BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Pembentuk Media Pada penelitian kali ini dicoba sebuah media adsorben yang terbuat dari tanah, kapur (CaCO 3 ), dan serbuk kayu. Ketiga komponen tersebut dicampur secara merata dan kemudian dibakar pada suhu tinggi sedimikian rupa sehingga serbuk yang terdapat di dalamnya terbakar dan membentuk pori (pada media), serta dapat mengeraskan struktur tanah itu sendiri sehingga terlihat kuat dan dapat diaplikasikan dengan mudah Tanah Tanah yang digunakan ialah tanah dari Majalaya, yaitu di tempat pembuatan batu bata daerah setempat. Karakteristik fisik tanah tersebut ialah seperti pada Tabel 4.1. Dari tabel tersebut, dapat diketahui klasifikasi tekstur tanah dengan menggunakan segitiga tekstur (Lampiran B) bahwa tanah Majalaya tersebut tergolong tanah lempung berlanau. Dengan menggunakan grafik pendekatan yang diusulkan Casagrande dalam Holtz et al (1981), mineral yang berada dalam tanah tersebut tergolong mineral liat illite (Lampiran B). Menurut hasil dari Grain Size Analysis Laboratorium Mekanika Tanah Teknik Sipil ITB (Lampiran C), diameter lempung (clay) pada tanah ini berkisar antara 0,0014 0,005. Selain itu, luas permukaan spesifik tanah ini juga dapat diketahui dengan melihat Tabel 2.2. Pada tabel tersebut tanah yang tergolong illite mempunyai nilai luas permukaan spesifik sebesar 80 m 2 /g. Semakin kecil ukuran partikel suatu tanah maka akan semakin besar nilai luas permukaan spesifiknya. Hal ini mendukung adanya reaksi permukaan atau adsorpsi tanah tersebut yang juga akan semakin besar. Inilah salah satu sifat fisik yang dimiliki lempung, yaitu tekstur yang halus sehingga reaksi permukaan (adsorpsi) akan lebih sering terjadi. Kelompok mineral illite memiliki struktur mineral 3 lapis, yang terdiri dari 3 lembar setiap lapisnya. Kation akan menempel pada permukaan lembar untuk menetralisir muatan negatif lempung. Akan tetapi, air antarlembar tersebut tidak terserap oleh lempung sehingga mineral illite tidak mengembang jika terkena air. IV-1

2 Hal ini dikarenakan mineral ini mengandung unsur Kalium (K) dengan kadar 7 8% (Notodarmojo, 2005), yang menyebabkan ikatan antarlembarnya menjadi lebih kuat. Illite memiliki nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang tergolong rendah, 30 miliekivalen/100 g lempung, dibandingkan dengan kelompok montmorilonite yang mengembang, sebesar miliekivalen/100 g lempung. Nilai KTK ini memiliki korelasi dengan banyaknya reaksi permukaan (adsorpsi) yang terjadi antara tanah dengan air (kontaminan). Semakin besar nilai KTK maka reaksi permukaan (adsorpsi), berupa pertukaran ion, lebih sering terjadi. Tabel 4.1 Karakteristik fisik tanah Majalaya No. Karakteristik Nilai 1 Finer # ,69% 2 Gravel 2% 3 Sand 28% 4 Silt 53% 5 Clay 17% 6 Specific gravity 2,634 7 D10 0,0014 mm 8 D30 0,0099 mm 9 D60 0,0320 mm 10 Cu 22, Cc 2, Liquid Limit, LL 76,90% 13 Plastic Limit, PL 28,12% 14 Plastic Index, IP 48,78% Sumber: Laboratorium Mekanika Tanah ITB (2007) Parameter lain yang dapat ditentukan ialah nilai Konduktivitas Hidrolis. Konduktivitas hidrolis ini menunjukkan tingkat hantaran air di dalam tanah. Semakin besar nilai K (koduktivitas) maka aliran air atau interaksi air dengan padatan di dalam tanah akan semakin cepat. Menurut Tabel 2.3, diketahui bahwa jenis tanah liat memiliki harga K antara 0,001 hingga 0,2 m/hari. Harga K yang kecil ini menunjukkan bahwa hambatan atau gesekan antara air dengan padatan cukup besar. Hal ini dikarenakan ukuran partikel liat yang sangat halus sehingga IV-2

3 gesekan yang terjadi antara air dan padatan juga akan semakin besar. Dampak penting besarnya harga K pada reaksi permukaan atau adsorpsi tanah ialah interaksi antara air (kontaminan) dengan tanah akan semakin lama, sehingga kontaminan akan efektif diserap oleh tanah tidak begitu saja lolos. Hal ini nantinya akan berpengaruh pada kapasitas sorpsi tanah tersebut. Selain memiliki perilaku fisik, tanah juga mempunyai perilaku kimia, salah satunya ialah pertukaran kation atau anion. Jika dilihat dari parameter kimia Tabel 4.2, mineral Al 3+ pada lempung akan menyebabkan adanya pertukaran ion negatif antara ion yang menempel pada Al 3+ dengan ion negatif dari kontaminan, seperti fosfat (PO 3-4 ). Reaksi yang umumnya terjadi ialah ikatan antara ion fosfat dengan Al oktahedral (Tan, 1992) dengan reaksi sebagai berikut: Al-OH (lempung) + H 2 PO - 4 Al-H 2 PO 4 + OH - Reaksi ini tentunya mendukung adanya penyisihan senyawa fosfat dalam deterjen (limbah grey water). Senyawa fosfat dalam deret liotrop termasuk kepada senyawa yang paling mudah diserap setelah SiO 4-4. Selain Al 3+, mineral silikat, SiO 2, juga mempengaruhi adanya reaksi antara lempung silikat dengan fosfat (Tan, 1992). Pada tanah Majalaya, mineral silikat juga memiliki komposisi yang cukup besar, sebesar 42,9%. Tabel 4.2 Karakteristik kimia tanah Majalaya No. Parameter Persentase (%) 1 SiO 2 42,9 2 Al 2 O 3 24,82 3 CaO 3,25 4 P 2 O 5 0,21 5 ph 6 6 H 2 O - 2,26 Sumber: Laboratorium Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi (2007) Kapur Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa tanah mempunyai mineralmineral yang mampu melakukan aktivitas kimia ataupun fisika. Salah satu diantaranya adalah reaksi pertukaran ion (kation atau anion). Adanya mineral IV-3

4 seperti Al 3+, Silikat, atau Ca 2+, memiliki peran dalam pertukaran ion tersebut. Pertukaran ion ini diharapkan terjadi antara mineral yang berada di dalam tanah dengan kontaminan dalam air limbah, dalam hal ini fosfat. Penambahan kapur pada campuran media adsorben ini dimaksudkan untuk menambah kadar mineral yang dapat dipertukarkan dengan kontaminan tersebut. Batu kapur kalsit, atau CaCO 3, jika ditambahkan pada tanah masam (tanah dengan Al tinggi), akan bereaksi dengan H 2 O yang mengandung CO 2 : CaCO 3 + H 2 CO 3 Ca(HCO 3 ) 2 Kalsium karbonat yang terbentuk bersifat larut dalam air. Ca 2+ yang terdisosiasi kemudian akan diadsorp oleh tanah melalui pertukaran dengan Al 3+ : 3/2 Ca(HCO 3 ) 2 + tanah-al Ca(3/2)-tanah + Al(OH) CO 3 Hal ini merupakan proses netralisasi dan presipitasi dari reaksi pertukaran kation (Tan,1992). Pada reaksi pertukaran anion, Ca 2+ juga mempunyai peran penting sebagai jembatan atau sambungan antara tanah lempung dengan ion fosfat (kontaminan). Dari hasil reaksi pertukaran kation antara Al 3+ dengan Ca 2+ tersebut, tanah akan menjadi tanah-ca. Menurut Tan (1992) bahwa lempung-ca dapat mengadsorp fosfat dalam jumlah yang besar. Lempung Ca H 2 PO Serbuk Kayu Pada dasarnya serbuk kayu pada pencampuran ketiga komponen ini tidak memiliki kontribusi yang signifikan secara langsung. Pemberian serbuk kayu didasarkan bahwa media akan menjadi lebih mempunyai rongga (luas permukaan spesifik meningkat) karena serbuk kayu yang dicampurkan terbakar ketika media dipanaskan pada suhu C. Semakin banyak serbuk kayu yang ditambahkan pada suatu pencampuran komponen, maka akan semakin besar luas permukaan media tersebut, yang ditunjukkan dengan wujudnya yang lebih rapuh Pembuatan Media Adsorben Banyaknya komposisi berat terhadap campuran berupa tanah, kapur, dan serbuk kayu pada media yang dibentuk, dikhawatirkan memiliki perbedaan yang IV-4

5 cukup signifikan dalam penyisihan senyawa fosfat. Pembuatan variasi komposisi tiap komponen ini dimaksudkan untuk mencari komposisi komponen yang efektif dalam menyisihkan senyawa fosfat. Ketiga komponen tersebut divariasikan berdasarkan beratnya dalam setiap nomor variasi (Tabel 4.3). Misalnya pada variasi 1, berat tanah 100% (b/b), sedangkan kapur dan serbuk kayu masingmasing 0%. Dengan divariasikannya berat setiap komponen, dapat diamati komponen mana yang mempunyai signifikansi yang kuat terhadap penyisihan senyawa fosfat nanti. Setelah ketiga komponen tersebut dicampurkan, langkah selanjutnya ialah pemanasan media pada suhu C. Pemanasan ini dimaksudkan selain untuk memperkeras struktur media, bahwa dengan pemanasan di atas 550 0, juga akan terjadi pelepasan gugus OH dari struktur lempung dan menjadikan lempung bermuatan positif sehingga memungkinkan mengikat ion deterjen (PO 3-4 ) yang bermuatan negatif (Masduqi, 2000). Selain bermuatan positif, lempung juga mempunyai struktur yang tidak beraturan atau amorf sehingga cenderung lebih reaktif. Pada pemanasan suhu di atas C juga akan menyebabkan hilangnya zat-zat organik volatile yang terkandung di dalam pori-pori tanah lempung, sehingga dapat memperbesar luas permukaan spesifik lempung (Masduqi, 2000). Hal ini tentunya akan menyebabkan reaksi permukaan yang terjadi akan lebih besar. IV-5

6 Tabel 4.3 Komposisi komponen pembentuk media adsorben Variasi Tanah CaCO 3 Serbuk kayu % gram % Gram % gram Penyisihan senyawa fosfat Analisis penyisihan fosfat melalui media adsorben ini dilakukan dengan eksperimen sistem batch. Sisten batch ini dilakukan untuk mengetahui model sorpsi dan kapasitas masing-masing media adsorben terhadap senyawa fosfat. Eksperimen ini dilakukan dengan memvariasikan komposisi masing-masing komponen pembentuk media dan waktu kontak, sedangkan konsentrasi sampel atau senyawa fosfat dibuat konstan. Senyawa fosfat yang akan diolah merupakan bentuk sintetik atau buatan dalam bentuk KH 2 PO 4. Konsentrasi yang diberikan IV-6

7 ialah 20 mg/l sesuai dengan konsentrasi paling tinggi senyawa fosfat dalam limbah domestik (Tchobanoglous et al, 1991). Setelah larutan fosfat dimasukkan ke dalam botol yang berisi media adsorben, botol digoyang (shake) pada alat shaker. Selanjutnya, setiap waktu kontak yang telah ditentukan, dilakukan pemeriksaan senyawa fosfat. Pengukuran dilakukan pada waktu kontak jam ke-0, ke-1, ke-2, ke-3, ke-6, ke-24, dan ke-48. Hasil pengukuran dari 21 variasi pada setiap waktu kontak dapat dilihat pada Tabel 4.4. Penyisihan senyawa fosfat tiap variasi memiliki kecenderungan berbedabeda. Variasi dengan kandungan tanah lebih banyak belum tentu mempunyai tingkat penyisihan yang baik. Begitu juga dengan kandungan CaCO 3 atau serbuk kayu yang lebih banyak dari yang lainnya. Pada Gambar 4.1 Gambar 4.6 diberikan kurva penyisihan fosfat oleh media berdasarkan banyaknya jumlah tanah yang diberikan. Dari kurva-kurva tersebut dapat dilihat bahwa variasi yang memiliki komposisi serbuk kayu yang besar, memiliki tingkat penyisihan yang lebih baik daripada variasi dengan komposisi serbuk kayu yang kecil. Pada komposisi tanah 100% (Gambar 4.1), tingkat penyisihannya masih jauh lebih baik dengan komposisi tanah 70% tapi serbuk kayu 30% (Gambar 4.5). Hal ini dikarenakan serbuk kayu terbakar pada pembakaran C sehingga media memiliki pori. Ini mengakibatkan luas permukaan lebih besar sehingga reaksi permukaan (adsorpsi) lebih banyak terjadi. Semakin banyak jumlah serbuk kayu yang ditambahkan dalam campuran, terlihat memiliki tingkat penyisihan yang cenderung lebih baik. Untuk persentase tanah yang sama, dan persentase kapur yang berbeda, jumlah serbuk kayu dalam suatu campuran memiliki pengaruh yang signifikan. Seperti pada Gambar 4.2, jumlah serbuk kayu 10% dan kapur 0% memiliki kurva penyisihan lebih baik daripada jumlah serbuk kayu 0% dan kapur 10%. Hal ini juga terjadi pada Gambar 4.3, serbuk kayu 20% dan kapur 0% lebih baik penyisihannya daripada serbuk kayu 0% dan kapur 20%. Dengan campuran serbuk kayu dan kapur masing-masing 10% (Gambar 4.3) pun serbuk kayu 20% dan kapur 0% masih lebih baik. Hal ini membuktikan bahwa banyaknya luas permukaan dalam sebuah media memiliki peranan penting dalam menyisihkan fosfat. IV-7

8 Variasi Tabel 4.4 Konsentrasi penyisihan senyawa fosfat untuk sistem batch Konsentrasi, mg/l Jam ke-0 Jam ke-1 Jam ke-2 Jam ke-3 Jam ke-6 Jam ke-24 Jam ke-48 Efisiensi penyisihan ,286 8,930 5,221 1,778 1,212 1,349 80,19% ,475 9,861 5,157 3,761 0,739 0,445 71,30% ,981 10,972 6,927 4,989 0,173 0,401 70,46% ,582 0,414 0,220 0,331 0,078 0,150 98,52% ,438 5,157 0,646 0,321 0,171 0,246 91,69% ,360 6,914 6,436 0,491 0,313 0,514 78,31% ,927 2,520 1,163 0,403 0,282 0,054 90,54% ,415 0,562 0,551 0,357 0,501 0,579 93,36% ,971 0,666 1,254 0,189 0,414 0,840 92,22% ,108 5,725 3,619 0,445 0,781 0,181 85,12% ,023 0,097 1,460 0,110 0,047 0,124 98,45% ,318 0,401 0,510 0,330 0,520 0,548 97,81% ,824 0,892 0,724 0,297 0,328 0,153 92,32% ,078 2,132 0,569 0,162 0,248 0,003 90,67% ,835 6,617 2,255 0,317 0,284 0,059 83,86% ,078 0,065 2,107 0,233 0,023 0,072 97,85% ,099 0,905 1,015 0,556 0,383 0,486 96,30% ,202 0,504 0,556 0,607 0,083 0,543 97,09% ,435 2,262 1,738 1,318 0,339 0,101 94,01% ,790 2,520 1,525 0,614 0,527 0,003 90,85% ,729 3,347 1,105 1,428 0,225 0,075 88,41% Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa komponen pembentuk media tanah, kapur dan serbuk kayu mempunyai kontribusi masing-masing terhadap penyisihan senyawa fosfat. Tanah dan kapur merupakan dua komponen yang secara langsung melakukan reaksi dengan ion fosfat, sedangkan serbuk kayu hanya memperluas luas permukaan reaksinya. Hal ini membuktikan adanya reaksi sorpsi antara tanah dengan senyawa fosfat. Karakteristik dan jenis mineral liat dari tanah yang digunakan memberikan pengaruhnya dalam penyisihan fosfat seperti yang terlihat pada Tabel 4.4. Diameter partikel liat yang kecil (0,0014 0,005 mm) dan luas permukaan spesifik sebesar 80 m 2 /g memberikan ruang yang relatif besar untuk terjadinya reaksi permukaan antara tanah dengan senyawa fosfat. IV-8

9 Selain itu, tanah yang digunakan juga termasuk kelompok mineral liat illite yang mempunyai Kapasitas Tukar Kation 30 mek/100 g lempung dan harga Konduktivitas Hidrolis sebesar 0,001 0,2 m/hari. Sifat-sifat inilah yang menjadikan media adsorben yang terdiri dari tanah lempung tersebut dapat menyisihkan fosfat dengan tingkat penyisihan yang cukup signifikan tinggi. Sedangkan komponen kapur mempengaruhi adanya reaksi elektrostatik antara mineral Ca yang berada di dalam tanah dengan senyawa fosfat. Hal ini dikarenakan CaCO 3 yang ditambahkan akan bereaksi menjadi kalisum karbonat dan selanjutnya Ca 2+ tersebut akan ditukarkan dengan Al3+ yang berada di tanah sehingga tanah bermuatan Ca. CaCO 3 + H 2 CO 3 Ca(HCO 3 ) 2 (kalsium karbonat) 3/2 Ca(HCO 3 ) 2 + tanah-al Ca(3/2)-tanah + Al(OH) CO 3 Dari kurva yang telah dihasilkan, belum dapat dipastikan komponen mana yang mempunyai peran utama (paling signifikan). Pengujian komponen paling signifikan dalam penyisihan fosfat ini dianalisis dengan metode statistika analisis variansi tiga arah (trifaktor), yang selanjutnya akan dibahas pada bagian Selain itu, walaupun terjadi perbedaan tingkat penyisihan antarvariasi, delta perbedaan tersebut cenderung tidak memiliki nilai yang cukup besar sehingga tidak bisa disimpulkan secara simultan variasi optimumnya. Untuk membuktikan apakah penyisihan antarvariasi tersebut memiliki perbedaan yang signifikan atau tidak, digunakan juga Analisis Variansi (ANOVA) Rancangan Blok Teracak Lengkap sebagai metode analisis. konsentrasi fosfat, mg/l % kapur+0% serbuk kayu waktu, jam Gambar 4.1 Grafik penurunan senyawa fosfat dengan sistem batch pada tanah 100% IV-9

10 konsentrasi fosfat, mg/l % kapur+ 10% serbuk kayu +10% kapur+ 0% serbuk kayu waktu, jam Gambar 4.2 Grafik penurunan senyawa fosfat dengan sistem batch pada tanah 90% konsentrasi fosfat, mg/l % kapur+20% serbuk kayu +10% kapur+10% serbuk kayu +20% kapur+0% serbuk kayu waktu, jam Gambar 4.3 Grafik penurunan senyawa fosfat dengan sistem batch pada tanah 80% konsentrasi fosfat, mg/l % kapur+30% serbuk kayu +10% kapur+20% serbuk kayu +20% kapur+10% serbuk kayu +30% kapur+0% serbuk kayu waktu, jam Gambar 4.4 Grafik penurunan senyawa fosfat dengan sistem batch pada tanah 70% IV-10

11 konsentrasi fosfat, mg/l % kapur+40% serbuk kayu +10% kapur+30% serbuk kayu +20% kapur+20% serbuk kayu +30% kapur+10% serbuk kayu +40% kapur+0% serbuk kayu waktu, jam Gambar 4.5 Grafik penurunan senyawa fosfat dengan sistem batch pada tanah 60% konsentrasi fosfat, mg/l % kapur+50% serbuk kayu +10% kapur+40% serbuk kayu +20% kapur+30% serbuk kayu +30% kapur+20% serbuk kayu +40% kapur+10% serbuk kayu +50% kapur+0% serbuk kayu waktu, jam Gambar 4.6 Grafik penurunan senyawa fosfat dengan sistem batch pada tanah 50% Variasi Optimum dalam penyisihan senyawa fosfat Variasi optimum secara mudah dapat dilakukan dengan melihat nilai efisiensi penyisihan yang paling besar. Akan tetapi, ada kekhawatiran bahwa nilai-nilai efisiensi penyisihan variasi lainnya yang mempunyai rentang nilai tidak terlalu jauh menghasilkan efek yang tidak berbeda secara signifikan dengan variasi optimum yang dipilih. Sehingga perlu adanya pengujian perbedaan pengaruh variasi-variasi yang memiliki nilai efisiensi penyisihan tinggi dan mempunyai IV-11

12 rentang nilai yang tidak terlalu jauh. Untuk mengujinya, digunakan Analisis Variansi (ANOVA) Rancangan Blok Teracak Lengkap atau ANOVA Completely Randomized Blocks. Analisis statistik ini menggunakan faktor perlakuan sebagai tujuan utama percobaan dengan blok-blok sebagai batasan himpunan satuan sehingga lebih sistematis (Walpole et al, 1995). Dalam ANOVA ini, output yang dihasilkan ialah sebuah pernyataan apakah setiap perlakuan atau variasi yang diberikan memiliki perbedaan yang signifikan atau tidak dalam menyisihkan fosfat. Maka dari itu, input data yang akan dianalisis sebaiknya merupakan data pilihan yang memiliki nilai rataan terbaik yang nilainya satu sama lain tidak terlalu jauh. Pada Gambar 4.7 ditunjukkaan nilai rata-rata dari konsentrasi sisa fosfat yang diukur pada jam ke-1, ke-2, ke-3, ke-6, ke-24, dan ke-48. Nilai ratarata yang kecil menunjukkan nilai efisiensi penyisihan yang besar. Oleh karena itu, untuk memudahkan perhitungan, data yang diambil untuk Analisis Variansi ini ialah variasi ke 4, 5, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20 dan 21 (Tabel 4.5). Kelima belas variasi ini memiliki nilai rata-rata sisa konsentrasi fosfat di bawah 2,5 mg/l atau nilai rata-rata efisiensi penyisihan di atas 90%. Dari data variasi-variasi ini selanjutnya diolah dengan menggunakan ANOVA Rancangan Blok Teracak Lengkap seperti pada Tabel 4.5. Rata-rata nilai penyisihan, mg/l Jenis variasi atau perlakuan Gambar 4.7 Grafik nilai rata-rata kadar fosfat setiap variasi IV-12

13 Tabel 4.5 Nilai fosfat pada variasi yang memiliki jumlah rataan paling kecil ( <2,50 mg/l) Variasi jam ke-1 Pengambilan Sampel, mg/l jam ke-2 jam ke-3 jam ke-6 jam ke-24 jam ke ,582 0,414 0,220 0,331 0,078 0, ,438 5,157 0,646 0,321 0,171 0, ,927 2,520 1,163 0,403 0,282 0, ,415 0,562 0,551 0,357 0,501 0, ,971 0,666 1,254 0,189 0,414 0, ,023 0,097 1,460 0,110 0,047 0, ,318 0,401 0,510 0,330 0,520 0, ,824 0,892 0,724 0,297 0,328 0, ,078 2,132 0,569 0,162 0,248 0, ,078 0,065 2,107 0,233 0,023 0, ,099 0,905 1,015 0,556 0,383 0, ,202 0,504 0,556 0,607 0,083 0, ,435 2,262 1,738 1,318 0,339 0, ,790 2,520 1,525 0,614 0,527 0, ,729 3,347 1,105 1,428 0,225 0,075 Jumlah 54,906 22,442 15,142 7,254 4,166 3,975 Rata-rata 3,37 1,364 1,002 0,416 0,281 0,278 Dari Tabel 4.5 di atas, selanjutnya dibuat perhitungan ANOVA Rancangan Blok Teracak Lengkap (Lampiran D). Hasil perhitungannya diberikan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Analisis variansi untuk rancangan blok teracak lengkap Sumber Jumlah Derajat Rataan f hitungan Variasi Kuadrat Kebebasan Kuadrat (f 1 ) Perlakuan JKA 14 2,749 Blok JKB 5 23,399 1,356 Galat JKG 70 2,026 IV-13

14 Nilai kritis (f c ) yang diperoleh sebesar 1,874. Nilai ini didapatkan dari tabel nilai kritis distribusi-f (dengan =0,05 dan df 1 =14 dan df 2 = 65). H 0 : 1. = 2. = = k = H 1 : 1, tidak semuanya sama (memiliki signifikansi yang berbeda) Hipotesis nol ditolak pada taraf keberartian bila f 1 > f c. Hipotesis nol yang diberikan ialah bahwa nilai rataan setiap variasi yang diberikan memiliki nilai yang sama. Artinya tingkat penyisihan antarvariasi tidak berbeda secara signifikan. Jika hipotesis nol ini diterima berarti variasi-variasi yang memiliki nilai efisiensi penyisihan di atas 90% tersebut, tingkat penyisihannya sama. Akan tetapi, jika hipotesis nol ditolak maka hipotesis alternatiflah yang digunakan, yaitu bahwa antarvariasi tersebut memiliki tingkat penyisihan yang berbeda. Untuk data ini, nilai f-hitung ternyata lebih kecil dari nilai kritis sehingga hipotesis nol diterima (tidak ditolak). Berarti setiap perlakuan memiliki signifikansi yang sama. Dari hasil perhitungan ANOVA Rancangan Blok Teracak Lengkap ini dapat diketahui bahwa untuk variasi 4, 5, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20 dan 21, nilai penyisihan terhadap senyawa fosfatnya dalam rentang waktu 48 jam, tidak terlalu berbeda. Dari hasil analisis statistik ini dapat ditinjau kembali bahwa media adsorben yang merupakan campuran dari tanah, CaCO 3, dan serbuk kayu tersebut memiliki daya sorpsi yang cukup signifikan tinggi (efisiensi 90%). Dan perbedaan komposisi berat tiap variasi pun menghasilkan efek yang signifikan tidak berbeda. Sehingga variasi optimum untuk media adsorben yang telah dibuat adalah variasivariasi yang menghasilkan efisiensi penyisihan fosfat di atas 90% Komponen Yang Paling Berpengaruh Komponen yang paling berpengaruh dari tiga komponen (tanah, CaCO 3, dan serbuk kayu) dalam penyisihan senyawa fosfat dapat diuji dengan menggunakan Analisis Variansi (ANOVA) with Three Way Unbalanced. Data input yang IV-14

15 dimasukkan dalam uji ini adalah semua nilai konsentrasi fosfat pada setiap pengambilan sampel (jam ke-1, ke-2, ke-3, ke-6, ke-24, dan ke-48). Sedangkan sumber variasi (perlakuan) yang dimasukkan adalah ketiga komponen tersebut, yaitu tanah, CaCO 3, dan serbuk kayu. Dengan menggunakan software Minitab akan dihasilkan sebuah data yang ditunjukkan pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 Hasil running ANOVA with Three Way Unbalanced Sumber Derajat Kebebasan Jumlah Kuadrat Tanah 5 229,77 CaCO ,71 Serbuk kayu 4 17,45 Tanah*CaCO ,22 Tanah*Serbuk kayu 0 0,00 CaCO 3 *Serbuk kayu 0 0,00 Tanah*CaCO 3 *Serbuk kayu 0 0,00 Galat ,56 Total ,72 ANOVA tiga arah (trifaktor) merupakan analisis perbandingan variasi dengan mengikutsertakan tiga perlakuan ke dalam perhitungannya. Setiap perlakuan tersebut juga diukur seberapa besar nilai interaksinya antarkedua perlakuan dan antarketiga perlakuan. Dari Tabel 4.7 ini dapat dilakukan perhitungan selanjutnya untuk mencari f hitungan (f 1 ) dan f kritis. Perhitungan ditunjukkan pada Tabel 4.8. Dari Tabel 4.8 terlihat bahwa Sumber Variasi utama (tanah, kapur, dan serbuk kayu), ketiganya memiliki nilai rataan kuadrat. Berbeda dengan pengaruh dari interaksi dua faktor dan interaksi tiga faktor, nilai rataan kuadratnya nol (sangat kecil), kecuali interaksi antara tanah dengan kapur. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, kedua komponen ini memiliki pengaruh langsung terhadap penyisihan fosfat. Tidak adanya nilai rataan kuadrat mengakibatkan nilai f-hitung tidak dapat dikuantifikasi yang mengindikasikan tidak adanya pengaruh dari perlakuan antarkomponen tersebut terhadap penyisihan senyawa fosfat. IV-15

16 Tabel 4.8 Analisis variansi untuk percobaan ANOVA with Three Way Unbalanced Sumber Variasi Jumlah Derajat Rataan kuadrat f hitung f kritis Kuadrat kebebasan (f1) (fc) Pengaruh Utama Tanah (A) JKA 5 = 45,955 5,902 2,287 CaCO 3 (B) JKB 5 = 14,141 1,816 2,287 Serbuk kayu (C) JKC 4 = 4,362 0,560 2,287 Interaksi dua faktor AB AC BC JK(AB) JK(AC) JK(BC) = 3,870 = 0,000 = 0,000 0,497 1,594 Interaksi tiga faktor ABC JK(ABC) 0 = 0,000 Galat JKG 125 = 7,786 Dari perhitugan ANOVA with Three Way Unbalanced ini dapat dihasilkan sebuah pernyataan dengan ketentuan: H 0 : Tanah 100% = Tanah 90% = = Tanah 50% H 1 : paling sedikit sepasang tidak sama H 0 : CaCO3 50% = CaCO3 40% = = CaCO3 0% H 1 : paling sedikit sepasang tidak sama H 0 : Serbuk kayu 50% = Serbuk kayu 40% = = Serbuk kayu 0% H 1 : paling sedikit sepasang tidak sama Hipotesis nol ditolak pada taraf keberartian = 0,05 bila f 1 > fc. Pada Tabel 4.8 di atas, dapat disebutkan bahwa Sumber Variasi yang hipotesis nol-nya ditolak hanya tanah, yang lainnya diterima. Nilai f-hitung tanah ialah sebesar 5,902 yang lebih besar dari f-kritisnya, 2,287. Sedangkan f-hitung kapur IV-16

17 sebesar 1,816; hanya terpaut sedikit dengan nilai f-kritisnya. Walaupun demikian, keputusan yang diambil tetap H 0 -nya tidak ditolak. Komponen kapur dicampurkan ke dalam media memang dimaksudkan untuk menambah kadar mineral tanah yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk reaksi pertukaran ion. Hasil ini menunjukkan bahwa komponen tanah merupakan komponen paling berpengaruh terhadap penyisihan fosfat. Terkait kesimpulan dari perhitungan ANOVA Rancangan Blok Teracak Lengkap di awal, dapat ditarik analisis baru bahwa komponen yang paling berpengaruh dari variasi-variasi yang secara baik menyisihkan fosfat (efisiensi di atas 90%) tersebut, ialah komponen tanah. Hal ini juga sesuai dengan sifat-sifat tanah (tanah lempung) yang telah dijelaskan sebelumnya. 4.3 Perbandingan dengan Jenis Tanah dari Sumber yang Berbeda Pada hasil yang telah ditunjukkan di atas, terbukti secara ilmiah bahwa tanah yang digunakan memiliki signifikansi yang baik dalam menyisihkan senyawa fosfat daripada komponen pembentuk media lainnya. Untuk menguji lebih mendalam, maka tanah dari Majalaya tersebut dibandingkan dengan tanah yang diambil dari Dago Atas. Pengambilan lokasi Dago Atas merupakan pilihan acak, tidak ada faktor khusus dalam pemilihan lokasi tersebut. Pada Tabel 4.9, ditunjukkan karakteristik fisik tanah dari Dago Atas. Berbeda dengan karakteristik tanah Majalaya (17% clay), tanah Dago Atas memiliki kandungan lempung yang lebih besar, yaitu 38%. Dengan menggunakan segitiga tekstur (Lampiran B) bahwa tanah Dago Atas tergolong tanah berlanau liat. Secara umum, kondisi fisik tanah ini hampir mirip dengan tanah Majalaya. Hal ini dapat dilihat dari jenis mineral tanah liat dari tanah Dago Atas ini. Illite, yang sama dengan jenis mineral liat pada tanah Majalaya (Holtz et al, 1981). Kandungan mineral yang sama pada tanah lempung untuk tanah Dago Atas dengan Majalaya, membuat sifat-sifat fisik kedua tanah ini seperti luas permukaan spesifik, nilai KTK, dan konduktivitas hidrolis cenderung akan sama. IV-17

18 Tabel 4.9 Karakteristik fisik tanah Dago Atas No. Karakteristik Nilai 1 Finer # ,47% 2 Gravel 0% 3 Sand 2% 4 Silt 59% 5 Clay 38% 6 Specific gravity 2,60 7 D60 0,0092 mm 8 Liquid Limit, LL 74,95% 9 Plastic Limit, PL 39,95% 10 Plastic Index, IP 35,00% Sumber: Laboratorium Mekanika Tanah Program Studi Teknik Sipil ITB (2007) Hasil Perbandingan Media Adsorben dengan Tanah Dago Atas Dengan cara yang sama, yaitu melarutkan larutan fosfat ke dalam sampel tanah dan kemudian didiamkan (sistem batch), maka didapat data penyisihan senyawa fosfat setiap jam pengukurannya pada Tabel 4.10 dan Gambar 4.8. Sampel tanah yang dibandingkan ialah tanah Dago Atas tanpa pemanasan dan dengan pemanasan C, serta media adsorben dari variasi 14 (tanah 60%, CaCO 3 30%, serbuk kayu 10%). Penentuan variasi 14 tersebut merupakan pengambilan secara acak dari 15 variasi yang memiliki nilai penyisihan terhadap fosfatnya sama atau perbedaannya tidak signifikan (seperti yang telah dijelaskan pada Bab 4.2.1). Berdasarkan grafik pada Gambar 4.8 tersebut, terlihat bahwa tanah dengan pemanasan mempunyai nilai penyisihan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemanasan. Hal ini sesuai dengan pengaruh pemanasan C yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada pemanasan di atas C akan terjadi pelepasan gugus OH dari struktur lempung dan menjadikan lempung bermuatan positif sehingga bisa mengikat ion fosfat yang bermuatan negatif. Selain itu, lempung juga akan lebih reaktif dan memiliki luas permukaan spesifik yang lebih besar sehingga reaksi sorpsi lebih sering terjadi. IV-18

19 Tabel 4.10 Perbandingan tanah Dago Atas dengan tanah Majalaya dalam penyisihan senyawa fosfat Waktu Konsentrasi Fosfat (mg/l) (jam) Tanah Majalaya Tanah Dago Atas dengan pemanasan dengan pemanasan tanpa pemanasan 0 60,00 60,00 60, ,64 32,36 44, ,26 10,58 38, ,90 6,41 28, ,50 0,37 26, ,26 0,28 15, ,40 0,64 8,42 70 Konsentrasi fosfat,mg/l waktu, jam Tanah Majalaya (variasi 14) Tanah Dago Atas (dengan pemanasan) Tanah Dago Atas (tanpa pemanasan) Gambar 4.8 Grafik perbandingan tanah Majalaya dan Dago Atas dalam penyisihan senyawa fosfat Akan tetapi, perbandingan penyisihan antara variasi 14 atau tanah Majalaya (dengan pemanasan) dengan Tanah Dago Atas (tanpa pemanasan) memiliki hasil yang tidak jauh berbeda, walaupun secara sepintas tanah Majalaya lebih besar daripada Dago Atas. Untuk menguji ketidakpastian analisis ini maka dilakukan uji hipotesis untuk memastikan secara statistik apakah kedua grafik penyisihan tersebut signifikan perbedaannya atau tidak. IV-19

20 4.3.2 Uji Hipotesis untuk Membandingkan Media Adsorben (Tanah Majalaya) dengan Dago Atas Hasil akhir yang ingin dicapai dari pengujian ini adalah pernyataan apakah media adsorben yang telah dibuat memiliki nilai penyisihan yang lebih baik daripada tanah Dago Atas tanpa modifikasi (pemilihan lokasi acak). Pertimbangan ini dimaksudkan untuk menguji kelayakan media adsorben (variasi 14) secara teknis dan ekonomis. Jika tanah biasa (tanpa modifikasi) menghasilkan efisiensi penyisihan yang sama baik dengan media adsorben yang telah dibuat (dimodifikasi), maka penggunaan media adsorben sebagai alat penyisihan fosfat menjadi tidak efektif karena mengeluarkan banyak tenaga dan biaya. Akan tetapi, jika media adsorben yang dibuat memiliki nilai efisiensi yang lebih besar, maka produk yang dihasilkan ini bisa digunakan sebagai media penyisihan fosfat sesungguhnya. Maka dari itu data yang dibandingkan ialah tanah Majalaya (dengan pemanasan) atau variasi 14 dengan tanah Dago Atas tanpa pemanasan (tanpa modifikasi). Data keduanya ditampilkan pada Tabel 4.11 di bawah ini. Tabel 4.11 Data perbandingan penyisihan fosfat Variasi 14 dengan Tanah Dago Atas Waktu Konsentrasi fosfat (mg/l) Persentase Persentase (jam) Tanah Dago Atas Variasi 14 Selisih Selisih (data 1) (data 2) Data 1 (%) Data 2 (%) 0 60,000 60,000 25,868 43, ,479 33,700 13,844-7, ,322 36,265 25,061 4, ,718 34,675 9,163 52, ,087 16,496 41,371-10, ,294 18,259 44,977 26, ,415 13,398-1, ,562 Dari data di atas dapat ditentukan nilai-nilai lain yang diperlukan dalam perhitungan, seperti terdapat pada Tabel 4.12 IV-20

21 Tabel 4.12 Nilai-nilai yang diperlukan untuk perhitungan uji hipotesis Data Jumlah Derajat Persentase Standar Variansi data (n) kebebasan (df) selisih (µ) deviasi (S) (S 2 ) ,648 16, , ,162 26, ,212 Dari Tabel 4.12 dapat dihasilkan nilai simpangan baku (Sp) sebesar 796,458 yang selanjutnya didapatkan nilai t-hitung sebesar 0,0108. Dengan menggunakan tabel distribusi students (t) dengan = 0.05 dan df = (n 1 +n 2 ) 2 = 10, dihasilkan nilai t-tabel sebesar -1,771. Uji hipotesis yang dilakukan ialah, H 0 : µ 1 = µ 2 (penyisihan kedua media tidak berbeda secara signifikan) H 1 : µ 1 < µ 2 (penyisihan media adsorben variasi 14 lebih baik daripada media tanah Dago Atas) Tolak H 0 jika t-hitung < t-tabel dengan angka probabilitas 0,05. Dari hasil perhitungan di atas, terlihat bahwa t-hitung > t-tabel, sehingga H 0 diterima. Dengan demikian, kedua media tersebut tidak berbeda secara signifikan dalam menyisihkan fosfat. Hasil uji hipotesis ini menunjukkan bahwa penggunaan media adsorben dengan modifikasi (campuran tanah, CaCO 3, dan serbuk kayu) dan media tanah Dago Atas (tanpa modifikasi) menghasilkan tingkat penyisihan terhadap fosfat yang sama. Hasil pengujian statistik ini tidak memberi keputusan bahwa media adsorben yang dibuat tidak layak digunakan karena hasil efisiensinya sama dengan tanah tanpa modifikasi. Hasil uji hipotesis ini hanya berlaku untuk pembanding tanah dari Dago Atas. Kesimpulan dapat berubah jika tanah yang dibandingkan berbeda. Kesimpulan juga dapat berubah jika jumlah data yang diambil lebih banyak, atau perlakuan yang dilakukan berbeda. Karakteristik tanah Majalaya yang digunakan untuk media adsorben memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan tanah bandingan (Dago Atas). Tanah Majalaya memiliki kandungan liat lebih rendah daripada tanah Dago Atas IV-21

22 walaupun jenis mineral liatnya sama, yaitu illite. Kandungan liat yang berbeda tersebut memberikan dampak yang cukup signifikan karena sifat-sifat liat mempunyai peranan yang baik atas penyisihan senyawa fosfat (Bab 2.4). sehingga walaupun tanah Majalaya dilakukan pemanasan pada suhu C terlebih dahulu, efeknya terhadap penyisihan fosfat tidak berbeda dengan tanah Dago Atas tanpa pemanasan. Selain itu, hal ini juga dimungkinkan karena mineral-mineral yang berada pada tanah Dago Atas lebih banyak, sehingga reaksi-reaksi adsorpsi, seperti pertukaran ion (Al 3+, Si 2+, atau Ca 2+ ) lebih banyak terjadi. Dengan cara yang sama, perbandingan ini juga bisa dilakukan dengan variasi-variasi lainnya (yang memiliki efisiensi > 90%). Nilai t-hitung untuk variasi-variasi tersebut ditampilkan pada Tabel Terlihat bahwa semua nilai t- hitung-nya lebih besar dari t-tabel. Hal ini menunjukkan bahwa media adsorben yang telah dibuat tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan tanah Dago Atas tanpa modifikasi. Tabel 4.13 Nilai t-hitung variasi-variasi yang memiliki efisiensi > 90% Variasi t-hitung 4-0, , , , , , , , , , , , , ,033 IV-22

23 4.4 Pengujian Media dengan Sampel Limbah Grey water Domestik Selain pengujian dengan menggunakan sampel sintetik atau sampel buatan, pengujian juga dilakukan dengan menggunakan sampel limbah grey water. Limbah ini diambil dari limbah bekas cucian Asrama Putra Salman ITB Jl Ganesha No.7 Bandung. Pengujian ini dimaksudkan untuk melihat kecenderungan penurunan kontaminan fosfat seperti yang telah terjadi pada sampel buatan. Selain parameter fosfat, diukur juga parameter lainnya, yaitu kandungan zat organik. Data pengolahan limbah grey water (secara batch) dengan menggunakan media adsorben yang telah dibuat (variasi 14) untuk fosfat dan zat organik masingmasing ditampilkan pada Tabel 4.13 dan Tabel Sedangkan grafik penurunannya masing-masing ditampilkan pada Gambar 4.9 dan Gambar Tabel 4.14 Pengolahan limbah grey water dengan media adsorben secara batch untuk parameter fosfat Waktu Konsentrasi Fosfat (jam) (mg/l) 0 10,78 1 9, ,69 3 6, , , , , , , ,23 Rata-rata efisiensi 5,86% IV-23

24 Tabel 4.15 Pengolahan limbah grey water dengan media adsorben secara batch untuk parameter zat organik Waktu Kandungan Zat Organik (jam) mg/l KMnO , , , , , , , , , ,08 Rata-rata efisiensi 1,98% 16 Konsentrasi Fosfat, mg/l waktu, jam Gambar 4.9 Grafik pengolahan limbah grey water dengan media adsorben secara batch untuk parameter fosfat IV-24

25 Konsentrasi Organik, mg/lkmno Waktu, jam Gambar 4.9 Grafik pengolahan limbah grey water dengan media adsorben secara batch untuk parameter zat organik Secara keseluruhan, baik penyisihan fosfat maupun zat organik, menunjukkan nilai efisiensi yang rendah. Penyisihan fosfat hanya memiliki nilai rata-rata efisiensi 5,86%, sedangkan organik 1,98%. Penyisihan fosfat dari limbah grey water pada percobaan ini menunjukkan sisa konsentrasi fosfat yang tidak berubah (stasioner) pada jam ke-24 dan jam ke-48. Hal ini menunjukkan bahwa media adsorben yang diujikan tidak bisa lagi menyisihkan fosfat yang terkandung dalam limbah grey water tersebut. Pada penyisihan zat organik, nilai zat organik yang terukur pada limbah grey water masih tersebut relatif besar. Konsentrasi zat organik (dalam KMnO 4 ) ini memberikan indikasi bahwa kandungan BOD ataupun COD yang terukur dan yang tersisihkan, akan menghasilkan nilai yang lebih besar dari kandungan zat organik. Lebih tepatnya, kandungan BOD lebih besar dari zat organik, dan kandungan COD lebih besar dari BOD. Hal ini dikarenakan, pada pengukuran zat organik dengan KMnO 4, reduksi zat organik bersifat terbuka sehingga zat-zat organik yang volatile akan menguap ke udara terbuka. Hal ini menyebabkan jumlah zat organik tidak sepenuhnya yang terukur. Sedangkan pada pengukuran BOD dan COD, reaksi yang terjadi bersifat tertutup sehingga seluruh zat organik bisa diukur. Akan tetapi, perbedaan BOD dan COD ialah jika pada COD zat organik yang diukur merupakan zat organik biodegradable dan non- IV-25

26 biodegradable, sedangkan pada BOD, zat organik yang terukur adalah zat organik yang bisa dikonsumsi oleh mikroorganisme saja. IV-26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum Pelaksanaan penelitian ini mengikuti metode ilmiah dengan langkah-langkah yang diuraikan berikut ini. Dari ide studi sebagaimana diuraikan pada Bab 1.1, maka digali

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Grey Water Secara terminologi air buangan atau air limbah ialah semua cairan yang dibuang baik yang mengandung kotoran manusia, hewan, bekas tumbuhtumbuhan, maupun sisa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TANAH GAMBUT SEBAGAI ADSORBEN PENYISIHAN SENYAWA AMMONIA DALAM LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU ABSTRAK

PEMANFAATAN TANAH GAMBUT SEBAGAI ADSORBEN PENYISIHAN SENYAWA AMMONIA DALAM LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU ABSTRAK PEMANFAATAN TANAH GAMBUT SEBAGAI ADSORBEN PENYISIHAN SENYAWA AMMONIA DALAM LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU RATNI DEWI 1) RATNA SARI 2) Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Lhokseumawe ABSTRAK Kehadiran ammonia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam Bab ini penulis akan membahas hasil pengujian yang telah dilakukan di laboratorium Mekanika Tanah Universitas Mercu Buana. Pengujian yang dilakukan di laboratorium

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU DAN SERBUK GYPSUM TERHADAP KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF DI BOJONEGORO

PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU DAN SERBUK GYPSUM TERHADAP KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF DI BOJONEGORO PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU DAN SERBUK GYPSUM TERHADAP KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF DI BOJONEGORO Arie Wahyu Aprilian, Yulvi Zaika, Arief Rachmansyah Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh Contoh yang diambil dari alam merupakan contoh zeolit dengan bentuk bongkahan batuan yang berukuran besar, sehingga untuk dapat dimanfaatkan harus diubah ukurannya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

TINJAUAN SIFAT PLASTISITAS TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR ABSTRAKSI

TINJAUAN SIFAT PLASTISITAS TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR ABSTRAKSI TINJAUAN SIFAT PLASTISITAS TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR Heru Dwi Jatmoko Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAKSI Tanah merupakan material

Lebih terperinci

2.8.5 Penurunan Kualitas Udara Penurunan Kualitas Air Kerusakan Permukaan Tanah Sumber dan Macam Bahan Pencemar

2.8.5 Penurunan Kualitas Udara Penurunan Kualitas Air Kerusakan Permukaan Tanah Sumber dan Macam Bahan Pencemar DAFTAR ISI SURAT PERNYATAAN... i LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR... ii ABSTRAK... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix BAB I PENDAHULAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang kecenderungan pemakaian bahan bakar sangat tinggi sedangkan sumber bahan bakar minyak bumi yang di pakai saat ini semakin menipis. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Pelepasan Nitrogen dari Pupuk UZA dan Pupuk Urea Pril Ditinjau dari Laju Konsentrasi Amonium dan Nitrat yang Terbentuk Perbandingan laju pelepasan nitrogen dari pupuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah lempung merupakan jenis tanah yang memiliki sifat yang kurang menguntungkan jika dijadikan tanah pendukung suatu konstruksi bangunan karena memiliki daya dukung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Tanah secara umum didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya perkembangan industri, semakin menimbulkan masalah. Karena limbah yang dihasilkan di sekitar lingkungan hidup menyebabkan timbulnya pencemaran udara, air

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan pengujian terhadap tanah yang diambil dari proyek jalan tambang Kota Berau Kalimantan Timur, maka pada bab ini akan diuraikan hasil

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Hasil Percobaan Pengumpulan data hasil percobaan diperoleh dari beberapa pengujian, yaitu: a. Data Hasil Pengujian Sampel Awal Data hasil pengujian

Lebih terperinci

LOGO. Studi Penggunaan Ferrolite sebagai Campuran Media Filter untuk Penurunan Fe dan Mn Pada Air Sumur. I Made Indra Maha Putra

LOGO. Studi Penggunaan Ferrolite sebagai Campuran Media Filter untuk Penurunan Fe dan Mn Pada Air Sumur. I Made Indra Maha Putra LOGO I Made Indra Maha Putra 3308100041 Pembimbing : Alfan Purnomo, S.T.,M.T. Studi Penggunaan Ferrolite sebagai Campuran Media Filter untuk Penurunan Fe dan Mn Pada Air Sumur Sidang Lisan Tugas Akhir

Lebih terperinci

PEMANFAATAN MEDIA ADSORBEN (CAMPURAN TANAH, CaCO 3, DAN SERBUK KAYU) UNTUK MENYISIHKAN SENYAWA FOSFAT DALAM LIMBAH GREY WATER

PEMANFAATAN MEDIA ADSORBEN (CAMPURAN TANAH, CaCO 3, DAN SERBUK KAYU) UNTUK MENYISIHKAN SENYAWA FOSFAT DALAM LIMBAH GREY WATER No : 12194/1007/P/2007 PEMANFAATAN MEDIA ADSORBEN (CAMPURAN TANAH, CaCO 3, DAN SERBUK KAYU) UNTUK MENYISIHKAN SENYAWA FOSFAT DALAM LIMBAH GREY WATER TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

Penurunan Bod dan Cod Limbah Cair Industri Batik Menggunakan Karbon Aktif Melalui Proses Adsorpsi Secara Batch

Penurunan Bod dan Cod Limbah Cair Industri Batik Menggunakan Karbon Aktif Melalui Proses Adsorpsi Secara Batch F324 Penurunan Bod dan Cod Limbah Cair Industri Batik Menggunakan Karbon Aktif Melalui Proses Adsorpsi Secara Batch Nikmatul Rochma dan Harmin Sulistyaning Titah Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah menurut PPT (1983) (Lampiran 2), karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga (Tabel 2) termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang. diambil dari Desa Yosomulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro.

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang. diambil dari Desa Yosomulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro. 24 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang diambil dari Desa Yosomulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro. 2. Bahan campuran yang akan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Fisika Kimia Abu Terbang Abu terbang adalah bagian dari sisa pembakaran batubara berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari tungku pembakaran yang mempergunakan bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS BAB 4 HASIL DAN ANALISIS Sehubungan dengan prekursor yang digunakan yaitu abu terbang, ASTM C618 menggolongkannya menjadi dua kelas berdasarkan kandungan kapur (CaO) menjadi kelas F yaitu dengan kandungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan mendasar bagi kehidupan manusia, dan manusia selama hidupnya selalu membutuhkan air. Dewasa ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Setelah dilakukan pengujian di laboratorium, hasil dan data yang diperoleh diolah dan dianalisis sedemikian rupa untuk didapatkan kesimpulan sesuai tujuan penelitian

Lebih terperinci

2 Ditinjau dari caranya, kimia analitik digolongkan menjadi : Analisis klasik Analisis klasik berdasarkan pada reaksi kimia dengan stoikiometri yang t

2 Ditinjau dari caranya, kimia analitik digolongkan menjadi : Analisis klasik Analisis klasik berdasarkan pada reaksi kimia dengan stoikiometri yang t BAB I PENDAHULUAN 1.1 Kimia Analitik Kimia analitik merupakan ilmu kimia yang mendasari analisis dan pemisahan sampel. Analisis dapat bertujuan untuk menentukan jenis komponen apa saja yang terdapat dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan oleh logam berat menjadi masalah yang cukup serius seiring dengan penggunaan logam berat dalam bidang industri yang semakin meningkat. Keberadaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian terak baja berpengaruh nyata terhadap peningkatan ph tanah (Tabel Lampiran

Lebih terperinci

KUALITAS TANAH DAN KRITERIA UNTUK MENDUKUNG HIDUP DAN KEHIDUPAN KULTIVAN BUDIDAYA DAN MAKANANNYA

KUALITAS TANAH DAN KRITERIA UNTUK MENDUKUNG HIDUP DAN KEHIDUPAN KULTIVAN BUDIDAYA DAN MAKANANNYA KUALITAS TANAH DAN KRITERIA UNTUK MENDUKUNG HIDUP DAN KEHIDUPAN KULTIVAN BUDIDAYA DAN MAKANANNYA Usaha pelestarian dan pembudidayaan Kultivan (ikan,udang,rajungan) dapat dilakukan untuk meningkatkan kelulushidupan

Lebih terperinci

ANALISA KOMPOSIT ARANG KAYU DAN ARANG SEKAM PADI PADA REKAYASA FILTER AIR

ANALISA KOMPOSIT ARANG KAYU DAN ARANG SEKAM PADI PADA REKAYASA FILTER AIR NASKAH PUBLIKASI ANALISA KOMPOSIT ARANG KAYU DAN ARANG SEKAM PADI PADA REKAYASA FILTER AIR Tugas Akhir ini disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S1 pada Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

Pemanfaatan Biomaterial Berbasis Selulosa (TKS dan Serbuk Gergaji) Sebagai Adsorben Untuk Penyisihan Ion Krom dan Tembaga Dalam Air

Pemanfaatan Biomaterial Berbasis Selulosa (TKS dan Serbuk Gergaji) Sebagai Adsorben Untuk Penyisihan Ion Krom dan Tembaga Dalam Air Pemanfaatan Biomaterial Berbasis Selulosa (TKS dan Serbuk Gergaji) Sebagai Adsorben Untuk Penyisihan Ion Krom dan Tembaga Dalam Air Ratni Dewi 1, Fachraniah 1 1 Politeknik Negeri Lhokseumawe ABSTRAK Kehadiran

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS ELEKTROFLOKULATOR DALAM MENURUNKAN TSS DAN BOD PADA LIMBAH CAIR TAPIOKA

EFEKTIFITAS ELEKTROFLOKULATOR DALAM MENURUNKAN TSS DAN BOD PADA LIMBAH CAIR TAPIOKA Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1 Juni 10 ISSN : 1979-5858 EFEKTIFITAS ELEKTROFLOKULATOR DALAM MENURUNKAN TSS DAN BOD PADA LIMBAH CAIR TAPIOKA Hery Setyobudiarso (Staf Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

KLASIFIKASI TANAH SI-2222 MEKANIKA TANAH I

KLASIFIKASI TANAH SI-2222 MEKANIKA TANAH I KLASIFIKASI TANAH SI-2222 MEKANIKA TANAH I 1 Pembagian Kelompok Tanah Tanah Khusus: Quick Clay: Tanah yang sangat peka terhadap gangguan. Apabila terganggu kekuatannya berkurang drastis. Kadar kepekaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang. merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti pasir.

METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang. merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti pasir. III. METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Sampel 1. Tanah Lempung Anorganik Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perbedaan Kandungan CO 2 Sebelum dan Sesudah Pemurnian Perbedaan Kandungan CO 2 melalui Indikator Warna Pengambilan contoh biogas yang dianalisis secara kuantitatif sehingga didapatkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel 26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 P-larut Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel 9 (Lampiran), dan berdasarkan hasil analisis ragam pada

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI Semen. Semen adalah suatu bahan pengikat yang bereaksi ketika bercampur

BAB III DASAR TEORI Semen. Semen adalah suatu bahan pengikat yang bereaksi ketika bercampur BAB III DASAR TEORI 3.1. Semen Semen adalah suatu bahan pengikat yang bereaksi ketika bercampur dengan air. Semen dihasilkan dari pembakaran kapur dan bahan campuran lainnya seperti pasir silika dan tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

KESADAHAN DAN WATER SOFTENER

KESADAHAN DAN WATER SOFTENER KESADAHAN DAN WATER SOFTENER Bambang Sugiarto Jurusan Teknik Kimia FTI UPN Veteran Jogjakarta Jln. SWK 104 Lingkar Utara Condong catur Jogjakarta 55283 Hp 08156897539 ZAT PENGOTOR (IMPURITIES) Zat-zat

Lebih terperinci

EFISIENSI PENURUNAN KADAR KALSIUM PADA AIR LAUT DENGAN METODA PENUKAR ION YANG MEMANFAATKAN TANAH

EFISIENSI PENURUNAN KADAR KALSIUM PADA AIR LAUT DENGAN METODA PENUKAR ION YANG MEMANFAATKAN TANAH EFISIENSI PENURUNAN KADAR KALSIUM PADA AIR LAUT DENGAN METODA PENUKAR ION YANG MEMANFAATKAN TANAH Roselyn Indah Kurniati 1), Shinta Elystia 2), Zultiniar 2) Fakultas Teknik Universitas Riau Kampus Binawidya

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KAPUR DAN FLY ASH UNTUK PENINGKATAN NILAI PARAMETER GESER TANAH LEMPUNG DENGAN VARIASAI LAMA PERAWATAN

PEMANFAATAN KAPUR DAN FLY ASH UNTUK PENINGKATAN NILAI PARAMETER GESER TANAH LEMPUNG DENGAN VARIASAI LAMA PERAWATAN Simposium Nasional RAPI XIII - 214 FT UMS ISSN 1412-9612 PEMANFAATAN KAPUR DAN FLY ASH UNTUK PENINGKATAN NILAI PARAMETER GESER TANAH LEMPUNG DENGAN VARIASAI LAMA PERAWATAN Qunik Wiqoyah 1, Renaningsih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beton, minimal dalam pekerjaan pondasi. Semakin meluasnya penggunaan beton

BAB I PENDAHULUAN. beton, minimal dalam pekerjaan pondasi. Semakin meluasnya penggunaan beton BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam teknik sipil, beton digunakan untuk bangunan pondasi, kolom, balok, dan pelat. Beton juga digunakan dalam teknik sipil transportasi untuk pekerjaan rigid pavement

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATU APUNG TERHADAP KEMAMPUAN SERAPAN CAIRAN LIMBAH LOGAM BERAT

PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATU APUNG TERHADAP KEMAMPUAN SERAPAN CAIRAN LIMBAH LOGAM BERAT PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATU APUNG TERHADAP KEMAMPUAN SERAPAN CAIRAN LIMBAH LOGAM BERAT Aditiya Yolanda Wibowo, Ardian Putra Laboratorium Fisika Bumi, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand,

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISIS

BAB IV DATA DAN ANALISIS BAB IV DATA DAN ANALISIS 4.1 Karakterisasi Abu Ampas Tebu ( Sugarcane Ash ) 4.1.1 Analisis Kimia Basah Analisis kimia basah abu ampas tebu (sugarcane ash) dilakukan di Balai Besar Bahan dan Barang Teknik

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Berbagai macam industri yang dimaksud seperti pelapisan logam, peralatan listrik, cat, pestisida dan lainnya. Kegiatan tersebut dapat

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF

PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF J. P. Gentur Sutapa 1 dan Aris Noor Hidayat 2 1 Dosen Jurusan Teknologi Hasil Hutan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 25 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Organik Asal Hasil analisis ph, KTK, kadar air, padatan terlarut (TSS), C-organik, N- total dan C/N pada bahan serasah pinus (SP), gambut kering (GK),

Lebih terperinci

Desember 2012 JURNAL TUGAS AKHIR. REANATA KADIMA GINTING ( )

Desember 2012 JURNAL TUGAS AKHIR. REANATA KADIMA GINTING ( ) 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakng merupakan bahan bangunan yang terbuat campuaran kerikil, pasir, semen dan air dengan perbandingan tertentu. Seiring berjalanya waktu pemakaian beton sangat pesat dalam

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Resirkulasi Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang sudah digunakan dengan cara memutar air secara terus-menerus melalui perantara sebuah

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

Bab IV Hasil Dan Pembahasan Bab IV Hasil Dan Pembahasan IV.1 Analisa Kualitas Air Gambut Hasil analisa kualitas air gambut yang berasal dari Riau dapat dilihat pada Tabel IV.1. Hasil ini lalu dibandingkan dengan hasil analisa air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton merupakan bahan bangunan yang dihasilkan dari campuran atas semen Portland, pasir, kerikil dan air. Beton ini biasanya di dalam praktek dipasang bersama-sama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yaitu aquades sebagai variabel kontrol dan sebagai variabel pengaruh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yaitu aquades sebagai variabel kontrol dan sebagai variabel pengaruh BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Pengukuran Nilai Kekerasan Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui besar nilai kekerasan gigi desidui sebelum dan sesudah perendaman pada beberapa

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan sumber daya alam yang penting bagi semua mahluk hidup. Manusia dalam kehidupan sehari-hari memerlukan air untuk berbagai keperluan mulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya akar sebagai penopang tumbuhnya tanaman dan penyuplai kebutuhan

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012 Oleh : Rr. Adistya Chrisafitri 3308100038 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc. JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

Modul (MEKANIKA TANAH I)

Modul (MEKANIKA TANAH I) 1dari 16 Materi I Karakteristik Tanah 1. Proses pembentukan Tanah Tanah dalam Mekanika Tanah mencakup semua endapan alam yang berhubungan dengan teknik sipil kecuali batuan. Tanah dibentuk oleh pelapukan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI CaCo3 DAN KARBON AKTIF TERHADAP KUALITAS AIR DI DESA NELAYAN I KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA

PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI CaCo3 DAN KARBON AKTIF TERHADAP KUALITAS AIR DI DESA NELAYAN I KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA Vol 3 Nomor 1 Januari-Juni 2015 Jurnal Fropil PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI CaCo3 DAN KARBON AKTIF TERHADAP KUALITAS AIR DI DESA NELAYAN I KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA Endang Setyawati Hisyam

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Pelaksanaan Eksperimen Pelaksanaan eksperimen adalah proses pembuatan paving block yang dilakukan langsung di CV. Riau Jaya Paving. Paving

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan material, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan, baik itu kehidupan manusia maupun kehidupan binatang dan tumbuh-tumbuhan. Air adalah merupakan bahan yang sangat vital

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN ABU CANGKANG KELAPA SAWIT GUNA MENINGKATKAN STABILITAS TANAH LEMPUNG

PENGARUH PENGGUNAAN ABU CANGKANG KELAPA SAWIT GUNA MENINGKATKAN STABILITAS TANAH LEMPUNG ISSN : 2598 3814 (Online), ISSN : 141 452 (Cetak) PENGARUH PENGGUNAAN ABU CANGKANG KELAPA SAWIT GUNA MENINGKATKAN STABILITAS TANAH LEMPUNG Jupriah Sarifah, Bangun Pasaribu Program Studi Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Aktivasi Zeolit Sebelum digunakan, zeolit sebaiknya diaktivasi terlebih dahulu untuk meningkatkan kinerjanya. Dalam penelitian ini, zeolit diaktivasi melalui perendaman dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) Cangkang kijing lokal yang diperoleh dari danau Teratai yang terdapat di Kec. Mananggu Kab. Boalemo

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Penyiapan Zeolit Zeolit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Tasikmalaya. Warna zeolit awal adalah putih kehijauan. Ukuran partikel yang digunakan adalah +48 65 mesh,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian 11 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian direkatkan dengan semen Portland yang direaksikan dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lempung/tanah liat dari YosoMulyo,

III. METODE PENELITIAN. Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lempung/tanah liat dari YosoMulyo, III. METODE PENELITIAN A. Sampel Tanah Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lempung/tanah liat dari YosoMulyo, Kecamatan Metro Timur, Metro. Pengambilan sampel dilakukan pada awal musim penghujan namun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahu merupakan salah satu jenis makanan sumber protein dengan bahan dasar kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain mengandung gizi yang baik,

Lebih terperinci

TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN)

TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN) TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN) Qunik Wiqoyah 1, Anto Budi L, Lintang Bayu P 3 1,,3 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIK CAMPURAN BATU BATA DENGAN MEMANFAATKAN ABU SISA PEMBAKARAN LIMBAH KAYU Oleh : I Made Nada. Ida Bagus Suryatmaja.

KARAKTERISTIK FISIK CAMPURAN BATU BATA DENGAN MEMANFAATKAN ABU SISA PEMBAKARAN LIMBAH KAYU Oleh : I Made Nada. Ida Bagus Suryatmaja. KARAKTERISTIK FISIK CAMPURAN BATU BATA DENGAN MEMANFAATKAN ABU SISA PEMBAKARAN LIMBAH KAYU Oleh : I Made Nada. Ida Bagus Suryatmaja. Abstrak Industri pengolahan kayu didalam proses produksinya akan menghasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

STUDI LABORATORIUM DALAM MENENTUKAN BATAS PLASTIS DENGAN METODE FALL CONE PADA TANAH BUTIR HALUS DI WILAYAH BANDUNG UTARA

STUDI LABORATORIUM DALAM MENENTUKAN BATAS PLASTIS DENGAN METODE FALL CONE PADA TANAH BUTIR HALUS DI WILAYAH BANDUNG UTARA STUDI LABORATORIUM DALAM MENENTUKAN BATAS PLASTIS DENGAN METODE FALL CONE PADA TANAH BUTIR HALUS DI WILAYAH BANDUNG UTARA Handy Dewanto NRP:9621037 NIRM: 41077011960316 Pembimbing: Ibrahim Surya, Ir.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PT Pertamina EP adalah anak perusahaan dari PT Pertamina (PESERO) yang bergerak di bidang eksplorasi, eksploitasi, dan produksi minyak bumi. Salah satu lokasi dari

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS BAB 4 HASIL DAN ANALISIS 4.1 Hasil Uji Klasifikasi Tanah Sampel tanah yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Desa Jono, Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen. Pengujian klasifikasi tanah meliputi

Lebih terperinci