HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Hasil Karakterisasi Marka SSR Saat ini marka SSR (penanda mikrosatelit) telah digunakan secara luas dalam analisis yang berbasis molekuler. Marka tersebut merupakan salah satu penciri genetik yang ideal untuk analisa genom karena jumlahnya yang cukup banyak dalam genom (Hoetzel 1998), selain itu marka SSR bersifat kodominan dan dapat mendeteksi variasi alel yang tinggi (Wu & Tanskley 1993; Panaud et al 1996). Marka SSR telah banyak digunakan pada berbagai studi keragaman genetik (Blair et al. 1999), identifikasi varietas tanaman (Moeljopawiro 2007; Pabedon et al ) dan uji kemurnian benih hibrida (Tamilkumar et al 2009; Liu et al 2007). Informasi detail dari marka SSR yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Table 3. Tabel 3 Nama lokus, sekuen basa berulang, kisaran basa dan jumlah alel dari 16 marka SSR yang digunakan Kode Lokus Sekuen basa Kisaran basa Jumlah alel berulang (bp) Total Polimorfis RM104 (GA) RM154 (GA) RM164 (GT) 16 TT(GT) RM206 (CT) RM209 (CT) RM215 (CT) RM219 (CT) RM250 (CT) RM263 (CT) RM276 (AG) 8 A 3 (GA) RM335 (CTT) RM346 (CTT) RM464 (AT) RM475 (TATC) RM551 (AG) RM570 (AG) Jumlah Sumber :

2 24 Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 16 pasang primer yang digunakan dua primer tidak menghasilkan pita pada gel elektroforesis. Tidak munculnya pita dapat terjadi akibat optimasi yang tidak sesuai sehingga tidak terjadi amplifikasi saat proses PCR. Sebanyak total 41 alel dihasilkan dari 14 primer yang teramplifikasi, dengan rata-rata jumlah alel 2.92 per lokus. Persentase lokus polimorfik adalah 50% dimana terdapat 7 primer yang bersifat polimorfis dengan jumlah alel yang polimorfis sebanyak 22. Rata-rata jumlah alel per lokus polimorfik adalah Tingkat Polimorfisme (Polymorphism Information Content, PIC) Galur Tetua Tingkat polimorfisme (PIC) diperlukan untuk memilih marka yang dapat membedakan antar galur/tetua yang digunakan. Kuantifikasi PIC adalah jumlah alel yang dapat dihasilkan oleh suatu marka dan frekuensi dari tiap alel dalam set genotipe yang diuji. Nilai polimorfisme ditentukan oleh frekuensi kemunculan alelnya (DeVicente & Fulton 2003). Marka yang menghasilkan alel lebih sedikit memiliki kemampuan yang lebih kecil untuk membedakan sampel yang diuji. Nilai PIC yang tinggi ditunjukan pada marka yang menghasilkan banyak alel. Nilai PIC merupakan standar yang baik untuk mengevaluasi marka genetik (Emrani et al 2011). Marka polimorfis dan informasi tingkat polimorfisme dari marka yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai PIC tertinggi dari marka-marka yang polimorfis ditunjukan oleh RM206 (0.783) dan terendah adalah RM346 (0.195). Nilai PIC diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu PIC>0.5 adalah sangat informatif, 0.25>PIC>0.5 termasuk sedang dan PIC<0.25 memiliki nilai informatif yang rendah (Botstein et al. 1980). Lima marka termasuk dalam kategori sangat informatif (PIC>0.5), satu marka memiliki nilai PIC sedang yaitu RM263 dan satu marka memiliki tingkat polimorfisme rendah yaitu RM346 (0,195). Nilai PIC ratarata dari tujuh marka untuk delapan galur tetua adalah Dari keseluruhan 16 marka yang digunakan tujuh marka monomorfis dan dua marka tidak menunjukkan hasil amplifikasi (Tabel 3). Marka yang monomorfis memiliki nilai PIC=0.

3 25 Tabel 4 Marka SSR polimorfis dan tingkat polimorfisme (PIC) Kode Lokus Total Jumlah alel Polimorfis Tingkat polimorfisme (PIC) RM RM RM RM RM RM RM Rata-rata Hasil karakterisasi berdasarkan marka SSR, menunjukan koefisien kemiripan genetik dari persilangan galur tetua hibrida berkisar antara atau pada jarak genetik (Tabel 5). Semakin besar nilai koefisien kemiripan genetik antara dua galur berarti semakin besar kemiripan genetiknya. Tabel 5 Jarak genetik galur tetua dari lima varietas hibrida Varietas Hibrida Tetua Kemiripan genetik Jarak genetik Hipa 6 IR A x B 8094 F Hipa 7 IR A x IR Hipa 8 IR A x BP Hipa 9 IR A x S4325 A Hipa 10 IR A x Bio Analisis kelompok (cluster analysis) terhadap galur tetua menggunakan tujuh marka SSR polimorfis menghasilkan dendogram UPGMA dari delapan galur tetua dari lima varietas hibrida (Gambar 3). Kedelapan tetua yang dianalisis dapat dibedakan dengan jelas berdasarkan marka mikrosatelit. Pada tingkat kesamaan 69% terbentuk tiga kelompok, yaitu kelompok-1 terdiri dari IR62829A, kelompok-2 terdiri dari B8094F dan Bio-9 dan kelompok-3 terdiri dari IR58025A, BP51-1, IR68897A, IR40750 dan S4325A.

4 26 Gambar 3 Dendogram analisis UPGMA delapan tetua hibrida padi berdasarkan kemiripan genetik dengan menggunakan tujuh marka SSR polimorfis. Tetua dari Hipa 6 memiliki nilai jarak genetik 0.44 dan berada pada kelompok yang berbeda berdasarkan dendogram kemiripan genetik (Gambar 3). Galur mandul jantan IR62829A berada pada kelompok-1 berbeda dengan restorer B8094F yang beradaa pada kelompok-2. Tetua Hipa 10 juga berada pada kelompok yang berbeda dimana GMJ IR68897A berada pada kelompok-3 dan restorer Bio-9 pada kelompok-2. Jarak genetik antara tetua Hipa 10 tersebut adalah Beberapa tetua dari hibrida yang diuji berada dalam kelompok yang sama. Tetua Hipa 7 dan Hipa 9 memiliki jarak genetik 0.20 dan Jarak genetik terdekat ditunjukan pada tetua Hipa 8 yaitu sebesar Galur Mandul Jantann IR58025A berada kelompok yang sama dengan restorer BP51-1. Keunggulan padi hibrida berupa heterosis, diharapkan muncul terutama pada karakter potensi hasil. Heterosis sering diistilahkan sebagai vigor hibrida, dimana turunan pertama suatu persilangan lebih unggul dibandingkan galur tetuanya (Pannuthurai et al. 1984; Yuan et al. 2003). Secara teori, heterosis akan meningkat bila jarak genetik dari kedua tetua lebih jauh (Melchinnger & Gumber 1998). Potensi dan rata-rata hasil dari hibrida yang digunakan memiliki nilai yang hampir sama yaitu berkisar t/ha untuk potensi hasil dan t/ha untuk rata-rata hasil (Lampiran 5 9). Nilai jarak genetik tertinggi yaitu tetua Hipa 6 tidak memiliki potensi dan rata-rata hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan tetua Hipa 8 yang memiliki nilai jarak genetik terendah

