BAB IV POTENSI PENERAPAN SISTEM DELIVERY DESIGN-BUILD PADA PROYEK JALAN NASIONAL DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV POTENSI PENERAPAN SISTEM DELIVERY DESIGN-BUILD PADA PROYEK JALAN NASIONAL DI INDONESIA"

Transkripsi

1 BAB IV POTENSI PENERAPAN SISTEM DELIVERY DESIGN-BUILD PADA PROYEK JALAN NASIONAL Pada bab 2 dan bab 3 telah coba dilakukan kajian tentang sistem penyelenggaraan dan organisasi penyelenggara jalan nasional ; dan sistem delivery serta peraturan-peraturan yang berlaku. Kajian tersebut merupakan bentuk mendasar dari kajian potensi penerapan sistem delivery Design-Build pada proyek jalan nasional untuk memberikan pemahaman serta jalur yang tepat untuk mengkaji sistem penerapannya. Pada bab ini akan dilakukan kajian tentang potensi penerapan sistem delivery Design-Build pada proyek jalan nasional sehingga dapat diketahui apakah sistem delivery Design-Build dapat menjadi salah satu alternatif dalam menyelesaikan permasalahan infrastruktur jalan nasional dan bagaimana sistem ini dapat diterapkan. 4.1 SISTEM DELIVERY DESIGN-BUILD Sistem delivery DB merupakan salah satu inovasi dalam perkembangan sistem delivery. Sistem delivery ini memberikan peran yang lebih banyak kepada pihak swasta (pihak konsultan dan kontraktor) untuk dapat melakukan kegiatan konstruksi dan berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur umum, khususnya infrastruktur jalan. Swasta sebagai perencana sekaligus pelaksana konstruksi mempunyai tanggung jawab yang mutlak atas kegiatan konstruksi yang berlangsung. Peran pemerintah hanya sebagai pemilik bangunan/konstruksi. Keuntungan dari penerapan sistem ini bagi pemerintah dan

2 swasta adalah swasta semakin berkembang dengan adanya kebebasan untuk melakukan inovasi dan kreatifitas dalam pelaksanaan konstruksi. Sedangkan bagi pemerintah, peerintah tidak lagi dibebani dengan tanggung jawab dan resiko yang besar terhadap pelaksanaan konstruksi, sehingga dapat fokus sebagai penentu kebijakan pembangunan. Dengan adanya pembagian peran yang baik antara pemerintah dan swasta, serta didukung dengan adanyaa masyarakat sebagai pengontrol setiap kegiatan konstruksi oleh pemerintah, maka kegiatan konstruksi harus dilakukan secara terbuka dan transparan. Sistem delivery DB menuntut setiap pelaku pelaksana konstruksi untuk dapat semakin kreatif dan inovatif dalam melaksanakan kegiatan konstruksi. Untuk itu, diperlukan juga peningkatan kualitas sumber daya manusia yang mengerjakannya. Adanya asosiasi profesi, asosiasi perusahaan, LSM, dan anggota masyarakat profesional lainnya harus turut menjamin adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia pelaksana konstruksi, dan berperan sebagai kontrol pemerintah dalam penentuan kebijakan. Dengan adanya keterbukaan dalam prosess konatruksi dan berjalannya peran dari setiap pelaku sistem yang ada, maka diharapkan akan tercipta good governancee dalam pembangunan nasional Indonesia. Sistem Delivery Design-Build dianggap oleh banyak pihak sebagai salah satu yang paling menjanjikan inovasi untuk membangun infrastruktur jalan raya lebih cepat dan murah tanpa mengorbankan kualitas produk. Namun demikian, dalam perkembangan konstruksi di Negara Indonesia, Sistem Delivery Design-Build adalah metode yang relatif jarang digunakan. Hal ini dikarenakan Sistem Delivery DB dianggap: Mengubah peran dan hubungan antara perencana proyek konstruksi dan kontraktor, yang mungkin berdampak pada semakin terbuakanya peluang perencana untuk berinovasi terkait dengan pemeriksaan konstruksi dan pekerjaan. 4-2

3 Perluasan kriteria seleksi untuk menyertakan lebih dari sekedar biaya awal dalam pemilihan design-builder. Kriteria teknis lebih diperhitungkan dalam pemilihannya. Menempatkan penekanan pada pemberian kontrak untuk kedua desain dan fase konstruksi proyek pembangunan, dengan cara percepatan waktu yang tersedia untuk pengumpulan dana pembangunan jalan raya. Memberikan kesempatan yang lebih besar bagi perusahaan-perusahan konstruksi besar untuk bersaing pada proyek-proyek, sehingga berpotensi mengurangi peluang untuk perusahaan-perusahaan kecil. Mempersulit pemanfaatan harga pembayaran karena jumlah survei yang tidak dapat diselesaikan sebelum penyerahan kontrak. Memicu kendala hukum atau peraturan negara dan pemerintah daerah yang harus ditinjau ulang sehingga pendekatan dapat diterapkan secara lebih luas. (sumber: USDOT - Federal Highway Administration) Namun demikian, semua anggapan ini merupakan hal-hal yang dapat ditinjau ulang kembali, demi penerapann sistem delivery DB yang optimal sehingga dapat menjadi alternatif dari sistem delivery konvensional (DBB). Beberapa lembaga mengajukan kriteria yang berbeda-beda tentang jenis pekerjaan konstruksi yang dapat menggunakan Sistem Delivery DB, antara lain : 1. Tergantung dari tujuan pelaksanaan pekerjaan konstruksi tersebut 2. Hanya digunakann pada pekerjaan konstruksi yang Right of way-nya telah ditentukan, utility sudah jelas serta isu-isu lingkungan tidak lagi menghambat. 3. Tidak ada kriteria khusus, hanya pendekatan perkasus saja tergantung waktu penyelesaian, besaran pekerjaan, jenis proyek, serta besaran biayanya. 4. NAVFAC (Naval Facilities Engineering Command) mendefinisikan bahwa hanya untuk pekerjaan konstruksi yang memenuhi kriteria sebagai berikut : Lingkup proyek telah terdefinisi dengan baik 4-3

4 Nilai proyek cukup untuk berkompetisi. Lokasi proyek, persyaratan, keamanan, atau faktor-faktor lainnya tidak akan membatasi kompetisi berlebihan. Metode pembebasan tanah yang berbeda tidak akan mempengaruhi harga, biaya dan waktu, secara keseluruhan. Perencanaan dan spesifikasi bersifat spesifik sehingga tidak dapat digunakan untuk proyek lain. (Sumber: USDOT - Federal Highway Administration) Sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah disebutkan di atas, Sistem Delivery DB adalah metode yang akan dibatasi penggunaannya pada proyek-proyek khusus. Kriteria yang berorientasi pada manfaat adalah secara tipikal digunakan untuk menentukan proyek-proyek mana yang nampaknya akan paling mungkin diusulkan untuk DB. Sebagai contoh, di negara-negara yang telah banyak menggunakan metode DB (misalnya Florida), pekerjaan konstruksi pembangunan jalan baru dan pekerjaan pelebaran jalan adalah pekerjaan yang paling sering menggunakan sistem DB. Sehingga, dengan melihat dari contoh kasus pada negara-negara tersebut dan kecenderungan penggunaannya, metode DB dirasakan akan memiliki peluang yang cukup baik untuk digunakan di Negara Indonesia sebagai alternatif dan pelengkap metode konvensional khususnya pada pekerjaan pembangunan jalan nasional. Sasaran proyek, manfaat dan risiko yang mungkin terjadi, harus secara hati-hati dipertimbangkan untuk menentukan apakah DB adalah metode yang sesuai. Demikian juga dengann proyek-proyek yang diusulkan, harus diuji dengan persyaratan yang tidak biasa atau unik yang bisa secara efektif ditangani oleh satu perusahaan. Proyek DB harus secara normal cocok dengan satu atau lebih dari kategori berikut ini: Proyek darurat dimana desain dan konstruksi perlu untuk dipercepat demi kepentingan umum. 4-4

5 Proyek dengan isu-isu pengkonstruksian yang kompleks. Proyek yang tidak biasa yang tidak mungkin dilaksanakan dengan prosedur DBB. (Sumber: USDOT-Federal Highway Administration) Secara umum tujuan dari Sistem Delivery Design-Build pada proyek jalan nasional di Indonesia adalah untuk melakukan proses konstruksi yang lebih cepat, biaya konstruksi yang lebih sedikit, koordinasi yang efektif dan dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit dibandingkan dengan metode DBB yang konvensional. Tujuan inii nampaknya akan tercapai, namun bagaimanapun, hal ini hanya jika karakteristik tertentu digunakan dalam proses pemilihan. Secara umum dapat dikatakan bahwa karakteristik tersebut terdiri dari biaya proyek, jadwal proyek, dan kondisi lingkungan. Selain karakteristik-karakteristik yang telah disebutkan di atas, penerapan Sistem Delivery DB pada pembangunan jalan nasional juga akan membutuhkan peninjauan ulang terlebih dahulu akan berbagai aspek. Aspek-aspek tersebut diantaranya adalah aspek teknis, aspek procurement, aspek organisasi, dan aspek peraturan. Peninjauan terhadap aspek-aspek tersebut perlu dilakukan demi lancarnya keberlangsungan penggunaan sistem DB ini serta untuk memastikan bahwa peluang diterapkannya Sistem Delivery DB merupakan alternatif yang baik. Peninjauan terhadap aspek teknis yang dimaksud adalah tentang bagaimana secara teknis sistem delivery DB ini diterapkan. Hal ini berkaitan dengan sistem kontrol yang perlu dilakukan, karena sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, DB adalah sistem delivery yang sedikit berbeda dengan sistem delivery DBB (konvensional) karena dilakukannya perencanaan (Design) dan konstruksi (Build) oleh satu perusahaan, sehingga kontrol terhadap input (kebutuhan) dan output (hasil konstruksi) senantiasa menjadi hal penting yang perlu ditinjau. 4-5

6 Peninjauan terhadap aspek procurement merupakan peninjauan terhadap berbagai kebijakan dan langkah-langkah yang wajib dilakukan dalam proses procurement. Proses ini dimulai dari tahap pemikiran/ide proyek hingga sampai adanya kesepakatan akhir/kontrak. Peninjauan terhadap aspek organisasi lebih menitik beratkan padaa koordinasi antar pihak yang terlibat. Hal ini merupakan akibat dari penyatuan kedua proses kegiatan konstruksi yang tentunya juga harus didukung dengan penyatuan kedua pihak, pelaku kedua proses tersebut. Penyatuan ini bukan berarti bahwa harus menjadi satu badan, tetapi lebih ke masalah kordinasi. Peninjauan terhadap aspek paraturan merupakan hal yang penting dalam penerapan sistem delivery DB karena peraturan merupakan payung hukum keberlangsungan suatu sistem. Hal ini tentu saja berkaitan erat dengan semua peraturan yang berhubungan dengan sistem pengadaan jasa konstruksi. Dimana peraturan-peraturan tersebut masih belum sepenuhnya mendukung sistem delivery DB karena peraturan-peraturan tersebut masih mendukung pelaksanaan sistem delivery DBB (Design-Bid-Build) dimana antara perencanaan dan pelaksanaan konstruksi dilakukan secara terpisah. 4.2 PELUANG DAN TANTANGAN SISTEM DELIVERY DESIGN-BUILD DALAM PENERAPANNYA PADA PROYEK JALAN NASIONAL Sistem delivery Design-Build merupakan salah satu jenis sistem delivery yang dapat digunakan pada berbagaii proyek konstruksi. Dalam pelaksanaannya, sistem delivery ini berhasil digunakan pada proyek konstruksi gedung dan semakin meningkat tren penggunaannya di beberapa negara. Pada beberapa tahun terakhir, sistem delivery Design-Build dikembangkan penggunaannya sebagai salah satu sistem delivery pada proyek jalan dan jembatan. Hal itu dimungkinkan, karena semakin tingginya 4-6

7 kebutuhan akan sistem delivery yang semakin efektif dan efisien dalam kegiatan konstruksi jalan dan jembatan. Sistem delivery Design-Build ini merupakan bentuk inovasi dari sistem delivery Design-Bid-Build dan diharapkan penggunaannya dapat menjadi alternatif lain dari sistem delivery DBB, bukan sebagai penggantinya. Tabel 4.1. Peluang dan Tantangan Penerapan Sistem Delivery Design-Build 1. Resiko terjadinya kesalahan proyek lebih kecil. 2. Peluang melakukan inovasi semakin besar. 3. Mempermudah koordinasi dan pengambilan keputusan. Peluang 4. Tanggung jawab yang jelas dan pembagian resiko yang adil. 5. Penghematan biaya konstruksi. 6. Waktu konstruksi yang semakin cepat. 7. Efisiensi tenaga kerja. 1. Resiko terjadinya kesalahan proyek lebih kecil. Tantangan 2. Peluang melakukan inovasi semakin besar. 3. Persaingan yang terbatas bagi design-builder PELUANG SISTEM DELIVERY DESIGN-BUILD Sistem delivery Design-Build ini menggabungkan antara desainer dan kontraktor dalam satu wadah (kesepakatan) sehingga dalam pekerjaannya tentu akan semakin mempermudah koordinasi keduanya. Sistem delivery ini hanya mempunyai dua pihak utama, yaitu pemilik dan design-builder. Hubungan kontrak yang terjadi hanya diantara kedua pihak tersebut. Berikut beberapa peluang dari penerapan sistem delivery Design-Build pada proyek jalan nasional : Resiko terjadinya kesalahan proyek lebih kecil. Dengan penyatuan kedua proses ini, maka dapat dilakukan tinjauan desain lebih awal, disesuaikan dengan kondisi yang 4-7

8 terjadi di lapangan, sehingga kemungkinan terjadi kekeliruan dalam proses desain akan semakin kecil. Dengan melakukan peninjauan desain lebih awal, sebelum desain akhir selesai, maka sangat dimungkinkan untuk melakukan pengembangan desain. Peluang melakukan inovasi semakin besar. Inovasi dapat dilakukan baik dalam proses desain maupun pelaksanaan konstruksi. Inovasi dalam proses desain dapat dilakukan dengan mempertimbangkan proses pelaksanaan konstruksi, sesuai dengan kondidi nyata di lapangan. Pada proses pelaksanaan konstruksi dapat dilakukan inovasi dalam berbagai hal, antara lain yaitu metode konstruksi, peralatan yang digunakan hingga pemakaian bahan. Mempermudah koordinasi dan pengambilan keputusan. Sistem delivery Design-Build memberikan kesempatan lebih bagi desainer dan kontraktor dalam melakukan koordinasi. Pengambilan keputusan dalam setiap kegiatan akan lebih mudah karena berada dalam satu badan yang sama sehingga tidak banyak waktu dan biaya yang terbuang, terutama jika dalam kondisi yang mendesak. Tanggung jawab yang jelas dan pembagian resiko yang adil. Sistem delivery DB hanya terdapat satu kesepakatan antara, pemilik dan desain-builder sehingga hal ini sangat menguntungkan. Dengan hanya dua pihak yang terlibat, maka tanggung jawab dan resiko yang diterima kedua belah pihak akan sangat jelas, sesuai dengan kesepakatan. Tidak adaa kesan lempar tanggung jawab jika terjadi kegagalan konstruksi karena hanya satu badan yang bertanggung jawab atas proses desain dan pelaksanaan konstruksi. Berbeda dengan sistem delivery DBB yang terdapat tiga pihak utama, yaitu pemilik, desainer, dan kontraktor. Resiko yang ditanggung oleh pemilik sangat besar karena harus melakukan dua kesepakatan dengan dua pihak yang berbeda. Jika terjadi kegagalan konstruksi, maka biasanya akan saling lempar kesalahan dan tanggung jawab antara kontraktor dan desainer/konsultan perencana dan pihak yang sangat dirugikan adalah pemilik. 4-8

9 Penghematan biaya konstruksi. Jika dalam sistem delivery DBB, estimasi biaya dilakukan pada saat desain, sesuai dengan kemajuan desain. Terdapat estimasi biaya pada saat desain selesai sekian persen hingga desain akhir. Dan penetapan biaya dilakukan saat tender kontraktor berakhir. Sedangkan dengan sistem delivery DB, dengan penggunaan metode harga tetap, maka biaya konstruksi dapat diketahui sejak awal. Dari harga yang telah ditetapkan tersebut maka desain dan konstruksi dapat disesuaikan. Penyesuaian dapat dilakukan dengan penggunaan metode dan alat konstruksi serta bahan konstruksi yang sesuai dengan harga. Resikonya dari penggunaan metode tersebut adalah bangunan tersebut tidak padaa kualitas terbaik, tetapi hal tersebut dapat menghemat biaya konstruksi. Selain itu, penghematan biaya konstruksi juga karena komunikasii yang efisien dan terintegrasi antara seluruh anggota team proyek. Sehingga lebih sedikit perubahan dan pekerjaan ekstra akibat lebih lengkapnya data dan identifikasi sebelumnya serta pengurangan kesalahan lain yang mungkin muncul pada tahap konstruksi. Koordinasi pada tahap perencanaan (desain) dan konstruksi juga mengurangi kemungkinan terjadinyaa penuntutan secara hukum (claims and litigations), yang biasa terjadi antara desainer dan kontraktor, setelah proyek selesai karena masalah telah diselesaikan oleh team work DB. Waktu konstruksi yang semakin cepat. Proses yang dibutuhkan suatu proyek untuk menghasilkan bangunan yang diharapkan dapat semakin cepat. Hal ini dimungkinkan dengan adanya pengerjaan proses perencanaan dan pelaksanaan yang dapat dilakukan hampir bersamaan (overlapping). Adanya satu badan yang membawahi desain dan konstruksi juga dapat menghindarkan perselisihan antara desainer dan kontraktor, yang biasanya memakan waktu. Efisiensi tenaga kerja. Dengan dibawah satu badan, tidak diperlukan lagi proses peninjauan ulang kembali oleh pihak kontraktor sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengatur proyek dapat ditekan. Begitu juga bagi pemilik, proses tender yang hanya satu kali akan menekan kebutuhan pekerja. Selain itu, pemilik 4-9

10 (Departemen Pekerjaan Umum) hanya melakukan tugas dan perannya sebagai penentu kebijakan, bukan sebagai pelaksana, sehingga keperluan tenaga kerja yang diperlukan juga semakin sedikit (efisien). (Sumber: Texas Department of Transportation, 2001) TANTANGAN SISTEM DELIVERY DESIGN-BUILD Sulitnya jaminan atas kontrol kualitas. Pada sistem delivery DBB, kontrol terhadap kualitas dilakukan dengan mengacu pada gambar kerja dan spesifikasi teknis. Sedangkan pada sistem delivery DB, hal tersebut tidak dapat dilakukan karena pada awal proses tender belum bisa diperoleh sistem kontrol yang spesifik. Proses kontrol dilakukan pada akhir proyek, setelah dihasilkan produk konstruksi, dengan mengukur performance dari hasil jalan tersebut sehingga dapat diketahui kualitas dari jalan tersebut. Dan dapat diketahui apakah hasil konstruksi tersebut sesuai dengan kriteria dan kebutuhan yang diharapkan pada awal proyek. Jadi diperlukan perhatian yang lebih besar dalam kontrol kualitas di akhir proyek konstruksi. Penilaian proposal kontrak yang subyektif. Pada sistem delivery DB, penilaian terhadap proposal kontrak desain dan konstruksi didasarkan pada pengalaman, kualifikasi teknis dan harga dari tiap desain-builder. Hal tersebut terjadi karena adanya proses dan metode perencanaan dan pelaksanaan konstruksi yang berbeda- penilaian atas beda antara desain-builder satu dengan yang lainnya sehingga pengajuan tender bisa sangat subyektif. Meskipun telah dilakukan penilaian berdasarkan beberapa kriteria yang ada untuk menekan subyektifitas, tetapi masih terdapat banyak hal yang subyektif, antara lain: a. Penggunaan sistem poin dalam penilaiannya, Penggunaan sistem poin dilakukan dengan memberikan poin di tiap kriteria penilaian dalam tender. Tetapi hal ini juga masih menimbulkan sedikit kekhawatiran tentang kesubyektifan karena pemberian nilai juga masih dirasa subyektif. 4-10

11 b. Kriteria yang tidak berkaitan langsung dengan bangunan yang akan dibangun, Adanya penilaian terhadap kualifikasi dan pengalaman kerja kontraktor tidak menjadi jaminan akan kualitas hasil proyek tersebut. Hal ini dikarenakan masih ada proses perencanaan yang tidak disampaikan pada saat proses tender. c. Sulitnya penilaian terhadap nilai tambah yang diberikan pada penawaran kontrak oleh desain-builder. Perbedaan spesifikasi teknis dan nilai tambah yang ditawarkan oleh tiap-tiap desain-builder tidak dapat disamaratakan. Sebagai contoh, nilai tambah bidang arsitektur dari suatu desain-builder tidak dapat disamakan dengan nilai tambah bidang elektrikal dari desain-builder yang lain. Perbedaan yang seperti itu dapat menimbulkan subyektifitas dala penilaian. Persaingan yang terbatas bagi design-builder. Dengan adanyaa penilaian yang subyektif berdasarkan pengalaman kerja ataupun kualifikasi design-builder, maka sangat kecil peluang darii kontraktor kecil dan baru untuk dapat ikut dalam proses tender. Kontraktor atau konsultan perencana kecil akan kalah terlebih dahulu karena tidak memiliki kualifikasi yang memadahi, dan kontraktor atau konsultan perencana baru akan kalah juga karena belum memiliki sejarah kinerja yang cukup lama dan bagus. Selain itu, dana yang besar juga hanya akan membuat perusahaan konstruksi yang besar yang menjadi peserta tender. (Sumber: Texas Department of Transportation, 2001) Dengan melihat kelebihan dan kekurangan dari sistem delivery Design-Build, maka dapat diperhatikan bahwa sistem delivery Design-Build ini merupakan salah satu jenis sistem delivery yang berpotensi untuk mengatasi permasalahan sistem delivery yang ada. Sistem delivery Design-Build memiliki banyak kelebihan dan kekurangan, dan dalam penerapannya, kelemahan dari sistem tersebut harus dapat diminimalkan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memperbaiki dan menambah sistem pendukungnya dalam penerapannya. 4-11

12 4.3 TINJAUAN ASPEK DALAM PENERAPAN SISTEM DELIVERY DESIGN-BUILD Tiap-tiap sistem delivery memiliki kelebihan dan kekurangan, untuk pemilihan dan penerapan sistem delivery yang terbaik tidak dapat ditentukan hanya berdasarkan banyaknya kelebihan sistem tersebut. Pemilihan sistem delivery yang terbaik lebih bergantung pada tingkat kesesuaian komponen-komponen yang terkait dengan sistem tersebut. Sistem delivery Design-Build sangat berbeda dengan sistem delivery yang sebelumnya pernah digunakan, termasuk sistem delivery Design-Bidberbeda ini, maka Build. Dengan adanya perubahan sistem delivery yang sangat penggunaan sistem delivery yang baru akan mengakibatkan banyak hal yang perlu disesuaikan dalam penerapannya ASPEK TEKNIS Penerapan sistem delivery Design-Build pada proyek jalan nasional menimbulkan berbagai dampak bagi sistem, pelaku dan peraturan yang telah ada sebelumnya. Dalam penerapannya juga harus dilakukan beberapa tinjauan untuk dapat diketahui bagaimana dan dampak dari sistem tersebut; dengan beberapa tinjauan seperti tinjauann teknis, procurement, organisasi, dan peraturan. Dengan melihat berbagai tinjauan tersebut, dapat ditinjau apakah sistem delivery Design- Build tersebut dapat diterapkan. Pada aspek teknis ini akan membahas tentang bagaimana secara teknis penerapan dari sistem delivery Design-Build ini, yang menggabungkan proses perencanaan (design) dan konstruksi secara bersama-sama. Tahapan kegiatan proyek menggunakan sistem delivery Design-Build ini sangat berbeda dengan jika 4-12

13 menggunakan sistem delivery Design-Bid-Build. Adapun perbandingan tahapan sistem delivery Design-Bid-Build akan dijelaskan pada Gambar 4.1. Kriteria Pelayanan Kriteria Desain Tender Desainer Desain Gambar rencana; Spesifikasi Teknis Tender Kontraktor Konstruksi Hasil Konstruksi cek Output Gambar 4.1 Tahapan kegiatan sistem delivery DBBB Pada sistem delivery Design-Bid-Build, tahapan desain terpisah dengan tahapan konstruksi. Pada awalnya, kriteria pelayanan didapat dengan mengidentifikasi kebutuhan yang harus dipenuhi oleh jalan rencana tersebut untuk masa yang akan datang, dengan peningkatan kendaraan di masa depan. Identifikasi kebutuhan dari jalan tersebut antara lain: kebutuhan umur rencana dari jalan yang akan dibangun, perhitungan volume kendaraan dan peningkatan volume kendaraan di masa depan, dan pengembangan sistem jaringan jalan dan prioritas pembangunan jalan nasional 4-13

14 . Dari analisa kebutuhan jalan, kemudian dilakukan penghitungan dan analisa sehingga diperoleh beberapa parameter yang digunakann sebagai kriteria desain. Beberapa parameter yang terdapat dalam kriteria desain adalah sebagai berikut: umur rencana jalan, lalu lintas harian rata-rata (LHR), nilai kekasaran (IRI), nilai kerataan. Dari beberapa kriteria desain tersebut, dapat dilakukan proses perancangan (desain) hingga detail desain sampai didapat hasil desain yang berupa gambar rencana dan spesifikasi teknis. Di dalam spesifikasi teknis terdapat bahan material yang harus digunakan, metode kerja, dan uji yang harus dilakukan sesuai dengan parameter desain jalan yang ada. Kegiatan desain ini dilakukan oleh konsultan perencana. Dari hasil desain yang ada, dapat dilakukan proses konstruksi oleh kontraktor, yang dipilih berdasarkan proses tender atau pelelangan. Parameter keberhasilan dan kontrol atas proses konstruksi didapat dari hasil pengawasan kegiatan dan uji di lapangan dengan gambar rencana dan spesifikasi teknis. Pengecekan ini dilakukan dengan uji lapangan pada jalan tersebut, yang meliputi tes ketebalan perkerasan, Setelah pengecekan kegiatan di lapangan dengan gambar rencana dan spesifikasi teknis, maka diharapkan hasil konstruksi dapat memenuhi kebutuhan yang ada. Penggunaan sistem delivery Design-Build sangat berbeda dengann sistem delivery Design-Bid-Build. Tahapan kegiatan dengan sistem delivery DB sebagai berikut: 4-14

15 Kriteria Pelayanan Tender Desain-Builder Desain dan Konstruksi Hasil Konstruksi cek Performance Gambar 4.2 Tahapan kegiatan sistem delivery Design-build Perbedaan yang sangat mendasar dari sistem delivery DB dan DBB adalah pada sistem DB, proses desain dan konstruksi dilakukan dalam satu tahapan dan oleh satu badan. Jadi tidak ada hasil desain yang dapat digunakan sebagai parameter dan kontrol terhadap hasil konstruksi, seperti pada sistem DBB. Meskipun perusahaan design-builder tetap memerlukan gambar rencana dan spesifikasi teknis dalam pengerjaan konstruksi, tetapi pemilik tidak dapat mengontrol secara langsung gambar rencana dan spesifikasi teknis tersebut sehingga diperlukan suatu bentuk sistem atau cara kontrol dari pemilik agar hasil konstruksi dapat sesuai dengan kriteria desain dan kebutuhan yang diinginkan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka harus ada parameter untuk menguji hasil konstruksi agar dapat diketahui kesesuaiannya dengan kriteria desain, pengecekan tersebut disarankan menggunakan pengecekan berdasarkan performance. Performance ini dilakukan untuk mengukur kondisi perkerasan (kekuatan/struktural dan fungsional) dari jalan tersebut. Untuk mengukur kekuatan struktural dan fungsional dari suatu jalan maka dilakukan perhitungan untuk mencari PSI (Present Serviceability Index). PSI adalah indeks yang menggambarkan kondisi pelayanan suatu ruas jalan. 4-15

16 Penggunaan PSI (Presentt Serviceability Index) sebagai perbandingan statistik antara tingkat pelayanan (serviceability), yang dinyatakan dengan perankingan secara subyektif, dengan kondisi perkerasan yang dapat diukur. Untuk mengukur nilai PSI dibutuhkan beberapa parameter antara lain: 1. Defleksi atau lendutan Pengujian ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pengujian perkerasan jalan dengan alat Benkelman Beam yaitu mengukur gerakan vertikal pada permukaan lapis jalan dengan cara mengatur pemberian beban roda yang diakibatkan oleh pengujian beban tertentu. Data yang diperoleh dari lapangan ini dapat digunakan untuk penilaian struktur perkerasan, perbandingan sifat-sifat struktural sistem perkerasan yang berlainan dan perencanaan teknik perkerasan atau lapis tambahan di atas perkerasan lama. Metode pengujian dengan Benkelman Beam ini menguraikan dengan detail cara pengukuran lendutan balik, lendutan maksimum, mengukur temperatur, mengukur tebal dan jenis konstruksi permukaan. 2. Ketidakrataan (roughness) Pengujian tentang ketidakrataan permukaan jalan sangat penting. Pengukuran ketidakrataan permukaan jalan diperlukan untuk menilai penampilan jalan dan memungkinkann pengambilan keputusan atas tingkat pemeliharaan yang perlu diterapkan pada perkerasan jalan untuk meningkatkan pelayanan dan mengurangi biaya operasi kendaraan. Pengukuran ketidakrataan permukaan jalan juga berguna untuk menentukan apakah keadaan permukaan jalan cukup baik ditinjau dari aspek keselamatan dan untuk melakukan penilaian kerusakan pada perkerasan. Pengujian ketidakrataan permukaan jalan ini menggunakan alat MERLIN. Hasil pengukuran dari kedua jenis alat kemudian akan dihubungkan dengan nilai Indeks Ketidakrataan Internasional, International Roughness index (IRI, ml/km). Dari pengukuran ketidakrataan jalan dapat diketahui bahwa jalan yang berada pada kondisi baik dengan tingkat kerusakan kecil ternyata tidak memberikan pengaruh yang begitu besar pada hasil pengukuran ketidakrataan. Tetapi 4-16

17 kerusakan jalan seperti lubang memberikan pengaruh yang sangat besar pada hasil pengukuran ketidakrataan permukaan jalan. 3. Alur dan retak Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan alat straightt edge dan frame. Straight edge merupakan alat yang berbentuk seperti penggaris, yang digunakan dengann mengukur pada jalan secara melintang. Kemudian digunakan alat segitiga pengukur untuk mengukur kedalaman yang diakibatkan ketidakrataan jalan pada alat tersebut. Alat frame adalah alat yang berupa bingkai kayu berukuran 1m x 1m yang digunkan dengan cara diletakkan pada jalan kemudian digambar permukaan jalan yang mengalami retak dan lubang. Kemudian luas dari hasil penggambaran itu dijumlahkan untuk dibandingkan dengan luas frame tersebut. Kedua metode tersebut digunakan untuk menentukan alur dan retak yang terjadi pada jalan. 4. Kekesatan Untuk menguji kekesatan dari permukaan jalan, maka dilakukan uji kekesatan dengan menggunakan British Pendulum Tester. Metode ini digunakan untuk memperoleh besaran atau angka kekesatan permukaan perkerasan beraspal (micro texture) atau perkerasan beton semen yang sudah dipadatkan. Alat ini digunakan dengan cara memutarkan bandul yang ada pada alat tersebut sehingga menyentuh dan bergesekan dengan aspal. Bandul tersebut terhubung pada alat meteran yang menunjukkan besarnya nilai kekesatan pada jalan tersebut. Selain itu, pengujian kekesatan juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode sand patch. Metode sand patch ini dilakukan dengan menyebarkan pasir, yang telah diukur volumenya, pada permukaan jalan. Penyebarannya dalam bentuk lingkaran, kemudian diukur besar diameter dari lingkaran tersebut. Semakin besar lingkarannya, macro texture yang terdapat pada jalan tersebut semakin kecil. Macro texture itu untuk menyediakan micro drainage untuk menciptakann lapisan air setipis mungkin. Semakin tipis lapisan air yang terdapat pada lapisan permukaan jalan maka kemungkinann kendaraan selip 4-17

18 dengan jalan tersebut akan semakin kecil. Jadi, semakin besar lingkaran yang terbuat, menunjukkan bahwa permukaan jalan tersebut semakin licin. Setelah diketahui nilai PSI, maka dapat diketahui apakah jalan yang telah dibangun dapat memenuhi kebutuhan volume lalu lintas pada masa yang akan datang. Hal tersebut dilakukan dengan membandingkan nilai PSI dengan CESAL (Cummulative Equivalent Standard Axle Load) sehingga diketahui CESAL yang direncanakan dapat dipenuhi oleh jalan yang telah dibangun tersebut. Gambar 4.3. Grafik Hubungan PSI dengan CESAL Pada gambar diatas, menunjukkan bahwa nilai PSI akan semakin menurun dengan semakin bertambahnya beban yang melalui jalan tersebut. Nilai PSI berkisar diantara 0-5. Nilai 5 menunjukan kondisi jalan yang baik, nilai 0 menunjukan kondisi jalan yang rusak. Pada jalan nasional, nilai PSI yang menunjukkan kondisi baik berkisar diantara nilai 2,5-5. Di bawah nilai 2,5; kondisi jalan dinilai tidak bagus sehingga diperlukan lapis tambah pada jalan tersebut. 4-18

19 Sistem kontrol terhadap kualitas jalan nasional juga harus dilakukan dengan meningkatkan kinerja dari jembatan timbang. Khusus menyangkut jembatan timbang, sesuai dengan UU tentang jalan, jembatan timbang merupakan tanggung jawab Departemen Perhubungan karena jembatan timbang bukan merupakan infrastruktur jalan tetapi sarana pengangkutan, sehingga bukan diatur oleh Departemen Pekerjaan Umum. Jembatan timbang perlu ditingkatkan kinerjanya dengan mendisiplinkan kerja dari petugas jaga supaya setiap kendaraan yang melalui jalan tersebut tidak melebihi batas berat yang diijinkan. Selain itu, juga diperlukan suatu aturan tegas sehingga kendaraan yang melewati batas berat diijinkan tidak hanya dikenai sanksi, tetapi barang yang dibawa wajib diperlukan sehingga batas berat tetap diberlakukan sebagai syarat mutlak. Perbedaan tahapan kegiatan mengubah secara menyeluruh prosess pengadaan atau pelelangan. Sistem delivery Design-Build ini hanya mengadakan satu kali proses pelelangan, dan tahapan proses pelelangan tersebut sangat berbeda dengan sistem delivery Design-Bid-Build. Hal tersebut akan berpengaruh pada isi dari dokumen lelang yang ada. Dalam proses Design-Build, Penyedia Jasa harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Indonesia (seperti Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 dan Peraturan Menteri PU No. 43 Tahun 2007), dalam penyusunan dokumen sistem pengadaan jasa konstruksi dengan Design-Build, sekurang-kurangnya harus meliputi: a. Dokumen Kualifikasi b. Dokumen Pengadaan Jasa Konstruksi c. Pedoman Proses Pengadaan (antara lain penilaian kualifikasi dan evaluasi penawaran) d. Pedoman Pemilihan Pekerjaan dan Petunjuk penerapannya e. Pedoman penyiapan proyek dan system kebijakan penerapan pengadaan jasa konstruksi dengann Design-Build (DB) 4-19

20 Dokumen Pengadaan atau Dokumen Lelang adalah dokumen yang disiapkan oleh panitia/pejabat pengadaan sebagai pedoman dalam proses pembuatan dan penyampaian penawarann oleh calon penyedia barang/jasa serta pedoman evaluasi penawaran oleh panitia/pejabat pengadaan (Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003) yang berisi antara lain seperangkat dokumen yang terdiri dari gambargambar perencanaan dari pekerjaan yang akan dilaksanakan dan Rencana Kerja dan Syarat syarat (RKS) yang mencakup syarat syarat umum dan spesifikasi teknis. Dalam penerapan sistem delivery Design-Build, isi dari dokumen lelang adalah sebagai berikut: 1. Instruksi kepada peserta lelang. 2. Data lelang, termasuk kriteria design-builder yang dipilih. 3. Bentuk surat penawaran, lampiran, surat penunjukan dan surat perjanjian. 4. Syarat-syarat umum kontrak. 5. Syarat-syarat khusus kontrak. 6. Data dan informasi proyek. 7. Bentuk-bentuk jaminan. 8. Adendum (bila ada). Persyaratan umum dalam proyek DB hampir sama dengan persyaratan umum proyek DBB, yaitu berisi persyaratan khusus dan spesifikasi yang tidak biasa untuk proyek-proyek yang biasanya diluar lingkup standar spesifikasi dari pemerintah. Beberapa contoh persyaratan umum dalam proyek pembangunan jalan nasional adalah sebagai berikut: 1. Kontrol lalu lintas Dari semua faktor-faktor yang dapat mempengaruhi desain dan konstruksi, kontrol lalu lintas sering menjadi salah satu faktor pembatas dalam menentukan apa yang dapat di desain, bagaimana proyek dapat dibangun dan jangka waktu proyek. Pembatasan lalu lintas yang diijinkan akan terdefinisi dengann jelas dalam paket DB dengan persetujuan para pemangku kepentingan. 4-20

21 2. Keterlibatan publik Keterlibatan publik merupakan salah satu aspek penting dalam proses pengembangan proyek. Hal ini meliputi komunikasi kepada semua orang, kelompok dan organisasi pemerintah berkenaan dengann pengembangan proyek. Oleh karena itu, adalah penting sekali agar tingkat koordinasi/keterlibatan yang diinginkan untuk suatu proyek tertentu didefinisikan secara jelas dalam paket pekerjaan DB. 3. Manajemen mutu Paket pekerjaan DB harus mencantumkan persyaratan jaminan kualitas yang harus diikuti oleh perusahaan terpilih sebagai tambahan terhadap apa yang sudah dicantumkan dalam spesifikasi, kebijakan dan prosedur yang akan menjamin kualitas produk rencana, bahan konstruksi dan lain-lain. 4. Layanan lingkungan Pertimbangan lingkungan yang khusus yang harus ditanganii oleh perusahaan yang terpilih harus pula dimasukkan. Dalam setiap proyek akan terdapat aktifitas-aktifitas konstruksi yang diatur oleh Undang-Undang lingkungan. Waktu untuk memperoleh ijin pun berbeda sesuai dengan jenis proyek, dampaknya, dan persyaratan dari instansi tertentu yang memberi ijin. Pada akhirnya, semua tanggung jawab akan hal ini akan terdefinisi dengan jelas dalam paket DB ASPEK PROCUREMENT Procurement merupakan salah satu proses yang penting dalam keberlangsungan suatu proyek. Oleh karena itu, aspek ini merupakan aspek yang penting pula untuk ditinjau dalam potensi penerapan system delivery dalam pembangunan jalan nasional. Pada tinjauan aspek Procurement ini, akan terlihat perbedaan antara tahapan-tahapan Procurement pada DBB dengan Procurement pada DB. 4-21

22 Tahap Procurement padaa DBB adalah sebagai berikut: 1. Prakualifkasi 2. Undangan Tender 3. Rapat Penjelasan / aanwijzing 4. Peninjauan lapangan (site visit) 5. Pemasukan Penawaran Untuk membuat penawaran, kegiatan kegiatan yang perlu dilakukan adalah : a. Perhitungan volume b. Perencanaan metode pelaksanaan c. Perhitungan biaya langsung d. Perhitungan biaya tak langsung e. Manajemen Risiko f. Perhitungan harga penawaran ( Rencana Anggaran Biaya / RAB ) g. Penyiapan dokumen dokumen sebagai lampiran penawaran 6. Pembukaan Dokumen Penawaran 7. Evaluasi Tender dan Klarifikasi 8. Penetapan Calon Pemenang 9. Surat Penunjukkan Pemenang 10. Surat Perintah Kerja (SPK) Surat perintah kerja diterbitkan oleh pemimpin proyek kepada kontraktor untuk memulai pekerjaan persiapan. Biasanya dalam kurun waktu tertentu (misalnya tujuh hari) setelah diterbitkannya SPK, kontraktor wajib melakukan kegiatan di lapangan yang dapat berupa persiapan lahan kerja, pemagaran, pembuatan kantor sementara, dan sebagainya. 11. Kontrak (perjanjiann pemborongan) Pembuatan kontrak biasanya dilakukan melalui proses negosiasi untuk membahas secara detail tentang pasal pasal kontrak guna menghasilkan kondisi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Sistem delivery Design-Build memerlukan berbagai kebijakan dan langkah-langkah yang wajib dilakukan dalam proses procurement. Langkah-langkah kegiatan ini 4-22

23 diperlukan untuk mengatur dan mengetahui berjalannya procurement dari sistem ini, mulai dari tahap pemikiran/ide proyek hingga sampai adanya kesepakatan akhir/kontrak. Proses procurement sistem delivery Design-Build terdiri dari beberapa langkah, yaitu a. Perencanaan Pemilik menganalisa tentang kebutuhan yang diinginkan dan besarnya finansial yang dimiliki untuk perencanaan pengembangan proyek serta pemilihan sistem delivery yang tepat. b. Penjelasan Program Pemilik membuat kebutuhan dasar proyek dan mendefinisikannya. Kegiatan ini meliputi penetapan project stakeholder beserta resiko yang harus ditanggung masing-masing pihak, pendefinisian dan pengembangan lingkup pekerjaan, penetapan kriteria pemilihan dan evaluasi dalam proses procurement. Pada tahap ini, pemilik juga melakukan pertemuan dengan desain-builder untuk menyampaikan informasi tentang proyek dan proses procurement yang akan dilakukan. c. RFQ (Request of Qualifications) RFQ merupakan seleksi tahap pertama dari dua tahap seleksi pada procurement Design-Build. Jawaban dari tahap RFQ ini adalah SOQ (Statement of Qualification), yang berupa dokumen pengajuan. Di dalam SOQ akan terlihat kondisi perusahaan desain-builder. Kondisi tentang finansial perusahaan dan kinerja yang telah dilakukan perusahaan design-builder. Selain itu juga dapat terlihat perusahaan design-builder merupakan perusahaan design-builder tunggal atau perusahaan design-builder yang berupa pengabungan dua atau lebih perusahaan. Pada tahap ini akan dilakukan penilaian kepada perusahaan design -builder yang memasukan proposal sehingga diperoleh perusahaan yang memenuhi syarat-syarat kualifikasi oleh panitia pelelangan. Panitia melakukan penilaian 4-23

24 kriteria kriteria tertentu sehingga dapat ditetapkan perusahaan yang lulus maupun yang gagal. Kriteria-kriteria tersebut biasanya meliputi: Pengalaman dengan proyek yang serupa. Keuangan dan kapasitas pengikatan Sumber-sumber daya manajerial. Kemampuan (pendidikan dan pengalaman) dari personil profesional Reputasi umumm dan profesional. Prestasi kerja masa lampau Kapasitas untuk memenuhi persyaratan waktu dan anggaran Pengetahuan kondisi lokal atau regional Kemampuan desain dan konstruksi dari tim untuk menyelesaikan pekerjaan secara memuaskan dalam waktu yang tepat. d. Pengumuman Kualifikasi Proses penilaian RFQ yang telah selesai kemudian dilakukan pengumuman hasil dari RFQ tersebut, yang berupa daftar perusahaan design -builder yang telah memenuhi kualifikasi berdasarkan nilai yang tertinggi. Daftar hasil penyaringan RFQ tersebut sebaiknya minimal terdiri dari tiga perusahaan dan tidak lebih dari lima perusahaan. Pembatasan ini dimaksudkan agar terjadi kompetisi yang baik. e. RFP(Request of Proposal) RFP merupakan proses seleksi tahap kedua dari dua tahap seleksi pada procurement Design-Build. Pada tahap ini pemilik mengeluarkan RFP yang isinya tiga hal penting, yaitu: instruksi kepada peserta lelang, dokumen kontrak dan dokumen rujukan. Rincian isi dari ketiga hal tersebut antara lain penjelasan proyek, kriteria desain, data tanah, syarat proposal, syarat kontrak, dan prosedur proses seleksi. Pemilik juga membuat kerangka kerja atas evaluasi dan penilaian kontrak, menyusun Badan Penerapan evaluasi, dan bobot nilai saat penilaian proposal. Paket DB harus berisi spesifikasi yang bisa diterapkan yang tidak ditemukan dalam Spesifikasii Standar, termasuk spesifikasi khususs yang berkaitan dengan lokasi proyek dan keunikan dari pekerjaan proyek. Selain dari itu, 4-24

25 Proposal Teknis dan Proposal Biaya perusahaan secara khusus akan direferensikan sebagai bagian dari Dokumen Kontrak. Ini memastikan bahwa perusahaan DB diwajibkan untuk mendesain dan membangun dengan menggunakan sumber-sumber daya, prosedur-prosedur, dan metoda konstruksi atas mana Pemilik Proyek mendasarkan pemilihannya. Proposal Teknis, yang merupakan jawaban dari RFP (Request For Proposal), didalamnya terdapat kriteria teknis, rencana manajemen proyek, dan jadwal proyek. Dalam proyek pembangunan jalan nasional, isi dari proposal teknis adalah sebagai berikut: 1. Kriteria teknis, harus meliputi hal-hal sebagai berikut: Gambar desain awal yang menunjukkan alinyemenn horisontal dan vertikal. Tipikal yang menunjukkan desain perkerasan yang diusulkan. Lokasi dan identifikasi struktur. Konsep tata ruang geometrik untuk persimpangan, simpang susun, dan lain-lain. Konsep marka jalan bila diperlukan. Kontrol lalu lintas dan skema pentahapan. Potongan melintang jalan jika diperlukan. Ciri-ciri desain lainnya jika diperlukan. 2. Rencana manajemen proyek, harus meliputi hal-hal sebagai berikut: Rencana manajemen dan organisasi Resume dari para profesional kunci dan personil manajerial Rencana jaminan kualitas (quality assurance) Rencana keselamatan 3. Jadwal proyek,, harus meliputi hal-hal sebagai berikut: Jadwal konstruksi dan kemampuan untuk pemenuhann jadwal Jadwal desain rekayasa (engineering) dan kemampuan untuk memenuhi jadwal. 4-25

26 Waktu konstruksi dan jadwal desain. Selain proposal teknis juga terdapat Proposal Biaya yang didalamnya terdapat satu biaya lump sum (harga borongan) untuk desain dan konstruksi proyek serta penetapan harga untuk aktivitas-aktivitas setiap pekerjaan utama. Uraian aktifitas-aktifitas pekerjaan dibuat oleh Panitia dan tercakup di Dokumen Pelelangan. f. Seleksi dan Evaluasi Proposal Setelah melalui proses seleksi RFQ dan diperoleh daftar perusahaan desain- menyelesaikan builder yang mengikuti RFP dan dianggap mampu untuk pekerjaan, maka proses selanjutnya adalah seleksi proposal akhir. Proses seleksi proposal tersebut terdiri dari dua tahap yaitu seleksi proposal teknis dan biaya.. Seleksi proposal teknis dilakukan dengan memberikan penilaian sesuai dengan prosedur penilaian yang telah dijelaskan, sedangkan seleksi proposal pemenang. Semua paparan biaya digunakan sebagai alat bantu untuk penentuan dalam proposal teknis yang akan diajukan akan dipresentasikan dihadapan pemilik proyek yang terdiri dari berbagai jenis keahlian (mulai dari dokumen, geoteknik, lalu lintas, manajemen konsrtuksi, struktur dan seterusnya). Presentasi ini merupakan pemaparan secara logis metode penyelesaian yang diusulkan dan ketertarikannyaa dengan isi yang diminta dari dokumen RFP yang juga digunakan untuk memberikan kesempatan bagi perusahaan DB untuk mendapatkan point tambahan. g. Kesepakatan Kerja/Kontrak Perusahaan desain-builder yang terpilih dalam seleksi kemudian melakukan perjanjian kontrakk dengan pemilik dan pekerjaan desain-konstruksi dapat dimulai sesuai dengan kesepakatan. Dari tahapan-tahapan pada sistem delivery DBB dan DB yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat perbedaan antara kedua sistem tersebut, yaitu pada tahapan pengadaan DB terdapat presentasi (pemaparan) akan proposal teknis oleh perusahaan DB. Sedangkan pada tahapan pengadaan DBB tidak terdapat presentasi 4-26

27 atas proposal teknis tersebut. Hal ini disebabkan karena pada sistem delivery DBB semua detail desain sudah terdapat dalam spesifikasi teknis yang tidak terdapat dalam metode DB ASPEK ORGANISASI Sistem delivery DBB (tradisional) sudah sejak lama dipakai pada proyek jalan nasional. Penggunaannya yang sudah sangat lama ini tentunya menimbulkan suatu kebiasaan bagi para pengguna. Untuk menerapkan suatu sistem yang baru tidaklah mudah. Perubahan penggunaan sistem delivery DB yang sangat berbeda dengan sistem delivery DBB harus disertai dengan perubahan pola pikir dan paradigma dari pelaku sistem, DirJen Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum. Dengan adanya sistem delivery DB maka proses perencanaann (desain) harus dilakukan secara bersama-sama dengan proses pelaksanaan konstruksi. Kedua kegiatan tersebut tidak dapat dipisahkan sehingga dalam pembuatan program, kegiatan desain dan pelaksanaan konstruksi harus dijadikan satu paket. Pembuatan program yang didalamnya terdapat kegiatan desain dan konstruksi harus sesuai dengan kebutuhan yang ada di lapangan dan sesuai dengan pembangunan jangka panjang jalan nasional Indonesia. Penyusunan program, kegiatan perencanaan dan pelaksanaan konstruksi, dalam satu paket akan berdampak pada penyusunan anggaran pembangunan jalan. Anggaran yang diajukan oleh Departemen Pekerjaan Umum ke Departemen Keuangan akan menjadi satu paket juga. Dengan disetujuinya pengajuan tersebut, maka proses pembangunan jalan nasional tidak akan tersendat-sendat. Tidak akan ada lagi kasus dimana proses desain jalan telah dilakukan tetapi proses pelaksanaan konstruksi tidak dapat dilakukan akibat anggaran yang tidak/ /belum disetujui. Dalam proses penyusunan dan pengajuan anggaran ini diperlukan koordinasi antar departemen di tingkat pemerintah pusat. 4-27

28 Penyatuan kedua prosess kegiatan konstruksi ini tentunya juga harus didukung dengan penyatuan kedua pihak, pelaku kedua proses tersebut. Penyatuan ini bukan berarti bahwa harus menjadi satu badan, tetapi lebih ke masalah kordinasi. Direktorat Bina Teknik, yang mengatur tentang perencanaan teknis, haru berkoordinasi secara langsung dengan Direktorat Wilayah yang bertugas sebagai pengawas dan pelaksana melalui Balai di tingkat daerah. Dengan adanya koordinasi yang baik antara kegiatan perencanaan (desain) dan pelaksanaan konstruksi, antara Direktorat Bina Teknik dengan Direktorat Wilayah; maka koordinasi antara tingkat pusat dengan daerah akan semakin baik. Di tingkat Balai tidak akan terjadi dualisme kepemimpinan ke tingkat pusat. Kepala Balai tetap akan bertanggung jawab secara langsung kepada Direktorat Wilayah dan memberikan evaluasi ke Direktorat Bina Teknik, dengan koordinasi bersama Direktorat Wilayah. Dengan adanya sistem konstrol kualitas jalan, yang telah disebutkan pada aspek teknis diatas, maka juga diperlukan suatu kerjasama antara Departemen Pekerjaan Umum dengan Departemen Perhubungan. Kinerja internal dari Departemen Perhubungan selaku badan yang mengatur pengangkutan mum juga perlu ditingkatkan. Kinerja yang dilakukan berkaitan dengan peningkatan kualitas kinerja jembatan timbang supaya setiap kendaraan tetap berada pada batas berat yang diijinkan untuk melewati suatu jalan. Sebagai langkah awal proses transisi terhadap penggunaan sistem delivery yang baru ini, maka perlu dibentuk satu badan yang bertugas sebagai pembina dan pengawas kegiatan pelaksanaan sistem delivery Design-Build pada tiap proyek jalan nasional. Badan ini, yang disebut dengan Badan Pengelola Design-Build, berfungsi untuk memberikan pembinaan terhadap sistem delivery Design-Build kepada tiap- tiap pelaku sistem di Direktorat Jenderal Bina Marga dan menjadi pengawas dalam penerapan sistem delivery Design-Build pada proyek jalan nasional. 4-28

29 Badan Pengelola Design-Build ini mempunyai wewenang kontrol kepada tiap-tiap Direktorat yang menangani proyek jalan nasional. Hal itu berarti bahwa Badan Pengelola tersebut mempunyai tanggung jawab dalam penerapan sistem delivery Design-Build pada proyek jalan nasional secara khusus, meskipun pelaksana dari sistem ini adalah tiap-tiap Direktorat sesuai dengan peran dan fungsinya masing- Design-Build ini masing pada proyek jalan nasional. Secara khusus, Badan Pengelola bertanggung jawab secara langsung kepada Direktur Jenderal Bina Marga. DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA BADAN PENGELOLA DESIGN-BUILD DIREKTORAT BINA PROGRAM DIREKTORAT BINA TEKNIK DIREKTORAT JALAN TOL & JALAN KOTA DIREKTORAT JALAN DAN JEMBATAN WIL BARAT DIREKTORAT JALAN DAN JEMBATAN WIL TIMUR UPT/BALAI/BALAI BESAR PELAKSANAAN JALAN NASIONAL Gambar 4.4. Susunan Organisasi dalam Penerapan Sistem Delivery DB pada Proyek Jalan Nasional Sebagai langkah awal penerapan sistem delivery Design-Build pada proyek jalan nasional maka diperlukan strategi dalam proses transisi menuju sistem yang baru. Strategi ini menuntut adanya kebutuhan prioritas yang harus segera dilaksanakan dengan sistem delivery Design-Build. Kebutuhan jalan nasional yang harus diprioritaskan dengan penggunaan sistem delivery DB yang lebih terjamin pelaksanaannya adalah jalan nasional yang strategis dan penting bagi perhubungan 4-29

30 darat, seperti jalan Pantura di Jawa, Trans Sulawesi, dan jalan nasional penting lainnya. Dengann adanya prioritas pembangunan jalan nasional, maka diharapkan kebutuhan mendesak dan penting terhadap jalan nasional akan segera terselesaikan. Tentunya harus diikuti dengan pembengunan berkelanjutan bagi jalan-jalan naional lainnya. Sistem delivery Design-Build ini juga mengatur akan resiko yang ditanggung oleh pemilik proyek. Dengann adanya sistem delivery DB ini, maka resiko yang harus ditanggung pemilik menjadi lebih kecil karena resiko dan tanggung jawab atas kualitas bangunan menjadi tanggung jawab desain-builder sepenuhnya. DirJenBina Marga, selaku pemegang wewenang pemerintah di bidang jalan nasional, akan sangat diuntungkan. Jaminan akan kualitas jalan tidak lagi ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah. Pemerintah hanya menjadi pemilik jalan nasional dan menjadi pengawas akan keberlangsungan sistem jaringan jalan nasional. Hubungan antara pemerintah dan swasta (pihak konsultan dan kontraktor) juga harus ditingkatkan. Perubahan pandangan bahwa swasta hanya bekerja untuk pemerintah harus diubah. Pemerintah dan pihak swasta merupakan dua pihak yang bekerja sama ASPEK PERATURAN Penerapan sistem delivery Design-Build sangat berkaitan dengan peraturan yang mengatur sistem pengadaan jasa konstruksi. Peraturan-peraturan untuk jasa konsultasi dan jasa konstruksi selama ini masih untuk mendukung pelaksanaann sistem delivery DBB (Design-Bid-Build) dimana antara perencanaan dan pelaksanaan konstruksi dilakukan secara terpisah. Pemisahan tersebut juga berpengaruh pada pemisahan proses pengadaannya/ /tender. Terkait dengan peraturan tentang pengadaan jasa konsultasi dan konstruksi di Indonesia, yaitu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 43 tahun 2007, maka dapat 4-30

3.2 Struktur Organisasi Laporan Kerja Praktik Struktur organisasi adalah suatu kerangka kerja yang mengatur pola hubungan kerja antar orang atau badan

3.2 Struktur Organisasi Laporan Kerja Praktik Struktur organisasi adalah suatu kerangka kerja yang mengatur pola hubungan kerja antar orang atau badan BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK 3.1 ORGANISASI PROYEK Secara umum organisasi dapat diartikan sebagai sebuah system yang terdiri dari sekelompok individu yang melalui suatu hierarki sistematis

Lebih terperinci

Gambar 1.2 View Design Hotel Travello Bandung Proses Pengadaan Proyek Jenis Lelang Proyek Proyek pembangunan Hotel Travello Bandung, o

Gambar 1.2 View Design Hotel Travello Bandung Proses Pengadaan Proyek Jenis Lelang Proyek Proyek pembangunan Hotel Travello Bandung, o BAB II DATA - DATA PROYEK 2.1 Pengertian Proyek Pengertian Proyek adalah suatu himpunan atau kumpulan kegiatan yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya, dimana memiliki suatu target kuantitatif

Lebih terperinci

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. proyek atau pekerjaan dan memberikannya kepada pihak lain yang mampu

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. proyek atau pekerjaan dan memberikannya kepada pihak lain yang mampu BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK 3.1. Pihak Pihak Yang Terkait Dengan Proyek 3.1.1. Pemilik Proyek / Owner Pemilik proyek atau owner adalah seseorang atau instasi yang memiliki proyek atau

Lebih terperinci

Penjelasan tentang proyek yang akan dikerjakan. Panitia lelang nengumumkan kontraktor yang lolos dalam tahap pra kualifikasi

Penjelasan tentang proyek yang akan dikerjakan. Panitia lelang nengumumkan kontraktor yang lolos dalam tahap pra kualifikasi PROSES TENDER KONTRAKTOR Kontrak kerja konstruksi dibuat sebagai dasar hukum dan pedoman pelaksanaan bagi kontraktor yang diberikan oleh pemilik proyek, kontrak kerja konstruksi juga dapat berfungsi sebagai

Lebih terperinci

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK 3.1 Sistem Organisasi Gambar 3.1 Skema Hubungan Antara Owner, Kontraktor & Konsultan Sumber: Proyek 3.1.1 Organisasi dan Pihak yang Terkait Dalam organisasi

Lebih terperinci

Kontraktor. Konsultan Pengawas. Konsultan Perencana

Kontraktor. Konsultan Pengawas. Konsultan Perencana BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK 3.1 Struktur Organisasi Kontraktor Konsultan Perencana Pemilik Konsultan Pengawas Gambar 3.1. Skema Hubungan Antara Owner, Kontraktor & Konsultan Sumber:

Lebih terperinci

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. digunakan dalam pelaksanaan pembangunan proyek, oleh karena itu dibutuhkan

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. digunakan dalam pelaksanaan pembangunan proyek, oleh karena itu dibutuhkan BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK 3.1 Perencanaan Lapangan (Site Planning) Perencanaan lapangan kerja (site planning) dibuat untuk mengatur penempatan peralatan, stok material dan sarana penunjang

Lebih terperinci

BAB III MANAJEMEN DAN ORGANISASI PROYEK

BAB III MANAJEMEN DAN ORGANISASI PROYEK BAB III MANAJEMEN DAN ORGANISASI PROYEK 3.1 Manajemen Proyek Setiap proyek tentu membutuhkan sebuah perencanaan dan pengaturan sehingga kegiatan proyek dapat berjalan lancar, untuk itulah dibutuhkan sebuah

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. proyek dengan tujuan mengatur tahap tahap pelaksanaan

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. proyek dengan tujuan mengatur tahap tahap pelaksanaan BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK 3.1 Sistem Organisasi Sistem organisasi memegang peranan cukup penting dalam sebuah proyek. Sebuah proyek akan berhasil jika di dalamnya terdapat sistem organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi dan kekayaan alam yang sangat besar. Setiap daerah mempunyai sumber daya dan hasil bumi beraneka ragam yang dapat menjadi ciri

Lebih terperinci

BAB I PROFILE PERUSAHAAN

BAB I PROFILE PERUSAHAAN Contoh Usulan Teknis Pekerjaan perencanaan Jalan BAB I PROFILE PERUSAHAAN 1.1. Latar Belakang Perusahaan Perusahaan... merupakan perusahaan swasta umum yamg sahamnya sepenuhnya dimiliki oleh warga negara

Lebih terperinci

BAB II: TINJAUAN UMUM PROYEK

BAB II: TINJAUAN UMUM PROYEK BAB II: TINJAUAN UMUM PROYEK 2.1. Profil Perusahaan PT. Tata Nusa Tiara International bergerak dalam bidang konsultan arsitektur dan Menejement Konstruksi. Berkantor di Jl. Taman Cilandak IV No. 54 Kelurahan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masukan (input), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit), dampak

BAB I PENDAHULUAN. masukan (input), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit), dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja sering digunakan sebagai tolak ukur dalam menilai suatu hasil yang dicapai terhadap sesuatu. Sehingga kesuksesan suatu perusahaan dapat diukur dari kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Sejarah Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Sejarah Perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan Sehubungan dengan rencana investasi beberapa ruas Jalan Tol di Indonesia dan adanya kebijakan baru Pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang No. 38 tahun 2004

Lebih terperinci

OPTIMALISASI KEGIATAN DI BIDANG PEMELIHARAAN JALAN TOL DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PT JASA MARGA (PERSERO) Tbk. MODERN YANG KOMPETITIF

OPTIMALISASI KEGIATAN DI BIDANG PEMELIHARAAN JALAN TOL DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PT JASA MARGA (PERSERO) Tbk. MODERN YANG KOMPETITIF OPTIMALISASI KEGIATAN DI BIDANG PEMELIHARAAN JALAN TOL DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PT JASA MARGA (PERSERO) Tbk. MODERN YANG KOMPETITIF Oleh: Ir. Hasanudin, M.Eng.Sc. dan Ir. Tia Astuti, M.Sc. I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. sitematis. Dapat diartikan juga sebagai wadah dalam kegiatan sekelompok

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. sitematis. Dapat diartikan juga sebagai wadah dalam kegiatan sekelompok BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK 3.1 Organisasi Proyek Secara umum organisasi dapat diartikan sebagai sebuah system yang terdiri dari sekelompok individu yang melalui suatu hierarki sistematis

Lebih terperinci

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK 3.1. Struktur Organisasi 3.1.1. Organisasi dan Pihak Yang Terkait Dalam organisasi suatu proyek banyak pihak yang terkait dan mempunyai tugas dan wewenang

Lebih terperinci

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK 3.1 Organisasi Proyek Organisasi proyek adalah sekumpulan orang yang terorganisir yang memiliki ilmu dan keahlian yang berbeda-beda untuk melaksanakan tugas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB 5 TEMUAN DAN PEMBAHASAN

BAB 5 TEMUAN DAN PEMBAHASAN 104 BAB 5 TEMUAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Temuan Dari pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan maka ditemukan 3 faktor risiko dominan yang paling berpengaruh terhadap kinerja kualitas pelaksanaan konstruksi,

Lebih terperinci

Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa lainnya 1. Sistem Gugur 2. Sistem Nilai 3. Biaya Selama Umum Ekonomis

Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa lainnya 1. Sistem Gugur 2. Sistem Nilai 3. Biaya Selama Umum Ekonomis EVALUASI PENAWARAN DALAM PROSES PEMILIHAN PENYEDIA BARANG/JASA PEMERINTAH Oleh : Abu Sopian Balai Diklat Keuangan Palembang Hal yang paling berpengaruh dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa pemerintah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

BAB II KARAKTERISTIK & MANAJEMEN PROYEK

BAB II KARAKTERISTIK & MANAJEMEN PROYEK BAB II KARAKTERISTIK & MANAJEMEN PROYEK 2.1 DATA PROYEK A. Lokasi Proyek Proyek Apartemen Green Bay dibangun di atas pantai,lalu di urug dengan tanah dengan luas total sebesar m2 127.881 dengan detail

Lebih terperinci

BAB III. SISTEM ORGANISASI dan MANAJEMEN PROYEK

BAB III. SISTEM ORGANISASI dan MANAJEMEN PROYEK BAB III SISTEM ORGANISASI dan MANAJEMEN PROYEK 3.1 Struktur Organisasi 3.1.1 Organisasi dan Pihak yang Terkait Dalam organisasi proyek pembangunan pada umumnya banyak pihak pihak yang terkait satu sama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1. PENDAHULUAN Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada kerangka pemikiran dasar manajemen risiko yaitu dengan melakukan identifikasi risiko hingga analisa

Lebih terperinci

BAB III SISTEM DELIVERY

BAB III SISTEM DELIVERY BAB III 3.1 JENIS-JENIS Sistem delivery adalah suatu sistem yang mengatur seluruh proses dan pembiayaan suatu proyek konstruksi (perencanaan, pelaksanaan, operasional, dan pemeliharaan) dalam suatu bentuk

Lebih terperinci

PROSEDUR PENGADAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN CARA PENUNJUKAN LANGSUNG NoDokumen :BRR NIAS/SOP/DRAFT Revisi ke : R-00 Tgl. Berlaku : Maret 2007 Tanggal :

PROSEDUR PENGADAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN CARA PENUNJUKAN LANGSUNG NoDokumen :BRR NIAS/SOP/DRAFT Revisi ke : R-00 Tgl. Berlaku : Maret 2007 Tanggal : 1 Tujuan Untuk menjamin bahwa pelaksanaan proses Penunjukan Langsung sesuai dengan peraturan per undang-undangan yang berlaku, harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. 2 Ruang Lingkup

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur transportasi darat yang berperan sangat penting dalam perkembangan suatu wilayah. Jalan berfungsi untuk mendukung kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelelangan dapat didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelelangan dapat didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan untuk 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pelelangan Pelelangan dapat didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan untuk menyediakan barang / jasa dengan cara menciptakan persaingan yang sehat diantara penyedian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan diatasnya sehingga diperlukan suatu konstruksi yang dapat menahan dan mendistribusikan beban lalu lintas yang

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGADAAN BARANG DAN JASA

PEDOMAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEDOMAN PENGADAAN BARANG DAN JASA DANA PENSIUN PERHUTANI 2007 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Umum... 1 1.2 Pengertian Isilah... 1 II. MAKSUD DAN TUJUAN... 3 III. PRINSIP DASAR, KEBIJAKAN DAN ETIKA

Lebih terperinci

PERSIAPAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH BAGIAN - 2

PERSIAPAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH BAGIAN - 2 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI PERATURAN PRESIDEN RI NOMOR 54 TAHUN 2010 beserta perubahannya PERSIAPAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH BAGIAN - 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya mendapatkan pekerjaan (proyek) pada sektor jasa konstruksi hampir selalu melalui proses yang dinamakan pelelangan/tender. Proses ini menjadi sangat penting

Lebih terperinci

SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK

SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN 3.1. Struktur Organisasi Diagram 3.1 Skema Hubungan Antara Owner, Kontraktor & Konsultan 3.1.1. Organisasi dan pihak yang terkait Dalam organisasi proyek pembangunan

Lebih terperinci

2. Pemilihan langsung dapat dilaksanakan untuk pengadaan yang bernilai sampai dengan Rp ,00 (seratus juta rupiah);

2. Pemilihan langsung dapat dilaksanakan untuk pengadaan yang bernilai sampai dengan Rp ,00 (seratus juta rupiah); 1 Tujuan Untuk menjamin bahwa pelaksanaan proses Pemilihan Langsung sesuai dengan peraturan per undang-undangan yang berlaku, harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. 2 Ruang Lingkup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Faktor Sukses, Kontraktor dan Perumahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Faktor Sukses, Kontraktor dan Perumahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Faktor Sukses, Kontraktor dan Perumahan Faktor sukses adalah suatu bagian penting, dimana prestasi yang memuaskan diperlukan untuk suatu organisasi agar dapat mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan jalan di Indonesia merupakan prasarana transportasi yang paling dominan (90% angkutan barang menggunakan moda jalan dan 95% angkutan penumpang menggunakan

Lebih terperinci

PENGADAAN BARANG/JASA (PROCUREMENT)

PENGADAAN BARANG/JASA (PROCUREMENT) PENGADAAN BARANG/JASA (PROCUREMENT) 1. Ruang Lingkup 2. Metode Pemilihan Penyedia 3. Proses Lelang RUANG LINGKUP Pengadaan barang/jasa yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD,,

Lebih terperinci

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK 3.1 Organisasi dan Pihak yang Terkait dalam Proyek Dalam organisasi proyek pembangunan pada umumnya, tentu banyak pihak pihak yang terkait satu sama lain.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Sistematika Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Sistematika Penelitian... ABSTRAK Pemilihan calon kontraktor dalam pengadaan barang/jasa pemborongan di bidang konstruksi pada prinsipnya dilakukan dengan metode pelelangan umum pascakualifikasi, terutama pada proyek pemerintah.

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) JASA KONSULTAN PENGAWAS Pekerjaan : Pengawasan Pembangunan/Rehabilitasi Pasar Doi-Doi Lokasi : Kecamatan Pujananting Kabupaten Barru Tahun Anggaran 2016 1 KERANGKA ACUAN KERJA

Lebih terperinci

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DANPENDIDIKAN TINGGI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DANPENDIDIKAN TINGGI KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DANPENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JEMBER Jalan Kalimantan No. 37 Kotak Pos 159 Jember 68121 Telp : (0331) 330224, 333147, 334267, Fax. (0331) 339029, 337422 www.unej.ac.id ADENDUM

Lebih terperinci

PED OMAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

PED OMAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI Lampiran I Peraturan Menteri PU Nomor : 06/PRT/M/2008 Tanggal : 27 Juni 2008 PED OMAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM J l. P a t t i m u r a N o. 2 0, K e b a

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat unik, membutuhkan sumber daya (manpower, material, machine, money,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat unik, membutuhkan sumber daya (manpower, material, machine, money, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proyek Konstruksi Menurut Ervianto (2002), suatu proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek.

Lebih terperinci

MODUL 1 KEBIJAKAN PENYUSUNAN DOKUMEN KONTRAK

MODUL 1 KEBIJAKAN PENYUSUNAN DOKUMEN KONTRAK MODUL 1 KEBIJAKAN PENYUSUNAN DOKUMEN KONTRAK (UU 2/2017 & PP 29/2000 Jo PP 54/2016) admikon2@gmail.com MODUL BIMBINGAN TEKNIS ADMINISTRASI KONTRAK KONSTRUKSI Modul 1 : Kebijakan Penyusunan Dok. Kontrak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pada beberapa area. Konstruksi dapat juga didefinisikan sebagai susunan (mode,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pada beberapa area. Konstruksi dapat juga didefinisikan sebagai susunan (mode, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Proyek Konstruksi Bangunan Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana. Dalam sebuah bidang arsitektur atau teknik sipil, sebuah konstruksi juga dikenal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Keputusan dan Pengambilan Keputusan Suatu masalah keputusan memiliki suatu lingkup yang berbeda dengan masalah lainnya. Perbedaan ini menonjol terutama karena adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Proyek Konstruksi II.5.1. Definisi Proyek Konstruksi Proyek konstruksi adalah suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan, ada awal dan akhir, dan umumnya berjangka

Lebih terperinci

BAB VI PENGENDALIAN PROYEK

BAB VI PENGENDALIAN PROYEK BAB VI PENGENDALIAN PROYEK 6.1 Uraian Umum Pengawasan (controlling) adalah kegiatan dalam suatu proyek sebagai penilaian yang bertujuan agar hasil pekerjaan sesuai dengan pedoman perencanaan yang telah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. TINJAUAN UMUM

BAB III METODOLOGI 3.1. TINJAUAN UMUM BAB III METODOLOGI 3.1. TINJAUAN UMUM Di dalam pembuatan suatu konstruksi bangunan diperlukan perencanaan yang dimaksudkan untuk menentukan fungsi struktur secara tepat, dan bentuk yang sesuai serta mempunyai

Lebih terperinci

Prosedur Pengadaan, Kontak Bisnis dan Pakta Integritas

Prosedur Pengadaan, Kontak Bisnis dan Pakta Integritas Prosedur Pengadaan, Kontak Bisnis dan Pakta Integritas Prosedur Pengadaan Tenaga Kerja antara lain : 1. Perencanaan Tenaga Kerja Perencanaan tenaga kerja adalah penentuan kuantitas dan kualitas tenaga

Lebih terperinci

FASILKOM UNSIKA MATERI KULIAH MANAJEMEN PROYEK. Manajemen Proyek Dalam Proyek

FASILKOM UNSIKA MATERI KULIAH MANAJEMEN PROYEK. Manajemen Proyek Dalam Proyek FASILKOM UNSIKA MATERI KULIAH MANAJEMEN PROYEK Manajemen Proyek Dalam Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada perencanaan pembuatan proyek sebuah sistem, diperlukan berbagai macam komponen yang

Lebih terperinci

b Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

b Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang b Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya sektor transportasi di Indonesia, maka kebutuhan para pengguna jalan untuk mengakses dari dan menuju suatu daerah juga semakin meningkat.

Lebih terperinci

BAB II: TINJAUAN UMUM PROYEK

BAB II: TINJAUAN UMUM PROYEK BAB II: TINJAUAN UMUM PROYEK 2.1. Latar Belakang Perusahaan PT. PRIMER EKA PROPERTI bergerak di bidang owner/pemilik proyek dengan berkantor pusat yang beralamat Jl. Gatot Subroto Km3 No.78, Cimone, Karawaci,

Lebih terperinci

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK 3.1. Sistem Organisasi Proyek 3.2 Struktur Organisasi Proyek PEMBERI TUGAS (OWNER) PT.Kompas Media Nusantara MANAJEMEN KONSTRUKSI PT.Ciriajasa Cipta Mandiri

Lebih terperinci

MATERI 3 PERSIAPAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH BAGIAN-2. PERATURAN PRESIDEN RI NOMOR 54 TAHUN 2010 beserta perubahannya

MATERI 3 PERSIAPAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH BAGIAN-2. PERATURAN PRESIDEN RI NOMOR 54 TAHUN 2010 beserta perubahannya MATERI 3 PERSIAPAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH BAGIAN-2 PERATURAN PRESIDEN RI NOMOR 54 TAHUN 2010 beserta perubahannya DAFTAR ISI 2 TUJUAN PELATIHAN PEMILIHAN METODE PENILAIAN KUALIFIKASI PENETAPAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metode Pemilihan Kontraktor Dalam industri konstruksi, ada dua pihak yang sangat berperanan penting, yaitu owner dan kontraktor. Dimana owner adalah orang atau badan hukum

Lebih terperinci

PENERAPAN VALUE ENGINEERING PADA PROYEK PEMBANGUNAN RUKO ORLENS FASHION MANADO

PENERAPAN VALUE ENGINEERING PADA PROYEK PEMBANGUNAN RUKO ORLENS FASHION MANADO PENERAPAN VALUE ENGINEERING PADA PROYEK PEMBANGUNAN RUKO ORLENS FASHION MANADO Asrini Novita Rompas H. Tarore, R. J. M. Mandagi, J. Tjakra Fakultas Teknik, Jurusan Sipil, Universitas Sam Ratulangi email:

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENGADAAN JASA PENGAWASAN PEMBANGUNAN GEDUNG KANTOR TAHAP 2 (FINISHING)

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENGADAAN JASA PENGAWASAN PEMBANGUNAN GEDUNG KANTOR TAHAP 2 (FINISHING) KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENGADAAN JASA PENGAWASAN PEMBANGUNAN GEDUNG KANTOR TAHAP 2 (FINISHING). PENDAHULUAN A. Umum. Setiap pelaksanaan konstruksi fisik bangunan gedung negara yang dilakukan oleh kontraktor

Lebih terperinci

BAB III MANAGEMENT DAN ORGANISASI PROYEK

BAB III MANAGEMENT DAN ORGANISASI PROYEK BAB III MANAGEMENT DAN ORGANISASI PROYEK 3.1 Management Proyek Proyek konstruksi merupakan suatu kegiatan usaha yang kompleks, sifatnya tidak rutin, memiliki keterbatasan terhadap waktu, anggaran dan sumber

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Penjelasan Menimbang : Mengingat : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. panjang dan di dalamnya dijumpai banyak masalah yang harus diselesaikan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. panjang dan di dalamnya dijumpai banyak masalah yang harus diselesaikan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proyek Konstruksi Kegiatan konstruksi adalah kegiatan yang harus melalui suatu proses yang panjang dan di dalamnya dijumpai banyak masalah yang harus diselesaikan. Dengan banyaknya

Lebih terperinci

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA,

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA, u PERATURAN BERSAMA KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 1 TAHUN 2013 NOMOR : 14 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PEMBERLAKUAN SYARAT SERTIFIKASI KETERAMPILAN KERJA MANDOR DI LAPANGAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PEMBERLAKUAN SYARAT SERTIFIKASI KETERAMPILAN KERJA MANDOR DI LAPANGAN BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PEMBERLAKUAN SYARAT SERTIFIKASI KETERAMPILAN KERJA MANDOR DI LAPANGAN 4.1 UMUM Pada bab ini, hasil dari pengumpulan data eksisting akan dianalisis berdasarkan teori yang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2000 TENTANG TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN

PENJELASAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2000 TENTANG TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN PENJELASAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2000 TENTANG TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA INSTANSI PEMERINTAH PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Angka 1 Angka 2 Angka 3

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas No.: Kep.122/Ket/7/1994 Tentang Tata Cara Pengadaan Jasa Konsultansi

Keputusan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas No.: Kep.122/Ket/7/1994 Tentang Tata Cara Pengadaan Jasa Konsultansi Keputusan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas No.: Kep.122/Ket/7/1994 Tentang Tata Cara Pengadaan Jasa Konsultansi KEPUTUSAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KETUA

Lebih terperinci

2018, No Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerint

2018, No Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerint No.624, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LKPP. Pemilihan dan Penetapan Panel Konsultan KPPIP. PERATURAN LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG

Lebih terperinci

ADENDUM DOKUMEN PEMILIHAN

ADENDUM DOKUMEN PEMILIHAN PANITIA PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI TAHUN ANGGARAN 2013 Gedung LPSE Kabupaten Kepulauan Meranti Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Kepulauan

Lebih terperinci

BERITA ACARA AANWIJZING Nomor : 602.1/300/PPBJ/DBMP/2011. Tanggal : 16 Juni 2011

BERITA ACARA AANWIJZING Nomor : 602.1/300/PPBJ/DBMP/2011. Tanggal : 16 Juni 2011 Addendum I Dokumen Seleksi Umum BERITA ACARA AANWIJZING Nomor : 602.1/300/PPBJ/DBMP/2011. Tanggal : 16 Juni 2011 Paket Pekerjaan : Feasibility Study Jalan Alternatif Ciawi Kadipaten Lokasi Kegiatan : Kecamatan

Lebih terperinci

PROFIL LULUSAN & CAPAIAN PEMBELAJARAN

PROFIL LULUSAN & CAPAIAN PEMBELAJARAN PROFIL LULUSAN & CAPAIAN PEMBELAJARAN JENJANG : D IV PROGRAM STUDI : TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN KODE : 626050504010 (STATUS DI LAMAN KKNI : CP RANCANG, DES 2015) A. VISI: Menjadi program studi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari Tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

Lebih terperinci

LARANGAN PENYAMPAIAN DOKUMEN PENAWARAN DENGAN CARA DUA TAHAP DALAM PEMILIHAN PENYEDIA JASA KONSULTANSI

LARANGAN PENYAMPAIAN DOKUMEN PENAWARAN DENGAN CARA DUA TAHAP DALAM PEMILIHAN PENYEDIA JASA KONSULTANSI LARANGAN PENYAMPAIAN DOKUMEN PENAWARAN DENGAN CARA DUA TAHAP DALAM PEMILIHAN PENYEDIA JASA KONSULTANSI (Abu Sopian Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang) Abstrak. Cara penyampaian dokumen penawaran

Lebih terperinci

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. Dalam organisasi proyek pembangunan Rusun Pasar Lokasi Binaan Rawa Buaya,

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. Dalam organisasi proyek pembangunan Rusun Pasar Lokasi Binaan Rawa Buaya, BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK 3.1 Struktur Organisasi Dalam organisasi proyek pembangunan Rusun Pasar Lokasi Binaan Rawa Buaya, banyak pihak pihak yang terkait satu sama lain yang mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

Penerapan Prinsip Prinsip Constructability pada proyek konstruksi di surabaya

Penerapan Prinsip Prinsip Constructability pada proyek konstruksi di surabaya Penerapan Prinsip Prinsip Constructability pada proyek konstruksi di surabaya Thomas Albertus 1, Windrik Tomy 2, Paulus Nugraha 3, dan Herry P. Chandra, ABSTRAK : Constructability adalah penggunaan optimal

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SISTEM MANAJEMEN MUTU

BAB V ANALISIS SISTEM MANAJEMEN MUTU BAB V ANALISIS SISTEM MANAJEMEN MUTU Analisis yang dilakukan berdasarkan data dari bab 3 untuk proyek konstruksi tradisional dan bab 4 untuk proyek EPC diperoleh bahwa setiap proyek konstruksi mempunyai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Perencanaan MEP Proyek Whiz Hotel Yogyakarta di Yogyakarta, yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Perencanaan MEP Proyek Whiz Hotel Yogyakarta di Yogyakarta, yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Pada penelitian ini, dijelaskan secara singkat mengenai Pelaksanaan Perencanaan MEP Proyek Whiz Hotel Yogyakarta di Yogyakarta, yang merupakan sebuah proyek

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENGUJIAN MUTU MATERIAL DAN KONSTRUKSI BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) JASA PENGAWASAN GEDUNG DAN BANGUNAN KANTOR DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROPINSI SUMATERA SELATAN I. PENDAHULUAN A. UMUM 1. Setiap pelaksanaan pekerjaan konstruksi Pembangunan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA INSTANSI PEMERINTAH

PENJELASAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA INSTANSI PEMERINTAH PENJELASAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA INSTANSI PEMERINTAH PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Angka 1 Angka 2 Angka 3 Angka 4

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Langkah pertama merancang pelaksanaan proyek ialah membaginya ke dalam kegiatan-kegiatan. Kegiatan perlu diidentifikasikan dan hubungan satu dengan yang lain

Lebih terperinci

ADENDUM DOKUMEN PEMILIHAN

ADENDUM DOKUMEN PEMILIHAN PANITIA PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI TAHUN ANGGARAN 2013 Gedung LPSE Kabupaten Kepulauan Meranti Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Kepulauan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB III: TINJAUAN UMUM PROYEK

BAB III: TINJAUAN UMUM PROYEK BAB III: TINJAUAN UMUM PROYEK 3.1. Pengertian Proyek Menurut Nokes (2007), proyek adalah sebuah kegiatan yang bersifat sementara yang telah ditetapkan awal pekerjaanya dan waktu selesainya (dan biasanya

Lebih terperinci

PEMBAYARAN ATAS HASIL PEKERJAAN PENYEDIA JASA KONSULTANSI

PEMBAYARAN ATAS HASIL PEKERJAAN PENYEDIA JASA KONSULTANSI PEMBAYARAN ATAS HASIL PEKERJAAN PENYEDIA JASA KONSULTANSI Oleh : Abu Sopian (Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang) Abstrak Pengadaan jasa konsultansi dengan nilai di atas Rp50.000.000,- (lima puluh

Lebih terperinci

BAB VI PENGENDALIAN PROYEK

BAB VI PENGENDALIAN PROYEK BAB VI PENGENDALIAN PROYEK 6.1 PENGENDALIAN PELAKSANAAN PROYEK Pengawasan (controlling) adalah suatu penilaian kegiatan dengan tujuan agar hasil pekerjaan sesuai dengan rencana, dengan mengusahakan agar

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH...

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH... 367 D. Kontrak Pengadaan Jasa Konsultansi Perencana dengan nilai Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) sampai dengan Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) PEMERINTAH KOTA SURABAYA SATUAN KERJA PERANGKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pengadaan merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pengadaan merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengadaan merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan pemenuhan/penyediaan sumber daya (barang atau jasa) pada suatu proyek tertentu. Pengadaan barang/jasa atau

Lebih terperinci

PROSEDUR PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH BERDASARKAN PERPRES NOMOR 54 TAHUN Oleh : Rusdianto S., S.H., M.H. 1

PROSEDUR PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH BERDASARKAN PERPRES NOMOR 54 TAHUN Oleh : Rusdianto S., S.H., M.H. 1 1 PROSEDUR PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH BERDASARKAN PERPRES NOMOR 54 TAHUN 2010 Oleh : Rusdianto S., S.H., M.H. 1 A. PELAKSANAAN, OBJEK DAN PARA PIHAK DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Pengadaan

Lebih terperinci

BAB III SURVEY KETERSEDIAAN DATA

BAB III SURVEY KETERSEDIAAN DATA BAB III SURVEY KETERSEDIAAN DATA 3.1. Rancangan Survey 3.1.1. Tujuan survey Survey ini didesain dengan tujuan untuk mengidentifikasi terhadap ketersediaan data primer berupa jenis-jenis data yang dianggap

Lebih terperinci

Ketentuan & Tahapan Pengadaan Metode Lelang/Seleksi Umum

Ketentuan & Tahapan Pengadaan Metode Lelang/Seleksi Umum Ketentuan & Tahapan Pengadaan Metode Lelang/Seleksi Umum A. TERM OF REFERENCE (TOR) TOR menjadi pedoman dalam setiap pengadaan barang dan jasa dengan metode Lelang / Seleksi Umum yang antara lain memuat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Selamat Datang MANDOR PEMBESIAN/ PENULANGAN BETON 1.1

Selamat Datang MANDOR PEMBESIAN/ PENULANGAN BETON 1.1 Selamat Datang MANDOR PEMBESIAN/ PENULANGAN BETON 1.1 PELATIHAN : DAFTAR MODUL Mandor Pembesian / Penulangan Beton NO. KODE JUDUL NO. REPRESENTASI UNIT KOMPETENSI 1. RCF - 01 UUJK, K3 dan Pengendalian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci