BAB I PENDAHULUAN. dari pemerintah dalam kebijakan pangan nasional. olahan seperti: tahu, tempe, tauco, oncom, dan kecap, susu kedelai, dan

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L)) merupakan komoditas strategis di Indonesia. Kedelai adalah salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan perhatian yang lebih dari pemerintah dalam kebijakan pangan nasional. Di Indonesia, kedelai umumnya dikonsumsi dalam bentuk pangan olahan seperti: tahu, tempe, tauco, oncom, dan kecap, susu kedelai, dan berbagai bentuk makanan ringan. Sifat multiguna yang ada pada kedelai serta manfaat kedelai sebagai salah satu sumber protein murah membuat kedelai semakin diminati. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, permintaan kedelai di dalam negeri pun berpotensi untuk meningkat setiap tahunnya (Damardjati, 2005). Krisis harga kedelai dan anjloknya produktivitas kedelai lokal di tahun 2012 menunjukkan betapa rentannya ketahanan pangan Indonesia, khususnya yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan pangan pedesaan. Pemicu krisis adalah kemampuan kedelai lokal yang hanya mampu memenuhi 48% dari total kebutuhan kedelai dalam negeri dan selebihnya dipenuhi oleh kedelai yang berasal dari impor. Kedelai lokal yang tidak mampu memenuhi kebutuhan kedelai di dalam negeri menyebabkan tingginya volume kedelai impor. Padahal untuk melakukan impor 1

2 2 dibutuhkan anggaran belanja yang tidak sedikit. Kondisi ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut mengingat potensi untuk meningkatkan produksi kedelai di dalam negeri yang dapat dilakukan (Rante, 2013). Pencapaian produksi kedelai tahun jauh di bawah target yang telah ditetapkan pada Renstra Kementerian Pertanian tahun Rendahnya capaian produksi kedelai terutama disebabkan karena tidak tercapainya luas panen dan rendahnya produktivitas riil yang dicapai petani. Berdasarkan data ARAM-II tahun 2013 produksi kedelai mencapai 0,81 juta ton (54% dari target 1,5 juta ton). Pada tahun 2014 produksi kedelai ditargetkan 1,5 juta ton (RKT Kementan, 2014). Tiga tahun ke depan Kementerian Pertanian (Kementan) berjanji akan bekerja keras mencapai target swasembada pangan, terutama kedelai. Banyak pihak yang meragukan target ini bisa dicapai. Meski demikian, pemerintah selalu optimis dapat mencapai target tersebut dengan menaikkan Indeks Pertanaman (IP) dan produktivitas. Keyakinan akan swasembada kedelai ini setelah melihat produksi kedelai tahun 2014 yang menunjukkan tren positif. Swasembada yang dimaksud pemerintah adalah kebutuhan dan ketersediaan poduksi dalam negeri bisa terpenuhi. Secara matematis, jika kebutuhan kedelai nasional sebesar 2,2 juta, sedangkan produksi baru sekitar ton, maka pemerintah harus memenuhi kekurangan kebutuhan sebesar 1,28 juta ton.

3 3 Target swasembada untuk tiga tahun mendatang yaitu 1,5 juta ton dengan tahapan kerja yang terbagi menjadi tiga tahun. Tahun pertama, yakni 2015, melakukan penambahan areal tanam seluas ha, selanjutnya tahun 2016 menambah areal tanam ha, dan tahun 2017 menambah areal tanam seluas ha. Dengan penambahan areal tanam secara bertahap, diharapkan produksi akan meningkat. Tahun pertama diharapkan terjadi peningkatan antara 1,3 1,5 juta ton, tahun kedua 1,8 juta ton dan tahun ketiga 2,2 juta ton. Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah merupakan salah satu wilayah penghasil kedelai terbesar di Indonesia. Produktivitas berdasarkan produksi dan luas lahan dapat dilihat pada Lampiran 1. Produksi kedelai di wilayah Grobogan dapat mencukupi kebutuhan kedelai di wilayahnya. Bahkan keadaan surplus sering terjadi pada wilayah ini. Berikut adalah grafik ketersediaan dan kebutuhan kedelai di wilayah Grobogan selama 5 Kuantitas ( ribu ton) tahun terakhir, sedangkan data tersebut dapat dilihat pada Lampiran Ketersediaan (ton) Kebutuhan (ton) Plus/Minus (ton) Tahun Gambar 1.1. Ketersediaan dan Kebutuhan Kedelai Tahun Sumber : Dinas Pertanian TPH Kab. Grobogan, (2013)

4 4 Keadaan surplus yang dialami Kabupaten Grobogan menunjukkan bahwa wilayah Grobogan telah mampu memenuhi kebutuhan akan komoditas kedelai untuk wilayahnya sendiri, bahkan mampu memasok sebagian kedelainya ke wilayah sekitar seperti Semarang dan Yogyakarta. Hal tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Grobogan merupakan salah satu wilayah yang berpotensi untuk mendukung rencana pemerintah akan swasembada kedelai. Penelitian ini dilakukan dengan merepresentasikan sistem nyata rantai pasok kedelai di wilayah Kabupaten Grobogan ke dalam sebuah model untuk melihat perilakunya dengan fokus ke tingkat persediaan sebagai parameter kinerja rantai pasok. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami perilaku dinamis tingkat persediaan kedelai di Kabupaten Grobogan adalah dengan pendekatan simulasi model Dynamic System. Untuk menganalisa perilaku dinamis pada pelaku rantai pasok, diperlukan juga pendekatan terhadap dampak kebijakan yang dapat mempengaruhi perilaku dinamis masing-masing pelaku. Analisa terhadap dampak kebijakan tersebut dilakukan dengan pendekatan Policy Analysis Matrix (PAM). Hal ini menjadi dasar dilakukannya penelitian dengan judul Analisa Rantai Pasok Kedelai (Glycine max L) Dengan Sistem Dinamis, Studi di Wilayah Kabupaten Grobogan Provinsi Jawa Tengah.

5 Rumusan Masalah Dari ulasan latar belakang di atas diperoleh pokok permasalahan yaitu: 1. Diperlukannya sebuah model rantai pasok bagi pelaku rantai pasok kedelai di suatu wilayah sebagai model percontohan di wilayah potensial untuk mencapai swasembada kedelai. 2. Dibutuhkan analisa terhadap pelaku dan perilaku rantai pasok kedelai di wilayah Kabupaten Grobogan untuk mengetahui persediaan kedelai pada masing-masing pelaku Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini antara lain: 1. Komoditas yang diteliti dalam sistem rantai pasok fokus pada kedelai kuning yang didistribusikan melalui sistem rantai pasok di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. 2. Analisa tingkat persediaan direpresentasikan menggunakan pemodelan sistem dinamis, sedangkan analisa dampak kebijakan menggunakan pendekatan Policy Analysis Matrix (PAM). 3. Analisa tingkat persediaan dan dampak kebijakan dilakukan pada tier pedagang besar. 4. Penyusunan model dan skenario dilakukan berdasarkan karakteristik wilayah dan rantai pasok di Kabupaten Grobogan.

6 6 5. Data yang diolah adalah data historis yang diperoleh saat penelitian dilakukan yaitu dari Bulan Oktober 2014 sampai Maret Tujuan Penelitian Dari rencana pemerintah tentang swasembada kedelai di atas, penelitian ini bertujuan untuk menentukan model perbaikan rantai pasok yang optimal bagi pelaku rantai pasok kedelai di wilayah Kabupaten Grobogan dengan mengarah kepada rencana swasembada kedelai Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menggambarkan model rantai pasok kedelai di suatu wilayah dalam mencapai swasembada kedelai yang selanjutnya dapat digunakan sebagai model percontohan untuk pelaku rantai pasok kedelai wilayah tertentu dalam mendukung swasembada kedelai. 2. Mengetahui informasi mengenai pelaku, perilaku serta ketersediaan kedelai lokal dalam rantai pasok kedelai di Kabupaten Grobogan. 3. Dapat memberikan arah perencanaan bagi pedagang besar maupun bagi para pengambil keputusan sebagai alternatif kebijakan dalam upaya pendayagunaan kedelai secara optimal. 4. Memperluas kajian penelitian dalam Supply Chain Management bagi masyarakat luas, produsen, pelaku pasar, dan pelaku rantai pasok bahan pertanian pada umumnya dan kedelai kuning pada khususnya.