BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1. Prinsip Pengeringan Pengeringan (drying) merupakan proses perpindahan panas dan uap air secara secara simultan yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas. Pengeringan dapat diartikan memindahkan atau mengambil kandungan zat cair dari benda padatnya, zat cair yang biasa kita pindahkan dari zat padat adalah air. Sedangkan zat padat biasanya bermacam-macam, contohnya pada pabrik pengolahan makanan, khususnya pabrik yang mengolah manisan buah-buahan kering, maka proses pengeringan akan aplikasikan untuk mengurangi kandungan air yang ada pada buah-buahan tersebut, maka yang bertindak sebagai zat padat adalah buah tersebut, sedangkan yang menjadi zat cairnya adalah air yang berada dalam buah tersebut. Pengeringan merupakan suatu proses penting yang terjadi dalam industri pangan. Hal ini disebabkan karena pengeringan dapat digunakan untuk mengawetkan bahan pangan yang mudah rusak ataupun busuk saat penyimpanan, sehingga secara tidak langsung pengeringan dapat memperpanjang umur simpan suatu produk. Pengeringan memiliki pengertian yaitu aplikasi panas di bawah kondisi terkontrol yang berfungsi untuk mengeluarkan sebagian besar air dalam bahan pangan melalui penguapan. Keuntungan dari pengeringan adalah dapat meningkatkan stabilitas penyimpanan. Hal ini dikarenakan terjadinya pengurangan berat dan volume produk akibat dari pengurangan kandungan air. Keuntungan lainnya adalah pengemasan menjadi lebih mudah serta biaya untuk pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutan menjadi lebih murah. Pengeringan dilakukan dengan tujuan untuk memperpanjang umur simpan produk melalui pengurangan water activity. Pengurangan ini dilakukan dengan cara menghambat pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim, tanpa harus menginaktifkannya. Proses pengeringan mempunyai kelemahan yaitu kualitas dan nilai nutrisi dalam pangan menjadi rusak.

2 .. Faktor yang Mempengaruhi Pengeringan Pada pengeringan selalu diinginkan kecepatan pengeringan yang maksimal. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha-usaha untuk mempercepat perpindahan panas dan perpindahan massa (perpindahan massa dalam hal ini adalah perpindahan air keluar dari bahan yang dikeringkan dalam proses pengeringan tersebut). [7] Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk memperoleh kecepatan pengeringan maksimum, yaitu : (a) uas permukaan Semakin luas permukaan bahan maka semakin cepat bahan menjadi kering Air menguap melalui permukaan bahan, sedangkan air yang ada di bagian tengah akan merembes ke bagian permukaan dan kemudian menguap. Untuk mempercepat pengeringan umumnya bahan pangan yang akan dikeringkan dipotong-potong atau diiris-iris terlebih dulu. Hal ini terjadi karena pemotongan atau pengirisan tersebut akan memperluas permukaan bahan dan permukaan yang luas dapat berhubungan dengan medium pemanasan sehingga air mudah keluar, potongan-potongan kecil atau lapisan yang tipis mengurangi jarak dimana panas harus bergerak sampai ke pusat bahan pangan. Potongan kecil juga akan mengurangi jarak melalui massa air dari pusat bahan yang harus keluar ke permukaan bahan dan kemudian keluar dari bahan tersebut. [7] (b) Suhu Semakin besar perbedaan suhu (antara medium pemanas dengan bahan bahan) maka akan semakin cepat proses perpindahan panas berlangsung sehingga mengakibatkan proses penguapan semakin cepat pula. Atau semakin tinggi suhu udara pengeringan maka akan semakin besar energi panas yang dibawa ke udara yang akan menyebabkan proses perpindahan panas semakin cepat sehingga perpindahan massa akan berlangsung dengan cepat juga. [7] (c) Kecepatan udara Umumnya udara yang bergerak akan lebih banyak mengambil uap air dari permukaan bahan yang dikeringkan. Udara yang bergerak adalah udara yang

3 mempunyai kecepatan gerak yang tinggi, berguna untuk mengambil uap air dan menghilangkan uap air dari permukaan bahan yang dikeringkan, sehingga dapat mencegah terjadinya udara jenuh yang dapat memperlambat penghilangan air. [7] (d) Kelembaban udara (Relative Humidity) Semakin lembab udara di dalam ruang pengering dan sekitarnya maka akan semakin lama proses pengeringan berlangsung kering, begitu juga sebaliknya. Karena udara kering dapat mengabsorpsi dan menahan uap air. Setiap bahan mempunyai keseimbangan kelembaban nisbi (RH keseimbangan) masing- masing, yaitu kelembaban pada suhu tertentu dimana bahan tidak akan kehilangan air (pindah) ke atmosfir atau tidak akan mengambil uap air dari atmosfir. 1. Jika RH udara < RH keseimbangan maka benda masih dapat dikeringkan.. Jika RH udara > RH keseimbangan maka benda akan menarik uap air dari udara. [7] (e) Tekanan udara Semakin kecil tekanan udara akan semakin besar kemampuan udara untuk mengangkut air selama pengeringan, karena dengan semakin kecilnya tekanan berarti kerapatan udara makin berkurang sehingga uap air dapat lebih banyak tetampung dan disingkirkan dari bahan pangan. Sebaliknya jika tekanan udara semakin besar maka udara disekitar pengeringan akan lembab, sehingga kemampuan menampung uap air terbatas dan menghambat proses atau laju pengeringan. Misalnya pada tekanan udara atmosfir 1 atm, air akan mendidih pada suhu 100ºC. Pada tekanan udara lebih rendah dari 1 atm air akan mendidih pada suhu lebih rendah dari 100 C. [7] (f) Waktu Semakin lama waktu (batas tertentu) pengeringan maka akan semakin cepat proses pengeringan selesai. Dalam pengeringan diterapkan konsep HTST (High Temperature Short Time). Waktu yang singkat dalam proses pengeringan dapat menghemat biaya khususnya biaya listrik untuk menjalankan mesin pengering. [7]

4 .3. Jenis-jenis Alat Pengeringan Ada beberapa jenis alat pengeringan, dijelaskan sebagai berikut : a. Tray Dryer Gambar.1 Tray Dryer [6] Tray dryer merupakan salah satu alat pengeringan yang tersusun dari beberapa buah tray atau talam di dalam satu rak yang terbuat dari kayu atau logam-logam tertentu. Tray/talam yang telah dimasukkan material yang ingin dikeringkan kemudian diletakkan secara bersusun dalam kolom. Setelah ruangan ditutup, maka udara panas dialirkan ke dalam ruang pemanas hingga semua bahan menjadi kering. Namun alat ini membutuhkan tenaga kerja dalam proses produksinya, biaya operasi yang agak mahal, sehingga alat ini sering digunakan pada pengeringan bahan-bahan yang bernilai tinggi. [6] Udara panas yang masuk dari sebelah bawah ruang menyebabkan material yang ada kolom yang paling bawah menjadi yang paling pertama kering. Setelah tenggat waktu tertentu, talam akan dikeluarkan dan material yang telah kering diambil. Material lain yang ingin dikeringkan dimasukkan dan prosedur terjadi berulang-ulang. [6] Tray dryer termasuk kedalam sistem pengering konveksi menggunakan aliran udara panas untuk mengeringkan produk. Alat ini dapat dilihat pada gambar.1. Proses pengeringan terjadi saat aliran udara panas ini bersinggungan langsung dengan permukaan produk yang akan dikeringkan. Produk ditempatkan pada setiap rak yang tersusun sedemikan rupa agar dapat dikeringkan degan sempurna.

5 Udara panas sebagai fluida kerja bagi model ini diperoleh dari pembakaran bahan bakar, panas matahari atau listrik. [6] Pengering talam digunakan untuk mengeringkan bahan-bahan yang tidak boleh diaduk dengan cara thermal, sehingga didapatkan hasil berupa zat padat yang kering. Alat ini biasanya digunakan untuk pengeringan bahan-bahan bernilai tinggi seperti zat warna, bahan-bahan farmasi. Produk yang dikeringkan juga dapat berupa umbi-umbian, sayur-sayuran dan buah-buahan. [6] b. Solar Dryer Metode ini bersifat ekonomis pada skala pengeringan besar karena biaya operasinya lebih murah dibandingkan dengan pengeringan dengan mesin. Prinsip dari solar dryer ini adalah pengeringan dengan menggunakan bantuan sinar matahari. Perbedaan dari pengeringan dengan sinar matahari biasa adalah solar dryer dibantu dengan alat sederhana sedemikian rupa sehingga pengeringan yang dihasilkan lebih efektif, dapat dilihat pada gambar.. [6] Gambar. Solar Dryer [6] Cara kerja solar dryer dapat dilihat pada gambar.3. Bahan yang ingin dikeringkan dimasukkan ke dalam bilik yang berada pada ketinggian tertentu dari permukaan tanah. Udara sekitar masuk melalui saluran yang dibuat lebih rendah daripada bilik pemanasan dan secara otomatis terpanaskan oleh sinar matahari secara konveksi pada saat udara tersebut mengalir menuju bilik pemanasan. Udara yang telah terpanaskan oleh sinar matahari kemudian masuk kedalam bilik

6 pemanas dan memanaskan bahan makanan. Pengeringan bahan makanan jadi lebih efektif karena pemanasan yang terjadi berasal dari dua arah, yaitu dari sinar matahari secara langsung (radiasi) dan aliran udara panas dari bawah (konveksi). [6] Gambar.3 Cara kerja Solar Dryer [6] Keterangan dari gambar.3 adalah : 1. Solar collector. Aliran udara panas 3. Talam tempat meletakkan produk Solar drying merupakan metode pengeringan yang saat ini sering digunakan untuk mengeringkan bahan-bahan makanan hasil panen. Metode solar drying sering digunakan untuk mengeringkan padi. Namun karena pada prinsipnya pengeringan adalah untuk mengurangi jumlah air (kelembaban) bahan, maka metode ini juga bisa diaplikasikan untuk bahan makanan lain. [6] c. Spray Dryer Spray dryer adalah unit peralatan untuk memproduksi tepung atau bubuk dari bahan cair yang disemprotkan (hingga membentuk partikel halus) ke dalam ruang yang telah dialiri udara panas. Sementara produk akhir yang dihasilkan dapat berupa bubuk, maupun granula. Susu, jus buah dan kopi bubuk merupakan produk yang menggunakan proses pengeringan metode spray drying. [6] Mekanisme kerja spray drying adalah pertama-tama seluruh air dari bahan yang ingin dikeringkan, diubah ke dalam bentuk butiran-butiran air dengan cara

7 diuapkan menggunakan atomizer. Air dari bahan yang telah berbentuk tetesantetesan tersebut kemudian dialirkan dengan udara panas. Peristiwa ini menyebabkan air dalam bentuk tetesan-tetesan tersebut mengering dan berubah menjadi serbuk. Selanjutnya proses pemisahan antara uap panas dengan serbuk dilakukan dengan cyclone atau penyaring. Setelah dipisahkan, serbuk kemudian kembali diturunkan suhunya sesuai dengan kebutuhan produksi. [6] Komponen dari spray dryer adalah sebagai berikut : 1. Atomizer Atomizer merupakan bagian terpenting pada spray dryer dimana memiliki fungsi untuk menghasilkan droplet dari cairan yang akan dikeringkan. Droplet yang terbentuk akan didistribusikan (disemprotkan) secara merata pada alat pengering agar terjadi kontak dengan udara panas. Ukuran droplet yang dihasilkan tidak boleh terlalu besar karena proses pengeringan tidak akan berjalan dengan baik. Disamping itu ukuran droplet juga tidak boleh terlalu kecil karena menyebabkan terjadinya terlalu panas. [6]. Chamber Chamber merupakan ruang dimana terjadi kontak antara droplet cairan yang dihasilkan oleh atomizer dengan udara panas untuk pengeringan. Kontak udara panas dengan droplet akan menghasilkan bahan kering dalam bentuk bubuk. Bubuk yang terbentuk akan turun ke bagian bawah chamber dan akan dialirkan dalam bak penampung. [6] 3. Heater Heater berfungsi sebagai pemanas udara yang akan digunakan sebagai pengering. Panas yang diberikan harus diatur sesuai dengan karakteristik bahan, ukuran droplet yang dihasilkan dan jumlah droplet. Suhu udara pengering yang digunakan diatur agar tidak menyebabkan terlalu panas. [6] 4. Cyclone Cyclone berfungsi sebagai bak penampung hasil proses pengeringan. Bubuk yang dihasilkan akan dipompa menuju Bag Filter. [6] 5. Bag Filter Bag Filter berfungsi untuk menyaring atau memisahkan udara setelah digunakan pengeringan dengan bubuk yang terbawa setelah proses. [6]

8 Gambar.4 Spray Dryer [6] d. Conveyor Dryer Pengeringan jenis ini merupakan pengeringan kontiniu yang dilengkapi oleh ban berjalan yang membawa produk melalui terowongan pengering dengan udara panas yang bersirkulasi. Mesin ini dapat dilihat pada gambar.5. [6] Gambar.5 Conveyor Dryer [6] Mekanisme kerja mesin pengering ini adalah proses pengeringan dapat diatur dengan membagi sistem pengeringan menjadi beberapa bagian. Kelembaban, kecepatan aliran, dan suhu tiap bagian dapat diatur. Metode pengeringan ini sangat sesuai untuk mengeringkan bahan pangan dalam jumlah besar. Produk yang dikeringkan dapat berupa pasta, butiran, irisan maupun lempengan. Kerupuk dikeringkan dengan menggunakan mesin pengering ini. [6]

9 .4. Tinjauan Perpindahan Panas Perpindahan panas terjadi karena ada perbedaan temperatur. Perpindahan panas dapat terjadi melalui 3 cara yaitu konduksi, konveksi dan radiasi. Konduksi adalah perpindahan panas yang tidak melibatkan aliran mediumnya, sementara perpindahan panas konveksi melibatkan aliran mediumnya, dan radiasi tidak melibatkan medium perantara tetapi secara langsung menggunakan perambatan elektromagnetik. [].4.1. Konduksi Konduksi adalah perpindahan panas dari partikel bersuhu tinggi ke partikel bersuhu rendah sebagai hasil dari interaksi antara partikel tersebut. Konduksi dapat terjadi pada benda padat, cair dan gas. Pada konduksi, perpindahan panas terjadi akibat interaksi antar partikel tanpa diikuti perpindahan partikelnya. [] Gambar.6 Perpindahan panas secara konduksi [] Pada gambar.6 perpindahan panas dapat dihitung dengan menggunakan hukum Fourier, persamaannya adalah sebagai berikut [] : Q kon = ka dt d = ka ( T T ) A Q kon = aju perpindahan panas konduksi (W) k = Konduktivitas thermal bahan (W/m.K) A = uas penampang perpindahan panas (m ) T A T B = Temperatur pada titik A (K) = Temperatur pada titik B (K) = Ketebalan dinding benda (m) B (.1)

10 .4.. Konveksi Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas antara permukaan padat yang berbatasan dengan fluida yang mengalir. Fluida ini bisa dalam fasa cair atau fasa gas. Syarat utama mekanisme perpindahan panas konveksi adalah adanya aliran fluida. Mekanisme ini secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar.7. Pada gambar tersebut dianggap temperatur permukaan (T s ) masih lebih tinggi daripada temperatur lingkungan ( T ). Anggap udara lingkungan mengalir menuju ke permukaan plat. Partikel udara yang tepat bersentuhan dengan plat akan menerima perpindahan panas secara konduksi dari plat, akibatnya temperaturnya akan naik. Kemudian aliran udara akan mengangkut udara yang lebih panas ini untuk digantikan oleh udara berikutnya. Fakta ini menunjukkan bahwa didalam perpindahan panas konveksi, sebenarnya terdapat perpindahan panas konduksi antar partikelnya. [3] Kecepatan variasi fluida V T T Aliran fluida Temperatur variasi fluida A s T s Benda Panas Gambar.7 Proses perpindahan panas konveksi [3] Secara matematis, perpindahan panas konveksi pada permukaan benda dapat dirumuskan sebagai berikut [3] : Q konv ( T ) = ha T s s (.) Q konv = aju perpindahan panas konveksi (W) h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m.K)

11 A s = uas penampang perpindahan panas (m ) T s T = Temperatur permukaan benda (K) = Temperatur fluida yang mengalir (K) Konveksi terbagi atas dua, yaitu : 1. Konveksi Paksa Konveksi paksa merupakan konveksi yang diakibatkan oleh fluida yang terdapat pada permukaan plat. Pada konveksi paksa fluida dipaksa untuk mengalir dengan bantuan alat tertentu, misalnya kipas angin dan blower. Aliran fluida pada plat dengan panjang pada suatu arah aliran seperti yang ditunjukkan pada gambar.8. [3] T V Turbulen aminar Xcr Ts Gambar.8 Daerah batas laminar dan turbulen suatu aliran pada plat Koordinat dihitung sepanjang permukaan plat dari sisi terdepan pada arah aliran. Fluida mengenai permukaan plat dalam arah dengan kecepatan v dan temperatur T yang seragam. Awalnya kecepatan bermula dengan batas aliran laminar, tetapi jika plat cukup panjang, aliran menjadi turbulen pada jarak cr dari permukaan depan dimana bilangan Reynold memperoleh nilai kritis untuk daerah transisi. Transisi dari aliran laminar ke turbulen bergantung pada geometri permukaan, kecepatan, temperatur permukaan, jenis fluida dan lainnya yang menjadi karakter penentu bilangan Reynold. Bilangan Reynold pada jarak dari sisi terdepan plat datar dinyatakan sebagai berikut :

12 ρu U Re = = (.3) µ v Re = Bilangan Reynold ρ = Massa jenis fluida (kg/m 3 ) U = Kecepatan fluida mengalir (m/det) = Jarak yang dihitung dari sisi terdepan sampai titik (m) µ = Viskositas fluida (N.det/m ) v = Viskositas kinematik fluida (m /det) Dicatat bahwa nilai bilangan Reynold bervariasi pada sebuah plat datar sepanjang aliran. Untuk aliran transisi, transisi dari laminar ke turbulen diperoleh dengan persamaan sebagai berikut : Re ρ V cr cr = = µ Re cr = Bilangan Reynold yang dihitung dari sisi terdepan sampai titik cr cr = Jarak yang dihitung dari sisi terdepan sampai titik cr (m) (.4) Bilangan Nusselt lokal pada lokasi untuk aliran laminar sepanjang plat datar ditentukan dengan turunan persamaan energi yaitu : h Nu = k 0,5 1 3 = 0,33 Re Pr (.5) Nu = Bilangan Nusselt lokal h = Koefisien perpindahan panas konveksi lokal pada titik (W/m.K) k = Konduktivitas thermal bahan (W/m.K) = Jarak yang dihitung dari sisi terdepan sampai titik (m) Re = Bilangan Reynold lokal Pr = Bilangan Prandtl

13 Sedangkan bilangan Nusselt lokal pada lokasi untuk aliran turbulen sepanjang plat datar dihitung dengan persamaan sebagai berikut : h Nu = k 0,8 1 3 = 0,096 Re Pr (.6) Untuk aliran laminar, bilangan Nusselt rata-rata dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : h Nu = k 0,5 1 3 = 0,664 Re Pr (.7) Nu = Bilangan Nusselt rata-rata h = Koefisien perpindahan panas konveksi rata-rata (W/m.K) = Panjang plat (m) Re = Bilangan Reynold rata-rata Sedangkan untuk aliran turbulen, bilangan Nusselt rata-rata dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : h Nu = k 0,8 1 3 = 0,037 Re Pr (.8) Persamaan laminar digunakan apabila bilangan Re dibawah dengan nilai Pr > 0,6. Hubungan antara koefisien rata-rata perpindahan panas terhadap jenis aliran dapat dilihat pada gambar.9. h, turbulen h rata-rata Turbulen h, laminar aminar Ts Xcr Gambar.9 Grafik yang menunjukkan koefisien perpindahan panas rata-rata untuk plat datar dengan campuran antara aliran laminar dan turbulen

14 . Konveksi Bebas Konveksi natural atau konveksi bebas terjadi karena fluida yang berubah densitasnya dikarenakan proses pemanasan sehingga fluida dapat bergerak naik. Radiator panas yang digunakan untuk memanaskan ruang merupakan suatu contoh peranti praktis yang memindahkan kalor dengan konveksi bebas. Gerakan fluida dalam konveksi bebas, baik fluida gas maupun cair, terjadi karena gaya apung (bouyancy force) yang dialami apabila densitas fluida di dekat permukaan perpindahan kalor berkurang sebagai akibat proses pemanasan. Gaya apung ini tidak akan terjadi apabila fluida tidak mengalami suatu gaya dari luar yang dapat menghasilkan arus konveksi bebas lihat gambar.10. Gaya apung yang menyebabkan arus konveksi bebas disebut gaya badan (body forces). [3] Gambar.10 Konveksi natural yang terjadi pada telur panas [4] Untuk menentukan laju perpindahan panas konveksi dapat dilakukan berdasarkan teori perpindahan panas, dapat dituliskan sebagai berikut [3] : h Nu = k n = CRa (.9) Nu = Bilangan Nusselt h k = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m.K) = Konduktivitas thermal bahan (W/m.K) = Dimensi dari struktur (m) Ra = Bilangan Rayleigh n = 4 1 untuk aliran laminar dan 3 1 untuk aliran turbulen

15 Ra adalah bilangan Rayleigh yang ditentukan dari hasil perhitungan Grashof dan Prandtl. Ra = Gr Pr (.10) Nilai rata-rata koefisien konveksi natural perpindahan panas diperoleh dari pengembangan governing equation untuk konveksi bebas, dituliskan sebagai berikut : Gr g = β ( T T ) s v 3 (.11) c p µ Pr = (.1) k Gr = Bilangan Grashof (m/det ) g = Percepatan gravitasi (m/det ) β = Koefisien ekspensi volume, 1/K ( β =1/T untuk gas ideal) c p T s T v = Panas spesifik (kj/kg.k) = Temperatur permukaan (K) = Temperatur fluida ruangan (K) = Dimensi geometri (m) = Viskositas kinematic fluida (m /det) Bilangan Grashof merupakan bilangan tak berdimensi yang menggambarkan rasio gaya apung (buoyancy force) terhadap gaya kekentalan (viscous force) yang bekerja pada fluida. Kemudian, koefisien perpindahan panas konveksi bebas dapat diperoleh dari hubungan antara persamaan (.9) dan (.10) : 3 C. k ρ. g. β. h = T.Pr. µ n (.13) Pada persamaan (.9) dapat dikembangkan khusus untuk plat vertikal. Hubungan yang dapat dipakai untuk seluruh nilai Ra direkomendasikan oleh Churchill dan Chu dalam bentuk persamaan berikut :

16 1 6 0,387. Ra Nu = 0, (.14) 0,49 1 Pr Persamaan (.14) lebih kompleks, tetapi menghasilkan nilai yang lebih akurat. Untuk plat vertikal miring, maka nilai g dalam persamaan (.11) adalah g.cosθ, dimana nilai θ adalah sudut kemiringan dari sumbu y Radiasi Perpindahan panas radiasi adalah panas yang dipindahkan dengan cara memancarkan gelombang elektromagnetik. Berbeda dengan mekanisme konduksi dan konveksi, radiasi tidak membutuhkan medium perpindahan panas. Sampainya sinar matahari ke permukaan bumi adalah contoh yang paling jelas dari perpindahan panas radiasi. Persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung laju perpindahan panas radiasi antara permukaan plat dan lingkungannya adalah sebagai berikut [3] : 4 4 Q = ε. σ. A( T T ) (.15) r s Q r = aju perpindahan panas radiasi (W) ε = Emisivitas permukaan plat, nilainya 0-1 σ = Konstanta Boltzman 5, (W/m K 4 ) A = uas penampang perpindahan panas (m ) T s = Temperatur permukaan benda (K) T = Temperatur lingkungan (K).5. Analogi Perpindahan Massa (Difusi) dan Perpindahan Panas Perpindahan massa dapat dianalogikan dengan perpindahan panas. Massa yang berpindah (biasa disebut berdifusi) dapat dianggap sebagai panas dan tempat massa berdifusi akan disebut medium. Tidak seperti perpindahan panas, perpindahan massa hanya dibagi atas perpindahan massa konduksi dan

17 perpindahan panas konveksi, dengan kata lain tidak ada perpindahan massa radiasi. [3] Misalnya ada dinding bata yang membatasi kolam yang berisi air dan udara kering di sisi lainnya, seperti pada gambar.11. Zat yang berdifusi disini adalah air dan mediumnya adalah dinding yang terbuat dari batu bata. Pada gambar.11, sejumlah massa air dari permukaan kiri akan mengalir ke permukaan kanan tanpa diikuti aliran medium yaitu partikel-partikel batu bata sebagai mediumnya. Perpindahan massa ini persis seperti perpindahan panas konduksi yang diantara dinding logam yang berbeda suhunya. [3] Gambar.11 Perpindahan massa air secara konduksi melalui benda padat [3] Jika medium tempat berdifusi ikut mengalir akan disebut perpindahan massa konveksi. Salah satu bentuk perpindahan massa konveksi dapat dilihat pada gambar.1. Gambar.1 Perpindahan massa uap air secara konveksi dari permukaan ke aliran udara [3]

18 Pada gambar.1, sejumlah massa air akan mengalami evaporasi dan berdifusi ke dalam udara kering yang mengalir. Karena udara kering mengalir perpindahan massa ini disebut konveksi. Fenomena ini persis sama dengan proses perpindahan panas konveksi dari permukaan datar yang didinginkan dengan aliran udara luar. [3].5.1. Konsentrasi Telah disebutkan bahwa sebagai gaya pendorong (driving force) terjadinya perpindahan massa adalah konsentrasi. Ada beberapa cara mendefinisikan konsentrasi. Misalkan dalam sebuah ruang volume V hanya terdapat dua jenis zat A dan zat B. masing-masing massanya disebut ma dan m b dan jika dijumlahkan disebut m. Massa dan volume masing-masing zat ditampilkan pada gambar.13. Sebagai contoh jika udara dianggap hanya terdiri dari udara kering dan uap air atau komponen lainnya diabaikan. Maka zat A dapat dimisalkan sebagai udara dan zat B adalah uap air yang terkandung dalam udara. [3] Gambar.13 Zat A berdifusi dalam zat B (sebagai medium) dalam satuan volume [3] Pada gambar.13, konsentrasi dapat dinyatakan dalam dua jenis, yaitu konsentrasi dengan basis massa dan konsentrasi dengan basis mol, dijelaskan sebagai berikut : a. Konsentrasi Basis Massa Jika dinyatakan dengan basis massa, konsentrasi zat A di dalam ruang tersebut dapat dituliskan sebagai berikut [3] : m A ρ = A V (.16)

19 ρ = Kerapatan atau density (kg/m 3 ) m = Massa (kg) V = Volume (m 3 ) Dengan cara yang sama, konsentrasi untuk zat B juga dapat dirumuskan. Sementara konsentrasi total dapat dirumuskan dengan persamaan berikut : m ρ = = ρ A ρ B (.17) V Kesimpulan yang dapat diperoleh dari persamaan (.17) adalah konsentrasi zat merupakan penjumlahan konsentrasi masing-masing komponennya. Konsentrasi massa juga dapat dinyatakan dengan fraksi massa. Pada gambar (.13), konsentrasi zat A dalam bentuk fraksi massa dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut [3] : ρ A m w A A = = (.18) m ρ w = Fraksi massa m = Massa (kg) ρ = Kerapatan atau density (kg/m 3 ) b. Konsentrasi Basis Mol Adakalanya konsentrasi tidak dinyatakan dengan basis massa, tetapi dengan jumlah mol. Pada gambar.13, mol zat A, mol zat B, dan mol total masigmasing dinyatakan dengan N A, N B dan N. Maka konsentrasi masing-masing dalam basis mol dapat dinyatakan dengan persamaan berikut [3] : N A N B C A = dan C B = (.19) N N C = Konsentrasi mol (mol/m 3 ) N = Jumlah mol (mol)

20 Konsentrasi juga dapat dinyatakan dengan fraksi mol dan dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut [3] : y N = N A A = C C A y = Fraksi mol N = Jumlah mol (mol) C = Konsentrasi mol (mol/m 3 ) (.0) Kedua besaran yang disebutkan ini, konsentrasi basis massa dan konsentrasi basis mol, dapat dihubungkan dengan menggunakan parameter berat molekul, yang disimbolkan dengan MR. Persamaan ini dapat dituliskan sebagai berikut [3] : m N = MR N = Jumlah mol (mol) m = Massa (kg) MR = Berat molekul (kg/mol) (.1).6. Tinjauan Perpindahan Massa Perpindahan massa terjadi karena adanya perbedaan konsenrasi pada suatu medium. Proses perpindahan massa dan biasa disebut difusi massa (mass diffusion) sangat mirip dengan proses perpindahan panas, jika pada perpindahan panas dapat dijelaskan dengan hukum Fourier dimana perbedaan temperatur sebagai gaya pendorong (driving force), maka perpindahan massa dijelaskan dengan hukum Fick dengan perbedaan konsentrasi sebagai gaya pendorong. [3].6.1. Perpindahan Massa Konduksi Pada permukaan plat yang masing-masing mempunyai temperatur constant yang berbeda, permukaan A dan permukaan B, seperti yang ditampilkan pada gambar.6, perpindahan panas akan terjadi dari permukaan yang bertemperatur

21 lebih rendah. Hal yang sama akan terjadi pada plat yang mempunyai konsentrasi yang berbeda pada masing-masing permukaannya. Perpindahan massa akan terjadi dari permukaan yang mempunyai konsentrasi tinggi ke permukaan yang mempunyai konsentrasi lebih rendah. [3] Gambar.14 Perpindahan massa secara konduksi [3] Pada gambar.14, maka perpindahan massa dapat dihitung dengan menggunakan hukum difusi Fick atau biasa disebut Fick s aw of Diffusion, dalam basis mol dirumuskan dengan : ( C C ) dc N B = DA = DA d N = aju perpindahan massa (mol/det) D = Koeffisien difusi massa suatu zat pada mediumnya (m /det) A = uas penampang perpindahan massa (m ) A C A = Konsentrasi pada titik A (mol/m 3 ) C B = Konsentrasi pada titik B (mol/m 3 ) = Ketebalan dinding benda (m) (.) Bentuk persamaan laju perpindahan panas pada persamaan (.) dan laju perpindahan massa pada persamaan (.) adalah sama persis. Maka dapat disebutkan persamaan menghitung laju perpindahan massa sama bentuknya dengan persamaan menghitung laju perpindahan panas. [3] Karena konsentrasi dapat dinyatakan dengan beberapa bentuk, maka persamaan menghitung laju aliran massa dapat dinyatakan dalam beberapa bentuk. Variasi bentuk persamaan (.) jika dinyatakan dalam basis massa persamaannya menjadi [3] :

22 m evap dρ = DA = DA d ( ρ ρ ) A B (.3) Dalam bentuk fraksi massa dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : m evap = ρda dw d Dan dalam bentuk fraksi mol dapat dirumuskan dengan persamaan berikut : N = CDA dy d m evap = aju penguapan (kg/det) D = Koeffisien difusi massa suatu zat pada mediumnya (m /det) A = uas penampang perpindahan panas (m ) ρ = Massa jenis (kg/m 3 ) w y N = Fraksi massa = Fraksi mol = aju perpindahan massa (kmol/det) (.4) (.5). Koefisien Difusi Massa Salah satu pasangan zat yang paling banyak aplikasinya adalah uap air dan udara. Secara khusus persamaan koefisien difusi massa pasangan ini telah dirumuskan oleh Marrero dan Mason (197). Persamaan ini hanya berlaku untuk interval suhu 80K < T < 450K dan dapat dituliskan sebagai berikut [3] : D air udara = air udara 1, T P,07 D = Koeffisien difusi massa air pada udara dan sebaliknya (m /s) T = Temperatur (K) P = Tekanan (atm) (.6) 3. Konsentrasi di Bidang Batas Meskipun bentuk persamaan dan teknik-teknik penyelesaian kasus perpindahan massa sama dengan perpindahan panas, tetapi jika dibandingkan,

23 analisis kasus perpindahan massa lebih rumit daripada kasus pepindahan panas. Hal ini dikarenakan teknik menentukan nilai konsentrasi di bidang batas berbeda. Pada kasus-kasus perpindahan panas yang melibatkan dua medium, temperatur pada bidang batas bersifat kontinu. Artinya tepat di bidang batas temperatur pada kedua medium bernilai sama. Misalnya ada dua medium seperti yang ditampilkan pada gambar.15, medium 1 adalah udara, dan medium adalah air. Pada pertemuan bidang, misalkan temperaturnya adalah temperatur batas disimbolkan dengan T. Maka T 1 adalah temperatur batas di sisi medium 1 dan T adalah temperatur batas di sisi medium. Maka, pada bidang batas ini T 1 pasti sama dengan T, atau T 1 = T. Dengan fakta ini, menentukan nilai temperatur bidang batas tidak ada masalah karena temperatur bersifat kontinu. [3] Pada kasus perpindahan massa hal ini tidak berlaku dan perlu penanganan khusus untuk menentukannya. Sebagai ilustrasi, pada gambar.15 ditampilkan konsentrasi di bidang batas C 1 dan C, artinya masing-masing adalah konsentrasi uap air di bidang batas sisi udara dan konsentrasi air di bidang batas sisi air. Pada kasus ini, nilai C 1 dan C tidak sama (C 1 C ). Grafik yang menyatakan hubungan antara konsentrasi dan posisi vertikal pada pertemuan medium ditampilkan pada gambar.15, dapat dilihat adanya lompatan konsentrasi di permukaan dari C 1 menjadi C. Jika hanya zat yang ada air, atau kandungan zat lain yang terlarut di dalam air diabaikan, maka konsentrasi dipermukaan (C 1 ) harus menggunakan kesetimbangan termodinamika. [3] Gambar.15 Temperatur dan konsentrasi pada bidang batas dua medium [3] 4. Kasus Perpindahan Massa Uap Cairan Berdifusi ke Gas. Salah satu kasus difusi yang banyak aplikasinya adalah, suatu zat berubah fasa dari fasa cair dan berdifusi ke dalam gas. Misalkan cairan zat menguap dan

24 berdifusi ke medium 1, seperti yang ditunjukkan pada gambar.16. Variasinya, bisa saja zat cairan murni atau campuran dengan cairan lainnya. Kasus yang sedang dibahas disini adalah uap zat berdifusi pada medium 1. Maka agar bisa melakukan perhitungan nilai batas konsentrasi uap zat di permukaan medium 1 yang berbatasan dengan zat harus ditentukan. Kasus ini dapat digunakan memodelkan proses penguapan dari permukaan air dan uap yang terbentuk berdifusi ke udara. [3] Gambar.16 Uap cairan berdifusi ke dalam gas [3] Perhitungan konsentrasi di bidang batas disini akan dimulai dengan tekanan parsial. Misalkan tekanan parsial uap zat dipermukaan medium 1 yang berbatasan dengan zat adalah P. Tekanan ini dapat dihitung dengan menggunakan hukum Raoult, yaitu : P = P, sat P,sat = Tekanan uap saturasi medium (Pa) (.7) P = Fraksi mol zat di larutan dimana zat berada. = 1 apabila zat adalah zat murni. = Tekanan parsial uap zat (Pa) Dengan mengetahui tekanan parsial uap zat (P ), maka fraksi massa atau fraksi mol zat dipermukaan medium 1 yang berbatasan dengan zat dapat dihitung dengan persamaan berikut [3] : w = y s, 1 s,1 = P (.8) P

25 w s,1 = Fraksi massa dipermukaan pada medium 1 y s,1 = Fraksi mol dipermukaan pada medium 1 P = Tekanan total permukaan.6.. Perpindahan Massa Konveksi Persamaan perpindahan massa akibat adanya aliran mediumnya dapat dirumuskan dengan menggunakan hukum kekekalan massa. Untuk kasus dimensi tidak ada sumber massa dapat dituliskan dengan persamaan berikut [3] : C C C u v t y C = D C D y y (.9) Dimana u dan v, masing-masing adalah kecepatan fluida/medium tempat berdifusi searah sumbu- dan sumbu-y. [3] Persamaan (.9) ini dan persamaan momentum harus diselesaikan secara simultan untuk mendapatkan parameter yang diinginkan. Jika dilakukan perbandingan dengan persamaan energi, persamaan ini mempunyai bentuk yang sama. Maka metode penyelesaian yang sama dapat dilakukan dan bentuk hasilnya akan sama. Perbedaannya hanya pada parameter tanpa dimensi yang digunakan. Misalnya pada persamaan energi dikenal bilangan Prandtl. v Pr = (.30) α Dimana v = µ ρ [m /det] adalah viskositas kinematik dan α = k ρ. c adalah difusivitas thermal. Sementara pada perpindahan massa bilangan ini diganti dengan bilangan Schmidt. Sc = v D (.31) Dimana D [m /det] adalah difusivitas massa. Bilangan tanpa dimensi yang digunakan untuk menghubungkan persamaan energi dan persamaan difusivitas adalah bilangan ewis. Sc α e = = Pr D (.3)

26 Kemudian jika pada perpindahan panas konveksi bilangan Nusselt untuk merumuskan koefisien perpindahan panas, maka pada perpindahan massa menggunakan bilangan Sherwood. Rumus bilangan Nusselt adalah : h Nu = k (.33) Dimana h [W/m.K] adalah koefisien perpindahan panas konveksi, k [W/m.K] adalah koefisien konduksi dan [m] adalah panjang karakteristik. Maka rumus bilangan Sherwood akan mempunyai bentuk yang sama, yaitu : hm Sh = D Dimana (.34) h m [m/s] adalah koefisien perpindahan massa konveksi, [m] adalah panjang karakteristik dan D [m /det] adalah difusivitas massa. Bilangan tanpa dimensi berikutnya yang dapat digunakan adalah bilangan Stanton, untuk kasus perpindahan panas didefinisikan sebagai berikut : h Nu St = = ρ. Uc Re.Pr (.35) Dengan menggunakan analogi yang sama, untuk kasus perpindahan massa bilangan Stanton adalah : St m hm = = U Sh Re. Sc (.36) 1. Rumus-rumus konveksi perpindahan massa dan perpindahan panas Persamaan menghitung laju perpindahan panas konveksi dari suatu permukaan seluas A dengan temperatur T s ke lingkungan yang mempunyai temperatur T dapat dirumuskan dengan persamaan [3] : ( ) Q = ha Ts T (.37) Dengan analogi yang sama, perpindahan massa dapat dirumuskan dengan persamaan : m evap m evap ( ) = h A ρ m ρ s = aju penguapan (kg/det) (.38)

27 h m = Koefiesien perpindahan massa konveksi (m/det) A = uas penampang perpindahan panas (m ) ρ s = Massa jenis pada permukaan benda (kg/m 3 ) ρ = Massa jenis fluida yang mengalir (kg/m 3 ) Seperti yang telah dirumuskan pada persamaan-persamaan menghitung bilangan Nu dapat diambil kesimpulan bahwa : Nu = f (Re, Pr) (.39) Maka persamaan bilangan Sherwood adalah : Sh = f (Re,Sc) (.40) Untuk beberapa kasus, analogi ini dapat dituliskan sebagai berikut : Konveksi paksa melalui plat datar sepanjang 5 (a) Aliran laminar ( Re < 510 ) 0,5 1 3 Nu = 0,664 Re Pr Pr > 0,6 (.41) Sc 0,5 1 3 = 0,664 Re Sc Sc > 0,5 (.4) 5 7 (b) Aliran turbulen ( 5 10 Re < 10 ) 0,7 1 3 Nu = 0,037 Re Pr Pr > 0,6 (.43) Sc 0,8 1 3 = 0,037 Re Sc Sc > 0,5 (.44). Perpindahan Massa Konveksi natural Seperti sudah disebutkan, jika konveksi paksa didorong oleh bilangan Reynolds maka konveksi natural oleh bilangan Grashof. Pada kasus perpindahan massa dengan cara konveksi natural, bilangan Grashof dirumuskan sebagai berikut [3] : Gr = ( ) g ρ ρ s v 3 c (.45) Beberapa hubungan bilangan Nu dan bilangan Sh pada perpindahan massa konveksi natural adalah sebagai berikut :

28 (a) Plat vertikal 5 Untuk 10 Pr < 10 yang sama berlaku : 9 Gr berlaku ( ) 0, 5 ( ) 0, 5 Sh = 0,59 GrSc Untuk 10 < Nu = 0,59 Gr Pr 9 13 Gr Pr 10 berlaku, ( ) 1 3 yang sama berlaku : ( ) 1 3 Sh = 0,1 GrSc Nu = 0,1 Gr Pr (b) Permukassn panas pada bagian atas pada bidang horizontal 4 Untuk 10 Pr < 10 yang sama berlaku : 7 Gr berlaku ( ) 0, 5 ( ) 0, 5 Sh = 0,54 GrSc 7 Untuk 10 Pr < 10 yang sama berlaku : Nu = 0,54 Gr Pr 11 Gr berlaku, ( ) 1 3 ( ) 1 3 Sh = 0,15 GrSc Nu = 0,15 Gr Pr, maka dengan syarat (.46), maka dengan syarat (.47), maka dengan syarat (.48), maka dengan syarat (.49) 3. Analogi Reynold ( Pr Sc 1) Sebagai catatan, pada kasus perpindahan panas konveksi, penyelesaian persamaan pembentuk aliran dan persamaan energi menghasilkan dua parameter yang saling terpisah. [3] Parameter pertama adalah faktor gesekan (f) yang befungsi menghitung gaya gesek/drag pada permukaan yang mengalami konveksi. Parameter yang kedua adalah koefisien perpindahan panas konveksi (h) untuk menghitung laju perpindahan panas. Selalu ada usaha untuk mnggabungkan kedua parameter ini, tujuannya adalah jika f sudah didapat maka dapat dikonversikan menjadi h. Pada bagian ini, parameter berikutnya yang akan digabungkan adalah h m. [3] Usaha menggabungkan ketiga parameter ini untuk fluida khusus Pr Sc 1 disebut analogi Reynolds. Fluida khusus ini berlaku untuk fluida seperti udara dimana bilangan Pr = 0,7 atau bisa dianggap dekat dengan 1. Dengan syarat khusus ini, maka akan berlaku : v = α = D dan Pr = Sc = e = 1 (.50)

29 Arti fisik dari persamaan (.50) adalah lapisan batas hidrodinamik, lapisan batas termal, dan lapisan batas massa akan berimpit. Persamaan yang berlaku adalah : f f U h hm Re = Nu = Sh atau = = v k D Atau dapat juga dituliskan dengan persamaan berikut : f Nu Sh f = = atau = St = St m Re Pr Re Sc (.51) (.5) 4. Analogi Chilton Colburn ( Pr Sc 1) Bagi fluida yang mempunyai sifat Pr Sc 1, Chilton dan Colburm (1943) mengajukan persamaan berikut [3] : f 3 3 = St Pr = StmSc (.53) Dengan menggunakan analogi ini, maka koefisien perpindahan massa dan perpindahan panas dapat dihubungkan menjadi persamaan berikut : St St m Pr = Sc 3 Atau jika dikembangkan lagi, maka persamaan (.5) menjadi sebagai berikut : (.54) h hm 3 3. Sc α = ρ c = ρ. cp. = ρ. cp. Pr D e 3 ρ = Massa jenis fluida kerjanya (kg/m 3 ) (.55) cp = Kapasitas panas (J/kg.K) e = Bilangan ewis Persamaan (.55) sering digunakan untuk menghitung perpindahan massa dengan mengambil parameter dari perpindahan panas. aju penguapan dapat dihitung dengan menggunakan konveksi massa dari permukaan ke udara yang dirumuskan sebagai berikut [3] : m ( ρ ρ ) evap = hm A v, s v, m evap = aju penguapan (kg/det) (.56)

30 A = uas permukaan terjadi penguapan (m ) ρ v,s = Massa jenis permukaan benda (kg/m 3 ) ρ v, = Massa jenis fluida yang mengalir (kg/m 3 ) Sedangkan setiap proses penguapan air pasti menyerap sejumlah panas, dapat dihitung dengan persamaan sebgai berikut [3] : Q = m. h (.57) l evap Q = Panas laten (W) fg h fg = Panas laten penguapan air (J/kg).7. Psikometrik Psikometrik merupakan sub-bidang yang khusus mempelajari tentang sifat-sifat thermofisik campuran udara dan uap air. Dikarenakan pada penelitian ini menggunakan udara sebagai medium perpindahan panas, maka sifat-sifat termodinamik pada udara harus diperhitungkan. [1].7.1. Rasio Humiditas (Humidity Ratio) Karena udara adalah gabungan udara kering dan uap air yang terkandung pada udara, maka humidity ratio adalah perbandingan massa uap air (m w ) dan massa udara (m a ), yang dirumuskan sebgai berikut [1] : m w = m w a w = Humidity Ratio (kg uap air/kg udara) m w = Jumlah massa uap air (kg uap air) (.58) m a = Jumlah massa udara (kg udara) Dengan menggunakan persamaan gas ideal dan hukum Dalton, yang merumuskan hubungan antara kandungan gas dengan tekanan parsial gas, maka rasio humiditas dapat juga dinyatakan dengan persamaan berikut [1] :

31 w =, 6198 w 0 (.59) w p w p atm p p w = Humidity Ratio (kg uap air/kg udara) = Tekanan parsial uap air (Pa) p atm = Tekanan atmosfer (Pa).7.. Humiditas Relatif (Relative Humidity, RH) RH adalah perbandingan fraksi mol uap air pada udara dengan fraksi mol uap air saat jika udara tersebut mengalami saturasi. Berdasarkan defenisi ini, persamaan untuk menghitung RH adalah [1] : mol RH = mol uap uap, sat (.60) Dengan menguraikan defenisi fraksi mol dan persamaan gas ideal, RH dapat juga didefinisikan sebagai berikut [1] : p RH = p w ws RH = Relative Humidity p w = Tekanan parsial uap air (Pa) p ws = Tekanan uap saat terjadi saturasi (Pa) (.61) Pada penelitian ini, tekanan uap saturasi merupakan fungsi temperatur dan dapat dihitung dengan persamaan yang diusulkan oleh Hyland dan Weler, dapat dituliskan sebagai berikut [1] : C1 3 ln( p ws ) = C C3T C4T C5T C6 ln( T T p ws = Tekanan uap saat terjadi saturasi (Pa) T = Temperatur udara (K) ) (.6)

32 Konstanta pada persamaan (.6) dapat dilihat pada tabel.1 Tabel.1 Konstanta untuk persamaan Hyland dan Weler [1] C -5, C -1, C -4, C 4 4, C 5-1, C 6, Humiditas Spesifik Humiditas spesifik merupakan jumlah kandungan uap air yang terdapat pada udara dalam campuran. Dapat dirumuskan sebagai berikut [1] : w = (.63) 1 w w h O.8. Computational Fluid Dynamics (CFD) Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah suatu cabang dari mekanika fluida yang menggunakan metode numerik untuk menyelesaikan dan menganalisa elemen-elemen yang akan disimulasikan. Pada proses ini, komputer diminta untuk menyelesaikan perhitungan-perhitungan numerik dengan cepat dan akurat. Prinsip kerja pada CFD adalah model yang akan kita simulasikan berisi fluida akan dibagi menjadi beberapa bagian atau elemen. Elemen-elemen yang terbagi tersebut merupakan sebuah kontrol perhitungan yang akan dilakukan oleh software selanjutnya elemen diberi batasan domain dan boundry condition. Prinsip ini lah yang banyak digunakan pada proses perhitungan dengan menggunakan bantuan komputasi. [3].8.1. Penggunaan CFD CFD dalam aplikasinya dipergunakan diberbagai bidang antara lain : 1. Pada bidang teknik

33 a. Mendesain ruang atau lingkungan yang aman dan nyaman. b. Mendesain aerodinamis kendaraan agar menghemat konsumsi bahan bakar c. Mendesain performa pembakaran pada piston kendaraan. Pada bidang olahraga a. Menghitung kekuatan dan kecepatan pada tiap cara tendangan pada sepakbola b. Menganalisa aerodinamis pada sepatu bola 3. Pada bidang kedokteran a. Menganalisa peredaran udara pada pasien yang mengalami penyakit sinusitis.8.. Manfaat CFD Terdapat tiga hal yang menjadi alasan kuat menggunakan CFD, yakni : 1. Insight-Pemahaman mendalam Ketika melakukan desain pada sebuah sistem atau alat yang sulit untuk dibuat prototype-nya atau sulit untuk dilakukan pengujian, analisis CFD memungkinkan untuk menyelinap masuk secara virtual ke dalam alat/sistem yang akan dirancang tersebut.. Foresight-Prediksi menyeluruh CFD adalah alat untuk memperidiksi apa yang akan terjadi pada alat/sistem, dan CFD dapat mengubah-ubah kondisi batas (variasi kondisi batas). 3. Efficiency-Efisiensi waktu dan biaya Foresight yang diperoleh dari CFD sangat membantu untuk mendesain lebih cepat dan hemat uang. Analisis/simulasi CFD akan memperpendek waktu riset dan desain sehingga juga akan mempercepat produk untuk sampai pasaran Metode Diskritisasi CFD Secara matematis CFD mengganti persamaan-persamaan diferensial parsial dari kontinuitas, momentum dan energi dengan persamaan-persamaan aljabar linear. CFD merupakan pendekatan dari persoalan yang asalnya kontinum (memiliki jumlah sel tak terhingga) menjadi model yang diskrit (jumlah sel terhingga). [3]

34 Perhitungan/komputasi aljabar untuk memecahkan persamaan-persamaan diferensial parsial ini ada beberapa metode (metode diskritisasi), diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Finite Volume Method (FVM) Metode ini adalah pendekatan yang umum digunakan dalam CFD, persamaan yang mengatur diselesaikan melalui volume kontrol diskrit. Metode volume terbatas menyusun kembali persamaan diferensial parsial yang mengatur (biasanya persamaan Navier-Stokes) dalam bentuk konservatif, dan kemudian discretize persamaan baru. [3]. Finite Element Method (FEM) Digunakan dalam analisis struktural dari padatan, tetapi juga berlaku untuk cairan. Namun, formulasi FEM membutuhkan perawatan khusus untuk memastikan solusi konservatif. Perumusan FEM telah diadaptasi untuk digunakan dengan dinamika fluida yang mengatur persamaan. Meskipun FEM harus hati-hati dirumuskan untuk menjadi konservatif, jauh lebih stabil dibandingkan dengan pendekatan volume terbatas. [3] 3. Finite Difference Method (FDM) Memiliki sejarah penting dan sederhana untuk program. Hal ini hanya digunakan dalam beberapa kode khusus. Modern Kode beda hingga menggunakan sebuah batas tertanam untuk menangani geometri yang kompleks, membuat kodekode yang sangat efisien dan akurat. Cara lain untuk menangani geometri termasuk penggunaan tumpang tindih grid, dimana solusinya adalah interpolated di jaringan masing-masing. [3] Metode diskritisasi yang dipilih umumnya menentukan kestabilan dari program numerik/cfd yang dibuat atau program software yang ada. Oleh karenanya, diperlukan kehati-hatian dalam cara mendiskritkan model khususnya cara mengatasi bagian yang kosong atau diskontinu. [3].9. Persamaan Umum untuk Aliran Fluida Persamaan pembentuk aliran fluida dikenal dengan istilah governing equations. Untuk dapat membangun persamaan aliran fluida ini, maka fluida

35 harus dibagi atas sejumlah elemen elemen kecil yang pergerakkannya harus memenuhi hukum hukum fisika. [3] Hukum hukum fisika yang menjelaskan aliran fluida dan distribusi temperatur ada 3 yaitu: 1. Hukum kekekalan massa. Hukum kekekalan momentum 3. Hukum kekekalan energi 1. Hukum kekekalan massa (The conservation of mass) Pada prinsipnya fluida dan aliran fluida dapat dianggap tersusun atas elemen elemen kecil. Misalkan dari fluida,satu elemen yang ukurannya δ dan δ y (pada kasus dimensi δ z = 1) diambil untuk dianalisis dan ditampilkan pada gambar.17. Jika massa jenis fluida adalah ρ (kg/m 3 ) dan kecepatan fluida sejajar sumbu- adalah u, maka massa fluida yang masuk pada permukaan elemen disebelah kiri dapat dituliskan : kanan menjadi : ( ρu ( ρu ) δ) δy ρ uδy. Sementara yang keluar dar permukaan. Hal yang sama juga dapat dibuat untuk permukaan sebelah bawah dan atas elemen. Selengkapnya ditunjukkan pada gambar.17. Gambar.17 Kekekalan massa pada elemen dua dimensi [3] Hukum kelestarian massa dapat didefenisikan sebagai berikut : aju pertambahan massa Massa yang masuk di di permukaan elemen = - Massa yang keluar di permukaan elemen permukaan elemen Hukum ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

36 M t = m in out m (.64) Jika masing masing dijabarkan menurut simbol yang ditampilkan pada gambar, maka akan diperoleh persamaan sebagai berikut : t ρu ρv y ( ρδδy) = ρuδy ρvδ ρu δ δy ρv δy δ Penyederhanaan persamaan ini akan menjadi : ρ t ( ρu) ( ρv) y = 0 (.65) (.66) Persamaan (.66) masih dapat disederhanakan lagi dengan menggunakan asumsi. Asumsi pertama adalah kondisi aliran yang dibahas apakah steadi atau transien. Jika aliran masih berubah terhadap perubahan waktu akan disebut sebagai aliran transien sementara jika sudah tidak berubah lagi akan disebut sebagai aliran steadi. Dengan kata lain parameter tidak berubah lagi terhadap waktu. Asumsi berikutnya yang biasa digunakan adalah fluida inkompressibel yaitu massa jenisnya tidak berubah didalam fluida ρ t = 0. Untuk kasus steadi dan inkompressible, persamaan ini akan menjadi : u v = 0 (.67) y Persamaan yang dihasilkan dari hukum kekekalan massa ini sering juga disebut dengan persamaan kontinuitas. Persamaan ini sangat jarang digunakan secara terpisah, tetapi harus bersama-sama dengan persamaan momentum dan persamaan energi. [3]. Hukum Kekekalan Momentum Hukum ini sering juga disebut dengan hukum kedua Newton dan untuk kasus dimensi harus dijabarkan pada masing masing sumbu- dan sumbu y. Hukum kedua Newton pada arah sumbu- dapat dituliskan dengan persamaan berikut : F = m. a (.68)

37 F = Resultan gaya-gaya (N) a = Percepatan yang sejajar sumbu (m /det) Untuk kasus dua dimensi, gaya-gaya yang terdapat pada elemen fluida antara lain akibat tegangan normal, tegangan geser, tekanan dan gaya badan (body force) ditampilkan pada gambar.18. Gambar.18 Komponen gaya sejajar sumbu- pada elemen dimensi [3] Dengan mensubstitusi semua gaya pada gambar dan menggunakan defenisi percepatan a = Du Dt, persamaan (.68) dapat dijabarkan sebagai berikut : p p p δ δy σ f ρδδy = Du m Dt σ δ σ δy τ y τ y y δy τ y (.69) Persamaan ini dapat disederhanakan lagi dan massa dapat diganti dengan persamaan m = ρδδy, dan hasilnya adalah : Du p = Dt σ y ρ τ y ρf (.70) Untuk fluida Newtonian, persamaan (.70) dapat disederhanakan menjadi sebagai berikut : ρu ρuu ρuv t y p u u = µ y (.71)

38 Jika fluida yang dianalisis dalam kondisi steadi dan sifat fisik konstan, persamaan momentum ini dapat ditulis lebih sederhana lagi yaitu sebagai berikut : u v 1 p µ u u u v = (.7) y ρ ρ y Dan dengan cara yang sama untuk sumbu y, dapat diturunkan dan hasilnya adalah: u v 1 p µ v v u v = y ρ y ρ y p = Tekanan (Pa) (.73) µ = Viskositas (N.det/m ) 3. Hukum kekekalan energi Defenisi hukum kelestarian energi dituliskan sebagai berikut: = aju selisih panas masuk dan keluar aju perubahan energi dalam suatu elemen fluida Kerja yang dilakukan pada elemen Bentuk matematis dari hukum kelestarian energi dituliskan sebagai berikut : E = Q W (.74) E = aju perubahan energi (W) Q = Selisih laju perpindahan panas (W) W = Kerja (W) Komponen-komponen kerja dan panas pada satu elemen fluida ditampilkan pada gambar.19. Gambar.19 Komponen kerja dan panas pada sebuah elemen [3]

39 Pada gambar.19, hanya gaya-gaya sejajar sumbu yang digambarkan. Gaya-gaya tersebut adalah : tekanan ( p ), tegangan normal ( ) ( τ ) dan gaya badan/body force ( f ) σ, tegangan geser. Dengan cara yang sama, gaya-gaya yang sejajar sumbu y dapat digambarkan. Tetapi untuk menyederhanakan penampilan, gaya-gaya ini tidak digambarkan. Sementara, semua aliran perpindahan panas yang sejajar sumbu dan sumbu y digambarkan secara lengkap pada gambar tersebut. [3] Dengan menggunakan defenisi bahwa laju kerja adalah gaya dikalikan dengan kecepatan, W = F u, maka akan didapatkan persamaan berikut : W s up = up up δ δy uσ uσ δ uσ uτ y uτ y δy uτ y δ uρf δδy (.75) y δy Volume dari elemen tersebut dapat dirumuskan dengan δ V = δδy. Jika dioperasikan dan disederhanakan, akan didapatkan persamaan berikut : W = ( up) ( uσ ) ( uτ y ) y uρf δv (.76) Dengan cara yang sama, laju kerja oleh gaya-gaya yang sejajar dengan sumbu y dapat dirumuskan dengan persamaan berikut : W y = y ( vp) ( vτ y ) ( vσ yy ) y vρf y δv (.77) angkah selanjutnya adalah mendefenisikan aliran panas pada masingmasing permukaan elemen. Ada dua sumber panas yang mungkin pada elemen fluida, yaitu : pertama, panas yang dibangkitkan di dalam elemen, misalnya jika ada pemanas listrik atau reaksi kimia di dalam elemen dan kedua, perpindahan panas akibat konduksi dari masing-masing permukaan. Jika dijabarkan, maka akan didapatkan persamaan berikut :

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 KAJIAN NUMERIK DAN EKSPERIMENTAL PROSES PERPINDAHAN PANAS DAN PERPINDAHAN MASSA PADA PENGERINGAN SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ARY SANTONY NIM. 090401003

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI Oleh ILHAM AL FIKRI M 04 04 02 037 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI Oleh IRFAN DJUNAEDI 04 04 02 040 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan 134 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan Prinsip dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau penguapan kadar air oleh

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem merupakan sekumpulan obyek yang saling berinteraksi dan memiliki keterkaitan antara satu obyek dengan obyek lainnya. Dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perancangan bangunan. Sebuah bangunan seharusnya dapat mengurangi pengaruh iklim

Lebih terperinci

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola Perpindahan Panas Konveksi Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola Pengantar KONDUKSI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI RADIASI Perpindahan Panas Konveksi Konveksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving PERPINDAHAN PANAS Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving force/resistensi Proses bisa steady

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar BAB NJAUAN PUSAKA Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar 150.000.000 km, sangatlah alami jika hanya pancaran energi matahari yang mempengaruhi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI II DSR TEORI 2. Termoelektrik Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 82 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara kedua

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 009 DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mesin Pendingin Mesin pendingin adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mendinginkan air, atau peralatan yang berfungsi untuk memindahkan panas ke suatu tempat yang temperaturnya

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA IV. KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA 4.1. Penelitian Sebelumna Computational Fluid Dnamics (CFD) merupakan program computer perangkat lunak untuk memprediksi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN KAJIAN KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI ALAMIAH PADA SALURAN PERSEGI EMPAT BERBELOKAN TAJAM OLEH Prof. DR. Ir. Ahmad Syuhada, M.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat BAB II DASAR TEORI 2.. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat tersebut. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Pasteurisasi susu, jus, dan lain sebagainya. Pendinginan buah dan sayuran Pembekuan daging Sterilisasi pada makanan kaleng Evaporasi Destilasi Pengeringan Dan lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nutrient Film Technique (NFT) Nutrient film technique (NFT) merupakan salah satu tipe spesial dalam hidroponik yang dikembangkan pertama kali oleh Dr. A.J Cooper di Glasshouse

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING Bambang Setyoko, Seno Darmanto, Rahmat Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik UNDIP Jl. Prof H. Sudharto, SH, Tembalang,

Lebih terperinci

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Hukum Kekekalan Massa Hukum kekekalan massa atau dikenal juga sebagai hukum Lomonosov- Lavoiser adalah suatu hukum yang menyatakan massa dari suatu sistem tertutup akan konstan

Lebih terperinci

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8 Faris Razanah Zharfan 06005225 / Teknik Kimia TUGAS. MENJAWAB SOAL 9.6 DAN 9.8 9.6 Air at 27 o C (80.6 o F) and 60 percent relative humidity is circulated past.5 cm-od tubes through which water is flowing

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar Pengeringan Dari sejak dahulu pengeringan sudah dikenal sebagai salah satu metode untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak Firman Jaya OUTLINE PENGERINGAN PENGASAPAN PENGGARAMAN/ CURING PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN

Lebih terperinci

Menurut Brennan (1978), pengeringan atau dehidrasi didefinisikan sebagai pengurangan kandungan air oleh panas buatan dengan kondisi temperatur, RH, da

Menurut Brennan (1978), pengeringan atau dehidrasi didefinisikan sebagai pengurangan kandungan air oleh panas buatan dengan kondisi temperatur, RH, da BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dehumidifier Dehumidifier adalah perangkat yang menurunkan kelembaban dari udara. Alat ini menggunakan kipas untuk menyedot udara lembab, yang berhembus menyeberangi serangkaian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kolektor Surya Pelat Datar Duffie dan Beckman (2006) menjelaskan bahwa kolektor surya adalah jenis penukar panas yang mengubah energi radiasi matahari menjadi panas. Kolektor surya

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric) BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Modul termoelektrik adalah sebuah pendingin termoelektrik atau sebagai sebuah pompa panas tanpa menggunakan komponen bergerak (Ge dkk, 2015, Kaushik dkk, 2016). Sistem pendingin

Lebih terperinci

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi Pengeringan Shinta Rosalia Dewi SILABUS Evaporasi Pengeringan Pendinginan Kristalisasi Presentasi (Tugas Kelompok) UAS Aplikasi Pengeringan merupakan proses pemindahan uap air karena transfer panas dan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi pada benda atau material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga tercapainya kesetimbangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

Nama : Maruli Tua Sinaga NPM : 2A Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing :Dr. Sri Poernomo Sari, ST., MT.

Nama : Maruli Tua Sinaga NPM : 2A Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing :Dr. Sri Poernomo Sari, ST., MT. KAJIAN EKSPERIMEN ENERGI KALOR, LAJU KONVEKSI, dan PENGURANGAN KADAR AIR PADA ALAT PENGERING KERIPIK SINGKONG Nama : Maruli Tua Sinaga NPM : 2A413749 Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri

Lebih terperinci

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8 Faris Razanah Zharfan 1106005225 / Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8 19.6 Air at 27 o C (80.6 o F) and 60 percent relative humidity is circulated past 1.5 cm-od tubes through which water

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

Macam-macam Pengering. TBM ke 9

Macam-macam Pengering. TBM ke 9 Macam-macam Pengering TBM ke 9 Pengeringan adalah proses pengeluaran air dari suatu bahan dengan menggunakan energy panas sehingga kadar air dalam bahan menurun. Dalam proses pengeringan biasanya disertai

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB Pendahuluan Dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak didapati penggunaan energi dalambentukkalor: Memasak makanan Ruang pemanas/pendingin Dll. TUJUAN INSTRUKSIONAL

Lebih terperinci

...(2) adalah perbedaan harga tengah entalphi untuk suatu bagian. kecil dari volume.

...(2) adalah perbedaan harga tengah entalphi untuk suatu bagian. kecil dari volume. Cooling Tower Menara pendingin adalah suatu menara yang digunakan untuk mendinginkan air pendingin yang telah menjadi panas pada proses pendinginan, sehingga air pendingin yang telah dingin itu dapat digunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dan Peralatan Pengering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dan Peralatan Pengering BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dan Peralatan Pengering Prinsip dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau penguapan kadar air oleh udara

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antarmolekul

Lebih terperinci

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB PENGERINGAN 1 DEFINISI Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas m.o.

Lebih terperinci

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan MEKANISME By : Dewi Maya Maharani Pengeringan Prinsip Dasar Pengeringan Proses pemakaian panas dan pemindahan air dari bahan yang dikeringkan yang berlangsung secara serentak bersamaan Konduksi media Steam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X Contoh soal kalibrasi termometer 1. Pipa kaca tak berskala berisi alkohol hendak dijadikan termometer. Tinggi kolom alkohol ketika ujung bawah pipa kaca dimasukkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini dibahas tentang dasar-dasar teori yang digunakan untuk mengetahui kecepatan perambatan panas pada proses pasteurisasi pengalengan susu. Dasar-dasar teori tersebut meliputi

Lebih terperinci

PENDINGIN TERMOELEKTRIK

PENDINGIN TERMOELEKTRIK BAB II DASAR TEORI 2.1 PENDINGIN TERMOELEKTRIK Dua logam yang berbeda disambungkan dan kedua ujung logam tersebut dijaga pada temperatur yang berbeda, maka akan ada lima fenomena yang terjadi, yaitu fenomena

Lebih terperinci

Helbert, Tulus Burhanuddin Sitorus Universitas Sumatera Utara

Helbert, Tulus Burhanuddin Sitorus Universitas Sumatera Utara RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN MESIN PENDINGIN DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL 96% SEBAGAI REFRIGERAN Helbert, Tulus Burhanuddin Sitorus Universitas Sumatera Utara QuasWeX@hotmail.com ABSTRAK Penggunaan mesin

Lebih terperinci

METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL

METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan tahap sarjana pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka Ristiyanto (2003) menyelidiki tentang visualisasi aliran dan penurunan tekanan setiap pola aliran dalam perbedaan variasi kecepatan cairan dan kecepatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Panas merupakan suatu bentuk energi yang ada di alam. Panas juga merupakan suatu energi yang sangat mudah berpindah (transfer). Transfer panas disebabkan oleh adanya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE... JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv... vi DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR GRAFIK...xiii DAFTAR TABEL... xv NOMENCLATURE... xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan

Lebih terperinci

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI BAB VI FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI VI.1 Pendahuluan Sebelumnya telah dibahas pengetahuan mengenai konversi reaksi sintesis urea dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Lebih terperinci

Fisika Dasar I (FI-321)

Fisika Dasar I (FI-321) Fisika Dasar I (FI-321) Topik hari ini (minggu 15) Temperatur Skala Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor dan Energi Internal Kalor Jenis Transfer Kalor Termodinamika Temperatur? Sifat Termometrik?

Lebih terperinci

Rancang Bangun Oven Untuk Proses Pengeringan Kulit Ikan

Rancang Bangun Oven Untuk Proses Pengeringan Kulit Ikan Rancang Bangun Oven Untuk Proses Pengeringan Kulit Ikan Denny M. E. Soedjono, Joko Sarsetiyanto 2, Dedy Zulhidayat Noor 3, Eddy Widiyono 4 Program Studi D3 Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut

Lebih terperinci

Konduksi Mantap 2-D. Shinta Rosalia Dewi

Konduksi Mantap 2-D. Shinta Rosalia Dewi Konduksi Mantap 2-D Shinta Rosalia Dewi SILABUS Pendahuluan (Mekanisme perpindahan panas, konduksi, konveksi, radiasi) Pengenalan Konduksi (Hukum Fourier) Pengenalan Konduksi (Resistensi ermal) Konduksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mesin pendingin BAB II TINJAUAN PUSTAKA Mesin pendingin merupakan mesin yang berfungsi untuk memindahkan panas dari lingkungan bersuhu rendah ke lingkungan bersuhu tinggi. Mesin pendingin dapat dibayangkan

Lebih terperinci

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 P A R A M I T A V E G A A. T R I S N A W A T I Y U L I N D R A E K A D E F I A N A M U F T I R I Z K A F A D I L L A H S I T I R U K A Y A H FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor 4 BAB II TEORI DASAR.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas.1.1 Kualitas Air Panas Air akan memiliki sifat anomali, yaitu volumenya akan mencapai minimum pada temperatur 4 C dan akan bertambah pada

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG

RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG Oleh: ANANTA KURNIA PUTRA 107.030.047 Dosen Pembimbing: Ir. JOKO SASETYANTO, MT D III TEKNIK MESIN FTI-ITS

Lebih terperinci

MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA

MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA 13321070 4 Konsep Dasar Mekanika Fluida Fluida adalah zat yang berdeformasi terus menerus selama dipengaruhi oleh suatutegangan geser.mekanika fluida disiplin ilmu

Lebih terperinci

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI Aliran Viscous Berdasarkan gambar 1 dan, aitu aliran fluida pada pelat rata, gaa viscous dijelaskan dengan tegangan geser τ diantara lapisan fluida dengan rumus: du τ µ

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas penurunan model persamaan panas dimensi satu. Setelah itu akan ditentukan penyelesaian persamaan panas dimensi satu secara analitik dengan metode

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KENTANG (SOLANUM TUBEROSUM L.) Tumbuhan kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas sayuran yang dapat dikembangkan dan bahkan dipasarkan di dalam negeri maupun di luar

Lebih terperinci

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP FENOMENA PERPINDAHAN LUQMAN BUCHORI, ST, MT luqman_buchori@yahoo.com JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP Peristiwa Perpindahan : Perpindahan Momentum Neraca momentum Perpindahan Energy (Panas) Neraca

Lebih terperinci

Analisa Pengeringan Secara Konveksi Butiran Teh pada Fluidized Bed Dryer Menggunakan Computational Fluid Dynamic (CFD)

Analisa Pengeringan Secara Konveksi Butiran Teh pada Fluidized Bed Dryer Menggunakan Computational Fluid Dynamic (CFD) Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi Analisa Pengeringan Secara Konveksi Butiran Teh pada Fluidized Bed Dryer Menggunakan Computational Fluid Dynamic (CFD) *MSK Tony

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bisa mengalami perubahan bentuk secara kontinyu atau terus-menerus bila terkena

BAB II LANDASAN TEORI. bisa mengalami perubahan bentuk secara kontinyu atau terus-menerus bila terkena BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Mekanika Fluida Mekanika fluida adalah subdisiplin dari mekanika kontinyu yang mempelajari tentang fluida (dapat berupa cairan dan gas). Fluida sendiri merupakan zat yang bisa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pompa adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan suatu cairan dari suatu tempat ke tempat lain dengan cara menaikkan tekanan cairan tersebut. Kenaikan tekanan cairan tersebut

Lebih terperinci

Tujuan pengeringan yang tepat untuk produk: 1. Susu 2. Santan 3. Kerupuk 4. Beras 5. Tapioka 6. Manisan buah 7. Keripik kentang 8.

Tujuan pengeringan yang tepat untuk produk: 1. Susu 2. Santan 3. Kerupuk 4. Beras 5. Tapioka 6. Manisan buah 7. Keripik kentang 8. PENGERINGAN DEFINISI Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas m.o.

Lebih terperinci

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik Bab 3 Pemodelan Matematika dan Metode Numerik 3.1 Model Keadaan Tunak Model keadaan tunak hanya tergantung pada jarak saja. Oleh karena itu, distribusi temperatur gas sepanjang pipa sebagai fungsi dari

Lebih terperinci

TRANSPORT MOLEKULAR TRANSFER MOMENTUM, ENERGI DAN MASSA RYN. Hukum Newton - Viskositas RYN

TRANSPORT MOLEKULAR TRANSFER MOMENTUM, ENERGI DAN MASSA RYN. Hukum Newton - Viskositas RYN TRANSPORT MOLEKULAR TRANSFER MOMENTUM, ENERGI DAN MASSA RYN Hukum Newton - Viskositas RYN 1 ALIRAN BAHAN Fluid Model Moveable Plate A=Area cm 2 F = Force V=Velocity A=Area cm 2 Y = Distance Stationary

Lebih terperinci

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT  JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP FENOMENA PERPINDAHAN LUQMAN BUCHORI, ST, MT luqman_buchori@yahoo.com luqmanbuchori@undip.ac.id JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP Peristiwa Perpindahan : Perpindahan Momentum Neraca momentum Perpindahan

Lebih terperinci

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut:

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut: Dalam mekanika fluida, bilangan Reynolds adalah rasio antara gaya inersia (vsρ) terhadap gaya viskos (μ/l) yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu. Bilangan

Lebih terperinci

PENGARUH KOEFISIEN PERPINDAHANKALOR KONVEKSI DAN BAHAN TERHADAP LAJU ALIRAN KALOR, EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI SIRIP DUA DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK

PENGARUH KOEFISIEN PERPINDAHANKALOR KONVEKSI DAN BAHAN TERHADAP LAJU ALIRAN KALOR, EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI SIRIP DUA DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK i PENGARUH KOEFISIEN PERPINDAHANKALOR KONVEKSI DAN BAHAN TERHADAP LAJU ALIRAN KALOR, EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI SIRIP DUA DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK TUGAS AKHIR Untuk memenuhi sebagian persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

PENGUJIAN MESIN PENGERING KAKAO ENERGI SURYA

PENGUJIAN MESIN PENGERING KAKAO ENERGI SURYA PENGUJIAN MESIN PENGERING KAKAO ENERGI SURYA Tekad Sitepu Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Pengembangan mesin-mesin pengering tenaga surya dapat membantu untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Pengeringan Udara panas dihembuskan pada permukaan bahan yang basah, panas akan berpindah ke permukaan bahan, dan panas laten penguapan akan menyebabkan kandungan air bahan teruapkan.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. h = koefisien konveksi [W/m 2. C] T s. = temperatur permukaan [ C] T = temperatur ambien [ C]

BAB II DASAR TEORI. h = koefisien konveksi [W/m 2. C] T s. = temperatur permukaan [ C] T = temperatur ambien [ C] BAB II DASAR TEORI 2.1 PERPINDAHAN PANAS 2.1.1 Konveksi Konveksi adalah perpindahan panas karena adanya pergerakan fluida, fluida yang bergerak adalah udara yang dihembuskan melalui blower yang mengalirkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Perpindahan Kalor Perpindahan panas adalah ilmu untuk memprediksi perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau material. Perpindahan

Lebih terperinci

ALIRAN FLUIDA. Kode Mata Kuliah : Oleh MARYUDI, S.T., M.T., Ph.D Irma Atika Sari, S.T., M.Eng

ALIRAN FLUIDA. Kode Mata Kuliah : Oleh MARYUDI, S.T., M.T., Ph.D Irma Atika Sari, S.T., M.Eng ALIRAN FLUIDA Kode Mata Kuliah : 2035530 Bobot : 3 SKS Oleh MARYUDI, S.T., M.T., Ph.D Irma Atika Sari, S.T., M.Eng Apa yang kalian lihat?? Definisi Fluida Definisi yang lebih tepat untuk membedakan zat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

HUKUM STOKES. sekon (Pa.s). Fluida memiliki sifat-sifat sebagai berikut.

HUKUM STOKES. sekon (Pa.s). Fluida memiliki sifat-sifat sebagai berikut. HUKUM STOKES I. Pendahuluan Viskositas dan Hukum Stokes - Viskositas (kekentalan) fluida menyatakan besarnya gesekan yang dialami oleh suatu fluida saat mengalir. Makin besar viskositas suatu fluida, makin

Lebih terperinci

Teori Kinetik Gas Teori Kinetik Gas Sifat makroskopis Sifat mikroskopis Pengertian Gas Ideal Persamaan Umum Gas Ideal

Teori Kinetik Gas Teori Kinetik Gas Sifat makroskopis Sifat mikroskopis Pengertian Gas Ideal Persamaan Umum Gas Ideal eori Kinetik Gas eori Kinetik Gas adalah konsep yang mempelajari sifat-sifat gas berdasarkan kelakuan partikel/molekul penyusun gas yang bergerak acak. Setiap benda, baik cairan, padatan, maupun gas tersusun

Lebih terperinci

KALOR SEBAGAI ENERGI B A B B A B

KALOR SEBAGAI ENERGI B A B B A B Kalor sebagai Energi 143 B A B B A B 7 KALOR SEBAGAI ENERGI Sumber : penerbit cv adi perkasa Perhatikan gambar di atas. Seseorang sedang memasak air dengan menggunakan kompor listrik. Kompor listrik itu

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pendinginan

Konsep Dasar Pendinginan PENDAHULUAN Perkembangan siklus refrigerasi dan perkembangan mesin refrigerasi (pendingin) merintis jalan bagi pertumbuhan dan penggunaan mesin penyegaran udara (air conditioning). Teknologi ini dimulai

Lebih terperinci

8. FLUIDA. Materi Kuliah. Staf Pengajar Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

8. FLUIDA. Materi Kuliah. Staf Pengajar Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya 8. FLUIDA Staf Pengajar Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Tegangan Permukaan Viskositas Fluida Mengalir Kontinuitas Persamaan Bernouli Materi Kuliah 1 Tegangan Permukaan Gaya tarik

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006).

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006). 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengering Surya Pengering surya memanfaatkan energi matahari sebagai energi utama dalam proses pengeringan dengan bantuan kolektor surya. Ada tiga klasifikasi utama pengering surya

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya-gaya pada benda 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gerak objek 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 STUDI PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN CRANK-NICHOLSON COMPARATIVE STUDY OF HEAT TRANSFER USING FINITE DIFFERENCE AND CRANK-NICHOLSON METHOD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci