I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hal itu, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hal itu, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang mencakup berbagai aspek kehidupan baik aspek politik, ekonomi, idiologi, sosial budaya dan keamanan secara berkesinambungan. Berdasarkan hal itu, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat secara adil dan merata. Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia pada dasarnya merupakan suatu proses dengan titik tolak pemikiran yang dilandasi oleh keinginan menuju kemajuan bangsa. Pelaksanaan pembangunan di seluruh pelosok tanah air di satu sisi terus mengalami penyempurnaan dan telah membawa banyak keberhasilan. Namun di sisi lain, dalam pelaksanaan pembangunan tersebut masih terdapat permasalahan yang belum dapat dipecahkan secara sempurna antara lain: masalah ketimpangan pendapatan, kependudukan dan kemiskinan. Tujuan pembangunan ekonomi bukanlah hanya semata-mata untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang terlihat dari nilai Gross Domestic Product (GDP) yang setinggi -tingginya seperti yang terjadi selama dasawarsa 1950-an dan 1960-an, namun lebih luas dari itu. Seers (1977) menyatakan bahwa tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi adalah penghapusan atau pengurangan tingkat kemiskinan, penanggulangan ketimpangan pendapatan dan penyediaan lapangan kerja dalam konteks perekonomian yang terus berkembang. Kemiskinan yang merupakan salah satu manifestasi dari taraf hidup yang rendah ( low levels of living) di negara-negara sedang berkembang, oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB) dianggap tetap merupakan tantangan besar

2 2 bagi upaya-upaya pembangunan. Penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan bahkan dianggap merupakan inti dari semua masalah pembangunan dan merupakan tujuan utama kebijakan pembangunan di banyak negara. PBB menempatkan penghapusan kemiskinan dan kelaparan pada urutan pertama dari kedelapan Tujuan Pembangunan Millennium ( Millenium Development Goals) yang dicanangkan pada tahun 2000 (World Bank, 2004). Kemiskinan merupakan masalah pembangunan di berbagai negara yang ditandai oleh pengangguran, keterbelakangan dan ketidakberdayaan. Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan. Hal tersebut sesuai dengan kepedulian pemerintah untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan. Kepedulian tersebut kemudian dirumuskan dalam tujuan pembangunan ekonomi Indonesia yang tertuang dalam triple track strategy: pro-growth, pro-job dan pro-poor. Track pertama dilakukan dengan meningkatkan pertumbuhan dengan mengutamakan ekspor dan investasi. Track kedua, menggerakkan sektor riil untuk menciptakan lapangan kerja dan track ketiga, merevitalisasi pertanian, kehutanan, kelautan dan ekonomi pedesaan untuk mengurangi kemiskinan (Yudhoyono, 2006). Badan Pusat Statistik (2006), secara faktual telah terjadi penurunan jumlah penduduk miskin dari juta jiwa atau persen pada tahun 1976 menjadi juta jiwa atau persen pada tahun Angka kemiskinan mengalami perubahan yang cepat pada saat krisis multi-dimensi melanda Bangsa Indonesia (Suryahadi et al. 2003). Jumlah penduduk miskin meningkat menjadi dua kali lipat, yaitu juta jiwa (24.23 persen) pada tahun Jumlah

3 3 penduduk miskin pada tahun 2002, 2003, 2004 dan Februari 2005 cenderung menurun, masing-masing juta jiwa (18.20 persen), juta jiwa (17.40 persen), (16.66 persen) dan juta jiwa ( persen), namun pada tahun 2006 meningkat kembali menjadi juta (17.75 persen). Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah, Tahun Tahun Jumlah Penduduk Miskin (Juta Jiwa) Persentase Penduduk Miskin (%) Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa ) r) Sumber: Badan Pusat Statistik, 2006 Catatan: 1) Dihitung berdasarkan data Susenas Panel Modul Konsumsi Maret 2006 r) Merupakan angka revisi. Berdasarkan penghitungan awal yang diterbitkan dalam press release 1 September 2006, jumlah penduduk miskin pada Maret 2006 adalah juta. Strategi besar pembangunan di masa lalu seperti diuraikan di atas adalah mencapai pertumbuhan yang cepat dengan melakukan trade off terhadap pemerataan. Atmosfer strategi ini memunculkan budaya konglomerasi yang diharapkan akan menghasilkan trickle down effects kepada berbagai lapisan ekonomi. Pendekatan ini memfokuskan diri pada pembangunan industri secara besar-besaran, dimana kedudukan pemerintah sebagai pendorong kekuatan enterpreneur. Permasalahan yang timbul adalah kemacetan mekanisme trickle down effects, dimana mekanisme tersebut sangat diyakini akan terbentuk sejalan dengan akumulasi kapital dengan perkembangan institusi ekonomi yang mampu menyebarkan kesejahteraan yang merata. Penerapan pendekatan ini di satu sisi

4 4 telah berhasil membangun akumulasi kapital yang cukup besar, namun disisi lain juga telah menciptakan proses kesenjangan secara simultan, baik kesenjangan desa dan kota, maupun kesenjangan antar kelompok di masyarakat. Hal tersebut ditunjukan oleh Tabel 1 dimana jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah perkotaan. Tahun 2006 jumlah penduduk miskin di pedesaan sebesar juta jiwa atau sekitar persen sedangkan jumlah penduduk miskin di perkotaan adalah sebesar juta jiwa atau sekitar persen. Kesenjangan tingkat kesejahteraan antara pedesaan dan perkotaan ditunjukan oleh perbedaan kedalaman kemiskinan (P1) dan keparahan kemiskinan (P2). Indeks P1 di pedesaan lebih tinggi daripada di perkotaan. Perbedaan indeks P1 relatif tinggi terjadi pada periode dimana di pedesaan sebesar 4.68 sedangkan diperkotaan hanya sebesar Angka tersebut mengindikasikan bahwa jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin dengan garis kemiskinan di pedesaan relatif lebih jauh bila dibandingkan dengan di daerah perkotaan. 6 P T a h u n K o t a D e s a K o t a + D e s a Sumber: BPS, 2006 Gambar 1. Indeks Kedalaman Kemiskinan di Indonesia Menurut Daerah, Tahun

5 5 Indeks P2 di pedesaan lebih tinggi dibandingkan dengan di perkotaan. Perbedaan terbesar terjadi pada tahun 2001 dimana indeks P2 di pedesaan adalah 1.36 sedangkan di perkotaan sebesar Hal ini mengindikasikan bahwa distribusi pengeluaran penduduk miskin di pedesaan memiliki ketimpangan yang lebih tinggi dari ketimpangan distribusi pengeluaran penduduk miskin di perkotaan P Tahun Kota Desa Kota+Desa Sumber: BPS, 2006 Gambar 2. Indeks Keparahan Kemiskinan di Indonesia Menurut Daerah, Tahun Jumlah penduduk miskin di Banten khususnya sejak krisis (1997) nampak mengalami fluktuasi. Penduduk miskin pada tahun 1996 sebesar 9.55 angka ini terus mengalami peningkatan, pada tahun 1999 mencapai persen. Tahun 2000 yang juga titik awal lahirnya Provinsi Banten, insiden kemiskinan dapat ditekan menjadi persen, namun terjadi peningkatan kembali menjadi persen pada tahun Persentase penduduk miskin tahun 2006 mencapai 9.79 persen.

6 6 Jumlah (000) Jumlah Persen Tahun (%) Sumber: BPS Banten, 2006 Gambar 3. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Banten, Tahun Angka kemiskinan tahun 2004 hingga 2006 di Provinsi Banten seperti disajikan pada Tabel 2, memperlihatkan bahwa kantong kemiskinan berada di pedesaan yang jumlahnya hampir dua kali lipat dibanding penduduk miskin perkotaan. Penduduk miskin di desa sebesar persen pada tahun 2004 dan sebesar persen pada tahun Persentase penduduk miskin di kota pada tahun 2004 tercatat sebesar 5.69 persen dan 7.47 persen tahun Tabel 2. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Tipe Daerah, Tahun Provinsi Banten Menurut Daerah Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase (000 Jiwa) (%) (000 Jiwa) (%) (000 Jiwa) (%) Kota Desa Total Sumber: BPS Banten, 2006 Jumlah penduduk miskin menurut hasil perhitungan BPS di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2007 masih tergolong tinggi, yaitu sekitar jiwa atau persen. Angka tersebut mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya dimana data sebelum krisis yaitu pada tahun 1993 sebesar 13.35

7 7 persen, 1996 sebesar dan tahun 2005 sebesar persen. Selama kurun waktu , pada tahun 2000 merupakan angka tertinggi baik jumlah maupun persentase penduduk miskin di Kabupaten Pandeglang yaitu sebesar jiwa atau sekitar persen. Kabupaten Pandeglang merupakan kabupaten di Provinsi Banten yang memiliki persentase penduduk miskin terbesar, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) terbesar yaitu masing-masing sebesar 3.23 dan Hal ini menunjukkan jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin dengan garis kemiskinan di Kabupaten Pandeglang relatif lebih jauh bila dibandingkan dengan di kabupaten lain. Begitu pula dengan distribusi pengeluaran penduduk miskin di Kabupaten Pandeglang memiliki ketimpangan yang lebih tinggi dari ketimpangan distribusi pengeluaran penduduk miskin di kabupaten lain di Provinsi Banten. Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, P1 Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, Tahun 2006 dan P2 Menurut Kab/Kota Jumlah Penduduk Miskin (000 Jiwa) Persentase Penduduk Miskin (%) Pandeglang Lebak Tanggerang Serang Kota Tanggerang Kota Cilegon Prov. Banten Sumber: BPS, 2007 Melihat kondisi di atas maka jelas bahwa kemiskinan di Kabupaten Pandeglang masih merupakan persoalan yang serius dan oleh karena itu diperlukan upaya-upaya pemecahan yang lebih serius di masa mendatang. P1 P2

8 8 Kemiskinan menjadi penting mendapat perhatian karena kemiskinan akan menurunkan kualitas hidup (quality of life) masyarakat, sehingga mengakibatkan antara lain: tingginya beban sosial-ekonomi masyarakat, rendahnya kualitas dan produktivitas sumberdaya manusia serta menurunnya ketertiban umum (Yudhoyono dan Harniati, 2004). Berbagai upaya penanggulangan kemiskinan telah dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), serta negara donor namun tingkat kemiskinan masih tinggi. Bermacam program aksi penanggulangan kemiskinan telah dirancang dan diimplementasikan oleh berbagai instansi pemerintah dengan berbagai pendekatan. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (2005) dan Harniati (2007) menyatakan bahwa kebijakankebijakan yang diluncurkan oleh pemerintah selama ini belum cukup efektif untuk mengurangi kemiskinan. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa kelemahan mendasar, antara lain: (1) pembangunan terlalu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dan kurang memperhatikan aspek pemerataan, (2) cenderung lebih menekankan pendekatan sektoral dan kuatnya arogansi sektoral, (3) kurang mempertimbangkan persoalan-persoalan kemiskinan yang multidimensi, (4) cenderung terfokus pada orientasi kedermawanan, (5) menganggap diri lebih hebat dan tahu segala-galanya, (6) monopoli pemerintah dalam upaya penanggulangan kemiskinan, dan (7) kurangnya pemahaman tentang akar penyebab kemiskinan (Sumodiningra t, 2003; Mega, 2003 dalam Papilaya 2006). Harniati (2007) menyebutkan bahwa upaya pengurangan kemi skinan selama ini dicirikan oleh antara lain: (1) terlalu bertumpu pada pertumbuhan ekonomi makro, (2) lebih banyak bersifat menyembuhkan ( curative) bahkan lebih banyak bersifat

9 9 karitatif ( charity), (3) kebijakan yang tidak memperhitung kan indikator dan karakteristik kemiskinan, (4) kurang berkesinambungan dalam impleme ntasinya, dan (5) kebijakan yang terpusat dan cenderung seragam. Program Kredit Usaha Tani (KUT) merupakan salah satu di antara serangkaian program pemerintah, yang menuai kegagalan. Sejak tahun 2000, program KUT yang dianggap gagal total diganti pemerintah dengan program baru yakni Program Kredit Ketahanan Pangan (KKP). Pelaksanaan Program KKP diserahkan sepenuhnya kepada bank, pemerintah hanya bertindak sebagai pemberi subsidi pada tahap awal. Berdasarkan target pemerintah, program ini menuai sukses tahun 2004, tetapi mengalami kegagalan karena kesulitan bank menyalurkan kredit kepada petani dan kesulitan petani membayar bunga kredit. Program Pengembangan Kecamatan (PPK) merupakan program lain dalam penanggulangan kemiskinan. Program ini bertujuan mengurangi kemiskinan di tingkat pedesaan, sekaligus memperbaiki kinerja pemerintah daerah dengan cara memberi bantuan modal dan pengadaan infrastruktur. Program ini di beberapa daerah mengalami kegagalan, karena tidak ada perencanaan yang matang dan transparansi penggunaan dan alokasi anggaran yang rendah (Sahdan, 2005). Belajar dari kegagalan penanganan kemiskinan di masa lalu, kebijakan penanggulangan kemiskinan secara makro memang penting tetapi tidak cukup, perlu ada perspektif di tingkat mikro. Kebijakan pengurangan kemiskinan di suatu wilayah tidak dapat mengacu pada resep-resep pengentasan kemiskinan dari daerah lain secara keseluruhan ataupun pendekatan spasial dengan skala agregat. Hal ini berkaitan dengan kekhasan fenomena sekaligus keragaan masyarakat di wilayah tersebut.

10 10 Mengingat keterbatasan sumberdaya pemerintah daerah ataupun pemangku kepentingan ( stakeholders) lain dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Pandeglang, maka alokasi sumberdaya haruslah tepat sasaran dan jenis intervensinya. Analisis mengenai faktor penyebab dan karakteristik kemiskinan di wilayah pedesaan berdasarkan tipologi sangat diperlukan. Strategi penanggulangan kemiskinan yang sesuai untuk sasaran tertentu, titik masuk pengurangan kemiskinan, prioritas berdasarkan urgensi, keterbatasan sumberdaya dan rentang waktu intervensi dapat diketahui dengan menganalisis kemiskinan berdasarkan tipologi. Karakteristik atau faktor-faktor penciri yang melekat pada rumahtangga miskin di Kabupaten Pandeglang perlu juga mendapat perhatian dalam merumuskan strategi penanggulangan kemiskinan. Harniati (2007) menyatakan bahwa faktor penciri yang melekat pada rumahtangga miskin adalah suatu archetype kemiskinan: household that is consider to be the poor because they have all their most important characteristics. Berdasarkan uraian di atas, maka strategi penanggulangan kemiskinan tidak dapat seragam untuk semua wilayah tetapi harus memperhatikan faktor penyebab dan karakteristik kemiskinan wilayah desa dan rumahtangga di wilayah tersebut. Hal ini didasari pemikiran bahwa keragaman kemiskinan mencerminkan perbedaan peluang-peluang ekonomi, peluang usaha serta harga sumberdaya yang berbeda antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. 1.2 Perumusan Masalah Seiring dengan perubahan waktu, jumlah penduduk suatu wilayah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sehingga kebutuhan dasar mereka

11 11 seperti sandang, pangan dan papan menjadi bertambah, sedangkan lahan yang tersedia tidak mengalami perubahan dalam ukurannya, yang pada akhirnya akan mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar oleh setiap orang. Berawal dari kondisi seperti inilah maka muncul fenomena bahwa dengan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar setiap orang dalam jangka waktu yang cukup lama akan menimbulkan apa yang disebut kemiskinan. Pembangunan yang tidak dikaitkan dengan masalah kemiskinan akan menimbulkan permasalahan jangka pendek dan jangka panjang yang pada akhirnya akan membahayakan proses pembangunan itu sendiri. Mengangkat permasalahan kemiskinan dan mencari alternatif upaya penanggulangannya menjadi suatu prioritas dalam pembangunan merupakan hal yang sangat tepat. Kebijakan makro seperti pertumbuhan ekonomi, pengurangan angka pengangguran, dan kebijakan lain yang pro poor merupakan prasyarat penting dalam upaya pengurangan kemiskinan yang tidak dapat ditinggalkan (Tambunan, 2004 dan Squire, 1993). Pelaksanaan kebijakan makro ini saja belum cukup, diperlukan perspektif mikro yang selama ini terabaikan dalam upaya-upaya penanggulangan kemiskinan. Perspektif mikro dalam dimensi kemiskinan antara lain peningkatan kapabilitas individu dan rumahtangga, perbaikan kelembagaan dan lingkungan. Pembangunan sosial dan ekonomi dapat dilakukan mulai dari tingkat bawah (Harniati, 2007). Perhatian pemerintah yang besar terhadap program penanggulangan kemiskinan pada tingkat wilayah administratif seperti kabupaten/kota bahkan hingga tingkat desa semakin mendesak untuk dapat menghasilkan informasi dan besaran dan karakteristik rumahtangga miskin. Tantangan akan ketersediaan

12 12 informasi dasar mengenai besaran rumahtangga miskin selama ini hanya dapat dipenuhi pada tahun-tahun tertentu yang ada kegiatan pengumpulan data Potensi Desa (PODES) yang pelaksanaannya bersamaan dengan diselenggarakannya kegiatan Sensus yang dilakukan oleh BPS. Sumber data kedua melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dengan mengumpulkan informasi dari data kor (core data) dan modul konsumsi yang dilakukan dalam periode loncatan tiga tahun sekali pengamatan dan akan menghasilkan estimasi kemiskinan di tingkat provinsi dan nasional saja. BPS melakukan penghitungan dengan data SUSENAS Kor yang dilakukan setiap tahun untuk memenuhi kebutuhan data pada tahuntahun yang tidak ada kegiatan survei modul konsumsi. BPS hingga saat ini masih mengalami kesulitan dalam memperkirakan penduduk miskin pada tingkat kabupaten/kota terlebih desa, terutama dalam penggunaan metode perhitungan/penetapan penduduk miskin dengan pendekatan moneter atau non moneter apabila menggunakan data kor tersebut. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan cakupan variabel yang dimiliki untuk dapat menjelaskan fenomena mengenai kemiskinan itu sendiri (Mulia, 2004). Mengapa mengukur kemiskinan?. Justifikasi yang paling kuat adalah yang diberikan oleh Ravallion (1997 ) yang mengatakan bahwa a credible measure of poverty can be a powerfull instrument for focusing the attention of policy makers on the living conditions of the poor (pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya dapat menjadi instrumen yang tangguh bagi penitikberatan perhatian pengambil kebijakan pada kondisi hidup orang miskin). Data kemiskinan dapat memberikan informasi bagi penyusunan kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk menurunkan tingkat kemiskinan. Menurut Mulia (2004),

13 13 sebuah pengukuran kemiskinan yang baik akan: (1) memungkinkan seseor ang untuk mengevaluasi akibat dari pelaksanaan proyek, krisis atau kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, (2) memungkinkan seseorang untuk membandingkan kemiskinan antar waktu, (3) memungkinkan ses eorang untuk membuat perbandingan antar provinsi, kabupaten/kota, dan (4) menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki posisi. Salah satu upaya untuk mencapai Millenium Development Goals (MDGs) tujuan pertama yaitu untuk mengurangi angka kemiskinan dan kerawanan pangan di dunia sampai setengahnya di tahun 2015 dan menjalankan program pembangunan yang tertuang di dalam triple track strategy yaitu track ketiga, merevitalisasi pertanian, kehutanan, kelautan dan ekonomi pedesaan untuk mengurangi kemiskinan, sejak tahun 2006 Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian telah meluncurkan Program Aksi Desa Mandiri Pangan. Lokasi sasaran pada Program Aksi Desa Mandiri Pangan adalah desa miskin dan rawan pangan dengan kelompok sasaran yaitu rumahtangga miskin. Kabupaten Pandeglang merupakan salah satu kabupaten pelaksana Program Aksi Desa Mandiri Pangan karena seperti telah diuraikan pada bagian terdahulu bahwa Kabupaten Pandeglang memiliki jumlah penduduk miskin yang masih tergolong tinggi, yaitu sekitar jiwa atau persen pada tahun Selain itu apabila dibandingkan dengan kabupaten lain di Provinsi Banten, Kabupaten Pandeglang merupakan salah satu kabupaten yang memiliki persentase penduduk miskin terbesar, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) terbesar.

14 14 Faktor yang menjadi penyebab kemiskinan wilayah pedesaan dan faktor penciri rumahtangga miskin di Kabupaten Pandeglang tentunya akan beragam, berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lain, dari satu wilayah ke wilayah lain, bahkan dari satu waktu ke waktu yang lain. Strategi penanggulangan kemiskinan yang bersifat seragam tidaklah tepat. Kebijakan pengurangan kemiskinan perlu disesuaikan dengan karakteristik tipologi desa dan tidak membuat ketergantungan penduduk miskin. Permasalahan yang ada adalah pada saat ini belum tersedia informasi mengenai faktor penyebab kemiskinan wilayah pedesaan berdasarkan tipologi desa dan faktor penciri rumahtangga miskin di Kabupaten Pandeglang untuk merumuskan strategi yang dapat dilakukan agar lebih efektif dan tepat sasaran. Dalam rangka memberikan kontribusi untuk menjawab permasalahan dan keterbatasan-keterbatasan penelitian tentang kemiskinan, maka tesis ini dirumuskan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa yang menyebabkan kemiskinan dan bagaimana karakteristik desa miskin berdasarkan tipologi desa di Kabupaten Pandeglang? 2. Apa faktor penciri dan bagaimana karakteristik kemiskinan tingkat rumahtangga di daerah pertanian di Kabupaten Pandeglang? 3. Bagaimana strategi penanggulangan kemiskinan yang dapat dilakukan di Kabupaten Pandeglang di tingkat wilayah dan tingkat rumahtangga? 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kemiskinan pedesaan dan strategi penanggulangannya di Kabupaten Pandeglang. Secara lebih spesifik tujuan dari penelitian ini adalah:

15 15 1. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kemiskinan dan mengetahui karakteristik desa miskin berdasarkan tipologi desa di Kabupaten Pandeglang. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor penciri dan mengetahui karakteristik rumahtangga miskin di daerah pertanian di Kabupaten Pandeglang. 3. Merumuskan strategi penanggulangan kemiskinan yang dapat dilakukan di Kabupaten Pandeglang baik di tingkat wilayah maupun tingkat rumahtangga. Informasi yang lebih baik dan terkini ( up-to-date) tentang penduduk miskin sangat penting untuk membantu pemerintah Kabupaten Pandeglang dalam mendesain kebijakan yang efektif untuk memerangi kemiskinan. Siapa yang miskin?. Berapa jumlah penduduk yang miskin?. Dimana mereka tinggal?. Kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk membantu penduduk miskin tidak dapat berjalan dengan sukses jika pemerintah daerah tidak mengetahui siapa yang miskin dan bagaimana kemungkinan penduduk miskin merespon beberapa strategi pertumbuhan yang dilaksanakan pemerintah. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sejumlah manfaat baik untuk masyarakat, para peneliti, akademisi serta pemerintah. Hasil rumusan metodologi identifikasi diharapkan berguna untuk analisis desa miskin oleh berbagai pihak yang membutuhkan pada berbagai ruang lingkup kegiatan terutama di pedesaan. Tujuan terpenting dari informasi kemiskinan adalah untuk mendukung usaha-usaha bagi penentuan sasaran sumberdaya pembangunan terhadap wilayah miskin, yang bertujuan untuk menurunkan kemiskinan agregat melalui sasaran wilayah. Manfaat lain dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran

16 16 penanganan penduduk miskin secara tepat dan terarah. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi penelitian lanjutan dalam konteks pengurangan kemiskinan dan pencegahan pertambahan penduduk miskin. 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup dan keterbatasan dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian tentang karakteristik dan faktor penyebab kemiskinan di wilayah desa dilakukan dengan menggunakan data Podes 2005 dengan membagi wilayah sesuai tipologinya yaitu: (1) berdasarkan jenis usaha (pertanian dan non pertanian), (2) jumlah penduduk (jarang, sedang dan padat), dan (3) letak geografis (pesisir dan non pesisir). 2. Analisis rumahtangga miskin hanya dilakukan pada desa yang memiliki jenis usaha dibidang pertanian. Karakteristik rumahtangga pada desa yang dibagi berdasarkan kepadatan penduduk dan letak geografis tidak diteliti.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pikir Penelitian Kemiskinan adalah fenomena yang begitu mudah ditemukan dimanamana. Fakta kemiskinan baik menyangkut individu maupun masyarakat akan mudah dilihat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dewasa ini tergolong miskin sebagaimana dilaporkan oleh The World Bank

I. PENDAHULUAN. dewasa ini tergolong miskin sebagaimana dilaporkan oleh The World Bank I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan telah menjadi isu dunia karena seperempat penduduk dunia dewasa ini tergolong miskin sebagaimana dilaporkan oleh The World Bank (2004). Kemiskinan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini bangsa Indonesia harus menghadapi perubahan internal dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi dengan berbagai masalah yang belum tuntas terpecahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama pemerintah dari masa ke masa. Permasalahan ini menjadi penting mengingat erat kaitannya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah pembangunan diberbagai bidang yang ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak berdayaan. Oleh karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sebagai suatu proses berencana dari kondisi tertentu kepada kondisi yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan tersebut bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan yang meluas merupakan tantangan terbesar dalam upaya Pembangunan (UN, International Conference on Population and Development, 1994). Proses pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Kemiskinan juga didefinisikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program ekonomi yang dijalankan negara-negara Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN

V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN Pada tahap pertama pengolahan data, dilakukan transfer data dari Podes 2003 ke Susenas 2004. Ternyata, dari 14.011 desa pada sample SUSENAS 13.349 diantaranya mempunyai

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. 1. Selama periode penelitian tahun 2008-2012, ketimpangan/kesenjangan kemiskinan antarkabupaten/kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama di Negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, masalah kemiskinan telah menjadi masalah internasional, terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah satu tujuan yang ingin dicapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain seperti tingkat kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan merupakan sebuah upaya untuk mengantisipasi ketidak seimbangan yang terjadi yang bersifat akumulatif, artinya perubahan yang terjadi pada sebuah ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensional yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah dalam pembangunan.

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang terintegrasi dan komprehensif dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang tidak terpisahkan. Di samping mengandalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pelaksanaan kegiatan pembangunan nasional di Indonesia sesungguhnya merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. BAB I PENDAHULUAN Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. Penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang sungguh-sungguh, terusmenerus, dan terpadu dengan menekankan pendekatan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada hakikatnya bertujuan untuk menghapus atau mengurangi kemiskinan, mengurangi ketimpangan pendapatan, dan menyediakan lapangan pekerjaan dalam konteks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. produktivitas tenaga kerja di semua sektor.

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. produktivitas tenaga kerja di semua sektor. VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Dalam jangka pendek peningkatan pendidikan efektif dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja pertanian dibanding dengan sektor industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) yakni di

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) yakni di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu proses prioritas pembangunan nasional sebagaimana dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) 2005-2009 yakni di bidang sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. miskin mulai dari awal peradaban hingga sekarang ini. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. miskin mulai dari awal peradaban hingga sekarang ini. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan dan orang-orang miskin sudah dikenal dan selalu ada di setiap peradaban manusia. Oleh karena itu beralasan sekali bila mengatakan bahwa kebudayaan umat manusia

Lebih terperinci

II. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 II. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu orientasi pembangunan berubah dan berkembang pada setiap urutan waktu yang berbeda. Setelah Perang Dunia Kedua (PDII), pembangunan ditujukan untuk mengejar pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk pola

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan merupakan proses kearah yang lebih baik sesuai tujuan yang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan merupakan proses kearah yang lebih baik sesuai tujuan yang 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses kearah yang lebih baik sesuai tujuan yang diharapkan. Menurut Todaro (1997: 20) pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang berkembang, masalah yang sering dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kehidupan yang baik merupakan kehendak manusia yang paling hakiki. Tiada satu pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang dijalaninya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara, maka dibutuhkan pembangunan. Pada September tahun 2000, mulai dijalankannya Millennium Development

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermartabat. Kemiskinan menurut PBB didefenisikan sebagai kondisi di mana

BAB I PENDAHULUAN. bermartabat. Kemiskinan menurut PBB didefenisikan sebagai kondisi di mana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bappenas (2005) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pengelolaan usahatani di Indonesia umumnya dilakukan secara turun temurun oleh keluarga di daerah pedesaan. Kita sering beranggapan bahwa pendapatan keluarga di pedesaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan perekonomian nasional dan patut menjadi sektor andalan dan mesin penggerak pertumbuhan ekonomi karena sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Pemekaran setelah Undang-Undang Otonomi Khusus) yang secara resmi

BAB I PENDAHULUAN. (Pemekaran setelah Undang-Undang Otonomi Khusus) yang secara resmi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (Pemekaran setelah Undang-Undang Otonomi Khusus) yang secara resmi diberlakukan pada tanggal 21 November

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan serta penanganan ketimpangan pendapatan. dunia. Bahkan dari delapan butir Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan serta penanganan ketimpangan pendapatan. dunia. Bahkan dari delapan butir Millenium Development Goals (MDGs) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Masih tingginya angka kemiskinan, baik secara absolut maupun relatif merupakan salah satu persoalan serius yang dihadapi bangsa Indonesia hingga saat ini. Kemiskinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bukti empiris menunjukkan sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian sebagian besar negara berkembang. Hal ini dilihat dari peran sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Indikator yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Indikator yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan salah satunya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan adalah tujuan utama dari pembangunan sebuah negara atau daerah. Indikator yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan salah satunya dengan melihat pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau berkembang adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Masalah kemiskinan yang melanda sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Masalah kemiskinan yang melanda sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kemiskinan perdesaan telah menjadi isu utama dari sebuah negara berkembang, termasuk Indonesia. Masalah kemiskinan yang melanda sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPTEMBER 2013 SEBESAR 15,03 PERSEN

TINGKAT KEMISKINAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPTEMBER 2013 SEBESAR 15,03 PERSEN BPS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA No. 05/01/34/Th.XVI, 02 Januari 2014 TINGKAT KEMISKINAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPTEMBER 2013 SEBESAR 15,03 PERSEN RINGKASAN Garis kemiskinan di Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2010

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2010 No. 27/ 07/91/Th. IV, 1 Juli 2010 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2010 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat pada tahun 2009 sebanyak 256.840 jiwa (35,71 persen) turun menjadi

Lebih terperinci

Kemiskinan di Indonesa

Kemiskinan di Indonesa Kemiskinan di Indonesa Kondisi Kemiskinan Selalu menjadi momok bagi perekonomian dunia, termasuk Indonesia Dulu hampir semua penduduk Indonesia hidup miskin (share poverty), sedangkan sekarang kemiskinan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA 86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state of mind) dari suatu masyarakat yang telah melalui kombinasi tertentu dari proses sosial,

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2014 SEBESAR 15,00 PERSEN RINGKASAN

TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2014 SEBESAR 15,00 PERSEN RINGKASAN BPS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA No. 38/07/34/Th.XVI,1 Juli 2014 TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2014 SEBESAR 15,00 PERSEN RINGKASAN Garis kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelompokkan kedalam kegiatan memproduksi barang dan jasa. Unit-unit

BAB I PENDAHULUAN. dikelompokkan kedalam kegiatan memproduksi barang dan jasa. Unit-unit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional. Untuk meningkatkan pembangunan nasional, maka harus didukung dengan pembangunan daerah yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Pusat Statistik (BPS) dalam mengukur kemiskinan menggunakan konsep kemampuan seseorang memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini

Lebih terperinci

Jakarta, 10 Maret 2011

Jakarta, 10 Maret 2011 SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM ACARA TEMU KONSULTASI TRIWULANAN KE-1 TAHUN 2011 BAPPENAS-BAPPEDA PROVINSI SELURUH INDONESIA Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan dan infrastruktur dasra, gender, dan lokasi geografis. kemiskinan tidak hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan dan infrastruktur dasra, gender, dan lokasi geografis. kemiskinan tidak hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah krusial yang di hadapi dalam pembangunan oleh hampir semua negara di dunia, terutama negara berkembang.kemiskinna merupakan masalah multidimensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan lebih mendalam tentang teori teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Selain itu akan dikemukakan juga hasil hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Sedangkan tujuan yang paling penting dari suatu pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya melalui pemanfaatan sumberdaya. pendapatan perkapita yang berkelanjutan (Sukirno, 1985).

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya melalui pemanfaatan sumberdaya. pendapatan perkapita yang berkelanjutan (Sukirno, 1985). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu keharusan jika suatu negara ingin meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyatnya. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi merupakan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional I. LATAR BELAKANG Wacana kemiskinan di Indonesia tetap menjadi wacana yang menarik untuk didiskusikan dan dicarikan solusi pemecahannya.

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah multidimensi yang kompleks, bukan hanya diukur dari pendapatan, tetapi juga menyangkut kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini secara konsisten. menetapkan pembangunan ekonomi Indonesia dengan prinsip triple track

I. PENDAHULUAN. Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini secara konsisten. menetapkan pembangunan ekonomi Indonesia dengan prinsip triple track 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini secara konsisten menetapkan pembangunan ekonomi Indonesia dengan prinsip triple track strategy: pro-growth (pro pertumbuhan),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi kehilangan terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 dan telah berkembang menjadi krisis ekonomi dan multidimensi, pertumbuhan ekonomi nasional relatif masih

Lebih terperinci

Mengapa Kemiskinan di Indonesia Menjadi Masalah Berkelanjutan?

Mengapa Kemiskinan di Indonesia Menjadi Masalah Berkelanjutan? 1 P age Mengapa Kemiskinan di Indonesia Menjadi Masalah Berkelanjutan? SEJAK awal kemerdekaan, bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PERDESAAN

PROFIL KEMISKINAN DI PERDESAAN Info URDI Vol. 14 PROFIL KEMISKINAN DI PERDESAAN Oleh : Tatag Wiranto Direktur Kerjasama Pembangunan Sektoral dan Daerah, Bappenas I. Pendahuluan Strategi besar pembangunan di masa lalu adalah mencapai

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2013 SEBESAR 15,43 PERSEN RINGKASAN

TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2013 SEBESAR 15,43 PERSEN RINGKASAN BPS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA No. 37/07/34/Th.XV, 1 Juli 2013 TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2013 SEBESAR 15,43 PERSEN RINGKASAN Garis kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan berusaha keras untuk mencapai

Lebih terperinci

Analisis Masalah Ekonomi Tentang Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia

Analisis Masalah Ekonomi Tentang Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia Analisis Masalah Ekonomi Tentang Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia Sumber : www.kompas.com. Selasa, 30 November 2010 Masalah ekonomi adalah masalah yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari terutama

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 3205011.32 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT SEPTEMBER 2016 Katalog BPS : 3205011.32 No. Publikasi : 32520.1701 Ukuran Buku : 18,2 cm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prasyarat utama untuk memperbaiki derajat kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prasyarat utama untuk memperbaiki derajat kesejahteraan rakyat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kualitas manusia sebagai sumberdaya pembangunan merupakan prasyarat utama untuk memperbaiki derajat kesejahteraan rakyat. Indonesia pada September tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat kemiskinan ekstrem yang mencolok (Todaro dan Smith, 2011:

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat kemiskinan ekstrem yang mencolok (Todaro dan Smith, 2011: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan yang selalu terjadi dalam proses pembangunan di negara berkembang. Sebagian besar negara berkembang memiliki tingkat kemiskinan ekstrem

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sharp et al. (1996) mengatakan kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai negara maju dan merupakan

Lebih terperinci

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data Disampaikan oleh: DeputiMenteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan pada Peluncuran Peta Kemiskinan dan Penghidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembahasan mengenai kesejahteraan merupakan suatu pembahasan yang mempunyai cakupan atau ruang lingkup yang luas. Pembahasan mengenai kesejahteraan berkaitan erat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengentasan kemiskinan (poverty allevation) telah menjadi komitmen dan kesepakatan bagi semua pihak. Secara global kesepakatan merujuk pada Tujuantujuan Pembangunan Millenium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang dinamis dalam mengubah dan meningkatkan kesehjateraan masyarakat. Ada tiga indikator keberhasilan suatu pembangunan dalam

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

PERSIAPAN RPJMN TERKAIT PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENINGKATAN PEMERATAAN

PERSIAPAN RPJMN TERKAIT PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENINGKATAN PEMERATAAN PERSIAPAN RPJMN 2015-2019 TERKAIT PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENINGKATAN PEMERATAAN Direktorat Penanggulangan Kemiskinan 29 Januari 2014 TINGKAT KEMISKINAN 2004-2014 45 40 35 30 36.15 35.10 39.30 37.17

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai nation state, sejarah sebuah Negara yang salah memandang dan mengurus kemiskinan. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas

BAB I PENDAHULUAN. Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak meratanya distribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan menjadi salah satu ukuran terpenting untuk mengetahui tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu ukuran agregat, tingkat kemiskinan di suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sampai saat ini, karena itulah program-program pengentasan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sampai saat ini, karena itulah program-program pengentasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan masih menjadi permasalahan utama di sejumlah daerah di Indonesia sampai saat ini, karena itulah program-program pengentasan kemiskinan nampaknya juga akan

Lebih terperinci