Ruang Lingkup Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Komoditi Lada

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Ruang Lingkup Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Komoditi Lada"

Transkripsi

1 7 Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan pasar ekspor lada putih adalah pasar lada putih suatu negara pengekspor tertentu di suatu negara pengimpor tertentu, dilihat dari sudut pandang negara pengekspor tertentu tersebut. Sementara, yang dimaksudkan dengan pasar impor lada putih adalah pasar lada putih dari negara pengekspor tertentu di negara pengimpor tertentu, dilihat dari sisi negara pengimpor tertentu tersebut. Negara-negara pengekspor yang dianalisis dalam penelitian ini, terkait daya saing nya, adalah Indonesia dan Vietnam. Alasan pemilihan Vietnam adalah karena tren peningkatan produksi dan ekspor lada putihnya. Jika dibandingkan (data dari IPC, dapat dilihat pada Lampiran 3), maka terlihat bahwa jumlah ekspor lada putih Vietnam hampir menyamai jumlah produksi nya (pada tahun-tahun tertentu jumlah ekspor lebih besar dari pada jumlah produksi). Bahkan, baik jumlah ekspor, maupun produksi lada putih Vietnam mulai melampaui Indonesia. Berdasarkan hal-hal tersebut juga dapat disimpulkan bahwa pasar utama lada putih dari Vietnam adalah pasar ekspor/impor (dunia), sama hal nya dengan Indonesia. 2 TINJAUAN PUSTAKA Komoditi Lada Lada menjadi salah satu jenis rempah-rempah yang paling tua dan penting di dunia, sehingga lada juga seringkali disebut King of Spices. Pada abad pertengahan dan zaman Renaissance, dalam sejarah penjelajahan, rempah-rempah (termasuk di dalamnya lada) mempunyai kedudukan yang tinggi dan sangat spesial. Bahkan pada zaman kuno dan medieval, nilainya seringkali disetarakan dengan emas dan batu permata. Produk utama komoditi lada yang diperdagangkan di dunia (secara internasional) adalah lada putih (white pepper) dan lada hitam (black pepper). Lada putih dan lada hitam sebenarnya berasal dari buah lada yang sama. Lada putih merupakan olahan dari buah lada yang telah matang di pohon, dipanen, dan dikelupas kulitnya, serta dikeringkan. Sedangkan lada hitam merupakan buah tanaman lada yang dipanen sebelum buah matang dan masih berwarna hijau, serta langsung dikeringkan tanpa pengelupasan kulit. Lada (Piper nigrum Linn) merupakan famili Piperaceae. Famili tersebut terdiri dari genus dan spesies, yang bentuknya beragam, seperti herba, semak, tanaman menjalar, hingga pohon-pohonan. Lada dari genus Piper merupakan spesies tanaman yang berasal dari Ghats, Malabar India (Rismunandar 2007). Ciri morfologi dari tanaman lada antara lain: 1) berakar tunggang (dikotil); 2) perakarannya terdiri atas dua jenis, yaitu akar yang tumbuh dari buku di atas tanah (untuk menopang batang pokok dan menjalar atau memanjat pada tiang panjat atau inangnya) dan akar yang tumbuh dari buku di dalam tanah (sebagai penghisap makanan atau feeding roots); 3) memiliki satu batang pokok dengan dua macam cabang (orthotropis atau vertikal dan plagiotropis atau horizontal), yang menyebabkan lada memiliki cabang yang banyak; 4) buku-buku batang agak membengkak, dimana dari buku-buku tersebut keluar daun, tunas, dan perbungaan; 5) berdaun tunggal, letaknya berselang-seling pada cabang, berwarna

2 8 hijau gelap, lembaran daun sebelah atas agak mengkilap dan sebelah bawahnya pucat dan berkelenjar; 6) perbungaannya berbentuk bulir yang tumbuh di seberang daun, bunganya berukuran kecil, dan tanpa perhiasan bunga; 7) buahnya buni tak bertangkai, berbiji satu, berkulit keras, dibalut oleh daging buah yang tebal; serta 8) memiliki tinggi antara 5-15 m. Tanaman lada dikenal sebagai tanaman tahunan dan perkebunan, yang pada dasarnya merupakan tanaman tropis, serta membutuhkan curah hujan dan suhu yang tinggi, yang banyak dan merata. Lada dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian mencapai m di atas permukaan laut (dpl), tetapi tumbuh lebih subur di daerah pada ketinggian 500 m dpl atau kurang, dengan curah hujan mm dalam setahun, suhu antara 18 C-35 C, kelembaban udara berkisar antara persen, serta perubahan musim yang cukup baik (musim kemarau yang cukup panjang, sekitar 2-3 bulan untuk menumbuhkan bunga dan buah). Di Indonesia, budidaya lada sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang lampau. Tanaman lada kemungkinan dibawa koloni Hindu ke Jawa antara tahun 100 SM (Sebelum Masehi) sampai 600 M (Masehi). Marcopolo dalam riwayat hidupnya pada tahun 1298, menguatkan hal tersebut dengan mengatakan bahwa pada tahun 1280 di Jawa telah terdapat pengusahaan tanaman lada. Pada tahun 1720 sepertiga bagian dari seluruh keuntungan yang diperoleh VOC, semasa menduduki Indonesia, berasal dari komoditi lada. Pada tahun 1772, kontribusi lada semakin besar terhadap seluruh keuntungan VOC tersebut, yaitu mencapai dua per tiga bagiannya (Ditjenbun Deptan 2009). Bahkan sebelum perang dunia kedua, Indonesia memasok 80 persen kebutuhan lada dunia (Edizal 1998). Tanaman lada di Indonesia memiliki banyak nama daerah, diantaranya lada (Aceh, Batak, Lampung, Buru, dan Nias), raro (Mentawai), lado (Minangkabau), merico (Jawa), maica (Bali), ngguru (Flores), malita lo dawa (Gorontalo), marica atau barica (Sulawesi Selatan), rica jawa (Halmahera, Ternate, Minahasa), leudeu pedih (Gayo), sahang (Bangka, Banjarmasin, Jawa Barat), sakang (Madura), saha (Bima), dan mboko saah (Ende). Adapun daerah-daerah di Indonesia yang memenuhi persyaratan untuk budidaya lada, antara lain: Lampung, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, Bengkulu, Kalimantan Tengah, dan lainnya (selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4). Lampung dan Bangka Belitung merupakan produsen lada terbesar di Indonesia, dimana Bangka Belitung sebagai produsen lada putih (Muntok White Pepper) dan Lampung sebagai produsen lada hitam (Lampong Black Pepper). Budidaya lada di Indonesia ini sebagian besar dilakukan oleh rakyat atau smallholders, bukan oleh pemerintah ataupun swasta dalam skala yang besar. Sekitar 99,9 persen produksi lada Indonesia dihasilkan dari perkebunan lada yang dikelola oleh rakyat (petani) atau smallholders (lihat Tabel 5).

3 9 Tabel 5 Luas areal dan produksi perkebunan lada di Indonesia menurut pengusahaan tahun 2009 No Pengusahaan Produksi (ton) Luas Areal (ha) 1. Perkebunan Rakyat Perkebunan Pemerintah (Negara) Perkebunan Swasta 1 4 Total Keterangan: -) Tidak mengusahakan Sumber: Ditjenbun Deptan (2012) 12 (Diolah) Sampai dengan tahun 2011, luas areal tanaman lada perkebunan rakyat adalah seluas ha, dengan keterlibatan petani sebanyak KK (Kepala Keluarga). Total tanaman menghasilkan nya adalah seluas ha. Sedangkan luas areal tanaman lada perkebunan besar swasta sampai dengan tahun 2011 adalah seluas 4 ha (Direktorat Jenderal Perkebunan 2011) 13. Lada putih dari Bangka Belitung sudah dikenal di pasar internasional. Bahkan komoditi ini memiliki brand, yaitu Muntok White Pepper. Penamaan Muntok White Pepper, salah satunya, disebabkan karena lada putih dari Bangka Belitung, pertama kali diperdagangkan secara internasional (diekspor) melalui pelabuhan Muntok di Kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Barat (setelah pemekaran). Roosgandha (2003), menyebutkan bahwa petani lada di Kabupaten Bangka, melakukan panen lada saat buah lada sudah masak yang ditandai dengan warna kuning sampai merah. Panen umumnya dilakukan dengan pemetikan mempergunakan tangan. Kemudian diolah dengan cara memasukkan lada yang telah dipanen tersebut ke dalam karung plastik. Setelah itu direndam dalam air (umumnya air mengalir) selama 7-14 hari, setelah itu dicuci untuk menghilangkan kulitnya. Dilanjutkan dengan menjemurnya dibawah sinar matahari selama 2-3 hari. Dari hasil pengolahan tersebut akan diperoleh lada putih kering dengan rendemen berkisar antara persen atau rata-rata 24 persen. Perilaku ini juga merupakan perilaku yang terjadi secara umum di Bangka Belitung. Oleh karena itu, jika berbicara mengenai produksi lada di Bangka Belitung, maka yang dimaksud adalah produksi lada putih. Tinjauan Penelitian Terdahulu Kelayakan Pengusahaan Lada Marwoto (2003) melakukan penelitian tentang perkebunan lada rakyat Kabupaten Bangka. Hasil penelitian menunjukan ketidakefisienan, yang tercermin dari kecenderungan penurunan nilai NPV menjadi Rp dan B/C sebesar 1.13 pada skala usaha 5 tahunan dan tingkat suku bunga 12 persen, dengan PC sebesar 0.174; EPC sebesar 0.61; SRP sebesar 0.37; NT sebesar Rp ; 12 [Ditjenbun Deptan] Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian Luas Areal dan Produksi Perkebunan Lada Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan, Tahun [Internet]. [diunduh tanggal 24 Januari 2013]. Tersedia pada: 13 [Ditjenbun Deptan] Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian Pedoman Pascapanen Lada [Internet]. [diunduh tanggal 13 Desember 2013]. Tersedia pada:

4 10 TO sebesar Rp ; NPCO sebesar 0.83; TI sebesar Rp ; dan nilai NPCI sebesar Zakaria (2009) mengatakan bahwa secara umum, permasalahan usahatani lada di Bangka Belitung adalah makin menurunnya luas areal, tingkat produksi dan produktivitas, serta minat petani melakukan budidaya komoditas lada. Menurunnya areal penanaman lada di Bangka Belitung merupakan akibat dari motivasi petani lada mengalihfungsikan lahan untuk tambang timah rakyat, karena harga jual produk lada cenderung rendah dan berfluktuasi, serta kurangnya perhatian akan pemeliharaan tanaman lada. Nilai R/C ratio pengusahaan lada di Bangka Belitung pada tahun 2008 adalah 1.52 untuk investasi selama pertumbuhan pertanaman (9 tahun). Tingkat profitabilitasnya sebesar 34 persen dan tingkat efisiensi usahataninya memadai. Pasar dan Daya Saing Lada Djulin dan Malian (2005), salah satunya, melakukan analisis pemasaran dan integrasi pasar (dengan model Ravallion) lada putih di daerah produksi utama (Bangka Belitung). Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa saluran tataniaga lada putih di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diawali dari petani yang menjual lada putih yang dihasilkan kepada pedagang desa atau pedagang pengumpul. Beberapa pedagang pengumpul menghadapi dan menentukan harga pembelian di tingkat petani. Seluruh lada putih yang dibeli pedagang pengumpul dijual kepada eksportir yang berkedudukan di Pangkalpinang (ibukota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung). Sebagian besar lada putih ini (90 persen) diekspor dengan tujuan Singapura dan Amerika Serikat. Hanya sekitar 10 persen lada putih yang dihasilkan dijual ke Jakarta untuk memenuhi kebutuhan domestik. Marjin biaya yang dikeluarkan oleh pedagang desa, pedagang pengumpul, dan eksportir berturut-turut Rp 135/kg, Rp 620/kg, dan Rp 600/kg. Pedagang pengumpul mengeluarkan biaya cukup besar, khususnya untuk menanggung terjadinya susut sebesar dua persen. Peluang terjadinya susut ini sangat besar, karena lada putih yang dijual petani dan pedagang desa umumnya belum memenuhi standar ekspor. Para eksportir menikmati marjin keuntungan yang terbesar yaitu Rp 1 600/kg, diikuti oleh pedagang pengumpul (Rp 680/kg), dan pedagang desa (Rp 565/kg). Besarnya keuntungan yang diterima oleh eksportir ini terkait dengan kemampuan mereka untuk menaksir kecenderungan perubahan nilai tukar. Hasil analisis integrasi harga petani dan harga eksportir lada putih menunjukkan bahwa harga jual di tingkat petani ditentukan oleh tingkat harga jual petani pada bulan sebelumnya dan tingkat harga eksportir pada bulan sebelumnya. Sedangkan dummy bulan panen tidak mempengaruhi harga jual di tingkat petani. Hal ini diduga terkait dengan pola pemasaran yang dilakukan oleh petani dalam bentuk penjualan secara bertahap. Dari dugaan parameter, diperoleh indeks integrasi pasar (MII) sebesar Hal ini menunjukkan bahwa integrasi harga petani dan harga eksportir sangat lemah. Penentuan harga beli di tingkat petani tidak ditentukan oleh harga di tingkat eksportir, tetapi antara petani dan pedagang desa atau antara petani dan pedagang pengumpul. Lemahnya posisi tawar ini

