PENANGGULANGAN GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA AKIBAT KELAINAN OKLUSI SECARA KONSERVATIF

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENANGGULANGAN GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA AKIBAT KELAINAN OKLUSI SECARA KONSERVATIF"

Transkripsi

1 PENANGGULANGAN GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA AKIBAT KELAINAN OKLUSI SECARA KONSERVATIF SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh : SARTIKA ARYANTI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007

2 Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2007 Sartika Aryanti PENANGGULANGAN GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA AKIBAT KELAINAN OKLUSI SECARA KONSERVATIF Viii + 31 halaman Gangguan sendi temporomandibula (STM) merupakan kelainan fungsional yang ditandai oleh berbagai macam gejala atau keluhan. Beberapa diantaranya, yang paling sering ditemukan adalah nyeri di daerah orofasial, leher, kepala, gerakan mandibula terbatas, serta bunyi keletuk di persendian rahang saat mandibula digerakkan. Kelainan ini melibatkan berbagai macam komponen sistem mastikasi atau faktor penyebab primer kelainan ini berkaitan dengan fungsi sistem pengunyahan sehari-hari. Apabila terdapat keserasian yang baik antara kontak oklusi dan gerakan otot, akan tercapai keseimbangan fungsional yang baik dan gejala atau keluhan gangguan fungsional STM tidak akan terjadi. Dengan kata lain, kinematika STM menuntut keserasian gerak antara pergeseran gigi setelah ada gigi yang berkontak dan aksi otot-otot penggerak mandibula. Penanggulangan secara konservatif terhadap gangguan STM akibat kelainan oklusi ialah perawatan pendahuluan untuk mengatasi keluhan rasa nyeri kepala, nyeri

3 otot/leher, dan nyeri di sekitar telinga dengan mengistirahatkan rahang, obat-obatan, latihan, dan terapi panas. Bila ada hambatan kontak oklusi yang membuat mandibula menyimpang dari lintasan buka atau tutup normal, maka hambatan dihilangkan dengan perbaikan kontak oklusi yakni pengasahan selektif, perbaikan bentuk atau pergantian restorasi yang salah. Perawatan kelainan oklusi yang lain adalah pemasangan pesawat ortodonsia untuk memperbaiki posisi dan susunan geligi, pencabutan gigi dengan karies yang besar ataupun gigi molar tiga yang tidak memiliki antagonis, restorasi prostetik pada gigi yang hilang, pemasangan splin oklusal untuk menstabilkan posisi mandibula terhadap maksila, meninggikan dimensi vertikal, menghilangkan atau mengurangi kebiasaan bruksism. Perawatan psikososial yakni menghindari tekanan emosi atau stress yang terjadi pada kehidupan sehari-hari yang dapat menimbulkan beban yang besar pada sendi. Daftar Pustaka : 18 ( )

4 PERNYATAAN PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi Medan, 26 Juni 2007 Pembimbing : Tanda tangan Suprapti Arnus, drg., Sp.BM... NIP

5 TIM PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji pada tanggal 26 Juni 2007 TIM PENGUJI KETUA : Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM ANGGOTA : 1. Suprapti Arnus, drg., Sp.BM 2. Abdullah, drg 3. Ahyar Riza, drg

6 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia serta memberi keridhoan bagi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Beriring salawat dan salam bagi Rasulullah Muhammad SAW, atas jihad mulianya sehingga umat manusia dapat merasakan kehidupan duniawi yang terang-benderang. Semoga syafaat beliau menyertai kita kelak. Amin ya Rabb. Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih pada berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, dukungan, dan bantuan dalam penulisan skripsi ini antara lain : 1. Suprapti Arnus, drg., Sp. BM sebagai pembimbing skripsi yang telah memberi bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp. BM, sebagai Ketua Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial atas bimbingan selama menyelesaikan skripsi ini dan seluruh staf pengajar FKG USU yang telah membimbing penulis selama mengikuti pendidikan. 3. Lasminda Syafiar, drg., M.Kes sebagai pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalankan pendidikan di FKG USU. 4. Penghormatan yang teristimewa kepada kedua orang tua penulis, ibunda Hj. Syafrinani,drg., Sp. Pros. (K) dan ayahanda H. Ahmad Hasan, drg serta adik-adik

7 Abdul Fattah S. dan Ryan Rauf F. atas kasih sayang, kesabaran, didikan, dan bantuan serta doa yang telah membuat penulis termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini. 5. Doni Asrin Tanjung, drg atas kasih sayang, bantuan, semangat, dukungan, dan doa yang tiada henti hingga skripsi ini selesai. 6. Teman-teman formasi 7, Martino, Makcik Nurul, Lanna, Yustino, Nurmu, Juno, dan seluruh teman-teman angkatan 2003 atas dukungan dan bantuan yang diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Untuk itu, semua saran dan kritik akan menjadi masukan yang berarti bagi pengembangan dan kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat. Medan, 14 Juni 2007 Penulis, Sartika Aryanti NIM

8 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv vi viii BAB 1 : PENDAHULUAN... 1 BAB 2 : KELAINAN DAN ETIOLOGI GANGGUAN FUNGSIONAL SENDI TEMPOROMANDIBULA AKIBAT KELAINAN OKLUSI Kelainan Sendi Temporomandibula Kelainan Struktural Gangguan Fungsional Etiologi Gangguan Fungsional Sendi Temporomandibula Komponen Sendi Temporomandibula Diluar Sendi Temporomandibula Gigi-geligi Otot Kunyah Psikologis BAB 3 : PERAWATAN SENDI TEMPOROMANDIBULA AKIBAT KELAINAN OKLUSI Perawatan Secara Konservatif... 19

9 3.1.1 Mengistirahatkan Rahang Obat-obatan Latihan Terapi Fisik Splin Oklusal Perawatan Psikososial Karies dan Kelainan Patologi Lainnya Protesa Terapi Oklusal Faktor Pendukung yang Lain Perawatan Secara Operatif BAB 4 : KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

10 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Posisi kondilus saat membuka mulut 4 2 Perpindahan diskus dengan reduksi Perpindahan diskus tanpa reduksi 8 4. Terapi panas menggunakan handuk basah hangat Splin oklusal pada maksila Selektif grinding pada tindakan penyesuaian oklusi 28

11 BAB 1 PENDAHULUAN Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai komponen terdiri dari gigi-geligi, sendi temporomandibula (STM), otot kunyah, dan sistem syaraf. 1-3 Otot digerakkan oleh impuls syaraf karena ada tekanan yang timbul dari gigi bawah yang berkontak dengan gigi atas sehingga mandibula dapat melaksanakan aktivitas fungsional dari sistem mastikasi. Keharmonisan antara komponen-komponen ini sangat penting dipelihara kesehatan dan kapasitas fungsionalnya. 2-4 Dalam pelaksanaan sistem mastikasi, banyak otot ikut terlibat. Dengan demikian dalam mengevaluasi baik buruknya fungsi sistem mastikasi interaksi otototot itu tidak dapat diabaikan, dan evaluasi harus dilakukan dengan melihat kaitannya dengan pergeseran kontak oklusi gigi-geligi. Oklusi akan berjalan normal dan kedudukan mandibula akan stabil apabila tiap komponen yang terlibat dapat menjalankan aktivitasnya secara normal, dan antara semua komponen terdapat interaksi yang serasi, dan seimbang. Apabila ada perubahan-perubahan kecil dalam hubungan kontak oklusi yang menghambat dicapainya oklusi normal dapat memicu timbulnya kelainan. Kelainan ini termasuk ke dalam salah satu kelompok kelainan STM yang disebut gangguan fungsional. Gangguan fungsional terjadi akibat adanya penyimpangan dalam aktivitas salah satu komponen yang terlibat dalam pelaksanaan fungsi sistem mastikasi yakni kelainan posisi dan atau fungsi gigi-geligi atau otot-otot

12 mastikasi. Sedangkan kelainan STM yang lain adalah kelainan struktural dimana terjadi perubahan struktur persendian akibat gangguan pertumbuhan, trauma external, penyakit infeksi/ neoplasma. 4 Dalam beberapa tahun terakhir ini terlihat minat para dokter gigi Indonesia untuk memahami masalah kelainan STM makin meningkat dan juga perhatian para dokter gigi kepada kestabilan fungsi sistem mastikasi makin nyata. Namun di lain pihak masih banyak pula yang belum benar-benar memahami kaitan fungsional antara sistem persendian rahang dengan dinamika oklusi gigi-geligi. Ini berakibat penanganan masalah STM sering kali kurang terarah. Bahkan banyak pula yang kurang menyadari bahwa tindakan perawatan yang dilakukannya terhadap pasien dapat menimbulkan gangguan fungsional pada STM dikemudian harinya. 4 Perawatan yang dilakukan terhadap kelainan STM bertujuan menurunkan rasa nyeri, mengurangi beban yang merusak, serta merestorasi fungsi dan aktivitas normal sehari-hari. Tujuan perawatan akan dicapai secara baik bila kombinasi optimal dan pilihan tahap perawatan diterapkan dalam konteks program perawatan yang menyeluruh yakni secara konservatif dan operatif. Pilihan perawatan secara konservatif meliputi mengistirahatkan rahang, obat-obatan, latihan, terapi panas, splin oklusal, perawatan psikososial, karies dan kelainan patologi yang lain, protesa, terapi oklusal, perawatan faktor pendorong yang lain dan perawatan secara operasi bila pasien gagal memberi respon terhadap terapi konservatif. 4,5

