5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Aspek Teknik Deskripsi unit penangkapan ikan Unit penangkapan ikan merupakan suatu komponen yang mendukung keberhasilan operasi penangkapan ikan. Unit penangkapan ikan terdiri atas alat penangkapan ikan, perahu dan nelayan. Mayoritas alat tangkap yang digunakan di PPN Karangantu, Teluk Banten adalah jaring insang hanyut. Unit penangkapan jaring insang hanyut akan dideskripsikan sebagai berikut : 1) Alat tangkap Jaring insang hanyut merupakan alat tangkap jaring insang satu lapis yang dengan cara dihanyutkan. Pada umumnya, jaring insang hanyut yang dioperasikan di PPN Karangantu, Teluk Banten terdiri atas: (1) Badan jaring Badan jaring pada jaring insang hanyut terbuat dari bahan PA monofilament dengan ukuran mata jaring (mesh size) yang sama yaitu 3 inchi. Ukuran panjang badan jaring satu piece adalah 36 meter dengan tinggi 6 meter. (2) Tali ris Tali ris pada jaring insang hanyut dibagi menjadi tali ris atas dan tali ris bawah. Kedua fungsi tali ris tersebut adalah untuk merentangkan badan jaring. Tali ris atas diikat dengan tali pelampung di bagian atas dan tali ris bawah diikat dengan tali pemberat di bagian bawah. Bahan tali ris atas yang digunakan adalah PE multifilament dengan ukuran diameter 5 mm. Bahan tali ris bawah yang digunakan adalah PE multifilament dengan ukuran diameter 3 mm. (3) Pelampung dan tali pelampung Pelampung pada jaring insang hanyut di PPN Karangantu terbuat dari bahan karet busa berbentuk bulat tabung dengan ukuran diameter 4 cm dan memiliki panjang 5 cm. Dalam satu piece jaring insang hanyut, jumlah pelampung yang digunakan adalah 70 pelampung. Jarak antar pelampung yang satu dengan pelampung lainnya adalah 48 cm. Tali pelampung berbahan dasar PE multifilament dan memiliki ukuran diameter 5 mm.

2 37 (4) Pemberat dan tali pemberat Pemberat pada jaring insang hanyut terbuat dari bahan timah berbentuk elips dengan ukuran diameter 0,5 cm dan panjang 1,5 cm. Jumlah pemberat yang digunakan pada satu piece jaring adalah 200 pemberat. Bobot keseluruhan pemberat dalam satu piece jaring adalah 3,5 kg dengan jarak antar pemberat 22 cm. Tali pemberat berbahan dasar PE multifilament dengan ukuran diameter 3 mm. (5) Pelampung tanda dan tali selambar Pelampung tanda yang digunakan oleh nelayan jaring insang hanyut terbuat dari sterofoam yang di bagian tengahnya ditancapkan batang bambu dan pada bagian atas atau ujung bambu terdapat bendera. Tali selambar tanda terbuat dari bahan dasar PE multifilament yang berdiameter 5 mm. Panjang tali pelampung tanda adalah 50 m. (6) Pemberat tambahan Pemberat tambahan pada jaring insang hanyut di PPN Karangantu menggunakan batu yang memiliki bobot 1,5 kg. Pemberat batu tersebut terikat pada tali pelampung tanda. Pemberat tambahan tersebut berfungsi untuk mempermudah pada saat penurunan jaring sehingga jaring dapat terentang sempurna. (7) Pelampung besar Pelampung besar pada jaring insang hanyut terbuat dari bahan plastik dengan panjang 25 cm dan memiliki ukuran diameter 15 cm. Pelampung besar diikatkan pada setiap piece jaring insang hanyut yang akan dioperasikan. Hal ini berfungsi untuk mengapungkan jaring insang hanyut, sehingga berada pada kolom perairan. Konstruksi jaring insang hanyut di PPN Karangantu, Teluk Banten (Gambar 6).

3 Keterangan: 1. Badan jaring: PA monofilament, 3 inchi, panjang 1 piece = 36 m, piece = 20, tinggi = 6 m 2. Tali ris atas: PE multifilament, panjang = 42 m, ᴓ = 5 mm 3. Tali pelampung: PE multifilament, panjang = 42 m, ᴓ = 5 mm 4. Tali pemberat: PE multifilament, panjang = 42 m, ᴓ = 3 mm 5. Tali ris bawah: PE multifilament, panjang = 42 m, ᴓ = 3 mm 6. Pelampung: karet sandal, 1 piece = 70 buah, jarak antar pelampung = 48 cm 7. Pelampung besar tambahan : plastik, panjang = 25 cm, dimeter = 15 cm 8. Pemberat: timah, 1 piece = 200 buah, bobot 1 piece = 3,5 kg 9. Tali selambar: PE multifilament, panjang = 50 m, ᴓ = 5 mm 10.Pelampung tanda: sterofoam, bambu, bendera 11.Pemberat tambahan/jangkar: batu, bobot = 1,5 kg Sumber: Diolah dari data primer tahun 2011 Gambar 6 Alat tangkap jaring insang hanyut di PPN Karangantu, Teluk Banten 2) Kapal Jenis kapal jaring insang hanyut yang umum digunakan oleh nelayan di PPN Karangantu, Teluk Banten adalah kapal motor tempel yang bersifat outboard dengan jenis mesin dongfeng berkekuatan 16 PK. Kapal yang digunakan berbahan dasar kayu dengan ukuran panjang (LOA) 9 m, lebar (b) 2,5 m, dalam (D) 1 m dan draft (d) 0,35 m. Bahan bakar yang digunakan adalah solar. Pengecekan kapal dan mesin kapal dilakukan setiap melakukan kegiatan penangkapan. Perawatan temporal pada kapal dilakukan secara rutin setiap satu minggu sedangkan docking untuk perawatan dan perbaikan secara keseluruhan dilakukan setiap tahun.

4 39 Perawatan pada mesin kapal dilakukan secara rutin setelah melakukan kegiatan penangkapan. Kapal yang digunakan dalam usaha penangkapan jaring insang hanyut yang (Gambar 7). 2,5 m Sumber: Data primer tahun m Gambar 7 Konstruksi Kapal jaring insang hanyut tampak samping 3) Nelayan Nelayan jaring insang hanyut termasuk ke dalam golongan nelayan penuh. Mayoritas penduduk lokal merupakan nelayan jaring insang hanyut di PPN Karangantu, Teluk Banten. Perkampungan nelayan jaring insang hanyut berada tidak jauh dari dermaga PPN Karangantu. Jumlah nelayan jaring insang hanyut dalam kegiatan penangkapan ikan adalah 3-4 orang nelayan. Pembagian tugas nelayan saat melakukan kegiatan penangkapan yaitu satu orang sebagai nahkoda kapal yang mengemudikan kapal, satu atau dua orang menurunkan (setting) dan menarik (hauling) jaring, serta satu orang melepaskan ikan. 4) Operasi penangkapan ikan Pengoperasian jaring insang hanyut dilakukan secara One day fishing di PPN Karangantu, Teluk Banten. Pengoperasian jaring insang hanyut pada pukul WIB hingga pukul WIB. Tahap pengoperasian jaring insang hanyut meliputi tahap persiapan, tahap penurunan jaring (setting), tahap penghanyutan jaring (drifting), dan tahap penarikan jaring (hauling). Tahap persiapan meliputi pengecekan kapal dan mesin kapal, penyediaan perbekalan melaut yang terdiri

5 40 atas bahan bakar solar, es, air bersih dan konsumsi. Tahap penurunan jaring (setting) dimulai dari penurunan pelampung tanda, tali selambar, pemberat, badan jaring, pelampung hingga penururunan pelampung tanda. Proses setting membutuhkan waktu sekitar 15 menit. Tahap penghanyutan jaring (drifting) yaitu membiarkan jaring dalam posisi terhanyut di perairan. Proses drifting berlangsung selama 60 menit. Tahap penarikan jaring (hauling) dimulai dari penarikan pelampung tanda terakhir, pelampung diikuti badan jaring dan pemberat. Proses hauling berlangsung selama menit, dengan pelepasan ikan hasil tangkapan dari jaring. 5) Musim dan daerah penangkapan Musim penangkapan jaring insang hanyut terbagi menjadi musim puncak, musim sedang dan musim paceklik. Musim puncak merupakan musim pada saat jumlah ikan hasil tangkapan melimpah atau musim banyak ikan. Musim puncak pada usaha penangkapan jaring insang hanyut umumnya terjadi pada bulan Mei hingga Agustus. Musim sedang merupakan musim pada saat jumlah ikan hasil tangkapan tidak melimpah dan tidak pula menurun. Musim sedang umumnya terjadi pada bulan September hingga Januari. Musim paceklik merupakan musim pada saat jumlah ikan hasil tangkapan berkurang dibandingkan dengan musim lainnya dan terjadi pada bulan Februari hingga April. Jenis ikan hasil tangkapan jaring insang hanyut di PPN Karangantu adalah ikan kembung, tongkol, golokgolok dan sebagainya. Pola musim penangkapan dapat dilihat pada Tabel 10 Tabel 10 Pola musim penangkapan jaring insang hanyut Bulan Jaring insang hanyut Sumber : Diolah dari data primer tahun 2011 Keterangan : = Musim Puncak = Musim Sedang = Musim Paceklik Daerah penangkapan ikan dengan alat tangkap jaring insang hanyut secara umum di perairan Teluk Banten, Pulau Pamuyan, dan Pulau Tunda. Jarak perairan

6 41 Pulau Pamuyan dari PPN Karangantu sejauh 1,5 mil dengan waktu tempuh 30 menit, jarak perairan Teluk Banten sejauh 1 mil dengan waktu tempuh 20 menit, dan waktu tempuh Pulau Tunda 4 jam. Kebutuhan solar untuk mencapai ke fishing ground mencapai liter Produktivitas Produktivitas untuk mengukur kemampuan suatu alat tangkap dalam memperoleh hasil tangkapannya. Produktivitas berdasarkan hasil data primer yang didapatkan usaha jaring insang hanyut (Tabel 11). Tabel 11 Produktivitas unit penangkapan jaring insang hanyut Komponen Produktivitas Nilai Produktivitas Produktivitas per alat tangkap 525,03 kg per unit per tahun Produktivitas per trip 42,68 kg per trip per tahun Produktivitas per nelayan 2625,13 kg per trip per tahun Produktivitas per biaya investasi 0,00024 kg per rupiah per tahun Produktivitas per biaya operasional 0,00014 kg per rupiah per tahun Sumber : Diolah dari data primer tahun 2011 Berdasarkan hasil perhitungan (Tabel 11), produktivitas per alat tangkap unit penangkapan jaring insang hanyut sebesar 525,03 kg per unit per tahun menunjukkan bahwa untuk satu unit jaring insang hanyut dapat memperoleh ikan hasil tangkapan 525,03 kg setiap tahunnya. Produktivitas per trip sebesar 42,68 kg per trip per tahun menunjukkan bahwa setiap satu kali operasi penangkapan jaring insang hanyut hasil tangkapan yang diperoleh sebesar 42,68 kg per tahunnya. Produktivitas per nelayan sebesar 2625,13 kg per orang per tahun menunjukkan bahwa satu orang menghasilkan 2625,13 kg ikan hasil tangkapan jaring insang hanyut setiap tahunnya. Produktivitas per biaya investasi sebesar 0,00024 kg per rupiah per tahun menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya investasi yang dikeluarkan untuk unit penangkapan jaring insang hanyut akan menghasilkan 0,00024 kg ikan hasil tangkapan per tahunnya, sedangkan produktivitas per biaya operasional sebesar 0,00014 kg per rupiah per tahun menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya operasional unit penangkapan jaring insang hanyut yang dikeluarkan akan menghasilkan 0,00014 kg ikan hasil tangkapan per tahunnya.

7 Analisis Aspek Finansial Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui kemungkinan pengembangan usaha penangkapan jaring insang hanyut. Analisis finansial dilakukan melalui analisis usaha dan analisis kriteria investasi. Proyeksi arus kas merupakan laporan aliran kas yang memperlihatkan gambaran penerimaan dan pengeluaran Analisis usaha Analisis usaha untuk mengetahui tingkat keuntungan atau keberhasilan dari usaha perikanan yang telah dijalankan selama ini. Analisis usaha meliputi analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (Revenue-Cost Ratio), analisis waktu balik modal (Payback Period), dan analisis Return on Investement (ROI). 1) Investasi Investasi merupakan biaya pengeluaran pada tahap persiapan usaha penangkapan jaring rajungan. Biaya tersebut untuk pembelian kapal, mesin, dan alat tangkap. Komponen investasi usaha penangkapan jaring insang hanyut (Tabel 12). Tabel 12 Komponen investasi usaha penangkapan jaring insang hanyut No Umur Teknis Persentase Jenis Investasi Harga (Rp) (Thn) (%) 1 Kapal ,00 69,69 2 Mesin ,00 19,40 3 Jaring insang hanyut ,00 10,92 Total Biaya Investasi ,00 100% Sumber : Diolah dari data primer tahun 2011 Komponen investasi kapal jaring insang hanyut terdiri atas 1 unit kapal sebesar Rp ,00 dengan umur teknis selama 10 tahun, 1 unit mesin kapal sebesar Rp ,00 dengan umur teknis selama 5 tahun, jaring rajungan 1 unit sebesar Rp ,00 dengan umur teknis selama 2 tahun. Total biaya investasi yaitu sebesar Rp ,00.

8 43 2) Biaya Variabel Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan oleh nelayan saat melakukan kegiatan usaha penangkapan ikan. Biaya variabel alat tangkap jaring insang hanyut terdiri atas biaya solar sebesar Rp ,00, biaya es sebesar Rp ,00, biaya air tawar sebesar Rp ,00, biaya perbekalan sebesar Rp ,00. Retribusi sebesar Rp ,00, Upah tenaga kerja sebesar Rp ,00. Total biaya variabel sebesar Rp ,00. Komponen biaya variabel nelayan alat tangkap jaring insang hanyut (Tabel13). Tabel 13 Komponen biaya variabel usaha penangkapan jaring insang hanyut No Biaya Persentase Jenis Biaya Variabel Variabel (%) 1 Solar (17,5 liter x 246 trip x 5500) ,00 31,75 2 Es (1 balok x 246 trip x 11000) ,00 3,63 3 Air tawar (1 drigen x 246 trip x 3000) ,00 0,99 4 Perbekalan (246 trip x 82000) ,00 27,05 5 Retribusi (2% x total penerimaan ) ,00 2,32 6 Upah tenaga kerja ,00 33,90 Total Biaya Variabel , Total Biaya ,00 Sumber : Diolah dari data primer tahun ) Biaya Tetap Biaya tetap merupakan biaya yang harus tetap dikeluarkan walaupun tidak melakukan operasi penangkapan ikan dengan hasil tangkapan yang sedikit atau banyak. Komponen biaya tetap dalam usaha perikanan jaring insang hanyut terdiri atas biaya penyusutan kapal sebesar Rp ,00, biaya penyusutan mesin sebesar Rp ,00, biaya penyusutan jaring insang hanyut sebesar Rp ,00, biaya perawatan kapal setiap satu tahun sekali sebesar Rp ,00, biaya perawatan mesin berupa service setiap 6 bulan sekali sebesar Rp ,00 dan penggantian oli sebanyak 12 liter dalam setahun sebesar Rp ,00, biaya perawatan jaring insang hanyut setahun sekali sebesar Rp ,00, SIUP sebesar Rp ,00, dan PASS sebesar ,00. Total biaya tetap yang dikeluarkan oleh nelayan jaring insang hanyut yaitu sebesar Rp ,00. Komponen biaya tetap jaring insang hanyut (Tabel 14).

9 44 Tabel 14 Komponen biaya tetap usaha penangkapan jaring insang hanyut No Biaya Tetap Persentase Jenis Biaya Tetap (Rp) (%) 1 Biaya penyusutan kapal ,00 25,97 2 Biaya penyusutan mesin ,00 14,45 3 Biaya penyusutan jaring insang hanyut ,00 20,34 4 Biaya perawatan kapal (cat dan docking 1 8,66 x ) ,00 5 Biaya perawatan mesin (service 2 x 4, ) ,00 Biaya perawatan mesin (oli 12 liter x 1, ) ,00 6 Biaya perawatan jaring insang hanyut (12 24,41 piece x ) ,00 7 SIUP ,00 0,26 8 PASS ,00 0,35 Total biaya tetap , Sumber : Diolah dari data primer tahun ) Penerimaan Penerimaan merupakan sejumlah uang yang didapatkan oleh nelayan pada saat operasi penangkapan ikan. Penerimaan terdiri atas berbagai pemasukan keuangan dari hasil penjualan hasil tangkapan pada musim puncak, sedang, dan paceklik. Penerimaan pada musim puncak terdiri atas penjualan ikan kembung 37 kg, ikan tongkol 15 kg dan ikan golok-golok 10 kg serta ikan lainnya 5 kg. Penerimaan pada musim sedang terdiri atas penjualan ikan kembung 22 kg, ikan tongkol 8 kg dan ikan golok-golok 5 kg serta ikan lainnya 3 kg. Penerimaan pada musim paceklik terdiri atas penjualan ikan kembung 7 kg, ikan tongkol 1,1 kg dan ikan golok-golok 1,2 kg serta ikan lainnya 1,2 kg. Penerimaan dari hasil tangkapan nelayan pada musim puncak sebesar Rp ,00, musim sedang sebesar Rp ,00 dan musim paceklik sebesar Rp ,00. Penerimaan dari Total penerimaan sebesar Rp ,00. Rincian penerimaan nelayan jaring insang hanyut (Tabel 15).

10 45 Tabel 15 Komponen penerimaan usaha penangkapan jaring insang hanyut Penerimaan No Jenis Penerimaan (Rp) Persentase (Rp) 1 Musim Puncak (Mei-Agustus) Kembung (37 kg x 8.500,00 x 90 trip) ,00 28,35 Tongkol (15 kg x ,00 x 90 trip) ,00 13,52 Golok-golok (10 kg x 8.000,00 x 90 trip) ,00 7,21 Ikan lainnya (5 kg x 7.000,00 x 90 trip) ,00 3,15 Total ,00 52,23 2 Musim Sedang (September-Januari) Kembung (22 kg x ,00 x 103 trip) ,00 23,83 Tongkol (8 kg x ,00 x 103 trip ) ,00 10,31 Golok-golok (5 kg x 9.000,00 x 103 trip) ,00 4,64 Ikan lainnya (3 kg x 7.500,00 x 103 trip) ,00 2,32 Total ,00 41,10 3 Musim Paceklik (Februari-April) Kembung (7 kg x ,00 x 53 trip) ,00 4,64 Tongkol (1,1 kg x ,00 x 53 trip) ,00 0,88 Golok-golok (1,2 kg x ,00 x 53 trip) ,00 0,64 Ikan lainnya (1,2 kg x 8.000,00 x 53 trip) ,00 0,51 Total ,00 6,67 Total Penerimaan , Sumber : Diolah dari data primer tahun ) Analisis Pendapatan Usaha Keuntungan usaha alat tangkap jaring insang hanyut yaitu sebesar Rp ,00. Hal ini menunjukkan bahwa usaha jaring insang hanyut untung atau layak untuk dilanjutkan. R/C digunakan untuk mengetahui sejauh mana hasil yang diperoleh dari kegiatan usaha selama periode tertentu cukup menguntungkan. Jika R/C > 1 maka kegiatan usaha tersebut dikatakan untung sehingga layak untuk dilanjutkan. R/C usaha alat tangkap jaring insang hanyut sebesar 1, Hal ini menunjukkan kegiatan usaha penangkapan jaring insang hanyut dikatakan untung atau layak untuk dilanjutkan. PP (Payback Period) usaha alat tangkap jaring insang hanyut sebesar 3,13 tahun. Hal ini menunjukan bahwa untuk menutup kembali pengeluaran investasi diperlukan waktu lebih dari 3 tahun. Waktu yang diperlukan untuk mengembalikan nilai investasi tersebut lebih pendek dari umur usaha sehingga dapat dikatakan usaha ini menjadi layak untuk dijalankan. ROI (Return on

11 46 investement) usaha alat tangkap jaring insang hanyut sebesar 32%. Hal ini menunjukan bahwa persentase besarnya perolehan keuntungan yang dibandingkan dengan besar investasi yang ditanamkan sebesar 32%. Komponen usaha jaring insang hanyut (Tabel 16). Tabel 16 Komponen pendapatan usaha penangkapan jaring insang hanyut Analisis Pendapatan Usaha Total Penerimaan (TR) ,00 Total Biaymea (TC) ,00 Investasi ,00 Keuntungan = Total Penerimaan (TR)-Total Biaya (TC) ,00 R/C = Total Penerimaan (TR) / Total Biaya (TC) 1, PP = Investasi / Keuntungan x 1 Tahun 3, ROI = Keuntungan / Investasi x 100% 32% Sumber : Diolah dari data primer tahun Analisis Kriteria Investasi Analisis kriteria investasi digunakan untuk menilai dan membuat keputusan suatu usaha layak atau tidak untuk dijalankan serta mengevaluasi kegiatan tersebut. Asumsi-asumsi dasar perlu digunakan untuk membatasi permasalahan yang ada pada usaha penangkapan jaring insang hanyut di PPN Karangantu, Teluk Banten dalam perhitungan analisis kriteria investasi. Asumsi-asumsi tersebut diantaranya : 1) Analisis yang dilakukan untuk usaha yang baru akan dimulai dengan umur kegiatan 10 tahun, karena umur teknis kapal sekitar 10 tahun; 2) Analisis ini dimulai dari tahun ke-0, karena dibuat untuk mengetahui kelayakan usaha jaring insang hanyut; 3) Sumber modal nelayan jaring insang hanyut di PPN Karangantu, Teluk Banten umumnya adalah modal sendiri; 4) Penerimaan dan pengeluaran merupakan harga yang diperoleh dari hasil wawancara dengan nelayan jaring insang hanyut di PPN Karangantu, Teluk Banten dan harga tersebut bersifat konstan; 5) Hasil tangkapan yang masuk ke dalam perhitungan adalah ikan kembung, ikan tongkol dan ikan golok-golok;

12 47 6) Discount factor yang digunakan sebesar 14% merupakan tingkat suku bunga kredit atau suku bunga pinjaman per tahun yang berlaku pada tahun 2011 di Bank BRI. Analisis kriteria investasi untuk mengukur menyeluruh tentang baik atau tidaknya suatu proyek telah dikembangkan berbagai macam indeks. Usaha unit penangkapan jaring insang hanyut di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu menggunakan beberapa kriteria investasi diantaranya Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR). Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara nilai sekarang (present value) dari keuntungan (benefit) dan nilai sekarang dari biaya. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang didapatkan oleh unit penangkapan jaring insang hanyut per tahunnya jika dilihat pada saat sekarang. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) untuk mengetahui tingkat keuntungan yang didapat dari tingkat biaya tertentu yang dikeluarkan. Internal Rate of Return (IRR) untuk mengetahui tingkat keuntungan dari nilai investasi yang ditanamkan. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang didapatkan oleh unit penangkapan jaring insang hanyut per tahunnya jika dilihat pada nilai investasi yang ditanamkan. Komponen kriteria investasi unit penangkapan jaring insang hanyut (Tabel 17). Tabel 17 Komponen kriteria investasi usaha penangkapan jaring insang hanyut No Jenis Kriteria Investasi Jumlah 1 NPV ,95 2 Net B/C 2,22 3 IRR 42,90% Sumber : Diolah dari data primer tahun 2011 NPV yang dihasilkan pada usaha penangkapan jaring insang hanyut yaitu sebesar Rp ,95 dengan discount factor sebesar 14 %. Nilai ini berarti dalam selama tahun usaha penangkapan jaring insang hanyut akan mendapatkan total keuntungan sebesar Rp ,95 apabila dilihat pada saat sekarang. Net B/C yang dihasilkan pada usaha penangkapan jaring insang hanyut yaitu sebesar 2,22. Nilai ini menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam usaha penangkapan jaring insang hanyut selama umur proyek akan

13 48 menghasilkan keuntungan sebesar Rp 2,22 pada tingkat suku bunga 14% per tahun. IRR yang dihasilkan pada usaha penangkapan jaring insang hanyut yaitu sebesar 42,90% per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa keuntungan yang diperoleh dari usaha penangkapan akibat investasi yang ditanamkan selama umur proyek adalah sebesar 42,90% per tahun. Berdasarkan analisis investasi NPV, Net B/C, dan IRR usaha penangkapan jaring insang hanyut yang memperoleh NPV > 0, Net B/C > 1, dan IRR > tingkat suku bunga yang berlaku, sehingga layak untuk dikembangkan. 5.3 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui pengaruh yang terjadi akibat perubahan harga input yang akan berdampak pada nilai output di akhir perhitungan. Dalam penelitian ini, faktor yang akan dianalisis adalah perubahan harga solar dan perubahan produksi hasil tangkapan. Perhitungan analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar sebesar 85,3% dari Rp 5.500,00 menjadi Rp ,50 menghasilkan nilai NPV yang dihasilkan menurun dari Rp ,95 menjadi Rp ( ,35) dengan perubahan sebesar Rp ,29. Nilai Net B/C yang dihasilkan sebesar 2,22 menjadi 0,99 dengan perubahan sebesar 1,23. Nilai IRR yang dihasilkan sebesar 13,85% dengan perubahan sebesar 29,05%. Berdasarkan nilai NPV < 0, Net B/C < 1 dan IRR < tingkat suku bunga yaitu 14% maka dikatakan usaha penangkapan jaring insang hanyut menjadi tidak layak dikembangkan pada harga solar sebesar Rp ,50. Perhitungan analisis sensitivitas pada usaha penangkapan jaring insang hanyut dengan kenaikan harga solar sebesar 85,30% (Tabel 18). Tabel 18 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat kenaikan harga solar sebesar 85,30% pada usaha penangkapan jaring insang hanyut No Jenis Kriteria Investasi Sebelum Kenaikan Harga Solar Sesudah Kenaikan Harga Solar Perubahan 1 NPV (Rp) ,95 ( ,66) ,29 2 Net B/C 2,22 0,99 1,23 3 IRR (%) 42,90 13,85 29,05 Sumber : Diolah dari data primer tahun 2011

14 49 Nilai NPV yang dihasilkan dari hasil sensitivitas penurunan hasil tangkapan 21,20% menghasilkan NPV yang menurun dari Rp ,95 menjadi ( ,79) dengan perubahan sebesar Rp ,16. Nilai Net B/C yang dihasilkan sebesar 2,22 menjadi 0,99 dengan perubahan sebesar 1,23. Nilai IRR yang dihasilkan sebesar 13,73% dengan perubahan sebesar 29,17%. Berdasarkan nilai NPV < 0, Net B/C < 1 dan IRR < tingkat suku bunga yaitu 14% maka dikatakan usaha penangkapan jaring insang hanyut menjadi tidak layak dikembangkan pada penunan produksi hasil tangkapan sebesar 21,20% (Tabel 19). Tabel 19 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat penurunan produksi hasil tangkapan sebesar 21,20% pada usaha penangkapan jaring insang hanyut No Jenis Kriteria Investasi Sebelum Penurunan HT Sesudah Penurunan HT Perubahan 1 NPV (Rp) ,95 ( ,79) ,16 2 Net B/C 2,22 0,99 1,23 3 IRR (%) 42,90 13,73 29,17 Sumber : Diolah dari data primer tahun Analisis Pasar Aspek pasar digunakan untuk mengetahui proses hasil tangkapan dipasarkan, penentuan harganya, dan rantai pemasaran yang dihasilkan. Hasil tangkapan jaring insang hanyut umumnya kembung, tongkol, golok-golok dan lain sebagainya. Hasil tangkapan tersebut yang telah tiba di fishing base langsung dijual melalui TPI kepada juragan atau bakul. Juragan atau bakul kemudian memasarkannya kepada pedagang besar dan pengecer. Perhitungan margin pemasaran dilakukan untuk mengetahui perbedaan harga jual. Harga jual hasil tangkapan jaring insang hanyut dari nelayan ke bakul/juragan ditentukan oleh juragan/bakul dan bersifat konstan karena tidak dipengaruhi musim penangkapan. Penentuan harga tersebut dapat merugikan nelayan karena seharusnya nelayan dapat memperoleh harga jual hasil tangkapan yang lebih besar. Konsumen luar kota seperti Jakarta dan Bogor sedangkan lokal seperti sekitar Serang. Rantai pemasaran hasil tangkapan jaring insang hanyut (Gambar 8).

15 50 Nelayan IV Pengolah II Bakul/Juragan Pedagang besar I Pengecer III Konsumen Luar Kota Konsumen Lokal Keterangan : Hasil tangkapan ikan kembung dan tongkol : Saluran I, II, III, dan IV; Hasil tangkapan ikan golok-golok : Saluran I, II, dan III Sumber : Diolah dari data primer tahun 2011 Gambar 8 Rantai pemasan hasil tangkapan Perhitungan margin pemasaran hanya dilakukan pada saluran I dan II. Perhitungan tersebut tidak dilakukan pada saluran III karena nilai jual hasil tangkapan di luar kota tidak diketahui, sedangkan pada saluran IV tidak dilakukan perhitungan karena hasil tangkapan sudah berubah menjadi ikan olahan. Pada saluran I margin pemasaran ikan kembung yang didapatkan pedagang eceran keliling sebesar Rp 1.500,00. Pada saluran II margin pemasaran ikan kembung yang didapatkan juragan/bakul sebesar Rp 3.000,00, pedagang besar sebesar Rp 2.500,00, dan pedagang eceran pasar sebesar Rp 2.000,00. Pada saluran I margin pemasaran ikan tongkol yang didapatkan pedagang eceran keliling sebesar Rp 2.000,00. Pada saluran II margin pemasaran ikan tongkol yang didapatkan juragan/bakul sebesar Rp 3.500,00, pedagang besar sebesar Rp 3.000,00, pedagang eceran pasar sebesar Rp 2.500,00. Pada saluran I margin pemasaran ikan golok-golok yang didapatkan pedagang eceran keliling

16 51 sebesar Rp 1.500,00. Pada saluran II margin pemasaran ikan golok-golok yang didapatkan juragan/bakul sebesar Rp 3.000,00, pedagang besar sebesar Rp 2.500,00, pedagang eceran pasar sebesar Rp 2.000,00. Margin pemasaran ikan pada saluran pemasaran I dan II (Tabel 20). Tabel 20 Margin pemasaran ikan kembung, ikan tongkol, dan ikan golok-golok Ikan kembung Ikan Tongkol Ikan Golok-golok Uraian Saluran I Saluran II Saluran 1 Saluran II Saluran I Saluran II Nelayan a. Harga jual Bakul/juragan a. Harga jual b. Harga beli c. Margin pemasaran Pedagang besar a. Harga jual b. Harga beli c. Margin pemasaran Pedagang eceran pasar a. Harga jual b. Harga beli c. Margin pemasaran Pedagang eceran keliling a. Harga jual b. Harga beli c. Margin pemasaran Sumber: Diolah dari data primer 5.5 Analisis Aspek Sosial Aspek sosial memiliki berkaitan dengan kehidupan nelayan. Nelayan di PPN Karangantu, Teluk Banten terbagi menjadi dua yaitu nelayan lokal dan nelayan pendatang. Nelayan lokal adalah nelayan yang berasal dari daerah Banten dan sekitarnya sedangkan nelayan pendatang adalah nelayan yang berasal dari luar daerah Banten. Umumnya nelayan pendatang berasal dari Indramayu, Cirebon, Makassar, dan lain sebagainya. Perkembangan jumlah nelayan dari tahun ke tahun semakin pesat. Hal ini mengakibatkan tingginya tingkat persaingan di antara nelayan. Nelayan pendatang lebih mendominasi di Teluk Banten dibandingkan dengan nelayan lokal. Umumnya nelayan pendatang lebih mampu

17 52 bersaing dalam usaha penangkapan ikan. Kehidupan sosial nelayan jaring insang hanyut di Teluk Banten dapat digolongkan miskin. Hal ini dapat terlihat dari kondisi pemukiman nelayan jaring insang hanyut yang tergolong kumuh. Pemukiman nelayan tersebut umumnya terdiri atas rumah-rumah semi permanen dan dihuni oleh 2-3 kepala keluarga serta pendapatan nelayan yang dapat digolongkan kecil. Sebagian besar pendidikan nelayan jaring insang hanyut umumnya SD hingga SMP saja. Nelayan jaring insang hanyut umumnya melakukan pekerjaan di darat pada saat tidak ada modal usaha atau cuaca buruk. 5.6 Strategi Pengembangan Identifikasi faktor internal dan eksternal Identifikasi faktor-faktor SWOT (Strengths, Weakness, Oppurtunitiess dan Threats). Usaha perikanan jaring insang hanyut dianalisis strategi untuk mendapatkan arahan dalam pengembangan jaring insang hanyut di Teluk Banten. Kekuatan pada usaha perikanan jaring insang hanyut di Teluk Banten yaitu : 1) Pengalaman nelayan jaring insang hanyut dalam kegiatan penangkapan ikan Umumnya nelayan jaring insang hanyut telah melaut sejak usia remaja. Hal ini mengakibatkan banyaknya pengalaman dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut. Nelayan jaring insang hanyut terampil dalam melakukan operasi penangkapan, pendugaan lokasi penangkapan hingga perbaikan alat tangkap. 2) Kerjasama yang baik dalam kegiatan penangkapan ikan Nelayan yang mengoperasikan alat tangkap jaring insang hanyut berjumlah 3-4 orang yang terdiri atas juru mudi dan abk. Kerjasama yang baik terbentuk antar nelayan karena telah adanya pembagian kerja yang jelas dan semangat kerja yang tinggi serta adanya hubungan kekerabatan yang erat. 3) Tingginya tingkat daya beli masyarakat Daya beli masyarakat Kota Serang yang cukup tinggi. Hal ini dapat terlihat dengan adanya pasar ikan yang berdekatan dengan PPN Karangantu. Pasar ikan menjadi pusat distribusi ikan bagi masyarakat kota serang. Hasil tangkapan tidak hanya terdapat di pasar ikan, namun juga terdapat di industri rumahan oleh masyarakat sekitar. Biasanya masyarakat membeli ikan kemudian dikeringkan untuk dijadikan ikan asin atau dipindang kemudian dijual.

18 53 4) Usaha jaring insang hanyut menguntungkan untuk dijalankan Berdasarkan analisis finansial, usaha penangkapan jaring insang hanyut layak atau menguntungkan untuk dijalankan dan dikembangkan. Oleh sebab itu, banyak nelayan yang melakukan usaha penangkapan menggunakan alat tangkap jaring insang hanyut. Alat tangkap ini mudah diperoleh dan mudah diperbaiki jika rusak. Kelemahan pada usaha perikanan jaring insang hanyut di Teluk Banten yaitu : 1) Rendahnya tingkat teknologi penangkapan Kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan masih tradisional. Hal ini terlihat dari jenis kapal yang digunakan. Nelayan tidak melakukan proses penangkapan dengan fishing ground yang letaknya terlalu jauh dari fishing base dikarenakan kapal yang memiliki ukuran GT (Gross Tonase) yang kecil dan belum menggunakan teknologi penentuan fishing ground dengan GPS. 2) Tingkat pendidikan nelayan masih rendah Kualitas sumberdaya nelayan jaring insang hanyut masih tergolong rendah. Hal ini terlihat jelas dari tingkat pendidikan nelayan jaring insang hanyut yang hanya menyelesaikan sekolah pada tingkat SD-SMP. Rendahnya pendidikan menyebabkan nelayan jaring insang hanyut masih menggunakan alat tangkap yang tradisional sehingga hasil tangkapan yang diperoleh memiliki perbedaan yang belum maksimal dalam kualitas dan kuantitas hasil tangkapan. Pengetahuan nelayan kurang terhadap penggunaan alat tangkap yang lebih modern dan cara pengolahan yang baik. Hal ini agar menghasilkan jenis hasil tangkapan dengan kualitas yang baik dan kuantitas yang optimal. 3) Harga hasil tangkapan yang tidak dapat bersaing Hasil tangkapan jaring insang hanyut didaratkan di atas kapal, di TPI atau di sekitar teluk Banten. Daerah pendaratan hasil tangkapan yang berdekatan dan sebagian nelayan tidak mendaratkan di PPN Karangantu karena TPI tidak dapat berjalan sebagaimana fungsinya. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya harga hasil tangkapan yang tidak dapat bersaing. 4) Keterbatasan modal untuk mengembangkan usaha Nelayan jaring insang hanyut membutuhkan modal lebih untuk meningkatkan kapasitas produksi atau dalam menjalankan kegiatan produksi. Hal

19 54 ini mengakibatkan nelayan jaring insang hanyut memiliki hubungan yang cukup erat dengan tengkulak. Nelayan jaring insang hanyut umumnya meminjam uang kepada tengkulak untuk biaya perbekalan melaut atau peralatan melaut. Penjualan terhadap hasil tangkapan yang diperoleh tidak seluruhnya diterima karena dibagi dengan tengkulak atau menggunakan sistem bagi hasil. Harga jual hasil tangkapan ikan ke tengkulak lebih kecil daripada harga ikan yang dijual oleh tengkulak ke pasar atau industri rumahan. Peluang pada usaha perikanan jaring insang hanyut di Teluk Banten yaitu : 1) Nelayan jaring insang hanyut rajin melaut Nelayan jaring insang hanyut mengoperasikan alat tangkap pada musim paceklik, musim sedang dan musim puncak. Nelayan jaring insang hanyut rutin melakukan kegiatan penangkapan karena usaha penangkapan sudah ditekuni sejak lama dan menjadi pekerjaan tetap bagi nelayan. Nelayan menggantungkan hidupnya pada kegiatan penangkapan. 2) Hubungan kekeluargaan yang erat antara pemilik kapal dan ABK Pemilik kapal menerapkan sistem kekeluargaan terhadap anak buah kapal. Pemilik kapal menganggap setiap anak buah kapal seperti saudara sendiri. Hal ini menjadikan pemilik kapal dan anak buah kapal kompak dan semangat dalam mencari ikan. Dalam kegiatan penangkapan ikan telah adanya pembagian kerja yang jelas untuk setiap nelayan di atas kapal. Hal menjadikan efisiensi dan efektivitas dalam menangkap ikan. 3) Tingginya permintaan pasar luar daerah Tingginya permintaan pasar terhadap hasil tangkapan jaring insang hanyut. Hal ini dapat terlihat dari kebutuhan bahan baku ikan segar untuk langsung dikonsumsi atau olahan yang cukup tinggi. Ikan olahan biasanya didistribusikan ke luar daerah yang digunakan sebagai bahan baku pabrik. Ikan olahan sangat sesuai untuk dipasarkan ke tempat-tempat yang jauh dari lokasi penangkapan. Hal ini mengakibatkan adanya alternatif dalam mempertahankan kualitas dari hasil tangkapan. Umumnya ikan diolah menjadi ikan asin, ikan pindang, tepung ikan dan lain-lain.

20 55 4) Tingginya kesempatan kerja pada usaha jaring insang hanyut Tingginya peluang usaha jaring insang hanyut terlihat dari hasil tangkapan yang menguntungan. Peluang usaha jaring insang hanyut dapat berjalan dengan baik apabila ada kesinambungan dari hulu hingga hilir proses perikanan jaring insang hanyut ini. Ancaman pada usaha perikanan jaring insang hanyut di Teluk Banten yaitu : 1) Cuaca buruk Cuaca buruk yang tidak menentu merupakan salah satu penghambat dalam usaha penangkapan jaring insang hanyut. Umumnya nelayan tidak dapat melaut jika cuaca buruk. Hal ini mengakibatkan nelayan tidak mendapatkan penghasilan dan nelayan memilih untuk bekerja di darat. Musim penangkapan yang mengalami perubahan misalnya pergeseran musim puncak ikan menjadi musim paceklik. 2) Persaingan dengan nelayan pendatang Nelayan jaring insang hanyut umumnya berasal dari nelayan lokal dan nelayan pendatang. Umumnya nelayan pendatang berasal dari Indramayu, Cirebon, Makassar dan lain sebagainya. Perkembangan jumlah nelayan dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini mengakibatkan tingginya tingkat persaingan di antara nelayan. Nelayan pendatang lebih mendominasi dibandingkan dengan nelayan lokal. Umumnya nelayan pendatang lebih dapat bersaing dalam usaha penangkapan. 3) Penurunan hasil tangkapan Kegiatan penangkapan berlebih atau terus menerus tanpa upaya pelestarian dapat mengakibatkan adanya overfishing atau mengalami penurunan jumlah ikan. Persaingan antar nelayan yang cukup tinggi juga mengakibatkan penurunan hasil tangkapan karena banyaknya jumlah nelayan yang melaut. 4) Meningkatnya harga kebutuhan melaut Kebutuhan melaut seperti konsumsi, air tawar, es, solar dan sebagainya. Harga kebutuhan melaut yang tinggi merupakan salah satu penghambat dalam pengembangan usaha jaring insang hanyut. Usaha jaring insang hanyut dapat mengalami penurunan keuntungan bahkan kerugian jika adanya peningkatan harga kebutuhan melaut.

21 Analisis matriks IFE dan matriks EFE Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) menentukan strategi dengan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam berbagai fungsional dari suatu kegiatan usaha. Faktor-faktor internal termasuk dalam kekuatan dan kelemahan berdasarkan pengamatan lingkungan. Faktor-faktor tersebut menjadi pertimbangan dalam menentukan strategi yang akan diambil. Unit penangkapan jaring insang hanyut dapat dikembangkan dengan mengantisipasi faktor penghambat dalam operasional penangkapan ikan. Berdasarkan tabel 21 dijelaskan bahwa faktor dengan nilai tertinggi yaitu faktor pengalaman nelayan jaring insang hanyut dalam kegiatan penangkapan ikan sebesar 0,536 poin. Faktor nilai terendah yaitu harga hasil tangkapan yang tidak dapat bersaing sebesar adalah 0,098 poin. Nilai rata-rata skor yang didapat dari strategi internal sebesar 2,446 poin. Nilai rata-rata skor yang didapat dari rata-rata dalam menggunakan kekuatan internal dan usaha jaring insang hanyut mampu menangani kelemahan yang ada. Faktor penentu strategi, bobot, nilai dan nilai bobot tertera pada matriks (Tabel 21). Tabel 21 Matriks IFE Strategi internal usaha jaring insang hanyut di Teluk Banten Bobot Nilai Nilai No Faktor Penentu Strategi yang dibobot Kekuatan (Strengths) A Pengalaman nelayan jaring insang hanyut 0, ,536 dalam kegiatan penangkapan ikan B Kerjasama yang baik dalam kegiatan 0, ,455 penangkapan ikan C Tingginya tingkat daya beli masyarakat 0, ,321 D Usaha jaring insang hanyut menguntungkan 0, ,500 untuk dijalankan Kelemahan (Weakness) E Rendahnya tingkat teknologi penangkapan 0, ,125 F Tingkat pendidikan nelayan yang masih 0, ,268 rendah G Harga hasil tangkapan yang tidak dapat 0, ,098 bersaing H Keterbatasan modal untuk mengembangkan 0, ,143 usaha Total 1,000 2,446 Sumber : Diolah dari data primer tahun 2011

22 57 Matriks EFE (External Factor Evaluation) mengukur rating faktor tertentu dalam hal tingkat pentingnya bobot faktor tersebut untuk usaha perikanan jaring insang hanyut. Matriks ini membantu mengorganisir faktor-faktor strategi eksternal ke dalam komponen peluang dan ancaman. Faktor-faktor eksternal yang diperoleh berdasarkan peluang dan ancaman yang dihadapi usaha perikanan jaring insang hanyut di Teluk Banten. Peluang dilakukan untuk pengembangan dan peningkatan pendapatan bagi usaha perikanan jaring insang hanyut. Ancaman sebagai penghambat kegiatan operasional penangkapan ikan. Berdasarkan tabel 22 dijelaskan bahwa faktor dengan nilai tertinggi yaitu nelayan jaring insang hanyut rajin melaut adalah 0,607 poin. Faktor nilai terendah yaitu persaingan dengan nelayan pendatang sebesar 0,098 poin. Nilai rata-rata skor yang didapat dari strategi eksternal sebesar 2,446 poin. Hal ini menunjukan bahwa usaha jaring insang hanyut berada di atas rata-rata dalam menjalankan strategi yang memanfaatkan peluang eksternal dan menghindari ancaman. Strategi yang dijalankan sudah cukup efektif untuk mengatasi ancaman. Faktor penentu strategi, bobot, nilai, dan nilai bobot dapat dilihat pada matriks (Tabel 22). Tabel 22 Matriks EFE Strategi eksternal usaha jaring insang hanyut di Teluk Banten. No Faktor Penentu Strategi Bobot Nilai Nilai yang dibobot Peluang (Oppurtunities) A Nelayan jaring insang hanyut rajin 0, ,607 melaut B Hubungan kekeluargaan yang erat 0, ,402 antara pemilik kapal dan ABK C Tingginya permintaan pasar luar 0, ,375 daerah D Tingginya kesempatan kerja pada 0, ,375 usaha jaring insang hanyut Ancaman (Threats) E Cuaca buruk 0, ,179 F Persaingan dengan nelayan 0, ,098 pendatang G Penurunan hasil tangkapan 0, ,268 H Meningkatnya harga kebutuhan 0, ,143 melaut Total 1,000 2,446 Sumber : Diolah dari data primer tahun 2011

23 58 Berdasarkan analisis matriks IFE dan EFE, kemudian dilihat posisi kuadran dari strategi usaha penangkapan ikan jaring insang hanyut pada Diagram analisis SWOT (Gambar 9). Berbagai Peluang Kelemahan Internal (1,179;1,071) Kekuatan Internal Berbagai Ancaman Gambar 9 Diagram analisis SWOT usaha penangkapan jaring insang hanyutdi Teluk Banten Posisi kuadran tersebut diperoleh dengan menghitung selisih total skor kekuatan dan kelemahan yang dijadikan titik pada sumbu horizontal dan selisih skor peluang dan ancaman yang dijadikan titik pada sumbu vertikal. Hasil perhitungan selisih total skor diperoleh ordinat (1,179;1,071) yang terletak pada kuadran 1. Posisi kuadran 1 mengindikasikan bahwa strategi usaha penangkapan ikan jaring insang hanyut memiliki kekuatan dan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung kebijakan pengembangan secara agresif Matriks SWOT Alternatif strategi pengembangan usaha penangkapan jaring insang hanyut tersebut disajikan dalam matriks SWOT (tabel 23).

24 59 Tabel 23 Matriks SWOT pengembangan usaha penangkapan jaring insang hanyut di Teluk Banten. Eksternal Kekuatan : Kelemahan : Internal Peluang : 1. Nelayan jaring insang hanyut rajin melaut 2. Hubungan yang erat antara pemilik kapal dan ABK 3. Tingginya permintaan pasar luar daerah 4. Tingginya kesempatan kerja pada usaha jaring insang hanyut 1 Pengalaman nelayan jaring insang hanyut dalam kegiatan penangkapan ikan 2 Kerjasama yang baik dalam usaha penangkapan ikan 3 Tingginya daya beli masyarakat 4 Usaha jaring insang hanyut menguntungkan untuk dijalankan Strategi SO : 1. Kerjasama yang baik dan adanya hubungan yang erat antara nelayan dan pemilik kapal untuk terpenuhinya daya beli masyarakat dan permintaan pasar luar daerah (S2, S3, O1, O2, O3). 2. Usaha jaring insang hanyut menguntungkan dan tingginya peluang untuk dikembangkan dengan memanfaatkan kerjasama yang baik antar nelayan, rajinnya nelayan dalam melaut, dan permintaan pasar luar daerah (S1, S2, S4, O3, O4). 1. Rendahnya tingkat teknologi penangkapan 2. Rendahnya tingkat pendidikan nelayan jaring insang hanyut 3. Harga jual hasil tangkapan yang tidak dapat bersaing 4. Keterbatasan modal untuk mengembangkan usaha Strategi WO : 1. Meningkatkan teknologi dan pengetahuan agar terciptanya hubungan yang erat dan rajinnya nelayan dalam kegiatan melaut (W1,W2,O1,O2). 2. Adanya bantuan modal usaha agar jaring insang hanyut berkembang sehingga hasil tangkapan dapat dijual dengan harga yang bersaing dan dapat memenuhi permintaan pasar luar daerah dan terbukanya kesempatan kerja pada usaha ini (W3, W4, O1, O3, O4). Ancaman : 1. Cuaca buruk 2. Persaingan dengan nelayan pendatang 3. Penurunan hasil tangkapan 4. Meningkatnya harga kebutuhan melaut Strategi ST : 1. Meningkatkan kerjasama dan pengalaman nelayan dalam melaut agar mendapatkan keuntungan yang optimal dan mampu beradaptasi terhadap cuaca buruk dan harga kebutuhan yang melaut yang meningkat (S1, S2, S4, T1,T4) 2. Memanfaatkan tingginya tingkat daya beli ma Perumusan strategi utama syarakat dan persaingan antar nelayan untuk meningkatkan produksi dan kerjasama antar nelayan dalam operasi penangkapan (S1, S3, T2,T3) Strategi WT : 1. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan nelayan agar dapat meningkatkan produksi dan harga hasil tangkapan yang dapat bersaing serta nelayan mampu bersaing dengan nelayan pendatang (W2, W3, T1, T2,T3) 2. Adanya bantuan modal dari stake holder untuk teknologi penangkapan ikan, subsidi kebutuhan melaut, dan modal usaha (W1, W4, T1, T4).

25 Perumusan strategi utama Alternatif strategi yang telah ditentukan selanjutnya melalui perankingan menggunakan 3 strategi utama yang diprioritaskan untuk pengembangan usaha drift gillnet di Teluk Banten. Strategi utama atau grand strategy dirumuskan dengan cara memilih prioritas strategi yang paling sesuai dengan kondisi internal dan eksternal usaha penangkapan jaring insang hanyut berdasarkan tingkat perankingan (Tabel 24). Tabel 24 Perangkingan alternatif strategi pengembangan usaha perikanan jaring insang hanyut di Teluk Banten Unsurunsur No Alternatif Strategi yang terkait Jumlah pembobotan Skor Ranking 1 SO1 S2, S3, O1, 0,152+0,107+0,152+ O2,O3 0,134 +0,125 0, SO2 S2, S3, S4, 0,134+0,152+0,125+ O3, O4 0,125+0,125 0, WO1 W1, W2, 0,125+0,134+0,152+ O1,O2 0,134 0, WO2 W3, W4,O1 0,134+0,098+0,152+ O3, O4 0,125+0,125 0, ST1 S1, S2, S4, 0,134+0,152+0,125+ T1, T4 0,089+0,143 0, ST2 S1, S2, 0,134+0,107+0,098+ T2,T3 0,134 0, WT1 W2, W3, 0,134+0,098+0,089+ T1, T2,T3 0,098+0,134 0, WT2 W1, W4, 0,125+0,143+0,089+ T1, T4 0,143 0,500 7 Sumber : Diolah dari data primer tahun 2011 Strategi pertama yaitu kerjasama yang baik dan adanya hubungan yang erat antara nelayan dan pemilik kapal. Hal ini untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan permintaan pasar luar daerah. Strategi kedua yaitu usaha jaring insang hanyut menguntungkan dan tingginya peluang untuk dikembangkan dengan memanfaatkan kerjasama yang baik antar nelayan, rajinnya nelayan dalam melaut, dan tingginya permintaan pasar luar daerah. Strategi ketiga yaitu meningkatkan kerjasama dan pengalaman nelayan melaut agar mendapatkan keuntungan yang optimal dan mampu beradaptasi terhadap cuaca buruk serta mampu beradaptasi terhadap harga kebutuhan yang meningkat melaut.

26 Pembahasan Aspek teknik unit penangkapan jaring insang hanyut di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu, Teluk Banten. Jaring insang hanyut yang digunakan memiliki ukuran 20 piece dengan panjang 1 piece sama dengan 36 meter dengan tinggi 6 meter dalam satu setnya dan memiliki pemberat tambahan batu yang memiliki bobot 1,5 kg yang diikatkan pada tali pelampung tanda. Pemberat tambahan tersebut berfungsi untuk mempermudah pada saat penurunan jaring agar jaring dapat terentang sempurna. Selain itu, terdapat pula pelampung besar yang terbuat dari bahan plastik dengan panjang 25 cm dan memiliki ukuran diameter 15 cm. Pelampung besar tersebut diikatkan pada setiap piece jaring insang hanyut yang akan dioperasikan. Hal ini berfungsi untuk mengapungkan jaring insang hanyut sehingga berada pada kolom perairan. Kapal yang digunakan dalam pengoperasian jaring insang hanyut memiliki ukuran panjang (LOA) 9 m, lebar (b) 2,5 m, dalam (D) 1 m dan draft (d) 0,35 m. Kapal ini menggunakan mesin yang bersifat outboard dengan jenis mesin dongfeng berkekuatan sebesar 16 PK. Operasi penangkapan jaring insang hanyut di PPN Karangantu, Teluk Banten umumnya bersifat One Day Fishing atau satu hari melaut. Jaring insang hanyut dioperasikan pada kolom perairan. Tahap pengoperasian jaring insang hanyut meliputi tahapan persiapan (pengecekan kapal dan mesin serta persiapan perbekalan), tahapan penurunan jaring (waktu yang diperlukan 15 menit), tahapan penghanyutan jaring (dibiarkan jaring dalam posisi hanyut sekitar 60 menit), dan penarikan jaring (penarikan pelampung tanda terakhir hingga pemberat sekitar menit). Nelayan yang mengoperasikan alat tangkap ini berjumlah 3-4 orang. Pada umumnya musim penangkapan jaring insang hanyut terbagi menjadi musim puncak atau ikan dengan jumlah berlimpah pada bulan Mei hingga Agustus, musim sedang atau ikan dengan jumlah sedang pada bulan September hingga Januari dan musim paceklik atau ikan dengan jumlah sedikit pada bulan Februari hingga April. Jenis ikan hasil tangkapan jaring insang hanyut di PPN Karangantu adalah ikan kembung, tongkol, golok-golok, dsb. Daerah penangkapannya umumnya di Perairan Teluk Banten, Pulau Pamuyan dan Pulau Tunda. Nelayan dalam menentukan fishing ground menggunakan tanda-tanda yang terjadi pada

27 62 laut seperti adanya burung-burung, adanya warna perairan yang berbeda dan sebagainya. Aspek finansial terdiri atas analisis usaha dan analisis kriteria investasi. Analisis usaha terdiri atas investasi, biaya variabel, biaya tetap, penerimaan dan pendapatan usaha. Investasi untuk usaha perikanan jaring insang hanyut membutuhkan uang sebesar Rp ,00 untuk pembelian kapal, mesin dan jaring. Umur teknis merupakan ukuran umum yang ditetapkan berdasarkan jangka waktu aset dari segi teknis. Umur teknis kapal, mesin dan alat tangkap berbeda. Biaya penyusutan yang harus dikeluarkan untuk kapal sebesar Rp ,00/tahun, mesin sebesar Rp ,00/tahun dan jaring sebesar Rp ,00/tahun. Selain biaya investasi nelayan juga mengeluaran biaya variabel. Biaya variabel yang harus dikeluarkan oleh nelayan sebesar Rp ,00/tahun untuk pengeluaran solar, es, air tawar, perbekalan, retribusi dan upah tenaga kerja. Biaya variabel hanya dikeluarkan pada saat melakukan operasi penangkapan jaring insang hanyut. Biaya tetap yang harus dikeluarkan oleh nelayan sebesar Rp ,00/tahun untuk pengeluaran biaya penyusutan, biaya perawatan, SIUP dan PASS. Biaya tetap harus tetap dikeluarkan walaupun tidak melakukan operasi penangkapan jaring insang hanyut. Biaya ini jumlahnya tidak terpengaruh oleh perkembangan jumlah produksi. Penerimaan yang didapatkan oleh nelayan sebesar Rp ,00/tahun dari hasil penjualan hasil tangkapan ikan. Nilai payback period usaha penangkapan jaring insang hanyut 3,13 tahun menunjukkan bahwa dibutuhkan kurang dari 4 tahun untuk menggembalikan modal investasi dengan menggunakan seluruh pendapatan yang didapatkan. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh pendapatan mengembalikan investasi secara tepat waktu. Apabila hal tersebut dilakukan, nelayan tidak memiliki pemasukan untuk pembiayaan kehidupan sehari-hari sehingga nelayan menjadi miskin. Dalam analisis finansial perlu dilakukan penyusunan Cashflow. Cashflow merupakan arus manfaat bersih sebagai hasil pengurangan arus biaya terhadap arus manfaat yang didapatkan dari usaha perikanan jaring insang hanyut yang dijalankan. Cashflow terdiri atas inflow (arus penerimaan), outflow (arus

28 63 pengeluaran) dan net benefit (manfaat bersih). Analisis Cashflow dilakukan dengan umur proyek yaitu 10 tahun. Hal tersebut dikarenakan umur teknis kapal hingga 10 tahun. Pada analisis usaha dapat dilihat bahwa jumlah biaya tetapnya berbeda dengan biaya tetap pada Cashfow. Hal ini dikarenakan pada biaya tetap analisis usaha ditambahkan biaya penyusutan investasi sedangkan pada Cashflow tidak ada biaya penyusutan investasi. Analisis kriteria investasi menunjukkan usaha penangkapan jaring insang hanyut layak untuk dilaksanakan karena diperoleh NPV > 0, Net B/C > 1, dan IRR > tingkat suku bunga yang berlaku yaitu sebesar 14%. Secara finansial baik dalam analisis usaha dan analisis kriteria investasi unit usaha penangkapan jaring insang hanyut layak untuk dikembangkan. Analisis sensitivitas menggunakan metode switching value (analisis nilai pengganti). Metode tersebut mengukur perubahan maximum dari perubahan suatu komponen inflow dan outflow. Analisis sensitivitas jaring insang hanyut terhadap kenaikan harga solar dan penurunan hasil tangkapan menyebabkan usaha penangkapan jaring insang hanyut di Teluk Banten menjadi tidak layak untuk dikembangkan. Hasil analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar sebesar 85,30% dan penurunan hasil tangkapan sebesar 21,20%. Hal ini dapat diartikan bahwa usaha unit penangkapan jaring insang hanyut sangat sensitif terhadap penurunan hasil tangkapan dibandingkan dengan kenaikan harga BBM. Jumlah konsumsi BBM pada jaring insang hanyut tidak besar dan dapat tertutupi oleh hasil tangkapan nelayan yang melimpah. Penurunan harga hasil tangkapan berpengaruh terhadap total penerimaan sedangkan kenaikan harga solar berpengaruh kepada total biaya variabel. Jadi perubahan terhadap hasil tangkapan sangat mempengaruhi usaha jaring insang hanyut. Pola distribusi jaring insang hanyut dibagi menjadi 4 rantai pemasaran yaitu pemasaran 1 (nelayan-bakul-pedagang besar-konsumen luar kota), pemasaran 2 (nelayan-pengecer-konsumen lokal), pemasaran 3 (nelayan-bakul-pedagang besarkonsumen luar daerah), dan pemasaran 4 (nelayan-pengolah). Harga jual hasil tangkapan jaring insang hanyut dari nelayan ke bakul/juragan ditentukan oleh juragan/bakul dan bersifat konstan karena tidak dipengaruhi musim penangkapan. Penentuan harga tersebut dikarenakan nelayan memiliki utang kepada

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Riil Fasilitas Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan di PPN Karangantu Fasilitas kebutuhan operasional penangkapan ikan di PPN Karangantu dibagi menjadi dua aspek, yaitu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Unit Penangkapan Jaring Rajungan dan Pengoperasiannya Jaring rajungan yang biasanya digunakan oleh nelayan setempat mempunyai kontruksi jaring yang terdiri dari tali ris

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Teknik Unit penangkapan pancing rumpon merupakan unit penangkapan ikan yang sedang berkembang pesat di PPN Palabuhanratu. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Peta lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dengan penyusunan proposal dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian cantrang di Pulau Jawa dari

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data 19 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat. Pengambilan data di lapangan dilakukan selama 1 bulan,

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian 35 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Timur, khususnya di PPP Labuhan. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan karena pelabuhan perikanan tersebut

Lebih terperinci

USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province)

USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province) USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province) Tiara Anggia Rahmi 1), Tri Wiji Nurani 2), Prihatin IkaWahyuningrum

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN MASPARI JOURNAL Januari 2015, 7(1): 29-34 ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN FINANSIAL ANALYSIS OF DRIFT GILL NET IN

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis/Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif karena dalam pelaksanaannya meliputi data, analisis dan interpretasi tentang arti

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis 2.2 Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis 2.2 Perikanan Tangkap 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelaahan atau analisis tentang suatu kegiatan investasi yang dilaksanakan dapat memberikan manfaat atau tidak. Studi kelayakan

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN aa 23 a aa a 5.1 Analisis Teknis Perikanan Gillnet Millenium 5.1.1 Unit penangkapan ikan 1) Kapal Kapal gillnet millenium yang beroperasi di PPI Karangsong adalah kapal berbahan

Lebih terperinci

TOTAL BIAYA. 1. Keuntungan bersih R/C 2, PP 1, ROI 0, BEP

TOTAL BIAYA. 1. Keuntungan bersih R/C 2, PP 1, ROI 0, BEP Lampiran 1. Analisis finansial unit penangkapan bagan perahu di Kabupaten Bangka Selatan No Uraian Total I Investasi 1. Kapal dan perlengkapan bangunan bagan 95.. 2. Mesin 15.. 3. Mesin Jenset 5.. 4. Perlengkapan

Lebih terperinci

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28 Jurnal perikanan dan kelautan 17,2 (2012): 28-35 ANALISIS USAHA ALAT TANGKAP GILLNET di PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Tempat penelitian dan pengambilan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang. 3.2 Alat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan dilakukan selama 6 bulan dari Bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010. Pengambilan data dilakukan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian penangkapan ikan dengan menggunakan jaring arad yang telah dilakukan di perairan pantai Cirebon, daerah Kecamatan Gebang, Jawa Barat

Lebih terperinci

3.2.1 Spesifikasi alat tangkap Bagian-bagian dari alat tangkap yaitu: 1) Tali ris atas, tali pelampung, tali selambar

3.2.1 Spesifikasi alat tangkap Bagian-bagian dari alat tangkap yaitu: 1) Tali ris atas, tali pelampung, tali selambar 21 3METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada tanggal 15 September 11 Desember 2010 ini bertempat di TPI Palabuhanratu. Sukabumi Jawa Barat. Kegiatan penelitian meliputi eksperimen langsung

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Proyeksi Arus Kas (Cashflow) Proyeksi arus kas merupakan laporan aliran kas yang memperlihatkan gambaran penerimaan (inflow) dan pengeluaran kas (outflow). Dalam penelitian

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data 15 III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu Pengambilan data dilakukan di PT. Mitra Bangun Cemerlang yang terletak di JL. Raya Kukun Cadas km 1,7 Kampung Pangondokan, Kelurahan Kutabaru, Kecamatan Pasar

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan Penelitian 3.3 Metode Penelitian 3.4 Pengumpulan Data

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan Penelitian 3.3 Metode Penelitian 3.4 Pengumpulan Data 13 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data lapang penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2011. Tempat penelitian berada di dua lokasi yaitu untuk kapal fiberglass di galangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Variabel. Konsep dasar dan definisi operasional variabel adalah pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Variabel. Konsep dasar dan definisi operasional variabel adalah pengertian yang 53 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Variabel Konsep dasar dan definisi operasional variabel adalah pengertian yang diberikan kepada variabel sebagai petunjuk dalam memperoleh

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 49 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Usaha Nelayan Rajungan Kegiatan usaha penangkapan dimulai dari operasi penangkapan, pemasaran hasil tangkapan, rumah tangga nelayan dan lingkungan ekonomi

Lebih terperinci

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Analisis kelayakan finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan pembesaran ikan lele sangkuriang kolam terpal. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam aspek finansial

Lebih terperinci

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL Analisis aspek finansial digunakan untuk menganalisis kelayakan suatu proyek atau usaha dari segi keuangan. Analisis aspek finansial dapat memberikan perhitungan secara kuantatif

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base.