5 terkait dengan tidak tersedianya informasi pasar yang cukup, sehingga petani selalu menerima tingkat harga yang ditetapkan oleh para pedagang. Sementara itu, hasil analisis integrasi harga eksportir dan harga dunia memperlihatkan bahwa harga jual di tingkat eksportir dipengaruhi oleh tingkat harga jual eksportir dan tingkat harga dunia pada bulan sebelumnya. Sedangkan delta harga dunia (selisih harga dunia bulan ini dan bulan sebelumnya), serta dummy bulan panen tidak mempengaruhi harga jual di tingkat eksportir. Dari hasil analisis diperoleh indeks integrasi pasar (MII) antara harga eksportir dan harga dunia sebesar Angka indeks ini memberikan indikasi adanya integrasi pasar yang kuat antara harga eksportir dan harga dunia. Hal ini berarti bahwa penentuan harga beli oleh eksportir ditentukan oleh tingkat harga di pasar dunia, serta nilai tukar rupiah. Integrasi harga ini sangat dimungkinkan, mengingat para eksportir memiliki fasilitas informasi pasar dunia yang memadai. Penguasaan informasi pasar dunia ini memberikan keuntungan bagi para eksportir, karena penurunan harga lada putih di pasar dunia atau penurunan nilai tukar rupiah akan segera direspon dalam bentuk penurunan harga beli. Namun jika harga lada di pasar dunia menunjukkan kenaikan atau terjadi penguatan nilai tukar rupiah, maka para eksportir memberikan respon secara lambat. Triana (2000), dengan menggunakan metode two stage least squares (2SLS), menganalisis penawaran ekspor lada putih Indonesia dan permintaan impor lada putih di negara tertentu. Adapun negara-negara tujuan ekspor lada putih Indonesia yang dianalisis adalah Amerika Serikat, Jerman, Belanda, Jepang, dan Singapura. Sementara itu, pesaing lada putih Indonesia (juga produsen lada putih) yang dianalisis penawaran ekspornya yaitu Malaysia dan Brazil. Permintaan impor diwakili oleh negara-negara: Amerika Serikat, Jerman, Belanda, Jepang, dan Singapura. Variabel eksogen (independen/bebas) yang digunakan dalam model penawaran ekspor lada putih yaitu harga riil ekspor lada putih negara yang melakukan penawaran ekspor, harga riil ekspor lada hitam negara yang melakukan penawaran ekspor, produksi lada putih negara yang melakukan penawaran ekspor, nilai tukar mata uang negara yang melakukan penawaran ekspor (terhadap dollar USA), tingkat suku bunga negara yang melakukan penawaran ekspor, volume ekspor lada putih negara yang melakukan penawaran ekspor setahun sebelum nya (t-1), dan dummy standar mutu negara yang melakukan penawaran ekspor. Sedangkan variabel eksogen (independen/bebas) yang digunakan dalam model permintaan impor lada putih yaitu harga impor lada putih suatu negara, pendapatan bruto riil suatu negara, jumlah penduduk suatu negara, nilai tukar mata uang suatu negara (terhadap dollar USA; Amerika Serikat terhadap rupiah), dan volume impor lada putih suatu negara setahun sebelumnya (t-1). Hasil dari penelitian ini, yang terkait dengan penawaran ekspor lada putih Indonesia dan permintaan impor lada putih di negara tertentu, antara lain: (1) penawaran ekspor lada putih Indonesia ke Jerman, Belanda, dan Singapura lebih responsif terhadap perubahan produksi dibandingkan terhadap perubahan harga ekspor lada putih dan lada hitam, nilai tukar, suku bunga, dan volume reekspor lada putih Singapura. Sementara itu, penawaran ekspor ke Amerika dan Jepang lebih responsif terhadap perubahan volume reekspor lada putih Singapura; (2) penawaran ekspor lada putih Malaysia dan Brazil lebih responsif terhadap 11

6 12 perubahan produksi dibandingkan terhadap perubahan harga ekspor lada putih dan lada hitam, nilai tukar, suku bunga, dan volume reekspor lada putih Singapura; dan (3) permintaan impor lada putih Amerika Serikat dan Belanda lebih responsif terhadap perubahan pendapatan dibandingkan terhadap perubahan harga impor lada putih dan lada hitam, jumlah penduduk, dan nilai tukar. Permintaan impor lada putih Jepang lebih responsif terhadap perubahan harga lada hitam dunia. Sedangkan untuk Jerman dan Singapura permintaan impornya lebih responsif terhadap perubahan jumlah penduduk. Edizal (2007) melakukan analisis penawaran ekspor dan permintaan impor lada putih dunia dalam kaitannya meningkatkan daya saing lada putih Indonesia. Penawaran ekspor yang dianalisis berasal dari: Indonesia, Malaysia, Brazil, dan Singapura, sementara untuk permintaan impor berasal dari Amerika Serikat, Masyarakat Ekonomi Eropa, Jepang, Singapura, dan rest of world. Variabelvariabel eksogen (independen/bebas) yang masuk dalam model penawaran ekspor ini adalah harga ekspor lada putih, penawaran ekspor lada putih negara tertentu tahun sebelumnya (t-1), nilai tukar, dan waktu (menggambarkan perubahan yang bersifat monotonik seperti teknologi dan infrastruktur). Sedangkan variabelvariabel eksogen yang masuk dalam model permintaan impor lada putih yaitu harga lada putih dunia, harga lada hitam dunia, indeks harga umum, pendapatan per kapita negara pengimpor (tertentu), dan waktu (menggambarkan kecenderungan perubahan selera). Hasil analisis menunjukkan bahwa penawaran ekspor lada putih dari Indonesia, Malaysia, Brazil, dan Singapura, dalam jangka pendek, bersifat inelastis. Artinya bagi Indonesia adalah: (1) dalam jangka pendek adanya perubahan harga ekspor lada putih tidak dapat direspon dengan cepat oleh para eksportir lada putih Indonesia; (2) para eksportir lada putih Indonesia umumnya melepas lada putihnya di pasar internasional berapapun tingkat harga yang berlaku; dan (3) para eksportir tidak menerapkan manajemen stok karena keterbatasan gudang yang memadai dan keterikatan kontrak dengan para importir, terutama importir dari Singapura. Indonesia dalam mengekspor lada putihnya sangat tergantung kepada pasar impor Singapura dan Singapura sendiri saat ini mendominasi dalam perdagangan lada putih dunia. Singapura mempunyai fasilitas ekspor yang lebih baik dari Indonesia, seperti ketersediaan kapal besar, pelabuhan ekspor dan gudang yang memadai. Dalam jangka panjang, penawaran ekspor lada putih dari Indonesia, Malaysia, dan Brazil bersifat elastis, akan tetapi Singapura bersifat inelastis. Permintaan impor lada putih oleh Amerika Serikat, Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), Jepang, dan rest of world dalam jangka pendek bersifat inelastis, sedangkan Singapura bersifat elastis. Hal ini berarti adanya perubahan harga tidak begitu berpengaruh terhadap perubahan permintaan lada putih Amerika Serikat, MEE, Jepang, dan rest of world. Sementara itu untuk Singapura, adanya perubahan harga menyebabkan perubahan permintaan impor yang lebih besar. Susilowati (2003) melakukan penelitian mengenai daya saing lada Indonesia. Alat analisis yang digunakan adalah model Pangsa Pasar Konstan (Constant Market Share/CMS) dan analisis substitusi impor. CMS digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang paling berperan sebagai sumber peningkatan daya saing ekspor lada Indonesia, sedangkan analisis substitusi impor digunakan untuk menganalisis persaingan antara Indonesia dengan negara pengekspor

7 lainnya di pasar internasional. Negara pengekspor yang dianalisis adalah Indonesia, Brazil, India, dan Malaysia, sementara negara tujuan impor nya adalah Amerika Serikat, MEE, dan Singapura. Susilowati mengikuti model CMS (Constant Market Share/Pangsa Pasar Konstan) oleh Chen dan Duan. Pangsa pasar suatu negara dinyatakan sebagai jumlah ekspor negara tertentu terhadap total ekspor dunia pada periode yang sama, dengan asumsi harga ekspor antar negara pada periode tersebut adalah konstan. Pada dekomposisi tingkat pertama, model CMS menguraikan perubahan ekspor melalui tiga komponen: pengaruh struktural, pengaruh kompetitif, dan pengaruh order kedua (second order). Sementara, pada dekomposisi tingkat kedua: (1) pengaruh struktural diuraikan lebih lanjut menjadi pengaruh pertumbuhan, pengaruh pasar, pengaruh komoditas, dan pengaruh interaksi; (2) pengaruh kompetitif diuraikan menjadi pengaruh kompetitif umum dan pengaruh kompetitif spesifik; serta (3) pengaruh order kedua dibagi menjadi pengaruh order kedua murni dan pengaruh struktural dinamis. Untuk analisis substitusi impor, variabel-variabel yang dimasukkan dalam model adalah jumlah impor lada dari negara atau pasar tertentu yang berasal dari negara pengekspor A (jumlah ekspor negara A ke pasar tertentu), jumlah impor lada dari negara atau pasar tertentu yang berasal dari negara pengekspor B (jumlah ekspor negara B ke pasar tertentu), harga lada negara A, dan harga lada negara B. Variabel endogen (dependen) nya adalah nisbah jumlah ekspor negara A ke pasar tertentu terhadap jumlah ekspor negara B ke pasar tertentu, sementara variabel eksogen (independen) nya adalah nisbah harga lada negara A terhadap harga lada negara B. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama periode , Indonesia secara konsisten berhasil mempertahankan pangsa ekspornya di pasar lada dunia (Amerika Serikat, MEE, dan Singapura), sementara tiga negara pesaing Indonesia (Brazil, India, dan Malaysia) cenderung mengalami penurunan ekspor. Penurunan ekspor dari negara-negara pesaing Indonesia terutama disebabkan oleh penurunan impor oleh pasar tujuan. Disagregasi berdasarkan periode analisis cenderung menghasilkan kesimpulan yang sama, dimana ekspor lada Indonesia secara konsisten mengalami peningkatan, sementara ekspor dari tiga negara pesaing lainnya mengalami penurunan, kecuali pada periode awal ( ). Untuk seluruh periode analisis, daya saing Indonesia mengalami peningkatan relatif terhadap tiga negara pesaingnya, kecuali pada periode awal ( ) (daya saing India dan Malaysia mengungguli Indonesia). Pada periode , Indonesia hanya mampu meningkatkan daya saing untuk salah satu jenis komoditas lada yang diekspor, sebaliknya India dan Malaysia berhasil meningkatkan daya saing ekspor mereka secara umum, baik untuk lada hitam, maupun lada putih. Namun, untuk periode berikutnya Indonesia mampu meningkatkan daya saingnya secara umum, baik untuk lada hitam, maupun lada putih. Daya saing Brazil selama periode analisis semakin menurun, bahkan terhadap India dan Malaysia, sedangkan Malaysia secara agregat masih mengalami peningkatan daya saing, meskipun dengan besaran parameter yang relatif kecil. Dekomposisi tahap kedua menunjukkan bahwa Indonesia mengkonsentrasikan ekspor lada hitam dan putih dengan pertumbuhan pasar yang relatif cepat. Sebaliknya Brazil dan India hanya mengkonsentrasikan ekspor mereka pada jenis lada tertentu, yaitu hanya untuk lada hitam. 13

8 14 Pengaruh distribusi pasar menunjukkan bahwa pasar Amerika Serikat, MEE, dan Singapura merupakan pasar tujuan yang tepat bagi ekspor lada Indonesia. Brazil dan India lebih mengutamakan ekspor mereka untuk pasar tujuan Amerika dan MEE, sementara Malaysia lebih mengutamakan tujuan ekspornya ke Singapura dan MEE. Sedangkan ekspor lada dari ketiga produsen utama tersebut ke pasar lainnya relatif kecil dan cenderung menurun. Ketimpangan distribusi ekspor yang ditujukan kepada ketiga pasar tersebut ditunjukkan melalui besaran pengaruh distribusi pasar yang bernilai negatif, baik untuk Malaysia, India, dan Brazil, sedangkan untuk Indonesia bernilai positif. Secara keseluruhan Indonesia memiliki daya saing ekspor yang baik, relatif terhadap negara pesaingnya. Secara konsisten, Indonesia mampu meningkatkan ekspornya, baik untuk jenis lada hitam, maupun lada putih. Demikian pula pasar Amerika Serikat, MEE, dan Singapura, hingga saat ini merupakan tujuan ekspor lada Indonesia yang tepat. Berdasarkan nilai substitusi impor, Indonesia dan India akan bersaing di pasar MEE, sementara Indonesia dan Malaysia akan bersaing di pasar Amerika Serikat dan Singapura. Nilai elastisitas substitusi impor antara Indonesia dan Malaysia di pasar Singapura bernilai relatif besar, meskipun tidak elastis. Hal ini berimplikasi bahwa Indonesia perlu memperhatikan lebih serius perkembangan harga lada Malaysia di pasar Singapura. Hasyim (1986) melakukan penelitian mengenai kedudukan komoditi lada Indonesia di pasar internasional. Dalam penelitian ini tidak dibedakan jenis lada nya; lada putih atau lada hitam. Model yang digunakan untuk menjelaskan pasar lada dunia adalah model persamaan simultan kuadrat terkecil dua tahap (two stage least square-2sls). Daya saing lada Indonesia di pasar internasional menggunakan indikator elastisitas substitusi impor bagi negara-negara pengimpor lada. Pasar impor dunia dibagi dalam empat kelompok, yaitu Amerika, Eropa Barat, Eropa Timur, dan Asia-Afrika-Pasifik. Negara pengekspor yang dianalisis adalah Indonesia, Malaysia, Brazil, India, dan negara produsen lainnya. Variabel-variabel eksogen (independen) dalam model penawaran ekspor yang dibangun adalah harga lada dunia yang dideflasi dengan indeks harga (wholesale price) Amerika Serikat pada tahun dasar 1973, jumlah produksi lada negara yang melakukan penawaran ekspor tahun lalu (t-1), areal produktif tanaman lada negara yang melakukan penawaran ekspor, jumlah curah hujan tahunan di negara yang melakukan penawaran ekspor (khusus untuk model penawaran ekspor Indonesia), jumlah stok lada negara yang melakukan penawaran ekspor pada periode dua tahun yang lalu (khusus untuk model penawaran ekspor Indonesia), laju ekspor efektif lada negara yang melakukan penawaran ekspor (khusus untuk model penawaran ekspor Indonesia), pendapatan per kapita penduduk negara yang melakukan penawaran ekspor, dan jumlah penduduk negara yang melakukan penawaran ekspor. Sementara itu, variabel-variabel eksogen (independen) dalam model permintaan impor yang dibangun yaitu harga lada dunia yang dideflasi dengan indeks harga (wholesale price) Amerika Serikat pada tahun dasar 1973, pendapatan per kapita penduduk negara yang melakukan permintaan impor, jumlah penduduk negara yang melakukan permintaan impor, dan jumlah stok lada negara yang melakukan permintaan impor pada periode dua tahun yang lalu (khusus untuk model permintaan impor Amerika Serikat).

9 Hasil penelitian ini menunjukkan: 1) peubah-peubah yang berpengaruh terhadap penawaran ekspor lada Indonesia adalah harga lada dunia, produksi lada tahun lalu, luas areal, curah hujan, laju ekspor efektif, dan pendapatan perkapita; 2) penawaran ekspor lada nonindonesia sangat dipengaruhi oleh jumlah produksi kelompok negara produsen selain dari Indonesia, luas tanaman lada nonindonesia, dan pendapatan per kapita di luar Indonesia; 3) permintaan impor lada Amerika Serikat hanya dipengaruhi oleh besarnya stok lada yang tersedia; 4) permintaan impor lada nonamerika Serikat dipengaruhi oleh harga lada dunia; 5) dalam perdagangan lada internasional, lada Indonesia ternyata berkomplemen dengan Malaysia di wilayah pasar Amerika dan Eropa Timur; 6) Ekspor lada Indonesia dan India bersaing pada seluruh wilayah pasar; 7) persaingan dengan Brazil terjadi di pasaran Eropa Barat dan Asia-Afrika-Pasifik; dan 8) Ekspor lada kelompok negara produsen lain tidak menunjukkan persaingan yang kuat dengan ekspor lada Indonesia. Hendayana dan Darwis (1998) melakukan analisis pangsa pasar lada hitam Indonesia di wilayah pertumbuhan utara (Indonesia, Malaysia, Thailand) dan di pasar lada dunia. Analisis yang digunakan adalah analisis pangsa pasar dengan Partial Adjustment Model (PAM). Variabel-variabel eksogen (independen/bebas) pada model empiris yang dibangun yaitu tingkat harga lada domestik di negara yang bersangkutan, nisbah harga lada dari negara yang bersangkutan terhadap harga lada dunia, waktu berlangsungnya kegiatan ekspor (data series), dan lag pangsa pasar ekspor lada hitam. Sementara itu, sebagai variabel endogen (dependen) nya adalah pangsa ekspor lada dari negara yang bersangkutan terhadap ekspor lada dunia. Hasil analisisnya adalah: (1) pada periode pangsa ekspor lada Indonesia cenderung meningkat dan hal ini tidak terlepas dari kinerja ekspor lada tahun sebelumnya; (2) pangsa ekspor lada Indonesia mempunyai korelasi yang positif dengan nisbah harga lada di pasar dunia, meskipun tidak nyata secara statistik; (3) koefisien elastisitas pangsa pasar terhadap nisbah harga lada dunia pada persamaan Indonesia relatif kecil dibanding Thailand dan Malaysia, baik dalam jangka pendek, maupun jangka panjang, yakni sekitar 0.07 dan 0.013, yang berarti perubahan harga lada dunia terhadap pangsa ekspor lada Indonesia tidak elastis, atau daya saing lada Indonesia di pasar dunia berada di bawah Malaysia dan Thailand; (4) proses penyesuaian terhadap perubahan harga di pasar dunia lebih cepat di Indonesia, diikuti Malaysia dan Thailand. Hal ini menunjukkan bahwa efisiensi mekanisme pasar lada Indonesia berada di atas Malaysia dan Thailand; dan (5) untuk meningkatkan perolehan devisa dari perdagangan lada diperlukan upaya untuk meningkatkan daya saing lada hitam Indonesia antara lain melalui peningkatan kualitas. 15 Pasar dan Daya Saing Komoditi Lainnya Penelitian Suprihatini (2005) mengenai daya saing ekspor teh Indonesia di pasar teh dunia, menggunakan pendekatan Constant Market Share (CMS) seperti yang digunakan Tyers et al. Model CMS tersebut terdiri atas empat komponen, yaitu (1) pertumbuhan standar, (2) pengaruh komposisi komoditas, (3) pengaruh distribusi pasar, dan (4) pengaruh persaingan. Analisis dengan model CMS ini

10 16 menghasilkan kesimpulan bahwa pertumbuhan ekspor teh Indonesia jauh di bawah pertumbuhan ekspor teh dunia, bahkan mengalami pertumbuhan yang negatif. Negara-negara pengekspor teh, selain Indonesia, yang dianalisis pertumbuhan ekspor nya antara lain Vietnam, Cina, Bangladesh, Jerman, India, Jepang, Kenya, Sri Lanka, Uni Emirat Arab, Inggris, dan Amerika Serikat. Jepang adalah negara dengan pertumbuhan ekspor paling tinggi. Jepang, Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Emirat Arab merupakan negara importir teh curah, namun negara-negara tersebut mampu mendapatkan nilai tambah dengan mengolah sebagian dari teh curah yang diimpornya dan mengekspornya kembali dalam bentuk produk-produk hilir teh. Selain itu, negara-negara ini juga mampu mereekspor sebagian kecil dari teh curah yang telah diimpornya karena memiliki jaringan perdagangan teh yang kuat. Oleh sebab itu, Jepang, Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Emirat Arab dimasukkan dalam analisis pasar teh sebagai negara-negara pengekspor berbagai jenis dan produk teh dunia, sekaligus sebagai negara-negara pengimpor teh curah. Adapun, negara-negara tujuan ekspor, yang dianalisis adalah Kanada, Perancis, Jerman, Jepang, Polandia, Federasi Rusia, Inggris, Amerika Serikat, dan sisanya. Pertumbuhan ekspor teh Indonesia yang jauh di bawah pertumbuhan ekspor teh dunia disebabkan karena: (1) komposisi produk teh yang diekspor Indonesia kurang mengikuti kebutuhan pasar (angka komposisi komoditas teh Indonesia bertanda negatif: ); (2) negara-negara tujuan ekspor teh Indonesia kurang ditujukan ke negara-negara pengimpor teh yang memiliki pertumbuhan impor teh tinggi (angka distribusi bertanda negatif: ); dan (3) daya saing teh Indonesia di pasar teh dunia masih lemah (angka faktor persaingan bertanda negatif: ). Untuk meningkatkan pertumbuhan ekspor teh Indonesia, diperlukan upaya peningkatan komposisi produk teh melalui peningkatan ekspor teh Indonesia dalam bentuk produk-produk hilir dan teh hijau curah. Selain itu, diperlukan pula upaya peningkatan pengaruh distribusi pasar. Pada aspek daya saing, posisi daya saing teh Indonesia lebih lemah dibandingkan negara-negara produsen teh lainnya, kecuali Bangladesh. Kustiari (2007) melakukan identifikasi daya saing ekspor kopi Indonesia, identifikasi struktur pasar kopi dunia, analisis integrasi harga antara pasar domestik dan internasional, dan analisis permintaan impor kopi Indonesia. Untuk mengidentifikasi daya saing negara-negara pengekspor kopi berdasarkan perubahan ekspor nya digunakan model CMS (Constant Market Share), sementara identifikasi struktur pasar kopi dunia (kekuatan pasarnya) dilakukan dengan menggunakan model penghargaan untuk pasar dan pemimpin harga (model triopoli dan model triopsoni). Keterkaitan harga di tingkat produsen, pasar domestik, pengekspor, dan di tingkat dunia dianalisis dengan model VECM. Dalam menganalisis permintaan produk kopi Indonesia di pasar dunia digunakan model perdagangan umum Armington. Negara yang melakukan perdagangan dibagi dalam enam kelompok. Pengekspor adalah Brazil, ROW1 (Vietnam, Kolombia, dan Indonesia), dan ROW2 (Guatemala, Peru, India, Ethiopia, Uganda, Honduras, Pantai Gading, dan Mexico). Sedangkan negara pengimpor adalah Uni Eropa (Jerman, Italia, Perancis, Spanyol, Belgia, Inggris, Belanda, Denmark, Portugal, Swedia, Yunani, Finlandia, dan Asutria), Amerika Serikat, dan ROWIM (Jepang, Rusia, Kanada, Polandia, Aljeria, Korea, dan Swiss).

