TINJAUAN PUSTAKA. Mastitis
|
|
- Erlin Pranoto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 TINJAUAN PUSTAKA Mastitis Mastitis berasal dari bahasa Yunani yaitu mastos yang berarti kelenjar ambing (mammary gland) dan itis yang berarti peradangan. Mastitis secara umum di defenisikan sebagai peradangan jaringan internal kelenjar susu atau ambing yang disertai perubahan fisik, kimia, mikrobiologi, ditemukannya kuman patogen dan adanya peningkatan jumlah sel somatis terutama leukosit dalam susu dan dapat disertai perubahan patologi pada jaringan ambing (Sudarwanto 1999). Dalam beberapa literatur hampir semua kasus mastitis disebabkan oleh mikroorganisme dalam kelenjar ambing. Mikroorganisme itu dapat berupa bakteri, cendawan, mikoplasma, dan virus. Jenis bakteri yang banyak berperan sebagai penyebab mastitis yaitu Streptococcus agalactiae, Streptococcus dysgalactiae, Streptococcus uberis, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Escherichia coli, Escherichia feundii, Aerobacter aerugenes dan Klebsiella pneumoniae (Poeloengan 2009). Selain itu, hasil penelitian Hamidjojo juga menemukan kebaradaan Streptococcus agalactiae sebesar 84,1%, staphylococcus aereus 9,7% serta E. coli sebesar 0,9 % pada kasus mastitis (Winaningrum 1999). Ada dua macam mastitis yaitu mastitis klinis dan mastitis subklinis. Mastitis klinis yaitu mastitis yang ditandai dengan gejala klinis yang jelas seperti gejala panca radang, sedangkan mastitis subklinis yaitu peradangan jaringan interna ambing tanpa gelaja klinis seperti bengkak merah dan rasa sakit. Mastitis ini ditandai dengan peningkatan jumlah sel radang lebih dari sel tiap ml susu yang berasal dari ambing laktasi normal (Sudarwanto 1997). Mastitis sering disebut penyakit mahal oleh peternakan sapi perah karena kerugian yang ditimbulkan penyakit ini tidak hanya pada turunnya produksi akan tetapi juga terhadap kualitas hasil olahan susu (Lukman et al. 2009). Kebanyakan mastitis disebabkan masuknya mikroorganisme ke dalam puting susu dan berkembang dalam jaringan ambing menghasilkan produk biologis dan metabolit. Bahan-bahan ini akan mengiritasi jaringan dan menimbulkan reaksi radang. Adanya reaksi radang ini mengakibatkan fungsi-
2 5 fungsi alveol terganggu sehingga produksi dan kualitas susu turun (Lukman et al. 2009) Pada penelitian eksperimental mastitis subklinis menggunakan mencit, susunan histologi kelenjar mamae berubah. Sebagian besar kelenjar mengalami atropi (mengecil) karena sel epitel alveol mengalami degenerasi dan nekrosa, lumen menyempit bahkan ada alveol yang menghilang. Sel radang berupa PMN (polymorphonuclear), makrofag, dan limfosit menginfiltrasi fokus peradangan, fibrosis juga terjadi dan pergantian jaringan nekrotik oleh jaringan lemak. Jika jaringan lemak terbentuk dalam waktu yang cepat akan mengakibatkan involusi dini kelenjar mamae sehingga tidak mampu memproduksi susu. Sel epitel alveol mengalami degenerasi dan nekrosis yang ditunjukkan dengan perubahan intensitas warna sitoplasma sel yang berwarna lebih merah dengan inti mengecil berwarna lebih gelap dengan HE. Inti sel kadang-kadang menghilang (Estuningsih 2002). Selain itu, pada mastitis subklinis juga terjadi peningkatan jumlah sel somatik. Peningkatan jumlah sel somatik ini memberikan efek negatif terhadap kualitas produk melalui aktifitas enzimatis (protease dan lipase). Aktivitas enzimatis berakibat pada menurunnya produk keju dan daya tahan susu pasteurisasi, perubahan produksi asam pada produk-produk susu fermentasi, produk mentega mudah menjadi tegik dan adanya perubahan rasa pada sebagian produk olahan. Peningkatan jumlah sel somatik juga mempengaruhi produksi susu sehingga menimbulkan banyak kerugian (Lukman et al. 2009). Berikut tabel hubungan antara jumlah sel somatik dengan penurunan produksi susu dan perkiraan kerugian. Tabel 1 Hubungan antara jumlah sel somatik dengan penurunan produksi susu Jumlah sel somatik/ml Penurunan produksi susu (%) > % 24.6% 37.5% Sumber: Lukman et al. (2009)
3 6 Tabel 2 Hubungan antara jumlah sel somatik dengan perkiraan kerugian Jumlah sel somatik/ml > Kehilangan susu/tahun/sapi 180 liter 340 liter 770 liter 900 liter Sumber: Lukman et al. (2009) Vaksinasi/Imunisasi Imunisasi adalah suatu proses membangkitkan kekebalan protektif dengan menggunakan antigen yang relatif tidak berbahaya (VMES 2004). Imunisasi memberi kekebalan yang efektif dengan membentuk antibodi yang cukup banyak dan menambah populasi sel-sel limfosit yang dapat berkembang dengan cepat bila terjadi kontak dengan antigen (Roitt 1985). Ada dua macam imunisasi yaitu imunisasi pasif dan imunisasi aktif. Imunisasi pasif menghasilkan kekebalan tubuh dengan cara memindahkan antibodi dari hewan yang resisten kepada hewan yang rentan. Sayangnya resistensi yang dihasilkan hanya bersifat sementara, memberi perlindungan yang cepat namun cepat pula dikatabolisme, sehingga resipien menjadi rentan kembali terhadap infeksi ulang. Tidak ada sel memory yang akan melindungi ternak apabila antibodi dalam imunisasi pasif telah habis (Virella 2001). Namun beberapa tahun terakhir imunisasi pasif mengalami perkembangan. Imunisasi pasif sekarang tidak hanya memindahkan antibodi tapi juga sel T. Pemindahan sel T berfungsi sebagai imunoterapi terhadap pengobatan sel-sel kanker (Ibrahim dan Wahid 2010). Imunitas aktif yaitu pemberian antigen pada hewan sehingga hewan dapat menanggapi antingen dengan meningkatkan tanggap kebal protektif berperantara sel T dan sel B. Ada dua jenis vaksin yang digunakan dalam imunisasi aktif yaitu vaksin hidup dan vaksin mati. Masing- masing vaksin ini mempunyai kelebihan dan kekurangan (Tizard 1987).
4 7 Tabel 3 Perbandingan kelebihan dan kekurangan vaksin hidup dan vaksin mati Vaksin hidup Dapat menyebabkan penyakit karena virulensi residual Diperlukan beberapa dosis ulangan Imunitas kuat dan selama hidup Tidak perlu adjuvan Kurang resiko hipersensitivitas Vaksin dapat merangsang produksi interferon Sumber: Tizard (1987) Vaksin mati Tak mungkin menyebabkan penyakit karena virulensi residual atau kembali ke sifat semula Tidak memerlukan dosis banyak Imunitas lemah Menurut Tizard (1987) vaksinasi yang baik sebagai pengendali penyakit harus mempunyai kriteria sebagai berikut : 1. Identifikasi mutlak organisme penyebab dengan tepat 2. Mampu melindungi hewan terhadap penyakit 3. Resiko vaksinasi tidak melebihi resiko kemungkinan mengidap penyakit tersebut. Suatu vaksin dapat berasal dari toxoid, virus, patogen protein, DNA, dan bakteri atau yang disebut sebagai vaksin bakteri. Vaksin bakteri yaitu vaksin yang barasal dari suatu bakteri yang telah dilemahkan faktor virulensinya (Kindt 2007). Salah satu contoh bakteri yang digunakan sebagai vaksin adalah Streptococcus agalactiae. Streptococcus agalactiae mempunyai faktor virulensi berupa kapsul polisakarida dan hemaglutinin. Kapsul polisakarida ini tersusun atas asam sialat dan senyawa karbohidrat lainnya yang membentuk struktur oligosakarida yang berperan dalam mencegah fagositosis, menentukan ketahanan hidup dan mencegah proses pembunuhan bakteri (Wibawan dan Laemmler 1990). Secara umum ada tiga cara pembuatan vaksin yaitu metode fisika seperti pemanasan, metode biologi seperti modifikasi genetik, dan metode kimia seperti penggunaan suatu senyawa spesifik. Dewasa ini pembuatan vaksin semakin maju hingga sampai pada suatu teknik dengan menggunakan radiasi radioaktif atau nuklir. Penelitian vaksin yang diradiasi ini sebenarnya sudah lama dimulai. Pada
5 8 tahun 1967 Nussenzweig et al. melakukan penelitian vaksin yang telah diradiasi terhadap penyakit malaria pada mencit. Hasilnya membuktikan bahwa vaksinasi mencit dengan sporozoit Plosmodium berghei yang diatenuasi dengan radiasi mampu memproteksi tantangan sporozoit infektif (Syaifudin et al. 2008). Setelah itu, penelitian tentang vaksin yang radiasi semakin berkembang. Pada tahun 1992, Badan Teknologi Nuklir Nasional meluncurkan sebuah vaksin terhadap penyakit koksidiosis yang pembuatannya menggunakan radiasi. Dalam pembuatan suatu bahan vaksin, jenis radiasi yang biasa digunakan adalah sinar gamma yang memiliki daya tembus tinggi dan panjang gelombang pendek (Hall 1994). Radiasi sinar gamma ini dapat menghasilkan suatu imunogen yang potensial untuk vaksin dan memicu pembentukan antibodi yang optimal dalam menahan infeksi berikutnya (Hook et al. 2003). Radiasi dengan dosis optimum akan menyebabkan kerusakan pada DNA sehingga mikroorganisme tidak mampu melakukan replikasi dan tidak menimbulkan infeksi (Syaifudin et al. 2008). Penggunaan suatu vaksin dapat melalui beberapa rute namun yang paling umum dilaksanakan melalui intarmuskular dan subkutan karena caranya yang relatif mudah. Tehnik ini biasanya digunakan pada hewan yang jumlahnya relatif sedikit. Pada hewan yang jumlahnya banyak seperti ayam, pemberian vaksin dapat dilakukan melalui spray (aerosol), dicampurkan pada makan dan minumannya, diteteskan pada mata, dan lain-lain (Tizard 1987). Pada mencit pemberian vaksin lebih banyak dilakukan melalui intramuscular dan subkutan. Vaksin akan mempengaruhi tanggap kebal. Antigen yang ada pada vaksin akan berikatan dengan reseptor yang ada pada limfosit. Ikatan ini akan merangsang limfosit untuk berkembang-biak dan berdiferensiasi menjadi sel B yang akhirnya menghasilkan antibodi dan sel T yang menimbulkan kekebalan berperantara sel (Tizard 1987). Berkembang biaknya limfosit ini akan mengakibatkan populasinya di darah perifer juga akan meningkat. Pada limpa masuknya antigen atau vaksin akan meningkatkan jumlah folikel dan merangsang folikel primer yang sebagian besar terdiri atas sel B membentuk germinal center dan berubah menjadi folikel sekunder. Sel penghasil
6 9 antibodi yang ada pada folikel ini akan berpindah menuju ke pulpa merah dan zona pembatas. Di sini sebagian besar antibodi diproduksi (Tizard 1987). Selain itu, dengan adanya vaksinasi juga akan merangsang proses hemopoietik pada sumsum tulang (Stockham dan Scott 2002). Mencit Mencit (Mus musculus) merupakan salah satu hewan rodensia yang cepat perkembangbiakannya, memiliki potensi reproduksi tinggi, masa kebuntingan yang singkat, berukuran kecil, dan fisiologis terkarakterisasi dengan baik. Selain itu mencit juga mempunyai harga yang relatif murah dan mudah dipelihara dalam jumlah banyak (Sirois 2005). Alasan inilah mencit banyak digunakan dalam penelitian biomedis untuk mempelajari teratologi, genetik, gerontologi, toksikologi, dan karsinogenesitas. Sistem taksonomi mencit sebagai berikut (Arrington 1972): Kingdom Filum Subfilum Kelas Ordo Genus Spesies : Animalia : Chordata : Vertebrata : Mammalia : Rodensia : Mus : Mus musculus Selain itu, untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam suatu penelitian, kita harus mengetahui data fisiologis serta perilaku-perilaku hewan tersebut. Berikut data fisiologis mencit yaitu (Smith dan Mangkoewidjojo 1988): Lama hidup Lama kebuntingan Umur dewasa Umur dikawinkan : 1-2 tahun : hari : 35 hari : 8 minggu (jantan atau betina)
7 10 Siklus estrus Siklus kelamin Lama estrus Berat dewasa : 4-5 hari : poliestrus : jam : gram jantan, gram betina Jumlah anak : rata-rata 6, bisa sampai 15 Volume darah : ml/kg Sel darah putih : x 10 3 /mm 3 Neutrofil : 12-30% Eosinofil : % Monosit : 1-12% Limfosit : 55-85% Penggunaan mencit dalam penelitian juga telah sampai pada percobaan pembuatan vaksin. Beberapa contoh vaksin yang percobaannya menggunakan mencit adalah vaksin streptococcus grub B, vaksin polisakarida multivalen S. Pneumoniae (Anonim 2010), vaksin DNA, vaksin pemblokir kokain, vaksin malaria (Johnson dan Roehrig 1998), dan lain sebagainya. Vaksin-vaksin ini dicoba pada mencit terlebih dahulu untuk melihat keefektifan dan keamanan dari vaksin sebelum digunakan oleh penggunanya. Leukosit Ada dua tempat pembentukan leukosit yaitu sumsum tulang dan organ limfoid. Pada sumsum tulang terjadi pembentukan sel granulosit, monosit dan beberapa limfosit sedangkan pada organ limfoid terjadi pembentukan limfosit dan plasma sel. Leukosit yang telah matang akan bersirkulasi di darah dan akan pergi ke tempat dimana mereka dibutuhkan. Suatu proses infeksi atau inflamasi ditandai dengan infiltrasi sel-sel leukosit ini karena leukosit merupakan respon awal tubuh terhadap serangan agen infeksius (Guyton dan Hall 2006). Leukosit terbagi atas dua golongan besar yaitu granuler (neutrofil, eosinofil, dan basofil) dan agranuler
8 11 (monosit dan limfosit). Pembagian ini didasarkan ada atau tidaknya butiran dalam sitoplasma (Frandson 1996). 1. Neutrofil Morfologi neutrofil normal secara umum sama pada setiap spesies mamalia domestik. Kromatin dari nukleusnya mengalami pemadatan dan bersegmen-segmen. Neutrofil dikatakan matang apabila dia mempunyai minimal dua lobus. Sitoplasmanya umumnya tampak polos atau merah muda dan sedikit basofilik (Harvey 2001). Gambar 2 Neutrofil mencit (perbesaran 100x) (Sumber: Theml et al. 2004) Neutrofil diproduksi dalam sumsum tulang bersama-sama sel granulosit lainnya. Jumlah neutrofil terbanyak kedua setelah sel limfosit dalam peredaran darah perifer mencit yaitu sebesar 20-30% dari total leukosit (Weiss dan Wardrop 2010). Neutrofil dapat bertahan 4-8 jam dalam sirkulasi dan 4-5 hari dalam jaringan. Ada tiga cara neutrofil masuk ke dalam jaringan yaitu diapedesis (melalui endotel pembuluh darah), ameboid motion, chemotaxis (melalui rangsangan zat kimia)(guyton dan Hall 2006). Netrofil merupakan baris pertahanan pertama jika seekor hewan atau manusia terinfeksi bakteri, virus, dan sel asing. Neutrofil berusaha menyerang dan merusak agen tersebut melalui proses yang dinamakan fagositosis (Guyton dan Hall 2006). Proses ini dilakukan dengan cara mengurung bakteri mikroorganisme asing di dalam sitoplasmanya yang mengandung enzim proteolitik. Enzim ini mampu mencerna dinding sel dan setelah melakukan
9 12 fagositosis neutrofil menjadi inaktif dan mati bersama dengan mikroorganisme asing yang menghasilkan nanah yang nantinya akan diserap kembali oleh tubuh (Tizard 1987). Peningkatan jumlah neutrofil dalam peredaran darah terjadi akibat adanya infeksi akut, sedangkan penurunan jumlah neutrofil disebabkan infeksi yang berjalan kronis (Wick 1997). Penurunan jumlah neurofil disebabkan karena tidak mampunya neutrofil melawan agen infeksi sehingga merangsang peningkatan makrofag dan monosit di dalam tubuh (Tizard 1987). 2 Eosinofil Eosinofil mempunyai granul yang besar dan bersifat asidofilik karena menyerap warna dari eosin. Nukleus dari eosinofil hampir sama dengan neutrofil tapi cenderung mempunyai lobulasi sedikit. Sitoplasmanya biasanya sedikit berwarna biru (Harvey 2001). Jumlah eosinofil yang bersirkulasi di dalam tubuh sekitar 0-7% (Weiss dan Wardrop 2010). Eosinofil diproduksi dalam jumlah banyak jika seekor hewan atau manusia terinfeksi oleh parasit. Meskipun sebagian besar parasit terlalu besar untuk difagositosis oleh eosinofil namun eosinofil dapat melakukan ini dengan cara menempel pada parasit. Setelah itu melepaskan beberapa substrat yaitu enzim hidrolitik dari granulnya, melepaskan bentuk oksigen yang sangat reaktif yang dapat mematikan parasit, atau melepaskan polypeptida yang larvasida dari granulnya (Guyton dan Hall 2006). Gambar 3 Eosinofil mencit (perbesaran 100x) (Sumber: Theml et al. 2004) Selain itu eosinofil juga memiliki kecenderungan untuk mengumpul pada jaringan dimana reaksi alergi terjadi. Hal ini terjadi karena ternyata sel
10 13 eosinofil dan basofil ikut berpartisipasi dalam reaksi alergi dan shock anafilaksis (Swenson et al. 1993). Basofil melepaskan chemotaxis eosinofil yang menyebabkan eosinofil bermigrasi ke radang jaringan akibat alergi. Eosinofil diyakini dapat mendetoksifikasi beberapa zat yang merangsang dilepaskan sel mast dan menghancurkan kompleks alergen-antibodi (Guyton dan Hall 2006). 3. Basofil Basofil adalah granulosit yang bersifat polimormonuklear-basofilik. Pada umumnya basofil mempunyai sitoplasma berwarna biru pucat dan inti basofil kurang tersegmentasi daripada inti neutrofil. Granul basofil bersifat asam, berwarna biru tua sampai dengan ungu yang sering menutupi inti yang berwarna agak cerah (Harvey 2001). Basofil merupakan leukosit yang paling jarang, jumlahnya sangat rendah yaitu sekitar <1% dari leukosit dalam sirkulasi (Theml et al. 2004). Gambar 4 Basofil mencit (perbesaran 100x) (Sumber: Theml et al. 2004) Basofil dan sel mast merupakan dua komponen yang sangat mirip secara fungsi. Sel mast dan basofil ini memainkan peranan yang sangat penting dalam sebuah reaksi alergi yang disebabkan oleh antibodi seperti Imunoglobulin E (IgE). IgE memiliki kecenderungan khusus untuk melekat pada sel mast dan basofil, kemudian apabila antigen spesifik untuk IgE beraksi dengan antibodinya, maka akan menyebabkan sel mast dan basofil akan pecah dan melepaskan histamin, bradikidin, serotonin, heparin, slow-reacting substance dari anafilaksis, dan sejumlah enzim lisosom. Ini menyebabkan peradangan pada pembuluh darah lokal dan reaksi alergi (Guyton dan Hall 2006).
11 14 4. Monosit Monosit merupakan leukosit mononuklear dan biasanya lebih besar dari pada limfosit. Monosit mempunyai inti seperti huruf U atau tapal kuda berbentuk ginjal, band-shaped, atau berbelit-belit (ameboid) dengan kromatin yang menyebar atau sedikit mengelompok. Sitoplasmanya biasanya berwarna biru-abu-abu dan sering terdapat vakuola (Harvey 2001). Jumlah monosit di dalam sirkulasi sekitar 2-8% dari leukosit yang beredar. Fungsi utama dari monosit adalah sebagai alat pertahanan terhadap infeksi bakteri, jamur, virus, dan benda asing (Theml et al. 2004). Gambar 5 Monosit mencit (perbesaran 100x) (Sumber: Weiss dan 2010) Wardrop Monosit berkembang menjadi makrofag apabila mereka telah meninggalkan pembuluh darah dan masuk ke jaringan (Harvey 2001). Namun ada sebagian monosit yang terikat pada jaringan dan tetap melekat selama berbulan-bulan atau bahkan tahun sampai mereka dipanggil melalui chemotaxis apabila ada rangsangan atau inflamasi. Monosit dan makrofag membunuh mikroorganisme melalui proses fagositosis sehingga dikenal juga sebagai sistem fagositik mononuklear (Guyton dan Hall 2006). Selain itu makrofag juga berfungsi dalam proses dan regulasi respon imun terhadap adanya antigen dan mensekresikan sitokin (misalnya IL-10, IL-12, Transforming growth factor (TGF)-β), memodulasi respon inflamasi melalui sekresi faktor pertumbuhan hematopoietik (misalnya granulosit, koloni monosit), menginisiasi inflamasi (IL-1,IL-6, TNF-α, menghambat inflamasi
12 15 (IL-10, TGF-β), regulasi metabolisme besi, menghapus jaringan yang mati dan rusak (Weiss dan Wardrop 2010). Pada penyakit yang berlangsung kronis monosit lebih banyak ditemukan daripada neutrofil namun apabila penyakit bersifat akut neutrofil lebih banyak ditemukan daripada monosit atau makrofag (Ganong 1995). 5. Limfosit Limfosit merupakan sel leukosit agranulosit yang memiliki sitoplasma dengan warna biru muda sedangkan intinya berwarna ungu tua. Limfosit mempunyai ukuran yang sangat bervariasi (Theml et al. 2004) dan jumlahnya dalam sirkulasi sekitar 70-80% dari total leukosit (Weiss dan Wardrop 2010). Ada dua jenis limfosit yatu limfosit kecil dan besar. Perbedaan kedua bisa di lihat dari besar sitoplasma yang terlihat. Biasanya limfosit besar intinya hampir menutupi semua sitoplasma sedangkan limfosit kecil sitoplasmanya jelas terlihat. Gambar 6 Limfosit mencit (perbesaran 100x) (Sumber: Theml et al. 2004) Limfosit merupakan unsur kunci dalam sistem kekebalan. Pada mamalia, sistem ini mampu menghasilkan antibodi melawan beberapa juta agen asing berbeda yang bisa menginvasi badan. Limfosit berdiferensiasi menjadi sel T dan sel B. Sel T berperan dalam imunitas seluler yang bertanggung jawab bagi reaksi alergi tertunda dan penolakan transplan jaringan asing. Ada empat jenis sel T yang telah dikenali yaitu sel T pembantu/penginduksi, sel T supressor, sel T cytotoxic dan sel T memory. Dua jenis pertama terlibat dalam regulasi
13 16 produksi antibodi oleh turunan sel B, sedangkan sel T sitotoksik merusak sel yang ditransplantasi dan sel asing lainya. Sel B berperan dalam imunitas humoral yaitu imunitas yang terbentuk karena antibodi bersirkulasi di dalam fraksi γ globulin protein plasma. Sel B dapat berdiferensiasi menjadi sel plasma dan sel memory (Ganong 1995). Sel B dan sel T kelihatan identik dan tidak bisa dibedakan secara morfologi. Karena itu untuk membedakan perlu mengenal beberapa ciri-ciri fungsionalnya. Salah satu cara untu membedakan sel T dan sel B adalah mengenal ciri khas antigen-permukaan sel. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat antisera khusus terhadap subpopulasi limfosit. Jadi, sel timus diinokulasi ke hewan yang berbeda spesies yang kemudian akan menanggapinya dengan membuat antibodi anti-sel T khusus. Antibodi ini secara kimiawi dapat disenyawakan dengan zat warna flouresen. Bila limfosit direndam dalam antibodi flouresen ini maka antibodi akan mengikat sel T dan akan bersinar di dalam kegelapan jika di sinari ultraviolet. Teknik ini juga bisa digunakan untuk sel B dengan menggunakan serum anti-imunoglobulin permukaan sel yang akan mengikat sel B (Tizard 1987). Selain itu, dewasa ini juga banyak dibuat antibodi monoklonal terhadap subpopulasi limfosit yang digunakan dengan tehnik imunohistokimia untum mencari sel-sel tersebut di jaringan tubuh. Limpa Limpa berfungsi sebagai organ yang menyaring darah dan membuang partikel antigen serta sel darah yang sudah tua. Limpa memiliki kapsul yang kaya otot polos dan serat elastis. Bagian parenkimnya dibagi menjadi dua bagian yaitu pulpa merah dan pulpa putih. Pulpa merah merupakan bagian untuk menyimpan eritrosit, penjeratan antigen dan eritropoiesis, sedangkan pulpa putih tempat terjadinya proses tanggap kebal (Bacha dan Bacha 2000). Pada daerah pulpa putih terdapat folikel primer yang berisi sel limfosit B. Apabila terjadi respon terhadap antigen maka akan terbentuk germinal center pada pulpa putih yang disebut dengan folikel sekunder. Setiap folikel sekunder yang terbentuk dikelilingi oleh selapis sel T yang disebut dengan marginal zone. Pulpa putih secara keseluruhan
14 terpisah dari pulpa merah oleh sinus pembatas yaitu suatu selubung retikulum dan zona pembatas yang terdiri atas sel (Tizard 1987). 17 a b c d Gambar 7 Limpa mencit (perbesaran 4x). Pulpa putih (a); Pulpa merah (b); Marginal zone atau zona pembatas (c); Kapsula (d). (Sumber: Bacha dan Bacha 2000) Pembuluh darah memasuki hilus limpa dan bercabang masuk ke trabekula. Ketika memasuki parenkim limpa dan mengelilingi pulpa putih, terdapat daerah yang disebut dengan arteri pusat. Adanya akumulasi limfosit pada daerah ini akan membentuk periarterial lymphatic sheaths (PALS). Setelah meninggalkan pulpa putih, arteri akan bercabang menjadi beberapa arteriol dan kembali bercabang menjadi kapiler. Umumnya percabangan ini disebut penicillus karena secara kolektif mereka seperti bulu sikat. Kapiler dari penicillus dikelilingi oleh lapisan konsentris dari makrofag. (Bacha dan Bacha 2000). Antigen yang masuk ke dalam limpa akan dijerat oleh makrofag baik yang terdapat pada zona pembatas (marginal zone) maupun zona yang membatasi sinusoid pulpa merah. Sel ini membawa antigen ke folikel primer dalam pulpa putih. Setelah beberapa hari, sel plasma bermigrasi. Sel plasma menempati zona pembatas dan pulpa merah. Disinilah partama kali terbentuk antibodi terhadap antigen tersebut. Pembentukan pusat germinal juga terbentuk dalam folikel primer. Selain itu apabila antigen memasuki limpa maka dimulailah penjeratan limfosit yaitu limfosit yang biasanya melewati secara bebas organ ini, terjerat sehingga tidak dapat lepas. Sifat proses penjeratan ini belum jelas, namun mungkin terjadi sebagai akibat interaksi antara antigen dengan makrofag sehingga
15 18 menyebabkan keluarnya monokin yang mempengaruhi pergerakan limfosit. Penjeratan ini berfungsi untuk mengumpulkan sel peka-antigen di tempat yang dekat dengan tempat antigen terkumpul yang secara tidak langsung menambah efisiensi tanggap kebal (Tizard 1987). Setelah kurang lebih 24 jam, limpa mulai melepaskan sel yang terjebak dan memperlihatkan adanya pertambahan jumlah sel selama kurang lebih tujuh hari. Pada akhir dari semua periode ini, banyak sel yang dilepaskan ke perifer menjadi penghasil antibodi dan sel memori (Tizard 1987). Sumsum Tulang Sumsum tulang merupakan organ hematopoiesis yang berfungsi memproduksi sel darah dan trombosit. Struktur sumsum tulang mempunyai dua bagian yaitu bagian hematopoietik dan sinusoid vaskuler. Kedua bagian ini dikelilingi oleh cortical bone (tulang keras) dan terletak bersebelahan seperti potongan sebuah kue (Tizard 1987). Sinusoid vaskuler akan menyatu di bagian tengah tulang dan membentuk vena sentral (Gambar 8) sedangkan bagian hematopoietik merupakan tempat terjadinya perkembangan sel darah sehingga pada daerah ini terdapat berbagai macam bentuk perkembangan sel darah (Gambar 9) (Weiss dan Wardrop 2010).
16 19 Gambar 8 Potongan melintang tulang panjang. (Sumber Weiss dan Wardrop 2010) Gambar 9 Sumsum Tulang (perbesaran 312x). Debris azurofilik (1); Erythroblast Basofilik (2); Myelosit Basofilik (3); sel band Eosinofilik (4); Myelosit Eosinofilik (5); Erythrosit (6); Sel Erythroid (7); Sel Granulositik (8); Megakaryosit (9); Mitotik (10); Sel band neutrofilik (11); Erythroblast Orthochromatofilik (12); Osteoblast (13); Osteoclast (14); Sel plasma (15). (Sumber: Bacha dan Bacha 2000)
17 20 Sel darah awalnya berasal dari sel omnipotent yang berkembang menjadi sel limfoid pluripotent dan sel myeloid pluripotent. Sel limfoid menghasilkan keturunan limfosit sedangkan sel myeloid menghasilkan keturunan eritrosit, megakariosit, basofil, eosinofil, neutrofil dan makrofag (Weiss dan Wardrop 2010). Perkembangan sel-sel limfoid dan myeloid bervariasi melalui beberapa tahap seperti pada gambar 9. Gambar 10 Tahap perkembangan sel darah (Sumber: Theml et al. 2004) Neutrofil, eosinofil, dan basofil berkembang dari sel myeloblast. Sel ini akan membelah menjadi sel promyelocyte. Sel promyelocyte ini mempunyai inti yang relatif besar dengan nukleus dan kromatin yang mulai menyatu. Sitoplasmanya mengandung nonspecific azurophilic granul. Promyelosit membelah menjadi myelocyte. Myelosit memiliki bentuk lebih kecil dengan nukleus dan kromatin yang memadat. Perbedaan granulosit akan memungkinkan sel tersebut berubah menjadi neutrofil, eosinofil, atau basofil. Setelah itu sel tersebut mangalami metamyelocyte yang membuat inti memanjang dan
18 21 membentuk kacang sebelum akhirnya membentuk segmentasi pada saat pematangan (Weiss dan Wardrop 2010). Pada gambar 10 juga menjelaskan bahwa sel limfoid berkembang menjadi NK Cell, T-limphoblast, dan B- T-limphoblast yang akan menghasilkan NK Cell, limfosit T, dan limfosit B. Sel limfoid yang belum matang dan makrofag terletak di dekat endosteum dan arteriol sedangkan limfosit yang sudah matang terletak di parenkim sumsum tulang (Weiss dan Wardrop 2010) dan akan bermigrasi ke organ limfoid sekunder seperti limpa dan limfonodus untuk mengalami pendewasaan (Tizard 1987). Semua sel darah yang sudah matang masuk dalam sinusoid dan terus ikut dalam aliran darah sedangkan sel yang belum matang akan tetap tinggal dalam sumsum tulang. Pada mencit 70-90% dari ruang sumsum tulang merupakan tempat terjadinya hematopoietis. Adanya perubahan morfologi sel, perubahan jumlah relatif dalam populasi sel, perubahan urutan perkembangan dan tidak adanya salah satu sel darah merupakan indikasi adanya gangguan hematopoiesis pada hewan tersebut (Barthold et al. 2007). 1 Gambar 11 Os Femur mencit (Perbesaran 4x). Sumsum tulang (1). (Li et al. 2010)
MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS
MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda
Lebih terperinciSISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)
SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan
Lebih terperinciGAMBARAN DIFERENSIASI LEUKOSIT DARAH PERIFER, LIMPA, DAN SUMSUM TULANG MENCIT
GAMBARAN DIFERENSIASI LEUKOSIT DARAH PERIFER, LIMPA, DAN SUMSUM TULANG MENCIT (Mus musculus) SEBAGAI RESPON TERHADAP PEMBERIAN VAKSIN Streptococcus agalactiae YANG DIRADIASI ANDRIO B04080167 FAKULTAS KEDOKTERAN
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Respon deferensiasi sel darah perifer mencit terhadap vaksin S. agalactiae yang diradiasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Vaksinasi adalah suatu proses membangkitkan kekebalan protektif dengan menggunakan antigen yang relatif tidak berbahaya (Tripp 2004). Vaksinasi merupakan metode yang paling efektif
Lebih terperinciTujuan Penelitian. Manfaat Penelitian
2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan profil leukosit (nilai total leukosit diferensiasi jenis leukosit, dan jumlah masing-masing jenis leukosit) kambing PE setelah vaksinasi iradiasi
Lebih terperinciBAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN
BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam
Lebih terperinciPEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol
30 PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol Sel somatik merupakan kumpulan sel yang terdiri atas kelompok sel leukosit dan runtuhan sel epitel. Sel somatik dapat ditemukan dalam
Lebih terperinciSISTEM LIMFOID. Organ Linfoid : Limfonodus, Limpa, dan Timus
SISTEM LIMFOID Sistem limfoid mengumpulkan kelebihan cairan interstisial ke dalam kapiler limfe, mengangkut lemak yang diserap dari usus halus, dan berespons secara imunologis terhadap benda asing yang
Lebih terperinciMekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang
Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar
Lebih terperinciBila Darah Disentifus
Judul Fungsi Darah Bila Darah Disentifus Terdiri dari 3 lapisan yaitu : Darah di sentrifuse q Lapis paling bawah (merah) 45% adalah Eritrosit atau hematokrit q Lapis tengah (abu-abu putih) 1 % adalah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing
4 TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing Kelenjar mamaria atau ambing pada sapi letaknya di daerah inguinal yang terdiri dari empat perempatan kuartir. Setiap kuartir memiliki satu puting, keempat
Lebih terperinciCATATAN SINGKAT IMUNOLOGI
CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem
Lebih terperinciSISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII
SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan
Lebih terperinciDarah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit
Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Plasma (40%-50%) Lekosit Eritrosit sebelum sesudah sentrifusi Eritrosit Fungsi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah LeukositTotal Leukosit merupakan unit darah yang aktif dari sistem pertahanan tubuh dalam menghadapi serangan agen-agen patogen, zat racun, dan menyingkirkan sel-sel rusak
Lebih terperinciSISTEM PEREDARAN DARAH
SISTEM PEREDARAN DARAH Tujuan Pembelajaran Menjelaskan komponen-komponen darah manusia Menjelaskan fungsi darah pada manusia Menjelaskan prinsip dasar-dasar penggolongan darah Menjelaskan golongan darah
Lebih terperinciDarah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit
Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Plasma (40%-50%) Lekosit Eritrosit sebelum sesudah sentrifusi Fungsi utama eritrosit:
Lebih terperinciBAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI
1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS
Lebih terperinciFISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed
FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed 1 PENDAHULUAN Sistem imun melindungi tubuh dari sel asing & abnormal dan membersihkan debris sel. Bakteri dan virus patogenik adalah sasaran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk
Lebih terperinciSISTEM PERTAHANAN TUBUH
SISTEM PERTAHANAN TUBUH Sistem Pertahanan Tubuh Sistem Pertahanan Tubuh Non spesifik Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik Jenis Kekebalan Tubuh Disfungsi sitem kekebalan tubuh Eksternal Internal Struktur Sistem
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Anatomi Ambing dan Mekanisme Pertahanannya Mastitis Subklinis
4 TINJAUAN PUSTAKA Anatomi Ambing dan Mekanisme Pertahanannya Ambing merupakan bagian tubuh ternak yang berperan dalam sintesis dan sekresi susu. Ambing sapi terdiri dari dua bagian yaitu kiri dan kanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal dan gangguan metabolisme karbohidrat,
Lebih terperinciSISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS
SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ
Lebih terperinciTEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN
TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,
Lebih terperinciImmunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age
Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas sistem imun sangat diperlukan sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap ancaman,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kerbau lumpur betina, diperoleh jumlah rataan dan simpangan baku dari total leukosit, masing-masing jenis leukosit, serta rasio neutrofil/limfosit
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
10 kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa zat warna lalu dikeringkan. Selanjutnya, DPX mountant diteteskan pada preparat ulas darah tersebut, ditutup dengan cover glass dan didiamkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus
13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus Jaringan limfoid sangat berperan penting untuk pertahanan terhadap mikroorganisme. Ayam broiler memiliki jaringan limfoid primer (timus dan bursa
Lebih terperinciKompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya
SISTEM SIRKULASI Kompetensi Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya Suatu sistem yang memungkinkan pengangkutan berbagai bahan dari satu tempat ke tempat lain di dalam tubuh organisme Sistem
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolitis Ulserativa (ulcerative colitis / KU) merupakan suatu penyakit menahun, dimana kolon mengalami peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, kram perut
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitemia Hasil penelitian menunjukan bahwa semua rute inokulasi baik melalui membran korioalantois maupun kantung alantois dapat menginfeksi semua telur tertunas (TET). Namun terdapat
Lebih terperinciSistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus
Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ limfatik sekunder Limpa Nodus limfa Tonsil SISTEM PERTAHANAN TUBUH MANUSIA Fungsi Sistem Imun penangkal benda asing yang masuk
Lebih terperinciserta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut
Lebih terperinciMekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh
Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh Apabila tubuh mendapatkan serangan dari benda asing maupun infeksi mikroorganisme (kuman penyakit, bakteri, jamur, atau virus) maka sistem kekebalan tubuh akan berperan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
6 Pewarnaan Proses selanjutnya yaitu deparafinisasi dengan xylol III, II, I, alkohol absolut III, II, I, alkohol 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 2 menit. Selanjutnya seluruh preparat organ
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total
HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh (Guyton 2008). Kondisi tubuh dan lingkungan yang berubah setiap saat akan mengakibatkan perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan
Lebih terperinciRESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN
BAB 10 RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN 10.1. PENDAHULUAN Virus, bakteri, parasit, dan fungi, masing-masing menggunakan strategi yang berbeda untuk mengembangkan dirinya dalam hospes dan akibatnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan
Lebih terperinciPANDUAN PRAKTIKUM HISTOLOGI II MODUL 2.3 KARDIOVASKULER DAN HEMATOLOGI DARAH
PANDUAN PRAKTIKUM HISTOLOGI II MODUL 2.3 KARDIOVASKULER DAN HEMATOLOGI DARAH Tujuan pembelajaran: 1. Mahasiswa mampu memahami istilah plasma, serum, hematokrit 2. Mahasiswa mampu memahami komposisi plasma
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran gula darah tikus model selama penelitian
41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran gula darah tikus model selama penelitian Penimbangan berat badan menunjukkan bahwa pada awal penelitian berat badan tikus
Lebih terperinciPRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.
PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. Praktikum IDK 1 dan Biologi, 2009 Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. 1 TUJUAN Mengetahui asal sel-sel
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap diferensiasi leukosit mencit (Mus musculus) yang diinfeksi P. berghei, setelah diberi infusa akar tanaman kayu kuning (C. fenestratum) sebagai berikut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Pedaging Klasifikasi biologis ayam (Gallus gallus) berdasarkan Rasyaf (2003) adalah sebagai berikut :
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Pedaging Klasifikasi biologis ayam (Gallus gallus) berdasarkan Rasyaf (2003) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordate Kelas : Aves Ordo : Galliformes
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum jelas. Secara garis besar IBD
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tikus Putih Tikus putih termasuk dalam kingdom Animalia, Filum Chordata, Klas Mamalia, Ordo Rodentina, Famili Muridae, Subfamily Muroidae, Genus Rattus, Species Rattus
Lebih terperinciHEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung
16 HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung memiliki kelainan hematologi pada tingkat ringan berupa anemia, neutrofilia, eosinofilia,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total Data hasil penghitungan jumlah leukosit total, diferensial leukosit, dan rasio neutrofil/limfosit (N/L) pada empat ekor kerbau lumpur betina yang dihitung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah merah merupakan tanaman endemik Papua yang bermanfaat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membantu pengobatan beberapa penyakit, antara lain kanker, tumor,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepadatan Ayam Petelur Fase Grower Ayam petelur adalah ayam yang efisien sebagai penghasil telur (Wiharto, 2002). Keberhasilan pengelolaan usaha ayam ras petelur sangat ditentukan
Lebih terperinciPENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,
PENGETAHUAN DASAR IMUNOLOGI KULIT Dr. Ariyati Yosi, SpKK PENDAHULUAN Kulit: end organ banyak kelainan yang diperantarai oleh proses imun kulit berperan secara aktif sel-sel imun (limfoid dan sel langerhans)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ayam petelur adalah ayam yang mempunyai sifat unggul dalam produksi telur atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur yaitu
Lebih terperinciSistem Imun BIO 3 A. PENDAHULUAN SISTEM IMUN. materi78.co.nr
Sistem Imun A. PENDAHULUAN Sistem imun adalah sistem yang membentuk kekebalan tubuh dengan menolak berbagai benda asing yang masuk ke tubuh. Fungsi sistem imun: 1) Pembentuk kekebalan tubuh. 2) Penolak
Lebih terperinciDi seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya
Lebih terperinciSistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal
Kuntarti, SKp Sistem Imun Fungsi: 1. Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor)
Lebih terperinciTabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba
3 Diferensiasi SDP dilakukan berbasis preparat ulas darah total. Darah diulas di preparat kemudian difiksasi dengan metanol selama 2 menit. Preparat ulas darah diwarnai menggunakan pewarna giemsa selama
Lebih terperincimenjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda asing berupa antigen dan bibit penyakit.
Bab 10 Sumber: Biology: www. Realm nanopicoftheday.org of Life, 2006 Limfosit T termasuk ke dalam sistem pertahanan tubuh spesifik. Pertahanan Tubuh Hasil yang harus Anda capai: menjelaskan struktur dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi
HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi Pengamatan histopatologi limpa dilakukan untuk melihat lesio pada limpa. Dari preparat yang diamati, pada seluruh kelompok perlakuan baik kontrol (-) maupun
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Persentase Parasit Darah Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda yang berada di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR FKH IPB) dapat dilihat sebagai berikut
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengamatan terhadap gejala klinis pada semua kelompok perlakuan, baik pada kelompok kontrol (P0) maupun pada kelompok perlakuan I, II dan III dari hari pertama sampai pada
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sel sel darah primitif dibentuk dalam saccus vitelinus. Sel sel darah disini masih
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembentukan Sel Darah (hemopoiesis) Terdiri dari 3 fase hemopoesis : 1. Fase mesoblastik Sel sel darah primitif dibentuk dalam saccus vitelinus. Sel sel darah disini masih serupa
Lebih terperinciGambar: Struktur Antibodi
PENJELASAN TENTANG ANTIBODY? 2.1 Definisi Antibodi Secara umum antibodi dapat diartikan sebagai protein yang dapat ditemukan pada plasma darah dan digunakan oleh sistem kekebalan tubuh untuk mengidentifikasikan
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
27 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Diferensiasi Leukosit Tubuh manusia maupun hewan sepanjang waktu terpapar oleh agen infeksius seperti bakteri, virus, jamur dan parasit dalam berbagai tingkatan
Lebih terperinciFIRST LINE DEFENCE MECHANISM
Pengertian Sistem Pertahanan Tubuh Pertahanan tubuh adalah seluruh sistem/ mekanisme untuk mencegah dan melawan gangguan tubuh (fisik, kimia, mikroorg) Imunitas Daya tahan tubuh terhadap penyakit dan infeksi
Lebih terperinciSOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006
SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 1. Imunitas natural :? Jawab : non spesifik, makrofag paling berperan, tidak terbentuk sel memori 2. Antigen : a. Non spesifik maupun spesifik,
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah
BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24
Lebih terperinciAsuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas
Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta
Lebih terperinciLEUKOSIT. 1.Puspha Dyah F. (A ) 2.Retri Retnaningtyas (A ) 3.Shindhu Anggraini (A )
LEUKOSIT 1.Puspha Dyah F. (A102.09.039) 2.Retri Retnaningtyas (A102.09.045) 3.Shindhu Anggraini (A102.09.052) 4.Tiska Ageng P. (A102.09.058) 5.Ulfi Binartawati (A102.09.060) 6.Zerlinda Anita S. (A102.09.070)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercemar kapan dan dimana saja sepanjang penanganannya tidak memperhatikan
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakteri Patogen dalam Susu Susu merupakan media pertumbuhan yang sangat baik bagi bakteri dan dapat menjadi sarana potensial bagi penyebaran bakteri patogen yang mudah tercemar
Lebih terperinciPS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI.
PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. Kompetensi Dasar 1. Mengetahui penyusun jaringan ikat 2. Memahami klasifikasi jaringan ikat 3. Mengetahui komponen
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. inflamasi. Hormon steroid dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu glukokortikoid
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kortikosteroid adalah derivat hormon steroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini memiliki peranan penting seperti mengontrol respon inflamasi. Hormon
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan keganasan pada usus besar dan rektum. Gangguan replikasi DNA di dalam sel-sel usus yang diakibatkan oleh inflamasi kronik dapat meningkatkan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kuda (Dokumentasi)
TINJAUAN PUSTAKA Kuda Gambar 1 Kuda (Dokumentasi) Kuda (Equus caballus) masih satu famili dengan keledai dan zebra, berjalan menggunakan kuku, memiliki sistem pencernaan monogastrik, dan memiliki sistem
Lebih terperinciUniversitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan
Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Conducted by: Jusuf R. Sofjan,dr,MARS 2/17/2016 1 Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan
Lebih terperinciImunisasi: Apa dan Mengapa?
Imunisasi: Apa dan Mengapa? dr. Nurcholid Umam K, M.Sc, Sp.A Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Jogjakarta Penyebab kematian pada anak di seluruh dunia Campak
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Peningkatan temperatur tubuh dapat dijadikan indikator terjadinya peradangan di dalam tubuh atau demam. Menurut Kelly (1984), temperatur normal tubuh sapi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data hasil penelitian jumlah netrofil yang menginvasi cairan intraperitoneal mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan
Lebih terperinciStruktur dan Fungsi Hewan Tujuan Instruksional Khusus
Struktur dan Fungsi Hewan Tujuan Instruksional Khusus Menjelaskan: Struktur Hewan Fungsi Hayati Hewan Energi dan Materi Kuliah Hewan 1 Homeostasis Koordinasi dan Pengendalian Kuliah Kontinuitas Kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya teknologi di segala bidang merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Diantara sekian banyaknya kemajuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Imunitas merupakan suatu mekanisme untuk mengenal suatu zat atau bahan yang dianggap sebagai benda asing terhadap dirinya, selanjutnya tubuh akan mengadakan tanggapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu formula yang diberikan kepada bayi sebagai pengganti ASI, kerap kali memberikan efek samping yang mengganggu kesehatan bayi seperti alergi. Susu formula secara
Lebih terperinciBAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Untuk mengerti bagaimana kedudukan dan peran imunologi dalam ilmu kefarmasian, kita terlebih dahulu harus mengetahui apakah yang
Lebih terperinciMakalah Sistem Hematologi
Makalah Sistem Hematologi TUGAS I untuk menyelesaikan tugas browsing informasi ilmiah Disusun Oleh: IBNU NAJIB NIM. G1C015004 PROGRAM DIPLOMA IV ANALISI KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
Lebih terperinciulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan.
Hasil dari perhitungan rumus di atas diperoleh nilai minimal 3 kali ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. 3.6. Analisis Data Data-data yang diperoleh adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan transfusi darah adalah upaya kesehatan berupa penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan. Sebelum dilakukan transfusi darah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tubuh manusia secara fisiologis memiliki sistim pertahanan utama untuk melawan radikal bebas, yaitu antioksidan yang berupa enzim dan nonenzim. Antioksidan enzimatik bekerja
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Banyuwangi secara astronomis terletak di antara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyuwangi secara astronomis terletak di antara 113 53 00 114 38 00 Bujur Timur dan 7 43 00 8 46 00 Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Banyuwangi yang mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem imun bekerja untuk melindungi tubuh dari infeksi oleh mikroorganisme, membantu proses penyembuhan dalam tubuh, dan membuang atau memperbaiki sel yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pencemaran Udara Pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrak fisik atau bahan kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai jumlah tertentu.( Fardiaz S, 1992
Lebih terperinciSISTEM IMUN SPESIFIK. Lisa Andina, S.Farm, Apt.
SISTEM IMUN SPESIFIK Lisa Andina, S.Farm, Apt. PENDAHULUAN Sistem imun spesifik adalah suatu sistem yang dapat mengenali suatu substansi asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat memacu perkembangan respon
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mayarakat secara umum harus lebih memberi perhatian dalam pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti
Lebih terperinci