EFISIENSI TEKNIS DAN EKONOMIS ALAT TANGKAP GARUK DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA DI DESA RAWAMENENG BLANAKAN SUBANG JAWA BARAT ADE GUNTUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFISIENSI TEKNIS DAN EKONOMIS ALAT TANGKAP GARUK DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA DI DESA RAWAMENENG BLANAKAN SUBANG JAWA BARAT ADE GUNTUR"

Transkripsi

1 EFISIENSI TEKNIS DAN EKONOMIS ALAT TANGKAP GARUK DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA DI DESA RAWAMENENG BLANAKAN SUBANG JAWA BARAT ADE GUNTUR DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Efisiensi Teknis dan Ekonomis Alat Tangkap Garuk dan Peluang Pengembangannya di Desa Rawameneng Blanakan Subang Jawa Barat adalah benar karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2013 Ade Guntur NIM C

4

5 ABSTRAK ADE GUNTUR. Efisiensi Teknis dan Ekonomis Alat Tangkap Garuk dan Peluang Pengembangannya di Desa Rawameneng Blanakan Subang Jawa Barat. Dibimbing oleh MOKHAMAD DAHRI ISKANDAR dan GONDO PUSPITO. Alat tangkap garuk merupakan alat tangkap yang dominan di Desa Rawameneng Blanakan. Alat ini memiliki produktivitas yang baik untuk menangkap kerang. Produktivitas alat tangkap garuk tersebut berhubungan dengan kemampuan alat tangkap untuk memberikan keuntungan bagi nelayan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan efisiensi teknis dan ekonomis alat tangkap garuk dan menentukan peluang pengembangannya di Desa Rawameneng. Untuk menentukan produktivitas alat garuk, data yang diperoleh dianalisis secara teknis dan ekonomis. Hasil penelitian menunjukan bahwa efisiensi teknis alat tangkap garuk di Desa Rawameneng berkisar antara 0,22-6,41. Ditinjau dari sisi ekonomi alat tangkap garuk mampu memberikan pendapatan dengan kisaran Rp Rp dengan rata-rata Return of Investment 299 %, Revenue-Cost Ratio 4,36 dan waktu pengembalian modal (Payback period) 0,33. Kata kunci : Efisiensi teknis, efisiensi ekonomis, garuk, kerang, Desa Rawameneng. ABSTRACT ADE GUNTUR. The Technical and Economical Efficiency of Dredge Gear and Its Opportunity for Development in Rawameneng Blanakan Village, Subang District, West Java. Supervised by MOKHAMAD DAHRI ISKANDAR and GONDO PUSPITO. Dredge gear is the most common fishing gear in Rawameneng Blanakan Village. This fishing gear have good productivity for catching coockles. Productivity of dredge gear is related to the ability of fishing gear to provide the profit for fishermen. The objectives of this research were to determine technical and economical efficiency of dredge gear and to determine the possibility to developed dredge gear in Rawameneng Village. Productivity of dredge gear was technically analiyzed and economically. The research showed that technical efficiency of dredge gear in Rawameneng village ranged from 0,22 to 6,41. In term of economical efficiency, dredge gear contributed the revenue which ranged from Rp to Rp Furthermore, Return of Investment of dredge gear, Revenue-Cost Ratio and Payback Period were 299%, 4,36 and 0,33, respectively. Keywords : Technical efficiency, economical efficiency, dredge gear, coockles Rawameneng Village.

6

7 EFISIENSI TEKNIS DAN EKONOMIS ALAT TANGKAP GARUK DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA DI DESA RAWAMENENG BLANAKAN SUBANG JAWA BARAT ADE GUNTUR Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

8

9 Judul Skripsi : Efisiensi Teknis dan Ekonomis Alat Tangkap Garuk dan Peluang Pengembangannya di Desa Rawameneng Blanakan Subang Jawa Barat Nama : Ade Guntur NIM : C Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Disetujui oleh Ir Mokhamad Dahri Iskandar, MSi Pembimbing I Dr Ir Gondo Puspito, MSc Pembimbing II Diketahui oleh Tanggal Lulus : 2 '- - 2D13

10 Judul Skripsi : Efisiensi Teknis dan Ekonomis Alat Tangkap Garuk dan Peluang Pengembangannya di Desa Rawameneng Blanakan Subang Jawa Barat Nama : Ade Guntur NIM : C Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Disetujui oleh Ir Mokhamad Dahri Iskandar, MSi Pembimbing I Dr Ir Gondo Puspito, MSc Pembimbing II Diketahui oleh Dr Ir Budy Wiryawan, MSc Ketua Departemen Tanggal Lulus :

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian yang dilakukan pada bulan Maret 2013 digunakan sebagai dasar pembuatan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Efisiensi Teknis dan Ekonomis Alat Tangkap Garuk dan Peluang Pengembangannya di Desa Rawameneng Blanakan Subang Jawa Barat. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dan memberikan masukan untuk penyelesaian skripsi ini, terutama kepada : 1. Ir Mokhamad Dahri Iskandar, MSi dan Dr Ir Gondo Puspito, MSc selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan saran; 2. Prof Dr Ir Mulyono S. Baskoro MSc selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan masukan dan saran; 3. Vita Rumanti Kurniawati SPi, MT selaku komisi pendidikan yang telah memberikan masukan dan saran. 4. Ayah, Ibu, adek, teteh serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya; 5. Kepala KUD Mina Karya Baru dan staf yang telah banyak membantu kegiatan penelitian. terutama kepada Bapak Ono, Bapak Didi atas tempat yang telah disediakan untuk menginap; 6. Bapak Sawit sekeluarga yang telah memberikan bantuan dan tumpangan untuk ikut melaut selama penelitian; 7. Ardian, Eka, Prori, Ulfah, Lia, Idem, Cacat, Zuhdi, Surini, Isel, Tyas, Adi, Lutfi Imam, Ade Imam, Ine, Maul, Gun, Iin, Fais, Fajar, Bagus dan seluruh PSP 46 yang telah banyak memberikan masukan dan dukungan; 8. Kontrakan Batosai dan sekitar (Kodok, Khalid, Widodo, Iki, Bolu, Wiwit, Pathir dan Idris munawaroh, ziar, ema, finka) yang selalu mendukung dalam proses pengerjaan skripsi; dan 9. Pihak-pihak lain yang tidak bisa dan belum kami sebutkan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini dan penelitian berikutnya dimasa yang akan datang. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, September 2013 Ade Guntur

12

13 DAFTAR ISI DAFTAR ISI i DAFTAR TABEL ii DAFTAR GAMBAR iii DAFTAR LAMPIRAN iv PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE PENELITIAN 2 Waktu dan Tempat 2 Peralatan 2 Metode Penelitian 2 Metode Pengambilan Sampel 3 Metode Pengambilan Data 3 Analisis Data 4 Efisiensi teknis 4 Analisis finansial 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Hasil 7 Deskripsi umum dan klasifikasi alat tangkap garuk 7 Efisiensi teknis unit penangkapan garuk 16 Analisis finansial usaha penangkapan garuk 19 Pembahasan 24 Efisiensi teknis unit penangkapan garuk 24 Analisis finansial usaha penangkapan garuk 25 Analisis sensitivitas 26 Peluang pengembangan usaha 27 KESIMPULAN DAN SARAN 28 KESIMPULAN 28 SARAN 28 DAFTAR PUSTAKA 29 LAMPIRAN 31

14 DAFTAR TABEL 1. Spesifikasi alat tangkap garuk Proporsi hasil tangkapan garuk per tahun Data produksi, jumlah trip, jumlah setting, ukuran perahu, ukuran mesin, jumlah BBM, jumlah ABK, dan jumlah alat yang berhasil diperoleh di Desa Rawameneng Perbandingan perhitungan faktor produksi yang menentukan efisiensi teknis dan finansial Efisiensi teknis dan nilai finansial unit penangkapan garuk Rata-rata investasi unit penanangkapan garuk Biaya tetap unit penangkapan garuk Biaya tidak tetap usaha unit penangkapan garuk Biaya penyusutan unit usaha penangkapan garuk Penerimaan usaha penangkapan garuk Kriteria ekonomi untuk menentukan kelayakan usaha penangkapan garuk Analisis sensitivitas apabila terjadi kenaikan BBM Analisis sensitivitas apabila terjadi perubahan harga produk 24 DAFTAR GAMBAR 1. Alat tangkap garuk dengan bentuk gigi raga lurus (1a) dan alat tangkap garuk dengan gigi raga dibengkokan ujungnya (1b) 7 2. Desain garuk dengan gigi raga lurus (2a) dan desain garuk dengan gigi raga dibengkokan (2a) 8 3. Gigi raga yang ditancapkan pada kayu (3a) dan desain gigi raga (3b) 9 4. Mulut raga alat tangkap garuk (4a) dan desain mulut raga (4b) Kantong garuk yang terbuat dari jaring PE (5a) dan desain kantong garuk (5b) Pemberat alat garuk (6a) dan desain pemberat (6b) Perahu untuk mengoperasikan alat tangkap garuk Posisi nelayan saat melakukan penurunan alat (setting) (8a) dan posisi garuk saat ditarik di dasar perairan (8b) Posisi nelayan saat melakukan penarikan alat garuk (9a) dan posisi nelayan saat hauling (9b) Hasil tangkapan garuk yang akan disortir (10a) dan hasil tangkapan utama garuk (10b) Ukuran panjang cangkang kerang gelatik 16

15 DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta lokasi penelitian Hasil tangkapan yang diperoleh nelayan garuk Contoh perhitungan metode skoring Perhitungan usaha unit penangkapan garuk 34

16

17

18 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perikanan pantai Utara Jawa merupakan sentra terbesar perikanan Indonesia yang memberikan kontribusi terbesar jumlah perikanan berskala kecil. Pantai Utara Jawa banyak dimanfaatkan oleh para pelaku kegiatan bisnis perikanan, baik dalam skala kecil maupun skala besar. Salah satu sumber daya laut yang menjadi target kegiatan bisnis yaitu penangkapan atau pengumpulan kerang. Kerang (Anadara sp.) merupakan salah satu hasil laut yang bernilai ekonomis untuk dikembangkan sebagai sumber protein dan mineral untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Salah satu dari spesies kerang yang paling populer yaitu kerang darah, selain mempunyai nilai ekonomis yang tinggi kerang darah juga kaya akan kandungan nilai gizi. Selain kerang darah, masih ada kerang bulu dan kerang gelatik yang biasa dikonsumsi karena mempunyai kandungan gizi yang baik. Manusia diperkirakan sudah mengkonsumsi kerang sejak tahun yang lalu (Suwignyo et al. 2005). Penangkapan kerang umumnya dilakukan dengan menggunakan alat tangkap garuk (Subani dan Barus 1989). Garuk di Desa Rawameneng Subang telah digunakan nelayan secara turun temurun. Alat garuk pada prinsipnya berbentuk kantong jaring yang dilengkapi dengan kisi berupa barisan gigi-gigi dari besi yang dipasang di bagian bawah mulut kantong jaring tersebut. Saat dioperasikan, garuk ditarik menyusur di atas dasar perairan berpasir atau lumpur seperti jaring trawl dasar. Penangkapan atau pengambilan kerang banyak dilakukan di Provinsi Jawa Barat di sekitar Pantai Utara Laut Jawa, seperti di Desa Rawameneng Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang. Berdasarkan data statistik perikanan Provinsi Jawa Barat ( penggunaan alat tangkap kerang mengalami peningkatan dari tahun , pada tahun 2009 jumlah alat mencapai unit, sedangkan pada tahun 2011 meningkat jumlahnya menjadi unit. Meningkatnya jumlah alat tangkap berbanding terbalik dengan volume produksi alat pengumpul kerang yang semakin menurun dari tahun 2009 sampai Tahun 2009 volume produksinya sebesar ton, sedangkan pada tahun 2011 hanya sebesar 835 ton. Peningkatan jumlah alat tangkap garuk tersebut secara terus menerus telah mengakibatkan terjadinya penurunan produksi kerang. Kondisi ini menjadi salah satu indikasi terjadinya penangkapan kerang secara berlebihan dengan menggunakan alat tangkap garuk. Penangkapan kerang secara berlebihan dapat berakibat pada menurunnya stok sumberdaya kerang di perairan tersebut dan menurunnya ukuran kerang secara biologi pada tingkat kematangan gonad yang pertama (length at first maturity). Penangkapan kerang secara berlebihan dilihat dari sisi ekonomi akan mengurangi pendapatan nelayan karena berkurangnya hasil tangkapan dari waktu ke waktu. Ditinjau secara teknis penangkapan kerang dengan alat tangkap garuk berpengaruh buruk terhadap lingkungan (Jones 2010). Disatu sisi ada penelitian yang menyatakan bahwa penggarukan dasar laut dapat memperbaiki habitat setelah kegiatan tersebut selesai (Heidi et al. 2011). Dengan adanya kecenderungan menurunnya hasil tangkapan, namun disatu sisi ada penambahan jumlah unit

19 2 penangkapan garuk, maka penulis tertarik untuk meneliti efisiensi teknis dan ekonomis alat tangkap garuk dan peluang pengembangannya di Desa Rawameneng Blanakan Subang. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menentukan efisiensi teknis dan ekonomis alat tangkap garuk di Desa Rawameneng kecamatan Blanakan Subang Jawa Barat; dan 2. Menentukan peluang pengembangan usaha penangkapan garuk di Desa Rawameneng kecamatan Blanakan Subang Jawa Barat. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini yaitu: 1. Memberikan informasi kepada nelayan mengenai prospek usaha penangkapan garuk di Desa Rawameneng Blanakan Subang; dan 2. Memberikan informasi kepada nelayan dan instansi terkait, mengenai peluang pengembangan unit penangkapan garuk yang efisien secara teknis di perairan Pantai Utara Jawa Blanakan Subang. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2013, berlangsung selama 10 hari. Penelitian dilakukan di Desa Rawameneng Blanakan Subang Jawa Barat. Penelitian diawali dengan membuat kuesioner yang memuat beberapa pertanyaan terkait teknis dan analisis finansial dari alat tangkap garuk. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Meteran dengan tingkat ketelitian 0,1 cm untuk mengukur alat garuk dan kapal; 2. Kamera digital untuk mengambil gambar dan video; dan 3. Kuesioner berisi pertanyaan terkait teknis dan ekonomis alat tangkap garuk untuk mengambil data teknis dan ekonomis alat tangkap garuk. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan yaitu metode survei. Metode penelitian survei merupakan suatu penelitian kuantitatif dengan menggunakan pertanyaan terstruktur atau sistematis yang sama kepada banyak orang, untuk kemudian seluruh data yang diperoleh dicatat, diolah, dan dianalisis (Prasetyo dan Janah 2006). Metode survei ini digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi teknis dan finansial

20 alat tangkap garuk dalam melakukan penangkapan kerang di Desa Rawameneng Blanakan Subang Jawa Barat. Metode Pengambilan Sampel Sampel merupakan bagian dari populasi, pada penelitian ini diambil beberapa sampel yang mewakili populasi nelayan garuk yang kemudian akan dijadikan responden dalam pengumpulan data. Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel yaitu metode purposive sampling. Responden ditentukan berdasarkan kriteria tertentu atau sesuai dengan penelitian (Singarimbun dan Efendi 1995), sehingga dalam pelaksanaanya akan lebih mudah menentukan sumber data yang tepat. Penggunaan metode tersebut berdasarkan pada keterbatasan tenaga, waktu dan dana yang dimiliki oleh peneliti. Jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 16 sampel dari 20 nelayan pemilik di Desa Rawameneng. Adapun kriteria responden yang akan diwawancarai sebagai berikut: 1. Responden merupakan populasi nelayan pemilik perahu alat tangkap garuk yang ada di Desa Rawameneng Blanakan Subang Jawa Barat; 2. Responden merupakan nelayan yang sehari-harinya menggunakan alat tangkap garuk dalam melakukan operasi penangkapan (nelayan pemilik); dan 3. Responden merupakan nelayan yang pada saat penelitian berada di lokasi pengambilan data. Metode Pengambilan Data Data yang diambil pada penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara terhadap nelayan pemilik alat tangkap garuk atau pihak-pihak terkait dengan pertanyaan yang sebelumnya sudah disiapkan dalam bentuk kuesioner. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi atau data mengenai aspek teknik dan finansial alat tangkap garuk. Hasil pengamatan langsung di lapangan diperoleh informasi mengenai daerah penangkapan, metode operasi penangkapan, proses pendaratan, proses penanganan hasil tangkapan dan bagian-bagian alat tangkap. Adapun data sekunder diambil dari instansi perikanan setempat. Data primer yang diambil sebagai berikut: 1. Aspek teknis Data yang berhubungan dengan metode operasi penangkapan, deskripsi alat tangkap dan daerah penagkapan, meliputi: a. Metode pengoperasian alat tangkap garuk; b. Ukuran alat tangkap garuk dan jumlahnya; c. Konstruksi dan bagian-bagian alat tangkap garuk; d. Daerah pengoperasian; e. Jumlah nelayan pengoperasian alat tangkap garuk; f. Musim penangkapan garuk; g. Jumlah trip; h. Jumlah setting pada setiap tripnya; i. Sistem pembagian kerja nelayan;dan j. Waktu yang dibutuhkan untuk pengoperasian garuk. 3

21 4 2. Aspek finansial Data yang berhubungan dengan analisis usaha dan kriteria investasi, meliputi: a. Biaya investasi yang dikeluarkan untuk memulai usaha penangkapan dengan menggunakan alat tangkap garuk; b. Biaya operasional pengoperasian alat tangkap garuk; c. Pendapatan nelayan dalam satu periode waktu (hari/minggu/bulan/tahun); d. Sistem bagi hasil antara nelayan pemilik dan ABK; e. Harga jual hasil tangkapan; dan f. Produksi alat tangkap garuk. Data sekunder yang akan diambil pada penelitian ini, yaitu: 1. Jumlah alat tangkap garuk selama 3 tahun terakhir ( ) yang diperoleh dari TPI KUD Mina Karya Baru Desa Rawameneng Blanakan Subang; 2. Produksi alat tangkap garuk selama 3 tahun terakhir ( ) dari TPI KUD Mina Karya Baru Desa Rawameneng Blanakan Subang; dan 3. Data mengenai aspek teknis unit alat tangkap garuk (mesin kapal, ukuran kapal, jumlah trip, jumlah nelayan, jumlah BBM). Analisis Data Analisis data dilakukan untuk mengolah data dari hasil penelitian ke dalam bentuk yang lebih sederhana sehingga mudah dipahami dalam pengambilan kesimpulan. Data akan dianalisis secara teknik dan analisis finansial. Efisiensi teknis Efisiensi teknis unit penangkapan garuk dilakukan untuk mengetahui faktorfaktor yang berpengaruh terhadap produktifitas alat tangkap. Seperti metode pengopersian dan konstruksi dari alat tangkap. Efisiensi teknis dilakukan terhadap nelayan garuk yang didasarkan pada kriteria berikut: 1. Produksi/trip; 2. Produksi/jumlah alat tangkap dalam satu kali trip; 3. Produksi/kekuatan mesin; 4. Produksi/BBM; 5. Produksi/jumlah ABK; 6. Produksi/Gross Tonage kapal; dan 7. Produksi/jumlah setting. Efisiensi teknis dianalisis dengan menggunakan metode skoring. Nilai yang diberikan pada metode skoring dimulai dari yang paling rendah sampai nilai tertinggi. Menurut Mangkusubroto dan Trisnadi (1985), untuk dapat menilai semua kriteria digunakan nilai tukar, sehingga semua nilai mempunyai standar sama. Untuk standarisasi nilai dapat dilakukan dengan rumus fungsi nilai sebagai berikut: V (A) = Vi (Xi) untuk i= 1, 2 3,... n V(X) = X X0 X1 X0

22 5 Keterangan: V(X) : Fungsi terbaik dari variabel X X : Vaiabel X X1 : Nilai terbaik dari kriteria X X0 : Nilai terburuk dari kriteria X V (A) : Fungsi nilai dari alternatif A Vi(Xi) : Fungsi nilai dari alternatif pada kriteria ke-i Penentuan urutan prioritas dari teknologi yang dipilih dengan menggunakan fungsi nilai ditetapkan secara urut dari alternatif yang mempunyai fungsi nilai tertinggi ke alternatif dengan fungsi nilai terendah. Analisis finansial Analisis finansial adalah analisis yang menilai suatu bisnis dari sudut pandang pebisnis secara individual atau orang yang berkaitan langsung dengan bisnis tersebut, seperti investor yang menanamkan modalnya maupun manajer yang terlibat bisnis tersebut (Nurmalina et al. 2009). Analisis finansial dapat dihitung melalui pendekatan analisis usaha dan analisis sensitivitas (Kadariah et al. 1999). Tujuan melakukan analisis aspek keuangan dari suatu studi kelayakan proyek bisnis adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan, seperti ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah proyek akan dapat berkembang terus (Umar 2007). 1. Analisis usaha Analisis usaha merupakan pemeriksaan keuangan untuk mengetahui sampai sejauhmana keberhasilan usaha selama usaha itu berlangsung (Rahardi et al. 1993). Dalam analisis usaha perlu dihitung beberapa tolak ukur profitabilitas seperti analisis laba/rugi, Analisis Revenue Cost Ratio, Analisis Payback Period (PP) dan Return of Invesment (Kadariah et al. 1999). 1.1 Analisis laba rugi Analisis laba/rugi bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan dan kerugian dari usaha yang dikelola. Suatu usaha yang menguntungkan akan mendapatkan penerimaan yang lebih besar dari pada total pengeluaran. Keuntungan = Total penerimaan - (total biaya tetap + total biaya variabel) Kriteria TP>TBT+TBV; berarti usaha untung. TP=TBT+TBV; berarti usaha tidak untung dan tidak rugi. TP<TBT+TBV; berarti usaha rugi. 1.2 Analisis Revenue Cost Ratio (R/C) Analisis R/C merupakan analisis untuk melihat keuntungan relatif suatu usaha dalam satu tahun terhadap biaya yang dipakai dalam kegiatan usaha tersebut. Suatu usaha dikatakan untung apabila nilai RC rationya lebih besar dari 1

23 6 (R/C>1). Hal ini menggambarkan semakin tinggi nilai R/C maka keuntungan yang didapat semakin besar. R/C = (Total Penerimaan / (total biaya tetap+total biaya variabel)) Kriteria R/C > 1 ; Usaha menguntungkan, maka usaha layak untuk dilanjutkan atau dikembangkan R/C = 1 ; Usaha tidak untung dan tidak rugi R/C < 1 ; Usaha rugi, maka usaha tidak layak untuk dikembangkan. 1.3 Analisis Payback Period Analisis Payback Period (PP) merupakan metode untuk mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali (Nurmalina et al. 2009). Semakin pendek waktu yang diperlukan untuk pengembalian biaya investasi maka usaha tersebut sangat menguntungkan. Hasil perhitungan dari Payback Period (PP) merupakan satuan waktu (Umar 2007). Payback period = I Ab Keterangan: I ; Total investasi Ab; Keuntungan bersih yang dapat diperoleh setiap tahunnya Catatan: Jika Payback period lebih kecil dari umur proyek, maka usaha layak untuk dilakukan. Semakin kecil nilai PP, maka usaha tersebut semakin layak. 1.4 Analisis Return of Investment Return of Investment merupakan nilai keuntungan yang diperoleh pengusaha dari setiap jumlah uang yang diinvestasikan dalam periode waktu tertentu. Dengan analisis ROI, pengusaha dapat menghitung seberapa besar kemampuan usahanya untuk mengembalikan modal. Dengan demikian, analisis ROI dapat digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal yang ditanamkan dalam usaha tersebut (Satuhu 2004). ROI = Keuntungan Investasi x 100% 2. Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas perlu dilakukan untuk mengatasi perubahan faktor internal dan atau ekternal terhadap produksi atau terget keuntungan sebagai akibat adanya ketidakpastian dalam suatu usaha (Husnan dan Suwarsono 1994). Dalam analisis ini akan melakukan identifikasi faktor-faktor perubahan yang mungkin atau dapat saja terjadi pada bisnis tersebut, analisis ini digunakan untuk melihat perubahan tersebut terhadap kelangsungan usaha (Nurmalina et al. 2009).

24 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Deskripsi umum dan klasifikasi alat tangkap garuk Alat tangkap garuk di Desa Rawameneng telah digunakan secara turun temurun sejak tahun 1980an oleh nelayan setempat. Secara umum alat tangkap garuk digunakan untuk menangkap berbagai jenis kerang yang terdapat di dasar perairan. Alat tangkap garuk atau garok pada perkembanganya mempunyai dua konstruksi yang sedikit berbeda pada bagian gigi raga atau gigi garuknya. Garuk dengan gigi raga berbentuk lurus dan berbahan besi atau baja behel ini ditujukan khusus untuk menangkap kerang (Gambar 1a). Adapun garuk dengan gigi raga yang terbuat dari paku nomor 10 yang dibengkokan ujungnya digunakan untuk menangkap kerang sebagai target tangkapan utama dan udang sebagai hasil tangkapan sampingannya (Gambar 1b). Alat tangkap garuk secara umum dioperasikan dengan cara ditarik di dasar perairan dengan menggunakan perahu. Jenis perahu yang digunakan menggunakan tenaga penggerak yang bervariasi tergantung kemampuan modal yang dimiliki oleh nelayan. (1a) (1b) Gambar 1 Alat tangkap garuk dengan bentuk gigi raga lurus (1a) dan alat tangkap garuk dengan gigi raga dibengkokan ujungnya (1b) Alat tangkap garuk termasuk kedalam klasifikasi kelompok alat pengumpul (Subani dan Barus 1989). Garuk diopersikan di dasar perairan berpasir atau lumpur dengan kedalaman 5 meter sampai 15 meter. Garuk termasuk alat tangkap yang aktif, karena pengoperasiannya yang ditarik oleh perahu menyapu dasar perairan. Unit penangkapan garuk terdiri dari alat tangkap, perahu, dan nelayan. Secara detail gambaran dari masing-masing bagian unit penangkapan garuk dijelaskan pada sub bab dibawah ini.

25 8 1. Alat tangkap garuk Alat tangkap garuk yang terdapat di Desa Rawameneng merupakan hasil karya masyarakat setempat atau diproduksi nelayan masing-masing. Panjang (P) garuk berkisar antara 250 cm-350 cm dan lebar (L) 100 cm-120 cm (Gambar 2). Panjang ini diukur dari bagian gigi garuk sampai bagian ujung kantong. Adapun lebarnya diukur dari bagian gigi garuk sebelah kiri sampai bagian garuk sebelah kanan. Garuk dilengkapi dengan rangka atau bingkai berbentuk segitiga untuk meletakan tali selambar sehingga garuk bisa ditarik oleh perahu. Proses pembuatan satu unit alat tangkap garuk membutuhkan waktu satu hari penuh, berkisar antara 8 jam sampai 10 jam. Jumlah pekerja minimal 3 orang. Pekerjaan pembuatan garuk dimulai dari pengadaan bahan-bahan seperti besi, paku, jaring PE dan tali tambang. Proses selanjutnya membentuk rangka. Adapun untuk membuat gigi raga perlu disediakan kayu yang sebelumnya sudah diberi tanda dengan jarak 2 cm untuk memasang paku atau besi. Selanjutnya, alat siap dirangkai dengan memasangkan gigi raga pada rangka yang kemudian dilengkapi dengan pemberat dan kantong jaring. Proses pembuatan alat tangkap garuk dilakukan secara bersama-sama. e b a cm d c cm (2a) (2b) Gambar 2 Desain garuk dengan gigi raga lurus (2a) dan desain garuk dengan gigi raga dibengkokan (2a) Keterangan: a = Bingkai b = Kantong c = Gigi raga d = Mulut raga e = Tali selambar cm cm Alat tangkap garuk yang di operasikan di Desa Rawameneng memiliki bagian-bagian yang sama walaupun tidak mempunyai ukuran yang baku untuk beberapa bagian antara nelayan setempat. Alat tangkap garuk terdiri dari beberapa bagian, yaitu bingkai, gigi raga, kantong, mulut raga dan pemberat yang terdiri dari 4-5 besi atau baja bekas yang diikat jadi satu bagian.

26 1.1 Bingkai Bingkai adalah bagian pada alat tangkap garuk yang berbentuk segitiga, berfungsi sebagai tempat mengikatkan tali penarik pada alat tangkap sehingga bisa ditarik oleh perahu. Bingkai terbuat dari besi, mempunyai ukuran 120 cm- 125 cm untuk panjang kedua sisinya dan alasnya 100 cm-120 cm. 1.2 Gigi raga Gigi raga adalah satu bagian pada alat tangkap garuk yang berbentuk seperti gigi, terdiri dari deretan paku atau besi yang disusun berderet dengan jarak sekitar 2 cm antar giginya. Bentuk gigi raga terdiri dari 2 jenis, yakni gigi raga yang berbentuk lurus dan gigi raga yang dibengkokan bagian ujungnya. Gigi raga berbentuk lurus terbuat dari besi behel, panjangnya sekitar 12 cm. Adapun gigi raga yang dibengkokan ujungnya terbuat dari besi paku nomor 10. Panjangnya 6,5 cm yang sudah terlebih dahulu dipotong bagian tumpulnya dan dibengkokan ujungnya dengan tujuan untuk memperoleh hasil tangkapan sampingan udang yang lebih optimal. Gigi raga terletak pada bagian depan alat tangkap garuk, dimana fungsinya untuk menggaruk dasar perairan yang menjadi target penarikan alat tangkap tersebut. Gigi raga disajikan pada Gambar cm cm 6,5 cm (3a) (3b) Gambar 3 Gigi raga yang ditancapkan pada kayu (3a) dan desain gigi raga (3b) 1.3 Mulut raga Mulut raga adalah bagian pada alat tangkap garuk yang berfungsi sebagai tempat masuknya hasil tangkapan kedalam kantong. Lebarnya (L) 100 cm-120 cm dan tingginya (T) 20 cm-30 cm. Mulut raga terbuat dari besi beton yang berbentuk empat persegi panjang. Mulut raga terletak pada bagian depan pada alat tangkap garuk. Mulut raga dapat dilihat pada Gambar 4.

27 cm cm (4a) (4b) Gambar 4 Mulut raga alat tangkap garuk (4a) dan desain mulut raga (4b) 1.4 Kantong Kantong adalah bagian pada alat tangkap garuk yang berbentuk kerucut dengan ukuran panjang (P) 250 cm-350 cm, lebar (L) 100 cm-120 cm dan mesh size 2,54 cm. Bagian kantong memanjang dari mulut hingga bagian ujung. Kantong terbuat dari bahan PE. Untuk membuat satu unit kantong diperlukan bahan jaring PE sebanyak 500 gram. Kantong berfungsi sebagai tempat menampung hasil tangkapan. Kantong dapat dilihat pada Gambar 5. (5a) (5b) Gambar 5 Kantong garuk yang terbuat dari jaring PE (5a) dan desain kantong garuk (5b) 1.5 Pemberat Pemberat adalah bagian pada alat tangkap garuk yang berbentuk persegi panjang terdiri dari beberapa besi behel yang diikat jadi satu. Pemberat terbuat dari besi bekas dengan panjang (P) 100 cm dan diameter berkisar 2-3 cm. Satu alat garuk membutuhkan 4 sampai 5 besi yang akan disusun menjadi satu, sehingga berfungsi sebagai pemberat. Pemberat dapat dilihat pada Gambar 6.

28 cm (6a) (6b) Gambar 6 Pemberat alat garuk (6a) dan desain pemberat (6b) Secara lengkap bagian-bagian alat tangkap garuk dan spesifikasinya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Spesifikasi alat tangkap garuk No Bagian Bahan Ukuran 1 Bingkai Besi Panjang sisi cm Alas cm 2 Gigi raga Besi paku atau Behel baja Panjang 6,5 cm Panjang 12 cm 3 Mulut raga Besi Panjang 120 cm Diameter 2-3 cm 4 Kantong Jaring PE Mesh size 2,54 cm Panjang cm Lebar cm 5 Pemberat Besi Panjang cm Diameter 2-3 cm Jumlah 4-5 buah 2. Perahu alat tangkap garuk Perahu yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap garuk adalah perahu kayu. Panjang total (LOA) 8 m-10 m, lebar (B) 2,2 m-2,6 m, dan tinggi dek (D) 0,8 m-1 m. Perahu dibuat di Indramayu dengan tonasse berkisar antara 2-4 GT, perahu tersebut mendaratkan hasil tangkapannya di TPI KUD Mina Karya Baru. Mesin yang dominan digunakan untuk menjalankan perahu bermerek Tianli. Mesin tersebut memiliki umur teknis 6 tahun, kekuatan mesin yang digunakan untuk mengoperasikan perahu tersebut berkisar antara 16 PK-22 PK. Perahu berfungsi sebagai penarik alat tangkap garuk yang dipasang di dasar perairan. Satu perahu akan menarik 2-3 alat tangkap garuk sekaligus, posisi penarikan garuk terletak pada bagian haluan, tengah, dan buritan. Namun, apabila nelayan hanya mengoperasikan 2 alat tangkap secara bersamaan, maka posisi penarikan hanya pada bagian haluan dan buritan. Penempatan penarikan selalu di sebelah kanan perahu, karena pada bagian sebelah kiri sudah ditempati mesin sehingga perahu tetap melaju dengan seimbang. Perahu juga digunakan sebagai sarana transportasi nelayan dari fishing base ke fishing ground dan juga sebagai tempat penyimpanan hasil tangkapan garuk. Perahu disajikan pada Gambar 7.

29 12 Gambar 7 Perahu untuk mengoperasikan alat tangkap garuk 3. Nelayan alat tangkap garuk Jumlah nelayan yang melaut tergantung dari jumlah alat yang dioperasikan. Saat mengoperasikan 2 alat secara bersamaan maka jumlah nelayan yang mengoperasikan alat 2-3 orang. Namun, jika nelayan mengoperasikan sebanyak 3 alat, maka jumlah nelayan 3-4 orang. Hal ini berkaitan dengan pembagian kerja pada saat melakukan operasi penangkapan garuk. Satu orang nelayan bertugas mengemudikan perahu, sedangkan dibutuhkan dua orang nelayan untuk menarik garuk pada saat hauling dan satu orang nelayan untuk melakukan sortir hasil tangkapan. Namun, terkadang pembagian tugas tersebut bisa berubah atau dilakukan secara fleksibel sesuai kondisi saat melakukan operasi penangkapan. 4. Bagi hasil tangkapan Bagi hasil yang diperoleh berasal dari penjualan hasil tangkapan dikurangi dengan biaya perbekalan melaut. Setelah itu hasil yang diperoleh diperuntukan bagi pemilik perahu 2 bagian dan masing-masing nelayan mendapat satu bagian. Misalnya hasil bersih yang telah dipotong perbekalan adalah Rp Jumlah nelayan 2 orang. Maka pemilik mendapat Rp , sedangkan ABK atau nelayan mendapat masing-masing Rp Metode pengoperasian alat tangkap Operasi penangkapan alat tangkap garuk mulai dari tahap persiapan sampai kembali ke fishing base membutuhkan waktu selama satu hari, yakni dari jam WIB. Tahap operasi penangkapan garuk terdiri dari tahap persiapan, tahap penurunan alat/pemasangan alat (setting), tahap penarikan alat tangkap garuk di dasar perairan, tahap pengangkatan alat (hauling) ke atas perahu untuk mengambil hasil tangkapan dan yang terakhir yaitu tahap penyortiran hasil tangkapan. 5.1 Persiapan Tahap persiapan dimulai pada jam WIB. Persiapan tersebut dilakukan dengan menyiapkan perbekalan melaut seperti makanan dan BBM. Tahap ini dilakukan pengecekan kondisi mesin. Selanjutnya, setelah semua perbekalan siap dan mesin dalam kondisi prima, nelayan garuk berangkat menuju fishing ground. Waktu yang dibutukan untuk menuju fishing ground dari fishing base berkisar menit.

30 5.2 Penurunan alat (setting) Penurunan alat garuk ini pertama-tama dimulai dengan menyiapakan alat tersebut di bagian buritan. Setelah alat tangkap garuk di bagian buritan selesai diturunkan, selanjutnya dilakukan penurunan alat tangkap garuk yang kedua, yakni pada sisi sebelah kanan perahu. Setelah kedua alat tangkap garuk diturunkan maka alat tangkap garuk ditarik dengan menggunakan perahu. Proses penurunan berlangsung selama 2-3 menit. Posisi nelayan saat setting dapat dilihat pada Gambar 8a. 13 (8a) (8b) Gambar 8 Posisi nelayan saat melakukan penurunan alat (setting) (8a) dan posisi garuk saat ditarik di dasar perairan (8b) 5.3 Penarikan alat Tahap ketiga yaitu melakukan penarikan garuk dengan menggunakan perahu. Penarikan berlangsung antara menit. Penarikan alat tangkap garuk membentuk suatu lingkaran. Apabila alat tangkap garuk sudah terasa berat maka alat tangkap segera diangkat untuk diambil hasil tangkapannya. Selama proses penarikan garuk kecepatan perahu dipertahankan konstan dan menyesuaikan dengan kondisi garuk di dasar. Posisi nelayan pada saat melakukan penarikan alat dapat dilihat pada Gambar 9a. (9a) (9b) Gambar 9 Posisi nelayan saat melakukan penarikan alat garuk (9a) dan posisi nelayan saat hauling (9b)

31 Hauling Tahap keempat yaitu pengangkatan alat untuk mengambil hasil tangkapan. Proses hauling tersebut dilakukan bila alat garuk sudah terasa berat. Sebelum garuk diangkat keatas perahu, kecepatan perahu diturunkan, kemudian dilakukan pengangkatan. Pengangkatan pertama dilakukan dengan mengangkat garuk yang berada di bagian buritan. Selanjutnya, hasil tangkapan dikeluarkan dari jaring ke atas dek perahu yang sudah diberi alas terpal berbentuk persegi yang memiliki ukuran berkisar antara 0,6 m 1 m. Bila hasil tangkapan sudah dikeluarkan dari kantong, garuk diturunkan kembali ke perairan. Selanjutnya, pengangkatan garuk dilakukan pada sisi bagian kanan perahu. Hasil tangkapan pada garuk yang kedua dikeluarkan dan disatukan dengan hasil tangkapan garuk yang pertama. Garuk kemudian diturunkan kembali ke perairan dan kemudian hasil tangkapan disortir. Posisi nelayan saat proses pengangkatan (hauling) garuk keatas perahu disajikan pada Gambar 9b. 5.5 Penyortiran hasil tangkapan Penyortiran dilakukan di atas perahu. Sortir hasil tangkapan dilakukan bersamaan pada saat perahu melakukan operasi penangkapan dengan menarik garuk untuk penangkapan berikutnya. Penyortiran dilakukan dengan memisahkan hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan serta sampah. Kerang yang tertangkap akan disortir berdasarkan ukuran. Kerang yang besar berukuran lebih besar dari 3 cm, kerang yang sedang berukuran antara 1,8 cm-3 cm. Hasil tangkapan garuk disajikan pada Gambar 10. (10a) (10b) Gambar 10 Hasil tangkapan garuk yang akan disortir (10a) dan hasil tangkapan utama garuk (10b) Kegiatan operasi penangkapan kerang yang dilakukan oleh nelayan Desa Rawameneng hanya dilakukan di sekitar perairan Subang, Cilamaya dan Karawang. Daerah penangkapan relatif dekat dari fishing base hanya membutuhkan waktu sekitar menit. Setengah perjalan tersebut digunakan untuk menyusuri sungai sebelum sampai ke pantai. Penentuan posisi atau daerah penangkapan ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dan pengalaman. Pengoperasian garuk biasanya one day fishing dan membutuhkan sekitar liter BBM untuk satu kali operasi penangkapan. Satu unit penangkapan garuk di Desa Rawameneng Blanakan terdiri dari 3 alat tangkap, satu unit perahu, dan 2 sampai 4 orang nelayan.

32 6. Musim penangkapan Kerang menjadi hasil tangkapan utama garuk. Kerang tersebut tertangkap sepanjang tahun, sehingga kegiatan operasi penangkapan kerang dengan menggunakan garuk terjadi sepanjang tahun. Adapun jumlah hasil tangkapan dalam satu tahun selalu bervarisi pada setiap bulannya. Berdasarkan hasil informasi dari nelayan jumlah hasil tangkapan terbanyak didapat pada musim timur dan awal musim barat yang berlangsung pada bulan Juli-Januari. Jumlah setting alat tangkap garuk dipengaruhi oleh musim penangkapan. Jadi saat musim puncak yang berlangsung antara bulan Juli-Januari, nelayan hanya melakukan kali setting per trip per alat tangkap. Hal ini karena hasil tangkapan yang diperoleh sudah melampaui kapasitas perahu untuk memuat hasil tangkapannya. Sebaliknya pada saat musim paceklik yang berlangsung bulan Februari-Juli, setting penangkapan garuk berlangsung hingga per trip per alat tangkap. Meskipun jumlah setting bertambah banyak, hal tersebut tetap saja tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah tangkapan pada musim paceklik. 7. Hasil tangkapan alat tangkap garuk Hasil tangkapan garuk terdiri dari hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan. Hasil tangkapan utama berupa kerang-kerangan dan hasil tangkapan sampingan berupa udang dogol. Proporsi jumlah hasil tangkapan yang diperoleh berdasarkan informasi terhadap responden disajikan pada Tabel 2. Gambar hasil tangkapan garuk dapat dilihat pada Lampiran 2. No Tabel 2 Proporsi hasil tangkapan garuk per tahun Responden Hasil tangkapan/tahun Kerang Kerang besar (kg) sedang (kg) Udang dogol (kg) Total 1 Kusnadi Darkim , , Taja Risam Dakim Taslim Warkim , , Ratim Carsan Tarli Karsa Iwan Sadam Durasid , ,5 15 Daslim Sawit Hasil tangkapan garuk yang diperoleh pada saat survei dilakukan didominasi berbagai jenis kerang. Kerang yang dominan tertangkap adalah kerang gelatik. Ukuran kerang gelatik yang tertangkap pada saat survei berkisar antara 12 mm-43,9 15

33 16 mm. Ukuran kerang gelatik yang paling banyak tertangkap berada pada kisaran 18,4 mm-21,5 mm. Ukuran panjang cangkang kerang gelatik disajikan pada Gambar 12. Frekuensi (ekor) ,1 18,3 21,5 24,7 27,9 31,1 34,3 37,5 40,7 Panjang kerang (mm) Gambar 11 Ukuran panjang cangkang kerang gelatik Efisiensi teknis unit penangkapan garuk Efisiensi merupakan perbandingan antara output dan input yang digunakan dalam proses produksi. Menurut (Soekartawi 2002), efisiensi didekati dari dua sisi yaitu alokasi pendekatan penggunaan input dan alokasi output yang dihasilkan. Faktor input produksi berupa tenaga kerja, alat, waktu maupun BBM yang diperlukan untuk menghasilkan output berupa pruduksi hasil tangkapan yang dilihat dari sudut teknis persatuan input produksi. Kriteria input yang digunakan untuk menghasilkan output berupa hasil tangkapan garuk yaitu ukuran perahu, kekuatan mesin, jumlah alat yang digunakan, jumlah bahan bakar, jumlah trip, jumlah setting dan jumlah ABK (tenaga kerja). Unit penangkapan garuk yang berada di Desa Rawameneng berjumlah sekitar 20 unit, jumlah tersebut berbeda dengan jumlah yang terdaftar di KUD Mina Karya Baru. Jumlah unit penangkapan garuk yang terdaftar di KUD Mina Karya Baru berjumlah 26 unit. Perbedaan ini terjadi karena beberapa nelayan telah berpindah dari alat garuk menjadi jaring arad. Jumlah nelayan yang berhasil diwawancarai pada saat penelitian berjumlah 16 unit penangkapan garuk dari 20 unit penangkapan garuk yang terdapat di lokasi penelitian. Data hasil wawancara berupa perahu, jumlah trip, jumlah setting, jumlah BBM, kekuatan mesin, jumlah alat dan jumlah nelayan disajikan pada Tabel 3.

34 Tabel 3 Data produksi, jumlah trip, jumlah setting, ukuran perahu, ukuran mesin, jumlah BBM, jumlah ABK, dan jumlah alat yang berhasil diperoleh di Desa Rawameneng. No Nama Perahu Produksi (kg) Jumlah trip Jumlah setting Perahu (GT) Mesin (PK) BBM (L) Jumlah ABK 1 Putra Bima Laksana Lancar Abadi Asri Laksana Sri Langgeng Anak Jaya Angkut Jaya Cawuk Anggun Jaya Srimulya Ridho Jaya Srimuda Luna Jaya Karya Guna , Jumlah alat 15 Endang Jaya Lancar 16 Rahayu Analisis efisiensi teknis unit alat tangkap garuk di Desa Rawameneng didasarkan pada penilaian produksi/jumlah trip, produksi/jumlah setting, produksi/gt, produksi/ukuran mesin, produksi/bbm, produksi/jumlah ABK, dan produksi/jumlah alat. Tabel 3 menunjukkan jumlah produksi masing-masing alat tangkap garuk yang ada di Desa Rawameneng. Ridho Jaya mempunyai nilai produksi tertinggi kg, disusul oleh Srimuda dengan produksi kg, kemudian Anak Jaya diurutan tertinggi ketiga dengan produksi kg. Adapun diantara 16 unit penangkapan garuk yang produksinya paling sedikit diperoleh unit penangkapan Anggun Jaya sebesar kg per tahun. Jumlah trip unit penangkapan garuk, seperti yang disajikan pada Tabel 3 berkisar antara trip per tahun. Variasi ini diakibatkan adanya alih profesi sebagian nelayan sehingga mempengaruhi jumlah trip penangkapan. Ukuran tonasse perahu untuk alat tangkap garuk yaitu 4 GT. Adapun ukuran mesin yang digunakan berkisar antara 16 PK-22 PK dengan jumlah BBM setiap alat tangkap garuk berkisar liter per trip. Jumlah BBM yang digunakan tidak jauh berbeda. Hal ini karena daerah penangkapan untuk alat garuk relatif berdekatan. Jumlah alat yang digunakan dalam setiap kali trip secara bersamaan berjumlah 3 unit atau 2 unit alat. Jumlah alat yang digunakan berkaitan dengan jumlah ABK. Apabila ABK minimal 3 orang, biasanya perahu tersebut akan mengoperasikan 3 alat tangkap. Namun, apabila ABK berjumlah 2 orang, maksimal alat yang dioperasikan berjumlah 2 unit. Selain itu jumlah alat yang dioperasikan secara bersamaan juga dipengaruhi oleh kekuatan mesin masing-masing perahu. Perhitungan efisiensi teknis dilakukan setelah produksi masing-masing alat tangkap diketahui. Perhitungan dilakukan berdasarkan kriteria teknis yang tercantum pada

35 18 Tabel 3. Perbandingan perhitungan faktor produksi yang menentukan efisiensi teknis dan nilai finansial disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Perbandingan perhitungan faktor produksi yang menentukan efisiensi teknis dan finansial No Nama Perahu X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 R (Rp) 1 Putra Bima 258,8 4, , ,0 12, , , Laksana 164,3 3, , ,8 11, , , Lancar Abadi 137,0 3, , ,6 6, , , Asri Laksana 141,3 4, , ,0 9, , , Sri Langgeng 258,4 4, , ,5 17, , , Anak Jaya 442,7 7, , ,4 22, , , Angkut Jaya 219,2 6, , ,5 14, , , Cawuk 252,5 5, , ,5 14, , , Anggun Jaya 132,9 2, , ,3 8, , , Srimulya 197,1 4, , ,0 9, , , Ridho Jaya 491,3 8, , ,3 27, , , Srimuda 426,7 8, , ,0 23, , , Luna Jaya 256,3 5, , ,8 16, , , Karya Guna 147,0 3, , ,5 9, , , Endang Jaya 258,3 5, , ,9 14, , , Lancar 16 Rahayu 252,2 4, , ,5 12, , , Keterangan: X1 : Produksi/trip perahu X2 : Produksi/setting alat X3 : Produksi/ukuran perahu (GT) X4 : Produksi/ukuran mesin (PK) X5 : Produksi/BBM (L) X6 : Produksi/ABK X7 : Produksi/jumlah alat R : Net Revenue (Rp) Tabel 4 menunjukkan hasil perbandingan produksi untuk masing-masing unit alat tangkap garuk. Perbandingan tersebut menunjukan tingkat efisiensi teknis dari masing-masing unit penangkapan garuk terhadap salah satu faktor teknis yang digunakan yakni X1 hingga X7. Selanjutnya, untuk mengetahui urutan prioritas unit produksi yang memiliki efisiensi teknis terbaik dilakukan perhitungan dengan fungsi nilai dari masing-masing kriteria teknis. Analisis efisiensi teknis dilakukan dengan metode skoring yang dikembangkan oleh Mangkusubroto dan Trisnadi (1987). Hasil perhitungannya menentukan urutan efisiensi teknis masing-masing unit penangkapan garuk, sebagaimana disajikan pada Tabel 5.

36 No Tabel 5 Efisiensi teknis dan nilai finansial unit penangkapan garuk Nama kapal V (X1) Keterangan: R : Net revenue (Rp) UP : Urutan Prioritas V (X2) V (X3) V (X4) V (X5) Tabel 5 menunjukkan hasil perhitungan efisiensi teknis unit penangkapan garuk di Desa Rawameneng secara keseluruhan. Berdasarkan Tabel 5, unit alat tangkap garuk Ridho Jaya memiliki tingkat efisiensi secara keseluruhan sebesar 6,41 dan menduduki perangkat pertama. Peringkat kedua ada unit penangkapan garuk Srimuda dengan nilai 6,21. Adapun tingkat efisiensi yang paling kecil terdapat pada unit penangkapan garuk Anggun Jaya yang hanya mencapai 0,22. Berdasarkan Tabel 5 tersebut dapat disimpulkan bahwa unit penangkapan Ridho Jaya lebih efisien secara teknis dibandingkan dengan ke 15 alat tangkap garuk lainnya di Desa Rawameneng. Contoh perhitungan efisiensi teknis dapat dilihat pada Lampiran 3. Analisis finansial usaha penangkapan garuk V (X6) V (X7) V (X) R (Rp) UP 1 Ridho Jaya 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,70 0,71 6, Srimuda 0,82 0,93 0,82 0,82 0,82 1,00 1,00 6, Anak Jaya 0,86 0,80 0,80 0,80 0,75 0,56 0,57 5, Luna Jaya 0,34 0,48 0,34 0,52 0,45 0,49 0,50 3, Endang Jaya 0,35 0,48 0,35 0,28 0,37 0,24 0,50 2, Cawuk 0,33 0,43 0,33 0,33 0,35 0,23 0,48 2, Sri Langgeng 0,35 0,32 0,31 0,31 0,51 0,22 0,46 2, Angkut Jaya 0,24 0,56 0,24 0,24 0,38 0,38 0,39 2, Lancar 9 Rahayu 0,33 0,36 0,30 0,30 0,28 0,20 0,45 2, Putra Bima 0,35 0,23 0,35 0,26 0,30 0,24 0,25 1, Srimulya 0,18 0,33 0,18 0,11 0,15 0,32 0,32 1, Laksana 0,09 0,07 0,09 0,09 0,20 0,22 0,22 0, Asri Laksana 13 Jaya 0,02 0,24 0,02 0,12 0,13 0,15 0,16 0, Karya Guna 0,04 0,14 0,04 0,02 0,14 0,17 0,17 0, Lancar Abadi 0,01 0,08 0,01 0,01 0,00 0,00 0,14 0, Anggun Jaya 0,00 0,00 0,00 0,00 0,10 0,12 0,00 0, Analisis usaha dilakukan untuk mengetahui sejauh mana usaha tersebut berhasil. Analisis usaha biasanya diaplikasikan untuk mengevaluasi suatu usaha atau rencana usaha yang berorientasi mencari keuntungan semaksimal mungkin yang bisa diperoleh suatu perusahaan tertentu. Titik berat masalah usaha adalah estimasi keuntungan yang secara langsung dapat diterima oleh individu perusahaan dari investasi yang ditanamkan. Analisis usaha yang dilakukan antara lain: 1. Investasi unit penangkapan garuk Investasi merupakan modal awal yang harus dimiliki untuk memulai usaha, termasuk usaha dalam perikanan tangkap. Investasi yang ditanamkan pemilik untuk usaha unit penangkapan garuk dapat dilihat pada Tabel 6. 19

37 20 Tabel 6 Rata-rata investasi unit penanangkapan garuk Investasi Nilai (Rp) Perahu untuk 10 tahun Mesin untuk 6 tahun Alat untuk 1 tahun Total investasi Investasi yang ditanamkan untuk memulai usaha penangkapan dengan menggunakan garuk yaitu Rp Investasi tersebut dalam bentuk perahu, alat tangkap garuk dan mesin. Modal yang paling besar dikeluarkan pemilik yaitu untuk membeli perahu Rp Adapun modal paling kecil yaitu untuk membuat 3 alat Rp Biaya operasional unit penangkapan garuk Biaya operasional unit penangkapan garuk meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan dalam jumlah yang sama tanpa terpengaruh oleh besar kecilnya kegiatan produksi. Meskipun tidak melakukan operasi penangkapan biaya tetap harus tetap dikeluarkan. Biaya tetap usaha penangkapan garuk disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Biaya tetap unit penangkapan garuk Biaya tetap Keterangan Nilai (Rp) Perawatan Rp Perawatan Rp Perawatan Rp Rp Total biaya tetap Total biaya tetap untuk usaha penangkapan dengan garuk Rp Biaya paling besar harus dikeluarkan untuk perawatan alat tangkap garuk yaitu Rp Biaya tersebut digunakan untuk memperbaiki 3 alat tangkap garuk termasuk untuk biaya mengganti secara keseluruhan alat tangkap dalam jangka waktu satu tahun. Selain itu biaya tetap juga digunakan untuk melakukan perawatan mesin Rp untuk sekali perawatan, dimana dalam 1 tahun terjadi dua kali perawatan atau perbaikan. Adapun untuk biaya perizinan atau PAS membutuhkan biaya Rp Biaya tidak tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk membiayai kegiatan produksi, dimana besar kecilnya biaya tersebut dipengaruhi volume produksi. Biaya tidak tetap pada usaha penangkapan garuk meliputi BBM dan perbekalan melaut. Biaya tidak tetap disajikan pada Tabel 8.

38 Tabel 8 Biaya tidak tetap usaha unit penangkapan garuk Biaya Tidak Tetap (variabel cost) Keterangan Nilai (Rp) BBM 274 trip 20 L Perbekalan 274 trip Total biaya variabel Biaya tidak tetap dikeluarkan untuk kegiatan produksi, seperti untuk membeli BBM sebesar Rp untuk satu tahun, dan biaya perbekalan sebesar Rp Total biaya tidak tetap Rp dan total biaya tetap Rp Jadi total biaya operasional usaha penangkapan garuk yaitu Rp Biaya penyusutan usaha penangkapan garuk Biaya penyusutan pada usaha unit penangkapan garuk digunakan untuk mengurangi keuntungan pemilik. Nilai penyusutan diperoleh dari nilai investasi suatu barang terhadap umur teknisnya. Jadi biaya penyusutan akan bernilai nol pada masa umur teknis barang investasi habis. Total biaya penyusutan Rp meliputi perahu, mesin dan alat tangkap. Biaya penyusutan disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Biaya penyusutan unit usaha penangkapan garuk Penyusutan Nilai (Rp) Perahu untuk 10 tahun Mesin untuk 6 tahun Alat untuk 1 tahun Total biaya penyusutan Penerimaan usaha penangkapan garuk Penerimaan usaha penangkapan garuk diperoleh dari hasil perkalian antara total produksi dengan jumlah trip dan harga hasil tangkapan selama satu tahun. Perhitungan penerimaan dibagi menjadi dua, yaitu pada saat musim puncak dan musim paceklik, karena setiap musim mempunyai rata-rata total hasil tangkapan dan harga yang berbeda. Penerimaan pada musim puncak diperoleh dari rata-rata total produksi kerang berukuran besar 150 kg dikalikan dengan jumlah trip 160 dikalikan harga kerang Rp 3.000/kg, dengan demikian diperoleh hasil Rp Adapun kerang berukuran sedang berjumlah 250 kg dikalikan 160 trip dikalikan Rp 1.000, hasilnnya Rp Hasil tangkapan sampingan berupa udang dengan ratarata produksi 15 kg per trip dikalikan 160 trip dikalikan harga udang /kg hasilnya Rp Total penerimaan pada musim puncak mencapai Rp Penerimaan pada musim paceklik diperoleh dari rata-rata produksi kerang dewasa 10 kg dikalikan 114 trip dikalikan Rp hasilnya Rp dan untuk kerang berukuran sedang rata-rata produksi 15 kg dikalikan 114 trip dikalikan Rp diperoleh Rp Udang yang diperoleh 5 kg dikali 114 trip dikalikan harga udang Rp /kg hasilnya Jadi total pendapatan pada musim paceklik mencapai Rp , dengan demikian penerimaan usaha 21

39 22 penangkapan garuk selama satu tahun sebesar Rp Penerimaan usaha penangkapan garuk disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Penerimaan usaha penangkapan garuk Penerimaan Nilai (Rp) Musim puncak bulan Juli-Januari Kerang ( 150 kg 160 trip Rp 3.000) Kerang kecil (250 kg 160 trip 1000) Udang ( 15 kg 160 trip Rp ) Total Musim paceklik bulan Februari-Juni Kerang ( 10 kg 114 trip Rp ) Kerang kecil (15 kg 114 trip 3000 ) Udang ( 5 kg 114 trip ) Total Total penerimaan Kriteria ekonomi usaha penangkapan garuk Analisis usaha meliputi perhitungan keuntungan bersih pemilik, PP, dan ROI. Keuntungan bersih pemilik Rp diperoleh dari hasil penerimaan kotor dikurangi upah ABK yaitu Rp dan biaya penyusutan Rp Penerimaan kotor Rp diperoleh dari total pendapatan dikurangi biaya operasional. Analisis finansial disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Kriteria ekonomi untuk menentukan kelayakan usaha penangkapan garuk Parameter Nilai Keuntungan bersih R/C 4,36 PP 0,33 ROI 299 % Nilai R/C usaha penangkapan garuk 4,36. Nilai R/C digunakan untuk melihat keuntungan relatif suatu usaha terhadap biaya yang dikeluarkan dalam usaha tersebut. Dengan kata lain akan diperoleh keuntungan sebesar 4,36 kali dari biaya yang dikeluarkan. Hal ini berarti dari setiap Rp 1 yang dikeluarkan akan diperoleh keuntungan sebesar Rp 4,36. Karena nilai R/C > 1, maka usaha tersebut dikatakan menguntungkan dan layak untuk dijalankan. Analisis PP (payback period) pada suatu usaha, merupakan metode untuk mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali (Husnan dan Suwarsono 1994). Payback period usaha penangkapan garuk sebesar 0,33. Modal investasi akan kembali setelah 0,33 tahun usaha berjalan dengan asumsi pendapatan tetap, kurang lebih 3,96 bulan modal investasi akan kembali. Nilai ROI dari usaha penangkapan garuk yaitu 299%. Jadi besarnya kemampuan untuk pengembalian modal yang ditanam itu mencapai 299% dengan asumsi pendapatan pada setiap bulan dan tahunnya tetap. Perhitungan usaha penangkapan garuk dapat dilihat pada Lampiran 4.

40 23 6. Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas perlu dilakukan karena dalam suatu usaha selalu ada faktor ketidakpastian. Analisis sensitivitas ini digunakan untuk melihat apakah suatu usaha sensitif atau tidak jika terjadi suatu perubahan. Perubahan inilah yang dimaksud ketidakpastian. Dalam penelitian ini akan dilihat apakah usaha unit penangkapan garuk sensitif atau tidak jika terjadi perubahan kenaikan harga BBM. BBM merupakan salah satu variabel kunci untuk keberhasilan berjalannya usaha unit penangkapan garuk. Hal ini karena BBM memberikan kontribusi sebesar 69% dari total biaya operasional. Perhitungan analisis sensitivitas apabila harga BBM naik 19% menjadi Rp per liter, maka pendapatan nelayan masih Rp ,20 per tahun. Namun, apabila harga BBM naik 456% menjadi Rp per liter maka nelayan mengalami kerugian Rp ,20 per tahun. Perhitungan analisis sensitivitas secara sebagai akibat perubahan kenaikan harga BBM disajikan pada Tabel 12. Kriteria Tabel 12 Analisis sensitivitas apabila terjadi kenaikan BBM Kenaikan Harga BBM % Rp % Rp % Rp % Rp % Rp % Rp ` Keuntungan pemilik R/C 3,85 2,57 1,82 1,41 1,15 1,04 PP 0,35 0,43 0,60 0,98 2,75-780, 56 ROI 2,87 2,34 1,68 1,02 0,37 0,00 Perubahan harga komoditas merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan pada suatu usaha selain BBM. Penurunan harga hasil tangkapan garuk akan berpengaruh pada total keuntungan yang diterima. Kasus ini akan menunjukkan apakah perubahan harga berdampak signifikan terhadap kelangsungan usaha alat tangkap garuk di Desa Rawameneng Blanakan. Tabel 13 dapat dilihat, apabila harga turun sebesar 50% dengan asumsi variabel yang lain tetap maka pemilik akan memperoleh keuntungan Rp per tahun. Nelayan atau pengusaha garuk akan mengalami kerugian apabila harga turun sebesar 72,8%. Hal ini ditunjukan dengan nilai pendapatan pemilik yang mencapai minus, artinya biaya yang dikeluarkan tidak mampu untuk menutupi kegiatan produksi. Analisis sensitivitas akibat perubahan harga hasil tangkapan disajikan pada Tabel 13.

41 24 Kriteria Keuntungan Pemilik Tabel 13 Analisis sensitivitas apabila terjadi perubahan harga produk Penurunan Harga 50 % 72,9 % Musim Puncak Musim Paceklik Musim Puncak Musim Paceklik Kerang Besar Kerang Sedang Udang Kerang Besar Kerang Sedang Udang Kerang Besar Kerang Sedang Udang Kerang Besar Kerang Sedang Udang , ,00 R/C 2,18 1,18 PP 1, , 38 ROI 0,94 0,00 Pembahasan Efisiensi teknis unit penangkapan garuk Perhitungan efisiensi teknis pada unit usaha penangkapan garuk menunjukkan bahwa perahu Ridho Jaya menduduki urutan prioritas pertama dengan nilai 6,42. Hal ini berarti bahwa perahu Ridho Jaya memiliki efisiensi teknis yang paling tinggi. Adapun perahu Anggun Jaya memiliki tingkat efisiensi teknis yang paling rendah. Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap efisiensi teknis. Perahu Ridho Jaya memiliki efisiensi teknis tertinggi diduga karena perahu Ridho Jaya melakukan operasi penangkapan pada jarak yang lebih jauh dan mampu memilih lokasi yang tepat untuk fishing ground. Hal ini seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3, perahu Ridho Jaya menggunakan mesin 20 PK, dengan jumlah BBM liter, dan melakukan 276 trip. Adapun perahu Anggun Jaya menggunakan mesin berukuran 20 PK, melakukan 276 trip, dengan menghabiskan liter BBM, jumlah nelayan 2 orang dan menggunakan 3 alat secara bersamaan, menduduki urutan prioritas terakhir dengan nilai efisiensi total sebesar 0,22. Berkaitan dengan hal teknis kelangsungan operasi penangkapan, BBM merupakan faktor penting bagi mobilisasi nelayan dalam mengeksplorasi daerah penangkapan ikan. Jumlah bahan bakar yang memadai memungkinkan nelayan untuk mencapai lokasi penangkapan yang lebih baik (Aprianto 2008). Jumlah operasi penangkapan dan jangkauan daerah penangkapan yang lebih luas akan memberikan peluang bagi nelayan untuk memperoleh hasil tangkapan yang lebih banyak. Mukhtar (2008) menyatakan bahwa jumlah ABK yang lebih besar memiliki kemampuan mendapatkan hasil tangkapan ikan yang lebih besar dibanding dengan kapal yang jumlah ABK lebih kecil. Hal ini bisa dilihat pada unit penangkapan garuk, dimana jumlah ABK berpengaruh terhadap jumlah alat dan jumlah setting operasi penangkapan garuk. Ketepatan dalam menentukan daerah penangkapan juga berpengaruh terhadap hasil tangkapan yang diperoleh. Kegiatan penangkapan ikan akan menjadi lebih efisien dan efektif apabila daerah penangkapan ikan dapat diduga secara tepat terlebih dahulu (Fausan 2011). Unit penangkapan garuk merupakan unit penangkapan yang paling dominan di TPI KUD Mina Karya Baru Desa Rawameneng. Hal ini terlihat dari jumlah alat

42 tangkap garuk di desa tersebut. Desa Rawameneng merupakan satu-satunya desa yang memproduksi kerang dari hasil tangkapan garuk melalui TPI KUD Mina Karya Baru dari tujuh desa yang ada di Kecamatan Blanakan. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan, jumlah alat tangkap garuk di Desa Rawameneng ada 20 unit. Jumlah unit penangkapan garuk mengalami peningkatan selama dua tahun terakhir. Hal ini disebabkan unit penangkapan garuk masih memberikan keuntungan yang sangat baik. Keuntungan bersih yang diperoleh pemilik jaring garuk sebesar Rp per tahun, bahkan dengan kenaikan harga BBM sebesar 19 % menjadi Rp 6500 per liter, keuntungan usaha unit penangkapan garuk masih sebesar Rp ,20 per tahun. Alat tangkap garuk memiliki gigi yang terbuat dari besi. Gigi garuk menancap dan membajak substrat pasir atau lumpur pada saat alat tangkap tersebut dioperasikan, sehingga menimbulkan turbulensi. Perairan menjadi keruh, dimana peningkatan kekeruhan memiliki potensi untuk mempengaruhi plankton, ikan dan invertebrata lainnya (Heidi et al. 2011). Efek dari dredging (penggarukan) menimbulkan gangguan terhadap satwa laut meliputi ikan, mamalia laut dan perubahan jangka panjang bagi komunitas benthos (Jones 2010). Gangguan tersebut mengakibatkan berkurangnya kelimpahan, keragaman, biomassa dan hilangnya tempat pemijahan dan daerah pembibitan sebagai akibat penggarukan yang berlangsung secara terus-menerus. Menurut Heidi et al. (2011), pasir dan kerikil merupakan habitat penting daerah pemijahan bagi banyak spesies ikan. Oleh karena dalam jangka panjang alat tangkap garuk dapat merusak lingkungan dan ekosistem dasar laut termasuk hilangnya habitat populasi, kematian spesies juvenil komersial dan pergeseran struktur jaringan makanan (Rose et al. 2000). Namun, disisi lain peningkatan sedimen tersuspensi mungkin bermanfaat bagi benthos dan ikan. Bahan organik seperti detritus dari organisme mati seperti fitoplankton dan bakteri yang ditemukan dalam sedimen halus jadi pasokan makanan yang memadai (Heidi et al. 2011). Analisis finansial usaha penangkapan garuk Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang diperoleh pelaku usaha. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keuntungan usaha penangkapan garuk ditinjau dari faktor-faktor produksi. Beberapa faktor yang sangat berpengaruh yaitu harga komoditas dan faktor input produksi seperti BBM. Hal ini karena BBM berkontribusi sebesar 69% terhadap operasional penangkapan garuk. Harga jual hasil tangkapan akan berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh nelayan. Apabila harga komoditas tinggi maka pendapatan akan semakin meningkat begitupun sebaliknya. Selanjutnya, apabila harga BBM mengalami kenaikan maka total biaya operasional akan semakin besar. Hal tersebut mengakibatkan keuntungan yang diterima nelayan akan menurun, sehingga dalam usaha faktor tersebut perlu mendapat perhatian lebih. Unit penangkapan garuk di Desa Rawameneng termasuk unit usaha berskala kecil. Modal awal yang dibutuhkan maupun jumlah nelayan yang ikut beroperasi dalam satu unit penangkapan jumlahnya relatif lebih sedikit dibandingkan jenis unit penangkapan lainnya. Investasi yang diperlukan untuk memulai usaha garuk Rp Biaya operasional terdiri dari biaya tetap Rp dan biaya tidak tetap Rp , sehingga total biaya operasional Rp Biaya total penting dalam perhitungan penerimaan bersih, dimana penerimaan bersih 25

43 26 merupakan penerimaan total dikurangi dengan biaya total (Bishop dan Toussaint 1979). Penerimaan yang didapat dari usaha penangkapan garuk yaitu Rp Keuntungan bersih yang diperoleh pemilik Rp dalam setahun. Adapun pendapatan bersih yang diterima masing-masing nelayan setiap tripnya Rp ,86 Usaha unit penangkapan garuk sangat menguntungkan apabila dibandingkan dengan usaha unit penangkapan lainnya yang berada di Blanakan. Satu unit jaring arad yang dioperasikan di Blanakan memperoleh keuntungan sekitar Rp per tahun dengan investasi awal sekitar Rp (Janah 2010). Analisis usaha dapat digunakan untuk melihat nilai finansial yang dihasilkan usaha penangkapan garuk. Hasil analisis diperoleh nilai Revenue/Cost (R/C) sebesar 4,36. Nilai tersebut menunjukan bahwa usaha penangkapan garuk mampu mengembalikan atau menghasilkan keuntungan sebesar Rp 4,36 dari setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan usahanya. Payback period dari usaha unit penangkapan garuk 0,33. Berdasarkan nilai tersebut berarti modal yang digunakan untuk investasi dapat dikembalikan hanya dalam waktu 0,33 tahun atau 3,96 bulan. Waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan biaya investasi sangat cepat. Hal ini menunjukan usaha tersebut memberikan keuntungan. Nilai ROI dari usaha penangkapan garuk sebesar 299%. Hal ini berarti bahwa usaha penangkapan garuk dapat memberikan keuntungan sebesar 299% dari setiap Rp 100 yang dikeluarkan. Persentase tersebut menunjukan bahwa kemungkinan pengembalian keuntungan dari investasi yang ditanamkan pemilik sangat besar. Berdasarkan analisis ROI perusahaan dapat mengukur sampai sejauh mana kemampuannya dalam mengembalikan modal yang ditanamkannya (Rahardi et al. 1993). Nilai ROI yang tinggi menunjukan usaha tersebut efisien dalam penggunaan modal. Analisis sensitivitas Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kelangsungan usaha perlu dianalisis lebih lanjut menggunakan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas dapat digunakan untuk memprediksi pengaruh perubahan faktor-faktor yang signifikan dalam proses produksi terhadap keuntungan usaha. Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa kenaikan harga BBM 19% menjadi Rp per liter mengakibatkan berkurangnya keuntungan yang diterima nelayan sebesar 4% menjadi Rp ,2 per tahun. Perubahan juga terlihat pada nilai ROI yang menurun sebesar 4% menjadi 2,87 dan Net B/C sebesar 11% menjadi 3,85 yang diikuti dengan naiknya nilai payback period sebesar 6 % menjadi 4,2 bulan. Hal ini berarti keuntungan yang diterima berkurang, sehingga waktu yang di butuhkan untuk pengembalian biaya investasi betambah panjang. Kenaikan harga BBM sebesar 19% tidak mempengaruhi usaha penangkapan garuk, karena usaha unit penangkapan garuk masih memperoleh keuntungan. Berdasarkan analisis sensitivitas menunjukan bahwa perubahan harga BBM sebesar 19% tidak sensitif terhadap usaha penangkapan garuk. Kenaikan harga BBM akan memberikan dampak yang berbeda apabila harga BBM naik sebesar 456%. Kenaikan sebesar itu akan mengakibatkan nelayan mengalami kerugian usaha, dengan asumsi faktor-faktor lain yang berpengaruh dianggap tetap. Kenaikan harga BBM akan menjadi faktor yang sensitif dalam

44 usaha unit penangkapan garuk apabila harga BBM naik sebesar 456% menjadi Rp per liter. Analisis sensitivitas menunjukan sejauh mana suatu variabel akan mempengaruhi profitabilitas usaha. Semakin buruk akibatnya, variabel tersebut semakin perlu memperoleh perhatian (Husnan dan Suwarsono 1994). Harga kerang merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keuntungan yang diperoleh nelayan garuk. Menurunnya harga kerang sebesar 50% dari harga jual saat ini sebesar Rp per kg berdampak pada penerimaan nelayan yang semakin menurun. Penurunan pendapatan nelayan masih dalam batas aman karena masih mampu memberikan keuntungan sebesar Rp per tahun sehingga usaha penangkapan masih bisa berjalan. Perubahan harga produk sebesar 50% menjadi Rp per kg tidak sensitif terhadap usaha penangkapan garuk. Perubahan harga akan berpengaruh bila terjadi penurunan harga sebesar 72,9%. Menurunnya harga produk sebesar 72,9% akan mengakibatkan usaha mengalami kerugian sebesar Rp Total pendapatan yang diterima oleh nelayan dengan penurunan harga sebesar 72,9% tidak mampu menutupi biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan usaha penangkapan garuk, seperti yang disajikan pada Tabel 13. Peluang pengembangan usaha Usaha unit penangkapan garuk, ditinjau dari sisi finansial mampu memberikan keuntungan bagi nelayan. Hal ini dilihat dari penerimaan dan pendapatan bersih yang diperoleh nelayan. Berdasarkan analisis finansial usaha penangkapan garuk juga mempunyai sensitivitas yang rendah terhadap perubahan harga BBM, dimana BBM merupakan faktor kunci yang berperan pada operasi penangkapan. Berdasarkan analisis sensitivitas yang dilakukan terhadap faktorfaktor produksi penangkapan garuk di Desa Rawameneng BBM memberikan kontribusi sebesar 69% dari total biaya opersional. Hal tersebut menunjukan bahwa pengembangan unit usaha penangkapan garuk masih memberikan keuntungan yang sangat menjanjikan. Pengembangan usaha penangkapan garuk tidak hanya dilihat dari sisi ekonomi tapi perlu juga dilihat dari sisi biologi sumber daya hayati dan lingkungan perairan. Hasil tangkapan garuk yang diperoleh sebagian besar berada pada kisaran 13,23 mm-21,20 (Prasetiyo 2012). Bila dilihat dari ukuran kerang pada saat pertama matang gonad maka secara dominan alat tangkap garuk banyak menangkap dibawah ukuran layak tangkap. Kerang pertama kali matang gonad pada ukuran panjang cangkang sekitar 18 mm-20 mm (Mubarak 1987). Sumber daya kerang merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam prospek pengembangan usaha unit penangkapan garuk. Kegiatan penangkapan yang tidak terkendali secara langsung memberikan pengaruh terhadap penurunan jumlah hasil tangkapan. Hal ini diindikasikan dengan semakin jauhnya areal penangkapan dan kecilnya ukuran kerang yang tertangkap (Erianto 2005). Menurunnya jumlah dan ukuran kerang ini diduga disebabkan oleh frekuensi penangkapan yang secara terus menerus tanpa menghiraukan stok sumber daya kerang di perairan setempat. Oleh sebab itu, apabila dibiarkan dalam jangka panjang dapat mengancam eksistensi usaha penangkapan garuk di perairan tersebut. Ditinjau dari efek terhadap lingkungan usaha penangkapan dengan garuk memberikan dampak negatif terhadap lingkungan dan ekosistem dasar laut (Dian et al. 2011). Intensitas penggarukan pada substrat dasar laut mengakibatkan hilangnya habitat dasar laut, organisme benthos dan ikan demersal (Heidi et al. 27

45 ). Pengembangan usaha perlu mempertimbangkan efek jangka panjang terhadap kelestarian sumber daya di perairan tersebut, sehingga pengembangan usaha dengan alat tangkap garuk ditinjau dari dampaknya terhadap lingkungan tidak layak untuk dikembangkan. Adapun pengembangan usaha penangkapan garuk bisa dikembangkan dengan melakukan modifikasi alat. Bagian yang harus dimodifikasi pada alat tangkap garuk yaitu gigi raga. Gigi raga merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan kerusakan lingkungan karena prinsip kerjanya yang menancap dan membajak substrat. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Efisiensi teknis unit penangkapan garuk di Desa Rawameneng berkisar antara 0,22-6,41, sedangkan ditinjau dari efisiensi ekonomis unit penangkapan garuk berkisar Rp Rp Secara ekonomis unit penangkapan garuk di Desa Rawameneng sangat efisien dengan keuntungan yang diterima pemilik selama satu tahun yaitu Rp Adapun pendapatan nelayan selama satu tahun Rp ; dan 2. Ditinjau dari segi finansial alat tangkap garuk merupakan unit penangkapan yang layak dikembangkan, akan tetapi jika ditinjau dari aspek biologi sumber daya kerang dan lingkungan perairan perlu pengaturan yang lebih baik. SARAN Saran yang diusulkan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai kelayakan unit penangkapan garuk yang ditinjau dari berbagai aspek seperti aspek teknis, biologi, sosial, dan ekonomi; 2. Pemerintah atau dinas perikanan setempat perlu membuat peraturan terkait penangkapan kerang meliputi jumlah trip penangkapan, kapasitas maksimal hasil tangkapan per trip, dan ukuran yang diperbolehkan untuk diperjualbelikan; dan 3. Perlu dicari alternatif alat tangkap lain pengganti garuk yang ramah lingkungan.

46 29 DAFTAR PUSTAKA Aprianto Ahdiar Persepsi dan Strategi Adaptasi Nelayan Garuk terhadap Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak di Pangkalan Pendaratan Ikan Mundu Pesisir Kabupaten Cirebon. [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumber daya Perikanan FPIK IPB. Bishop C.E, Toussaint Pengantar Analisa Ekonomi Pertanian. Jakarta (ID): Mutiara. Data statistik kelautan dan perikanan Statistik Perikanan Tangkap. [Internet]. [diunduh 7 Februari 2013]. Tersedia pada: Dian A P F, Pramonowibowo, Kurohman F, Budi J Modifikasi Dredged Net untuk Peningkatan Efektivitas dan Efisiensi Penangkapan Udang di Tambak Lorok, Semarang. Buletin Oseanografi Marina. 1: 95. Erianto Dedi Analisis Pengelolaan dan Pengembangan Budidaya Kerang Darah (Anadara granosa) di Kecamatan Kuala Indragiri Kabupaten Hilir Propinsi Riau. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fausan Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis) Berbasis Sistem Informasi Geografis Diperairan Teluk Tomini Provinsi Gorontalo. [Skripsi]. Makasar (ID): Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Heidi M T, Houghton, A J, Saunders J E, and Hull, S C Direct and Indirect Impacts of Marine Aggregate Dredging. Marine Aggregate Levy Sustainability Fund (MALSF) Science Monograph Series. 1:20. Husnan S, Suwarsono Studi Kelayakan Proyek. Yoyakarta (ID): UPP AMP YKPN. 272 hlm. Janah Enur Karakeristik Usaha Unit Perikanan Jaring Arad di PPI Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Jones J B Environmental Impact of Trawling on The Seabed: A review. New Zealand Journal of Marine and Freshwater Research. 26:61. Kadariah, Karlina L dan Gray C Pengantar Evaluasi Proyek Edisi Revisi. Jakarta (ID): Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Mangkusubroto K, Trisnadi L Pendekatan Sistem dalam Manajemen Usaha dan Proyek. Bandung (ID): Ganeca Extac Bandung. hlm: Mubarak Hasan Distribusi Anadara sp (Pelecypoda; Arcidae) dalam Hubungannya dengan Karakteristik Lingkungan Perairan dan Assosiasinya dengan Jenis-Jenis Moluska Bintik Lain di Teluk Blanakan Kabupaten Subang Jawa Barat. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mukhtar Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kapal Purse Seine. [Tesis]. Program Studi Agribisnis Program Pascasarjana Universitas Haluoleo Kendari. Nurmalina R, T Sarianti, A Karyadi Studi Kelayakan Bisnis. Bogor (ID): Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Insitut Pertanian Bogor. Prasetyo B, Janah M L Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada.

47 30 Prasetiyo Arrif Nugroho Puji Konstruksi Garuk yang Produktif dan Selektif Terhadap Kerang. [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan FPIK IPB. Rahardi F, Kristiwati R, Nazaruddin Agribisnis Perikanan. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. hlm: 55 dan 59. Rose C, Carr A, Ferro D, Fonteyne R, and MacMullen P Using Gear Technology to Understand and Reduce Unintended Effects of Fishing on The Seabed and Associated Communities: Background and Potential Directions. ICES Working Group on Fishing Technology and Fish Behaviour. Satuhu S Penanganan Segar dan Pembuatan Minyak Bunga Melati. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Singarimbun M, Efendi S Metode Penelitian Survei. Jakarta (ID): LP3ES. Soekartawi Analisis Usaha Tani. Jakarta (ID): UI Press. Subani W, HR Barus Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta (ID): Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Suwignyo S, Widigdo B, Wardiatno Y, Krisanti M Avertebrata Air Jilid1. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Umar Husein Studi Kelayakan Bisnis Edisi -3. Jakarta (ID): Gramedia. Yuliana W, Soekendarsi E, Ambeng Morfometrik Karang Bulu Anadara antiquata, L.1758 dari Pasar Rakyat Makasar, Sulawesi Selatan. Makasar (ID): Universitas Hasanuddin.

48 31 Lampiran 1 Peta lokasi penelitian LAMPIRAN

49 32 Lampiran 2 Hasil tangkapan yang diperoleh nelayan garuk Kerang hasil tangkapan nelayan garuk udang hasil tangkapan sampingan Ukuran kerang yang tertangkap kerang yang akan di lelang

Efisiensi Teknis dan Ekonomi Alat Tangkap Garuk dan Peluang Pengembangannya di Desa Rawameneng, Kabupaten Subang

Efisiensi Teknis dan Ekonomi Alat Tangkap Garuk dan Peluang Pengembangannya di Desa Rawameneng, Kabupaten Subang Maspari Journal, Vol. 6, No. 2, Juli 2014 Efisiensi Teknis dan Ekonomi Alat Tangkap Garuk dan Peluang Pengembangannya di Desa Rawameneng, Kabupaten Subang Dahri Iskandar dan Ade Guntur Departemen Pemanfaatan

Lebih terperinci

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU PUSPITA SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Peta lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dengan penyusunan proposal dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian cantrang di Pulau Jawa dari

Lebih terperinci

EFISIENSI TEKNIS DAN EKONOMIS ALAT TANGKAP JARING RAMPUS DI PPN KARANGANTU PROVINSI BANTEN YOHAN JIMMY RONALDO

EFISIENSI TEKNIS DAN EKONOMIS ALAT TANGKAP JARING RAMPUS DI PPN KARANGANTU PROVINSI BANTEN YOHAN JIMMY RONALDO EFISIENSI TEKNIS DAN EKONOMIS ALAT TANGKAP JARING RAMPUS DI PPN KARANGANTU PROVINSI BANTEN YOHAN JIMMY RONALDO DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Tempat penelitian dan pengambilan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang. 3.2 Alat

Lebih terperinci

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian penangkapan ikan dengan menggunakan jaring arad yang telah dilakukan di perairan pantai Cirebon, daerah Kecamatan Gebang, Jawa Barat

Lebih terperinci

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes Oleh: Muh. Ali Arsyad * dan Tasir Diterima: 0 Desember 008; Disetujui:

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Teknik Unit penangkapan pancing rumpon merupakan unit penangkapan ikan yang sedang berkembang pesat di PPN Palabuhanratu. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data 19 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat. Pengambilan data di lapangan dilakukan selama 1 bulan,

Lebih terperinci

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN 40 6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN Tujuan akhir dari usaha penangkapan payang di Desa Bandengan adalah meningkatkan kesejahteraaan nelayan bersama keluarga. Karena itu sasaran dari kegiatan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base.

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base. 31 4 HASIL 4.1 Unit Penangkapan Ikan 4.1.1 Kapal Jumlah perahu/kapal yang beroperasi di Kecamatan Mempawah Hilir terdiri dari 124 perahu/kapal tanpa motor, 376 motor tempel, 60 kapal motor 0-5 GT dan 39

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian penangkapan rajungan dengan menggunakan jaring kejer dilakukan di perairan Gebang Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Penelitian

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Riil Fasilitas Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan di PPN Karangantu Fasilitas kebutuhan operasional penangkapan ikan di PPN Karangantu dibagi menjadi dua aspek, yaitu

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian 35 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Timur, khususnya di PPP Labuhan. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan karena pelabuhan perikanan tersebut

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN

Lebih terperinci

: Perikanan Tangkap Udang Nomor Sampel Kabupaten / Kota : Kecamatan : Kelurahan / Desa Tanggal Wawancara : Nama Enumerator :..

: Perikanan Tangkap Udang Nomor Sampel Kabupaten / Kota : Kecamatan : Kelurahan / Desa Tanggal Wawancara : Nama Enumerator :.. 173 Lampiran 34 Daftar Kuisioner Jenis Pertanyaan : Perikanan Tangkap Udang Nomor Sampel Kabupaten / Kota : Kecamatan : Kelurahan / Desa Tanggal Wawancara : Nama Enumerator.. I Identitas Responden Nama

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci

USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province)

USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province) USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province) Tiara Anggia Rahmi 1), Tri Wiji Nurani 2), Prihatin IkaWahyuningrum

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 14 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengamatan tingkah laku ikan pada proses penangkapan ikan dengan alat bantu cahaya dilakukan di perairan Kabupaten Barru Selat Makassar, Sulawesi

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN MASPARI JOURNAL Januari 2015, 7(1): 29-34 ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN FINANSIAL ANALYSIS OF DRIFT GILL NET IN

Lebih terperinci

FISHING GEAR PERFORMANCE ON SKIPJACK TUNA IN BONE BAY DISTRICT LUWU

FISHING GEAR PERFORMANCE ON SKIPJACK TUNA IN BONE BAY DISTRICT LUWU FISHING GEAR PERFORMANCE ON SKIPJACK TUNA IN BONE BAY DISTRICT LUWU Akmaluddin 1, Najamuddin 2 dan Musbir 3 1 Universitas Muhammdiyah Makassar 2,3 Universitas Hasanuddin e-mail : akmalsaleh01@gmail.com

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON Oleh: Asep Khaerudin C54102009 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI

ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karakteristik dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karakteristik dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karakteristik dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap Karakteristik merupakan satu hal yang sangat vital perannya bagi manusia, karena hanya dengan karakteristik kita dapat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Unit Penangkapan Jaring Rajungan dan Pengoperasiannya Jaring rajungan yang biasanya digunakan oleh nelayan setempat mempunyai kontruksi jaring yang terdiri dari tali ris

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan dilakukan selama 6 bulan dari Bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010. Pengambilan data dilakukan

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

EVALUASI ASPEK SOSIAL KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN TUNA (THUNNUS SP) OLEH NELAYAN DESA YAINUELO KABUPATEN MALUKU TENGAH

EVALUASI ASPEK SOSIAL KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN TUNA (THUNNUS SP) OLEH NELAYAN DESA YAINUELO KABUPATEN MALUKU TENGAH EVALUASI ASPEK SOSIAL KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN TUNA (THUNNUS SP) OLEH NELAYAN DESA YAINUELO KABUPATEN MALUKU TENGAH Erika Lukman Staf Pengajar Faperta FPIK UNIDAR-Ambon, e-mail: - ABSTRAK Ikan tuna (Thunnus

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 27 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data dilaksanakan bulan Juli-September 2007 yaitu di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari ABSTRAK

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari   ABSTRAK EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU Oleh T Ersti Yulika Sari Email: nonnysaleh2010@hotmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui usaha perikanan tangkap yang layak untuk

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Oktober 2012, pengumpulan data dilakukan selama 2 minggu pada bulan Juli 2012. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... Halaman xii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN aa 23 a aa a 5.1 Analisis Teknis Perikanan Gillnet Millenium 5.1.1 Unit penangkapan ikan 1) Kapal Kapal gillnet millenium yang beroperasi di PPI Karangsong adalah kapal berbahan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis/Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif karena dalam pelaksanaannya meliputi data, analisis dan interpretasi tentang arti

Lebih terperinci

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU 1 EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU Oleh Safrizal 1), Syaifuddin 2), Jonny Zain 2) 1) Student of

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian aa 11 a 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2011. Penelitian ini dilakukan di PPI Karangsong, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Lokasi

Lebih terperinci

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28 Jurnal perikanan dan kelautan 17,2 (2012): 28-35 ANALISIS USAHA ALAT TANGKAP GILLNET di PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Deskripsi unit penangkapan cantrang Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan teknik dalam suatu operasi penangkapan ikan yang terdiri atas alat tangkap, kapal,

Lebih terperinci

Analisis Finansial Usaha Perikanan Tangkap Pancing Ulur (Hand Line) Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

Analisis Finansial Usaha Perikanan Tangkap Pancing Ulur (Hand Line) Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara Nikè:Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 4, Nomor 3, September 2016 Analisis Finansial Usaha Perikanan Tangkap Pancing Ulur (Hand Line) Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Gebang Mekar Kabupaten Cirebon (Lampiran 1). Survey dan persiapan penelitian seperti pencarian jaring,

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU i ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU DESI HARMIYATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Teluk Jakarta Secara geografis Teluk Jakarta (Gambar 9) terletak pada 5 o 55 30-6 o 07 00 Lintang Selatan dan 106 o 42 30-106 o 59 30 Bujur Timur. Batasan di sebelah

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN ONE DAY FISHING DENGAN ALAT TANGKAP MULTIGEAR DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TAWANG KABUPATEN KENDAL

ANALISIS FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN ONE DAY FISHING DENGAN ALAT TANGKAP MULTIGEAR DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TAWANG KABUPATEN KENDAL ANALISIS FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN ONE DAY FISHING DENGAN ALAT TANGKAP MULTIGEAR DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TAWANG KABUPATEN KENDAL Financial Analysis of One Day Fishing Business Using Multigear

Lebih terperinci

ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DENGAN ALAT TANGKAP BUBU LIPAT (TRAPS) DI PERAIRAN TEGAL

ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DENGAN ALAT TANGKAP BUBU LIPAT (TRAPS) DI PERAIRAN TEGAL ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DENGAN ALAT TANGKAP BUBU LIPAT (TRAPS) DI PERAIRAN TEGAL Shiffa Febyarandika Shalichaty, Abdul Kohar Mudzakir *), Abdul Rosyid

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011.

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011. 24 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011. Kegiatan penelitian meliputi tahap studi pustaka, pembuatan proposal, pengumpulan

Lebih terperinci

KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN

KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN VARENNA FAUBIANY SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2013. Pengambilan sampel dilakukan selama 15 kali per stasiun secara kontinyu. Lokasi pengambilan sampel

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai September 2010. Pengambilan data lapangan dilakukan di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, sejak 21 Juli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia. Berdasarkan data ekspor impor Dinas Kelautan dan Perikanan Indonesia (2007), rajungan menempati urutan ke

Lebih terperinci

3.2.1 Spesifikasi alat tangkap Bagian-bagian dari alat tangkap yaitu: 1) Tali ris atas, tali pelampung, tali selambar

3.2.1 Spesifikasi alat tangkap Bagian-bagian dari alat tangkap yaitu: 1) Tali ris atas, tali pelampung, tali selambar 21 3METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada tanggal 15 September 11 Desember 2010 ini bertempat di TPI Palabuhanratu. Sukabumi Jawa Barat. Kegiatan penelitian meliputi eksperimen langsung

Lebih terperinci

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 1. Ilustrasi Peta Lokasi Penelitian 42 Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 3. Alat yang Digunakan GPS (Global Positioning System) Refraktometer Timbangan Digital

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Komponen Alat Tangkap Jaring Kembung a. Jaring Kembung b. Pengukuran Mata Jaring c. Pemberat d. Pelampung Utama e. Pelampung Tanda f. Bendera Tanda Pemilik Jaring Lampiran 2. Kapal

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 25 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Perairan Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak Propinsi Kalimantan Barat, yang merupakan salah satu daerah penghasil

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Aspek Teknik 5.1.1 Deskripsi unit penangkapan ikan Unit penangkapan ikan merupakan suatu komponen yang mendukung keberhasilan operasi penangkapan ikan. Unit penangkapan

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF USAHA PENANGKAPAN ANTARA ALAT TANGKAP AMBAI DAN PENEGERIH DI DESA MESKOM KECAMATAN BENGKALIS KABUPATEN BENGKALIS PROVINSI RIAU

STUDI KOMPARATIF USAHA PENANGKAPAN ANTARA ALAT TANGKAP AMBAI DAN PENEGERIH DI DESA MESKOM KECAMATAN BENGKALIS KABUPATEN BENGKALIS PROVINSI RIAU STUDI KOMPARATIF USAHA PENANGKAPAN ANTARA ALAT TANGKAP AMBAI DAN PENEGERIH DI DESA MESKOM KECAMATAN BENGKALIS KABUPATEN BENGKALIS PROVINSI RIAU Oleh Zikri Fahmi 1), Eni Yulinda 2) dan Ridar Hendri 2) Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap nasional masih dicirikan oleh perikanan tangkap skala kecil. Hal ini dapat dibuktikan dengan keberadaan perikanan tangkap di Indonesia yang masih

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA 1 ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA THE ANALYSIS OF PURSE SEINE AT THE PORT OF SIBOLGA ARCHIPELAGO FISHERY TAPANULI REGENCY

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) merupakan pelabuhan perikanan tipe B atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang untuk melayani kapal perikanan yang

Lebih terperinci

TINGKAT KEAKURATAN KONSTRUKSI GADING-GADING KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL UD. SEMANGAT UNTUNG DI DESA TANAH BERU, BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN

TINGKAT KEAKURATAN KONSTRUKSI GADING-GADING KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL UD. SEMANGAT UNTUNG DI DESA TANAH BERU, BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN TINGKAT KEAKURATAN KONSTRUKSI GADING-GADING KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL UD. SEMANGAT UNTUNG DI DESA TANAH BERU, BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN ANISA FATHIR RAHMAN MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP

Lebih terperinci

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Andi Adam Malik, Henny Setiawati, Sahabuddin Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi 7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Teknologi penangkapan ikan pelagis yang digunakan oleh nelayan Sungsang saat ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut

Lebih terperinci

TEKNO EKONOMI KAPAL GILLNET DI KALIBARU DAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA LUSI ALMIRA KALYANA

TEKNO EKONOMI KAPAL GILLNET DI KALIBARU DAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA LUSI ALMIRA KALYANA TEKNO EKONOMI KAPAL GILLNET DI KALIBARU DAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA LUSI ALMIRA KALYANA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

Analisis Kelayakan Finansial Usaha Penangkapan Ikan Dengan Jaring Insang (Gillnet) di Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil

Analisis Kelayakan Finansial Usaha Penangkapan Ikan Dengan Jaring Insang (Gillnet) di Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil Analisis Kelayakan Finansial Usaha Penangkapan Ikan Dengan Jaring Insang (Gillnet) di Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil The Analysis on The Financial Feasibility of Fishing and Catching Gillnet

Lebih terperinci

Sensitivity of Gillnet Fisheries in Tegal City, Central Java Province

Sensitivity of Gillnet Fisheries in Tegal City, Central Java Province BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume 20 No.2 Edisi April 2012 Hal 131-142 SENSITIVITAS USAHA PERIKANAN GILLNET DI KOTA TEGAL, PROVINSI JAWA TENGAH Sensitivity of Gillnet Fisheries in Tegal City, Central

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 14 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April tahun 2012. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan April tahun 2012 sedangkan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI USAHATANGKAP UDANG DENGAN JARING ARAD DI KABUPATEN BATANG, JAWA TENGAH

ANALISIS EFISIENSI USAHATANGKAP UDANG DENGAN JARING ARAD DI KABUPATEN BATANG, JAWA TENGAH ANALISIS EFISIENSI USAHATANGKAP UDANG DENGAN JARING ARAD DI KABUPATEN BATANG, JAWA TENGAH EFFICIENCY ANALYSIS FISHING EFFORT OF SHRIMP ARAD FISHING NET IN THE BATANG DISTRICT, CENTRAL JAVA Sulistyowati,

Lebih terperinci

PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU

PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU DAVID OCTAVIANUS SIAHAAN SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

KERAGAAN UNIT PENANGKAPAN BAGAN APUNG DI PPN PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT FAHRUL ROZI

KERAGAAN UNIT PENANGKAPAN BAGAN APUNG DI PPN PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT FAHRUL ROZI KERAGAAN UNIT PENANGKAPAN BAGAN APUNG DI PPN PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT FAHRUL ROZI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUKSI DAN KERAGAAN USAHA GARUK UDANG DI PERAIRAN KOTA SEMARANG

ANALISIS PRODUKSI DAN KERAGAAN USAHA GARUK UDANG DI PERAIRAN KOTA SEMARANG ANALISIS PRODUKSI DAN KERAGAAN USAHA GARUK UDANG DI PERAIRAN KOTA SEMARANG Production Analysis and Feasibility Effort of Dredged Net in Semarang Regency Bogi Budi Jayanto, Azis Nur Bambang dan Herry Boesono

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2010 di Desa Lamaran Tarung, Kecamatan Cantigi, Kabupaten Indramayu, dan Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pada bagian ini dijelaskan tentang konsep yang berhubungan dengan penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang di

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Restoran Pastel and Pizza Rijsttafel yang terletak di Jalan Binamarga I/1 Bogor. Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENERIMAAN NELAYAN YANG MENANGKAP RAJUNGAN DENGAN BUBU DAN ARAD DI BETAHWALANG, DEMAK

PERBANDINGAN PENERIMAAN NELAYAN YANG MENANGKAP RAJUNGAN DENGAN BUBU DAN ARAD DI BETAHWALANG, DEMAK PERBANDINGAN PENERIMAAN NELAYAN YANG MENANGKAP RAJUNGAN DENGAN BUBU DAN ARAD DI BETAHWALANG, DEMAK Comparison of Revenue Gained by Fisherman Catching Blue Swimming Crabs using Trap and Arad (Mini Trawl)

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK SINGGIH PRIHADI AJI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 25 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Perairan Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak Propinsi Kalimantan Barat, yang merupakan salah satu daerah penghasil

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

PENGKAJIAN HASIL TANGKAPAN MUROAMI DI KEPULAUAN SERIBU RIBKA PUJI RASPATI SKRIPSI

PENGKAJIAN HASIL TANGKAPAN MUROAMI DI KEPULAUAN SERIBU RIBKA PUJI RASPATI SKRIPSI PENGKAJIAN HASIL TANGKAPAN MUROAMI DI KEPULAUAN SERIBU RIBKA PUJI RASPATI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 30 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA)

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA) Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/btl e-mail:btl.puslitbangkan@gmail.com BULETINTEKNIKLITKAYASA Volume 15 Nomor 2 Desember 2017 e-issn: 2541-2450 BEBERAPA JENIS PANCING

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Jenis dan Sumber Data

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Jenis dan Sumber Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan data dilakukan di wilayah Teluk Jakarta bagian dalam, provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pengambilan data dilakukan pada Bulan Agustus 2010 dan Januari

Lebih terperinci

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON 28 5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON Perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon memiliki prasarana perikanan seperti pangkalan pendaratan ikan (PPI). Pangkalan pendaratan ikan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Perikanan adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau budidaya ikan atau binatang air lainnya serta

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMI ALAT TANGKAP ARAD (GENUINE SMALL TRAWL) DAN ARAD MODIFIKASI (MODIFIED SMALL TRAWL) DI PPP TAWANG KENDAL

ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMI ALAT TANGKAP ARAD (GENUINE SMALL TRAWL) DAN ARAD MODIFIKASI (MODIFIED SMALL TRAWL) DI PPP TAWANG KENDAL ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMI ALAT TANGKAP ARAD (GENUINE SMALL TRAWL) DAN ARAD MODIFIKASI (MODIFIED SMALL TRAWL) DI PPP TAWANG KENDAL The Technical and Economics Analysis of Genuine Small Trawl and Modified

Lebih terperinci