IV. METODOLOGI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. METODOLOGI PENELITIAN"

Transkripsi

1 IV. MEODOLOGI PENELIIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa engah dengan pertimbangan wilayah Jawa engah merupakan salah satu sentra berbagai kegiatan usaha kecil yang dinamis dan berkembang di Indonesia. Untuk mencapai tujuan penelitian pertama dan ketiga, maka dilakukan survei usaha kecil di tiga Kabupaten yaitu: Kabupaten Semarang, Kabupaten Magelang, dan Kabupaten Klaten. Penentuan tiga kabupaten ini dilakukan secara sengaja (purposive) dan didasarkan pada beberapa pertimbangan: (1) merupakan daerah potensial untuk kegiatan usaha kecil, () merupakan daerah dengan sentra produksi usaha kecil makanan olahan (berbasis bahan baku pertanian) yang menonjol di Jawa engah (BPS Semarang, 003), dan (3) merupakan kabupaten dengan tingkat pengembalian kredit kecil yang baik atau memiliki non performing loans yang rendah di Jawa engah, sehingga dapat menjadi acuan (benchmark) bagi wilayah lain dalam melihat peranan kredit terhadap kinerja usaha kecil. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 007 sampai dengan Agustus 007. Sedangkan untuk tujuan penelitian yang kedua, dilakukan penelitian menggunakan data sekunder dari instansi pemerintah terkait, dengan mencakup seluruh kabupaten di wilayah Provinsi Jawa engah, meliputi 9 Kabupaten yaitu: Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Banjarnegera, Kebumen, Purworejo, Wonosobo, Magelang, Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar, Sragen, Grobogan, Blora, Rembang, Pati, Kudus, Jepara, Demak, Semarang, emanggung, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, egal, dan Brebes.

2 9 4.. Metoda Pengambilan Contoh Untuk keperluan analisis model ekonomi usaha kecil, pengambilan data primer menggunakan data cross-section dengan contoh yang diambil secara acak (random sampling method), sehingga setiap pelaku usaha kecil mempunyai peluang yang sama untuk dipilih sebagai contoh (sampel). Contoh ditarik dari wilayah yang telah dipilih lebih dahulu, dalam hal ini adalah daerah sentra usaha kecil (di wilayah kecamatan). Contoh ditarik dari kelompok populasi sebagai kerangka contoh, tetapi tidak semua anggota kelompok populasi menjadi anggota contoh. Sehingga didapat jumlah contoh usaha kecil sebagai responden antara 9 sampai 15 contoh (sampel) untuk setiap wilayah kecamatan. Pemilihan 3 (tiga) Kabupaten penelitian yaitu: Semarang, Magelang dan Klaten, dilakukan secara sengaja (purposive). Dari Kabupaten Semarang dipilih wilayah Kecamatan untang sebagai lokasi penelitian, dari Kabupaten Magelang dipilih 4 (empat) wilayah Kecamatan yaitu: Mertoyudan, egalrejo, Candimulyo, dan Grabag, sedangkan dari Kabupaten Klaten dipilih (dua) wilayah Kecamatan yaitu: Jogonalan dan Ngawen. Pemilihan kecamatan ini juga dilakukan secara sengaja (purposive). Selanjutnya penarikan contoh dilakukan dengan secara acak (random sampling method) dan jumlah contoh masing-masing wilayah kecamatan ditentukan dengan cara alokasi tidak berimbang, sehingga didapat 15 contoh dari Kabupaten Semarang, 5 contoh dari Kabupaten Klaten dan 50 contoh dari Kabupaten Magelang. Jumlah keseluruhan usaha kecil makanan yang dijadikan sampel adalah 90 contoh. Adapun kerangka sampling di 3 (tiga) kabupaten ini didapat dari data jumlah usaha kecil makanan yang ada di Dinas Perindustrian di masing-masing

3 93 kabupaten dan dari Dinas Perindustrian Provinsi Jawa engah. Dari 90 contoh usaha kecil makanan yang ada di 3 (tiga) wilayah kabupaten ini diharapkan dapat diperoleh gambaran keragaan ekonomi usaha kecil yang mengambil kredit mikro dan kecil. Sentra-sentra usaha kecil ini, merupakan industri perdesaan yang menonjolkan resource based industry, yaitu bersifat mendukung serta menimbulkan efek multiplier terhadap sektor pertanian dan industri pengolahan yang berbasis pertanian di perdesaan (White, 1990). Sedangkan untuk analisis model keterkaitan kredit dan ekonomi wilayah, masing-masing blok yaitu: Kredit dari Lembaga Keuangan Mikro dan PDRB, data diperoleh dari data sekunder (time series) untuk kondisi tahun 000 sampai dengan tahun 005 selama 6 (enam) tahun dan data primer (cross-section) dari 9 kabupaten yang ada di Provinsi Jawa engah, sehingga didapat data pool. Model diestimasi dengan metode pendugaan wo Stages Least Square (SLS) Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer crosssection dari survei yang bersumber dari usaha kecil sebagai contoh, di tiga Kabupaten di wilayah Provinsi Jawa engah yaitu: Semarang, Magelang dan Klaten. Pengumpulan data ini dilakukan melalui wawancara terhadap pelaku usaha kecil menggunakan daftar pertanyaan dengan kuisioner yang dirancang untuk penelitian ini. Dalam pengumpulan data primer ini peneliti dibantu oleh empat orang enumerator, yang telah dilatih mengenai pertanyaan dalam kuisioner sehingga dapat memahami dan menguasai pertanyaan yang dimaksud. Data primer ini meliputi identitas pelaku usaha kecil (umur, jenis kelamin, pendidikan, jumlah anggota keluarga, dll), identitas usaha, penggunaan input produksi, hasil

4 94 produksi, penggunaan pinjaman, pengeluaran untuk pendidikan dan sosial, konsumsi, tabungan, kepemilikian aset, serta permasalahan usaha kecil yang dihadapi. Adapun data primer untuk pool data yang merupakan gabungan data timeseries dan data cross-section di 9 Kabupaten di Provinsi Jawa engah periode tahun , diperoleh dari Badan Pusat Statistik Semarang, Bank Indonesia Semarang, Kantor Wilayah Bank Rakyat Indonesia, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Perumusan Model Model ekonometrika ini dalam bentuk persamaan simultan terdiri dari persamaan perilaku dan persamaan identitas. Model kuantitatif yang digunakan untuk analisis penelitian ini dibangun dengan langkah-langkah melalui prosedur yang bertahap mulai dari pengidentifikasian masalah, pemilihan pendekatan teknik modeling, spesifikasi model, estimasi atau solusi model, evaluasi dan validasi model, dan aplikasi model, sehingga dapat diperoleh hasil dan kesimpulan penelitian (Sinaga, 1997). Secara garis besar penelitian ini mencakup dua aspek, yaitu (1) ekonomi usaha kecil, dan () keterkaitan kredit dan ekonomi wilayah. Model ini dibangun dengan menggunakan persamaan simultan Model Ekonomi Usaha Kecil Bagian ini menganalisis hubungan simultan variabel-variabel yang mempengaruhi keputusan ekonomi pelaku usaha kecil dengan menggunakan model ekonometrika. Model ini terdiri dari 11 persamaan dengan model

5 persamaan simultan, terdiri 8 persamaan perilaku dan 3 persamaan identitas, yaitu: 1. Persamaan Pengambilan Kredit (PKM) : Kredit yang diambil oleh usaha kecil diduga dipengaruhi oleh tingkat bunga kredit, tabungan, pengeluaran non tenaga kerja, lama pengalaman usaha, dan dummy sumber kredit. PKM = a 10 + a 11 SBK + a 1 ABS + a 13 PNK + a 14 LU + a 15 DSK + U 1... (01) anda parameter dugaan yang diharapkan a 1, a 13, a 14, a 15 > 0 dan a 11 < 0 PKM = Kredit yang Diambil Usaha Kecil (Rp per tahun) SBK = ingkat Bunga Kredit (persen per tahun) ABS = abungan (Rp per tahun) PNK = Pengeluaran Non enaga Kerja (Rp per tahun) LU = Pengalaman Usaha (ahun) DSK = Dummy Sumber Kredit ( 0 adalah sumber kredit dari non bank dan 1 adalah sumber kredit dari bank). Persamaan Modal Usaha (MOUS) : Modal usaha merupakan penjumlahan kredit yang diambil oleh usaha kecil dan nilai aset kegiatan usaha (ALK) yang dimiliki usaha kecil. MOUS = PKM + ALK... (0) MOUS PKM ALK = Modal Usaha (Rp per tahun) = Kredit yang Diambil Usaha Kecil (Rp per tahun) = Aset Kegiatan Usaha (Rp per tahun) 3. Persamaan Penggunaan Bahan Baku (PBM) : Pengeluaran untuk penggunaan bahan baku diduga dipengaruhi oleh modal usaha, harga input produksi, dan jumlah tenaga kerja. 95

6 96 PBM = a 0 + a 1 MOUS + a PI + a 3 JK + U... (03) anda parameter dugaan yang diharapkan a 1,a, a 3, a 4 > 0 PBM = Penggunaan Bahan Baku (Rp per tahun) MOUS= Modal Usaha (Rp per tahun) PI = Harga Input Produksi (Rp per satuan) JK = Jumlah enaga Kerja (HOK) 4. Persamaan Penggunaan Bahan Bakar (PBB): Disamping bahan baku kegiatan usaha juga membutuhkan bahan bakar untuk produksi. Pengeluaran untuk penggunaan bahan bakar diduga dipengaruhi modal usaha dan pengeluaran untuk penggunaan bahan bakar minyak tanah. PBM = a 30 + a 31 MOUS + a 3 PBBM + U 3... (04) anda parameter dugaan yang diharapkan a 31,a 3 > 0 PBM = Penggunaan Bahan Baku (Rp per tahun) MOUS= Modal Usaha (Rp per tahun) PBBM = Penggunaan Bahan Bakar Minyak anah (Rp per tahun) 5. Persamaan Penggunaan enaga Kerja (PK): Pengeluaran untuk penggunaan tenaga kerja diduga dipengaruhi oleh modal usaha dan pengeluaran untuk penggunaan tenaga kerja perempuan. PK = a 40 + a 41 MOUS + a 4 PKP + U 4... (05) anda parameter dugaan yang diharapkan a 41,a 4 > 0 PK = Penggunaan enaga Kerja (Rp per tahun) MOUS= Modal Usaha (Rp per tahun) PKP = Penggunaan enaga Kerja Perempuan (Rp per tahun)

7 6. Persamaan otal Biaya Produksi (BP): 97 otal biaya produksi merupakan penjumlahan antara pengeluaran untuk penggunaan bahan baku, pengeluaran untuk penggunaan bahan bakar, dan pengeluaran untuk penggunaan tenaga kerja. BP = PBM + PBB + PK... (06) BP = otal Biaya Prosuksi (Rp per tahun) PBM = Penggunaan Bahan Baku / Bahan Mentah (Rp per tahun) PBB = Penggunaan Bahan Bakar (Rp per tahun) PK = Penggunaan enaga Kerja (Rp per tahun) 7. Persamaan Penerimaan Usaha (PENU) : Penerimaan usaha kecil diduga dipengaruhi oleh penggunaan bahan baku, penggunaan bahan bakar, penggunaan tenaga kerja, harga jual produk, dan dummy wilayah pemasaran. PENU = a 50 + a 51 PBM + a 5 PBB + a 53 PK + a 54 PO + a 55 DPP + U 5... (07) anda parameter dugaan yang diharapkan a 51,a 5, a 53, a 54, a 55, > 0 PENU = Penerimaan Usaha (Rp per tahun) PBM = Penggunaan Bahan Baku (Rp per tahun) PBB = Penggunaan Bahan Bakar (Rp per tahun) PK = Penggunaan enaga Kerja (Rp per tahun) PO = Harga Jual Produk (Rp per satuan) DPP = Dummy Pemasaran Produk ( 0 adalah wilayah pemasaran di Jawa engah dan Yogyakarta dan 1 adalah wilayah pemasaran yang lebih luas mencapai Jawa imur, Jawa Barat, Jakarta dan sekitarnya)

8 98 8. Persamaan Pendapatan Usaha (PEND) : Pendapatan usaha merupakan selisih antara penerimaan usaha dengan total biaya produksi, ini merupakan pendapatan bersih usaha. PEND = PENU - BP... (08) PEND = Pendapatan Usaha (Rp per tahun) PENU = Penerimaan Usaha (Rp per tahun) BP = otal Biaya Produksi (Rp per tahun) 9. Persamaan abungan (ABS) : abungan diduga pengaruhi oleh pendapatan usaha, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan dan dummy kelembagaan tabungan. ABS = a 60 + a 61 PEND + a 6 JAK + a 63 P + a 64 DJS + U 6... (09) anda parameter dugaan yang diharapkan a 61, a 63, a 64 > 0 dan a 6 < 0 ABS = abungan (Rp per tahun) PEND = Pendapatan Usaha (Rp per tahun) JAK = Jumlah Anggota Keluarga (Jiwa) P = ingkat Pendidikan (Skor) DJS = Dummy Kelembagaan abungan ( 0 adalah simpanan/tabungan di kelompok atau di rumah dan 1 adalah simpanan/tabungan di bank atau koperasi) 10. Persamaan Konsumsi (PKON) : Pengeluaran untuk konsumsi diduga dipengaruhi oleh pendapatan bersih usaha, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, dan konsumsi tenaga kerja. KONS = a 70 + a 71 PEND + a 7 JAK + a 73 P + a 74 KK + U 7... (10) anda parameter dugaan yang diharapkan a 71, a 7 a 73, a 74 > 0 PKON = Konsumsi (Rp per tahun)

9 PEND = Pendapatan Bersih Usaha (Rp per tahun) JAK = Jumlah Anggota Keluarga (Jiwa) P = ingkat Pendidikan (Skor) KK = Konsumsi enaga Kerja (Rp per tahun) Persamaan Pengeluaran Pendidikan dan Sosial (PPKS): Pengeluaran untuk pendidikan dan sosial diduga dipengaruhi pendapatan bersih usaha, jumlah anak sekolah, pengeluaran sosial, dan dummy jenis kelamin. PPKS = a 80 + a 81 PEND + a 8 JAS + a 83 PSO + a 84 DJG + U 8... (11) anda parameter dugaan yang diharapkan a 81, a 8, a 83, a 84 > 0 PPKS = Pengeluaran Pendidikan dan Sosial (Rp per tahun) PEND = Pendapatan Usaha (Rp per tahun) JAS = Jumlah Anak Sekolah (Jiwa) PSO = Pengeluaran Sosial (Rp per tahun) DJG = Dummy Jenis Kelamin ( 0 adalah perempuan dan 1 adalah laki-laki) Model Keterkaitan Kredit Dan Ekonomi Wilayah Untuk melihat keterkaitan ini, maka dirumuskan model ekonometrika yang merupakan model simultan dengan persamaan terdiri dari 11 persamaan perilaku dan persamaan identitas, serta dibagi dalam blok, yaitu : Blok Kredit dari Lembaga Keuangan Mikro, dan Produk Domestik Regional Bruto Blok Kredit Dari Lembaga Keuangan Mikro 1. Kredit Modal Kerja dari Bank Perkreditan Rakyat (KMB) : KMB = a 10 + a 11 SBBM + a 1 JG + a 13 JBPR + U 1... (01). Kredit Investasi dan Konsumsi dari BPR (KIKB) : KIKB = a 0 + a 1 SBBI + a JG + a 3 JBPR + U... (0)

10 Kredit Modal Kerja dari KUK (KMK) : KMK = a 30 + a 31 SBPM + a 3 J + a 33 JG + a 34 KBRI + a 35 JNB + U 3... (03) 4. Kredit Investasi dan Konsumsi dari KUK (KIKK) : KIKK = a 40 + a 41 SBPI + a 4 JD + a 43 JBRI + U 5... (04) 5. Kredit Kupedes dari Bank Rakyat Indonesia-Unit (KBRI) : KBRI = a 50 + a 51 SBPK + a 5 RPN + a 53 RNU + a 54 JBRI + a 55 PDRB1 + U 5... (05) 6. Pinjaman dari Koperasi Simpan Pinjam (KKSP): KKSP = a 60 + a 61 SBSM + a 6 JKSP + a 63 JG + a 64 JAKO + a 65 AKO + a 66 JMK + U 6... (06) 7. Jumlah Giro Masyarakat di Bank Umum : JG = a 70 + a 71 PDRB + a 7 PDRB3 + a 73 PDRB4 + U 7... (07) 8. Kredit Mikro dari Bank Perkreditan Rakyat : KBPR = KMB + KIKB... (08) 9. Kredit Kecil dari Bank Umum: KUK = KMK + KIKK... (09) anda parameter dugaan yang diharapkan (hipotesis) dalam persamaan (01) hingga (07) adalah a 1, a 13, a, a 3, a 4, a 3, a 33, a 34, a 4, a 43, a 44, a 5, a 53, a 54,a 6, a 63, a 64, a 65 a 71, a 7, a 73 > 0 ; a 11, a 1, a 31, a 41, a 51, a 61 < 0 SBBM = Suku Bunga Kredit Modal Kerja dari BPR (persen) SBBI = Suku Bunga Kredit Investasi dari BPR (persen). SBBK = Suku Bunga Kredit Konsumsi dari BPR (persen) JG = Jumlah Simpanan Giro dari Masyarakat di Bank Umum (Rp)

11 101 JBPR = Jumlah Kantor Bank Perkreditan Rakyat (unit) JR = Jumlah Rumah angga (unit) SBPM = Suku Bunga Kredit Modal Kerja dari Bank Pemerintah (persen) SBPI = Suku Bunga Kredit Bank Pemerintah untuk Kredit Inv. (persen) JNB = Jumlah Nasabah Peminjam di BRI-Unit (orang) J = Jumlah Simpanan abungan Masyarakat di Bank Umum (Rp) JD = Jumlah Simpanan Deposito Masyarakat di Bank Umum (Rp) JBRI = Jumlah Kantor BRI-Unit (unit) RPN = Jumlah Rata-rata Pinjaman per Nasabah di BRI-Unit (Rp) RNU = Jumlah Rata-rata Peminjam per Kantor BRI-Unit (orang) KKSP = Kredit / Pinjaman dari Koperasi Simpan Pinjam (Rp) SBSM = Suku Bunga Kredit dari Bank Swasta untuk Kredit Modal Kerja (persen) JKSP JAKO AKO JMK KBPR KKSP KUK = Jumlah Kantor Koperasi Simpan Pinjam (unit) = Jumlah Anggota Koperasi Simpan Pinjam (orang) = Aset Koperasi Simpan Pinjam (Rp) = Jumlah Modal Koperasi Simpan Pinjam (Rp) = otal Kredit dari BPR (Rp) = otal Kredit / Pinjaman dari Koperasi Simpan Pinjam (Rp) = otal Kredit dari KUK Bank Umum (Rp) Blok Produk Domestik Regional Bruto 10. Produk Domestik Regional Bruto sektor Pertanian (PDRB1) : PDRB1= b 80 + b 81 KBPR + b 8 KKSP + b 83 JP + b 84 JAK + U 8... (10) 11. Produk Domestik Regional Bruto sektor Industri Pengolahan (PDRB): PDRB= b 90 + b 91 KKSP + b 9 JP + b 93 JAK + U 9... (11) 1. Produk Domestik Regional Bruto sektor Perdagangan (PDRB3): PDRB3= b b 101 KUK + b 10 JP + b 103 JAK + U (1)

12 Produk Domestik Regional Bruto sektor Jasa-jasa (PDRB4): PDRB4= b b 111 KBPR + b 11 KUK + b 113 JP + U (13) anda parameter dugaan yang diharapkan persamaan (10), (11), (1) adalah : b 71, b 7, b 73, b 81, b 8, b 83, b 91, b 9 b 93, b 101, b 10, b 103, b 111, b 11, b 113 > 0 JAK = Jumlah Angkatan Kerja (orang) JP = Jumlah Penduduk (orang) PDRBi= Produk Domestik Regional Bruto sektoral (PDRB1 sektor Pertanian, PDBR sektor Industri Pengolahan, PDBR3 sektor Perdagangan, PDBR4 adalah sektor Jasa-jasa) (Rp) KBPR = otal Kredit dari BPR (Rp) KKSP = otal Kredit / Pinjaman dari Koperasi Simpan Pinjam (Rp) KUK = otal Kredit dari KUK Bank Umum (Rp) 4.5. Prosedur Estimasi Model Identifikasi Model Sebelum menentukan metode yang digunakan untuk menduga parameterparameter suatu model, maka model perlu diidentifikasi. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan order condition sebagai syarat keharusan, dan metode rank condition sebagai syarat kecukupan. Berdasarkan kriteria rank condition maka suatu persamaan akan teridentifikasi jika dan hanya jika, dimungkinkan untuk membentuk paling sedikit satu determinan bukan nol pada order (G 1) dari parameter struktural, pada variabel yang tidak termasuk dalam persamaan yang bersangkutan (Intriligator, 1996; Lains, 006; Manurung et al., 005). Sementara itu berdasarkan kriteria order condition, agar setiap persamaan dapat teridentifikasikan, maka harus dipenuhi beberapa persyaratan. Rumusan

13 103 identifikasi model menurut Koutsoyiannis (1977) dalam model persamaan struktural berdasarkan order condition ditentukan oleh: (K-M) > (G 1) K = jumlah total variabel endogen dan predetermined didalam model, M = jumlah variabel endogen dan eksogen dalam suatu persamaan yang sedang diuji dan diidentifikasi, dan G = jumlah persamaan atau jumlah total variabel endogen. Bila sebuah persamaan memperlihatkan kondisi: (K M) < (G 1), persamaan dikatakan tidak teridentifikasi (under identified), (K M) = (G 1), persamaan dikatakan teridentifikasi secara tepat (exactly identified), dan (K M) > (G 1), persamaan dikatakan teridentifikasi berlebih (over identified), sehingga persamaan dapat diduga parameternya Pendugaan Model Model Ekonomi Usaha Kecil Model ini dikembangkan untuk mencapai tujuan penelitian yang pertama ini, merupakan model persamaan simultan yang tersusun dari 11 persamaan, yaitu 8 persamaan perilaku dan 3 persamaan identitas. Serta 11 variabel endogen dengan variabel predetermined sebanyak 18 yang terdiri atas variabel-variabel eksogen. Masing-masing jumlah nilai K = 9, M = 5, dan G = 11. Setelah melalui pengujian pada setiap persamaan, semua persamaan struktural memenuhi kriteria identifikasi model, dimana (K-M) > (G-1) sehingga (9 5) > (11 1) atau 4 > 10. Dengan mempertimbangkan ketersediaan data sampel yang relatif kecil (n

14 104 responden = 90), maka dipilih metode SLS (two stage least squares method) yang relatif kurang sensitif guna menduga parameter struktural (Sinaga, 1989) Model Keterkaitan Kredit Dan Ekonomi Wilayah Model yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan model persamaan simultan yang tersusun dari 13 persamaan terdiri persamaan identitas dan 11 persamaan perilaku, dengan 13 variabel endogen serta variabel predetermined sebanyak 19 yang terdiri atas variabel-variabel eksogen. Masingmasing jumlah nilai K = 3, M = 6, dan G = 13, dimana (K M) > (G 1) sehingga (3 6) > (13 1) atau 6 > 1. Setelah melalui pengujian setiap persamaan, semua persamaan struktural memenuhi kriteria identifikasi model. Dengan mempertimbangkan ketersediaan data sampel yang relatif kecil (n kabupaten = 9 dan n tahun = 6) dan kemungkinan adanya respesifikasi model ketika dilakukan analisis struktural dan simulasi, maka dipilih metode SLS (two stage least squares method) yang relatif kurang sensitif untuk menduga parameter struktural (Sinaga, 1989). eknik estimasi ini menggunakan program Statistical Analysis System / Econometric ime-series (SAS/ES) Versi Validasi Model Model perlu diuji apakah cukup valid bila digunakan untuk simulasi kebijakan. Untuk itu digunakan kriteria statistik yaitu. Root Mean Squares Error (RMSE), Root Mean Squares Percentage Error (RMSPE), dan U-heil. Statistik RMSE dan RMSPE menggambarkan seberapa jauh nilai-nilai dugaan variabel endogen tersebut menyimpang dari nilai-nilai aktual, baik itu dalam angka nominal (RMSE) maupun persentase (RMSPE).

15 dimana : RMSE = ( ) P t A t 1 t = ( P t A t / A t ) t 1 RMSPE = 100% ( ) = 105 RSME = Root Mean Squares Root RSMPE = Root Mean Squares Root Percentage Error = Jumlah pengamatan dalam simulasi P = Nilai dugaan model (predict value) A = Nilai pengamatan (actual value) U heil dan UI (modification heil inequality) U-heil juga memiliki kelemahan, karena merupakan fungsi dari predictor itu sendiri yang merupakan salah satu unsur didalam penyebutnya, sehingga tidak dapat digunakan sebagai kriteria untuk membandingkan serta meranking model alternatif. Untuk mengatasi hal ini sering kali digunakan juga UI yang merupakan modifikasi dari U-heil. Nilai koefisien U berkisar antara 0 dan 1, sedangkan UI diantara 0 dan ~ (tak terhingga). Makin kecil nilai ataupun UI, termasuk juga RMSPE, menunjukkan kualitas model yang makin baik. Untuk mengukur U-heil dan UI adalah sebagai berikut. U-heil = 1 ( Pt A t ) 1 t = 1 Pt t = t = 1 A t UI = P t A t A t A = t 1 t 1 A A t t = 1 t 1

16 106 Sementara itu Mean Squares Error dapat didekomposisi atas 3 komponen yaitu : 1. UM atau Biased proportion, mengindikasikan systematic error merupakan deviasi antara rata-rata nilai prediksi dengan nilai aktual.. UR atau Regression Component, mengindikasikan deviasi slope dari nilainilai aktual dengan nilai prediksi. 3. UD atau Residual Component, yang menangkap unsystematic error. Jumlah koefisien dari ketiga komponen tersebut adalah sama dengan satu. Nilai UM dan UR yang makin kecil menunjukkan bahwa model makin baik, sedangkan untuk UD bila nilainya makin besar (mendekati 1) berarti model makin baik (Pindyck dan Rubenfeld, 1991). Ketiga komponen tersebut masing-masing dapat dirumuskan sebagai berikut. UM = ( PM AM ) ( Pt A t ) t = 1 UR = ( SP rsa ) ( Pt A t ) t = 1 UD = ( I - r ) ( Pt A t ) t = 1 SA dimana : PM = rata-rata dari nilai prediksi AM SP SA r = rata-rata dari nilai aktual = standard deviasi dari nilai prediksi = standar deviasi dari nilai aktual = koefisien korelasi antara nilai-nilai aktual dengan prediksi = jumlah pengamatan

17 Simulasi Kebijakan 107 Setelah dilakukan validasi model maka akan dilakukan simulasi kebijakan. Analisis simulasi kebijakan ini dilakukan untuk model ekonomi usaha kecil, sehingga dapat digunakan untuk menganalisis dampak dari perubahan variabel endogen maupun eksogen terhadap variabel endogen yang berjumlah sebelas di dalam model ekonomi usaha kecil. Simulasi kebijakan dalam model ekonomi usaha kecil meliputi: 1. Penurunan suku bunga kredit sebesar 0 persen.. Kenaikan pengambilan kredit oleh usaha kecil sebesar 100 persen. 3. Perubahan sumber kredit dari non bank menjadi sumber kredit yang berasal dari bank (dummy = 1). 4. Perubahan sumber kredit dari bank menjadi sumber kredit yang berasal dari non bank (dummy = 0). 5. Kenaikan harga jual produk sebesar 10 persen. 6. Perluasan daerah pemasaran produk dari hanya di wilayah Yogyakarta dan Jawa engah menjadi wilayah pemasaran mencakup wilayah Jawa imur, Jawa Barat, Jakarta dan sekitarnya (dummy = 1). 7. Perubahan daerah pemasaran produk dari mencakup wilayah Jawa imur, Jawa Barat, Jakarta dan sekitarnya, menjadi hanya di wilayah Yogyakarta dan Jawa engah (dummy = 0). 8. Kombinasi simulasi dan simulasi Kombinasi simulasi dan simulasi Kombinasi simualsi, simulasi 5, dan simulasi 6.

18 108 Beberapa pertimbangan dalam melakukan simulasi kebijakan ini adalah: 1. Penurunan suku bunga kredit sebesar 0 persen dari rata-rata suku bunga yang berlaku saat ini, diharapkan akan memberikan insentif bagi usaha kecil karena akan berdampak pada penurunan suku bunga kredit menjadi sekitar 15 persen per tahun. Kebijakan ini bisa dilakukan oleh pemerintah antara lain melalui subsidi bunga kredit atau program penjaminan kredit.. Kenaikan pengambilan kredit sebesar 100 persen, diharapkan akan dapat meningkatkan rata-rata jumlah pengambilan kredit oleh usaha kecil menjadi sekitar Rp.30 juta sampai dengan Rp.40 juta sehingga mendekati plafon kredit kecil dari perbankan. Kebijakan ini bisa ditempuh antara lain melalui skimskim kredit usaha kecil baru dengan plafon pinjaman yang lebih besar. 3. Kenaikan harga jual produk sebesar 10 persen, kebijakan ini dapat dilakukan dengan memperbaiki infrastruktur perhubungan, sehingga produsen dapat menjual dengan harga lebih tinggi. 4. Perluasan wilayah pemasaran produk, bagi usaha kecil akan memberikan peluang pasar yang lebih baik karena akan mendorong omset penjualan produk. Kebijakan ini bisa dilakukan melalui kesempatan mengikuti pameran dagang, pelatihan, maupun lokakarya (workshop) di tingkat regional, nasional, atau bahkan internasional sehingga produk menjadi lebih dikenal luas. 5. Perubahan sumber kredit dari non bank ke bank, diharapkan akan memberikan akses lebih baik dalam memperoleh jumlah kredit yang lebih besar bagi usaha kecil. Kebijakan yang bisa ditempuh antara lain mendorong dan mempermudah pendirian kantor bank sampai dengan tingkat kecamatan, sehingga usaha kecil yang telah feasible bisa memperoleh akses perbankan.

VII. ANALISIS KEBIJAKAN

VII. ANALISIS KEBIJAKAN VII. ANALISIS KEBIJAKAN 179 Secara teoritis tujuan dari suatu simulasi kebijakan adalah untuk menganalisis dampak dari berbagai alternatif kebijakan dengan jalan mengubah dari salah satu atau beberapa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pool data 13 kabupaten dan satu kota di Kalimantan Tengah selama periode 1995-2005. Data sekunder yang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 109 Pada bagian ini akan disajikan gambaran mengenai lokasi penelitian untuk mendapatkan data primer tentang perilaku ekonomi usaha kecil, yang meliputi tiga Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran merupakan masalah yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian tentang kemiskinan ini hanya terbatas pada kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007-2011. Variabel yang digunakan dalam menganalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan suatu proses perubahan terencana yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang berperan di berbagai sektor yang bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara atau wilayah di berbagai belahan dunia pasti melakukan kegiatan pembangunan ekonomi, dimana kegiatan pembangunan tersebut bertujuan untuk mencapai social

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah merupakan Provinsi yang termasuk ke dalam Provinsi yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi jangka panjang. Dari satu periode ke periode berikutnya kemampuan suatu negara untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Metode penelitian merupakan cara penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Sugiyono (2010:2) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertanian merupakan salah satu basis perekonomian Indonesia. Jika mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris, maka pembangunan pertanian akan memberikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1. Gambaran Umum Subyek penelitian Penelitian ini tentang pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/kota

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data APBD Kabupaten/Kota dan Provinsi di Indonesia tahun 2005-2009 yang diperoleh dari Dirjen Perimbangan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/01/33/Th.II, 2 Januari 2008 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2007 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Tengah pada Agustus 2007 adalah

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja kantor Bank Rakyat Indonesia Cabang Bogor (nasabah Bank Rakyat Indonesia dijadikan sebagai responden).

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di wilayah Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran persebaran IPM dan komponen-komponen penyususn IPM di Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya dilakukan pemodelan dengan menggunakan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Penutup Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun Data time series

III. METODE PENELITIAN. berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun Data time series III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun 2011. Data time series merupakan data

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN 55 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Kerangka Pemikiran Berdasarkan studi pustaka, teori-teori ekonomi makro, dan kerangka logika yang digunakan, terdapat saling keterkaitan antara komponen perekonomian makro

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kepada pemerintah pusat. Penulis melakukan pengambilan data

BAB III METODE PENELITIAN. kepada pemerintah pusat. Penulis melakukan pengambilan data BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada kabupaten/kota provinsi Jawa Tengah tahun 2011-2013 yang seluruh data keuangannya telah di terbitkan dan dilaporkan kepada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari : 1. Kab. Banjarnegara 13. Kab. Demak 25. Kab.

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari : 1. Kab. Banjarnegara 13. Kab. Demak 25. Kab. BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek dan Subyek Penelitian Dalam penelitian ini daerah yang digunakan adalah seluruh kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari : 1. Kab. Banjarnegara 13. Kab.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu keadaan di mana masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kehidupan yang layak, (menurut World Bank dalam Whisnu, 2004),

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/12/33/Th.III, 1 Desember 2009 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2009 Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) dilaksanakan dua kali dalam setahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Analisis cluster merupakan analisis yang bertujuan untuk. mengelompokkan objek-objek pengamatan berdasarkan karakteristik yang

BAB III PEMBAHASAN. Analisis cluster merupakan analisis yang bertujuan untuk. mengelompokkan objek-objek pengamatan berdasarkan karakteristik yang BAB III PEMBAHASAN Analisis cluster merupakan analisis yang bertujuan untuk mengelompokkan objek-objek pengamatan berdasarkan karakteristik yang dimiliki. Asumsi-asumsi dalam analisis cluster yaitu sampel

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK A. Gambaran Umum Objek/Subjek Penelitian 1. Batas Administrasi. Gambar 4.1: Peta Wilayah Jawa Tengah Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multi dimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga-lembaga sosial. Perubahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S --

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S -- BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Letak dan Luas Wilayah Jawa Tengah terletak di antara 108 30 B.T -- 111 30 B.T dan 6 30 L.S -- 8 30 L.S. Propinsi ini terletak di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang dinamakan dengan nawacita.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksplanasi, karena dalam penelitian ini menggunakan dua variabel. Metode eksplanasi

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hasil dari uji heterokedastisitas tersebut menggunakan uji Park. Kriteria

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hasil dari uji heterokedastisitas tersebut menggunakan uji Park. Kriteria BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Uji Kualitas Data 1. UJI Heteroskedastisitas Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi imi terjadi heterokedastisitas atau tidak, untuk

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar penelitian yang digunakan ialah metode penelitian eksplanatoris. Penelitian eksplanatoris merupakan penelitian yang bersifat noneksploratif,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 447 60 8 364 478 2.632 629 4.618 57.379 8,05 2 Purbalingga 87 145 33 174 119 1.137

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN No. 62/11/33/Th.V, 07 November 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2011 mencapai 16,92 juta

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 08/05/33/Th.I, 15 Mei 2007 TINGKAT PENGANGGURAN DI JAWA TENGAH MENURUN 0,1% Tingkat Penganguran Terbuka di Jawa Tengah pada Februari 2007 adalah 8,10%. Angka ini 0,10% lebih

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH TAHUN

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH No. 56/08/33 Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 167,79 RIBU TON, CABAI RAWIT SEBESAR 107,95 RIBU TON,

Lebih terperinci

DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER

DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER P R O S I D I N G 186 DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER Novi Haryati, Soetriono, Anik Suwandari Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Hasil Regresi Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaruh PAD dan DAU terhadap pertumbuhan ekonomi dan bagaimana perbandingan pengaruh kedua variabel tersebut

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab.

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. LAMPIRAN Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap 15.24 6.68 22.78 1676090 2 Kab. Banyumas 18.44 5.45 21.18 1605580 3 Kab. Purbalingga 20.53 5.63 21.56 879880 4 Kab. Banjarnegara

Lebih terperinci

Dept.Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,FEM-IPB, 2)

Dept.Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,FEM-IPB, 2) ANALISIS EKONOMI RUMAHTANGGA PEKERJA WANITA INDUSTRI KECIL KAIN TENUN IKAT DI KELURAHAN BANDAR KIDUL KOTA KEDIRI DALAM RANGKA MENGHADAPI ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Kasirotur Rohmah 1), Hastuti 2), dan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab analisis dan pembahasan ini akan jelaskan tentang pola persebaran jumlah penderita kusta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kemudian dilanjutkan dengan pemodelan

Lebih terperinci

Bayu Nuswantara Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen SatyaWacana, Salatiga

Bayu Nuswantara Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen SatyaWacana, Salatiga ANALISIS PENYALURAN KREDIT MIKRO DAN KECIL PADA BEBERAPA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DI WILAYAH JAWA TENGAH Analysis of Micro and Small Credits on Microfinance Institutions in Central Java Region Bayu Nuswantara

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 No. 50/08/33/Th. VIII, 4 Agustus 2014 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 145,04 RIBU TON, CABAI RAWIT 85,36 RIBU TON, DAN BAWANG

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 78 TAHUN 2013 TAHUN 2012 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini dilakukan analisis model Fixed Effect dan pengujian

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini dilakukan analisis model Fixed Effect dan pengujian BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini dilakukan analisis model Fixed Effect dan pengujian hipotesisinya yang meliputi uji serempak (ujif), uji signifikansi paramerer individual (uji T), dan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 56 TAHUN 201256 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 748 34 3 790 684 2,379 1,165 5,803 57,379 10.11 2 Purbalingga 141 51 10 139 228

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Penelitian

Lampiran 1. Data Penelitian Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelan g Lampiran 1. Data Penelitian Kab / Kota Tahun Kemiskinan UMK TPT AMH LnUMK (%) (Rb Rp) (%) (%) 2010 18.11 698333 13.4565 9.75

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan merangsang proses produksi barang. maupun jasa dalam kegiatan masyarakat (Arta, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan merangsang proses produksi barang. maupun jasa dalam kegiatan masyarakat (Arta, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan suatu perubahan struktur ekonomi dan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejaheraan penduduk atau masyarakat. Kemiskinan,

Lebih terperinci

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Komoditi TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Produksi Penyediaan Kebutuhan Konsumsi per kapita Faktor Konversi +/- (ton) (ton) (ton) (ton) (kg/kap/th) (100-angka susut)

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 71 A TAHUN 201356 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DEFINITIF DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN No Kelompok Pola Harapan Nasional Gram/hari2) Energi (kkal) %AKG 2) 1 Padi-padian 275 1000 50.0 25.0 2 Umbi-umbian 100 120 6.0

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Heteroskedastisitas Berdasarkan uji Park, nilai probabilitas dari semua variabel independen tidak signifikan pada tingkat 5%. Keadaan ini

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.42/06/33/Th.X, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Jawa Tengah Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus

Lebih terperinci

PERANAN KREDIT DALAM MENDORONG KINERJA USAHA KECIL

PERANAN KREDIT DALAM MENDORONG KINERJA USAHA KECIL Peranan Kredit Dalam Mendorong Kinerja Usaha Kecil (Bayu Nuswantara) PERANAN KREDIT DALAM MENDORONG KINERJA USAHA KECIL Bayu Nuswantara Universitas Kristen Setya Wacana Salatiga Email: bnuswan@gmail.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga

I. PENDAHULUAN. tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2005 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mencanangkan tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga keuangan mikro juga telah

Lebih terperinci

REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL JULI 2017

REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL JULI 2017 REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL 13-17 JULI 2017 NO SIMBOL JENIS STAND NOMOR STAND INSTANSI 1 1 Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah 2 2 Dinas Ketahanan Pangan Provinsi

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA JAW A TENGAH 1996-2011 ISSN : 0854-6932 No. Publikasi : 33531.1204 Katalog BPS : 5203007.33 Ukuran Buku : 21 cm x 28 cm Jumlah Halaman : 245 halaman Naskah : Bidang Statistik

Lebih terperinci

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH No Program Anggaran Sub Sasaran Lokasi 1. Program Rp. 1.000.000.000 Pelayanan dan Sosial Kesejahteraan Sosial Penyandang

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No. 66/11/33/Th.VI, 05 November 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2012: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,63 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2012 mencapai 17,09

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini dikarenakan fungsi beras sebagai makanan pokok bagi hampir seluruh penduduk. Pentingnya keberadaan beras

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.69 /11/33/Th.VII, 06 November 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,02 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2013 mencapai 16,99

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Peta Provinsi Jawa Tengah Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 2. Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan

Lebih terperinci

DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH

DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH PROGRAM DAN KEGIATAN Penyelenggaraan urusan Energi dan Sumber Daya Mineral dalam rangka mewujudkan desa mandiri/berdikari melalui kedaulatan energi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pandangan pembangunan ekonomi modern memiliki suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan ekonomi modern tidak hanya

Lebih terperinci

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE)

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) Volume 3, Nomor 1, Juli 2012 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) PENGARUH FAKTOR-FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP KEPUTUSAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI KARET DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat yang dilaksanakan secara berkelanjutan berdasarkan pada kemampuan nasional, dengan

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.70 /11/33/Th.VIII, 05 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,68 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2014 yang sebesar

Lebih terperinci

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN PERILAKU PEMBENTUKAN HARGA PRODUK MANUFAKTUR DI JAWA TENGAH

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN PERILAKU PEMBENTUKAN HARGA PRODUK MANUFAKTUR DI JAWA TENGAH BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN PERILAKU PEMBENTUKAN HARGA PRODUK MANUFAKTUR DI JAWA TENGAH 1. LATAR BELAKANG MASALAH Upaya pengendalian harga dapat dimulai dari mencari sumber-sumber penyebab inflasi

Lebih terperinci

1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah)

1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah) LAMPIRAN LAMPIRAN A 1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah) NO. KOTA/KABUPATEN PAD DAU DAK BELANJA MODAL PDRB 1 Kab. Banjarnegara 71.107 562.288 65.367

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah merupakan sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah merupakan sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian 33 A. Gambaran Umum BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN Jawa Tengah merupakan sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Jawa. Dengan ibu kotanya adalah Semarang. Provinsi ini di sebelah

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 728 112 20 1,955 2,178 2,627 1,802 9,422 57,379 16.42 2 Purbalingga 70 50 11 471

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Industrialisasi pada negara sedang berkembang sangat diperlukan agar dapat tumbuh

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya. KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.1/3307/BRS/11/2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 Pembangunan manusia di Wonosobo pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah, No.26/04/33/Th.XI, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Jawa Tengah Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian Hasil analisa Deskripsi Obyek Penelitian dapat dilihat pada deskriptif statistik dibawah ini yang menjadi sampel penelitian adalah

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.31 /05/33/Th.VIII, 05 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,45 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Februari 2014 yang sebesar 17,72

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PUAP DAN RASKIN TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PUAP DAN RASKIN TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI 84 VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PUAP DAN RASKIN TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI 7.1. Hasil Validasi Model Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sebelum melakukan simulasi untuk menangkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 36 BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 4.1 Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di tengah Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi Jawa Tengah terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kawasan Teluk Bintuni di dua desa yang

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kawasan Teluk Bintuni di dua desa yang 62 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kawasan Teluk Bintuni di dua desa yang berada di sekitar wilayah pembangunan proyek LNG Tangguh yaitu di Desa Tanah

Lebih terperinci

BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH

BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH 1. Perkembangan Jumlah BPR Merger Sejak paket kebijakan bidang perbankan digulirkan pada bulan Oktober 1988 atau yang dikenal dengan Pakto 88, jumlah

Lebih terperinci

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH Rapat Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Penanganan Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Surakarta, 9 Februari 2016 Kemiskinan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH Kondisi umum Provinsi Jawa Tengah ditinjau dari aspek pemerintahan, wilayah, kependudukan dan ketenagakerjaan antara lain sebagai berikut : A. Administrasi Pemerintah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah suatu proses dalam melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Proses pembangunan yang mencakup berbagai perubahan mendasarkan status sosial,

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) No. 74/12/33 Th.VII, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM JAWA TENGAH TAHUN 2013 SEBANYAK 3,31 JUTA RUMAH TANGGA, TURUN 28,46 PERSEN DARI TAHUN 2003 Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional, guna mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bersubsidi. Pupuk yang ditetapkan sebagai pupuk bersubsidi adalah pupuk

BAB 1 PENDAHULUAN. bersubsidi. Pupuk yang ditetapkan sebagai pupuk bersubsidi adalah pupuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pupuk merupakan salah satu kebutuhan yang penting bagi petani untuk membantu meningkatkan produktivitas mereka dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 NO KAB./KOTA L P JUMLAH 1 KABUPATEN REMBANG 820 530 1.350 2 KOTA MAGELANG 238 292 530 3 KABUPATEN WONOGIRI 2.861

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Keadaan Geografis a. Letak Geografis Provinsi Jawa Tengah secara geografis terletak antara 5 o 4 dan 8 o 3 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci