PERAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH SERTA KOMODITAS HASIL TANGKAPAN UNGGULAN DI KOTA PEKALONGAN BAYU ISRA LISWARDANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH SERTA KOMODITAS HASIL TANGKAPAN UNGGULAN DI KOTA PEKALONGAN BAYU ISRA LISWARDANA"

Transkripsi

1 PERAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH SERTA KOMODITAS HASIL TANGKAPAN UNGGULAN DI KOTA PEKALONGAN BAYU ISRA LISWARDANA MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 ABSTRAK BAYU ISRA LISWARDANA. C Peran Subsektor Perikanan Tangkap terhadap Pembangunan Daerah serta Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan di Kota Pekalongan. Dibimbing oleh MOCH. PRIHATNA SOBARI dan DINIAH. Kota Pekalongan memiliki potensi sumberdaya perairan yang cukup besar. Besarnya rata-rata produksi perikanan per tahun sebesar kg atau 27,45% dari rata-rata total produksi Provinsi Jawa Tengah sebesar kg. Hal ini dapat dimanfaatkan secara maksimal guna meningkatkan kontribusinya terhadap PDRB. Oleh karena itu, perlu disusun suatu strategi pengembangan yang bertujuan meningkatkan peranan subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan daerah. Hasil perhitungan LQ menunjukkan bahwa berdasarkan indikator PDRB dan tenaga kerja merupakan sektor basis dengan nilai LQ lebih dari 1. Berdasarkan hasil analisis efek pengganda selama periode , indikator PDRB dan indikator tenaga kerja, subsektor perikanan tangkap memberikan dampak positif terhadap pembangunan daerah Kota Pekalongan. Berdasarkan penentuan komoditas unggulan untuk subsektor perikanan tangkap, yaitu ikan manyung (Arius sp.) dari kelompok ikan demersal. Kelompok pelagis kecil terdiri atas selar (Caranx leptolepis), layang (Decapterus rocelli), tembang (Clupea fimbriata), lemuru (Clupea longiceps), kembung (Rastrelliger). Kelompok pelagis besar terdiri atas tongkol (Euthynnus spp) dan tenggiri (Scomberomerus commersoni). Kelompok binatang lunak adalah cumucumi (Loligo sp.). Hasil analisis SWOT menghasilkan tiga alternatif startegi pembangunan, yaitu 1) Memfokuskan pada peningkatan mutu hasil tangkapan dengan memaksimalkan kapal pengangkut ikan dan laboratorium pengujian mutu, guna menghasilkan kualitas produk ikan segar dan olahan yang memiliki nilai ekonomis tinggi serta memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam akses sarana dan prasarana dalam mengembangkan usaha baru di bidang perikanan tangkap; 2) Melakukan pengembangan subsektor perikanan tangkap yang berkelanjutan dengan memanfaatkan kesempatan kerja yang besar dan hasil tangkapan unggulan guna memenuhi permintaan yang tinggi dari luar daerah, sehingga dapat meningkatkan kontribusi perikanan tangkap terhadap PDRB daerah; dan 3) Memberi kemudahan bagi nelayan dalam segala regulasi dan urusan administrasi sehingga nelayan dapat tetap konsisten dan dapat memanfaatkan potensi sumberdaya laut yang tersedia dan dapat memenuhi permintaan produk dari luar daerah. Kata kunci : Location Quetient (LQ), efek pengganda, komoditas unggulan, pembangunan daerah, subsektor perikanan tangkap dan SWOT.

3 ABSTRACT BAYU ISRA LISWARDANA. C The Role Capture Fisheries Subsector in Regional Development and Superior Captured Product of Pekalongan City. Supervised by MOCH. PRIHATNA SOBARI and DINIAH. Pekalongan city has quite potential aquatic resources. Average annual production value was kg or 27.45% of Central Java province total production which was kg. This can be used maximally to improve the contribution to PDRB. Therefore it is necessary to formulate a development strategy aimed at enhancing the role of the capture fisheries sector in regional development. The results indicate that the LQ calculations based on the indicators of GDP and employment is a sector basis with LQ values greater than 1. Based on the analysis of the multiplier effect during the period , GDP indicator and the indicator of labor, capture fisheries sub-sector gave a positive impact on regional development of Pekalongan city. Based on the determination of superior fishery sub-sectors commodities, such as manyung (Arius sp.) from demersal fishes. Small pelagic group of selar (Caranx leptolepis), layang (Decapterus rocelli), tembang (Clupea fimbriata), lemuru (Clupea longiceps), kembung (Rastelliger). Large pelagic group of tongkol (Euthynnus spp) and tenggiri (Scomberomerus commersoni). Soft animal group are squids (Loligo sp.). SWOT analysis resulted three alternative development strategy, which are 1) Focusing on improving the captured quality by maximizing fish transport vessels and quality testing laboratory to produce high quality fresh and processed fish products, which have high economic value and provide convenience to the public on access to facilities and infrastructure in new business development in the field of fisheries; 2) Develop a sustainable fisheries sector through the use of the opportunities for employment and high quality of capture product to increase the contribution of capture fisheries toward regional PDRB; and 3) Provide convenience for fisherman in all regulations and documents, so that fishermen can remain consistent and able to use the potential of marine resources that are available and can meet the demand for products from outside the area. Keywords: Location Quetient (LQ), multiplier effect, superior commodities, regional development, capture fisheries subsector and SWOT.

4 PERAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH SERTA KOMODITAS HASIL TANGKAPAN UNGGULAN DI KOTA PEKALONGAN BAYU ISRA LISWARDANA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

5 Judul Skripsi Nama NRP Mayor : Peran Subsektor Perikanan Tangkap terhadap Pembangunan Daerah serta Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan di Kota Pekalongan : Bayu Isra Liswardana : C : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Disetujui : Pembimbing I, Pembimbing II, Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S. Dr.Ir. Diniah, M.Si. NIP NIP Diketahui : Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. NIP Tanggal lulus : 17 Juni 2011

6 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Peran Subsektor Perikanan Tangkap terhadap Pembangunan Daerah serta Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan di Kota Pekalongan adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam tubuh tulisan dan tercantum dalam daftar pustaka di bagian akhir skrisi ini. Bogor, Juli 2011 Bayu Isra Liswardana

7 Hak cipta IPB, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

8 UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada : 1) Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S. dan Dr.Ir. Diniah, M.Si. selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik; 2) Vita Rumanti K, S.Pi., M.Si. selaku Komisi Pendidikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Ir. Nimmi Zulbainarni, M.Si. selaku dosen penguji tamu atas masukannya untuk penyempurnaan skripsi ini; 3) Kepala dan staf PPN Pekalongan yang banyak membantu dalam kelancaran penelitian; 4) Pak Edo, Bu Zuwita Mas Syukron dan staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Pekalongan yang telah bersedia membantu dalam pengumpulan data; 5) Responden yang telah bersedia memberikan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian; 6) Papa, Mama, Mas Kiki serta adik-adikku Tyar dan Zhela atas doa, dukungan dan semangat yang diberikan untuk keberhasilan studi ini; 7) Wume, Nado, Vya, Tenyom, Vera, Ris, Dede, Dudi, Ade, Baskoro, Pram, Nova, Ryan, Reza dan Hadasa serta teman-teman seperjuanganku PSP 44 yang selalu memberi dukungan dalam penyelesaian skripsi; 8) Rekan-rekan PSP 43 dan 42 Nano, Didin, Ema, Utylla, Sistem, Ike, Qimoel, Qibee, Rahman, Gini, Iniz, Neney, Adit, Dedi, Rima dan Alvi atas motivasinya; 9) Adik-adikku Alfin, Uwox, Kakek, Tabah, Zabao, Adit, Bayu, Fristy, Kampung, Amink, Insun, Titi, Ema, Izza, Bandung, Ocil, Icut, Ana, Idem, Zuhdi, Gilang, Upeh, Gun, Cahra, Lutfi, Arbi, Bagus dan Tyas serta angkatan 45 dan 46 lainnya yang selalu menyindir, memotivasi dan memberi semangat dalam penyelesaian skripsi; 10) Sahabat-sahabatku Noval, Manda, Emas, dan Dina yang tak henti-hentinya memberi semangat dalam penyelesaian skripsi; dan 11) Pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 16 Maret Penulis merupakan putra kedua dari empat bersaudara pasangan Bapak Dhani Satar dan Ibu Lilis Lestyawati. Pada tahun 2006 penulis menyelesaikan pendidikan menengah di SMA Negeri 1 Kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah. Penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006, pada tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan dan pada tahun 2008 penulis melanjutkan studi di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi dan Unit Kegiatan Mahasiswa. Penulis pernah aktif sebagai Staf Departemen Kebijakan Daerah BEM KM IPB periode , sebagai Staf Departemen Komunikasi dan Informasi BEM KM IPB periode , sebagai Divisi Pengembangan Minat dan Bakat HIMAFARIN PSP IPB periode , sebagai Time Manager UKM Music Agricultural Expresion IPB, sebagai Sekretaris UKM Bulutangkis IPB periode , dan Koordinator Tim Kreatif UKM Futsal IPB periode Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Rekayasa Tingkah Laku Ikan pada tahun Penulis juga pernah mendapatkan dana hibah penelitian Program Kreativitas Mahasiswa dan meraih Juara 3 setara perunggu dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Tingkat Nasional (PIMNAS) ke XXII di Universitas Brawijaya Malang. Penulis melakukan penelitian sebagai bahan penyusunan skripsi dengan judul Peran Subsektor Perikanan Tangkap terhadap Pembangunan Daerah serta Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan di Kota Pekalongan. Penulis dinyatakan lulus dalam sidang skripsi yang diselenggarakan oleh Program studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 17 Juni 2011.

10 KATA PENGANTAR Kota Pekalongan merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi perikanan tangkap yang baik di Perairan Pantai Utara Jawa. Hal ini ditunjukkan oleh volume dan nilai produksi perikanan tangkap Kota Pekalongan yang besar, sehingga Kota Pekalongan dapat menjadi salah satu kontributor perikanan tangkap terbesar di Jawa Tengah. Alat tangkap yang dominan dioperasikan oleh nelayan Pekalongan adalah purse seine dan gillnet. Skripsi ini mengungkapkan besarnya kontribusi dan peranan subsektor perikanan tangkap terhadap pembangunan daerah Kota Pekalongan, serta dampak yang ditimbulkan dari besarnya peranan tersebut. Hal ini dimaksudkan dalam rangka mencari alternatif strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan. Ucapan terimakasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca dan bagi pihak-pihak yang memerlukan untuk penelitian lebih lanjut. Bogor, Juli 2011 Bayu Isra Liswardana

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA Perikanan Tangkap Kapal/perahu Alat tangkap Nelayan Pembangunan Wilayah Konsep Basis Ekonomi Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan Strategi Pengembangan III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI IV. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Sampel Metode Analisis Data Analisis teknis subsektor perikanan tangkap Analisis peranan subsektor perikanan tangkap Analisis dampak subsektor perikanan tangkap Analisis kebutruhan investasi Analisis penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan Analisis strategis pengembangan subsektor perikanan tangkap Batasan Konsep dan Pengukuran V. KEADAAN UMUM Keadaan Umum Kota Pekalongan Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kota Pekalongan Sarana dan prasarana perikanan tangkap Volume dan nilai produksi perikanan tangkap Pemasaran hasil perikanan tangkap Daerah dan musim penangkapan ikan vii ix xi

12 Halaman VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Unit Penangkapan Ikan Kota Pekalongan Unit penangkapan ikan purse seine Unit penangkapan ikan gillnet Produktivitas subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan Kondisi Perekonomian Kota Pekalongan PDRB dan PDRB per kapita Laju pertumbuhan Nilai LQ sektoral Kota Pekalongan Peranan Subsektor Perikanan Tangkap Kota Pekalongan Kontribusi perikanan tangkap Nilai LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB Nilai LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator Tenaga kerja Dampak Subsektor Perikanan Tangkap Kota Pekalongan Multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB daerah Multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja Kebutuhan Investasi Subsektor Perikanan Tangkap Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap Kota Pekalongan Strategi Pengembangan Identifikasi unsur SWOT subsektor perikanan tangkap Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) Matriks EFE (External Factor Evaluation) Matriks SWOT Perumusan strategi utama VII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 89

13 DAFTAR TABEL Halaman 1. Matrik SWOT Faktor strategi internal Faktor strategi eksternal Penilaian bobot faktor strategi internal Penilaian bobot faktor strategi eksternal Matriks internal faktor evaluation (IFE) Matriks eksternal faktor evaluation (EFE) Jumlah penduduk Kota Pekalongan Tahun Jumlah penduduk dan angkatan kerja Kota Pekalongan Jumlah armada penangkapan ikan Kota Pekalongan Fasilitas pokok Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan Fasilitas fungsional Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan Fasilitas fungsional milik Perum Kota Pekalongan Fasilitas pendukung Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan Perkembangan volume dan nilai produksi perikanan Produktivitas per trip penangkapan Kota Pekalongan Produktivitas per unit penangkapan Kota Pekalongan Produktivitas nelayan Kota Pekalongan PDRB Kota Pekalongan atas dasar harga konstan Nilai PDRB per kapita Kota Pekalongan Laju pertumbuhan ekonomi Kota Pekalongan Nilai LQ sektoral keseluruhan terhadap PDRB Pekalongan Presentase kontribusi perikanan tangkap terhadap sektor pertanian dan keseluruhan sektor Kota Pekalongan Nilai LQ perikanan tangkap terhadap total PDRB Nilai LQ perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja Kota Pekalongan Analisis Multiplier Effect perikanan tangkap berdasarkan PDRB Kota Pekalongan

14 Halaman 27. Analisis Multiplier Effect perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja Kebutuhan investasi perikanan tangkap Kota Pekalongan Kebutuhan investasi perikanan tangkap Kota Pekalongan Nilai LQ kelompok ikan Kota Pekalongan Penilaian bobot LQ dan bobot trend kelompok ikan Kota Pekalongan Matriks IFE Kota Pekalongan Matriks EFE Kota Pekalongan Matriks SWOT pengembangan perikanan tangkap Kota Pekalongan Perankingan alternatif strategi pengembangan perikanan tangkap Kota Pekalongan... 84

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Konstruksi alat tangkap purse seine Konstruksi alat tangkap gillnet Kerangka pendekatan studi Diagram analisis SWOT Jumlah armada penangkapan ikan Kota Pekalongan Perkembangan produksi perikanan tangkap Kota Pekalongan Perkembangan nilai produksi perikanan tangkap Kota Pekalongan Diagram alir pemasaran hasil tangkapan Konstruksi alat tangkap purse seine Kota Pekalongan Konstruksi alat tangkap gillnet Kota Pekalongan Produktivitas per trip penangkapan ikan Kota Pekalongan Produktivitas per unit penangkapan ikan Kota Pekalongan Produktivitas nelayan Kota Pekalongan Diagram pie presentase nilai PDRB Kota Pekalongan Nilai PDRB perikanan tangkap atas dasar harga konstan Laju pertumbuhan ekonomi perikanan Kota Pekalongan Kontribusi perikanan dan perikanan tangkap terhadap sektor Pertanian Kota Pekalongan Kontribusi perikanan dan perikanan tangkap terhadap total PDRB Kota Pekalongan Nilai LQ perikanan tangkap terhadap total PDRB Kota Pekalongan Nilai LQ perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja Kota Pekalongan Perkembangan investasi perikanan tangkap Kota Pekalongan Nilai LQ kelompok ikan pelagis besar Kota Pekalongan Nilai LQ kelompok ikan pelagis kecil Kota Pekalongan

16 Halaman 24. Nilai LQ kelompok ikan demersal Kota Pekalongan Nilai LQ cumi-cumi Kota Pekalongan Diagram analisis SWOT pengembangan perikanan tangkap Kota Pekalongan... 81

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta Kota Pekalongan Unit Penangkapan Ikan Perhitungan komoditas unggulan Kota Pekalongan Perhitungan nilai LQ komoditas unggulan Kota Pekalongan Penilaian bobot faktor strategi internal Penilaian bobot faktor strategi eksternal... 99

18 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor perikanan tangkap diharapkan dapat meningkatkan produksi, memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan kesejahteraan nelayan dan meningkatkan perekonomian daerah. Satu daerah yang potensial untuk upaya pembangunan subsektor perikanan tangkap adalah Kota Pekalongan. Kota Pekalongan terletak di Pantai Utara Jawa pada posisi LS dan BT. Kota Pekalongan memiliki panjang pantai 10,5 km dan kedalaman perairan laut berkisar antara 6-50 m. Di Kota Pekalongan terdapat sebuah Pelabuhan Perikanan Nusantara yang merupakan pusat dari kegiatan perikanan tangkap (BPS Pekalongan 2006). Jenis unit penangkapan ikan yang banyak mendaratkan ikannya di PPN Pekalongan pada tahun 2009 adalah purse seine, berjumlah 146 unit dengan hasil tangkapan sebesar 92% dari total produksi ikan di PPN Pekalongan. Sekitar 8% produksi lainnya adalah dihasilkan dari alat tangkap gillnet yang berjumlah 116 unit (PPN Pekalongan 2010) Kondisi perekonomian suatu daerah dapat tercermin dari total produksi barang dan jasa yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi. Hal ini tergambar dalam besaran nilai PDRB-nya. Berdasarkan data BPS Kota Pekalongan (2008), kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB Kota Pekalongan adalah besar, yaitu sebesar Rp ,00 atau sebesar 6,68% dari total nilai PDRB Kota Pekalongan sebesar Rp ,00. Nilai produksi perikanan tangkap PPN Pekalongan telah menyumbang produksi ikan laut atau hasil tangkapan paling banyak bagi Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan data selama tujuh tahun terakhir, tahun , rata-rata produksi perikanan per tahun sebesar kg atau 27,45% dari rata-rata total produksi provinsi sebesar kg. Rata-rata nilai produksi perikanan per tahun sebesar Rp ,00 atau 25,93% dari rata-rata nilai produksi perikanan per tahun sebesar Rp ,00. Hal tersebut dapat menjadi

19 2 dasar untuk mengembangkan subsektor perikanan tangkap agar dapat memberikan kontribusi yang lebih baik lagi terhadap pembangunan daerah Kota Pekalongan. Di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan juga terdapat komoditas hasil tangkapan unggulan yang dapat dijadikan komoditas kunci untuk pengembangan perikanan tangkap dan perekonomian Kota Pekalongan. Nilai jual yang besar dari komoditas unggulan dapat meningkatkan pendapatan nelayan dan kontribusi pada perekonomian Kota Pekalongan. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui peran subsektor perikanan tangkap terhadap pembangunan daerah dan komoditas hasil tangkapan unggulan yang ada di Kota Pekalongan. Selanjutnya, dapat dilihat besar kontribusi dan peran subsektor perikanan tangkap terhadap perekonomian di Kota Pekalongan dan jenis komoditas hasil tangkapan unggulan yang dapat dikembangkan dan dijadikan sebagai komoditas basis pada subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran kepada pemerintah setempat dalam merumuskan strategi pengembangan yang tepat bagi subsektor perikanan tangkap dalam berkontribusi terhadap pembangunan Kota Pekalongan. 1.2 Perumusan Masalah Hasil tangkapan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan mencapai ,42 ton pada tahun 2008, namun kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah belum optimal. Penelitian ini mencoba mengidentifikasi dan menganalisis peranan dari subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan wilayah Kota Pekalongan, apakah perikanan tangkap yang ada telah mampu menjadikan subsektor perikanan tangkap sebagai basis ekonomi. Penelitian ini juga akan mencoba menjawab pertanyaan tentang komoditas hasil tangkapan unggulan apa yang dapat dikembangkan dan bagaimana strategi yang tepat di Kota Pekalongan. 1.3 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Menentukan peran subsektor perikanan tangkap terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah;

20 3 2) Menghitung multiplier effect subsektor perikanan tangkap terhadap perekonomian daerah Kota Pekalongan; 3) Mengidentifikasi jenis komoditas hasil tangkapan unggulan dan keragaan unit penangkapan ikan yang dapat dikembangkan dan dijadikan komoditas basis pada subsektor perikanan tangkap daerah Pekalongan; dan 4) Merencanakan strategi pengembangan perikanan tangkap di Kota Pekalongan. 1.4 Manfaat Manfaat yang dapat diperoleh adalah : 1) Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor; 2) Dapat memberikan informasi dan masukan mengenai perkembangan perikanan tangkap di Kota Pekalongan bagi pemerintah daerah; dan 3) Dapat digunakan sebagai salah satu dasar dalam merencanakan pengembangan perikanan tangkap di Kota Pekalongan.

21 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Menurut Undang-Undang Nomor. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, yang dimaksud dengan perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkunganya, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan binatang dan tanaman air, baik di laut maupun di perairan umum, secara bebas. Kegiatan ini dibedakan dengan perikanan budidaya, pada perikanan tangkap, binatang atau tanaman air masih belum merupakan milik seseorang sebelum binatang atau tanaman air tersebut ditangkap atau dikumpulkan, sedangkan pada perikanan budidaya, komoditas tersebut telah merupakan milik seseorang atau kelompok yang melakukan budidaya tersebut. Menurut Monintja (1989), perikanan tangkap terdiri atas beberapa komponen. Komponen utama dari perikanan tangkap purse seine dan gillnet adalah unit penangkapan ikan, terdiri atas : (1) perahu/kapal; (2) alat tangkap; (3) tenaga kerja/nelayan Kapal / Perahu Menurut Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, bahwa kapal perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian atau eksplorasi perikanan. Kapal perikanan merupakan salah satu faktor penting di antara komponen armada penangkapan ikan dan termasuk modal yang ditanamkan dalam usaha penangkapan ikan. Menurut Fyson (1985), kapal perikanan adalah kapal yang khusus dimaksudkan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan ukuran, rancang bangun, kapasitas muat, akomodasi,

22 5 mesin dan berbagai perlengkapan yang semuanya disesuaikan dengan fungsi dalam rencana operasi. Menurut Subani dan Barus (1989), kapal purse seine umumnya merupakan kapal kayu berukuran GT, sedangkan kapal gillnet berukuran 1-5 GT Alat Tangkap Salah satu faktor pendukung keberhasilan kegiatan operasi penangkapan ikan adalah alat tangkap. Alat tangkap paling dominan yang berbasis operasi penangkapan ikan di Kota Pekalongan adalah purse seine dan gillnet (PPN Pekalongan 2010) 1) Purse seine Purse seine merupakan alat tangkap yang aktif, karena dalam operasionalnya kapal melakukan pelingkaran jaring terhadap target tangkapan lalu bagian bawah jaring dikerucutkan dengan menarik purse line. Ikan yang tertangkap di dalam jaring tidak dapat meloloskan diri baik dari bagian samping maupun dari bagian bawah (Nomura 1981). von Brandt (2005) mengemukakan bahwa purse seine terdiri atas badan jaring, selvedge, kantong (bunt), tali ris atas (floatline), tali ris bawah (leadline), pemberat dan pelampung, serta cincin-cincin yang menggantung pada bagian bawah jaring yang tersusun pada tali kolor (purse line). Menurut Subani dan Barus (1989), purse seine disebut juga pukat cincin, karena alat tangkap ini dilengkapi dengan cincin-cincin pada pinggir jaring tempat tali kerut (purse line) dimasukkan ke dalamnya. Fungsi cincin dan tali kerut ini penting, terutama pada waktu pengoperasian jaring. Adanya tali kerut tersebut menyebabkan jaring yang asalnya tidak berkantong akan membentuk kantong pada akhir operasi penangkapan ikan. von Brandt (2005) menggolongkan purse seine (Gambar 1) ke dalam surrounding net. Pengelompokan tersebut karena purse seine memiliki karakteristik yang berbeda jika dibandingkan dengan lampara dan ring net yang termasuk ke dalam kelompok ini juga. Lampara dan ring net memiliki tali ris atas yang lebih panjang dari tali ris bawah, sedangkan purse seine memiliki tali ris atas yang lebih pendek dari tali ris bawahnya.

23 6 Gambar 1 Alat tangkap pukat cincin. (Sumber : von Brandt 2005) Bentuk, ukuran dan bahan yang digunakan untuk purse seine bervariasi. Variasi bentuk dan ukuran purse seine bergantung pada ukuran kapal dan waktu operasi penangkapan ikan. Menurut Sadhori (1985), purse seine dibedakan berdasarkan empat bagian besar, yaitu berdasarkan : (1) Bentuk jaring utama, dibedakan menjadi a) Persegi atau segiempat b) Trapesium atau potongan c) Lekuk; (2) Jumlah kapal yang digunakan pada waktu operasi penangkapan ikan, dibedakan menjadi a) Sistem satu kapal (one boat system) b) Sistem dua kapal (two boat system); (3) Spesies ikan yang menjadi tujuan penangkapan ikan, dibedakan menjadi a) Purse seine tuna b) Purse seine layang c) purse seine kembung; (4) Waktu operasi yang digunakan, dibedakan menjadi a) Purse seine siang hari b) Purse seine malam hari

24 7 2) Gillnet Jaring insang atau gillnet merupakan suatu alat penangkapan ikan dari jaring yang berbentuk empat persegi panjang. Alat tangkap ini dilengkapi dengan pelampung, pemberat, tali ris atas dan tali ris bawah. Gillnet memiliki jumlah mesh depth lebih sedikit dari jumlah mesh pada arah panjang jaring, sehingga lebar atau tinggi jaring lebih pendek dari panjangnya. Ukuran mata jaring sama pada seluruh badan jaring yang disesuaikan dengan sasaran ikan yang ditangkap, sehingga gillnet sering dianggap sebagai alat tangkap yang selektif (Ayodhyoa 1981). Menurut Subani dan Barus (1989), jaring insang diklasifikasikan dalam lima kelompok, yaitu: 1) Jaring insang hanyut (drift gillnet) Dalam pengoperasiannya jaring insang ini dihanyutkan mengikuti atau searah dengan jalannya arus. Pelaksanaan operasi penangkapan ikan dapat dilakukan baik di dasar perairan maupun di bawah lapisan permukaan air, 2) Jaring insang labuh (set gillnets) Jaring insang ini dioperasikan dengan cara dilabuh di dasar, lapisan tengah maupun di bawah lapisan atas, bergantung pada atau dapat diatur melalui tali yang menghubungkan pelampung dan pemberat yang dipasang pada ujung terluar bawah dari jaring, 3) Jaring insang karang (coral reef gillnets) Jaring insang ini digunakan untuk menangkap udang karang. Berbeda dengan jaring insang labuh lainnya, jaring insang karang tidak dilengkapi dengan tali ris bawah, namun ada juga yang memakai tali ris bawah, 4) Jaring insang lingkar (encircling gillnets) Jaring insang lingkar merupakan jaring insang yang cara pengoperasiannya dilingkarkan pada sasaran tertentu, yaitu kawanan ikan yang sebelumnya dikumpulkan melalui alat bantu sinar lampu, 5) Jaring tiga lapis (trammel net) Jaring insang ini memiliki beberapa sebutan, antara lain jaring gondrong, jaring tilek, jaring kantong dan jaring ciker. Seperti namanya, jaring insang ini terdiri atas tiga lapis, yaitu dua lapis yang di luar atau outer net mempunyai ukuran

25 8 mata yang lebih besar, sedangkan lembaran jaring yang di tengah atau inner net mempunyai ukuran mata lebih kecil dan dipasang lebih longgar. Jaring insang dioperasikan dengan tujuan menghadang ruaya gerombolan ikan. Pengoperasian alat tangkap ini dapat dilakukan di dasar perairan, lapisan tengah maupun lapisan atas. Ikan yang tertangkap pada jaring insang umumnya karena terjerat (gilled) pada mata jaring di bagian belakang penutup insang, atau terpuntal (entangled) pada mata jaring, baik untuk jaring insang yang hanya terdiri atas satu lapis, dua lapis maupun tiga lapis jaring (Subani dan Barus 1989). Konstruksi alat tangkap jaring insang dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Alat tangkap gillnet. (Sumber : Sainsbury 1986) Nelayan Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, nelayan didefinisikan sebagai orang yang mata pencahariannya

26 9 melakukan penangkapan ikan. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan, binatang air lainnya atau tanaman air. Nelayan buruh merupakan nelayan yang bekerja sebagai pegawai dari perusahaan penangkapan ikan, maka semua hasil tangkapan akan masuk ke perusahaan tersebut (Diniah 2008). Menurut curahan waktu kerja, nelayan diklasifikasikan (Monintja 1989) sebagai berikut : 1) Nelayan penuh yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan; 2) Nelayan sambilan utama yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan; dan 3) Nelayan sambilan tambahan yaitu nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan. Nelayan yang mengoperasikan pukat cincin berjumlah orang. Nelayan yang mengoperasikan gillnet berjumlah 3-5 orang (Subani dan Barus 1989). 2.2 Pembangunan Wilayah Wilayah didefinisikan sebagai suatu unit geografi yang membutuhkan organisasi dan pengaturan ruang dan waktu dalam pemanfaatan segala kekayaannya (Budiharsono 2005). Ilmu pembangunan wilayah merupakan disiplin ilmu yang mencakup berbagai teori dan ilmu terapan, misalnya geografi, ekonomi, sosiologi, matemátika, statistika, ilmu politik, perencanaan daerah dan ilmu lingkungan. Pembangunan wilayah bukan hanya merupakan pendisagregasian pembangunan nasional, karena pembangunan wilayah mempunyai filsafat, peranan dan tujuan yang berbeda. Dalam perkembangannya, wilayah lebih mendekati ilmu ekonomi. Perbedaan pokok antara ilmu ekonomi dengan ilmu pembangunan wilayah terletak pada perlakuan terhadap dimensi spasial (Budiharsono 2005).

27 10 Pentingnya ilmu pembangunan wilayah dalam konteks pembangunan di Indonesia pada umumnya, di wilayah pesisir dan lautan pada khususnya, menurut Budiharsono (2005) dikarenakan oleh beberapa faktor, antara lain: 1) Indonesia merupakan negara kepulauan, pembangunannya terkonsentrasi di Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi dan sebagian Kalimantan. Konsentrasi pembangunan yang ada akan menimbulkan berbagai masalah yang berdimensi wilayah; 2) Pembangunan masa lalu lebih menitikberatkan pada eksploitasi daratan daripada lautan; 3) Letak geografis Indonesia dipengaruhi oleh perbedaan faktor geologis dan ekologis, ini menyebabkan keanekaragaman lingkungan yang lebih mempengaruhi sumberdaya alam dari aspek kuantitas maupun kualitasnya; 4) Keanekaragaman atau keragaman cultural; 5) Sifat pembangunan politik di Indonesia; 6) Adanya kebijakan otonomi daerah, diharapkan pemerintah daerah dapat membangun sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan sendiri; dan 7) Pembangunan Indonesia masih bersifat sektoral. Pembangunan wilayah dalam perkembangannya mendekati ilmu ekonomi. Ruang menjadi perbedaaan yang mendasar antara pembangunan wilayah dan ilmu ekonomi. Pembangunan wilayah menjelaskan tentang aktivitas produksi yang dilaksanakan. Oleh karena itu, penggunaan analisis ekonomi lebih tepat apabila ditempatkan pada suatu wilayah (Budiharsono 2005). Arus pendapatan yang masuk ke dalam suatu wilayah akan menyebabkan kenaikan konsumsi maupun kenaikan investasi dalam wilayah, yang dapat meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja (Kadariah 1985). Daya dukung dan kelestarian lingkungan laut mempunyai pengaruh yang penting, di samping pendayagunaan potensi kelautan dan pemeliharaan kelestarian. Fungsi mutu lingkungan semakin tumbuh dan berkembang. Subsektor perikanan tangkap memiliki nilai tambah dan nilai tukar yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan subsektor lainnya. Hal tersebut yang mendorong Bappeda Pekalongan untuk lebih memusatkan pembangunan perikanan dalam perencanaan daerah di setiap tahunnya.

28 Konsep Basis Ekonomi Menurut Glasson (1977), perekonomian regional dapat dibagi menjadi dua sektor, yaitu kegiatan basis dan kegiatan non basis. Kegiatan basis (basic activities) adalah kegiatan yang mengekspor barang dan jasa ke tempat di luar batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan, atau yang memasarkan barang dan jasanya kepada orang yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan bukan basis (non-basic activities) adalah kegiatan yang menyediakan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan ini tidak mengekspor barang jadi, luas lingkup produksi dan daerah pasar terutama bersifat lokal. Budiharsono (2005) mengatakan bahwa terdapat dua metode pengukuran yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non basis, yaitu (1) metode pengukuran langsung dan (2) metode pengukuran tidak langsung. Metode pengukuran langsung dapat dilakukan dengan survei langsung untuk mengidentifikasi sektor mana yang merupakan sektor basis. Metode ini dapat menentukan sektor basis dengan tepat. Namun, metode ini memerlukan biaya, waktu dan tenaga kerja yang banyak. Mengingat hal tersebut, maka sebagian besar pakar ekonomi wilayah menggunakan metode pengukuran tidak langsung. Beberapa metode pengukuran tidak langsung, yaitu ; (1) metode melalui pendekatan asumsi ; (2) metode location quotient ; (3) metode kombinasi (1) dan (2) ; dan (4) metode kebutuhan minimum. Dari keempat metode di atas, yang lebih baik digunakan dalam menentukan apakah sektor tersebut basis atau tidak, adalah menggunakan metode Location Quotient (Budiharsono 2005). 2.4 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan Penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan pada suatu daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan perikanan yang berpijak pada konsep efisiensi. Hal ini dimaksudkan untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan yang akan dihadapi oleh rakyat Indonesia. Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan menggunakan

29 12 komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif, baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas ikan unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhan pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi nelayan yang dapat dijadikan andalan untuk meningkatkan pendapatan. Dari sisi permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan di pasar, baik pasar domestik maupun pasar internasional (Syafaat dan Supena 2000). Berbagai pendekatan dan alat analisis telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi komoditas ikan unggulan, yaitu menggunakan beberapa kriteria teknis dan non teknis dalam memenuhi aspek permintaan dan penawaran (Hendayana 2003). Setiap pendekatan memiliki kelebihan dan kelemahan, sehingga dalam memilih metode analisis untuk menentukan komoditas ikan unggulan perlu dilakukan secara hati-hati dan bijaksana. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis komoditas hasil tangkapan unggulan adalah metode location quotient (LQ). Location Quotient (LQ) merupakan suatu indikator sederhana yang menunjukkan kekuatan atau besar kecilnya peranan suatu sektor di dalam suatu daerah dibandingkan dengan peranan sektor yang sama di daerah lain (Budhiharsono 2005). 2.5 Strategi Pengembangan Menurut Rangkuti (1997), strategi adalah alat untuk mencapai tujuan. Strategi pengembangan adalah suatu strategi yang mengikat semua bagian usaha menjadi satu. Salah satu strategi yang dapat digunakan dalam pembangunan perikanan adalah analisis keragaan yang dikenal sebagai analisis SWOT. Analisis SWOT umum digunakan karena memiliki kelebihan, yakni sederhana, fleksibel, menyeluruh, menyatukan dan berkolaborasi. Dalam analisis ini dapat diketahui keterkaitan antara faktor eksternal dan internal, sehingga dapat menghasilkan kemungkinan alternatif strategis. Faktor-faktor internal meliputi kekuatan dan kelemahan, yaitu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberadaan suatu sektor dan berasal dari dalam sektor tersebut. Faktor-faktor eksternal terdiri atas peluang

30 13 dan ancaman, yaitu hal-hal yang dapat mempengaruhi suatu sektor yang berasal dari luar sektor tersebut (Rangkuti 1997). Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai sektor secara sistematis untuk merumuskan strategi pengembangan suatu sektor. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian, perencana strategi perusahaan harus mempertimbangkan dan memadukan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dimiliki perusahaan dalam kondisi yang ada saat ini (Rangkuti 1997).

31 14 3 KERANGKA PENDEKATAN STUDI Keberhasilan subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan mampu memberikan kontribusi yang besar bagi pendapatan daerah. Faktor-faktor yang menjadi potensi subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan untuk mencapai keberhasilan tersebut antara lain sumberdaya manusia, kelembagaan, sarana prasarana dan teknologi. Peranan perekonomian terhadap pembangunan Kota Pekalongan dapat dilihat dari PDRB dan tenaga kerjanya. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui peranan subsektor perikanan tangkap terhadap perekonomian daerah dan dampak yang ditimbulkannya bagi perekonomian Kota Pekalongan. Keragaan perikanan tangkap di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan merupakan bagian penting yang perlu dilihat, seperti konstruksi kapal, produktivitas dan komoditas hasil tangkapan unggulan. Fokusnya perhatian terhadap dua hal tersebut dapat membantu dalam mengetahui apakah perikanan tangkap merupakan sektor basis dalam pembanguan daerah serta dapat mempermudah dalam merencanakan strategi yang tepat untuk diterapkan pada sub sektor perikanan tangkap. Penentuan strategi pengembangan, serta basis atau tidaknya subsektor perikanan tangkap digunakan metode analisis sebagai berikut : 1) Analisis LQ untuk mengetahui peran subsektor perikanan tangkap apakah merupakan sektor basis atau non basis dan untuk mengetahui jenis komoditas hasil tangkapan unggulan di Kota Pekalongan; 2) Analisis shiftshare untuk mengetahui besarnya kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB Kota Pekalongan; 3) Analisis multiplier effect untuk mengetahui seberapa besar dampak dan pengaruh perubahan tenaga kerja serta pendapatan sektor lainnya sebagai faktor pengganda dalam wilayah; 4) ICOR digunakan untuk mengetahui seberapa besar kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mengembangkan subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan; 5) Analisis SWOT untuk menetapkan strategi pengembangan yang bisa dilakukan terhadap subsektor perikanan tangkap.

32 15 Kerangka pendekatan studi pada penelitian ini secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 3. SDM Kelembagaan Sarana Prasarana Teknologi Perikanan Tangkap Peranan Perekonomian Data PDRB dan Tenaga Kerja - Peranan - Dampak - Kebutuhan investasi - LQ dan shift share -Multiplier effect - ICOR Keragaan Perikanan Tangkap - Konstruksi - Produktivitas - Komoditas Unggulan Strategi Pengembangan Gambar 3 Kerangka Pendekatan Studi.

33 16 4. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data di lapangan dilaksanakan pada bulan Februari Tempat penelitian berlokasi di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan dan beberapa instansi terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Badan Penanaman Modal Daerah, Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan dan Badan Pusat Statistik baik di Kota Pekalongan maupun di Provinsi Jawa Tengah. 4.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan kamera. Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi data hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Pekalongan, data unit penangkapan ikan purse seine dan gillnet, data pendapatan daerah serta data statistik yang terkait dengan penelitian dan kuesioner. 4.3 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Studi kasus atau penelitian kasus (Case Study) adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Subjek penelitian dapat saja individu, kelompok, lembaga maupun masyarakat. Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta gambaran karakter-karakter yang khas dari suatu kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas tersebut aka menjadi suatu hal yang bersifat umum (Nazir 2003) Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang berupa angka-angka dari hasil observasi. Data kualitatif adalah data yang tidak dapat dinyatakan dalam bentuk

34 17 angka-angka (Soeratno dan Arsyad 1993). Data kuantitatif dan kualitatif tersebut bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer mengenai komponen-komponen perikanan tangkap baik secara fisik, aktivitas maupun pengelolaannya. Data primer dikumpulkan dengan metode observasi, wawancara dan pengisian kuisioner. Observasi dilakukan terhadap komponen-komponen perikanan tangkap dari segi kondisi fisik, kapasitas, ukuran, pemanfaatan dan pengelolaannya. Wawancara dan pengisian kuesioner ditujukan kepada stakeholder sektor perikanan tangkap, diantaranya Dinas Perikanan, pengelola pelabuhan, nelayan dan masyarakat sekitar yang terlibat. Data sekunder merupakan data time series tahun sebagai data utama yang digunakan dalam penenlitian, terdiri atas data produksi perikanan tangkap, jumlah unit penangkapan ikan, jumlah nelayan, kependudukan dan PDRB Kota Pekalongan. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Pekalongan, Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Pekalongan, Kantor Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan dan Badan Perencanaan dan Pembangunan daerah Kota Pekalongan. 4.5 Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling atau pemilihan responden dengan sengaja. Pemilihan responden nelayan dilakukan dengan pertimbangan bahwa responden mampu berkomunikasi dengan baik dalam pengisian kuisioner dan berpengalaman dalam pengoperasian alat tangkap purse seine dan gillnet yang menjadi objek penelitian. Pemilihan responden dari instansi dilakukan dengan pertimbangan bahwa responden memiliki posisi penting dalam instansi dan memiliki pengetahuan yang lebih di bidang yang menjadi objek penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan memilih sub kelompok dari populasi, sehingga sampel yang dipilih mempunyai sifat yang mewakili sifatsifat populasi. Responden yang diwawancarai dikelompokkan menjadi instansi pemerintahan Kota Pekalongan dan nelayan. Responden dari instansi pemerintahan yang diwawancarai berjumlah lima orang, terdiri atas Staf Divisi

35 18 Pengembangan dan Penelitian Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Pekalongan, Staf Badan Penanaman Modal Daerah Kota Pekalongan, Kepala Divisi Operasional Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan, Kepala Sub Bidang Perikanan Laut dan Staf bagian Statistik Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Pekalongan, Responden nelayan yang diwawancarai berjumlah 10 orang, terdiri atas lima orang nelayan purse seine dan lima orang nelayan gillnet yang mendaratkan hasil tangkapannya di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. Penelitian ini hanya memfokuskan pada alat tangkap purse seine dan gillnet, karena kedua alat tangkap tersebut merupakan alat tangkap yang paling dominan mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Pekalongan. 4.6 Metode Analisis Data Analisis data adalah proses penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif, selanjutnya ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan kondisi dan keragaan pembangunan subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini diuraikan lebih lanjut Analisis teknis subsektor perikanan tangkap Analisis teknis digunakan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor teknik yang mempengaruhi produksi unit penangkapan ikan purse seine dan gillnet. Aspek teknik yang digunakan sebagai tolak ukur seperti konstruksi alat tangkap, daerah penangkapan ikan, metode penangkapan ikan serta produktivitas dari alat tangkap purse seine dan gillnet, Menurut Hanafiah (1986), produktivitas adalah suatu alat untuk melihat efisiensi teknik dan suatu proses produksi yang merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan input sumberdaya yang dipergunakan. Produktivitas dihitung menggunakan data sekunder untuk mengetahui produktivitas per alat tangkap, produktivitas per trip, produktivitas per nelayan dan produktivitas per biaya operasional. Keempat jenis produktivitas tersebut digunakan karena merupakan aspek penting yang nilainya dapat digunakan untuk

36 19 melihat efisiensi teknik dan produksi suatu alat tangkap. Rumus produktivitas tersebut, yaitu : Produktivitas per alat tangkap = Jumlah produksi (ton) Jumlah alat tangkap(unit) Produktivitas per trip = Jumlah produksi (ton) Jumlah trip (trip) Produktivitas per nelayan = Jumlah produksi (ton) Jumlah nelayan (orang) Analisis peranan subsektor perikanan tangkap a) Shift share Analisis shift share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Metode itu dipakai untuk mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang lain pada daerah yang sama (Badan Pusat Statistik 2006). Sumbangan subsektor perikanan terhadap PDRB dapat dihitung dengan menggunakan analisis perubahan sumbangan (shift share) terhadap PDRB setiap tahun : Keterangan : P i = S i / T i x 100% S i = PDRB subsektor perikanan pada tahun i T i = Total PDRB pada tahun i P i = Besarnya kontribusi pada tahun i b) Location Quotient (LQ) Penentuan apakah subsektor perikanan tangkap merupakan sektor basis atau bukan dalam pembangunan daerah, dianalisis dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ). Metode LQ merupakan analisis untuk mengetahui kondisi PDRB, laju pertumbuhan ekonomi dan tenaga kerja, sehingga dapat

37 20 ditentukan arahan pembangunan selanjutnya. Analisis LQ digunakan untuk mengetahui besarnya peranan sektor perikanan dalam menunjang pembangunan wilayah Kota Pekalongan. Peranan tersebut merupakan kontribusi dari sektor perikanan terhadap pertumbuhan wilayah. Kontribusi perikanan berupa kemampuan perikanan dalam penyerapan tenaga kerja. Besar kecilnya peranan sektor perikanan dilihat dari perikanan tersebut sebagai sektor basis atau non basis (Kadariah 1985). Budiharsono (2001) menyatakan bahwa metode Location Quotient (LQ) merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan dan tenaga kerja pada sektor perikanan di tingkat wilayah terhadap pendapatan dan tenaga kerja dari total wilayah. Metode ini juga membandingkan pangsa relatif pendapatan dan tenaga kerja pada sektor perikanan di tingkat kota terhadap pendapatan dan tenaga kerja total kota. Hal tersebut secara matematis dinyatakan sebagai berikut: Keterangan : LQ = v v V V v i : Total pendapatan dan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan v t : Total pendapatan dan tenaga kerja sektor perikanan di Kota Pekalongan V i : Total pendapatan dan tenaga subsektor perikanan tangkap di Provinsi Jawa Tengah V t : Total pendapatan dan tenaga kerja sektor perikanan di Provinsi Jawa Tengah Kriteria penentuan sektor basis : Jika LQ < 1, maka subsektor perikanan tangkap merupakan sektor non basis Jika LQ > 1, maka subsektor perikanan tangkap merupakan sektor basis Analisis dampak subsektor perikanan tangkap Setiap peningkatan yang terjadi pada kegiatan basis akan menimbulkan efek pengganda (Multiplier Effect) pada perekonomian wilayah secara keseluruhan (Glasson 1977). Multiplier Effect jangka pendek dalam hal ini dihitung berdasarkan indikator pendapatan dan dapat dinyatakan dalam rumus :

38 21 MS = ΔY ΔY Keterangan : MS y : Koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator pendapatan ΔY : Perubahan pendapatan sektor perikanan Kota Pekalongan ΔY b : Perubahan pendapatan subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan Perhitungan Multiplier Effect berdasarkan indikator tenaga kerja menggunakan rumus : MS = ΔE ΔY Keterangan : MS e : Koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator tenaga kerja ΔE : Perubahan tenaga kerja sektor perikanan Kota Pekalongan ΔY e : Perubahan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan Analisis kebutuhan investasi Hubungan antara peningkatan unsur investasi terhadap PDRB yang dikenal dengan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yaitu suatu ukuran yang menunjukkan besarnya tambahan investasi baru yang diperlukan untuk meningkatkan output sebesar satu unit. Secara teoritis, terdapat beberapa rumus yang dapat digunakan dalam penghitungan ICOR. Rumus dibawah ini mengasumsikan bahwa investasi yang dilakukan dalam tahun itu langsung dapat menghasilkan PDB/PDRB pada tahun yang bersangkutan. Model matematikanya adalah sebagai berikut : ICOR = Keterangan : I : Besarnya tambahan investasi pada tahun t ICOR : Angka yang menunjukkan besarnya tambahan investasi yang diperlukan untuk meningkatkan satu unit output pada tahun t ΔY : Besarnya tambahan output (PDB atau PDRB) pada tahun t

39 Analisis komoditas hasil tangkapan unggulan Penentuan jenis ikan unggulan yang dijadikan prioritas dalam pengembangan perikanan tangkap di Kota Pekalongan dapat diketahui melalui matrik dari pendekatan Location Quotient (LQ). Secara lebih operasional, LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas perikanan tangkap pada sub wilayah ke-i terhadap persentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati. Model matematikanya adalah sebagai berikut : LQ = q q Q Q Keterangan : LQ : Location Quotient q i : produksi ikan jenis ke-i di Kota Pekalongan q t : produksi total perikanan tangkap Kota Pekalongan Q i : produksi ikan jenis ke-i Provinsi Jawa Tengah : prosuksi total perikanan tangkap Provinsi Jawa Tengah Q t Pendekatan adanya pemusatan produksi perikanan tangkap dengan LQ dibedakan dalam dua kelompok, setiap kelompok masing-masing terdiri atas 3 kriteria dan 2 kriteria. Kelompok pertama dilihat dari nilai perhitungan LQ itu sendiri, yaitu terpusat (LQ > 1), mendekati terpusat (LQ = 0,80 sampai 0,99) dan tidak terpusat (LQ < 1). Masing-masing kelompok secara berurutan dibobot dengan nilai 3, 2 dan 1. Kelompok kedua dilihat dari nilai pertumbuhan LQ, yaitu nilai LQ yang mengalami pertumbuhan positif diberi bobot 3, nilai LQ yang mengalami pertumbuhan tetap diberi bobot 2, dan untuk nilai LQ yang mengalami pertumbuhan negatif diberi bobot 1. Dari kedua hasil bobot LQ tersebut, nilai penjumlahan tertinggi merupakan ikan unggulan dan dijadikan prioritas untuk pengembangan produksi perikanan tangkap di Kota Pekalongan. Data yang digunakan dalam penentuan komoditas unggulan adalah data selama enam tahun yaitu tahun Penentuan suatu komoditas unggulan dapat dilakukan setelah mengetahui selang kelas. Selang kelas didapatkan melalui penjumlahan nilai bobot LQ dan pertumbuhan LQ yang memiliki nilai tertinggi serta menjumlahkan nilai LQ dan nilai pertumbuhan yang memiliki nilai terendah.

40 23 Selisih antara kedua nilai tersebut kemudian dibagi tiga. Hasil yang didapatkan adalah merupakan selang yang digunakan dalam penentuan kelas komoditas unggulan, kelas komoditas netral dan kelas komoditas non unggulan. Skor tertinggi didapatkan sebesar 20 dan skor terendah sebesar 8. Selisih antara kedua nilai tersebut adalah 12, kemudian dibagi tiga dan hasil yang didapatkan adalah 4. Selang untuk komoditas unggulan adalah 17-20, selang untuk komoditas netral adalah dan selang untuk komoditas non unggulan adalah Analisis strategis pengembangan subsektor perikanan tangkap Perencanaan pembangunan wilayah berbasis perikanan tangkap secara terpadu di Pekalongan dapat dirumuskan melalui analisis SWOT. Hasil analisis SWOT dapat digunakan untuk menetapkan suatu kebijakan pengembangan perikanan tangkap di wilayah Kota Pekalongan dalam jangka pendek. Analisis ini dapat menjawab permasalahan perikanan tangkap dan menghindari permasalahan baru. Pada gilirannya pembangunan terpadu dapat meningkatkan produksi ikan, konsumsi ikan, pemasaran hasil perikanan, pendapatan nelayan, memperluas lapangan kerja, memberikan dukungan terhadap pembangunan bidang industri tanpa melupakan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. Analisis SWOT adalah identifikasi secara sistematik antara kekuatan dan kelemahan dari faktor internal dan eksternal yang dihadapi suatu sektor. Faktor internal tersebut antara lain keadaan sumberdaya, lingkungan, operasional dan pemasaran, sedangkan faktor eksternal terdiri dari analisis pasar, masyarakat, pemerintah, sektor lain di wilayah pesisir dan kelembagaan. Analisis SWOT umumnya memiliki kelebihan, yakni sederhana, fleksibel, menyeluruh, menyatu, mengkolaborasi dan menghasilkan perencanaan terpadu. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor di dalam dan di luar komponen atau sistem perikanan secara sistematis untuk merumuskan suatu strategi perencanaan terpadu. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats).

41 24 Rangkuti (1997) mengemukakan bahwa matrik SWOT dapat menghasilkan empat set kemungkinan strategi, yaitu SO, ST, WO dan WT. Masing-masing strategi tersebut, sebagai berikut: 1) Strategi SO (Strength-Opportunity) Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran suatu sektor, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. 2) Strategi ST (Strength-Threat) Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman. 3) Strategi WO (Weakness-Opportunity) Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. 4) Strategi WT (Weakness-Threat) Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Penggambaran matrik SWOT yang disusun dengan peluang dan ancaman ekternal dan disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang ada secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Matrik SWOT Internal Eksternal Opportunities (O) Tentukan peluang eksternal Threats (T) Tentukan ancaman eksternal Sumber : Rangkuti (1997). Strengths (S) Tentukan faktor-faktor kekuatan Internal I. Strategi SO Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang II. Strategi ST Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman Weakness (W) Tentukan faktor-faktor kelemahan internal III. Strategi WO Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang IV. Strategi WT Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman

42 25 Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa masing-masing faktor, yaitu faktor internal dan eksternal selalu dikaitkan. Matrik SWOT dapat mengilustrasikan bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh suatu perusahaan dapat dipertemukan dengan kelemahan dan kekuatan internal untuk menghasilkan empat kelompok kemungkinan alternatif strategis. Empat kemungkinan tersebut yaitu SO, ST, WO dan WT. Pada Gambar 4 dapat terlihat terdapat empat kuadran pada Diagram Analisis SWOT. Peluang 3. Mendukung strategi 1. Mendukung strategi turn around agresif Kelemahan Kekuatan 4. Mendukung 2. Mendukung strategi defensif strategi diversifikasi Ancaman Gambar 4 Diagram analisis SWOT (Rangkuti 1997). Berikut adalah uraian dari Gambar 4 di atas : Kuadran 1 : Kuadran ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth oriented strategy). Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara stratifikasi diversifikasi produk. Kuadran 3 : Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi dipihak lain, ia menghadapi beberapa kendala atau kelemahan

43 26 internal. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik. Kuadran 4 : Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal. Untuk membuat analisis SWOT, dibutuhkan analisis terhadap lingkungan internal dan eksternal yang dihadapi suatu wilayah. Analisis lingkungan internal dan eksternal dilakukan dengan membuat matriks Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor Evaluation IFE) dan Evaluasi Faktor Eksternal (External Factor Evaluation EFE). Langkah-langkah yang dilakukan dalam membuat matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE), yaitu : a) Menyusun daftar faktor-faktor yang dianggap berpengaruh penting sebagai faktor internal dan eksternal subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan. Faktor-faktor strategis internal dan faktor-faktor strategi eksternal dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Tabel 2 Faktor strategi internal Faktor Strategi Internal Kekuatan A. Kesempatan kerja cukup besar di subsektor perikanan tangkap B. Sarana dan prasarana pelabuhan cukup lengkap C. Terdapatnya komoditas hasil tangkapan unggulan D. Kontribusi perikanan tangkap besar terhadap PDRB Kota Pekalongan Kelemahan E. Kualitas SDM rendah F. Potensi sumberdaya laut rendah G. Regulasi perikanan dari pemerintah yang berbelit-belit H. Kurangnya pendampingan kepada nelayan

44 27 Tabel 3 Faktor strategi eksternal Faktor Strategi Eksternal Peluang A. Jumlah SDM nelayan tinggi B. Tingkat permintaan dari luar terhadap produk perikanan tinggi C. Adanya laboratorium pengujian mutu hasil perikanan D. Terdapat kapal khusus pengangkut ikan Ancaman E. Persaingan pasar dengan daerah lain F. Harga BBM untuk unit penangkapan ikan yang cukup tinggi G. Adanya sindikat penjualan ikan di tengah laut H. Banyak nelayan yang melakukan pendaratan hasil tangkapannya di tempat lain b) Penilaian bobot setiap faktor strategi internal dan faktor strategi eksternal; konsisten dalam subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan. Pembobotan bertujuan untuk mengkuantifikasi faktor-faktor internal maupun faktor-faktor eksternal yang telah dianalisis. Rentang nilai bobot yang digunakan adalah satu sampai tiga. Aturan yang digunakan dalam pengisian kolom adalah: 1 = jika faktor horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = jika faktor horizontal sama penting dengan faktor vertikal 3 = jika faktor horizontal lebih penting daripada faktor vertikal Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus (Kinnear dan Taylor 1996 diacu dalam Dewi 2008) X а = X Keterangan : аi : Bobot variabel ke-i Xi : Nilai variabel ke-i i : A, B, C,...n n : jumlah faktor-faktor strategis

45 28 Penilaian bobot faktor stategis internal dan faktor strategis eksternal masingmasing dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5. Tabel 4 Penilaian bobot faktor strategis internal Faktor Strategis Kekuatan Kelemahan Internal A B C D E F G H Kekuatan Indikator A Indikator B Indikator C Indikator D Kelemahan Indikator E Indikator F Indikator G Indikator H Total Total Xa Xb Xc Xd Xe Xf Xg Xh Σxi Bobot Tabel 5 Penilaian bobot faktor strategis eksternal Faktor Strategis Peluang Ancaman Total Bobot Eksternal A B C D E F G H Peluang Indikator A Xa Indikator B Xb Indikator C Xc Indikator D Xd Ancaman Indikator E Xe Indikator F Xf Indikator G Xg Indikator H Xh Total Σxi c) Selanjutnya adalah membuat matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan matriks External Factor Evaluation (EFE). Pemberian bobot pada setiap faktor dimulai dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting). Bobot yang diberikan pada suatu faktor menunjukkan seberapa penting faktor tersebut

46 29 untuk menunjang keberhasilan. Jumlah dari semua bobot harus sama dengan 1,0. Pembobotan ditempatkan pada kolom kedua matriks. d) Penentuan peringkat terhadap variabel-variabel hasil analisis situasi dilakukan dengan skala berikut : Nilai untuk matriks IFE, skala peringkat yang digunakan yaitu : 1 = sangat lemah 3 = kuat 2 = lemah 4 = sangat kuat Nilai untuk matriks EFE, skala peringkat yang dibutuhkan yaitu : 1 = rendah 3 = tinggi 2 = sedang 4 = sangat tinggi e) Tiap peringkat dikalikan masing-masing bobotnya untuk setiap variabel, sehingga dapat ditentukan nilai yang dibobot. f) Nilai yang dibobot dari setiap variabel dijumlahkan untuk menentukan nilai bobot total bagi subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan. Matriks internal factor evaluation dan matriks external factor evaluation dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7. Tabel 6 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Kekuatan Faktor Strategi Internal Bobot Nilai Nilai A. Kesempatan kerja cukup besar di subsektor perikanan tangkap B. Sarana dan prasarana perikanan tangkap yang cukup lengkap C. Terdapatnya komoditas hasil tangkapan unggulan D. Kontribusi perikanan tangkap besar terhadap PDRB Kota Pekalongan Kelemahan E. Kualitas SDM rendah F. Potensi sumberdaya laut kurang G. Regulasi perikanan dari pemerintah berbelit-belit H. Kurangnya pendampingan kepada nelayan Dibobot Total 1

47 30 Tabel 7 Matriks External Faktor Evaluation (EFE) Faktor Strategi Eksternal Bobot Nilai Nilai yang Dibobot Peluang A. Jumlah sumberdaya nelayan tinggi B. Tingkat permintaan dari luar terhadap produk perikanan yang tinggi C. Adanya Laboratorium Pengujian Mutu Hasil Perikanan D. Terdapat kapal khusus pengangkut ikan Ancaman E. Persaingan pasar dengan daerah lain F. Harga BBM untuk unit penangkapan ikan yang cukup tinggi G. Adanya sindikat penjualan ikan di laut H. Banyak nelayan mendaratkan ikan ditempat lain Total 1 g) Nilai bobot berkisar antara 1-4 dengan rata-rata 2,5. Nilai lebih kecil dari 2,5 menunjukkan bahwa posisi internal dan eksternal lemah, sedangkan nilai bobot total di atas 2,5 menunjukkan bahwa posisi internal dan eksternalnya berada pada tingkat yang kuat. Nilai bobot yang berada pada nilai 2,5 menunjukkan situasi eksternal dan internalnya berada pada posisi rata-rata. Pemilihan alternatif strategi yang terbaik dilakukan dengan memberikan nilai dan ranking sesuai dengan tingkat kepentingannya. Pemberian nilai ini diberikan kepada setiap unsur SWOT dan pemberian ranking dilakukan dengan cara penjumlahan dari penilaian bobot setiap faktor strategis internal dan eksternal yang didapat dari jawaban para responden. 4.7 Batasan Konsep dan Pengukuran Batasan konsep yang dilakukan pada penelitian ini antara lain : 1) Penelitian ini menganalisis subsektor perikanan tangkap; 2) Peranan subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan adalah kedudukan subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan wilayah yang diukur berdasarkan indikator pendapatan wilayah dan kesempatan kerja;

48 31 3) Sektor basis perikanan tangkap adalah perbandingan relatif kemampuan subsektor perikanan tangkap pada wilayah penelitian dibandingkan dengan wilayah administrasi di atasnya atau tingkat provinsi, serta subsektor perikanan tangkap mampu memenuhi kebutuhan komoditas perikanan Kota Pekalongan dan mengekspor ke luar Kota Pekalongan; 4) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah pendapatan total suatu wilayah dari seluruh kegiatan perekonomian selama setahun. PDRB yang dimaksud dalam penelitian ini adalah PDRB atas dasar harga konstan; 5) Kesempatan kerja adalah jumlah angkatan kerja yang bekerja. Kesempatan kerja subsektor perikanan tangkap adalah jumlah angkatan kerja yang bekerja pada subsektor perikanan tangkap. Kesempatan kerja dinyatakan dalam orang atau jiwa; 6) Efek pengganda yang diperoleh dari perhitungan pendapatan per tenaga kerja adalah koefisien yang menunjukkan kemampuan setiap peningkatan dalam wilayah terhadap pertumbuhan wilayah yang bersangkutan; 7) Faktor internal adalah kekuatan yang merupakan keunggulan yang dimiliki oleh subsekor perikanan tangkap serta kelemahan yang merupakan keterbatasan atau kekurangan subsektor perikanan tangkap yang mempengaruhi kinerja pembangunan; 8) Faktor eksternal adalah peluang yang merupakan kesempatan yang dimiliki subsektor perikanan tangkap untuk dimanfaatkan dan ancaman yang merupakan hambatan yang berasal dari luar subsektor perikanan tangkap; 9) Strategi pembangunan adalah rencana pengembangan secara bertahap dan teratur dari kondisi rill saat ini menuju sasaran yang diinginkan.

49 32 5. KEADAAN UMUM 5.1 Keadaan Umum Kota Pekalongan Kota Pekalongan terletak di dataran rendah Pantai Utara Pulau Jawa. Kota Pekalongan terletak pada ketinggian kurang lebih 1 meter di atas permukaan laut dengan posisi antara Lintang Selatan dan Bujur Timur (Anonim 2008 a ). Anonim (2008 a ) menyatakan bahwa batas-batas wilayah administratif Kota Pekalongan adalah : Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Selatan : Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang Sebelah Timur : Kabupaten Batang Sebelah Barat : Kabupaten Pekalongan Kota Pekalongan merupakan kota yang strategis karena mudah dijangkau dari berbagai kota lainnya. Kondisi jalan dan transportasi yang baik di Kota Pekalongan merupakan faktor utama mudahnya akses dari kota lainnya. Posisi Kota Pekalongan yang terletak di tengah Pulau Jawa juga memberikan pengaruh yang strategis. Kota Pekalongan memiliki luas ha atau 0,14% dari luas wilayah Jawa Tengah, dibagi menjadi empat kecamatan, yaitu Kecamatan Pekalongan Barat, Pekalongan Timur, Pekalongan Selatan dan Pekalongan Utara. Jumlah penduduk Kota Pekalongan pada tahun 2009 sebanyak jiwa, terdiri atas laki-laki atau 48,67% dan perempuan atau 51,33% dari total penduduk Kota Pekalongan. Sex ratio antara penduduk laki-laki dan perempuan di Kota Pekalongan sebesar 95. Artinya setiap 100 orang perempuan terdapat 95 orang laki-laki. Penyebaran hampir merata di empat kecamatan. Jumlah penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Pekalongan Barat, dengan jumlah penduduk sebesar jiwa. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi juga terdapat pada Kecamatan Pekalongan Barat yaitu dengan tingkat kepadatan 8,747 jiwa per km 2. Jumlah penduduk dan tingkat kepadatan per kecamatan di Kota Pekalongan disajikan secara terperinci pada Tabel 8.

50 33 Tabel 8 Jumlah penduduk kota Pekalongan tahun 2009 No Kecamatan Luas (km 2 ) Penduduk (jiwa) Kepadatan (jiwa/km 2 ) 1 Pekalongan Barat 10, Pekalongan Timur 9, Pekalongan Selatan 10, Pekalongan Utara 14, Total 45, Sumber : Pekalongan Dalam Angka Penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 10 tahun ke atas yang terdiri atas angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Usia angkatan kerja yaitu penduduk dalam usia kerja (14-55 tahun) yang bekerja, mempunyai pekerjaan sementara tetapi tidak bekerja, dan orang tidak bekerja yang mencari pekerjaan, sedangkan usia bukan angkatan kerja yaitu penduduk dalam usia kerja (14-55 tahun) yang tidak bekerja, tidak mencari pekerjaan, tetapi kegiatan golongan ini masih bersekolah (BPS Pekalongan 2010). Sektor perikanan merupakan sektor yang cukup mendominasi diantara industri-industri lainnya yang ada di Kota Pekalongan. Hal ini didukung adanya Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan yang merupakan Pelabuhan Perikanan Nusantara terbesar di Provinsi Jawa Tengah. Jumlah penduduk dan angkatan kerja tahun Kota Pekalongan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Jumlah Penduduk dan angkatan kerja di Kota Pekalongan Tahun Jumlah penduduk (jiwa) Total angkatan kerja (jiwa) Sumber: Pekalongan Dalam Angka Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kota Pekalongan Kota Pekalongan merupakan salah satu daerah yang terletak di kawasan Pantai Utara Jawa. Subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan memiliki

51 34 potensi yang dapat dikembangkan. Hal ini ditunjukkan dengan tersedianya sarana dan prasarana kegiatan perikanan tangkap yang cukup lengkap serta tingginya volume produksi perikanan tangkap di Kota Pekalongan Sarana dan prasarana perikanan tangkap Adanya Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan sangat menunjang kemajuan kegiatan perikanan tangkap di Kota Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah. Aktivitas yang terjadi di PPN Pekalongan sangat tinggi. Hal tersebut dikarenakan adanya sarana penunjang berupa dua buah sarana Tempat Pelelangan Ikan (TPI), pabrik es dan 871 armada penangkapan ikan yang mendaratkan hasil tangkapan di pelabuhan tersebut. Sarana dan prasarana perikanan tangkap merupakan faktor pendukung dalam pembangunan subsektor perikanan tangkap. Sarana dan prasarana yang lengkap dapat memberi dukungan bagi kegiatan perikanan tangkap dalam upaya pemanfaatan potensi perikanan tangkap di Kota Pekalongan. Semakin lengkap sarana dan prasarananya, kegiatan perikanan tangkap dapat terlaksana dengan efektif, efesien, dan berkelanjutan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan daerah. Sarana perikanan tangkap yang terdapat di Kota Pekalongan antara lain unit penangkapan ikan purse seine dan gillnet yang banyak dioperasikan oleh nelayan-nelayan PPN Pekalongan. Dominannya unit penangkapan ikan purse seine dan gillnet diindikasikan oleh banyaknya kapal purse seine dan gillnet di pelabuhan perikanan ini. Jumlah armada penangkapan purse seine pada periode tahun cenderung menurun, sedangkan armada penangkapan gillnet cenderung meningkat. Model persamaan linear yang diperoleh dari grafik hubungan tahun dan jumlah armada penangkapan purse seine Kota Pekalongan adalah y = -63,07x + 550,7. Artinya setiap tahunnya jumlah armada penangkpan purse seine Kota Pekalongan mengalami penurunan sebesar 63,07 satuan. Model persamaan linear yang diperoleh dari grafik hubungan tahun dan jumlah armada penangkapan gillnet Kota Pekalongan adalah y = 4,642x Artinya setiap tahunnya jumlah armada penangkpan gillnet Kota Pekalongan mengalami peningkatan sebesar 4,642 satuan. Pada tahun 2009, jumlah kapal menurut jenis

52 35 alat tangkap di PPN Pekalongan didominasi oleh kapal purse seine, yakni berjumlah 146 unit dan diikuti oleh kapal gillnet sebanyak 116 unit. Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan yang paling dominan di Kota Pekalongan dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 5. Tabel 10 Jumlah armada penangkapan ikan menurut jenis alat tangkap di Kota Pekalongan Tahun Tahun Pukat Cincin Jaring insang Lain-lain Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan, Armada penangkpan ikan Kota Pekalongan y = x y = x y = x Pukat Cincin jaring insang Lain-lain Tahun Gambar 5 Jumlah armada penangkapan ikan berdasarkan alat tangkap di Kota Pekalongan Tahun Prasarana perikanan tangkap yang ada di Kota Pekalongan antara lain dermaga, tempat pelelangan ikan, kantor syahbandar dan lain-lain. Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan adalah Unit Pelaksana Teknis Departemen Kelautan dan Perikanan di bidang prasarana. Pelabuhan perikanan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap. Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan merupakan pelabuhan perikanan yang

53 36 memiliki potensi untuk diusahakan, karena sebagian sarana dan prasarana yang produktif dan ekonomis dikelola oleh Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Pekalongan. Berdasarkan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, Pasal 41A ayat 2 menyatakan bahwa fungsi Pelabuhan Perikanan adalah sebagai sarana penunjang kegiatan perikanan. Selanjutnya dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.06/MEN/2007 disebutkan fungsi pelabuhan perikanan sebagai berikut: 1) Perencanaan, pembangunan, pengembangan, pemeliharaan pengawasan dan pengendalian serta pendayagunaan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan; 2) Pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran di pelabuhan perikanan; 3) Pelayanan jasa dan fasilitasi usaha perikanan; 4) Pengembangan dan fasilitasi penyuluhan serta pemberdayaan masyarakat perikanan; 5) Pelaksanaan fasilitasi dan koordinasi di wilayahnya untuk peningkatan produksi, distribusi dan pemasaran hasil perikanan; 6) Pelaksanaan fasilitasi publikasi hasil riset, produksi, dan pemasaran hasil perikanan di wilayahnya; 7) Pelaksanaan fasilitasi pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari; 8) Pelaksanaan pengawasan penangkapan sumber daya ikan, dan penanganan, pengolahan, pemasaran, serta pengendalian mutu hasil perikanan; 9) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan dan penyajian data perikanan serta pengelolaan sistem informasi; 10) Pelaksanaan urusan keamanan, ketertiban, dan pelaksanaan kebersihan kawasan pelabuhan perikanan; dan 11) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. Fasilitas-fasilitas yang berada di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan terdiri atas fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas pendukung. Fasilitas-fasilitas tersebut secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 11, 12, 13 dan 14.

54 37 Tabel 11 Fasilitas Pokok di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan No Fasilitas Keterangan 1 Penahan gelombang (Break Water) sebelah timur 275 m 2 Penahan gelombang ( Break Water) sebelah barat 320 m 3 Dermaga (Quay ) sebelah barat 345 m 4 Dermaga (Quay) sebelah timur 220 m 5 Alur pelayaran - 6 Sarana navigasi - Sumber : Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan (2011). Tabel 12 Fasilitas fungsional milik Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan No Fasilitas Keterangan 1 Tanah Luas m 2 2 Tempat parker - 3 Menara air bersih dan jaringan instalasi air 2 Unit 4 Tempat peristirahatan nelayan Luas 131 m 2 5 Pasar pengecer ikan Luas 135 m 2 6 Rumah genset dan genset 1 Unit 7 Kantor PPNP Luas 376 m 2 8 Balai pertemuan PPNP Luas 214 m 2 9 Unit pengolah limbah 2 Unit 10 Pagar keliling 600 m 11 Pos pemeriksaan terpadu Luas 132 m 2 12 Drainase m 13 Pos keamanan Luas 18 m 2 14 Jalan komplek pelabuhan m 15 Tempat pelelangan ikan higienis Luas 400 m 2 16 Talud sebelah timur sungai 70 m 17 Depo logistic - 18 Kantor syahbandar - 19 Laboratorium mini - 20 Timbangan digital - Sumber : Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan (2011).

55 38 Tabel 13 Fasilitas fungsional milik Perum di PPN Pekalongan No. Fasilitas Keterangan 1 Tanah areal industri sebelah timur sungai Luas m 2 2 Tanah sebelah barat sungai Luas m 2 3 Perbengkelan 1 Unit 4 Slip Way 1 Unit 5 Tempat perbaikan - 6 Menara air bersih dan jaringan instalasi air 2 Unit 7 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebelah selatan Luas m 2 8 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebelah utara Luas m 2 9 Rumah genset dan genset 1 Unit Kantor Perum Prasarana Perikanan Samudera 10 Cabang Pekalongan 11 Gudang perlengkapan Luas 180 m 2 12 Bangunan penyaluran BBM Luas 342,73 m 2 13 Gudang keranjang ikan Luas 243 m 2 Sumber : Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan (2011). Tabel 14 Fasilitas pendukung di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan No Fasilitas Keterangan 1 Waserda Luas 120 m 2 2 Rumah dinas Luas 60 m 2 3 Kawasan wisata bahari Luas 1 Ha 4 Mushola - 5 Aquarium - 6 Anjungan - 7 Gedung pertemuan - 8 Kantin - Sumber : Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan (2011) Volume dan nilai produksi perikanan tangkap Kota Pekalongan Kota Pekalongan merupakan satu daerah di Provinsi Jawa Tengah yang terdapat di kawasan Pantai Utara Jawa. Daerah ini memiliki dua jenis subsektor perikanan, yaitu perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Berdasarkan laporan statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Pekalongan tahun 2009, volume produksi perikanan laut sebesar ,44 ton atau 98,9 % dari total perikanan Kota Pekalongan dengan produksi perikanan tangkap lebih besar jika dibandingkan dengan produksi perikanan budidaya.

56 39 Produksi perikanan tangkap Kota Pekalongan tahun 2003 sampai dengan 2009 berfluktuasi, namun berdasarkan data yang didapat lebih cenderung menurun di setiap tahunnya. Hal tersebut ditunjukkan oleh model persamaan linear yang didapatkan dari grafik hubungan tahun dan volume produksi perikanan tangkap Kota Pekalongan, yaitu y = -6283x Artinya volume produksi perikanan tangkap Kota Pekalongan setiap tahunnya mengalami penurunan sebesar satuan. Pada rentang waktu tersebut jumlah produksi tertinggi terjadi pada tahun 2004, yaitu sebesar ,50 ton, dan jumlah produksi terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar ,94 ton. Nilai produksi perikanan tangkap Kota Pekalongan dari tahun juga berfluktuasi dan menunjukkan trend yang menurun. Hal tersebut ditunjukkan oleh model persamaan linear yang didapatkan dari grafik hubungan antara tahun dan nilai produksi perikanan tangkap Kota Pekalongan, yaitu y = 8E + 06x + 2E Artinya nilai produksi perikanan tangkap Kota Pekalongan setiap tahunnya mengalami penurunan sebesar 8E + 06 satuan. Pada rentang tahun tersebut, nilai produksi perikanan tangkap tertinggi terjadi pada tahun 2004, yaitu sebesar Rp ,00 dan nilai produksi perikanan tangkap terendah terjadi pada tahun 2007, yaitu sebesar Rp ,00. Perkembangan volume dan nilai produksi subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan dapat dilihat dalam Tabel 15, serta Gambar 6 dan 7. Tabel 15 Perkembangan volume dan nilai produksi subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan Tahun Tahun Jenis Produksi (Ton) Nilai Produksi (Rp) , , , , , , , , , , , , , ,00 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Pekalongan

57 40 Produksi (ton) 70, , , , , , , y = x Tahun Gambar 6 Perkembangan volume produksi perikanan tangkap Kota Pekalongan tahun Nilai Produksi (Rp.000) 200,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000,000 80,000,000 60,000,000 40,000,000 20,000,000 0 y = -8E+06x + 2E Tahun Gambar 7 Perkembangan nilai produksi perikanan tangkap di Kota Pekalongan tahun Daerah pemasaran hasil perikanan Hasil tangkapan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan adalah ikan segar yang sebelumnya sudah melalui proses pengawetan dengan es di atas kapal. Ikan tersebut kemudian didistribusikan melalui pasar lokal dan melalui perdagangan luar kota. Pemasaran lokal biasanya dilakukan oleh nelayan di TPI Kota Pekalongan melalui proses lelang kepada pengumpul, kemudian pengumpul menjual hasil tangkapan tersebut ke pasar-pasar maupun ke kelompok usaha pengolahan yang ada di Kota Pekalongan. Pemasaran melalui perdagangan luar kota dilakukan oleh nelayan dan pengusaha perikanan Kota Pekalongan dengan menjual hasil tangkapannya ke PPI Muara Angke Jakarta,

58 41 Lampung, Palembang, dan daerah Sumatera lainnya. Ikan yang dipasarkan ke daerah tersebut berupa ikan segar dan ikan olahan seperti ikan asin dan ikan kaleng. Saluran pemasaran hasil perikanan di Kota Pekalongan dapat dilihat pada Gambar 8. Kapal Ikan atau Hasil Tangkapan TPI Pengumpul dan Pedagang Pengolah Ikan segar Ikan Asin Ikan kaleng Ekspor Pasar Lokal dan luar kota Konsumen Gambar 8 Diagram alir pemasaran hasil perikanan Kota Pekalongan Daerah dan musim penangkapan ikan Unit penangkapan ikan yang dioperasikan oleh nelayan Kota Pekalongan mulai tahun 2009 hanya alat tangkap purse seine dan gillnet. Daerah penangkapan ikan yang menjadi tujuan nelayan purse seine Kota Pekalongan adalah Karimunjawa, Selat Makasar, Selat Karimata, Laut Utara Nusa Tenggara Barat

59 42 dan Laut Cina Selatan. Daerah operasi nelayan gillnet dan alat tangkap lainnya hanya di sekitar Laut Jawa dan Karimunjawa. Musim puncak penangkapan ikan terjadi pada bulan Maret hingga Juni, sedangkan musim sedikit ikan atau paceklik terjadi di bulan Januari- Februari. Daerah pengoperasian purse seine dan gillnet dari Kota Pekalongan dapat dilihat pada Lampiran 1.

60 43 6. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Keragaan Unit Penangkapan Ikan Kota Pekalongan Keragaan unit penangkapan ikan Kota Pekalongan dapat dijabarkan melalui dua aspek. Aspek tersebut yaitu aspek teknik alat tangkap dan produktivitas subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan Unit penangkapan ikan pukat cincin Unit penangkapan ikan pukat cincin terdiri atas alat penangkapan ikan, kapal ikan dan nelayan. Komponen tersebut saling berkaitan dalam suatu kegiatan operasi penangkapan ikan Alat tangkap Purse seine Kota Pekalongan umumnya berukuran besar. Ukuran purse seine di Kota Pekalongan rata-rata memiliki panjang 200 meter dan lebar sepanjang 410 meter. Bahan yang digunakan dalam pembuatan alat tangkap purse seine adalah PA multifilament untuk bagian badan dan kantong, serta bahan PE untuk tali temali. Pelampung yang digunakan terbuat dari bahan styrofoam dan pemberat dari timah. Konstruksi alat penangkapan purse seine dari Kota Pekalongan dapat dilihat pada Gambar 9. Metode pengoperasian purse seine Kota Pekalongan umumnya sama dengan purse seine yang terdapat di daerah lain. Ketika tiba di fishing ground, nelayan melakukan deteksi keberadaan ikan. Setelah ada tanda-tanda keberadaan ikan, nelayan melakukan setting dengan menurunkan jaring dan dilakukan penarikan tali kerut hingga jaring berbentuk seperti mangkuk. Proses melingkari gerombolan ikan berlangsung selama 30 menit. Kemudian bagian bawah jaring langsung ditarik hingga mengkerut dan kemudian diangkat. Satu trip pengoperasian unit penangkapan purse seine yang dilakukan memerlukan waktu yang relatif lama, yaitu sekitar 2-3 bulan.

61 44 Gambar 9 Alat penangkapan ikan purse seine Kota Pekalongan Kapal Kapal purse seine yang mendaratkan ikannya di PPN Pekalongan terbuat dari bahan kayu jati (Tectona grandis) dan berukuran sekitar 29 GT. Kapal purse seine Kota Pekalongan memiliki panjang (L) 15,35 m, lebar (B) 5,8 m dan dalam (D) 1,5 m. Tenaga penggerak yang digunakan adalah mesin inboard berkekuatan 120 PK. Bahan bakar yang digunakan untuk menggerakkan mesin adalah solar dan untuk genset adalah bensin. Kapal purse seine Kota Pekalongan dapat dilihat pada Lampiran Nelayan Nelayan purse seine Pekalongan setiap trip penangkapan ikan berjumlah sekitar orang, terdiri atas seorang nakhoda, dua orang fishing master, dua orang juru mesin dan nelayan lainnya sebagai anak buah kapal. Nelayan yang bertindak sebagai nakhoda pada kapal purse seine Kota Pekalongan umumnya lebih berpengalaman dalam melakukan operasi penangkapan bila dibandingkan dengan nelayan yang bertindak sebagai fishing master, juru mesin maupun anak buah kapal. Nakhoda kapal bertugas mengemudikan kapal selama kegiatan operasi penangkapan ikan. Fishing master bertugas menentukan daerah penangkapan dan keberadaan ikan. Juru mesin bertanggungjawab atas mesin yang

62 45 digunakan, mulai dari persiapan sebelum melaut, pada saat operasi dan melakukan perawatan. ABK bertugas mengoperasikan alat tangkap, mulai dari setting hingga hauling Hasil tangkapan Jenis ikan yang ditangkap oleh nelayan purse seine Pekalongan adalah ikan tongkol (Euthynnus spp), tenggiri (Scomberomerus commersoni), layang, (Rastrelliger sp.), selar (Caranx leptolepis) dan lemuru (Clupea longiceps). Ikan yang tertangkap disimpan sementara di dalam tempat penyimpanan dengan diberi es agar tetap segar. Hasil tangkapan purse seine Kota Pekalongan tidak selalu didaratkan di TPI Pekalongan. Pada kondisi tertentu hasil tangkapan didaratkan di pelabuhan-pelabuhan yang letaknya dekat dengan daerah penangkapan ikan Daerah dan musim penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan atau fishing ground yang menjadi tujuan nelayan purse seine Kota Pekalongan adalah Perairan Karimunjawa, Laut Jawa, Selat Karimata, Selat Makasar, Perairan di utara Nusa Tenggara Barat dan Laut Cina Selatan. Nelayan Kota Pekalongan disetiap musim selalu melakukan operasi penangkapan ikan menuju ke lokasi-lokasi tersebut. Musim puncak penangkapan ikan terjadi pada bulan Maret hingga Juni, sedangkan musim paling sedikit ikan atau paceklik terjadi di bulan Januari- Februari. Daerah penangkapan ikan purse seine dapat dilihat pada Lampiran Unit penangkapan jaring insang Unit penangkapan ikan gillnet terdiri atas alat penangkapan ikan, kapal ikan dan nelayan. Komponen tersebut saling berkaitan dalam suatu kegiatan operasi penangkapan ikan Alat Tangkap Jaring insang hanyut merupakan unit penangkapan ikan yang digunakan untuk menangkap ikan tenggiri dan ikan tongkol. Alat tangkap ini biasa disebut oleh penduduk Pekalongan adalah jaring nilon. Bahan pembuat untuk alat tangkap

63 46 ini adalah nilon monofilament dengan panjang jaring m, tinggi 15 m dan meshsize 4 inci. Konstruksi alat penangkapan ikan drift gillnet Kota Pekalongan dapat dilihat pada Gambar 10. Metode pengoperasian alat tangkap drift gillnet Pekalongan adalah mencari tempat keberadaan ikan ketika sampai di fishing ground, kemudian nelayan melakukan setting, yaitu menurunkan jaring di lokasi penangkapan ikan, setting dilakukan selama 1 jam. Drifting dilakukan selama kurang lebih 4-5 jam dan kemudian dilakukan proses hauling atau pengangkatan jaring ke atas kapal, hauling berlangsung selama selama 1 jam. Setiap satu trip pengoperasian drift gillnet biasanya dilakukan selama 10 hari, namun terdapat beberapa nelayan yang mengoperasikan drift gillnet hingga 15 hari, dengan melakukan sekali setting dan hauling setiap harinya. Jaring insang dasar merupakan unit penangkapan ikan yang digunakan untuk menangkap ikan demersal, yaitu manyung dan bawal hitam. Penduduk Kota Pekalongan menyebut alat tangkap ini sama halnya dengan menyebut alat tangkap jaring insang hanyut, yaitu dengan sebutan jaring nilon. Bahan pembuat untuk alat tangkap ini sama dengan bahan pembuat alat tangkap jaring insang hanyut, yaitu nilon monofilament dengan panjang jaring m, lebar 15 m dan meshsize 4 inci. Konstruksi alat penangkapan ikan bottom gillnet Kota Pekalongan dapat dilihat pada Gambar 10. Metode pengoperasian alat tangkap gillnet Pekalongan adalah mencari tempat keberadaan ikan ketika sampai di fishing ground, kemudian nelayan melakukan setting, yaitu menurunkan jaring di lokasi penangkapan ikan, setting dilakukan selama 1 jam. Pemasangan alat ke dasar perairan selama 1 jam. Selanjutnya jaring didiamkan selama kurang lebih 4-5 jam dan kemudian dilakukan proses hauling atau pengangkatan jaring ke atas kapal, hauling berlangsung selama selama 1-2 jam. Setiap satu trip pengoperasian bottom gillnet biasanya dilakukan selama 10 hari, namun terdapat beberapa nelayan yang mengoperasikan bottom gillnet hingga 15 hari, dengan melakukan sekali setting dan hauling setiap harinya.

64 47 Drift Gillnet Bottom Gillnet Gambar 10 Alat tangkap gillnet Kota Pekalongan Kapal Kapal gillnet Pekalongan dibuat dari kayu jati (Tectona grandis) berbobot 27 GT. Kapal yang digunakan memiliki dimensi panjang (L) 14,65 m, lebar (B) 6,15 m dan dalam (D) 1,35 m. Tenaga penggerak yang digunakan adalah mesin inboard berkekuatan 80 PK. Bahan bakar yang digunakan dalam pengoperasian kapal adalah solar dan untuk genset menggunakan bensin. Gambar kapal gillnet Kota Pekalongan dapat dilihat pada Lampiran 3.

65 Nelayan Nelayan gillnet Pekalongan untuk setiap trip penangkapan ikan berjumlah orang, terdiri atas seorang nakhoda, seorang fishing master, dua orang juru mesin dan nelayan lainnya sebagai anak buah kapal. Nelayan yang bertindak sebagai nakhoda pada kapal gillnet Kota Pekalongan umumnya memiliki pengalaman lebih besar dalam melakukan operasi penangkapan bila dibandingkan dengan nelayan yang bertindak sebagai fishing master, juru mesin maupun anak buah kapal. Nakhoda kapal bertugas mengemudikan kapal selama kegiatan operasi penangkapan ikan. Fishing master bertugas menentukan daerah penangkapan dan keberadaan ikan. Juru mesin bertanggungjawab atas mesin yang digunakan, mulai dari persiapan sebelum melaut, pada saat operasi dan melakukan perawatan. ABK bertugas mengoperasikan alat tangkap, mulai dari setting hingga hauling Hasil tangkapan Jenis ikan yang tertangkap drift gillnet Pekalongan adalah ikan tongkol (Euthynnus spp) dan tenggiri (Scomberomerus commersoni). Jenis ikan yang tertangkap bottom gillnet Kota Pekalongan adalah ikan bawal hitam (Formio niger) dan manyung (Arius sp). Hasil tangkapan disimpan sementara di dalam tempat penyimpanan dan diberi es agar tetap segar. Hasil tangkapan akan dijemput oleh kapal pengangkut ikan untuk diangkut dan didaratkan di PPN Pekalongan Daerah dan musim penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan atau fishing ground yang menjadi tujuan nelayan gillnet Kota Pekalongan adalah Perairan Karimunjawa dan sekitar Laut Jawa. Daerah penangkapan ini menjadi pilihan nelayan gillnet karena lokasinya yang tidak terlalu jauh dari PPN Pekalongan, sehingga dapat menghemat BBM dan dapat lebih efektif bagi kapal pengangkut dalam menjemput hasil tangkapan. Musim puncak penangkapan ikan terjadi pada bulan Oktober-November, sedangkan musim paling sedikit ikan atau paceklik terjadi di bulan Januari- Februari. Daerah penangkapan ikan gillnet dapat dilihat pada Lampiran 1.

66 Produktivitas subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan Keragaan perikanan tangkap suatu daerah dapat diketahui yaitu dengan melihat tingkat produktivitas perikanan tangkap daerah tersebut. Berkembangnya perikanan tangkap Kota Pekalongan dipengaruhi oleh besarnya nilai produktivitas per trip penangkapan ikan, produktivitas per unit penangkapan ikan dan produktivitas per nelayan Kota Pekalongan. a) Produktivitas per trip penangkapan ikan Perkembangan produktivitas per trip penangkapan ikan purse seine dan gillnet di Kota Pekalongan mengalami penurunan selama periode tahun Penurunan produktivitas purse seine per trip penangkapan terlihat tajam, yaitu dari 10,39 ton per tahun pada tahun 2003 menjadi 3,77 ton per tahun pada tahun Sementara penurunan produktivitas gillnet per trip penangkapan ikan hampir mendatar, yaitu 3,48 ton per tahun pada tahun 2003 menjadi 3,19 ton per tahun pada tahun Produktivitas per trip penangkapan di Kota Pekalongan dapat dilihat secara terperinci pada Tabel 16. Berdasarkan Gambar 11, model persamaan linear yang didapatkan dari grafik hubungan antara tahun dan produktivitas per trip penangkapan ikan Kota Pekalongan yaitu untuk alat tangkap purse seine persamaannya adalah y = -1,475x + 12,49 dan untuk alat tangkap gillnet persamaannya adalah y = -0,110x + 4,206. Hal ini menjelaskan bahwa setiap tahunnya produktivitas per trip penangkapan ikan purse seine dan gillnet Kota Pekalongan mengalami penurunan sebesar 1,475 dan 0,11 satuan. Tabel 16 Produktivitas per trip penangkapan ikan Kota Pekalongan tahun (ton per trip) Tahun Pukat cincin Jaring insang ,39 3, ,00 3, ,85 3, ,34 6, ,65 1, ,77 3,19 Sumber : Data diolah, 2011.

67 50 Produktivitas (ton per trip) y = x y = x Tahun Pukat cincin Jaring insang Gambar 11 Kecenderungan produktivitas per trip penangkapan ikan Pekalongan tahun b) Produktivitas per unit penangkapan ikan Perkembangan produktivitas per unit penangkapan ikan Kota Pekalongan setiap tahunnya cenderung mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan jumlah alat tangkap yang ada di Kota Pekalongan dari tahun ke tahun semakin menurun, sehingga menyebabkan penurunan volume produksi disetiap tahunnya. Produktivitas unit penangkapan pukat cincin pada tahun 2004 bernilai 113,14 ton per unit dan menurun terus hingga tahun 2008 menjadi 98,06 ton per unit. Produktivitas unit penangkapan gillnet pada tahun 2004 mencapai 20,10 ton per unit dan menurun hingga tahun 2008 menjadi 18,87 ton per unit. Produktivitas unit penangkapan purse seine dan gillnet selama periode tahun secara rinci dapat dilihat pada Tabel 17. Berdasarkan Gambar 12, model persamaan linear yang didapatkan dari grafik hubungan antara tahun dan produktivitas per unit penangkapan ikan Kota Pekalongan yaitu untuk alat tangkap purse seine persamaannya adalah y = -4,709x dan untuk alat tangkap gillnet persamaannya adalah y = -0,781x + 23,86. Hal ini menjelaskan bahwa setiap tahunnya produktivitas per unit penangkapan ikan purse seine dan gillnet Kota Pekalongan mengalami penurunan sebesar 4,709 dan 0,781 satuan.

68 51 Tabel 17 Perkembangan produktivitas per unit penangkapan ikan Kota Pekalongan tahun (ton per unit) Tahun Pukat cincin Jaring Insang ,14 20, ,51 25, ,49 26, ,33 14, ,42 21, ,06 18,87 Sumber : Data diolah, Produktivitas (ton per unit) y = x y = x Tahun Pukat cincin Gambar 12 Kecenderungan produktivitas per unit penangkapan ikan Kota Pekalongan pada periode tahun c) Produktivitas per nelayan Produktivitas nelayan di Kota Pekalongan secara umum memiliki trend yang menurun. Hal ini dikarenakan terjadinya penurunan jumlah nelayan dan volume produksi pada periode tahun Produktivitas nelayan pada tahun 2003 mencapai 3 ton per orang, menurun pada tahun 2009 menjadi 1 ton. Produktivitas nelayan Kota Pekalongan tahun dapat dilihat secara rinci pada Tabel 18. Berdasarkan Gambar 13, model persamaan linear yang didapatkan dari hubungan antara tahun dan produktivitas per nelayan Kota Pekalongan adalah y = -0,3078x + 3,7601. Hal ini menjelaskan bahwa setiap tahunnya produktivitas nelayan Kota Pekalongan mengalami penurunan sebesar 0,3078 satuan.

69 52 Tabel 18 Perkembangan produktivitas nelayan Kota Pekalongan tahun (ton per orang) Tahun Produktivitas nelayan Sumber : Data diolah, Produktivitas (ton per orang) y = x Tahun Gambar 13 Kecenderungan produktivitas nelayan Kota Pekalongan tahun Kondisi Perekonomian Kota Pekalongan Kondisi perekonomian daerah yang semakin membaik ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang positif dan mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Adanya kebijakan-kebijakan pemerintah guna perbaikan perekonomian daerah selama beberapa tahun setelah terjadinya krisis ekonomi di Indonesia nampaknya sudah menunjukkan hasil sejak tahun 2000 hingga sekarang. Hal ini terlihat dengan adanya pertumbuhan ekonomi dari tahun 2000 terus meningkat dan berada di atas 3 persen. Keadaan ekonomi Kota Pekalongan tidak berbeda jauh dari kondisi ekonomi secara nasional maupun regional Propinsi Jawa Tengah. Sektor-sektor yang memberikan sumbangan besar terhadap PDRB Kota Pekalongan mengalami

70 53 pertumbuhan yang cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi di Kota Pekalongan Tahun 2009 yang lebih tinggi dari tahun sebelumnya yakni sebesar 4,78%, sedangkan pada tahun 2008 laju pertumbuhan ekonomi Kota Pekalongan sebesar 3,73%. Pekalongan merupakan suatu wilayah yang memiliki sektor-sektor yang selalu berkoordinasi dan berjalan dengan baik, baik dari sektor pemerintahan, politik maupun ekonomi. Indikator yang dapat digunakan untuk melihat peningkatan tersebut diantaranya adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), PDRB per kapita, perubahan dan laju perekonomian Kota Pekalongan PDRB dan PDRB per kapita Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai sektor atau lapangan uasaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu daerah tertentu tanpa memperhatikan pemilikan atas faktor produksi. Data statistik PDRB berguna untuk memperhitungkan tingkat pertumbuhan ekonomi regional baik secara menyeluruh maupun sektoral. Nilai PDRB Kota Pekalongan menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000 dari tahun cenderung meningkat. Pada Tabel 19, dapat dilihat nilai PDRB tahun 2003 adalah sebesar Rp ,00, mengalami peningkatan pada tahun 2009 sebesar Rp ,00. Nilai PDRB sektor pertanian dan perikanan mengalami penurunan pada periode , demikian juga dengan nilai PDRB subsektor perikanan tangkap. Secara rinci perkembangan PDRB Kota Pekalongan dapat dilihat dalam Tabel 19. Pada tahun 2009 PDRB Kota Pekalongan berjumlah Rp ,00. Kontribusi sektor perikanan terhadap sektor pertanian di Kota Pekalongan mencapai 71,34%. Persentase kontribusi sektor perikanan terhadap sektor pertanian PDRB Kota Pekalongan pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 14.

71 54 Tabel 19 PDRB Kota Pekalongan menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 tahun (juta rupiah) No Lapangan Tahun Usaha Sektor pertanian ,00 247, , , , , ,04 a.tanaman bahan makanan ,00 21, , , , , ,86 b.peternakan ,00 20, , , , , ,67 c Perikanan ,00 205, , , , , ,51 Perikanan tangkap ,55 204, , , , , ,22 2 Lainnya ,63 1,390, , , , , ,94 Total PDRB ,63 1,638, , , , , ,98 Sumber : BPS Kota Pekalongan Tahun % 16.19% Tanaman bahan makanan Peternakan Perikanan 71.34% Gambar 14 Persentase nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor pertanian Kota Pekalongan tahun Berdasarkan Tabel 19, PDRB tertinggi terjadi pada tahun 2004, yaitu untuk sektor pertanian mencapai Rp ,00, sedangkan sektor perikanan mencapai Rp ,00 atau 82,86% dari sektor pertanian. PDRB dari subsektor perikanan tangkap pada tahun 2004 mencapai Rp ,00 atau 82,47% dari sektor pertanian atau 99,53% dari sektor perikanan. Nilai PDRB sektor pertanian dan perikanan, serta subsektor perikanan tangkap pada tahun 2004 dibandingkan dengan sektor lain adalah yang tertinggi selama periode dan pada tahun 2005 hingga tahun 2009 terus mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan pada tahun 2005 terjadi kenaikan

72 55 harga BBM yang menyebabkan banyak nelayan Kota Pekalongan yang berhenti melaut. Berkurangnya jumlah nelayan yang beroperasi sangat mempengaruhi jumlah hasil tangkapan Kota Pekalongan, sehingga tahun 2005 nilai PDRB subsektor perikanan tangkap mengalami penurunan hingga sekarang. Model persamaan linear yang didapatkan ddari grafik hubungan tahun dan PDRB subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan adalah y = x Hal ini diartikan bahwa PDRB subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan setiap tahunnya mengalami penurunan sebesar satuan. Kecenderungan perkembangan PDRB tersebut dapat dilihat pada Gambar Nilai PDRB Perikanan Tangkap Kota Pekalongan y = x Tahun Gambar 15 Nilai PDRB subsektor perikanan tangkap atas dasar harga konstan tahun 2000 tahun Pendapatan per kapita merupakan pendapatan per tahun yang diterima oleh masing-masing penduduk. Nilai PDRB per kapita Kota Pekalongan tiap tahun mengalami peningkatan. Nilai PDRB per kapita di Kota Pekalongan pada tahun 2003 mencapai 5,96 juta rupiah per jiwa. Nilai ini meningkat pada tahun 2009 menjadi 7,16 juta rupiah per jiwa. Nilai PDRB per kapita Kota Pekalongan dapat dilihat pada Tabel 20.

73 56 Tabel 20 Nilai PDRB per kapita Kota Pekalongan Tahun menurut lapangan usaha Tahun 2000 Tahun PDRB (Juta Rupiah) Jumlah penduduk (Jiwa) PDRB Per Kapita (Juta Rupiah per Jiwa) ,574, , ,638, , ,701, , ,753, , ,820, , ,887, , ,978, , Sumber : Pekalongan dalam angka Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan PDRB dapat dikatakan sebagai rata-rata pertumbuhan tiap tahun yang ditunjukkan oleh Indeks Berantai Produk Domestik Regional Bruto. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah bergantung pada potensi sumberdaya alam dan kemampuan sumberdaya manusia untuk mengelola dan memanfaatkan potensi yang ada di daerah tersebut. Apabila laju pertumbuhan yang diamati adalah harga konstan, maka dapat disebut sebagai pertumbuhan ekonomi secara riil. Pertumbuhan ekonomi Kota Pekalongan pada periode mengalami peningkatan, yaitu 3,86 pada tahun 2003 menjadi 4,78 pada tahun Pada tahun 2004 mengalami peningkatan yang jauh dan pada tahun 2005 mengalami penurunan yang signifikan. Pada tahun 2009 mengalami peningkatan lagi yang cukup tinggi dan merupakan laju pertumbuhan tertinggi selama periode Lebih lengkap mengenai nilai laju pertumbuhan ekonomi di Kota Pekalongan dapat dilihat pada Tabel 21 dan Gambar 16. Laju pertumbuhan ekonomi pada sektor perikanan mengalami penurunan selama periode Laju pertumbuhan ekonomi di sektor perikanan sebesar 1,64% pada tahun 2003, menjadi -6,21% pada tahun Laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2004, yaitu mencapai angka 11,02%. Model persamaan linear yang didapatkan dari hubungan antara tahun dan laju pertumbuhan ekonomi sektor perikanan Kota Pekalongan adalah y = -2,380x + 3,885. Artinya adalah laju pertumbuhan ekonomi sektor perikanan

74 57 Kota Pekalongan tiap tahunnya mengalami penurunan sebesar 2,380 satuan. Lebih lengkap mengenai hal ini dapat dilihat pada Tabel 21 dan Gambar 16. Tabel 21 Laju pertumbuhan ekonomi Kota Pekalongan tahun No Lapangan Tahun Usaha Sektor pertanian 2,19 11,01-11,06-10,68-7,08-6,24-3,37 a.tanaman bahan makanan 0,13 22,36-19,71 9,04 0,28 6,42 2,47 b. Peternakan 9,43 1,20-1,82-2,94 14,23 11,36 6,09 c. Perikanan 1,64 11,02-11,09-13,42-10,63-10,76-6,21 Total PDRB 3,86 4,07 3,82 3,06 3,80 3,73 4,78 Sumber : PDRB Kota Pekalongan Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektor Perikanan (%) Tahun y = x Gambar 16 Laju Pertumbuhan ekonomi sektor perikanan Kota Pekalongan tahun Nilai LQ sektoral Kota Pekalongan Peranan sektoral keseluruhan terhadap perekonomian daerah Kota Pekalongan dapat diketahui melalui LQ dan PDRB. Besarnya nilai LQ yang didapat oleh setiap sektor dapat menunjukkan apakah sektor tersebut merupakan sektor basis atau tidak terhadap perekonomian daerah. Nilai LQ sektor perikanan adalah 5,39. Angka ini menyatakan bahwa sektor perikanan merupakan sektor basis terhadap perekonomian daerah. Nilai LQ sektoral keseluruhan Kota Pekalongan tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 22.

75 58 Tabel 22 Nilai Location Quotient sektoral keseluruhan terhadap PDRB daerah secara keseluruhan di Kota Pekalongan tahun 2009 Lapangan Usaha Vi Vt Pi Pt LQ Keterangan Sektor pertanian , , ,42 Non Basis a.tanaman bahan makanan , , ,08 Non Basis b. Peternakan , , ,51 Non Basis c. Perikanan , , ,39 Basis Sumber : Pekalongan dalam Angka Peranan Subsektor Perikanan Tangkap Kota Pekalongan Peran subsektor perikanan tangkap terhadap suatu daerah dapat diketahui dengan melihat besar kontribusinya terhadap perekonomian daerah tersebut. Posisi basis atau tidaknya subsektor perikanan tangkap juga mempengaruhi besar atau kecilnya peran subsektor perikanan tangkap di daerah itu. Besarnya peran subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan dapat memberikan suatu kontribusi bagi perekonomian dan pembangunan daerah Kota Pekalongan Kontribusi perikanan tangkap Perikanan tangkap merupakan salah satu subsektor yang sangat memiliki peran dalam perekonomian Kota Pekalongan. Peranan tersebut dapat dilihat dari PDRB yang merupakan output atau jumlah nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai faktor atau lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu daerah tertentu tanpa memperhatikan pemilikan atas faktor produksi. Data statistik PDRB umumnya digunakan untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi regional baik secara menyeluruh maupun sektoral, untuk mengetahui tingkat kemakmuran daerah, untuk mengetahui tingkat inflasi dan deflasi dalam waktu tertentu dan untuk mengetahui besarnya potensi suatu daerah terhadap regional secara keseluruhan maupun sektoral. Kontribusi sektor perikanan dan subsektor perikanan tangkap terhadap sektor pertanian Kota Pekalongan selama tujuh tahun terakhir cenderung menurun, yaitu 82,86% dan 82,81% pada tahun 2003, menurun hingga 71,34% dan 70,55% pada tahun Kontribusi sektor perikanan dan subsektor perikanan tangkap terhadap total PDRB Kota Pekalongan, yaitu 11,75% dan 11,74% pada tahun 2003, menurun hingga 5,98% dan 5,91% pada tahun Persentase kontribusi subektor perikanan dan

76 59 perikanan tangkap terhadap PDRB sektor pertanian dan PDRB keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 23, serta Gambar 17 dan 18. Berdasarkan Gambar 17 dan 18, model persamaan yang diperoleh pada grafik hubungan antara tahun dan nilai kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap sektor pertanian Kota Pekalongan adalah y = -2,236x + 87,14 dan terhadap total PDRB Kota Pekalongan adalah y = -1,152x + 13,76. Hal ini menjelaskan bahwa setiap tahunnya kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap sektor pertanian Kota Pekalongan akan mengalami penurunan sebesar 2,236 satuan dan terhadap total PDRB Kota Pekalongan akan mengalami penurunan sebesar 1,152 satuan. Tabel 23 Persentase kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap sektor pertanian dan keseluruhan sektor tahun (persen) Tahun %PDRB Perikanan a. Terhadap Sektor Pertanian Perikanan 82, ,84 80,30 77,22 73,50 71,34 Perkanan tangkap 82,81 82,48 82,60 79,81 76,57 72,56 70,55 b. Terhadap Total PDRB Perikanan 11,75 12,54 10,74 9,02 7,76 6,68 5,98 Perikanan Tangkap 11,74 12,48 10,70 8,96 7,70 6,60 5,91 Sumber : Data diolah Kontribusi Perikanan Tangkap terhadap Sektor Pertanian (%) y = x Tahun Gambar 17 Kontribusi sektor perikanan dan subsektor perikanan tangkap terhadap sektor pertanian Kota Pekalongan Tahun

77 60 Kontribusi Perikanan Tangkap terhadap Total PDRB (%) y = x Tahun Gambar 18 Kontribusi sektor perikanan dan subsektor perikanan tangkap terhadap total PDRB Kota Pekalongan tahun Nilai LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB Untuk mengetahui nilai LQ diperlukan PDRB sebagai indikator dalam menunjukkan besarnya peranan subsektor perikanan tangkap terhadap perekonomian Kota Pekalongan secra keseluruhan. Nilai LQ subsektor perikanan tangkap secara keseluruhan Kota Pekalongan dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Nilai Location Quentient (LQ) subsektor perikanan tangkap terhadap total PDRB di Kota Pekalongan Tahun Tahun V i V t P i P t LQ Keterangan , , , ,45 12,18 Basis , , , ,31 13,30 Basis , , , ,88 13,36 Basis , , , ,74 11,49 Basis , , , ,77 11,41 Basis , , , ,85 9,81 Basis , , , ,56 8,90 Basis Sumber : Data diolah Keterangan : v i : Nilai total PDRB subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan v t : Nilai total PDRB seluruh sektor Kota Pekalongan V i : Nilai total PDRB subsektor perikanan tangkap di Provinsi Jawa Tengah V t : Nilai total PDRB seluruh di Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Tabel 24, dapat dilihat bahwa peranan subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan terhadap keseluruhan sektor merupakan sektor basis

78 61 dalam pengembangan perekonomian daerah Kota Pekalongan. Sektor basis artinya kebutuhan ikan untuk masyarakat Kota Pekalongan sudah terpenuhi, sehingga dapat melakukan ekspor atau distribusi ke luar daerah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai LQ subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan pada kurun waktu selalu lebih dari 1. Pada tahun 2003, nilai LQ yang diperoleh adalah sebesar 12,18; pada tahun 2004 dan 2005 mengalami peningkatan yaitu memperoleh nilai sebesar 13,30 dan 13,36. Pada tahun 2006 hingga 2009 nilai LQ yang diperoleh cenderung menurun. Pada tahun 2006 mengalami penurunan menjadi sebesar 11,49 hingga pada tahun 2009 menurun menjadi sebesar 8,90. Model persamaan yang diperoleh dari hubungan tahun dan nilai LQ subsektor perikanan tangkap terhadap pendapatan daerah yaitu y = -0,669x + 14,17. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penambahan satu tahun maka peran subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB di Kota Pekalongan mengalami penurunan sebesar 0,669 satuan. Nilai LQ subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB secara keseluruhan menurun dari tahun ke tahun dan dapat dilihat pada Gambar 19. Nilai LQ Perikanan Tangkap terhadap Total PDRB y = x Tahun Gambar 19 Nilai Location Quotient (LQ) subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB daerah keseluruhan di Kota Pekalongan tahun Nilai LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja Nilai LQ tenaga kerja dihitung dengan membandingkan antara kontribusi penyerapan tenaga pada subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan dengan

79 62 kontribusi penyerapan tenaga kerja pada subsektor perikanan tangkap di Provinsi Jawa Tengah. Nilai LQ lebih atau kurang dari satu menunjukkan bahwa suatu sektor dapat menyerap tenaga kerja dan membuka lapangan pekerjaan baru atau tidak di bidang perikanan tangkap. Nilai LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja memiliki angka lebih dari satu. Artinya di Kota Pekalongan subsektor perikanan tangkap merupakan sektor basis dalam penyediaan kesempatan kerja. Hal ini mengindikasikan bahwa subsektor perikanan tangkap dapat menciptakan kesempatan kerja di Kota Pekalongan. Nilai LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja selama periode tahun mengalami penurunan. Hanya pada Tahun 2004 saja yang mengalami peningkatan yaitu memiliki nilai sebesar 10,52 yang meningkat dari nilai 6,5 yang diperoleh pada Tahun Penurunan nilai LQ terjadi pada tahun Pada tahun 2005 memiliki nilai sebesar 8,23 dan hingga tahun 2008 turun menjadi 4,43. Model persamaan yang diperoleh dari hubungan tahun dan nilai LQ subsektor perikanan tangkap terhadap tenaga kerja yaitu y = -0,533x + 9,545. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penambahan satu tahun maka peran subsektor perikanan tangkap terhadap tenaga kerja di Kota Pekalongan mengalami penurunan sebesar 0,533 satuan. Fluktuasi nilai LQ selama periode lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 25 dan Gambar 20. Tabel 25 Nilai Location Quotient (LQ) subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja tahun Tahun V i V t P i P t LQ Keterangan ,50 Basis ,52 Basis ,23 Basis ,85 Basis ,55 Basis ,43 Basis Sumber : Data diolah, 2011

80 63 Nilai LQ y = x Tahun Gambar 20 Nilai Location Quotient subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja di Kota Pekalongan tahun Dampak Subsektor Perikanan Tangkap Kota Pekalongan Dampak subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan diketahui dengan menggunakan analisis efek pengganda dan analisis Shift Share. Besarnya tingkat kekuatan efek pengganda dapat mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi wilayah yang ditunjukkan oleh koefisien pengganda yang dihasilkan Multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB daerah Koefisien efek pengganda yang diperoleh pada periode tahun menunjukkan fluktuatif. Koefisien efek pengganda tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 4,35, artinya setiap peningkatan pendapatan subsektor perikanan tangkap sebesar Rp1,00, maka dapat meningkatkan pendapatan sektor lainnya yang terkait dengan subsektor perikanan tangkap di wilayah tersebut sebesar Rp4,35. Koefisien efek pengganda terendah terjadi pada tahun 2006 sebesar 2,09, artinya setiap peningkatan pendapatan subsektor perikanan tangkap sebesar Rp1,00 akan meningkatkan pendapatan sektor lainnya yang terkait dengan subsektor perikanan tangkap di wilayah tersebut sebesar Rp2,09. Efek pengganda tersebut yaitu berupa pengaruh ke belakang bagi sektor industri seperti industri es, garam, bahan jaring, pelampung, pemberat, kapal dan bagi sektor pertambangan seperti bahan bakar. Pengaruh ke depan yang ditimbulkan yaitu bagi sektor perdagangan dan sektor industri seperti pengolahan ikan, pemindangan dan

81 64 distribusi pemasarannya, serta sektor jasa seperti restoran. Hasil analisis efek pengganda subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB daerah dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Analisis efek pengganda subsektor perikanan tangkap berdasarkan PDRB daerah Kota Pekalongan Tahun Tahun Y Y b Y Y b MS y , , , , , , , , , , , , , , , , ,35 Sumber : Data diolah, Keterangan : Y (Jumlah Pendapatan Seluruh Sektor Kota Pekalongan) Y b (Jumlah Pendapatan Subsektor Perikanan Tangkap Kota Pekalongan) Y (Perubahan Pendapatan Seluruh Sektor Kota Pekalongan) Y b (Perubahan Pendapatan Subsektor Perikanan Tangkap Kota Pekalongan) MS y (Koefisien Multiflier Effect) Multiplier Effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja Koefisien efek pengganda berdasarkan indikator tenaga kerja pada tahun mengalami fluktuatif dengan nilai yang cenderung menurun. Hal ini terlihat pada koefisien efek pengganda pada tahun 2005 sebesar 0,04 mengalami penurunan yang sangat signifikan dari tahun 2004 sebesar 8,74. Koefisien efek pengganda terbesar terjadi pada tahun 2004 sebesar 8,74. Hal ini menjelaskan bahwa perubahan satu satuan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap akan mempengaruhi perubahan total tenaga kerja Kota Pekalongan sebesar 8,74 satuan. Besarnya nilai multiplier effect yang dihasilkan dari perikanan tangkap Kota Pekalongan dapat memberikan pengaruh bagi sektor-sektor lain yang menunjang kegiatan perikanan tangkap. Pengaruh ke depan yang ditimbulkan adalah meningkatnya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan pada usaha pengolahan maupun pemindangan bagi sektor industri, kegiatan pemasaran hasil perikanan bagi sektor perdagangan, rumah makan dan restoran bagi sektor jasa. Pengaruh ke belakang yang ditimbulkan adalah semakin tingginya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan guna memenuhi kegiatan perikanan tangkap, seperti pada sektor

82 65 industri membutuhkan penambahan tenaga kerja pada galangan kapal ikan, pabrik jaring, pelampung, pemberat dan kelengkapan alat tangkap lainnya, perusahaan yang memproduksi perbekalan seperti es dan garam, serta pertambangan seperti bahan bakar minyak. Pengaruh juga ditimbulkan di sektor jasa yaitu penambahan tenaga kerja pada resto atau rumah makan yang menyediakan kuliner hasil perikanan. Nilai koefisien efek pengganda subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27 Efek pengganda subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja tahun Tahun E E b E E b MS e , , , , ,24 Sumber : Data diolah, Keterangan : E (Jumlah Angkatan Kerja Kota Pekalongan) E b (Jumlah Tenaga Kerja Subsektor Perikanan Tangkap Kota Pekalongan) E (Perubahan Angkatan Kerja Kota Pekalongan) E b (Perubahan Tenaga Kerja Subsektor Perikanan Tangkap Kota Pekalongan) MS e (Koefisien Multiplier Effect) 6.5 Kebutuhan Investasi Subsektor Perikanan Tangkap Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap pada tahun ke-i dapat dihitung dengan menggunakan ICOR. Data yang digunakan adalah data nilai perubahan pendapatan subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan tahun Nilai ICOR sektor perikanan hasil perhitungan PKSPL-IPB tahun 2004 ada dua sumber yaitu berdasarkan Tabel Input-Output tahun 1995 sebesar 3,42 dan berdasarkan Tabel Input-Output 2000 sebesar 3,31. Kebutuhan investasi subsektor perikanan secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 28.

83 66 Tabel 28 Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap Tahun Tahun Y b Investasi (I) ICOR = 3,31 ICOR = 3, / , , / , , / , , / , , / , ,46 Sumber : Data diolah, 2011 Keterangan : Y b (Perubahan Pendapatan Subsektor Perikanan Tangkap) ICOR (Tingkat Efisiensi Penyerapan Investasi) I (Investasi di Subsektor Perikanan Tangkap) Berdasarkan Tabel 28, maka dapat dihitung persamaan linear perkembangan investasi berdasarkan nilai ICOR 3,31 dan 3,42 (Gambar 21). Perkembangan investasi subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan Tahun berdasarkan nilai ICOR 3,31 diperoleh persamaan linear y = -4358,6x dan 3,42 dengan persamaan linear y= -4503,5x Artinya perkembangan investasi subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan berdasarkan nilai ICOR 3,31 dan 3,42 setiap tahunnya mengalami penurunan sebesar dan 4.503,5 satuan. Perkembangan Investasi y = x y = x / / / / /2008 Tahun Gambar 21 Perkembangan investasi subsektor perikanan tangkap Pekalongan tahun Berdasarkan kedua persamaan linear yang diperoleh, maka dapat diperkirakan kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap yang diperlukan pada Tahun di Kota Pekalongan. Kebutuhan investasi subsektor

84 67 perikanan tangkap tahun berkisar antara Rp ,00 Rp ,00, sedangkan untuk tahun berkisar antara Rp ,00 Rp ,00. Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap pada Tahun dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29 Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan Tahun (juta rupiah) Tahun Investasi (juta Rp) ICOR 3,31 ICOR / / / / / Sumber : Data diolah, ICOR : Tingkat efisiensi penyerapan investasi I Sumber nilai ICOR : Investasi subsektor perikanan tangkap : Kajian Strategi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PKSPL-IPB 2004). Investasi yang dibutuhkan oleh subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan adalah sebagian besar digunakan untuk perbaikan, pengelolaan, serta pengembangan sarana dan prasarana Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. Perbaikan sarana dan prasarana pelabuhan dapat memberikan pemasukan bagi sektor lain seperti sektor industri dalam pengadaan material yang diperlukan untuk perbaikan sarana serta sektor jasa terkait dengan distribusi air bagi penunjang kegiatan di lingkungan pelabuhan. 6.6 Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap Kota Pekalongan Komoditas unggulan dapat ditentukan dengan melakukan perhitungan terhadap volume produksi dari subsektor perikanan tangkap. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan metode Location Quentient (LQ). Analisis LQ dalam penentuan hasil tangkapan unggulan yaitu dengan cara membandingkan hasil tangkapan di Provinsi Jawa Tengah dengan hasil tangkapan Kota Pekalongan (Lampiran 3 dan 4). Produksi subsektor perikanan tangkap dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu kelompok ikan demersal, kelompok ikan pelagis besar, kelompok ikan pelagis kecil dan kelompok binatang lunak.

85 68 Ikan atau hasil tangkapan Kota pekalongan yang menjadi objek perhitungan dalam penentuan komoditas unggulan adalah ikan yang paling dominan dan memiliki volume produksi yang relatif tinggi di Kota Pekalongan. Ikan tersebut antara lain: 1) Kelompok ikan demersal adalah manyung (Arius sp) dan bawal hitam (Formio niger); 2) Kelompok ikan pelagis besar adalah tongkol (Euthynnus spp) dan tenggiri (Scomberomerus commersoni); 3) Kelompok ikan pelagis kecil adalah selar (Caranx leptolepis), layang (Decapterus roselli), tembang (Clupea fimbriata), lemuru (Clupea longiceps), kembung (Rastrelliger); dan 4) Kelompok binatang lunak adalah cumi-cumi (Loligo sp.) Ikan pelagis besar yang terdapat di Kota Pekalongan dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu tongkol (Euthynnus spp) dan tenggiri (Scomberomerus commersoni). Nilai LQ kelompok ikan pelagis besar Kota Pekalongan tahun menunjukkan kecenderungan yang meningkat (Tabel 30 dan Gambar 22). Nilai LQ ikan tongkol tertinggi terjadi pada tahun 2006 sebesar 3,83, sedangkan untuk nilai LQ ikan tenggiri tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 0,61. Nilai LQ y = x y = x Tahun Tongkol Tenggiri Gambar 22 Nilai LQ ikan tongkol dan ikan tenggiri Kota Pekalongan

86 69 Tabel 30 Nilai LQ kelompok ikan di Kota Pekalongan Tahun No Jenis Ikan Nilai LQ Komoditas Unggulan Kota Pekalongan terhadap Provinsi jawa tengah LQ LQ LQ LQ LQ LQ 1 Pelagis kecil a. selar 1,70 1,24 1,92 1,17 1,18 0,66 b. layang 1,56 1,83 1,94 2,13 1,97 1,52 c. tembang 0,65 0,64 0,63 0,79 0,87 1,63 d. lemuru 2,31 1,95 2,11 1,86 1,89 2,55 e. kembung 1,11 3,42 4,02 5,15 4,89 6,16 2 Pelagis besar a. Tongkol 2,22 2,40 2,00 3,83 2,05 3,82 b. Tenggiri 0,41 0,42 0,36 0,48 0,40 0,61 3 Demersal a. Manyung 0,04 0,06 0,16 0,41 0,44 0,43 b. Bawal hitam 1,24 0,80 0,79 0,64 0,98 2,10 4 Mollusca (cumi-cumi) 0,12 0,07 0,25 0,37 0,31 0,39 Sumber : Data diolah Nilai LQ tiap jenis ikan pelagis kecil bervariasi selama periode tahun Nilai yang tertinggi untuk ikan pelagis kecil selama periode terjadi pada kembung. Ada tiga jenis ikan yang menunjukkan nilai LQ selalu di atas satu, yaitu ikan layang, lemuru dan kembung. Nilai LQ jenis kelompok ikan pelagis kecil lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 30 dan Gambar 23. Nilai LQ Tahun Selar Layang Bawal Hitam Tembang Lemuru Banyar Gambar 23 Nilai LQ ikan pelagis kecil Kota Pekalongan tahun

87 70 Ikan demersal yang termasuk dalam hasil tangkapan dominan di Kota Pekalongan adalah ikan manyung. Pada periode Tahun ikan manyung tidak pernah memperoleh nilai LQ lebih dari satu. Nilai LQ tertinggi diperoleh pada tahun 2007 sebesar 0,44 dan nilai terendah diperoleh pada tahun 2003 sebesar 0,04. Nilai LQ ikan manyung lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 30 dan Gambar 24. Nilai LQ y = x R² = Tahun Gambar 24 Nilai LQ ikan demersal (ikan manyung) Kota Pekalongan tahun Kelompok Mollusca atau hewan lunak cukup dominan di Kota Pekalongan adalah cumi-cumi (Loligo sp). Nilai LQ cumi-cumi pada periode selalu memiliki nilai LQ di bawah satu. Nilai LQ tertinggi cumi-cumi yaitu pada tahun 2008 sebesar 0,39, sedangkan yang terkecil cumi-cumi pada tahun 2004 sebesar yaitu sebesar 0,07. Nilai LQ cumi-cumi untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 30 dan Gambar y = x Nilai LQ Tahun Gambar 25 Nilai LQ cumi-cumi Kota Pekalongan Tahun

88 71 Berdasarkan perhitungan nilai LQ, maka dapat ditentukan nilai bobot LQ dan nilai bobot trend. Ketentuan untuk nilai bobot LQ adalah apabila nilai LQ > 1 maka diberi bobot 3. Apabila nilai 0,8 < LQ < 0,99 maka diberi bobot 2 dan apabila nilai LQ < 0,8 maka diberi bobot 1. Adapun ketentuan untuk nilai bobot trend adalah apabila trend nya mengalami peningkatan, maka diberi bobot 3, apabila trend nya tetap, maka diberi bobot 2 dan apabila trend nya mengalami penurunan, maka diberi bobot 1. Berdasarkan pembobotan nilai LQ, pada periode tahun Ikan layang, lemuru, tongkol dan kembung setiap tahunnya selalu mendapatkan nilai bobot LQ sama dengan 3. Ikan tenggiri, manyung dan cumi-cumi selalu mendapatlkan nilai bobot LQ sama dengan 1. Nilai LQ yang selalu tetap setiap tahunnya menyebabkan komoditas tersebut mendapatkan nilai bobot trend sama dengan 2. Ikan lainnya memiliki nilai LQ dan nilai bobot trend yang bervariasi antara 1, 2 dan 3, sehingga trend perkembangan nilai LQ tahun ada yang menurun dan ada yang meningkat. Penilaian bobot LQ dan bobot trend selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 31. Berdasarkan Tabel 31, menunjukkan bahwa ikan yang memiliki nilai bobot total tertinggi dengan total bobot sebesar 20 adalah terdapat empat ikan yaitu layang, lemuru, tongkol dan kembung. Ikan yang memiliki bobot terendah adalah tenggiri, manyung dan cumi-cumi, dengan total bobot sebesar 8. Selang yang digunakan untuk penentuan suatu kelas komoditas, yaitu untuk kelas komoditas unggulan adalah 17-20, untuk kelas komoditas netral adalah dan untuk kelas komoditas non unggulan adalah kelompok ikan yang menjadi komoditas unggulan adalah selar dengan nilai LQ sebesar 17 serta ikan layang, lemuru, tongkol dan kembung yang memiliki nilai LQ sebesar 20.

89 72 Tabel 31 Penilaian bobot LQ dan bobot trend kelompok ikan di Kota Pekalongan tahun No Jenis Ikan 1 Pelagis kecil Nilai LQ Komoditas Unggulan Kota Pekalongan terhadap Provinsi jawa tengah Nilai Total Komoditas bobot LQ LQ LQ LQ LQ LQ trend a. Selar Unggulan b. Layang Unggulan Non c. Tembang Unggulan d. Lemuru Unggulan e. Kembung Unggulan 2 Pelagis besar a. Tongkol Unggulan Non b. Tenggiri Unggulan 3 Demersal Non Unggulan a. Manyung b. Bawal hitam Netral Mollusca 4 (cumi-cumi) Sumber : Data diolah Non Unggulan Berdasarkan hasil perhitungan LQ dalam penentuan kelas komoditas hasil tangkapan di Kota Pekalongan, ikan yang menjadi komoditas unggulan adalah kelompok ikan pelagis yaitu selar, layang, lemuru, kembung dan tongkol. Ikan tersebut ditangkap oleh alat tangkap purse seine. Daerah penangkapan ikan yang menjadi tujuan pengoperasian alat tangkap purse seine jauh dari fishing base, yaitu sekitar Laut Jawa hingga Laut Cina Selatan. Hal tersebut menjadi faktor penting dalam penentuan strategi pengembangan perikanan tangkap Kota Pekalongan, yaitu perlu dilakukan peningkatan kualitas sarana dan prasarana pelabuhan, sehingga dapat memberikan kenyamanan pada nelayan dalam melakukan aktifitas dan menjadikan nelayan untuk tetap memilih mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Kota Pekalongan.

90 Strategi Pengembangan Strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan sangat diperlukan. Penjabaran hasil identifikasi terhadap komponen-komponen analisis SWOT yang terdapat di Kota Pekalongan diuraikan lebih lanjut Identifikasi unsur SWOT subsektor perikanan tangkap 1) Kekuatan (Strenght) S1) Kesempatan kerja di subsektor perikanan tangkap cukup besar. Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan merupakan salah satu pelabuhan perikanan terbesar di Jawa Tengah. Penyerapan tenaga kerja di sektor perikanan relatif besar. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Location Quotient (LQ) tenaga kerja yang lebih dari satu, berarti kebutuhan tenaga kerja di subsektor perikanan tangkap dapat terpenuhi dan dapat menyumbang tenaga kerja ke sektor perikanan lainnya. Pada tahun 2008, nilai multiplier effect berdasarkan indikator tenaga kerja Kota Pekalongan adalah 0,24. Hal ini menjelaskan bahwa perubahan satu satuan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap akan mempengaruhi perubahan tenaga kerja sektor lainnya yang berkaitan dengan subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan sebesar 0,24 satuan. Jumlah kesempatan kerja subsektor perikanan tangkap yang besar di Pekalongan dapat menjadi kekuatan dalam pengembangan subsektor perikanan tangkap dan dapat meningkatkan kontribusi dari subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB Kota Pekalongan. S2) Sarana dan prasarana cukup lengkap. Alat penangkapan ikan yang paling dominan di Kota Pekalongan adalah purse seine, sehingga sarana perikanan tangkap seperti kapal motor, motor tempel dan alat-alat penangkapannya sudah tergolong baik. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata nelayan yang menangkap ikan di perairan yang jauh dari konsentrasi nelayan atau tempat melabuhkan kapalnya, karena kekuatan kapal yang digunakan mampu melakukan operasi penangkapan ikan di lautan lepas. Prasarana yang dimiliki Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan tergolong lengkap, seperti halnya terdapat TPI, dermaga, pabrik es dan prasarana lainnya. Fasilitas-fasilitas penunjang lainnya masih perlu diaktifkan kembali agar penggunaannya pada

91 74 kegiatan penangkapan ikan dapat lebih optimal, sehingga akan memberikan pengaruh positif terhadap kualitas dan kuantitas hasil tangkapan nelayan Kota Pekalongan. S3) Terdapatnya komoditas hasil tangkapan unggulan. Beberapa hasil perikanan tangkap di Kota Pekalongan merupakan komoditas unggulan. Adanya komoditas unggulan akan memberikan dampak positif, yaitu berupa kontribusi yang besar terhadap pendapatan di subsektor perikanan tangkap. Pada kelompok ikan pelagis besar terdapat tongkol sebagai komoditas unggulan, mempunyai nilai LQ sebesar 20. Pada kelompok pelagis kecil ada empat jenis ikan yang menjadi komoditas unggulan, yaitu selar dengan nilai LQ sebesar 17, layang dengan nilai LQ sebesar 20, lemuru dengan nilai LQ sebesar 20 dan banyar dengan nilai LQ 20, serta pada kelompok demersal terdapat bawal hitam yang menjadi komoditas unggulan, dengan nilai LQ sebesar 15. S4) Kontribusi perikanan tangkap besar terhadap PDRB Kota Pekalongan. Kontribusi subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan terhadap perekonomian Kota Pekalongan relatif besar. Hal tersebut ditunjukkan pada persentase kontribusi nilai PDRB subsektor perikanan tangkap dari tahun yang mencapai lebih dari setengah dari total nilai presentase perikanan secara umum. Pada tahun 2003 subsektor perikanan tangkap memberikan kontribusi sebesar 11,74% dari total kontribusi perikanan sebesar 11,75%, hingga pada tahun 2009 perikanan tangkap memberikan kontribusi sebesar 5,91% dari total kontribusi perikanan sebesar 5,98%. Pada tahun nilai LQ subsektor perikanan tangkap selalu memperoleh nilai lebih dari 1. Pada tahun 2009 nilai LQ mencapai 8,9. Nilai tersebut menyatakan bahwa subsektor perikanan tangkap merupakan sektor basis di Kota Pekalongan. Koefisien efek pengganda yang tinggi juga mmemberikan kontribusi yang baik bagi PDRB Kota Pekalongan. Nilai Multiplier effect tertinggi terjadi pada tahun 2008, yaitu sebesar 4,35, artinya setiap peningkatan pendapatan subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan sebesar Rp1,00, maka dapat meningkatkan pendapatan sektor lainnya yang terkait dengan subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan sebesar

92 75 Rp4,35. Hal tersebut dapat memberikan pengaruh bagi besanya kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB Kota Pekalongan. 2) Kelemahan (Weakness) W1) Kualitas sumberdaya manusia rendah. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah diindikasikan dari banyaknya nelayan di Kota Pekalongan yang berpendidikan hanya tamat SD. Hal tersebut dikarenakan kurang tepatnya pola pikir masyarakat nelayan yang menganggap bahwa untuk menjadi seorang nelayan tidak memerlukan pendidikan yang tinggi, melainkan hanya cukup dengan keterampilan dan pengalaman saja. Tingginya biaya untuk melanjutkan pendidikan juga menjadi faktor kendala bagi nelayan Kota Pekalongan, sehingga mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia menjadi rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia menyebabkan masyarakat nelayan di Kota Pekalongan melakukan pengelolaan dan penanganan hasil tangkapan masih menggunakan cara-cara yang tradisional, sehingga tidak dapat meningkatkan nilai ekonomis hasil tangkapan, yang nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga. W2) Potensi sumberdaya laut rendah. Produksi perikanan tangkap Kota Pekalongan cukup besar, namun tidak sejalan dengan potensi yang dimiliki Perairan Kota Pekalongan, karena besarnya capaian produksi Kota Pekalongan sebagian besar didapatkan dari luar wilayah Perairan Kota Pekalongan, seperti daerah Karimunjawa, Laut Cina Selatan, Perairan Makasar dan perairan daerah timur lainnya. Perairan Kota Pekalongan masih perlu pengelolaan yang lebih baik agar potensi perikanannya dapat meningkat kembali dan dapat dimanfaatkan secara efektif sehingga dapat lebih menguntungkan. W3) Regulasi perikanan dari pemerintah berbelit-belit Sektor perikanan merupakan salah satu sektor di bawah koordinasi pemerintah Kota Pekalongan. Banyak pula instansi terkait yang berperan serta dalam kemajuan sektor ini. Instansi tersebut terdiri atas Dinas Kelautan dan

93 76 Perikanan, syahbandar perikanan, pengelola TPI, KUD Makaryo Mino dan kantor Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. Sampai saat ini koordinasi antara Pemerintah Kota dengan instansi-insatansi tersebut masih kurang baik, sehingga menyebabkan terjadinya regulasi yang berbeli-belit dalam menangani kegiatan di subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan. Hal ini menjadikan nelayan Kota Pekalongan malas untuk mengurus segala administrasi yang berkaitan dengan kegiatan penangkapan ikan. Contohnya, Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Pekalongan memiliki alokasi dana gratis untuk perpanjangan surat atau dokumen yang berkaitan dengan ijin melakukan operasi penangkapan ikan, namun dana tersebut tidak termanfaatkan dengan maksimal karena masih banyak nelayan yang belum mengetahui adanya alokasi dana tersebut. Koordinasi dengan pihak swasta atau PERUM yang sebagian besar memegang kepemilikan fasilitas pelabuhan juga kurang baik. Hal ini terlihat dari terdapatnya beberapa fasilitas pelabuhan yang tidak berfungsi, sehingga banyak nelayan lebih memilih mendaratkan hasil tangkapnnya ke daerah lain. W4) Kurangnya pendampingan kepada nelayan. Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Pekalongan telah mencanangkan program penyuluhan kepada nelayan. Program tersebut merupakan media koordinasi antara dinas dengan nelayan yang bertujuan untuk memberi pembekalan kepada nelayan terkait peningkatan kualitas sumberdaya, namun adanya penyuluhan tersebut belum efektif dalam meningkatkan kualitas sumberdaya nelayan. Kekurangan pemerintah dalam melaksanakan program ini adalah tidak diadakannya kegiatan pendampingan oleh pemerintah kepada nelayan, sehingga bekal yang didapat di penyuluhan tidak bermanfaat dengan maksimal. 3) Peluang (Opportunity) O1) Jumlah sumberdaya nelayan tinggi. Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan merupakan pelabuhan perikanan nusantara terbesar di Jawa Tengah. Adanya PPN dan fasilitasfasilitasnya sangat menunjang dalam pelaksanaan kegiatan perikanan tangkap.

94 77 Perikanan tangkap Kota Pekalongan memiliki peran yang baik bagi daerah karena selain memberikan kontribusi terhadap PDRB yang cukup besar, perikanan tangkap juga menyerap banyak tenaga kerja, sehingga dapat mengurangi pengangguran di Kota Pekalongan. Hal ini dapat menjadi salah satu peluang dalam pengembangan perikanan tangkap Kota Pekalongan. O2) Tingkat permintaan dari luar terhadap produk perikanan yang tinggi. Tingginya pertumbuhan jumlah penduduk dan meningkatnya kesadaran manusia akan arti penting produk perikanan bagi kesehatan dan kecerdasan, diyakini akan meningkatkan permintaan terhadap produk perikanan di masa mendatang. Tata guna lahan di daratan yang semakin menyempit dikarenakan pembangunan dan pengembangan kegiatan ekonomi lainnya akan memperkecil penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian. Dengan demikian berkurangnya lahan produksi menyebabkan pasokan bahan pangan dari sektor pertanian semakin kecil. Produk pertanian menjadi alternatif bagi penyediaan sumber bahan pangan sebagai pengganti produk pertanian. Tingkat permintaan perikanan dipengaruhi pula oleh pola konsumsi masyarakat yang mengarah pada pola konsumsi berimbang. Hal tersebut sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan dan pendidikan masyarakat yang semakin baik. Dengan pola pangan yang berimbang, maka konsumsi protein hewani akan semakin besar, khususnya dari ikan. O3) Adanya laboratorium pengujian mutu hasil perikanan. Produksi perikanan tangkap Kota Pekalongan cukup tinggi setiap tahunnya. Hasil tangkapan sebesar 20% dipasarkan di pasar lokal yaitu Kota Pekalongan, Kabupaten Batang, Tegal dan daerah di sekitar Kota Pekalongan. Sementara 80% lainnya dipasarkan ke daerah Jakarta, Sumatera dan Tujuan ekspor. Ikan yang dipasarkan berupa ikan olahan, seperti ikan asin dan ikan kaleng. Adanya Laboratorium Pengujian Pengawasan Mutu Hasil Perikanan sangat menunjang dalam penentuan kualitas ikan, baik segar maupun olahan yang siap atau layak untuk dipasarkan ke luar daerah maupun ekspor.

95 78 O4) Terdapat kapal khusus pengangkut ikan. Adanya kapal khusus pengangkut ikan di suatu pelabuhan sangat prospektif bagi kemajuan perikanan tangkap daerah tersebut. Kapal khusus pengangkut ikan dapat menjadi solusi alternatif bagi nelayan dalam menjaga dan menangani hasil tangkapan agar tetap segar, sehingga ikan tetap memiliki nilai ekonomis dan harga jual yang tinggi. Pemerintah Kota Pekalongan mulai tahun 2011 telah mengadakan kapal khusus pengangkut ikan. Hal ini bertujuan untuk mengatasi masalah dan memfasilitasi nelayan agar tetap mendaratkan hasil tangkapannya ke TPI Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. Kelebihan diadakannya kapal pengangkut ikan adalah ikan yang didaratkan lebih segar, karena tidak lama tersimpan di atas kapal. Selain itu jumlah produksi juga akan kembali meningkat, karena nelayan yang biasanya mendaratkan hasil tangkapan di tempat lain akan kembali mendaratkan hasil tangkapan di Pelabuhan Kota Pekalongan. Adanya program pengadaan kapal khusus belum menunjukkan dampak yang begitu besar, karena program ini belum berjalan maksimal atau masih perlu perbaikan dan akan terus dilakukan pengembangan. Adanya kapal khusus ini dianggap sangat propektif bagi pengembangan perikanan tangkap untuk kedepannya. 4) Ancaman (Threats) T1) Persaingan pasar dengan daerah lain. Posisi Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan terletak tidak jauh dari Pusat Pendaratan Ikan Kabupaten Batang. Hal tersebut merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya persaingan pasar. Selain itu kesamaan komoditas yang diproduksi dengan daerah tersebut juga mempengaruhi yaitu akan terjadi persaingan dalam penjualan komoditas. Hal ini akan menyebabkan turunnya harga jual komoditas tersebut dan akan menjadi ancaman pada perkembangan subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan. T2) Harga bahan bakar minyak yang cukup tinggi. Tingginya harga bahan bakar dapat menjadi hambatan bagi nelayan Kota Pekalongan. Hal ini sangat berpengaruh ketika nelayan akan melakukan operasi

96 79 penangkapan ikan. Bahan bakar merupakan suatu bekal yang sangat diperlukan oleh nelayan, karena akan digunakan untuk bahan bakar penggerak mesin kapal dan juga bahan untuk lampu genset. Semakin tinggi harga bahan bakar, maka modal yang diperlukan dalam operasi penangkapan ikan akan semakin besar. Hal tersebut sering menjadikan nelayan Kota Pekalongan jadi malas melaut dan memilih untuk berpindah profesi. Artinya tingginya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi ancaman bagi pengembangan subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan. T3) Adanya sindikat penjualan ikan di laut. Menurunnya sumberdaya ikan di Laut Utara Jawa menyebabkan nelayan Kota Pekalongan memilih daerah penangkapan di daerah makasar dan daerah timur lainnya. Jauhnya daerah penangkapan maka modal yang diperlukan untuk perbekalan juga semakin tinggi. Setiap melakukan operasi penangkapan ikan, nelayan memiliki satu tujuan yaitu memperoleh keuntungan. Hal tersebut yang umumnya membuat nelayan melakukan segala cara untuk mencapai keuntungan. Salah satunya adalah melalui kegiatan penjualan ikan di laut. Nelayan melakukan penjualan di laut biasanya karena adanya tawaran harga yang lebih menarik, selain itu nelayan tidak perlu melakukan penangan ikan diatas kapal. T4) Banyak nelayan mendaratkan ikan di tempat lain. Daerah penangkapan ikan yang jauh dari Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan adalah salah satu alasan nelayan Pekalongan melakukan pendaratan di tempat lain. Hal itu dilakukan, karena nelayan ingin menjaga kesegaran ikan agar nilai jualnya tetap tinggi. Selain itu, faktor lain yang menyebabkan pendaratan di tempat lain adalah lokasinya dekat dengan daerah penangkapan ikan, nilai jual ikan yang lebih tinggi dan lebih ramainya kegiatan jual beli di pasar tersebut. Maka diperlukan solusi untuk mengatasi hal tersebut, karena jika tidak diatasi subsektor perikanan tangkap akan terancam dalam pengembangannya.

97 Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) Faktor strategi internal yang memiliki nilai bobot total tertinggi adalah faktor sarana dan prasarana yang cukup lengkap. Nilai yang didapatkan sebesar poin. Faktor dengan nilai bobot total terendah adalah kurangnya potensi sumberdaya laut, yaitu dengan nilai yang didapatkan sebesar poin. Nilai rata-rata bobot total pada matriks IFE ini adalah Hal tersebut menunjukkan bahwa Kota Pekalongan mampu menggunakan kekuatan internalnya dalam menangani kelemahan yang terdapat di dalam Kota Pekalongan.Matriks IFE Kota Pekalongan disajikan pada Tabel 32 dan Lampiran 5. Tabel 32 Matriks IFE Kota Pekalongan Faktor Strategi Internal Bobot Nilai Nilai yang di bobot Kekuatan A. Kesempatan kerja cukup besar di subsektor perikanan tangkap B. Sarana dan prasarana cukup lengkap C. Terdapatnya komoditas hasil tangkapan unggulan D. Kontribusi subsektor perikanan tangkap besar terhadap PDRB Kota Pekalongan Kelemahan E. Kualitas SDM rendah F. Potensi sumberdaya laut rendah G. Regulasi perikanan dari pemerintah berbelit-belit H. Kurangnya pendampingan kepada nelayan TOTAL Sumber : Data diolah, Matriks EFE (External Factor Evaluation) Faktor strategi eksternal yang memiliki nilai bobot total tertinggi adalah permintaan dari luar terhadap produk perikanan yang tinggi dengan nilai sebesar 3,071 poin. Faktor dengan nilai bobot total terendah adalah faktor persaingan pasar dengan daerah lain, yaitu dengan nilai sebesar 0,554 poin. Jumlah nilai yang dibobot adalah sebesar Nilai tersebut menunjukkan bahwa Kota Pekalongan tepat berada pada nilai rata-rata dalam usahanya untuk menjalankan

98 81 strategi yang memanfaatkan peluang. Matriks EFE Kota Pekalongan dilihat dari aspek peluang dan ancaman yang dihadapi dapat dilihat pada Tabel 33 dan Lampiran 6. Tabel 33 Matriks EFE Kota Pekalongan Faktor Strategi Eksternal Bobot Nilai Nilai yang di bobot Peluang A. Jumlah sumberdaya nelayan tinggi B. Tingkat permintaan dari luar terhadap produk perikanan yang tinggi C. Adanya laboratorium pengujian mutu hasil perikanan D. Terdapatnya Kapal khusus pengangkut ikan Ancaman E. Persaingan pasar dengan daerah lain F. Harga BBM unit penangkapan ikan yang cukup tinggi G. Adanya sindikat penjualan ikan di laut H. Banyak nelayan mendaratkan ikan di tempat lain Sumber : Data diolah, TOTAL Hasil analisis pada matriks IFE dan EFE memperlihatkan posisi kuadran dari strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan (Gambar 26), yaitu didapatkan titik ordinat (3,16;4,98) yang terletak pada kuadran I. Posisi kuadran I mengindikasikan bahwa strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan memiliki kekuatan dan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung kebijakan pengembangan secara agresif. Peluang Kelemahan Internal (3,16;4,98) Kekuatan Internal Ancaman Gambar 26 Diagram analisis SWOT pengembangan susbsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan.

99 Matriks SWOT Alternatif strategi pengembangan perikanan tangkap Kota Pekalongan ditunjukkan dalam matriks SWOT yang diperoleh dari kombinasi strategi SO (Strenght-Opportunities), WO (Weakness-Opportunities), ST(Strenght-Threats) dan WT (Weakness-Threats) yang terdapat di Kota Pekalongan. Alternatif stretegi tersebut dijelaskan pada Tabel Perumusan strategi utama Tiga strategi utama yang perlu dilakukan dalam pengembangan subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan adalah 1) Memfokuskan dalam peningkatan mutu hasil tangkapan dengan memaksimalkan kapal pengangkut ikan dan laboratorium pengujian mutu, guna menghasilkan kualitas produk ikan segar dan olahan yang memiliki nilai ekonomis tinggi serta memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam akses sarana dan prasarana dalam mengembangkan usaha baru di bidang perikanan tangkap; 2) Melakukan pengembangan subsektor perikanan tangkap yang berkelanjutan dengan memanfaatkan kesempatan kerja yang besar dan hasil tangkapan unggulan guna memenuhi permintaan yang tinggi dari luar daerah, sehingga dapat meningkatkan kontribusi perikanan tangkap terhadap PDRB daerah; dan 3) Memberi kemudahan bagi nelayan dalam segala regulasi dan urusan administrasi sehingga nelayan dapat tetap konsisten dan dapat memanfaatkan potensi sumberdaya laut yang tersedia dan dapat memenuhi permintaan produk dari luar daerah.

100 83 Tabel 34 Matriks SWOT pengembangan subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan Kekuatan : Kelemahan : 1. Kesempatan kerja yang cukup 1. Kualitas SDM yang rendah besar 2. Kurangnya potensi 2. Sarana dan prasarana cukup sumberdaya laut lengkap 3. Regulasi perikanan dari 3. Terdapat komoditas tangkapan unggulan pemerintah berbeli-belit 4. Kontribusi terhadap PDRB 4. Kurangnya pendampingan cukup besar nelayan Peluang : 1. Tingginya jumlah SDM atau nelayan 2. Tingkat permintaan produk perikanan dari luar yang tinggi 3. Adanya lab pengujian mutu hasil perikanan 4. Terdapat kapal khusus pengankut ikan Strategi SO : 1. Pengembangan subsektor perikanan tangkap yang berkelanjutan dengan memanfaatkan kesempatan kerja yang besar dan hasil tangkapan unggulan guna memenuhi permintaan yang tinggi dari luar daerah, sehingga dapat meningkatkan kontribusi perikanan tangkap terhadap PDRB daerah. 2. Memfokuskan dalam peningkatan mutu hasil tangkapan dengan memaksimalkan kapal pengankut ikan dan lab pengujian mutu guna menghasilkan kualitas produk ikan segar dan olahan yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam akses sarana dan prasarana agar dapat mengembangkan usaha baru di bidang perikanan. Strategi WO : 1. Meningkatkan pendampingan kepada nelayan guna meningkatkan keterampilan nelayan sehingga dapat memanfaatkan potensi sumberdaya laut dengan maksimal dan sesuai aturan. 2. Memberi kemudahan bagi nelayan dalam segala regulasi dan urusan administrasi sehingga nelayan dapat tetap konsisten dan dapat memenfaaakan potensi sumberdaya laut yang tersedia dan dapat memenuhi permintaan produk dari luar daerah. Ancaman : 1. Persaingan pasar dengan daerah lain 2. Harga BBM untuk unit penangkapan tinggi 3. Adanya sindikat penjualan ikan di laut 4. Banyak nelayan melakukan pendaratan ikan di tempat lain Sumber : Data diolah, Strategi ST : 1. Pemanfaatan secara maksimal terhadap sarana dan komoditas hasil tangkapan unggualan merupakan suatu langkah yang dapat dilakukan dalam bersaing dengan pasar dengan daerah lain. 2. Peningkatan pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan penangkapan agar tidak melanggar peraturan seperti sindikat penjualan ikan di laut guna meningkatkan volume produksi Pekalongan segingga dapat bersaing dengan daerah lain. Strategi WT : 1. Meningkatkan keteramapilan nelayan dalam memanfatatkan secara maksimal sumberdaya laut yang tersedia guna menghadapi persaingan pasar yang ada. 2. Memberikan kemudahan dalam regulasi dan menydiakan subsidi BBM bagi nelayan agar nelayan tetap melakukan pendaratan di PPN Pekalongan dan tidak melakukan penjualan ikan di laut dalam meningkatkan penghasilan.

101 84 Tabel 35 Perankingan alternatif strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan No Alternatif strategi Unsur-unsur terkait Jumlah pembobotan Skor Rangking 1 SO1 S1, S2, S3, S4, O2, 1,741+2,786+2, ,161 2 O3 1,527+3,071+1,679 2 SO2 S2, S3, S4,O2, O3, 2,786+2,357+1, ,241 1 O4 3,071+1,679+1,821 3 WO1 W5, W6, W7, O1 1,464+1,107+1,554+2,116 6, WO2 W5, W6, W7, O2 1,464+1,107+1,554+3,071 7, ST1 S2, S3, T5 2,786+2,357+0,554 5, ST2 T5, T7, T8 0,554+0,741+1,557 2, WT1 W5, W6, T5 1,464+1,107+0,554 3, WT2 W7, T6, T7, T8 1,554+1,054+0,741 3,349 6 Sumber : Data diolah, 2011.

102 85 7. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah : 1) Subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan merupakan sektor basis. Pada tahun 2009 kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap total PDRB Kota Pekalongan sebesar 5,91% dengan nilai LQ yang diperoleh sebesar 8,9; 2) Pada tahun 2008 multiplier effect yang ditimbulkan pada setiap peningkatan pendapatan subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan sebesar Rp1,00 akan meningkatkan pendapatan sektor lainnya yang terkait subsektor perikanan tangkap di wilayah tersebut sebesar Rp4,35 dan setiap terjadi perubahan satu satuan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap akan mempengaruhi perubahan total tenaga kerja sektor lainnya di Kota Pekalongan sebesar 0,24 satuan; 3) Hasil tangkapan unggulan di Kota Pekalongan adalah ikan selar, layang, lemuru dan kembung yang didapat dari alat tangkap purse seine, serta ikan tongkol yang didapat oleh alat tangkap gillnet; 4) Strategi utama untuk pengembangan subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan adalah : a) Memfokuskan pada peningkatan mutu hasil tangkapan dengan memaksimalkan kapal pengangkut ikan dan laboratorium pengujian mutu serta memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam akses sarana dan prasarana untuk mengembangkan usaha baru di bidang perikanan tangkap; b) Melakukan pengembangan subsektor perikanan tangkap yang berkelanjutan dengan memanfaatkan kesempatan kerja yang besar dan hasil tangkapan unggulan guna memenuhi permintaan yang tinggi dari luar daerah; dan c) Memberi kemudahan bagi nelayan dalam segala regulasi dan urusan administrasi sehingga tetap konsisten dalam memanfaatkan potensi sumberdaya laut yang tersedia dan dapat memenuhi permintaan produk dari luar daerah.

103 Saran Saran yang dapat diberikan mengenai penelitian ini adalah : 1) Subsektor perikanan tangkap hendaknya menjadi prioritas dalam pembangunan daerah Kota Pekalongan; 2) Komoditas hasil tangkapan unggulan yang telah diketahui dari perhitungan nilai LQ harus terus dikembangkan dan ditingkatkan jumlah produktivitasnya; 3) Penanganan hasil perikanan Kota pekalongan diharapkan dapat terus ditingkatkan dengan penambahan armada atau kapal khusus penangkapan ikan dan pemanfaatan Laboratorium Pengujian Pengawasan Mutu Hasil Perikanan guna menghasilkan produk ikan segar dan olahan yang berkulalitas dan memiliki nilai ekonomis tinggi, sehingga dapat menambah pendapatan daerah; 4) Mengaktifkan kembali sarana dan prasarana yang terdapat di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan agar mempermudah nelayan dalam segala kegiatan yang berhubungan dengan operasi penangkapan ikan.

104 87 DAFTAR PUSTAKA Anonim Edition/KINERJA-EKSPOR-SEKTOR-PERIKANAN-INDONESIA.html [21 Desember 2008] Ayodhyoa Metode Penangkapan Ikan. Bogor: Yayasan Dewi Sri. 97 hal. [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Pekalongan Hasil Sensus Penduduk Pekalongan: BPS.382 hal. [BPS] Badan Pusat Statistik Jawa Tengah Hasil Sensus Penduduk Jawa Tengah: BPS. 422 hal. von Brandt A Fish Catching Methods of the World 4 th Edition. England: Fishing New Book Ltd. 523hal. Budiharsono S Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta: PT. Pradnya Paramitha. Dewi M Analisis Strategi Pemasaran Pengelola Pariwisata Pantai Pangandaran Pasca Tsunami, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. [Skripsi] (tidak dipublikasi). Bogor: Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 112 hal. [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Pekalongan Profil dan Statistik Kelautan dan Perikanan Pekalongan: DKP. 113 hal [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah Laporan Statistik Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah: DKP. 116 hal Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah Laporan Tahunan Produksi dan Raman Ikan Pelabuhan Perikanan/ Pangkalan Pendaratan Ikan di Jawa Tengah. Dinas Perikanan dan Kelauatan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Semarang. [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Statistik Kelautan dan Perikanan Tahun Jakarta. Fyson J Design of Small Fishing Vessel. England: Fishing News Book Ltd. 320 pp. Glasson J Pengantar Perencanaan Regional. Sitohang P. Penerjemah. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Terjemaahan dari Introduction of Regional Planning. Nasional. Hal 63-64

105 88 Hendayana R Aplikasi Metode Location Quetient (LQ) dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional. Informatika Pertanian. Kadariah Ekonomi Perencanaan. Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta. 79 hal. Larasati B Kontribusi Perikanan Tangkap Terhadap Pertumbuhan Ekonomi wilayah Kabupaten Garut, Jawa barat. Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 102 hal. Monintja DR Perikanan Tangkap Indonesia : Suatu Pengantar. Bogor. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 49 hal. Nazir M Metode Penelitian (cetakan keenam). Bogor: Ghalia Indonesia. 622 hal. Nomura M Fishing techniques (2). Compilation of Transcript of Lectures Presented at the Kanagawa International Fisheries Training Center. Tokyo: Japan International Coorperation Agency. 183p. [PPNP] Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan Statistik Kelautan dan Perikanan Pekalongan: PPNP. 86 hal. Rangkuti F Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Hal Sadhori S N Teknik Penangkapan Ikan. Bandung : Angkasa. Hal Singarimbun M dan S Effendi Metode Penelitian Survai Edisi Revisi. LP3ES. Jakarta. 336 hal. Soeratna dan Arsyad Metode Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis, Cetakan Revisi. Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan UPP YKPN. Subani W dan HR Barus Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jakarta : Balai Penelitian dan Perikanan Laut. Departemen Pertanian. Hal Syafaat N dan Supena Analisis Dampak Krisis Ekonomi terhadap Kesempatan Kerja dan Identifikasi Komoditas Andalan Sektor Pertanian di Wilayah Sulawesi : Pendekatan Input Output. Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Vol. XL VIII No. 4.

106 90 Lampiran 1. Peta fishing ground nelayan Kota Pekalongan BT 100⁰ 105⁰ 110⁰ 115⁰ 120⁰ 125⁰ 130⁰ 135⁰ 140⁰ 10⁰ LS LAUT CINA SELATAN LAUT JAWA SE LA T MA KA SS LAUT FLORES 5⁰ 0⁰ 5⁰ SAMUDERA HINDIA Keterangan : Fishing ground gillnet Fishing ground purse seine Pekalongan 10⁰ 15⁰ 90

107 91 Lampiran 2. Unit Penangkapan ikan Pelampung Pemberat Kompas Kapal Jaring Lampu / genset 91

108 92 Mesin/Mitsubishi Hasil Tangkapan 92

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Berdasarkan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, pada Pasal 1 Ayat (1) disebutkan bahwa

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI ARIZAL LUTFIEN PRASSLINA PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian 3.3 Jenis dan Sumber Data

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian 3.3 Jenis dan Sumber Data 19 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tinjauan lapang dilaksanakan pada bulan April tahun 2010 dan pengumpulan data dilaksanakan pada bulan September tahun 2010 di Kabupaten Cirebon. Pengolahan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Metode Pengambilan Sampel

IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Metode Pengambilan Sampel 14 IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Maret-April 2009. Tempat penelitian berlokasi di Kota Sabang, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 4.2 Metode Penelitian

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Kapal / Perahu

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Kapal / Perahu 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkunganya, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan

Lebih terperinci

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan satuan kasus adalah sektor perikanan dan kelautan di Kabupaten Kendal. Studi kasus adalah metode

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Jenis dan Sumber Data

4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Jenis dan Sumber Data 4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. Pengambilan data di lapangan dipusatkan di PPN Brondong dan pusat pemerintahan Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH DAN PENENTUAN KOMODITAS HASIL TANGKAPAN UNGGULAN DI KOTA SIBOLGA

ANALISIS PERANAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH DAN PENENTUAN KOMODITAS HASIL TANGKAPAN UNGGULAN DI KOTA SIBOLGA MASPARI JOURNAL Juli 2016, 8(2):59-72 ANALISIS PERANAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH DAN PENENTUAN KOMODITAS HASIL TANGKAPAN UNGGULAN DI KOTA SIBOLGA ANALYSIS OF THE ROLE CAPTURE

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang lokasinya di pantai Timur Sumatera Utara yaitu Selat Malaka. Kegiatan

PENDAHULUAN. yang lokasinya di pantai Timur Sumatera Utara yaitu Selat Malaka. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Kotamadya Medan merupakan salah satu daerah penghasil ikan di Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan penghasil ikan yang produktif di daerah ini ialah Kecamatan Medan Belawan. Kecamatan

Lebih terperinci

PERANAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN LAMONGAN SERTA KOMODITAS HASIL TANGKAPAN UNGGULAN LISTYA CITRANINGTYAS

PERANAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN LAMONGAN SERTA KOMODITAS HASIL TANGKAPAN UNGGULAN LISTYA CITRANINGTYAS PERANAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN LAMONGAN SERTA KOMODITAS HASIL TANGKAPAN UNGGULAN LISTYA CITRANINGTYAS MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN

Lebih terperinci

PERANAN DAN DAMPAK SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP EKONOMI WILAYAH KABUPATEN CIREBON KERISTINA

PERANAN DAN DAMPAK SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP EKONOMI WILAYAH KABUPATEN CIREBON KERISTINA PERANAN DAN DAMPAK SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP EKONOMI WILAYAH KABUPATEN CIREBON KERISTINA MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

KOTA SERANG SISKA MAGNAWATI SUMBERDAYA PERIKANANN BOGOR 20100

KOTA SERANG SISKA MAGNAWATI SUMBERDAYA PERIKANANN BOGOR 20100 STRATEGI DAN PERANAN SUBSEKT TOR PERIKANANN TANGKAP DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KOTA SERANG SISKA MAGNAWATI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANANN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANANN FAKULTAS

Lebih terperinci

PERANAN DAN DAMPAK SEKTOR PERIKANAN DAN KELAUTAN TERHADAP PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KENDAL, PROVINSI JAWA TENGAH

PERANAN DAN DAMPAK SEKTOR PERIKANAN DAN KELAUTAN TERHADAP PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KENDAL, PROVINSI JAWA TENGAH PERANAN DAN DAMPAK SEKTOR PERIKANAN DAN KELAUTAN TERHADAP PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KENDAL, PROVINSI JAWA TENGAH NOVA ARIFATUL FARIDA SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN -

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI ARIZAL LUTFIEN PRASSLINA PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN

KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN EDDY SOESANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS LOCATION QUOTIENT (LQ) DALAM PENENTUAN KOMODITAS IKAN UNGGULAN PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CILACAP

ANALISIS LOCATION QUOTIENT (LQ) DALAM PENENTUAN KOMODITAS IKAN UNGGULAN PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CILACAP ANALISIS LOCATION QUOTIENT (LQ) DALAM PENENTUAN KOMODITAS IKAN UNGGULAN PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CILACAP Location Quotient (LQ) Analysis for Primer Fish Determination Fisheries Capture at Cilacap Regency

Lebih terperinci

METODE KAJIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran

METODE KAJIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Potensi perikanan yang dimiliki Kabupaten Lampung Barat yang sangat besar ternyata belum memberikan kontribusi yang optimal bagi masyarakat dan pemerintah daerah.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha perubahan dari suatu yang nilai kurang kepada sesuatu yang nilai baik. Menurut

Lebih terperinci

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT JEANNY FRANSISCA SIMBOLON SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

4 METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Jenis dan Sumber Data

4 METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Jenis dan Sumber Data 4 METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap. Pada tahap pertama adalah pengumpulan data yang dilaksanakan pada Bulan Februari Maret 2008 di Kota Bandung dan Kabupaten

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

RIKA PUJIYANI SKRIPSI

RIKA PUJIYANI SKRIPSI KONDISI PERIKANANN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING, BANDAR LAMPUNG RIKA PUJIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KONTRIBUSI SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU

KONTRIBUSI SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU KONTRIBUSI SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU THE CONTRIBUTION OF THE FISHERIES SUB-SECTOR REGIONAL GROSS DOMESTIC PRODUCT (GDP)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Regional 2.2 Teori Basis Ekonomi

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Regional 2.2 Teori Basis Ekonomi II TINJAUAN PUSTAKA 2. Pembangunan Regional Kebijaksanaan ekonomi regional ialah penggunaan secara sadar berbagai macam peralatan (instrumen) untuk merealisasikan tujuan-tujuan regional, dan tanpa adanya

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000-2015 ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO Hari Suharyono Abstract Gorontalo Province has abundace fishery sources, however the

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi GILL NET (Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi Pendahuluan Gill net (jaring insang) adalah jaring yang berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pemberat pada tali ris bawahnya dan pelampung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

Analisis strategi pengembangan perikanan pukat cincin di Kecamatan Tuminting Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara

Analisis strategi pengembangan perikanan pukat cincin di Kecamatan Tuminting Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(2): 43-49, Desember 2012 Analisis strategi pengembangan perikanan pukat cincin di Kecamatan Tuminting Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara Strategic analysis

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan binatang dan tanaman air, baik di laut mau pun di perairan umum secara bebas.

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Dalam Perekonomian Wilayah Propinsi Riau

Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Dalam Perekonomian Wilayah Propinsi Riau Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Dalam Perekonomian Wilayah Propinsi Riau Oleh Tince Sofyani ABSTRACT The objective of this study is to investigate the role of fishery sector in economic regional

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. (BPS) dan instansi terkait lainnya. Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar

BAB III METODOLOGI. (BPS) dan instansi terkait lainnya. Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar BAB III METODOLOGI 3.1 Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini digunakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan instansi terkait lainnya. Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar harga

Lebih terperinci

HASAN BASRI PROGRAM STUDI

HASAN BASRI PROGRAM STUDI PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP TAMPILAN GILLNET : UJI COBA DI FLUME TANK HASAN BASRI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) 2.1 Potensi dan Usaha Perikanan di Indonesia 2.1.1 Perikanan dan Potensi Indonesia Berdasarkan UU. No 31 tahun 2004. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI KAJIAN

III. METODOLOGI KAJIAN III. METODOLOGI KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kemiskinan merupakan penyakit ekonomi pada suatu daerah yang harus di tanggulangi. Kemiskinan akan menyebabkan ketidakberdayaan masyarakat dalam mengelola

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan nasional Negara Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diantaranya melalui pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE SEMANGAT BARU BUATAN GALANGAN KAPAL PULAU TIDUNG

STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE SEMANGAT BARU BUATAN GALANGAN KAPAL PULAU TIDUNG 1 STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE SEMANGAT BARU BUATAN GALANGAN KAPAL PULAU TIDUNG MEIDA SAPTUNAWATI SKRIPSI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN KEBUTUHAN OPERASIONAL PENANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) KARANGANTU, KOTA SERANG

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN KEBUTUHAN OPERASIONAL PENANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) KARANGANTU, KOTA SERANG TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN KEBUTUHAN OPERASIONAL PENANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) KARANGANTU, KOTA SERANG DEDE SEFTIAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN

Lebih terperinci

TINGKAT KEAKURATAN KONSTRUKSI GADING-GADING KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL UD. SEMANGAT UNTUNG DI DESA TANAH BERU, BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN

TINGKAT KEAKURATAN KONSTRUKSI GADING-GADING KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL UD. SEMANGAT UNTUNG DI DESA TANAH BERU, BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN TINGKAT KEAKURATAN KONSTRUKSI GADING-GADING KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL UD. SEMANGAT UNTUNG DI DESA TANAH BERU, BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN ANISA FATHIR RAHMAN MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kelautan dengan kekayaan laut maritim yang sangat melimpah, negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai yang terpanjang

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Seram Bagian Timur memiliki luas wilayah 20.656.894 Km 2 terdiri dari luas lautan 14,877.771 Km 2 dan daratan 5,779.123 Km 2. Dengan luas

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 6 0.57`- 7 0.25`

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Perikanan adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau budidaya ikan atau binatang air lainnya serta

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Pengumpulan Data

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Pengumpulan Data 3 METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Menurut Riduwan (2004) penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG DAN PEKALONGAN DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG RONY KRISTIAWAN

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG DAN PEKALONGAN DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG RONY KRISTIAWAN PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG DAN PEKALONGAN DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG RONY KRISTIAWAN SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Jaring Angkat

Jaring Angkat a. Jermal Jermal ialah perangkap yang terbuat dari jaring berbentuk kantong dan dipasang semi permanen, menantang atau berlawanlan dengan arus pasang surut. Beberapa jenis ikan, seperti beronang biasanya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis Ikan pelagis adalah ikan yang hidupnya di dekat permukaan laut. Salah satu sifat ikan pelagis yang paling penting bagi pemanfaatan usaha perikanan yang komersil

Lebih terperinci

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG Oleh : Harry Priyaza C54103007 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan, Politeknik Perikanan Negeri Tual. Jl.

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara 58 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Provinsi Sulawesi Utara Provinsi Sulawesi Utara dengan ibu kota Manado terletak antara 0 15 5 34 Lintang Utara dan antara 123 07 127 10 Bujur Timur,

Lebih terperinci

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU PUSPITA SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) merupakan pelabuhan perikanan tipe B atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang untuk melayani kapal perikanan yang

Lebih terperinci

KAJIAN BASIS DAN PRIORITAS DALAM SEKTOR PERTANIAN BAGI PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR BENGKULU

KAJIAN BASIS DAN PRIORITAS DALAM SEKTOR PERTANIAN BAGI PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR BENGKULU KAJIAN BASIS DAN PRIORITAS DALAM SEKTOR PERTANIAN BAGI PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR BENGKULU STUDY OF BASIS AND PRIORITY IN AGRICULTURAL SECTOR FOR COASTAL AREA DEVELOPMENT IN BENGKULU Melli Suryanty, Sriyoto,

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko. RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, 2005. Analisis Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Agribisnis di Kabupaten Dompu Propinsi Nusa Tenggara Barat. Di Bawah bimbingan E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR MEISWITA PERMATA HARDY SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI PARANGTRITIS PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI PARANGTRITIS PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI PARANGTRITIS PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA HARY RACHMAT RIYADI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON Oleh: Asep Khaerudin C54102009 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Alat ini umumnya digunakan untuk menangkap ikan menhaden (Brevoortia

TINJAUAN PUSTAKA. Alat ini umumnya digunakan untuk menangkap ikan menhaden (Brevoortia TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Perkembangan Purse Seine Purse seine pertama kali dipatenkan atas nama Barent Velder dari Bergent, Norwegia pada tanggal 12 Maret 1858. Tahun 1860 alat tangkap ini diperkenalkan

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK SINGGIH PRIHADI AJI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Koperasi Unit Desa (KUD) Puspa Mekar yang berlokasi di Jl. Kolonel Masturi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdapat dalam sektor perikanan dan kelautan yang meliputi beberapa elemen sebagai subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai September 2010. Pengambilan data lapangan dilakukan di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, sejak 21 Juli

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI

ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 10 Lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 10 Lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Lambada Lhok Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar, Pemerintah Aceh. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Tempat penelitian dan pengambilan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang. 3.2 Alat

Lebih terperinci

SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN

SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN 2005-2014 Sri Hidayah 1) Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Uniersitas Siliwangi SriHidayah93@yahoo.com Unang 2) Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kerangka yang digunakan untuk mengukur efektivitas pengelolaan penerimaan daerah dari sumber-sumber kapasitas fiskal. Kapasitas fiskal dalam kajian ini dibatasi

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung 6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung Supaya tujuh usaha perikanan tangkap yang dinyatakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis masalah Kemiskinan dan Ketimpangan pendapatan nelayan di Kelurahan Bagan Deli dan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU

KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU PROGRAM STUD1 PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH PADA KELOMPOK TANI HURANG GALUNGGUNG KECAMATAN SUKARATU TASIKMALAYA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH PADA KELOMPOK TANI HURANG GALUNGGUNG KECAMATAN SUKARATU TASIKMALAYA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH PADA KELOMPOK TANI HURANG GALUNGGUNG KECAMATAN SUKARATU TASIKMALAYA Oleh AIDI RAHMAN H 24066055 PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian.

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian. 31 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data untuk kebutuhan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011 hingga Mei 2011 bertempat di Sibolga Propinsi Sumatera Utara (Gambar 3).

Lebih terperinci