BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR"

Transkripsi

1 BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR 4.1. Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Bogor adalah ,304 hektar, dan secara geografis terletak antara Lintang Selatan dan Bujur Timur. Secara administratif, Kabupaten Bogor berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, Kabupaten/Kota Bekasi dan Kota Depok di sebelah Utara, kemudian dengan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang di sebelah Timur, sedangkan di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Cianjur, sementara di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak Provinsi Banten serta di tengah-tengah terletak Kota Bogor (Gambar 18). Secara administratif, Kabupaten Bogor terdiri atas 428 Desa/Kelurahan, yang terdiri dari 411 desa, 17 kelurahan, RW, RT yang tercakup dalam 40 Kecamatan (Profil Potensi Investasi Kabupaten Bogor, 2010). Sumber: Profil Potensi Investasi Kabupaten Bogor, 2010 Gambar 18 Peta Administratif Kabupaten Bogor

2 57 Berdasarkan strategi perwilayahan pembangunan yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Program Pembangunan Daerah (Propeda) Kabupaten Bogor bahwa wilayah Kabupaten Bogor dikelompokkan ke dalam 3 Wilayah Pembangunan, yaitu: 1) Strategi percepatan di wilayah Bogor Barat, yang mencakup 13 Kecamatan, yaitu Kecamatan Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Pamijahan, Cibungbulang, Ciampea, Tenjolaya, Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Jasinga, Tenjo dan Parungpanjang, dengan total wilayah seluas hektar; 2) Strategi pengendalian di wilayah Bogor Tengah, yang mencakup 20 Kecamatan, yaitu Kecamatan Dramaga, Ciomas, Tamansari, Cijeruk, Cigombong, Caringin, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Citeureup, Cibinong, Bojonggede, Tajurhalang, Kemang, Rancabungur, Parung, Ciseeng dan Kecamatan Gunungsindur, dengan total wilayah seluas hektar; 3) Strategi pemantapan di wilayah Bogor Timur, yang mencakup 7 Kecamatan, yaitu Kecamatan Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari, Jonggol, Cileungsi, Klapanunggal dan Kecamatan Gunungputri, dengan total wilayah seluas hektar Kependudukan dan Sumberdaya Manusia Penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2003 mencapai jiwa dan pada tahun 2007 jumlah penduduk Kabupaten Bogor telah mencapai jiwa (data dari penyempurnaan hasil SUSDA melalui coklit, 2007) atau sekitar 10,32 persen dari jumlah penduduk Propinsi Jawa Barat ( jiwa) dan menempati urutan kedua setelah Kabupaten Bandung bilamana dilihat dari jumlah penduduk di seluruh kabupaten/kota yang ada di Propinsi Jawa Barat. Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Kabupaten Bogor selama periode tahun seperti ditunjukkan pada Gambar 19 tergolong cukup terkendali. Hal ini terlihat dari LPP pada tahun yang masih berada pada angka 4,05 persen, tetapi LPP pada periode tahun , justru turun drastis menjadi 0,53 persen per tahun. Angka terakhir ini sejalan dengan target LPP dalam dokumen Renstra yang harus berada di bawah LPP 2 persen per tahun. Hal ini mengindikasikan pula bahwa kinerja pembangunan yang berkenaan dengan upaya pengendalian laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bogor telah berhasil secara signifikan.

3 Sumber: Bappeda Kabupaten Bogor, 2007 Gambar 19 Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Kabupaten Bogor Tahun Sementara itu, penduduk di Kabupaten Bogor menunjukkan sebaran yang belum merata, dimana konsentrasi penduduk terpadat cenderung berada di wilayah perkotaan dan di kawasan industri seperti di ibukota Cibinong ( jiwa), Kecamatan Bojonggede ( jiwa), Kecamatan Cileungsi ( jiwa), Kecamatan Gunungputri ( jiwa), Kecamatan Ciomas ( jiwa) dan Kecamatan Citeureup ( jiwa), sedangkan penduduk dengan konsentrasi rendah berada di wilayah pedesaan seperti di Kecamatan Sukajaya, Cigudeg, Sukamakmur, Cariu dan Tanjungsari. Sejalan dengan kondisi sebaran penduduk itu, maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Bogor adalah 14,18 jiwa per hektar, dengan kepadatan terendah di Kecamatan Tanjungsari yaitu sebesar 3,06 jiwa per hektar, dan tingkat kepadatan tertinggi yaitu 78,60 jiwa per hektar di Kecamatan Ciomas. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian/profesi, terdiri dari PNS sebanyak orang (4,36 persen), TNI/Polri sebanyak orang (0,93 persen), karyawan/pegawai swasta sebanyak orang (26,95 persen), wiraswasta/pengusaha sebanyak orang (29,75 persen), petani sebanyak orang (5,85 persen), peternak sebanyak orang (0,10 persen), jasa sebanyak orang (4,64 persen), buruh sebanyak orang (26,81 persen) dan profesi lainnya sebanyak orang (0,62 persen). Tampak pada data di atas bahwa sebagian besar dari seluruh mata pencaharian penduduk Kabupaten Bogor adalah berprofesi sebagai wiraswasta, karyawan/pegawai swasta, dan buruh (Gambar 20).

4 59 Petani 5.94% Wiraswasta 29.75% Jasa 4.64% TNI/Polri 26.95% Buruh 26.81% PNS 4.36% Lainnya 0.62% Karyawan 0.93% Sumber: Bappeda Kabupaten Bogor, 2007 Gambar 20 Komposisi Penduduk Berdasarkan Kabupaten Bogor Tahun 2007 Mata Pencaharian Komposisi umur penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2007, yaitu usia 0-14 tahun sebanyak jiwa, usia tahun sebanyak jiwa, dan usia 65 tahun ke atas sebanyak jiwa. Dengan demikian proporsi umur penduduk kabupaten bogor mayoritas adalan usia produktif tahun yaitu 67,75 persen, disusul oleh usia 0-14 tahun sebesar 28,54 persen dan hanya sedikit lanjut usia yaitu 3,71 persen. Jumlah penduduk yang berumur 15 tahun keatas menurut jenjang pendidikan yang telah ditamatkan ternyata mayoritas hanya tamatan SD/sederajat yaitu sebesar 47,28 persen dan SLTP/sederajat sebesar 34,47 persen, dengan demikian kurang dari 20 persennya saja yang mengenyam pendidikan menengah dan tinggi ( Gambar 21). Ini menggambarkan bahwa mayoritas usia produktif penduduk di Kabupaten Bogor berpendidikan rendah. SD % SLTP 34.47% S2/S3 0.65% S1 1.63% Diploma 1.61% Sumber: Bappeda Kabupaten Bogor, 2007 SLTA 14.36% Gambar 21 Jumlah Penduduk Yang Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Jenjang Pendidikan

5 60 Jumlah pengangguran terbuka di Kabupaten Bogor selama periode tahun berfluktuatif dan relatif masih tinggi, yaitu sebanyak orang pada tahun 2003 dan terjadi lonjakan yang sangat signifikan pada tahun 2008 menjadi orang atau 17 persen dari angkatan kerja (Gambar 22). Tingginya jumlah pengangguran terbuka ini disebabkan oleh rendahnya peluang kerja dan kesempatan kerja yang bisa dimasuki oleh tenaga kerja yang ada di wilayah Kabupaten Bogor. Jumlah orang 700, , , , , , , , , , , , , Tahun Sumber : Bappeda Kabupaten Bogor, 2009 Gambar 22 Jumlah pengangguran Kabupaten Bogor tahun Kondisi Ekonomi dan Sosial Pergerakan ekonomi Kabupaten Bogor dapat diperhatikan dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Bogor berdasarkan harga berlaku maupun harga konstan. Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Bogor dalam periode , diketahui peningkatan nilai PDRB Kabupaten Bogor atas dasar harga berlaku dari Rp. 25,36 triliun pada tahun 2003, menjadi Rp. 66,08 triliun pada tahun Demikian juga dengan nilai PDRB atas dasar harga konstan, yaitu semula sebesar Rp. 21,08 triliun pada tahun 2003, menjadi Rp. 30,95 triliun pada tahun Berkenaan dengan nilai PDRB di atas, maka pendapatan per kapita menurut PDRB harga berlaku, yaitu

6 61 sebesar Rp ,38 per kapita per tahun pada tahun 2003 mejadi Rp ,91 per kapita per tahun pada tahun 2009, sedangkan menurut PDRB harga konstan, yaitu sebesar Rp ,46 per kapita per tahun pada tahun 2003 menjadi sebesar Rp ,00 per kapita per tahun pada tahun Selama lima tahun ( ), Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Bogor menunjukkan peningkatan pada setiap tahun, yaitu semula LPE adalah 4,81 persen pada tahun 2003, kemudian secara berurutan meningkat menjadi 5,56 persen di tahun 2004, kemudian 5,85 persen pada tahun 2005 serta 5,95 persen pada tahun 2006 dan mencapai 6,04 persen pada tahun Namun pada tahun 2008 mengalami penurunan menjadi 5,58 persen, bahkan tahun 2009 turun lagi menjadi 4,14 persen. Kondisi ini memperlihatkan bahwa adanya pencapaian LPE dalam kurun waktu tidak mengikuti pola normal dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu kenaikan yang semakin besar hal ini menunjukan perkembangan ekonomi yang tidak menggembirakan di wilayah Kabupaten Bogor (Gambar 23) Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2010 Gambar 23. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Bogor Tahun Adapun struktur ekonomi Kabupaten Bogor dalam kurun waktu , jika dilihat berdasarkan nilai PDRB harga konstan, maka kelompok sektor sekunder (industri manufaktur, listrik, gas & air serta bangunan) memberikan kontribusi terbesar, yaitu rata-rata sebesar 68,33 persen, kemudian sektor tersier

