LAPORAN TAHUNAN DITJEN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN TAHUNAN DITJEN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN"

Transkripsi

1 LAPORAN TAHUNAN DITJEN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

2 KATA PENGANTAR Pada Tahun Anggaran 2014 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan telah menetapkan Program Pencapaian Swasembada Daging Sapi/Kerbau dan Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani Yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal. Program tersebut diimplementasikan dalam enam kegiatan utama yang meliputi: 1) peningkatan kuantitas dan kualitas benih/bibit dengan mengoptimalkan sumber daya lokal; 2) peningkatan produksi ternak dengan pendayagunaan sumber daya lokal; 3) peningkatan produksi pakan ternak dengan pendayagunaan sumber daya lokal; 4) pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan menular strategis dan penyakit zoonosis; 5) penjaminan pangan asal hewan yang aman dan halal serta pemenuhan persyaratan produk hewan dan pasca panen; dan 6) peningkatan koordinasi dan dukungan manajemen di bidang peternakan dan kesehatan hewan. Hasil-Hasil pelaksanaan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan yang didanai melalui APBN 2014 harus dilaporkan sebagai upaya pendokumentasian program/kegiatan serta mengetahui permasalahan yang muncul pada tahun 2014, sehingga menjadi umpan balik terhadap pelaksanaan tahun berikutnya. Berdasarkan hal tersebut, maka disusunlah Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Diharapkan laporan Tahunan ini dapat memberikan manfaat dan informasi capaian kinerja Program/Kegiatan Pembangunan Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun Anggaran Jakarta, Januari 2015 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan i

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... i... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GRAFIK... vi I. PENDAHULUAN II Latar Belakang Tujuan dan Sasaran Ruang Lingkup... 1 CAPAIAN MAKRO 2.1. Makro Ekonomi Makro Teknis... 9 III. KINERJA KEGIATAN TAHUN 2014 IV Program Anggaran Kegiatan Aspek Perbibitan Ternak Aspek Pakan Terak Aspek Budidaya Ternak Aspek Kesehatan Hewan Aspek Kesmavet dan Pascapanen Aspek Manajemen dan Kesekretariatan PERMASALAHAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DAN UPAYA TINDAKLANJUT 4.1. Permasalahan Upaya Tindak Lanjut V. POKOK-POKOK KEGIATAN YANG AKAN DILAKUKAN TAHUN Bantuan Pakan Sapi Potong Penggemukan Gertak Birahi dan Inseminasi Buatan (GBIB) VI. PENUTUP VII. LAMPIRAN VIII. DAFTAR ISTILAH Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan ii

4 DAFTAR TABEL Tabel 1. Populasi Ternak Tahun Tabel 2. Produksi Ternak Tahun Tabel 3. Realisasi Anggaran Per Unit Kerja Tahun Tabel 4. Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja Tahun Tabel 5. Realisasi Anggaran Per Kegiatan Utama Tahun Tabel 6. Populasi dan Produksi Bibit Ternak pada UPT Perbibitan Tahun Tabel 7. Pengembangan Kelompok Pembibitan Ternak Tabel 8. Kegiatan Pengembangan Padang Penggembalaan Tahun Tabel 9. Realisasi Pelaksanaan Kegiatan Peningkatan Kapasitas Petugas IB Tabel 10. Realisasi Penanggulangan Gangguan Reproduksi Tabel 11. Realisasi Kegiatan Penguatan Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan Tabel 12. Tunjangan Kinerja Bulan Oktober s.d. Desember Tahun Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan iii

5 DAFTAR GRAFIK Grafik 1. Nilai PDB (Rp milyar) dan Share PDB (%) Sektor Pertanian Tahun 2013** atas Dasar Harga Berlaku... 2 Grafik 2. Nilai PDB (Rp milyar) dan Share PDB (%) Sektor Pertanian Tahun 2013** atas Dasar Harga Konstan... 3 Grafik 3. Nilai Investasi PMDN Peternakan (Rp Juta)... 5 Grafik 4. Nilai Investasi PMA Peternakan (US$ Ribu)... 6 Grafik 5. Indeks Harga Yang Diterima Petani (IT), Indeks Harga Yang Dibayar Petani (IB), Dan Nilai Tukar Petani Peternakan (NTPT) Tahun (2007=100)... 7 Grafik 6. Nilai Ekspor Sub Sektor Peternakan Tahun 2013 (%)... 8 Grafik 7. Nilai Impor Sub Sektor Peternakan Tahun 2013 (%)... 8 Grafik 8. Fasilitasi PusKesehatan Hewan Tahun Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan iv

6 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, menyebutkan bahwa setiap pimpinan suatu organisasi wajib menyampaikan laporan berkala tepat pada waktunya. Jenis-jenis laporan berkala antara lain : 1. Laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. 2. Laporan pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembanguna (berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 39 tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan). 3. Laporan nota keuangan dan RAPBN 4. Laporan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) 5. Laporan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara ISIMAK- BMN) 6. Laporan Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian (SIMKA) 7. Laporan Tahunan Laporan tahunan merupakan laporan pelaksanaan tugas dan fungsi, perkembangan dan hasil yang dicapai oleh setiap unit kerja dalam setahun. Laporan tahun berisikan uraian secara menyeluruh mengenai kondisi sumber daya (sumber daya manusia, sarana prasarana dan dana), hasil kegiatan program, pencapaian kinerja dan masalah, hambatan serta terobosan/inovasi sebagai upaya pemecahan masalah dalam pelaksanaan kegiatan program. Laporan tahunan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan disusun berdasarkan kegiatan strategis Unit Kerja Eselon II diantaranya : 1) Direktorat Perbibitan Ternak; 2) Direktorat Pakan Ternak; 3) Direktorat Budidaya Ternak; 4) Direktorat Keswan; 5) Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pascapanen; dan 6) Sekretariat. Pelaksanaan kegiatan Tahun anggaran 2014 didanai berdasarkan DIPA Nomor /2013 satker Direktorat Jenderal Peternakan dan Keswan Tujuan dan Sasaran Tujuan yang ingin dicapai dengan disusunnya laporan tahunan ini adalah memberikan informasi pencapaian kinerja sebagai bahan masukan dalam mengevaluasi seluruh rangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan sehingga dapat meningkatkan kinerja di tahun berikutnya. Laporan Tahunan disusun sebagai wujud pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan Tahun Ruang Lingkup Ruang lingkup Laporan Tahuanan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan meliputi : 1. Capaian makro ekonomi dan produksi Tahun Kinerja kegiatan Tahun Permasalahan Pembangun Peternakan dan Kesehatan Hewan 4. Pokok-Pokok Kegiatan yang akan dilaksanakan Tahun 2015 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 1

7 II. CAPAIAN MAKRO 2.1. Makro Ekonomi Kinerja Makro Ekonomi Pembangunan Peternakan dan Kesehatan Hewan diukur dari Produk Domestik Bruto (PDB), Serapan Tenaga Kerja, Investasi, Nilai Tukar Petani (NTP) dan Ekspor-Impor. Dalam kurun waktu tahun 2013 kinerja makro ekonomi tersebut dilaporkan sebagai berikut : Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku pada tahun 2013 **) sebesar Rp triliun atau meningkat sebesar 10,38% dari tahun 2012 *) yang sebesar Rp triliun. Sedangkan PDB atas harga berlaku tanpa migas tahun 2013 **) sebesar Rp triliun atau meningkat sebesar 10,91% dari tahun 2012 *) sebesar Rp triliun (angka sementara). Produk Domestik Bruto atas dasar harga konstan pada tahun 2013 **) sebesar Rp triliun atau meningkat sebesar 5,78% dari tahun 2012 *) sebesar Rp triliun. Sedangkan PDB atas dasar harga konstan tanpa migas tahun 2013 **) sebesar Rp triliun atau meningkat sebesar 6,25% dari tahun 2012 *) sebesar Rp triliun (angka sementara). Nilai PDB pertanian pada tahun 2013 **) atas dasar haga konstan sebesar Rp.339,9 triliun, atau meningkat sebesar 3,54% dari tahun 2012 *) sebesar Rp. 328,3 triliun. Sedangkan nilai PDB sub sektor peternakan pada tahun 2013 **) sebesar Rp. 43,9 triliun, atau meningkat sebesar 4,76% dari tahun 2012 *) sebesar Rp. 41,9 triliun (angka sementara) (Grafik 1 dab 2). Grafik 1. Nilai PDB (Rp milyar) dan Share PDB (%) Sektor Pertanian Tahun 2013** atas Dasar Harga Berlaku Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2

8 Grafik 2. Nilai PDB (Rp milyar) dan Share PDB (%) Sektor Pertanian Tahun 2013** atas Dasar Harga Konstan Serapan Tenaga Kerja Tenaga kerja sektor pertanian dari tahun 2011 sampai dengan 2013 terus menerus mengalami penurunan. Berdasarkan data Sakernas Februari 2011, jumlah tenaga kerja pertanian sebanyak orang (38,2 persen dari total tenaga kerja tahun 2011). Pada tahun 2012 menurun sebesar 3,0 persen dari tahun sebelumnya menjadi orang (36,5 persen dari total tenaga kerja tahun 2012). Pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 3,0 persen dari tahun sebelumnya menjadi orang (35,0 persen dari total tenaga kerja tahun 2013). Data Sakernas Agustus juga menunjukkan pola yang sama. Pada Agustus 2011 jumlah tenaga kerja pertanian sebanyak orang (35,9 persen dari total tenaga kerja tahun 2011). Pada tahun 2012 menurun sebesar 1,1 persen dari tahun 2011 menjadi (35,1 persen dari tenaga kerja tahun 2012). Selanjutnya pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 2,1 persen dari tahun 2012 menjadi sebanyak orang (34,4% dari total tenaga kerja tahun 2013). Komposisi terbesar tenaga kerja pertanian berada pada kelompok pertanian dalam arti sempit. Pada tahun 2013, jumlah tenaga kerja di kelompok ini berdasarkan data Sakernas 2013 (Februari) sebanyak orang (93,1 persen dari total tenaga kerja pertanian) dan berdasarkan data Sakernas 2013 (Agustus) sebanyak orang (93,5 persen dari total tenaga kerja pertanian). Dari komposisi tenaga kerja di sektor pertanian dalam arti sempit tahun 2013, tenaga kerja terbesar berada pada sub sektor pertanian tanaman pangan. Berdasarkan data Sakernas Februari 2013, jumlah tenaga kerja di sub sektor ini sebanyak orang (51,4 persen dari total tenaga kerja sektor pertanian), diikuti oleh tenaga kerja sub sektor perkebunan sebanyak (29,7 persen). Tenaga kerja di sub sektor peternakan sebanyak orang (11,3 persen) dan selanjutnya sub sektor hortikultura sebanyak orang (7,7 persen). Jika dikelompokkan menurut jenis kelamin, tenaga kerja di sub sektor peternakan pada tahun 2013 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 3

9 (Februari) didominasi oleh tenaga kerja laki-laki sebanyak orang (58,7 persen), sedangkan komposisi tenaga kerja perempuan sebanyak orang (41,3 persen). Tenaga kerja sub sektor peternakan didominasi oleh golongan umur tua (berumur 60 tahun ke atas). Data Sakernas Februari 2013 menunjukkan bahwa tenaga kerja sub sektor peternakan yang berusia 60 tahun ke atas sebanyak orang (17,4 persen dari total tenaga kerja sub sektor peternakan). Sementara berdasarkan data Sakernas Agustus 2013, tenaga kerja pada kelompok ini sebanyak orang (17,5 persen dari total tenaga kerja sub sektor peternakan). Jika tenaga kerja sub sektor peternakan dikelompokkan berdasarkan status pekerjaan utama, pada tahun 2013 pekerja keluarga/tidak dibayar masih cukup dominan. Berdasarkan data Sakernas Februari 2013, pekerja keluarga/tidak dibayar sebanyak orang (40,1 persen dari total tenaga kerja sub sektor peternakan). Sementara itu berdasarkan data Sakernas Agustus 2013, pekerja keluarga/tidak dibayar sebanyak orang (42,3 persen dari total tenaga kerja sub sektor peternakan) Investasi Realisasi investasi PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) Tahun 2012 sebanyak proyek dengan nilai investasi sebesar Rp 92,18 trilyun. Tahun 2013 jumlah proyek investasi PMDN meningkat menjadi proyek dengan nilai investasi sebesar Rp 128,16 trilyun. Investasi PMDN pada kurun waktu tahun didominasi investasi di sektor industri, masing-masing sebesar 54,12 persen (tahun 2012) dan 39,93 persen (tahun 2013) dari total nilai investasi tahun 2012 dan Nilai investasi PMDN pertanian pada tahun 2012 sebesar Rp 9,89 trilyun, yang terdiri dari investasi tanaman pangan dan perkebunan sebesar Rp 9,63 trilyun (97,40 persen), peternakan sebesar Rp 97,44 milyar (0,99 persen), kehutanan sebesar Rp 144,54 milyar (1,46 persen) dan perikanan sebesar Rp 14,73 milyar (0,15 persen). Nilai investasi PMDN pertanian tahun 2013 menurun menjadi sebesar Rp 6,95 trilyun, yang terdiri dari investasi tanaman pangan dan perkebunan sebesar Rp 6,59 trilyun (94,75 persen), peternakan sebesar Rp 360,60 milyar (5,19 persen), kehutanan sebesar Rp 50 juta (0,001 persen) dan perikanan sebesar Rp 4,07 milyar (0,06 persen). Realisasi investasi PMA (Penanaman Modal Asing) Tahun 2012 sebanyak proyek dengan nilai investasi sebesar US$ 24,56 milyar. Tahun 2013 jumlah proyek investasi PMA meningkat menjadi proyek dengan nilai investasi sebesar US$ 28,62 milyar. Investasi PMA pada kurun waktu tahun didominasi investasi di sektor industri, masing-masing sebesar 47,91 persen (tahun 2012) dan 55,42 persen (tahun 2013) dari total nilai investasi tahun 2012 dan Nilai investasi PMA pertanian pada tahun 2012 sebesar US$ 1,68 milyar, yang terdiri dari investasi tanaman pangan dan perkebunan sebesar US$ 1,60 milyar (95,48 persen), peternakan sebesar US$ 19,82 juta (1,18 persen), kehutanan US$ 26,94 juta (1,61 persen) dan perikanan sebesar US$ 28,99 juta (1,73 persen). Nilai investasi PMA pertanian tahun 2013 menurun menjadi sebesar US$ 1,66 milyar, yang terdiri dari investasi tanaman pangan dan perkebunan sebesar US$ 1,60 milyar Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 4

10 (96,97 persen), peternakan sebesar US$ 11,30 juta (0,68 persen), kehutanan US$ 28,83 juta (1,74 persen) dan perikanan sebesar US$ 10,00 juta (0,60 persen). Jika investasi PMDN peternakan dirinci menurut wilayah, terlihat bahwa investasi PMDN peternakan pada tahun 2012 terkonsentrasi di wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara dengan nilai investasi mencapai Rp 48,38 milyar (49,64 persen dari total PMDN peternakan tahun 2012). Sementara wilayah lainnya hanya memberikan kontribusi sebesar Rp 49,07 milyar (50,36 persen dari total PMDN peternakan tahun 2012). Nilai investasi PMDN peternakan pada tahun 2013 terkonsentrasi di wilayah Sumatera dengan nilai investasi mencapai Rp 243,45 milyar (67,51 persen dari total PMDN peternakan tahun 2013). Sementara wilayah lainnya hanya memberikan kontribusi sebesar Rp 117,16 milyar (32,49 persen dari total PMDN peternakan tahun 2013). Jika investasi PMA peternakan dirinci menurut wilayah, terlihat bahwa nilai investasi PMA peternakan pada tahun 2012 terkonsentrasi di Jawa dengan nilai investasi sebesar US$ 16,85 juta (84,95 persen dari total PMA peternakan tahun 2012). Sementara wilayah lainnya hanya memberikan kontribusi sebesar US$ 2,99 juta (15,05 persen dari total PMA peternakan tahun 2012). Nilai investasi PMA peternakan tahun 2013 terkonsentrasi di Kalimantan dengan nilai investasi sebesar US$ 7 juta (61,89 persen dari total PMA peternakan tahun 2013). Sementara wilayah lainnya hanya memberikan kontribusi sebesar US$ 4,31 juta (38,11 persen dari total PMA peternakan tahun 2013). Grafik 3. Nilai Investasi PMDN Peternakan (Rp Juta) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 5

11 Grafik 4. Nilai Investasi PMA Peternakan (US$ Ribu) Nilai Tukar Petani Rata-rata Nilai Tukar Petani Peternakan (NTPP) pada tahun 2013 (hingga Nopember) sebesar 102,05. Rata-rata indeks harga yang diterima petani peternakan (IT) tahun 2013 sebesar 145,19. Rata-rata indeks harga yang dibayar petani peternakan (IB) tahun 2013 sebesar 142,25. Rata-rata IT tertinggi pada tahun 2013 adalah pada sub kelompok peternak ternak kecil (157,37), sementara IT terendah adalah pada sub kelompok peternak ternak besar (139,14). Jika dirinci menurut Provinsi, rata-rata NTPP tertinggi pada tahun 2013 berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat (116,72) dan terendah di Provinsi Kalimantan Barat (79,11). Rata-rata IT tertinggi berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat (161,08) dan terendah di Provinsi Kalimantan Barat (108,56). Sedangkan rata-rata IB tertinggi di Provinsi Jawa Timur (151,04) dan terendah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (120,65) (Grafik 5). Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 6

12 Grafik 5. Indeks Harga Yang Diterima Petani (IT), Indeks Harga Yang Dibayar Petani (IB), Dan Nilai Tukar Petani Peternakan (NTPT) Tahun (2007=100) Ekspor-Impor Pada tahun 2013 nilai ekspor produk peternakan sebesar US$ 574,58 juta, atau mengalami peningkatan sebesar 3,24 persen dibandingkan ekspor tahun 2012 yang bernilai US$ 556,53 juta. Peningkatan tersebut sebagian besar berasal dari ekspor produk hewani non pangan yang meningkat sebesar US$ 13,79 juta (11,22 persen) dari ekspor tahun Jenis ekspor lainnya yang meningkat adalah ekspor ternak yang meningkat sebesar US$ 11,42 juta (18,32 persen) dari ekspor tahun Dari sisi volume, ekspor peternakan tahun 2013 sebanyak ton, atau mengalami peningkatan 5,73 persen dari volume ekspor tahun 2012 yang sebesar ton. Peningkatan tersebut diantaranya disebabkan peningkatan ekspor obat hewan sebesar 35,82 persen dari 394,49 ton pada tahun 2012 menjadi 535,78 ton pada tahun Pada tahun 2013 nilai impor produk peternakan senilai US$ 3.021,85 juta atau mengalami peningkatan sebesar 12,00 persen dibandingkan impor tahun 2012 yang bernilai US$ 2.698,10 juta (Tabel 4.2). Peningkatan tersebut berasal dari impor ternak yang meningkat sebesar US$ 31,84 juta (10,28 persen) dari impor tahun Dari sisi volume, impor peternakan pada tahun 2013 sebanyak 1,245 juta ton, atau mengalami peningkatan sebesar 3,60 persen dibanding volume impor tahun 2012 sebesar 1,202 juta ton. Peningkatan ini diantaranya disebabkan peningkatan impor ternak sebesar 18,97 persen dari 0,11 juta ton pada tahun 2012 menjadi 0,13 juta ton pada tahun Neraca ekspor impor peternakan pada tahun masih mengalami defisit (nilai impor lebih besar daripada nilai ekspor). Defisit neraca ekspor impor peternakan dalam kurun waktu mengalami peningkatan sebesar 14,27 persen dari defisit sebesar US$ 2.141,57 juta pada tahun 2012 menjadi defisit sebesar US$ 2.447,27 juta pada tahun Jika pada tahun 2012 rasio ekspor Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 7

13 terhadap impor senilai 1: 4,85 maka pada tahun 2013 rasionya meningkat menjadi 1: 5,26. Grafik 6. Nilai Ekspor Sub Sektor Peternakan Tahun 2013 (%) Grafik 7. Nilai Impor Sub Sektor Peternakan Tahun 2013 (%) Keterangan/Note : 1. Sumber Buku Statistik Peternakan Tahun *) Angka Sementara 3. **) Angka Sangat Sementara Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 8

14 2.2. Makro Teknis Populasi Dalam rentang waktu pertumbuhan populasi ternak besar rata-rata mengalami kenaikan : sapi potong 15,90%, sapi perah 8,72%, dan kerbau 19,01 %, sedangkan pertumbuhan populasi ternak kecil meningkat yaitu: kambing 3,87%, domba 5,29%, dan babi 3,45%. Pertumbuhan populasi ternak unggas dan aneka ternak rata-rata meningkat, yaitu : ayam buras 3,53%, dan itik 0,88%. Realisasi populasi ternak besar Tahun 2014 dibandingkan dengan sasaran dalam Renstra secara rata-rata mencapai lebih dari 70%, yaitu sapi potong 87,43%, sapi perah 73,07%, dan kerbau 99,40%. Realisasi populasi ternak kecil bahkan seluruhnya mencapai lebih dari 100% yaitu kambing 105,21%, domba 126,54%, dan babi 110,68%. Sedangkan realisasi populasi ternak unggas seperti ayam buras dan itik masing-masing mencapai 91,91% dan 105,33%. Secara rinci target dan realisasi populasi ternak dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Populasi Ternak Tahun (000 ekor) No. Jenis/Species 2013 Tahun 2014*) Target Realisasi Persentase (%) Pertumbuhan populasi Tahun (%) 1 Sapi Potong ,43 15,90 2 Sapi Perah ,07 8,72 3 Kerbau ,40 19,01 4 Kambing ,21 3,87 5 Domba ,54 5,29 6 Babi ,68 3,45 7 Ayam Buras ,91 3,53 8 Itik ,33 0,88 Keterangan: *) Angka sementara Sumber : Statistik Peternakan Produksi Dalam kurun waktu produksi daging dan telur dan susu nasional meningkat. Produksi daging nasional meningkat sebesar 3,49% yang berasal dari kontribusi hampir seluruh komoditi, kecuali kelinci dan merpati masing-masing turun sebesar 18%, dan 0,7%. Peningkatan produksi daging paling tinggi pada komoditas kuda sebesar 38,7%. Demikian juga produksi telur meningkat 4,895 dan susu 1,47%. yang selengkapnya disajikan pada Tabel 2. Realisasi produksi daging, telur dan susu dibandingkan dengan sasaran dalam Renstra masing-masing mencapai 112,1%, 101,2, dan 54,3%. Produksi daging nasional berasal dari kontribusi ternak besar, ternak kecil dan unggas; sedangkan produksi telur nasional berasal dari kontribusi telur ayam buras, ayam Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 9

15 ras, itik, burung puyuh, dan itik manila. Secara rinci target dan realisasi produksi daging, telur, dan susu nasioal dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Produksi Ternak Tahun Jenis 2013 Tahun 2014*) Target Realisasi Persentase (%) (ribu ton) Pertumbuhan populasi Tahun (%) 1 Daging 2.882, , ,6 112,1 3,49 2 Telur 1.728, , ,8 101,2 4,89 3 Susu 786, ,2 798,4 54,3 1,47 Keterangan : *) Angka sementara Sumber : Statistik Peternakan 2014 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 10

16 III. KINERJA KEGIATAN TAHUN Program 3.2. Anggaran Pada tahun anggaran 2014 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan menetapkan 1 (satu) program yaitu Program Pencapaian Swasembada Daging Sapi/Kerbau dan Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani Yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal. Outcome yang diharapkan dari program Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan adalah (i) meningkatnya ketersediaan pangan hewani (daging, telur, susu), (ii) meningkatnya kontribusi ternak lokal dalam penyediaan pangan hewani (daging, telur, susu), (iii) meningkatnya ketersediaan protein hewani asal ternak, dan (iv) meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan peternak. Anggaran Direktorat Jenderal Peternakan tahun 2014 awalnya adalah sebesar Rp 1,63 triliun, namun terdapat penghematan nasional sebesar Rp 250 milyar, sehingga total anggaran menjadi Rp 1,39 triliun. Anggaran tersebut dialokasikan pada enam kegiatan pokok, yaitu 1) peningkatan produksi ternak dengan mengoptimalkan sumber daya lokal sebesar Rp 334,3 miliar; 2) peningkatan kuantitas dan kualitas bibit dan benih dengan mengoptimalkan sumber daya lokal sebesar Rp 279,4 miliar; 3) peningkatan produksi pakan ternak dengan pendayagunaan sumber daya lokal sebesar Rp 159,7 miliar; 4) Pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan menular strategis dan penyakit zoonosis sebesar Rp 251,2 miliar; 5) Penjaminan pangan asal hewan yang aman dan halal serta pemenuhan persyaratan produk hewan non pangan sebesar Rp 118,1 miliar dan 6) dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya pada Ditjen Peternakan dan Keswan sebesar Rp 248,5 miliar. Realisasi anggaran Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan sampai dengan tanggal 31 Desember 2014 adalah sebesar Rp 1,66 triliun atau 119,25% dari total anggaran Rp 1,39 triliun Realisasi Per Unit Kerja Berdasarkan alokasi anggaran Unit Kerja realisasi anggarannya sebagai berikut: realisasi kantor pusat sebesar 581,6 miliar atau tercapai 319,6% dari pagu Rp. 182,1 miliar (capaian realisasi lebih dari 100% dikarenakan adanya Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat berharga (MPHLBJS) Hibah FAO dalam bentuk Barang/Jasa dengan nilai sebesar Rp. 436,7 miliar), Kantor daerah sebesar Rp. 392,1 miliar atau tercapai 90,72% dari pagu Rp.432,1 miliar, Dekonsentrasi sebesar Rp. 192,4 miliar atau 89,82% dari pagu Rp. 214,2 miliar, TP Provinsi sebesar Rp. 439,1 miliar atau 88,54% dari pagu Rp. 496,0 miliar, TP Kabupaten sebesar Rp. 54,63 miliar atau 80,98% dari pagu Rp. 67,47 miliar. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 11

17 Tabel 3. Realisasi Anggaran per Unit Kerja Tahun 2014 No. Unit Kerja Pagu Tahun 2014 Realisasi Persentase (%) 1 Kantor Pusat ,40 2 Kantor Daerah ,72 3 Dekonsentrasi ,82 4 TP Provinsi ,54 5 TP Kabupaten ,98 Total ,25 Sumber : Laporan Serapan Anggaran Ditjen PKH Per 31 Desember Realisasi Per Jenis Belanja Berdasarkan alokasi anggaran per jenis belanja realisasi anggarannya sebagai berikut : realisasi belanja pegawai sebesar 96,95% atau Rp. 125,9 milyar dari pagu sebesar Rp. 128,2 milyar; belanja barang sebesar 126,5% atau Rp. 1,39 triliun dari pagu sebesar Rp. 1,10 triliun; belanja modal sebesar 84,47% atau 97,1 milyar dari pagu sebesar 114,9 milyar; belanja sosial sebesar 94,05% atau 42,66 milyar dari pagu sebesar Rp. 45,36 milyar. Tabel 4. Realisasi Anggaran per Jenis Belanja Tahun 2014 No. Jenis Belanja Pagu Tahun 2014 Realisasi Persentase (%) 1 Belanja Pegawai ,95 2 Belanja Barang ,54 3 Belanja Modal ,47 4 Belanja Sosial ,05 Total ,25 Sumber : Laporan Serapan Anggaran Ditjen PKH 31 Desember Realisasi Per Kegiatan Utama Realisasi anggaran per kegiatan dapat diuraikan sebagai berikut : 1 Realisasi anggaran per kegiatan antara lain: (1) Kegiatan Peningkatan Produksi Ternak Dengan Pendayagunaan Sumber Daya Lokal terealisasi sebesar 87,56% atau Rp. 292,7 miliar; (2) Kegiatan Peningkatan Produksi Pakan Ternak Dengan Pendayagunaan Sumber Daya Lokal terealisasi sebesar 91,67% atau Rp. 146,4 miliar; (3) Kegiatan Peningkatan Kuantitas dan Kualitas Benih dan Bibit Dengan Mengoptimalkan Sumber Daya Lokal terealisasi sebesar 85,03% atau Rp. 233,9 miliar; (4) Kegiatan Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan Menular Strategis dan Penyakit Zoonosis terealisasi sebesar 261,19% atau Rp. 657 miliar; (5) Kegiatan Penjaminan Pangan Asal Hewan Yang Aman dan Halal Serta Pemenuhan Persyaratan Produk Hewan terealisasi sebesar 82,78% atau Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 12

18 Rp. 97,7 miliar; (6) Kegiatan Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Pada Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan terealisasi sebesar 92,88 % atau Rp. 232,1 miliar. Tabel 5. Realisasi Anggaran per Kegiatan Utama Tahun 2014 No. Uraian Pagu Tahun 2014 Realisasi Persentase (%) 1 Peningakatan Produksi Ternak dengan Pendayagunaan Sumber Daya Lokal ,56 2 Peningkatan Produksi Pakan Ternak dengan Pendayagunaan Sumber Daya Pakan ,67 3 Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan Menular Strategis dan Penyakit Zoonosis 4 Peningkatan Kuantitas dan Kualitas Benih dan Bibit dengan Mengoptimalkan Sumber Daya Lokal 5 Penjaminan Pangan Asal Hewan yang Aman dan Halal serta Pemenuhan Persyaratan Produk Hewan Non Pangan 6 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis lainnya Ditjen Peternakan dan Keswan , , , ,88 Total ,25 Sumber : Laporan Serapan Anggaran Ditjen PKH Per 31 Desember Kegiatan Kegiatan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan disinergikan dengan tugas pokok dan fungsi pada masing-masing Eselon II dibawahnya (Direktorat Perbibitan Ternak, Direktorat Budidaya Ternak, Direktorat Pakan Ternak, Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pascapanen dan Sekretariat). Dalam rangka mewujudkan sasaran yang telah ditetapkan pada program Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan yang dijabarkan dalam enam kegiatan dalam menunjang tupoksinya yaitu : a. Peningkatan kuantitas dan kualitas benih dan bibit dengan mengoptimalkan sumber daya lokal; Kegiatan ini dilaksanakan Direktorat Perbibitan Ternak bersama satker provinsi, kab/kota dan UPT yang meliputi: 1) Peningkatan Produksi Perbenihan; 2) Peningkatan Produksi Perbibitan; 3) Produksi dan Distribusi Embrio Ternak; 4) Penguatan Sapi/Kerbau Betina Bunting; 5) Pengembangan Kelompok Pembibitan Ternak; 6) Penetapan Wilayah Sumber Bibit; 7) Penerapan Teknologi Perbibitan; 8) Penguatan Pembibitan Ternak di Pulau dan Kabupaten/Kota Terpilih; 9) Regulasi Perbibitan. Capaian Fisik dan Keuangan Direktorat Perbibitan Ternak Tahun 2014 tersaji pada lampiran 1. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 13

19 b. Peningkatan produksi pakan ternak dengan pendayagunaan sumber daya lokal; Kegiatan ini dilaksanakan Direktorat Pakan Ternak bersama satker provinsi, kab/kota dan UPT yang meliputi : 1) Pengembangan Integrasi Ternak Ruminansia; 2) Pengembangan HPT di Lahan Kehutanan; 3) Pengambangan Padang Penggembalaan; 4) Penguatan Sumber Benih/Bibit HPT di UPT Pusat, UPTD dan Kelompok; 5) Penanaman dan Pengembangan Tanaman Pakan Ternak Berkualitas; 6) Pengembangan Pakan Konsentrat Sapi Potong melalui UPP, LP, UBP, dan Revitalisasi UPP/LP; 7) Bantuan Penguatan Pakan Sapi Perah; 8) Pengawasan Mutu Pakan; 9) Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK); 10) Pedoman Pelaksanaan Kegiatan. Capaian Fisik dan Keuangan Direktorat Pakan Ternak Tahun 2014 tersaji pada lampiran 2. c. Peningkatan produksi ternak dengan pendayagunaan sumber daya lokal; Kegiatan ini dilaksanakan Direktorat Budidaya Ternak bersama satker provinsi, kab/kota dan UPT yang meliputi : 1) Pengembangan Budidaya Ternak Potong (pengembangan ternak sapi potong, kerbau dan kambing domba); 2) Optimalisasi IB dan InKA (peningkatan kapsitas petugas IB, pengadaan pejantan, sinkronisasi IB, penguatan kelembagaan IB); 3) Pengembangan Budidaya Ternak Perah; 4) Pengembangan Budidaya Ternak Unggas dan Aneka Ternak, Monogastrik; 5) Pengembangan Usaha dan Kelembagaan; 6) Sertifikasi ISO 9001 : 2008 Direktorat Budidaya Ternak. Capaian Fisik dan Keuangan Direktorat Budidaya Ternak Tahun 2014 tersaji pada lampiran 3. d. Pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan menular strategis dan penyakit zoonosis; Kegiatan ini dilaksanakan Direktorat Kesehatan Hewan bersama satker provinsi, kab/kota dan UPT yang meliputi : 1) Kesiagaan Wabah PHM; 2) Penanggulangan Gangguan Reproduksi dan Penyakit Parasiter; 3) Penguatan Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan; 4) Pengawasan Obat HEwan (ekspor obat hewan, perijinan, pendaftaran, pengawasan peredaran); 5) Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (SIKHNAS); 6) Perlindungan hewan terhadap penyakit eksotik. Capaian Fisik dan Keuangan Direktorat Kesehatan Hewan Tahun 2014 tersaji pada lampiran 4. e. Penjaminan pangan asal hewan yang aman dan halal serta pemenuhan persyaratan produk hewan non pangan; Kegiatan ini dilaksanakan Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pascapanen bersama satker provinsi, kab/kota dan UPT yang meliputi : 1) Peningkatan Penerapan Kesejahteraan Hewan (model tempat pemotongan hewan kurban); 2) Peningkatan Pengendalian Penyakit Zoonosis; 3) Penguatan Laboratorium Kesmavet (fasilitasi peralatan dan akreditasi); 4) Peningkatan Pelayanan Teknis Keamanan Produk Hewan (BPMSPH, BBVet, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 14

20 BVet, UPTD); 5) Fasilitasi RPH-R; 6) Fasilitasi Sarana Sistim Rantai Dingin (Cold Chain) di RPH; 7) Fasilitasi Kios Daging; 8) Fasilitasi Alat Transportasi daging Berpendingin; 9) Pengawasan Peredaran PAH; 10) Pembinaan SDM Kesmavet dan Pascapenen (NKV, Juleha, PPC, Butcher); 11) NSPK; 12) Pemutakhiran data pemotongan Hewan di RPH-R melalui sms gateway. Capaian Fisik dan Keuangan Direktorat Kesehatan Masyarakat Veternier dan Pascapanen Tahun 2014 tersaji pada lampiran 5. f. Peningkatan koordinasi dan dukungan manajemen di bidang peternakan. Kegiatan ini dilaksanakan Sekretariat Ditjen PKH bersama satker provinsi, kab/kota dan UPT yang meliputi : 1) Penyusunan Renstra ; 2) Penyusunan RKT Tahun 2015; 3) Penyusunan Renja Tahun 2015; 4) Penyusunan RKAKL Tahun 2015; 5) Pelaksanaan Revisi Tahun 2014; 6) Pelaksanaan Kegiatan Kehumasan Tahun 2014; 7) Penyusunan dan Penelaahan Usulan Dokumen Makalah Kerjasama/Bantuan Luar Negeri; 8) Koordinasi Kehumasan dengan Instansi Terkait; 9) Pengembangan Hubungan Kerjasama Bilateral, Regional, dan Multilateral Bidang PKH; 10) Reformasi Birokrasi; 11) Penataan dan Penguatan Organisasi (Penyusunan Rincian Tugas Pekerjaan Eselon IV UPT); 12) Penataan Tata Laksana (Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan); 13) Penataan Peraturan Perundang-undangan; 14) Penataan Peraturan Perundang-undangan; 15) Penataan Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia Aparatur; 16) Pola pikir dan Budaya Kerja (manajemen perubahan); 17) Pengembangan Perpustakaan Ditjen PKH; 18) Pengembangan Perpustakaan Ditjen PKH; 19) Prestasi Ditjen PKH Tahun 2014 Lainnya; 20) Prestasi Ditjen PKH Tahun 2014 Lainnya; 21) Prestasi Ditjen PKH Tahun 2014 Lainnya; 22) Penyusunan Berita Acara Serah Terima BMN untuk asetaset yang berasal dari belanja MAK ,526113, dan ; 23) Penghapusan; 24) Pembayaran Tunjangan Kinerja; 25) Laporan PNBP Lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan TA. 2014; 26) Laporan KN; 27) Monev Pembangunan Peternakan dan Keswan; 28) Pengembagnan Website; 29) Evaluasi Hasil Hasil Pengawasan; 30) SPI. Capaian Fisik dan Keuangan Sekretariat Ditjen PKH Tahun 2014 tersaji pada lampiran 6. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 15

21 Aspek Perbibitan Ternak Peningkatan Produksi Perbenihan Produksi dan distribusi semen beku dilakukan oleh 2 balai produsen semen beku yaitu BBIB Singosari dan BIB Lembang Produksi Semen Beku Target produksi semen beku tahun 2014 sebanyak dosis dan realisasi dosis (105,49 %). Realisasi kegiatan relatif melebihi target, hal ini terjadi disebabkan produksi semen beku relatif lebih tinggi karena tersedianya sumberdaya, dana dan permintaan masyarakat melalui penjualan langsung, dan BLU. Permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan adalah produksi semen beku dari rumpun sapi pejantan eksotik relatif lebih tinggi (67%) dibandingkan semen beku sapi pejantan lokal (33%). Disamping itu masih tersedia stock semen beku sapi pejantan eksotik yang merupakan akumulasi produksi tahun-tahun sebelumnya. Produksi semen beku dari rumpun sapi pejantan eksotik yang jauh lebih tinggi dari pejantan lokal perlu mendapat perhatian karena dapat menguras ketersediaan rumpun sapi lokal melalui perkawinan silang yang tidak terarah dan terencana. Untuk itu dalam rangka mengantisipasi kelestarian rumpun sapi lokal diperlukan penambahan pejantan lokal secara berkelanjutan dan meningkatkan jumlah ekspor semen beku sapi eksotik keluar negeri. Produksi semen beku pada BBIB Singosari dan BIB Lembang dalam kurun waktu tahun mencapai dosis (Lampiran 7) Distribusi Semen Beku Tahun 2014 target distribusi semen beku sebesar dosis dan realisasi dosis (117,70 %).Realisasi kegiatan melebihi target disebabkan beberapa faktor, antara lain : a. Tingginya permintaan peternak terhadap semen beku sapi karena meningkatnya pelayanan IB oleh inseminator. b. Peningkatan jumlah akseptor di daerah introduksi. c. Adanya kegiatan sinkronisai berahi di UPT perbibitan. Tahun 2013 BIB Lembang telah mengekspor semen beku sapi FH sebanyak dosis ke Negara Malaysia. Di tahun yang sama BBIB Singosari telah mengekspor semen beku sapi FH, simental, limousin, angus dan PO dalam bentuk hibah sebanyak dosis ke Negara Myanmar, Kamboja, Afganistan, Kirgystan, dan Kazakhstan. Distribusi semen beku pada BBIB Singosari dan BIB Lembang dari tahun mencapai dosis (Lampiran 8) Peningkatan Produksi Perbibitan Kegiatan peningkatan produksi bibit ternak dilaksanakan di 7 UPT, yaitu BBPTU- HPT Baturraden, BPTU-HPT Indrapuri, BPTU-HPT Padang Mangatas, BPTU- HPT Sembawa, BPTU-HPT Denpasar, BPTU-HPT Siborongborong, dan BPTU- HPT Pelaihari. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 16

22 B/BPTU-HPT sebagai penghasil bibit ternak dan hijauan pakan ternak,dalam memproduksi bibit dilakukan proses pencatatan, seleksi dan pengaturan perkawinan untuk menghasilkan bibit yang berkualitas mengacu pada program pemuliaan. Populasi dan produksi bibit ternak pada UPT Perbibitan tahun 2014 seperti pada tabel 6 dibawah. Tabel 6. Populasi dan produksi bibit ternak pada UPT Perbibitan Tahun 2014 No Populasi dan UPT Komoditas Produksi (ekor) % Target Realisasi 1 BPTU HPT Indrapuri Sapi Aceh ,70 2 BPTU HPT Siborongborong Kerbau ,84 Babi ,05 3 Padang Mengatas Sapi Potong ,79 4 BPTU HPT Sembawa Sapi Brahman ,09 Ayam ,62 5 BBPTU HPT Sapi Perah Baturraden Kambing ,00 Perah 6 BPTU HPT Pelaihari Sapi Madura Kambing ,07 Itik*) ,99 7 BPTU HPT Denpasar Sapi Bali ,27 8 BET Cipelang Sapi , ,47 *) Angka Produksi Ternak Realisasi populasi dan produksi bibit ternak di UPT perbibitan tahun 2014 sebesar ekor (123,47%) dari target ekor. Capaian relatif lebih tinggi disebabkan adanya peningkatan produksi dan penambahan populasi ternak Produksi dan Distribusi Embrio Ternak Produksi dan distribusi embrio dilakukan oleh Balai Embrio Ternak (BET) Cipelang.Target produksi embrio tahun 2014 sebanyak 700 embrio, realisasi 716 embrio (102,29 %). Realisasi produksi lebih tinggi dari target disebabkan antara lain: a. Umur donor yang diproduksi embrio masih relative muda, tahun 2012 ratarata diprogram produksi embrio 1-2 kali. b. Ketersediaan pakan sepanjang tahun cukup, baik kualitas maupun kuantitas sehingga produktivitas reproduksi meningkat. c. Lokasi pelaksanaan produksi embrio diluar BET Cipelang (ex-situ) dapat menghasilkan embrio sesuai dengan standar. Target distribusi embrio sebanyak 700 embrio, realisasi sebanyak 968 embrio (138,30 %). Capaian distribusi embrio tahun 2014 lebih tinggi dari target dan melebihi produksi tahun 2014, kelebihan distribusi memanfaatkan stock embrio yang ada di BET Cipelang.Kelebihan distribusi disebabkan antara lain daerah ingin meningkatkan mutu genetik melalui transfer embrio karena adanya Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 17

23 larangan pemasukan pejantan dari luar negeri. Produksi embrio tahun mencapai embrio. Tindak lanjut untuk memenuhi kebutuhan embrio dilakukan program aplikasi embrio pada UPT pusat dan BIBD, sehingga produksi bibit hasil TE dapat dilakukan penjaringan untuk pemanfaatan peningkatan mutu genetik Penguatan Sapi/Kerbau Betina Bunting Kegiatan Penyelamatan Sapi/Betina Produktif dimulai pada tahun 2011 dan terdiri dari 2 sub kegiatan yaitu penyelamatan sapi/kerbau betina produktif dan insentif/penguatan sapi/kerbau betina bunting Penyelamatan Sapi/Kerbau Betina Produktif Kegiatan penyelamatan dilaksanakan selama 2 (dua) tahun yaitu tahun 2011 s.d tahun 2012, pada tahun 2013 kegiatan penyelamatan tidak dialokasikan kembali, hal ini karena berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Direktorat Perbibitan Ternak menunjukkan hasil yang kurang maksimal dilihat dari lokasi penyelamatan yang seharusnya diutamakan di RPH, namun dalam pelaksanaannya hanya 27% di RPH sehingga tidak signifikan mengurangi pemotongan betina produktif. Data kegiatan tahun 2011 sampai dengan 2012 selengkapnya pada lampiran Penguatan Sapi/Kerbau Betina Bunting Kegiatan penguatan sapi/kerbau betina bunting insentif kepada peternak yang memilki sapi/kerbau betina bunting untuk tetap dipelihara sampai beranak. Pemberian insentif ini dilakukan oleh kelompok peternak terseleksi dengan pola dan mekanisme bantuan sosial. Capaian kegiatan kurun waktu sebesar kelompok (107,58%) dari target kelompok dengan pemberian insentif pada ekor (127,50%) ternak (Lampiran 10). Pada tahun 2014, realisasi kegiatan adalah 237 kelompok ( ekor) atau 94,04% dari target 252 kelompok ( ekor). Realisasi kegiatan relatif lebih rendah dibanding target disebabkan: (1) adanya instruksi penghematan anggaran sehingga kegiatan ditunda, pada saat kegiatan akan dilaksanakan kembali, jumlah ternak yang yang bunting minimal 5 bulan tidak memenuhi target (Prov. Bali dan Kab. Bekasi); (2) terjadi permasalahan hukum pada kegiatan-kegiatan sebelumnya, sehingga provinsi/kabupaten sangat berhati-hati dalam pelaksanaan kegiatan yang mengakibatkan tidak ditetapkannya kelompok pelaksana (Provinsi Sumsel dan Kalsel) Pengembangan Kelompok Pembibitan Ternak Dalam rangka mendukung ketersediaan bibit ternak secara berkelanjutan, Pemerintah mengalokasikan kegiatan pembibitan ternak pada satker provinsi/kabupaten. Kegiatan pengembangan kelompok pembibitan ternak pada tahun 2014 terdiri dari beberapa komoditas yaitu sapi potong, kerbau, kambing dan domba, babi, ayam dan itik seperti pada tabel 7 berikut. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 18

24 Tabel 7. Pengembangan Kelompok Pembibitan Ternak Kelompok Pengadaan Ternak No Output (Ekor) Target Realisasi % Target Realisasi % 1 Pembibitan sapi potong , ,05 2 Pembibitan kerbau , ,63 3 Pembibitan , ,36 kambing/domba 4 Pembibitan babi , ,29 5 Pembibitan ayam , ,50 local 6 Pembibitan itik , ,78 J U M L A H , ,34 Realisasi kegiatan mencapai 80 kelompok (98,77%) dari 81 kelompok, realisasi dibawah target disebabkan adanya gagal pengadaan karena sulit mendapat spesifikasi yang sesuai dengan SNI dengan harga yang ditetapkan, namun pengadaan ternak meningkat karena adanya variasi harga di masing-masing daerah sesuai mekanisme pasar Pembibitan Sapi Potong Kegiatan dialokasikan di 12 satker provinsi/kabupaten. Realisasi kegiatan 17 kelompok atau 100,00% dari target 17 kelompok dan realisasi pengadaan ternak 419 ekor atau 176,05% dari target 238 ekor. Realisasi pengadaan ternak relatif lebih tinggi dari target karena adanya variasi harga ternak di masing-masing daerah Pembibitan Kerbau Kegiatan dialokasikan pada 15 satker provinsi/kabupaten. Realisasi kegiatan adalah 32 kelompok atau 96,97% dari target 33 kelompok dan realisasi pengadaan ternak 719 ekor (155,63%) dari target 462 ekor. Realisasi kegiatan lebih rendah disebabkanadanya gagal pengadaan (Jambi) karena sulit mendapat spesifikasi yang sesuai dengan SNI dengan harga yang ditetapkan. Namun realisasi pengadaan ternak lebih tinggi disebabkan adanya variasi harga ternak dimasing-masing daerah Pembibitan Kambing/Domba Kegiatan dialokasikan pada 6 satker provinsi/kabupaten, realisasi kegiatan 7 kelompok (281 ekor) atau 100% dari target 7 kelompok (280 ekor) Pembibitan Babi Kegiatan dialokasikan pada 2 satker provinsi/kabupaten. Realisasi kegiatan adalah 7 kelompok atau 100% dari target 7 kelompok dan realisasi pengadaan ternak 200 ekor (114,29%) dari target 175 ekor. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 19

25 Pembibitan Ayam Kegiatan dialokasikan pada 6 satker provinsi/kabupaten. Realisasi kegiatan adalah 8 kelompok atau 100% dari target 8 kelompok dan realisasi pengadaan ternak ekor (192,50%) dari target ekor Pembibitan Itik Kegiatan dialokasikan pada 8 satker provinsi/kabupaten. Realisasi kegiatan adalah 9 kelompok atau 100% dari target 9 kelompok dan realisasi pengadaan ternak ekor (149,78%) dari target ekor Penetapan Wilayah Sumber Bibit Penetapan wilayah sumber bibit bertujuan mendorong pemerintah daerah yang memiliki banyak ternak rumpun tertentu untuk mengusulkan penetapan wilayah sumber bibit dan meningkatkan pemahaman terhadap pengelolaan wilayah sumber bibit.landasan yang digunakan dalam penetapan wilayah sumber bibit ternak adalah Peraturan Menteri Pertanian Menteri Pertanian Nomor 64/Permentan/OT.140/11/2012 juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/OT.140/9/2011 tentang Pewilayahan Sumber Bibit dan Peraturan Sampai dengan tahun 2014, sudah 2 lokasi ditetapkan Menteri Pertanian sebagai wilayah sumber bibit, yaitu Kabupaten Hulu Sungai Utara Provinsi Kalimantan Selatan ditetapkan menjadi wilayah sumber bibit itik alabio dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4436/Kpts/SR.120/7/2013 tanggal 1 Juli 2013, dan Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit Sapi Bali dengan Nomor 4437/Kpts/SR.120/7/2013 tanggal 1 Juli Pada tahun 2014, tujuh belas (17) kabupaten mengajukan untuk menjadi wilayah sumber bibit ternak lokal/asli Indonesia yaitu: Kab. Aceh Jaya, Pasaman Barat, Siak, Lampung Tengah, Lampung Selatan, Ciamis, Banjarnegara, Kebumen, Blora, Banyumas, Purworejo, Bojonegoro, Rembang, Gunung Kidul, Probolinggo, Barito Kuala, Lombok Tengah. Dari 4 proposal yang dinilai, 2 proposal wilayah sumber bibit dinilai layak diverifikasi dan diusulkan menjadi wilayah sumber bibit yaitu Kabupaten Kebumen dan Gunung Kidul dan sampai akhir bulan Desember 2014 masih dalam proses pengesahan oleh Menteri Pertanian. Permasalahan yang dihadapi adalah sulitnya untuk menyusun proposal penetapan pewilayahan sumber bibit terkait kriteria yang dipersyaratkan. Upaya tindak lanjut adalah daerah agar bekerja sama dengan Perguruan Tinggi setempat Penerapan Teknologi Perbibitan Peningkatan penerapan teknologi perbibitan dilakukan melalui uji zuriat dan uji performans. Kegiatan uji zuriat dilakukan untuk menghasilkan bibit pejantan unggul yang cocok dengan kondisi agroklimat di Indonesia dalam upaya mengurangi ketergantungan pada pejantan impor, sedangkan uji performans dilakukan untuk menghasilkan bibit khususnya pejantan dengan meningkatkan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 20

26 produktifitas melalui pendekatan faktor genetik. Pencatatan meliputi pencatatan perkawinan/pelaksanaan IB, reproduksi, kebuntingan, pertumbuhan anak. Disamping untuk menciptakan produksi bibit unggul melalui pengujian, pemerintah berkewajiban untuk menjaga dan melestarikan serta upaya pengembangan Sumber Daya Genetik (SDG) hewan. Guna mencegah kemungkinan pengambilan secara ilegal SDG Hewan (rumpun atau galur) ternak unggul atau yang telah terbentuk di suatu wilayah tersebut, Pemerintah memberikan perlindungan hukum melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Ternak. Pelaksanaan kegiatan sebagai berikut: Uji Zuriat Sapi Perah Nasional Pelaksanaan uji zuriat sapi perah nasional dilakukan bertahap, memerlukan waktu yang relatif lama (± 7 tahun) dan dengan biaya yang relatif mahal, sehingga memerlukan koordinasi antara pemerintah, perguruan tinggi, swasta, koperasi dan peternakan rakyat. Uji zuriat sapi perah nasional mulai dilakukan tahun 2004 dengan melibatkan ekor Participated Cow (PC/induk). Sampai dengan tahun 2012 telah di launching sebanyak 8 ekor pejantan unggul sapi perah Indonesia hasil uji zuriat sapi perah nasional. Tahun 2013 kegiatan memasuki periode II B dengan Calon Pejantan Unggul (CPU) yang diuji sebanyak 3 ekor, dan dimulai kegiatan uji zuriat sapi perah nasional periode II C dengan CPU yang diuji sebanyak 3 ekor. PC yang dilibatkan dalam kegiatan uji zuriat sapi perah nasional sebanyak Ekor. Tahun 2015 akan dilaunching kembali sebanyak 3 ekor pejantan unggul sapi perah Indonesia hasil uji zuriat sapi perah nasional periode IIB. Kendala dalam pelaksanaan kegiatan antara lain : (1) petugas rekorder belum melaksanakan tugasnya secara optimal; (2) keterbatasan sarana, prasarana petugas, dana penjaringan DC; (3) sulitnya mendapatkan data produksi susu ternak pembanding yang sekandang dan seumur dengan DC yang melahirkan. Upaya tindak lanjut adalah : (1) memotivasi petugas rekorder dan memberi fasilitas; (2) DC cukup umur tapi belum bisa di IB agar ditangani oleh tim reproduksi ternak; (3) dilakukan pembandingan produksi susu dengan ternak pembanding yang kandangnya berdekatan dengan DC yang melahirkan Uji Performans Sapi Potong Kegiatan uji performan sapi potong mulai dilakukan tahun 2009 dan sampai tahun 2014 diikuti 15 provinsi dan 1 swasta yaitu Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sumut, DIY, Sulteng, Aceh, Kalbar, Sumbar, Sulawesi Barat, Papua Baratdan PT. Karya Anugerah Rumpin.Tahapan kegiatan uji performans adalah persiapan (identifikasi lokasi, ternak dan peternak), penyiapan pejantan dan induk, pelaksanaan perkawinan, pencatatan dan seleksi calon pejantan dan calon induk, pengujian. Kegiatan uji performan sapi potong tahun 2014 memasuki tahapan pelaksanaan perkawinan ternak (IB, kawin alam) dari lima tahapan pelaksanaan uji performan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 21

27 sapi potong. Realisasi kegiatan yang telah dilaksanakan, jumlah ternak yang telah diukur dan dicatat berjumlah sebanyak ekor yang terdiri dari sapi bali sebanyak ekor, sapi PO ekor, sapi aceh 181 ekor dan sapi madura 850 ekor. Ternak bibit ternak hasil uji performan yang dilaunchingoleh Wakil Menteri Pertanian yaitu: a. Bibit sapi bali sebanyak 256 ekor dari NTB, Sulsel,dan PT. Karya Anugerah Rumpin. b. Bibit sapi Madura sebanyak 9 ekor dari Jatim. c. Bibit sapi PO sebanyak 15 ekor dari Jateng. d. Bibit sapi SO sebanyak 44 ekor dari PT. Karya Anugerah Rumpin. Permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan ini adalah (1) pemberian identitas (nomor ternak) dan pengukuran data vital tubuh induk dan anak sapi yang diikutsertakan belum tertata dengan baik, (2) kurangnya pembinaan dinas kabupaten dan provinsi; (3) petugas uji performans kurang pelatihan pencatatan (recording). Upaya tindak lanjut adalah (1) dinas provinsi, dinas kabupaten dan petugas rekorder untuk memberikan identitas kepada induk dan anak sehingga kegiatan uji performan dapat terlaksana dengan baik, (2) meningkatkan pembinaan teknis oleh dinas kabupaten dan provinsi; (3) pelaksanaan pelatihan pencatatan (rekording) bagi petugas Penetapan Rumpun dan Galur Ternak Penetapan rumpun atau galur ternak adalah pengakuan pemerintah terhadap rumpun atau galur yang telah ada di suatu wilayah sumber bibit yang secara turun-temurun dibudidayakan peternak dan menjadi milik masyarakat, dan merupakan penghargaan negara terhadap suatu rumpun atau galur baru hasil pemuliaan di dalam negeri atau hasil introduksi yang dapat disebarluaskan. Penetapan/pelepasan ternak selama tahun disajikan seperti pada lampiran 11. Kurun waktu tahun telah diterbitkan 60 keputusan Menteri Pertanian tentang penetapan dan pelepasanrumpun/galur ternak, yaitu: (1)Penetapan 57 rumpun/galur ternak (11 rumpun sapi, 9 rumpun kerbau, 7 rumpun kambing, 7 rumpun domba, 2 rumpun kuda, 8 rumpun ayam, 12 rumpun itik,1 rumpun rusa, dan 1 rumpun anjing); (2) Pelepasan 3 rumpun/galur ternak (Kuda Pacu Indonesia, Ayam KUB dan Domba Compass Agrinak). Permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan ini adalah sulitnya untuk menyusun kajian penetapan rumpun atau galur ternak yang diusulkan untuk ditetapkan oleh menteri. Upaya tindak lanjut adalah perlunya daerah melakukan kerjasama dengan Perguruan Tinggi atau Lembaga Penelitian dan Pengembagnan (Litbang) setempat. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 22

28 Penguatan Pembibitan Ternak di Pulau dan Kabupaten/Kota Terpilih Kegiatan terdiri dari: (1) Penguatan Pembibitan Sapi Asli/Lokal di Pulau Terpilih; (2) Penguatan Pembibitan Sapi Potong di Kabupaten Terpilih; dan (3) Penguatan Pembibitan Kerbau di Kabupaten Terpilih. Rincian kegiatan sebagai berikut: Penguatan Pembibitan Sapi Asli/Lokal di Pulau Terpilih Kegiatan Pembibitan Sapi Asli/Lokal di Pulau Terpilih dilaksanakan mulai tahun 2013 di Pulo Raya (Aceh), Pulau Sapudi (Jatim) dan Pulau Nusa Penida (Bali). Kegiatan ini nantinya akan diarahkan ke pemurnian sapi sapi yang ada di pulau tersebut dan menjadikan pulau tersebut sebagai wilayah sumber bibit dan mempertahankan Sumber Daya Genetik (SDG) hewan. Tujuan kegiatan: (1) memfasilitasi sarana perbibitan; (2) meningkatkan pengetahuan/keterampilan (kompetensi) pembibitan; (3) membentuk kelompok peternak sebagai calon kelompok pembibit; (4) menumbuhkan dan menstimulasi peternak secara individu maupun kelompok dalam menerapkan pemurnian dan prinsip-prinsip pembibitan. (5) menumbuhkan Pulo Raya, Pulau Sapudi, dan Pulau Nusa Penida sebagai sumber bibit. Pelaksanaan kegiatan pada tahun 2014 meliputi pengadaan sapi, sarana rekording, pelatihan rekording, peningkatan SDM, seleksi bibit. Pada tahap kegiatan ini melibatkan kelompok yang akan terus dibina sehingga dapat menjadi kelompok pembibit. Gambaran umum progres pelaksanaan kegiatan antara lain: 1) telah terfasilitasinya sarana perbibitan di kelompok; 2) pembangunan infrastruktur baik di kelompok, maupun di dinas sebanyak 15 unit antara lain : (Pembangunan kandang ternak pembangunan jalan, pembagunan gudang genset, pengadaan traktor, pengadaan mesin boat, pengadaan kendaraan lapangan (R2 trail), pembangunan Puskeswan, pembungunan embung, lumbung pakan, irigasi tanah dalam, Irigasi tanah dangkal, perluasan Hijauan Makanan Ternak (HMT); 3) Peningkatan pengetahuan peternak dan petugas (44 orang) ; 4) mulai dilakukan pengukuran, penimbangan dan pencatatan oleh kelompok; 5) telah adanya ternak yang mendapatkan Surat Keterangan Layak Bibit (SKLB) (1053 ekor) ; dan 6) Proses identifikasi wilayah sumber bibit. Permasalahan antara lain : 1) Lokasi di kepulauan sehingga pembinaan hanya dapat dilakukan saat cuaca baik, sehingga tidak dapat dilakukan pembinaan secara insedentil; 2) Masih diperlukan upaya untuk optimalisasi pemanfaatan sarana perbibitan yang difasilitasi baik oleh kelompok maupun dinas; 3) Aktifitas mengukur, menimbang sapi dan mencatat data pada kartu recording masih belum menjadi aktivitas rutin bagi kelompok; 4) Belum optimalnya koordinasi pendampingan antara dinas provinsi dan kabupaten; 5) Masih kurangnya koordinasi antara pemegang Satker dengan Dinas Peternakan; Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 23

29 6) Masih diperlukan peningkatan pengetahuan keterampilan SDM secara terus menerus Masih diperlukan peningkatan SDM kelompok dan petugas. Upaya tindak lanjut 1) Peningkatan SDM dan pembinaan secara intensif kepada kelompok penerima kegiatan pembibitan; 2) Perlu ditempatkan petugas teknis beserta petugas penjaga/perawat ternak agar ternak dapat dikontrol perkembangannya; 3) Pemberian motivasi kepada kelompok dan kegiatan pengukuran ternak sapi dirasakan menfaatnya bagi kelompok serta cara-cara pelaksanaan kegiatan lebih disederhanakan; 4) Komunikasi secara lebih insentif dan lebih transparan antara provinsi dengan kabupaten; 5) Peningkatan SDM terutama anggota kelompok yang terlibat dalam program pemurnian/pembibitan sapi dapat lebih ditingkatkan terutama terkait dengan penguatan kelembagaan 6) Peningkatan penyerapan anggaran pelaksanaan kegiatan di tahun berikutnya perlu dilakukan koordinasi dan komunikasi secara lebih intensif dan lebih transparan antara provinsi dengan kabupaten; 7) Dalam menyusun juklak dan juknis versi baru, diharapkan semua birokrat di Provinsi dan Kabupaten berpikir keras untuk dapat memahami dan mampu menjabarkan secara jelas semua kegiatan yang diperintahkan untuk dilakukan dan mampu menyiapkan rencana kerjanya secara tepat dengan tetap mengacu pada pedoman pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Potong di Kabupaten Terpilih Penguatan pembibitan sapi potong dialokasikan berdasarkan rumpun yakni rumpun sapi Bali di Kabupaten Siak (Riau), Kabupaten Barito Kuala (Kalsel), Kabupaten Barru (Sulsel),Pasaman Barat (Sumbar), rumpun sapi PO di Kabupaten Lampung Selatan (Lampung), dan Kabupaten Kebumen (Jateng). Progres kegiatan tahun 2014 antara lain: (1) telah terfasilitasi dan termanfaatkannya sarana pembibitan oleh kelompok (135 unit); (2) adanya peningkatan pengetahuan SDM peternak dan petugas pendamping terutama terkait dalam pembibitan (74 orang); (3) kelompok mulai menerapkan prinsipprinsip pembibitan dari pengukuran, penimbangan, pencatatan ternak; (4) telah dilakukannya identifikasi bibit dan diterbitkannya 3915 Surat Keterangan Layak bibit (SKLB); (5) 3 (tiga) daerah melakukan identifikasi dalam rangka penyusunan penetapan wilayah sumber bibit Penguatan Pembibitan Kerbau di Kabupaten Terpilih Kegiatan dilaksanakan mulai tahun 2014 di 7 kabupaten terpilih sesuai rumpun ternak, yaitu: (1) Kerbau Pampangan di Kabupaten Ogan Komering Ilir ( Sumsel); (2) Kerbau lumpur di Kabupaten Lebak (Banten) dan Brebes (Jawa Tengah); (3) Kerbau Sumbawa di Kabupaten Sumbawa (NTB); (4) Kerbau Kalimantan Selatan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 24

30 di Kabupaten Hulu Sungai Utara (Kalsel); (5) Kerbau Toraya di Kabupaten Toraja Utara (Sulsel) dan (6) Kerbau Kalimantan Timur di Kabupaten Kutai Kertanegara (Kaltim). Secara umum kegiatan meliputi pengadaan sarana rekording, pengadaan ternak kerbau, pelatihan rekording dan peningkatan SDM, seleksi dan penerbitan SKLB. Pada tahap awal kegiatan ini melibatkan 52 kelompok yang akan dibina secara terus menerus sehingga menjadi kelompok pembibit kerbau. Untuk mengetahui progres kegiatan maka dilakukan pembinaan. Progres kegiatan antara lain (1) telah terfasilitasinya dan termanfaatkannya prasarana perbibitan oleh 30 (tiga puluh) kelompok, (2) adanya peningkatan pengetahuan (SDM kelompok, dan petugas terkait perbibitan) melalui pelatihan yang telah dilakukan (44 orang), (3) sebagian besar kelompok sudah mulai melakukan pengukuran, penimbangan dan pencatatan, (4) telah dilakukan identifikasi ternak dan penerbitan SKLB (1029 ekor), (5) proses pengusulan wilayah sumber bibit kerbau dari daerah masih dalam proses pengumpulan data. Permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan didaerah antara lain: (1) pengadaan bibit kerbau tidak dapat terealisir secar optimal, bahkan terdapat kegagalan untuk kabupaten Sumbawa NTB (terealisasi 9,7% realisasi ternak ebanyak 15 ekor dari target 154 ekor ) dan kabupaten Kutai Kertanegara Kalimanatan Timur (0%), hal ini disebabkan tidak ada perusahaan yang mendaftarkan untuk mengikuti tender (Kaltim) da perusahaan tidak siap pendanaan setelah ditetapkan sebagai penenang (NTB) (2) secara umum ketersediaan Pengawas Bibit Ternak dan Medik Veteriner masih kurang, sehingga pelaksanaan identifikasi ternak dan penerbitan surat keterangan layak bibit (SKLB) terhambat; (3) masih memerlukan waktu untuk mengubah paradigma sebagian anggota kelompok dalam pelaksanaan pembibitan, sehingga belum semua anggota kelompok memanfaatkan sarana pembibitan secara optimal; (4) masih diperlukan peningkatan ketrampilan dan pengetahuan SDM kelompok terutama dalam hal perbibitan dan pengolahan pakan (teknologi pakan) secara terus menerus, sehingga pelaksanaan dapat optimal; (5) pengadaan bibit sesuai SNI masih ditemui kendala, terutama terhadap persyaratan lingkar dada; (6) pemeliharaan ternak sebagian besar masih dilakukan secara eksternal yang memanfaatkan padang pengembalaan, namun dengan semakin berkurangnya lahan pengembalaan menyebabkan kesulitan pakan di musim kemarau; (7) tingginya penjualan pejantan yang menyebabkan terkurasnya pejantan di lokasi; (8) adanya kematian pedet yang cukup tinggi, sehingga dpat menghambar peningkatan populasi; Upaya tindak lanjut penyelesaian permasalahan yaitu: (1) pengadaan ternak agar dilaksanakan diawal tahun sehingga dapat memungkinkan tender ulang; (2) diupayakan dengan mengusulkan pengangkatan tenaga wasbitnak dan medik veteriner; (3) dilakukan pembinaan terhadap kelompok secara terus menerus; (4) dilakukan pelatihan untuk peningkatan ketrampilan SDM kelompok; (5) peningkatan SDM dan peternak dalam memahami prinsip-prinsip perbibitan dan membiasakan melakukan pencatatan; (6) perlunya penerapan teknologi pakan ternak; (7) dinas berkoordinasi dengan UPT lingkup Direktorat Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 25

31 dan dilakukan surveilan dalam pencegahan penanganan penyakit; (8) perlunya penambahan pejantan; (9) diperlukan penanganan pedet secara lebih intensif Penguatan Pembibitan Unggas di Kabupaten Terpilih Kabupaten Hulu Sungai Utara khususnya Kecamatan Amuntai Selatan dan Sungai Pandan ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit itik alabio sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No /SR.120/F/07/2013. Sebagai tindak lanjut, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mengalokasikan kegiatan penguatan pembibitan unggas di Kabupaten Hulu Sungai Utara pada tahun Kegiatan dilaksanakan pada tiga kelompok pembibit itik Alabio Kelompok Maju Bahagia dan Usaha Sejati di desa Mamar, kecamatan Amuntai Selatan dan Kelompok Sinar Jaya, dan di Kecamatan Sungai Pandan. Pemanfaatan dana untuk pengadaan bibit ternak Itik Alabio sebanyak ekor terdiri dari ekor betina dan 180 ekor jantan, peralatan antara lain mesin tetas, alat pengolah pakan, timbangan, egg stray dan hand sprayer serta pakan dan bantuan bahan kandang. Peternak sudah cukup memahami pembibitan diantaranya seleksi baik untuk bibit maupun telur tetas. Form untuk pencatatan sudah tersedia hanya perlu penerapan secara kontinyu. Biosekuriti di kelompok Sinar Jaya sudah dilaksanakan, walau masih sederhana. Dengan adanya wabah AI di pertengahan 2014, menjadi pengalaman sehingga kelompok lebih berhati-hati dan dapat menerapkan biosecuriti secara baik. Dalam rangka penyediaan bibit secara berkelanjutan, dan keamanan wilayah sumber bibit, perlu adanya pengaturan atau pembatasan lalu lintas ternak, membatasi pengunjung memasuki lokasi pembibitan Regulasi Perbibitan Regulasi perbibitan selama kurun waktu sebagai berikut: Peraturan/Keputusan Regulasi bidang perbibitan ternak tahun tersaji pada lampiran Standar Benih dan Bibit Ternak Dalam perumusan standar benih dan bibit ternak, Direktorat Perbibitan Ternak mempunyai tugas sampai RSNI tersebut disetujui dalam konsensus (RSNI-3) selanjutnya merupakan kewenangan Badan Standardisasi Nasional (BSN) dalam pengesahan standar tersebut melalui Keputusan Kepala Badan. Standar nasional benih dan bibit ternak yang sudah dikeluarkan sebagaimana lampiran Sertifikasi Bibit Sapi/Kerbau Produksi bibit ternak komoditas sapi dan kerbau dilaksanakan di 6 UPT, yaitu BBPTU-HPT Baturraden, BPTU-HPT Indrapuri, BPTU-HPT Padang Mangatas, BPTU-HPT Sembawa, BPTU-HPT Bali,dan BPTU-HPT Siborongborong. Sertifikat dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Benih dan Bibit Ternak dan UPT. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 26

32 Jumlah bibit ternak bersertitifikat tahun 2014 sebanyak ekor (183,93%) dari target 560 ekor dengan rincian sertifikasi Lembaga Sertifikasi LSPro 170 ekor dan 843 dari B/BPTU HPT. Realisasi lebih tinggi disebabkan adanya kelahiran ternak pada tahun sebelumnya yang relatif lebih banyak dan pada tahun 2014 memasuki umur bibit dan dengan penerapan sistem manajamen mutu sehingga ternak yang terseleksi menjadi bibit lebih banyak dari tahun sebelumnya. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 27

33 Aspek Pakan Ternak Pakan merupakan faktor terpenting untuk menunjang budidaya ternak karena peningkatan bobot badan dan performa ternak yang diinginkan sangat tergantung pada pakan yang diberikan. Peningkatan populasi ternak, produksi daging, susu dan telur sebagai hasil ternak sangat tergantung dari penyediaan pakan yang baik dan berkualitas. Biaya pakan mempunyai kontribusi tertinggi dalam biaya produksi yang mencapai %, oleh sebab itu maka efisiensi biaya pakan sangat diperlukan dalam memproduksi pakan yang berkualitas. Direktorat Pakan Ternak yang dikukuhkan dengan Peraturan Presiden No. 24/2010, dengan uraian tugas yang dituangkan melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010, dari awal pembentukannya diberikan mandat berbagai program dan kebijakan untuk menjawab tantangan terhadap pemenuhan persyaratan mutu dan keamanan pakan melalui kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan pakan nasional, yaitu (1) Pengembangan Bahan Pakan; (2) Pengembangan Pakan Hijauan; (3) Pengembangan Pakan Olahan; dan (4) Pengembangan Mutu Pakan. Kegiatan-kegiatan tersebut difasilitasi melalui dana yang dialokasikan di Pusat, Tugas Pembantuan (TP) dan Dekonsentrasi (DK) pada Provinsi/Kabupaten/Kota diseluruh Indonesia. Pada tahun 2014 melalui Mata Anggaran Kegiatan (MAK) 1783, Direktorat Pakan Ternak mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp ,- (setelah penghematan) untuk kegiatan di Pusat dan Daerah, yang sebagian besar diperuntukkan guna mendukung program PSDSK, dengan realisasi sebesar Rp ,- atau sebesar 72,37 %. Berikut capaian pelaksanaan untuk masing-masing kegiatan utama pada Direktorat Pakan Ternak, yaitu : Pengembangan Integrasi Ternak Ruminansia Konsep integrasi ternak dalam usahatani tanaman adalah menempatkan dan mengusahakan sejumlah ternak, tanpa mengurangi aktifitas dan produktifitas tanaman. Bahkan keberadaan ternak ini harus dapat meningkatkan produktifitas tanaman sekaligus dengan produksi ternaknya. Integrasi ternak bertujuan agar terjadi sinergi saling menguntungkan (mutualism sinergicity) dan pada akhirnya dapat membantu mengurangi biaya produksi. Dengan integrasi akan didapatkan keuntungan yang berlipat ganda, baik bagi kebun maupun bagi ternak. Interaksi dari kedua komoditas tersebut terjadi disebabkan oleh pemanfaatan hasil samping perkebunan/tanaman sebagai pakan dan sebaliknya ternak memberikan pupuk organik bagi kebun/tanaman. Tujuan kegiatan adalah : (a) Memfasilitasi kelompok-kelompok peternak yang menerapkan konsep integrasi dalam pemeliharaan ternak ruminansia; (b) Mengoptimalkan pemanfaatan potensi hasil samping tanaman pertanian sebagai pakan ternak, sehingga dapat membantu mengurangi biaya produksi; (c) Membantu peternak mengoptimalkan produksi ternak maupun tanaman dengan hubungan yang saling menguntungkan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 28

34 Kegiatan ini difasilitasi melalui dana TP sebanyak 136 paket, dengan realisasi fisik kegiatan pada 131 kelompok atau 96,32% dari target. Jumlah pengadaan ternak yang dapat terealisasi sebanyak ekor atau 144% dari target ekor atau 15 ekor per kelompok. Beberapa permasalahan yang ditemui dalam pelaksanaan kegiatan, yaitu : 1. Keterlambatan proses CP/CL dan verifikasi kelompok 2. Proses pelelangan umum untuk pengadaan barang di daerah dilaksanakan melalui pelayanan satu atap sehingga dalam pelaksanaannya memerlukan waktu yang cukup panjang. 3. Adanya penghematan dana pada pertengahan tahun yang kemudian berakibat pada dibatalkan untuk beberapa kegiatan, kondisi ini menyebabkan adanya revisi DIPA, sehingga menghambat proses lelang yang sudah berjalan Pengembangan HPT di Lahan Kehutanan Pemanfaatan Lahan Kehutanan untuk penanaman HPT merupakan kegiatan untuk pengembangan ternak sapi potong kehutanan yang dapat berperan dalam pengembangan peternakan skala nasional dengan memberdayakan peternak yang tinggal di kawasan dekat lahan kehutanan. Bekerjasama dengan pihak perhutani untuk dapat memberdayakan lahan sekitar hutan atau di sela-sela pohon untuk ditanam tanaman pakan berkualitas yang nantinya dapat meningkatkan penyediaan pakan dan meningkatkan kualitas pakan yang diberikan kepada ternak yang dipelihara. Pola yang diterapkan adalah modifikasi pola integrasi ternak yang dilaksanakan di lokasi perkebunan atau tanaman pangan dan hortikultura. Prinsipnya adalah adanya hubungan saling menguntungkan diantara komponen kegiatan. Peternak bisa memanfaatkan lahan hutan yang kurang produktif untuk penanaman hijauan. Pupuk yang dihasilkan mampu dimanfaatkan untuk rehabilitasi lahan hutan. Adanya pemeliharaan ternak di sekitar hutan dengan memanfaatkan lahan kehutanan untuk penanaman hijauan pakan ternak diharapkan selain dapat membantu masyarakat dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan juga membantu Pemerintah dalam menjaga kelestarian hutan dan memanfaatkan lahan-lahan hutan yang kurang produktif dan belum secara optimal termanfaatkan. Tujuan kegiatan adalah meningkatnya populasi ternak sapi potong yang dikontribusikan dari kegiatan pengembangan ternak melalui pemanfaatan lahan kehutanan serta adanya lahan yang bisa dimanfaatkan bagi kegiatan usaha peternakan dan penanaman hijauan pakan ternak. Kegiatan ini difasilitasi melalui dana TP sebanyak 13 kelompok terealisasi 13 kelompok atau 100%. Jumlah pengadaan ternak yang dapat terealisasi sebanyak 178 ekor atau 91,28% dari target 195 ekor atau 15 ekor per kelompok. Pemanfaatan lahan kehutanan yang ditanami Hijauan Pakan Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 29

35 (HPT) terealisasi seluas 67 Ha atau 95,71% dari target seluas 70 Ha. Jenis HPT yang dikembangkan di kelompok yaitu, Rumput Gajah, Rumput Raja, Rumput Odot dan Kaliandra. Permasalahan yang dialami adalah adanya kebijakan penghematan anggaran mengakibatkan kesulitan mengidentifikasi kegiatan di beberapa daerah apakah masih terfasilitasi atau disetor sebagai penghematan, karena daerah kurang aktif melaporkan kegiatan yang dihemat. Selanjutnya tindaklanjutnya adalah (1) di masa datang perlu diantisipasi oleh semua pihak terkait kelancaran kegiatan, agar mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan berdasarkan rencana dan target yang sudah ditetapkan, jika menemukan permasalahan, agar secepatnya dikoordinasikan dengan pihak berwenang di pusat agar diperoleh solusi tepat waktu; (2) Terhadap kegiatan yang tidak dilaksanakan agar daerah membuat surat ke pusat tentang alasan kegiatan tidak dilaksanakan Pengambangan Padang Penggembalaan Padang penggembalaan merupakan sumber penyediaan hijauan pakan yang efisien dalam suatu usaha peternakan sekaligus merupakan area padang rumput dimana ternak digembala. Padang penggembalaan selain memiliki fungsi sebagai sumber pakan hijauan utama bagi ternak ruminansia, juga berfungsi sebagai sarana pemeliharaan dan penanganan ternak, wahana pengembangan ekonomi masyarakat, sumber pelestarian sumberdaya genetik ternak wilayah dan memiliki nilai ekologis bagi lingkungan sekitarnya, wahana pembelajaran peternak dan keorganisasian kelompok ternak. Untuk mendukung percepatan pencapaian program swasembada daging sapi dan kerbau tahun 2014, maka Direktorat Pakan Ternak meneruskan pilot project tahap kedua untuk kegiatan pengembangan padang penggembalaan dengan dukungan dana APBN pada tahun 2014 di 3 (tiga) lokasi yaitu : Kabupaten Bener Meriah (Aceh), Kabupaten Poso (Sulawesi Tengah) dan Kabupaten Dompu (NTB). Kegiatan tersebut merupakan pengembangan dan perbaikan dari pilot project tahap pertama tahun 2013 di Kabupaten Bombana (Sultra) serta kegiatan pengembangan ranch dengan anggaran On-top di Provinsi Papua Barat dan NTT. Dengan adanya aplikasi dari konsep pengembangan padang penggembalaan melalui beberapa contoh pilot project diharapkan pada RPJM telah bisa didapatkan suatu model pengembangan kawasan penggembalaan yang lebih mantap. Tujuan dari kegiatan pengembangan padang penggembalaan ini adalah untuk meningkatkan kualitas padang penggembalaan yang sudah ada, meningkatkan ketersediaan pakan pada musim kemarau dan untuk meningkatkan produktivitas sapi potong dalam mendukung program swasembada daging dan kerbau (PSDS/K) Penentuan lokasi kegiatan pengembangan padang penggembalaan mempersyaratkan bahwa status lahan lokasi kegiatan harus clear and clean Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 30

36 artinya, status hukum jelas peruntukannya dan jelas batas-batasnya, tidak tumpang tindih (konflik) dengan kepentingan lain. Dengan demikian keberadaan lokasi padang penggembalaan diharapkan dapat terjamin dari alih fungsi lahan dimasa yang akan datang. Untuk 2 (dua) lokasi sudah ditetapkan dengan SK Bupati (Poso dan Dompu), sedangkan di Bener Meriah telah ditetapkan berdasarkan Kanun (Perda). 2. Pelaksanaan kegiatan di lapangan mengacu pada Survey Identification Design (SID). Dokumen SID ini merupakan potret detil rancangan kegiatan sesuai kondisi riil di lokasi padang penggembalaan yang berisi antara lain : rencana tata ruang lokasi, detil desain, status kepemilikan lahan, titik ordinat lokasi, hasil survey komposisi botani, desain kandang ternak, tata kelola air/sumber air dan instalasi yang diperlukan, jalan usaha tani, penentuan paddok, dll. Pelaksanaan SID sendiri memerlukan waktu selama 1-2 bulan. 3. Kinerja kegiatan pengembangan padang penggembalaan tahun 2014 yang dialokasikan di 3 (tiga) Provinsi, sebagai berikut : Tabel 8. Kegiatan pengembangan padang penggembalaan tahun 2014 No. Provinsi/Kabupaten Luas Padang (Ha) Luas Kebun (Ha) Mini Ranch (Klp) Sapot (Ekor) Induk Pejantan Kerbau (Ekor) Pejantan 1. Aceh/Bener Meiah NTB/Dompu Sulteng/Poso Jumlah a) Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa telah dapat diperbaiki 245 Ha lahan padang rumput alam dengan memperbaiki vegetasi yang ada atau introduksi rumput, melengkapi sarana prasarana dan fasilitas padang penggembalaan dengan membangun sumber air seperti embung dan mengalirkannya ke bak-bak air di sekitar padang penggembalaan, membangun pagar keliling dan pagar paddock, membuat shelter-shelter tempat berteduh ternak. b) Membangun kebun-kebun HPT seluas 9 hektar untuk ditanami rumput potong dan legume kaya protein, dengan jumlah kelompok yang melaksanakan kegiatan sebanyak 25 kelompok atau mencapai 100% dari target 25 kelompok. c) Menambah ternak untuk induk sapi potong sebanyak 72 ekor dan pejantan untuk pemacek 68 ekor, serta 10 ekor kerbau pemacek untuk perbaikan mutu genetik ternak yang sudah ada disekitar dan di lokasi padang penggembalaan. Permasalahan : 1. Target perbaikan padang penggembalaan tidak tercapai seluruhnya karena tidak cukup waktu penanaman menyesuaikan datangnya musim hujan bulan Nopember-Desember 2. Rekanan kesulitan mendapatkan tenaga kerja untuk mengerjakan pekerjaan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 31

37 3. Medan lokasi padang penggembalaan yang sulit (tanah mudah longsor, belum beraspal) sehingga alat-alat berat dan distribusi material terhambat. Tindaklanjut : 1. Agar ke depan daerah membuat jadwal pelaksanaan secara cermat dan mempunyai komitmen untuk melaksanakan pekerjaan serta mengantisipasi terhadap perubahan cuaca/iklim dalam penanaman rumput/legum 2. Meningkatkan koordinasi antara provinsi, kabupaten dan petugas lapangan, dan mendorong pemberdayaan kelompok untuk ikut kerja membantu pelaksanaan kegiatan di lapangan Penguatan Sumber Benih/Bibit HPT di UPT Pusat, UPTD dan Kelompok Dalam sistem produksi hijauan pakan, benih/bibit tanaman pakan merupakan komponen sangat penting, namun rendahnya ketersediaan bibit/benih menjadi pembatas perkembangan hijauan pakan nasional. Keadaan ini dialami oleh peternak di sebagian besar wilayah Indonesia. Program-program penyediaan hijauan pakan yang selama ini telah dilakukan sering terkendala oleh minimnya ketersediaan benih/bibit HPT di masyarakat. Sampai saat ini kebutuhan hijauan pakan yang berkualitas belum dapat dipenuhi secara optimal, salah satu kendala adalah masih sulitnya mendapatkan benih/bibit bermutu. Kebijakan untuk memudahkan aksesibilitas peternak dalam memperoleh benih/bibit HPT untuk kemudian ditanam di lahan milik mereka adalah dengan menyediakan sumber-sumber benih/bibit HPT di beberapa lokus (UPT pusat, UPT daerah dan kelompok penangkar) sehingga nantinya produksi benih/bibitnya dapat disebarluaskan kepada masyarakat yang membutuhkan atau masyarakat yang membutuhkan mudah mendapatkannya. Selain itu, ketersediaan benih/bibit HPT diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan HPT bagi ternak bibit yang ada di UPT/kelompok tersebut, memperbaiki atau memperluas padang pengggembalaan yang ada dan menjadikan UPT pusat dan daerah sebagai centre of excellence bidang pakan. Tujuan dari kegiatan ini adalah menyediakan benih/bibit HPT di UPT Pusat, UPTD, kelompok untuk memenuhi kebutuhan di UPT Pusat dan UPTD sendiri, dan kelompok peternak serta pihak lain yang terkait dengan pengembangan peternakan, meningkatnya produksi dan produktivitas ternak (UPT pusat, UPT daerah dan kelompok) dan UPT Perbibitan Pusat sebagai centre of excellence atau pusat referensi dan pelatihan bidang pakan. 1. Pengambangan sumber benih/bibit HPT di UPT Pusat a) Kegiatan pengembangan sumber bibit/benih HPT di UPT Pusat Tahun 2014 dilaksanakan di 10 BPTU-HPT/BIB dengan target output luas kebun HPT dan padang penggembalaan yang diolah seluas 439 Ha. Realisasi dari kegiatan tersebut seluas 444 Ha atau 101%, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 32

38 2. Pengambangan sumber benih/bibit HPT di UPTD Kegiatan pengembangan sumber bibit/benih di UPTD pada tahun 2014 dialokasikan di 12 UPTD dengan realisasi 13 UPTD (100%), sedangkan target output adalah luas kebun HPT yang diolah seluas 65 Ha atau 5 Ha untuk setiap UPTD dengan realisasi capaian output seluas 65 Ha atau 100%. 3. Pengambangan sumber benih/bibit HPT di Kelompok Kegiatan pengembangan sumber bibit/benih di Kelompok pada tahun 2014 dialokasikan sebanyak 24 paket pada 24 kelompok dengan target output adalah luas kebun HPT yang diolah seluas 54 Ha atau 2 Ha untuk masingmasing kelompok. Realisasi fisik pada 24 kelompok atau mencapai 100% dan kebun yang ditanami HPT mencapai 58 Ha atau 100 %. Permasalahan : 1. Belum semua produksi benih/bibit HPT di UPT bisa terdistribusi, masih ada beberapa stok ketersediaan, hal ini dikarenakan adanya pemesanan yang dibatalkan (pemesanan Dinas Peternakan Sumut ke UPT Siborong-Borong) serta kurangnya promosi yang dilakukan oleh UPT. 2. Pelaksanaan kegiatan ini terkendala oleh penanaman HPT yang mengalami kemunduran akibat dari musim hujan belum tiba, namun tidak mengurangi output maupun batas waktu yang ditentukan. Tindaklanjut : 1. Perlunya promosi yang dilakukan oleh UPT terhadap ketersediaan benih/bibit HPT yang dihasilakan baik melalui web yang sudah dimiliki maupun pada saat pertemuan/koordinasi ke instansi lain. 2. Pembinaan kelompok agar terus dilakukan secara berkelanjutan, sedangkan perawatan/pemeliharaan HPT agar dilaksanakan dengan baik (pemupukan, penyiangan, dan pengairan, dll) Penanaman dan Pengembangan Tanaman Pakan Ternak Berkualitas Pengembangan peternakan sangat tergantung pada ketersediaan pakan yang berkualitas, khususnya untuk pengembangan ternak ruminansia, ketersediaan pakan hijauan sangat penting. Selain itu, sebagian besar peternak masih mengandalkan ketersediaan pakan hijauan yang rendah nutrisi sehingga performa produksi dan produktivitas ternak tidak optimal. Isu yang berkembang saat ini adalah semakin menurunnya pertambahan bobot badan harian (PPBH) sapi potong dan rendahnya produksi susu sapi perah hanya sekitar 10 liter/hari di peternakan rakyat, akibat dari pemberian pakan yang kurang, baik dari segi kuantitas (jumlah) maupun kualitasnya. Masalah ketersediaan pakan ruminansia yang berkualitas yang belum bisa diakses oleh semua ternak tentu saja harus dapat segera diatasi oleh semua pihak yang terlibat, khususnya masyarakat peternakan. Oleh karena itu diperlukan kegiatan terobosan yaitu gerakan penanaman dan pengembangan tanaman pakan ternak berkualitas (disingkat : GERBANG PATAS) di beberapa lokasi PSDSK dengan harapan dapat mendukung program pakan yang sudah ada sebelumnya. dalam Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 33

39 rangka pencapaian tujuan Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau berkelanjutan (PSDSK) tahun Tujuan kegiatan ini adalah meningkatnya produktivitas ternak ruminansia pada lokasi kegiatan melalui penanaman dan pemanfaatan tanaman pakan ternak yang berkualitas yang dapat diakses oleh kelompok ternak, untuk mendukung pencapaian program swasembada daging sapi kerbau (PSDSK) 2014 dan keberlanjutan. Realisasi pelaksanaan kegiatan Penanaman dan Pengembangan Tanaman Pakan Berkualitas Tahun 2014 sebanyak stek atau 123,63% dari target stek di 23 Provinsi. Sedangkan 1 (satu) provinsi yaitu Riau tidak merealisasikan kegiatan yang disebabkan salah out put didalam POK. Realisasi keuangan sebesar Rp ,- atau 58,03% dari alokasi dana sebesar Rp ,- Permasalahan : 1. Kesalahan dalam membaca POK yang dilakukan oleh Provinsi Riau khususnya pada output kegiatan sehingga pada saat dilakukan revisi target stek tidak diubah akibatnya kegiatan tidak dilakukan karena waktu untuk mengajukan revisi sudah tidak memungkinkan lagi. 2. Penanaman HPT terkendala oleh datangnya musim hujan yang belum tiba sehingga pelaksanaan penanaman dilakukan penundaan namun tidak melebihi waktu yang sudah ditentukan. Tindaklanjut 1. Kedepan disarankan kepada daerah untuk dapat mencermati POK lebih teliti lagi, dan apabila ada kesalahan segera mengajukan revisi ke Pusat untuk perubahannya. 2. Pembinaan kelompok maupun perawatan/pemeliharaan HPT agar dilakukan seoptimal mungkin untuk memperoleh hasil produksi HPT yang lebih baik (pemupukan, penyiangan, pengairan dll) Pengembangan Pakan Konsentrat Sapi Potong melalui UPP, LP, UBP, dan Revitalisasi UPP/LP Kebutuhan pakan ternak ruminansia dan unggas, khususnya pakan konsentrat dipenuhi dari pabrik pakan yang diproduksi oleh pabrik pakan anggota Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) dan sebagian lagi dipenuhi oleh pabrik pakan skala kecil (PPSK) dengan mencampur sendiri beberapa bahan pakan atau menggunakannya secara langsung. Memproduksi pakan bukan hanya dilihat dari segi kualitas yang harus baik, tetapi juga dari segi ekonomisnya, murah dan mudah terjangkau oleh peternak, karena dengan kecenderungan biaya pakan yang semakin meningkat, sudah dapat dipastikan usaha budidaya ternak juga akan terkendala bahkan dapat mengancam kelangsungan usaha. Mengingat pentingnya peranan pakan dalam usaha budidaya ternak, serta tingginya potensi dan keragaman bahan pakan yang tersedia di lapangan, maka para peternak dan kelompok peternak diharapkan dapat membuat pakan sesuai Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 34

40 kebutuhan ternak dengan mengoptimalkan bahan pakan lokal yang tersedia, sehinga dapat menghasilkan pakan yang berkualitas dengan harga terjangkau dan tersedia sepanjang tahun. Pemerintah telah mengupayakan beberapa program terobosan yang mengarah kepada ketahanan pakan lokal, agar efisiensi biaya pakan ditingkat kelompok dapat tercapai, melalui kegiatan Pengembangan Unit Pengolah Pakan (UPP) Ruminansia, Lumbung Pakan (LP) Ruminansia, Unit Usaha Bahan Pakan (UBP), dan Revitalisasi UPP/LP. Tujuan kegiatan adalah (a) optimalisasi pemanfaatan bahan pakan lokal melalui penguasaan teknologi produksi dan pengolahan pakan yang memenuhi standar kebutuhan ternak ruminansia, baik kuantitas maupun kualitas, dengan harga yang terjangkau; (b) mengoptimalkan pemanfaatan sisa hasil pertanian, perkebunan, tanaman pangan dan hortikultura, melalui penerapan teknologi pengawetan, penyimpanan; (c) menghasilkan bahan pakan lokal spesifik lokasi dalam upaya penyediaan pakan lokal secara berkesinambungan, mendorong tumbuh dan berkembangnya unit usaha bahan pakan. Capaian Kegiatan : 1. Kegiatan Unit Pengolah Pakan (UPP) Ruminansia difasilitasi melalui dana TP sebanyak 37 kelompok dengan realisasi fisik kegiatan pada 32 kelompok atau 86,48%. Sedangkan realisasi keuangan sebesar Rp ,- atau 84,59% dari alokasi dana sebesar Rp ,- 2. Untuk kegiatan Lumbung Pakan (LP) Ruminansia dialokasikan sebanyak 36 kelompok dengan realisasi fisik kegiatan pada 35 kelompok atau 97,22%, dengan realisasi keuangan sebesar Rp ,- atau 69,62% dari alokasi dana sebesar Rp ,- 3. Kegiatan Unit Usaha Bahan Pakan (UBP) difasilitasi sebanyak 6 kelompok dengan realisasi fisik kegiatan pada 5 kelompok atau 83,33%, dan realisasi keuangan sebesar Rp ,- atau 67,59% dari alokasi dana sebesar Rp ,- 4. Sedangkan untuk kegiatan Revitalisasi UPP/LP dialokasikan untuk 8 kelompok di 5 provinsi, dengan realisasi fisik pada 7 kelompok atau 87,5% dari target. 5. Dari realisasi fisik kegiatan pengembangan pakan konsentrat sapi potong melalui UPP, LP, UBP, dan Revitalisasi UPP/LP pada 79 kelompok tersebut, kelompok dapat memproduksi pakan sebanyak di 173 Ton pakan konsentrat Bantuan Penguatan Pakan Sapi Perah Rendahnya tingkat produksi dan produktivitas sapi perah salah satu penyebabnya adalah masih rendahnya penggunaan pakan yang berkualitas saat ini. Rata-rata pakan konsentrat yang digunakan oleh peternak sekitar 14% sedangkan sesuai SNI dipersayaratkan untuk sapi laktasi kadar protein kasar minimal 16%. Hal ini disebabkan karena daya beli peternak pada pakan yang kualitas sangat rendah terkait dengan harga susu yang masih rendah, sehingga antara biaya produksi dan harga jual susu masih belum sesuai. Dengan kondisi di atas, pemerintah mencoba melakukan peningkatan usaha peternakan sapi perah dengan memberikan bantuan untuk meningkatkan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 35

41 kualitas pakan, sapi perah akan mendapatkan pakan yang berimbang dan berkualitas. Hal ini akan berdampak langsung pada peningkatan produksi susu dan peningkatan kemampuan reproduksi secara optimal dan pada akhirnya program ini akan meningkatan pendapatan para peternak sapi perah. Tujuan dari kegiatan bantuan langsung penguatan pakan sapi perah adalah : (a) Meningkatkan produksi susu sapi perah dengan pemberian bantuan pakan yang sesuai dengan standar dan kebutuhan hidup ternak; (b) Meningkatkan pendapatan peternak dengan adanya penambahan produksi susu. Capaian Kegiatan 1. Terdistribusikannya pakan konsentrat berkualitas sebanyak 6.232,5 Ton kepada 277 kelompok untuk ekor sapi perah laktasi, atau sebesar 92,33% dari target Ton pada 300 kelompok untuk ekor. Target pakan konsentrat yang diberikan tersebut sesuai SNI yaitu dengan kualitas protein kasar sekitar 12-14%. 2. Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan ekspose pada tanggal 18 Desember 2014, diperoleh hasil sebagai berikut : a) Rata-rata kenaikan produksi susu : 1,57 liter/ekor/hari b) Rata-rata kenaikan kualitas susu (%TS) : 0,42 % c) Rata-rata kenaikan pendapatan peternak sebesar : Rp /orang/hari. Permasalahan yang dihadapi Beberapa permasalahan dalam pelaksanaan telah teridentifikasi yaitu sebagai berikut : 1. Adanya penghematan di pertengahan tahun anggaran menyebabkan sebagian Satker memulai kegiatan lelang pengadaan pakan setelah proses penghematan selesai 2. Keterlambatan kegiatan yang disebabkan pada saat proses pengadaan barang dan jasa melalui ULP memerlukan waktu karena adanya antrian. 3. Pada saat pengadaan pakan terjadi kegagalan lelang, hal ini terjadi pada Satker di Kabupaten Blitar 10 kelompok dan Kabupaten Probolinggo 10 kelompok. 4. Kualitas pakan bantuan yang ditawarkan oleh penyedia barang belum sesuai dengan mutu seperti yang dipersyaratkan dalam pedoman pelaksanaan. 5. Beragamnya jumlah anggota dalam satu kelompok, sehingga menyulitkan kelompok untuk membagi anggota yang mendapatkan bantuan. 6. Beragamnya pemahaman dan cara pemeliharaan pada peternak 7. Sulitnya pencatatan dan pelaporan dari peternak Tindak lanjut yang akan dilakukan diantaranya : (1) Telah dilakukan sosialisasi kegiatan yang Petugas wastukan secara periodik untuk memantau kualitas pakan yang diadakan oleh penyedia barang bantuan penguatan pakan sapi perah dapat ditingkatkan karena berdampak langsung pada peningkatan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 36

42 produksi susu secara langsung baik jumlah maupun kualitas; (2) Rapat Koordinasi dengan penanggung jawab teknis kegiatan pada Satker daerah terkait kendala-kendala pelaksanaan yang ada di daerah telah dilakukan dan telah diberikan solusi pemecahan, antara lain adanya kesulitan teknis pemenuhan spesifikasi pakan dan penyelesaian distribusi pakan yang mendekati akhir tahun; (3) Kendala pencatatan masih terjadi, karena pada beberapa Satker honor petugas pencatat produksi susu terkena penghematan, salah satu cara untuk mendapatkan data adalah dengan cara terus berkordinasi dengan petugas yang ada di dinas; (4) Petugas wastukan secara periodik untuk memantau kualitas pakan yang diadakan oleh penyedia barang bantuan penguatan pakan sapi perah dapat ditingkatkan karena berdampak langsung pada peningkatan produksi susu secara langsung baik jumlah maupun kualitas Pengawasan Mutu Pakan Pakan merupakan faktor penting dan strategis dalam meningkatkan produksi dan produktivitas ternak, sehingga perlu dijaga agar ketersediaan dan mutu pakan yang beredar terjamin. Untuk mendukung hal tersebut perlu dilakukan optimalisasi pemanfaatan bahan pakan lokal, pengembangan pabrik pakan/unit pengolah pakan dan pengembangan kelembagaan pakan yang dikembangkan melalui program Ketahanan Pakan (feed security) dan Keamanan Pakan (feed safety). Ketahanan Pakan (feed security) bertujuan untuk tercapainya pakan mandiri sedangkan Keamanan Pakan (feed safety) bertujuan untuk menjaga tersedianya pakan yang baik dan aman. Kebijakan yang ditempuh adalah melalui pengembangan mutu pakan, pengembangan SDM pengawas mutu pakan, pengembangan laboratorium pakan dan pengembangan regulasi, standar, norma, pedoman, kebijakan dan peraturan di bidang pakan. Pakan yang baik dan berkualitas harus memenuhi SNI (Standar Nasional Indonesia) dan Standard Internasional (Codex Alimentarius Commision). Permasalahan yang timbul pada saat ini banyak peternak atau industri yang menambahkan obat-obatan, bahan additif dan supplemen yang tidak sesuai pada pakan. Disamping itu pakan dapat mengandung cemaran fisik, biologi dan kimia serta memiliki kualitas yang rendah. Hal ini mempengaruhi kesehatan, produktivitas ternak, serta produk peternakan yang dapat membahayakan keamanan pangan. Oleh karena itu Pengawasan Mutu Pakan sebagaimana di amanatkan oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 perlu dilakukan secara menyeluruh sebagai suatu sistem manajemen mutu yang dimulai dari pengadaan, penyiapan, penyimpanan, penggilingan, dan pencampuran bahan pakan, pembuatan pelet, pengepakan, pelabelan, penyimpanan dan pengeluaran/ pendistribusian pakan, hal tersebut sangat esensial dalam upaya agar konsumen menggunakan pakan yang memenuhi standar mutu sesuai SNI atau Persyaratan Teknis Minimal (PTM) yang ditetapkan. Tujuan kegiatan adalah : (1)Terlaksananya kegiatan fasilitasi pengawasan mutu pakan oleh Daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota; (2) Terkoordinasinya Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 37

43 kegiatan Pengawasan Mutu Pakan antar Kabupaten/Kota dan Provinsi; (3) Terfasilitasinya kegiatan pengujian mutu pakan oleh Daerah Capaian Kegiatan : (1) Terlaksananya pengawasan mutu pakan di 33 provinsi atau mencapai 106,45% dari target di 31 provinsi; (2) Bertambahnya kemampuan, pengetahuan dan keterampilan pengawas mutu pakan; (3) Tersedianya laporan pelaksanaan kegiatan pengawasan mutu pakan sebanyak 33 laporan. Permasalahan 1. Pakan ternak ruminansia utamanya hijauan sangat terpengaruh dengan musim dan kualitas pakan. Selain itu masih kurangnya penerapan teknologi pengolahan pakan. 2. Bahan pakan untuk ternak non ruminansia masih sangat tergantung dari bahan impor. 3. Perlu terus dilakukan pendampingan oleh petugas Dinas setempat terutama dalam memformulasikan dan pemberian pakan. 4. Pengangkatan PNS dengan formasi Calon Fungsional Pengawas Mutu Pakan telah dilakukan, namun belum ditindak lanjuti dengan pengangkatan menjadi Pejabat Fungsional Pengawas Mutu Pakan karena : Tindaklanjut 1. Upaya peningkatan kompetensi dan profesional SDM Pengawas Mutu Pakan melalui Standar Kompeten Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dan sertifikasi profesi. 2. Untuk peningkatan kompetensi SDM Pengawas Mutu Pakan, khususnya Pejabat Fungsional RIHP perlu dilaksanakan Diklat Dasar, Diklat Teknis dan Diklat Penjenjangan. 3. Memberdayakan para pejabat fungsional Pengawas Mutu Pakan sesuai tugas pokok dan fungsinya. 4. Pemenuhan jumlah aparatur (perekrutan CPNS) dapat mengacu pada pedoman Pengawas Mutu Pakan yang ditetapkan oleh Kementerian Pertanian sebagai instansi Pembina Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pedoman pelaksanaan merupakan acuan pelaksanaan kegiatan bagi daerah yang mendapat alokasi dana APBN yang dialokasikan melalui Dana Tugas Pembantuan (TP) dan Dekonsentrasi (Dekon). Hal ini penting untuk dicermati agar tujuan dan sasaran kegiatan dapat dicapai sesuai dengan peraturan untuk menghindari kemungkinan penyimpangan oparasionalisasi pelaksanaan kegiatan di lapangan. Pada tahun 2014 Direktorat Pakan Ternak telah menerbitkan 18 (delapan belas) jenis Pedoman Pelaksanaan Kegiatan, sebagaimana tersaji pada lampiran 14. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 38

44 Aspek Budidaya Ternak Pengembangan Budidaya Ternak Potong Kegiatan Pengembangan Budidaya Ternak Potong dilaksanakan untuk mendukung peningkatan populasi, produksi dan produktivitas sapi potong, kerbau dan kambing/domba. Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan meliputi penguatan modal usaha kepada kelompok tani ternak, yang diberikan dalam bentuk agroinput berupa ternak plus sarana pendukung lainnya, dengan alokasi dana sebesar Rp ,- (tiga ratus sepuluh juta rupiah) untuk kegiatan ternak sapi dan kerbau dan Rp ,- (seratus lima puluh juta rupiah) untuk kegiatan kambing/domba. Pengadaan agroinput dilaksanakan dengan sistem lelang yang mengacu pada Perpres Nomor 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Disamping itu juga, diberikan fasilitasi berupa pelayanan Inseminasi Buatan (IB), penyediaan pejantan pemacek dan pembinaan yang dilaksanakan baik oleh pelaksana pusat maupun pelaksanaan kegiatan di daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Kegiatan kegiatan yang telah dilaksanakan pada tahun 2014 adalah: Pengembangan Sapi Potong a. Pengembangan Kawasan Sapi Potong Dalam rangka mendukung peningkatan populasi, produksi dan produktivitas sapi potong melalui upaya refocusing lokasi dan kegiatan, agar terjadi peningkatan efisiensi dan nilai ekonomis kegiatan pada tahun 2014 dilaksanakan kegiatan pengembangan kawasan budidaya sapi potong di 32 provinsi pada 2014 kabupaten/kota. Kegiatan yang difasilitasi melalui dana TP provinsi dan kabupaten/kota tersebut lebih banyak digunakan untuk mendukung pengembangan budidaya pembiakan dan penggemukan dengan sistem pengelolaan diarahkan pada pengembangan usaha yang berorientasi agribisnis yang diprioritaskan pada industri pembibitan, pembesaran dan penggemukan, sebagai upaya mendukung Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau Pada tahun 2014 kegiatan pengembangan kawasan sapi potong dilaksanakan melalui TP Provinsi/Kabupaten/Kota mendapatkan alokasi anggaran untuk memfasilitasi kegiatan di 32 provinsi dengan jumlah paket sebanyak 378 kelompok. Realisasi pelaksanaan kegiatan mencapai 335 kelompok (88,62 %), realisasi sesuai dengan BAST yang diterima sampai dengan bulan Desember 2014 sebanyak 256 kelompok (76,42%), sedangkan realisasi pengadaan ternak sebanyak ekor (ternak jantan sebanyak ekor dan betina sebanyak ekor). Alokasi dana pengembangan kawasan sapi potong yang difasilitasi melalui dana TP sebesar Rp ,- (seratus delapan belas milyar seratus sembilan belas juta tujuh ratus lima belas ribu rupiah) terealisasi Rp ,- (sembilan puluh dua milyar delapan ratus tiga puluh lima juta lima ratus sembilan puluh sembilan ribu lima ratus tujuh puluh sembilan rupiah) atau sebesar 78.59%. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 39

45 b. Pengembangan Budidaya Sapi Potong Pengembangan budidaya sapi potong dilakukan melalui fasilitasi anggaran TP provinsi dan kabupaten/kota dilaksanakan di 28 provinsi dengan target output sebanyak 128 kelompok. Realisasi pelaksanaan kegiatan sebanyak 122 kelompok (95.31%), realisasi sesuai dengan BAST yang diterima sampai dengan bulan Desember 2014 sebanyak 91 kelompok (74,59%), sedangkan realisasi pengadaan ternak sebanyak ekor (ternak jantan sebanyak 342 ekor dan betina sebanyak ekor. Alokasi dana pengembangan budidaya sapi potong yang difasilitasi melalui dana TP sebesar Rp ,- (tiga puluh milyar tujuh puluh satu juta seratus enam puluh lima ribu rupiah) terealisasi Rp ,- (tiga puluh tiga milyar seratus delapan puluh delapan juta sebelas ribu sembilan ratus tujuh puluh rupiah) atau sebesar 84.94%. c. Pengembangan Indukan Sapi Potong Papua Barat Salah satu upaya untuk peningkatan populasi, produksi dan produktivitas sapi potong, pada tahun 2014 dialokasikan dana pengembangan indukan sapi potong Papua Barat yang difasilitasi melalui dana TP provinsi sebanyak 300 ekor. Alokasi dana pengembangan indukan sapi potong papua barat yang difasilitasi melalui dana TP Rp ,- (enam milyar) terealisasi Rp ,- (lima milyar tiga ratus tiga puluh delapan juta tiga ratus tujuh puluh delapan ribu dua ratus dua puluh rupiah) atau sebesar 88,97%. Realisasi fisik kegiatan sebanyak 300 ekor atau 100% Pengembangan Budidaya Kerbau Dalam upaya mendorong tumbuh dan berkembangnya usaha budidaya kerbau yang dilaksanakan dengan skala usaha melalui pendekatan kelompok, pada tahun 2014, difasilitasi guna mendukung pengembangan budidaya kerbau sebanyak 44 kelompok di 6 Provinsi. Realisasi pelaksanaan kegiatan sesuai dengan BAST sampai dengan bulan Desember 2014 sebanyak 40 kelompok (90,91%), sedangkan realisasi pengadaan ternak sebanyak 751 ekor (ternak jantan sebanyak 138 ekor dan betina sebanyak 613 ekor). Alokasi dana pengembangan budidaya kerbau yang difasilitasi melalui dana TP sebesar Rp ,- (tiga belas milyar lima ratus lima puluh tiga juta delapan ratus ribu rupiah) terealisasi Rp ,- (sembilan milyar tiga ratus empat puluh satu juta sembilan ratus tujuh puluh tiga ribu delapan ratus delapan puluh satu rupiah) atau sebesar 68,93% Pengembangan Budidaya Kambing/Domba Agroinput berupa kegiatan pengadaan ternak, sarana dan prasarana pengembangan ternak kambing/domba. Target kegiatan terdapat di 25 Provinsi pada 65 kelompok. Realisasi pelaksanaan kegiatan sebanyak 46 kelompok sesuai dengan BAST sampai dengan bulan Desember 2014 sebanyak 46 kelompok (70,77%), Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 40

46 sedangkan realisasi pengadaan ternak sebanyak ekor (ternak jantan sebanyak 236 ekor dan betina sebanyak ekor). Rendahnya realisasi dikarenakan adanya 7 provinsi pelaksanaannya hanya sampai cp/cl sedangkan agroniputnya terkena penghematan dan gagal lelang. Secara fisik setelah penghematan terealisasi 100%. Alokasi dana pengembangan budidaya kambing/domba yang difasilitasi melalui dana TP sebesar Rp ,- (enam milyar seratus delapan puluh empat juta enam ratus sembilan puluh satu ribu rupiah) terealisasi Rp ,- (lima milyar empat ratus delapan puluh dua juta enam ratus sembilan puluh satu ribu rupiah) atau sebesar 88,65%. Belum terealisasinya kegiatan secara maksimal disebabkan oleh: 1) Kebijakan penghematan anggaran sehingga terjadinya keterlambatan pelaksanaan kegiatan; 2) pengadaan barang dan jasa menggunakan sistem kontraktual, sehingga pelaksanaan menjadi tidak tepat waktu bahkan ada beberapa kegiatan yang mengalami gagal lelang Optimalisasi IB dan InKA Optimalisasi IB Inseminasi buatan merupakan salah satu jenis penerapan teknologi tepat guna yang dapat menjadi pilihan utama dalam peningkatan populasi, produksi dan produktivitas, karena Inseminasi Buatan memiliki beberapa keunggulan antara lain: 1) penyebaran bibit unggul dapat dilaksanakan dengan murah, mudah dan cepat; 2) dapat mencegah penyebaran penyakit reproduksi menular; 3) efisiensi penggunaan pejantan unggul dan 4) dapat meningkatkan mutu genetik ternak, sehingga dapat mendorong peningkatan pendapatan dan kesejahteraan peternak. Selanjutnya untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam pelaksanaan IB perlu dilakukan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya yang tersedia. Upaya yang sudah dilakukan antara lain : 1) Peningkatan kapasitas petugas IB (Inseminator, PKB, ATR dan lain-lain); 2) Penguatan kelembagaan pelayanan IB (penyediaan sarana IB, seperti : pos IB; ULIB, SP-IB) serta pelaksanaan sinkronisasi IB; serta 3) pengadaan sarana IB dan pendukung lainnya diharapkan dapat meningkatkan pelayanan IB dan meningkatnya fungsi Kelembagaan IB pada SPIB I, SPIB II, Pos IB pada wilayah IB introduksi dan wilayah IB pengembangan. Kegiatan optimalisasi IB mencakup beberapa kegiatan seperti : a. Distribusi Semen Beku Distribusi semen beku dialokasikan pada 32 provinsi sebanyak dosis, dan jumlah yang terealisasi sebanyak dosis (93.12%). Alokasi dana untuk distribusi semen beku yang difasilitasi melalui dana DK sebesar Rp ,- (sembilan belas milyar enam ratus enam puluh lima juta tiga ratus enam ribu rupiah) terealisasi Rp ,- (empat belas milyar enam ratus tujuh juta delapan puluh tujuh ribu tujuh ratus lima puluh empat rupiah) atau sebesar 74.28%. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 41

47 b. Penguatan Kelembagaan IB Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan IB perlu tersedia sarana pelayanan IB di tingkat provinsi, kabupaten/kota dan tingkat kecamatan sampai ketingkat lapangan. Pada tahun 2014, kegiatan penguatan kelembagaan pelayanan IB dilaksanakan di 28 provinsi dengan target output sebanyak 396 unit, terealisasi 318 unit (82,38%). Alokasi dana untuk penguatan kelembagaan IB yang difasilitasi melalui dana DK Rp ,- (tujuh belas milyar empat puluh tujuh juta tiga ratus ribu rupiah) terealisasi Rp ,- (empat belas milyar dua ratus enam puluh enam juta enam ratus enam puluh dua ribu tujuh ratus sepuluh rupiah) atau sebesar 83,69%. Masih belum optimalnya realisasi kegiatan ini disebabkan beberapa provinsi menjadikan kegiatan ini untuk penghematan anggaran (Provinsi Bali) dan terjadi gagal lelang (Provinsi Kalimantan Selatan). Ada pula provinsi yang melakukan revisi kegiatan untuk alokasi kegiatan lainnya (Provinsi Nusa Tenggara Timur). c. Peningkatan Kapasitas Petugas IB (Inseminator, PKB dan ATR) Kegiatan peningkatan kapasitas petugas IB tahun 2014 ini dilaksanakan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Badan Pegembangan Sumber Daya Manusia Pertanian, dengan target peserta sebanyak 760 orang dan terealisasi sebanyak 751 orang (98,68 %). Alokasi dana peningkatan kapasitas petugas IB yang difasilitasi melalui dana TP Rp ,- (delapan milyar tiga puluh tujuh juta enam ratus sembilan puluh tiga ribu rupiah) terealisasi Rp ,- (enam milyar lima ratus dua puluh lima juta tiga puluh delapan ribu delapan ratus dua puluh enam rupiah) atau sebesar 81,18%. Tabel 9. Realisasi Pelaksanaan Kegiatan Peningkatan Kapasitas Petugas IB No Pelaksana Peserta Bimtek Inseminator PKB ATR Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi 1 BBIB Singosari BIB Lembang BPTU-HPT Padang Mengatas 4 BPTU-HPT Sembawa 5 BBPP-Batu BBPK Cinagara Jumlah d. Sinkronisasi Birahi Untuk meningkatkan kelahiran ternak hasil IB, deteksi berahi dan ketepatan IB merupakan hal penting yang mempengaruhi keberhasilan kebuntingan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 42

48 InKa pada ternak. Pada kelompok sapi betina yang tidak bunting, tahap siklus berahi tersebar secara acak. Sekitar 40% berada dalam tahap foikuler, sisanya 60% dalam tahap luteal. Pada kondisi normal, 5% sapi betina berada dalam keadaan berahi setiap hari. Sinkronisasi berahi dirancang untuk menjadikan seluruh betina berahi serempak. Penerapan sinkronisasi berahi dilakukan dengan alasan : (1) banyaknya ternak yang tidak menampakkan gejala/tingkah laku berahi sehingga perlu sinkronisasi untuk mempermudah pendeteksian berahi, (2) deteksi berahi mudah, (3) memungkinkan keseragaman berahi, (4) deteksi berahi dan waktu berahi yang tepat akan menurunkan biaya yang dikeluarkan, (5) penghematan dan efisiensi tenaga kerja inseminator, dan (6) panen pedet serempak. Pada tahun 2014, kegiatan sinkronisasi birahi dilaksanakan di daerah dan UPT Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan total target kegiatan sebanyak dosis, dengan rincian jumlah untuk daerah sebanyak 1800 dosis dan di 4 UPT Ditjen PKH (BPTU HPT Sembawa, BIB Lembang, BPTU HPT Padang Mengatas dan BET Cipelang) dengan target jumlah akseptor sinkronisasi sebanyak dosis. Dari total target kegiatan pada tahun 2014 yaitu sebanyak dosis, dilaporkan realisasinya adalah sebanyak dosis (100.17%). Alokasi dana sinkronisasi berahi yang difasilitasi melalui dana KD dan TP Rp ,- (enam milyar delapan ratus satu juta tiga ratus tujuh puluh tiga ribu rupiah) terealisasi Rp ,- (enam milyar tiga ratus enam puluh lima juta enam ratus tujuh puluh lima ribu tiga ratus empat puluh empat rupiah) atau sebesar 93,59%. Dalam rangka optimalisasi kelahiran, disamping dilaksanakan kegiatan optimalisasi IB, juga dilaksanakan kegiatan Intensifikasi Kawin Alam (InKA). Kawin alam merupakan salah satu pilihan dalam pengembangbiakan ternak pada daerah yang belum dilakukan IB. Berdasarkan data dari jumlah betina produktif sebanyak 4,9 juta ekor (sapi dan kerbau) yang sudah dapat di IB berjumlah lebih kurang 2,3 juta ekor, sehingga sisanya sebanyak 2,6 juta ekor pengembangannya dilaksanakan melalui kawin alam. Oleh karena itu kegiatan pengadaan pejantan InKA tahun 2014 ini dilaksanakan dengan tujuan untuk penyebaran pejantan unggul untuk kawin alam dan perbaikan rasio antara jantan dan betina sejalan dengan perbaikan mutu genetik ternak. Pada tahun 2014, kegiatan InKA melalui pengadaan pejantan pemacek dilaksanakan di 10 Provinsi dengan target pengadaan pejantan pemacek sebanyak ekor. Adapun realisasi pelaksanaan kegiatan pengadaan dan distribusi pejantan pemacek tersebut berjumlah sebanyak 971 ekor atau 93,81%. Alokasi dana Optimalisasi INKA yang difasilitasi melalui dana TP Rp ,- (enam belas milyar seratus tiga puluh lima juta rupiah) terealisasi Rp ,- (empat belas milyar seratus lima belas juta Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 43

49 delapan ratus delapan puluh satu ribu tujuh ratus tiga puluh enam rupiah) atau sebesar 87,71% Pengembangan Budidaya Ternak Perah Pengembangan Budidaya Sapi Perah Pelaksanaan kegiatan budidaya sapi perah terealisasi pengadaan ternak sebanyak 590 ekor, pada 36 kelompok, dari target 41 kelompok yang tersebar di 9 Provinsi. Total anggaran yang tersedia Rp ,- (dua belas milyar enam ratus sembilan puluh satu juta tujuh ratus ribu rupiah) dengan realisasi anggaran sebesar Rp ,- (enam milyar lima ratus lima puluh empat juta enam ratus) atau 51,65%. Permasalahan kegiatan pengembangan budidaya sapi perah yaitu terdapat 1 provinsi yang tidak terealisasi yakni Provinsi Kalimantan Selatan, karena penghematan anggaran dan beberapa kabupaten seperti Kabupaten Magetan dan Ponorogo, Provinsi Jawa Timur tidak dapat terealisasi karena putus kontrak Pengembangan Budidaya Kambing Perah Pelaksanaan kegiatan Budidaya kambing perah dapat terealisasi pengadaan ternak ekor, pada 12 kelompok, dari target 21 kelompok yang tersebar di 11 provinsi. Total anggaran yang tersedia Rp ,- (satu milyar delapan ratus tujuh puluh empat juta delapan ratus delapan puluh empat ribu rupiah) dengan realisasi anggaran sebesar Rp ,- (satu milyar tujuh ratus enam puluh sembilan juta seratus delapan puluh enam ribu enam ratus rupiah) atau sebesar 94,36%. Permasalahan yang dihadapi adalah terdapat 3 provinsi yang tidak terealisasi yaitu di Provinsi Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Bali serta satu kabupaten yaitu Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah karena revisi penghematan anggaran Pengembangan Budidaya Kerbau Perah Pelaksanaan kegiatan Budidaya kerbau perah terealisasi 2 kelompok, dari target 11 kelompok yang tersebar di 6 Provinsi dan total anggaran yang tersedia Rp ,- (enam ratus tiga puluh delapan juta lima ratus enam puluh ribu rupiah) dengan realisasi anggaran sebesar Rp ,- (lima ratus tujuh puluh dua juta enam ratus empat belas ribu rupiah) atau sebesar 89,67%. Permasalahan kegiatan pengembangan budidaya kerbau perah yaitu terdapat 4 provinsi yang tidak terealisasi yaitu Provinsi Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Banten, dan NTB karena revisi penghematan anggaran Pengembangan Budidaya Ternak Unggas dan Aneka Ternak Kegiatan pengembangan budidaya ternak unggas dan aneka ternak dilaksanakan untuk mendukung peningkatan populasi unggas lokal (ayam dan itik), puyuh, kelinci dan babi. Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan meliputi kegiatan koordinasi, pembinaan dan monitoring, pelaksanaan kegiatan di daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan adalah: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 44

50 Pengembangan Budidaya Unggas Lokal a. Pengembangan Budidaya Unggas di Pedesaan (Village Poultry Farming/VPF) Pengembangan VPF dengan komoditi ayam lokal dan itik merupakan salah satu upaya mendorong peningkatan usaha peternakan rakyat di pedesaan. Diharapkan dengan adanya kegiatan ini terjadi peningkatan populasi dan produksi unggas lokal di kelompok yang difasilitasi. Agar kegiatan VPF terlaksana dengan baik kelompok perlu menerapkan konsep Tata Cara Beternak yang Baik atau Good Farming Practice (GFP) secara optimal. Kegiatan ini dilaksanakan sebagai salah satu upaya mendukung berkembangnya usaha peternakan unggas lokal yang terlaksana secara efektif, efisien, ekonomis serta menghasilkan unggas dan produk unggas yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) serta terbebas dari penyakit unggas terutama penyakit AI sejalan dengan upaya melestarikan unggas lokal asli Indonesia. Kegiatan pengembangan unggas di pedesaan melalui dana TP provinsi dan kabupaten/kota awalnya untuk fasilitasi 79 kelompok dengan komoditi ayam lokal dan itik. di 26 provinsi, di 79 Kabupaten/Kota. Pada bulan Juli terkena penghematan anggaran sebanyak 43 kelompok di 15 provinsi, di 42 kabupaten/kota. Dana agroinput dengan nilai per paket antara Rp ,- Rp ,-. Sampai dengan akhir tahun realisasi fisik dari kegiatan diatas sebanyak 43 kelompok atau sebesar 100 %. b. Pengembangan Kawasan Agribisnis Unggas Lokal (KAUL) Pengembangan KAUL dengan komoditi ayam lokal dan itik merupakan salah satu upaya untuk mendorong agar usaha budidaya unggas lokal dapat dilakukan secara terpadu/terintegrasi dalam suatu kawasan dengan menerapkan konsep Tata Cara Beternak yang Baik atau Good Farming Practice (GFP) secara optimal. Kegiatan ini dilaksanakan sebagai salah satu upaya mendukung berkembangnya usaha peternakan unggas lokal yang terlaksana secara efektif, efisien, ekonomis serta menghasilkan unggas dan produk unggas yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) serta terbebas dari penyakit unggas terutama penyakit AI sejalan dengan upaya melestarikan unggas lokal asli Indonesia. Kegiatan KAUL yang difasilitasi melalui dana TP provinsi dan kabupaten/kota sebanyak 20 kelompok dengan komoditi ayam lokal dan itik di 9 provinsi, di 20 kabupaten/kota. Adanya penghematan anggaran kelompok yang difasilitasi menjadi 19 kelompok di 7 provinsi, di 17 kabupaten/kota. Dana agroinput dengan nilai per paket antara Rp ,- Rp ,-. Sampai dengan akhir tahun realisasi fisik dari kegiatan diatas sebanyak 19 kelompok atau sebesar 100 %. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 45

51 Pengembangan Budidaya Puyuh Pada tahun 2014 kegiatan pengembangan budidaya puyuh melalui dana TP provinsi dan kabupaten/kota sebanyak 36 kelompok peternak puyuh. Kegiatan ini rencana dilaksanakan di 12 provinsi, di 30 kabupaten/kota.. Setelah terjadi penghematan anggaran, kelompok yang difasilitasi hanya menjadi 18 kelompok di 8 provinsi, di 15 kabupaten/kota. Dana agroinput dengan nilai per paket antara Rp ,- Rp ,. Sampai dengan akhir tahun realisasi fisik dari kegiatan diatas mencapai 100% Pengembangan Budidaya Kelinci Pada tahun 2014 kegiatan pengembangan budidaya kelinci melalui dana TP provinsi dan kabupaten/kota awalnya memfasilitasi 36 kelompok peternak puyuh yang direncanakan terlaksana di 13 provinsi, di 30 kabupaten/kota. Setelah terjadi penghematan anggaran kelompok menjadi 26 kelompok di 10 provinsi, di 21 kabupaten/kota. Dana agroinput dengan nilai per paket antara Rp ,- Rp ,-. Sampai dengan akhir tahun realisasi fisik dari kegiatan diatas sebanyak 26 kelompok atau sebesar 100% Penataan Budidaya Babi Ramah Lingkungan Dalam rangka mendukung pengembangan usaha peternakan babi yang dikelola dengan memperhatikan aspek lingkungan, pada tahun anggaran 2014 dialokasikan dana TP ke dinas peternakan atau yang membidangi fungsi peternakan di provinsi dan kabupaten/kota yang potensial pengembangan usaha peternakan babi. Kegiatan ini mendukung terlaksananya pengembangan usaha budidaya ternak babi yang ramah lingkungan. Kegiatan penataan babi ramah lingkungan melalui dana TP provinsi dan kabupaten/kota awalnya untuk memfasilitasi 39 kelompok babi yang rencana dilaksanakan di 11 provinsi, di 33 kabupaten/kota. Setelah terjadi penghematan anggaran, kelompok yang dapat difasilitasi menjadi 20 kelompok di 5 provinsi, di 17 kabupaten/kota. Dana agroinput dengan nilai per paket antara Rp ,- Rp ,-. Sampai dengan akhir tahun realisasi fisik dari kegiatan diatas sebanyak 20 kelompok atau sebesar 100 % Pengembangan Usaha dan Kelembagaan Pembinaan Sarjana Membangun Desa (SMD) a. Sarjana Membangun Desa (SMD) Pelaksanaan kegiatan Pembinaan dan Monitoring Perkembangan Sarjana Membangun Desa (SMD) tahun 2014 dilakukan melalui pertemuan koordinasi dan kunjungan ke Daerah untuk melihat realisasi pelaksanaan kegiatan SMD. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 46

52 Pada bulan September 2014, bersamaan dengan kegiatan bulan bakti peternakan dan kesehatan hewan, telah dilaksanakan Petemuan Sarjana Membangun Desa Nasional 2014 pada tanggal September 2014 di Baturaden Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa dengan Peserta Pertemuan Nasional SMD dan SMD WP tahun 2014 adalah para SMD sejak tahun berkinerja baik di 20 (dua puluh) provinsi serta SMD WP di 8 (delapan) provinsi, serta Dinas provinsi yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan. b. Pilot Project Sarjana Membangun Desa (SMD) Wirausahawan Pendamping Program Pilot Project Sarjana Membangun Desa (SMD) Wirausahawan Pendamping tahun 2014, telah dilaksanakan pada 8 provinsi yaitu: Sumatera Barat, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D I Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. Hasil dari pelaksanaan program Sarjana Membangun Desa (SMD) Wirausahawan Pendamping ditetapkan melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan No. 220/Kpts/RC.110//F/04/2014 tanggal 03 April 2014 tentang Penetapan Sarjana Membangun Desa Wirausahawan Pendamping (SMD WP) Terpilih Tahun Anggaran 2014, sebanyak 100 orang SMD WP terpilih yang berasal dari provinsi Sumatera Barat sebanyak 15 orang; provinsi Lampung sebanyak 7 orang; provinsi Jawa Barat sebanyak 12 orang; provinsi Jawa Tengah sebanyak 18 orang; provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 8 orang; provinsi Jawa Timur sebanyak 15 orang; provinsi Nusa Tenggara Barat sebanyak 18 orang; provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 7 orang. Tugas SMD-WP adalah sebagai tenaga pembimbing, pendamping dan pemberdayaan kelompok tani ternak/koperasi dalam mengembangkan usaha agribisnis berbasis peternakan. Dari 100 orang SMD WP yang telah ditetapkan, terdapat 5 orang menyatakan mengundurkan diri, yaitu: 1 orang dari Provinsi D I Yogyakarta; 2 orang dari Provinsi Jawa Barat dan 2 orang dari Provinsi Jawa Tengah, sehingga total SMD WP tahun 2014 menjadi 95 orang. Dalam rangka memperluas wawasan, meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap para SMD WP, dilaksanaan workshop pembekalan Sarjana Membangun Desa Wirausahawan Pendamping (SMD WP) dilaksanakan tanggal Mei 2014 bertempat di Surabaya dengan menghadirkan narasumber yang berkompeten, dengan substansi dan materinya disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan pelaksanaan fungsi pendampingan kelompok masa kini. Secara umum hasil pelaksanaan workshop pembekalan SMD WP tahun 2014 adalah : 1) Meningkatnya kompetensi dan kemampuan Sarjana Membangun Desa Wirausahawan Pendamping (SMD WP) tahun 2014 dalam bidang teknis dan manjerial untuk melakukan pemberdayaan dan pendampingan kelompok. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 47

53 2) Penyamaan persepsi antara tim Pembina SMD WP Pusat, Tim pembina SMD WP Provinsi dan Sarjana Membangun Desa Wirausahawan Pendamping (SMD WP) tahun 2014 dalam pelaksanaan kegiatan pendampingan kelompok tani ternak untuk mewujudkan kelompok tani ternak yang feasible dan bankable. Pada bulan November 2014 telah dilakukan monitoring evaluasi terpadu yang melibatkan unsur Perguruan Tinggi dan dinas Provinsi. Dari hasil evaluasi tersebut dapat dilanjutkan kontrak bagi 70 orang SMD WP dan bagi yang tidak dilanjutkan kontraknya akan diganti melalui seleksi pada tahun Penguatan Kelembagaan Peternak Kegiatan ini merupakan upaya Pemerintah dalam rangka memperkuat kelembagaan peternak baik dalam aspek usaha maupun aspek kelembagaan sosialnya. Bentuk kegiatan yang dilaksanakan meliputi penyiapan Pedoman/Petunjuk, Pertemuan Kelembagaan Peternak, Pembinaan, Supervisi serta monitoring dan evaluasi. a. Kegiatan Pertemuan Kelembagaan Peternak Dilaksanakan bagi kelompok-kelompok peternak dalam rangka memperkuat kelembagaan usaha kelompok peternak, sehingga menjadi kokoh dan kuat. Pertemuan Kelembagaan Peternak Ternak diselenggarakan pada tanggal April 2014 di Jogjakarta. Peserta Pertemuan Kelembagaan Peternak di hadiri oleh Ketua Asosiasi Sarjana Membangun Desa (SMD), perwakilan para SMD dan kelompok binaannya dari berbagai Provinsi. Sebagai narasumber adalah Direktur Budidaya Ternak, Direktur Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kementerian Dalam Negeri, Manajer Unit Pengelola Permodalan Kelompok Petani (UPPKP), Bank Indonesia dan Bank BRI. Alokasi dana untuk Pertemuan Kelembagaan Peternak adalah Rp (dua ratus delapan puluh juta sembilan ratus delapan puluh delapan ribu rupiah). Realisasi kegiatan tersebut adalah Rp ,- (dua ratus tujuh puluh lima juta dua ratus empat puluh tujuh ribu rupiah) atau 97,9% dari target 100%. Tidak terealisasinya target keuangan disebabkan oleh upaya untuk melaksanakan dengan waktu yang terbatas namun tetap mengutamakan aspek persiapan yang baik serta menjamin keberlangsungan pelaksanaan kegiatan agar berjalan lancar maka dipilih lokasi-lokasi terdekat dari para peserta. Akses peserta untuk menghadiri menjadi mudah sehingga biaya yang dikeluarkan juga menjadi minim. b. Pembinaan dan Penataan Kelembagaan Peternak 1) Pembinaan Kelembagaan Peternak Kegiatan Pembinaan kelembagaan peternak, dilakukan melalui supervisi serta monitoring evaluasi untuk memaksimalkan peran kelembagaan peternak sehingga tercapai peningkatan kualitas kelompok peternak. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 48

54 Peningkatan kualitas kelompok merupakan tantangan yang perlu diantisipasi untuk mewujudkan sistem agribisnis yang efisien, lebih produktif dan berkelanjutan. Oleh karena itu, pembinaan dan pendampingan secara kontinyu harus diberikan kepada kelompok peternak tersebut untuk meningkatkan produksi dan produktifitas ternak yang dikelola oleh kelompok. Dengan demikian dalam pengembangan suatu kawasan agribisnis berbasis peternakan diperlukan dukungan berbagai faktor produksi yang saling terkait dan saling berpengaruh satu sama lainnya seperti sumberdaya manusia (SDM), lahan, permodalan, teknologi, infrastruktur, kelembagaan peternak dan kelembagaan agribisnis. 2) Penataan Kelembagaan Peternak Kelembagaan peternak adalah lembaga yang ada di masyarakat petani peternak yang tumbuh berdasarkan kesamaan kepentingan dalam menangani dan mengembangkan usaha agribisnis peternakan, yang terorganisir secara formal dan mempunyai legalitas. Kelembagaan tersebut dapat berupa kelompok peternak, kelompok usaha bersama, atau bentuk usaha lainnya seperti kelompok tani ternak, assosiasi dan paguyuban serta bentuk organisasi lainnya. Pada dasarnya keberadaan kelembagaan peternak sangat diperlukan utuk mensinergiskan kegiatan-kegiatan pada setiap sub sistem agribisnis agar menjadi lebih efisien. Lemahnya sistem kelembagaan peternak selama ini merupakan faktor yang telah menyebabkan peternak selalu memiliki posisi tawar yang lemah dan akses pasar yang terbatas. Pelaksanaan Pembinaan dan Penataan Kelembagaan Peternak tahun 2014, telah dilaksanakan pada 10 provinsi dengan melibatkan 15 OP, secara terkoordinasi antara Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi Peternakan Provinsi dan Kabupaten/Kota, sehingga dalam kegiatan Pembinaan Kelembaan Peternak, semua pihak (pusat, provinsi dan kabupaten/kota) ikut terlibat secara langsung dan secara bersama melakukan kegiatan dimaksud. Dalam tahun 2014, dialokasikan dana sebanyak Rp (enam puluh lima juta rupiah) dengan jumlah 10 OP. Realisasi kegiatan pembinaan tersebut adalah 15 OP atau 150 % dengan dana Rp ,- (enam puluh empat juta tiga ratus tujuh puluh delapan ribu dua ratus dua puluh lima rupiah) atau 99,04 % dari target 100%. Tidak terealisasinya target realisasi keuangan 100% disebabkan oleh adanya efisensi biaya perjalanan dan waktu selama pelaksanaan kegiatan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 49

55 c. Sumberdaya Pembiayaan KKP-E dan Sosialisasi PKBL 1) Pembinaan pemanfaatan KKPE dan UMKM Kegiatan Pembinaan Pemanfaatan KKPE yang rutin dilakukan tiap tahunnya, pada tahun 2014 telah terlaksana pada 12 provinsi, melibatkan 15 OP yang telah melaksanakan pembinaan dan sosialisasi di Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi Peternakan di Provinsi. Dalam tahun 2014, dialokasikan dana kegiatan sebanyak Rp (sembilan puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dengan jumlah 15 OP. Realisasi kegiatan pembinaan tersebut adalah 15 OP atau 100% dengan dana Rp ,- (enam puluh enam juta seratus dua ribu tiga ratus rupiah) atau 67,8% dari target 100%. Tidak terealisasinya target realisasi keuangan 100% disebabkan oleh adanya efisensi biaya perjalanan dan keterbatasan waktu pelaksanaan kegiatan. 2) Sosialisasi dan Pemanfaatan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) BUMN. Pada tahun 2014, telah dilakukan kegiatan Sosialisasi dan Pemanfaatan Program kemitraan Bina Lingkungan BUMN di 5 Provinsi. Kegiatan tersebut melibatkan 5 OP yang melaksanakan Sosialisasi dengan berkoordinasi dengan Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi Peternakan di Provinsi. Dalam tahun 2014, dialokasikan dana sebanyak Rp (tiga puluh dua juta lima ratus ribu rupiah) dengan jumlah 5 OP. Realisasi kegiatan pembinaan tersebut adalah 5 OP atau 100% dengan dana Rp ,- (dua puluh dua juta lima ratus dua puluh tiga ribu dua ratus rupiah) atau 63,14 % dari target 100%. Tidak terealisasinya target realisasi keuangan 100% disebabkan oleh adanya efisensi biaya perjalanan dan waktu selama pelaksanaan kegiatan Peningkatan Kelompok Ternak Dan Petugas Berprestasi Pelaksanaan kegiatan ini diawali dengan pengumuman penerimaan profil peserta Lomba Kelompok dan Petugas Berprestasi tahun 2014 melalui surat pemberitahuan yang dikirimkan langsung ke Dinas Peternakan atau yang membidangi fungsi peternakan di Provinsi di seluruh Indonesia tertanggal 20 Februari 2014, hingga akhir periode penerimaan profil peserta tanggal 25 Maret Setelah penerimaan profil kemudian dilanjutkan dengan penilaian profil masing-masing kelompok. Dalam melaksanakan penilaian lomba, telah dibentuk Tim Lomba Kelompok dan Petugas Teknis Berprestasi Tahun 2014 yang didalamnya terdapat Tim Penilai yang melibatkan unsur Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Asosiasi Peternak (PPSKI, HPDKI dan HIMPULI) yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor : 64/Kpts/OT.160/F/01/2014 tanggal 27 Januari Profil yang dinyatakan lolos seleksi, selanjutnya dilakukan verifikasi lapangan oleh tim penilai. Setelah Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 50

56 penilaian di lapangan, tahap selanjutnya adalah penentuan pemenang lomba yang merupakan hasil sidang pleno oleh semua tim penilai. Hasil rapat pleno Tim Penilai diusulkan kepada Direktur Budidaya Ternak untuk selanjutnya diusulkan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagai pemenang lomba dan telah ditetapkan untuk 5 (lima) kelompok peternak sapi potong, 5 (lima) kelompok peternak kambing, 5 (lima) kelompok peternak ayam lokal, 4 (empat) kelompok peternak itik, 3 (tiga) orang petugas Inseminator, 3 (tiga) orang Dokter Hewan Puskeswan, 3 (tiga) orang Paramedik Puskeswan dan 2 (dua) Model kelompok sapi potong pola ekstensif Tingkat Nasional melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor : 1000/Kpts/TU.210/F/09/2014 tanggal 16 September Pada tahun 2014, pelaksanaan pemberian penghargaan Lomba Kelompok Peternak dan Petugas Berprestasi Tingkat Nasional selain diberikan bagi pemenang lomba, juga diberikan kepada peserta yang pada tahap seleksi berhasil mencapai hingga ke tahap penilaian lapangan dan menjadi nominasi nasional. Total penghargaan yang diberikan sebanyak 38 penghargaan dengan rincian sebanyak 30 penghargaan pemenang lomba dan 8 penghargaan sebagai peserta. Pemberian penghargaan dilakukan langsung oleh Wakil Menteri Pertanian Republik Indonesia didampingi oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan berupa trophy, piagam dan uang pembinaan. Peserta yang hadir pada acara pemberian penghargaan tersebut terdiri dari masing-masing ketua kelompok pemenang lomba kelompok peternak, inseminator berprestasi, dokter hewan dan paramedis berprestasi, ketua kelompok model ekstensif sapi potong dan ketua kelompok peserta nominasi nasional serta para pembina dari Dinas Peternakan atau yang membidangi fungsi peternakan Provinsi. Rangkaian acara pemberian penghargaan Lomba Kelompok Peternak dan Petugas Teknis Berprestasi tingkat nasional tahun 2014 berbeda dengan rangkaian acara pada tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun ini pemberiannya terpisah dengan acara penyerahan Penghargaan Adhikarya Pangan nusantara (APN). Sebagaimana telah dilaksanakan rutin pada tahun sebelumnya, Badan Ketahanan Pangan melaksanakan pemberian Penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara (APN) Tahun 2014 dengan berbagai kategori dimana untuk calon penerimanya berasal dari usulan masing-masing Eselon I Kementerian Pertanian. Untuk itu, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan telah mengusulkan 3 (tiga) kelompok peternak dan 2 (dua) petugas teknis dan telah dinilai serta dinyatakan layak menjadi penerima penghargaan APN melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Selaku Ketua Harian Dewan Ketahanan Pangan Nomor : 1289/Kpts/Kp.450/12/2014 tanggal 15 Desember Kelompok peternak dan petugas teknis tersebut merupakan pemenang lomba peringkat pertama dimasing-masing komoditas (sapi potong, kambing, itik, dokter hewan puskeswan dan paramedik puskeswan). Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 51

57 Rangkaian acara pemberian Penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara (APN) Tahun 2014 dilaksanakan pada tanggal 26 Desember 2014 bertempat di Balai Besar Padi, Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Pelaksanaan pemberian penghargaan berupa trophy dan piagam diserahkan langsung oleh Bapak Presiden Republik Indonesia. Kemudian setelah acara pemberian penghargaan, dilanjutkan dengan ramah tamah bersama Bapak Presiden Republik Indonesia bersama Menteri Pertanian dalam rangkaian temu wicara. Dalam tahun 2014, dialokasikan dana kegiatan sebanyak Rp (sembilan ratus delapan puluh juta rupiah). Realisasi kegiatan tersebut adalah Rp ,- (tujuh ratus dua juta delapan ratus tiga puluh enam ribu lima ratus empat puluh rupiah) atau 71,7% dari target 100%. Tidak terealisasinya target realisasi keuangan 100% disebabkan oleh adanya efisensi biaya mulai dari persiapan hingga pelaksanaan apresiasi pemenang lomba. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 52

58 Aspek Kesehatan Hewan Kesiagaan Wabah PHM Rabies Indikator kinerja kegiatan ini adalah Penguatan Sistem Kesehatan Hewan (vaksin/obat dalam dosis). Kegiatan ini terdiri dari 9 komponen yaitu pengadaan vaksin Anthrax, Rabies, Brucellosis, Hog Cholera, Jembrana, Pemeriksaan identifikasi dan pemetaan kasus parasit internal dan kematian pedet, operasional desinfektan dan pengendalian AI. Dari target fisik vaksin dan pengobatan sejumlah dosis terealisasi sebesar dosis atau 149,7%. Dibandingkan dengan tahun 2013 terjadi peningkatan sebanyak 9,13%. Kegiatan Pendukung pengendalian dan penanggulangan wabah yang dilaksanakan pada tahun 2014 antara lain dengan disusunnya draft Road map Pemberantasan Rabies, draft Road map Pemberantasan Brucellosis Draft, Pedoman Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan Menular (IBR, Bovine Tuberculosis, Anthraks, Surra, Brucellosis dan Rabies). Pelaksanaan Program pengendalian dan penanggulangan Penyakit Hewan Menular Strategis pada tahun 2014 adalah sebagai berikut: Hingga saat ini Rabies masih merupakan salah satu penyakit yang mendapatkan prioritas di dalam pengendaliannya. Dari 34 Provinsi yang ada di Indonesia hanya ada 10 Provinsi yang bebas Rabies baik secara historis (yaitu Kepri, Bangka Belitung, NTB, Papua dan Papua Barat ) maupun dibebaskan dengan pemberantasan ( DKI Jakarta, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur dan Kalimantan Barat) dan 24 Provinsi lainnya masih merupakan wilayah tertular (endemis). Pengendalian dan penanggulangan Rabies di Indonesia dilaksanakan di seluruh wilayah terutama di daerah endemis.pada tahun 2014 ada 5 Provinsi yang melaksanakan program Pengendalian dan penanggulangan Rabies menuju pembebasan secara terprogram, dengan melaksanakan strategi yang telah ditetapkan oleh pemerintah salah satunya program vaksinasi massal seperti misalnya Provinsi Bali, Sumatra Utara (Pulau Nias), NTT (Pulau Flores), Jawa Barat dan Banten. Sedangkan di Provinsi lainnya melaksanakan pengendalian, namun belum menerapkan strategi sepenuhnya. Capaian yang diperoleh pada tahun 2014 yaitu dengan di bebaskannya Provinsi Kalimantan Barat dari penyakit Rabies. Pada akhir Desember 2014 telah dilaksanakan kajian komisi ahli Kesehatan Hewan dengan hasil rekomendasi untuk dibebaskan rabies Provinsi Kepulauan Riau, Pulau Meranti (Provinsi Riau), Pulau Enggano (Provinsi Bengkulu) dan Pulau Mentawai (Provinsi Sumatera Barat) Brucellosis Brucellosis merupakan salah satu penyakit strategis. Pengendalian dan pemberantasannya merupakan salah satu kegiatan pokok dalam pelaksanaan Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) 2014 dan program ini akan terus dilanjutkan. Sebagai bentuk dukungan terhadap PSDSK, maka tujuan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 53

59 jangka panjang dari pelaksanaan pengendalian dan pemberantasan brucellosis adalah membebaskan wilayah Indonesia dari brucellosis secara bertahap di setiap wilayah/pulau/provinsi di seluruh Indonesia. Untuk pengendalian dan penanggulangan Brucellosis pemerintah menerapkan strategi vaksinasi untuk wilayah dengan prevalensi penyakit 2 % dan pemotongan bersyarat pada wilayah dengan prevalensi 2 %. Brucellosis telah berhasil dibebaskan dari beberapa wilayah Provinsi di Indonesia. Provinsi Bali dan Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat dinyatakan bebas pada tahun 2002, Pulau Sumbawa-Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2006, Provinsi di wilayah Bvet Bukittinggi yaitu Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Riau, Provinsi KePulauan Riau, dan Provinsi Jambi pada tahun 2009 dan Provinsi di wilayah Bvet Banjarbaru yaitu Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun Pada tahun 2011, berhasil pula menetapkan Provinsi Lampung, Bangka-Belitung, Sumatera Selatan dan Bengkulu yang merupakan wilayah kerja Balai Veteriner Lampung sebagai wilayah bebas brucellosis. Pada akhir Desember 2014 telah dilaksanakan kajian komisi ahli dengan rekomendasi untuk dibebaskan Brucellosis di Pulau Sumba Provinsi NTT dan Pulau Madura (Provinsi Jawa Timur) Hog Cholera Hog Cholera Classical Swine Fever (CSF) di Indonesia hingga saat ini sebenarnya masih menjadi masalah yang cukup penting di beberapa wilayah Indonesia seperti Provinsi Sumatera Utara, Bali, KePulauan Riau, NTT, Sulawesi Utara dan Papua. Namun perhatian untuk penyakit ini memang masih rendah bila dibandingkan dengan penyakit lainnya Anthraks Pengendalian dan penanggulangan penyakit yang dilaksanakan adalah vaksinasi di daerah endemis dan pengobatan hewan sakit. Diharapkan untuk Provinsi yang memiliki populasi ternak babi tinggi agar lebih memperhatikan dan memprioritaskan dalam penganggaran untuk pengendalian dan pemberantasannya, karena sebenarnya ternak ini memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi dan peluan untuk di ekspor. Capaian yang diperoleh adalah dinyatakannya bebas dari penyakit CSF adalah untuk Provinsi Sumatera Barat. Penyakit Anthraks adalah penyakit yang secara epidemiologis sulit untuk dibebaskan apabila suatu wilayah telah tertular. Sehingga upaya yang dapat dilakukan adalah hanya mengendalikan, meminimalisir kejadian atau kasus penyakit agar tidak meluas ke wilayah Provinsi lain yaitu dengan vaksinasi, surveilans dan pengawasan lalu lintas antar daerah. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 54

60 Pada tahun 2014 kasus Anthraks terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu di Kabupaten Takalar, Maros dan Bone, dan terakhir di Kabupaten Blitar di Provinsi Jawa Timur Avian Influenza (AI) Khusus untuk pengendalian AI, perkembangan kasus pada unggas selama tahun 2014 sebagai berikut: a. Pelaporan kasus positif Avian Influenza (AI) yang dikumpulkan melalui sistem SMS Gateway periode Januari-Desember 2014 adalah 343 kasus atau turun 27,6% dari kasus di tahun 2013 (470 kasus) b. Provinsi dengan laporan kasus negatif sejumlah 11 Provinsi yaitu Jambi, Kepulaan Riau, Sulawesi Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, DKI Jakarta, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara dan Papua Barat. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya dimana hanya terdapat 8 Provinsi yang tidak dilaporkan adanya kasusu positif AI. c. Sumber dari Kementarian Kesehatan menyebutkan terdapat 2 (dua) kasus positif AI pada manusia yaitu Provinsi Jawa Tengah dan DKI Jakarta, keduanya dilaporkan meninggal. Dengan bertambahnya 2 kasus tersebut di tahun 2014, maka sejak tahun 2005 hingga 2014 jumlah kumulatif kasus Flu Burung pada manusia di Indonesia adalah 197 kasus positif H5N1 dan 165 orang diantaranya meninggal dunia Penanggulangan Gangguan Reproduksi dan Penyakit Parasiter Kegiatan ini terdiri dari 5 komponen yaitu operasional penanganan gangguan reproduksi, pemeriksaan akseptor terhadap status brucellosis, penanganan ternak yang mengalami gangguan reproduksi, monitoring dan evaluasi dan pelaporan penanggulangan gangguan reproduksi dan pengadaan Obat dan hormon dan pelatihan petugas penanggulangan gangguan reproduksi. Tabel 10. Realisasi Penanggulangan Gangguan Reproduksi Program Komponen Target Realisasi Prosentase Penanggulangan Operasional Penanganan % Gangguan Gangguan Reproduksi reproduksi Penanganan ternak yang % mengalami gangguan reproduksi Monitoring dan evaluasi dan pelaporan penanggulangan gangguan reproduksi % SDM Penanggulangan % Gangguan Reproduksi Pemeriksaan, Operasional Pemeriksaan % Identifikasi dan Identifikasi dan Pemetaan Pemetaan Parasiter Parasiter Penanganan Pemeriksaan % Identifikasi dan Pemetaan Parasiter Total % Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 55

61 Penguatan Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan Kegiatan Penguatan Kelembagaan PusKesehatan Hewan Kegiatan Penguatan Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan terdiri dari : 1) pengembangan kelembagaan Puskeswan; 2) penguatan sumber daya kesehatan hewan. Realisasi kegiatan pengembangan kelembagaan dan sumber daya Kesehatan Hewan adalah 39 unit ( 97,50%) dari target 40 unit dengan perincian realisasi pada tabel berikut. Tabel 11. Realisasi Kegiatan Penguatan Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan Program Output Target Realisasi Prosen tase Pengembangan Kelembagaan PusKesehatan Hewan Pembangunan PusKesehatan Hewan 14 unit 13 unit 92.86% Fasilitasi Peralatan 26 unit 26 unit 100% Total 40 unit 39 unit 97.50% Data jumlah PusKesehatan Hewan sampai dengan bulan Nopember 2014 tercatat unit PusKesehatan Hewan yang tersebar di 403 Kabupatenupaten/Kota. Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya terjadi peningkatan jumlah puskesehatan Hewan sebesar 2,50%, peningkatan sebaran puskesehatan Hewan 2,50%, peningkatan jumlah dokter hewan puskesehatan Hewan 0,04% dan peningkatan paramedik veteriner 8,02% (Lampiran 15). Ke depan, masih diperlukan penambahan jumlah puskesehatan Hewan berdasarkan kebutuhan yang mengacu pada populasi ternak yakni 1 (satu) puskesehatan Hewan menangani 3 kecamatan atau satuan ternak (animal unit), jumlah kecamatan di Indonesia saat ini sebanyak 6487 maka kebutuhan puskesehatan Hewan sebanyak buah, sedangkan kebutuhan sdm puskesehatan Hewan yang terdiri dari dokter hewan dan paramedik veteriner, dari jumlah yang ada saat ini yaitu dokter hewan sebanyak 878 orang dan paramedik sejumlah masih jauh dari jumlah ideal yaitu dalam 1 puskesehatan Hewan minimal ada 1 dokter hewan dan 3 paramedik veteriner, jadi tenaga medik dan paramedik saat ini idealnya masih dibutuhkan sebanyak dokter hewan dan paramedik veteriner. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 56

62 Grafik 8. Fasilitasi PusKesehatan Hewan Tahun Penguatan Sumber Daya Kesehatan Hewan (Tenaga Harian Lepas) Pada tahun 2014 Tenaga Harian Lepas yang telah direkrut sebanyak 960 orang, dengan perincian 522 orang THL Medik Veteriner, 438 orang Paramedik Veteriner (Lampiran 16) Pengawasan Obat Hewan (ekspor obat hewan, perijinan, pendaftaran, pengawasan peredaran) Pengawasan obat hewan terdiri dari kegiatan : 1) Penerbitan Izin Usaha Obat Hewan; 2) Penerbitan SK Pendaftaran; 3) Penerbitan surat keterangan pemasukan/pengeluaran obat hewan; 4) Penerapan cara pembuatan obat hewan yang baik; 5) kemandirian penyediaan vaksin Avian Infulenza (AI) Kegiatan Penerbitan Izin Usaha Obat Hewan Untuk tercapainya tertib administrasi perusahaan yang bergerak di bidang obat hewan dalam rangka tersedianya obat hewan yang memenuhi standar mutu, berkhasiat dan aman diterbitkanlah Permentan Nomor 18 Tahun 2009 tentang Syarat dan Tatacara Pemberian Izin Usaha Obat Hewan. Penerapan peraturan ini dilaksanakan sejak diundangkan yaitu dengan melakukan inpeksi dan penilaian kelayakan pemberian izin usaha obat hewan baik itu untuk produsen, importir maupun eksportir obat hewan. Penilaian kelayakan izin usaha obat hewan untuk tahun 2014 telah dilaksanakan untuk 14 perusahaan obat hewan yang terdiri dari 1 produsen, 12 importir dan 1 eksportir Kegiatan Penerbitan SK Pendaftaran Obat Hewan Prosedur permohonan pendaftaran baik untuk pendaftaran baru maupun ulang secara kesisteman telah diatur dari mulai pemeriksaan verifikasi dokumen, penilaian oleh Penilai Pendaftaran Obat Hewan (PPOH) dan bila perlu ke Komisi Obat Hewan (KOH), serta pengujian mutu dilakukan di Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH) termasuk kemungkinan uji lapang Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 57

63 bagi obat baru atau obat lama yang perlu dikaji khasiat dan keamanannya (lampiran 17) Kegiatan Penerbitan Surat Keterangan Pemasukan/ Pengeluaran Obat Hewan Penerbitan Surat Keterangan Pemasukan Obat Hewan sebanyak surat yang diberikan kepada 109 perusahaan importir obat hewan. Surat Keterangan Pemasukan yang diterbitkan terdiri dari sediaan biologik, sediaan farmasetik, sediaan premiks, 365 alat kesehatan hewan dan 15 untuk telur SPF. Sedangkan penerbitan Surat Keterangan Pengeluaran Obat Hewan sebanyak surat yang diberikan kepada 5 perusahaan eksportir obat hewan. Surat Keterangan Pengeluaran yang diterbitkan terdiri dari 63 sediaan biologik, 41 sediaan farmasetik dan sediaan premiks. Dalam rangka memacu peningkatan ekspor obat hewan, pemerintah dalam hal ini Ditjen PKH mempunyai peranan penting dalam rangka memfasilitasi produsenprodusen obat hewan dalam negeri baik dari segi teknis maupun administrasi. Dari segi teknis peranan Direktorat Kesehatan Hewan adalah membina produsenprodusen obat hewan dalam meningkatkan daya saing produksinya sehingga memenuhi standar ekpor. Pembinaan ini dilakukan dengan mewajibkan penerapan Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik (CPOHB) untuk setiap produsen obat hewan dan pengujian mutu produknya. Nilai dan volume ekspor obat hewan secara umum memiliki kecenderungan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (lampiran 18). Jenis obat hewan yang di ekspor: a. Vaksin : ND, IB, IBD, ILT, Coryza, EDS, Fowl Fox b. Farmasetik : Antelmentika, Antidefisiensi, Antibakteria, Antiprotozoa, Antiseptika dan Desinfektansia. c. Premiks : Asam amino (L-Threonine, L-Lysine, L-Tryptophan). Negara tujuan ekspor obat hewan sebanyak 37 negara: a. Sediaan Biologik: China, Malaysia, Myanmar, Kamboja, Vietnam, Pakistan, Nepal, Tanzania, Lebanon, Mesir, Nigeria,Rusia, Syria, Thailand dan Timor Leste. b. Sediaan Farmasetik: Bangladesh, China, Malaysia, Greece, Mesir, Pakistan, Philiphine, Thailand, Vietnam, Nepal, Nigeria, Tanzania, Kamboja dan Myanmar. c. Sediaan Premiks: Belgium, Burgaria, Croatia, France, Georgia, germany, Greece, Hungary, India, Italy, Lithuania, Montenegro, Morocco, Netherlands, Norway, Poland, Serbi, Slovenia, Syria dan Tunisia Kegiatan Penerapan Cara Pembuatan Obat Hewan Yang Baik Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik (CPOHB) merupakan salah satu rambu pengaman dan sebagai salah satu bentuk sistem pengawasan kualitas secara dini Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 58

64 sejak proses produksi. Dengan menerapkan CPOHB akan diperoleh jaminan mutu obat hewan sehingga diharapkan dapat meningkatkan daya saing obat hewan produk dalam negeri. Penerapan CPOHB ini berlaku baik untuk produsen obat hewan dalam negeri (lokal) maupun untuk produsen obat hewan asal impor. Diharapkan dengan telah diperolehnya sertifikat CPOHB bagi produsen obat hewan dalam negeri (lokal) akan dapat meningkatkan daya saing produk sehingga dapat menangkap peluang pasar ekspor. Disisi lain dengan penerapan CPOHB pada produsen obat hewan asal impor diharapkan dapat membatasi membanjirnya pasar produk impor di Indonesia dalam era pasar global. Penilaian dokumen penerapan CPOHB tersebut akan dilaksanakan oleh tim independen yang kompeten dibidangnya masing-masing dengan membentuk Panitia Penilai CPOHB berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 298/Kpts/OT.160/5/2007. Anggota Panitia Penilai CPOHB tersebut berasal dari unsur Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Perguruan Tinggi, Badan Pengawas Obat dan Makanan dan para pakar dibidang CPOHB. Jumlah Produsen Obat Hewan di Indonesia saat ini adalah sebanyak 75 produsen obat hewan, sebanyak 37 diantaranya telah menerapkan CPOHB dalam proses produksinya dan telah disertifikasi (lampiran 19). Dalam rangka menilai produsen luar negeri Direktorat Kesehatan Hewan melakukan Assessment Good Manufacturing Practices (GMP) di negara produsen obat hewan. Assessment GMP ditujukan untuk menilai kesesuaian fasilitas produksi obat hewan luar negeri dengan pedoman GMP/CPOHB yang ada di Indonesia. Jumlah Produsen Obat Hewan luar negeri yang telah dilakukan Assessment GMP sebanyak 14 produsen obat hewan di 7 negara produsen Kemandirian penyediaan Vaksin Avian Influenza (AI) Sejak tahun 2010, kebijakan penyediaan dan penggunaan vaksin AI adalah dengan menggunakan vaksin yang homolog (strain lokal). Strain virus lokal yang dijadikan master seed dalam pembuatan vaksin AI di Indonesia merupakan hasil isolasi dan identifikasi yang dilakukan oleh UPT Ditjen PKH. Kebijakan tersebut disahkan dengan diterbitkannya Surat Edaran Menteri Pertanian No. 3345/kpts/LB450/7/2011, tentang Ketentuan Peredaran Vaksin Avian Influenza (AI) di Indonesia. Sehingga ditetapkan 4 master seed virus untuk digunakan di Indonesia adalah A/Chicken/West Java/PWT-WIJ/2006, A/Chicken/Pekalongan/ BBVW-208/2007, A/Chicken/Garut/BBVW-223/2007 dan/atau A/Chicken/West Java(Nagrak)/30/2007 baik dalam bentuk tunggal atau campuran. Untuk uji tantang dilakukan dengan menggunakan isolat virus A/chicken/West Java-Subang/29/2007 atau A/chicken/West Java/SMI-PAT/2006. Dampak dari kebijakan ini adalah diberhentikannya pemasukan vaksin AI impor ke dalam wilayah Indonesia. Sejak tahun 2010 Indonesia telah mampu menyediakan vaksin AI secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan vaksin AI nasional. Penyediaannya dilaksanakan oleh Pusat Veteriner Farma (Pusvetma), Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 59

65 Surabaya dan produsen-produsen obat hewan dalam negeri. Data produksi vaksin AI dari tahun 2010 s/d Juni 2014 tersaji pada lampiran Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (SIKHNAS) Dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan hewan maka diperlukan kebijakan dan tindakan yang tepat dengan pengambilan keputusan yang tepat berdasarkan informasi yang akurat. Informasi diperoleh dari pengumpulan, pengiriman, manajemen, serta analisa data yang baik. Data dan informasi tersebut berasal dari peternak, puskesehatan Hewan, petugas lapangan, Paricipatory Disease Surveillance Response (PDSR), dan lain-lain yang dikumpulkan oleh dinas tingkat Kabupaten/Kota, lalu dikirim ke dinas tingkat Provinsi, dan selanjutnya dikirim ke pusat. Adapun hasil evaluasi capaian kinerja SIKHNAS sebagai berikut : a. Penambahan kemampuan petugas pengelola SIKHNAS melalui bimbingan teknis SIKHNAS telah diberikan kepada 63 orang peserta. Materi bimtek SIKHNAS terdiri dari prinsip pengelolaan data, keterampilan dasar excel, merapikan data yang berantakan, persiapan keluaran yang bermanfaat, formula excel, dan chart excel. b. Kualitas pemahaman SDM petugas data terkait pengenalan ISIKHNAS dan dalam melakukan pengolahan data meningkat 40% dalam melakukan pengolahan data SIKHNAS melalui bimbingan teknis SIKHNAS. Kemampuan ini secara berkelanjutan akan ditingkatkan pada kegiatan bimbingan teknis selanjutnya. c. Pada tahun 2013 sejumlah 31 Provinsi sudah mengirimkan laporan situasi penyakit hewan di wilayahnya. Pada tahun 2014, hanya 26 Provinsi yang memberikan laporan. SIKHNAS merupakan kegiatan yang memberikan outcome berupa terselenggaranya alur pelaporan penyakit hewan antara daerah (Provinsi, Kabupatenupaten/Kota), Pemerintah pusat, tingkat ASEAN (ARAHIS) dan tingkat dunia/oie (WAHID/WAHIS). Pengembangan Program SIKHNAS menjadi sistem informasi terpadu (ISIKHNAS) dilakukan untuk lebih memudahkan mekanisme pelayanan petugas lapangan kepada masyarakat dan memudahkan mekanisme pelaporan Situasi Penyakit Hewan di seluruh Indonesia. Diharapkan Program ini dapat digunakan di Dinas Peternakan/yang membidangi fungsi peternakan atau kesehatan hewan Provinsi maupun Kabupatenupaten/Kota se Indonesia, Laboratorium Kesehatan Hewan Provinsi seluruh Indonesia dan juga di Pemerintah Pusat. Serta diharapkan dapat memudahkan Pemerintah dalam melakukan tindakan yang cepat dan tepat dalam melakukan monitoring dan surveilans penyakit hewan di Indonesia. Dengan adanya ISIKHNAS diharapkan semua laporan (PDSR, NVS, SIKHNAS, Infolab, RPH, SMS Sindromik, Inseminasi Buatan dan lain sebagainya) yang telah ada dapat diintegrasikan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 60

66 Faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian sasaran adalah pelaporan situasi penyakit hewan dari daerah (Dinas Provinsi / Kabupatenupaten / Kota) ke Pusat secara berkesinambungan dan menggunakan fasilitas aplikasi program SIKHNAS Perlindungan hewan terhadap penyakit eksotik Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, Office Internationale Epizooticae (OIE) sebagai organisasi kesehatan hewan dunia melarang adanya pemberlakuan kebijakan risiko nol (zero risk) terhadap importasi hewan dan produk hewan ke suatu Negara. Pemasukan hewan hidup dan produk hewan dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia dapat berpotensi penyebaran Penyakit Hewan Menular (PHM) dan penyakit eksotik (penyakit yang tidak ada di Indonesia). Sehingga untuk mencegah masuknya Penyakit Hewan Menular dan penyakit eksotik ke dalam wilayah Republik Indonesia maka dilakukan hal sebagai berikut: a. Kajian Analisa Risiko Merupakan suatu metode yang dikembangkan untuk menilai potensi tingkat risiko pada setiap proses importasi hewan dan produk hewan. Dalam rangka melaksanakan kajian analisa risiko, diperlukan sumberdaya manusia yang memiliki keahlian dan kompetensi di bidang analisa risiko. Oleh karena itu perlu dilaksanakan kegiatan pelatihan peningkatan keahlian dibidang analisa risiko terhadap pemasukan hewan dan produk hewan. Sasaran penerima manfaat dari kajian analisa risiko ini adalah: Pemerintah Pusat (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewan), Eksportir, Importir. Kajian Analisa Risiko yang sudah dilaksanakan pada tahun 2014 antara lain Kajian Analisa Risiko Pemasukan Produk Poultry dari Australia terkait Virus H7N7, Kajian Analisa Risiko Pemasukan Babi dari Inggris. Sebagai tindak lanjut kegiatan Kajian Analisa Risiko meninjau kembali Peraturan Menteri Pertanian Nomor 72/Permentan/OT.140/12/2012 tentang Penghentian Pemasukan Unggas dan/atau Produk Unggas Dari Negara Australia Ke Dalam Wilayah Republik Indonesia. b. Kegiatan Emergency Center Emergency Center merupakan suatu forum untuk menetapkan berbagai kebijakan Pemerintah Indonesia secara cepat terkait bidang kesehatan hewan yang melibatkan para narasumber ahli kesehatan hewan. Kebijakan pemerintah Indonesia dimaksud dapat berupa penutupan dan atau pembukaan importasi dari suatu Negara, penentuan jenis hewan dan/atau produk hewan yang diijinkan dan/atau dilarang pemasukannnya ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia terkait wabah Penyakit Hewan Menular (PHM) di negara pengekspor dan atau langkah-langkah yang harus dilakukan Indonesia untuk meningkatkan keamanan dalam mencegah masuknya penyakit hewan yang dapat berdampak luas secara sosial dan ekonomi. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 61

67 Adapun permasalahan yang dihadapi adalah: bagi pembibitan dan Komersial tidak mempunyai Manual Pengawasan Internal berupa SOP pengawasan pada titik kritis untuk memantau dan mengetahui bahwa proses manajemen usaha peternakan telah berjalan sebagaiman mestinya. Emergency Center yang sudah dilaksanakan antara lain Emergency Center tentang Ekspor Daging ke Jepang dan pemasukan unggas dan produk ungggas dari negara China (RRC). Dari kegiatan tersebut diperlukan tindak lanjut sebagai berikut : Direktorat Kesehatan Hewan akan menyelenggarakan rapat identifikasi dokumen-dokumen untuk memenuhi persyaratan ekspor produk unggas ke Jepang, melakukan penilaian kompartementalisasi dengan memverifikasi dokumen-dokumen yang dimiliki oleh perusahaan dan akan memberikan 2 Sertifikat yaitu sertifikat Good Breeding Practices (GBP) dan sertifikat Bebas Avian Influenza (AI). Pengkajian Ulang Health Protocol Persyaratan Kesehatan Hewan/Health Protocol adalah suatu persyaratan kesehatan hewan yang dipersyaratkan oleh negara tujuan dalam rangka meminimalisasi masuknya penyakit eksotik dari negara lain. Perkembangan penyakit hewan menular disetiap Negara mengalami perkembangan yang sangat dinamis, sehingga perlu diadakan kegiatan Kaji Ulang Health Protocol, guna memfasilitasi kegiatan pemasukan/importasi hewan. Tujuan diselenggarakannya Kaji Ulang Health Protocol ini adalah untuk meminimalisir masuknya Penyakit Hewan Menular (PHM) dan penyakit eksotik dari negara yang melakukan eksportir ke wilayah negara Republik Indonesia, Sejauh mana penerapan dan kesesuaian dalam penerapan Health Protocol perlu dilaksanakan koordinasi dengan karantina hewan melalui Kaji Ulang Health Protocol. Tahun 2014 telah dilakukan pengkajian ulang Health Protocol adalah sebagai berikut : Kaji Ulang Health Protocol sapi bakalan, indukan dan siap potong di Australia. Tindak lanjut Kaji Ulang Health Protocol ini adalah pengamatan keseluruhan rantai ekspor mulai dari farm sampai pengapalan, maka perlu dipertimbangkan beberapa Critical Control Point (CCP) yang harus dicermati untuk penjaminan kesehatan ternak sebelum diekspor. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 62

68 Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pascapanen Peningkatan Penerapan Kesejahteraan Hewan (model tempat pemotongan hewan kurban) Pemotongan hewan kurban selama ini masih dilakukan secara tradisional, serba darurat, apa adanya dan cenderung mengabaikan aspek hygiene-sanitasi, kesejahteraan hewan dan kesehatan lingkungan. Pada umumnya pemotongan dilakukan di luar Rumah Potong Hewan (RPH) seperti di halaman mesjid, halaman rumah, ditepian jalan/trotoar dengan fasilitas pemotongan hewan dan penanganan karkas/daging sangat minim sehingga tidak ada jaminan terhadap keamanan dan kelayakan daging hewan kurban dan berisiko mengancam kesehatan orang yang mengkonsumsinya. Pengawasan sulit dilakukan karena begitu banyak dan tersebar lokasi pemotongan yang tidak sebanding dengan SDM pengawasan terutama dalam hal pemeriksaan Ante dan Post Mortem. Tujuannya yaitu untuk merubah pola pikir dan pandangan masyarakat tentang penyelenggaraan pemotongan hewan kurban dari cara tradisional menjadi professional dengan adanya model sarana pemotongan hewan kurban yang memenuhi syarat dari aspek hygiene sanitasi dan kesejahteraan hewan melalui pembuatan model tempat pemotongan hewan kurban sebagai percontohan dan pelatihan bagi petugas, panitia kurban dan pekerja. Dengan sasaran tersedianya sarana pemotongan hewan kurban (model) yang memenuhi persyaratan kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan di Propinsi yang mendapat alokasi dana kegiatan. Kegiatan fasilitasi model tempat pemotongan hewan kurban di daerah dilakukan melalui dana tugas pembantuan (TP) dari rencana/target tahun 2014 sebanyak 4 unit di 4 propinsi (DKI, Jatim, Papua dan Banten), dengan adanya penghematan Propinsi DKI dan Propinsi Banten tidak dilaksanakan 2 unit, sedangkan Propinsi Papua dan Propinsi Jatim telah terealisasi 100% (2 unit) yaitu pembangunan fasilitas model tempat pemotongan hewan kurban beserta pelatihan untuk panitia dan pekerja pemotongan hewan kurban Peningkatan Pengendalian Penyakit Zoonosis Kegiatan pengendalian zoonosis dilakukan dalam rangka peningkatan kesadaran masyarakat melalui peningkatan Komunikasi Informasi dan Edukasi zoonosis serta terbentuknya Kawasan perduli zoonosis. Peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness) memegang peranan penting dalam program pengendalian penyakit zoonotik secara keseluruhan. Dukungan aktif dan kesadaraan masyarakat untuk memelihara hewan secara bertanggung jawab serta kesadaran untuk melakukan vaksinasi terhadap hewan peliharaannya merupakan bagian penting dari upaya pembebasan dan pengendalian penyakit zoonosis. Identifikasi pesan kunci dan sasaran serta media komunikasi yang efektif merupakan hal yang penting untuk penyampaian informasi yang berkaitan dengan program pengendalian penyakit zoonotik. Tujuannya Meningkatkan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 63

69 kesadaran masyarakat melalui peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi zoonosis serta terbentuknya kawasan peduli zoonosis. Melalui dana dekonsentrasi tahun 2014 terlaksana rangkaian kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi zoonosis didalam kawasan perduli zoonosis di 2 propinsi 100 % dari target 2 propinsi (Banten dan Riau), sebelum penghematan ditargetkan 4 propinsi (Banten, Riau, Bali, Jatim) Penguatan Laboratorium Kesmavet (fasilitasi peralatan dan akreditasi) Pemeriksaan dan pengujian residu dan cemaran mikroba yang dilaksanakan secara berkesinambungan harus juga didukung dengan fasilitas Laboratorium Kesmavet yang memadai. Oleh karena itu laboratorium Kesmavet harus memenuhi persyaratan kompetensi laboratorium penguji sesuai dengan ISO 17025:2008 sehingga perolehan hasil uji laboratotium cepat, tepat dan akurat serta dapat dipertanggung jawabkan. Kelangsungan operasional pemeriksaan dan pengujian serta rancangan kompetensi sebagai laboratorium terakreditasi, maka perlu dilengkapi dengan peralatan pengujian bidang kesmavet. Tujuannya adalah : (1) Meningkatkan kompetensi laboratorium kesmavet; (2) Memperkuat kapasitas laboratorium kesmavet dalam mendukung program penjaminan produk hewan yang ASUH dan berdaya saing. Realisasi kegiatan fasilitasi peralatan laboratorium tahun 2014 ini sebanyak 27 paket (100 %) dari target 27 paket (sebelum penghematan target 41 paket) Ada beberapa kendala yang dihadapi diantaranya : (1) Adanya penyesuaian anggaran di tingkat pusat; (2) Adanya perubahan spesifikasi teknis terkait peralatan laboratorium; (3) Beberapa alat laboratorium tertentu harus indent Peningkatan Pelayanan Teknis Keamanan Produk Hewan (BPMSPH, BBVet, BVet, UPTD) Penggunaan obat-obatan di peternakan memberikan ancaman terhadap keberadaan residu di produk hewan yang dihasilkan. Disamping itu, rantai produksi produk memberikan ancaman terhadap keamanan produk yang dihasilkan. Lemahnya penerapan aspek higiene dan sanitasi di rantai produksi dapat memberikan peluang terhadap pencemaran produk. Untuk itu, pengawasan dan pembinaan peningkatan kualitas dan keamanan produk pangan asal hewan merupakan hal yang sangat penting untuk diupayakan. Produk hewan yang mengandung residu, apabila dikonsumsi dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada konsumen dan lingkungannya. Produk hewan mempunyai sifat mudah rusak (perishable food) merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba. Produk hewan juga dapat mengandung mikroba patogen yang berasal dari hewan sakit dan/atau terkontaminasi dari lingkungan. Jumlah mikroba yang melebihi batas normal atau adanya mikroba patogen pada produk hewan dapat memberikan dampak bagi kesehatan konsumen. Berdasarkan hal tersebut di atas, untuk dapat menjamin produk hewan yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) maka dilaksanakan pengawasan dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 64

70 pengujian produk hewan antara lain dengan melaksanakan Program Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba (PMSR-CM) pada produk hewan, pada saat sebelum proses produksi, dalam proses produksi dan setelah proses produksi. Tujuannya adalah : (1) Mengadakan pemantauan (monitoring) terhadap tingkat residu dan pencemaran mikroorganisme pada Produk Asal Hewan di unit usaha seperti: RPH-R/RPH-U, tempat penjualan dan/atau penampungan daging, susu, dan telur, serta perusahaan peternakan (untuk ayam petelur); (2) Mengadakan pengamatan (surveilans) terhadap suatu jenis residu dan cemaran mikroorganisme yang menjadi masalah pada jenis produk asal hewan tertentu. Realisasi kegiatan Peningkatan Pelayanan Teknis Keamanan Produk Hewan tahun 2014 adalah sebanyak sampel atau sebesar 100 % dari target sebanyak sampel Fasilitasi RPH-R Undang-undang No. 18 tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan Rumah Pemotongan Hewan mengamanatkan bahwa setiap kabupaten/kota harus mempunyai RPH yang memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan oleh menteri pertanian. Pelaksanaan dari undang-undang tersebut adalah keluarnya keputusan Menteri Pertanian Nomor : 13 Tahun 2010 tentang persyaratan Rumah Pemotongan Hewan Rumianansia (RPH-R) dan Unit Penanganan Daging (meat cutting plan). Berkenaan dengan hal tersebut diatas, untuk dapat menghasilkan daging yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) maka daging yang produksi dari RPH-R harus memenuhi persyaratan teknis Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa kondisi sebagian besar RPH-R masih belum sesuai dengan keputusan Menteri Pertanian Nomor : 13 Tahun 2010 tentang persyaratan Rumah Pemotongan Hewan Rumianansia (RPH-R) dan Unit Penanganan Daging (meat cutting plan). Untuk itu diperlukan kegiatan Revitalisasi RPH-R baik melalui pembangunan RPH-R baru, Renovasi RPH-R lama dan fasilitasi peralatan RPH-R. Revitalisasi RPH-R adalah untuk menjamin produksi daging ASUH dan meningkatkan daya saing daging dalam negeri melalui pembangunan RPH-R Kategori II. Tujuannya adalah : (1) Untuk melakukan perbaikan (renovasi) dan pembangunan RPHR agar sesuai dengan Permentan No. 13 Tahun 2010 tentang Persyaratan Rumah pemotongan Hewan rumianansia dan unit penanganan daging (meat cutting plan); (2) Meningkatkan jaminan keamanan dan kehalalan daging ruminansia produksi dalam negeri karena berasal dari RPH-R yang memenuhi persyaratan higiene dan sanitasi; (3) Meningktakan daya saing daging ruminansia dalam negeri karena RPH-R Kategori II yang difasilitasi mampu menghasilkan jenis potongan daging dingin/beku (chilled/frozen boxed meat) yang selama ini dimasukkan dari luar negeri. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 65

71 Kegiatan terealisasi sebanyak 16 unit dari target 16 unit, 2 unit RPH-R katagori II dan 14 unit RPH katagori I. Target sebelum penghematan sebanyak 23 unit (6 unit RPH-R katagori II dan 17 unit RPH katagori I) Fasilitasi Sarana Sistim Rantai Dingin (Cold Chain) di RPH Sesuai peraturan perundangan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi pengembangan unit usaha pascapanen produk hewan skala kecil dan menengah serta memfasilitasi berkembangnya unit usaha pascapanen yang memanfaatkan produk hewan sebagai bahan baku pangan, pakan, farmasi, dan industri. Daging dikenal sebagai bahan makanan yang mudah rusak (perishable food) Oleh sebab itu, penanganan daging harus dilakukan secara higienis agar daging dapat dipertahankan mutu dan kualitasnya mulai dari saat hewan di RPH, proses pemotongan, penyimpanan, distribusi dan penyajian. Salah satu penerapan upaya untuk menekan perkembangan mikroorganisme dalam penanganan daging adalah penerapan sistem rantai dingin (cold chain system), artinya daging harus ditangani (disimpan) pada suhu dingin di bawah < +4 o C. Tujuannya adalah tersedianya sarana sistim rantai dingin (cold chain) berupa Chilling Room, Boning Room, Air blast Freezer dan Cold Storage, untuk menghasilkan daging dingin/beku. Sasaran: terfasilitasinya sarana sistim rantai dingin (cold chain) di RPH-Ruminansia. Fasilitasi sarana sistim rantai dingin (cold chain) dilaksanakan dengan menggunakan dana Tugas Pembantuan dengan jumlah total sarana sistim rantai dingin (cold chain) yang selesai terbangun sebanyak 3 (tiga) unit dari target 7 (tujuh unit). 4 (empat) unit tidak terbangun dikarenakan adanya penghematan APBN tahun Fasilitasi Kios Daging Pemerintah bertanggung jawab menjamin daging yang beredar memenuhi persyaratan aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH) sebagai upaya melindungi kesehatan dan ketenteraman bathin masyarakat konsumen. Oleh karena itu, daging yang akan diedarkan bagi konsumsi masyarakat diwajibkan berasal dari pemotongan hewan yang dilakukan di RPH yang menerapkan persyaratan kesejahteraan hewan, higiene sanitasi, pemeriksaan ante mortem dan post mortem, dan penyembelihan sesuai dengan syariat agama Islam. Aspek persyaratan higiene sanitasi dimulai dari proses produksi di RPH sampai di tempat penjajaan, khususnya kios daging di pasar tradisional. Berkenaan dengan kondisi tersebut, dalam rangka meningkatkan penyediaan daging yang aman dan layak konsumsi masyarakat diperlukan terobosan program fasilitasi sarana penjajaan daging, dengan fasilitasi kios daging atau meat shop atau sarana penjajaan daging dingin/beku maka daging yang dijajakan dapat terjamin keamanan dan kelayakannya sebagai bahan pangan bagi masyarakat, sekaligus juga dapat mencegah terjadinya praktek-prakter penyimpangan daging yang dijajakan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 66

72 Tujuan dari fasilitasi kios daging atau meat shop atau sarana penjajaan daging dingin/beku adalah untuk menata/memperbaiki atau membangun tempat penjajaan daging yang memenuhi persyaratan higiene sanitasi dalam rangka penjaminan daging yang ASUH. Pada Tahun 2014 Fasilitasi Kios Daging dilaksanakan dengan menggunakan dana Tugas Pembantuan dengan jumlah total kios daging yang selesai terbangun sebanyak 20 unit (100%) dari target 37 unit (sebelum ada penghematan) Fasilitasi Alat Transportasi daging Berpendingin Penanganan pascapanen produk peternakan yang baik sangat penting karena akan sangat menunjang kualitas produk yang dihasilkan. Produk yang berkualitas sangat dipengaruhi oleh fasilitas/sarana yang digunakan selama penangan tersebut. Salah satu mata rantai distribusi produk daging dari RPH hingga ke tempat penjajaan adalah alat transportasi berpendingin yang mampu mempertahankan kualitas daging dengan mempertahankan suhu yang dapat menekan kerusakan daging akibat pembusukan. Tujuannya adalah menjaga daging agar tetap segar, dan mempertahankan status keamanan, keshatan dan kehalalan (ASUH). Realisasi sebanyak 8 unit (100%) dari target 8 unit (target setelah ada penghematan anggaran, sebelumnya yaitu target 9 unit) Pengawasan Peredaran PAH Produk hewan merupakan komoditi yang berpotensi sebagai media pembawa agen penyakit hewan menular yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan. indonesia merupakan negara dengan kategori bebas terhadap Penyakit Hewan Menular Utama (PHMU) terutama penyakit mulut dan kuku (PMK), rinderpest, lumpy skin disease, sheep pox and goat pox, dan bovine spongiform encephalopathy (BSE), maka Pemerintah harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menerapkan kebijakan pemasukan hewan dan produk hewan dari luar negeri sebagai upaya dalam mempertahankan status bebas PHMU dan untuk mencegah masuknya penyakit zoonotik dan eksotik ke wilayah NKRI. Penjaminan peredaran produk hewan yang memenuhi kriteria ASUH harus sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang telah disepakati bersama, untuk itu diperlukan adanya kesepahaman dari pelaksana di pusat dan daerah serta pihak-pihak terkait lainnya. Dalam rangka mengoptimalkan pengawasan peredaran produk hewan, perlu dilakukan pertemuan koordinasi dan evaluasi pengawasan peredaran produk hewan. Tujuan untuk meningkatkan koordinasi pengawasan dan evaluasi peredaran produk hewan dengan instansi terkait, agar terjalin kerjasama dan kesepahaman dalam pengawasan peredaran produk hewan. Realisasi kegiatan diikuti oleh 20 Dinas yang menangani fungsi peternakan dan kesehatan propinsi, (Realisasi: 100%). Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 67

73 Pembinaan SDM Kesmavet dan Pascapenen (NKV, Juleha, PPC, Butcher) Pembangunan manusia sebagai sumber daya pembangunan menekankan manusia sebagai pelaku pembangunan yang memiliki etos kerja produktif, keterampilan, kreativitas, disiplin, profesiona-lisme, serta memiliki kemampuan memanfaatkan, mengembangkan, dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang berwawasan lingkungan maupun kemampuan manajemen. Kualitas manusia sebagai insan dan sumber daya pembangunan seperti itu akan membawa Indonesia tumbuh dan maju menjadi bangsa besar yang sejajar dengan bangsa maju lainnya. a. Peningkatan Keterampilan Butcher Sesuai Undang-undang nomor 41/2014 tentang Perubahan UU 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi berkembangnya unit usaha pascapanen yang memanfaatkan produk hewan sebagai bahan baku pangan, pakan, farmasi, dan industri. Sentuhan teknologi pangan dan pemanfaatan teknologi pascapanen diharapkan mampu mengembangkan produk ternak yang inovatif dan berdaya saing tinggi. Dengan memanfaatkan teknologi pascapanen setidaknya dapat menekan kehilangan (loss) bahan pangan sejak panen dan meningkatkan nilai tambah. Salah satu upaya dalam meningkatkan mutu dan daya saing daging melalui penanganan pemotongan daging yang berstandar potongan international, yang harus dikerjakan oleh tenaga-tenaga butcher terlatih dan profesional yang bertugas di RPH, meat cutting plant, dan meat shop. Tujuannya adalah : (1) Untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan tentang butcher; (2) Untuk mempersiapkan tenaga butcher di RPH- Ruminansia, unit penanganan daging (meat cutting plant) dan tempat penjajaan daging (meat shop). Sedangakan sasarannya diantaranya : (1) Meningkatnya pemahaman dan keterampilan petugas butcher; (2) Meningkatnya petugas butcher di RPH-Ruminansia, unit penanganan daging (meat cutting plant) dan tempat penjajaan daging (meat shop) yang terampil. Pada Tahun 2014 Peningkatan Keterampilan Butcher dilaksanakan dengan menggunakan dana dekonsentrasi di provinsi dengan jumlah total peserta yang mengkuti pelatihan ini sebanyak 210 orang dari target sebanyak 90 orang. b. Peningkatan Keterampilan Juru Sembelih Halal Isu halal merupakan hal yang sangat sensitif bagi umat muslim dunia, khususnya yang terkait dengan kehalalan produk pangan. Begitu pentingnya arti halal tersebut,sehingga tidak hanya persyaratan Keamanan Pangan, namun Jaminan Halal telah diakui oleh badan perdagangan dunia (World Trade Organization/WTO) sebagai persyaratan perdagangan internasional yang harus dipenuhi oleh negara produsen. Diantara produk pangan yang ada, pangan asal hewan terutama daging yang berasal dari jenis hewan halal, seperti ruminansia dan unggas, memiliki risiko tinggi menjadi pangan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 68

74 tidak halal akibat proses produksi dan/atau pencampuran bahan tambahan pangan yang tidak halal. Pada pemotongan hewan halal harus memenuhi persyaratan kesehatan masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan, dan syari at Islam. Titik kritis yang dapat menyebabkan daging ruminansia dan unggas menjadi tidak halal adalah proses penyembelihan hewan yang tidak sesuai dengan syari at agama Islam. Peran juru sembelih halal menjadi sangat penting dalam menentukan terpenuhinya persyaratan ASUH dari daging yang dihasilkan. Setiap RPH-R/U wajib memiliki seorang juru sembelih halal yang memiliki kompetensi tidak hanya dari aspek syari at Islam, namun juga dari aspek teknis kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan. Dalam rangka mendukung profesionalisme SDM juru sembelih halal untuk dapat bersaing baik di dalam maupun di luar negeri, Direktorat Kesmavet dan Pascapanen melakukan kegiatan peningkatan keterampilan juru sembelih halal. Tujuannya adalah : (1) Untuk meningkatkan keterampilan bagi tenaga juru sembelih halal di RPH; (2) Mempersiapkan tenaga juru sembelih halal yang terampil. Manfaatnya yaitu Meningkatkan penyediaan daging lokal yang aman dan halal untuk konsumsi masyarakat sehingga dapat meningkatkan jaminan kesehatan dan ketentraman bathin masyarakat. Pada Tahun 2014 Peningkatan Keterampilan Juru Sembelih Halal dilaksanakan dengan menggunakan dana dekonsentrasi di provinsi dengan jumlah total peserta yang mengkuti pelatihan ini sebanyak 380 orang. Target Tahun 2014 sebanyak 125 orang. c. Pelatihan Peningkatan Kompetensi Pengawas Kesmavet Kesmavet berperan dalam pengamanan produk hewan dan asal hewan dari hulu sampai hilir. Kegiatan maupun pengawasan dalam upaya pengamanan produk hewan dilakukan dengan beberapa prioritas antara lain : penerapan kebijakan pengamanan maksimum (maximum security) dan analisa risiko dalam pemasukan produk hewan asal luar negeri dan dalam pengawasan peredaran produk asal hewan dan bahan asal hewan, pemeriksaan keamanan pangan yang berasal dari hewan dan bahan asal hewan yang berasal dari luar negeri, penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan penerapan persyaratan teknis kesmavet untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri dalam menembus hambatan teknis di pasar global. Oleh karena itu diperlukan penanganan yang sungguh-sungguh dengan dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan profesional serta sistem dan mekanisme kerja yang memadai. Tujuan pelatihan tersebut untuk meningkatkan kompetensi dan materi yang harus dimiliki oleh Pengawas Kesmavet, serta sharing informasi sesame peserta. Realisasi pelatihan : (1) Wilayah Barat ( dilaksanakan di Malang) diikuti oleh 25 orang peserta dari DKI, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 69

75 Timur, Lampung, Kepulauan Riau, Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, DitKesmavet PP, dan BBPMSPH-Bogor; (2) Wilayah Timur (dilaksanakan di Bogor) diikuti oleh 19 peserta yang berasal dari 10 provinsi di wilayah Timur Indonesia (Bali, NTB, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua dan Jawa Timur). d. Peningkatan Kompetensi Petugas Pengambil Contoh Terakreditasi Dalam rangka menjamin produk hewan yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH) serta berdaya saing, perlu dilakukan pengawasan, pemeriksaan, dan pengujian terhadap produk hewan tersebut di laboratorium pengujian bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner yang diakreditasi atau yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian. Untuk mengetahui produk asal hewan yang menyimpang dari standar keamanan dan mutunya, pengawas kesmavet melakukan pengambilan contoh guna dilakukan pengujian. Hasil uji laboratorium terhadap contoh produk hewan sangat tergantung pada metode dan tata cara pengambilan contoh serta petugas pengambil contoh. Maksud penyelenggaraan agar pengelola laboratorium memahami dan mampu melaksanakan pengambilan contoh dengan baik dan benar sesuai aturan yang berlaku, sedangkan tujuannya untuk meningkatkan kompetensi petugas dari laboratorium penguji yang disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi yang telah terakreditasi. Peningkatan Kompetensi Petugas Pengambil Contoh Terakreditasi dilaksanakan bekerjasama dengan PT Embrio Biotekindo yang merupakan Lembaga Sertifikasi Personil terakreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN), dan peserta berasal dari Unit Pelaksana Teknis Pusat yaitu Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH), Balai Besar Veteriner Maros, Balai Besar Veteriner Wates, Balai Besar Veteriner Denpasar, Balai Veteriner Medan, Balai Veteriner Bukittinggi, Balai Veteriner Lampung, Balai Veteriner Banjarbaru, Balai Veteriner Subang, Laboratorium Veteriner/Kesmavet Propinsi Maluku Utara, Kota Balikpapan, Aceh, Kota Makasar, Tuban-Jawa Timur, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Barat, Metro lampung, Yogyakarta, Sulawesi Tenggara, Bangka Tengah, Dinas Pertanian Kota Bogor dan Dinas Perternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. e. Peningkatan Refreshing Auditor NKV Nomor Kontrol Veteriner (NKV) adalah sertifikat sebagai bukti tertulis yang sah telah dipenuhinya persyaratan higiene-sanitasi sebagai kelayakan dasar jaminan keamanan pangan asal hewan pada unit usaha pangan asal hewan. Tujuannya : (1) Terlaksananya tertib hukum dan tertib administrasi dalam pengelolaan usaha produk pangan asal hewan; (2) Memastikan bahwa unit usaha telah memenuhi persyaratan higiene-sanitasi dan menerapkan cara produksi yang baik; (3) Mempermudah penelusuran kembali apabila terjadi kasus keracunan pangan asal hewan. Sasarannya adalah : (1) Memberi jaminan dan perlindungan kepada masyarakat bahwa pangan asal hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 70

76 NSPK yang dibeli/dikonsumsi adalah ASUH dan berasal dari sarana usaha yang telah memenuhi persyaratan kesmavet yang diawasi pemerintah; (2) Mendukung terwujudnya kesehatan dan ketentraman batin masyarakat; (3) Meningkatkan daya saing produk pangan hewan Indonesia di pasar internasional. Pada Permentan ini diatur bahwa setiap unit usaha produk hewan dan ikutannya harus mendapatkan sertifikasi nomor kontrol veteriner, oleh karena itu untuk menunjang peningkatan unit usaha yang ber NKV maka dilakukan peningkatan refreshing auditor NKV dimana tahun ini diadakan di Lombok Plaza Hotel Pejangkik, Lombok dari tanggal Mei Peserta kegiatan berjumlah 21 petugas, yang terdiri dari 18 orang dari 18 propinsi, 1 orang dari Kabupaten Bogor dan 2 orang dari Direktorat Kesmavet. Permentan Nomor 114/2014 tentang Pemotongan Hewan Kurban Ruang lingkup Permentan 114/2014 meliputi : a. Persyaratan dan penangnan hewan kurban 1. Persiapan pemotongan hewan kurban 2. Penyembelihan hewan kurban dan penangan produknya 3. Pembinaan dan pengawasan b. Rancangan Permentan tentang Pemasukan dan Pengeluaran Kulit dari dan ke wilayah Republik Indonesia Kulit merupakan hasil ikutan (by product) dari rumah potong hewan yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi apabila diproses lebih lanjut dan dipergunakan sebagai bahan baku industri penyamakan kulit, industri alas kaki, garmen, furnitur, tas, sarung tangan, kerajinan dari kulit lainnya. Produksi kulit terutama kulit sapi di dalam negeri sekitar 2 juta lembar/tahun atau baru tercukupi sekitar 40%. Sehingga untuk mencukupi kekurangan kebutuhan bahan baku kulit untuk industri tersebut masih mengandalkan pasokan dari luar negeri. Kulit yang dimasukkan ke Indonesia dalam tingkatan kulit mentah garaman, kulit wet pickled, kulit wet blue, kulit crust yang kemudian untuk diolah menjadi kulit jadi (finished leather) serta kulit jadi (finished leather) itu sendiri. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan kulit untuk industri di dalam negeri dan pemenuhan permintaan dari luar negeri dengan memenuhi persyaratan yang ditetapkan negara tujuan dan dengan mempertimbangkan Pasal 58 ayat (6) dan Pasal 59 ayat (5) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, perlu diatur rekomendasi pemasukan kulit ke dalam dan pengeluaran kulit ke luar wilayah Negara Republik Indonesia, dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan). Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 71

77 c. Rancangan Nota Kesepahaman antara Kementerian Pertanian dan Majelis Ulama Indonesis tentang Penjaminan Keamanan dan Kehalalan di Rumah Potong Hewan Unggas. Rancangan MoU antara Kementan dan MUI yang disusun tersebut merupakan MoU yang mengatur system penjaminan kehalalan produk peternakan secara luas dan mencakup produk unggas dan ruminansia sedangkan pelaksanaanya akan diatur lebih detail dalam perjanjian kerjasama antara dirjen Peternakan dan Direktur LP POM MUI. Isi rancangan tersebut antara lain: 1. Ruang lingkup Nota Kesepahaman hanya meliputi penjaminan keamanan dan kehalalan di Rumah Potong Hewan Unggas 2. Penyamaan persepsi dalam standar penyembelihan unggas di RPH-U adalah penyembelihan secara manual mengacu pada ketentuan perundang-undangan dan standar LP POM MUI (HAS 23103) 3. Rancangan peraturan menteri pertanian tentang Pengawas Kesmavet (membahas outline rancangan peraturan dalam rangka pengawasan dan peredaran produk hewan). d. Draf Permentan tentang Penerapan Kesejahteraan Hewan Pada Pemotongan Hewan di RPH-R. Ruang lingkup Permentan 114/2014 meliputi : 1. Sarana Prasarana 2. Penerapan Kesrawan 3. Sumber Daya Manusia 4. Sertifikasi Pemenuhan Persyaratan Kesrawan 5. Pembinaan dan pengawasan e. Draf Pedoman Pencegahan Penularan Zoonosis Bagi Petugas yang Menangani Hewan dan Produk Hewan. f. Draf revisi Permentan nomor 381/2005 tentang Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner g. Draf Revisi Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor 413/1989 tentang Pedoman Pemotongan Hewan dan Penanganan daging. h. Draf Revisi Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor 413/1992 tentang Syarat dan tatacara Pemotongan daging Pemutakhiran data pemotongan Hewan di RPH-R melalui sms gateway Data dan informasi merupakan hal yang mutlak diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan, tidak terkecuali data pemotongan hewan. Saat ini data pemotongan hewan sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan dan kebijakan terkait supply dan demand baik daging sapi maupun ternak hidup. Ke depan setiap RPH yang ada harus terkoneksi (on line) sehingga setiap data pemotongan dapat diketahui secara real time. Pada tahun 2013 kesmavet Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 72

78 menggunakan fasilitas yang ada dalam isikhnas untuk memudahkan pelaporan data pemotongan melalui sms. Isikhnas sendiri merupakan sistem informasi yang awalnya dikembangkan untuk pelaporan penyakit hewan, sebuah program kerjasama Indonesia dengan Pemerintah Australia. Untuk mereplikasi program, Kesmavet melatih 11 orang pelatih agar dapat tercapai target replikasi program ke seluruh propinsi April Pilot tahap awal diusulkan dilakukan uji coba di 4 Propinsi (November-Desember 2013) di Propinsi Lampung, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Barat. Program telah direplikasi ke seluruh Propinsi (34 Propinsi) pada April 2014.Berdasarkan hasil evaluasi laporan pemotongan ternak melalui SMS Gateway yang telah berjalan sejak tahun awal 2014, data pemotongan yang dikirim masih jauh dibawah pemotongan riil (under estimate) yang ada di lapangan. Hanya 33 dari 34 Propinsi dan Kabupaten/Kota yang mengirimkan baru sekitar 58% dan jumlahnya cenderung menurun. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 73

79 Aspek Manajemen dan Kesekretariatan Penyusunan Renstra Memasuki periode pembangunan jangka menengah , Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, menyusun Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun Dengan demikian, penyusunan Rencana Strategis Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (Renstra PKH) harus dapat menjadi pedoman dan kerangka teknis bagi Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam melaksanakan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan dan pengembangan sektor peternakan dan kesehatan hewan di Indonesia pada periode , dimana Renstra tersebut disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menegah Kementerian Pertanian Periode yang telah memuat arahan kebijakan dan program pengelolaan sektor pertanian di Indonesia. Outputnya adalah Renstra Ditjen PKH dan Renstra Sekretariat periode Penyusunan RKT Tahun 2015 Tujuan penyusunan RKT 2015 adalah memberikan gambaran secara detail rencana kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun 2015, dengan melakukan penyusunan indikator kinerja yang akan dicapai dalam satu tahun, dan meningkatkan koordinasi dan keterpaduan perencanaan anggaran kinerja pembangunan peternakan dan kesehatan hewan. Outputnya adalah tersusunnya RKT Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan serta RKT Sekretariat Ditjen Peternakan dan tahun Penyusunan Renja Tahun 2015 Tujuan penyusunan Renja 2015 adalah untuk menentukan alokasi kegiatan dan anggaran SKPD provinsi, UPT dan Pusat yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan. Output yang dihasilkan dari penyusunan Renja 2015 adalah Rencana Kerja Kegiatan dan Anggaran Tahun 2015 sebanyak 57 dokumen rencana kegiatan dengan rincian 34 Renja Provinsi, 22 Renja UPT dan 1 Renja Pusat Penyusunan RKAKL Tahun 2015 Penyusunan RKA-K/L merupakan rangkaian akhir kegiatan perencanaan yang telah dimulai dari pengajuan e-proposal, Musrenbangda, Pra Musrenbangtan, Musrenbangtan sampai finalisasi renja. Hasil dari penyusunan RKA-K/L yaitu dokumen RKA-K/L Sekretariat dan direktorat teknis antara lain : Direktorat Budidaya Ternak, Direktorat Pakan Ternak, Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Perbibitan Ternak dan Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pasca Panen. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 74

80 Pelaksanaan Revisi Tahun 2014 Tujuan Penyelesaian dan revisi dokumen anggaran adalah melakukan revisi dokumen anggaran (DIPA dan POK). Hasilnya berupa 12 dokumen revisi anggaran (DIPA dan POK) Pelaksanaan Kegiatan Kehumasan Tahun 2014 Pembangunan sub sektor peternakan dan kesehatan hewan juga perlu ditopang dari sisi kehumasan dengan tujuan mempublikasikan capaian kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.. Pelaksanaan koordinasi kehumasan dengan instansi terkait yang dilakukan diantaranya publikasi di media massa, pembuatan press release, sosialisasi pameran dan peliputan kunjungan kerja pejabat terkait pembangunan peternakan dan kesehatan hewan dan temu koordinasi kehumasan. Pameran adalah salah satu sarana untuk menyampaikan informasi mengenai peternakan dari pemerintah kepada masyarakat. Dalam pameran, masyarakat juga bisa mendapatkan informasi baik mengenai peraturan-peraturan pemerintah bidang peternakan maupun informasi perkembangan dunia peternakan terbaru. Pada tahun 2014 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan juga aktif mengikuti kegiatan-kegiatan pameran sebagai berikut : a. Pameran Agrinex, Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta, Maret 2014; b. Peringatan Hari Susu Nusantara, Pantai Losari Makassar 1 Juni 2014 c. Pekan Nasional (PENAS) XIV Petani Nelayan Tahun 2014, Malang 7-12 Juni 2014; d. Indo Livestock 2014 Expo dan Forum, JCC Senayan Juni 2014; e. Pameran dalam rangka Raker Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) lingkup Kementan pada tanggal Juni 2014 di Auditorium Gedung F Kementan. f. Pameran Pendidikan Pertanian dalam rangka Wisuda Nasional BPSDMP Kementan, Halaman Parkir Gedung F Kementerian Pertanian, September 2014 dan g. Pameran Bioresources Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI Expo, Botani Square September 2014; h. Pameran Hari Pangan Sedunia (HPS), Makassar 6-11 November 2014; Peliputan kunjungan kerja pejabat terkait pembangunan peternakan dan kesehatan hewan dilaksanakan dalam rangka menyebarkan informasi beimbang kepada masyarakat. Kunjungan kerja yang dilakukan oleh Menteri Pertanian, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atau pejabat Eselon II lingkup Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan dimaksudkan agar terjadi koordinasi yang baik antara pusat dan daerah, pimpinan dan bawahan, serta pemerintah dan masyarakat peternak dan petani. Peliputan kunjungan kerja ini melibatkan wartawan baik cetak maupun elektronik. Beberapa kegiatan dan kunjungan kerja yang diikuti oleh Subbag Kerjasama dan Humas yaitu kunjungan kerja Menteri dan Wakil Menteri sebanyak empat kali, kunjungan kerja Direktur Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 75

81 Jenderal sebanyak empat kali. Selain pendampingan kunjungan kerja, juga dilakukan peliputan dalam rangka launching sebanyak empat kali. Temu koordinasi kehumasan merupakan pertemuan pejabat yang membidangi kehumasan unit kerja Eselon I lingkup Kementerian Pertanian dan lembaga terkait serta wartawan, dengan maksud untuk menyamakan persepsi tentang perkembangan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan terkini. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan aktif mengirim pejabat kehumasan pada kegiatan temu koordinasi kehumasan yang diadakan oleh Eselon I lingkup Kementerian Pertanian. Selain kegiatan diatas, juga dilakukan pengelolaan media komunikasi seperti SMS Center, publikasi kegiatan melalui website Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Penyusunan dan Penelaahan Usulan Dokumen Makalah Kerjasama/Bantuan Luar Negeri Penyusunan dokumen kerjasama terkait bidang peternakan dan kesehatan hewan yaitu penandatanganan MoC (Memorandum of Cooperation) on Food Security Program in Livestock Components between Directorate General of Livestock & Animal Health Services, Ministry of Agriculture of the Republic of Indonesia and Embassy of the Kingdom of the Netherlands in Jakarta pada tangga 25 Juli 2014, perpanjangan proyek OSRO103 dan AIP-EID Pengembangan Hubungan Kerjasama Bilateral, Regional, dan Multilateral Bidang PKH Pengelolaan Hibah Luar Negeri (PHLN) tahun 2014 telah melaksanakan beberapa kegiatan diantaranya penyusunan, perpanjangan, registrasi dan BAST dokumen kerjasama luar negeri. Beberapa penandatangan Berita Acara Serah Terima (BAST) proyek hibah yakni OSRO/INS/604.USA Batch 3 pada tanggal 11 September 2014 (pengadaan 20 mobil dan 247 motor) dengan nilai USD (Rp ). Juga telah disahkannya SP3HL dari 3 proyek yaitu OSRO 104 periode Oktober Oktober 2014, OSRO 103 periode Juli 2012-September 2013 dan TCP 3302 periode Oktober 2011-Juni 2013, OSRO 103 periode Oktober 2013-Maret 2014, dan JICA Grant AID. Kerjasama dengan luar negeri dilakukan dalam beberapa kegiatan yakni : a. Pertemuan ke-18 Indonesia Australia Working Group on Agriculture, Food and Forestry Cooperation (WGAFFC) pada tanggal 15 s.d.18 Februari 2014 di Bandung.; b. Pertemuan ketujuh Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Triangle Working on Agriculture Agro Based Industry environment / IMTGT WGAAE di Palembang pada tanggal 25s.d.26 Maret 2014 di Palembang. c. Pertemuan Asean Working Group on Livestock (ASWGL) di Singapura pada tanggal 7 s.d. 9 Mei 2014, Indonesia sebagai lead pada task force GAHP Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 76

82 melaporkan hasil-hasil pembahasan yang dilakukan pada pertemuan ASWGL tersebut; d. Pertemuan The 3rd TWG on Livestock Between Indonesia-Malaysia, di Bandung pada tanggal 23 s.d. 24 Juni 2014; e. Pertemuan Global Health Security Agenda pada tanggal 20 s.d. 21 Agustus 2014 di Jakarta. Indonesia sebagai tuan rumah kerjasama Kementerian Kesehatan dengan Kementerian Pertanian; f. Pertemuan ASEAN ACCAHZ pada tanggal 11 s.d. 15 Agustus di Bali. Pertemuan membahas konsep agreement ACCAHZ serta penyampaian komitmen Indonesia. g. Pertemuan 17th Working Group on Agriculture Fisheries and Forestry (WGAFF) Indonesia-Belanda pada tanggal 19 s.d. 21 November 2014 di Yogyakarta. h. Pertemuan 3rd Working Group on Agriculture Cooperation Indonesia- New Zealand pada tanggal 24 s.d. 25 November 2014 di Yogyakarta Reformasi Birokrasi Pelaksanaan reformasi birokrasi telah mendapatkan landasan yang kuat melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Selanjutnya, dalam implementasinya telah ditetapkan landasan operasional dalam bentuk Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 20 tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi Dalam rangka mewujudkan reformasi birokrasi ditetapkan delapan area perubahan reformasi birokrasi yang selanjutnya ditetapkan sebagai program reformasi birokrasi meliputi penataan dan penguatan organisasi, penataan tata laksana, penguatan pengawasan, peningkatan pelayanan publik, penataan sistem manajemen sumber daya manusia aparatur, penguatan akuntabilitas, pola pikir dan budaya kerja (manajemen perubahan). Sebagai salah satu unit Eselon I lingkup Kementerian Jenderal, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan juga berkomitmen penuh untuk mengimplementasikan program reformasi birokrasi untuk melaksanakan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan, meliputi penataan dan penguatan organisasi UPT, penataan tata laksana (penyusunan SOP-AP), penataan peraturan perundang-undangan bidang peternakan dan kesehatan hewan, penguatan pengawasan melalui penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), peningkatan pelayanan publik, penataan sistem manajemen sumber daya aparatur melalui penerapan sistem penilaian prestasi kerja PNS dan aplikasi SIMPEG Online, penguatan akuntabilitas melalui penerapan Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP), serta manajemen perubahan pola pikir dan budaya kerja aparatur Penataan dan Penguatan Organisasi (Penyusunan Rincian Tugas Pekerjaan Eselon IV UPT) Penataan organisasi merupakan salah satu area perubahan dalam kebijakan reformasi birokrasi yang bertujuan untuk mewujudkan organisasi yang tepat fungsi Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 77

83 dan tepat ukuran (right sizing). Untuk mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi unit pelaksana teknis lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagai unsur pelaksana tugas operasional lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, pada tahun 2012 dan 2013 telah dilaksanakan penataan organisasi 22 UPT. Penataan tersebut meliputi penyesuaian nomenklatur UPT, penyesuaian tugas, fungsi dan susunan organisasi, penataan tugas, fungsi dan susunan organisasi, penyesuaian eselonering serta pengalihan unit pembina teknis. Sebagai tindak lanjut penataan organisasi tersebut, untuk memudahkan pelaksanaan tugas dan fungsi, telah disusun Rincian Tugas Pekerjaan Unit Kerja Eselon IV UPT yang ditetapkan dalam 12 Peraturan Menteri Pertanian pada tahun 2014 (lampiran 21) Penataan Tata Laksana (Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan) Pada hakekatnya penataan tatalaksana diarahkan untuk melakukan pelaksanaan instansi pemerintah dengan sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai. Salah satu upaya penataan tata laksana diwujudkan dalam bentuk penyusunan dan implementasi Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan (SOP-AP) dalam pelaksanaan tugas dan fungsi aparatur pemerintah. Sehubungan dengan penyusunan SOP-AP sebagai rangkaian pelaksanaan reformasi birokrasi, telah ditetapkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan. Dengan adanya penyusunan SOP-AP diharapkan dapat terselenggaranya proses penyelenggaraan pemerintahan yang tertib, akuntabel serta peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Sebagai tindak lanjut penataan tata laksana/penyempurnaan SOP-AP, pada tahun 2014 telah disusun SOP-AP lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan sebanyak 536 SOP Penataan Peraturan Perundang-undangan Penataan peraturan perundang-undangan diarahkan untuk penataan regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang tindih dan kondusif. Untuk mewujudkan peternakan dan kesehatan hewan yang berdaya saing dan berkelanjutan dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal untuk mewujudkan penyediaan dan keamanan pangan hewani serta meningkatkan kesejahteraan peternak, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dimandatkan tugas untuk merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang peternakan dan kesehatan hewan. Sehubungan dengan perkembangan ekonomi, tuntutan otonomi daerah dan globalisasi, dipandang perlu untuk menyusun/menyempurnakan peraturan di bidang peternakan dan kesehatan hewan. Sehubungan dengan hal tersebut, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan berupaya untuk merumuskan kebijakan baik berupa penyempurnaan Undang-Undang, penyusunan rancangan peraturan pemerintah, peraturan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 78

84 presiden, peraturan/keputusan Menteri Pertanian yang berkaitan dengan peternakan dan kesehatan hewan. Pada tahun 2014 telah disusun Undang- Undang dengan Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan serta 16 (enam belas) Peraturan Menteri Pertanian dan 26 (dua puluh enam) Keputusan Menteri Pertanian (lampiran 22) Peningkatan Pelayanan Publik Sebagai upaya peningkatan pelayanan publik, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan telah melakukan kegiatan sebagai berikut: a. Mendorong dan meningkatkan pengembangan mutu pelayanan publik melalui penerapan standar mutu manajemen ISO meliputi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 pada seluruh unit kerja (22 unit kerja Pusat dan UPT), Standar Akreditasi Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi ISO (15 UPT), serta Penilaian Kesesuaian ISO (2 UPT). b. Pengembangan pelayanan administrasi rekomendasi usaha bidang peternakan dan kesehatan hewan melalui pengembangan Unit Pelayanan Rekomendasi (UPR) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. c. Peningkatan pelayanan publik UPT (perbibitan, pakan, kesehatan hewan dan kesmavet) d. Pemanfaatan teknologi informasi dalam bentuk e-government untuk menghasilkan pelayanan publik prima yang lebih cepat, lebih baik, dan lebih murah. Unit Pelayanan Rekomendasi (UPR) Unit Pelayanan Rekomendasi Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan merupakan layanan untuk menerima dan mengeluarkan surat-surat terkait perizinan expor - impor di bidang peternakan dan Kesehatan Hewan. Dalam rangka meningkatkan pelayanan prima terhadap masyarakat, Unit Pelayanan Rekomendasi (UPR) Ditjen PKH melakukan pelayanan terbaik yang efektif, efisisen dan transparan sebagai nilai budaya kerja yang diterapkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Seiring dengan tingginya frekuensi permohonan izin dan rekomendasi, UPR Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan telah mengaplikasikan Sistem Informasi Manajemen Rekomendasi (SIMREK) dengan mengembangkan portal layanan perizinan secara online yang masih terbatas pada permohonan rekomendasi komoditi daging dan sapi mulai awal tahun SIMREK online ini memungkinkan para pemohon dapat mengajukan permohonannya secara online kepada UPR melalui situs. Hingga saat ini, 86 perusahaan yang bergerak di bidang peternakan dan kesehatan hewan telah terdaftar dalam sistem online ini. Melalui sistem online ini para pemohon dapat mengajukan permohonan rekomendasinya dan memantau perkembangan permohonan rekomendasi tersebut. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 79

85 Pada tahun 2014, jumlah permohonan rekomendasi yang masuk sebanyak permohonan, sedangkan jumlah surat rekomendasi yang diterbitkan sebanyak rekomendasi. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan UPR, pada tahun 2014 telah dilakukan perluasan ruangan UPR dan penambahan jumlah tenaga pelaksana UPR. Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik adalah dengan melakukan pengukuran Indek Kepuasan Masyarakat (IKM) sebagai tolok ukur untuk menilai tingkat kualitas pelayanan. Data IKM dapat menjadi bahan penilaian terhadap unsur pelayanan yang masih perlu perbaikan dan menjadi pendorong bagi setiap unit penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. Pada tahun 2014, telah dilakukan pengukuran IKM terhadap 23 unit pelayanan publik lingkup DItjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (UPR dan UPT) dengan total responden sebanyak 2201 orang yang terdiri dari pelaku usaha, stake holder dan masyarakat. Dari pengukuran tersebut, diperoleh nilai IKM sebesar 3.14 dengan kategori Baik (mutu pelayanan B). Unit kerja yang memiliki kinerja pelayanan dengan kategori Sangat Baik (mutu pelayanan A) sebanyak 6 unit kerja, sedangkan unit kerja yang memiliki kinerja pelayanan dengan kategori Baik (mutu pelayanan B) sebanyak 17 unit kerja. Dari hasil survei indeks kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik pada Setiap Unit Kerja Pelayanan Publik Lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan terdapat beberapa unsur pelayanan yang perlu mendapat perhatian dari pimpinan unit terkait dengan kinerja aparatur pemerintah yang masih belum memenuhi kualitas yang diharapkan oleh masyarakat. Unsur-unsur tesebut adalah : (a) Prosedur pelayanan; (b) Kecepatan pelayanan; (c) Kepastian biaya Pelayanan; (d) kepastian jadwal pelayanan. Mengatasi permasalahan tersebut, unsur-unsur pelayanan yang masih menjadi keluhan masyarakat tersebut akan segera ditangani dan ditindaklanjuti dengan baik sebagai upaya untuk mewujudkan pelayanan prima. Selain itu komitmen para pimpinan atau pejabat pelayanan publik serta ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten sesuai dengan kemajuan teknologi akan sangat mendukung upaya tersebut. Prestasi pelayanan publik Dalam rangka melaksanakan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik terutama dalam melaksanakan evaluasi kinerja pelayanan publik diperlukan pemberian apresiasi terhadap unit kerja pelayanan publik (UKPP) berprestasi di bidang pertanian dalam melaksanakan pelayanan prima (berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan yang telah terukur). Pemberian penghargaan tersebut merupakan langkah strategis sebagai stimulus/motivasi dalam rangka mendorong peningkatan pelayanan kualitas pelayanan publik. Pemberian penghargaan ini diberikan pada UKPP yang berkedudukan di Kementerian Pertanian dan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 80

86 Sebagai bentuk penghargaan terhadap unit kerja pelayanan publik bidang pertanian diberikan penghargaan Abdibaktitani kepada unit kerja pelayanan publik berprestasi. Pemberian penghargaan tersebut didasarkan pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 47/Permentan/KP.450/7/2012 tentang Pedoman Penilaian dan Pemberian Penghargaan Abdibaktitani bagi Unit Kerja Pelayanan Publik Berprestasi (UKPP) di Bidang Pertanian. Piala abdibaktitani diberikan kepada UKPP berprsetasi dengan nilai kinerja pelayanan sangat baik, baik, cukup dan piala kencana abdibakti tani kepada UKPP yang telah memperoleh piala abdibakti tani dan berhasil meningkatkan kinerja pelayanan kepada masyarakat selama tiga tahun berturut-turut, hingga penilaian tahun keempat, UKPP tersebut mampu mempertahankan bahkan meningkatkan kinerja pelayanannya. Pada tahun 2014, 5 unit kerja pelayanan publik (UPT) lingkup Ditjen PKH memperoleh penghargaan abdibakti tani sebagai berikut: a. Piala Kencana, sebagai diberikan kepada BBIB singosari sebagai unit kerja pelayanan publik berprestasi mempertahankan piala selama tiga tahun berturut-turut, dan pada tahun keempat masih mampu mempertahankan bahkan meningkatkan kinerja pelayananannya dengan kinerja pelayanan sangat baik. b. Piala Abdibaktitani diberikan kepada BPTU-HPT Padang Mangatas sebagai unit kerja pelayanan publik berprestasi percontohan dengan kinerja pelayanan sangat baik. c. Plakat Abdibaktitani kepada BBPMSOH Gunung Sindur dan BBPTU-HPT Baturaden sebagai unit kerja pelayanan publik berprestasi utama dengan kinerja pelayanan baik. d. Piagam Abdibaktitani kepada Balai Veteriner Subang sebagai unit kerja pelayanan publik berprestasi Madya dengan kinerja pelayanan cukup Penataan Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia Aparatur Pelaksanaan Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) bertujuan untuk membangun sistem penilaian kinerja para bergai berdasarkan kinerja yang diharapkan dapat dinilai dengan menggunakan sistem yang baku sehingga dapat menjamin obyektifitasnya. Dengan pelaksanaan sistem manajemen SDM ini diharapkan dapat memberikan kepastian bagi seluruh pegawai dalam perjalanannya mengembangkan karir dimana pegawai memiliki acuan yang pasti dalam pengembangan sesuai dengan kompetensinya. Keberhasilan Reformasi Birokrasi secara umum dititik beratkan pada SDM yang berkualitas. Diharapkan dengan adanya sistem ini dapat membantu manajemen dalam menerapkan sistem penghargaan dan memudahkan manajemen dalam perencanaan, pengembangan dan pembinaan SDM. Tahun 2014, telah diterapkan metode penilaian prestasi kerja PNS berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2011, dimana melalui penilaian ini diharapkan tersedianya indikator kinerja individu yang terukur meliputi unsur penilaian sasaran kerja pegawai negeri sipil (SKP) dan penilaian perilaku. Selain itu juga telah dikembangkan Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian (SIMPEG) Online sebagai sistem database pegawai menggantikan SIMPEG berbasis desk, untuk menyediakan data pegawai yang mutakhir dan akurat serta pengembangan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 81

87 pegawai berbasis kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis, workshop, magang, dan lainnya Pola pikir dan Budaya Kerja (manajemen perubahan) Hakekat reformasi biokrasi adalah perubahan pola pikir (mindset) dan budaya kerja (culture set) aparatur negara. Diterbitkannya Peraturan pemerintah No. 53/2010 tentang Disiplin PNS merupakan langkah awal untuk menciptakan aparatur yang profesional. Disiplin harus menjadi nafas bagi setiap aparatur negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya, dengan ukuran-ukuran yang jelas sebagai parameter penilaian kinerja. Dengan indikator-indikator yang ditetapkan, maka reward and punishment juga bisa diterapkan secara konsisten. Dalam hal ini, diperlukan pengawasan yang tidak saja dari atasan, tetapi juga dari luar. Selain itu, pengawasan terhadap kinerja PNS atau aparatur juga akan ditingkatkan. Untuk itu, setiap instansi pemerintah perlu mengembangkan budaya kerja di lingkungannya masing-masing. Indeks Penerapan Nilai Budaya Kerja (IPNBK) Untuk mengevaluasi budaya kerja pegawai melalui penerapan nilai-nilai dan maknabekerja di Kementerian Pertanian tersebut, dilaksanakan Pengukuran Indeks Penerapan Nilai Budaya Kerja (IPNBK) di Lingkungan Kementerian Pertanian sebagai acuan bagi setiap pimpinan unit kerja dalam melakukan monitoring dan evaluasi penerapan nilai budaya kerja pada unit kerja yang dipimpinnya. Dengan demikian dapat diketahui penerapan nilai budaya kerja pada setiap unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Nilai IPNBK diukur dalam nilai indeks skala 1-4 dengan interval nilai mutu , dan kategori A (Sangat baik), B (Baik), C (Kurang baik) dan D (Tidak Baik). Pengukuran IPNBK ini didasarkan pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65/Permentan/OT.140/11/2012 tentang Pedoman Nilai-Nilai dan Makna Bekerja Bagi Pegawai Kementerian Pertanian yang digunakan sebagai landasan untuk mendorong perubahan sikap dan perilaku pegawai di lingkungan Kementerian Pertanian. Komponen nilai budaya kerja tersebut meliputi komitmen, keteladanan, profesionalisme, integritas dan disiplin. Dalam kurun waktu 5 tahun (tahun 2010 s.d 2015), hasil pengukuran IPNBK Ditjen PKH menujukan peningkatan setiap tahunnya. Hal ini terlihat dari nilai IPNBK dari tahun , dimana kategori IPNBK Ditjen PKH meningkat dari kategori baik menjadi sangat baik, dengan nilai indeks yang juga meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2014, diperoleh nilai IPNBK Ditjen PKH sebesar 3,32. Jika dibandingkan dengan tahun 2013 dimana nilai IPNBK Ditjen PKH sebesar 3.27, terjadi peningkatan nilai IPNBK sebesar 0,05 (1,53%). Jika dibandingkan dengan target nilai IPNBK yang ditetapkan pada Penetapan Kinerja Setditjen PKH tahun 2014 yakni sebesar 3,30; maka persentase capaian nilai IPNBK tahun 2014 ini melebihi yang ditargetkan (100,61%). Penerapan nilai budaya kerja yang masih menjadi permasalahan yang dihadapi unit kerja baik tingkat Pusat maupun UPT adalah integritas dan profesionalisme. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 82

88 Oleh karena itu diperlukan pembinaan budaya kerja pegawai secara rutin dan berkesinambungan. Hasil pengukuran IPNBK ini selanjutnya diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam upaya memperbaiki dan menggerakkan peningkatan budaya kerja aparatur. Dengan meningkatnya budaya kerja aparatur, diharapkan juga dapat meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Pembentukan Sub Unit Pengelola Gratifikasi lingkup DItjen PKH Pengendalian gratifikasi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan proses pembangunan zona integrasi serta mewujudkan Aparatur Pemerintah yang bersih di lingkungan Kementerian Pertanian. Menindaklanjuti Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 97/Permentan/OT.140/7/ 2014 tanggal 3 Juli 2014 tentang Pedoman Pengelolaan Gratifikasi lingkup Kementerian Pertanian mengamanatkan pembentukan Sub Unit Pengelola Gratifikasi (Sub-UPG) tingkat Eselon I dan UPT lingkup Kementerian Pertanian. Sehubungan dengan hal tersebut, telah dibentuk 23 Sub-UPG lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan terdiri dari Sub-UPG Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang diketuai oleh Sekretaris Ditjen PKH serta Sub-UPG 22 UPT, yang diketuai oleh Kepala UPT masing-masing. Keberadaan Sub-UPG tersebut telah dikukuhkan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan disaksikan oleh Wakil Menteri Pertanian dan Narasumber KPK, Dwi Aprilia Linda dari Direktorat Gratifikasi pada Acara Pertemuan Pembinaan dan Sosialisasi Anti Korupsi lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan tanggal 19 September 2014 di Purwokerto. Sejak dibentuk pada September 2014, Sub UPG lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan aktif menyampaikan laporan penerimaan gratifikasi kepada UPG Kementerian Pertanian. Pada peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (HAKORDIA) tahun 2014, Kementerian Pertanian memperoleh penghargaan gratifikasi kategori Kementerian Unit pengelola Gratifikasi Terbaik Tahun 2014 dan Kementerian dengan Jumlah Laporan Gratifikasi terbanyak dan 99,11% Tepat Waktu. Wilayah Bebas Korupsi (WBK) Sebagai salah satu upaya pencegahan dan percepatan pemberantasan Korupsi, Kementerian Pertanian telah menerapkan Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) di Lingkungan Kementerian Pertanian sejak tahun Upaya tersebut merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Pada tahun 2014, 20 unit kerja lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan memperoleh penghargaan sebagai Unit Kerja Berpredikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) terdiri dari 2 unit kerja pusat dan 18 UPT Pengembangan Perpustakaan Ditjen PKH Perpustakaan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan merupakan sarana pengelola koleksi karya tulis, karya cetak dan atau karya rekam secara Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 83

89 profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi para pemustaka/pengguna baik di lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan maupun di lingkungan lembaga pemerintah lainnya dan masyarakat. Perpustakaan Ditjen PKH dapat diakses secara online, dimana para pengguna dapat mengakses OPAC (Online Public Acces Catalogue) untuk semua koleksi yanga ada di perpustakaan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, melalui alamat website: Selain itu, perpustakaan Ditjen PKH juga sudah terintegrasi/ On line dengan seluruh perpustakaan UPT lingkup DItjen PKH (22 UPT) Pengelolaan Arsip Pelaksanaan kegiatan kearsipan di Unit Kearsipan tahun 2014 terdiri dari pengolahan dan penataan arsip bagian evaluasi, arsip proposal bansos dan arsip, perawatan dan pemeliharaan arsip sebagai upaya menjamin keselamatan dan kelestarian arsip, pelayanan kearsipan, publikasi kearsipan, pembinaan kearsipan bagi UPT lingkup Ditjen PKH, serta penyusutan arsip secara berkala ke Unit Kearsipan. Dalam pengelolaan kearsipan, BBPTUHPT Baturraden memperoleh penghargaan sebagai Juara II Lomba Tertib Arsip tingkat UPT Kementerian Pertanian tahun Prestasi Ditjen PKH Tahun 2014 Lainnya a. PUSVETMA : Lomba Situs Website Kementerian Pertanian Kategori UPT Pusat Tahun 2014 b. Anugerah Pandega Widyatama Pada tahun 2014, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan menerima penghargaan Anugerah Iptek Pandega Widyatama. Penghargaan tersebut diberikan bagi unit kerja Eselon I Lingkup Kementerian yang telah memanfaatkan hasil penelitian dan pengembangan Nasional. Anugerah ini disampaikan pada acara Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (HAKTEKNAS) ke-19 tahun 2014 dengan tema Inovasi Pangan, Energi dan Air Untuk Daya Saing Bangsa yang diselenggarakan oleh Kementerian Riset dan Teknologi pada hari Selasa, 11 Agustus 2014 di Gedung II Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jakarta. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan menerima penghargaan ini sehubungan dengan keberhasilan teknologi bidang pangan berupa teknologi biologi peternakan modern untuk mendukung swasembada daging. c. Pengendalian Intern Pemerintah 1. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagai Satlak PI Terbaik Tingkat Eselon I Peringkat I dan Eselon I Pembina Pembina SPI Terbaik Peringkat I. 2. BBIB Singosari : Satlak PI Terbaik Tingkat Eselon II Peringkat I 3. BBPTU-HPT Baturraden sebagai Satlak PI Terbaik Tingkat Eselon II Peringkat II. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 84

90 4. BIB Lembang sebagai Satlak PI Terbaik I tingkat Eselon III Peringkat I 5. Balai Veteriner Banjarbaru sebagai Satlak PI Terbaik tingkat Eselon III Peringkat II Penyusunan Laporan Keuangan Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang Dalam rangka menyusun Laporan Keuangan Eselon I yang memenuhi Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010 dan Peraturan Menteri Keuangan No. 233/PMK.05/2011 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No. 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, maka dilakukan kegiatan secara rutin : a. Sosialisasi dan pemantauan penyusunan Laporan Keuangan ke seluruh satuan kerja yang mendapat alokasi dana APBN; b. Penyusunan Laporan Keuangan tingkat UAKPA (Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran) Kantor Pusat setiap bulan; c. Penyusunan Laporan Keuangan tingkat UAPPA Es1 (Unit Akuntansi Pembantun Pengguna Anggaran) Ditjen PKH setiap bulan. Outputnya adalah (1) Laporan Keuangan Tingkat Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA) Kantor Pusat setiap bulan; (2) Laporan Keuangan Tingkat Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1 (UAPPA Es1) Ditjen PKH pada setiap bulan Penatausahaan Barang dan Jasa Dalam upaya meningkatkan tertib administrasi di bidang pelaporan Barang Milik Negara khususnya yang berkaitan dengan penatausahaan Barang Milik Negara dengan aplikasi SIMAK BMN seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 171/PMK.05/2007, sampai dengan saat ini saldo neraca pada Tingkat UAKPB dan Tingkat UAPPB-E1 Satker Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagaimana pada Lampiran 23 dan Lampiran Penyusunan Berita Acara Serah Terima BMN untuk aset-aset yang berasal dari belanja MAK ,526113, dan Pada triwulan keempat ini telah diselesaikan Berita Acara Serah Terima Barang Milik Negara yang berasal dari belanja MAK ,526113, dan yang pengadaannya di daerah (DK, TP). Dengan serah terima tersebut berubah status kepemilikan dari Barang Milik Negara menjadi Barang Milik Daerah. Adapun Satuan Kerja Daerah yang telah mengajukan usulan hibahnya dan telah diproses Berita Acara Serah Terima selama triwulan keempat ini sebagaimana pada Lampiran Penghapusan Barang Milik Negara Untuk melaksanakan tertib administrasi pengelolaan Barang Milik Negara telah dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian tentang Penghapusan terhadap Barang Milik Negara yang kondisinya sudah rusak yaitu : Penghapusan Kendaraan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 85

91 Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1049/Kpts/PL.130/10/2014 tanggal 13 Oktober 2014 tentang Penghapusan Peralatan dan Mesin Milik Kementerian Pertanian Cq. Ditjen PKH pada Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Siborongborong berupa 3 (tiga) unit Tractor dan 1 (satu) Kendaraan bermotor Angkutan Barang Merk Toyota Kijang serta 10 (sepuluh) unit kendaraan bermotor roda 2 (dua) Pembayaran Tunjangan Kinerja Telah dilakukan pembayaran Tunjangan Kinerja Bulan Oktober s.d. Desember 2014 dengan rincian sebagaimana pada Tabel 14. berikut. Tabel 12. Tunjangan Kinerja Bulan Oktober s.d. Desember 2014 No Bulan Jumlah Pegawai Penerimaan (Rp) Realisasi (Rp) Sisa (Rp) 1 Oktober November Jumlah 10,177,806,354 10,176,621, Laporan PNBP Lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan TA Sesuai Peraturan Pemerintah R.I Nomor 1 Tahun 2004 khususnya pasal 2, bahwa pejabat instansi pemerintah wajib melaksanakan penyusunan rencana dan laporan realisasi PNBP dalam lingkungan instansi pemerintah yang bersangkutan. Ditjen PKH dalam tahun anggaran 2012 menyusun rencana/target dan laporan realisasi PNBP meliputi 23 Satker (satu Pusat dan 22 Satker vertikal), adapun rencana (target) dan realisasi PNBP tersebut sebagai berikut : a. Penerimaan Tahun Target Penerimaan Umum Rp Target Penerimaan Fungsional Rp Jumlah rencana/target Penerimaan PNBP Rp b. Realisasi PNBP s.d. Triwulan IV Tahun Realisasi Penerimaan Umum Rp Realisasi Penerimaan Fungsional Rp Jumlah Realisasi s.d. Triwulan IV Rp c. Penggunaan Sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 165/KMK.06/2003 Satker lingkup Ditjen PKH (Non PK-BLU) diizinkan menggunakan penerimaan fungsional untuk membiayai kegiatan max 50%, sedangkan Satker PK BLU (Pusvetma dan BIB Singosari) sebesar 100 %. TA penggunaan PNBP telah Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 86

92 dialokasikan pada DIPA Satker/UPT lingkup Ditjen. Peternakan dan Kesehatan Hewan sebesar Rp dan realisasi penggunaan s.d. bulan Desember 2014 sebesar Rp Laporan KN Penyelesaian Kerugian Negara sampai dengan Triwulan IV Tahun 2014 sebagai berikut : a. Pemeriksaan Reguler Hasil Pemeriksaan Inspektorat Jenderal a) Kerugian Negara yang belum di selesaikan s.d. Triwulan III Rp ,13 b) Penambahan (LHP) s.d. Triwulan IV Rp ,84 c) Penyelesaian s.d. Triwulan IV Rp ,80 d) Kerugian Negara yang belum di selesaikan s.d. Triwulan IV Rp ,17 b. Pemeriksaan Khusus,Hasil Pemeriksaan Inspektorat Jenderal 1. Kerugian Negara yang belum di selesaikan s/d Triwulan III Rp Penambahan (LHP) s.d. Triwulan IV Rp Penyelesaian s.d. Triwulan IV Rp Kerugian Negara yang belum di selesaikan s/d Triwulan IV Rp c. Total Kerugian Negara Sampai Dengan Triwulan IV Kerugian Negara yang belum di selesaikan s.d. Triwulan III Rp ,13 2. Penambahan (LHP) s.d. Triwulan IV Rp ,84 3. Penyelesaian s.d. Triwulan IV Rp ,80 4. Kerugian Negara yang belum di selesaikan s.d. Triwulan IV Rp , Monev Pembangunan Peternakan dan Keswan Telah dibentuk Tim Monev sesuai dengan SK Dirjen Nomor 111/Kpts/OT.160/F/02/2014 tanggal 3 Februari 2014 tentang Tim Perencana dan Pengawas Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Program/Kegiatan Pembangunan Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun Tim Perencana telah melakukan beberapa rangkaian persiapan pelaksanaan Kegiatan Monev Tahun 2014 antara lain: penyusunan ToR, Kerangka Acuan Kerja/KAK, Draft MoU dan Draft Dokumen Perjanjian Kerjasama. Verifikasi dan Validasi Data Monev Peternakan dan Kesehatan Hewan Triwulan III Tahun 2014 dilaksanakan oleh Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK) Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Ditjen PKH Pengembangan Website Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik, pada tahun 2014 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan telah melakukan upaya peningkatan kualitas pelayanan melalui penerapan teknologi informasi berupa Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 87

93 Pengembangan website Ditjen PKH. Kegiatan pengembangan tersebut dilakukan dengan serangkaian kegiatan meliputi : (1) Pertemuan Forum Pengelola Website Lingkup Ditjen PKH; (2) Monitoring Website Lingkup Ditjen PKH; dan (3) Pertemuan Dwiwulan Website Lingkup Ditjen PKH. Pada tahun 2014 seluruh Direktorat Teknis lingkup Ditjen PKH telah memiliki website dan telah dilakukan pembenahan domain website UPT lingkup Ditjen PKH dengan mempertimbangkan regulasi yang berlaku sesuai domainnya menggunakan ditjennak.deptan.go.id. selain itu secara bertahap seluruh pegawai Lingkup Ditjen PKH telah memiliki untuk melihat perkembangan dan informasi terkait peternakan dan kesehatan hewan dapat mengunjungi website : Evaluasi Hasil Hasil Pengawasan Pertemuan Evaluasi Hasil Pengawasan adalah untuk mencari solusi penyelesaian tindaklanjut LHP yang sulit dan cukup lama dituntaskan dan melakukan pemutahiran data penyelesaian tindaklanjut LHP. Output dari pertemuan ini adalah sinkronisasi data tindaklanjut LHP dan rencana aksi penyelesaian tindaklanjut LHP. Pertemuan Evaluasi Hasil Pengawasan dilaksanakan dengan mengundang pimpinan satker, Direktorat Teknis lingkup Ditjen PKH, Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian serta Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian. Kegiatan pertemuan Evaluasi Hasil Pengawasan pada tahun 2014 dilaksanakan 1 kali yaitu di bulan September 2014 sedangkan kegiatan Koordinasi Penyelesaian Tindak Lanjut Hasil Pengawasan dilaksanakan selama dua kali di Provinsi Sulawesi Selatan dan Jawa Barat. Jumlah Kerugian Negara yang bisa diselesaikan hasil pertemuan Penyelesaian Tindak Lanjut Hasil Pengawasan di dua Provinsi tersebut adalah sebesar Rp. 298,58 juta Sistem Pengendalian intern (SPI) Lingkup Ditjen PKH Satuan Pelaksana Pengendalian Intern (Satlak PI) Ditjen PKH telah ditetapkan melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor : 110/Kpts/OT.160/F/02/2014 tanggal 3 Februari Adapun tugas Tim Satlak PI adalah sebagai berikut : a. Membuat dan mensosialisasikan pedoman/petunjuk pelaksanaan SPI di unit kerja/satuan kerja lingkup Ditjen PKH; b. Melakukan bimbingan SPI dalam rangka meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia pelaksana SPI unit kerja/satuan kerja lingkup Ditjen PKH; c. Melakukan supervisi, monitoring dan evaluasi penerapan SPI di unit ketja/satuan kerja lingkup Ditjen PKH; d. Melakukan review/penilaian pelaksanaan SPI di unit kerja/satuan kerja lingkup Ditjen PKH; e. Berkoordinasi dengan pembina SPIP lingkup Kementerian Pertanian tentang pelaksanaan SPIP; f. Melakukan pembinaan dan koordinasi dengan Tim Satlak PI daerah (Provinsi dan UPT). Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 88

94 IV. PERMASALAHAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DAN UPAYA TINDAKLANJUT 4.1. Permasalahan Permasalahan Administrasi a. Revisi anggaran yang disebabkan adanya kebijakan penghematan sehingga proses pelaksanaan kegiatan terlambat. b. Kebijakan penghematan anggaran, menyebabkan beberapa target kegiatan tidak dapat tercapai. c. Proses dan mekanisme pengadaan barang dan jasa yang dilaksanakan di daerah (propinsi, kabupaten dan UPT) pada beberapa kegiatan mundur dari jadwal dan tidak dapat dilaksanakan. d. Proses pelelangan umum untuk pengadaan barang di daerah dilaksanakan melalui pelayanan satu atap, bila terjadi gagal lelang akan memerlukan waktu yang cukup panjang. e. Masih terdapat keterlambatan proses CP/CL dan verifikasi kelompok. f. Persiapan daerah terlambat untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan baik penetapan pengelola keuangan dan pelaksanaan tender Pencapaian program swasembada daging sapi/kerbau a. Harga daging sapi sebelum dan setelah diberlakukannya referensi harga yang masih cenderung stabil tetap tinggi. b. Sebaran ternak sapi dan kerbau yang sebagian besar di Pulau Jawa, dan jumlah peternak rakyat yang 98% masih dengan skala usaha kepemilikan ternak 2-3 ekor. c. Impor sapi bakalan, sapi siap potong dan daging sapi yang terjadi selama 2014 telah mendistorsi harga ternak sapi lokal dan memukul pendapatan peternak, d. Kelembagaan peternak rakyat yang masih lemah menghadapi blantik, e. Peran pemerintah daerah dalam tata niaga sapi dan daging sapi masih rendah, dalam hal : 1. Pengelolaan RPH belum optimal, masih dipandang sebagai sumber pendapatan belum sebagai sarana perbaikan manajemen dalam penyediaan daging sapi yang ASUH. 2. pengawasan atas peredaran daging impor yang seharusnya memenuhi pasar tertentu (horeka), sehingga mendistorsi harga, peran Pengenaan retribusi pungutan/retribusi tanpa diimbangi pelayanan yang sepadan, serta belum sinkronnya kebijakan terkait distribusi sapi antar pulau. f. Masih kurangnya sarana dan prasarana transportasi untuk kelancaran distribusi sapi. Selain itu infrastruktur yang belum memadai, diantaranya : 1) Belum optimalnya sistem bongkar muat ternak sapi dan kerbau di pelabuhan; 2) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 89

95 Angkutan/Kapal-kapal yang digunakan mengangkut ternak sapi dan kerbau masih menggunakan kapal kayu dan cargo yang belum memenuhi prinsip animal welfare; 3) Belum semua pelabuhan memiliki Holding ground untuk tempat pengumpulan ternak dan pemeriksaan karantina sebelum naik maupun setelah turun dari atas kapal. g. Pengelolaan RPH-R masih ditemukan hambatan diantaranya : 1) pelaporan data pemotongan yang dikirim masih jauh dibawah pemotongan riil yang di lapangan, baru 58% dari jumlah propinsi dan kab/kota dan jumlah cenderung menurun; 2) masih banyak RPH-R saat ini tidak sesuai dengan standar nasional; 3) kurangnya SDM yang berkompetensi di RPH; 4) sulitnya memonitor pemotongan hewan di luar RPH yang lokasinya tersebar; 5) masih terdapatnya pemotongan betina produktif. h. Penanaman HPT terkendala oleh datangnya musim hujan sehingga pelaksanaannya terjadi penundaan namun tidak melebihi waktu yang sudah ditentukan. i. Jumlah Puskewan Hewan saat ini sebanyak unit sedangkan kebutuhannya unit, begitu pula jumlah SDM Puskeswan masih jauh dari jumlah ideal yaitu dalam 1 puskewan Hewan minimal ada 1 dokter hewan dan 3 paramedik veteriner. j. Produksi semen beku dari rumpun sapi pejantan eksotik relatif lebih tinggi (67%) dibandingkan semen beku sapi pejantan lokal (33%). Disamping itu masih tersedia stock semen beku sapi pejantan eksotik yang merupakan akumulasi produksi tahun-tahun sebelumnya. k. Belum optimalnya produksi susu ternak perah akibat rendahnya kualitas bibit dan pakan serta manajemen pemeliharaan oleh peternak. Secara umum permasalahan yang mempengaruhi capaian nasional produksi susu sapi perah, antara lain: 1. Sistem peremajaan bibit ternak sapi perah belum berjalan dengan baik yang disebabkan oleh kurang tersediannya bibit dalam negeri, disamping kualitas bibit ternak sapi perah di peternak masih dalam kategori bibit sebar (bibit yang tidak layak jadi indukan); 2. Skala kepemilikan ternak masih kecil dan usaha budidaya sapi perah oleh peternak bukan merupakan usaha pokok sehingga hasilnya kurang optimal dan belum ekonomis; 3. Penyakit reproduksi seperti brucellosis, mastitis, UBR, BVD dan gangguan reproduksi lainnya belum tertangani dengan baik sehingga produksi dan produktiivitas masih relatif rendah; 4. Panjangnya mata rantai pemasaran/tata niaga susu dan rendahnya kualitas susu (akibat pemeliharaan sapi perah yang kurang higienis) mengakibatkan rendahnya harga susu di tingkat petani; 5. Terbatasnya lahan untuk pengembangan budidaya sapi perah di Pulau Jawa; dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 90

96 6. Pemasaran susu segar ditingkat peternak di Pulau Jawa masih tergantung pada Industri Pengolahan Susu (IPS) di luar Pulau Jawa masih sulit pemasarannya karena belum ada unit penampungan susu atau koperasi Permasalah teknis Aspek Perbibitan a. Permasalahan penetapan wilayah sumber bibit adalah sulitnya untuk menyusun proposal penetapan pewilayahan sumber bibit terkait kriteria yang dipersyaratkan. b. Permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan Uji Zuriat Sapi Perah Nasional antara lain : (1) petugas rekorder belum melaksanakan tugasnya secara optimal; (2) keterbatasan sarana, prasarana petugas, dana penjaringan DC; (3) sulitnya mendapatkan data produksi susu ternak pembanding yang sekandang dan seumur dengan DC yang melahirkan. c. Permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan Uji Performas Sapi Potong adalah (1) pemberian identitas (nomor ternak) dan pengukuran data vital tubuh induk dan anak sapi yang diikutsertakan belum tertata dengan baik, (2) kurangnya pembinaan dinas kabupaten dan provinsi; (3) petugas uji performans kurang pelatihan pencatatan (rekording). d. Permasalahan kegiatan penetapan dan rumpun galur ternak adalah sulitnya untuk menyusun kajian penetapan rumpun atau galur ternak yang diusulkan untuk ditetapkan oleh menteri Aspek Pakan Ternak a. Beberapa permasalahan kegiatan Pengembangan Integrasi Ternak Ruminansia, yaitu : a) Keterlambatan proses CP/CL dan verifikasi kelompok; b) Proses pelelangan umum untuk pengadaan barang di daerah dilaksanakan melalui pelayanan satu atap sehingga dalam pelaksanaannya memerlukan waktu yang cukup panjang; c) Adanya penghematan dana pada pertengahan tahun yang kemudian berakibat pada dibatalkan untuk beberapa kegiatan, kondisi ini menyebabkan adanya revisi DIPA, sehingga menghambat proses lelang yang sudah berjalan. b. Permasalahan Pengembangan HPT di Lahan Kehutanan adalah Adanya kebijakan penghematan anggaran mengakibatkan kesulitan mengidentifikasi kegiatan di beberapa daerah apakah masih terfasilitasi atau disetor sebagai penghematan, karena daerah kurang aktif melaporkan kegiatan yang dihemat. c. Target perbaikan padang penggembalaan tidak tercapai seluruhnya karena tidak cukup waktu penanaman menyesuaikan datangnya musim hujan bulan Nopember-Desember Aspek Budidaya Ternak a. Rendahnya kesadaran peternak dalam menerapkan Good Farming Practice (GFP) ternak potong, ternak perah, unggas dan aneka ternak sehingga berakibat belum optimalnya peningkatan produksi dan produktivitas ternak. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 91

97 b. Belum optimalnya kegiatan pembinaan dan monitoring pengembangan kegiatan budidaya ternak dapat terlihat dari lemahnya sistem pelaporan oleh dinas provinsi maupun kabupaten/kota yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan maupun kelompok dalam pelaksanaan kegiatan Aspek Keswan a. perencanaan dalam penentuan harga satuan khusus untuk vaksin Brucellosis terkendala perbedaan harga antara vaksin dalam negeri dengan vaksin impor, sehingga target tidak dapat dipenuhi karena produksi dalam negeri persediaannya terbatas. b. Hambatan program SIKHNAS adalah : 1) Pengiriman laporan yang belum berkesinambungan tiap bulan; 2) Kemampuan petugas SIKHNAS dalam mengoperasikan komputer yang beragam; 3) Terjadi pergantian personil pengoperasian program SIKHNAS Aspek Kesmavet dan Pascapanen a. Banyaknya RPH-R saat ini tidak sesuai dengan standard nasional Indonesia yang merujuk kepada Peraturan Menteri Pertanian No. 13 tahun 2010, tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia (RPH-R) dan Unit Usaha Penanganan Daging (Meat Cuting Plan). b. Kesulitan memonitor pemotongan hewan di luar RPH yang lokasinya tersebar di wilayah kabupaten/kota, sehingga sulitnya memperoleh data pemotongan hewan yang sebenarnya (riil). c. Kesulitan mengendalikan blantik (pemilik hewan/ternak sekaligus sebagai pemotong dan penjual daging) dari kewajiban memotong hewannya, sehingga keamanan daging tidak dapat dipertanggung jawabkan. d. Kurangnya manajemen RPH UPAYA TINDAK LANJUT Upaya Tindak Lanjut Permasalahan Administrasi a. Proses pelelangan agar dipercepat pada tahun berikutnya. b. Di masa datang perlu diantisipasi oleh semua pihak terkait kelancaran kegiatan, agar mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan berdasarkan rencana dan target yang sudah ditetapkan, jika menjumpai permasalahan agar secepatnya dikoordinasikan dengan pihak berwenang di pusat agar diperoleh solusi tepat waktu. c. Terhadap kegiatan yang tidak dilaksanakan agar daerah membuat surat ke pusat tentang alasan kegiatan tidak dilaksanakan. d. Koordinasi dengan dinas terkait di provinsi atau Satker Kab/Kota agar segera menyelesaikan CPCL dan verifikasi kelompok serta mendorong mempercepat proses pelelangan untuk pengadaan barang. e. Penetapan Pengelola keuangan ditetapkan dengan Permentan 135 dan Permentan 136 Tahun Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 92

98 Upaya Tindak Lanjut Pencapaian program swasembada daging sapi/kerbau a. Meningkatkan fasilitasi pembiayaan yang memadai untuk menjamin dan meningkatkan skala usaha bagi peternak kecil; b. Optimalisasi sumber daya lokal melalui fasilitasi seleksi daerah-daerah sumber bibit dan sertifikasi bibit unggul. c. Mendorong munculnya regulasi di daerah agar swasta dan BUMN berperan dalam pembangunan peternakan. Misalnya, keharusan beternak di lahan sawit dan reklamasi lahan eks tambang menjadi padang penggembalaan; d. Pembangunan sarana prasarana bongkar muat dan transportasi ternak ternak segera diwujudkan oleh Kementerian Perhubungan; e. Penyusunan regulasi dan kebijakan terkait tata niaga daging sapi. f. Mendukung penerapan sanitasi di RPH melalui peningkatan sarana dan prasarana RPH. g. Mendorong komitmen pemda dalam menambah jumlah dan kompetensi petugas di RPH seperti pengawas penerapan kesejahteraan hewan, juru sembelih halal, meat inspector, keur master, dan butcher. h. Peningkatan manajemen RPH melalui kerjasama RPH dengan BUMN, SMD Feedlot, asosiasi jagal atu RPH i. Mendorong pemerintah daerah untuk menerbitkan Perda, PerGub, PerBup yang mengatur tentang pemotongan hewan harus di RPH, penataan penjualan daging dipasar atau kios daging, dan perda untuk pengendalian pemotongan betina produktif sebagai tindak lanjut dari Permentan 35 Tahun 2011 tentang pengendalian pemotongan ternak ruminansia betina produktif. j. Mengoptimalkan produksi susu ternak perah dengan melakukan perbaikan kualitas bibit, pakan dan manajemen pemeliharaan oleh peternak, melalui : 1. Penyediaan indukan sapi perah yang berkualitas dan bebas penyakit dapat dilakukan dengan kegiatan pembesaran pedet sapi perah (rearing); 2. Peningkatan skala usaha dan kepemilikan ternak melalui penguatan kelembagaan; 3. Pencegahan dan penanganan penyakit reproduksi melalui vaksinasi dan biosekuriti; 4. Penanganan pasca panen terhadap produk susu segar; 5. Pengembangan sentra-sentra atau kawasan budidaya sapi perah di luar Pulau Jawa; 6. Perlunya dibangun koperasi dan unit penampungan susu di luar Pulau Jawa. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 93

99 Upaya Tindak Lanjut Permasalahan Teknis Aspek Perbibitan Ternak a. Produksi semen beku dari rumpun sapi pejantan eksotik yang jauh lebih tinggi dari pejantan lokal perlu mendapat perhatian karena dapat menguras ketersediaan rumpun sapi lokal melalui perkawinan silang yang tidak terarah dan terencana. Untuk itu dalam rangka mengantisipasi kelestarian rumpun sapi lokal diperlukan penambahan pejantan lokal secara berkelanjutan dan meningkatkan jumlah ekspor semen beku sapi eksotik keluar negeri. b. Upaya tindak lanjut penetapan wilayah sumber bibit adalah daerah agar bekerja sama dengan Perguruan Tinggi setempat. c. Upaya tindak lanjut kegiatan Uji Zuriat Sapi Perah Nasional adalah : (1) memotivasi petugas rekorder dan memberi fasilitas; (2) DC cukup umur tapi belum bisa di IB agar ditangani oleh tim reproduksi ternak; (3) dilakukan pembandingan produksi susu dengan ternak pembanding yang kandangnya berdekatan dengan DC yang melahirkan. d. Upaya tindak lanjut kegiatan Uji Performans Sapi Potong adalah (1) dinas provinsi, dinas kabupaten dan petugas rekorder untuk memberikan identitas kepada induk dan anak sehingga kegiatan uji performan dapat terlaksana dengan baik, (2) meningkatkan pembinaan teknis oleh dinas kabupaten dan provinsi; (3) pelaksanaan pelatihan pencatatan (rekording) bagi petugas. e. Upaya tindak lanjut kegiatan penetapan rumpun dan galur ternak adalah perlunya daerah untuk melakukan kerjasama dengan Perguruan Tinggi atau Lembaga Litbang setempat Aspek Pakan Ternak a. Upaya tindak lanjut kegiatan pengembangan integrasi tanaman ruminansia adalah koordinasi dengan dinas terkait di provinsi atau Satker Kab/Kota agar segera menyelesaikan CPCL dan verifikasi kelompok serta mendorong mempercepat proses pelelangan untuk pengadaan barang. b. Upaya tindak lanjut kegiatan Pengembangan HPT di Lahan Kehutanan adalah 1) Di masa datang perlu diantisipasi oleh semua pihak terkait kelancaran kegiatan, agar mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan berdasarkan rencana dan target yang sudah ditetapkan, jika menjumpai permasalahan agar secepatnya dikoordinasikan dengan pihak berwenang di pusat agar diperoleh solusi tepat waktu; 2)Terhadap kegiatan yang tidak dilaksanakan agar daerah membuat surat ke pusat tentang alasan kegiatan tidak dilaksanakan. c. Upaya tindak lanjut kegiatan perbaikan padang penggembalaan Agar ke depan daerah membuat jadwal pelaksanaan secara cermat dan mempunyai komitmen untuk melaksanakan pekerjaan serta mengantisipasi terhadap perubahan cuaca/iklim dalam penanaman rumput/legum. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 94

100 Aspek Budidaya Ternak a. Menyusun regulasi tentang penerapan tata cara budidaya ternak yang baik (GFP), melakukan sosialisasi, dan pendampingan/pembinaan sehingga dapat meningkatkan pengetahuan peternak dalam menerapkan GFP ternak potong, ternak perah maupun ternak unggas dan aneka ternak, serta mengeluarkan sertifikat atau surat keterangan penerapan GFP bagi peternak/kelompok peternak. Disamping itu perlu peningkatan SDM baik peternak maupun petugas teknis dengan mengadakan ataupun mengikuti pelatihan-pelatihan. b. Meningkatkan pembinaan dan sosialisasi kegiatan kepada kelompok mulai dari tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota sehingga sistem pelaporan dapat berjalan dengan baik Aspek Keswan a. Dilakukan perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan serta pelaporan yang bersinergi serta dengan mekanisme monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan yang jelas. b. Upaya tindak lanjut program SIHKNAS antara lain : 1) Mendorong petugas SIKHNAS untuk melakukan pelaporan secara berkesinambungan dengan memberikan pengetahun lebih dalam mengolah data; 2) Mensosialisasikan program ISIKHNAS yang akan digunakan secara terintegrasi; 3) Koordinasi lebih lanjut antara tingkat Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupatenupaten/Kota dalam pelaksanaan sistem informasi dan pelaporan kesehatan hewan serta perkembangannya Aspek Kesmavet dan Pascapanen a. Diperlukan sarana dan prasarana RPH yang mendukung penerapan Higiene sanitasi di RPH seperti: 1) Pembangunan/renovasi fisik bangunan seperti: (i) Ruang Bersih dan Ruang Kotor; (ii) Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL); (iii) Gangway; 2) Peralatan Utama, terdiri dari : (i) Scradle; (ii) Tempat penampung jeroan; (iii) Tempat Penampungan daging; (iv) Alat pengeluaran isi rumen; (v) Gerobak kotoran; (vi) Golok pembelah karkas; (vii) Pisau penyembelihan; (viii) Pisau pengkulitan (skinning). b. Diperlukan Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota yang mengatur tentang pemotongan hewan harus di RPH, penataan penjualan daging di pasar-pasar atau kios-kios daging. c. Pengawas yang berkompeten dalam peredaran dan penjajaan daging melalui peningkatan jumlah dan ketrampilan. d. Diperlukan peningkatan manajemen RPH melalui : (i) kerjasama antara RPH kategori II dengan SMD (sarjana membangun desa) yang melakukan penggemukan sapi sebagai pemasok hewan yang berkesinambungan; (ii) pembentukan Asosiasi Jagal atau asosiasi RPH di tingkat provinsi; (iii) kerjasama RPH dengan Feedlot untuk melakukan pengelolaan RPH yang menggunakan sumber sapi dari Feedlot; (iv) Workshop manajemen pengelolaan RPH untuk meningkatkan kualitas pengelolaan RPH; (v) Pemutakhiran data pemotongan sapi di RPH. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 95

101 V. POKOK-POKOK KEGIATAN YANG AKAN DILAKUKAN TAHUN 2015 Program Ditjen PKH Tahun 2015 adalah Pemenuhan Pangan Asal Ternak dan Agribisnis Peternakan Rakyat yang fokus pada : kesejahteraan peternak, komoditas sapi/kerbau, komoditas ternak lainnya, peningkatan daya saing peternakan. Tugas utama yang tertuang dalam Renstra Kementerian Pertanian Tahun adalah : 1) Pemenuhan pangan asal ternak; 2) Pengembangan komoditas berorientasi ekspor; 3) Pengembangan produk industri prospektif; 4) Pengembangan produk energi pertanian; 5) Pengembangan bahan baku industri konvensional. APBN Reguler Tahun 2015 sebesar Rp. 1,66 triliun, anggaran tersebut termasuk refokusing sebesar Rp. 188 miliar untuk pencapaian peningkatan produksi daging sapi/kerbau Tahun 2015, dipergunakan untuk kegiatan : 1) Bantuan pakan sapi potong penggemukan; 2) Penambahan volume kegiatan integrasi sapi-sawit; 3) Penambahan budidaya sapi potong usulan APBN-P Tahun 2015 sebesar Rp. 1,57 triliun, anggaran tersebut difokuskan untuk kegiatan mendukung pencaian swasembada daging sapi/kerbau, diantaranya : 1) Gertak birahi, IB, dan ET; 2) Penambahan sapi indukan dan bibit. 5.1 Bantuan Pakan Sapi Potong Penggemukan Sasaran kegiatan bantuan ini adalah peternak sapi potong yang tergabung dalam kelompok ternak/gabungan kelompok ternak dengan memiliki usaha penggemukan sapi potong. Target ternak yang akan dimasukkan dalam asumsi perhitungan kegiatan ini adalah seluruh sapi potong bakalan jantan jenis lokal (Bali dan PO) maupun persilangan dengan bobot awal kisaran Kg pada 410 Kelompok. Dengan demikian diharapkan sapi potong memperoleh pakan berkualitas sehingga mampu mencapai bobot potong yang optimal, dalam satu siklus penggemukkan ( ± 4 bulan) sesuai dengan jenis ternak. Prinsip pelaksanaan kegiatan Bantuan pakan sapi potong penggemukan diantaranya : 1) Bantuan Penguatan Pakan Sapi Potong adalah bantuan penyediaan pakan berkualitas berupa Pakan Konsentrat dan penyediaan Hijauan Pakan Ternak yang diberikan kepada kelompok / Gabungan kelompok ternak yang memiliki usaha sapi potong penggemukan; 2) Jenis Pakan Konsentrat yang diberikan kepada peternak memenuhi sesuai dengan persyaratan mutu dan keamanan pakan (mengacu Standar Nasional Indonesia Pakan Sapi Potong Penggemukan); 3) Bantuan pakan konsentrat diberikan, dengan jumlah ternak 50 ekor per kelompok; 4) Bobot awal, pemberian konsentrat dan lama pemeliharaan : JENIS SAPI Kisaran Bobot Awal (kg/ekor) PEMBERIAN KONSENTRAT (Kg/ekor/hr) LAMA PEMBERIAN (Hari) BALI PO PERSILANGAN Minimal ) Penyediaan HPT dilakukan dengan cara pengadaan bibit, pengolahan, pemeliharaan penanaman dan pemanenan; 6) Pemberian HPT sebanyak 25 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 96

102 Kg/ek/hari; 7) Peternak wajib menyediakan air secara cukup; 8) Dilakukan pencatatan PBBH ternak setiap bulan selama program; 9) Pakan diadakan oleh Satker Daerah (Provinsi/ Kabupaten), selanjutnya didistribusikan kepada kelompok; 10) Pengawasan mutu pakan dilakukan oleh pengawas mutu pakan di Provinsi/ Kabupaten/ Kota untuk menjamin kualitas pakan; 11) Pembinaan, pendampingan, dan pemantauan dilakukan oleh tim pusat, tim daerah, komisi ahli pakan, juga dapat melibatkan Perguruan Tinggi; 12) Agar dalam pelaksanaannya, seluruh pihak yang terkait dengan kegiatan ini mematuhi semua peraturan dan menghindari KKN. Indikator keberhasilan dari kegiatan ini yaitu : 1) Peningkatan pemberian pakan yang berkualitas; 2) Peningkatan pertambahan Bobot Badan Hidup Sapi Potong (Sapi Lokal (Bali, PO ) 0,6 0,8 Kg/ Hari, Sapi Persilangan 1,2-1,4 Kg/Hari); 3) Perubahan penjualan sapi berdasarkan bobot badan hidup sehingga terjadi peningkatan pendapatan peternak Pembinaan wajib dilakukan oleh Dinas Peternakan atau dinas terkait terhadap aspek teknis peternakan kepada kelompok ternak. Pengawasan langsung maupun tidak langsung harus dilakukan oleh Dinas Peternakan atau yang membidangi fungsi peternakan di daerah. Evaluasi dilakukan bersama-sama oleh Tim Pusat, dan Tim daerah terhadap pelaksanaan kegiatan. Tahapan pelaksanaan kegiatan Bantuan Penguatan Pakan Sapi potong pada tahun 2015 meliputi : 1) Proses CP/CL dilakukan Oleh Tim Teknis di Kab/kota; 2) Verifikasi dilakukan oleh Tim Provinsi; 3) Penetapan lokasi/kelompok tani ternak terpilih; 4) Workshop dilakukan di Satker Provinsi/Kabupaten; 5) Pengadaan Pakan Konsentrat dilakukan oleh Satker Daerah (Prov/Kab); 6) Pakan Didistribusikan ke Kelompok; 7) Bersamaan dengan proses pengadaan pakan, kelompok dapat memulai proses penyedian HPT, mulai dari pengolahan lahan, pengadaan bibit HPT, penanaman dan pemupukan; 8) Pengadaan Sapras pakan oleh satker daerah. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 97

103 5.2 Gertak Birahi dan Inseminasi Buatan (GBIB) Hasil evaluasi kegiatan IB tahun 2010 sampai dengan tahun 2013, menunjukkan bahwa realisasi akseptor IB ekor (75 %); Akseptor yang tidak ter IB ekor (25 %); Realisasi kelahiran IB ekor (68 %); dengan Service per Conseption S/C = 1,7. Penerapan sinkronisasi berahi dilakukan karena : 1) banyaknya ternak yang tidak menampakkan gejala/tingkah laku berahi; 2) memungkinkan keseragaman berahi; 3) deteksi berahi dan waktu berahi yang tepat akan menurunkan biaya yang dikeluarkan; 4) penghematan penggunaan bahan dan efisiensi tenaga kerja; 5) panen pedet serempak. Tujuan dari kegiatan sinkronisasi birahi antara lain: 1) mengoptimalkan pelaksanaan IB; 2) mengatur kelahiran; 3) mendata ternak yang mengalami gangguan reproduksi dan 4) meningkatkan angka kebuntingan dan kelahiran. Kegiatan Gertak Berahi Inseminasi Buatan (GBIB) ini memiliki sasaran antara lain : 1) terlaksananya GBIB sebanyak ekor; 2) terdatanya akseptor gangguan reproduksi sebanyak ekor; dan 3) tercapainya kelahiran ternak sapi dan kerbau di tahun 2016 sebanyak ekor (GBIB sebanyak ekor dan IB regular sebanyak ekor kelahiran). a. Tahapan Persiapan Dan Pelaksanaan Tahapan persiapan meliputi kegiatan penyusunan pedoman umum dan pemetaan akseptor. Tahapan pelaksanaan meliputi beberapa kegiatan antara lain : 1) Pelayanan IB Seluruh sapi-sapi yang terlihat berahi setelah penyuntikan dilakukan pelayanan IB sesuai dengan SOP IB dengan tetap memperhatikan : a) Kualitas semen beku; b) waktu optimum pelayanan IB; c) deteksi berahi; d) teknik IB meliputi Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 98

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Jakarta, 26 Januari 2017 Penyediaan pasokan air melalui irigasi dan waduk, pembangunan embung atau kantong air. Target 2017, sebesar 30 ribu embung Fokus

Lebih terperinci

LAKIP. Direktorat Perbibitan Ternak Tahun 2014 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

LAKIP. Direktorat Perbibitan Ternak Tahun 2014 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN LAKIP Direktorat Perbibitan Ternak Tahun 2014 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat

Lebih terperinci

CAPAIAN KINERJA KELUARAN (OUTPUT ) UTAMA APBN PKH TAHUN 2014

CAPAIAN KINERJA KELUARAN (OUTPUT ) UTAMA APBN PKH TAHUN 2014 CAPAIAN KINERJA KELUARAN (OUTPUT ) UTAMA APBN PKH TAHUN 2014 1 Peningkatan Produksi Ternak Dengan Pendayagunaan Sumber Daya Lokal a. Pengembangan Kawasan Sapi Potong (Kelompok) 378 335 88,62 b. Pengembangan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Ir. Ali Rachman, M.Si NIP

KATA PENGANTAR. Ir. Ali Rachman, M.Si NIP KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-nya penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (LAKIP) Direktorat Perbibitan Ternak

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Januari 2014

Kata Pengantar. Januari 2014 Kata Pengantar Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) merupakan laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggung jawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis

Lebih terperinci

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 Disampaikan pada: MUSRENBANGTANNAS 2015 Jakarta, 04 Juni 2015 1 TARGET PROGRAM

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Januari Direktur Jenderal, Ir. Syukur Iwantoro, MS. MBA NIP

Kata Pengantar. Januari Direktur Jenderal, Ir. Syukur Iwantoro, MS. MBA NIP Kata Pengantar Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) merupakan laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggung jawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG Tahun 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG-BOGOR 1 RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN RANCANGAN RENCANA KERJA DITJEN PKH TAHUN 2018

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN RANCANGAN RENCANA KERJA DITJEN PKH TAHUN 2018 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN RANCANGAN RENCANA KERJA DITJEN PKH TAHUN 2018 1 Monev Program dan Kinerja Tahun 2017 Arah Kebijakan Pembangunan Peternakan dan Keswan Tahun 2018 Rencana

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG Tahun 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG-BOGOR 1 RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI

Lebih terperinci

Revisi ke 05 Tanggal : 27 Desember 2017

Revisi ke 05 Tanggal : 27 Desember 2017 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 18 Tahun

Lebih terperinci

Revisi ke 01 Tanggal : 18 April 2017

Revisi ke 01 Tanggal : 18 April 2017 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 18 Tahun

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI KEGIATAN APBN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 KEADAAN s/d AKHIR BULAN : DESEMBER 2015

LAPORAN REALISASI KEGIATAN APBN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 KEADAAN s/d AKHIR BULAN : DESEMBER 2015 LAPORAN REALISASI KEGIATAN APBN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 KEADAAN s/d AKHIR BULAN : DESEMBER 2015 SKPD : DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA BARAT REALISASI RUPIAH MURNI REALISASI

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

LAPORAN KINERJA. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan LAPORAN KINERJA Jl. Harsono RM No.3 Gedung C, Ragunan - Pasar Minggu Jakarta Selatan 12550 - Indonesia Telp : (021) 021 7815580-83, 7847319 FAX : (021)

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 18 Tahun

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ARAH KEBIJAKAN ( KEMENTAN RI ) PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN 2015-2019 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERUBAHAN PROGRAM WAKTU PROGRAM 2010-2014 2015-2019 DALAM RANGKA

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

Revisi ke 02 Tanggal : 16 Maret 2017

Revisi ke 02 Tanggal : 16 Maret 2017 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 18 Tahun

Lebih terperinci

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5. NO KOMODITAS POPULASI (EKOR) PRODUKSI DAGING (TON) 1 Sapi Potong 112.249 3.790,82 2 Sapi Perah 208 4,49 3 Kerbau 19.119 640,51 4 Kambing 377.350 235,33 5 Domba 5.238 17,30 6 Babi 6.482 24,55 7 Kuda 31

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 18 Tahun

Lebih terperinci

LAPORAN TAHUNAN DITJEN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN TAHUN 2015

LAPORAN TAHUNAN DITJEN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN TAHUN 2015 LAPORAN TAHUNAN DITJEN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN TAHUN 2015 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN KATA PENGANTAR Sesuai dengan Nawa Cita, visi pembangunan peternakan

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF Pada bab ini dikemukakan rencana program dan kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran, dan pendanaan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-.6-/216 DS3945-8555-79-7987 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 215 MOR SP DIPA-18.6-/215 DS88-59-718-243 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Provinsi Aceh

Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Provinsi Aceh No. Indikator Kinerja sesuai Tugas dan Fungsi Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Aceh Target Indikator Lainnya Target Renstra ke- Realisasi Capaian Tahun ke- Rasio Capaian

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF Pada bab ini dikemukakan rencana program dan kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran, dan pendanaan

Lebih terperinci

Terlampir. Terlampir

Terlampir. Terlampir KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 27 Tahun

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 217 MOR SP DIPA-18.6-/217 DS186-992-1912-699 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005 OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005 Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan PENDAHULUAN Produksi daging sapi dan kerbau tahun 2001 berjumlah 382,3 ribu ton atau porsinya

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN OPTIMALISASI FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN 2015

PEDOMAN PELAKSANAAN OPTIMALISASI FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN OPTIMALISASI FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN 2015 Direktorat Perbibitan Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian-RI Jl. Harsono RM No. 3 Pasar

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN BPTU-HPT DENPASAR TAHUN 2016

RENCANA KINERJA TAHUNAN BPTU-HPT DENPASAR TAHUN 2016 RENCANA KINERJA TAHUNAN BPTU-HPT DENPASAR TAHUN 2016 A. DATA UMUM 1 UNIT KERJA 2 TUGAS DAN FUNGSI a. TUGAS : BPTU-HPT DENPASAR Melaksanakan pemeliharaan, produksi, pemuliaan, pelestarian, pengembangan,

Lebih terperinci

iii LAPORAN KINERJA BET CIPELANG 2016 apabila dicermati BET Cipelang telah memanfaatkan anggaran dengan baik untuk hasil yang maksimal.

iii LAPORAN KINERJA BET CIPELANG 2016 apabila dicermati BET Cipelang telah memanfaatkan anggaran dengan baik untuk hasil yang maksimal. RINGKASAN EKSEKUTIF Balai Embrio Ternak Cipelang merupakan institusi yang berperan dalam penerapan bioteknologi reproduksi di Indonesia khususnya aplikasi Transfer Embrio (TE). Ternakternak yang dihasilkan

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KINERJA KEGIATAN TAHUN 2016 DAN RENCANA KEGIATAN TAHUN 2017

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KINERJA KEGIATAN TAHUN 2016 DAN RENCANA KEGIATAN TAHUN 2017 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KINERJA KEGIATAN TAHUN 2016 DAN RENCANA KEGIATAN TAHUN 2017 Jakarta, 4 Januari 2017 KINERJA KEGIATAN TAHUN 2016 REALISASI ANGGARAN 2016 PER KEWENANGAN

Lebih terperinci

Rencana Strategis. Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak DUMMY RENSTRA

Rencana Strategis. Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak DUMMY RENSTRA Rencana Strategis Direktorat Perbibitan dan Produksi 2015-2019 DIREKTORAT Perbibitan Dan Produksi DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2017 Rencana Strategis Direktorat

Lebih terperinci

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI 3.1.1. Capaian Kinerja Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : Tujuan 1 Sasaran : Meningkatkan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA--0/2013 DS 3354-2996-0085-9412 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

LAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA

LAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA LAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA Medan, Desember 2014 PENDAHULUAN Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Suamtera Utara sebagai salah

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018 RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi dan Tata Kerja Balai Inseminasi Buatan Lembang ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Menteri

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

LAPORAN KINERJA TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN LAPORAN KINERJA TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Jalan Harsono RM No 3 Gedung C Lantai 6-9 Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12550 LAPORAN KINERJA DITJEN PETERNAKAN DAN KESEHATAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012 PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Peningkatan produksi ternak

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK BAB I PENDAHULUAN 5 2013, No.21 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82/PERMENTAN/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONALPENGAWAS BIBIT TERNAK PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA Akuntabilitas Kinerja dalam format Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur tidak terlepas dari rangkaian mekanisme

Lebih terperinci

OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA :

OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA : OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA : WORKSHOP PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA RABIES DINAS PETERNAKAN KAB/KOTA SE PROVINSI ACEH - DI

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Jakarta, Februari 2016 Direktur Jenderal. Muladno

Kata Pengantar. Jakarta, Februari 2016 Direktur Jenderal. Muladno Kata Pengantar Puji syukur kita ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2015 dapat tersusun,

Lebih terperinci

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. CAPAIAN KINERJA SKPD Pada sub bab ini disajikan capaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timnur untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis SKPD sesuai dengan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN BADAN LAYANAN UMUM PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN BADAN LAYANAN UMUM PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 14 Tahun

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Laporan Tahunan 2016 KATA PENGANTAR

Laporan Tahunan 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Sesuai dengan Nawa Cita, visi pembangunan peternakan dan keswan memilih kedaulatan dan keamanan pangan asal ternak. Pemilihan aspek kedaulatan dan keamanan pangan telah pula mempertimbangkan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT PAKAN TAHUN

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT PAKAN TAHUN LAPORAN KINERJA DIREKTORAT PAKAN TAHUN 2015 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KATA PENGANTAR Mengacu Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Tujuan Sasaran RPJMD Kinerja Utama Program dan Kegiatan Indikator

Lebih terperinci

I. PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2016

I. PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2016 I. PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2016 A. Program. Sebagai upaya untuk mewujudkan sasaran pembangunan peternakan ditempuh melalui 1 (satu) program utama yaitu Program Pengembangan Agribisnis. Program ini bertujuan

Lebih terperinci

Edisi Agustus 2013 No.3520 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

Edisi Agustus 2013 No.3520 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian Menuju Bibit Ternak Berstandar SNI Jalan pintas program swasembada daging sapi dan kerbau (PSDSK) pada tahun 2014 dapat dicapai dengan melakukan pembatasan impor daging sapi dan sapi bakalan yang setara

Lebih terperinci

Revisi ke 03 Tanggal : 03 Agustus 2016

Revisi ke 03 Tanggal : 03 Agustus 2016 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 14 Tahun

Lebih terperinci

Revisi ke 01 Tanggal : 05 Januari 2015

Revisi ke 01 Tanggal : 05 Januari 2015 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 27 Tahun

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Revisi ke 01 Tanggal : 16 Maret 2016

Revisi ke 01 Tanggal : 16 Maret 2016 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 14 Tahun

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 21 MOR SP DIPA-32.6-/21 DS264-891-4155-6432 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PROGRAM DAN KEGIATAN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN TAHUN 2015

RENCANA KERJA PROGRAM DAN KEGIATAN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN TAHUN 2015 RENCANA KERJA PROGRAM DAN KEGIATAN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN TAHUN 2015 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Bogor, 8 Mei 2014 Outline : 1. Arah Kebijakan Pembangunan PKH 2. Sasaran

Lebih terperinci

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH Pita Sudrajad*, Muryanto, Mastur dan Subiharta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA-018.01-0/AG/2014 DS 6100-9979-1830-7597 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 NOMOR SP DIPA-18.1-/216 DS933-1269-654-625 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 14 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/Permentan/PK.210/10/2016

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/Permentan/PK.210/10/2016 - 679 - PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/Permentan/PK.210/10/2016 TENTANG UPAYA KHUSUS PERCEPATAN PENINGKATAN POPULASI SAPI DAN KERBAU BUNTING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Revisi ke 05 Tanggal : 23 Agustus 2016

Revisi ke 05 Tanggal : 23 Agustus 2016 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 14 Tahun

Lebih terperinci

IR. SUGIONO, MP. Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961

IR. SUGIONO, MP. Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961 IR. SUGIONO, MP Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961 1 BBPTU HPT BATURRADEN Berdasarkan Permentan No: 55/Permentan/OT.140/5/2013 Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden yang

Lebih terperinci

PENETAPAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN ANGGARAN 2015

PENETAPAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN ANGGARAN 2015 PENETAPAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN ANGGARAN 2015 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil,

Lebih terperinci

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

RILIS HASIL AWAL PSPK2011 RILIS HASIL AWAL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik Berdasarkan hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30

Lebih terperinci

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2015

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2015 DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta ala,

Lebih terperinci

EVALUASI KEGIATAN DIREKTORAT KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER TAHUN 2017 & RENCANA KEGIATAN TAHUN 2018 RAKONTEKNAS II SURABAYA, 12 NOVEMBER 2017

EVALUASI KEGIATAN DIREKTORAT KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER TAHUN 2017 & RENCANA KEGIATAN TAHUN 2018 RAKONTEKNAS II SURABAYA, 12 NOVEMBER 2017 EVALUASI KEGIATAN DIREKTORAT KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER TAHUN 2017 & RENCANA KEGIATAN TAHUN 2018 RAKONTEKNAS II SURABAYA, 12 NOVEMBER 2017 Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA Akuntabilitas Kinerja dalam format Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur tidak terlepas dari rangkaian mekanisme

Lebih terperinci

Revisi ke : 04 Tanggal : 31 Desember 2014

Revisi ke : 04 Tanggal : 31 Desember 2014 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : SATU SET DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN A. DASAR HUKUM : 1. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 217 MOR SP DIPA-32.4-/217 DS21-98-8-666 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun

Lebih terperinci

Revisi ke 05 Tanggal : 23 November 2016

Revisi ke 05 Tanggal : 23 November 2016 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 14 Tahun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 103TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG A. Dasar Pembentukan Organisasi Pembentukan Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur merupakan unsur pelaksana urusan Pemerintahan di bidang peternakan yang berada

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2015 Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Suprapti NIP Laporan Kinerja Tahun 2014

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2015 Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Suprapti NIP Laporan Kinerja Tahun 2014 KATA PENGANTAR Direktorat Alat dan Mesin Pertanian merupakan salah satu unit kerja Eselon II di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, pada tahun 2014

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu tertentu

Lebih terperinci

(Rp.) , ,04

(Rp.) , ,04 LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN APBD PROVINSI SUMATERA BARAT BELANJA LANGSUNG URUSAN : PILIHAN ( PERTANIAN ) KEADAAN S/D AKHIR BULAN : DESEMBER 2015 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG

BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG LAPORAN KINERJA (LAKIN) BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG TAHUN 2015 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan daging sapi yang sampai saat ini masih mengandalkan pemasukan ternak

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP KATA PENGANTAR Direktorat Alat dan Mesin Pertanian merupakan salah satu unit kerja Eselon II di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, pada tahun 2013

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Revisi ke 04 Tanggal : 29 September 2016

Revisi ke 04 Tanggal : 29 September 2016 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 14 Tahun

Lebih terperinci

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN KANTOR SERTA SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KABUPATEN BENGKAYANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA TAHUN ANGGARAN 2015 BPTU HPT PADANG MENGATAS BAB I

LAPORAN KINERJA TAHUN ANGGARAN 2015 BPTU HPT PADANG MENGATAS BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laporan Akuntabilitas Kinerja Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Padang Mengatas tahun Anggaran 2015 merupakan wujud pertanggungjawaban terhadap

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PETERNAKAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Bab 4 P E T E R N A K A N

Bab 4 P E T E R N A K A N Bab 4 P E T E R N A K A N Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkembangan populasi ternak utama

Lebih terperinci

-2- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Re

-2- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Re GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB IV TUGAS PEMBANTUAN

BAB IV TUGAS PEMBANTUAN BAB IV TUGAS PEMBANTUAN Tugas Pembantuan merupakan penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan atau Desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang

Lebih terperinci