13 BAB 2 KELAINAN DAN ETIOLOGI GANGGUAN FUNGSIONAL SENDI TEMPOROMANDIBULA AKIBAT KELAINAN OKLUSI Sendi temporomandibula merupakan salah satu komponen dari sistem pengunyahan yang terdiri dari sepasang sendi kiri dan kanan yang masing-masing dapat bergerak bebas dalam batas tertentu. Berbeda dengan persendian lain selalu berada pada tempatnya dan tiap penyimpangan gerak keluar dari tempatnya menyebabkan dislokasi, tidaklah demikian dengan sendi rahang. Kedua kondilus STM tidak selalu harus berada dalam fosanya. Walaupun kondilus STM tidak selalu bergerak secara mandiri, masing-masing sisi dapat bergerak ke depan-belakang, kirikanan, maupun atas dan bawah. Gerakan ini terikat, bergantung serta ditentukan oleh adanya koordinasi neuromuskular, otot-otot mastikasi dan ligamen sendi. Karena itu untuk memahami biomekanika STM, perlu difahami anatomi, dan fisiologi sistem persendian, termasuk interaksi fungsionalnya dengan otot-otot penggerak mandibula, dan mekanisme oklusi geligi bawah terhadap geligi atas. 1,4,6 Ditinjau dari struktur dan fungsinya, STM terdiri atas 2 sistem persendian. Pertama bagian atas, antara fossa glenoid dan eminensia artikularis, dengan permukaan atas diskus artikularis. Bagian bawah, yang merupakan bagian kedua, antara permukaan bawah diskus artikularis dengan kepala kondil. Permukaan persendian ditutupi sebagian besar oleh lapisan kolagen, dan diskus artikularis terikat erat pada kondilus di sebelah anterior dan posteriornya, sehingga dapat bergerak mengikuti luncuran kondilus saat membuka mulut (Gambar 1). Selain itu, diskus juga

14 terikat pada bagian fosa artikularis di sebelah anterior pada permukaan anterior eminensia artikularis melalui serabut elastis. Serabut elastis tersebut memungkinkan diskus mempertahankan posisinya terhadap kondilus saat membuka dan menutup mulut. 1,4,6-8 a b c Gambar 1. Posisi kondilus saat membuka mulut. (a) Fosa artikularis. (b) Diskus artikularis. (c) Kondilus. ( Bumann, Lotzmam U. Color atlas of dental medicine TMJ disorders and orofacial pain the role of dentistry in a multidisciplinary diagnostic approach. Germany : Thieme, 2002: 46) Gerakan mandibula dari posisi sentrik, protrusi, retrusi dan ke lateral terjadi oleh karena aktivitas otot-otot elevator dan depresor mandibula, dibantu oleh aktivitas otot-otot protraktor dan retraktor mandibula, antara lain m. pterigoideus internus dan ligamen-ligamen di sekitar persendian. Oleh aktivitas otot-otot tersebut, gigi-geligi bawah berkontak, atau dilepas kontaknya dengan gigi-geligi atas. Setiap gerakan

15 mandibula berawal dari posisi interkuspasi maksimal dan berakhir pada posisi itu pula, yang pada dasarnya dapat dibedakan dalam 3 fase, yaitu : 1. Fase membuka, saat gigi meninggalkan kontak dengan lawannya dan mandibula turun. 2. Fase menutup, saat mandibula bergerak kembali ke atas sampai terjadinya kontak pertama antara gigi-geligi bawah dan gigi-geligi atas. 3. Fase oklusi, yaitu saat mandibula kembali ke posisi interkuspasi maksimal dengan dipandu oleh bergesernya kontak gigi-geligi bawah dan gigi-geligi atas. 4 Posisi mandibula pada akhir gerakan menutup mulut sangat ditentukan oleh panduan yang diberikan oleh geseran kontak antara gigi-geligi bawah dan gigi-geligi atas setelah dicapai kontak pertama antara kedua lengkung gigi-geligi tersebut (fase 3). Hanya bila geseran kontak tersebut lancar dan terjadi bersamaan antara semua gigi posterior posisi mandibula akan stabil. Apabila ada kontak prematur antara salah satu gigi, maka geseran kontak tersebut akan menjadi tidak lancar, dan mungkin akan membuat mandibula harus menyimpang dari pola gerakannya yang normal, sehingga posisi akhir yang dicapainya juga akan menyimpang dari normal. Apabila penyimpangan ini berjalan lama maka posisi akhir kondilus kanan dan kiri akan menjadi asimetri yang diikuti oleh diskus artikularnya Kelainan Sendi Temporomandibula Kelainan STM dapat dikelompokkan dalam 2 bagian yaitu : gangguan fungsi akibat adanya kelainan struktural dan gangguan fungsi akibat adanya penyimpangan dalam aktifitas salah satu komponen fungsi sistem mastikasi (disfungsi). Kelainan

16 STM akibat kelainan struktural jarang dijumpai dan terbanyak dijumpai adalah disfungsi. 4 STM yang diberikan beban berlebih akan menyebabkan kerusakan pada strukturnya atau mengganggu hubungan fungsional yang normal antara kondilus, diskus, dan eminensia, yang akan menimbulkan rasa sakit, kelainan fungsi tubuh, atau kedua-duanya. Idealnya, semua pergerakan STM harus terpenuhi tanpa rasa sakit dan bunyi pada sendi Kelainan Struktural Kelainan struktural adalah kelainan yang disebabkan oleh perubahan struktur persendian akibat gangguan pertumbuhan, trauma eksternal, penyakit infeksi, atau neoplasma, dan umumnya jarang dijumpai. 4 Gangguan pertumbuhan kongenital berkaitan dengan hal-hal yang terjadi sebelum kelahiran yang menyebabkan kelainan perkembangan yang muncul setelah kelahiran. Umumnya gangguan pertumbuhan tersebut terjadi pada kondilus yang menyebabkan kelainan selain pada bentuk wajah yang menimbulkan masalah estetis juga masalah fungsional. 9 Cacat juga dapat terjadi pada permukaan artikular, yang mana cacat ini dapat menyebabkan masalah pada saat sendi berputar yang dapat pula melibatkan permukaan diskus. Cacat dapat disebabkan karena trauma pada rahang bawah, peradangan, dan kelainan stuktural. Perubahan di dalam artikular juga dapat terjadi karena variasi dari tekanan emosional. Oleh karena itu, ketika tekanan emosional

17 meningkat, maka tekanan pada artikular berlebihan, menyebabkan terjadinya perubahan pergerakan. 9 Tekanan yang berlebihan pada sendi dapat mengakibatkan penipisan pada diskus. Tekanan berlebihan yang terus menerus pada akhirnya menyebabkan perforasi dan keausan sampai terjadi fraktur pada diskus yang dapat mendorong terjadinya perubahan pada permukaan artikular. 9 Beberapa penggolongan kelainan diskus telah diperkenalkan dari tahun ke tahun, namun yang paling sering terjadi adalah : 1. Perubahan tempat diskus dengan reduksi : diskus yang mengalami pengurangan dalam pergerakan membuka mulut, pada umumnya terjadi clicking sewaktu membuka dan menutup mulut (Gambar 2). 9,10

18 Gambar 2. Perpindahan diskus dengan reduksi. (a) Posisi sendi tertutup. (b) Kondilus tidak bisa melewati batas posterior diskus. (c) Reduksi pada diskus biasanya disertai dengan bunyi klik. ( Gross Sheldon, Pertes Richard. Clinical management of temporomandibular disorders and orofacial pain. USA : Quintessence Books, 1995 : 73 ) 2. Perubahan tempat diskus tanpa reduksi (Gambar 3). 9,10

19 Gambar 3. Perpindahan diskus tanpa reduksi. (a) Posisi sendi tertutup. (b) Kegagalan mengembalikan perpindahan diskus saat pergerakan translasi. (c) Posisi diskus berpindah yang menghalangi pergerakan kondilus secara normal. ( Gross Sheldon, Pertes Richard. Clinical management of temporomandibular disorders and orofacial pain. USA : Quintessence Books, 1995 : 75 ) Perubahan ini menunjukkan gangguan pada diskus yang terjadi secara meluas, biasanya ada rasa sakit, bunyi, dan pengurangan pergerakan. Dalam hal ini tidak ada korelasi antara variasi diskus-kondilus dengan gejala klinis. Pada beberapa pasien dibuktikan bahwa kelainan pada diskus menimbulkan gejala sedikit, sedangkan pada pasien lain gejala terjadi lebih banyak tanpa ada perubahan pada STM secara struktural. 10 Kelainan struktural akibat trauma pada STM dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan, kondilus, ataupun keduanya. Konsekuensi yang mungkin terjadi adalah dislokasi,hemarthrosis, atau fraktur kondilus. Pasien yang mengalami dislokasi tidak dapat menutup mulut dan terdapat kelainan open bite anterior, serta dapat tekanan pada satu atau kedua saluran pendengaran. 10

20 Kelainan struktural akibat trauma pada STM juga dapat menyebabkan suatu edema atau hemorrhage di dalam sendi. Jika trauma belum menyebabkan fraktur mandibula, pada umumnya pasien akan mengalami pembengkakan pada daerah STM, sakit bila digerakkan, dan pergerakan sendi berkurang. Kondisi ini kadang-kadang dikenal sebagai radang sendi traumatis. 10 Kelainan struktural akibat penyakit infeksi dapat mempengaruhi sistem musculoskeletal yang banyak melibatkan STM, penyakit-penyakit tersebut antara lain osteoarthritis/ osteoarthrosis dan rheumatoid arthritis. Osteoarthritis adalah suatu kelainan STM noninflamasi dengan kondisi asimtomatik dan pada awalnya melibatkan cartilage dan lapisan subchondrial dari sendi. Rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit peradangan sistemik yang melibatkan sekeliling STM Gangguan Fungsional Gangguan fungsional adalah masalah-masalah STM yang timbul akibat fungsi yang menyimpang karena adanya kelainan pada posisi dan/ atau fungsi gigi-geligi, atau otot-otot kunyah. 4 Suatu keadaan fisiologis atau yang biasa disebut orthofunction yakni batas toleransi tiap individu saat melakukan pergeseran mandibula tanpa menimbulkan keluhan otot ditandai dengan adanya keserasian antara morfologi oklusi dan fungsi neuromuskular. Istilah keadaan ini dikenal sebagai zona toleransi fisiologik. Apabila ada rangsangan yang menyimpang dari biasanya akibat posisi gigi yang menimbulkan kontak prematur, respon yang akan timbul bervariasi secara biologis, yang umumnya

21 merupakan respon adaptif atau periode adaptasi. Disini terjadi perubahan-perubahan adaptif pada jaringan yang terlibat sebagai upaya menerima rangsangan yang menyimpang tersebut. Beberapa contoh perubahan adaptif ini adalah ausnya permukaan oklusal gigi, timbulnya pelebaran membran periodontal, atau resorpsi alveolar setempat. Periode adaptasi ini akan berjalan terus sampai batas toleransi fisiologis otot-otot atau jaringan sekitar telah terlampaui. Berapa lama zona adaptasi ini akan berlangsung sangat berbeda antara individu yang satu dan yang lain, dan dipengaruhi oleh keadaan psikologis. Setelah batas toleransi fisiologis ini terlampaui, respon jaringan itu menimbulkan perubahan yang sifatnya lebih patologis atau disebut juga pathofunction. Pada fase ini respon jaringan (sendi, jaringan periodontal, ataupun otot-otot) sifatnya patologi. Keluhan dapat dirasakan pada otot-otot penggerak mandibula, atau dapat pula pada sendi temporomandibula. 4 Gejala kelainan STM dapat dikelompokkan menjadi, rasa nyeri, bunyi dan disfungsi. Rasa nyeri adalah gejala yang paling sering menyebabkan pasien mencari perawatan. Rasa nyeri bersifat subjektif dan sulit untuk dievaluasi. Setiap orang memiliki ambang batas yang berbeda dan penerimaan yang berbeda terhadap rasa nyeri, dan mungkin juga terdapat faktor psikogenik. 11 Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan sifat rasa nyeri, berdenyut-denyut, terbakar, dan samar-samar. Daerah penyebaran rasa nyeri yang paling sering dari sendi adalah telinga, pipi dan daerah temporal. Tetapi sebaliknya, rasa nyeri dari daerah didekatnya dapat meluas ke sendi. Sinus, telinga, dan molar ketiga harus diperiksa. Perubahan temperatur dalam mulut dapat menimbulkan rasa

22 nyeri yang menunjukkan bahwa asalnya dari pulpa, yang sering sulit ditentukan letaknya. Bahkan bagian tepi gigi yang sensitif dapat menimbulkan rasa sakit. Rasa nyeri juga menonjol pada nyeri tekan otot sekitar sendi. Bunyi keletuk sendi terdengar sewaktu pasien menutup dan membuka mulut. Ketidakmampuan untuk mengoklusikan gigi-geligi dengan normal dan pada keadaan ini keluhan pasien dapat berupa rahang terasa bengkak tetapi keadaan tersebut jarang terlihat secara klinis. Kekakuan sendi merupakan keluhan yang paling sering terjadi. 11,12 Kadangkala terdapat keterbatasan membuka mulut dan gerakan mandibula yang terbatas, saat mengunyah tidak terdapat koordinasi rahang sehingga dirasakan tidak nyaman waktu mengunyah. Keluhan lain adalah sakit kepala Etiologi Gangguan Fungsional Sendi Temporomandibula Ditinjau dari segi penyebabnya kelainan STM multifaktor, dapat bersumber pada komponennya sendiri atau diluar STM seperti anatomi STM termasuk oklusi dan neuromuskular dan latar belakang psikologis. Namun kelainan oklusal dan tekanan psikologis paling erat hubungannya. 10, Komponen Sendi Temporomandibula Kelainan-kelainan komponen STM sendiri dapat berupa salah satu atau gabungan beberapa kelainan sebagai berikut : 1. Kelainan anatomis atau gangguan pertumbuhan 2. Penyakit tertentu seperti peradangan 3. Tekanan eksternal berlebih seperti benturan

23 4. Kelainan fungsi otot-otot kunyah disekitarnya akibat gangguan psikologis. 13 Etiologi kelainan anatomi berupa perubahan tempat pada salah satu komponen STM seperti diskus tidak diketahui, tetapi dapat disebabkan karena trauma dan hipermobilitas diskus. Perubahan tempat dari diskus dapat merusak ikatan sendi yang menghubungkannya dengan kondilus. 10 Selain itu rasa nyeri pada STM merupakan gangguan sendi yang dapat berasal dari struktur jaringan lunak intrakapsular sendi atau struktur jaringan tulang itu sendiri. Rasa nyeri berasal dari struktur tulang biasanya hanya muncul setelah hilangnya jaringan fibrosa permukaan artikularis sendi. Bilamana hal ini terjadi, kondisi yang diakibatkan disebut arthritis. Artralgia atau nyeri yang berasal dari bagian intrakapsular sendi dapat diklasifikasikan sebagai nyeri ligamentum, nyeri kapsular dan nyeri arthritis (Bell, 1990; Okeson, 1995). 14 Trauma pada STM dapat terjadi karena faktor internal (seperti otot kunyah) ataupun karena faktor eksternal (seperti pukulan) menyebabkan kerusakan pada jaringan dan kondilus sehingga terjadi dislokasi, hemarthrosis atau fraktur kondilus. 10 Myofacial pain dysfunction syndrome merupakan kelainan STM yang dapat mengakibatkan kegoyangan gigi yang hebat ( hypermobility ), keausan permukaan oklusal dan rasa nyeri pada otot-otot wajah. Pemicu dari sindroma tersebut adalah spasme otot kunyah sebagai dampak gangguan psikologis. 13 Nyeri pada otot adalah suatu bentuk penyakit yang ada di dalam tubuh dapat terjadi karena stimulus seperti panas, tekanan, atau bahan kimia. Penyakit ini mempunyai efek yang berhubungan dengan sensoris, motoris, atau autonom. Nyeri

24 yang berasal dari otot adalah penyebab nyeri yang paling sering terjadi pada kepala dan leher. Rasa nyeri pada otot adalah suatu penyakit yang dirasakan menyebar seperti adanya tekanan yang bervariasi, dapat dirasa sebagai berbagai perubahan intensitas tekanan. Rasa nyeri tersebut tidak mudah dilokalisir, dan sulit diidentifikasi oleh pasien. Dengan kata lain, sumber dan lokasi dari nyeri dapat berbeda. Nyeri pada otot di daerah orofasial dipengaruhi oleh kerja fungsional otot selama pengunyahan Diluar Sendi Temporomandibula Banyak kontroversi yang berhubungan dengan penyebab kelainan STM. Menurut sejarah, sebagian besar dokter gigi berpendapat bahwa gangguan oklusi sebagai faktor etiologi utama. Kemudian sebagian lain menekankan pada faktor psikologis. Sebagian orang mencoba untuk memperkecil konflik dengan mengusulkan gangguan oklusi dan faktor psikologis berperan dalam pengembangan kelainan STM. 10 Gagasan mengenai etiologi multifaktorial ini menjadi lebih umum lagi diterima pada sekitar tahun 1970-an. Tiga kelompok utama dari faktor etiologi adalah oklusi, neuromuscular, dan psikologis Gigi-geligi Oklusi dapat didefinisikan sebagai hubungan kontak statik antara tonjol-tonjol gigi atau permukaan kunyah dari gigi geligi atas dan bawah. 15 Ketidakseimbangan oklusi merupakan salah satu faktor penyebab yang sangat sering ditemui pada pasien-pasien disfungsi STM yang terjadi oleh berbagai macam

25 sebab antara lain tumpatan /restorasi yang terlalu tinggi atau rendah, perawatan ortodontik yang kurang memperhatikan keseimbangan fungsional oklusi atau perubahan bidang oklusal akibat hilangnya satu gigi atau lebih. Mardjono (1989) menemukan bahwa bukan hilangnya gigi yang penting dalam proses patologis ini, melainkan akibat-akibat yang timbul pada gigi-gigi tetangga atau lawannya. Gigi-gigi tetangga yang hilang secara bertahap akan mengalami perubahan posisi, bergeser kearah diastema dan miring, sedang gigi antagonisnya akan mengalami ekstrusi. Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan kurve oklusal berubah bentuk, lengkung menjadi bergelombang sehingga gerakan artikulasi menjadi tidak lancar. Benturan- benturan akan terjadi setiap kali mandibula bergerak ke posisi oklusi sentrik dan secara tidak disadari, pasien merubah lintasan buka/tutup mandibula atau menarik mandibula ke posisi akhir yang enak. Perubahan lintasan ini menyebabkan perubahan posisi mandibula bergeser dari sentrik dan keseimbangan otot-otot berubah ada yang aktif dan ada yang kurang aktif. Secara bertahap apabila toleransi fisiologis otot terlampaui maka akan timbul kelelahan pada otot dan menimbulkan spasme yang oleh pasien dirasakan sebagai nyeri bila otot berfungsi. Begitu juga halnya dengan kondilus, ketidakseimbangan ini menyebabkan posisi mandibula terungkit sehingga posisi kondilus juga berubah satu kondilus berada pada posisi superior dan yang lain pada posisi inferior. 4 Kebiasaan mengunyah pada satu sisi juga merupakan penyebab terjadinya disharmoni oklusi seperti mengunyah pada sisi kiri tidak nyaman, maka pasien akan memindahkan rahang bawah ke kanan dan melakukan pengunyahan sebelah kanan.

26 Gangguan sendi terjadi pada diskus sebelah kiri dengan terdengarnya keletuk sendi pada saat membuka dan menutup mulut (Kaplan, 1991). 12 Penyimpangan pada oklusal seperti maloklusi menunjukkan adanya suatu hubungan yang salah antara rangka dengan gigi. Maloklusi ini dapat disebabkan oleh karena keturunan, penelanan yang salah, kebiasaan menghisap atau faktor gigi itu sendiri. Faktor keturunan berpengaruh terhadap maloklusi, gigi insisivus yang berjejal, dan gigi diastema. Pola kebiasaan menghisap atau gigitan silang posterior dan anterior dapat mengarah pada maloklusi seperti open bite anterior, open bite posterior dan protrusi bimaksilar. Faktor yang berasal dari gigi itu sendiri seperti kehilangan gigi atau perawatan gigi yang tidak baik dapat menyebabkan kemiringan, protrusi, dan rotasi gigi tetangganya. 16 Bila maloklusi tidak terlalu parah, maka keserasian oklusal dapat dipenuhi dan oklusi dapat berfungsi normal. Bila oklusi berfungsi dengan baik antara gigi dan sendi maka otot akan bekerja dengan ringan. 16 Maloklusi dapat menyebabkan fase menutup mulut tidak sempurna. Maloklusi yang membentuk ketidakserasian antara gigi dengan sendi ini disebut maloklusi fungsional. Ketidakserasian oklusal pada maloklusi fungsional memerlukan penyesuaian yang berlebih dari otot untuk mempertahankan fungsi yang normal. Kemampuan penyesuaian otot ini bervariasi tiap individu. Saat stress dampaknya dapat mengakibatkan disfungsi rahang bawah. Beberapa penderita dapat menyesuaikan adanya maloklusi fungsional yang parah tanpa gejala stress. Penderita

27 lainnya dapat mengalami gejala disfungsi rahang bawah yang parah karena kelainan oklusal yang kecil Otot Kunyah Kelainan otot dari STM menjadi keluhan yang paling umum terjadi pada pasien. Dua pengamatan utama mengenai otot adalah kelainan fungsi tubuh dan rasa sakit. Kasus sederhana kelainan STM jenis ini adalah disebabkan oleh penggunaan yang berlebihan pada otot tersebut. Penyebab umumnya seperti mengunyah permen karet secara terus-menerus, kebiasaan menggigit kuku dan pensil. Kebanyakan kasus STM bukan merupakan kasus yang sederhana. Kelainan otot dapat disebabkan karena infeksi/ peradangan, dan trauma yang menyebabkan terbentuknya fibrosis pada otot sehingga otot tidak bebas bergerak dan menyebabkan rasa sakit yang dikenal sebagai myofacial pain syndrom. 17 Pada akhir tahun 1950-an, Schwartz dkk menemukan bahwa ada pergeseran perhatian dari faktor oklusi menjadi peranan otot-otot kunyah. Menurut Schwartz dkk (1975), rasa nyeri pada atau di dekat sendi disebabkan oleh fungsi yang tidak terkordinasi atau tidak harmonis dari otot-otot mandibula. 11 Mekanisme terjadinya perubahan aktivitas otot, masih dalam perdebatan. Yemm (1976) tidak menemukan bukti bahwa maloklusi dapat menimbulkan hiperaktivitas otot melalui mekanisme reflek walaupun banyak yang mendukung pendapat klinis kontemporer tersebut. 11

28 Psikologis Adanya faktor psikologis pada etiologi beberapa kelainan STM sekarang telah ditemukan dan menimbulkan hipotesa yang mengatakan emosi, tingkah laku dan kepribadian merupakan penyebab utama dari sindrom rasa sakit-disfungsi. Psikolog Freud klasik menunjukkan bahwa kelainan sendi mungkin merupakan reaksi perubahan mulut dan otot, karena sifatnya yang ekspresif, bekerja sebagai fokus tegangan emosi. Jadi, konflik ini dikeluarkan dalam bentuk kebiasaan parafungsional seperti bruksism dan aktivitas otot lain yang tidak normal. 2,11 Walaupun telah dilakukan usaha untuk meneliti kepribadian turunan yang mungkin berhubungan dengan penderita rasa sakit-disfungsi, masih sedikit bukti yang diperoleh bahwa orang tersebut merupakan kelompok tertentu (Rugh dan Solberg 1976). Kepribadian turunan biasanya dianggap bersifat permanen tetapi tingkah laku juga dipengaruhi oleh keadaan emosi jangka pendek seperti cemas, takut dan marah. Banyak ahli yang menemukan bahwa pasien dengan gangguan STM lebih cemas daripada kelompok kontrol. Emosi sangat sering terlihat pada wajah misalnya gembira, sedih, cemas, frustasi, takut dan marah semuanya dapat dicatat oleh otot ekspresi wajah dan berhubungan erat dengan otot kunyah. Rugh dkk 1976 telah membuktikan bahwa pasien dengan penyakit STM memberi respon terhadap tekanan emosi berupa kenaikan aktivitas otot masseter dan temporal. Hal ini dapat berupa ketegangan otot yang besar atau aktivitas parafungsional oromuskular. 11

29 Hasil penelitian tersebut tampaknya dapat mendukung teori psiko-fisiologi yang diperkenalkan oleh Laskin (1969) yang mengatakan bahwa kejang otot kunyah merupakan faktor utama yang berpengaruh pada gejala sindrom rasa sakit-disfungsi. Penyebab yang paling umum adalah kelelahan otot yang disebabkan oleh kebiasaan mulut yang kronis yang sering merupakan mekanisme untuk mengurangi tegangan. 11 Semua orang biasanya terkena tekanan emosi, tidak hanya pada keadaan tertentu saja, tetapi juga merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Kesulitan finansial, pribadi, dan sosial hanya merupakan contoh yang dialami setiap orang. Tetapi, hanya sejumlah kecil masyarakat yang memiliki kelainan STM dan hal tersebut menyebabkan tumbuhnya konsep dari spesifikasi respon. Individu mungkin memiliki respon fisiologi khusus terhadap keadaan yang menimbulkan tekanan sehingga kebiasaan parafungsional mungkin hanya merupakan mekanisme tertentu dari individu untuk menetralkan ketegangan tersebut. 10,11