7 62 (perdagangan, hotel & restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaaan dan jasa perusahaan, jasa-jasa lainnya) dengan rata-rata sebesar 26,30 persen dan kontribusi terkecil adalah dari sektor primer (pertanian dan pertambangan), yaitu rata-rata hanya 5,70 persen dari total PDRB Kabupaten Bogor dan kontribusi dari sektor primer ini menunjukan kecenderungan yang semakin menurun dari tahun ke tahun. Kondisi taraf kesejahteraan rakyat Kabupaten Bogor bilamana diukur berdasarkan indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM), maka kondisinya adalah angka IPM pada tahun 2003 adalah 67,81 poin, dan terus meningkat hingga pada tahun 2008, angka IPM-nya telah mencapai 71,03 poin (Gambar 24). Namun kenaikan angka IPM selama lima tahun terakhir ini berdasarkan klasifikasi dari UNDP termasuk dalam kategori tingkat pertumbuhan yang lambat karena rata-rata kenaikannya hanyalah 0,59 poin per tahun atau di bawah 1,5 poin per tahun Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2008 Gambar 24 Indikator IPM Kabupaten Bogor Tahun Kondisi ini berkaitan erat dengan rendahnya kontribusi dari masingmasing indeks penyusun dari angka IPM itu sendiri, diantaranya mencakup indeks pendidikan, indeks kesehatan dan indeks daya beli. Indeks-indeks dimaksud adalah akibat lanjutan dari rendahnya pencapaian dari komponen pembentuk angka IPM tersebut, yaitu Angka Harapan Hidup (AHH), Angka Melek Huruf

8 63 (AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Kemampuan Daya Beli masyarakat menurut tingkat konsumsi riil per kapita. Namun demikian, angka pencapaian IPM sebesar 70,18 poin itu menunjukkan bahwa penduduk Kabupaten Bogor termasuk dalam klasifikasi masyarakat dengan taraf kesejahteraan menengah atas, tetapi belum termasuk taraf kesejahteraan atas, karena angka IPM-nya belum mencapai angka IPM 80 sebagaimana standar yang telah ditetapkan oleh UNDP. Bilamana dicermati menurut komponen pembentuk IPM, maka tingkat pencapaiannya menunjukkan kecenderungan meningkat pada setiap tahun, meskipun kenaikannya relatif kecil (Tabel 16). Untuk Angka Harapan Hidup semula telah mencapai 66,82 tahun pada tahun 2003, naik menjadi 68,12 tahun pada tahun Sedangkan untuk Angka Melek Huruf, yaitu semula 92,80 persen pada tahun 2003 dan naik menjadi 94,01 persen pada tahun 2008, berarti masih ada sekitar 5,99 persen dari penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang belum bebas dari tiga buta, yakni buta huruf, buta Bahasa Indonesia dan buta pengetahuan dasar. Tabel 16 Kondisi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Bogor Tahun No Indikator Tahun ,03 a. Indeks Pendidikan ,81 b. Indeks Kesehatan ,87 c. Indeks Daya beli ,28 2. Komponen IPM terdiri dari : a. Angka Harapan Hidup (AHH) ,12 b. Angka Melek Huruf (AMH) ,01 c. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) ,26 d. Kemampuan Daya Beli Masyarakat (Konsumsi riil perkapita) Sumber: Bappeda Kabupaten Bogor, 2009 Sementara itu, untuk Rata-rata Lama Sekolah maka kinerjanya semula 6,18 tahun pada tahun 2003 menjadi 7,26 tahun pada tahun 2008, berarti penduduk Kabupaten Bogor secara rata-rata telah tamat SD, tetapi belum tamat SMP atau belum mencapai rata-rata Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Demikian juga dengan kemampuan daya beli masyarakat, yaitu semula

9 64 sebesar Rp ,00 per kapita per bulan pada tahun 2003, kemudian menjadi Rp ,00 per kapita per bulan pada tahun 2008, berarti ada kenaikan yang cukup berarti selama lima tahun terakhir.

10 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Potensi dan Perkembangan Investasi Potensi ekonomi dan letak geografis yang strategis merupakan keunggulan yang dimiliki Kabupaten Bogor dalam membangun daerahnya, sehingga untuk mengetahui secara menyeluruh tentang iklim investasi di Kabupaten Bogor perlu mengetahui tentang potensi ekonomi dan perkembangan investasi baik investasi pemerintah maupun swasta khususnya PMA dan PMDN Gambaran Potensi Investasi Hampir seluruh sektor mempunyai potensi investasi yang layak untuk dipromosikan sehingga makin banyak investasi merupakan hasil dari nilai tambah dari keunggulan komparatif. Dibawah ini akan diuraikan beberapa keuanggulan komparatif Kabupaten Bogor dari beberapa sektor ekonomi yaitu : 1. Sektor Pertanian Kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman pangan di wilayah Kabupaten Bogor meliputi kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan kering, dan kawasan pertanian tanaman tahunan dapat dilihat di Tabel 17. Tabel 17 Potensi Sektor Pertanian di Kabupaten Bogor Tahun 2010 Usaha Produksi Jenis Potensi (Ton) Unggulan Lokasi Usaha Tanaman Pangan Padi Sawah Jonggol,Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari, Cileungsi, Klapanunggal, Citeureup, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Tamansari, Cijeruk, Cigombong, Caringin, Padi Gogo Jonggol, Cileungsi, Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari, Klapanunggal, Ciawi, Babakanmadang, Tamansari, Cijeruk, Jagung Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari, Citeureup, Gunungputri, Tamansari, Cijeruk, Cigombong, Caringin Kacang Jonggol, Sukamakmur, Cariu, Tanah Tanjungsari, Cileung-si, Cibinong, Bojonggede, Dramaga, Ciomas, Jasinga, Tenjo, Rumpin Sumber : Buku Profil Potensi Investasi Kab Bogor, 2010

11 66 2. Sektor Pertambangan Kabupaten Bogor mempunyai sumberdaya non logam terdiri dari : batu gunung, sirtu, batu gamping, trast, lempung, bentonit, zeolit, fosfat, pasir gunung, pasir kuarsa dan tanah urug. Kriteria kawasan pertambangan adalah Kawasan yang memiliki deposit yang secara lingkungan dan ekonomis layak tambang, Kawasan yang apabila dimanfaatkan untuk kegiatan pertambangan memiliki manfaat bagi masyarakat, di luar Kawasan Lindung, tidak berada pada sawah yang beririgasi yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Potensi Sektor Pertambangan di Kabupaten Bogor Tahun 2010 Usaha Produksi Jenis Produk Unggulan Lokasi Bahan Galian Golongan C (ton) Andesit Rumpin dan Cigudeg Pasir dan kerikil Rumpin dan Cileungsi Feldspar Parung Panjang Tanah Urug Cileungsi, Gunung Sindunr, Parung Panjang Tanah Liat Kelapa Nunggal Batu Kapur Klapanunggal Trass Parung Panjang, Ciseeng, Rumpin Bahan galian Gol. B (kg) Emas Nanggung Perak Nanggung Panas Bumi 3 x 60 MW PLTP Pamijahan Sumber : Profil Investasi Kabupaten Bogor, Sektor Peternakan Pengembangan sektor peternakan di Kabupaten Bogor meliputi unggas, ternak besar dan ternak kecil. Ternak unggas terdiri dari ayam ras petelur, ayam ras pedaging, dan ayam ras pembibit. Ternak besar terdiri dari sapi potong, sapi perah dan kerbau. Sedangkan ternak kecil terdiri dari domba, kambing dan kambing Peranakan Etawa. 4. Sektor Perkebunan Kawasan perkebunan atau berupa kebun campuran yang diperuntukkan bagi tanaman tahunan atau perkebunan yang menghasilkan baik bahan pangan

12 67 maupun bahan baku industri. Kawasan ini menempati areal dengan lereng berbukit (25-40%), jenis tanah kambisol, mediteran, dan podsolik, bahaya erosi sedang, dan pola penggunaan lahan eksisting tegalan dengan komoditas dominan singkong. Kawasan ini menyebar di berbagai wilayah Kecamatan di Kabupaten Bogor. Kriteria kawasan perkebunan adalah : Bulan kering < 2 bulan, Curah hujan mm/tahun, Drainase sedang s/d baik, Tekstur SL, L, SCL, SiL, Si, CL, SiCL, Kedalaman efektif >100 cm, KTK tanah sedang, ph tanah , Total N (sedang), P2O5 sedang, K2O > sedang), Batuan permukaan <3%, memilik skor < 125 yang berada diluar kawasan lindung, secara teknis dapat digunakan untuk kegiatan perkebunan. 5. Sektor Pariwisata Rencana pengembangan kawasan pariwisata di Kabu-paten Bogor adalah sebagai berikut : Kawasan Pariwisata Pamijahan, meliputi objek dan daya tarik Curug Ciganea, Curug Ngumpet, Curug Seribu, Kawah Ratu, Air Panas GSE. Selain air terjun terdapat objek wisata bumi perkemahan Gunung Bunder di Desa Gunung Bunder; Kawasan Pariwisata Gunung Salak Endah di Kecamatan Pamijahan, Cibungbulang dan Ciampea, serta Taman Na-sional Gunung Halimun di Kecamatan Nanggung; Obyek Wisata Goa Gundawang di Kecamatan Cigudeg (desa Cigudeg) Kecamatan Parungpanjang (Desa Lumpang dan Desa Dago), Kecamatan Jasinga (Desa Koleang); Kawasan Perkebunan Teh Cianten/Puraseda, Batutulis Ciaruteun, Napaktilas Goa Gun dawang, Arung Jeram sungai Cianten, Situ Cibaju; - Kawasan Pariwisata Puncak, meliputi objek wisata Taman Safari, Curug Cilember, Gunung Mas (kebun teh); Kawasan wisata Lido (wisata air); Kawasan Wisata Gunung Pancar (air panas); Kawasan wisata Mekar Sari (Taman Buah).