5 27 Jarak genetik yang lebih dekat belum tentu menghasilkan hasil persilangan yang lebih tinggi. Hasil penelitian Zainal & Amirhusin (2005) pada galur-galur tetua padi hibrida menunjukan bahwa jarak genetik yang lebih dekat belum tentu menghasilkan turunan dengan tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Efek heterosis pada padi juga dikendalikan oleh banyak gen, sehingga heterosis tidak cukup diterangkan hanya melalui jarak genetik. Nilai jarak genetik belum secara tegas memprediksi bobot biji, nilai daya gabung khusus dan heterosis (Pabedon et al. 2009) Penentuan jarak genetik antar tetua juga dipengaruhi oleh jenis dan jumlah marka genetik yang digunakan. Semakin banyak jumlah populasi dan marka yang diuji maka hasil yang didapatkan akan semakin akurat (Tsegaye et al. 1996). Pada penelitian kali ini pengelompokan keseragaman genetik hanya menggambarkan jarak genetik dari delapan tetua hibrida dengan tujuh marka SSR polimorfis. Bila digunakan marka yang lebih banyak dan berbeda dapat saja dihasilkan pengelompokan genetik yang berbeda. Marka SSR Spesifik yang Dapat Membedakan Tetua Hibrida Sidik jari DNA berdasarkan PCR telah menjadi metode yang sering digunakan untuk karakterisasi plasma nutfah, studi penyebaran dan uji kemurnian varietas. Sejumlah marka DNA saat ini telah tersedia untuk dapat digunakan sebagai sidik jari, maupun untuk marker assisted selection (MAS). Marka mikrosatelit merupakan marka yang sering digunakan karena melimpah, bersifat kodominan dan selain itu juga mudah digunakan ( McCouch et al. 2002). Melalui penelitian ini telah didapatkan beberapa marka SSR yang memiliki potensi untuk membedakan antara tetua padi hibrida (Tabel 6). Tabel 6 Marka SSR polimorfis untuk tetua hibrida yang digunakan Varietas Hibrida Tetua Marka SSR polimorfis Hipa 6 IR A x B 8094 F RM 346, RM 335, RM 570, RM 206 Hipa 7 IR A x IR RM 206, RM 335 Hipa 8 IR A x BP 51-1 RM 263, RM 206 Hipa 9 IR A x S4325 A RM 276, RM 335 Hipa 10 IR A x Bio-9 RM 206, RM 276, RM 263

6 28 Berdasarkan hasil elektroforesis, diperoleh tujuh marka SSR polimorfis dari keseluruhan 16 marka SSR yang digunakan. Enam marka dapat digunakan untuk membedakan galur tetua dari lima varietas padi hibrida yang dipelajari. Marka SSR RM164 merupakan marka polimorfis tetapi tidak dapat digunakan untuk membedakan galur tetua dari varietas padi hibrida yang diuji, sehingga walau marka tersebut memiliki nilai PIC yang cukup tinggi (0.555) tetapi tidak polimorfis untuk untuk dapat membedakan galur mandul jantan dengan restorernya (Gambar 4). Gambar 4 Penampilan pita DNA menggunakan marka SSR RM164 Marka SSR yang dapat menghasilkan pita polimorfis pada galur tetua hibrida, dapat digunakan untuk mengidentifikasi tetua hibrida dan hibrida turunanya. Marka-marka polimorfis tersebut dapat digunakan untuk uji kemurnian benih padi hibrida. Beberapa marka polimorfis untuk identifikasi Hipa 6, Hipa 7, Hipa 8, Hipa 9 dan Hipa 10 dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.

7 29 (a) (b) (c) (d) Gambar 5 Penampilan pita polimorfis dari tetua hibrida untuk marka SSR RM346 (a), RM570 (b) dan RM206 (c)(d)

8 30 (a) (b) Gambar 6 Penampilan pita polimorfis dari tetua hibrida untuk marka SSR RM263 (a) dan RM276 (b) Sterilitas Galur Mandul Jantan Adanya campuran pada benih hibrida akan dapat menurunkan produksi. Setiap adanya campuran sebesar 1 % pada benih galur mandul jantan akan dapat mengakibatkan penurunan produksi sebesar 100 kg/ha (Mao et al.1996). Peraturan perbenihan di India mensyaratkan kemurnian benih untuk padi hibrida adalah 98% (Verma 1996), sedangkan di China tingkat kemurnian benih untuk padi hibrida yang diperbolehkan minimal adalah 96 % (Yan 2000). Di Indonesia, sertifikasi benih hibrida mensyaratkan kemurnian benih 98 % dan campuran varietas lain yang diperbolehkan maksimal 0.5 % (Direktorat Perbenihan 2009). Untuk dapat menjamin kemurnian dari benih hibrida yang dihasilkan diperlukan tingkat kemurnian dari tetua hibrida yang cukup tinggi, tingkat kemurnian yang sebaiknya dimiliki oleh galur tetua adalah sekitar 99 % (Yashitola et al 2004; Direktorat Perbenihan 2009). Salah satu sebab adanya campuran yang paling umum selama proses produksi benih hibrida adalah tidak murninya galur pelestari saat memproduksi galur mandul jantan. Sebelum memasuki stadia berbunga akan sangat sulit membedakan antara galur pelestari dengan galur mandul jantannya karena keduanya merupakan isonuclear sehingga memiliki morfologi yang sangat mirip. Penyebab lain adanya campuran pada galur mandul jantan dapat disebabkan

9 31 oleh terjadinya selfing yang diakibatkan dari tetua galur mandul jantan yang fertil. Kontaminasi pada galur pelestari atau mandul jantan dapat berakibat pada penurunan hasil dan buruknya pertanaman di lapang. Kemungkinan adanya campuran pada proses produksi benih padi hibrida, diminimalkan dengan melakukan isolasi dan rouging mulai dari produksi tetua hingga produksi benih F 1 hibridanya. Uji sterilitas malai dilakukan untuk melihat kemungkinan terjadinya kontaminasi yang diakibatkan dari tetua mandul jantan yang tidak steril. Malai galur mandul jantan dari hibrida yang diuji disungkup dengan menggunakan kantung kertas dan diamati tingkat sterilitasnya (Tabel 7). Tingkat sterilitas malai dibagi menjadi beberapa tingkatan yaitu steril seluruhnya (100 %), tingkat sterilitas tinggi (99,0-99,9 %), steril (95,0-98,9), parsial steril (70,0-94,9%) dan parsial fertil s/d fertil (<70%) (IRRI 2011). Rata-rata persentase sterilitas malai dari ketiga galur mandul jantan masih termasuk dalam kategori steril karena masih diatas 95 %. Galur mandul jantan dikategorikan sebagal galur yang steril bila memiliki tingkat sterilitas lebih besar 95%, bila tingkat sterilitasnya lebih kecil dari itu maka dianggap sebagai galur yang tidak stabil. Tabel 7 Status sterilitas malai beberapa galur mandul jantan padi Galur Mandul Jumlah Sterilitas malai (%) Jantan sampel Rata-rata* Kisaran IR58025A ± 1, ,0 IR62829A ± 0, ,0 IR68897A ± 0, ,0 Keterangan : *) x ± sd Gabah isi masih ditemukan pada beberapa malai dari tiap mandul jantan yang diuji. Gabah isi menunjukkan bahwa peluang terjadinya penyerbukan sendiri masih ada. Tanaman digolongakan sebagai tanaman fertil bila masih ditemukan adanya gabah isi pada malai yang dihasilkan. Pada populasi tanaman yang diamati, galur mandul jantan IR58025A, IR62829A dan IR68897A menunjukkan tanaman fertil berturut-turut sebesar 4%, 8%, 2.7% (Tabel 8). Persentase tanaman fertil tertinggi ditunjukan oleh galur mandul jantan IR62829A yang merupakan tetua GMJ untuk Hipa 6 dan terendah pada IR68897A (GMJ untuk Hipa 10). Tingkat fertilitas dari galur mandul jantan,selain dilihat dari populasi juga diamati pada tingkat individu malai. Persentase gabah isi per malai dihitung hanya pada malai yang fertil. Pada IR58025A nilai rata-rata gabah isi per malai masih tinggi, yaitu 5.5% dan masih terdapat individu tanaman

10 32 yang menghasilkan gabah isi per malai hingga 13.6 %. Untuk IR62829A dan IR68897A rata-rata persentase gabah isi per malai yang dihasilkan cukup rendah, yaitu masih di bawah 3%. Kisaran gabah isi per malai nya pun masih dibawah IR58025A. Tabel 8 Rata-rata persentase fertilitas beberapa galur mandul jantan padi. Galur Mandul Jantan Tanaman Fertil (%) Gabah isi/malai* (%) Kisaran gabah isi/malai* (%) IR58025A IR62829A IR68897A Ket : *)persentase gabah isi hanya dihitung dari malai fertil yang ditemukan Tanaman dianggap sebagai tanaman fertil bila terdapat gabah isi pada malai yang dihasilkan. Galur mandul jantan yang digunakan dalam produksi benih padi hibrida seharusnya menghasilkan 100% malai yang mandul pada satu rumpun tanaman. Adanya gabah isi berpotensi menghasilkan gabah isi pada galur mandul jantan generasi berikutnya dan menyebabkan kontaminasi pada proses produksi benih F 1 hibrida. Dalam kegiatan produksi benih, kegiatan pemurnian perlu dilakukan untuk mendapatkan galur mandul jantan yang baik dimana tingkat sterilitasnya mencapai 100%. Pada kegiatan pemurnian dilakukan quality control pada galur mandul jantan. Proses quality control yang dimaksud adalah dilakukan penyungkupan minimal pada dua malai kemudian diamati gabah isi per malainya. Individu tanaman yang masih menghasilkan gabah isi, tidak digunakan untuk kegiatan produksi benih. Untuk mempertahankan kemurnian dari galur mandul jantan, metode terbaik yang digunakan adalah dengan melakukan silang balik berkelanjutan yang dilakukan secara manual (Youssef 2011). Uji Kemurnian Genetik Benih Padi Hibrida Menjaga kebenaran dan keseragaman varietas merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan mutu padi hibrida, oleh karena itu uji kemurnian benih sangat dibutuhkan sebelum benih tersebut didistribusikan dan ditanam secara luas. Identifikasi varietas menjadi sangat penting bila dikaitkan dengan perlindungan varietas tanaman dan hak kekayaan intelektual. Teknologi marka molekuler dapat menjadi dukungan yang kuat bagi pemulia dan

11 33 perusahaan penghasil varietas karena dapat menyediakan identifikasi atau bukti yang diakui secara hukum. Oleh karena itu diperlukan marka-marka yang dapat mengidentifikasi kebenaran dan kemurnian dari suatu varietas. Identifikasi kebenaran suatu genotipe tanaman dengan menggunakan marka yang tidak terpaut merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menilai kemurnian benih hibrida dan satu penanda yang polimorfik sudah cukup untuk pengujian kemurnian benih (Yashitola 2002) Sifat marka SSR yang polimorfis dapat mendeteksi individu yang heterozigot, karena sifatnya itu maka marka SSR dapat digunakan untuk pengujian kemurnian genetik benih padi hibrida. Saat alel polimorfis dapat terditeksi antara tetua hibrida yaitu galur mandul jantan (A) dan restorernya (R), maka diharapkan kedua alel tersebut akan muncul pada pada individu F 1 hibridanya. Pada penelitian ini uji kemurnian benih dilakukan menggunakan dua hibrida yaitu Hipa 6 dan Hipa 7. Pengujian dilakukan pada sampel individu tanaman muda yang diambil dari petak pertanaman di lapang. Marka RM346 digunakan untuk uji kemurnian genetik Hipa 6 dan RM206 untuk Hipa 7. Marka tersebut digunakan karena sifatnya yang polimorfis untuk tetua hibrida Hipa 6 dan Hipa 7. Terdapat beberapa marka yang polimorfis yang dapat membedakan galur tetua Hipa 6, dan untuk uji kemurnian benih dipilih marka RM346. Pemilihan marka RM346 dikarenakan polimorfisme cukup jelas terlihat pada tetua (antara GMJ dan restorer-nya) (Gambar 5a) dibandingkan marka yang lain (RM570 dan RM206). Marka tersebut menghasilkan satu pita pada masing-masing tetua sehingga akan lebih mudah membedakannya pada uji kemurnian benih. Marka RM 206 dipilih untuk uji kemurnian benih Hipa 7, karena marka tersebut merupakan marka yang polimorfis dan merupakan marka yang spesifik untuk Hipa 7. Marka RM335 tidak digunakan untuk uji kemurnian benih karena walaupun polimorfis antara tetua Hipa 6 dan Hipa 7, tetapi marka tersebut tidak dapat membedakan antara Hipa 6 dan Hipa 7. Galur mandul jantan dan restorer dari Hipa 6 dan Hipa 7 teramplifikasi pada jarak yang sama. Hasil pengujian molekuler dengan menggunakan marka RM346 pada 40 individu hibrida Hipa 6 menunjukkan 33 individu tanaman menghasilkan pita heterozigot dan tujuh individu tanaman menghasilkan pita homozigot (Gambar 7 dan 8). Individu yang memiliki pita homozigot adalah individu nomor 2, 3, 12,19, 21, 33 dan 38. Individu-individu tanaman tersebut merupakan campuran karena

12 34 tidak memiliki kedua pita yang berasal dari dua tetua pembentuknya. Tujuh individu tanaman yang menghasilkan pita homozigot, dua tanaman memiliki pita yang identik dengan tetua galur mandul jantan (A) yaitu individu nomor 2 dan 38 dan lima tanamann memiliki pita identik dengan tetua jantan atau restorer-nya (R) yaitu pada individu nomor 3, 12, 19, 21 dan 33. L R L A Gambar 7 Hasil uji kemurniann benih Hipa 6 dengan menggunaka an RM346 pada media elektroforesis gel agarose 3 % L A R Gambar 8 Hasil uji kemurnian benih Hipa 6 dengan menggunakan RM346 pada media elektroforesis gel polyakrilamid Evaluasi kemurnian genetik di lapang (grow-out berdasarkan karakter morfologi. Hasil pengamatann morfologi test) dilakukan mengidentifikasi

13 35 campuran varietas lain pada tanaman nomor 1, 2, 3, 12, 19,37 dan 38 (Tabel 9). Terdapat perbedaan antara hasil uji laboratorium dengan marka SSR dengan identifikasi varietas campuran berdasarkan pengamatan morfologi di lapang. Tabel 9 Identifikasi tanaman campuran pada uji kemurnian genetik menggunakan SSR dan grow out test pada Hipa 6 Uji Kemurnian Jumlah sampel Tanaman campuran (%) Nomor sampel SSR 40 17,5 2, 3, 12, 19, 21, 33, 38 Grow out test 40 17,5 1, 2, 3, 12, 19, 37, 38 Persentase tanaman campuran pengujian SSR dengan grow out test memiliki nilai yang sama yaitu 17,5%. Sebagian besar individu yang dikenali sebagai campuran, sama antara SSR dan grow out test. Individu tanaman tersebut adalah sampel nomor 2, 3, 12, 19 dan 38. Hasil berbeda didapatkan pada beberapa nomor sampel yaitu pada tanaman nomor 1, 37, 21 dan 33. Individu nomor 1 dan 37 (Gambar 9) yang diidentifikasi sebagai campuran di lapang ternyata bukan merupakan campuran pada hasil pengujian dengan marka SSR RM346. Individu tersebut memiliki dua pita polimorfis yang menandakan tetua Hipa 6 (Gambar 7 dan 8). Pada pengamatan grow out test individu 1 dan 37 dikategorikan sebagai tanaman campuran karena memiliki jumlah anakan yang lebih sedikit, tinggi tanaman yang lebih rendah dan warna daun yag sedikit lebih gelap dibandingkan tanaman Hipa 6. Sedikitnya jumlah anakan menyebabkan tampilan tanaman terlihat lebih kompak sehingga tanaman dianggap sebagai campuran. Rincian mengenai penyimpangan karekter pada tanaman-tanaman yang dikategorikan sebagai campuran dapat dilihat pada Tabel 10 Individu nomor 21 dan 33 menunjukan hal sebaliknya. Tanaman tersebut di lapang tidak dikategorikan sebagai campuran, ternyata tidak memiliki dua pita yang merupakan identitas dari tetua hibrida. Tanaman nomor 21 dan 33 yang merupakan campuran varietas lain, memiliki penampilan morfologi mirip dengan Hipa 6. Pada uji SSR individu tanaman nomor 21 dan 33 memiliki pita yang identik dengan restorer Hipa 6, tetapi belum dapat dipastikan bahwa tanaman tersebut adalah restorer. Marka RM346 merupakan marka yang polimorfis untuk tetua Hipa 6 tetapi marka tersebut monomorfis dengan galur tetua lain yang

14 36 digunakan pada penelitian ini. Sehingga dapat saja tanaman nomor 21 dan 33 yang menurut hasil SSR pitanya identik dengan restorer Hipa 6 adalah tanaman varietas lain yang pitanya tidak dapat dibedakan dengan restorer bila menggunakan marka RM346. Tabel 10 Penyimpangan karakter pada tanaman sampel yang dinyatakan sebagai campuran pada grow out test Hipa 6 Nomor sampel Penyimpangan karakter 1 Tanaman lebih pendek, anakan lebih sedikit, tanaman lebih kompak 2 Terdapat malai hampa, lebih rentan terhadap hama 3 Warna merah pada ujung gabah, tanaman sedikit lebih menyebar 12 Umur berbeda lebih dalam, warna daun lebih tua 19 Tanaman lebih tinggi, anakan sedikit, warna daun lebih muda, umur lebih dalam 37 Tanaman lebih pendek, anakan lebih sedikit, tanaman lebih kompak 38 Tanaman lebih pendek dan kompak, lebih rentan terhadap hama dan penyakit 1 HIPA 6 37 HIPA 6 (a) (b) Gambar 9 Identifikasi tanaman nomor 1 dan Hipa 6 (a); Tanaman nomor 37 dan Hipa 6 (b). Tanaman nomor 1 dan 37 yang diidentifikasi sebagai campuran ternyata bukan campuran menurut uji laboratorium Beberapa tanaman lain memperlihatkan penyimpangan karakter yang cukup jelas seperti pada tanaman nomor 19. Tanaman tersebut memiliki jumlah

15 37 anakan yang jauh lebih sedikit, perbedaan tinggi tanaman dan warna daun. serta umur berbunga yang jauh lebih dalam. Tanaman nomor 3 tidak menunjukkan tampilan yang berbeda jauh pada pertumbuhan tanaman. Perbedaan baru terlihat pada pengamatan generatif akhir dimana terdapat warna merah pada ujung gabah. CVL HIPA 6 Gambar 10 Identifikasi tanaman nomor 19 (kiri) dan Hipa 6 (kanan). Tanaman 19 diidentifikasi sebagai campuran pada uji kemurnian di laboratorium dan di lapang Polimorfisme antar tetua HIPA 7 yang dihasilkan oleh marka RM206 pada gel agarose 3% berjarak cukup dekat sehingga pita heterozigot sulit dilihat sebagai dua pita yang terpisah. Identifikasi pita homozigot dilakukan dengan melihat pendaran yang lebih tipis dan diidentifikasi sebagai pita homozigot. Individu-individu tanaman yang bukan hibrida diindikasikan oleh tanaman nomor 4, 14,15, 23 dan agak meragukan pada no 29 (Gambar 11). L A R L Gambar 11 Uji kemurnian benih Hipa 7 dengan menggunakan marka RM206 pada gel agarose 3 %.

16 38 Elektroforesis dengan menggunakan gel polyakrilamid dapat mengidentifikasi individu homozigot yaitu pada tanaman nomor 4, 14, 15, 23 dan 29. Pada tanaman nomor 29 yang sebelumnya agak meragukan pada pemisahan dengan gel Agarose 3% terlihat lebih jelas pada gel polyakrilamid (Gambar 12). Tanaman tersebut bukan merupakan hibrida karena tidak memiliki pita dari galur restorer. Dari lima tanaman homozigot yang diidentifikasi dengan menggunakan marka RM206, tiga tanaman identik dengan pita galur mandul jantan (A) yaitu individu nomor 4, 15 dan 29. Dua tanamann identik dengan restorer (R) yaitu individu nomor 14, dan 23. Kemampuan deteksi padaa gel polyakrilamid lebih baik dibandingkan dengan menggunakan agarose 3% (Azrai 2007), dimana produk PCR yang sebelumnya dideteksi sebagai monomorfis tampak polimorfis setelah menggunakann gel polyakrilamid. Tingkat resolusi gel polyakrilamid lebih tinggi dibandingkan gel agarose, maka gel tersebut mempunyai kemampuan lebih besar untuk mendeteksi sejumlah alel per lokus dibandingkan dengan gel agarose (Makaulay et al. 2001) A A R L Gambar 12. Uji kemurnian benih Hipa 7 dengan menggunakan marka RM206 padaa gel polyakrilamid Perbandingan identifikasi tanaman campuran antara hasil uji SSR dengan grow-out test padaa Hipa 7 dapat dilihat pada Tabel 11. Individu yang diidentifikasi sebagai campuran pada grow-out test adalah tanaman sampel nomor 1, 4, 14, 15, 23, 29 dan 34. Terdapat perbedaan antar penilaian tanamann campuran pada SSR dan grow-out test yaitu pada tanaman nomor 1 dan 34. Tanaman nomor 1 dan 34 yang diidentifikasi sebagai campuran berdasarkan identifikasi morfologi ternyata merupakan hibrida berdasarkan uji SSR. Penampilann morfologi pada kedua tanaman tersebut lebih kompak, anakan lebih sedikit serta pada tanaman nomor 1 waktu berbunganyaa lebih dalam sekitar 2 hari dari ata-rata tanaman

17 39 yang ada pada pertanaman. Penyimpangan karakter dari tanaman-tanaman yang dinilai sebagai campuran pada grow-out test dapat dilihat pada Tabel 12 Tabel 11 Identifikasi tanaman campuran pada uji kemurnian dengan SSR dan grow out test pada Hipa 7 Uji Kemurnian Jumlah sample Tanaman campuran (%) Nomor sampel SSR 40 12,5 4, 14, 15, 23, 29 Grow out test 40 17,5 1, 4, 14, 15, 23, 29, 34 Beberapa tanaman campuran memiliki penyimpangan morfologi yang cukup jelas dan dengan mudah dapat diidentifikasi. Tanaman nomor 14 memiliki ukuran tinggi tanaman dan lebar daun yang jelas berbeda dibandingkan Hipa 7 (Gambar 13). Pada beberapa tanaman yang diidentifikasi memiliki pita identik dengan galur mandul jantan memiliki malai-malai yang hampa pada rumpun tanamannya. tanaman tersebut adalah individu nomor 4, 15 dan 29 Tabel 12 Penyimpangan karakter pada tanaman sampel yang dinyatakan sebagai campuran pada grow out test Hipa 7 Nomor sampel Penyimpangan karakter 1 Tanaman lebih kompak, umur berbunga lebih dalam 4 Biji hampa, parsial streril 14 Tanaman lebih tinggi, daun lebar, diameter batang lebih tebal 15 Terdapat malai steril, tanaman lebih kompak, (regestan) 23 Umur berbunga lebih dalam, tanaman lebih kompak, 29 Tanaman lebih kompak, anakan lebih sedikit, 34 Tanaman lebih kompak, anakan lebih sedikit, Persentase tanaman campuran pada SSR lebih rendah dibandingkan grow-out test (Tabel 11). Dua tanaman yang dinilai sebagai campuran berdasarkan pengamatan morfologi, pada hasil elektroforesis terlihat memiliki pita-pita DNA yang berasal dari dua tetua pembentuk hibrida. Penilaian uji kemurnian dengan menggunakan marka SSR dinilai lebih akurat karena pangamatan yang dilakukan tidak bersifat subjektif dan jelas dapat mendeteksi apakah tanaman tersebut benar memiliki pita yang berasal dari tetua pembentuknya.

18 40 CVL Hipa 7 CVL Hipa 7 (a) (b) Gambar 13 Indentifikasi tanaman campuran nomor 14 (kiri) dan Hipa 7 (a), perbandingan ukuran dan lebar daun antara campuran dengan Hipa 7 (b) Gambar 14. Campuran dari tanaman parsial steril atau parsial fertil, malai 1, 2 fertil dan malai 3 steril (hampa). Malai 1,2,3 diambil dari satu rumpun tanaman yang sama. Malai no 4 adalah galur mandul jantan. Hasil uji kemurnian varietas pada Hipa 6 dan Hipa 7 menunjukkan bahwa penilaian secara morfologi bersifat subjektif dan sangat dipengaruhi pada kondisi lingkungan. Penampilan bentuk tanaman dikendalikan oleh sifat genetik tanaman

19 41 di bawah pengaruh faktor-faktor lingkungan (Sitompul & Guritno 1995). Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi terjadinya perubahan morfologi tanaman antara lain iklim, suhu, jenis tanah, kondisi tanah, ketinggian tempat, dan kelembaban. Apabila faktor lingkungan lebih kuat memberikan pengaruh maka akan terjadi variasi pada morfologi tanaman. Pengalaman dan tingkat keahlian dari petugas pemeriksa pertanaman juga menjadi suatu hal yang sangat penting pada akurasi penilaian pada grow-out test. Pengujian dengan SSR dapat mendeteksi campuran-campuran yang sangat mirip secara morfologi dan membedakannya secara jelas dalam hasil elektroforesis. Beberapa tanaman yang terserang hama penyakit dan berakibat pada perubahan penampilan fisik dan menimbulkan kerancuan pada grow out test, dapat dengan jelas dikenali kebenarannya menggunakan uji kemurnian dengan SSR. Penilaian yang tidak tepat dalam uji kemurnian benih di lapang dapat menyebabkan kerugian besar pada produsen benih. Kerugian tersebut disebabkan oleh tidak akuratnya dalam penilaian tanaman campuran. Tanamantanaman yang dinilai sebagai tanaman campuran, dapat saja berbeda secara kasat mata karena dipengaruhi oleh pemupukan dan serangan hama penyakit bukan karena merupakan campuran. Hasil penilaian yang tidak akurat ini dapat berakibat pada tingginya persentase jumlah tanaman campuran dan dapat menyebabkan tidak lulusnya lot benih dalam proses sertifikasi. Pita Tambahan pada Uji Kemurnian Benih dengan Menggunakan Marka SSR Hasil uji kemurnian benih di laboratorium dengan menggunakan marka molekuler, menunjukkan terbentuk pita tambahan yang bukan merupakan pita spesifik dari tetua padi hibrida. Pita tambahan tersebut terlihat pada hasil elektroforesis dengan menggunakan gel polyakrilamid (Gambar 8 dan 12). Hal yang sama juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Hashemi et al. (2009) dan Xin et al. (2005) dimana muncul pita tambahan pada F 1 hibrida padi yang diuji. Pada tanaman F 1, adanya pita tambahan diduga terbentuk akibat pergerakan yang lebih lambat dari pita-pita yang berasal dari kedua tetuanya. Diasumsikan bahwa pita-pita tersebut masih berupa pita yang heteroduplex. Heteroduplex merupakan molekul DNA untai-ganda (double strain) yang terbentuk diantara dua alel yang berbeda, oleh sebab itu maka terjadi

20 42 ketidakcocokan (Perez et al. 1999). Heteroduplex juga dapat terjadi akibat adanya penyimpangan, struktur yang rusak akibat adanya gelembung atau tonjolan pada bagian yang tidak cocok tersebut dan menyebabkan pergerakan yang lebih lambat pada gel elektroforesis bila dibandingkan molekul homoduplex (Kozlowski & Krzyzosiak 2001). Lambatnya pergerakan terjadi akibat adanya perubahan (insersi atau delesi) pada salah satu untai DNA double helix dan menimbulkan gelembung pada sisi tersebut. Pita tambahan yang mucul merupakan bukti dari sifat kodominan dari marka tersebut (Wu et al. 2002). Hal yang sama juga terjadi pada penelitian yang dilakukan dengan marka dan tanaman yang berbeda diantaranya marka RAPD kodominan pada kedelai (Zeng et al 2003), padi (Wu et al. 2002), hibrida krisan (Huang et al. 2000) dan marka SSR pada jagung (Heckenberger et al. 2002). Keberadaan dari DNA heteroduplex yang bergerak lebih lambat ini, berguna untuk menditeksi individu heterozigot. Karakter Morfologi Tanaman Hipa 6 dan Hipa 7 Saat ini varietas-varietas padi yang dilepas memiliki tingkat kemiripan yang cukup tinggi sehingga cukup sulit untuk membedakan antar varietas hanya berdasarkan deskripsi umum dari tanaman. Ciri morfologi yang sering digunakan sebagai pembeda kultivar padi adalah tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, warna batang, warna daun, permukaan daun, jumlah gabah permalai, bentuk gabah, warna gabah, dan permukaan gabah. Selain itu karakter pembungaan dapat juga dapat dijadikan karakter pembeda pada varietas-varietas padi (Wet et al. 1986) Deskripsi varietas untuk tanaman Hipa 6 dan Hipa 7 telah ada (Lampiran 5 dan 6) akan tetapi karakterisasi yang dilakukan belum mengikuti sejumlah karakter untuk pengujian individual kebaruan, keunikan dan keseragaman tanaman padi. Karekterisasi yang belum mengikuti standar dapat menyebabkan kerancuan dalam penilaian suatu varietas. Untuk karakter-karakter kualitatif klasifikasi sebaiknya mengikuti varietas contoh yang telah ditetapkan (PPVT 2010). Adanya varietas contoh akan sangat membantu untuk mengklasifikasikan karakter-karakter yang dimaksud. Beberapa kerancuan yang yang mungkin timbul salah satunya pada warna gabah. Pada deskripsi varietas, Hipa 6 memiliki warna gabah kuning jerami dan Hipa 7 berwarna kuning. Bila diamati secara visual antara Hipa 6 dan Hipa 7

21 43 tidak memiliki warna gabah yang berbeda keduanya berwarna kuning jerami (Gambar 15). Karakterr warna telinga daun yang ada pada deskripsi varietas dideskripsikan berbeda yaitu tidak berwarna untuk Hipa 6 dan berwarna hijau untuk Hipa 7. Secara penilaian visual, warna telinga daun menunjukkan karakter warna yang sama yaitu warna hijau dan tidak terdapat antosianin (Gambar 16). Gambar 15 Gabah pada Hipa 6 (kiri) dan Hipa 7 (kanan) Gambar 16 Telinga daun pada Hipa 6 (kiri) dan Hipa 7 (kanan) Pengenalan atau identifikasi varietas adalah suatu teknik untuk menentukann apakah yang dihadapi tersebut adalah benar varietas yang dimaksudkan (true to type). Karakterisasi secara lengkap dan lebih spesifik akan sangat membantu bila terjadi kecurigaan adanya campuran pada pertanaman. Penilaian terhadap suatu varietas tidak hanyaa bisa dibedakan oleh pemulianya saja tetapi juga harus dapat dibedakan secaraa objektif. Beberapa karakter yang tidak termasuk dalam deskripsi varietas telah diamati. Karakter tersebut terdiri dari karakter kualitatif dan kuantitaif (Tabel 13 dan 14).

22 44 Tabel 13 Deskripsi beberapa karakter kualitatif padi hibrida Hipa 6 dan Hipa 7 No Karakter Hipa 6 Hipa 7 1 Koleoptil Warna anthocyanin Tidak berwarna Tidak berwarna 2 Daun Leher daun (Collar) Hijau Hijau Lidah daun (Ligula) Bentuk, Warna Ada. Cleft (berlekuk) Tidak berwarna 3 Anak Bunga (Spikelet): Warna putik (stigma) Putih Putih 4 Batang Warna anthocyanin pada buku Warna anthocyanin pada ruas Tidak ada Tidak ada Ada Cleft (berlekuk) Tidak berwarna Tidak ada Tida ada 5 Lemma Steril Warna Kuning Jerami Kuning Jerami 6 Malai : a. Bulu ujung gabah Warna (pengamatan awal) (pengamatan akhir) Distribusi bulu ujung gabah b. Anak bunga: Kepadatan rambut pada lemma Warna c. Karakternya Putih kekuning Kuning jerami Hanya diujung malai Kuat Kuning Jerami Putih kuningan Kuning jerami Hanya diujung malai Sedang Kuning Jerami terhadap batang Agak terkulai Agak terkulai d. Cabang sekunder perilaku dari cabang malai Ada, kuat Agak tegak Ada, kuat Agak tegak e. Eksersi (pemunculan malai dari leher malai) 7 Daun : Gejala penuaan (senesens) Muncul Sedang Muncul muncul sempurna Sedang 8 Lema Warna Reaksi dan intensitas pewarnaan phenol Kuning jerami Ada, Gelap Kuning jerami Ada, Gelap 9 Gabah : bentuk Ramping/panjang Ramping/panjang Ket : gambar dari beberapa karakter kualitatif dapat dilihat pada Lampiran 11

23 45 Tabel 14 Deskripsi beberapa karakter kuantitatif padi hibrida Hipa 6 dan Hipa 7 Karakter Hipa 6 Hipa 7 Rata-rata Min Max Rata-rata Min Max Lidah daun (cm) Panjang helai daun (cm) Lebar helai daun (cm) Tebal batang (cm) Panjang batang (cm) Leher malai (cm) 1.50 (-) Panjang malai (cm) Tinggi tanaman (vegetatif) (cm) Tinggi tanaman (generatif) (cm) Lebar gabah (cm) Panjang gabah (cm) Rasio panjang/lebar Panjang lemma steril (cm) Jumlah gabah/malai Panjang bulu (cm) Karakter-karakter yang dapat dijadikan penciri tambahan pada Hipa 6 dan Hipa 7 adalah warna koleoptil, bentuk dan ukuran lidah daun, warna putik, warna dan ukuran lemma steril, warna dan ukuran bulu pada ujung gabah, karakter malai terhadap batang, perilaku cabang sekunder, warna lemma dan reaksi lemma terhadap pewarnaan phenol. Dalam mencirikan suatu varietas karakter kualitatif lebih diharapkan dibandingkan dengan karakter kuantitatif. Karakter kualitatif keberadaanya lebih jelas, tidak dipengaruhi lingkungan dan bersifat diskrit sehingga mudah dibedakan. Sebaliknya pada karakter kuatitatif sangat dipengaruhi lingkungan, dan bersifat kontinyu. Bila dibandingkan antara Hipa 6 dan Hipa 7 karakter morfologi yang dapat dijadikan pembeda adalah karakter warna daun, eksersi malai, tinggi tanaman dan kepadatan rambut pada lemma. Warna daun pada Hipa 6 hijau tua (skala 3 bagan warna daun) sedangkan untuk Hipa 7 berwarna hijau (skala 2 bagan warna daun) (Gambar 17(a)). Karakter eksersi malai pada Hipa 6 sangat pendek atau tidak memiliki leher malai. Rata-rata ukuran leher malai Hipa 6 adalah 1,51 dengan kisaran -2,00 s/d 2,50 cm. Leher malai pada Hipa 7 keluar sempurna

24 46 dengan kisaran ukuran 2,00-4,50 cm. Karakter lain yang dapat membedakan Hipa 6 dan Hipa 7 adalah rambut pada lemma. Pada Hipa 6 rambut pada lemma termasuk lebat sedangkan pada Hipa 7 sedang. (a) (b) (c) (d) Gambar 17. Karakter warna daun Hipa 6 (a) dan Hipa 7 (b) karakter eksersi malai Hipa 6 (c) dan Hipa 7 (d)

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan terhadap pangan khususnya beras, semakin meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, sedangkan usaha diversifikasi pangan berjalan lambat. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan PEMBAHASAN UMUM Penggabungan karakter resisten terhadap penyakit bulai dan karakter yang mengendalikan peningkatan lisin dan triptofan pada jagung merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

Keberhasilan pengembangan padi hibrida tidak

Keberhasilan pengembangan padi hibrida tidak MULSANTI ET AL.: GALUR TETUA PADI HIBRIDA DAN UJI KEMURNIAN BENIH Identifikasi Galur Tetua Padi Hibrida dengan Marka SSR Spesifik dan Pemanfaatannya dalam Uji Kemurnian Benih Indria W. Mulsanti 1, Memen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan komoditas penting kedua dalam ekonomi tanaman pangan di Indonesia setelah padi/beras. Akan tetapi dengan berkembang pesatnya industri peternakan, dimana

Lebih terperinci

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Lampiran 1 Bagan alir penelitian LAMPIRAN 17 Lampiran 1 Bagan alir penelitian Penyemaian benih galur BC 1 F 1 Isolasi DNA galur BC 1 F 1 Uji kualitatif dan kuantitatif DNA Analisis SSR Pemeliharaan tanaman hasil analisis SSR Pengamatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi Peningkatan hasil tanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan teknik bercocok tanam yang baik dan dengan peningkatan kemampuan berproduksi sesuai harapan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

FORMULIR DESKRIPSI VARIETAS BARU

FORMULIR DESKRIPSI VARIETAS BARU FORMULIR DESKRIPSI VARIETAS BARU Kepada Yth.: Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian Kantor Pusat Kementerian Pertanian, Gd. E, Lt. 3 Jl. Harsono RM No. 3, Ragunan, Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Varietas unggul padi telah tersebar di seluruh dunia untuk dijadikan bibit yang digunakan oleh para petani. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan lebih dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas

PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas unggulan nasional karena kontribusinya yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Saat ini, Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan Mei 2011 di Kebun Percobaan Pusakanagara, Laboratorium Mutu Benih Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

DESKRIPSI VARIETAS BARU

DESKRIPSI VARIETAS BARU PERMOHONAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DESKRIPSI VARIETAS BARU Kepada Yth.: Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman Kantor Pusat Deprtemen Pertanian, Gd. E, Lt. 3 Jl. Harsono RM No. 3, Ragunan,

Lebih terperinci

INPARI 38, 39, DAN 41: VARIETAS BARU UNTUK LAHAN SAWAH TADAH HUJAN

INPARI 38, 39, DAN 41: VARIETAS BARU UNTUK LAHAN SAWAH TADAH HUJAN INPARI 38, 39, DAN 41: VARIETAS BARU UNTUK LAHAN SAWAH TADAH HUJAN Trias Sitaresmi, Yudhistira Nugraha, dan Untung Susanto BALAI BESAR PENELITIAN TANAMAN PADI Disampaikan pada seminar Puslitbangtan, Bogor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu bahan pangan penting di Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat dominan dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan komoditas strategis yang berperan penting dalam perekonomian dan ketahanan pangan nasional, dan menjadi basis utama dalam revitalisasi pertanian. Sejalan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman yang termasuk dalam famili Gramineae dan genus Oryza (Grist, 1959). Padi dapat tumbuh pada berbagai lokasi dan iklim yang berbeda.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Ragam Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter-karakter yang diamati. Hasil rekapitulasi analisis ragam (Tabel 2), menunjukkan adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil protein dan lemak nabati yang cukup penting untuk memenuhi nutrisi tubuh manusia. Bagi industri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Amplifikasi silang jenis Mindi Amplifikasi DNA merupakan proses penggandaan DNA dimana basa penyusun DNA direplikasi dengan bantuan primer. Primer merupakan potongan rantai

Lebih terperinci

I. PEMBAHASAN. Hasil Uji Kuantitatif dan Kualitatif DNA. menggunakan teknik elektroforesis gel agarosa konsentrasi 1% pada tangki berisi

I. PEMBAHASAN. Hasil Uji Kuantitatif dan Kualitatif DNA. menggunakan teknik elektroforesis gel agarosa konsentrasi 1% pada tangki berisi I. PEMBAHASAN A. Hasil Uji Kuantitatif dan Kualitatif DNA Uji kualitatif dilakukan dengan dipilih secara acak sebanyak 14 sampel dari 27 sampel yang digunakan karena dianggap mewakili keseluruhan sampel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Polimorfisme RAPD dan Mikrosatelit Penelitian ini menggunakan primer dari Operon Technology, dimana dari 10 primer acak yang diseleksi, primer yang menghasilkan pita amplifikasi yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! ABSTRACT... Error! KATA PENGANTAR... Error! DAFTAR ISI... i DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... Error! BAB I PENDAHULUAN... Error! 1.1 Latar Belakang... Error! 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN Darda Efendi, Ph.D Nurul Khumaida, Ph.D Sintho W. Ardie, Ph.D Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB 2013 Marka = tanda Marka (marka biologi) adalah sesuatu/penanda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA 93011 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2 Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi tinggi sebagai sumber protein nabati dengan harga terjangkau. Di Indonesia, kedelai banyak

Lebih terperinci

BAB. IV. Simulasi Analisis Marka Mikrosatelit Untuk Penduga Heterosis Pada Populasi Inbrida

BAB. IV. Simulasi Analisis Marka Mikrosatelit Untuk Penduga Heterosis Pada Populasi Inbrida BAB. IV Simulasi Analisis Marka Mikrosatelit Untuk Penduga Heterosis Pada Populasi Inbrida ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan paket marka SSR (Single Sequence Repeats) yang efektif dalam

Lebih terperinci

homozigot lebih banyak didapatkan pada tanaman BC2F2 persilangan Situ Bagendit x NIL-C443 dan Batur x NIL-C443 dibandingkan dengan Situ Bagendit x

homozigot lebih banyak didapatkan pada tanaman BC2F2 persilangan Situ Bagendit x NIL-C443 dan Batur x NIL-C443 dibandingkan dengan Situ Bagendit x 144 PEMBAHASAN UMUM Penelitian introgresi segmen Pup1 ke dalam tetua Situ Bagendit dan Batur ini memiliki keunikan tersendiri. Kasalath dan NIL-C443 yang sebagai tetua sumber segmen Pup1 memiliki karakteristik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn. f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan diminati oleh banyak orang, baik dalam maupun luar negeri.

Lebih terperinci

Tahapan di Pertanaman. Tahapan Pasca Panen. Permohonan oleh Penangkar Benih 10 hari sebelum tanam. Pengawasan Pengolahan Benih.

Tahapan di Pertanaman. Tahapan Pasca Panen. Permohonan oleh Penangkar Benih 10 hari sebelum tanam. Pengawasan Pengolahan Benih. Tahapan di Pertanaman Permohonan oleh Penangkar Benih 10 hari sebelum tanam Tahapan Pasca Panen Pengawasan Pengolahan Benih 5-7 hari Pemeriksaan Dokumen 1 hari Pembuatan Kelompok Benih Pengawas Benih dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian tersebar ke daerah Mancuria, Korea, Jepang, Rusia,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

PEUBAH PERTUMBUHAN KUALITATIF. Bentuk Ujung Daun Pertama, Bentuk Batang, dan Warna Batang

PEUBAH PERTUMBUHAN KUALITATIF. Bentuk Ujung Daun Pertama, Bentuk Batang, dan Warna Batang 32 PEUBAH PERTUMBUHAN KUALITATIF Bentuk Ujung Daun Pertama, Bentuk Batang, dan Warna Batang Berdasarkan pengamatan visual bentuk ujung daun pada dua minggu setelah tanam, genotipe SD-3 menunjukkan bentuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci

Lampiran I. Lay Out Peneltian

Lampiran I. Lay Out Peneltian Lampiran I. Lay Out Peneltian 49 Lampiran II. Deskripsi Varietas Mentik Wangi Asal Persilangan : Mentikwangi Golongan : Cere Umur Tanaman : 112-113 Hst Bentuk Tanaman : TegakTinggi Tanaman : 106-113 cm

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman dioecious. Jenis kelamin betina menjamin keberlangsungan hidup suatu individu, dan juga penting

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di Indonesia, dan memegang peranan penting diantaranya iklim, tenaga kerja, dan kesediaan lahan yang masih cukup

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Capsicum annuum L. merupakan tanaman annual berbentuk semak dengan tinggi mencapai 0.5-1.5 cm, memiliki akar tunggang yang sangat kuat dan bercabang-cabang.

Lebih terperinci

Hampir seluruh penelitian yang menyangkut perakitan varietas unggul

Hampir seluruh penelitian yang menyangkut perakitan varietas unggul Karakter Padi sebagai Penciri Varietas dan Hubungannya dengan Sertifikasi Benih Mohamad Yamin Samaullah dan Aan A. Darajat 1 Ringkasan Penggunaan varietas yang memiliki sifat-sifat unggul sesuai target

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pada penelitian F 5 hasil persilangan Wilis x B 3570 ini ditanam 15 genotipe terpilih dari generasi sebelumnya, tetua Wilis, dan tetua B 3570. Pada umumnya

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul 147 PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul Karakter morfologi tanaman pada varietas unggul dicirikan tipe tanaman yang baik. Hasil penelitian menunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter. (cm) (hari) 1 6 0, , , Jumlah = 27 0, Rata-rata = 9 0,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter. (cm) (hari) 1 6 0, , , Jumlah = 27 0, Rata-rata = 9 0, 4.1 Hasil BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang dilakukan pada kedua galur murni G.180 dan menunjukkan hasil yang optimal pada berbagai pertumbuhan tanaman, dengan parameter pengamtan seperti

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN EVALUASI KEMURNIAN GENETIK BENIH PADI HIBRIDA MENGGUNAKAN MARKA MIKROSATELIT INDRIA WAHYU MULSANTI

IDENTIFIKASI DAN EVALUASI KEMURNIAN GENETIK BENIH PADI HIBRIDA MENGGUNAKAN MARKA MIKROSATELIT INDRIA WAHYU MULSANTI IDENTIFIKASI DAN EVALUASI KEMURNIAN GENETIK BENIH PADI HIBRIDA MENGGUNAKAN MARKA MIKROSATELIT INDRIA WAHYU MULSANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Padi Inbrida di Indonesia Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama (F1) dari persilangan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Padi Varietas Cibogo. Asal Persilangan :S487B-75/IR //IR I///IR 64////IR64

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Padi Varietas Cibogo. Asal Persilangan :S487B-75/IR //IR I///IR 64////IR64 Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Padi Varietas Cibogo Nomor seleksi : S3382-2D-PN-16-3-KP-I Asal Persilangan :S487B-75/IR 19661-131-3-1//IR 19661-131-3- I///IR 64////IR64 Golongan : Cere Umur tanaman : 115-125