11 Model CMS yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti model CMS oleh Chen dan Duan (1999), yang juga digunakan oleh Susilowati dalam penelitiannya: Dinamika Daya Saing Lada Indonesia. Model penawaran dan permintaan yang dibangun dalam penelitian ini antara lain: (1) permintaan kopi di tiga negara pengimpor, (2) penawaran ekspor dari pengekspor pesaing, (3) permintaan impor yang dihadapi Brazil, (4) penawaran ekspor kopi dunia, (5) permintaan oleh negara pengimpor lainnya, dan (6) permintaan impor kopi dari Uni Eropa. Variabel-variabel eksogen (independen) dalam model permintaan kopi di tiga negara pengimpor yang dibangun yaitu harga kopi di pasar dunia, harga teh (komoditi substitusi), harga cokelat (komoditi substitusi), variabel identifikasi kekuatan pasar (Pwko*T; T merepresentasikan perubahan cita rasa dan kewaspadaan terhadap kesehatan yang dapat mempengaruhi konsumsi kopi), dan pendapatan negara pengimpor. Sementara itu, variabel-variabel eksogen dalam model penawaran ekspor dari pesaing yang dibangun yaitu harga kopi komposit, harga kopi mild kolombia (sebagai substitusi), nilai tukar, suku bunga, stok, pendapatan negara pengekspor. Adapun variabel-variabel eksogen pada model-model lainnya yaitu: (1) model penawaran ekspor kopi dunia: harga dunia, harga kopi mild Kolombia (sebagai substitusi), stok, pendapatan, dan variabel yang mengidentifikasi perbedaan antara keseimbangan pasar persaingan sempurna dan triopsoni jika fungsi penawaran ekspor bergeser (Pwko W *T); (2) model permintaan oleh negara pengimpor lainnya: harga kopi, harga cokelat (komoditi substitusi), harga teh (komoditi substitusi), stok, pendapatan, dan variabel tren waktu untuk merepresentasikan perubahan cita rasa dan kewaspadaan akan kesehatan (T); serta (3) model permintaan impor kopi dari Uni Eropa: harga kopi di Uni Eropa, harga cokelat (komoditi substitusi), harga teh [digunakan peubah beda kala/lag] (komoditi substitusi), stok, dan pendapatan. Variabel-variabel yang dimasukkan dalam model VECM: (1) untuk analisis keterkaitan harga di tingkat produsen dan harga dunia yaitu harga produsen, harga dunia, peubah dummy kuota, peubah dummy bencana frost, dan peubah dummy depresiasi; dan (2) untuk analisis keterkaitan harga di tingkat produsen, pasar domestik, pengekspor, dan harga dunia yaitu harga di tingkat petani, harga di pasar domestik, harga di tingkat pengekspor, dan harga di pasar dunia. Sementara itu, variabel-variabel pada model Armington yaitu pangsa impor (nilai) dari negara j di negara i (variabel dependen), harga kopi dari negara j di negara i (variabel independen), indeks harga kopi di negara i (variabel independen), dan total nilai impor kopi di negara i (variabel independen). Hasil penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan, yaitu: 1) kinerja ekspor kopi Indonesia lebih baik pada masa pasar bebas, dibandingkan dengan pada saat diberlakukannya sistem kuota oleh ICO ( ). Ekspor Indonesia tampak terkonsentrasi di pasar-pasar dengan pertumbuhan yang relatif lambat; 2) posisi daya saing ekspor Indonesia berada pada urutan pertama: hasil analisis CMS perubahan volume ekspor periode , dan urutan ketiga: hasil dekomposisi nilai ekspor, yang artinya dalam jangka pendek perlu prioritas utama dalam hal peningkatan mutu, serta upaya peningkatan produktivitas untuk jangka panjang; 3) struktur pasar kopi dunia mengarah ke pasar persaingan sempurna (hasil analisis model penghargaan untuk pasar). Pangsa pasar Brazil (pengekspor) dan Uni Eropa (pengimpor) yang relatif besar tidak membuat masing-masing 17

12 18 negara tersebut menjadi pemimpin harga di pasar kopi internasional; 4) harga kopi biji di tingkat petani (baik robusta, maupun arabika), terintegrasi dengan harga di pasar internasional. Perubahan harga di pasar dunia ditransmisikan ke harga di tingkat petani secara simetri. Harga kopi robusta menyesuaikan ke keseimbangan jangka panjang relatif lambat karena harga kopi robusta lebih fluktuatif dibandingkan dengan harga kopi arabika, sehingga risiko perubahan dalam perdagangan kopi robusta lebih tinggi dibandingkan arabika. 5) permintaan kopi biji Indonesia di pasar Amerika Serikat, Perancis, dan Italia bersifat sangat elastis. Permintaan kopi arabika Indonesia di Italia dan permintaan kopi robusta Indonesia di Amerika Serikat, Jerman, Jepang, dan Singapura bersifat elastis. Amerika Serikat adalah pasar yang potensial untuk meningkatkan ekspor kopi robusta, sedangkan Italia adalah pasar yang prospektif untuk meningkatkan volume ekspor kopi arabika (berdasarkan pangsa pasar yang cenderung meningkat di pasar yang tumbuh relatif cepat dan permintaan yang bersifat elastis); dan 6) permintaan impor kopi sangrai Indonesia di Jepang, Malaysia, Kanada, Perancis, dan Inggris bersifat elastis. Permintaan kopi terlarut Indonesia di Jepang, Malaysia, dan Rusia juga elastis. Hanya di Malaysia yang pangsa pasarnya cenderung meningkat, serta pertumbuhan permintaan impornya relatif cepat, sehingga Indonesia berpeluang untuk meningkatkan ekspor kopi sangrai dan kopi terlarut, pada jangka pendek, ke negara tersebut. Rifin (2010) menganalisis posisi minyak kelapa sawit Indonesia di pasar dunia dengan membangun persamaan permintaan dua-tahap (two stage demand equation). Persamaan pertama menganalisis permintaan dunia tanpa mempertimbangkan sumber produknya. Sementara itu, persamaan kedua menganalisis permintaan dunia dengan mempertimbangkan sumber produknya menggunakan pendekatan AIDS (the Almost Ideal Demand System). Negara sumber impor yang dianalisis adalah Indonesia, Malaysia, dan ROW (Rest of the World). Variabel-variabel pada persamaan permintaan tahap pertama yaitu world import (variabel dependen), real world palm oil price (variabel independen), real palm oil substitute price (variabel independen), dan real world GDP per capita (variabel independen). Sedangkan variabel-variabel pada persamaan permintaan tahap kedua (model AIDS) yaitu share of import source in the world market (variabel dependen), price of palm oil (variabel independen), expenditure (variabel independen), dan corrected stone price index (variabel independen). Hasil analisisnya menunjukkan bahwa peningkataan permintaan minyak kelapa sawit dunia, pada umumnya, disebabkan oleh peningkatan pendapatan dunia. Selain itu, produk-produk minyak kelapa sawit dari Indonesia dan Malaysia lebih ke saling berkomplemen, dari pada bersaing. Oleh sebab itu, Indonesia dan Malaysia seharusnya bekerjasama dalam rangka untuk meningkatkan permintaan minyak kelapa sawit dunia di masa yang akan datang.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lada atau pepper (Piper nigrum L) disebut juga dengan merica, merupakan jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting diantara rempah-rempah lainnya; sehingga seringkali disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. penting diantara rempah-rempah lainnya; sehingga seringkali disebut sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar dalam mengembangkan ekspor produk pertanian, khususnya komoditas dari subsektor perkebunan. Besarnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang cukup besar di dunia. Pada masa zaman pemerintahan Hindia-Belanda, Indonesia merupakan negara terkenal yang menjadi pemasok hasil

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia Komoditi perkebunan Indonesia rata-rata masuk kedalam lima besar sebagai produsen dengan produksi tertinggi di dunia menurut Food and agriculture organization (FAO)

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI KABUPATEN BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI KABUPATEN BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI KABUPATEN BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SKRIPSI KRISTIAWAN HADINATA GINTING H34060943 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas Areal Tanaman Perkebunan Perkembangan luas areal perkebunan perkebunan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pengembangan luas areal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Industri teh mampu memberikan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Kolombia. Dari total produksi, sekitar 67 persen kopinya diekspor sedangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang. melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang. melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian merupakan sektor yang penting dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia merupakan negara produsen

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena pengusahaannya dimulai dari kebun sampai

Lebih terperinci

STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING LADA PUTIH INDONESIA MELALUI ANALISIS PENAWARAN EKSPOR DAN PERMINTAAN IMPOR LADA PUTIH DUNIA

STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING LADA PUTIH INDONESIA MELALUI ANALISIS PENAWARAN EKSPOR DAN PERMINTAAN IMPOR LADA PUTIH DUNIA STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING LADA PUTIH INDONESIA MELALUI ANALISIS PENAWARAN EKSPOR DAN PERMINTAAN IMPOR LADA PUTIH DUNIA EDIZAL Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Trdinanti Palembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari aktivitas perdagangan international yaitu ekspor dan impor. Di Indonesia sendiri saat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan kegiatan ekonomi pedesaan melalui pengembangan usaha berbasis pertanian. Pertumbuhan sektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi ekonomi dalam perdagangan dan investasi menawarkan banyak peluang dan tantangan bagi agribisnis perkebunan di Indonesia. Kopi merupakan salah satu

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12.

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12. 54 V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA 5.1 Perkembangan Produksi Teh Indonesia Perkembangan produksi teh Indonesia selama 1996-2005 cenderung tidak mengalami perubahan yang begitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian dari waktu ke waktu semakin meningkat. Lada merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN 5.1 Komoditas Perkebunan Komoditi perkebunan merupakan salah satu dari tanaman pertanian yang menyumbang besar pada pendapatan nasional karena nilai ekspor yang tinggi

Lebih terperinci

VI. STRUKTUR PASAR DAN PERSAINGAN KOMODITI TEH DI PASAR INTERNASIONAL. 6.1 Analisis Struktur Pasar dan Persaingan Komoditi Teh Hijau HS

VI. STRUKTUR PASAR DAN PERSAINGAN KOMODITI TEH DI PASAR INTERNASIONAL. 6.1 Analisis Struktur Pasar dan Persaingan Komoditi Teh Hijau HS 65 VI. STRUKTUR PASAR DAN PERSAINGAN KOMODITI TEH DI PASAR INTERNASIONAL 6.1 Analisis Struktur Pasar dan Persaingan Komoditi Teh Hijau HS 090210 Komoditi teh dengan kode HS 090210 merupakan teh hijau yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan perdagangan internasional. Salah satu kegiatan perdagangan internasional yang sangat penting bagi keberlangsungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih menjadi salah satu primadona Indonesia untuk jenis ekspor non-migas. Indonesia tidak bisa menggantungkan ekspornya kepada sektor migas saja sebab

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan perekonomian nasional dan menjadi sektor andalan serta mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA 36 III. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian terdahulu menunjukkan perkembangan yang sistematis dalam penelitian kelapa sawit Indonesia. Pada awal tahun 1980-an, penelitian kelapa sawit berfokus pada bagian hulu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan negara karena setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak di kawasan Asia Tenggara dan berada di sekitar garis khatulistiwa, sehingga memberikan cuaca tropis. Posisi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan adalah subsektor perkebunan. Sebagai salah satu subsektor yang penting dalam sektor pertanian,

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR. Oleh : Achmad Husni Malian Bambang Irawan Hendiarto, Budi Wiryono, Saktyanu K. Dermoredjo Chairul Muslim Sjaiful Bahri

LAPORAN AKHIR. Oleh : Achmad Husni Malian Bambang Irawan Hendiarto, Budi Wiryono, Saktyanu K. Dermoredjo Chairul Muslim Sjaiful Bahri LAPORAN AKHIR PROSPEK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING DAN EKSPOR BERDASARKAN PERMINTAAN JENIS PRODUK KOMODITAS PERKEBUNAN UTAMA Oleh : Achmad Husni Malian Bambang Irawan Hendiarto,

Lebih terperinci

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 59 V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 5.1. Perkembangan Rumput Laut Dunia Rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang dapat diandalkan, mudah dibudidayakan dan mempunyai prospek

Lebih terperinci

DAYA SAING EKSPOR TEH INDONESIA DI PASAR TEH DUNIA

DAYA SAING EKSPOR TEH INDONESIA DI PASAR TEH DUNIA DAYA SAING EKSPOR TEH INDONESIA DI PASAR TEH DUNIA Rohayati Suprihatini Lembaga Riset Perkebunan Indonesia Jl. Salak 1A Bogor 16151 ABSTRACT The purposes of this study was to analyze competitive position

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT 27 5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit yang menjadi salah satu tanaman unggulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil rempah utama di dunia. Rempah yang dihasilkan di Indonesia diantaranya adalah lada, pala, kayu manis, vanili, dan cengkeh. Rempah-rempah

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN INTEGRASI PASAR EKSPOR LADA HITAM DAN LADA PUTIH DI DAERAH PRODUKSI UTAMA

STRUKTUR DAN INTEGRASI PASAR EKSPOR LADA HITAM DAN LADA PUTIH DI DAERAH PRODUKSI UTAMA STRUKTUR DAN INTEGRASI PASAR EKSPOR LADA HITAM DAN LADA PUTIH DI DAERAH PRODUKSI UTAMA ADIMESRA DJULIN DAN A. HUSNI MALIAN Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Badan Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK LADA 2015 OUTLOOK LADA

ISSN OUTLOOK LADA 2015 OUTLOOK LADA ISSN 1907-1507 OUTLOOK LADA 2015 OUTLOOK LADA Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK LADA ii

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI

KERANGKA PENDEKATAN TEORI II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Lada Menurut Sarpian (Lilik Wuriyanto, 2012) tanaman lada merupakan salah satu tanaman perkebunan yang telah lama dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang telah di ekspor

BAB I PENDAHULUAN. Kopi Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang telah di ekspor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang telah di ekspor ke pasar dunia. Dari total produksi kopi yang dihasilkan oleh Indonesia, sekitar 67% kopinya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya perdagangan bebas ini, persaingan bisnis global membuat masing-masing negera terdorong untuk melaksanakan perdagangan internasional. Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang tepat untuk

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab V. GAMBARAN UMUM 5.1. Prospek Kakao Indonesia Indonesia telah mampu berkontribusi dan menempati posisi ketiga dalam perolehan devisa senilai 668 juta dolar AS dari ekspor kakao sebesar ± 480 272 ton pada

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder selama enam tahun pengamatan (2001-2006). Pemilihan komoditas yang akan diteliti adalah sebanyak lima komoditas

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1. Pengaruh harga dunia minyak bumi dan minyak nabati pesaing terhadap satu jenis minyak nabati ditransmisikan melalui konsumsi (ket: efek subsitusi) yang selanjutnya

Lebih terperinci

Teknologi Pertanian Sehat Kunci Sukses Revitalisasi Lada di Bangka Belitung

Teknologi Pertanian Sehat Kunci Sukses Revitalisasi Lada di Bangka Belitung Teknologi Pertanian Sehat Kunci Sukses Revitalisasi Lada di Bangka Belitung Oleh: Agus Wahyudi (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (Sumber : SINAR TANI Edisi 17 23 November 2010)

Lebih terperinci

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia 41 V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT 5.1. Perkembangan Produksi dan Ekspor Rumput Laut Dunia 5.1.1. Produksi Rumput Laut Dunia Indonesia dengan potensi rumput laut yang sangat besar berpeluang menjadi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan Negara Agraris. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan Negara Agraris. Hal ini dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terkenal dengan sebutan Negara Agraris. Hal ini dapat ditunjukkan dengan besarnya luas lahan yang digunakan untuk pertanian dan perkebunan. Dari seluruh luas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar dalam I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar dalam mengembangkan ekspor produk pertanian, khususnya komoditas dari subsektor perkebunan. Besarnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas lahan yang digunakan untuk pertanian. Dari seluruh luas lahan yang ada di Indonesia, 82,71

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah dan kondisi alam yang subur untuk pertanian. Sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

ANALISIS POSISI EKSPOR KOPI INDONESIA DI PASAR DUNIA EXPORT POSITION ANALYSIS OF COFFEE INDONESIA IN THE WORLD MARKET

ANALISIS POSISI EKSPOR KOPI INDONESIA DI PASAR DUNIA EXPORT POSITION ANALYSIS OF COFFEE INDONESIA IN THE WORLD MARKET ANALISIS POSISI EKSPOR KOPI INDONESIA DI PASAR DUNIA EXPORT POSITION ANALYSIS OF COFFEE INDONESIA IN THE WORLD MARKET Desi Ratna Sari 1, Ermi Tety 2, Eliza 2 Department of Agribussiness, Faculty of Agriculture,

Lebih terperinci

ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN LADA PUTIH INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL. Oleh : Dizy Soebtrianasari A

ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN LADA PUTIH INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL. Oleh : Dizy Soebtrianasari A ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN LADA PUTIH INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Oleh : Dizy Soebtrianasari A 14105533 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Tanaman perkebunan merupakan salah satu komoditas yang bisa diandalkan sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman perkebunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

Pe n g e m b a n g a n

Pe n g e m b a n g a n Potensi Ekonomi Kakao sebagai Sumber Pendapatan Petani Lya Aklimawati 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 9 Jember 68118 Petani kakao akan tersenyum ketika harga biji kakao

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teh ditemukan sekitar tahun 2700 SM di Cina. Seiring berjalannya waktu, teh saat ini telah ditanam di berbagai negara, dengan variasi rasa dan aroma yang beragam. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia adalah komoditas kopi. Disamping memiliki peluang pasar yang baik di dalam negeri maupun luar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mengandalkan sektor migas dan non migas sebagai penghasil devisa. Salah satu sektor non migas yang mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia selalu berusaha untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. Pembangunan ekonomi dilaksanakan

Lebih terperinci

PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA. Makalah. Disusun Oleh : Imam Anggara

PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA. Makalah. Disusun Oleh : Imam Anggara PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Makalah Disusun Oleh : Imam Anggara 11.12.5617 11.S1SI.04 STMIK AMIKOM Yogyakarta 2012-03-16 KATA PENGANTAR Makalah ini mengangkat judul tentang Peluang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini pengembangan sektor pertanian di Indonesia masih tetap strategis.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini pengembangan sektor pertanian di Indonesia masih tetap strategis. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini pengembangan sektor pertanian di Indonesia masih tetap strategis. Indonesia memiliki wilayah daratan yang sangat luas ditunjang oleh iklim tropis yang sangat cocok

Lebih terperinci

IX. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. 1) Simpulan

IX. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. 1) Simpulan IX. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 1) Simpulan 1) Perdagangan Tuna Indonesia di Pasar Dunia, Jepang, USA, dan Korea Selatan : a. Peringkat Indonesia sebagai eksportir tuna baik secara total maupun berdasarkan

Lebih terperinci

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN 6.1. Hasil Pendugaan Model Ekonomi Pupuk dan Sektor Pertanian Kriteria pertama yang harus dipenuhi dalam analisis ini adalah adanya kesesuaian

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN PERKEBUNAN

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN PERKEBUNAN Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN PERKEBUNAN Pusat Data Dan Informasi Pertanian Departemen Pertanian 2007 Pusat Data dan Informasi Pertanian i » Outlook Komoditas Perkebunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Sebagian besar produksi kopi di Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Sebagian besar produksi kopi di Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas unggulan dalam subsektor perkebunan di Indonesia karena memiliki peluang pasar yang baik di dalam negeri maupun luar negeri. Sebagian

Lebih terperinci

ANALISIS PERDAGANGAN BIJI KAKAO INDONESIA

ANALISIS PERDAGANGAN BIJI KAKAO INDONESIA 9 # ts ANALISIS PERDAGANGAN BIJI KAKAO INDONESIA DI PASAR DOMESTIK DAN INTERNASIONAL OIeh SOHAR THOMAS GUBTOM A26.0308 JURUSAN ILMU-ILMU SOSlAL EKONOMI PERTAIPIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTAWlAfU

Lebih terperinci

ANALISIS PERDAGANGAN BIJI KAKAO INDONESIA

ANALISIS PERDAGANGAN BIJI KAKAO INDONESIA 9 # ts ANALISIS PERDAGANGAN BIJI KAKAO INDONESIA DI PASAR DOMESTIK DAN INTERNASIONAL OIeh SOHAR THOMAS GUBTOM A26.0308 JURUSAN ILMU-ILMU SOSlAL EKONOMI PERTAIPIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTAWlAfU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Hal ini didorong oleh semakin meningkatnya hubungan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: 1) Industri kopi olahan kelas kecil (Home Industri), pada industri ini

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: 1) Industri kopi olahan kelas kecil (Home Industri), pada industri ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki wilayah pertanian yang sangat luas dengan sebagian besar dari angkatan kerja dan kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI INDONESIA FACTORS THAT INFLUENCE THE PRODUCTION OF PEPPER IN INDONESIA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI INDONESIA FACTORS THAT INFLUENCE THE PRODUCTION OF PEPPER IN INDONESIA 1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI INDONESIA FACTORS THAT INFLUENCE THE PRODUCTION OF PEPPER IN INDONESIA Hamdani 1), Ermi Tety 2), Eliza 2) Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

KOPI ANDALAN EKSPOR INDONESIA

KOPI ANDALAN EKSPOR INDONESIA JURNAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN ISSN : 2337-9572 MARKET INTELLIGENCE KOPI ANDALAN EKSPOR INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN RI

Lebih terperinci

DAMPAK BERBAGAI ALTERNATIF KEBIJAKAN TERHADAP ARUS PERDAGANGAN LADA PUTIH INDONESIA DI PASAR IMPOR LADA PUTIH DUNIA

DAMPAK BERBAGAI ALTERNATIF KEBIJAKAN TERHADAP ARUS PERDAGANGAN LADA PUTIH INDONESIA DI PASAR IMPOR LADA PUTIH DUNIA DAMPAK BERBAGAI ALTERNATIF KEBIJAKAN TERHADAP ARUS PERDAGANGAN LADA PUTIH INDONESIA DI PASAR IMPOR LADA PUTIH DUNIA EDIZAL Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Tridinanti Palembang Jalan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Seperti yang telah dijelaskan pada Bab IV, model integrasi pasar beras Indonesia merupakan model linier persamaan simultan dan diestimasi dengan metode two stage least squares

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Tanaman Karet Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai iklim dan hawa yang sama panasnya dengan negeri kita, karena itu karet mudah

Lebih terperinci

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN 143 V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN 1989-2008 Tujuan penelitian pertama yaitu mengetahui posisi daya saing Indonesia dan Thailand dalam mengekspor udang ketiga pasar utama akan dilakukan menggunakan

Lebih terperinci