BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mesin Pendingin Mesin pendingin adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mendinginkan air, atau peralatan yang berfungsi untuk memindahkan panas ke suatu tempat yang temperaturnya lebih tinggi. Di dalam sistem pendinginan dalam menjaga temperatur rendah memerlukan pembuangan kalor dari produk pada temperatur rendah ke tempat pembuangan kalor yang lebih tinggi. [4] Teknik refrigerasi merupakan salah satu ilmu dalam mempelajari mesin pendingin. Teknik refrigerasi adalah semua teknik yang digunakan untuk menurunkan temperatur suatu medium sampai lebih rendah daripada temperatur lingkungannya. Dalam melakukan proses penurunan suhu ini, maka sejumlah energi dalam bentuk panas harus diambil dari medium tersebut dan dibuang ke lingkungan. Secara alami, panas hanya akan berpindah dari medium yang temperaturnya lebih tinggi ke medium yang temperaturnya lebih rendah. Dengan kata lain, perpindahan panas dari medium yang dingin ke medium yang lebih panas tidak akan mungkin terjadi secara alami. Maka untuk membuat proses ini terjadi, digunakanlah teknik refrigerasi. Karena refrigerasi adalah sebuah proses yang bertujuan menurunkan temperatur, maka proses ini sering disebut dengan istilah fungsi refrigerasi yang artinya proses yang berfungsi menurunkan temperatur sampai dapat mencapai temperatur lingkungan. [5] Jika benda disentuhkan dengan benda dingin, tidak lama kemudian suhu benda panas akan turun, sedangkan suhu benda dingin akan naik. Hal ini terjadi karena benda panas memberikan kalor kepada benda dingin. Jadi, kalor berpindah dari benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu rendah. Terdapat tiga cara perpindahan kalor, yaitu: 1. Konduksi (sentuhan) 2. Konveksi (aliran) 3. Radiasi (pancaran)

2 5 2.2 Konduksi Ilustrasi perpindahan panas secara konduksi dapat dijelaskan dengan peristiwa berikut. Letakkan sebuah sendok logam ke dalam mangkuk berisi sup panas. Kemudian sentuhlah ujung sendok yang tidak terendam dalam sup. Ujung sendok tersebut terasa panas walaupun ujung sendok tersebut tidak bersentuhan langsung dengan sumber kalor (sup panas). Pada proses perpindahan kalor dari bagian sendok yang panas ke ujung sendok yang dingin tidak terjadi perpindahan partikel partikel dalam sendok. Proses perpindahan kalor tanpa disertai perpindahan partikel dinamakan konduksi. Gambar 2.1 Partikel Partikel Zat pada Proses Pemanasan [6] Perpindahan kalor secara konduksi dapat terjadi dalam dua proses berikut yaitu: 1. Pemanasan pada satu ujung zat menyebabkan partikel partikel pada ujung itu bergetar lebih cepat dan suhunya naik, atau energi kinetiknya bertambah (Gambar 2.1). Partikel partikel dengan energi kinetik lebih besar ini memberikan sebagian energi kinetiknya kepada partikel partikel tetangganya melalui tumbukan, sehingga partikel partikel ini memiliki energi kinetik lebih besar. Selanjutnya, partikel partikel ini memberikan sebagian energi kinetiknya ke partikel partikel tetangga berikutnya, demikian seterusnya sampai kalor mencapai ujung yang tidak dingin (tidak dipanasi). Proses perpindahan kalor diperlukan beda suhu yang tinggi diantara kedua ujung. 2. Dalam logam, kalor dipindahkan melalui elektron elektron bebas yang terdapat dalam struktur atom logam. Elektron bebas ialah elektron yang dengan mudah dapat berpindah dari satu atom ke atom yang lain. Di tempat yang dipanaskan, energi elektron elektron bertambah besar. Oleh karena elektron bebas mudah berpindah, pertambahan energi ini dengan

3 6 cepat dapat diberikan ke elektron elektron lain yang letaknya lebih jauh melalui tumbukan. Dengan cara ini, kalor berpindah lebih cepat. Oleh karena itu, logam tergolong konduktor yang sangat baik. Berdasarkan kemampuan menghantarkan kalor, zat dibagi atas dua golongan besar yaitu konduktor dan isolator. Konduktor ialah zat yang mudah menghantarkan kalor. Isolator ialah zat yang sukar menghantarkan kalor. Faktor faktor yang mempengaruhi laju konduksi kalor melalui sebuah dinding bergantung pada empat besaran yaitu: 1. Beda suhu diantara permukaan ΔT = T 1 T 2 ; makin besar beda suhu, makin cepat perpindahan kalor. 2. Ketebalan dinding d; makin tebal dinding, makin lambat perpindahan kalor. 3. Luas permukaan A; makin besar luas permukaan, makin cepat perpindahan kalor. 4. Konduktivitas termal zat k merupakan ukuran kemampuan zat menghantarkan kalor; makin bersar nilai k, makin cepat perpindahan kalor. Kemampuan insulasi suatu bahan diukur dengan konduktivitas termal (k). Konduktivitas termal yang rendah setara dengan kemampuan insulasi (resistansi termal atau nilai R) yang tinggi. Dalam teknik termal, sifat sifat lain suatu bahan insulator atau isolator adalah densitas (ρ) dan kapasitas panas spesifik (c). Bahan dengan konduktivitas termal (k) rendah menurunkan laju aliran panas. [7] Tabel 2.1 Konduktivitas Thermal Bahan [8] No Bahan Konduktivitas Thermal k (W/m o C) 1 Styrofoam 0,033 2 Stainless Steel 15 3 Aluminium Kayu 0,08 0,16 5 Tembaga 386

4 7 2.3 Konveksi Ilustrasi perpindahan panas secara konveksi dapat dilihat dari contoh berikut. Tangan yang diletakkan di atas nyala lilin sejauh kira kira 10 cm akan terasa udara hangat yang naik dari nyala lilin. Ketika udara yang dekat nyala lilin dipanasi, udara itu memuai dan massa jenisnya menjadi lebih kecil. Udara hangat dengan massa jenis lebih kecil akan naik dan tempatnya digantikan oleh udara dingin yang bermassa jenis yang lebih besar. Proses perpindahan kalor dari satu fluida ke bagian fluida yang lain oleh pergerakkan fluida itu sendiri dinamakan konveksi. Ada dua jenis perpindahan panas secara konveksi, yaitu: 1. Konveksi alamiah 2. Konveksi paksa Pada konveksi alamiah pergerakkan fluida terjadi akibat perbedaan massa jenis. Bagian fluida yang menerima kalor (dipanasi) akan memuai dan massa jenisnya menjadi lebih kecil, sehingga terjadi pergerakkan ke atas. Tempatnya digantikan oleh bagian fluida dingin yang jatuh ke bawah karena massa jenisnya lebih besar. Peristiwa ini mirip dengan mengapungnya suatu benda karena massa jenis benda lebih kecil daripada massa jenis zat cair. Gambar 2.2 Komveksi Alami dalam Air [6] Pada gambar ditunjukkan suatu demonstrasi untuk mengamati konveksi alami dalam air. Ketika air yang diberi zat warna (beberapa butri kristal kalium permanganat) dipanasi, massa jenis air pada bagian itu menjadi lebih kecil, sehingga air bergerak naik ke atas. Tempatnya digantikan oleh air dingin yang

5 8 bermassa jenis lebih besar. Di dalam air terbentuk lintasan tertutup yang ditunjukkan oleh arah anak panah, disebut arus konveksi. Contoh konveksi udara secara alami dapat dilihat ketika membakar sesuatu. Udara panas di dekat nyala api memuai dan massa jenisnya menjadi lebih kecil. Udara dingin (massa jenisnya lebih besar) yang berada di sekitar api menekan udara panas ke atas, sehingga terjadilah arus konveksi udara. Arus konveksi udara inilah yang membawa asap bergerak ke atas. Dalam konveksi paksa, fluida yang telah dipanasi langsung diarahkan ke tujuannya oleh sebuah peniup (blower) atau pompa. Contoh konveksi paksa adalah pada sistem pendingin mobil, dimana air diedarkan di dalam pipa pipa air oleh bantuan sebuah pompa air (water pump). Panas mesin yang tidak dikehendaki dibawa oleh sirkulasi air menuju ke radiator (penukar kalor / heat exchanger). Di dalam sirip-sirip radiator ini, air hangat didinginkan oleh udara. Air yang dingin kembali menuju pipa pipa air yang bersentuhan dengan blok blok mesin untuk mengulang siklus berikutnya. Jadi, fungsi radiator adalah menjaga suhu mesin agar tidak melampaui batas desain, sehingga mesin tidak rusak karena pemanasan berlebih. Oleh karena itu, pemilik mobil harus selalu memeriksa volum air radiator. Contoh konveksi paksa lainnya adalah pada pengering rambut (hair dryer). Kipas menarik udara di sekitarnya dan meniupkan udara tersebut melalui elemen pemanas. Dengan cara ini dihasilkan suatu arus konveksi paksa udara panas Konveksi Paksa Aliran pada fluida dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu aliran laminar dan aliran turbulen. Secara umum aliran laminar merupakan aliran fluida yang teratur, tenang, dan lurus. Sedangkan aliran turbulen merupakan aliran aliran yang tidak teratur, tidak tenang, partikel partikel airnya saling acak, dan arahnya berbelok belok. Dalam menentukan perbedaan antara aliran laminar dan turbulen dapat dihitung dengan menggunakan bilangan Reynold. Bilangan Reynold merupakan bilangan yang didapat dari konveksi paksa. Aliran laminar

6 9 mempunyai nilai bilangan Reynold dibawah 5x10 5, sedangkan aliran turbulen mempunyai nilai bilangan Reynold diatas 5x10 5. Perpindahan panas konveksi paksa merupakan perpindahan panas yang terjadi akibat fluida bergerak karena adanya gaya luar yang bekerja pada fluida tersebut. [9] Perbedaan antara aliran laminar dan turbulen dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut. Tabel 2.2 Perbedaan Aliran Laminar dan Turbulen [10] Aliran Gerakan Fluida Kecepatan Fluida Viskositas Lintasan Gerak Laminar Lurus Rendah Tinggi Teratur Turbulen Tidak teratur Relatif tinggi Rendah Tidak teratur Gambar 2.3 Aliran Laminar dan Turbulen [11] Perhitungan koefisien konveksi (h) fluida dapat dilakukan dengan beberapa tahap. Tahap awal adalah mencari bilangan Reynold (Re L ) dengan persamaan: [12] Re L = ρ x U x L μ.(2-1) Re L = Bilangan Reynold ρ = Massa jenis fluida (kg/m 3 ) U = Kecepatan aliran fluida (m/s)

7 10 L = Panjang lapisan konveksi (m) μ = Viskositas (Ns/m 2 ) Tahap berikutnya adalah mencari bilangan bilangan Prandtl (Pr) dan koefisien konduktivitas termal (k) dengan menggunakan interpolasi menurut tabel 2.3. Tabel 2.3 Sifat Udara pada Tekanan 1 atm [13] ρ T (K) (kg/m3) C p μ x 10 7 ϑ x 10 6 k x 10 3 α x 10 6 (kj/kgk) (Ns/m 2 ) (m 2 /s) (W/mK) (m 2 /s) 100 3,5562 1,032 71,1 2,00 9,34 2,54 0, ,3364 1, ,4 4,426 13,8 5,84 0, ,7458 1, ,5 7,590 18,1 10,3 0, ,3947 1, ,6 11,44 22,3 15,9 0, ,1614 1, ,6 15,89 26,3 22,5 0, ,9950 1, ,2 20,92 30,0 29,9 0, ,8711 1, ,1 26,41 33,8 38,3 0,690 Tahap berikutnya adalah menghitung bilangan Nusselt (Nu L ) dengan rumus: Nu L = 0,664 x Re 1/2 L x Pr 1/3...(2-2) Nu L = Bilangan Nusselt Re L = Bilangan Reynold Pr = Bilangan Prandtl Tahap berikutnya adalah menghitung koefisien konveksi (h L ) dengan rumus: Pr h L = k L x Nu L....(2-3) h L = Koefisien konveksi (W/m 2 K) k = Konduktivitas Termal Fluida (W/mK) L = Panjang Lapisan Konveksi (m) Nu L = Bilangan Nusselt

8 11 Laju perpindahan konveksi (Q) dapat dihitung dengan rumus: [14] Q konv = h L x A x ( T T s )...(2-4) Q konv = Laju perpindahan konveksi (W) A = Luas penampang (m 2 ) T s = Suhu permukaan (K) T = Suhu fluida (K) Di dalam mesin pendingin ruangan, perhitungan nilai koefisien konveksi (h) dihitung berdasarkan rumus konveksi paksa Konveksi Bebas Pelat Horizontal Perhitungan koefisien konveksi bebas pelat horizontal (h) dilakukan pada bagian luar mesin pendingin ruangan yang bersentuhan dengan udara tenang menggunakan beberapa tahap. Tahap pertama yaitu menghitung bilangan Rayleigh. Bilangan Rayleigh adalah bilangan yang didapat pada konveksi bebas. Aliran laminar mempunyai bilangan Rayleigh dibawah 10 9 dan aliran turbulen mempunyai bilangan Rayleigh diatas Bilangan Rayleigh dapat dicari dengan persamaan: R al 3 g Ts T L... (2-5) v Dimana : R al = Bilangan Rayleigh g = Gravitasi bumi = 9,8 m/s 2 T s = Suhu permukaan (K) T = Suhu fluida (K) L = β = 1 T f = Luas Penampang Keliling 2 T s +T (K -1 ) = A s P α = Difusivitas panas (m 2 /s) v = Viskositas (m 2 /s) Tahap selanjutnya adalah menghitung bilangan Nusselt untuk aliran laminar dengan persamaan: N ul (m) = 0,54 x R al 1/4.....(2-6)

9 12 rumus: Uuntuk aliran turbulen, bilangan Nusselt dihitung dengan persamaan: N ul = 0,15 x R al 1/3..(2-7) Tahap berikutnya adalah menghitung koefisien konveksi (h L ) dengan h L = k L xnu L...(2-8) h L = Koefisien konveksi (W/m 2 K) k = Konduktivitas Termal Fluida (W/mK) L = Luas Penampang Keliling Nu L = Bilangan Nusselt = A s P (m) Konveksi Bebas Pelat Vertikal Perhitungan koefisien konveksi bebas pelat vertikal (h) dilakukan pada bagian luar mesin pendingin ruangan yang bersentuhan dengan udara tenang menggunakan beberapa tahap. Tahap pertama adalah menghitung besarnya bilangan Rayleigh menggunakan persamaan (2-5). Tahap selanjutnya adalah menghitung bilangan Nusselt untuk aliran laminar dengan persamaan: R al N ul (2-9) (0.492/Pr) Dimana : Nu L = Bilangan Nusselt Ra L = Bilangan Rayleigh Pr = Bilangan Prandlt Untuk aliran turbulen, bilangan Nusselt dihitung dengan persamaan: ì ï 1 ï RaL N ul = í ï é ï ê1+ (0.492 / Pr) îï ë 9 16 ù ú û 8 27 ü ï ï ý ï ï þï 2... (2-10)

10 13 Dimana : Nu L = Bilangan Nusselt Ra L = Bilangan Rayleigh Pr = Bilangan Prandlt Tahap berikutnya adalah menghitung koefisien konveksi (h L ) dengan persamaan (2-8). 2.4 Radiasi Kalor dari matahari dapat sampai ke bumi melalui ruang hampa tanpa zat perantar (medium). Perpindahan kalor seperti ini disebut radiasi. Perpindahan kalor dapat melalui ruang hampa karena energi kalor dibawa dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Radiasi atau pancaran adalah perpindahan energi kalor dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Beberapa permukaan zat menyerap kalor radiasi lebih baik daripada permukaan zat lainnya. Di siang hari baju hitam kusam terasa lebih panas daripada baju putih berkilap. Ini karena di siang hari, baju hitam kusam menyerap kalor radiasi lebih baik daripada baju putih berkilap. Ini terjadi karena di malam hari, baju hitam kusam memancarkan kalor radiasi lebih baik daripada baju putih berkilap. [6] Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa: [6] 1. Permukaan yang hitam dan kusam adalah penyerap kalor radiasi yang baik sekaligus pemancar kalor radiasi yang baik. 2. Permukaan yang putih dan mengilap adalah penyerap kalor radiasi yang buruk sekaligus pemancar kalor radiasi yang buruk. 3. Jika diinginkan agar kalor yang merambat secara radiasi berkurang, permukaan (dinding) harus dilapisi suatu bahan agar mengilap (misalnya dilapisi dengan perak). Energi yang dipancarkan oleh suatu permukaan hitam dalam bentuk radiasi kalor tiap satuan waktu (Q/t) sebanding dengan luas permukaan A dan sebanding dengan pangkat empat suhu mutlak permukaan itu (T 4 ). Emisivitas disimbolkan dengan ε. Emisivitas adalah suatu ukuran seberapa besar pemancaran radiasi kalor suatu benda dibandingkan dengan benda hitam sempurna. Emisivitas tidak memiliki satuan, nilainya terletak diantara 0 dan 1 (0 ε 1) dan

11 14 bergantung pada jenis zat dan keadaan permukaan. Tidak ada benda yang tepat hitam sempurna. Kita hanya dapat membuat benda yang mendekati benda hitam sempurna. Permukan mengilap memiliki nilai ε yang lebih kecil daripada permukaan kasar. Pemantul sempurna (penyerap paling jelek) memiliki ε = 0, sedangkan penyerap sempurna sekaligus pemancar sempurna yaitu benda hitam sempurna memiliki ε = 1. Proses radiasi pada dinding styrofoam dirumuskan dengan rumus: [15] Q rad = εaσ(t 4 T s 4 )... (2-11) Dimana : Q rad = Laju perpindahan panas radiasi (Watt) ε = Emisivitas A = Luas penampang (m 2 ) σ = Konstanta Stefan Boltzman = 5,67 x 10-8 W/m -2 K -4 T s = Suhu permukaan (K) T = Suhu fluida (K) Emisivitas setiap benda berbeda beda. Untuk benda berwarna hitam emisivitas bernilai 1. Sedangkan untuk benda berwarna putih emisivitas bernilai 0. Berikut ini adalah tabel emisivitas daripada beberapa jenis bahan yang sering digunakan. Tabel 2.4 Tabel Emisivitas [16] Emisivitas Beberapa Material pada suhu 300K Material Emisivitas Styrofoam 0.60 Tembaga 0.03 Emas 0.03 Perak 0.02 Stainless Steel 0.17 Batu bata Kayu Air Kecepatan Angin Daya total yang digunakan pada mesin pendingin ruangan adalah sebesar 12 W yakni merupakan daya yang berasal dari kipas. Kecepatan angin dapat dihitung berdasarkan daya kipas dengan menggunakan rumus:

12 15 P = 1 2 x ρ x A x v3..(2-12) P = Daya kipas (W) ρ = Massa jenis fluida (kg/m 3 ) A = Luas penampang keluaran angin (m 2 ) v = Kecepatan keluaran angin (m/s) 2.6 Perkiraan Beban Pendingin Definisi Beban Pendingin Beban pendinginan adalah laju panas yang harus dipindahkan dari ruangan ke lingkungan sehingga suhu dan kandungan uap airnya terjaga seperti yang diinginkan. Perlu diulang kembali bahwa tugas unit pendingin adalah menjaga kondisi suatu ruangan agar berada pada suhu dan kelembaban tertentu yang umumnya lebih rendah dari temperatur dan kelembaban lingkungan luar. Banyak faktor yang mempengaruhi besarnya beban pendingin ini, misalnya kondisi suhu di luar ruangan, kebocoran udara dari luar ke dalam mesin pendingin, aktivitas di dalam ruangan misalnya terdapat mesin yang menghasilkan panas dan juga lampu listrik, dan jumlah orang yang keluar masuk dari ruangan. Terdapat beberapa metode perhitungan beban pendingin yang telah diajukan oleh beberapa badan standard. Tetapi yang paling umum digunakan adalah metode yang diajukan oleh ASHRAE Jenis Beban Pendingin Jenis beban pendingin, dapat dibagi menjadi dua, yaitu panas sensibel dan panas laten. Panas sensibel adalah panas yang diterima atau dilepaskan suatu materi sebagai akibat perubahan suhunya. Panas laten adalah panas yang diterima atau dilepaskan suatu materi karena perubahan fasanya. Untuk lebih menjelaskan arti masing masing panas ini, misalkan kita mendinginkan air dari 100 o C sampai mejadi es 0 o C. Panas yang diserap dari air mulai dari 100 o C menjadi 0 o C (masih tetap air) disebut beban sensibel. Jika air yang suhunya sudah 0 o C didinginkan lagi hingga akhirnya menjadi es, di sini tidak terjadi perubahan suhu, tetapi perubahan fasa. Panas yang diserap di sini disebut panas laten.

13 Sumber Sumber Beban Pendingin Beban pendingin bagi mesin pendingin yang dikondisikan bisa berasal dari beberapa sumber. Sumber sumber ini umumnya dibagi 2 bagian besar, yaitu beban yang berasal dari luar mesin pendingin dan beban yang berasal dari dalam ruangan. Panas yang berasal dari luar mesin pendingin antara lain: panas yang berpindah secara konduksi, konveksi, dan radiasi dari dinding - dinding material mesin pendingin ruangan. Terdapat juga panas akibat masuknya udara luar yaitu berupa kebocoran udara (infiltrasi). Sementara sumber panas yang berasal dari dalam ruangan dapat berupa panas akibat lampu penerangan dan panas yang berasal manusia. Beban Pendingin Beban dari luar mesin pendingin Beban dari dalam ruangan Konduksi Konveksi Radiasi Manusia Lampu Infiltrasi Gambar 2.4 Bagan Beban Pendingin Panas dari Tubuh Manusia di Dalam Ruangan Tubuh manusia dalam beraktivitas, selalu mengeluarkan panas ke udara sekelilingnya. Panas yang dilepaskan oleh tubuh manusia ini terdiri dari 2 jenis, yaitu panas sensibel dan panas laten. Masing masing panas ini dapat dihitung sebagai berikut: Q s = N (Sensible heat gain) CLF (2-13) Q l = N (Laten heat gain)..(2-14) Sensible heat gain (SHG) dan Laten heat gain (LHG) adalah perkiraan besar panas sensibel dan panas laten yang dikeluarkan oleh manusia sesuai umur

14 17 dan aktivitas yang dilakukannya. Data nilai dari Sensible Heat Gain dan Laten Heat Gain ditampilkan pada Tabel 2.5. Dan N adalah jumlah manusia yang terdapat di dalam ruangan tersebut. CLF adalah cooling load factor dimana nilainya ditunjukkan pada Tabel 2.6. Tabel 2.5 Nilai SHG dan LHG [17] Tingkat Aktivitas Lokasi SHG (Watt) LHG (Watt) Duduk di bioskop Bioskop, siang Duduk di bioskop, malam Bioskop, malam Duduk, kerja ringan Kantor, hotel, apartemen Aktivitas normal di kantor Kantor, hotel, apartemen Aktivitas berat Pabrik Olahraga Gedung olahraga Tabel 2.6 Nilai CLF untuk Manusia [17] Lama Jam setelah masuk di ruangan Panas dari Lampu di Dalam Ruangan Lampu atau alat penerangan mengubah energi listrik menjadi cahaya, dan sebagian energi ini akan berubah menjadi panas. Sebagai catatan bola lampu akan terasa panas setelah dihidupkan beberapa lama. Besar panas yang dilepaskan bola lampu / penerangan ke lingkungan adalah panas sensibel dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: Qs = W x F ul x F sa x CLF. (2-15)

15 18 Dimana W adalah daya total lampu, F ul adalah lighting use factor, F sa adalah special allowance factor, dan CLF adalah cooling load factor untuk lampu yang ditunjukkan pada Tabel 2.7. Untuk lampu jenis tungsten diasumsikan nilai F ul = 1 dan F sa = 1, sedangkan untuk jenis lampu fluoresense diasumsikan nilai F ul = 1 dan F sa = 1,2. Tabel 2.7 Nilai CLF untuk Lampu [17] Lama lampu dipasang Lama setelah on Panas Dari Udara Luar (Infiltrasi) Akibat masuknya udara luar, baik secara sengaja ditambahkan maupun akibat kebocoran (tidak sengaja), akan menjadi beban bagi ruangan yang dikondisikan. Panas udara dari luar biasanya ada 2 yaitu panas dari udara ventilasi dan panas dari udara infiltrasi. Pada kasus ini, panas dari udara luar hanyalah panas udara infiltrasi atau dari kebocoran (secara tidak disengaja), sehingga besar panas udara luar dari ventilasi diabaikan. Jumlah panas akibat masuknya udara luar ini terdiri atas 2 jenis yaitu panas sensibel dan panas laten. Panas sensibel adalah panas yang diterima atau dilepaskan suatu materi sebagai akibat perubahan suhunya. Panas laten adalah panas yang diterima atau dilepaskan suatu materi karena perubahan fasanya. [5] Untuk menghitung beban laten, pertama tama dihitung terlebih dahulu besar tekanan uap saturasi (p ws ), dengan rumus: ln(p ws ) = C 1 T +C 2 +C 3 T +C 4 T 2 +C 5 T 3 +C 6 lnt...(2-16) p ws = tekanan uap saturasi (Pa) C 1 = konstanta sebesar -5, x 10 3 C 2 = konstanta sebesar 1, C 3 = konstanta sebesar -4, x 10-2

16 19 C 4 = konstanta sebesar 4, x 10-5 C 5 = konstanta sebesar -1, x 10-8 C 6 = konstanta sebesar 6, T = Temperatur mutlak (K) Setelah didapat tekanan uap saturasi, langkah berikutnya adalah mencari besar tekanan parsial uap air (p w ) dengan rumus: P w = RH x p ws..(2-17) RH = Rasio humiditas relatif p ws = Tekanan uap saturasi (Pa) p w = Tekanan parsial uap air (Pa) Selanjutnya dihitung besar rasio humiditas ruangan dengan rumus: p w w o = 0,62198 x ( ).(2-18) p ATM p w w o = Rasio humiditas ruangan (kg air/kg udara kering) p w = Tekanan parsial uap air (Pa) p atm = Tekanan atmosfer = Pa Langkah selanjutnya adalah menghitung laju udara infiltrasi yakni dengan menggunakan rumus: Q = N x μ x (2-19) N = Banyak pembukaan mesin pendingin μ = Standar kebocoran udara = 2,8 Panas sensibel dari udara luar infiltrasi ini dapat kita hitung dengan rumus sebagai berikut. [17] Q s = 1,23 Q (T o T i )... (2-20) Dimana : Q s = Panas sensibel (Watt) Q = laju aliran udara luar masuk ke dalam ruangan (L/s)

17 20 T o = temperatur di luar ruangan ( C) T i = temperatur di dalam ruangan ( C) Panas laten dari udara luar infiltrasi dapat kita hitung dengan rumus sebagai berikut. [17] Q l = 1,23 Q (w o w i )... (2-21) Dimana : Q l = Panas laten (Watt) Q = laju aliran udara luar masuk ke dalam ruangan (L/s) w o = kelembaban di luar ruangan (kg air/ kg udara kering) w i = kelembaban di dalam ruangan (kg air/kg udara kering) Beban Pendingin Total Beban pendingin total dari suatu mesin pendingin portable dapat dihitung berdasarkan panas dari konduksi, konveksi, dan radiasi. Perhitungan konduktivitas bahan melalui dinding berlapis dapat dihitung berdasarkan persamaan: [13] Gambar 2.5 Dinding Berlapis

18 21 Laju perpindahan panas pada dinding berlapis berdasarkan material dapat dihitung berdasarkan persaman: T,1 T,4 Q kond,konv = 1 1A + L1 k1a + L2 k2a + L3 k3a (2-22) 4A Q kond,konv = T,1 Ts,1 1 1A = Ts,1 T2 L1 k1a = T2 T3 L2 k2a = T3 Ts,4 L3 k3a = Ts,4 T,4 1 (2-23) 4A Dimana : Q kond,konv = Laju perpindahan panas konduksi konveksi (W) T,1 = Suhu fluida bagian luar (K) T s,1 = Suhu permukaan dinding luar A (K) T 2 = Suhu permukaan dinding luar B (K) T 3 = Suhu permukaan dinding luar C (K) T s,4 = Suhu permukaan dinding dalam C (K) T,4 = Suhu fluida bagian dalam (K) L = Tebal material dinding (m) k = konduktivitas panas material (W/mK) h = koefisien konveksi fluida (W/m 2 K) Maka, besarnya beban pendingin total dapat dihitung dengan persamaan: Q total = Q kond,konv + Q rad + Q manusia + Q lampu + Q infiltrasi..(2-24) Nilai COP pada Mesin Pendingin COP atau Coefficient Of Performance adalah perbandingan yang terbaik antara output (keluaran) dengan input (masukan). COP pada mesin pendingin dapat dihitung dengan membandingkan besar nilai beban pendingin total dengan jumlah daya inputnya. Besar COP dapat dihitung dengan rumus: COP = (Q s+q l )+Qpp... (2-25) P + (Q s +Q l ) Dimana : COP = Coefficient Of Penformance

19 Radiasi Langit Cerah Q S = Beban sensibel (W) Q l = Beban Laten (W) Q pp = Beban perpindahan panas (W) P = Daya input (W) Perhitungan radiasi langit cerah pada sebuah permukaan dipengaruhi oleh lokasi serta tanggal dan bulan percobaan. Untuk menghitung radiasi total langit cerah tersebut, data awal yang perlu diketahui adalah urutan hari dalam 1 tahun (n), Greenwich Mean Time (GMT), posisi lintang (Ø), posisi bujur (L loc ), ketinggian dari permukaan laut (A), sudut berdasarkan GMT (L st ), dan faktor koreksi berdasarkan iklim (r 0, r 1, r k ). Setelah diketahui parameter parameter tersebut, dihitung konstanta B dengan persamaan: [18] B = (n-1) x (2-26) B = Konstanta berdasarkan tanggal n = Urutan hari Nilai n dapat dicari dengan menggunakan Tabel 2.8 berikut. Tabel 2.8 Urutan Hari [18] Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agu Sep Okt Nov Des i 31+i 59+i 90+i 120+i 151+i 181+i 212+i 243+i 273+i 304+i 334+i Kemudian dihitung persamaan waktu dengan persamaan: E = 229,2(0, , cosb 0, sin B 0, cos2b 0,04089sin 2B).. (2-27) E = Persamaan waktu (menit) B = Konstanta berdasarkan tanggal Setelah itu, dihitung selisih waktu matahari dengan lokal dengan menggunakan persamaan:

20 23 ST STD = 4 (L st L loc ) + E.(2-28) ST STD = Selisih waktu matahari dengan lokal (menit) L st = Sudut GMT ( 0 ) = GMT x 15 0 L loc = Sudut posisi bujur ( 0 ) Selanjutnya dihitung sudut deklinasi. Sudut deklinasi adalah sudut yang berubah ubah setiap harinya yang dihitung dengan persamaan: δ = 6,918 x ,99912 cos B + 0, sin B 0, cos 2B + 9,07 x 10 4 sin 2B 0, cos 3B + 0,00148 sin 3B. (2-29) δ = Sudut deklinasi (rad) B = Konstanta berdasarkan tanggal G on adalah radiasi matahari diluar dan sebelum masuk atmosfer yang dihitung dengan persamaan: G on = 1367 (1, , cos B + 0,00128 sin B + 0, cos 2B 0,000077sin 2B).... (2-30) G on = Radiasi matahari sebelum masuk atmotfer (W/m 2 ) B = Konstanta berdasarkan tanggal Setelah perhitungan radiasi sebelum masuk atmosfer telah selesai, maka selanjutnya dihitung radiasi setelah masuk atmosfer. Langkah pertama untuk menghitung radiasi tersebut adalah dengan menghitung sudut jam matahari dengan persamaan: ω = 15 STD 12 + ST STD (2-31) ω = Sudut jam matahari ( 0 ) STD = Waktu lokal ST STD = Selisih waktu matahari dengan lokal (menit) Selanjutnya dihitung cosinus sudut zenith dengan persamaan: cos θ z = cos Ø cos δ cos ω + sin Ø sin δ....(2-32)

21 24 θ z = Sudut zenith ( 0 ) Ø = Sudut posisi lintang ( 0 ) δ = Sudut deklinasi ( 0 ) ω = Sudut jam matahari ( 0 ) Fraksi radiasi yang diteruskan dihitung dengan persamaan: τ b = a 0 + a 1 exp k cos θ z...(2-33) τ b = Fraksi radiasi a 0, a 1, k = Konstanta faktor koreksi berdasarkan iklim Konstanta konstanta faktor koreksi tersebut dapat dicari dengan persamaan: a 0 = r 0 (0,4237 0, A 2 )..( 2-34) a 1 = r 1 (0, , ,5 A 2 ).( 2-35) k = r k (0, , ,5 A 2 ).( 2-36) a 0, a 1, k = Konstanta faktor koreksi r o, r 1, r k = Faktor koreksi A = Ketinggian dari permukaan laut (km) Nilai faktor koreksi diperoleh dari Tabel 2.9. Tabel 2.9 Faktor Koreksi Berdasarkan Iklim [19] Tipe Iklim r o r 1 r k Tropis 0,95 0,98 1,02 Musim Panas Lintang Tengah 0,97 0,99 1,02 Musim Panas Bagian Artik 0,99 0,99 1,01 Musim Dingin Lintang Tengah 1,03 1,01 1,00 Selanjutnya dihitung radiasi jatuh langsung dengan persamaan: G beam = G on τ b cos θ z.(2-37)

22 25 G beam = Radiasi jatuh langsung (W/m 2 ) G on = Radiasi matahari sebelum masuk atmotfer (W/m 2 ) τ b = Fraksi radiasi θ z = Sudut zenith ( 0 ) Radiasi hasil pantulan atmosfer dihitung dengan persamaan: G difuse = G on cos θ z (0,271 0,294 τ b ).(2-38) G difuse = Radiasi hasil pantulan atmosfer (W/m 2 ) G on = Radiasi matahari sebelum masuk atmotfer (W/m 2 ) θ z = Sudut zenith ( 0 ) τ b = Fraksi radiasi Langkah terakhir adalah menghitung radiasi total pada permukaan datar dengan menggunakan persamaan: G tot = G beam + G difuse....(2-39) G tot = Radiasi total permukaan datar (W/m 2 ) G beam = Radiasi jatuh langsung (W/m 2 ) G difuse = Radiasi hasil pantulan atmosfer (W/m 2 )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mesin pendingin BAB II TINJAUAN PUSTAKA Mesin pendingin merupakan mesin yang berfungsi untuk memindahkan panas dari lingkungan bersuhu rendah ke lingkungan bersuhu tinggi. Mesin pendingin dapat dibayangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar BAB NJAUAN PUSAKA Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar 150.000.000 km, sangatlah alami jika hanya pancaran energi matahari yang mempengaruhi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

Helbert, Tulus Burhanuddin Sitorus Universitas Sumatera Utara

Helbert, Tulus Burhanuddin Sitorus Universitas Sumatera Utara RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN MESIN PENDINGIN DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL 96% SEBAGAI REFRIGERAN Helbert, Tulus Burhanuddin Sitorus Universitas Sumatera Utara QuasWeX@hotmail.com ABSTRAK Penggunaan mesin

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal 64 LAMPIRAN I Tes Hasil Belajar Observasi Awal 65 LAMPIRAN II Hasil Observasi Keaktifan Awal 66 LAMPIRAN III Satuan Pembelajaran Satuan pendidikan : SMA Mata pelajaran : Fisika Pokok bahasan : Kalor Kelas/Semester

Lebih terperinci

MARDIANA LADAYNA TAWALANI M.K.

MARDIANA LADAYNA TAWALANI M.K. KALOR Dosen : Syafa at Ariful Huda, M.Pd MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat pemenuhan nilai tugas OLEH : MARDIANA 20148300573 LADAYNA TAWALANI M.K. 20148300575 Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X Contoh soal kalibrasi termometer 1. Pipa kaca tak berskala berisi alkohol hendak dijadikan termometer. Tinggi kolom alkohol ketika ujung bawah pipa kaca dimasukkan

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006).

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006). 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengering Surya Pengering surya memanfaatkan energi matahari sebagai energi utama dalam proses pengeringan dengan bantuan kolektor surya. Ada tiga klasifikasi utama pengering surya

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric) BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Modul termoelektrik adalah sebuah pendingin termoelektrik atau sebagai sebuah pompa panas tanpa menggunakan komponen bergerak (Ge dkk, 2015, Kaushik dkk, 2016). Sistem pendingin

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI II DSR TEORI 2. Termoelektrik Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 82 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara kedua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN FISIKA BAB V PERPINDAHAN KALOR Prof. Dr. Susilo, M.S KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 009 DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar Pengeringan Dari sejak dahulu pengeringan sudah dikenal sebagai salah satu metode untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

Lebih terperinci

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar! Soal Suhu dan Kalor Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar! 1.1 termometer air panas Sebuah gelas yang berisi air panas kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air dingin. Pada

Lebih terperinci

KALOR SEBAGAI ENERGI B A B B A B

KALOR SEBAGAI ENERGI B A B B A B Kalor sebagai Energi 143 B A B B A B 7 KALOR SEBAGAI ENERGI Sumber : penerbit cv adi perkasa Perhatikan gambar di atas. Seseorang sedang memasak air dengan menggunakan kompor listrik. Kompor listrik itu

Lebih terperinci

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving PERPINDAHAN PANAS Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving force/resistensi Proses bisa steady

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat BAB II DASAR TEORI 2.. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat tersebut. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN.

BAB III PERANCANGAN. BAB III PERANCANGAN 3.1 Beban Pendinginan (Cooling Load) Beban pendinginan pada peralatan mesin pendingin jarang diperoleh hanya dari salah satu sumber panas. Biasanya perhitungan sumber panas berkembang

Lebih terperinci

Radiasi ekstraterestrial pada bidang horizontal untuk periode 1 jam

Radiasi ekstraterestrial pada bidang horizontal untuk periode 1 jam Pendekatan Perhitungan untuk intensitas radiasi langsung (beam) Sudut deklinasi Pada 4 januari, n = 4 δ = 22.74 Solar time Solar time = Standard time + 4 ( L st L loc ) + E Sudut jam Radiasi ekstraterestrial

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kulit binatang, dedaunan, dan lain sebagainya. Pengeringan adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kulit binatang, dedaunan, dan lain sebagainya. Pengeringan adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan metode pengawetan alami yang sudah dilakukan dari zaman nenek moyang. Pengeringan tradisional dilakukan dengan memanfaatkan cahaya matahari untuk

Lebih terperinci

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur.

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur. KALOR Tujuan Pembelajaran: 1. Menjelaskan wujud-wujud zat 2. Menjelaskan susunan partikel pada masing-masing wujud zat 3. Menjelaskan sifat fisika dan sifat kimia zat 4. Mengklasifikasikan benda-benda

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE... JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv... vi DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR GRAFIK...xiii DAFTAR TABEL... xv NOMENCLATURE... xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan 134 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan Prinsip dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau penguapan kadar air oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENDAHULUAN Pengeringan (drying) adalah pemisahan sejumlah air dari suatu benda atau objek yang didalamnya terdapat kandungan air, sehingga benda atau objek tersebut kandungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Energi surya merupakan energi yang didapat dengan mengkonversi energi radiasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Energi surya merupakan energi yang didapat dengan mengkonversi energi radiasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Energi Surya Energi surya merupakan energi yang didapat dengan mengkonversi energi radiasi panas surya (Matahari) melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk lain.

Lebih terperinci

- - KALOR - - Kode tujuh3kalor - Kalor 7109 Fisika. Les Privat dirumah bimbelaqila.com - Download Format Word di belajar.bimbelaqila.

- - KALOR - - Kode tujuh3kalor - Kalor 7109 Fisika. Les Privat dirumah bimbelaqila.com - Download Format Word di belajar.bimbelaqila. - - KALOR - - KALOR Definisi Kalor Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, pada waktu memasak air dengan menggunakan kompor. Air yang semula dingin lama

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KETEBALAN ISOLATOR TERHADAP LAJU KALOR DAN PENURUNAN TEMPERATUR PADA PERMUKAAN DINDING TUNGKU BIOMASSA

PENGARUH VARIASI KETEBALAN ISOLATOR TERHADAP LAJU KALOR DAN PENURUNAN TEMPERATUR PADA PERMUKAAN DINDING TUNGKU BIOMASSA PENGARUH VARIASI KETEBALAN ISOLATOR TERHADAP LAJU KALOR DAN PENURUNAN TEMPERATUR PADA PERMUKAAN DINDING TUNGKU BIOMASSA Firmansyah Burlian, M. Indaka Khoirullah Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB Pendahuluan Dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak didapati penggunaan energi dalambentukkalor: Memasak makanan Ruang pemanas/pendingin Dll. TUJUAN INSTRUKSIONAL

Lebih terperinci

KALOR. Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

KALOR. Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. KALOR A. Pengertian Kalor Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, pada waktu memasak air dengan menggunakan kompor. Air yang semula dingin lama kelamaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan panas Perpindahan panas adalah perpindahan energi karena adanya perbedaan temperatur. Ada tiga bentuk mekanisme perpindahan panas yang diketahui, yaitu konduksi,

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda BAB II DASAR TEORI 2.1 Benih Kedelai Penyimpanan benih dimaksudkan untuk mendapatkan benih berkualitas. Kualitas benih yang dapat mempengaruhi kualitas bibit yang dihubungkan dengan aspek penyimpanan adalah

Lebih terperinci

9/17/ KALOR 1

9/17/ KALOR 1 9. KALOR 1 1 KALOR SEBAGAI TRANSFER ENERGI Satuan kalor adalah kalori (kal) Definisi kalori: Kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur 1 gram air sebesar 1 derajat Celcius. Satuan yang lebih sering

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

Suhu dan kalor 1 SUHU DAN KALOR

Suhu dan kalor 1 SUHU DAN KALOR Suhu dan kalor 1 SUHU DAN KALOR Pengertian Sifat Termal Zat. Sifat termal zat ialah bahwa setiap zat yang menerima ataupun melepaskan kalor, maka zat tersebut akan mengalami : - Perubahan suhu / temperatur

Lebih terperinci

Anda dapat menganalisis pengaruh kalor terhadap suatu zat, menganalisis cara perpindahan kalor, dan menerapkan asas Black dalam pemecahan masalah.

Anda dapat menganalisis pengaruh kalor terhadap suatu zat, menganalisis cara perpindahan kalor, dan menerapkan asas Black dalam pemecahan masalah. Kalor dan Suhu Anda dapat menganalisis pengaruh kalor terhadap suatu zat, menganalisis cara perpindahan kalor, dan menerapkan asas Black dalam pemecahan masalah. Sebuah gunung es mempunyai kalor yang lebih

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-204 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Lebih terperinci

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. 1 D49 1. Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. Hasil pengukuran adalah. A. 4,18 cm B. 4,13 cm C. 3,88 cm D. 3,81 cm E. 3,78 cm 2. Ayu melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kolektor Surya Plat Datar Kolektor suryaplat datar seperti pada gambar 2.1 merupakan kotak tertutup yang bagian atas dipasang kaca atau plastik transparan dengan lempengan

Lebih terperinci

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola Perpindahan Panas Konveksi Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola Pengantar KONDUKSI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI RADIASI Perpindahan Panas Konveksi Konveksi

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Gambar 2 Sudut datang radiasi matahari pada permukaan horizontal (Lunde, 1980)

PENDEKATAN TEORITIS. Gambar 2 Sudut datang radiasi matahari pada permukaan horizontal (Lunde, 1980) PENDEKATAN TEORITIS Radiasi Matahari pada Bidang Horisontal Matahari merupakan sumber energi terbesar. Radiasi matahari yang sampai permukaan bumi ada yang diserap dan dipantulkan kembali. Dua komponen

Lebih terperinci

Lampiran 1 Nilai awal siswa No Nama Nilai Keterangan 1 Siswa 1 35 TIDAK TUNTAS 2 Siswa 2 44 TIDAK TUNTAS 3 Siswa 3 32 TIDAK TUNTAS 4 Siswa 4 36 TIDAK

Lampiran 1 Nilai awal siswa No Nama Nilai Keterangan 1 Siswa 1 35 TIDAK TUNTAS 2 Siswa 2 44 TIDAK TUNTAS 3 Siswa 3 32 TIDAK TUNTAS 4 Siswa 4 36 TIDAK Lampiran 1 Nilai awal siswa No Nama Nilai Keterangan 1 Siswa 1 35 TIDAK TUNTAS 2 Siswa 2 44 TIDAK TUNTAS 3 Siswa 3 32 TIDAK TUNTAS 4 Siswa 4 36 TIDAK TUNTAS 5 Siswa 5 40 TIDAK TUNTAS 6 Siswa 6 40 TIDAK

Lebih terperinci

Secara matematis faktor-faktor di atas dirumuskan menjadi: H= Q / t = (k x A x T) / l

Secara matematis faktor-faktor di atas dirumuskan menjadi: H= Q / t = (k x A x T) / l SUHU DAN KALOR A. Perpindahan Kalor Kalor juga dapat berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Proses inilah yang disebut perpindahan kalor/ panas/ energi. Ada tiga jenis perpindahan kalor, yaitu:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Radiator Radiator memegang peranan penting dalam mesin otomotif (misal mobil). Radiator berfungsi untuk mendinginkan mesin. Pembakaran bahan bakar dalam silinder mesin menyalurkan

Lebih terperinci

Fisika Dasar I (FI-321)

Fisika Dasar I (FI-321) Fisika Dasar I (FI-321) Topik hari ini (minggu 15) Temperatur Skala Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor dan Energi Internal Kalor Jenis Transfer Kalor Termodinamika Temperatur? Sifat Termometrik?

Lebih terperinci

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD Kalor dan Perpindahannya BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD 1. Apa yang dimaksud dengan kalor? 2. Bagaimana pengaruh kalor pada benda? 3. Berapa jumlah kalor yang diperlukan

Lebih terperinci

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Strata Satu (S1) pada program Studi Teknik Mesin Oleh N a m a : CHOLID

Lebih terperinci

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Pasteurisasi susu, jus, dan lain sebagainya. Pendinginan buah dan sayuran Pembekuan daging Sterilisasi pada makanan kaleng Evaporasi Destilasi Pengeringan Dan lain

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor 4 BAB II TEORI DASAR.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas.1.1 Kualitas Air Panas Air akan memiliki sifat anomali, yaitu volumenya akan mencapai minimum pada temperatur 4 C dan akan bertambah pada

Lebih terperinci

BAB 6 KALOR. Energi Kalor. Kompetensi Dasar: Standar Kompetensi:

BAB 6 KALOR. Energi Kalor. Kompetensi Dasar: Standar Kompetensi: BAB 6 KALOR Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan peran kalor dalam mengubah wujud zat dan suhu suatu benda serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Standar Kompetensi: Memahami wujud zat dan perubahannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

PENDINGIN TERMOELEKTRIK

PENDINGIN TERMOELEKTRIK BAB II DASAR TEORI 2.1 PENDINGIN TERMOELEKTRIK Dua logam yang berbeda disambungkan dan kedua ujung logam tersebut dijaga pada temperatur yang berbeda, maka akan ada lima fenomena yang terjadi, yaitu fenomena

Lebih terperinci

Ditemukan pertama kali oleh Daniel Gabriel Fahrenheit pada tahun 1744

Ditemukan pertama kali oleh Daniel Gabriel Fahrenheit pada tahun 1744 A. Suhu dan Pemuaian B. Kalor dan Perubahan Wujud C. Perpindahan Kalor A. Suhu Kata suhu sering diartikan sebagai suatu besaran yang menyatakan derajat panas atau dinginnya suatu benda. Seperti besaran

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA101) Topik hari ini (minggu 6) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa

Fisika Umum (MA101) Topik hari ini (minggu 6) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa Fisika Umum (MA101) Topik hari ini (minggu 6) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa Kalor Hukum Ke Nol Termodinamika Jika benda A dan B secara terpisah berada dalam kesetimbangan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN Disusun oleh: BENNY ADAM DEKA HERMI AGUSTINA DONSIUS GINANJAR ADY GUNAWAN I8311007 I8311009

Lebih terperinci

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT KAB/KOTA Waktu: 120 menit. Laju (m/s)

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT KAB/KOTA Waktu: 120 menit. Laju (m/s) SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT KAB/KOTA Waktu: 120 menit A. SOAL PILIHAN GANDA Petunjuk: Pilih satu jawaban yang paling benar. 1. Sebuah mobil bergerak lurus dengan laju ditunjukkan oleh grafik di samping.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah dan Pengenalan Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh seorang ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD 1. Apa yang dimaksud dengan kalor? 2. Bagaimana pengaruh kalor pada benda? 3. Berapa jumlah kalor yang diperlukan untuk perubahan suhu benda? 4. Apa yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Perpindahan Kalor Perpindahan panas adalah ilmu untuk memprediksi perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau material. Perpindahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem merupakan sekumpulan obyek yang saling berinteraksi dan memiliki keterkaitan antara satu obyek dengan obyek lainnya. Dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

PENGANTAR PINDAH PANAS

PENGANTAR PINDAH PANAS 1 PENGANTAR PINDAH PANAS Oleh : Prof. Dr. Ir. Santosa, MP Guru Besar pada Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas Padang, September 2009 Pindah Panas Konduksi (Hantaran)

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI Oleh ILHAM AL FIKRI M 04 04 02 037 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama

Lebih terperinci

SNMPTN 2011 Fisika KODE: 559

SNMPTN 2011 Fisika KODE: 559 SNMPTN 2011 Fisika KODE: 559 SOAL PEMBAHASAN 1. Gerakan sebuah mobil digambarkan oleh grafik kecepatan waktu berikut ini. 1. Jawaban: DDD Percepatan ketika mobil bergerak semakin cepat adalah. (A) 0,5

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pendinginan

Konsep Dasar Pendinginan PENDAHULUAN Perkembangan siklus refrigerasi dan perkembangan mesin refrigerasi (pendingin) merintis jalan bagi pertumbuhan dan penggunaan mesin penyegaran udara (air conditioning). Teknologi ini dimulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Gambar 2.1 Bagian-bagian model alat pengering Keterangan : 1. Cerobong 2. Dinding 3. Ruang pengering 4. Ruang pembakaran 5. Rak pengering 6. Jendela pengarah 7. Saluran awal 8.

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA101) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa

Fisika Umum (MA101) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa Fisika Umum (MA101) Topik hari ini: Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa Kalor Hukum Ke Nol Termodinamika Jika benda A dan B secara terpisah berada dalam kesetimbangan termal

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Tata Udara [sumber : 5. http://ridwan.staff.gunadarma.ac.id] Sistem tata udara adalah proses untuk mengatur kondisi suatu ruangan sesuai dengan keinginan sehingga dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kondensor Kondensor adalah suatu alat untuk terjadinya kondensasi refrigeran uap dari kompresor dengan suhu tinggi dan tekanan tinggi. Kondensor sebagai alat penukar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH Sampah adalah sisa-sisa atau residu yang dihasilkan dari suatu kegiatan atau aktivitas. kegiatan yang menghasilkan sampah adalah bisnis, rumah tangga pertanian dan pertambangan

Lebih terperinci

KALOR. system yang lain; ini merupakan dasar kalorimetri, yang merupakan pengukuran kuantitatif pertukaran kalor.

KALOR. system yang lain; ini merupakan dasar kalorimetri, yang merupakan pengukuran kuantitatif pertukaran kalor. 59 60 system yang lain; ini merupakan dasar kalorimetri, yang merupakan pengukuran kuantitati pertukaran kalor. KALOR. Energi termal, atau energi dalam, U, mengacu pada energi total semua molekul pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material.

Lebih terperinci

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas Pemanasan Bumi Meteorologi Suhu dan Perpindahan Panas Suhu merupakan besaran rata- rata energi kine4k yang dimiliki seluruh molekul dan atom- atom di udara. Udara yang dipanaskan akan memiliki energi kine4k

Lebih terperinci

Suhu dan kalor NAMA: ARIEF NURRAHMAN KELAS X5

Suhu dan kalor NAMA: ARIEF NURRAHMAN KELAS X5 Suhu dan kalor NAMA: ARIEF NURRAHMAN KELAS X5 PENGERTIAN KALOR Kalor adalah suatu bentuk energi yang diterima oleh suatu benda yang menyebabkan benda tersebut berubah suhu atau wujud bentuknya. Kalor berbeda

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA) HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT 1. Perbedaan Suhu dan Panas Panas umumnya diukur dalam satuan joule (J) atau dalam satuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Hasil Pertanian dan Perkebunan Pengeringan hasil pertanian dan perkebunan merupakan salah satu unit operasi energi paling intensif dalam pengolahan pasca panen.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK SIMULASI SATU UNIT MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA DENGAN LUAS KOLEKTOR 1,5 m 2

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK SIMULASI SATU UNIT MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA DENGAN LUAS KOLEKTOR 1,5 m 2 PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK SIMULASI SATU UNIT MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA DENGAN LUAS KOLEKTOR 1,5 m 2 SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay A. PILIHAN GANDA Petunjuk: Pilih satu jawaban yang paling benar. 1. Grafik

Lebih terperinci

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu Konduksi Tunak-Tak Tunak, Persamaan Fourier, Konduktivitas Termal, Sistem Konduksi-Konveksi dan Koefisien Perpindahan Kalor Menyeluruh Marina, 006773263, Kelompok Kalor dapat berpindah dari satu tempat

Lebih terperinci

PREDIKSI 8 1. Tebal keping logam yang diukur dengan mikrometer sekrup diperlihatkan seperti gambar di bawah ini.

PREDIKSI 8 1. Tebal keping logam yang diukur dengan mikrometer sekrup diperlihatkan seperti gambar di bawah ini. PREDIKSI 8 1. Tebal keping logam yang diukur dengan mikrometer sekrup diperlihatkan seperti gambar di bawah ini. Dari gambar dapat disimpulkan bahwa tebal keping adalah... A. 4,30 mm B. 4,50 mm C. 4,70

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Energi Matahari

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Energi Matahari BAB II DASAR TEORI 2.1 Energi Matahari Matahari merupakan sebuah bola yang sangat panas dengan diameter 1.39 x 10 9 meter atau 1.39 juta kilometer. Kalau matahari dianggap benda hitam sempurna, maka energi

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Batasan Rancangan Untuk rancang bangun ulang sistem refrigerasi cascade ini sebagai acuan digunakan data perancangan pada eksperiment sebelumnya. Hal ini dikarenakan agar

Lebih terperinci

BERKAS SOAL BIDANG STUDI : FISIKA

BERKAS SOAL BIDANG STUDI : FISIKA BERKAS SOAL BIDANG STUDI : MADRASAH ALIYAH SELEKSI TINGKAT PROVINSI KOMPETISI SAINS MADRASAH NASIONAL 2014 Petunjuk Umum 1. Silakan berdoa sebelum mengerjakan soal, semua alat komunikasi dimatikan. 2.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1. Prinsip Kerja Mesin Pendingin Penemuan siklus refrigerasi dan perkembangan mesin refrigerasi merintis jalan bagi pembuatan dan penggunaan mesin penyegaran udara. Komponen utama

Lebih terperinci

1. Pengukuran tebal sebuah logam dengan jangka sorong ditunjukkan 2,79 cm,ditentikan gambar yang benar adalah. A

1. Pengukuran tebal sebuah logam dengan jangka sorong ditunjukkan 2,79 cm,ditentikan gambar yang benar adalah. A PREDIKSI 7 1. Pengukuran tebal sebuah logam dengan jangka sorong ditunjukkan 2,79 cm,ditentikan gambar yang benar adalah. A B C D E 2. Pak Pos mengendarai sepeda motor ke utara dengan jarak 8 km, kemudian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah perpindahan energi karena adanya perbedaan temperatur. Perpindahan kalor meliputu proses pelepasan maupun penyerapan kalor, untuk

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING Bambang Setyoko, Seno Darmanto, Rahmat Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik UNDIP Jl. Prof H. Sudharto, SH, Tembalang,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah Termoelektrik Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian.

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 9. KALOR DAN PERPINDAHANNYALatihan Soal 9.3

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 9. KALOR DAN PERPINDAHANNYALatihan Soal 9.3 1. Perhatikan pernyataan berikut! SMP kelas 9 - FISIKA BAB 9. KALOR DAN PERPINDAHANNYALatihan Soal 9.3 1. Angin laut terjadi pada siang hari, karena udara di darat lebih panas daripada di laut. 2. Sinar

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Hotel Sapadia Siantar. Hotel Danau Toba International Medan. Rumah Sakit Columbia Asia Medan

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Hotel Sapadia Siantar. Hotel Danau Toba International Medan. Rumah Sakit Columbia Asia Medan BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Tempat penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: Hotel Sapadia Siantar Hotel Danau Toba International

Lebih terperinci