13 68 Pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Bogor adalah meningkatkan arus kunjungan wisatawan baik wisatawan nusantara maupun manca negara melalui pengembangan dan peningkatan dari segi teknis dan non teknis. Pengembangan dari segi teknis adalah meningkatkan daya tarik objek wisata melalui peningkatan aksesibilitas, pengembangan kegiatan dengan ciri khas kawasan. Dari segi non teknis adalah meningkatkan ker-jasama dengan masyarakat, swasta maupun lembaga-lembaga. Pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Bogor diprioritaskan pada : Pengembangan yang didasarkan pada aspek kebudayaan secara luas; Meningkatkan sarana dan prasarana akomodasi wisata pada kawasan-kawasan pariwisata Meningkatkan sarana dan prasarana penunjang objek dan daya tarik yang sedang dan belum berkembang. 6. Sektor Usaha Industri Upaya pengembangan kawasan industri di Kabupaten Bogor diarahkan pada kegiatan yang berskala regional, mengingat adanya potensi sumberdaya yang cukup banyak. Klaster Gunungsindur, Cibinong, Ciawi diarahkan pengembangannya untuk industri kecil dan sedang, seperti: industri kerajinan, home industry dan lain-lain. Sementara itu, Klaster Klapanunggal, Cariu dan Gunungputri lebih diarahkan pada pengembangan sektor industri berbasis teknologi/manufaktur, seperti: industri elektronika, industri transportasi, industri kimia, dan industri pengolahan hasil tambang seperti terlihat pada Tabel 19. Di Kabupaten Bogor terdapat 3 kawasan yang digambarkan berpotensi untuk dijadikan lahan investasi di bidang Industri, meskipun di luar 3 kawasan ini masih banyak beberapa diantaranya yang juga mempunyai potensi untuk penanaman modal. Pertimbangan salah satunya adalah akses menuju lokasi, sarana penunjang infrastruktur, dan daya dukung lingkungan. Ketiga kawasan ini adalah: 1. Kawasan Industri Sentul (PT. Bogorindo Cemerlang) 2. Kawasan Industri CCIE (PT. Cibinong Center Industrial Estate) 3. Kawasan Industri Menara Permai (PT. Menara Permai)

14 69 Kawasan Industri Sentul (PT. Bogorindo Cemerlang) Kawasan industri ini letaknya sangat strategis. Dengan luas lahan 100 Ha, berada 160 meter di atas permukaan laut, dengan iklim kondisi suhu antara 24,95-28,33 C. Kelembaban yang relatif 79% sampai 89% dan curah hujan ratarata mm. Selain itu akses pintu Tol Langsung yang memudahkan jarak untuk mencapai Kawasan ini antara lain: km dari Bandara Soekarno-Hatta Airport km dari Tanjung Priok km dari Jakarta Central Business District (Gatot Subroto- Sudirman) 4. 8 km dari Pusat sentra bisnis Bogor. 5. Dan 3 km dari area komersil Sentul. Tabel 19 Potensi Sektor Industri di Kabupaten Bogor Usaha Industri Industri Besar Industri Kecil dan Menengah Produksi Jenis Potensi Unggulan Lokasi pcs/thn Komponen Kendaraan Ciawi, Cibinong, Citeureup, bermotor Gunungputri, Sukaraja, Babakan Madang, Parungpanjang ,0 buah/thn Peralatan Kantor & Logam Gunungputri, Cileungsi, Cibinong buah/tahun Kemasan kaleng Cileungsi, Babakanmadang, Sukaraja, Gunungputri, Cibinong buah/thn Karoseri Cileungsi, Babakanmadang, Sukaraja, Gunungputri, Cibinong pcs/thn Mesin Industri Ciampea, Cibinong, Gunungputri, Citeureup, Cijeruk, Cileungsi, Klapanunggal rim/thn Kertas Cibinong, Megamendung, Ciawi ltr/thn Air Kemasan Caringin, Ciomas, Cijeruk set/thn Furniture Sukaraja, Cileungsi, Gunung Putri, kodi/thn Konveksi/ garmen Ciseeng, Ciampea, Parung, Kemang, Caringin, Sukamakmur, Tenjo 255 set/thn Meubel Bambu Cibinong, Bojonggede kodi/thn Sepatu, sandal dan tas Ciomas, Tamansari, Dramaga, Kemang, Cijeruk, Caringin, Sukaraja, Cariu, Ciawi, Parung buah/thn Anyaman Bambu Cibungbulang, Tenjo, Ciampea, Cileungsi, buah/thn Bunga kering Leuwisadeng, Ciampea buah/thn Miniatur pesawat Dramaga Sumber : Profil Investasi Kabupaten Bogor, 2010 Infrastruktur dan lingkungan merupakan pendukung untuk kemajuan perkembangan di wilayah Kawasan Industri. Salah satu Infrastruktur di kawasan Industri Sentul Jalan hotmix dengan lebar 14 meter, dengan dinaungi pepohonan di setiap sisi jalannya menjadikan fasilitas ini dapat dilalui Kendaraan dengan kapasitas besar seperti truck 40 feet. Penanaman Tumbuhan dan Ruang terbuka

15 70 sebanding dengan bangunan yang ada dan berfungsi untuk penyeimbang. Listrik Kapasitasnya adalah 18 MW dengan pendistribusian standar tegangan 20 KV melalui bawah tanah yang ditanam diantara pagar dan daerah Drainase. Pengelola telah menyediakan sarana Drainase di sisi kiri dan kanan area jalan yang berfungsi sebagai aliran air hujan dan aliran air buangan dari setiap gedung menuju sungai. Setiap jarak 50 meter terpasang Penerangan Umum sepanjang kawasan jalan dan tempat-tempat yang dibutuhkan. Terpasang pipa besar sebagai tempat aliran air untuk mencegah Kebakaran. Pipa ini terpasang antara pembatas pagar dan menyebar di area kawasan disetiap 200 meter di sepanjang daerah pinggir jalan. Air bersih diperoleh dengan membangun Artesian, dengan kedalaman 100 meter di bawah permukaan tanah, hasil survei PT. Indeco Prima persyaratan sesuai dengan standar Departemen Kesehatan dan hasil analisis uji sampling air minum dan dapat digunakan untuk kebutuhan produksi atau orang pada umunya. Tabel 20 Nama Perusahaan di Kawasan Industri Sentul Tahun 2010 No. Nama Perusahaan Klasifikasi 1 Super Glossindo Indah Produsen lokal cat komponen motor 2 PT. Mitra Sinterindo Perusahaan Singapore, produsen shock absorber 3 PT. Iwata Indonesia Perusahaan Jepang dibidang Kayu 4 PT. Aneka Djakarta Iron Steel Industri Pipa Baja 5 PT. Arwina Techno Dwimanunggal Mould Manufacturer 6 PT. Arwina Triguna Sejahtera Plastic Moulding and Injection 7 PT. Bondor Indonesia Perusahaan Australia, Insulate Panel Pabrikasi 8 PT. Cahaya Buana Intitama Springbed dan barang rumah tangga 9 PT. Cahaya Buana Kemala Furniture 10 PT. Estu Karya Utama Grafika Offset Printing 11 PT. Frina Lestari Nusantara Automotive Spareparts dan Aksesoris Sumber : Profil Potensi Investasi Kabupaten Bogor, 2010 Kawasan Industri CCIE (PT. Cibinong Center Industrial Estate) Lokasi kawasan ini berada di Jl Mayor Oking Jaya Atmaja, Desa Bantarjati, Citeureup, Cibinong. Dengan luas area sebesar hektar terletak

16 71 di Desa Bantarjati dan mendapatkan petetapan dari Presiden RI pada saat itu sebagai Kawasan Berikat ( Bonded Zone) sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 30 Tahun 1993 Perihal tentang Penunjukan dan Penetapan Sebagian Wilayah Usaha Kawasan Industri PT. Cibinong Central Industrial Estate sebagai kawasan berikat. PT. Cibinong Center Industrial Estate PT. Cibinong Center Industrial Estate (PT. CCIE) adalah pengelola kawasan Industri CCIE yang dibangun di lahan bekas Quarry Pabrik semen PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, di desa Bantarjati, Kecamatan Klapanung-gal, Kabupaten Bogor. PT. CCIE didirikan pada tanggal 10 Agustus 1989 dan memulai kegiatan usaha Komersialnya pada Tahun Tabel 21 Daftar Perusahaan di Kawasan Industri PT. CCIE No. Nama Perusahaan Jenis Industri 1 PT. Indo Nakaya Abadi Benang 2 PT. Amara Footwear Sepatu 3 PT. Indographica Ekakarsa Percetakan 4 PT. Daisen Wood Frame Bingkai Foto 5 PT. Coats Rejo Indonesia Gudang 6 PT. Yasulor Indonesia Gudang 7 PT. Indocement Tunggal P. Gudang 8 PT. Syngenta Indonesia Gudang 9 PT. Unixindo Ekatama Sentana Workshop 10 PT. Dimensi Duta Karya Workshop 11 PT. Budi Mandiri Cemerlang Workshop 12 PT. Mitrasukses Maju Bersama Workshop 13 PT. Nusa Sukses Jaya Workshop 14 PT. Cahaya Baja Workshop 15 PT. Bina Purna Tehnik Workshop 16 PT. Putera Bridgestone Eng. Workshop 17 PT. ASCO Workshop 18 PT. Makmur Jaya Sentosa Workshop 19 PT. Cucu Ponco Workshop 20 PT. Turima Rajasa Abadi Workshop 21 PT. Bangun Usaha Jaya Workshop 22 PT. Karya Prima Tatasetya Workshop Sumber : BPT Kabupaten Bogor, 2010.

17 72 Ruang Lingkup kegiatan PT. CCIE terutama meliputi Pengembangan Kawasan Industri, pengadaan, penjualan serta penyewaan gedung, pabrik-pabrik dan tanah beserta sarana pendukungnya. Luas tanah keseluruhan yang dimiliki PT. CCIE adalah Ha, dengan komposisi tanah kavling Industri sel-uas Ha dan tanah yang berstatus sebagai Kawasan Berikat (Bonded Processing Zone) yaitu seluas Ha. Dan di kawasan ini terdapat 24 (dua puluh empat) pe-rusahaan dengan jumlah tenaga kerja sebanyak orang. Saat ini bangunan Industri di kawasan terdiri dari 77 ban-gunan dengan 2 bangunan se-bagai sarana penunjang, 1 Office atau Service Center, dan memiliki 1 bangunan untuk Water Treatment. Sementara jarak dari Pelabuhan Tanjung Priok 60 km, jarak dari Airport Sukarno-Hatta 75 km, jarak menuju Pusat Kota Jakarta 40 km, dan jarak dari Pintu Tol Gunung Putri 4 km Analisis Potensi Investasi Dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ), diketahui bahwa di Kabupaten Bogor selama periode terdapat dua sektor ekonomi yang bisa dijadikan sebagai sektor ekonomi basis atau potensial, hal ini dapat dilihat dari angka rasio masing-masing sektor ekonomi yang menunjukan nilai lebih dari satu, lihat Tabel 22 sektor basis tersebut terdiri atas : 1. Sektor industri pengolahan 2. Sektor listrik, gas dan air bersih Untuk nilai indeks LQ yang sama dengan satu atau lebih mengandung pengertian bahwa, penduduk suatu daerah dapat memenuhi kebutuhannya akan suatu barang dengan hasil industri sendiri, atau daerah tersebut mampu mengekpor hasil industrinya ke luar daerah. Misalnya sektor industri pengolahan dengan rata-rata LQ sebesar 1,394 artinya (0,394/1,394) 28 persen secara teoritis perdagangannya dapat diekspor sedangkan sisanya 72 % dapat dikonsumsi sendiri. Dari tabel di bawah ini terlihat bahwa sektor tradisional/primer (sektor pertanian) bukan lagi menjadi sektor potensial, hal ini seiring dengan perkembangan dan kemajuan ekonomi daerah bahwa salah satu ciri kemajuan ekonomi tersebut indikatornya adanya pergeseran struktur kegiatan ekonomi