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base. 31 4 HASIL 4.1 Unit Penangkapan Ikan 4.1.1 Kapal Jumlah perahu/kapal yang beroperasi di Kecamatan Mempawah Hilir terdiri dari 124 perahu/kapal tanpa motor, 376 motor tempel, 60 kapal motor 0-5 GT dan 39

Lebih terperinci

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari ABSTRAK

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari   ABSTRAK EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU Oleh T Ersti Yulika Sari Email: nonnysaleh2010@hotmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui usaha perikanan tangkap yang layak untuk

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Restoran Pastel and Pizza Rijsttafel yang terletak di Jalan Binamarga I/1 Bogor. Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Gebang Mekar Kabupaten Cirebon (Lampiran 1). Survey dan persiapan penelitian seperti pencarian jaring,

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun 37 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Aspek Teknis Perikanan Purse seine Aspek teknis merupakan aspek yang menjelaskan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usaha penangkapan ikan, yaitu upaya penangkapan, alat

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Kota Serang 4.1.1 Letak geografis Kota Serang berada di wilayah Provinsi Banten yang secara geografis terletak antara 5º99-6º22 LS dan 106º07-106º25

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Desa Tanjung Pasir merupakan salah satu desa di Kecamatan Teluknaga dimana masyarakatnya mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan tradisional, kata tanjung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpamaham mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional sebagai

Lebih terperinci

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Usaha pengolahan pindang ikan dipengaruhi 2 (dua) faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek produksi, manajerial,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Komponen Alat Tangkap Jaring Kembung a. Jaring Kembung b. Pengukuran Mata Jaring c. Pemberat d. Pelampung Utama e. Pelampung Tanda f. Bendera Tanda Pemilik Jaring Lampiran 2. Kapal

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2011, bertempat di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Deskripsi unit penangkapan cantrang Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan teknik dalam suatu operasi penangkapan ikan yang terdiri atas alat tangkap, kapal,

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele phyton, serta untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan pada

Lebih terperinci

EFISIENSI TEKNIS DAN EKONOMIS ALAT TANGKAP JARING RAMPUS DI PPN KARANGANTU PROVINSI BANTEN YOHAN JIMMY RONALDO

EFISIENSI TEKNIS DAN EKONOMIS ALAT TANGKAP JARING RAMPUS DI PPN KARANGANTU PROVINSI BANTEN YOHAN JIMMY RONALDO EFISIENSI TEKNIS DAN EKONOMIS ALAT TANGKAP JARING RAMPUS DI PPN KARANGANTU PROVINSI BANTEN YOHAN JIMMY RONALDO DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4. Lokasi dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di pabrik pupuk organik PT Agrindo Surya Graha yang berlokasi di jalan PLTP Angkrong, Kampung Sunda Wenang, RT 25/ Rw 11,

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA 1 ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA THE ANALYSIS OF PURSE SEINE AT THE PORT OF SIBOLGA ARCHIPELAGO FISHERY TAPANULI REGENCY

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), proyek pada dasarnya merupakan kegiatan yang menyangkut pengeluaran modal (capital

Lebih terperinci

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi 7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Teknologi penangkapan ikan pelagis yang digunakan oleh nelayan Sungsang saat ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP PAYANG DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) WONOKERTO KABUPATEN PEKALONGAN

ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP PAYANG DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) WONOKERTO KABUPATEN PEKALONGAN ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP PAYANG DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) WONOKERTO KABUPATEN PEKALONGAN Technical and Financial Analysis of Payang Fisheries Business in Coastal

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pada bagian ini dijelaskan tentang konsep yang berhubungan dengan penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang di

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di perusahaan peternakan sapi perah di CV. Cisarua Integrated Farming, yang berlokasi di Kampung Barusireum, Desa Cibeureum, Kecamatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN Definisi Operasional, dan Pengukuran Variabel

III. METODE PENELITIAN Definisi Operasional, dan Pengukuran Variabel 45 III. METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional, dan Pengukuran Variabel Penjelasan mengenai definisi operasional dan variabel pengukuran perlu dibuat untuk menghindari kekeliruan dalam pembahasan

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes Oleh: Muh. Ali Arsyad * dan Tasir Diterima: 0 Desember 008; Disetujui:

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN JARING INSANG HANYUT DI TELUK BANTEN TRI UTAMI KURNIASIH

ANALISIS KELAYAKAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN JARING INSANG HANYUT DI TELUK BANTEN TRI UTAMI KURNIASIH ANALISIS KELAYAKAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN JARING INSANG HANYUT DI TELUK BANTEN TRI UTAMI KURNIASIH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA JARING INSANG HANYUT (Drift Gill Net) TAMBAT LABUH KAPAL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

ANALISIS USAHA JARING INSANG HANYUT (Drift Gill Net) TAMBAT LABUH KAPAL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA ANALISIS USAHA JARING INSANG HANYUT (Drift Gill Net) TAMBAT LABUH KAPAL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA BUSINESS ANALYSIS DRIFT GILL NETS MOORING FISHING VESSEL

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Bapak Sarno yang bertempat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 21 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kapal Kayu 5.1.1 Gambaran Umum Kapal perikanan merupakan unit penangkapan ikan yang sangat penting dalam mendukung kegiatan operasi penangkapan ikan yang terdapat di perairan

Lebih terperinci

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6.1 Pendahuluan Industri surimi merupakan suatu industri pengolahan yang memiliki peluang besar untuk dibangun dan dikembangkan. Hal ini didukung oleh adanya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Usaha pengembangan kerupuk Ichtiar merupakan suatu usaha yang didirikan dengan tujuan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Melihat dari adanya peluang

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dian Layer Farm yang terletak di Kampung Kahuripan, Desa Sukadamai, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FINANSIAL

VII. ANALISIS FINANSIAL VII. ANALISIS FINANSIAL Usaha peternakan Agus Suhendar adalah usaha dalam bidang agribisnis ayam broiler yang menggunakan modal sendiri dalam menjalankan usahanya. Skala usaha peternakan Agus Suhendar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Sejarah Singkat Pelabuhan Pekalongan semula merupakan pelabuhan umum. Semenjak bulan Desember 1974 pengelolaan dan asetnya diserahkan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian penangkapan rajungan dengan menggunakan jaring kejer dilakukan di perairan Gebang Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan mempergunakan

Lebih terperinci

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG LAMPIRAN 83 Lampiran 1. Kuesioner kelayakan usaha KUESIONER PENELITIAN KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

: Perikanan Tangkap Udang Nomor Sampel Kabupaten / Kota : Kecamatan : Kelurahan / Desa Tanggal Wawancara : Nama Enumerator :..

: Perikanan Tangkap Udang Nomor Sampel Kabupaten / Kota : Kecamatan : Kelurahan / Desa Tanggal Wawancara : Nama Enumerator :.. 173 Lampiran 34 Daftar Kuisioner Jenis Pertanyaan : Perikanan Tangkap Udang Nomor Sampel Kabupaten / Kota : Kecamatan : Kelurahan / Desa Tanggal Wawancara : Nama Enumerator.. I Identitas Responden Nama

Lebih terperinci

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN 40 6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN Tujuan akhir dari usaha penangkapan payang di Desa Bandengan adalah meningkatkan kesejahteraaan nelayan bersama keluarga. Karena itu sasaran dari kegiatan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

6 KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP PADA DIMENSI EKONOMI

6 KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP PADA DIMENSI EKONOMI 6 KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP PADA DIMENSI EKONOMI 6.1 Pendahuluan Penentuan atribut pada dimensi ekonomi dalam penelitian ini menggunakan indikator yang digunakan dari Rapfish yang dituangkan dalam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam perencanaan suatu industri melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Proyek Menurut Kadariah et al. (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan Perikanan Karangantu merupakan suatu pelabuhan yang terletak di Kota Serang dan berperan penting sebagai pusat kegiatan perikanan yang memasok sebagian besar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Penanganan pascapanen adalah tindakan yang dilakukan atau disiapkan agar hasil pertanian siap

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN 5.1 Keragaan Usaha Penangkapan Ikan

5 HASIL PENELITIAN 5.1 Keragaan Usaha Penangkapan Ikan 51 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Keragaan Usaha Penangkapan Ikan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) telah dilaksanakan Depertemen Kalutan dan Perikanan sejak tahun 2001 sampai dengan 2009

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

Sensitivity of Gillnet Fisheries in Tegal City, Central Java Province

Sensitivity of Gillnet Fisheries in Tegal City, Central Java Province BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume 20 No.2 Edisi April 2012 Hal 131-142 SENSITIVITAS USAHA PERIKANAN GILLNET DI KOTA TEGAL, PROVINSI JAWA TENGAH Sensitivity of Gillnet Fisheries in Tegal City, Central

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian Usaha warnet sebetulnya tidak terlalu sulit untuk didirikan dan dikelola. Cukup membeli beberapa buah komputer kemudian menginstalnya dengan software,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek memiliki beberapa pengertian. Menurut Kadariah et al. (1999) proyek ialah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Palabuhnratu merupakan daerah pesisir di selatan Kabupaten Sukabumi yang sekaligus menjadi ibukota Kabupaten Sukabumi. Palabuhanratu terkenal

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan di Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil tempat di kantor administratif Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat yang berlokasi di Kompleks Pasar Baru Lembang

Lebih terperinci

Financial Feasibility Analysis of Gillnet Fishing Business in PPI Banyutowo Pati. Habieb Noor Zain, Imam Triarso *),Trisnani Dwi Hapsari

Financial Feasibility Analysis of Gillnet Fishing Business in PPI Banyutowo Pati. Habieb Noor Zain, Imam Triarso *),Trisnani Dwi Hapsari ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP JARING INSANG PERMUKAAN ( SURFACE GILL NET) DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) BANYUTOWO KABUPATEN PATI Financial Feasibility Analysis of Gillnet Fishing

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

ASPEK FINANSIAL Skenario I

ASPEK FINANSIAL Skenario I VII ASPEK FINANSIAL Setelah menganalisis kelayakan usaha dari beberapa aspek nonfinansial, analisis dilanjutkan dengan melakukan analisis kelayakan pada aspek finansial yaitu dari aspek keuangan usaha

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele, serta untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan pada kelompok

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan kambing perah Prima Fit yang terletak di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci