TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2014 SEBESAR 15,00 PERSEN RINGKASAN

Ukuran: px

Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2014 SEBESAR 15,00 PERSEN RINGKASAN"

Suhendra Santoso
6 tahun lalu
Tontonan:

BPS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA No. 38/07/34/Th.

Sementara pada September 2013 sebesar Rp 303.843,-per kapita per bulan, atau garis kemiskinan mengalami kenaikan sekitar 3,16 persen. Bila dibandingkan kondisi 2013 yang sebesar Rp 283.

Peran komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan).

1 BPS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA No. 38/07/34/Th.XVI,1 Juli 2014 TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2014 SEBESAR 15,00 PERSEN RINGKASAN Garis kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada sebesar Rp ,-per kapita per bulan. Sementara pada September 2013 sebesar Rp ,-per kapita per bulan, atau garis kemiskinan mengalami kenaikan sekitar 3,16 persen. Bila dibandingkan kondisi 2013 yang sebesar Rp ,- maka dalam kurun satu tahun terjadi kenaikan sebesar 10,58 persen. Peran komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan). Pada, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 69,57 persen, tidak jauh berbeda dengan 2013 yang sebesar 71,32 persen. Jumlah penduduk miskin, yaitu penduduk yang konsumsinya berada di bawah garis kemiskinan, pada di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat 544,87 ribu orang. Bila dibandingkan keadaan 2013 yang jumlah penduduk miskin mencapai 553,07 ribu orang, maka selama satu tahun terjadi penurunan sebesar 8,20 ribu jiwa. Tingkat kemiskinan, yaitu persentase penduduk miskin dari seluruh penduduk, di Daerah Istimewa Yogyakarta pada sebesar 15,00 persen. Apabila dibandingkan dengan keadaan September tahun 2013 yang besarnya 15,03 persen berarti ada penurunan sebesar 0,03 poin selama setengah tahun. Sedangkan bila dibandingkan 2013 dengan persentase penduduk miskin sebesar 15,43 persen, maka terjadi penurunan sebesar 0,43 poin. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2) pada periode 2013 cenderung mengalami penurunan. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.. Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 38/07/34/Th.XVI, 1 Juli

2 1. Garis Kemiskinan Secara umum kemiskinan didefinisikan sebagai suatu kondisi kehidupan dimana terdapat sejumlah penduduk tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok (basic needs) minimum dan mereka hidup di bawah tingkat kebutuhan minimum tersebut (Todaro dan Smith, 2007).Konsep yang dipakai BPS dalam mengukur kemiskinan juga berdasarkan kebutuhan dasar (basic needs approach). Nilai kebutuhan dasar minimum digambarkan dengan garis kemiskinan (GK), yaitu batas minimum pengeluaran per kapita per bulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan non makanan, yang memisahkan seseorang tergolong miskin atau tidak. Garis kemiskinan pada adalah Rp ,-per kapita per bulan. Jika dibandingkan dengan kondisi 2013 yang garis kemiskinannya sebesar Rp ,- per kapita per bulan, terjadi kenaikan sebesar 10,58 persen dan jika dibandingkan dengan kondisi September 2013 yang besarnya Rp ,- per kapita per bulan, maka tampak adanya kenaikan garis kemiskinan sebesar 3,16 persen. Terjadinya peningkatan garis kemiskinan ini sejalan dengan terjadinya inflasi 2013 ke yang sebesar 6,16 persen. Tabel 1. Garis Kemiskinan menurut Tipe Daerah Daerah/Tahun Makanan Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Bukan Makanan Total Perkotaan Mar Perdesaan Mar Kota+Desa Sumber: Susenas 2013, September 2013, dan Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 38/07/34/Th.XVI,1 Juli 2014

Bila dilihat komponen Garis Kemiskinan (GK) yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar

3 Bila dilihat komponen Garis Kemiskinan (GK) yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada sumbangan GKM terhadap GK sebesar 69,57 persen dan 71,32 persen pada Pada garis kemiskinan di daerah perkotaan sebesar Rp ,- per kapita per bulan, mengalami kenaikan 10,05 persen dibanding keadaan 2013 yang sebesar Rp ,- per kapita per bulan. Garis kemiskinan di daerah perdesaan pada sebesar Rp ,- per kapita per bulan, mengalami kenaikan 11,53 persen dibanding keadaan 2013 yang mencapai Rp ,- per kapita per bulan. 2. Perkembangan Penduduk Miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta Jumlah penduduk miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta pada periode mengalami fluktuasi, meskipun ada kecenderungan menurun. Periode , jumlah penduduk miskin mengalami penurunan, namun meningkat kembali pada September Selanjutnya pada kondisi 2012 jumlah penduduk miskin cenderung menurun. Jumlah penduduk miskin pada 2012 tercatat 568,35 ribu orang dan turun menjadi menjadi 544,87 ribu pada Bulan. Perkembangan jumlah penduduk miskin seperti terlihat pada Gambar ,78 Gambar 1. Jumlah Penduduk Miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta (dalam ribu orang) 577,30 562,70 568,05 568,35 565,73 553,07 541,95 544, Sept Sept Sept Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 38/07/34/Th.XVI, 1 Juli

4 Penduduk miskin tersebar di perkotaan (61,12 persen) maupun perdesaan (68,88 persen). Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan pada sebanyak 333,03 ribu orang, bertambah bila dibandingkan keadaan 2013 yang mencapai 317,12 ribu orang. Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan pada sebanyak 211,84 ribu orang, mengalami penurunan dari keadaan 2013 yang jumlahnya mencapai 235,95 ribu orang. Tabel 2. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Tipe Daerah, Daerah/Tahun Jumlah penduduk miskin (000) Persentase penduduk miskin Perkotaan 2013 Perdesaan 2013 Kota+Desa ,12 329,65 333,03 235,95 212,30 211,84 553,07 541,95 544,87 13,43 13,73 13,81 19,29 17,62 17,36 15,43 15, Sumber: Susenas 2013, September 2013, dan 3. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta Tingkat kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada periode cenderung mengalami penurunan. Persentase penduduk miskin pada 2009 sebesar 17,23 persen, turun menjadi 15,00 persen pada. Perkembangan angka kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta selengkapnya seperti terlihat pada Gambar 2. Tingkat kemiskinan di daerah perkotaan lebih kecil daripada di perdesaan. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada sebesar 13,81 persen mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan keadaan 2013 yang besarnya mencapai 13,43 persen. Persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada adalah 17,36 persen, mengalami penurunan jika dibandingkan dengan keadaan 2013 yang besarnya mencapai 19,29 persen. 4 Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 38/07/34/Th.XVI,1 Juli 2014

5 Gambar 2. Persentase Penduduk Miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta ,00 17,00 17,23 16,83 16,00 16,08 16,14 16,05 15,88 15,43 15,03 15,00 15,00 14,00 13,00 Mar 2009 Mar 2010 Mar 2011 Sept 2011 Mar 2012 Sept 2012 Mar 2013 Mar 2014 Sumber: Susenas Kualitas Kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta Persoalan kemiskinan bukan hanya berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman (poverty gap index) dan tingkat keparahan (poverty severity index) dari kemiskinan. Artinya, selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan berkaitan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan tingkat keparahan kemiskinan itu. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) pada periode mengalami cenderung mengalami penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan tercatat 2,40 pada keadaan 2013 menjadi 2,19 pada keadaan. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 0,55 menjadi 0,48 pada periode yang sama (Tabel 3). Nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin juga semakin menyempit. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) pada di daerah perkotaan lebih tinggi dari pada perdesaan. Pada bulan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) untuk perkotaan 2,22, sementara di daerah perdesaan 2,11. Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) di daerah perkotaan 0,53 sementara di daerah perdesaan mencapai 0,40. Hal ini berarti rata-rata defisit pengeluaran konsumsi penduduk miskin terhadap garis kemiskinan di Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 38/07/34/Th.XVI, 1 Juli

6 perdesaan lebih kecil dibandingkan defisit di perkotaan. Kesenjangan pengeluaran konsumsi antar penduduk miskin di daerah perdesaan juga lebih sempit dibandingkan dengan di daerah perkotaan. Tabel 3. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) di Daerah Istimewa Yogyakarta Menurut Daerah, Tahun Kota Desa Kota + Desa Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) ,08 3,02 2,40 September ,18 2,04 2,13 2,22 2,11 2,19 Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) ,50 0,63 0,55 September ,52 0,34 0,46 0,53 0,40 0,48 6 Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 38/07/34/Th.XVI,1 Juli 2014

dokumen-dokumen yang mirip

TINGKAT KEMISKINAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPTEMBER 2013 SEBESAR 15,03 PERSEN

BPS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA No. 05/01/34/Th.XVI, 02 Januari 2014 TINGKAT KEMISKINAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPTEMBER 2013 SEBESAR 15,03 PERSEN RINGKASAN Garis kemiskinan di Daerah Istimewa