18 73 masyarakat dari sektor primer menuju ke arah sektor modern (tersier). Indikasi ini terlihat jelas di Kabupaten Bogor bahwa sektor sekunder dan sektor tersier memiliki potensi yang relatif meningkat pada analisis LQ seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran, transportasi dan komunikasi, serta sektor jasajasa, sedangkan sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian (sektor primer) memperlihatkan penurunan dalam analisis LQ. Tabel 22 Sektor Potensial (Analisis LQ) di Kabupaten Bogor tahun No. Sektor LQ Rata- Rata 1 Pertanian 0,390 0,397 0,367 0,385 2 Pertambangan dan Penggalian 0,470 0,471 0,449 0,463 3 Industri Pengolahan 1,404 1,357 1,421 1,394 4 Listrik, Gas dan Air bersih 1,772 1,788 1,559 1,706 5 Bangunan dan Konstruksi 0,933 0,911 0,939 0,928 6 Perdagangan, hotel, dan restoran 0,783 0,816 0,801 0,800 7 Transportasi dan Komunikasi 0,621 0,662 0,669 0,651 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0,542 0,554 0,556 0,550 9 Jasa-Jasa 0,595 0,616 0,625 0,612 Sumber : Kabupaten Bogor dalam Angka 2010, BPS Dilihat PDRB per wilayah di Kabupaten Bogor (Tabel 23) memperlihatkan bahwa Wilayah Timur mempunyai PDRB yang sangat besar hal ini diakibatkan Wilayah Timur merupakan tempat konsentrasi dari pertumbuhan industri di Kabupaten Bogor. Tabel 23 PDRB Berdasarkan Harga Konstan per Wilayah Tahun Wilayah Barat Tengah Timur Sumber : Presentasi Percepatan Pertumbuhan Kabupaten Bogor, IPB

19 Analisis Perkembangan Investasi Kegiatan investasi di Kabupaten Bogor diharapkan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Melalui kegiatan investasi akan terjadi penyerapan tenaga kerja, alih teknologi dan terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan berimplikasi pula pada dinamika perekonomian daerah. Pertumbuhan ekonomi suatu negara yang baik biasanya ditunjang dengan masuknya investasi secara reguler di negara tersebut. Pertumbuhan ini akan lebih baik lagi jika negara tersebut dapat bersaing dengan negara lain dalam memasarkan hasil produksinya dari investasi yang masuk tersebut. 1. Perkembangan Investasi Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah melalui belanja modal telah melakukan berbagai investasi untuk memperbaiki hal-hal mendasar seperti pembangunan jalan, pembangunan jembatan, pembangunan gedung sekolah, perkantoran pemerintah dan lain-lain, dari tahun 2003 sampai dengan 2010 laju pertumbuhan belanja modal pemerintah makin meningkat dari sebesar Rp130 milyar tahun 2003 menjadi sebesar Rp. 468 milyar, namun jika dilihat dari pertumbuhan selain peningkatan, ada juga penurunan yaitu pada tahun 2010 sebesar 16,74 persen terlihat pada Tabel 24. Tabel 24 Jumlah Belanja Modal Pemda Kabupaten Bogor Tahun Belanja Modal Laju Pertumbuhan (%) , , , , , , ,74 Rata-Rata Sumber : Bappeda Kabupaten Bogor, 2010 Belanja daerah Kabupaten Bogor sejak sebelum otonomi sampai sekarang otonomi daerah sangat didominasi oleh belanja pegawai tidak langsung yang berupa gaji dan tunjangan lainnya, ini secara tidak langsung sangat

20 75 menyulitkan Pemerintah Daerah untuk melakukan perbaikan sarana dan prasarana seperti pembangunan jalan, jembatan, sarana pendidikan dan sarana kesehatan. Belanja pegawai Kabupaten Bogor setiap tahunnya rata-rata mencapai 37 persen dari APBD Kabupaten Bogor. Jika dibandingkan dengan belanja modal untuk sarana dan prasarana mendasar, maka belanja modal relatif berfluktuasi antara persen dapat dilihat pada Gambar 25. Persen Tahun Belanja Pegawai Tidak Langsung Belanja Non Pegawai Belanja Pegawai Langsung Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Sumber : Bappeda Kabupaten Bogor, 2010 Gambar 25 Perbandingan Belanja Kabupaten Bogor Dalam beberapa tahun terakhir PDRB Kabupaten Bogor berdasarkan penggunaan dapat dilihat dalam Gambar 26, lebih banyak dipengaruhi oleh pengeluran konsumsi baik itu konsumsi masyarakat, pemerintah maupun konsumsi lembaga non profit, terjadi peningkatan dari 52,82 pada tahun 2006 persen menjadi 54,52 persen pada tahun 2009, hal ini menjadikan pertumbuhan ekonomi naik tetapi tidak signifikan. Pengaruh tingkat pengeluaran pemerintah di wilayah Kabupaten Bogor hanya sekitar 10 persen dari total PDRB, sehingga kegiatan investasi maupun belanja operasional dari pemerintah hanya memberikan kontribusi 10 persen terhadap laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor.

21 76 persen tahun Pengeluaran Konsumsi RT Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Stock Sumber : BPS Kabupaten Bogor, 2010 Gambar 26 PDRB Berdasarkan Penggunaan Kabupaten Bogor 2. Perkembangan PMA dan PMDN Berdasarkan analisis tipologi klasen terhadap perkembangan nilai investasi kabupaten/kota se-jawa Barat dari tahun , Kabupaten Bogor berada pada klasifikasi daerah maju tetapi tertekan (kuadran III), hal ini mengindikasikann bahwa investasi Kabupaten Bogor masih berada di atas rata-rata nilai investasi Jawa Barat namun dalam pertumbuhan nilai investasinya masih di bawah pertumbuhan nilai investasi Provinsi Jawa Barat sebagai daerah referensi seperti dapat dilihat pada Tabel 25 dibawah ini. Jika melihat nilaii investasi dari beberapa daerah dengan luas wilayah yang tidak terlalu jauh berbeda, maka Kabupaten Bogor mempunyai kontribusi yang sangat kecil dibandingkan Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang dan Kabupaten Purwakarta. Hal ini mengindikasikan bahwaa peluang Kabupaten Bogor sebagai hinterland (daerah penyangga) DKI Jakarta, masih belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. PDRB yang merupakan indikator makro perekonomian Kabupaten Bogor lebih didominasi oleh pengeluaran konsumsi RT, padahal Kabupaten Bogor merupakan kawasan dengann posisi geografis yang sangat strategis, karena menjadi simpul dari 3 provinsi, yakni DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat. Kondisi ini menjadikan Kabupaten Bogor sangat potensial dan memiliki keunggulan komparatif sebagai tempatt berinvestasi, terlebih didukung prasarana fisik yang memadai serta kemudahan sistem perizinan satu pintu.

22 77 Tabel 25 Pertumbuhan PMDN & PMA Kabupaten/Kota di Jawa Barat Berdasarkan Analisis Tipologi Klasen Pertumbuhan Rata-Rata Xi > X Xi < X gi > g gi < g Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Bekasi Kabupaten Bogor Kabupaten Subang, Kota Bandung, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Cirebon, Kota Cimahi, dan Kabupaten Cianjur Kota Depok, Kota Bogor, Kota Bekasi, Kota Cirebon, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kota Sukabumi, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Banjar, dan Kabupaten Ciamis Perkembangan investasi di Kabupaten Bogor sejauh ini tumbuh masih belum maksimal jika dibandingkan dengan kabupaten/kota di Jawa Barat khususnya Kabupaten Bekasi (37,48 persen), Kabupaten Karawang (30,51 persen) dan Purwakarta (11,94 persen) yang mempunyai kontribusi cukup tinggi terhadap nilai investasi Jawa Barat dapat dilihat dari Tabel 26. Tabel 26 Kontribusi Investasi Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2010 Peringkat Kabupaten/Kota Jml. Proyek Nilai Investasi (Dalam juta rupiah) Kontribusi 1 Kabupaten Bekasi ,48 2 Kabupaten Karawang ,51 3 Kabupaten Purwakarta ,94 4 Kabupaten Bogor ,50 5 Kabupaten Sukabumi ,31 6 Kabupaten Bandung ,10 7 Kota Bandung ,44 8 Kota Bekasi ,95 9 Kabupaten Subang ,15 10 Kabupaten Indramayu ,88 Sumber : BKPMD Jawa Barat 2010

23 78 Relatif kecilnya investasi di Kabupaten Bogor salah satu akibatnya adalah sedikitnya kawasan industri yang disediakan Pemerintah Kabupaten Bogor, kawasan industri di Kabupaten Bogor mempunyai luas sekitar 300 hektar, hal ini masih sangat kecil jika dibandingkan Kabupaten Bekasi yang mempunyai kawasan industri seluas hektar, Kabupaten Karawang hektar dan Kabupaten Purwakarta sekitar hektar lihat Gambar 27. Salah satu yang cukup menarik dari dibentuknya kawasan industri adalah akses ke jalan Tol, listrik, dan fasilitas air bersih yang sudah tersedia dan dirancang sehingga tidak menyulitkan bagi pelaku usaha. Hektar Bekasi Bogor Karawang Purwakarta 0 Kabupaten Sumber : Profil Potensi Investasi Kabupaten Bogor Gambar 27 Perbandingan Luas Kawasan Industri di Jawa Barat Berdasarkan kontribusi sektor usaha se-jawa Barat, maka sektor industri yaitu industri lainnya, industri logam, mesin dan elektronik, industri karet dan plastik, industri kimia dan farmasi, industri makanan, industri tekstil sangat besar sekali kontribusinya dalam PMA dan PMDN di Jawa Barat lebih dari 50 persen di tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 27.

24 79 Rating Tabel 27 Nilai Investasi Jawa Barat 2010 berdasarkan Sektor Usaha Sektor Usaha Jml. Proyek Investasi (dalam juta rupiah) Kontribusi (persen) 1 Industri Lainnya ,47 2 Ind. Logam, Mesin & Elektronik ,85 3 Ind. Karet dan Plastik ,02 4 Ind. Kimia dan Farmasi ,78 5 Industri Makanan ,09 6 Industri Tekstil ,64 7 Listrik, Gas dan Air ,98 8 Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki ,83 9 Konstruksi ,81 10 Ind. Kendaraan Bermotor ,76 11 Perdagangan & Reparasi ,61 12 Ind. Kertas dan Percetakan ,06 13 Jasa Lainnya ,65 14 Hotel & Restoran ,25 15 Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik dan Jam ,09 16 Peternakan ,07 17 Industri Kayu ,03 Perumahan, Kawasan Ind & 18 Perkantoran ,01 19 Tanaman Pangan & Perkebunan 0 0 0,00 20 Kehutanan 0 0 0,00 21 Perikanan 0 0 0,00 22 Pertambangan 0 0 0,00 23 Ind. Mineral Non Logam 0 0 0,00 24 Transportasi, Gudang & Komunikasi 0 0 0,00 Total ,00 Di Kabupaten Bogor pada tahun 2009 telah terealisasi 39 proyek yang telah menyerap dana investasi sebesar Rp yang terdiri atas investasi PMA sebesar Rp dengan 32 proyek dan investasi PMDN sebesar Rp dengan 7 proyek, sehingga menempatkan Kabupaten Bogor sebagai peringkat ketiga di Jawa Barat dalam aspek investasi.

25 80 Tabel 28 Nilai Investasi PMA di Kabupaten Bogor Tahun Jumlah Nilai Investasi Peringkat di Proyek US$ Rupiah Jawa Barat Sumber : Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor, 2010 Namun di tahun 2010, nilai investasi di Kabupaten Bogor mengalami penurunan menjadi Rp baik itu investasi PMA sebesar Rp dengan 57 proyek maupun investasi PMDN sebesar Rp dengan 20 proyek. Dari segi peringkat, Kabupaten Bogor memiliki kecenderungan bahwa investasi sering mengalami fluktuasi. Tabel 29 Nilai Investasi PMDN di Kabupaten Bogor Tahun Jumlah Peringkat di Rupiah Proyek Jawa Barat Sumber : Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor, 2010

26 Aktor dan Faktor yang Mempengaruhi Investasi Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar investasi, pengusaha dan pemerintah dengan menggunakan beberapa sumber terkait faktor-faktor yang mempengaruhi investasi baik dari KPPOD maupun Bank Dunia maka ditetapkan 4 level yang mempengaruhi investasi swasta di Kabupaten Bogor yaitu tujuan (level 1), pelaku (level 2), faktor (level 3) dan Sub Faktor (level 4) seperti terlihat pada Gambar 28 dibawah ini. Gambar 28 AHP Strategi Peningkatan Investasi di Kabupaten Bogor Berdasarkan hasil kuisioner Analytical Hierarchy Process (AHP) dari beberapa ahli investasi dari Kabupaten Bogor, maka dapat diuraikan beberapa pelaku yang mempengaruhi investasi dan juga faktor-faktor serta sub-faktor yang mempengaruhi investasi sebagai berikut :

27 Aktor Berdasarkan Tabel 30 maka aktor utama yang mempengaruhi investasi di Kabupaten Bogor adalah Pemerintah dengan nilai 0,480, hal ini dapat sejalan dengan hasil penelitian Bank Dunia yang mengatakan bahwa pemerintah sangat bertanggungjawab untuk melakukan perbaikan kinerjanya dalam membangun fondasi dasar dari suatu iklim investasi di suatu wilayah. Bank Dunia melakukan penelitian terhadap 4 faktor yang mempengaruhi iklim investasi di suatu wilayah yaitu faktor stabilitas dan kepastian hak, peraturan dan perpajakan, pendanaan dan infrastruktur, dan para pekerja dan pasar tenaga kerja. Dari beberapa wawancara yang telah dilakukan terhadap narasumber, pada dasarnya pemerintah merupakan aktor utama yang mempengaruhi investasi karena pemerintah merupakan pembuat peraturan dan juga pelaksana peraturan, dua fungsi inilah yang dinilai narasumber menjadikan pemerintah sangat berperan dalam mempengaruhi investasi di suatu daerah. Sementara DPRD mempunyai tingkat kepentingan 0,311 lebih berperan dalam monitoring dan juga legalisasi peraturan yang dibuat oleh eksekutif (pemerintah daerah). Tabel 30 Urutan Prioritas Aktor yang Mempengaruhi Iklim Investasi No. Aktor Nilai 1. Pemerintah 0, Pengusaha 0, DPRD Kabupaten Bogor 0, Lembaga Swadaya Masyarakat 0,059 Dua unsur pemerintahan daerah yang berperan besar terhadap jalannya pembangunan di daerah adalah DPRD (Legislatif) dan Pemerintah Daerah (Eksekutif). Selain peran serta masyarakat dan kalangan dunia usaha, jalannya pembangunan di daerah paling besar dipengaruhi hubungan antara kedua unsur tersebut, dalam menjalankan fungsi masing-masing. Namun dalam praktiknya hubungan kedua unsur pemerintahan tersebut seringkali justru menghambat kegiatan pembangunan. Pelayanan publik yang menjadi tanggung jawab eksekutif, seringkali terhambat oleh hubungan yang tidak harmonis dengan pihak legislatif (KPPOD, 2005).

28 Faktor-faktor yang mempengaruhi investasi Berdasarkan hasil diskusi dengan stakeholder terkait seperti Pemerintah Daerah, DPRD Kabupaten Bogor, Pengusaha dan pakar ditetapkan bahwa terdapat 4 faktor yang mempengaruhi investasi di Kabupaten Bogor yaitu : 1. Faktor Kelembagaan 2. Faktor Potensi Daerah 3. Faktor Ketenagakerjaan 4. Faktor Infrastruktur Hasil olahan data pada Tabel 31 menunjukan bahwa faktor kelembagaan sebesar 0,423 merupakan faktor yang mempunyai tingkat kepentingan yang sangat besar dan sangat mempengaruhi naik turunnya investasi di Kabupaten Bogor. Hasil wawancara menunjukkan bahwa bukan berarti potensi ekonomi dan ketenagakerjaaan sudah membaik namun sampai saat ini khususnya tenaga kerja masih bisa disediakan dari daerah lain seperti beberapa kabupaten/kota di Pulau Jawa. Sedangkan potensi ekonomi Kabupaten Bogor dirasakan masih sangat besar dibandingkan daerah lain khususnya lokasi Kabupaten Bogor yang dekat dengan Ibu Kota Jakarta dan mudah diakses serta berbagai sektor yang mempunyai keunggulan komparatif. Namun dari sisi infrastruktur khususnya jalan masih sangat minim ini diperlihatkan dari rasio jalan dengan kendaraan setiap tahunnya yang mengalami kenaikan namun masih kecil bahkan akibat kurangnya pertambahan jalan menyebabkan beberapa titik sering terjadi kemacetan. Tabel 31 Urutan Prioritas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi No. Faktor-Faktor Nilai 1. Kelembagaan 0, Potensi Ekonomi Daerah 0, Ketenagakerjaan 0, Infrastruktur Fisik 0,270

29 84 1. Faktor Kelembagaan Kelembagaan dalam penelitian ini mencakup 3 hal yaitu biaya perizinan, kecepatan dan ketepatan penyelesaian perizinan, serta kejelasan prosedur perizinan. Dari hasil rekapitulasi data olahan pada Tabel 32, kejelasan prosedur Perizinan merupakan sub faktor utama yang mempengaruhi iklim investasi di Kabupaten Bogor mendapatkan nilai lokal 0,490 dan nilai global 0,241. Kejelasan prosedur perizinan ini termasuk didalamnya kejelasan biaya perizinan dan kejelasan waktu penyelesaian perizinan, hal ini menjadi sub faktor yang penting karena dengan adanya kejelasan biaya dan waktu maka sangat berhubungan dengan planning suatu rencana investasi. Tabel 32 Urutan Prioritas Sub Faktor Kelembagaan No. Sub Faktor Nilai 1. Biaya Perizinan 0, Kecepatan dan Ketepatan 0,401 Penyelesaian Perizinan 3. Kejelasan prosedur perizinan 0,457 a. Biaya Perizinan Masalah birokrasi perizinan usaha diyakini masih menjadi faktor yang sangat signifikan dalam menciptakan daya tarik investasi. Salah satu bentuk kebijakan yang populer di tingkat daerah dalam rangka otonomi daerah adalah perizinan. Sebagai instrumen pengendalian, perizinan dipandang oleh beberapa daerah (pemerintah daerah) memiliki posisi yang penting, yaitu: di satu sisi merupakan wujud nyata dari kewenangan daerah (otonomi politik), dan di sisi lain merupakan sumber pendapatan daerah (otonomi ekonomi). Dalam konteks ini, maka tidaklah mengherankan apabila salah satu perwujudan dari pelaksanaan otonomi daerah adalah semakin banyaknya izin yang harus dikantongi oleh swasta dan masyarakat untuk melakukan sesuatu. Konsekuensi dari banyaknya izin adalah banyaknya beban yang harus ditanggung oleh masyarakat atau swasta

30 85 untuk melegalkan kegiatan yang hendak mereka lakukan, ini menandakan bahwa biaya perizinan atas suatu kegiatan di masyarakat makin tinggi. Dalam hal biaya, berdasarkan penelitian KPPOD tahun 2005 di Indonesia menyatakan bahwa pelaku usaha masih harus memberikan biaya tambahan diluar biaya resmi yang yang telah ditetapkan. Secara statistik barangkali angka ini tidak terlalu besar, namun penting untuk kita perhatikan. Besarnya tambahan biaya yang harus dikeluarkan oleh para pelaku usaha dalam mengurus perizinan usaha mereka bervariasi tergantung dari besarnya biaya resmi yang telah ditetapkan. Namun secara rata-rata besarnya tambahan biaya tidak resmi adalah sebesar % dari biaya yang telah ditetapkan secara resmi (KKPOD, 2005). Di Kabupaten Bogor sendiri biaya tambahan ini sering dikenakan pada saat pengusaha akan memulai usaha yaitu pada saat suatu investasi membutuh persetujuan dari SKPD, Lurah, Camat, dan warga. Hal ini terjadi karena kejelasan biaya dan waktu hanya diberlakukan pada saat pelayanan terpadu di BPT Kabupaten Bogor. Selain itu juga ada beberapa persyaratan yang masih dilakukan oleh dinas terkait seperti site plan yang dilakukan oleh Dinas Tata Ruang yang berdasarkan hasil penelitian masih belum menggunakan standar operasional prosedur. Bagi para pelaku usaha, ketidakpastian waktu untuk memproses perizinan yang harus mereka peroleh untuk kegiatan usaha mereka adalah adanya tambahan opportunity cost. Opportunity cost ini tentunya akan menghambat kegiatan usaha mereka. Tambahan waktu juga berarti adanya tambahan biaya jika mereka ingin segera memperoleh perizinan yang diinginkan. Karena biasanya untuk mempercepat waktu proses perizinan, para pelaku usaha harus mengeluarkan biaya ekstra, diluar biaya resmi. Hal ini belum ditambah dengan biaya transportasi dan biaya-biaya lainnya b. Kecepatan dan Kejelasan Pelayanan Perizinan Persoalan yang juga muncul terkait dengan perizinan adalah proses bagaimana swasta atau masyarakat dapat memperoleh/mengurus perizinan tersebut. Prosedur yang panjang dan berbelit, kepastian waktu, dan biaya, merupakan persoalan klasik yang dialami di Indonesia.

31 86 Dalam mekanisme perizinan baik untuk PMA maupun untuk PMDN, Pemerintah Kabupaten Bogor melalui Badan Perizinan Terpadu telah menerapkan sistem One Stop Service (OSS) yang terintegrasi. Melalui Badan ini diharapkan pelayanan perizinan dilaksanakan sesuai dengan asas Kepastian hukum, tertib penyelenggaraan negara, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, akuntabilitas, efesiensi dan efektivitas. Pembentukan Badan Perizinan Terpadu diharapkan pula dapat menciptakan iklim yang mendorong kearah terciptanya keseragaman pola dan langkah penyelenggaraan dan pelayanan oleh aparatur pemerintah pada masyarakat serta adanya keterpaduan koordinasi dalam proses pemberian dokumen perizinan. Berdasarkan Peraturan Bupati Kabupaten Bogor No. 16/2009 tanggal 16 Maret 2009 ada sebanyak 21 perizinan yang dapat dilakukan di Badan Perizinan Kabupaten Bogor sesuai Tabel 33. Dari tabel perizinan di bawah ini terlihat bahwa perizinan Kabupaten Bogor telah terintegrasi. Namun berdasarkan informasi dari para pengusaha, walaupun perizinan tersebut sudah terintegrasi, sudah jelas waktu dan prosedurnya, tetapi masih ada beberapa persoalan yang cukup penting dan harus segera diperbaharui sperti persyaratan yang harus dipenuhi dalam rangka perizinan masih belum menggunakan Standar Operasional Prosedur yang dijalankan oleh Badan Perizinan Terpadu, sehingga biaya, waktu dan prosedur perizinan masih belum pasti. salah satu persyaratan yang paling membuat resah pengusaha adalah surat persetujuan lurah, camat, dan warga sekitar yang cenderung masih sulit bahkan dipersulit, waktu dan biaya tidak pasti serta tidak bisa dipertanggungjawabkan, padahal untuk untuk perusahaan yang mempunyai kualifikasi internasional segala biaya harus dapat dipertanggungjawabkan dan pasti. Sebelum mengajukan permohonan untuk memperoleh perizinan untuk mendirikan bangunan, para pihak pembangun harus mendapatkan beberapa perizinan pra-persetujuan dari berbagai instansi dan pihak seperti, antara lain, dinas tata kota, dinas tata ruang, dan kelurahan. Hal ini dapat memakan waktu banyak dan memerlukan kunjungankunjungan yang sebenarnya tidak diperlukan ke beberapa kantor yang berbeda. Penggabungan izin-izin pra-persetujuan tidak berarti izin-izin tersebut ditiadakan sama sekali. Di banyak tempat, para pihak

32 87 yang berwenang tidak mengetahui bahwa informasi yang sama secara berulang kali dikaji oleh sejumlah instansi lain atau bahwa beberapa instansi lebih cocok untuk mengemban sejumlah tanggung jawab tertentu dibandingkan dengan instansi-instansi lainnya. Negara-negara yang melakukan reformasi di bidang ini biasanya memulai dengan melakukan pemetaan seluruh proses konstruksi untuk mengidentifikasi area dimana terdapat hal-hal yang saling tumpang tindih dan titik-titik hambatan. Di Republik Kyrgyztan, Serikat Pembangun mengidentifikasi masalah-masalah yang paling penting terkait dengan proses konstruksi pada tahun Berdasarkan temuan-temuan tersebut, mereka menyusun rencana untuk menyederhanakan sejumlah prosedur. Proposal tersebut merupakan kunci dalam mendorong reformasi besar-besaran yang didukung oleh pemerintah pusat pada tahun Hong Kong (Cina) dan Latvia juga memiliki pengalaman serupa (Doing Bussiness Indonesia, 2010). Tabel 33 Jenis Perizinan dan Lama Perizinan di Kabupaten Bogor No. Jenis Perizinan Lama Perizinan 1 Izin Lokasi 14 2 Izin Peruntukan Penggunaan Tanah ( IPPT ) 14 3 Izin Mendirikan Bangunan 12 4 Izin Gangguan ( HO ) & 12 Surat Izin Tempat Usaha ( SITU ) 5 5 Tanda Daftar Perusahaan ( TDG ) & 5 Surat Keterangan Penyimpanan Barang ( SPKB ) 5 6 Tanda Daftar Industri ( TDI ) 10 7 Persetujuan Prinsip Kawasan Industri 14 8 Izin Usaha Kawasan Industri 14 9 Izin Usaha Industri ( IUI ) Izin Perluasan Industri Izin Perluasan Kawasan Industri Persetujuan Prinsip Industri 5 13 Surat Izin Usaha Perdagangan ( SIUP ) 3 14 Tanda Daftar Perusahaan 3 15 Izin Usaha Pariwisata 7 16 Izin Usaha Jasa Konstruksi Izin Usaha Perusahaan Pengeboran Air Bawah Tanah Izin Pengambilan Air Bawah Tanah Izin Pengeboran Air bawah tanah Izin Penyelenggaraan Reklame Izin Pembuangan Air Limbah 10 Sumber : Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor

33 88 c. Kejelasan Prosedur Perizinan Walaupun perizinan di BPT Kabupaten Bogor sudah sangat erintegrasi, namun masih belum adanyaa pelayanann perizinan paralel yang makin memudahkan pengusaha, seperti perlu adanya suatuu mekanisme perizinan bagi pengusaha yang memerlukan perizinan sekaligus seperti Surat Izin Tempat Usaha (SITU), dimana pengusaha harus memerlukan Izin Lokasi dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan juga Izin Gangguan. Sampai saat ini menurut beberapa pengusaha ketiga perizinan tersebut terpisah sehingga untuk mendapat suatu izin tertentu harus menungguu beberapa izin awal yang cukup lama. Kalau melihat Gambar 29 di bawah ini untuk mendapat Izin Gangguan maka prosess yang harus dilalui maksimal mencapai 38 hari atau lebih dari satu bulan, namun jika sudah menggunakan pelayanan perizinan paralel maka bisa menghemat waktu yang dibutuhkan karena seluruh perizinan tersebut sudah secara integrasi berada atau dikerjakan di Badan Perizinan terpadu Kabupaten Bogor. Biaya : Luas tanah x retribusi Waktu : 14 hari kerja Izin Lokasi IMB Biaya : berdasarkan volume, fungsi dan luas bangunan Waktu : 12 hari Biaya Sesuai retribusi izin gangguan Waktu : 12 hari Izin Gangguan (HO) Gambar 29 Proses Perizinann Belum Paralel 2. Faktor Potensi Ekonomi Daerah Dalam Tabel 34 terlihat bahwa Daya Beli Masyarakat (pendapatan per Kapita) mempunyai nilai yang paling besar 0,292, hal ini sesuai dengan teori ekonomi yang mengatakan bahwa suatu perusahaan akan melakukan investasi jika

34 89 terdapat pasar yang menguntungkan. Pada dasarnya Kabupaten Bogor mempunyai PDRB Perkapita yang cukup tinggi dengan penduduk yang besar, hal ini tentu menjadi pasar yang sangat menarik bagi setiap perusahaan yang akan berinvestasi di Kabupaten Bogor. Kedekatan suatu daerah dengan pusat pertumbuhan ekonomi, akan memacu pertumbuhan daerah yang bersangkutan akibat aglomerasi dan multiplier effects dari pusat pertumbuhan ekonomi di dekatnya. Dalam hal ini, kota merupakan pusat pertumbuhan ekonomi dan pusat kegiatan ekonomi produktif, yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah-daerah di sekitarnya. Dari beberapa nara sumber memperlihatkan bahwa Kabupaten Bogor mempunyai iklim dan letak geografis yang sangat menguntungkan yang merupakan suatu modal awal bagi terciptanya kegiatan ekonomi, yang mampu meningkatkan perekonomian daerah. Apabila sumber daya alam yang ada dapat dikelola secara baik, tentunya akan mendatangkan multiplier effects bagi kegiatan ekonomi lainnya. Tabel 34 Urutan Prioritas Sub Faktor Potensi Ekonomi Daerah No. Pelaku Lokal 1. Daya Beli Masyarakat (PDRB 0,292 Perkapita) 2. Struktur Perekonomian (Pertanian, 0,209 Perindustrian dan Perdagangan) 3. Tingkat Kemahalan Investasi 0,226 a. Daya Beli Masyarakat Daya beli masyarakat dapat diukur dengan PDRB per kapita yang merupakan nilai PDRB dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. PDRB per kapita ini secara umum memberikan gambaran tingkat pendapatan ratarata setiap penduduk, yang menggambarkan secara umum kesejahteraan masyarakat. Perkembangan PDRB per Kapita Kabupaten Bogor dan beberapa Kabupaten lain di Jawa Barat (Gambar 30) memperlihatkan peningkatan selama

35 90 enam tahun terakhir ( ), baik berdasarkan harga berlaku maupun harga konstan Karawang Purwakartaa Bogor Bekasi Sumber : Jabar dalam Angka 2010 Gambar 30 PDRB per Kapita Kab. Harga Konstan Kab. Karawang, Kab. Purwakarta, Kab. Bogor, dan Kab. Bekasi tahun Berdasarkan harga berlaku PDRB per kapita Kabupaten Bogor meningkat dari ,38/kapita/tahun pada tahun 2003 menjadi ,91/kapita/tahun pada tahun 2007, sedangkann berdasarkan harga konstan meningkat dari /kapita/tahun pada tahun 2003 menjadi /kapita/tahun pada tahun Hal ini menunjukan bahwa terjadi pertumbuhan PDRB per kapita, baik secara nominal maupun secara riil, sehingga memberikan gambaran terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Bogor dari sisi pendapatann (Laporan Akhir Bappeda, 2009). Namun jika dibandingkan dengann beberapaa kabupaten lain yang secara geografis mempunyai kesamaan dan masih di wilawah Jawa Barat, maka PDRB per Kapita Kabupaten Bogor masih jauh lebih kecil. b. Struktur Ekonomi Jika dilihat dari struktur ekonomi Kabupaten Bogor, pada tahun terlihat bahwa kelompok sektor sekunder (industri manufaktur, listrik, gas

36 91 dan air serta bangunan) memberikan kontribusi terbesar, yaitu rata-rata sebesar 70,01 persen kemudiaan diikuti sektor tersier (perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, jasajasa lainnya) dengan rata-rata sebesar 23,40 persen, sedangkan kontribusi terkecil adalah sektor primer (pertanian dan pertambangan), yaitu rata-rata hanya 6,04 persen. Struktur perekonomian Kabupaten Bogor pada tahun 2008 sudah mulai bergeser ke sektor tersier, meskipun tambahan kenaikan masih relatif kecil. Perkembangan struktur perekonomian Kabupaten Bogor berdasarkan kelompok sektor disajikan pada Gambar 29. Nampak bahwa kelompok sektor primer kontribusinya semakin menurun, sementara kelompok sektor sekunder dan primer makin menunjukan peningkatan. Struktur Perekonomian Kabupaten Bogor merupakan struktur yang di dominasi oleh 5 kategori lapangan pekerjaan. Kategori yang pertama adalah Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan. Sektor yang kedua adalah: Industri Pengolahan. Ketiga adalah Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan dan Hotel. Keempat adalah Jasa Kemasyarakatan dan kelima adalah Sektor lainnya seperti Pertambangan dan Penggalian, Listrik, Gas dan Air Bangunan, Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi, Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah dan Jasa Perusahaan. Persen Sektor Primer Sektor Sekunder Sektor Tersier Tahun Sumber : Bogor dalam Angka, 2009 Gambar 29 Struktur Perekonomian Kabupaten Bogor

37 92 Sektor Perdagangan merupakan sektor yang paling besar kontribusinya, setelah itu urutan kedua adalah sektor Industri dan urutan ketiga adalah sektor Pertanian. c. Tingkat Kemahalan Investasi Lahan merupakan tempat yang digunakan untuk memulai aktivitas usaha yang dibutuhkan setiap jenis kegiatan usaha. Walaupun perkembangan teknologi dan jenis usaha tertentu (misalnya jasa dokter) tidak membutuhkan kehadiran lahan namun sebagian besar aktivitas ekonomi di Indonesia masih sangat bergantung pada lahan. Tingkat permintaan terhadap lahan semakin tinggi sedangkan ketersediaan lahan yang terbatas telah menjadi permasalahan tersendiri. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, dari segi alat produksi yang akan digunakan dan juga bahan baku yang akan menjadi input suatu usaha, maka Kabupaten Bogor mempunyai standar yang tidak jauh berbeda dengan daerah lain khususnya di wilayah Jabodetabek bahkan dapat dikatakan sama, namun yang sangat mengganggu pengusaha ketika akan berinvestasi adalah tingkat kemahalan tanah yang sering dipermainkan harganya oleh para calo (broker tanah). Pada saat suatu lokasi akan dijadikan tempat investasi maka nilai jual dari tanah tersebut menjadi melebihi nilai jual objek pajak (NJOP) bumi dan bangunan yang biasanya dikeluarkan oleh pemerintah daerah, bahkan menurut informasi bisa mencapai 3 kali lipatnya. 3. Faktor Ketenagakerjaan Dalam Tabel 35 terlihat bahwa Kualitas Tenaga Kerja mempunyai nilai yang paling besar, hal ini sesuai dengan keinginan pengusaha yang memerlukan tenaga kerja yang berkualitas untuk mendukung produktivitas perusahaan. Dalam aktivitas usaha, selain kapital, dan input produksi, tenaga kerja dipandang sebagai salah satu faktor produksi yang mempunyai peran penting. Tenaga kerja merupakan motor penggerak kegiatan usaha.

38 93 Pada dasarnya Kabupaten Bogor mempunyai tenaga kerja yang cukup besar, hal ini bisa dilihat dari komposisi penduduk yang bekerja (Gambar 30), selain menjadi pasar yang menarik bagi setiap perusahaan tentu Kabupaten Bogor juga harus mempersiapkan kualitas tenaga kerja yang terdidik dan terlatih, karena rata-rata perusahaan PMA dan PMDN yang menanamkan modalnya di Kabupten Bogor merupakan berbasis teknologi. Dari beberapa kali wawancara diketahui bahwa Kabupaten Bogor sampai saat ini masih belum mempunyai pelatihan ataui pendidikan yang dihubungkan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja di Kabupaten Bogor. Hal ini menyebabkan masih banyak kesempatan kerja justru harus dipenuhi oleh pasar dari kabupaten/kota Lain. Tabel 35 Urutan Prioritas Sub Faktor Ketenagakerjaan No. Pelaku Nilai 1. Ketersediaan Tenaga Kerja 0, Biaya Tenaga Kerja 0, Kualitas Tenaga Kerja 0,343 a. Ketersediaan Tenaga Kerja Penduduk Usia Kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 15 tahun dan lebih. Mereka terdiri dari Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja. Proporsi penduduk yang tergolong Angkatan Kerja adalah mereka yang aktif dalam kegiatan ekonomi. Keterlibatan penduduk dalam kegiatan ekonomi diukur dengan porsi penduduk yang masuk dalam pasar kerja yakni yang bekerja atau mencari pekerjaan. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) merupakan ukuran yang menggambarkan jumlah angkatan kerja untuk setiap 100 tenaga kerja. Berdasarkan Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, ada 5 (lima)sektor Lapangan Pekerjaan utama yang menjadi mata pencaharian yaitu: Pertanian, Industri, Perdagangan, Jasa, dan lain-lain. Kesempatan kerja memberikan gambaran besarnya tingkat penyerapan pasar kerja, yang tidak terserap di kategorikan sebagai penganggur. Berikut adalah tabel penduduk 15 tahun keatas menurut jenis kegiatan utama.

39 94 Sumber Bogor Dalam Angka 2009 Gambar 32 Data Penduduk Kabupaten Bogor menurut Lapangan Usaha b. Biaya Tenaga Kerja Yang cukup menarik adalah bahwa sub faktor Biaya Tenaga Kerja, yang selama ini banyak dikeluhkan oleh para pelaku usaha, justru memiliki bobot lebih kecil dibandingkan dengan sub faktor kualitas tenaga kerja, yakni hanya sebesar 35 persen. Tabel 36 Upah Minimum Kabupaten/Kota Tahun 2011 No Kabupaten/Kota UMK 1 Kota Bogor Rp Kabupaten Bogor Rp Kota Depok Rp Kabupaten Bekasi Rp Kabupaten Purwakarta Rp Kabupaten Sukabumi Rp Kabupaten Subang Rp Sumber : Perda Gubernur Jawa Barat, 2010 Jika dibandingkan dengan beberapa kabupaten/kota yang berdekatan dengan Kabupaten Bogor, seperti Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Subang, maka Upah Minimum Kabupaten Bogor sebesar Rp sudah cukup tinggi, dengan tingginya UMK ini diperlukan suatu usaha agar investor tidak memindahkan lokasi investasinya ke daerah lain yang mempunyai UMK lebih rendah dari Kabupaten Bogor.

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR 3.7. Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Bogor adalah

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI DAN KONDISI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS SITUASI DAN KONDISI KABUPATEN BOGOR ANALISIS SITUASI DAN KONDISI KABUPATEN BOGOR Oleh : Drs. Adang Suptandar, Ak. MM Disampaikan Pada : KULIAH PROGRAM SARJANA (S1) DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA, IPB Selasa,

Lebih terperinci

DATA UMUM 1. KONDISI GEOGRAFIS

DATA UMUM 1. KONDISI GEOGRAFIS DATA UMUM 1. KONDISI GEOGRAFIS Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ± 298.838,31 Ha. Secara geografis terletak di antara 6⁰18'0" 6⁰47'10" Lintang Selatan dan 106⁰23'45" 107⁰13'30" Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR RINGKASAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2015

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR RINGKASAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR RINGKASAN APBD MENURUT TAHUN ANGGARAN 205 KODE PENDAPATAN DAERAH 2 3 4 5 = 4 3 URUSAN WAJIB 5,230,252,870,000 5,84,385,696,000 584,32,826,000 0 PENDIDIKAN 0 0 Dinas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017

DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017 DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017 I. REALISASI INVESTASI PMA & PMDN 1. Total Realisasi Investasi PMA dan PMDN berdasarkan Laporan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak dan Kondisi Fisik Wilayah

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak dan Kondisi Fisik Wilayah IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak dan Kondisi Fisik Wilayah Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam wilayah Propinsi Jawa Barat yang pada tahun 2004 memiliki luas wilayah 2.301,95 kilometer persegi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Gambar 2. Wilayah Administrasi Kabupaten Bogor. tanah di wilayah Kabupaten Bogor memiliki jenis tanah yang cukup subur

KEADAAN UMUM LOKASI. Gambar 2. Wilayah Administrasi Kabupaten Bogor. tanah di wilayah Kabupaten Bogor memiliki jenis tanah yang cukup subur 34 IV. KEADAAN UMUM LOKASI 4.1. Geografis Secara geografis Kabupaten Bogor terletak diantara 6 18"0" - 6 47"10" Lintang Selatan dan 106 23"45" - 107 13"30" Bujur Timur, yang berdekatan dengan Ibu kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

TABEL 1 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan Tahun

TABEL 1 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan Tahun Data dan informasi perencanaan pembangunan daerah yang terkait dengan indikator kunci penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagaimana yang diinstruksikan dalam peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 1.4. Kondisi Fisik Wilayah dan Administratif Pemerintahan Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Bogor adalah

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

V. KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN DAYA BELI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BOGOR. Tabel. 22 Dasar Perwilayahan di Kabupaten Bogor

V. KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN DAYA BELI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BOGOR. Tabel. 22 Dasar Perwilayahan di Kabupaten Bogor V. KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN DAYA BELI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Zona Pengembangan Pertanian dan Perdesaan di Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor berdasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah

Lebih terperinci

Sekapur Sirih. Jakarta, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Ahmad Koswara, MA

Sekapur Sirih. Jakarta, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Ahmad Koswara, MA Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Sensus Penduduk dan Perumahan Tahun 2010

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa merupakan unit terkecil dalam sistem pemerintahan di Indonesia namun demikian peran, fungsi dan kontribusinya menempati posisi paling vital dari segi sosial dan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PAJAK DAERAH PADA BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH

PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PAJAK DAERAH PADA BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH 6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 7. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB V KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR

BAB V KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR BAB V KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR Bab ini menjelaskan berbagai aspek berkenaan kelembagaan penyuluhan pertanian di Kabupaten Bogor yang meliputi: Organisasi Badan Pelaksana an Pertanian,

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Wilayah Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Barat yang memiliki potensi besar dalam sektor pertanian. Berdasarkan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari V. GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Geografis Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118 50 km 2 atau 0.27 persen dari luas propinsi Jawa barat. Secara geografis, Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT-106

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH

BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH 57 BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Bogor adalah 298.838,304 Ha,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Lahan merupakan faktor input penting dalam berbagai aktivitas ekonomi

PENDAHULUAN. Lahan merupakan faktor input penting dalam berbagai aktivitas ekonomi I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan merupakan faktor input penting dalam berbagai aktivitas ekonomi seperti pertanian dan kehutanan, pemukiman penduduk, komersial, dan penggunaan untuk industri serta

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di

IV. GAMBARAN UMUM. Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Administratif Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di Indonesia, yang terletak di bagian Selatan Nusantara yang dikenal sebagai negara

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang 56 BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN A. Letak Wilayah dan Luas Wilayah Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 Lintang selatan dan 104 48-108 48 Bujur Timur, dengan luas

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1 Wilayah Administrasi dan Letak Geografis Wilayah administrasi Kota Tasikmalaya yang disahkan menurut UU No. 10 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pemerintah Kota Tasikmalaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

SATU DATA PEMBANGUNAN JAWA BARAT PUSAT DATA DAN ANALISA PEMBANGUNAN (PUSDALISBANG) DAFTAR ISI DAFTAR ISI

SATU DATA PEMBANGUNAN JAWA BARAT PUSAT DATA DAN ANALISA PEMBANGUNAN (PUSDALISBANG) DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR ISI...... i 1. GEOGRAFI Tabel : 1.01 Luas Wilayah Provinsi Jawa Barat Dan Kabupaten/Kota... 1 Tabel : 1.02 Jumlah Kecamatan Dan Desa Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2011... 2 2. KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH 2.1. Geografis, Administratif dan Kondisi Fisik 2.1.1 Geografis Secara geografis Kabupaten Bogor terletak diantara 6 18 0 6 47 10 Lintang Selatan dan 106 23 45 107 13 30 Bujur

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebanyak 204.468 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebanyak 134 Perusahaan Jumlah perusahaan

Lebih terperinci

Gambar. 4 Peta Lokasi Kabupaten Bogor

Gambar. 4 Peta Lokasi Kabupaten Bogor IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administratif 4.1.1 Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah di Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta yang

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Penetapan indikator kinerja daerah bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai ukuran keberhasilan pencapaian visi dan misi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis dan Iklim Kabupaten Bogor Secara geografis Kabupaten Bogor terletak antara 6º18 0-6º47 10 Lintang Selatan dan 106º 23 45-107º 13 30 Bujur

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

Rencana Strategis Dinas Pertanian dan Kehutanan

Rencana Strategis Dinas Pertanian dan Kehutanan LAMPIRAN XXIII PERATURAN BUPATI BOGOR NOMOR : 43 TAHUN 2014 TANGGAL : 22 DESEMBER 2014 RENCANA STRATEGIS DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2013-2018 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

REALISASI PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BOGOR 2013

REALISASI PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BOGOR 2013 REALISASI PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BOGOR 2013 1. Program dan Kegiatan Pada Tahun Anggaran 2013, Dinas Peternakan dan Perikanan memberikan kontribusi bagi pencapaian

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 51 BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis Kota Bogor 4.1.1 Letak dan Batas Wilayah Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT dan 30 30 LS 6 derajat 41 00 LS serta mempunyai ketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Jawa Barat Akhir Tahun Anggaran 2011 disusun berdasarkan ketentuan sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950

Lebih terperinci

Bupati Murung Raya. Kata Pengantar

Bupati Murung Raya. Kata Pengantar Bupati Murung Raya Kata Pengantar Perkembangan daerah yang begitu cepat yang disebabkan oleh semakin meningkatnya kegiatan pambangunan daerah dan perkembangan wilayah serta dinamisasi masyarakat, senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah.

BAB I PENDAHULUAN. dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah. Sektor pertanian sampai

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 5.1. Kondisi Geografis V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 Lintang Selatan dan 104 o 48-108 o 48 Bujur Timur, dengan batas wilayah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT

HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT Berdasarkan data yang diperoleh dari Bappeda Kabupaten Bogor, terdapat 80 desa yang tergolong pada desa tertinggal berdasarkan kriteria indeks desa tertinggal (IDT)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom baru yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Tangerang Provinsi Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN GUNUNG DEPOK SINDUR PARUNG RUMPIN CISEENG CIBINONG BOJONG GEDE KEMANG RANCA BUNGUR KOTA BOGOR CIBUNGBULANG CIAMPEA DRAMAGA

III. METODOLOGI PENELITIAN GUNUNG DEPOK SINDUR PARUNG RUMPIN CISEENG CIBINONG BOJONG GEDE KEMANG RANCA BUNGUR KOTA BOGOR CIBUNGBULANG CIAMPEA DRAMAGA 13 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Agropolitan Cendawasari yang terletak di, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Sedangkan, analisis spasial

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014 No. 40/08/36/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014 PDRB Banten triwulan II tahun 2014, secara quarter to quarter (q to q) mengalami pertumbuhan sebesar 2,17 persen,

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH JAWA BARAT SELATAN

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH JAWA BARAT SELATAN BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH JAWA BARAT SELATAN Bab sebelumnya telah memaparkan konsep pembangunan wilayah berkelanjutan dan indikator-indikatornya sebagai landasan teoritis sekaligus instrumen dalam

Lebih terperinci

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12 BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Spasial Pembangunan Manusia dan Sosial. Sumberdaya Manusia

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Spasial Pembangunan Manusia dan Sosial. Sumberdaya Manusia HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spasial Pembangunan Manusia dan Sosial Sumberdaya Manusia Data yang diperoleh dari Factor Score sebanyak 11 data. Ada 3 faktor yang terkait dengan tingkat pendidikan guru mengajar

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA 25 dimana : (dj + ) = jarak euclidian alternatif ke j kepada solusi ideal positif; (dj - ) = jalak euclidian alternatif ke j ke solusi ideal negatif. (5) Menghitung kedekatan dengan solusi ideal Perhitungan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT 5.1. PDRB Antar Kabupaten/ Kota oda perekonomian yang bergulir di Jawa Barat, selama tahun 2007 merupakan tolak ukur keberhasilan pembangunan Jabar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rancangan Awal Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor Tahun I - 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rancangan Awal Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor Tahun I - 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I PENDAHULUAN... I1 1.1. Latar Belakang... I1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I5 1.3 Maksud dan Tujuan... I10 1.4. Sistematika Penulisan... I11 BAB II

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang merupakan bagian dari wilayah pantai utara Pulau Jawa, dalam hal ini kabupaten yang termasuk dalam wilayah tersebut yaitu Kabupaten

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG I BAB

LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG I BAB LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG 2009-203 I BAB I LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG 2009-203 A. DASAR HUKUM Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Masa Jabatan Bupati dimaksudkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Geografi Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Selatan terletak di ujung selatan Pulau Sumatera

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2015 dapat

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Administrasi Kabupaten Majalengka GAMBAR 4.1. Peta Kabupaten Majalengka Kota angin dikenal sebagai julukan dari Kabupaten Majalengka, secara geografis terletak

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 25/11/34/Th. IX, 15 November 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT 5.1. PDRB Antar Kabupaten/ Kota eranan ekonomi wilayah kabupaten/kota terhadap perekonomian Jawa Barat setiap tahunnya dapat tergambarkan dari salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga termasuk pula percepatan/akselerasi

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

ARAHAN PEMANFAATAN DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR

ARAHAN PEMANFAATAN DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR Arahan Pemanfaatan Daya Dukung Lahan Pertanian di Kabupaten Bogor... (Kurniasari dkk.) ARAHAN PEMANFAATAN DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR (Direction of Using Carrying Capacity Agricultural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tangerang terletak di bagian timur Provinsi Banten pada koordinat bujur timur dan 6

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tangerang terletak di bagian timur Provinsi Banten pada koordinat bujur timur dan 6 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tangerang terletak di bagian timur Provinsi Banten pada koordinat 106 0 20-106 0 43 bujur timur dan 6 0 00-6 0 20 lintang selatan. Luas Wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

3. Kondisi Ekonomi Makro Daerah

3. Kondisi Ekonomi Makro Daerah Data capaian IPM Kabupaten Temanggung tahun 2013 belum dapat dihitung karena akan dihitung secara nasional dan akan diketahui pada Semester II tahun 2014. Sedangkan data lain pembentuk IPM diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah dalam era globalisasi saat ini memiliki konsekuensi seluruh daerah di wilayah nasional menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi secara langsung

Lebih terperinci