BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Perubahan merupakan sesuatu yang tidak terhindarkan dalam kehidupan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Perubahan merupakan sesuatu yang tidak terhindarkan dalam kehidupan"

Transkripsi

1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Perubahan merupakan sesuatu yang tidak terhindarkan dalam kehidupan setiap organisasi. Tuntutan perubahan terjadi di berbagai bidang kehidupan, baik individu, kelompok masyarakat, lembaga, organisasi, maupun perusahaan. Sumber utama pemicu perubahan berasal dari faktor di luar organisasi dan faktor dalam organisasi. Menurut Cummings dan Worley (1997) perubahan organisasi disebabkan oleh permasalahan atau munculnya ketidakwajaran yang menuntut organisasi untuk berubah. Penyebab perubahan itu di antaranya adalah kebutuhan proses, perubahan struktur industri atau struktur pasar, perubahan persepsi, perubahan peraturan, pengetahuan baru yang menimbulkan makna baru, dan inovasi. Tujuannya adalah agar organisasi mampu mengembangkan diri. Selain itu, faktor teknologi juga berperan dalam mendorong terjadinya perubahan, kompetisi yang tinggi, dan tuntutan para pengguna jasa yang semakin meningkat. Akin dan Palmer (2000) menjelaskan bahwa kemajuan teknologi, tekanan sosial dan politik, perubahan segmen, dan kekuatan internal yang meliputi permasalahan sumber daya manusia, dan perilaku pengelola menjadi penyebab terjadinya perubahan organisasi. Berdasarkan sumber terjadinya perubahan organisasi, dorongan bagi organisasi untuk berubah terjadi secara terus menerus dan menuntut dilakukan secara serius. Menurut Lewin (dalam Cumming dan Worley, 1997), terjadinya perubahan diawali adanya psychological disconfirmation, yaitu adanya dorongan untuk mengurangi mempertahankan perilaku 1

2 2 dengan diikuti tahap selanjutnya, yaitu penjelasan alasan perlunya terjadi perubahan sehingga interaksi kekuatan akan terjadi, yaitu kekuatan untuk mempertahankan perilaku yang sudah ada sebelumnya (enggan untuk berubah) dengan kekuatan tekanan perlunya berubah. Ada kalimat bijak yang terkait dengan proses perubahan organisasi, yaitu Jangan memberikan tantangan pada individu dengan perubahan radikal, lakukan pendekatan bertahap dan berikan mereka waktu untuk menyesuaikan. Pernyataan tersebut, untuk kondisi dan gaya perubahan organisasi saat ini cenderung konvensional dan kurang tepat untuk menjadi acuan. Kenyatannya, perubahan organisasi harus berhasil, terjadi dengan cepat, dan harus melahirkan suatu momentum. Masalahnya adalah perlu kemampuan organisasi mengetahui bagaimana mengelola efektivitas perubahan organisasi secara tepat. Pada beberapa penelitian, diungkapkan bahwa resistansi atau penolakan terhadap berlangsungnya proses perubahan dimanifestasikan melalui disfungsi sikap (tidak mau terlibat atau bersikap sinis) dan perilaku menolak para anggota organisasi yang dapat menghambat efektivitas perubahan organisasi (Abrahamson, 2000;Stanley, Meyer, & Topolntsky., 2005). Memahami perubahan organisasi dan proses pengembangan dari perspektif tingkat makro telah banyak diteliti. Penelitian dalam area ini difokuskan pada variabel tingkat sistem dan organisasi, misalnya re-engineering (Hill & Collins, 1999), downsizing (Freeman, 1999) atau perubahan dalam budaya organisasi (Bedingham, 2004). Beberapa studi mengindikasikan banyak kegagalan usaha perubahan organisasi, misalnya Clegg dan Walsh (2004) mengemukakan ketidakefektifan 12 pengembangan organisasi pada 898 perusahaan manufaktur di empat negara. Salah satu alasan mengapa perubahan

3 3 yang ditegakkan kurang berhasil adalah perubahan meningkatkan emosi negatif, kecemasan, ketidakpastian, dan ketidakjelasan di antara anggota organisasi (Bordia, Hobman, Jones, Gallois, & Callan, 2004). Beberapa studi mengenai resistansi (daya tolak) terhadap perubahan menunjukkan keengganan untuk mendukung perubahan (Applebaum & Batt, 1993; Judson, 1991 dalam Luthans, Norman, Avolio, & Avey, 2008). Beberapa penelitian organisasi yang menganalisis proses psikologis individu dalam konteks perubahan organisasi sebenarnya telah memadukan antara tingkatan analisis dan tingkatan konseptual. Beberapa studi tingkat organisasi atau kolektif yang menguji data proses psikologi diperoleh pada tingkat individual sebagaimana dilakukan Fuller dkk. (2007), Ingersol, Kirsch, Merk, dan Lightfoot (2000), Rampazzo, De Angeli, Seperlloni, Simpson, dan Flynn (2006), serta Weeks dkk. (2004). Meskipun ada kesepakatan umum tentang peran penting pada individu-individu sebagai anggota organisasi mengenai sikap dan perilakunya dalam menentukan perubahan kelompok dan organisasi, studi-studi tersebut membutuhkan laporan yang cukup detail dalam mengulas dinamika serta hubungan konstrak (construct) psikologis, baik di tingkat individual maupun di tingkat kolektif (organisasional). Penekanan pada individu adalah salah satu indikator penting dalam mengevaluasi keberhasilan atau kegagalan proses perubahan organisasi. Konsekuensinya adalah perhatian diarahkan pada faktor-faktor yang memengaruhi sikap individu pada perubahan, khususnya adalah komitmen pada perubahan. Beberapa literatur perubahan menjelaskan bahwa mereka yang memiliki komitmen pada perubahan lebih memungkinkan untuk menerima perubahan dibandingkan mereka yang kurang memiliki komitmen. Hal ini

4 4 menunjukkan bahwa komitmen pada perubahan memberikan keuntungan pada organisasi (Yousef, 2000). Dukungan anggota terhadap perubahan yang sedang berlangsung dalam suatu organisasi dapat dianalisis dari tinggi rendahnya komitmen pada perubahan (Herscovitch & Meyer, 2002; Meyer, Srinivas, Lal, & Topolnytsky, 2007; Swailes, 2004; Fedor, Caldwell, & Herold, 2006). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa secara umum komitmen menjadi indikator keluaran positif (positive outcomes) dari pengelolaan perubahan organisasi (Chawla & Kelloway, 2004). Perubahan yang diinisiasikan oleh organisasi tidak akan berhasil jika belum sampai menyentuh ranah individu, artinya tidak akan ada perubahan jika belum berhasil membuat individu berubah (individual change). Teori tentang perubahan sangat menekankan pentingnya komitmen pada perubahan, terutama dalam model-model yang menjelaskan proses implementasi perubahan (Armenakis, Harris, & Field, 1999; Klein & Sorra, 1996). Komitmen menjadi faktor paling penting yang dilibatkan pada dukungan anggota organisasi pada perubahan (Armenakis, Harris, & Field, 1999; Conner & Patterson, 1982; Klein & Sorra, 1996). Klein dan Sorra (1996) juga menekankan bahwa komitmen merupakan komponen sentral pada model mereka tentang efektivitas implementasi inovasi di tempat kerja. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dukungan anggota organisasi adalah prasyarat untuk berbagai macam tipe keberhasilan perubahan (Piderit, 2000). Permasalahan utama adalah perubahan organisasi menimbulkan ketegangan tidak hanya bagi organisasi sebagai keseluruhan, tetapi juga bagi anggota dalam organisasi tersebut (Vakola & Nikolau, 2005). Artinya, jika

5 5 organisasi ingin berhasil dalam mengimplementasikan perubahan, strategi perubahan harus dikembangkan dengan menekankan proses psikologis anggota. Luputnya perhitungan proses psikologis dalam menyusun strategi perubahan kemungkinan akan mengakibatkan kegagalan perubahan. Pentingnya proses psikologis dalam menghadapi perubahan oganisasi ditunjukkan dengan metaanalisis mengenai reaksi anggota organisasi terhadap perubahan organisasi. Dengan diitemukannya korelasi sebesar 0,292 berarti bahwa karakteristik perubahan organisasi yang tidak mengakibatkan ancaman psikologis akan meningkatkan dukungan anggota terhadap perubahan organisasi, para anggota organisasi akan berespons tidak menyenangkan pada perubahan yang mengancam pekerjaannya (Kusumaputri, 2010). Lebih jauh lagi, implementasi perubahan tanpa memperhatikan aspek individu mengakibatkan anggota organisasi mengalami stres dan sinisme serta masing-masing menunjukkan rendahnya komitmen pada perubahan.tinggi atau rendahnya komitmen pada perubahan ditunjukkan oleh resistansi pada perubahan, yaitu turn over, sinisme, dan tingkat absensi yang tinggi. Semuanya dapat dianalisis secara menyeluruh dengan menekankan sejauh mana penerimaan anggota organisasi terhadap perubahan yang dipengaruhi oleh karakteristik proses perubahan, di antaranya adalah komunikasi dan partisipasi yang terbentuk (Dent & Goldberg, 1999; Oreg, 2006; Berneth, Armenakis, Field, & Walker, 2007; Devos, Buelens, & Bouckennooghe, 2008). Selain itu, karakteristik perubahan yang bertujuan untuk mengembangkan kapabilitas anggota organisasi atau sebaliknya mengancam keamanan kerja (job security) yang berperan membentuk tingkat daya tolak yang tinggi dari anggota organisasi (Devos, Buelens, & Bouckennooghe, 2008; Fedor, Caldwell, & Herold, 2006).

6 6 Pentingnya organisasi melakukan pengelolaan terhadap manusia menghindarkan terjadinya berbagai kerugian yang ditimbulkan. Analisis Porras dan Robertson (1992) menjelaskan bahwa untuk merealisasikan perubahan yang terjadi, organisasi harus menumbuhkan kerja sama (cooperation) di antara para anggotanya. Resistansi pada perubahan dapat menghambat proses perubahan (Miller, Jonhson, & Grau, 1994; Piderit, 2000). Resistansi pada perubahan juga diindikasikan dengan keluaran (outcomes) negatif, seperti penurunan kepuasan, rendahnya komitmen, penurunan produktivitas dan kesejahteraan psikologis (psychological well-being), ketidakhadiran, dan keluar masuknya anggota organisasi (Bordia, Hunt, Paulsen, Tourish, & DiFonso, 2004; Miller dkk., 1994). Beberapa penulis memandang komitmen sebagai dimensi efektivitas organisasi (Schein, 1970 dalam Cohen, 2007). Tokoh lain memandang komitmen sebagai kekuatan yang berkontribusi pada peningkatan efektivitas organisasi melalui perbaikan unjuk kerja dan mengurangi tingkat keluar masuk anggota (Steers, 1977). Bagaimanapun interpretasi komitmen telah menjadi variabel yang diutamakan karena keyakinan bahwa peningkatan komitmen, dalam beberapa hal, akan meningkatkan efektivitas organisasi sehingga masih menjadi sesuatu yang dapat dikembangkan dalam diri anggota. Konsep komitmen merupakan pandangan yang cukup lama dalam literatur manajemen (Swailes, 2002). Komitmen organisasi dipahami sebagai hasil positif dan penentu dalam perubahan pengelolaan organisasi (Coopey & Hartley, 1995; Guest, 1992; Iverson, 1996). Secara khusus, komitmen dikaitkan dengan intensi perilaku positif dan aksi-aksi (Meyer, Srinivas, Lal, & Topolyntsky, 2007) di bawah kendali individu-individu secara langsung dan merupakan komponen penting dalam pencapaian program-program perubahan organisasi

7 7 yang melibatkan tujuan-tujuan pekerjaan baru, metode kerja yang baru, dan struktur yang baru. Komitmen organisasi yang menjadi acuan dalam pengembangan komitmen pada perubahan organisasi cukup sulit untuk didefinisikan dan belum ada konsensus yang jelas di antara para ahli sebagaimana tercermin dalam literatur tentang komitmen. Penelitian mengenai komitmen banyak menggunakan model tiga komponen yang dikembangkan Meyer dan Allen (1991).Tiga komponen komitmen tersebut juga dikembangkan menjadi komitmen pada perubahan (Meyer, Srinivas, Lal, & Topolnytsky, 2007; Herscovitch & Meyer, 2002). Khusus pada situasi organisasi yang sedang mengalami perubahan, selain dua komponen komitmen, yaitu komitmen afektif dan komitmen normatif, komitmen berkelanjutan memiliki hubungan yang tidak konsisten dan juga tidak kuat dengan beberapa keluaran organisasi (organizational outcomes) dan faktorfaktor organisasional lainnya (Mathieu & Zajac, 1990; Herscovitch & Meyer, 2002). Penelitian tentang komitmen pada perubahan secara intens baru dilakukan oleh Herscovitch dan Meyer (2002) yang mengembangkan komitmen perubahan berdasarkan komitmen organisasi dengan menggunakan tiga dimensi komitmen. Penelitian Herscovitch dan Meyer terbaru di tahun 2007 tentang komitmen pada organisasi pada diri pekerja dilakukan dengan mempertimbangkan dua budaya (Meyer, Srinivas, Lal, & Topolyntsky, 2007), yaitu India dan Kanada. Yang patut disayangkan adalah hasil penelitian tersebut kurang menjelaskan perbedaan dua budaya, yaitu pekerja perusahan di India yang lebih diwarnai budaya kolektif. Hal ini ditunjukkan dengan skor tinggi dalam hal budaya kolektif di India dibandingkan skor yang diperoleh perusahaan dari

8 8 Kanada yang memiliki skor rendah pada kolektivistik kelompok. Dikatakan bahwa perbedaan budaya berimplikasi pada profil komitmen pada perubahan, berdasarkan analisis dari Hofstede (1998) dan Global Leadership and Organizational Behavior Effectiveness (Felve, Yan, dan Six, 2008). Herscovitch dan Meyer (2002) mendefinisikan komitmen pada perubahan sebagai kerangka pikir yang mengikat individu-individu untuk cenderung berperilaku sesuai yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan implementasi perubahan. Kerangka pikir ini merefleksikan (a) hasrat memberikan dukungan pada perubahan berdasarkan keyakinan adanya keuntungan yang pasti akan inherent dengan dukungan, (b) perhitungan bahwa akan ada kerugian yang ditimbulkan bila gagal memberikan dukungan pada perubahan, dan (c) ada perasaan kewajiban untuk memberikan dukungan pada perubahan. Dalam penelitiannya, Herscovitch dan Meyer (2002) menemukan bahwa di antara berbagai dimensi profil komitmen pada perubahan, hanya komitmen afektif dan normatif yang menunjukkan dukungan yang tinggi pada perubahan. Penjelasannya adalah sifat alamiah komitmen perlu dipahami dalam menjelaskan kemauan anggota organisasi untuk melampaui persyaratan minimum yang diperlukan dalam mencapai tujuan organisasi. Anggota organisasi yang merasa yakin dengan perubahan dan ingin berkontribusi mencapai keberhasilan (komitmen afektif kuat) atau merasa suatu kewajiban untuk mendukung perubahan (komitmen normatif) akan melakukan lebih yang dipersyaratkan, bahkan bersedia jika harus melibatkan pengorbanan diri. Sebaliknya, anggota organisasi yang berkomitmen pada perubahan yang memprioritaskan perhitungan untung rugi (komitmen berkelanjutan) akan melakukan lebih sedikit yang dipersyaratkan.

9 9 Kelemahan penelitian Herscovitch dan Meyer (2002) serta penelitian Meyer, Srinivas, Lal, dan Topolyntsky (2007) dalam mengembangkan model tiga komitmen organisasi menjadi komitmen pada perubahan adalah replikasi dari komitmen pada organisasi yang secara setting organisasi berbeda ketika organisasi tersebut mengalami perubahan. Selain itu, di antara tiga komponen komitmen tidak ditemukan perbedaan antara komitmen afektif dan komitmen normatif. Komitmen berkelanjutan juga tidak berkorelasi positif dengan perilaku mendukung perubahan karena situasi perubahan mempersyaratkan anggota organisasi untuk meluangkan usaha lebih dalam mencapai tujuan perubahan, dengan tidak mementingkan perhitungan untung rugi dalam hal mendukung perubahan. Kelemahan lain dalam replikasi model komitmen perubahan adalah waktu yang singkat dalam pengambilan data, yaitu tiga bulan untuk menganalisis perbedaan antara komimen organisasi dan komitmen perubahan. Kondisi tersebut memungkinkan terjadinya tumpang tindih antara perbedaan komitmen organisasi dan komitmen pada perubahan organisasi sehingga perlu penelitian yang khusus menghasilkan teori tentang komitmen pada perubahan organisasi. Komitmen pada organisasi walaupun sudah cukup banyak diteliti, tetapi diperlukan studi lagi, terutama karena abad ke-21 merupakan momentum waktu perubahan di dunia pekerjaan (Cascio, 1995). Berdasarkan tingkat percepatan dan kompleksitas perubahan di tempat kerja, tidak mengherankan semakin banyak literatur yang mengkaji penyebab, konsekuensi, dan strategi perubahan organisasional (Armenakis & Bedeian, 1999; Porras & Robertson, 1992). Komitmen pada perubahan juga telah dimasukkan ke dalam bermacam-macam model teoretis perubahan (Klein dan Sorra, 1996; Elias, 2009; Armenakis, dkk.,

10 ; Peccei, Giangreco, & Sebastiano, 2011; Meyer, Srinivas, Lal, & Topolnytsky, 2007; Herscovitch & Meyer, 2002; Bernerth, Armenakis, Field, & Walker, 2007; Fedor, Caldwell, & Herold, 2006; Chawla & Kelloway, 2004). Di satu sisi, meskipun penelitian dalam rangka memahami perubahan organisasi cukup pesat, sebagian besar penelitian tersebut berfokus pada permasalahan-permasalahan yang relevan dengan perubahan organisasi pada tingkat organisasional dan kurang memperhatikan tingkat individual (Judge, Thorensen, Pucik, & Welbourne. 1999; Vakola Tsaouis, & Nikolau, 2003; Wanberg & Banas, 2000) yang ditunjukkan dengan masih kurangnya bukti-bukti empiris pada area penelitian ini (Wanberg & Banas, 2000) serta kurangnya perhatian pada akibat perubahan terhadap individu. Beberapa artikel yang telah di-review dalam Journal of Management yang ditulis oleh Armenakis dan Bedeian (1999), Pasmore dan Fagan (1992), Sashkin dan Burke (1987), lebih menekankan permasalahan-permasalahan makro dibandingkan permasalahan-permasalahan individual, yaitu menekankan pencapaian perubahan dengan memfokuskan analisis pada elemen-elemen organisasi. Berdasarkan review penelitian tentang komitmen pada perubahan, ditemukan bagaimana perubahan organisasi berdampak pada komitmen organisasi, tetapi masih kurang informasi terkait bagaimana variabel-variabel perubahan organisasi berfungsi secara bersamaan. Hal ini menjadi penting untuk mempertimbangkan perlunya perubahan organisasi yang berfungsi sebagai penyebab (antecedent) komitmen pada perubahan, karena komitmen penting untuk pemfungsian organisasi, menjadi salah satu evaluasi berhasilnya implementasi perubahan.

11 11 Pada point ini, pertanyaan intinya adalah anteseden apa saja yang menjadi prediktor komitmen pada perubahan yang menekankan analisis psikologis? Pada review tentang penelitian perubahan organisasi sepanjang tahun 1990, teridentifikasi tiga ciri khas mengenai semua usaha perubahan (Armenakis dan Bedeian, 1990; Bouckenooghe, Devos, Van den broeck, 2009; Van Dam, Oreg, Schyns, 2008), yaitu kapabilitas organisasi yang mengacu pada kemampuan organisasi mengelola dan mengimplementasikan perubahan secara efisien, iklim perubahan yang mengacu pada persepsi anggota terhadap permasalahan-permasalahan kontekstual di internal organisasi, dan partisipasi organisasi yang merefleksikan proses partisipasi yang difasilitasi oleh organisasi untuk membuat perubahan berhasil. Berdasarkan indikasi tersebut, beberapa penelitian yang menganalisis perubahan terhadap tingkat penerimaan anggota dengan mengidentifikasi variabel-variabel yang berperan dalam memengaruhi tingkat penerimaan anggota terhadap perubahan organisasi. Perubahan yang terjadi mengacu pada tipe atau substansi perubahan (Armenakis dan Bedeian, 1999), termasuk restrukturisasi, reengineering, perubahan budaya organisasi, penggunaan teknologi baru, dan Total Quality Management (Armenakis & Bedeian, 1999; Beer & Nohria, 2000; Burke, 1994; Burke & Litwin, 2002; Vollman, 1996). Perubahan yang mengancam job security dapat memiliki efek destruktif pada moral, sikap, dan well-being, bahkan ketika pekerjaannya sendiri tidak terancam (Armstrong-Stassen, 2002; Paulsen dkk., 2005). Pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa perubahan yang diarahkan pada pengembangan kapabilitas organisasi berfokus pada budaya, perilaku, dan sikap tidak akan mengakibatkan

12 12 para anggota organisasi kehilangan pekerjaan dan tidak mengancam anggota organisasi. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa jenis perubahan organisasi yang mengancam job security berakibat pada menurunnya moral, sikap, dan well being (Armstrong-Stassen, 2002; Paulsen dkk.,2005). Sebaliknya, perubahan yang diarahkan pada peningkatan kapabilitas organisasi yang dimaknai meningkatkan kehidupan para anggota organisasi akan semakin meningkatkan dukungan berupa komitmen pada perubahan organisasi (Fedor, Caldwell, & Herold, 2006; Rafferty & Griffin, 2006). Kapabilitas organisasi, menurut Oxtoby, McGuiness, dan Morgan (2002), adalah kemampuan organisasi untuk merencanakan, merancang, dan mengimplementasikan starategi perubahan secara efisien dengan seluruh anggota organisasi. Perubahan mengenai kapabilitas organisasi mengacu pada sejauh mana implementasi perubahan dalam memanfaatkan sumber daya organisasi dapat dirancang secara optimal untuk menguntungkan organisasi dan anggota (Walker, Achilles, Armenakis, & Bernerth, 2007). Kapabilitas perubahan organisasi yang dipersepsi oleh anggota sebagai kemampuan organisasi untuk mampu merencanakan, merancang, dan mengimplementasikan strategi perubahan secara efisien dengan seluruh anggota akan meminimalisasi dampak negatif pada individu-individu dan proses operasional implementasi perubahan organisasi. Kapabilitas organisasi yang dipersepsi oleh anggota tidak dapat dilepaskan dari jenis perubahan yang terjadi. Bartunek & Moch (1987); Palmer, Dunford, & Akin (2006) menjelaskan jenis perubahan yang dikategorikan sebagai urutan pertama (first order) dan urutan kedua (second order). Perubahan tipe

13 13 pertama (first order) melibatkan penyesuaian dalam sistem, proses, atau struktur, tetapi tidak melibatkan perubahan fundamental dalam strategi, nilai-nilai inti, atau identitas organisasi (corporate identity) yang tujuannya adalah untuk mempertahankan dan mengembangkan organisasi. Sebaliknya, perubahan urutan kedua (second order) disebut juga perubahan transformasional, perampingan, restrukturisasi, dan reengineering. Maksud perubahan urutan kedua adalah mengubah bentuk suatu organisasi secara fundamental. Jika dibandingkan dua macam karakteristrik perubahan organisasi tersebut dalam hal proses, skala, dan sasaran perubahan, terdapat konsekuensi yang berbeda bagi para anggota organisasi yang ada di dalamnya. Perubahan first-order yang mengacu pada perubahan skala kecil dan tidak begitu diimplementasikan melalui penyesuaian yang bertujuan untuk memperbaiki organisasi tidak berdampak pada nilai inti (core value). Sebaliknya, second-order change bersifat lebih radikal dan revolusioner karena melibatkan proses transformasional pada organisasi, dan menyentuh hingga nilai inti organisasi. Jika dibandingkan pada first order, perubahan second-order lebih memungkinkan menimbulkan resistansi karena sering kali menimbulkan ketidakpastian dan ancaman bagi anggota organisasi (Levy & Mery, 1986). Selain itu karakteristik perubahan organisasi selain first order dan second order adalah transitional change, yaitu perubahan yang terjadi karena adanya situasi yang diinginkan mendorong terjadinya perubahan (Ackerman, 1997 dalam Cameron, 2004). Inilah yang menjadi dasar dalam model Lewin mengkonseptualisasikan perubahan sebagai proses tiga tahap yaitu unfreezing, moving, dan refreezing. Schein mengembangkan kembali tentang tiga tahap,bahwa unfreezing melibatkan ketidaknyamanan harapan, membangkitkan

14 14 kecemasan, dan adanya keputusan bahwa kenyamanan psikologis yang akan mengubah kecemasan menjadi motivasi untuk berubah. Pergerakkan menuju posisi baru dicapai melalui restrukturisasi kognitif melalui identifikasi model yang baru atau mentor dan mencari informasi baru yang relevan. Sedangkan refreezing terjadi ketika sudut pandang baru diintegrasikan kedalam keseluruhan kepribadian dan konsep diri, serta hubungan yang signifikan Hal selanjutnya dari perubahan organisasi yang dipertimbangkan cukup berpeluang menjadi prediktor terhadap reaksi anggota pada perubahan, khususnya komitmen pada perubahan, adalah proses perubahan organisasi dari mulai diperkenalkannya perubahan hingga implementasi perubahan. Agen-agen perubahan harus menyiapkan para anggota organisasi untuk melewati proses perubahan melalui keterbukaan komunikasi yang berlandaskan kejujuran. Armenakis dkk. (1993) menjelaskan bahwa merancang kesediaan untuk berubah memerlukan usaha proaktif dari para pengelola untuk memengaruhi keyakinan, sikap, intensi, dan akhirnya perilaku sebagai target perubahan. Usaha proaktif pengelola, yaitu dari pemimpin organisasi, atasan langsung, atau pengelola diwujudkan dengan menumbuhkan partisipasi aktif anggota (Walker, Achilles, Armenakis, & Bernerth, 2007). Pentingnya dukungan, partisipasi yang ditumbuhkan dari semua anggota organisasi menunjukkan keseriusan pengelola tentang perubahan dan tidak hanya sekedar program sesaat, serta untuk meyakinkan semua anggota bahwa perubahan yang dilaksanakan akan menguntungkan diri pribadi dan organisasi. Selaras dengan penjelasan di atas, prosedur perubahan manajemen yang dipersepsi oleh anggota organisasi sebagai sarana para anggota organisasi untuk berpartisipasi dalam merencanakan dan melaksanakan perubahan akan

15 15 meningkatkan penerimaan terhadap perubahan (Coch & French, 1948; Sagie dan Koslowski, 1996; Devoz, Buelens, dan Bouckenooghe, 2008). Adapun komunikasi dan partisipasi antara pemimpin dan anggota termasuk dalam perubahan organisasi yang berorientasi pada proses yang menekankan partisipasi yang difasilitasi organisasi (Bouckenooghe, Devos, dan Broeck, 2009). Selain itu, kesan sebagai bahan proses interpretasi perubahan dapat dihasilkan dari proses komunikasi yang berlangsung saat menyampaikan isi, strategi, dan tujuan yang akan dicapai (Stanley, Meyer & Topolyntsky, 2005). Pemberian informasi tentang perubahan bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang peristiwa-peristiwa yang dapat diantisipasi, seperti perubahan khusus yang akan terjadi, konsekuensi dari perubahan, dan perubahan peran pekerjaan. Pemberian informasi pada anggota organisasi dapat mengurangi ketidakpastian dan kecemasan (Johnson, Bernhagen, Miller, & Allen, 1996; Miller dkk., 1994) dan dapat memaksimalkan kontribusi untuk meningkatkan keterbukaan terhadap perubahan (Stanley, Meyer & Topolyntsky, 2005; Warnberg & Banas, 2000). Sebaliknya, komunikasi yang tidak terkelola dengan baik kemungkinan akan menghasilkan perbincangan yang belum tentu benar (rumor) tentang perubahan di antara para anggota (DiFonzo, Bordia, & Rosnow, 1994), serta berpeluang meningkatkan sinisme terhadap perubahan (Stanley, Meyer & Topolyntsky, 2005), dan hasil negatif seperti tingkat ketidakhadiran (Johnson dkk., 1996). Semua itu merupakan indikasi rendahnya komitmen (Coch & French, 1948; Chawla & Kelloway, 2004). Pentingnya proses perubahan yang direfleksikan dari komunikasi yang terbentuk, dukungan organisasi, dan proses partisipasi yang terbentuk dengan komitmen antaranggota ditunjukkan dalam

16 16 penelitian Chawla dan Kelloway (2004) dengan nilai korelasi sebesar 0,39, Ebby, Adams, dan Russell (2000) dengan nilai korelasi sebesar 0,46, dan Shapiro (1999) dengan nilai korelasi sebesar 0,22. Hal lain dari perubahan adalah pemaknaan para anggota organisasi tentang kondisi internal organisasi saat perubahan terjadi yang disebut iklim perubahan (Tierney, 1999). Studi penelitian menunjukkan bahwa iklim perubahan yang menekankan kepercayaaan terhadap pimpinan serta kohesivitas yang terbentuk di antara anggota dengan pemimpin menjadi salah satu cara untuk mengatasi ketidakpastian akibat perubahan. Jika kondisi internal organisasi saat perubahan dimaknai negatif, timbullah sinisme para anggota yang berpotensi untuk berpengaruh negatif pada keberhasilan perubahan (Walker, Achilles, Armenakis, & Bernerth, 2007). Selain itu, Gioia dan Thomas (1996) meneliti bagaimana tim manajemen puncak di perguruan tinggi merancang permasalahan yang berdampak pada strategi perubahan dalam dunia akademik modern. Ditemukan bahwa persepsi para anggota manajemen puncak tentang identitas dan kesan adalah kunci proses interpretasi perubahan. Perlunya strategi manajemen yang kolaboratif, pengembangan visi, dan aksi-aksi yang dijalankan sama dengan hasil penelitian yang dihasilkan oleh Bordia dkk. (2004) dan Oreg (2006) dalam menumbuhkan dukungan pada perubahan. Dijelaskan bahwa analisis komponen lain pada iklim perubahan adalah trust pada pemimpin, politik, dan kohesivitas yang terjalin antaranggota organisasi. Waktu dan ketetapan yang akurat mengenai informasi, peluang berpartisipasi, dan penyebaraan trust dalam visi managemen yang melatarbelakangi terjadinya perubahan, merupakan pereda potensial resistansi anggota organisasi dan meningkatkan dukungan pada perubahan.

17 17 Meskipun tiga ciri perubahan dapat terbagi menjadi kapabilitas, iklim, dan partisipasi, tetapi belum ada yang secara simultan menganalisis tiga ciri perubahan organisasi secara bersamaan. Sebagian besar studi tentang perubahan organisasi hanya menguji dampak salah satu karakteristik perubahan organisasi terhadap para anggota organisasi (Armenakis & Harris, 2002; Boomer, Rich & Rubin, 2005; Oreg, 2006; Wanberg & Banas, 2000; Dam, Oreg, & Schyns, 2008) dan belum ada penelitian yang mempertimbangkan peran signifikan potensial bahwa tiga ciri perubahan secara simultan memberikan pemahaman pada komitmen perubahan (Bernerth, Armenakis, Field, & Walker, 2007; Chawla & Kelloway, 2004; Coyle & Shapiro, 1999; Hornung & Rousseau, 2007). Damonpour (1991) juga menjelaskan pentingnya menganalisis keberhasilan perubahan dengan mengintegrasikan tiga ciri perubahan tersebut secara simultan. Hal menarik lainnya ketika menganalisis reaksi individu terhadap perubahan adalah perbedaan individual yang membentuk respons secara tipikal pada perubahan (Oreg, 2003; Avey, Wernshing, & Luthans, 2008; Luthans, Norman, Avolio, & Avey, 2008; Oreg, 2006). Tidak semua anggota dalam suatu organisasi yang mengalami perubahan akan menolak perubahan. Penolakan yang terjadi kemungkinan disebabkan keengganan untuk mengubah situasi kerja yang selama ini sudah dijalani (Pulakos, Arad, Donovan, & Plamondon, 2000). Kecenderungan-kecenderungan yang dimiliki masing-masing individu memiliki karakteristik potensial yang berpengaruh pada sikap dan perilaku organisasi (Schneider, 1987; Staw & Ross, 1985). Selama usaha-usaha perubahan organisasional berlangsung, perbedaan-perbedan individual kemungkinan memengaruhi reaksi pada perubahan. Contohnya, individu-individu yang

18 18 memiliki toleransi tinggi terhadap ambiguitas seharusnya lebih mampu mengatasi ketidakpastian terkait perubahan organisasi (Judge dkk., 1999). Begitu pula individu-individu yang memiliki keterbukaan tinggi pada suatu pengalaman (McCrae dan Costa, 1986) diharapkan mampu bereaksi lebih positif terhadap usaha-usaha perubahan. Perbedaan individual yang akan dipertimbangkan menjadi mediator antara variabel-variabel perubahan organisasi dan komitmen pada perubahan adalah keterbukaan pada perubahan (openness to changes). Keterbukaan pada perubahan didefinisikan sebagai kemauan anggota organisasi untuk terlibat dalam transisi pekerjaan di internal organisasi, seperti perubahan tugas, pekerjaan, departemen, atau lokasi (Van Dam, 2005; Bouckenooghe, 2010). Perubahan organisasi dapat menimbulkan implikasi, yaitu anggota organisasi akan membuat perubahan dalam situasi kerja dan beradaptasi pada situasi baru sehingga keterbukaan pada perubahan (openness to change) dipertimbangkan sebagai aspek penting pada awal terbentuknya kemampuan adaptasi anggota organisasi (Fugate dkk., 2004; Hall, 2002; Pulakos dkk., 2000). Chawla dan Kelloway (2004) juga melakukan studi tentang keterbukaan pada perubahan dalam memprediksi komitmen pada perubahan. Hasil studi menunjukkan bahwa keterbukaan pada perubahan mampu memprediksi komitmen pada perubahan. Hanya saja komitmen pada perubahan diukur menggunakan tingkat keluar masuk (turn over) anggota organisasi sebagai indikator rendahnya komitmen. Wanberg dan Banas (2000) juga menjelaskan pentingnya keterbukaan pada perubahan (openness to change) yang meliputi kesediaan untuk mendukung perubahan, sebagai predisposisi seseorang dalam melakukan adaptasi terhadap situasi perubahan, serta menentukan terbentuknya komitmen pada perubahan.

19 19 Bagaimanapun keterbukaan pada perubahan belum menampakkan ekspresi yang cukup kuat untuk menunjukkan sikap positif sehingga perlu dilakukan analisis terhadap hasil (outcomes) dari perubahan, yaitu komitmen pada perubahan. Berdasarkan penelusuran studi tentang keterbukaan pada perubahan (openness to change) organisasi, teridentifikasi variabel-variabel terkait situasi perubahan, yaitu informasi, partisipasi, dan dukungan sosial. Tanpa informasi yang adekuat, individu-individu akan mengalami ketidakpastian tentang jenis perubahan yang terjadi, dan akan berpengaruh bagaimana perubahan akan berdampak pada pekerjaan dan organisasi mereka, atau menentukan respons terhadap perubahan (Miliken, 1987). Partisipasi mengacu pada sejauh mana anggota organisasi terlibat memberikan masukan atas perubahan yang diusulkan. Kotter dan Schlesinger (1979) menekankan bahwa untuk meningkatkan penerimaan terhadap perubahan, pengelola perlu untuk mendengarkan masukan dan saran para anggota. Sebaliknya, sistem nilai individual juga akan menentukan reaksi saat beradaptasi dengan proses perubahan (Wanberg & Banas, 2000). Pada konteks perubahan organisasi yang terjadi di Indonesia terjadi juga pada seluruh sektor di bidang industri, jasa, dan pendidikan. Di bidang Industri khususnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) peraturan pemerintah yang menuntut akuntabilitas dan profesionalisme mendorong dikeluarkannya kebijakan bahwa setiap BUMN melakukan privatisasi. Di antaranya terdapat tiga BUMN yang mengalami perubahan, yaitu Garuda, Pertamina, dan Perusahaan Listrik Negara (PLN).

20 20 Perubahan pada Pertamina sama dengan BUMN lainnya, yaitu akibat perubahan hukum dan undang-undang di Indonesia yang menumbuhkan pola bisnis baru yang mengizinkan masuknya pesaing ke dalam sektor pemasaran dalam negeri, ditunjukkan dengan saat Shell dan Petronas masuk ke pasar Indonesia (diunduh dari tanggal 2 Mei 2013). Perusahaan pun dituntut pemerintah untuk memberikan keuntungan yang lebih besar pada negara dan menekankan pengelolaan bisnis yang transparan dan profesional. Tuntutan tersebut yang membuat pihak Pertamina mencanangkan program transformasi perusahaan pada 20 juli 2006 dengan dua tema besar, yaitu fundamental dan bisnis. Transformasi yang dilakukan Pertamina bertujuan agar mampu membawa perusahaan menuju skala dunia. Bidang lain pada sektor industri yang mengelola sumber daya alam yang dikuasai negara adalah Perusahaan Listrik Negara (PLN) (diunduh dari tanggal 3 Mei 2013). PLN mengalami perubahan pada tahun 1994 menjadi Perusahaan Umum menjadi Perusahaan Perseroan (Persero), yang sebelumnya, sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 1972, menetapkan PLN sebagai Perusaan Listrik Umum Negara dan sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikkan (PKUK). Perubahan PLN menjadi Persero merupakan konsekuensi kebijakan Pemerintah yang memberikan kesempatan pada sektor swasta untuk bergerak dalam bidang bisnis penyediaan listrik. Tujuannya sama, yaitu untuk meningkatkan keuntungan dan kemampuan daya saing, perlu pengelolaan yang professional dan transparan. Dalam bidang transportasi penerbangan, Garuda dalam situs resminya, yaitu

21 21 sia/corporate-profile/history/company (diunduh tanggal 2 Mei 2013), perubahan dalam hal tata kelola organisasi bersifat clean and good. Perubahan yang terjadi mampu membawa Garuda mendapat pengakuan dunia internasional dengan slogan baru fly to the world. Organisasi pendidikan yang bergerak di bidang jasa pendidikan juga dituntut untuk berubah, maka dapat dikatakan organisasi pendidikan tinggi menghadapi tantangan yang tidak mudah dalam menghadapi perubahan. Terutama dalam hal pengeloaan perguruan tinggi. Organisasi pendidikan tinggi, sebagaimana diungkapkan Hasan dan Prabowo (2006), memiliki sejumlah tantangan internal dan eksternal yang mengharuskan mereka untuk berubah. Tantangan yang dimaksud adalah kualitas lulusan perguruan tinggi (PT) belum dapat memenuhi tuntutan masyarakat, kompetisi global dan lokal, akreditasi nasional dan internasional, konflik kepentingan, takut untuk berubah, dan sumber daya terbatas (conflict of interest, worry to change, limited reseources). Kondisi tersebut melatarbelakangi perubahan institusi perguruan tinggi, diawali pertama oleh perubahan IKIP menjadi Universitas Negri. Ulasan Ki Supriyoko dalam Suara Karya (1999) menjelaskan penyebab perubahan IKIP menjadi universitas karena kerisauan kenyataan rendahnya kualitas lulusan IKIP sendiri khususnya dalam penguasaan bidang studi (subjek matter). Diharapkan melalui perubahan dapat meningkatkan kulitas lulusan IKIP yang menjadi calon guru di sekolah, di sekolah dasar dan menengah. Dijelaskan pula oleh Ki Supriyoko bahwa setelah IKIP menjadi universitas maka yang menjadi fokus adalah fakultas baru yang dibuka, dan penambahan ketersediaan sumber daya para pengajar.

22 22 Kompetisi pendidikan di Indonesia berimbas juga pada organisasi pendidikan berbasis agama, diantaranya IAIN (Institut Agama Islam Negri) yang telah mengalami perubahan status menjadi Universitas Islam Negri (UIN). Perubahan IAIN menjadi UIN dideklarasikan pada tanggal 14 Oktober 2004 oleh Menko Kesra Prof. HA malik Fajar, tindak lanjut dari SK presiden No.50 Tahun 2004, 21 Juni Dari empat belas IAIN di Indonesia, dua diantaranya yaitu IAIN Jakarta dan IAIN Yogyakarta menjadi Pilot Project perubahan IAIN menjadi UIN. Implikasi perubahan IAIN ke UIN, yang cukup menonjol menimbulkan fakultas-fakultas baru, serta penambahan tenaga pengajar yang berasal dari ilmu-illmu umum di luar ilmu agama. Adapun tujuan perubahan IAIN ke UIN adalah meningkatkan daya saing bangsa dalam meningkatkan peran PTAI sebagai universitas riset berkelas dunia (Kusumaputri, 2010) maka fokus pengembangan bidang pengelolaan mutlak dilakukan. Tujuannya adalah untuk memberikan kontribusi pada peningkatan nation competitiveness melalui peningkatan kualitas pengelolaan. Menurut Amin Abdullah, staff ahli Kementrian Agama dalam Temu Konsultasi Jaringan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat PTAI di Manado pada Juni 2013 lalu peran strategis pendidikan tinggi Islam akan semakin terpacu apabila Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama R.I terus mengawal mandat untuk menghilangkan dikotomi keilmuan yang diwujudkan dengan dibukanya fakultas-fakultas baru, bukan fakultas keagamaan. Tentu saja keberlanjutan pendirian fakultas-fakultas baru memerlukan tenagatenaga fungsional baru, dari latar belakang ilmu umum yang sebelumnya tidak dimiliki PTAIN.

23 23 Mandat penyatuan ilmu agama dan sains yang telah diamanatkan ke PTAI dapat dilakukan dengan paradigma yang berbeda dari masing-masing perguruan tinggi. UIN syarif Hidayatullah dilambangkan dengan bola dunia dengan garis edar elekton mengandung 4 (empat) karakter utama, yaitu Keislaman, Keilmuan, Keindonesiaan, dan Globalisme. Sedangkan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan konsep Jaring Laba-laba yang merupakan metafora simplifikasi konsep paradigma keilmuan Integrasi-Interkoneksi, merupakan sebuah pendekatan dalam pembidangan matakuliah yang mencakup tiga dimensi pengembangan ilmu. Perubahan di lingkup PTAI tidak hanya sampai pada tataran paradigma kelimuan yang dimanifestasikan dalam perubahan visi, misi, tujuan, dan struktur organisasi, melainkan pada perubahan manajemen pendidikan tinggi yang berorientasi pada kemampuan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuannya. Hal yang cukup menarik khususnya pada organisasi pendidikan bahwa pendidikan tinggi merupakan pusat pembelajaran, pengembangan ekonomi, budaya, serta sosial masyarakat. Kualitas SDM di perguruan tinggi, yang terdiri dari pendidik, staff administrasi, tenaga pustaka, dan tenaga fungsional peneliti, menentukan proses penyelenggaraan keberhasilan pendidikan tinggi. Dapat dikatakan bahwa organisasi pendidikan, khususnya perguruan tinggi cukup unik dibandingkan organisasi lain dalam hal karakteristik dan kualifikasi anggotanya. Tenaga pengajar, baik guru maupun dosen, memiliki tingkat pendidikan dan kompetensi lebih tinggi dan baik dibandingkan individuindividu yang bekerja di organisasi industri sektor lain (Cumming dan Worley, 1997). Efektivitas perubahan organisasi dalam bidang pendidikan membutuhkan

24 24 dukungan seluruh SDM (sumber daya manusia) yang ada, terutama komitmen masing-masing anggota kepada perubahan. SDM di bidang pendidikan mencakup tenaga dosen, tenaga administrasi, dan tenaga fungsional selain dosen (peneliti, pustakawan, dan arsiparis). Upaya pengembangan SDM perlu menyentuh semua unsur SDM. Dari ketiga unsur tersebut, dosen memiliki peran yang paling strategis dan penting. SDM dosen memiliki posisi vital dalam membentuk mutu lulusan. Hal itu diperkuat dengan realitas bahwa kewenangan dan otoritas tertinggi dalam proses akademik berada pada diri SDM dosen (Sallis, 2010; Cumming dan Worley, 1997) Keunikan organisasi pendidikan, dapat dianalisis berdasarkan pengelompokkan organisasi yang dilakukan Blau dan Scott dalam Hoy dan Miskel (1982), dikelompokkan berdasarkan pihak utama yang memiliki andil dalam organisasi dan penerima keuntungan. Macam organisasi adalah mutual benefit associations, business concerns, commonweal organization dan service organization. Pada organisasi mutual benefit associations, anggota adalah penerima keuntungan utama dalam organisasi. Sebaliknya pada business concerns pemilik organisasi adalah penerima keuntungan. Berbeda dengan organisasi kelompok commonweal organization, masyarakat umum akan menerima keuntungan dari organisasi. Sedangkan organisasi yang memiliki sifat service organization menjadikan publik yang berhubungan langsung dengan organisasi sebagai penerima keuntungan. Service organization memiliki fungsi utama menyediakan layanan ke klien. Berdasar pengelompokkan organisasi tersebut, organisasi yang bergerak di bidang pendidikan merupakan service organization. Mahasiswa/wi menjadi klien yang memperoleh layanan dari peguruan tinggi.

25 25 Peran pendidikan tinggi dalam menjalankan fungsinya tidak mudah, utamanya dalam menggabungkan semua fungsi yang berhubungan dengan kemajuan dan transmisi ilmu pengetahuan, yaitu penelitian, inovasi pengajaran, serta jika memungkinkan bagi pendidikan profesi, ditambah dengan pelatihan untuk pendidikan berkelanjutan. Hasil-hasil penelitian harus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Inovasi pengajaran harus menyentuh hingga ranah pembentukan karakter, outcomes pengajaran meliputi 3 komponen, yaitu afeksi, kognitif, dan psikomotor. Satu lagi perubahan pendidikan tinggi saat ini perlunya membangun jaringan kerjasama dengan dunia internasional. Perubahan pengelolaan pendidikan di perguruan tinggi memberikan kebebasan pada para pengelola organisasi pendidikan untuk memanfaatkan sumber daya yang dimiliki. Perubahan pengelolaan juga memberi kebebasan mendesain sistem pembelajaran yang menjadi pembeda suatu perguruan tinggi dengan organisasi pendidikan tinggi lainnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa organisasi pendidikan yang semula bersifat reaktif, sekarang berubah menjadi bersifat kompetitif. Konsekuensi tersebut menuntut organisasi pendidikan tinggi khususnya, untuk melakukan restrukturisasi pengelolaan pendidikan (Elmore, 1990; Sarason, 1992; Sizer, 1992). Peningkatan kualitas pengelolaan juga ditekankan melalui penyusunan sistem jaminan mutu, yang didasarkan pada Pedoman Penjaminan Mutu Depdiknas Penekanan penjaminan mutu adalah pada evaluasi proses pendidikan. Sistem pengelolaan yang dilakukan UIN sebagai salah satu bentuk organisasi pendidikan merupakan bentuk responsiveness dalam menjawab tantangan eksternal yang menjadi sumber perubahan. Proses akademik yang terukur dan transparan menjadi penekanan, khususnya dosen sebagai

26 26 komponen utama bidang akademik, serta agen of change. Penerapan penjaminan mutu menjadi syarat mutlak perubahan perguruan tinggi Islam dari IAIN menjadi UIN. Selain itu, pola pengelolaan keuangan juga menjadi perhatian pada lingkup organisasi pendidikan tiga UIN yang mengalami perubahan. Pada tanggal 2 Juli 2007, ditetapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU) dengan status BLU secara penuh, berdasarkan keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 301/KMK.05/2007, maka UIN Sunan Kalijaga adalah perguruan tinggi pertama di Indonesia yang menerapkan PPK BLU, mekanisme pengelolaan keuangan BLU tersebut diperkuat dengan diterbitkannya SK Rektor nomor 188 Tahun UIN Syarif Hidayatullah resmi menjadi BLU sejak 2008 melalui SK Menteri Keuangan Nomor 42/KMK.05/2008. Selanjutnya UIN Maulana Malik Ibrahim menjadi perguruan tinggi ketiga setelah UIN Sunan Kalijaga dan UIN Syarif Hidayatullah yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai PTN yang menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK-BLU). Selain tiga UIN tersebut perguruan tinggi negeri terkemuka di Indonesia yang juga mengalami perubahan menjadi BLU adalah Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Sumatra Utara (USU), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dan Universitas Airlangga (UNAIR) ( berita-5716-ui-ugm-itb-ipb-usu-upi-dan-unair-kini-berstatus-blu-penuh.html diunduh pada 4 Mei 2013). Perubahan status menjadi BLU tertuang dalam dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan

27 27 Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Menurut penjelasan mengenai BLU (Badan Layanan Umum), sistem keuangan ini diterapkan pada bidang tugas operasional pelayanan publik ( mengapa-badan-layanan-umum diunduh tanggal 4 Mei 2013). Pendanaannya dari dua sumber, yaitu imbalan dari masyarakat dalam proporsi yang signifikan terkait dengan pelayanan yang diberikan dan ada pula yang bergantung sebagian besar pada dana APBN/APBD. Satuan kerja yang memperoleh pendapatan dari layanannya dalam porsi signifikan, dapat diberikan keleluasaan dalam mengelola sumber daya untuk meningkatkan pelayanan yang diberikan. Tujuan diterapkannya BLU adalah agar aktivitas pelayanan tidak harus dilakukan oleh lembaga birokrasi murni, tetapi oleh instansi pemerintah dengan pengelolaan, seperti bisnis yang tujuannya untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif Dalam PP no 74 itu disebutkan, bahwa seluruh kekayaan perguruan tinggi yang berstatus BLU dialihkan pada kementrian masing-masing yang membidanginya, yaitu Kementrian Agama pada Universitas Islam dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pada perguruan tinggi umum. Terkait dengan proses perubahan di institusi perguruan tinggi, Eckel dan Kezar (2002) meneliti proses transformasi lebih dari 20 universitas yang berhasil mencapai perubahan efektif. Dalam penelitian tersebut, mereka menemukan lima strategi inti, yaitu (a) dukungan administratif senior, (b) kepemimpinan yang kolaboratif, (c) visi yang fleksibel, (d) pengembangan staf, (e) aksi-aksi yang terlihat. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa ada satu kesamaan dalam

28 28 strategi inti, yaitu masing-masing bertujuan untuk membantu seluruh anggota di kampus untuk berpikir berbeda tentang institusinya. Meskipun begitu, perbedaan individual menentukan dalam ketahanan seseorang menghadapi kesulitan perubahan manajemen akademik karena perbedaan individual juga berperan dalam menentukan komitmen anggota pada perubahan. Proses pendidikan adalah tugas yang cukup kompleks yang harus dilakukan para dosen karena proses pendidikan selalu melibatkan kurikulum yang ditunjang oleh teknologi dan metode untuk mengukur sasaran atau hasil (outcomes) dari proses tersebut. Studi tentang perubahan yang ditelusuri sebagian besar dilakukan di negara-negara Barat dengan jenis organisasi nonpendidikan, yaitu rumah sakit dan sektor usaha. Praktisi dan peneliti perubahan organisasi memandang organisasi pendidikan sebagai sistem birokratik yang berbeda dibanding dengan organisasi tipe lainnya (Klecker & Loadman, 2000). Hal ini tentu saja memberikan tantangan tersendiri dalam pengelolaannya. Pencapaian target dalam rangka efektifitas perunbahan organisasi tentu saja membutuhkan dukungan anggotanya, komitmen perubahan yang ditekankan di sini berbeda dengan Herscovitch dan Meyer (2002) yang mengunakan tiga dimensi perubahan, yaitu menggunakan satu dimensi dengan tidak melibatkan komitmen berkelanjutan karena pada kondisi perubahan anggota dituntut untuk melakukan hal-hal yang lebih dari yang dipersyaratkan. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini dilandasi oleh tiga masalah, yakni (1) masalah konseptual, yaitu adanya kebutuhan untuk melakukan studi lebih jauh tentang perubahan organisasi yang berfokus pada komitmen anggota pada perubahan, berusaha

29 29 menghasilkan suatu konstruk komitmen khusus pada perubahan; (2) masalah mengintegrasikan anteseden-anteseden yang menjadi prediktor komitmen pada perubahan, yang selama ini prediktor-prediktor tersebut diteliti secara terpisahpisah; dan (3) masalah kontekstual, yaitu kebutuhan untuk mendorong perguruan tinggi dalam rangka mengimplementasikan perubahan dengan memfokuskan pada proses psikologis anggota organisasi, terutama agar proses perubahan mampu menumbuhkan komitmen anggota pada perubahan. B. Rumusan Permasalahan Penelitian tentang komitmen sudah cukup banyak, tetapi khusus studi yang komprehensif pada term dan model proses komitmen pada perubahan yang mengintegrasikan berbagai sudut pandang dengan memperhatikan ciri khas perubahan organisasi masih tergolong kurang, terutama perubahan yang terjadi pada kondisi alamiah. Hasil review penelitian tentang perubahan menunjukkan studi yang dilakukan sebagian besar masih terjadi pada kondisi yang dimanipulasi sebagai perlakukan oleh peneliti (Kusumaputri, 2010). Permasalahan yang hendak diuji melalui penelitian ini adalah menguji kontribusi beberapa variabel prediktor, yaitu kapabilitas organisasi, partisipasi, dan iklim perubahan terhadap kriteria, yaitu komitmen pada perubahan melalui keterbukaan pada perubahan. Beberapa batasan diterapkan dalam penelitian ini. Pertama, perubahan paradigma akademik juga menjadi kekuatan pendorong perubahan pada perguruan tinggi Islam, yang menjadikan peran strategis pendidikan tinggi Islam menjadi diperhitungkan dalam lingkup nasional. Selain itu, mengingat tantangan yang dihadapi perguruan tinggi saat ini adalah menyesuaikan dengan persaingan

30 30 gobal, dasar pengelolaan kegiatan pendidikan didasarkan pada pengelolaan yang dapat dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya Oganisasi pendidikan khususnya di lingkup perguruan tinggi Islam setelah mengalami perubahan saat ini tidak lagi bersifat tradisional birokratis, tetapi lebih menekankan kepuasan pengguna, meningkatnya minat, dan harapan sebagai sasaran utama. Konsekuensinya adalah perlu perbaikan terus menerus (continous improvement) yang akan menyebabkan perubahan. Di sinilah letak pentingnya hubungan manusia yang efektif dan konstruktif yang mampu menumbuhkan komitmen untuk mengimplementasi perubahan. Situasi perubahan tersebut yang mendorong penelitian ini diterapkan pada organisasi pendidikan. Pembatasan kedua, berbagai jurnal yang menguraikan analisis tentang komitmen pada perubahan mengaitkan komitmen perubahan dengan karakteristik perubahan yang berorientasi pada pengembangan kapabilitas organisasi, iklim perubahan, dan partisipasi serta dengan mempertimbangkan kemampuan individu, yaitu keterbukaan pada perubahan. Berdasarkan permasalahan seperti yang dijelaskan di atas, pertanyaan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana keterkaitan antara variabel-variabel prediktor, yaitu kapabilitas organisasi, partisipasi, dan iklim pada perubahan terhadap komitmen pada perubahan melalui keterbukaan pada perubahan? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji model teoretis yang menggambarkan keterkaitan antara variabel-variabel kapabilitas organisasi, iklim, dan partisipasi perubahan organisasi terhadap komitmen pada perubahan melalui keterbukaan pada perubahan. Berdasarkan hasil uji model yang

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan status Universitas Gadjah Mada (UGM) dari universitas yang

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan status Universitas Gadjah Mada (UGM) dari universitas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan status Universitas Gadjah Mada (UGM) dari universitas yang berstatus Badan Hukum Milik Negara (BHMN) berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 153 Tahun 2000 menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa ini, perubahan merupakan keniscayaan. Organisasi menghadapi

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa ini, perubahan merupakan keniscayaan. Organisasi menghadapi 1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Pada masa ini, perubahan merupakan keniscayaan. Organisasi menghadapi tekanan dari berbagai sisi. Perubahan dalam hal undang-undang dan peraturan pemerintah,

Lebih terperinci

pemimpin, perubahan visi, perubahan struktur organisasi dan perubahan aturan

pemimpin, perubahan visi, perubahan struktur organisasi dan perubahan aturan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi menjadi salah satu isu utama yang mendorong organisasi menghadapi dinamika perubahan lingkungan. Kondisi tersebut menuntut organisasi untuk senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi dinamika perubahan lingkungan. Kondisi tersebut menuntut

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi dinamika perubahan lingkungan. Kondisi tersebut menuntut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi menjadi salah satu isu utama yang mendorong perusahaan menghadapi dinamika perubahan lingkungan. Kondisi tersebut menuntut perusahaan untuk senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance). Tata kelola kepemerintahan yang baik (Good

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance). Tata kelola kepemerintahan yang baik (Good BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reformasi Birokrasi menuntut adanya tata kelola kepemerintahan yang baik (Good Governance). Tata kelola kepemerintahan yang baik (Good Governance) mensyaratkan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun internasional harus bekerja secara kompetitif dengan meningkatkan efektifitas dan efisiensi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kesiapan individu dalam menghadapi perubahan menjadi hal penting yang

BAB I. PENDAHULUAN. Kesiapan individu dalam menghadapi perubahan menjadi hal penting yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kesiapan individu dalam menghadapi perubahan menjadi hal penting yang harus diperhatikan dalam setiap proses perubahan. Hal tersebut karena kesiapan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan adalah fenomena yang pasti terjadi, berkesinambungan dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan adalah fenomena yang pasti terjadi, berkesinambungan dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perubahan adalah fenomena yang pasti terjadi, berkesinambungan dan akan terus terjadi. Setiap perusahaan atau organisasi tidak dapat menghindari perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen yang efektif (Hussey, 2000; Wibowo, 2005). Perubahan organisasi

BAB I PENDAHULUAN. manajemen yang efektif (Hussey, 2000; Wibowo, 2005). Perubahan organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan telah menjadi suatu kebutuhan primer bagi kehidupan organisasi dan merupakan salah satu aspek yang paling kritis untuk menciptakan manajemen yang efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu dari 4 rumah sakit yang ada di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

BAB I PENDAHULUAN. satu dari 4 rumah sakit yang ada di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam lingkungan global saat ini, organisasi dituntut untuk terus melakukan perbaikan melalui perubahan baik dari sisi struktur, sistem, strategi maupun budaya di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu sumber daya penentu keberhasilan pendidikan di sekolah adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu sumber daya penentu keberhasilan pendidikan di sekolah adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sumber daya penentu keberhasilan pendidikan di sekolah adalah kepala sekolah. Oleh karena itu, kompetensi dan kapabilitas kepala sekolah harus memadai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berubah atau mati!, adalah kalimat yang diserukan oleh para manajer di seluruh dunia untuk menggambarkan keharusan setiap organisasi atau perusahaan untuk terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghargaan kepada karyawan, jika mereka melakukan pekerjaan sesuai dengan target-target

BAB I PENDAHULUAN. penghargaan kepada karyawan, jika mereka melakukan pekerjaan sesuai dengan target-target BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan bagian penggerak dari perusahaan yang memiliki potensi berkembang dan secara aktif mendorong produktifitas dalam memenuhi tujuan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perjalanan waktu, dunia saat ini terus berkembang dan mengalami banyak perubahan. Robbins (1994) menyebutkan bahwa organisasi adalah kesatuan sosial yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan lingkungan organisasi harus lebih

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan lingkungan organisasi harus lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menghadapi tantangan lingkungan organisasi harus lebih kompetitif. Tidak bisa hanya mempertahankan status quo, organisasi harus berubah terus-menerus dan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan mematuhi Undang-Undang Pertambangan, Regulasi Pengelolaan. prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG).

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan mematuhi Undang-Undang Pertambangan, Regulasi Pengelolaan. prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG). BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Unit Geomin adalah salah satu Unit yang dimiliki PT Antam (Persero) Tbk yang berdiri sejak 1 Maret 1980 dengan SK Direksi Nomor 67 dan merupakan ujung tombak dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. niversitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. niversitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Industri keuangan syariah di tanah air semakin mendapat tempat di masyarakat. Sejak beroperasi di tahun 1999, sejumlah bank syariah memperlihatkan prestasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kejelasan Sasaran Anggaran Menurut Halim & Syam Kusufi (2012) mengatakan bahwa anggaran memiliki peranan penting dalam organisasi sektor publik, terutama organisasi pemerintahan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi sekarang ini terlihat sangat pesat. Perkembangan ini tidak hanya melahirkan era informasi global tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting dalam keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Manusia, dalam hal ini karyawan adalah aset utama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran industri dan perubahan perilaku karyawan. Sumber daya manusia (SDM)

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran industri dan perubahan perilaku karyawan. Sumber daya manusia (SDM) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perasaingan dalam dunia bisnis merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh organisasi. Organisasi dituntut untuk mampu menghadapi perubahan paradigma, pergeseran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perubahan telah menjadi kebutuhan primer bagi kehidupan organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perubahan telah menjadi kebutuhan primer bagi kehidupan organisasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan telah menjadi kebutuhan primer bagi kehidupan organisasi. Hussey (2000) mengemukakan bahwa perubahan merupakan salah satu aspek yang paling kritis

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kancah internasional. Kemajuan PT berimbas pada kemajuan dunia ekonomi,

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kancah internasional. Kemajuan PT berimbas pada kemajuan dunia ekonomi, BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pendidikan Tinggi (PT) merupakan elemen penting dalam pendidikan di sebuah negara dan menjadi tolak ukur kemajuan pendidikan suatu negara di kancah internasional. Kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak orang telah mengetahui bahwa Indonesia menghadapi era

BAB I PENDAHULUAN. Banyak orang telah mengetahui bahwa Indonesia menghadapi era BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banyak orang telah mengetahui bahwa Indonesia menghadapi era globalisasi, dimana perbatasan antar negara tidak lagi menjadi hambatan dalam memperoleh apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan aset berharga dalam setiap organisasi. Oleh karena itu pengembangan sumber daya manusia merupakan salah satu prioritas dalam manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya persaingan kompetensi antar individu menyebabkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya persaingan kompetensi antar individu menyebabkan banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Meningkatnya persaingan kompetensi antar individu menyebabkan banyak karyawan di masa kini berpindah-pindah tempat kerja. Alasan-alasan karyawan berpindah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan inovasi di bidang finansial yang semakin canggih.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan inovasi di bidang finansial yang semakin canggih. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika perekonomian dunia yang terjadi pada beberapa periode terakhir turut mewarnai perkembangan dan aktivitas bisnis dalam negeri baik secara langsung dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perorangan, masyarakat dan atau pemerintah oleh karenanya Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perorangan, masyarakat dan atau pemerintah oleh karenanya Perguruan Tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perguruan Tinggi merupakan entitas ekonomi yang mengelola dana dari perorangan, masyarakat dan atau pemerintah oleh karenanya Perguruan Tinggi memiliki kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Sebagai jenjang pendidikan paling tinggi dalam sistem pendidikan nasional maka

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Sebagai jenjang pendidikan paling tinggi dalam sistem pendidikan nasional maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Tinggi merupakan salah satu pilar penting dalam pembangunan suatu bangsa. Sebagai jenjang pendidikan paling tinggi dalam sistem pendidikan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuannya mewujudkan organisasi yang profesional, efektif, efisien,

BAB I PENDAHULUAN. kemampuannya mewujudkan organisasi yang profesional, efektif, efisien, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahkamah Agung (MA) saat ini tengah menghadapi suatu perubahan lingkungan seperti yang tersurat dalam Cetak Biru Pembaharuan Peradilan tahun 2010-2035. MA sebagai salah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Jawaban Masalah Pertama

BAB V PENUTUP A. Jawaban Masalah Pertama BAB V PENUTUP Semua analisa dan pembahasan didasarkan pada dokumen dan data yang diperoleh dari penggalian informasi dari staf tersebut mendukung hubungan antara penerapan model penilaian kinerja staf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kekuasaan kehakiman di empat lingkungan peradilan, yaitu Peradilan

BAB I PENDAHULUAN. bidang kekuasaan kehakiman di empat lingkungan peradilan, yaitu Peradilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan satu atap memberikan tanggungjawab dan tantangan bagi Mahkamah Agung (MA), karena selain mempunyai posisi dan peran strategis di bidang kekuasaan kehakiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Politeknik APP Jakarta (Poltek APP) adalah salah satu perguruan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Politeknik APP Jakarta (Poltek APP) adalah salah satu perguruan tinggi di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Politeknik APP Jakarta (Poltek APP) adalah salah satu perguruan tinggi di lingkungan Kementerian Perindustrian Republik Indonesia (Kemenperin) yang menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kemajuan teknologi telah membawa manusia pada era yang ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kemajuan teknologi telah membawa manusia pada era yang ditandai oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi telah membawa manusia pada era yang ditandai oleh perubahan lingkungan yang drastis dan cepat. Kualitas sumber daya manusia menjadi penentu

Lebih terperinci

BKPPD Kabupaten Bengkulu Utara RENSTRA BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BKPPD Kabupaten Bengkulu Utara RENSTRA BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kerangka Otonomi Daerah yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pemerintah Daerah dalam menjalankan manajemennya sehari-hari merasakan terjadinya

Lebih terperinci

KEBIJAKAN AKADEMIK UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA TAHUN

KEBIJAKAN AKADEMIK UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA TAHUN KEBIJAKAN AKADEMIK UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA TAHUN 2007-2012 Jakarta 2007 DAFTAR ISI Hal Judul i Daftar Isi.. ii Kata Pengantar.. iii Keputusan Senat Unika Atma Jaya... iv A. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri farmasi memiliki kekhususan dibanding industri lainnya. Selain

BAB I PENDAHULUAN. Industri farmasi memiliki kekhususan dibanding industri lainnya. Selain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri farmasi memiliki kekhususan dibanding industri lainnya. Selain mempunyai potensi strategis berupa potensi ekonomi dan teknologi, potensi strategis industri

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS SWOT DAN ASUMSI-ASUMSI

BAB III ANALISIS SWOT DAN ASUMSI-ASUMSI BAB III ANALISIS SWOT DAN ASUMSI-ASUMSI 3.1. Kekuatan 1. STMIK AMIKOM YOGYAKARTA saat ini telah meraih 6 penghargaan dalam bidang penelitian bertaraf internasional, yang dapat meningkatkan reputasi STMIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelola yang baik (good corporate governance) tidak hanya berlaku bagi. pertanggungjawaban kinerja organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. kelola yang baik (good corporate governance) tidak hanya berlaku bagi. pertanggungjawaban kinerja organisasi. BAB I 1.1 Pengantar PENDAHULUAN Tuntutan mengenai pengelolaan suatu organisasi berdasarkan sistem tata kelola yang baik (good corporate governance) tidak hanya berlaku bagi organisasi di sektor pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sejarah Budaya Organisasi Organisasi telah ada sejak ratusan tahun lalu dimuka bumi, tidak ada literatur yang secara jelas menjelaskan asal muasal terjadinya organisasi. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Birokrasi yang berbelit dan kurang akomodatif terhadap gerak ekonomi mulai

BAB I PENDAHULUAN. Birokrasi yang berbelit dan kurang akomodatif terhadap gerak ekonomi mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya perekonomian suatu bangsa menuntut penyelenggara negara untuk lebih profesional dalam memfasilitasi dan melayani warga negaranya. Birokrasi yang berbelit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik perhatian kalangan organisasi. Perputaran karyawan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. menarik perhatian kalangan organisasi. Perputaran karyawan memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perputaran karyawan (turnover intention) menjadi suatu fenomena yang menarik perhatian kalangan organisasi. Perputaran karyawan memiliki konsekuensi negatif dan konsekuensi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan lingkungan yang cepat pada setiap organisasi seperti halnya dalam penguasaan teknologi baru, batasan atau waktu yang lebih ketat, perubahan tuntutan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi ini, tuntutan terhadap paradigma good governance dalam seluruh kegiatan tidak dapat dielakkan lagi. Istilah good

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta didirikan karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta didirikan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta didirikan karena mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Dalam mencapai tujuannya setiap organisasi dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Komitmen organisasional menjadi hal penting pada sebuah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Komitmen organisasional menjadi hal penting pada sebuah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komitmen organisasional menjadi hal penting pada sebuah organisasi dalam menciptakan kelangsungan hidupnya, apapun bentuk organisasi itu dalam mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

BAB V MODEL KONSEPTUAL MANAJEMEN PENGEMBANGAN KUALITAS KINERJA KARYAWAN BANK JABAR. Model merupakan abstraksi visual atau konstruksi dari suatu

BAB V MODEL KONSEPTUAL MANAJEMEN PENGEMBANGAN KUALITAS KINERJA KARYAWAN BANK JABAR. Model merupakan abstraksi visual atau konstruksi dari suatu BAB V MODEL KONSEPTUAL MANAJEMEN PENGEMBANGAN KUALITAS KINERJA KARYAWAN BANK JABAR A. ASUMSI MODEL Model merupakan abstraksi visual atau konstruksi dari suatu konsep. Sebagai pendekatan, model dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Paparan hasil penelitian sebagaimana terdapat dalam bab IV telah memberikan gambaran yang utuh terkait implementasi SMM ISO di UIN Maliki Malang. Berikut disajikan beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkat pesatnya kegiatan pembangunan serta laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Meningkat pesatnya kegiatan pembangunan serta laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkat pesatnya kegiatan pembangunan serta laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, mendorong kebutuhan atas tanah yang terus meningkat, sementara luas tanah yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang semakin kompetitif saat ini, menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang semakin kompetitif saat ini, menuntut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia usaha yang semakin kompetitif saat ini, menuntut perusahaan untuk menyadari bahwa pasar terbuka hanya dapat dilayani dengan produk-produk terbaik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perubahan lingkungan bisnis yang sangat cepat dan komplek

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perubahan lingkungan bisnis yang sangat cepat dan komplek BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan lingkungan bisnis yang sangat cepat dan komplek seperti demokrafi, geografis, jenis bisnis, lingkungan bisnis, serta dampak globalisasi, mengharuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian, rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, manfaat penelitian, proses penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintah melalui Otonomi Daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan yang pesat pada dunia usaha sangat berpengaruh terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan yang pesat pada dunia usaha sangat berpengaruh terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan yang pesat pada dunia usaha sangat berpengaruh terhadap lingkup aktivitas perusahaan-perusahaan yang merupakan tulang punggung perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Permasalahan sumber daya manusia dapat dianalisa dari dua aspek, yakni dari aspek kuantitas dan kualitas. Kuantitas menyangkut jumlah sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN. A. Deskripsi Subjek, Objek dan Lokasi Penelitian

BAB III HASIL PENELITIAN. A. Deskripsi Subjek, Objek dan Lokasi Penelitian BAB III HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Subjek, Objek dan Lokasi Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah responden penelitian yang memberikan data berupa jawaban melalui angket. Adapun yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Birokrasi pemerintahan baik di pusat maupun di daerah, memegang peranan penting dalam pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karena itu birokrat pemerintah daerah dituntut untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka yang terlibat dalam kegiatan operasional perusahaan mulai dari tingkat

BAB I PENDAHULUAN. mereka yang terlibat dalam kegiatan operasional perusahaan mulai dari tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia dalam perusahaan memiliki peranan dan fungsi yang sangat penting bagi tercapainya tujuan perusahaan. Sumber daya manusia dalam hal ini mencakup

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori Landasan teori adalah teori-teori yang relevan dan dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian. Landasan teori ini juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara sehingga muncul slogan Quality is everybody business, dimana

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara sehingga muncul slogan Quality is everybody business, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mutu merupakan kebutuhan utama setiap orang, setiap institusi bahkan setiap negara sehingga muncul slogan Quality is everybody business, dimana usaha untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan antara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Terjadinya berbagai krisis kawasan yang tidak lepas dari kegagalan mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan antara lain disebabkan oleh

Lebih terperinci

ID No EQUIS Input Proses Output Predecessors. Membuat Visi. 3 N/A Membuat Misi 2

ID No EQUIS Input Proses Output Predecessors. Membuat Visi. 3 N/A Membuat Misi 2 ID No EQUIS Input Proses Output Predecessors 1 N/A Perencanaan Visi, Misi, Nilai 2 1.d.2 Daftar pemegang kepentingan, deskripsi organisasi induk, situasi industri tenaga kerja, dokumen hasil evaluasi visi

Lebih terperinci

Penulisan Ilmiah Jurusan Psikologi 2016

Penulisan Ilmiah Jurusan Psikologi 2016 Hubungan antara Persepsi terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Komitmen Organisasi pada Pegawai Kementerian Dalam Negeri RI Penulisan Ilmiah Nama : Pradina Utami NPM : 16513879 Pembimbing : Desi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek penting yang menjadi tolok ukur keberhasilan perguruan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek penting yang menjadi tolok ukur keberhasilan perguruan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu aspek penting yang menjadi tolok ukur keberhasilan perguruan tinggi dewasa ini adalah good governance, suatu sistem yang berfungsi untuk mengarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pelayan masyarakat yang dapat memberikan pelayanan yang terbaik sesuai

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pelayan masyarakat yang dapat memberikan pelayanan yang terbaik sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini, organisasi birokrasi dituntut untuk dapat menjadi pelayan masyarakat yang dapat memberikan pelayanan yang terbaik sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi pegawai dimana perusahaan atau organisasi sekarang berusaha

BAB I PENDAHULUAN. bagi pegawai dimana perusahaan atau organisasi sekarang berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini banyak perusahaan atau organisasi berlomba-lomba untuk menjadi sebuah perusahaan atau organisasi yang menjadi pilihan bagi pegawai dimana perusahaan atau

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pada era Reformasi Birokrasi saat ini, setiap organisasi pemerintahan dituntut untuk selalu melaksanakan semua aspek yaitu legitimasi, kewenangan, maupun aktivitas utama

Lebih terperinci

VISI MISI BAKAL CALON REKTOR UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO MASA JABATAN TEMA MERETAS KESETARAAN DAN KEBERSAMAAN UNTUK MENGEMBANGKAN UNG

VISI MISI BAKAL CALON REKTOR UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO MASA JABATAN TEMA MERETAS KESETARAAN DAN KEBERSAMAAN UNTUK MENGEMBANGKAN UNG VISI MISI BAKAL CALON REKTOR UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO MASA JABATAN 2014 2018 TEMA MERETAS KESETARAAN DAN KEBERSAMAAN UNTUK MENGEMBANGKAN UNG A. PENDAHULUAN Dalam UURI No. 12/2012 tentang Perguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sosialisasi dan pengembangan era good corporate governance di Indonesia dewasa ini lebih ditujukkan kepada perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinanya kelak.

BAB I PENDAHULUAN. manusia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinanya kelak. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pada hakekatnya adalah seorang pemimpin dan setiap manusia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinanya kelak. Manusia sebagai pemimpin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan pendidikan yang bermutu bagi warga negaranya. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan pendidikan yang bermutu bagi warga negaranya. Pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa terletak pada kemampuan negara untuk menciptakan pendidikan yang bermutu bagi warga negaranya. Pendidikan bermutu dapat terwujud manakala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di segala bidang. Kenyataan tersebut menuntut profesionalisme sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. di segala bidang. Kenyataan tersebut menuntut profesionalisme sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan efektif menjadi tuntutan di era globalisasi yang sangat erat kaitannya dengan persaingan dan keterbatasan di

Lebih terperinci

.BAB 1 PENDAHULUAN. dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem

.BAB 1 PENDAHULUAN. dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem .BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Munculnya otonomi daerah menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem pemerintahan yang

Lebih terperinci

Independensi Integritas Profesionalisme

Independensi Integritas Profesionalisme BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Independensi Integritas Profesionalisme VISI Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang kredibel dengan menjunjung tinggi nilainilai dasar untuk berperan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kinerja Kinerja menurut Soetjipto (1997) merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. punggung utama penerapan BPJS Ketenagakerjaan. Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan. PT Jamsostek (Persero) sebelum

BAB I PENDAHULUAN. punggung utama penerapan BPJS Ketenagakerjaan. Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan. PT Jamsostek (Persero) sebelum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai wujud aplikasi UUD 1945 Bab XIV tentang Kesejahteraan Sosial dan implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagaimana diatur oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis keuangan global tak hanya berdampak pada sektor riil, tapi juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis keuangan global tak hanya berdampak pada sektor riil, tapi juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis keuangan global tak hanya berdampak pada sektor riil, tapi juga sangat memukul sektor finansial. Bahkan angka kerugian di sektor finansial dilaporkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terdapat dalam organisasi tersebut. Keberhasilan untuk mencapai

I. PENDAHULUAN. yang terdapat dalam organisasi tersebut. Keberhasilan untuk mencapai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu organisasi didirikan karena mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Dalam mencapai tujuannya setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku dan sikap orangorang

Lebih terperinci

2 memungkinkan perusahaan dapat merencanakan serta mendisain pelayanan yang paling mendekati keinginan pelanggan. Konsep kompetensi dapat dibagi menja

2 memungkinkan perusahaan dapat merencanakan serta mendisain pelayanan yang paling mendekati keinginan pelanggan. Konsep kompetensi dapat dibagi menja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Daya saing suatu negara secara global menurut World Economic Forum (WEF) adalah kemampuan perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi yang ditandai kompetisi super ketat antarindividu, antarorganisasi dan bahkan antarbangsa, yang kemudian direspon dengan reformasi dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Organisasi bisnis menghadapi faktor-faktor eksternal seperti persaingan dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Organisasi bisnis menghadapi faktor-faktor eksternal seperti persaingan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Organisasi bisnis menghadapi faktor-faktor eksternal seperti persaingan dari perusahaan-perusahaan lain, situasi ekonomi, situasi politik dan lainnya. Untuk

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS

RENCANA STRATEGIS PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER RENCANA STRATEGIS 2012-2016 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JEMBER 2012 RENSTRA PS PENDIDIKAN BIOLOGI

Lebih terperinci

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Anda mungkin memiliki banyak pengalaman bekerja dalam kelompok, seperti halnya tugas kelompok, tim olahraga dan lain sebagainya. Kelompok kerja merupakan

Lebih terperinci

Sekolah Tinggi Hukum Galunggung Tasikmalaya. Tim Penyusun

Sekolah Tinggi Hukum Galunggung Tasikmalaya. Tim Penyusun Laporan Rencana Strategis Sekolah Tinggi Hukum Galunggung Tasikmalaya Periode 2013 2017 Tim Penyusun Sekolah Tinggi Hukum Galunggung Tasikmalaya 2013 11 Daftar Isi Executive Summary Bab I. Pendahuluan...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh negara, telah terjadi pula perkembangan penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya jumlah lembaga pendidikan yang ada di Indonesia baik negeri maupun

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya jumlah lembaga pendidikan yang ada di Indonesia baik negeri maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan dalam dunia pendidikan saat ini semakin kompetitif, tidak terkecuali persaingan dalam peningkatan kualitas di Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi saat ini, perkembangan sangat pesat di segala

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi saat ini, perkembangan sangat pesat di segala BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini, perkembangan sangat pesat di segala bidang kegiatan bisnis. Globalisasi tersebut mencakup global competition, global business,

Lebih terperinci

AKUNTABILITAS PENDIDIKAN. As ari Djohar

AKUNTABILITAS PENDIDIKAN. As ari Djohar AKUNTABILITAS PENDIDIKAN As ari Djohar I. Akuntabilitas Pendidikan LPTK PGSMK a. Akuntabilitas pendidikan adalah suatu perwujudan kewajiban dari Lembaga Pendidikan untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia menuju ke kehidupan yang lebih baik. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bekerja didalamnya. Orang-orang yang bekerja di sekolah adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang bekerja didalamnya. Orang-orang yang bekerja di sekolah adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keberadaan manusia dalam organisasi, termasuk sekolah memiliki posisi yang sangat vital. Keberhasilan sekolah sangat ditentukan oleh kualitas orangorang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapai produktivitas kerja karyawan. Kinerja karyawan yang tinggi sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. tercapai produktivitas kerja karyawan. Kinerja karyawan yang tinggi sangatlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada saat ini perekonomian dan teknologi secara terus-menerus berkembang dan bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan kinerja disegala sektor usaha agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kekuatan utama yang harus dimiliki dan dipersiapkan oleh organisasi untuk menghadapi tantangan zaman yang semakin canggih terletak pada sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. agar memilki sikap dan perilaku yang berintikan pengabdian, kejujuran, tanggung

BAB 1 PENDAHULUAN. agar memilki sikap dan perilaku yang berintikan pengabdian, kejujuran, tanggung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelancaran penyelengaraan tugas pemerintah dan pembangunan nasional sangat tergantung pada kesempurnaan aparatur khususnya Pegawai Negeri Sipil (PNS). Karena itu, dalam

Lebih terperinci

kepada mahasiswa, pengembangan dibidang penelitian dan pengabdian masyarakat. Visi, misi dan tujuan pengembangan dosen yunior bara sebatas

kepada mahasiswa, pengembangan dibidang penelitian dan pengabdian masyarakat. Visi, misi dan tujuan pengembangan dosen yunior bara sebatas BABV KESIMPULAN, IMPLDXASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan temuan hasil penelitian dan pembahasan serta kajian kepustakaan yang relevan, dapat ditarik beberapa kesimpulan yang penyajiannya sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan tersebut begitu terasa dan terus meningkat ke arah yang semakin maju. Untuk mengantisipasinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya quality controll yang mengawasi jalannya proses dan segala. Sekolah adalah sebuah people changing instituation, yang dalam

BAB I PENDAHULUAN. adanya quality controll yang mengawasi jalannya proses dan segala. Sekolah adalah sebuah people changing instituation, yang dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutu pendidikan sering diartikan sebagai karakteristik jasa pendidikan yang sesuai dengan kriteria tertentu untuk memenuhi kepuasan pengguna (user) pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Organisasi merupakan suatu bentuk dan hubungan yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Organisasi merupakan suatu bentuk dan hubungan yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Organisasi merupakan suatu bentuk dan hubungan yang mempunyai sifat dinamis sebagai entitas sosial sehingga organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungan dan saling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan keberlangsungan hidup organisasi karena budaya terkait dengan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. dan keberlangsungan hidup organisasi karena budaya terkait dengan nilai-nilai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budaya organisasi adalah faktor penting yang menentukan keberhasilan dan keberlangsungan hidup organisasi karena budaya terkait dengan nilai-nilai bersama yang diyakini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi melalui sumber daya manusia yang dimiliki. organisasi dengan individu yang di dalamnya memiliki kinerja yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. organisasi melalui sumber daya manusia yang dimiliki. organisasi dengan individu yang di dalamnya memiliki kinerja yang baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap organisasi baik lembaga publik maupun lembaga bisnis, dituntut untuk mampu melakukan dinamika perubahan. Berbagai perubahan harus dilakukan sebagai

Lebih terperinci