BAB III ANALISIS MODEL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III ANALISIS MODEL"

Transkripsi

1 BAB III ANALISIS MODEL Analisis model yang dilakukan berbasis pada cara pendefinisian rencana dan arsitektur di EAP (lihat gambar II.2), yang terdiri dari empat langkah yaitu persiapan, analisis kondisi saat ini, analisis tujuan ke depan (data, aplikasi, dan teknologi), dan diakhiri dengan metode implementasinya. Adapun analisis yang dilakukan pada penelitian ini tidak mencakup metode implementasi. Di antara analisis kondisi saat ini dan analisis tujuan ke depan akan disisipkan kegiatan observasi model yang saat ini sudah ada. Pemetaan dari cara pendefinisian rencana dan arsitektur di EAP dengan langkahlangkah analisis model yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Pada tahap persiapan (planning initation), akan dilakukan penentuan lingkup dari model. 2. Pada tahap business modeling, akan dilakukan analisis tentang kondisi supply chain pertanian Indonesia saat ini. 3. Pada tahap identifikasi current system & technology, akan dilakukan identifikasi tentang teknologi pendukung yang saat ini sudah digunakan untuk mendukung supply chain pertanian Indonesia saat ini. 4. Pada tahap identifikasi data, application & technology architecture, akan dilakukan analisis terhadap elemen-elemen model. Aspek data, aplikasi, dan teknologi akan menjadi bagian dari elemen-elemen penyusun model. Sebelum melakukan analisis terhadap elemen-elemen penyusun model, akan dilakukan beberapa kegiatan yaitu: a. Observasi model CPFR b. Identifikasi kebutuhan model c. Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap supply demand komoditas pertanian Indonesia d. Analisis elemen model 24

2 Gambar III.1 menunjukkan skema analisis penelitian ini berdasarkan cara EAP dalam mendefinisikan rencana dan arsitektur suatu enterprise. Planning Initiation Business Modelling, Current System & Technology Data, Application, and Technology Architecture Menentukan Lingkup Model Analisis Kondisi Saat Ini Analisis Tujuan ke Depan Supply Chain Pertanian Indonesia Saat Ini Teknologi Pendukung Saat Ini Observasi Model CPFR Identifikasi Kebutuhan Model Analisis Faktor Analisis Elemen Model Gambar III.1 Skema Analisis III.1 Identifikasi Tujuan dan Lingkup Model Fase pertama dari EAP adalah initiation planning. Salah satu aktivitas pada fase ini adalah melakukan identifikasi tujuan dan lingkup dari enterprise. Dalam penelitian ini, tahapan analisis yang pertama kali dilakukan adalah melakukan identifikasi tujuan dan lingkup dari model supply demand komoditas pertanian di Indonesia. Tujuan dari model yang akan dibangun adalah menggambarkan suatu proses kolaborasi supply demand suatu komoditas pertanian antar wilayah di Indonesia. Suatu wilayah dapat berperan sebagai produsen, dapat pula berperan sebagai konsumen. Untuk menyederhanakan model, tidak akan dimasukkan unsur perantara (misal distributor, retailer, pasar induk, dan lain-lain) ketika suatu komoditas berada di suatu wilayah hingga komoditas tersebut sampai di tangan konsumen akhir (orang atau organisasi). Lingkup model yang dimaksud adalah lingkup dari enterprise. Sedangkan enterprise yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu lingkungan supply chain komoditas pertanian yang terdiri dari partisipan supply chain seperti yang 25

3 disebutkan pada bab II.3.3, yaitu produsen, distributor, retailer, konsumen, dan service provider. Dalam penelitian ini, akan ditambahkan satu partisipan lain yaitu regulator. Regulator disini berfungsi perencana dan pengatur proses kolaborasi antar partisipan yang lain dalam melakukan aktivitas-aktivitas supply chain komoditas pertanian di Indonesia. Dalam penelitian ini, tidak semua partisipan akan menjadi konsiderasi dalam pembuatan model. Service provider tidak menjadi konsiderasi karena fungsinya yang hanya sebagai pendukung aktivitas partisipan yang lain. Distributor dan retailer juga tidak menjadi konsiderasi sesuai dengan pernyataan pada awal sub bab ini. Oleh karena itu, lingkup enterprise yang sekaligus menjadi lingkup model dalam penelitian ini adalah regulator, produsen, dan konsumen. III.2 Analisis Kondisi Saat Ini Layer kedua dari EAP fokus pada kondisi enteprise saat ini. Dalam penelitian ini, tahapan analisis yang kedua adalah melakukan identifikasi analisis terhadap kondisi supply chain pertanian Indonesia saat ini. Sesuai dengan tahapan pada layer kedua dari EAP, analisis dilakukan terhadap model bisnis dan teknologi pendukung yang saat ini digunakan. III.2.1 Supply Chain Pertanian Indonesia Saat Ini Tahapan pertama dari layer kedua EAP adalah memodelkan bisnis. Dalam analisis model yang akan dibangun, pemodelan bisnis dilakukan dengan melakukan identifikasi terhadap kondisi supply chain pertanian Indonesia saat ini. Berikut identifikasi supply chain pertanian Indonesia saat ini: 1. Di akhir tahun, pemerintah menetapkan target jumlah produksi suatu komoditas pertanian untuk dihasilkan oleh suatu wilayah di tahun berikutnya. 2. Tidak ada pengaturan dari pemerintah pusat tentang distribusi suatu komoditas pertanian dari suatu wilayah yang memiliki kelebihan jumlah produksi ke wilayah lain yang kekurangan komoditas tersebut. Untuk mendapatkan 26

4 komoditas pertanian dari wilayah yang lain, suatu wilayah mengikuti lelang komoditas pertanian. 3. Impor suatu komoditas belum secara lengkap melihat jumlah produksi komoditas tersebut di seluruh wilayah Indonesia, sehingga seringkali terjadi produksi lokal menjadi mubazir karena adanya produk dari luar. 4. Tidak tersedianya informasi atas jumlah produksi untuk suatu komoditas pertanian secara cepat dan tepat. 5. Tidak tersedianya informasi atas jumlah yang telah dikonsumsi untuk suatu komoditas pertanian secara cepat dan tepat. 6. Distribusi bibit dan pupuk bersubsidi ke suatu wilayah seringkali tidak mencukupi atau berlebihan dan terlambat, sehingga dapat mengganggu proses produksi. 7. Petani di Indonesia tidak memiliki akses terhadap informasi yang cukup terhadap kondisi supply demand pertanian di Indonesia secara umum, di wilayahnya secara khusus. III.2.2 Teknologi Pendukung Saat Ini Tahapan kedua dari layer kedua EAP adalah analisa sistem dan teknologi saat ini. Dalam analisis model yang akan dibangun, tahapan ini dilakukan dengan melakukan identifikasi terhadap teknologi informasi yang saat ini sudah diterapkan untuk mendukung aktivitas supply chain pertanian di Indonesia. Saat ini, untuk mendukung aktivitas supply chain pertanian di Indonesia sebenarnya sudah mulai diterapkan beberapa teknologi informasi pendukung. Hal ini bisa dilihat dari sudah diimplementasikannya Sistem Informasi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (SINGOSARI), yang bisa diakses di Selain itu, juga sudah diterapkannya teknologi mobile, yaitu informasi harga beras via SMS. 27

5 Sistem-sistem yang sudah disiapkan tersebut memiliki fungsi untuk mengumpulkan informasi mengenai supply, demand, harga, distribusi, dan lain sebagainya dari suatu komoditas pertanian yang didapat atau diisi langsung oleh petugas atau operator di daerah. Sayangnya, sistem tersebut masih jarang sekali dimutakhirkan datanya. III.3 Observasi Model CPFR Untuk memudahkan dalam analisis model yang akan dibangun, akan dilakukan observasi terhadap model yang sudah ada terlebih dahulu. Observasi ini merupakan pra analisis model yang merupakan pelaksanaan dari layer ketiga dari EAP yaitu data, application & technology architecture. Model yang akan diobservasi adalah model CPFR (Collaborative, Planning, Forecasting, and Replenishment). Model ini dipilih karena: 1. Model ini adalah salah satu contoh model supply chain 2. Model ini menggunakan prinsip kolaborasi antar partisipannya 3. Pada model ini, supply suatu produk berdasarkan atas demand terhadap produk tersebut. Sebelum membahas CPFR terlebih dahulu harus dilakukan pembahasan terhadap konsep ECR yang melatarbelakangi konsep CPFR. III.3.1 ECR ECR (Effective Consumer Response) adalah konsep manajemen yang komprehensif berbasis kolaborasi vertikal di proses manufaktur dan retail dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumen secara efisien. Komponen utama dari ECR adalah supply chain management (SCM) dan category management (CM). SCM melihat dari sisi logistik, sedangkan CM melihat dari sisi pemasaran. Dalam penelitian ini, yang diobservasi hanyalah bagian SCM-nya saja (Seifert, 2003). 28

6 III Tujuan Konsep ECR Tujuan utama dari ECR adalah untuk mentransformasi solusi individu yang kurang optimal pada rantai pasok (supply chain) individu menjadi solusi yang komprehensif. Tujuan konkritnya, dalam dunia logistik kooperatif dan kemudian di SCM, adalah untuk menghapus ketidakefisienan yang terjadi karena sekuens yang terkoordinasi pada rantai pasok, misalnya inventori atau informasi yang idle untuk waktu yang lama atau penggudangan atas stok yang tidak perlu (Seifert, 2003). Dalam pemasaran kooperatif, tujuannya adalah untuk mengoreksi kecenderungan yang salah dalam aktivitas promosi, pensortiran keputusan, dan pengenalan produk. Permasalahan utamanya adalah tidak adanya atau tidak cukupnya informasi atas kebutuhan konsumen. Sasaran dari ECR adalah untuk memungkinkan produsen, retailer, dan konsumen berpartisipasi dalam pembentukan nilai untuk mendapatkan win-win solution di antara ketiganya (Seifert, 2003). III Prinsip Push ke Prinsip Pull pada Supply Chain ECR melakukan rekayasa ulang terhadap supply chain. Yang berkembang saat ini adalah aliran proses di supply chain menggunakan prinsip push. Yaitu volume produk di-push dari pihak produsen. Hal ini menyebabkan (Seifert, 2003): 1. Produksi tidak sinkron dengan demand terhadap produk tersebut yang menyebabkan tidak efisiennya penggudangan di sisi retailer dan produsen. 2. Retailer membeli produk dalam jumlah besar untuk mendatkan discount, tetapi menyebabkan pembengkakan biaya di sisi lain di supply chain. 3. Tidak tentunya rencana produksi dan rendahnya level layanan ke konsumen. Permasalahan ini akan menjadi lebih besar jika produsen terus-menerus meningkatkan jumlah produksi. Hal ini dapat menyebabkan penuhnya gudang retailer yang memaksa retailer untuk menurunkan harga untuk meningkatkan 29

7 demand konsumen yang dapat menurunkan keuntungan di sisi retailer dan produsen. Dengan ECR, akan terjadi kebalikannya. Prinsip pull menggunakan konsumen sebagai referensi dan tidak berusaha untuk menekan produksi ke channel distribusi. Kebutuhan dan perilaku konsumen menjadi konsiderasi utama. Demand ditentukan melalui pengukuran yang didapatkan dari riset pasar dan analisis data. Produksi dan distribusi di supply chain disinkronkan dengan informasi yang didapatkan oleh retailer. Distribusi ditujukan untuk produsen dan konsumen. Terjadi pertukaran informasi antar tiap partisipan di supply chain. Penjelasan terhadap reengineering atas prinsip ini (Seifert, 2003) dapat dilihat pada gambar III.2. Gambar III.2 Reengineering Rantai Pasok (Supply Chain) III ECR-Supply Chain Management Kerjasama antar partisipan seringkali menimbulkan konflik. Setiap partisipan ingin meminimalkan biayanya. Optimasi logistik seringkali malah menambah biaya. Optimasi pada suatu tahap di supply chain tidak membawa optimasi di keseluruhan tahap di supply chain. SCM menawarkan solusi optimasi yang komprehensif di supply chain dengan tujuan efisiensi sistem secara total (Seifert, 2003). 30

8 Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, proses suppy chain planning (SCP) yang merupakan bagian awal dari SCM harus dilakukan. Tabel III.2 memaparkan aplikasi-aplikasi utama di SCP (Seifert, 2003). Tabel III.1 Aplikasi Utama di Supply Chain Planning Aplikasi SCP Keterangan Perencanaan Kebutuhan (Demand Planning) Perencanaan Distribusi (Distribution Planning) Perencanaan Sumber Daya Terbatas (Constraint-Based Master Planning) Perencanaan Transportasi (Transportation Planning) Perencanaan dan Penjadwalan Proses Manufaktur (Manufacturing Planning and Scheduling) Perancangan dan Optimasi Jaringan (Network Design and Optimization) Tersedia untuk Janji (Available to Promise) Optimasi kuantitas demand. Perencanaan distribusi berorientasi demand, misalnya memperhitungkan gap produksi dan keterlambatan pengiriman. Menghasilkan perencanaan secara real time dengan konsiderasi keterbatasan material, kapasitas, dan individu dalam jaringan distribusi, manufaktur, dan pemasok yang terintegrasi. Perencanaan transportasi memberikan transparansi yang diperlukan dan hal itu dapat mengakomodasi setiap perpindahan produk. Rencana detail atas produksi. Memastikan rencana dependensi dan rencana waktu secara tepat. Memodelkan keseluruhan supply chain dan situasi bisnisnya dalam rangka untuk merekomendasikan strategi yang paling ekonomis. Dengan demikian, perusahaan dapat dengan cepat dan mudah melihat keadaan supply chain. Ikatan akan ketersediaan dan perjanjian waktu pengiriman menjadi mungkin melalui pandangan yang terintegrasi di supply chain. Dengan demikian, semua inventori, pesanan, sumber daya (transportasi, kapasitas produksi, personel, dll) yang tersedia, dan alternatif supplier harus diperhitungkan. 31

9 III.3.2 CPFR III Definisi Collaborative, Planning, Forecasting, and Replenishment (CPFR) adalah inisiatif dari semua partisipan di supply chain yang ingin meningkatkan hubungan antar partisipan melalui proses perencanaan bersama dan berbagi informasi. CPFR merupakan evolusi dan perbaikan dari konsep ECR. CPFR melibatkan tingkat kepercayaan antar partisipan yang lebih tinggi dibandingkan ECR dan sepakat bukan hanya berbagi data, tetapi juga mendapatkan perbaikan terukur atas kualitas data. CPFR dikembangkan karena adanya kesempatan untuk mengendalikan dan mengoptimasi keseluruhan proses supply chain dengan lebih baik, dikarenakan adanya internet dan B2B marketplace. CPFR dan Collaborative Customer Relationship Management (CCRM) melahirkan konsep bisnis generasi kedua dari ECR. CCRM merupakan pengembangan di sisi demand yang memungkinkan terjadinya koordinasi manajemen di semua touch point konsmen (point of sales, TV, radio, call center, , internet, dll).. Ciri utama dari CPFR adalah memiliki hubungan yang kuat pada perhitungan di sisi demand. Komponen perencanaan (planning) dan forecasting membutuhkan pertukaran informasi secara intesif, bukan hanya pada level logistik, tetapi juga di perencanaan manajemen, pemasaran, dan keuangan. Manajemen senior dapat menggunakan CPFR atas kelebihannya di efisiensi pada SCM strategis (Seifert, 2003). III Model Proses CPFR Proses model CPFR dibagi menjadi tiga fase. Fase pertama adalah fase perencanaan/planning (langkah 1 dan 2), fase kedua adalah fase perkiraan/forecasting (langkah 3 8), dan fase ketiga adalah replenishment (langkah 9). Gambar III.3 menunjukkan model proses CPFR (Seifert, 2003). 32

10 Gambar III.3 Model Proses CPFR III.3.3 Kesimpulan Observasi Dari observasi yang dilakukan terhadap konsep ECR dan CPFR, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Konsep ECR yang melibatkan semua partisipan supply chain sesuai dengan kebutuhan dari model yang akan dibangun dalam penelitian ini yang 33

11 mensyaratkan terjadinya kolaborasi antar titik, dimana titik ini dapat berperan sebagai produsen atau supplier dan dapat juga berperan sebagai konsumen. 2. Konsep CPFR yang menerapkan perencanaan dan perkiraan (forecasting) sesuai dengan kebutuhan dari model yang akan dibangun yang bertujuan agar tidak terjadi over supply atau supply yang kurang untuk suatu komoditas di suatu wilayah. Karena dengan adanya perencanaan dan perkiraan yang baik diharapkan supply suatu komoditas di suatu titik dapat dipenuhi sesuai dengan demand di titik tersebut. 3. Model proses CPFR tidak menangani partisipan regulator yang menjadi lingkup penelitian ini. 4. Dari model CPFR dapat dirangkum langkah-langkah aktvitas kolaborasi supply chain sebagai berikut: a. Membuat kesepakatan kolaborasi. b. Pada tahap perencanaan, setelah kesepakatan kolaborasi dilakukan, yang pertama kali dilakukan adalah membuat rencana bisnis bersama. Dalam membuat rencana bisnis bersama, yang paling penting adalah mengetahui kemampuan masing-masing partisipan kolaborasi untuk membuat rencana bisnis yang efektif. Dapat disimpulkan bahwa pada tahap perencanaan yang pertama kali dilakukan adalah melakukan identifikasi potensi masing-masing partisipan kolaborasi. c. Setelah potensi semua partisipan kolaborasi teridentifikasi, yang selanjutnya dilakukan adalah membuat perkiraan penjualan, atau dengan kata lain membuat perkiraan demand dari pasar yang akan dituju. Perkiraan yang dibuat harus disertai dengan identifikasi kesalahan yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, pada suatu saat perkiraan demand tersebut harus dapat dikoreksi. d. Langkah berikutnya adalah membuat perkiraan pemesanan atau dapat dikatakan dengan membuat target produksi. Sama seperti membuat perkiraan demand, membuat target produksi juga harus disertai dengan 34

12 identifikasi kesalahan yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, pada suatu saat target produksi tersebut harus dapat dikoreksi. e. Setelah target produksi ditetapkan, berikutnya adalah proses produksi. f. Setelah produksi dilakukan, langkah terakhir adalah melakukan pengiriman produk. 5. Model proses CPFR dapat digunakan sebagai acuan untuk membangun model sesuai tujuan penelitian ini. III.4 Identifikasi Kebutuhan Model Sebelum memulai analisis faktor yang berpengaruh terhadap model, harus didefinisikan terlebih dahulu kebutuhan dari model yang akan dibangun. Kebutuhan model ini akan menjadi arahan dalam menentukan faktor-faktor yang berpengaruh dan elemen-elemen penyusun model. Identifikasi kebutuhan model ini merupakan pra analisis model yang merupakan pelaksanaan dari layer ketiga dari EAP yaitu data, application & technology architecture. Model supply demand komoditas pertanian di Indonesia harus memenuhi kebutuhan sebagai berikut: 1. Model yang dibuat adalah model supply demand sehingga harus mencakup proses supply yang berdasarkan pada demand, seperti prinsip pull yang ditunjukkan pada gambar III Karena supply berdasarkan pada demand, maka model harus mencakup aktivitas perencanaan yang berskala nasional. 3. Aktivitas perencanaan harus disertai dengan koreksi atas perencanaan. 4. Model yang dibuat memanfaatkan dukungan teknologi informasi. 5. Aktivitas operasi pada model harus lengkap sesuai dengan kategori operasi supply chain pada bab II

13 6. Model yang dibuat harus dapat melibatkan partisipasi masyarakat atau organisasi masyarakat yang ingin berkontribusi untuk kemajuan pertanian di Indonesia. 7. Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat Indonesia pada umumnya, masyarakat petani pada khususnya, model yang dibuat harus dilengkapi dengan aktivitas berbagi pengetahuan (sharing knowledge). 8. Model yang dibuat harus dapat menunjukkan hubungan supply demand di Indonesia dengan manca negara. 9. Model yang dibuat harus dapat memberikan solusi terhadap permasalahan masih terjadinya over supply suatu komoditas pertanian di suatu wilayah dan kekurangan pasokan atas komoditas yang sama di wilayah yang lain. III.5 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Supply Demand Komoditas Pertanian Untuk mendefinisikan faktor-faktor yang mempengaruhi supply demand komoditas hasil pertanian di Indonesia, akan dilihat dari perspektif pada framework pemodelan ARCON. Faktor-faktor ini akan menjadi dasar dalam penentuan elemen-elemen penyusun model. Aktivitas ini merupakan salah satu aktivitas dari analisis model yang merupakan pelaksanaan dari layer ketiga dari EAP yaitu data, application & technology architecture. Berikut adalah analisa untuk mendefinisikan faktor-faktor yang mempengaruhi supply demand komoditas pertanian di Indonesia. III.5.1 Perspektif Daur Hidup Faktor daur hidup supply chain akan mempengaruhi supply demand komoditas pertanian di Indonesia karena pendefinisian daur hidup dari suatu supply chain akan mempengaruhi aktivitas-aktivitas dalam supply chain tersebut. 36

14 III.5.2 Perspektif Karakteristik Lingkungan III Endogenous Elements Faktor-faktor yang mempengaruhi supply demand komoditas pertanian sesuai dengan dimensi yang terdapat pada endogenous elements adalah: 1. Faktor Struktural Faktor struktural adalah partisipan dari kolaborasi supply demand komoditas pertanian Indonesia. Faktor ini menjadi penting karena partisipan inilah yang melakukan aktivitas-aktivitas pada supply chain komoditas pertanian. Semakin lengkapnya dan semakin baiknya hubungan antar partisipan, maka semakin baik pula aktivitas kolaborasi tersebut. 2. Faktor Fungsional Faktor fungsional adalah aktivitas-aktivitas yang terjadi pada kolaborasi supply demand komoditas pertanian Indonesia. Faktor ini merupakan salah satu faktor yang paling penting karena semakin lengkapnya dan semakin terintegrasinya fungsi-fungsi atau aktivitas-aktivitas pada kolaborasi maka semakin efektif dan efisien pula kegiatan kolaborasi tersebut. 3. Faktor Komponensial Faktor komponensial terdiri dari beberapa faktor: a. Faktor Sumber Daya Informasi Sumber daya informasi menjadi faktor penting dalam supply demand komoditas pertanian sesuai dengan penjelasan pada bab tentang area SCM. b. Faktor Perangkat Lunak Faktor perangkat lunak menjadi faktor yang penting dalam supply demand komoditas pertanian karena perangkat lunak dibutuhkan dalam mengelola data dan informasi yang dibutuhkan pada poin (a) dalam melakukan aktivitas supply chain. 37

15 c. Faktor Perangkat Keras Faktor perangkat keras dapat mempengaruhi supply demand komoditas pertanian sebagai perangkat teknologi yang menjalankan perangkat lunak pada poin (b). d. Faktor Sumber Daya Manusia (SDM) Faktor SDM dapat mempengaruhi supply demand komoditas pertanian sebagai pengguna yang menggunakan perangkat lunak pada poin (b). 4. Faktor Tingkah Laku Faktor tingkah laku menjadi penting karena budaya dan perilaku dari setiap partisipan pada kolaborasi supply demand komoditas pertanian dapat mempengaruhi aktivitas di dalam kolaborasi. III Exogenous Interactions Faktor-faktor yang mempengaruhi supply demand komoditas pertanian sesuai dengan dimensi yang terdapat pada exogenous interactions adalah: 1. Faktor Pasar Faktor pasar (market) yang tentunya akan sangat mempengaruhi kegiatan supply chain karena akhir dari aktivitas supply chain adalah memasarkan atau menjual produknya ke pasar. 2. Faktor Dukungan Faktor dukungan misalnya dukungan asuransi dan dukungan manajemen keuangan dapat mempengaruhi supply demand komoditas pertanian karena dengan dukungan yang sesuai dari pihak ketiga, dapat meningkatkan kinerja dari aktivitas supply demand komoditas pertanian. 3. Faktor Masyarakat Suatu aktivitas supply chain pasti akan dipengaruhi oleh kondisi dan peran dari masyarakat di sekitarnya, misalnya kondisi sosial politik, kondisi ekonomi, tingkat pendidikan, tingkat peranan dari masyarakat, dan 38

16 sebagainya. Semakin sesuai antara kondisi dan peran masyarakat dengan kondisi yang diharapkan oleh aktivitas supply chain komoditas pertanian, maka akan semakin baik aktivitas tersebut. 4. Faktor Konstitusi Faktor konstitusi dapat mempengarui aktivitas kolaborasi supply demand pertanian di Indonesia, karena faktor ini dapat menarik partisipan lain untuk menggabungkan diri dalam kolaborasi supply demand pertanian. III.6 Analisis Elemen Model Untuk mendefinisikan elemen model supply demand komoditas hasil pertanian di Indonesia, akan menggunakan framework pemodelan ARCON. Oleh karena itu, berikut adalah analisa untuk tiga perspektif yang terdapat pada framework pemodelan ARCON. Setiap elemen model ini merupakan pencerminan dari hasil yang didapat dari layer ketiga EAP yaitu arsitektur data dan aplikasi. Sedangkan arsitektur teknologi akan menjadi bahasan khusus setelah analisis elemen model. III.6.1 Perspektif Daur Hidup Salah satu faktor yang mempengaruhi supply demand komoditas pertanian di Indonesia adalah daur hidup dari proses kolaborasi dari enterprise pertanian di Indonesia. Daur hidup ini merupakan salah satu dari entitas arsitektur data di EAP tentang enterprise pertanian di Indonesia. Berikut analisa daur hidup enterprise pertanian di Indonesia. 1. Creation Pada tahap ini akan mencakup proses inisiasi dan pembentukan enterprise pertanian Indonesia. Sebelum tahap ini dilakukan diasumsikan enterprise pertanian belum terbentuk, dan pada tahap ini dilakukan inisiasi pembentukan enterprise pertanian yaitu dengan menentukan visi dari enterprise pertanian dan bentuk kerjasama antar partisipan di kolaborasi di dalam enterprise pertanian. 39

17 2. Operation Sesuai dengan kategorisasi operasi supply chain yang telah dijelaskan pada sub bab 2.3.4, terdapat empat langkah operasi supply chain, yaitu: a. Plan atau perencanaan Aktivitas-aktivitas pada tahap ini misalnya pengumpulan informasi, melakukan perkiraan terhadap demand, dan penentuan target produksi. b. Source atau pengadaan Untuk domain permasalahan pertanian, aktivitas-aktivitas pada tahap pengadaan misalnya pengadaan bibit dan pupuk dari pemerintah pusat ke daerah-daerah. c. Make atau produksi Aktivitas-aktivitas yang dilakukan adalah aktivitas yang menghasilkan komoditas pertanian yang siap untuk didistribusikan ke wilayah-wilayah yang membutuhkan. d. Deliver atau distribusi Yaitu tahapan supply chain yang terdiri atas operasi pengiriman komoditas ke wilayah-wilayah yang membutuhkan hingga ke konsumen akhir. Sebagai batasan pada model ini, aktivitas distribusi hanya dari suatu wilayah ke wilayah yang lain, tidak sampai ke konsumen akhir. 3. Evolution Tahap evolution seharusnya ada dalam suatu CNO atau dalam hal ini enterprise pertanian, karena aktivitas-aktivitas yang terjadi di tahap operation pasti akan mengalami perubahan seiring dengan berjalannya proses kolaborasi di enteprise pertanian. Akan tetapi, untuk membatasi permasalahan, tahap evolusi ini tidak menjadi bagian dari model yang akan dibangun. 4. Dissolution Kolaborasi supply demand pertanian bukanlah kolaborasi dalam waktu yang singkat, sehingga tahap ini tidak menjadi bagian dari model yang akan dibangun. 40

18 5. Metamorphosis Tahap ini seharusnya ada dalam suatu CNO atau dalam hal ini enterprise pertanian, karena seiring dengan berjalannya proses kolaborasi di enterprise pertanian, kemungkinan besar akan terdapat perubahan visi dan misi dari proses kolaborasi, misalnya karena bergabungnya aspek perdagangan, perindustrian, atau yang lainnya. Tahap ini juga tidak menjadi bagian dari model untuk membatasai permasalahan. Gambar III.4 menjelaskan daur hidup enterprise pertanian yang seharusnya dan gambar III.5 menjelaskan daur hidup enterprise pertanian yang menjadi lingkup dalam model yang dibangun. Pada aktivitas operation di kedua gambar sebenarnya terjadi siklus yang selalu berulang di setiap periode perencanaan tertentu, yaitu tiap satu tahun. Aktivitas Harian Creation -Visi, Misi Kolaborasi -KontrakKerjasama Operation -Perencanaan -Pengadaan -Produksi -Distribusi Metamorphosis Evolution Gambar III.4 Daur Hidup Enterprise Pertanian yang Lengkap Sesuai dengan analisa daur hidup, maka daur hidup enterprise pertanian yang menjadi lingkup dalam model ini adalah creation dan operation. Creation -Visi, Misi Kolaborasi -Kontrak Kerjasama Aktivitas Harian Operation -Perencanaan -Pengadaan -Produksi -Distribusi Gambar III.5 Daur Hidup Enterprise Pertanian pada Lingkup Model 41

19 III.6.2 Perspektif Karakteristik Lingkungan Berikut analisa karakteristik lingkungan enterprise pertanian di Indonesia. III Endogenous Elements Terdapat empat buah dimensi untuk dapat menggambarkan karakteristik internal enterprise pertanian di Indonesia, yaitu: 1. Dimensi Struktural Sesuai dengan identifikasi lingkup model yang sudah dilakukan, partisipan yang terlibat di dalam model ini adalah regulator, produsen, dan konsumen. a. Regulator adalah partisipan yang berfungsi dalam pengaturan proses kolaborasi supply demand pertanian antar wilayah di Indonesia. Dalam model ini, yang berperan sebagai regulator adalah pemerintah pusat. Pemerintah pusat dipilih sebagai pengatur dan pembuat keputusan dalam supply chain komoditas pertanian karena seperti yang ditunjukkan pada gambar III.6, pemerintah pusat yang menjadi pemimpin atau pengendali partisipan-partisipan yang lain. b. Produsen adalah partisipan yang berfungsi dalam proses produksi komoditas pertanian. Dalam model ini, produsen diwakili oleh suatu wilayah, karena partisipan kolaborasi yang terlibat dalam model ini adalah suatu wilayah atau daerah. c. Konsumen adalah partisipan yang mendapatkan supply komoditas pertanian dari produsen. Dalam model ini, konsumen diwakili oleh suatu wilayah, karena partisipan kolaborasi yang terlibat dalam model ini adalah suatu wilayah atau daerah. Sehingga, suatu wilayah atau daerah dapat berfungsi sebagai produsen maupun konsumen. Lingkup wilayah (baik produsen maupun konsumen) dalam model ini adalah wilayah provinsi. Lingkup wilayah provinsi dipilih karena pembagian teritorial terbesar dari wilayah Indonesia adalah wilayah provinsi. Adapun 42

20 yang mewakili wilayah provinsi sebagai partisipan dari model adalah pemerintah provinsi (pemprov). Hubungan struktural antara regulator, produsen, dan konsumen dapat dilihat pada gambar III.6 berikut. Regulator (Pemerintah Pusat) Pemprov A Pemprov B Pemprov XX Produsen Konsumen Produsen Konsumen Produsen Konsumen Gambar III.6 Hubungan Struktural Partisipan Partisipan yang telah didefinisikan di atas merupakan salah satu dari entitas arsitektur data di EAP tentang enterprise pertanian di Indonesia, yaitu entitas tempat atau konsep. 2. Dimensi Fungsional Berdasarkan kesimpulan yang didapatkan dari observasi model CPFR, aktivitas-aktivitas utama dalam proses kolaborasi supply chain antara lain: persetujuan kontrak kolaborasi, identifikasi potensi partisipan kolaborasi yang disertai dengan koreksi, membuat perkiraan demand pasar yang disertai dengan koreksi, menentukan target produksi, produksi, dan distribusi. Dalam supply chain komoditas pertanian Indonesia, aktivitas-aktivitas yang dilakukan mengikuti aktivitas-aktivitas pada model proses CPFR dengan beberapa tambahan dan modifikasi sesuai dengan kebutuhan daur hidup yang telah didefinisikan sebelumnya. Aktivitas-aktivitas tersebut adalah: Tahap Creation : Visi, Misi Kolaborasi a. Membuat visi, misi, dan tujuan kolaborasi supply demand pertanian. Sebelum terjadinya persetujuan kontrak kolaborasi, regulator atau pemerintah pusat harus mendefinisikan terlebih dahulu visi, misi, dan tujuan dari kolaborasi supply chain komoditas pertanian Indonesia agar 43

21 setiap provinsi yang menjadi partisipan kolaborasi ini memiliki visi yang sama untuk mensukseskan tujuan dari kolaborasi. Tahap Creation : Kontrak Kerjasama b. Membentuk kerjasama kolaborasi Setelah visi, misi, dan tujuan ditetapkan, kemudian akan dilakukan persetujuan kontrak kolaborasi antar peserta kolaborasi, yaitu antara pemerintah pusat sebagai regulator dengan pemerintah provinsi sebagai produsen dan konsumen, serta antar pemerintah provinsi. Tahap Operation : Perencanaan c. Identifikasi potensi wilayah (provinsi) yang disertai dengan koreksi Yang dilakukan pada aktivitas ini adalah memperkirakan potensi suatu provinsi untuk menghasilkan suatu komoditas pertanian. Perkiraan didasarkan pada informasi terkait, seperti luas tanah, iklim, dan lainnya. Karena dasarnya adalah perkiraan, maka harus ditangani jika ternyata perkiraan yang dilakukan meleset dari realisasi yang terjadi di lapangan. Oleh karena itu, dibutuhkan koreksi atas perkiraan potensi jika terjadi ketidaksesuian antara perkiraan dengan realisasi. d. Membuat perkiraan demand yang disertai dengan koreksi Yang dilakukan pada aktivitas ini adalah membuat perkiraan atas kebutuhan (demand) dari penduduk di suatu provinsi akan suatu komoditas pertanian. Perkiraan didasarkan pada informasi terkait, seperti jumlah penduduk, data historis tentang demand komoditas tersebut di tahun-tahun yang lalu, dan lainnya. Karena dasarnya adalah perkiraan, maka harus ditangani jika ternyata perkiraan yang dilakukan meleset dari realisasi yang terjadi di lapangan. Oleh karena itu, dibutuhkan koreksi atas perkiraan demand jika terjadi ketidaksesuian antara perkiraan dengan daya konsumsi masyarakat akan komoditas tersebut. 44

22 e. Identifikasi potensi impor dan kebutuhan ekspor Karena wilayah manca negara tidak menjadi bagian dari partisipan kolaborasi, maka identifikasi potensi wilayah manca negara dalam menghasilkan suatu komoditas pertanian serta kebutuhan (demand) wilayah manca negara akan ekspor suatu komoditas pertanian ditangani secara khusus. f. Identifikasi metode distribusi terbaik Yang dilakukan pada aktivitas ini adalah menentukan metode distribusi terbaik untuk mendistribusikan suatu jenis komoditas dari provinsi produsen ke provinsi lain yang membutuhkan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan metode distribusi antara lain alternatif metode distribusi yang mungkin, umur kesegaran hasil komoditas, dan lainnya. g. Menentukan target produksi Dari empat aktivitas sebelumnya, maka akan ditentukan besaran jumlah produksi suatu komoditas pertanian yang harus dihasilkan oleh suatu provinsi. Dari besaran yang telah ditentukan tersebut, harus ditentukan pula berapa bagian untuk konsumsi internal provinsi tersebut, berapa bagian yang harus didistribusikan ke provinsi lain, provinsi yang menerima tersebut terdiri dari provinsi apa saja dan berapa bagian dari masing-masing provinsi penerima, serta berapa bagian yang akan diekspor ke manca negara. Tahap Operation : Pengadaan h. Distribusi bibit dan pupuk Yang dilakukan pada oleh pemerintah pusat pada aktivitas ini adalah mendistribusikan bibit dan pupuk ke seluruh provinsi di Indonesia dengan jumlah dan waktu berdasarkan target produksi tiap provinsi yang telah ditetapkan pada aktivitas penentuan target produksi. 45

23 Tahap Operation : Produksi i. Produksi Yaitu aktivitas produksi atau budi daya pertanian. Di dalam model yang akan dibangun, aktivitas produksi hanya menjadi bagian dari proses supply chain, tidak dibahas secara mendetail. Tahap Operation : Distribusi j. Distribusi Yang dilakukan pada aktivitas ini adalah mendistribusikan hasil produksi komoditas pertanian yang telah dihasilkan sesuai dengan besaran dan wilayah tujuan yang telah ditetapkan pada aktivitas penentuan target produksi. Pada tahap operation akan terbentuk suatu siklus yang selalu berulang setiap tahun. Artinya, di akhir suatu periode tahunan akan dilakukan lagi aktivitas identifikasi potensi wilayah, perkiraan demand, dan lainnya untuk pelaksanaan produksi di periode tahun berikutnya. Aktivitas-aktivitas yang tercakup pada model yang akan dibangun ditunjukkan pada gambar III.7. Membuat visi, misi, dan tujuan Membentuk kerjasama Identifikasi potensi wilayah Memperkirakan demand wilayah Produksi Distribusi Identifikasi potensi impor dan kebutuhan ekspor Distribusi bibit dan pupuk Menentukan target produksi Identifikasi metode distribusi terbaik Gambar III.7 Aktivitas Supply Chain Pertanian Indonesia 46

24 Aktivitas yang telah didefinisikan di atas merupakan salah satu dari entitas arsitektur data di EAP tentang enterprise pertanian di Indonesia, yaitu entitas kegiatan. 3. Dimensi Komponensial Elemen pada dimensi komponensial yang terlibat pada model ini adalah : a. Sumber Daya Informasi (Information Resources) Seperti yang disebutkan pada bab 2.3.2, informasi merupakan basis dalam pembuatan keputusan di empat area yang lain (produksi, inventori, lokasi, dan transportasi). Informasi merupakan hal yang menghubungkan semua aktivitas dan operasi di supply chain. Ketika hubungan tersebut kuat (data yang akurat, tepat waktu, dan lengkap), maka pembuat keputusan dapat menghasilkan keputusan yang baik untuk operasinya dan cenderung membawa keuntungan terhadap semua proses supply chain secara keseluruhan. Dalam model yang akan dibangun, informasi ditujukan untuk mendukung aktivitas-aktivitas perencanaan pada tahap operation, karena dengan dukungan informasi, aktivitas perencanaan diharapkan akan menjadi lebih baik. Dengan perencanaan yang lebih baik, aktivitas-aktivitas berikutnya diharapkan akan menjadi lebih baik pula. Informasi yang dibutuhkan dalam model yang akan dibangun untuk mendukung aktivitas-aktivitas perencanaan antara lain: 1. Informasi wilayah secara umum Informasi ini digunakan sebagai salah satu parameter untuk menghitung potensi wilayah dalam memproduksi suatu komoditas pertanian. Yang termasuk ke dalam informasi wilayah secara umum adalah: 47

25 a. Luas wilayah b. Iklim wilayah (termasuk curah hujan, kelembaban, dan faktorfaktor lain yang mempengaruhi kemampuan produksi suatu komoditas pertanian. c. Luas wilayah yang sudah digunakan untuk pertanian d. Luas wilayah yang berpotensi untuk digunakan sebagai lahan atau area pertanian e. Jumlah petani 2. Informasi tentang karakteristik suatu komoditas Informasi ini digunakan sebagai salah satu parameter untuk menghitung potensi wilayah dalam memproduksi suatu komoditas pertanian yang pada akhirnya berpengaruh terhadap penetapan target produksi suatu komoditas di suatu wilayah. Yang termasuk ke dalam informasi karakteristik suatu komoditas adalah: a. Masa panen dalam setahun b. Iklim yang cocok c. Masa penyimpanan maksimal d. Sarana transportasi yang dapat digunakan untuk mengangkut hasil komoditas e. Jenis-jenis produk yang dapat dihasilkan dari komoditas beserta harga rata-rata dari masing-masing produk tersebut f. Harga standar dari produk utama komoditas tersebut yang ditetapkan oleh regulator (pemerintah pusat). 3. Informasi potensi wilayah terhadap suatu komoditas Informasi ini digunakan sebagai salah satu parameter untuk menghitung potensi wilayah dalam memproduksi suatu komoditas pertanian yang pada akhirnya berpengaruh terhadap penetapan target 48

26 produksi suatu komoditas di suatu wilayah. Yang termasuk ke dalam informasi wilayah secara umum adalah: a. Luas tanah sudah digunakan untuk produksi komoditas tertentu di suatu wilayah b. Jumlah produksi komoditas dari tahun ke tahun (data historis) di wilayah tersebut c. Jumlah petani yang memproduksi komoditas tertentu di suatu wilayah 4. Informasi demand wilayah terhadap suatu komoditas Informasi ini digunakan sebagai parameter untuk memperkirakan (forecast) demand dari suatu komoditas pertanian di suatu wilayah yang pada akhirnya berpengaruh terhadap penetapan target produksi suatu komoditas di suatu wilayah. Yang termasuk ke dalam kelompok informasi ini adalah: a. Jumlah penduduk di suatu wilayah yang dilengkapi dengan sebaran umur, jenis kelamin, tingkat pendapatan, dan tingkat pendidikan b. Jumlah produksi dari komoditas yang terserap di pasar dari tahun ke tahun (data historis) 5. Informasi distribusi antar wilayah Informasi ini digunakan sebagai parameter untuk menentukan jalur distribusi terbaik untuk menyalurkan komoditas pertanian ke wilayahwilayah yang membutuhkan. Yang termasuk ke dalam kelompok informasi ini adalah: a. Metode-metode distribusi yang dapat digunakan dari suatu wilayah ke wilayah yang lain (n ke n). b. Biaya distribusi dari masing-masing metode c. Lama waktu distribusi dari masing-masing metode 49

27 6. Informasi kuantitas hasil produksi Yaitu informasi jumlah atau kuantitas hasil komoditas yang telah diproduksi pada suatu waktu (per tiga bulan atau per bulan). Dengan adanya informasi ini diharapkan dapat menjadi koreksi atas perkiraan potensi wilayah atas suatu komoditas pertanian. 7. Informasi kuantitas hasil produksi terserap Yaitu informasi jumlah produksi dari komoditas di tahun ini yang sudah terserap oleh konsumen akhir yang selalu dipantau per periode waktu tertentu (misalnya per bulan atau per tiga bulan). Dengan adanya informasi ini diharapkan dapat menjadi koreksi atas perkiraan (forecast) demand atas suatu komoditas pertanian di suatu wilayah yang telah ditetapkan sebelumnya. 8. Informasi supply demand dari manca negara Informasi ini digunakan sebagai parameter untuk menentukan kebijakan ekspor dan impor komoditas pertanian yang pada akhirnya menjadi salah satu faktor yang menentukan target produksi suatu komoditas di suatu wilayah. Yang termasuk ke dalam kelompok informasi ini adalah: a. Informasi penawaran kerjasama impor suatu komoditas pertanian dari manca negara. b. Informasi permintaan kerjasama ekspor suatu komoditas pertanian ke manca negara. Beberapa informasi (seperti informasi harga) tidak menjadi bagian dalam perhitungan potensi, perkiraan demand, atau perhitungan target produksi, melainkan hanya sebagai informasi bagi petani dan masyarakat umum. Dengan mengetahui harga pasar dan harga standar dari komoditas yang mereka hasilkan, diharapkan dapat meningkatkan daya jual petani. 50

28 Gambar III.8 menunjukkan hubungan antar informasi yang dibutuhkan dan peran dari informasi tersebut. Informasi Wilayah secara Umum Informasi Tentang Karakteristik suatu Komodtias Informasi Potensi Wilayah terhadap suatu Komoditas Informasi Demand Wilayah terhadap suatu Komoditas Identifikasi Potensi Wilayah koreksi Informasi Kuantitas Hasil Produksi Memperkirakan Demand Wilayah Menentukan Target Produksi Identifikasi Potensi Impor dan Kebutuhan Ekspor koreksi Informasi Kuantitas Hasil Produksi Terserap Identifikasi Metode Distribusi Terbaik Informasi Supply Demand Manca Negara Informasi Distribusi Antar Wilayah Gambar III.8 Hubungan antara Peran yang Diharapkan dengan Informasi yang Dibutuhkan Informasi yang dibutuhkan yang telah didefinisikan di atas merupakan salah satu dari entitas arsitektur data di EAP tentang enterprise pertanian di Indonesia. b. Sistem Informasi Berbasis Komputer Sistem informasi berbasis komputer berperan sebagai enabler dalam aktivitas-aktivitas yang akan digambarkan dalam model. Sistem informasi supply demand komoditas pertanian Indonesia terdiri atas empat sub sistem yaitu: 1. Sub Sistem Pengumpul Data Sub sistem ini harus dapat mengumpulkan data dengan efektif dan efisien dari berbagai sumber yang memiliki perhatian atau 51

29 berkepentingan terhadap supply chain pertanian di Indonesia. Sistem ini harus dapat menampung segala jenis informasi yang dibutuhkan untuk perkiraan demand dan penetapan target produksi atas suatu komoditas pertanian di suatu wilayah. Dari delapan kelompok informasi yang sudah diidentifikasi, berikut adalah kelompok informasi yang harus dikelola pada sub sistem ini: a. Informasi wilayah secara umum b. Informasi tentang suatu komoditas c. Informasi potensi wilayah terhadap suatu komoditas d. Informasi demand wilayah terhadap suatu komoditas e. Informasi distribusi antar wilayah f. Informasi supply demand dari manca negara Owner atau pemilik dari sub sistem pengumpul data ini adalah pemerintah pusat dan pengelola sistem ini adalah pemerintah pusat dan seluruh pemerintah provinsi. Sub sistem pengumpul data ini selain digunakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah provinsi yang bertanggungjawab untuk memasukkan data primer, harus dapat pula digunakan oleh masyarakat luas dengan memanfaatkan segala jenis media yang biasa digunakan, misalnya via SMS, web (internet), ataupun laporan manual ke lembaga yang ditunjuk di suatu wilayah sebagai data sekunder atau data pembanding. Informasi yang diperoleh di sub sistem ini menjadi masukan untuk sub sistem pendukung pembuatan keputusan dan portal informasi pasar. 2. Sub Sistem Pendukung Pembuatan Keputusan Sub sistem pendukung pembuatan keputusan dibutuhkan untuk aktivitas-aktivitas perencanaan, yaitu identifikasi potensi wilayah, 52

30 memperkirakan demand wilayah, identifikasi metode distribusi terbaik, identifikasi potensi impor dan kebutuhan ekspor, serta menentukan target produksi. Dengan adanya sub sistem ini diharapkan dapat membantu pihak regulator dalam melakukan penentuan target produksi di suatu wilayah dan wilayah yang harus di-supply oleh wilayah tertentu (termasuk besarannya) untuk suatu komoditas tertentu. Sub sistem pendukung pembuatan keputusan ini akan mendapatkan input dari sub sistem pengumpul data untuk membantu dalam memperkirakan demand komoditas dan menetapkan target produksi di suatu wilayah. Selain itu, sistem ini juga akan mendapatkan input dari sub sistem pelaporan hasil produksi dan konsumsi hasil produksi sebagai koreksi atas potensi wilayah dan koreksi atas perkiraan demand wilayah. Owner atau pemilik dari sub sistem ini adalah pemerintah pusat, karena pemerintah pusat-lah yang berperan sebagai pembuat keputusan tentang target produksi suatu komoditas di suatu wilayah bekerjasama dengan pemerintah provinsi di wilayah tersebut. 3. Sub Sistem Realisasi Produksi dan Konsumsi Sub sistem ini digunakan oleh setiap provinsi di Indonesia untuk memberikan laporan tentang jumlah produksi komoditas pertanian yang telah dihasilkan serta laporan jumlah hasil produksi komoditas pertanian yang telah dikonsumsi atau dibeli oleh konsumen akhir sampai saat pelaporan dilakukan. Pelaporan harus dilakukan setiap bulan sehingga dapat dilihat trend produksi dan konsumsi suatu komoditas di suatu wilayah dan dapat dilihat untuk rekapitulasi seluruh Indonesia. Dengan adanya sistem pelaporan produksi dan konsumsi yang terintegrasi dengan sub sistem pendukung pembuatan keputusan, maka dapat diprediksi error yang terjadi antara target produksi dengan realisasi produksi, dan error yang terjadi antara perkiraan demand dengan daya konsumsi yang sebenarnya. Prediksi error tersebut 53

31 berguna untuk koreksi atas target produksi suatu komoditas di suatu wilayah. Owner atau pemilik dari sub sistem ini adalah pemerintah pusat, sedangkan pengelolanya adalah masing-masing pemerintah provinsi di Indonesia. Setiap pemerintah provinsi bertanggungjawab dalam mengupdate laporan hasil produksi suatu komoditas yang dihasilkan oleh provinsinya dan laporan konsumsi komoditas yang sama setiap bulannya. Seperti halnya sub sistem pengumpul data, sub sistem ini juga harus melibatkan masyarakat umum atau lembaga terkait untuk memberikan laporan produksi dan konsumsi suatu komoditas sebagai data pembanding atas data primer yang diinputkan oleh operator di pemerintah provinsi. 4. Portal Informasi Pasar Sub sistem ini merupakan suatu portal informasi supply demand komoditas pertanian, termasuk di dalamnya harga produk suatu komoditas, bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Selain itu, di dalam portal informasi pasar ini juga terdapat berita-berita dan artikel-artikel yang terkait pertanian dan forum diskusi. Dengan adanya portal informasi ini diharapkan fungsi kontrol selain dilakukan oleh regulator, juga dapat dilakukan oleh masyarakat umum. Fungsi lain dari portal informasi ini adalah adanya sharing knowledge antar pengguna sistem serta sebagai salah satu media bagi pemerintah dalam menyebarkan informasi yang berguna tentang pertanian di Indonesia. Portal informasi pasar ini akan mendapatkan input dari sub sistem pengumpul data dan sub sistem realisasi produksi dan konsumsi. Owner atau pemilik dari sub sistem ini adalah pemerintah pusat, sedangkan pengelolanya adalah masing-masing pemerintah provinsi di Indonesia. Adapun penggunanya selain owner dan pengelola adalah 54

32 masyarakat umum yang memiliki perhatian atau berkepentingan terhadap supply demand pertanian di Indonesia. Setiap orang dapat berdiskusi dan menuliskan ide dan pendapatnya tentang supply demand pertanian di Indonesia baik dalam forum maupun dalam bentuk artikel. Keempat sub sistem tersebut harus saling terintegrasi seperti ditunjukkan pada gambar III.9. Sub Sistem Pengumpul Data Portal Informasi Pasar Sub Sistem Realisasi Produksi dan Konsumsi Sub Sistem Pendukung Pembuatan Keputusan Rencana Koreksi Target Produksi Gambar III.9 Hubungan Antar Sistem Informasi Hubungan antara sistem informasi dengan informasi yang dibutuhkan ditunjukkan pada gambar III.10. Informasi Tentang Karakteristik suatu Komodtias Informasi Distribusi Antar Wilayah Berita dan Artikel Portal Informasi Pasar Informasi Kuantitas Hasil Produksi Informasi Potensi Wilayah terhadap suatu Komoditas Sub Sistem Pengumpul Data Informasi Demand Wilayah terhadap suatu Komoditas Sub Sistem Realisasi Produksi dan Konsumsi Informasi Supply Demand Manca Negara Informasi Wilayah secara Umum Sub Sistem Pendukung Pembuatan Keputusan Informasi Kuantitas Hasil Produksi Terserap Gambar III.10 Hubungan antara Sistem Informasi dengan Informasi yang Dibutuhkan 55

33 Sedangkan hubungan antara sistem informasi dengan aktivitas-aktivitas perencanaan ditunjukkan pada gambar III.11. Sub Sistem Pengumpul Data Menentukan Target Produksi supply data Identifikasi Potensi Wilayah Sub Sistem Pendukung Pembuatan Keputusan Portal Informasi Pasar supply data Sub Sistem Realisasi Produksi dan Konsumsi Identifikasi Potensi Impor dan Kebutuhan Ekspor Identifikasi Metode Distribusi Terbaik Memperkirakan Demand Wilayah Gambar III.11 Hubungan antara Sistem Informasi dengan Aktivitas Perencanaan Sistem informasi yang telah didefinisikan di atas merupakan salah satu dari entitas arsitektur aplikasi di EAP tentang enterprise pertanian di Indonesia. Adapun penjelasan tentang keempat sub sistem yang tercakup di dalam sistem informasi supply demand komoditas pertanian Indonesia dapat dilihat pada lampiran B. c. Sumber Daya Manusia Salah satu elemen yang harus diperhatikan pada dimensi komponensial adalah elemen sumber daya manusia (SDM). SDM yang terlibat dalam model ini adalah: 1. Operator dari pemerintah pusat sebagai regulator Merupakan SDM di bawah koordinasi pemerintah pusat yang bertanggungjawab untuk mengelola: a. Informasi tentang karakteristik suatu komoditas. 56

34 b. Informasi supply demand dari manca negara. c. Informasi distribusi antar wilayah, berkoordinasi dengan pemerintah provinsi yang terkait. Selain informasi tersebut, pemerintah pusat juga memiliki peran dalam sharing knowledge yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas supply chain komoditas pertanian di Indonesia. Dari identifikasi tanggung jawab informasi di atas, dapat disimpulkan bahwa operator pemerintah pusat bertanggungjawab untuk mengelola sub sistem sebagai berikut: a. Sub sistem pengumpul data b. Portal informasi pasar Selain kedua sub sistem tersebut, operator pemerintah pusat juga menggunakan sub sistem pendukung pembuatan keputusan sebagai sistem yang dapat membantu dalam aktivitas perencanaan kolaborasi supply demand komoditas pertanian Indonesia. 2. Operator dari pemerintah provinsi Merupakan SDM di bawah koordinasi pemerintah provinsi yang bertanggungjawab untuk mengelola: a. Informasi wilayahnya secara umum b. Informasi potensi wilayah terhadap suatu komoditas c. Informasi demand wilayah terhadap suatu komoditas d. Informasi kuantitas hasil produksi e. Informasi kuantitas hasil produksi yang terserap atau telah dikonsumsi f. Informasi distribusi antar wilayah, berkoordinasi dengan pemerintah pusat 57

BAB IV PERANCANGAN MODEL

BAB IV PERANCANGAN MODEL BAB IV PERANCANGAN MODEL Perancangan model supply demand komoditas pertanian di Indonesia akan menggunakan hasil dari analisis yang dilakukan di bab sebelumnya. IV.1 Metode Perancangan Model Dari hasil

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TERKAIT

BAB II KAJIAN TERKAIT BAB II KAJIAN TERKAIT II.1 Pertanian Pertanian adalah proses menghasilkan bahan pangan, ternak, serta produk-produk agroindustri dengan cara memanfaatkan sumber daya tumbuhan dan hewan. Yang termasuk ke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Teori 2.1.1 Tingkat Pelayanan (Service Level) Service level merupakan istilah yang banyak digunakan dalam manajemen persediaan yang merupakan besar presentase dari

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN. 4.1 Proses Bisnis Pengadaan Barang

BAB IV PERANCANGAN. 4.1 Proses Bisnis Pengadaan Barang BAB IV PERANCANGAN Pada tahap perancangan ini akan dilakukan perancangan proses pengadaan barang yang sesuai dengan proses bisnis rumah sakit umum dan perancangan aplikasi yang dapat membantu proses pengadaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian The International Journal of Bussiness and Management

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian The International Journal of Bussiness and Management BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan dalam dunia perindustrian di era globalisasi saat ini semakin ketat dengan kemajuan teknologi informasi. Kemajuan dalam teknologi informasi menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia akan teknologi semakin besar. Peran teknologi akhir-akhir ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. manusia akan teknologi semakin besar. Peran teknologi akhir-akhir ini sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, kebutuhan manusia akan teknologi semakin besar. Peran teknologi akhir-akhir ini sangat diperlukan untuk

Lebih terperinci

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT disusun oleh : NANANG PURNOMO 11.21.0616 S1 TI-TRANSFER JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2012

Lebih terperinci

SISTEM BISNIS DENGAN ELEKTRONIK

SISTEM BISNIS DENGAN ELEKTRONIK SISTEM BISNIS DENGAN ELEKTRONIK SISTEM E-BUSINESS E-Business (Electronic Business) adalah kegiatan bisnis yang dilakukan secara otomatis dengan mamanfaatkan teknologi elektronik seperti komputer dan internet.

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran Internet

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem SCM. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM)

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) INTRODUCTION T I P F T P U B KONTRAK 50 % UTS 30 % Tugas 20 % Kuis/ present WHAT IS SUPPLY CHAIN? Sebuah rantai pasokan yang terdiri dari semua pihak yang terlibat, secara

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN MODEL COLLABORATIVE SUPPLY DEMAND KOMODITAS HASIL PERTANIAN DI INDONESIA MENGGUNAKAN FRAMEWORK PEMODELAN ARCON TESIS

PEMBANGUNAN MODEL COLLABORATIVE SUPPLY DEMAND KOMODITAS HASIL PERTANIAN DI INDONESIA MENGGUNAKAN FRAMEWORK PEMODELAN ARCON TESIS PEMBANGUNAN MODEL COLLABORATIVE SUPPLY DEMAND KOMODITAS HASIL PERTANIAN DI INDONESIA MENGGUNAKAN FRAMEWORK PEMODELAN ARCON TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari

Lebih terperinci

Mendefinisikan dan menggambarkan proses bisnis dan hubungan mereka dengan sistem informasi. Menjelaskan sistem informasi yang mendukung fungsi bisnis

Mendefinisikan dan menggambarkan proses bisnis dan hubungan mereka dengan sistem informasi. Menjelaskan sistem informasi yang mendukung fungsi bisnis Mendefinisikan dan menggambarkan proses bisnis dan hubungan mereka dengan sistem informasi. Menjelaskan sistem informasi yang mendukung fungsi bisnis utama: penjualan dan pemasaran, manufaktur dan produksi,

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT SUPPLY CHAIN MANAGEMENT Disusun Oleh: Puput Resno Aji Nugroho (09.11.2819) 09-S1TI-04 PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER (STMIK) AMIKOM YOGYAKARTA Jalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meskipun perekonomian dan perindustrian nasional kini dihadapkan kepada dampak krisis ekonomi global, namun bisnis ritel di Indonesia tidak terkendala bahkan masih

Lebih terperinci

Enterprise Resource Planning

Enterprise Resource Planning MODUL PERKULIAHAN Enterprise Resource Planning Supply Chain Management and Customer Relationship Management Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Sistem Informasi Sistem Informasi 04 MK18046

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

SISTEM INFORMASI SISTEM INFORMASI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS BUDI LUHUR SISTEM INFORMASI MANAJEMEN Oleh: Deni Mahdiana,S.Kom,MM,M.Kom E-BUSINESS GLOBAL : BAGAIMANA BISNIS MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI 1 PROSES BISNIS DAN SISTEM INFORMASI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan performa mereka. Salah satu dari banyak manfaat yang bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan performa mereka. Salah satu dari banyak manfaat yang bisa 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teknologi informasi dan komunikasi yang semakin maju dan berkembang saat ini memberikan banyak pilihan dan kemudahan bagi dunia bisnis dalam meningkatkan performa

Lebih terperinci

Informasi harus memeiliki karakteristik seperti di bawah ini agar berguna dalam mengambil keputusan pada rantai pasok :

Informasi harus memeiliki karakteristik seperti di bawah ini agar berguna dalam mengambil keputusan pada rantai pasok : 16.1 PERAN IT DALAM RANTAI PASOK Teknologi informasi adalah poros dan kunci sukses dalam supply chain karena teknologi informasi dapat menciptakan integrasi dan koordinasi pada ranrai pasok. Informasi

Lebih terperinci

I. SISTEM BISNIS ENTERPRISE

I. SISTEM BISNIS ENTERPRISE Manajemen & SIM 2 Bisnis Elektronik Hal. 1 SISTEM BISNIS ELEKTRONIK Definisi Bisnis Elektronik Saat ini dunia perdagangan tidak lagi dibatasi dengan ruang dan waktu. Mobilitas manusia yang tinggi menuntut

Lebih terperinci

BAB III Landasan Teori

BAB III Landasan Teori BAB III Landasan Teori 3.1 Sistem Informasi Sistem Informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengelolaan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial

Lebih terperinci

OBJEK PEMBELAJARAN OBJEK PEMBELAJARAN. Pertemuan 1 Konsep Dasar ERP. Gambaran Umum ERP. Definisi Sistem Informasi Klasifikasi Sistem Informasi

OBJEK PEMBELAJARAN OBJEK PEMBELAJARAN. Pertemuan 1 Konsep Dasar ERP. Gambaran Umum ERP. Definisi Sistem Informasi Klasifikasi Sistem Informasi OBJEK PEMBELAJARAN Definisi ERP Manfaat Penerapan ERP Pertemuan 1 Konsep Dasar ERP Haryono Setiadi, M.Eng STMIK Sinar Nusantara Modul standart yg terintegrasi dengan ERP Definisi Sistem Informasi Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis data di atas, kesimpulan dari analisis strategi yang

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis data di atas, kesimpulan dari analisis strategi yang BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data di atas, kesimpulan dari analisis strategi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Secara keseluruhan industri ini kurang

Lebih terperinci

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ.

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ http://adamjulian.web.unej.ac.id/ A. Supply Chain Proses distribusi produk Tujuan untuk menciptakan produk yang tepat harga, tepat kuantitas, tepat kualitas, tepat

Lebih terperinci

Siklus Adopsi & Model Operasi e-bisnis

Siklus Adopsi & Model Operasi e-bisnis Siklus Adopsi & Model Operasi e-bisnis Untuk memaksimalkan laba dari investasi infrastruktur e-bisnis, perlu pemahaman tentang bagaimana perusahaan dalam menerapkan e-bisnis. Penelitian menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

Supply Chain Management. Tita Talitha,MT

Supply Chain Management. Tita Talitha,MT Supply Chain Management Tita Talitha,MT 1 Materi Introduction to Supply Chain management Strategi SCM dengan strategi Bisnis Logistics Network Configuration Strategi distribusi dan transportasi Inventory

Lebih terperinci

Rancang Bangun Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Rantai Pasok Distribusi Daging Sapi Nasional

Rancang Bangun Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Rantai Pasok Distribusi Daging Sapi Nasional A817 Rancang Bangun Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Rantai Pasok Distribusi Daging Sapi Nasional Lidra Trifidya, Sarwosri, dan Erma Suryani Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Internet telah mengalami perkembangan yang luar biasa di berbagai penjuru

BAB 1 PENDAHULUAN. Internet telah mengalami perkembangan yang luar biasa di berbagai penjuru BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Internet telah mengalami perkembangan yang luar biasa di berbagai penjuru dunia. Pengguna internet telah berlipat ganda dari hari ke hari seperti lompatan kuantum dalam

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1. Teori Tentang Distribusi 2.1.1. Pengertian Distribusi Kebanyakan produsen bekerja sama dengan perantara pemasaran untuk menyalurkan produk-produk mereka ke pasar. Mereka membantu

Lebih terperinci

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) Mahasiswa mampu menjelaskan perancangan dan pengelolaan rantai pasok dalam organisasi 1. Integrasi rantai pasok dalam organisasi 2. Dinamika rantai

Lebih terperinci

RANGKUMAN SIM Ch. 9 MENCAPAI KEUNGGULAN OPERASIONAL DAN KEINTIMAN PELANGGAN MELALUI APLIKASI PERUSAHAAN

RANGKUMAN SIM Ch. 9 MENCAPAI KEUNGGULAN OPERASIONAL DAN KEINTIMAN PELANGGAN MELALUI APLIKASI PERUSAHAAN RANGKUMAN SIM Ch. 9 MENCAPAI KEUNGGULAN OPERASIONAL DAN KEINTIMAN PELANGGAN MELALUI APLIKASI PERUSAHAAN (Achieving Operational Excellence and Customer Intimacy: Enterprise Applications) Rangkuman ini akan

Lebih terperinci

ENTERPRISE RESOURCE PLANNING

ENTERPRISE RESOURCE PLANNING ENTERPRISE RESOURCE PLANNING 02- Pemetaan Proses & Siklus ERP PENGELOLAAN PROYEK ERP Lingkungan struktur organisasi dalam implementasi ERP bisa disesuaikan dengan kebutuhan, karena struktur organisasi

Lebih terperinci

MAKALAH E BISNIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

MAKALAH E BISNIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT MAKALAH E BISNIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT Disusun oleh : Nama : Marcellinus Cahyo Pamungkas NIM : 08.11.2489 JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAGEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Informasi menjadi dasar pelaksanaan proses rantai pasok dan dasar bagi manajer dalam membuat keputusan. Menurut cophra dan meindl(2007) informasi harus memiliki karakteristik:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi telah mendorong terciptanya persaingan yang sengit diantara para pelaku bisnis di setiap bidang. Kemampuan perusahaan dalam merespon perubahan secara cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan manajemen untuk memberikan terobosan yang strategis untuk tetap dapat mengembangkan

Lebih terperinci

SCM dalam E-Business. 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang SCM pada e-business

SCM dalam E-Business. 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang SCM pada e-business 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang SCM pada e-business Supply Chain Management Pengertian supply adalah sejumlah material yang disimpan dan dirawat menurut aturan tertentu dalam tempat persediaan agar

Lebih terperinci

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) Mahasiswa mampu menjelaskan perancangan dan pengelolaan rantai pasok dalam organisasi 1. Rancangan rantai pasok dalam organisasi 2. Rantai pasok pada

Lebih terperinci

1. Apa saja data yang dibutuhkan? 2. Bagaimana sistem pengolahan data real time yang bisa diimplementasikan? 3. Teknologi Akses yang digunakan?

1. Apa saja data yang dibutuhkan? 2. Bagaimana sistem pengolahan data real time yang bisa diimplementasikan? 3. Teknologi Akses yang digunakan? 1 P a g e Deskripsi Soal : Sebuah Perusahaan Distributor makanan kecil mempunyai 10 cabang di 10 kota. Masingmasing cabang mempunyai beberapa unit yang membawahi kawasan tertentu. Masingmasing unit berkantor

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI PENELITIAN Produksi bunga krisan yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun memberikan kontribusi yang positif kepada petani dalam peningkatan kesejahteraan mereka.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan persaingan industri baik industri manufaktur maupun industri jasa akibat adanya perdagangan bebas menyebabkan seluruh industri berusaha untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Persaingan antar perusahaan yang semakin ketat dan kompetitif dewasa ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Persaingan antar perusahaan yang semakin ketat dan kompetitif dewasa ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan antar perusahaan yang semakin ketat dan kompetitif dewasa ini memaksa perusahaan untuk terus berinovasi dan memberikan pelayanan yang terbaik bagi para pelanggan

Lebih terperinci

Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I. Pengelolaan Rantai Pasokan

Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I. Pengelolaan Rantai Pasokan Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I Pengelolaan Rantai Pasokan 1 Rantai Pasok(Supply Chain) Suatu konsep atau mekanisme untuk meningkatkan produktivitas total perusahaan dalam rantai suplai melalui optimalisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia bisnis dihadapkan pada suatu era globalisasi yang didukung oleh tingkat kemajuan teknologi, baik teknologi informasi maupun transportasi, sehingga

Lebih terperinci

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN Suhada, ST, MBA MATERI Supply Chain Supply Chain Management ERP MODULES (POSISI SCM, CRM) ERP Modules (Posisi SCM, CRM) SUPPLY CHAIN Sebuah rangkaian atau jaringan perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN RANTAI PASOK SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) HORTIKULTURA

PENGELOLAAN RANTAI PASOK SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) HORTIKULTURA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) HORTIKULTURA Prof.Ir. Sumeru Ashari, M.Agr.Sc, PhD FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Surabaya, 13-14 Nopember 2007 PENGERTIAN 1. SC: adalah sebuah sistem yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari survey yang dilakukan Accenture pada tahun 2010 terhadap sejumlah eksekutif perusahaan, sebanyak 89% menyatakan bahwa manajemen rantai pasok (Supply Chain Management,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian. Seperti yang terdapat pada Gambar 1.1, dari 110.804.042

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan sistem informasi saat ini telah mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Hal ini mengakibatkan timbulnya persaingan yang semakin ketat pada sektor bisnis

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT MAKALAH E-BUSINESS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT disusun oleh : Nama : Frizky Ramadhan NIM : 08.11.2135 Kelas : S1TI-6D JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA JENJANG STRATA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

Lebih terperinci

Konsep E-Business. Mia Fitriawati, S.Kom, M.Kom

Konsep E-Business. Mia Fitriawati, S.Kom, M.Kom Konsep E-Business Mia Fitriawati, S.Kom, M.Kom Deskripsi Membahas mengenai bisnis internal, kolaborasi berbagai bentuk e-bisnis, serta keterkaitan e-business dengan e-commerce berbagai bentuk application.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Supply Chain dan Supply Chain Management

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Supply Chain dan Supply Chain Management II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Supply Chain dan Supply Chain Management Menurut Punjawan (2005) definisi dari supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan

Lebih terperinci

ENTERPRISE RESOURCE PLANNING

ENTERPRISE RESOURCE PLANNING ENTERPRISE RESOURCE PLANNING RUANG LINGKUP MATAKULIAH Materi Pengantar ERP Sistem dan Rekayasa ERP Pemetaan Proses Siklus ERP ERP: Sales, Marketing & CRM ERP: Akuntansi, Keuangan ERP: Produksi, Rantai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab II Tinjauan Pustaka ini berisi tentang konsep aktivitas supply chain, Inventory Raw material, Inventory Cost, dan formulasi Basnet dan Leung. 2.1 Supply Chain Semua perusahaan

Lebih terperinci

Dari. Logistics Value Creation PROPOSISI

Dari. Logistics Value Creation PROPOSISI PROPOSISI Logistics Value Creation Dari perspektif konsumen, logistik merupakan kegiatan untuk menyampai kan produk ke konsumen secara tepat, yang memenuhi tujuh kriteria tepat. Dikenal dengan tujuh tepat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Jasa 2.1.1 Definisi Perkembangan industri jasa semakin hari semakin pesat, hal ini untuk mendukung pertumbuhan industri lainnya yang membutuhkan jasa dalam operasionalnya.

Lebih terperinci

Perencanaan Sumber Daya

Perencanaan Sumber Daya MODUL PERKULIAHAN Perencanaan Sumber Daya E-Business Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Program Magister Teknik Resource Pascasarjana Industri Planning 11 Abstract - Electronic enterprise,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem informasi merupakan suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kurun waktu terakhir, persaingan dalam bidang ekonomi semakin kuat. Dipengaruhi dengan adanya perdagangan bebas, tingkat kompetisi menjadi semakin ketat. Hal

Lebih terperinci

KONSEP SISTEM INFORMASI

KONSEP SISTEM INFORMASI CROSS FUNCTIONAL MANAGEMENTS Materi Bahasan Pertemuan 6 Konsep Dasar CRM Contoh Aliran Informasi CRM Konsep Dasar SCM Contoh Aliran Informasi SCM 1 CRM Customer Relationship Management Konsep Dasar CRM

Lebih terperinci

Copyright Rani Rumita

Copyright Rani Rumita Strategi Distribusi Topik yang Dibahas Bagaimana sifat saluran pemasaran dan mengapa saluran pemasaran penting? Bagaimana perusahaan saluran berinteraksi dan diatur untuk melakukan pekerjaan saluran? Masalah

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Supply Chain Management Pada saat ini perusahaan-perusahaan tak terkecuali perusahaan agribisnis, dituntut untuk menghasilkan suatu produk

Lebih terperinci

DEFINISI DAN PERKEMBANGAN ERP JURUSAN TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Definisi ERP Daniel O Leary : ERP system are computer based system designed to process an organization s transactions

Lebih terperinci

وإذ تا ذن لي ني ن ربكم شكرتم لا زیدنكم ولي ن إنن كفرتم عذابي لشدید Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur

وإذ تا ذن لي ني ن ربكم شكرتم لا زیدنكم ولي ن إنن كفرتم عذابي لشدید Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur ASPEK TEKNOLOGI ERP (II) JURUSAN TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA وإذ تا ذن لي ني ن ربكم شكرتم لا زیدنكم ولي ن إنن كفرتم عذابي لشدید Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan:

Lebih terperinci

B2B E-Commerce. Achmad Yasid, S.Kom Web blog :

B2B E-Commerce. Achmad Yasid, S.Kom  Web blog : B2B E-Commerce Achmad Yasid, S.Kom E-mail :aspireyazz@gmail.com Web blog : http://achmadyasid.wordpress.com Pendahuluan Tipe E-Commerce (Business & Consumer) Business, Consumer & Government B2B e-commerce

Lebih terperinci

Enterprise Architecture. Muhammad Bagir, S.E., M.T.I

Enterprise Architecture. Muhammad Bagir, S.E., M.T.I Enterprise Architecture Muhammad Bagir, S.E., M.T.I Enterprise Architecture Sebuah blueprint yang menjelaskan bagaimana semua elemen TI dan manajemen bekerja bersama dalam satu kesatuan dan memberikan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pembentukan Tim Kolaborasi Pembentukan tim kolaborasi dilakukan pada saat pertemuan perwakilan dari kedua belah (manufaktur dan ritel). Anggota tim yang dipilih

Lebih terperinci

Supply Chain. Management. an overview. MUSTHOFA HADI, SE mister-ebiz.blogspot.com

Supply Chain. Management. an overview. MUSTHOFA HADI, SE mister-ebiz.blogspot.com Supply Chain Management an overview MUSTHOFA HADI, SE mister-ebiz.blogspot.com Beberapa Issu Penting Aliran material/produk adalah sesuatu yang komplek. Munculnya SCM dilatar belakangi oleh perubahan dalam

Lebih terperinci

ENTERPRISE RESOURCE PLANNING

ENTERPRISE RESOURCE PLANNING ENTERPRISE RESOURCE PLANNING 06 ERP: SCM SUPPLY CHAIN MANAGEMENT SCM adalah satu rangkaian bisnis demand dan supply yang melibatkan perusahaan dengan mitra kerjanya. Kelancaran proses dalam supply chain

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #11

Pembahasan Materi #11 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Konsep, Pengelolaan, Kolaborasi SCM Sistem Informasi Terpadu Tahapan Evolusi Pengembangan Aspek Pengembangan 6623 - Taufiqur Rachman 1 Konsep SCM 3 SCM Memperlihatkan

Lebih terperinci

Materi 7 Mencapai Keunggulan Operasional dan Kedekatan dengan Pelanggan: Aplikasi Perusahaan

Materi 7 Mencapai Keunggulan Operasional dan Kedekatan dengan Pelanggan: Aplikasi Perusahaan Materi Pembelajarann Materi 7 Mencapai Keunggulan Operasional dan Kedekatan dengan Pelanggan: Aplikasi Perusahaan 7.1 Sistem Perusahaan 7.2 Sistem Manajemen Rantai Pasokan 7.3 Sistem Manajemen Hubungan

Lebih terperinci

VI. IDENTIFIKASI FAKTOR FAKTOR PENYUSUN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT LEMBAGA PERTANIAN SEHAT

VI. IDENTIFIKASI FAKTOR FAKTOR PENYUSUN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT LEMBAGA PERTANIAN SEHAT VI. IDENTIFIKASI FAKTOR FAKTOR PENYUSUN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT LEMBAGA PERTANIAN SEHAT 6.1 Identifikasi Tujuan Lembaga Pertanian Sehat Dalam Melakukan Kegiatan Supply Chain Management Perusahaan maupun

Lebih terperinci

Pengukuran Kinerja SCM

Pengukuran Kinerja SCM Pengukuran Kinerja SCM Pertemuan 13-14 Dalam SCM, manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan merupakan salah satu aspek fundamental. Oleh sebab itu diperlukan suatu sistem pengukuran yang mampu

Lebih terperinci

SISTEM BISNIS ELEKTRONIK

SISTEM BISNIS ELEKTRONIK SISTEM BISNIS ELEKTRONIK Saat ini dunia perdagangan tidak lagi dibatasi dengan ruang dan waktu. Mobilitas manusia yang tinggi menuntut dunia perdagangan mampu menyediakan layanan jasa dan barang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kinerjanya agar lebih efisien dan efektif dengan menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kinerjanya agar lebih efisien dan efektif dengan menerapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini setiap perusahaan di seluruh dunia terus berupaya untuk meningkatkan kinerjanya agar lebih efisien dan efektif dengan menerapkan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat dibutuhkan. Sampai saat ini PT. XYZ masih belum memiliki pendefinisian

BAB I PENDAHULUAN. sangat dibutuhkan. Sampai saat ini PT. XYZ masih belum memiliki pendefinisian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2. Latar Belakang Penelitian PT. XYZ adalah sebuah perusahaan dalam bidang jasa fabrikasi sheetmetal. Dimana dalam setiap proses bisnisnya, pengelolaan terhadap data dan informasi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pengertian Dasar Enterprise Arsitektur 3.1.1. Enterprise Architecture Enterprise Architecture atau dikenal dengan arsitektur enterprise adalah deskripsi yang didalamnya termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu lebih baik, dan lebih cepat untuk memperolehnya (cheaper, better and

BAB I PENDAHULUAN. mutu lebih baik, dan lebih cepat untuk memperolehnya (cheaper, better and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi ini, distribusi dan logistik telah memainkan peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan perdagangan dunia. Terlebih lagi persaingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Pada penelitian sebelumnya yang berjudul Pengembangan Model Arsitektur Enterprise Untuk Perguruan Tinggi dilakukan pengembangan model arsitektur enterprise untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. output. Manajemen operasi dapat di terapkan pada perusahan manufaktur maupun jasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. output. Manajemen operasi dapat di terapkan pada perusahan manufaktur maupun jasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiga tahapan utama dalam manajemen operasi adalah pengaturan input, proses dan output. Manajemen operasi dapat di terapkan pada perusahan manufaktur maupun jasa.

Lebih terperinci

BAB V BUSINESS PLAN. 63 Universitas Indonesia. Business plan..., Freddy David H. Turnip, FE UI, 2009.

BAB V BUSINESS PLAN. 63 Universitas Indonesia. Business plan..., Freddy David H. Turnip, FE UI, 2009. BAB V BUSINESS PLAN Business plan dibawah ini merupakan rangkuman dari kajian teori, penelitian lapangan, serta kajian rencana pendirian perusahaan baru PT. GM, terkait dengan strategi rantai pasokan dan

Lebih terperinci

INFRASTRUKTUR E-BISNISE Pertemuan ke-4

INFRASTRUKTUR E-BISNISE Pertemuan ke-4 MKK-3161 E-BisnisE INFRASTRUKTUR E-BISNISE Pertemuan ke-4 Infrastruktur Dasar E-Bisnis Infrastruktur e-bisnis adalah arsitektur hardware, software, konten dan data yang digunakan untuk memberikan layanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus menciptakan berbagai inovasi-inovasi baru untuk tetap dapat unggul dan

BAB I PENDAHULUAN. terus menciptakan berbagai inovasi-inovasi baru untuk tetap dapat unggul dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dunia bisnis sekarang ini terus bersaing untuk menciptakan berbagai kebutuhan pelanggan (customer) yang semakin tinggi, dan semakin cerdas dalam memilih kebutuhannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Warehouse Management System (WMS) merupakan suatu kunci utama dalam supply chain, merujuk pada proses integrasi sistem dalam (1) memilih bahan mentah, (2) membuat

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #2

Pembahasan Materi #2 Materi #2 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan Materi #2 2 Konsep Dasar Pemain Utama SC Pengelolaan Aliran SC The Interenterprise Supply Chain Model Inventory Optimalisasi Rantai Pasokan Push & Pull

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS Analisis SCOR (Supply Chain Operation Reference)

BAB V ANALISIS Analisis SCOR (Supply Chain Operation Reference) BAB V ANALISIS Bab ini berisi tentang analisis yang dilakukan pada pengolahan data yang telah diolah. Pada bab ini berisi mengenai analisis SCOR (Supply Chain Operation Reference) dan analisis desain traceability.

Lebih terperinci

Analisa Teori: Strategi IT Enterprise dengan Enterprise Architecture Planning (EAP)

Analisa Teori: Strategi IT Enterprise dengan Enterprise Architecture Planning (EAP) Analisa Teori: Strategi IT Enterprise dengan Enterprise Architecture Planning (EAP) Yohana Dewi Lulu W yohana@pcr.ac.id Jurusan Komputer Politeknik Caltex Riau Abstrak Perkembangan enterprise saat ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa kepulauan yang ada di Indonesia terdapat pulau Jawa yang dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa kepulauan yang ada di Indonesia terdapat pulau Jawa yang dimana 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan dalam satu kesatuan, yang dimana terdiri dari beberapa daerah dan juga luas wilayah yang berbeda-beda. Dari beberapa kepulauan

Lebih terperinci

ERP (Enterprise Resource Planning) YULIATI, SE, MM

ERP (Enterprise Resource Planning) YULIATI, SE, MM ERP (Enterprise Resource Planning) YULIATI, SE, MM ERP (Enterprise Resource Planning) ERP (Enterprise Resource Planningi) atau sering juga disebut Perencanaan Sumber Daya Perusahaan : Merupakan, sebuah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Seiring berkembangnya teknologi di dunia bisnis terutama penggunaan internet yang semakin melekat, membuat para pelaku bisnis menjadikannya sebagai kebutuhan penting

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM MENDUKUNG PERUBAHAN PROSES BISNIS DI PERUSAHAAN MANUFAKTUR (Studi Kasus : Perusahaan Benang Polyester X )

PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM MENDUKUNG PERUBAHAN PROSES BISNIS DI PERUSAHAAN MANUFAKTUR (Studi Kasus : Perusahaan Benang Polyester X ) Media Informatika Vol.13 No.2 (2014) PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM MENDUKUNG PERUBAHAN PROSES BISNIS DI PERUSAHAAN MANUFAKTUR (Studi Kasus : Perusahaan Benang Polyester X ) Hartanto Sekolah Tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan pendahuluan dari penelitian yang diuraikan menjadi enam sub bab yaitu latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian

Lebih terperinci

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Perancangan jaringan supply chain merupakan kegiatan strategis yang perlu dilakukan. Tujuanya untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang permintaanya berubah secara dinamis

Lebih terperinci

Bab III Analisa dan Kerangka Usulan

Bab III Analisa dan Kerangka Usulan Bab III Analisa dan Kerangka Usulan III.1 Perencanaan Strategis dalam Pengembangan CIF III.1.1 Kendala Pengembangan CIF Pembangunan dan pengembangan CIF tentunya melibatkan banyak sekali aspek dan kepentingan

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #5

Pembahasan Materi #5 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Latar Belakang Kunci Sukses SCM Manajemen Logistik Fungsi dan Kegunaan Pengendalian Logistik Konvensional dan Logistik Mengelola Jaringan SC Strategi Proses

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM DISTRIBUSI SEMEN DALAM MENDUKUNG KONSEP SUPPLY CHAIN

EVALUASI SISTEM DISTRIBUSI SEMEN DALAM MENDUKUNG KONSEP SUPPLY CHAIN TUGAS AKHIR EVALUASI SISTEM DISTRIBUSI SEMEN DALAM MENDUKUNG KONSEP SUPPLY CHAIN UNTUK MEMINIMASI BIAYA DISTRIBUSI (Studi Kasus pada Distributor Semen Holcim CV. Putra Abadi ) Diajukan Sebagai Salah Satu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendekatan manajemen rantai pasok telah banyak digunakan sebagai salah satu model untuk meningkatkan keunggulan bersaing dalam industri. Manajemen rantai pasok merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekumpulan fasilitas, pasokan bahan baku, konsumen, produk dan metode yang digunakan untuk mengontrol penyimpanan produk, pembelian, dan pendistribusian disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Supply Chain Management (SCM) adalah pemanfaatan hubungan yang efisien dan terintegrasi antara supplier, manufacturer, warehouse dan store, dimana barang diproduksi

Lebih terperinci