30 BAB 3 PERAWATAN SENDI TEMPOROMANDIBULA AKIBAT KELAINAN OKLUSI Keberhasilan perawatan STM pada sebagian besar keadaan tergantung pada etiologi dan pemeriksaan yang menyeluruh dari keadaan klinis. Cara perawatan yang rasional diarahkan untuk menghilangkan beban yang berlebih pada sendi, terutama dengan mengurangi aksi otot yang berlebihan serta abnormal. Adapun, perawatan STM yang dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Perawatan secara konservatif 2. Perawatan secara operatif 11 Cara perawatan tersebut hanya suatu pedoman karena ada beberapa tehnik perawatan yang mengikut sertakan lebih dari satu bidang ilmu. Perawatan dari setiap keadaan harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien, serta waktu dan fasilitas juga perlu dipertimbangkan. Lingkungan klinik pendidikan yang ramai tidak baik untuk merawat penderita kelainan STM. Bila perawatan dilakukan di rumah sakit, maka

31 harus ada ruang khusus untuk tujuan ini, tetapi walaupun demikian, ruang operasi pribadi/ kamar praktek merupakan lingkungan yang paling sesuai Perawatan Secara Konservatif Umumnya, rasa tidak enak mendorong pasien mencari pertolongan. Perawatan yang segera dan efisien tidak hanya dapat meredakan penderitaannya tetapi juga membantu mengembalikan rasa percaya diri pasien. 11 Adapun perawatan secara konservatif adalah : mengistirahatkan rahang, obat-obatan, latihan, terapi fisik, splin oklusal, perawatan psikososial, karies dan kelainan patologi yang lain, protesa, terapi oklusal, dan faktor pendukung yang lain Mengistirahatkan Rahang Kunjungan pertama biasanya hanya digunakan untuk menentukan diagnosa dan menenangkan pasien, tetapi dapat juga ditambah dengan pemberian nasehat untuk mengistirahatkan rahang dan pengobatan sederhana. Istirahat, berarti menghindari pergerakan rahang yang berlebihan seperti menguap, atau gerak untuk mengunyah makanan yang keras. Gerakan ini memang menimbulkan rasa nyeri dan oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk menghindari pergerakan yang menimbulkan rasa nyeri. 11 Diet lunak dianjurkan dan semua makanan harus dipotong kecil-kecil. Seperti apel harus dipotong-potong, bukan digigit. Bila mungkin, semua pergerakan rahang yang menimbulkan kliking harus dihindari, walaupun hal ini sulit dilakukan. Dapat juga menganjurkan pasien agar jangan berteriak terhadap keluarga, tetapi hal ini sulit

32 dilakukan. Analogi yang lain dalam memberikan nasehat kepada pasien adalah dengan perumpamaan seperti pasien dengan kaki keseleo. Keadaan ini akan cepat membaik bila kaki diistirahatkan dengan menggantung kaki ke atas bukan terus menerus menggunakannya untuk berjalan Obat-obatan Perawatan farmakologik dapat membantu meredakan gejala kelainan STM seperti rasa sakit, hiperaktivitas otot, ansietas, dan depresi. Baik pengalaman klinis maupun studi eksperimental terkendali menunjukkan bahwa farmakoterapi dapat menjadi katalis kuat bagi rasa nyaman pasien dan rehabilitasinya bila digunakan sebagai program tatalaksana komprehensif. Obat-obat yang bermanfaat dalam perawatan STM terdiri dari analgetika, kortikosteroid, relaksan otot, anti ansietas, dan anti depresi. Walaupun ada kecendrungan para dokter untuk mengandalkan obat favorit tunggal, sebetulnya tak ada satu pun obat yang benar-benar terbukti manjur untuk seluruh spektrum STM. Untuk menghindari komplikasi tak diharapkan dan efek interaksi buruk serta mencapai kemujaraban maksimal suatu jenis obat, penting sekali memahami spektrum obat-obat yang dapat diberikan untuk STM dan masalah yang lain timbul karena pemakaiannya. 1,4,5,9, Latihan Alasan dari perawatan dengan latihan adalah untuk merangsang fungsi mandibula yang normal. Cara ini dapat membantu pasien untuk merelaksasi otot rahang, leher, dan bahu bagian atas, karena dengan demikian otot-otot letih untuk

33 melakukan aktivitas secara benar sekaligus juga melepaskan ketegangan otot. Biasanya dengan latihan teratur dan terarah keluhan akan hilang dalam waktu 3-5 hari. Latihan ini dilakukan selama 10 menit perhari dalam lingkungan yang sunyi, di depan kaca. Program latihan membuka mulut secara aktif yaitu pergerakan laterotrusif ke kiri dan ke kanan, dan pergerakan protrusif. Masing-masing pergerakan diulangi 8-10 kali. Pergerakan ini dilakukan secara maksimal dan mandibula berada pada posisi buka maksimal untuk beberapa detik pada masingmasing pergerakan. 4,5,10, Terapi Fisik Terapi fisik merupakan terapi yang mendukung terapi kelainan STM lainnya yakni terapi oklusal dan terapi psikososial. Terapi ini penting dalam kesuksesan manajemen terapi kelainan STM. Terapi fisik dibagi dalam dua kategori yakni : modalities dan teknik manual. Modalities adalah cara-cara fisik untuk pengubahan termal, histokemikal dan fisiologik. Tipe-tipe Modalities terdiri dari terapi panas, terapi dingin, elektroterapi, terapi ultrasound, iontoforesis, dan akupunktur. 1,5,11 Terapi panas dapat mengurangi rasa nyeri dan kekakuan otot. