanian Indonesia akan dimodelkan seperti ditunjukkan pada lampiran A gambar A.1. IV.2.2 Perspektif Karakteristik Lingkungan Perspektif karakteristik lingkungan dilihat dari dua aspek yaitu elemen internal (endogenous elements) dan interaksi dengan lingkungan sekitar (exogenous interactions). IV Endogenous Elements Dari hasil analisis pada bab sebelumnya, telah ditetapkan bahwa endogenous elements yang tercakup pada model ini ada tiga yaitu: 1. Dimensi Struktural 64

3 Elemen dari dimensi struktural yang terlibat pada model ini ada tiga yaitu regulator, produsen, dan konsumen. Peran regulator dilaksanakan oleh pemerintah pusat (P1), sedangkan peran produsen dan konsumen dilaksanakan oleh pemerintah provinsi (P2). Dilihat dari perspektif daur hidup, berikut adalah partisipan yang terlibat di setiap tahap di daur hidup. a. Creation 1. Penetapan visi, misi, dan tujuan kolaborasi supply chain pertanian Indonesia Partisipan yang terlibat adalah P1 sebagai pihak yang menetapkan visi, misi, dan tujuan kolaborasi supply chain pertanian Indonesia. 2. Pembuatan kesepakatan kontrak kerjasama antar partisipan kolaborasi supply chain pertanian Indonesia Partisipan yang terlibat adalah P1 dan P2. P1 dan P2 menandatangani kontrak kesepakatan kerjasama kolaborasi supply chain pertanian Indonesia. b. Operation 1. Perencanaan Partisipan yang terlibat adalah P1 dan P2. P1 dan P2 bersama-sama melakukan perencanaan dalam menentukan target produksi komoditas pertanian di suatu provinsi. 2. Pengadaan Partisipan yang terlibat adalah P1 dan P2. P1 yang bertanggungjawab untuk mengadakan bibit dan pupuk ke seluruh wilayah di Indonesia yang diterima oleh P2 untuk didistribusikan ke seluruh petani di provinsinya. 65

4 3. Produksi Partisipan yang terlibat adalah P2 yang memproduksi suatu komoditas pertanian sesuai dengan target yang dicanangkan. 4. Distribusi Partisipan yang terlibat adalah P1 dan P2. P2 bertanggungjawab dalam melakukan distribusi ke wilayah-wilayah tujuan distribusi komoditas yang dihasilkan di provinsinya sesuai dengan target produksi. P1 juga bertanggungjawab dalam melakukan distribusi impor dari manca negara ke wilayah-wilayah tujuan di Indonesia. Tujuan distribusi dapat ke provinsinya sendiri, ke P2 (provinsi) yang lain, atau ke manca negara yang diwakili oleh P1. Dengan adanya elemen-elemen dari dimensi struktural, maka model sementara menjadi seperti pada lampiran A gambar A Dimensi Fungsional Elemen-elemen fungsional yang menjadi bagian dari model ini yang dibagi berdasarkan tahap daur hidupnya adalah: Tahap Creation : Visi, Misi Kolaborasi a. Membuat visi, misi, dan tujuan kolaborasi supply demand pertanian. Tahap Creation : Kontrak Kerjasama b. Membentuk kerjasama kolaborasi Tahap Operation : Perencanaan c. Identifikasi potensi wilayah (provinsi) yang disertai dengan koreksi d. Membuat perkiraan demand yang disertai dengan koreksi e. Identifikasi potensi impor dan kebutuhan ekspor f. Identifikasi metode distribusi terbaik g. Menentukan target produksi 66

5 Tahap Operation : Pengadaan h. Distribusi bibit dan pupuk Tahap Operation : Produksi i. Produksi Tahap Operation : Distribusi j. Distribusi Dengan tambahan elemen-elemen pada dimensi fungsional, maka model sementara ditunjukkan pada lampiran A gambar A Dimensi Komponensial Elemen dari dimensi komponensial yang terlibat pada model ini ada tiga yaitu: a. Sumber Daya Informasi (Information Resources) Informasi yang tercakup dalam model adalah: 1. Informasi wilayah secara umum (i1) 2. Informasi tentang karakteristik suatu komoditas (i2) 3. Informasi potensi wilayah terhadap suatu komoditas (i3) 4. Informasi demand wilayah terhadap suatu komoditas (i4) 5. Informasi distribusi antar wilayah (i5) 6. Informasi kuantitas hasil produksi (i6) 7. Informasi kuantitas hasil produksi terserap (i7) 8. Informasi supply demand dari manca negara (i8) Dengan tambahan elemen-elemen informasi ini, maka model sementara ditunjukkan pada lampiran A gambar A.4. 67

6 b. Sistem Informasi Berbasis Komputer Sistem informasi supply demand komoditas pertanian di Indonesia terdiri atas empat sub sistem, yaitu:: 1. Sub Sistem Pengumpul Data (SPD) 2. Sub Sistem Pendukung Pembuatan Keputusan (SPPK) 3. Sistem Realisasi Produksi dan Konsumsi (SRPK) 4. Portal Informasi Pasar (PIP) Di dalam PIP terjadi sharing knowledge (SK) antar partisipan. Dengan tambahan elemen-elemen sistem informasi ini, maka model sementara ditunjukkan pada lampiran A gambar A.5. c. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang tercakup dalam model ini sesuai dengan hasil analisis adalah: 1. Operator Pemerintah Pusat (OP1) Yaitu operator di bawah koordinasi pemerintah pusat yang bertugas untuk mengelola sejumlah informasi berikut: a. Informasi tentang karakteristik suatu komoditas (i2) b. Informasi distribusi antar wilayah (i5) c. Informasi supply demand dari manca negara (i8) 2. Operator Pemerintah Provinsi (OP2) Yaitu operator di bawah koordinasi pemerintah provinsi yang bertugas untuk mengelola sejumlah informasi berikut: a. Informasi wilayahnya secara umum (i1) b. Informasi potensi wilayah terhadap suatu komoditas (i3) c. Informasi demand wilayah terhadap suatu komoditas (i4) d. Informasi distribusi antar wilayah (i5) e. Informasi kuantitas hasil produksi (i6) 68

7 f. Informasi kuantitas hasil produksi yang terserap atau telah dikonsumsi (i7) Selain sejumlah informasi tersebut, OP1 dan OP2 melakukan sharing knowledge (SK) tentang supply demand komoditas pertanian Indonesia. Dengan tambahan elemen-elemen sumber daya manusia ini, maka model sementara ditunjukkan pada lampiran A gambar A.6. IV Exogenous Interactions Dari hasil analisis pada bab sebelumnya, telah ditetapkan bahwa exogenous interactions yang tercakup pada model ini ada dua yaitu: 1. Dimensi Market Dimensi market pada model ini adalah partisipan luar negeri. Akan tetapi, partisipan tersebut berikut interaksinya di dalam model diwakilkan dengan partisipan pemerintah pusat. 2. Dimensi Sosial Partisipan pada dimensi sosial di model ini adalah masyarakat umum (M) dan organisasi masyarakat (O) yang memiliki perhatian dan kepentingan pada supply demand komoditas pertanian Indonesia. Dengan tambahan dari elemen-elemen pada exogenous interactions, maka model sementara ditunjukkan pada lampiran A gambar A.7. IV.3 Finalisasi Model Sebagai pelengkap model, pemerintah pusat (P1) dan pemerintah provinsi (P2) akan dihubungkan ke aktivitas-aktivitas pada model. Pada aktivitas perencanaan, peran dari P1 dan P2 sudah diwakili oleh OP1 dan OP2, sehingga P1 dan P2 cukup dihubungkan ke aktivitas-aktivitas pada tahap visi, kontrak, pengadaan, produksi, dan distribusi. Bentuk terakhir dari model supply demand komoditas pertanian Indonesia ditunjukkan pada gambar IV.1. 69

8 P1 P1 Membuat visi, misi, dan tujuan Membentuk kerjasama P2 Vision Contract Creation OP2 Identifikasi potensi wilayah i4 i3 i1 i3 i4 SPD i2 i8 OP1 SK M SK i5 SK PIP SK O Memperkirakan demand wilayah Identifikasi potensi impor dan kebutuhan ekspor Identifikasi metode distribusi terbaik Menentukan target produksi SPPK OP2 i6 SRPK i6 i7 i7 Planning Operation P1 Distribusi bibit dan pupuk P2 Sourcing Produksi P2 Production P1 LN Distribusi P2 Distribution Aktivitas Partisipan Utama Sub Sistem Informasi Siklus Partisipan Masyarakat Relasi antar SI Aliran Aktivitas Keterlibatan Partisipan Aktivitas SI Informasi Primer Informasi Sekunder Sharing Knowledge Gambar IV.1 Model Collaborative Supply Demand Komoditas Pertanian Indonesia 70

9 Penjelasan Model Berikut akan diresumekan penjelasan dari model supply demand komoditas pertanian Indonesia. Model ini dibagi ke dalam beberapa tahap berdasarkan perspektif daur hidup yaitu: 1. Creation a. Vision (visi, misi, dan tujuan kolaborasi) b. Contract (kontrak kerjasama kolaborasi) 2. Operation a. Planning (perencanaan) b. Sourcing (kontrak kerjasama kolaborasi) c. Production (produksi) d. Distribustion (distribusi) Vision Pada tahap ini, pemerintah pusat (P1) menentukan visi, misi, dan tujuan kolaborasi supply demand komoditas pertanian Indonesia. Contract Pada tahap ini, pemerintah pusat (P1) dan pemerintah provinsi (P2) menyepakati dan menandatangani kontrak kerjasama kolaborasi supply demand komoditas pertanian Indonesia. Planning Pada tahap ini, dilakukan aktivitas perencanaan supply demand komoditas pertanian Indonesia. Periode perencanaan ini adalah satu tahun, sehingga setiap akhir periode, aktivitas perencanaan ini akan dilakukan kembali untuk pelaksanaan tahun berikutnya. Aktivitas perencanaan terdiri dari identifikasi 71

10 potensi wilayah, memperkirakan demand wilayah, identifikasi potensi impor dan kebutuhan ekspor, identifikasi metode distribusi terbaik, dan menentukan target produksi. Pada tahap inilah terdapat peran dari sistem informasi supply demand komoditas pertanian Indonesia yang terdiri atas empat buah sub sistem, yaitu Sub Sistem Pengumpul Data (SPD), Sub Sistem Pendukung Pembuatan Keputusan (SPPK), Sub Sistem Realisasi Produksi dan Konsumsi (SRPK), dan Portal Informasi Pasar (PIP). Seluruh aktivitas perencanaan akan memanfaatkan saran dari keputusan yang dihasilkan oleh SPPK. SPPK mendapatkan supply data dari SPD dan SRPK sebagai data yang akan diolah oleh SPPK untuk memberikan saran atas suatu keputusan. SPD adalah sub sistem yang berperan dalam mengumpulkan data tentang supply demand komoditas pertanian Indonesia. SPD mendapatkan data primer dari operator pemerintah pusat (OP1) dan operator pemerintah provinsi (OP2), dan mendapatkan data sekunder sebagai pembanding dari organisasi masyarakat (O). informasi yang menjadi input dari SPD adalah: 1. Informasi wilayah secara umum (i1) 2. Informasi tentang karakteristik suatu komoditas (i2) 3. Informasi potensi wilayah terhadap suatu komoditas (i3) 4. Informasi demand wilayah terhadap suatu komoditas (i4) 5. Informasi distribusi antar wilayah (i5) 6. Informasi supply demand dari manca negara (i8) SRPK adalah sistem yang berperan dalam mengumpulkan laporan-laporan update hasil produksi suatu komoditas saat ini dan update jumlah yang telah dikonsumsi dari komoditas tersebut. SRPK mendapatkan data primer dari operator pemerintah provinsi (OP2) dan mendapatkan data sekunder sebagai pembanding dari organisasi masyarakat (O). Informasi yang menjadi input dari SRPK adalah: 72

11 1. Informasi kuantitas hasil produksi (i6) 2. Informasi kuantitas hasil produksi terserap (i7) PIP merupakan portal informasi yang juga menjadi sarana untuk sharing knowledge (SK) tentang supply demand komoditas pertanian Indonesia. PIP mendapatkan supply informasi dari SPD dan SRPK sebagai informasi bagi masyarakat yang mengunjungi portal tersebut. PIP menjadi sarana sharing knowledge antara operator pemerintah pusat (OP1), operator pemerintah provinsi (OP2), masyarakat umum (M), dan organisasi masyarakat (O). Aktivitas-aktivitas pada tahap ini dilakukan oleh pemerintah pusat (P1) dan pemerintah provinsi (P2) untuk kebutuhan pembuatan keputusan produksi oleh pemerintah pusat (P1) dan pemerintah provinsi (P2), serta kebijakan ekspor-impor oleh pemerintah pusat (P1 LN). Sourcing Pada tahap ini, dilakukan aktivitas distribusi bibit dan pupuk yang dilakukan oleh pemerintah pusat (P1) untuk disalurkan ke setiap pemerintah provinsi (P2), sesuai dengan target produksi setiap komoditas di masing-masing provinsi. Distribution Pada tahap ini, dilakukan aktivitas distribusi hasil produksi dari pemerintah provinsi (P2) yang berperan sebagai produsen, ke pemerintah provinsi lain (P2) yang berperan sebagai konsumen, serta ke pemerintah pusat untuk diekspor ke luar negeri (P1 LN). Setelah satu periode perencanaan (satu tahun) berakhir, maka aktivitas-aktivitas operation akan berulang ke planning kembali. 73

12 IV.4 Evaluasi Model Untuk mengetahui tingkat kegunaan, kualitas, dan/atau kevalidan dari model supply demand komoditas pertanian di Indonesia, maka harus dilakukan suatu metode evaluasi yang sesuai terhadap model. Metode evaluasi yang akan dilakukan terhadap model supply demand komoditas pertanian di Indonesia adalah dengan mendeskripsikan skenario detail pada model untuk memperlihatkan tingkat kegunaan dari model. Skenario akan dibuat per tahapan daur hidup dari model yang terdiri atas creation (visi dan kontrak) dan operation (perencanaan, pengadaan, produksi, dan distribusi). Sebelumnya akan ditetapkan terlebih dahulu pihak yang mewakili tiap partisipan yang terlibat pada model, ditunjukkan pada tabel IV.1. Tabel IV.1 Perwakilan Partisipan No Partisipan ID Nama Pihak yang Mewakili 1 P1 Regulator Departemen Pertanian Republik Indonesia, Komisi IV DPR RI 2 P2 Produsen dan Konsumen Dinas Pertanian Provinsi 3 OP1 Operator Pemerintah Pusat Pegawai Departemen Pertanian Republik Indonesia Pegawai Departemen Perdangan Republik Indonesia 4 OP2 Operator Pemerintah Pegawai Dinas Pertanian Provinsi Provinsi 5 M Masyarakat Ahli di bidang pertanian 6 O Organisasi Masyarakat Koperasi Unit Desa, Kelompok Pedagang Pasar 7 P1 LN Luar Negeri Departemen Perdagangan Republik Indonesia Peran dari pihak-pihak yang terlibat terhadap aktivitas-aktivitas di dalam model collaborative supply demand komoditas hasil pertanian di Indonesia ditunjukkan pada tabel IV.2. 74

13 Tabel IV.2 Peran Pihak yang Terlibat di dalam Model No Aktivitas Pihak yang Terlibat 1 Penentuan visi, misi kolaborasi Departemen Pertanian Republik Indonesia, Komisi IV DPR RI 2 Kontrak Kerjasama Departemen Pertanian Republik Indonesia, Dinas Pertanian Provinsi 3 Perencanaan Pegawai Departemen Perdagangan Republik Indonesia Penyiapan Data Umum Pegawai Departemen Pertanian Republik Indonesia, Pegawai Dinas Pertanian Provinsi Identifikasi Potensi Wilayah Pegawai Departemen Pertanian Republik Indonesia, Pegawai Dinas Pertanian Provinsi, Departemen Pertanian Republik Indonesia, Dinas Pertanian Provinsi KUD Memperkirakan Demand Wilayah Pegawai Departemen Pertanian Republik Indonesia, Pegawai Dinas Pertanian Provinsi, Departemen Pertanian Republik Indonesia, Dinas Pertanian Provinsi, Kelompok Pedagang Pasar Identifikasi Potensi Impor dan Pegawai Departemen Pertanian Republik Indonesia, Departemen Perdagangan Republik Indonesia Kebutuhan Ekspor Identifikasi Metode Distribusi Terbaik Pegawai Departemen Pertanian Republik Indonesia, Pegawai Dinas Pertanian Provinsi, Departemen Pertanian Republik Indonesia, Dinas Pertanian Provinsi Menentukan Target Produksi Departemen Pertanian Republik Indonesia, Dinas Pertanian Provinsi 4 Pengadaan Departemen Pertanian Republik Indonesia, Dinas Pertanian Provinsi 5 Produksi Dinas Pertanian Provinsi, KUD 6 Distribusi Dinas Pertanian Provinsi, Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Kelompok Pedagang Pasar 7 Luar Negeri Departemen Perdagangan Republik Indonesia 75

14 Tahap Creation : Visi, Misi Kolaborasi Partisipan yang terlibat : Departemen Pertanian Republik Indonesia (P1), Komisi IV DPR-RI (P1) Input : Kebijakan kolaborasi supply demand komoditas pertanian antar wilayah di Indonesia Hasil yang diharapkan : Visi, misi, dan tujuan dari kolaborasi supply demand komoditas pertanian di Indonesia terdefinisi dengan baik dan lengkap. Skenario detail : Setelah adanya kebijakan bahwa untuk supply demand komoditas pertanian di Indonesia harus dilakukan kolaborasi antar provinsi di Indonesia, maka Departemen Pertanian Pusat (P1) berkoodinasi dengan Komisi IV DPR-RI (P1) menetapkan visi, misi, dan tujuan dari kolaborasi supply demand komoditas pertanian di Indonesia. Tahap Creation : Kontrak Kerjasama Partisipan yang terlibat : Departemen Pertanian Republik Indonesia (P1), Dinas Pertanian Provinsi (P2) Input : Visi, misi, dan tujuan kolaborasi supply demand komoditas pertanian di Indonesia Hasil yang diharapkan : Aturan rinci tentang kolaborasi supply demand komoditas pertanian di Indonesia Skenario detail : Karena Dinas Pertanian Provinsi (P2) berada di bawah koordinasi Departemen Pertanian Republik Indonesia (P1), maka pada tahap ini tidak diperlukan adanya kontrak yang mengikat karena secara struktur organisasi sudah mengikat antara kedua pihak ini. Pada tahap ini, perwakilan dari seluruh Dinas Pertanian Provinsi (P2) bersama-bersama dengan Departemen Pertanian Republik Indonesia (P1) 76

15 menentukan aturan rinci tentang bagaimana proses kolaborasi ini dilakukan, apa peran dari masing-masing pihak, bagaimana rencana kerja, dan sebagainya. Tahap Operation : Perencanaan Penyiapan Data Umum Partisipan yang terlibat : Pegawai Departemen Pertanian Republik Indonesia (OP1), Pegawai Dinas Pertanian Provinsi (OP2) Input : Informasi wilayah secara umum (i1), Informasi tentang karakteristik suatu komoditas (i2). Hasil yang diharapkan : Karakteristik provinsi dan karakteristik komoditas pertanian teridentifikasi Skenario detail : Aktivitas ini sebenarnya bukan bagian dari model karena hanya berupa aktivitas penyiapan data-data penunjang aktivitas perencanaan. Pada aktivitas ini, pegawai di lingkungan Departemen Pertanian Republik Indonesia (OP1) harus menginputkan data karakteristik tiap komoditas pertanian di Indonesia (i2). Data karakteristik tersebut di antaranya adalah masa panen dalam setahun, iklim yang cocok, masa penyimpanan maksimal, metode distribusi yang dapat digunakan, dan lain-lain. Di lain pihak, pegawai di lingkungan Dinas Pertanian Provinsi (OP2) harus menginputkan data karakteristik provinsinya masing-masing (i1). Data karakteristik provinsi tersebut di antaranya adalah luas provinsi, iklim provinsi, luas wilayah yang berpotensi, dan lain-lain. Identifikasi Potensi Wilayah Partisipan yang terlibat : Pegawai Departemen Pertanian Republik Indonesia (OP1), Pegawai Dinas Pertanian Provinsi (OP2), KUD (O), Departemen Pertanian Republik Indonesia (P1), Dinas Pertanian Provinsi (P2) 77

16 Input : Informasi potensi wilayah terhadap suatu komoditas (i3), informasi kuantitas hasil produksi (i6) Hasil yang diharapkan : Potensi provinsi dalam menghasilkan suatu komoditas pertanian bisa diidentifikasi. Skenario detail : Pada aktivitas ini, pegawai di lingkungan Dinas Pertanian Provinsi (OP2) harus memutakhirkan data potensi provinsinya untuk setiap komoditas pertanian (i3) di setiap akhir tahun untuk kebutuhan perencanaan di tahun berikutnya. Data potensi tersebut antara lain data luas tanah yang digunakan untuk produksi suatu komoditas, jumlah petani suatu komoditas, data realisasi produksi komoditas dari tahun ke tahun. KUD (O) sebagai lembaga yang dekat dengan petani dapat pula menginputkan data potensi wilayah untuk setiap komoditas (i3) di desanya sebagai bagian dari potensi provinsi sebagai data pembanding dari data yang diinputkan oleh pegawai Dinas Pertanian Provinsi (OP2). Input pemutakhiran data tersebut dilakukan oleh pegawai Dinas Pertanian Provinsi (OP2) maupun KUD (O) dengan dukungan Sub Sistem Pengumpul Data (SPD). Data yang diterima oleh SPD kemudian diteruskan ke Sub Sistem Pendukung Pembuatan Keputusan (SPPK) untuk diolah sehingga dapat membantu dalam penentuan berapa ton suatu komoditas pertanian dapat dihasilkan oleh suatu provinsi tahun depan. Pada saat realisasi produksi suatu komoditas pertanian, pegawai Dinas Pertanian Provinsi (OP2) harus melaporkan kuantitas hasil produksi (i6) suatu komoditas tiap bulannya sebagai koreksi atas perkiraan potensi provinsi terhadap suatu komoditas. Pelaporan ini juga dapat dilakukan oleh KUD (O) sebagai data pembanding dari data yang diinputkan oleh pegawai Dinas Pertanian Provinsi (OP2). Pelaporan realisasi produksi ini dilakukan dengan Sub Sistem Realisasi Produksi dan Konsumsi (SRPK). Dari identifikasi potensi tiap provinsi, maka Dinas Pertanian Provinsi (P2) dapat mengetahui berapa ton perkiraan produksi suatu komoditas di provinsinya, dan Departemen Pertanian Republik Indonesia (P1) dapat mengetahui berapa ton perkiraan produksi suatu komoditas dalam skala nasional. 78

17 Memperkirakan Demand Wilayah Partisipan yang terlibat : Pegawai Departemen Pertanian Republik Indonesia (OP1), Pegawai Dinas Pertanian Provinsi (OP2), Kelompok Pedagang Pasar (O), Departemen Pertanian Republik Indonesia (P1), Dinas Pertanian Provinsi (P2) Input : Informasi demand wilayah terhadap suatu komoditas (i4), informasi kuantitas hasil produksi terserap (i7) Hasil yang diharapkan : Kebutuhan provinsi akan suatu komoditas pertanian bisa diidentifikasi. Skenario detail : Pada aktivitas ini, pegawai di lingkungan Dinas Pertanian Provinsi (OP2) harus memutakhirkan data demand provinsinya untuk setiap komoditas pertanian (i4) di setiap akhir tahun untuk kebutuhan perencanaan di tahun berikutnya. Data demand tersebut antara lain jumlah penduduk dan data realisasi konsumsi komoditas dari tahun ke tahun. Kelompok Pedagang Pasar (O) sebagai lembaga yang dekat dengan pasar dapat pula menginputkan data demand wilayah untuk setiap komoditas (i4) di lingkungan pasarnya sebagai bagian dari demand provinsi sebagai data pembanding dari data yang diinputkan oleh pegawai Dinas Pertanian Provinsi (OP2). Input pemutakhiran data tersebut dilakukan oleh pegawai Dinas Pertanian Provinsi (OP2) maupun Kelompok Pedangang Pasar (O) dengan dukungan Sub Sistem Pengumpul Data (SPD). Data yang diterima oleh SPD kemudian diteruskan ke Sub Sistem Pendukung Pembuatan Keputusan (SPPK) untuk diolah sehingga dapat membantu dalam penentuan berapa ton kebutuhan provinsi akan suatu komoditas pertanian di tahun depan. Pada saat realisasi konsumsi suatu komoditas pertanian, pegawai Dinas Pertanian Provinsi (OP2) harus melaporkan kuantitas hasil produksi yang terserap di pasar (i7) untuk suatu komoditas tiap bulannya sebagai koreksi atas perkiraan demand provinsi terhadap suatu komoditas. Pelaporan ini juga dapat dilakukan oleh Kelompok Pedagang Pasar (O) sebagai data pembanding dari data yang diinputkan oleh pegawai Dinas Pertanian Provinsi (OP2). Pelaporan realisasi 79

18 konsumsi ini dilakukan dengan Sub Sistem Realisasi Produksi dan Konsumsi (SRPK). Dari perkiraan demand tiap provinsi, maka Dinas Pertanian Provinsi (P2) dapat mengetahui berapa ton perkiraan kebutuhan suatu komoditas di provinsinya, dan Departemen Pertanian Republik Indonesia (P1) dapat mengetahui berapa ton perkiraan kebutuhan suatu komoditas dalam skala nasional. Identifikasi Potensi Impor dan Kebutuhan Ekspor Partisipan yang terlibat : Pegawai Departemen Perdagangan Republik Indonesia (OP1), Departemen Perdagangan Republik Indonesia (P1 LN) Input : Perkiraan produksi suatu komoditas dalam skala nasional (hasil dari aktivitas identifikasi potensi wilayah), perkiraan kebutuhan suatu komoditas dalam skala nasional (hasil dari aktivitas memperkirakan demand wilayah), informasi supply demand dari manca negara (i8) Hasil yang diharapkan : - Jumlah yang dapat dipasok untuk kebutuhan ekspor ke tiap negara di luar negeri yang membutuhkan ekspor dari Indonesia untuk tiap komoditas pertanian; atau - Jumlah yang harus diimpor dari tiap negara yang ingin mengekspor ke Indonesia untuk tiap komoditas pertanian Skenario detail : Pada aktivitas ini, pegawai di lingkungan Departemen Perdagangan Republik Indonesia (OP1) harus memutakhirkan data potensi impor dan demand ekspor suatu komoditas dari manca negara (i8) di setiap akhir tahun untuk kebutuhan perencanaan di tahun berikutnya. Input pemutakhiran data tersebut dilakukan oleh pegawai Departemen Pertanian Republik Indonesia (OP1) dengan dukungan Sub Sistem Pengumpul Data (SPD). Data yang diterima oleh SPD kemudian 80

19 diteruskan ke Sub Sistem Pendukung Pembuatan Keputusan (SPPK) untuk diolah dan dikombinasikan dengan data dari dua aktivitas sebelumnya sehingga dapat membantu dalam penentuan berapa ton suatu komoditas dapat diekspor ke manca negara atau berapa ton suatu komoditas harus diimpor dari manca negara. Informasi tersebut akan digunakan oleh Departemen Perdagangan Republik Indonesia (P1 LN) dalam penentuan kebijakan ekspor dan impor. Identifikasi Metode Distribusi Terbaik Partisipan yang terlibat : Pegawai Departemen Pertanian Republik Indonesia (OP1), Pegawai Dinas Pertanian Provinsi (OP2), Departemen Pertanian Republik Indonesia (P1), Dinas Pertanian Provinsi (P2) Input : Informasi tentang karakteristik suatu komoditas (i2), Informasi distribusi antar provinsi (i5) Hasil yang diharapkan : Metode distribusi terbaik untuk mendistribusikan suatu komoditas dari suatu provinsi ke provinsi lain. Skenario detail : Pada aktivitas ini, pegawai di lingkungan Departemen Pertanian Republik Indonesia (OP1) dan Dinas Pertanian Provinsi (OP2) harus memutakhirkan data metode distribusi provinsinya (i5) ke provinsi-provinsi yang lain di setiap akhir tahun untuk kebutuhan perencanaan di tahun berikutnya. Data distribusi tersebut antara lain metode distribusi yang dapat digunakan, biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk tiap metode distribusi, dan sebagainya. Input pemutakhiran data distribusi tersebut dilakukan oleh pegawai Departemen Pertanian Republik Indonesia (OP1) dan Dinas Pertanian Provinsi (OP2) dengan dukungan Sub Sistem Pengumpul Data (SPD). Data yang diterima oleh SPD kemudian diteruskan ke Sub Sistem Pendukung Pembuatan Keputusan (SPPK) untuk diolah bersama informasi karakteristik komoditas (i2) dan hasil dari aktivitas perencanaan sebelumnya, sehingga dapat membantu dalam aktivitas penentuan target produksi. 81

20 Dari aktivitas ini, maka Dinas Pertanian Provinsi (P2) dapat mengetahui metode distribusi terbaik untuk mengirimkan suatu komoditas ke provinsi yang lain, dan Departemen Pertanian Republik Indonesia (P1) dapat mengetahui metode distribusi terbaik secara umum untuk mengirimkan suatu komoditas dari suatu provinsi ke provinsi yang lain. Menentukan Target Produksi Partisipan yang terlibat : Departemen Pertanian Republik Indonesia (P1), Dinas Pertanian Provinsi (P2) Input : - Perkiraan produksi suatu komoditas dalam skala nasional (hasil dari aktivitas identifikasi potensi wilayah) - Perkiraan kebutuhan suatu komoditas dalam skala nasional (hasil dari aktivitas memperkirakan demand wilayah) - Perkiraan potensi impor dan kebutuhan ekspor manca negara (hasil dari aktivitas identifikasi potensi impor dan kebutuhan ekspor) - Metode distribusi terbaik dari suatu provinsi ke provinsi lain (hasil dari identifikasi metode distribusi terbaik) Hasil yang diharapkan : - Target produksi komoditas pertanian tiap provinsi - Kuantitas yang dipasok untuk kebutuhan internal provinsi - Kuantitas yang dipasok untuk kebutuhan provinsi lain - Kuantitas yang dipasok untuk kebutuhan ekspor, atau - Kuantitas impor yang dibutuhkan Skenario detail : Dengan input dari empat aktivitas sebelumnya, untuk setiap komoditas tertentu, Sub Sistem Pendukung Pembuatan Keputusan (SPPK) dapat menentukan hal-hal sebagai berikut: 1. Berapa ton target produksi dari setiap provinsi 82

21 2. Berapa ton yang akan dikonsumsi untuk kebutuhan internal provinsi 3. Berapa ton yang akan dipasok ke provinsi lain, ke provinsi apa saja, dan berapa bagian masing-masing provinsi. 4. Jika produksi secara nasional diramalkan akan surplus, berapa ton yang akan diekspor ke manca negara, ke negara apa saja, dan berapa bagian masingmasing negara. 5. Jika produksi secara nasional diramalkan akan kurang dari kebutuhan, berapa ton yang harus diimpor dari manca negara, dari negara apa saja, dan berapa bagian masing-masing negara. Dari aktivitas ini, maka Dinas Pertanian Provinsi (P2) dapat mengetahui berapa ton produksi suatu komoditas yang harus dihasilkan dan bagaimana distribusinya, sedangkan Departemen Pertanian Republik Indonesia (P1) dapat mengetahui bagaimana kondisi supply demand komoditas pertanian dalam lingkup nasional. Knowledge Sharing Partisipan yang terlibat : Pegawai Departemen Pertanian Republik Indonesia (OP1), Pegawai Dinas Pertanian Provinsi (OP2), Ahli di bidang pertanian (M), KUD (O), Kelompok Pedagang Pasar (O) Input : informasi seputar supply demand pertanian atau pertanian secara umum Hasil yang diharapkan : Terjadinya sharing knowledge di antara partisipan untuk meningkatkan pengetahuan tentang supply demand pertanian atau pengetahuan tentang pertanian secara umum. Skenario detail : Aktivitas ini tidak menjadi satu aktivitas terpisah di dalam model, tetapi menjadi aktivitas yang menyertai setiap aktivitas yang lain. Setiap pihak yang terlibat di masa perencanaan, termasuk perseorangan yang ahli atau yang memiliki perhatian 83

22 di bidang pertanian, dapat melakukan sharing knowledge dengan memanfaatkan Portal Informasi Pasar (PIP), baik melalui forum maupun artikel dan berita. Tahap Operation : Pengadaan Partisipan yang terlibat : Departemen Pertanian Republik Indonesia (P1), Dinas Pertanian Provinsi (P2) Input : Target produksi sesuai hasil aktivitas perencanaan Hasil yang diharapkan : Bibit dan pupuk terdistribusi ke setiap provinsi sesuai dengan target dan waktunya Skenario detail : Dari hasil aktivitas sebelumnya, maka dengan bantuan SPPK, Departemen Pertanian Republik Indonesia (P1) dapat menentukan berapa banyak bibit dan pupuk yang harus dikirimkan ke setiap Dinas Pertanian Provinsi (P2) untuk didistribusikan ke setiap kabupaten/kota di provinsinya untuk diteruskan ke para petani. Tahap Operation : Produksi Partisipan yang terlibat : Dinas Pertanian Provinsi (P2), KUD (O) Input : Petani mendapatkan pasokan bibit dan pupuk Hasil yang diharapkan : Produksi suatu komoditas di suatu provinsi sesuai atau melebihi dari target yang ditetapkan Skenario detail : Setelah mendapatkan bibit dan pupuk, ketika mulai musim awal tanam, petani akan melakukan proses produksi. Dinas Pertanian Provinsi (P1) melalui operatornya (OP1) bertanggung jawab dalam melaporkan jumlah yang telah diproduksi oleh petani-petani di provinsinya setiap bulannya melalui SRPK. Pelaporan ini juga dapat dilakukan KUD (O) sebagai data pembanding. 84

23 Tahap Operation : Distribusi Partisipan yang terlibat : Dinas Pertanian Provinsi (P2), Kelompok Pedagang Pasar (O), Departemen Perdagangan Republik Indonesia (P1 LN) Input : Hasil produksi (hasil dari aktivitas produksi), target pasok antar wilayah termasuk dari/ke manca negara (hasil dari aktivitas perencanaan) Hasil yang diharapkan : Hasil produksi suatu komoditas didistribusikan ke internal provinsi, provinsi lain, dan diekspor ke manca negara sesuai dengan target yang telah ditetapkan di tahap perencanaan Skenario detail : Jika provinsinya mengalami surplus, maka Dinas Pertanian Provinsi (P2) akan mendistribusikan hasil panen komoditas pertanian tersebut ke internal provinsi, provinsi yang lain, dan ekspor ke manca negara melalui Departemen Perdagangan Republik Indonesia (P1 LN) sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan selalu dikoreksi. Jika hasil produksi provinsinya kurang dari kebutuhan masyarakatnya, maka Dinas Pertanian Provinsi (P2) akan mendistribusikan hasil panen komoditas pertanian yang didapatkan dari produksi internal, pasokan dari provinsi lain, atau impor dari luar negeri melalui Departemen Perdagangan Republik Indonesia (P1 LN) ke interal provinsinya. Selain data demand provinsinya, pegawai Dinas Pertanian Provinsi (P2) juga harus senantiasa memutakhirkan realisasi konsumsi suatu komoditas (i7) per bulan. Data realisasi ini diinput melalui Sub Sistem Realisasi Produksi dan Konsumsi (SRPK) yang kemudian diteruskan ke Sub Sistem Pendukung Pembuatan Keputusan (SPPK) untuk diolah. Data pembanding realisasi konsumsi juga dapat dikontribusi oleh Kelompok Pedagang Pasar (O) sebagai lembaga yang dekat dengan pasar melalui SRPK. Dengan adanya data realisasi konsumsi yang 85

24 selalu up-to-date, akan menjadi koreksi terhadap perkiraan demand yang telah dibuat sebelumnya. IV.5 Kesimpulan Evaluasi Evaluasi terhadap model dilakukan untuk membuktikan apakah model yang dihasilkan sudah sesuai dengan kebutuhan model yang telah didefinisikan sebelumnya. Dari pelaksanaan evaluasi yang dilakukan dengan metode deskriptif skenario, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Model yang telah dihasilkan sudah mengikuti prinsip pull seperti yang ditunjukkan pada gambar III.2 karena penentuan target produksi untuk setiap provinsi di Indonesia salah satunya berdasarkan pada perkiraan demand dari setiap provinsi. 2. Seperti yang ditunjukkan pada gambar IV.1, model ini fokus pada aktivitas di tahap perencanaan yang melibatkan lebih banyak elemen dibandingkan aktivitas pada tahap yang lain. Tahapan perencanaan yang dilakukan sudah berskala nasional karena dapat melibatkan semua provinsi di Indonesia dan diatur oleh Departemen Pertanian Republik Indonesia. 3. Aktivitas-aktivitas pada tahap perencanaan sudah disertai dengan koreksi, terutama koreksi pada identifikasi potensi wilayah dan koreksi atas demand suatu wilayah. 4. Model yang dibangun telah melibatkan dukungan empat sistem informasi berbasis komputer sesuai dengan kebutuhan atas informasi-informasi untuk mendukung aktivitas supply demand. 5. Aktivitas-aktivitas pada model sudah sesuai dengan kategori operasi supply chain pada bab II.3.4 yang terdiri atas plan (perencanaan), source (pengadaan), make (produksi), dan delivery (distribusi). 86

25 6. Model yang dibangun telah melibatkan partisipasi masyarakat dan organisasi masyarakat sebagai kontributor informasi yang digunakan sebagai data pembanding yang diinputkan oleh operator Dinas Pertanian Provinsi. 7. Pada model yang dibangun telah dimungkinkan terjadinya aktivitas sharing knowledge antara tiap partisipan (operator Departemen Pertanian Republik Indonesia, operator Dinas Pertanian Provinsi, masyarakat umum, dan organisasi masyarakat). 8. Aktivitas identifikasi atas potensi impor dan kebutuhan ekspor atas suatu komoditas dari/ke manca negara telah menjadi bagian dalam tahapan perencanaan di dalam model yang dibangun. Hal ini akan berpengaruh terhadap target produksi secara keseluruhan. Dan di aktivitas distribusi juga melibatkan Departemen Perdagangan Republik Indonesia yang berperan untuk melakukan ekspor ke manca negara. 9. Dengan adanya penentuan target produksi secara nasional yang dilengkapi dengan penentuan target distribusi dari suatu provinsi yang satu ke provinsi yang lain, maka diharapkan tidak terjadi lagi over supply terhadap suatu komoditas di suatu provinsi dan kekurangan akan komoditas yang sama di provinsi yang lain. Dari sembilan poin tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa model yang dibuat sudah sesuai dengan kebutuhan dari model. 87

BAB III ANALISIS MODEL

BAB III ANALISIS MODEL BAB III ANALISIS MODEL Analisis model yang dilakukan berbasis pada cara pendefinisian rencana dan arsitektur di EAP (lihat gambar II.2), yang terdiri dari empat langkah yaitu persiapan, analisis kondisi

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN MODEL COLLABORATIVE SUPPLY DEMAND KOMODITAS HASIL PERTANIAN DI INDONESIA MENGGUNAKAN FRAMEWORK PEMODELAN ARCON TESIS

PEMBANGUNAN MODEL COLLABORATIVE SUPPLY DEMAND KOMODITAS HASIL PERTANIAN DI INDONESIA MENGGUNAKAN FRAMEWORK PEMODELAN ARCON TESIS PEMBANGUNAN MODEL COLLABORATIVE SUPPLY DEMAND KOMODITAS HASIL PERTANIAN DI INDONESIA MENGGUNAKAN FRAMEWORK PEMODELAN ARCON TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Perumusan Masalah. Mengidentifikasi Entitas atau Anggota Rantai Pasok

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Perumusan Masalah. Mengidentifikasi Entitas atau Anggota Rantai Pasok BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini berisi mengenai metodologi penelitian. Metodologi penelitian merupakan tahapan-tahapan yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan dalam penelitian. Berikut

Lebih terperinci

Tanggal : No. Responden : ANALISIS RANTAI PASOKAN (SUPPLY CHAIN) BUAH NAGA. 1. Nama :.. 2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan. 4. Alamat Rumah :...

Tanggal : No. Responden : ANALISIS RANTAI PASOKAN (SUPPLY CHAIN) BUAH NAGA. 1. Nama :.. 2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan. 4. Alamat Rumah :... Lampiran 1. Untuk Petani Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penyusunan skripsi Analisis Rantai Pasokan (Supply Chain) Buah Naga di Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur oleh Rini Yuli Susanti (20140430295),Mahasiswa

Lebih terperinci

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) Mahasiswa mampu menjelaskan perancangan dan pengelolaan rantai pasok dalam organisasi 1. Integrasi rantai pasok dalam organisasi 2. Dinamika rantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang berperan menyediakan pangan hewani berupa daging, susu, dan telur yang mengandung zat gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daging merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional. Namun potensi tersebut. dengan pasokan produk kelautan dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional. Namun potensi tersebut. dengan pasokan produk kelautan dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan, dimana memiliki sumber daya perikanan yang besar, baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas. Sektor kelautan dan perikanan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TERKAIT

BAB II KAJIAN TERKAIT BAB II KAJIAN TERKAIT II.1 Pertanian Pertanian adalah proses menghasilkan bahan pangan, ternak, serta produk-produk agroindustri dengan cara memanfaatkan sumber daya tumbuhan dan hewan. Yang termasuk ke

Lebih terperinci

KLIPING MEDIA CETAK KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT

KLIPING MEDIA CETAK KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT No. Tanggal Media Berita 1. 13 September Investor Daily Indonesia OP akan Turunkan Harga Garam Jadi Rp 4.000/Kg 2. 13 September Kompas Operasi Pasar Garam Dikaji 3 13 September Media Indonesia Sisa Garam

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Gula merupakan salah satu sumber kalori dalam struktur konsumsi masyarakat selain bahan pangan. Pentingnya gula bagi masyarakat di Indonesia tercermin pada kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pupuk merupakan salah satu faktor produksi yang penting bagi petani. Keberadaan pupuk secara tepat baik jumlah, jenis, mutu, harga, tempat, dan waktu akan menentukan kualitas

Lebih terperinci

Mempersiapkan Rencana Produksi Usaha Sosial Anda

Mempersiapkan Rencana Produksi Usaha Sosial Anda Produksi Usaha Beberapa Langkah Melaksanakan Produksi Mengimplementasikan Ide Merencanakan Produksi HASIL KOLABORASI OLEH TIM: DITULIS & DIADAPTASI OLEH: Winda Senja TERINSPIRASI DARI: SME ToolKit (2016)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah kabupaten Sidoarjo melalui Dinas Pertanian Sidoarjo memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah kabupaten Sidoarjo melalui Dinas Pertanian Sidoarjo memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Distributor merupakan perantara antara produsen dan konsumen, peran distributor cukup penting dalam proses penyaluran barang untuk kebutuhan konsumen. Proses

Lebih terperinci

KEBERADAAN BULOG DI MASA KRISIS

KEBERADAAN BULOG DI MASA KRISIS KEBERADAAN BULOG DI MASA KRISIS Strategi Operasional Bulog Awal Tahun Awal tahun 2007 dibuka dengan lembaran yang penuh kepedihan. Suasana iklim yang tidak menentu. Bencana demi bencana terjadi di hadapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 77/Permentan/OT.140/12/2012

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 77/Permentan/OT.140/12/2012 PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 77/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SISTEM INFORMASI HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa hortikultura merupakan komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain yang sesuai dengan kebutuhan ternak terutama unggas. industri peternakan (Rachman, 2003). Selama periode kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. lain yang sesuai dengan kebutuhan ternak terutama unggas. industri peternakan (Rachman, 2003). Selama periode kebutuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Di daerah tropis seperti Indonesia, jagung memiliki kontribusi sebagai komponen industri pakan. Lebih dari 50% komponen pakan pabrikan adalah jagung. Hal ini

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 LAMPIRAN Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 Lampiran 2. Rincian Luas Lahan dan Komponen Nilai Input Petani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu produk pertanian Indonesia adalah produk holtikultura. Salah satu produk holtikultura adalah sayur-sayuran. Sayuran merupakan sebutan umum bagi hasil pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah dan beraneka ragam. Hal ini tampak pada sektor pertanian yang meliputi komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari 3 kebutuhan pokok yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, kebutuhan pokok tersebut

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya buah tropis yang melimpah yang bisa diandalkan sebagai kekuatan daya saing nasional secara global dan sangat menjanjikan. Buah tropis adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pemerintah dalam kebijakan pangan nasional. olahan seperti: tahu, tempe, tauco, oncom, dan kecap, susu kedelai, dan

BAB I PENDAHULUAN. dari pemerintah dalam kebijakan pangan nasional. olahan seperti: tahu, tempe, tauco, oncom, dan kecap, susu kedelai, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L)) merupakan komoditas strategis di Indonesia. Kedelai adalah salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i iii iii iv 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 5 Ruang Lingkup Penelitian 5 2 TINJAUAN

Lebih terperinci

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra

Lebih terperinci

Pengukuran Kinerja SCM

Pengukuran Kinerja SCM Pengukuran Kinerja SCM Pertemuan 13-14 Dalam SCM, manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan merupakan salah satu aspek fundamental. Oleh sebab itu diperlukan suatu sistem pengukuran yang mampu

Lebih terperinci

Bab 3 Metodologi Penelitian

Bab 3 Metodologi Penelitian 36 Bab 3 Metodologi Penelitian 3.1. Tahapan Penelitian Tahapan penelitian yang dilakukan mengacu pada kerangka The Open Group Architecture Framework (TOGAF) yang merupakan kerangka kerja arsitektur di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dilakukan di supply chain division tvone. TvOne

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dilakukan di supply chain division tvone. TvOne BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penelitian ini dilakukan di supply chain division tvone. TvOne merupakan sebuah televisi swasta nasional dan berproduksi sebagai perusahaan jasa dimana perusahaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan dunia bisnis dan industri saat sekarang ini semakin ketat dalam memenuhi kebutuhan konsumen yang semakin meningkat serta sangat cerdas dalam memilih produk

Lebih terperinci

PERTANIAN INDUSTRIAL: SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (MANAJEMEN RANTAI PASOKAN) Joni Murti Mulyo Aji

PERTANIAN INDUSTRIAL: SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (MANAJEMEN RANTAI PASOKAN) Joni Murti Mulyo Aji PERTANIAN INDUSTRIAL: SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (MANAJEMEN RANTAI PASOKAN) Joni Murti Mulyo Aji SUPPLY CHAIN ADALAH SUATU SISTEM System pada rantai pasokan menghubungkan produsen dengan konsumen THE PLAYERS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. majunya gizi pangan, masyarakat semakin sadar akan pentingnya sayuran sebagai

BAB I PENDAHULUAN. majunya gizi pangan, masyarakat semakin sadar akan pentingnya sayuran sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat. Dengan semakin majunya gizi pangan, masyarakat semakin sadar akan pentingnya sayuran sebagai asupan gizi. Oleh karena

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN. DAFTAR ISI DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN. iv viii xi xii I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Perumusan Masalah 9 1.3. Tujuan Penelitian 9 1.4. Manfaat Penelitian 10

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PANGAN, PERTANIAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN Suhada, ST, MBA MATERI Supply Chain Supply Chain Management ERP MODULES (POSISI SCM, CRM) ERP Modules (Posisi SCM, CRM) SUPPLY CHAIN Sebuah rangkaian atau jaringan perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawang merah belum terasa nikmat (Rahayu, 1998).

BAB I PENDAHULUAN. bawang merah belum terasa nikmat (Rahayu, 1998). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah merupakan komoditi hortikultura yang tergolong sayuran rempah. Sayuran rempah ini banyak dibutuhkan terutama sebagai pelengkap bumbu masakan guna menambahkan

Lebih terperinci

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 - 2-3. 4. 5. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 dan Pelaksanaan Pemerintahan di Propinsi Bengkulu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

PENGELOLAAN RANTAI PASOK SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) HORTIKULTURA

PENGELOLAAN RANTAI PASOK SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) HORTIKULTURA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) HORTIKULTURA Prof.Ir. Sumeru Ashari, M.Agr.Sc, PhD FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Surabaya, 13-14 Nopember 2007 PENGERTIAN 1. SC: adalah sebuah sistem yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan kompleks sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan kompleks sebagai akibat dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan kompleks sebagai akibat dari gelombang globalisasi menuntut para pelaku usaha atau perusahaan untuk lebih responsif dalam menghadapi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendekatan manajemen rantai pasok telah banyak digunakan sebagai salah satu model untuk meningkatkan keunggulan bersaing dalam industri. Manajemen rantai pasok merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 5 TAHUN : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PRODUK LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab II Tinjauan Pustaka ini berisi tentang konsep aktivitas supply chain, Inventory Raw material, Inventory Cost, dan formulasi Basnet dan Leung. 2.1 Supply Chain Semua perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan beberapa hal mengenai penelitian yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi, serta sistematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok di Indonesia. Beras bagi masyarakat Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik di negara ini. Gejolak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di beberapa tahun terakhir ini Knowledge Management (KM) menjadi salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Di beberapa tahun terakhir ini Knowledge Management (KM) menjadi salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di beberapa tahun terakhir ini Knowledge Management (KM) menjadi salah satu teknik yang banyak diminati perusahaan untuk mengelola asset pengetahuannya. Hal ini terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Minyak tanah merupakan salah satu dari Bahan Bakar Minyak (BBM) yang keberadaannya disubsidi oleh Pemerintah. Setiap tahunnya Pemerintah menganggarkan dana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional 83 4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik

Lebih terperinci

BAB III DISKRIPSI LEMBAGA. A. Gambaran Umum Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Karanganyar

BAB III DISKRIPSI LEMBAGA. A. Gambaran Umum Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Karanganyar BAB III DISKRIPSI LEMBAGA A. Gambaran Umum Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Karanganyar Dinas Perindustrian, Perdagangan, koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah

Lebih terperinci

Manajemen Konstruksi

Manajemen Konstruksi Manajemen Biodata Nama : Jadfan Sidqi Fidari Alamat : jln. Joyosuko Barat No. 61 Malang Tel : +62 81 333 100104 E L T : jadfansidqi@gmail.com, jadfan@ub.ac.id : jadfan.sidqi : @jadfansidqi Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.51/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2017 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KERJA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi

I. PENDAHULUAN. struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu lebih baik, dan lebih cepat untuk memperolehnya (cheaper, better and

BAB I PENDAHULUAN. mutu lebih baik, dan lebih cepat untuk memperolehnya (cheaper, better and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi ini, distribusi dan logistik telah memainkan peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan perdagangan dunia. Terlebih lagi persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pokok masyarakat, salah satunya adalah sayur-sayuran yang cukup banyak

BAB I PENDAHULUAN. pokok masyarakat, salah satunya adalah sayur-sayuran yang cukup banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki tanaman pangan maupun hortikultura (buah dan sayuran) yang beraneka ragam. Iklim tropis menjadi kemudahan dalam menanam

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN MODEL

BAB IV PERANCANGAN MODEL 36 BAB IV PERANCANGAN MODEL 4.1 Karakteristik Sistem Model simulasi yang akan dikembangkan menggambarkan sistem persaingan yang terjadi antara tiga produsen semen besar di Indonesia dalam memaksimalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang hal-hal yang mendasari penelitian diantaranya yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS. adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan

III. KERANGKA TEORITIS. adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan III. KERANGKA TEORITIS 3.1 Konsep Pemikiran Teoritis Pada pasar kopi (negara kecil), keinginan untuk memperdagangkannya adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan antara

Lebih terperinci

Tabel Tringulasi Kontroversi Kebijakan Impor Beras Di Era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono

Tabel Tringulasi Kontroversi Kebijakan Impor Beras Di Era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono Tabel Tringulasi Kontroversi Kebijakan Impor Beras Di Era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono No. Daftar Pertanyaan Informan Deskripsi Wawancara Kategori Inti 1. Bagaimana implementasi Dr. Ir. Irfan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah Produksi Beras Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah Produksi Beras Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memproduksi beras terbanyak di dunia dan menggunakannya sebagai bahan makanan pokok utamanya. Beras yang dikonsumsi oleh setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekumpulan fasilitas, pasokan bahan baku, konsumen, produk dan metode yang digunakan untuk mengontrol penyimpanan produk, pembelian, dan pendistribusian disebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turut meningkatkan angka permintaan produk peternakan. Daging merupakan

BAB I PENDAHULUAN. turut meningkatkan angka permintaan produk peternakan. Daging merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan yang meningkat pada masyarakat Indonesia diikuti peningkatan kesadaran akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani juga turut meningkatkan angka permintaan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 17 SERI D PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 39 TAHUN 2008

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 17 SERI D PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 39 TAHUN 2008 BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 17 SERI D PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, TATA KERJA DAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL DI LINGKUNGAN DINAS PERINDUSTRIAN,

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO,

Lebih terperinci

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 I. LATAR BELAKANG Peraturan Presiden No.83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan menetapkan bahwa Dewan Ketahanan Pangan (DKP) mengadakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Semarang memiliki potensi yang besar dari sektor pertanian untuk komoditas sayuran. Keadaan topografi daerah yang berbukit dan bergunung membuat Kabupaten

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR ISI. Halaman. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 8 1.3 Tujuan Penelitian... 9 1.4 Manfaat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 80 2016 SERI : D PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 80 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA PADA DINAS PENANAMAN MODAL

Lebih terperinci

Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan

Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan 3.1. Arah Kebijakan dan Strategi Komisi Pemilihan Umum Arah kebijakan dan strategi Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumedang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN SISTEM E-MONITORING SERAPAN ANGGARAN UNTUK PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 31/05/52/Th XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perusahaan umum Bulog mempunyai misi yakni memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Perusahaan umum Bulog mempunyai misi yakni memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan umum Bulog mempunyai misi yakni memenuhi kebutuhan pangan pokok rakyat dan visi yaitu pangan cukup, aman dan terjangkau bagi rakyat. Penjabaran dari visi dimaksud

Lebih terperinci

DRAFT LAPORAN AKHIR KEGIATAN PENYUSUNAN NERACA PRODUK TANAMAN PERKEBUNAN DINAS PERKEBUNAN PROVINSI JAWA TENGAH SEMARANG, 24 NOVEMBER 2011

DRAFT LAPORAN AKHIR KEGIATAN PENYUSUNAN NERACA PRODUK TANAMAN PERKEBUNAN DINAS PERKEBUNAN PROVINSI JAWA TENGAH SEMARANG, 24 NOVEMBER 2011 DRAFT LAPORAN AKHIR KEGIATAN PENYUSUNAN NERACA PRODUK TANAMAN PERKEBUNAN DINAS PERKEBUNAN PROVINSI JAWA TENGAH SEMARANG, 24 NOVEMBER 2011 PENDAHULUAN Perkebunan di Jawa Tengah : Perkebunan Rakyat : 548.594

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti karbohidrat, akan tetapi juga pemenuhan komponen pangan lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. seperti karbohidrat, akan tetapi juga pemenuhan komponen pangan lain seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk dari tahun ke tahun menjadikan kebutuhan pangan juga semakin meningkat. Pemenuhan kebutuhan pangan tersebut tidak hanya terbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia,

Lebih terperinci

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

A. KERANGKA PEMIKIRAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak sapi sangat penting untuk dikembangkan di dalam negri karena kebutuhan protein berupa daging sangat dibutuhkan oleh masyarakat (Tjeppy D. Soedjana 2005, Ahmad zeki

Lebih terperinci

Pasal 3 (1) Susunan Organisasi Dinas Pangan dan Perkebunan terdiri dari : a. Kepala; b. Sekretariat, terdiri dari : 1. Sub Bagian Perencanaan; 2.

Pasal 3 (1) Susunan Organisasi Dinas Pangan dan Perkebunan terdiri dari : a. Kepala; b. Sekretariat, terdiri dari : 1. Sub Bagian Perencanaan; 2. BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 105 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PANGAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN CILACAP

Lebih terperinci

Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I. Pengelolaan Rantai Pasokan

Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I. Pengelolaan Rantai Pasokan Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I Pengelolaan Rantai Pasokan 1 Rantai Pasok(Supply Chain) Suatu konsep atau mekanisme untuk meningkatkan produktivitas total perusahaan dalam rantai suplai melalui optimalisasi

Lebih terperinci

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK Peneliti : Dewi Prihatini 1) mahasiswa yang terlibat : -

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus di Frida Agro yang terletak di Lembang, Kabupaten Bandung. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tercapai seefektif dan seefisien mungkin. salah satunya memproduksi pupuk urea. Produk ini di distribusikan ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tercapai seefektif dan seefisien mungkin. salah satunya memproduksi pupuk urea. Produk ini di distribusikan ke berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan monitoring adalah kegiatan untuk mengetahui kecocokan dan ketepatan kegiatan yang dilaksanakan dengan rencana yang telah disusun. Monitoring digunakan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr. wb.,

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr. wb., KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr. wb., Pemikiran sistem dapat dipandang sebagai dorongan terhadap kepiawaian ilmu pengetahuan dalam menghadapi permasalahan yang kompleks dan dinamis yang terjadi pada

Lebih terperinci

Komite Advokasi Nasional & Daerah

Komite Advokasi Nasional & Daerah BUKU SAKU PANDUAN KEGIATAN Komite Advokasi Nasional & Daerah Pencegahan Korupsi di Sektor Swasta Direktorat Pendidikan & Pelayanan Masyarakat Kedeputian Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS,

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 88 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK, URAIAN TUGAS JABATAN DAN TATA KERJA UNIT PERALATAN DAN PERBEKALAN PADA DINAS SUMBER DAYA

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN. Jahe (Zingiber officinale) dan kunyit (Curcuma longa) merupakan

1. BAB I PENDAHULUAN. Jahe (Zingiber officinale) dan kunyit (Curcuma longa) merupakan 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jahe (Zingiber officinale) dan kunyit (Curcuma longa) merupakan rempah-rempah Indonesia yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, umumnya dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN PRODUK BARU DALAM PERSPEKTIF SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

BAB 3 PERANCANGAN PRODUK BARU DALAM PERSPEKTIF SUPPLY CHAIN MANAGEMENT BAB 3 PERANCANGAN PRODUK BARU DALAM PERSPEKTIF SUPPLY CHAIN MANAGEMENT 3.1 Pendahuluan Dalam perspektif supply chain, perancangan produk baru adalah salah satu fungsi vital yang sejajar dengan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA Dicabut dengan Perwal Nomor 88 Tahun 2013 WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS CIPTA KARYA, TATA RUANG DAN KEBERSIHAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI DINAS KETAHANAN PANGAN KABUPATEN MUSI RAWAS

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI DINAS KETAHANAN PANGAN KABUPATEN MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI DINAS KETAHANAN PANGAN KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI MUSI RAWAS, Mengingat

Lebih terperinci

BOKS 2 ANALISIS SINGKAT FAKTOR PENYEBAB VOLATILITAS HARGA DAGING AYAM RAS DI PROPINSI BANTEN DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA

BOKS 2 ANALISIS SINGKAT FAKTOR PENYEBAB VOLATILITAS HARGA DAGING AYAM RAS DI PROPINSI BANTEN DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA BOKS 2 ANALISIS SINGKAT FAKTOR PENYEBAB VOLATILITAS HARGA DAGING AYAM RAS DI PROPINSI BANTEN DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA I. Latar Belakang Inflasi Banten rata-rata relatif lebih tinggi dibandingkan dengan

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 3.11 Tabel 4.1 Tabel 4.

DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 3.11 Tabel 4.1 Tabel 4. xiii DAFTAR ISI SISTEM MONITORING UKM TENANT IBISMA UII... i LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... iii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... iv LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN HASIL TUGAS AKHIR... v HALAMAN PERSEMBAHAN...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan performa mereka. Salah satu dari banyak manfaat yang bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan performa mereka. Salah satu dari banyak manfaat yang bisa 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teknologi informasi dan komunikasi yang semakin maju dan berkembang saat ini memberikan banyak pilihan dan kemudahan bagi dunia bisnis dalam meningkatkan performa

Lebih terperinci