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama 121 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama Tiga tanaman yang digunakan dari klon MK 152 menunjukkan morfologi organ bunga abnormal dengan adanya struktur seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (Makmur,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu komoditas pangan penting setelah padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. Sebagai sumber

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Efisiensi Keberhasilan Hibridisasi Buatan Keberhasilan suatu hibridisasi buatan dapat dilihat satu minggu setelah dilakukan penyerbukan. Pada hibridisasi buatan kacang tanah,

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA Dewasa ini, pemerintah terus menggalakkan penggunaan benih jagung hibrida untuk menggenjot produksi jagung nasional. Pangsa pasar jagung hibrida pun terus tumbuh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ilmiah Tanaman Kedelai Klasifikasi ilmiah tanaman kedelai sebagai berikut: Divisi Subdivisi Kelas Suku Ordo Famili Subfamili Genus Spesies : Magnoliophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 KENTANG (Disarikan dari PPPVH 2004) Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura I. UJI ADAPTASI 1. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 974.512 ton. Namun, pada tahun 2010 produksi kedelai nasional mengalami penurunan menjadi 907.031

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi yang baik semakin meningkat, baik kecukupan protein hewani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemuliaan tanaman telah menghasilkan bibit unggul yang meningkatkan hasil pertanian secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan dihasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kelas : Monocotyledoneae, ordo : poales, famili : poaceae, genus : Zea, dan

TINJAUAN PUSTAKA. kelas : Monocotyledoneae, ordo : poales, famili : poaceae, genus : Zea, dan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Steenis (2003) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman jagung diklasifikasikan dalam kingdom : Plantae, divisio : Anthophyta, kelas : Monocotyledoneae, ordo : poales,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

POTENSI PRODUKSI BENIH GALUR MANDUL JANTAN BARU TIPE WILD ABORTIVE, GAMBIACA DAN KALINGA

POTENSI PRODUKSI BENIH GALUR MANDUL JANTAN BARU TIPE WILD ABORTIVE, GAMBIACA DAN KALINGA POTENSI PRODUKSI BENIH GALUR MANDUL JANTAN BARU TIPE WILD ABORTIVE, GAMBIACA DAN KALINGA Abstrak Padi merupakan tanaman menyerbuk sendiri, sehingga untuk perakitan dan produksi benih padi hibrida, diperlukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hikam (2007), varietas LASS merupakan hasil rakitan kembali varietas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hikam (2007), varietas LASS merupakan hasil rakitan kembali varietas 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jagung Manis LASS Menurut Hikam (2007), varietas LASS merupakan hasil rakitan kembali varietas jagung sintetik bernama Srikandi. Varietas LASS juga merupakan hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal Keanekaragaman ternak sapi di Indonesia terbentuk dari sumber daya genetik ternak asli dan impor. Impor ternak sapi Ongole (Bos indicus) atau Zebu yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia yang digunakan sebagai sayuran maupun

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Klasifikasi Jagung Manis Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dengan letak bunga jantan terpisah dari bunga betina pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit oleh B. theobromae Penyakit yang disebabkan oleh B. theobromae pada lima tanaman inang menunjukkan gejala yang beragam dan bagian yang terinfeksi berbeda-beda (Gambar

Lebih terperinci

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh 81 PEMBAHASAN UMUM Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan selama cekaman suhu rendah diantaranya; (a) faktor fisiologi, faktor lingkungan sebelum dan sesudah fase penting pertumbuhan dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia tinggi, akan tetapi produksinya sangat rendah (Badan Pusat Statistik,

I. PENDAHULUAN. Indonesia tinggi, akan tetapi produksinya sangat rendah (Badan Pusat Statistik, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kedelai merupakan salah satu contoh dari komoditas tanaman pangan yang penting untuk dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Kebutuhan kedelai di Indonesia

Lebih terperinci

LAMPIRAN U1 U2 U3 T2 T3 T1 T3 T1 T2 T1 T2 T3 U4 U5 U6 T1 T3 T2 T1 T3 T2 T2 T3 T1 U7 U8 U9 T3 T1 T2 T2 T1 T3 T3 T1 T2

LAMPIRAN U1 U2 U3 T2 T3 T1 T3 T1 T2 T1 T2 T3 U4 U5 U6 T1 T3 T2 T1 T3 T2 T2 T3 T1 U7 U8 U9 T3 T1 T2 T2 T1 T3 T3 T1 T2 LAMPIRAN Lampiran 1. Bagan Penelitian U U1 U2 U3 T2 T3 T1 T3 T1 T2 T1 T2 T3 U4 U5 U6 T1 T3 T2 T1 T3 T2 T2 T3 T1 U7 U8 U9 T3 T1 T2 T2 T1 T3 T3 T1 T2 Keterangan: U T1 T2 T3 : : Padi Sawah : Padi Gogo : Rumput

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai Cabai merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Selatan. Cabai dikenal di Eropa pada abad ke-16, setelah diintroduksi oleh Colombus saat perjalanan pulang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum telah dilakukan secara turun temurun meskipun dalam jumlah kecil skala rumah tangga, namun usaha tersebut telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. protein yang mencapai 35-38% (hampir setara protein susu sapi). Selain

I. PENDAHULUAN. protein yang mencapai 35-38% (hampir setara protein susu sapi). Selain 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan alternatif yang sangat penting. Kacang kedelai menjadi pilihan karena memiliki kandungan gizi yang tinggi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) 8 tampak diskor secara manual. Kriteria penskoran berdasarkan muncul tidaknya lokus, lokus yang muncul diberi skor 1 dan yang tidak muncul diberi skor 0. Data biner yang diperoleh selanjutnya diolah menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asam Salisilat 1. Struktur Kimia Asam Salisilat Struktur kimia asam salisilat dan turunannya dapat dilihat pada Gambar 2 : Gambar 2. Struktur kimia asam salisilat dan turunannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kedelai biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe, tahu, kecap,

Lebih terperinci

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al.

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. 2 memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. Analisis Root re-growth (RRG) Pengukuran Root Regrowth (RRG) dilakukan dengan cara mengukur panjang akar pada saat akhir perlakuan cekaman Al dan pada saat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan tanaman hari pendek dan memerlukan intensitas cahaya yang tinggi. Penurunan radiasi matahari selama 5 hari atau pada stadium pertumbuhan akan mempengaruhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Morfologi tanaman kedelai ditentukan oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji. Akar kedelai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam hal penyediaan pangan, pakan dan bahan-bahan industri, sehingga telah menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Varietas Jagung Hibrida

TINJAUAN PUSTAKA Varietas Jagung Hibrida 6 TINJAUAN PUSTAKA Varietas Jagung Hibrida Varietas atau kultivar adalah sekelompok individu tanaman yang dapat dibedakan berdasarkan sifat morfologi, fisiologis, atau sifat lainnya apabila diproduksi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. spesies. Klasifikasi tanaman ubikayu adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. spesies. Klasifikasi tanaman ubikayu adalah sebagai berikut: 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani ubikayu: taksonomi dan morfologi Dalam sistematika tumbuhan, ubikayu termasuk ke dalam kelas Dicotyledoneae. Ubikayu berada dalam famili Euphorbiaceae yang mempunyai sekitar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Data pengamatan tinggi tanaman padi (cm) pada umur 3 MST pada P0V1 60.90 60.33 59.33 180.57 60.19 P0V2 53.33 59.00 58.33 170.67 56.89 P0V3 62.97 61.33 60.97 185.27 61.76 P1V1 61.57 60.03 59.33

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein nabati yang penting mengingat kualitas asam aminonya yang tinggi, seimbang dan

Lebih terperinci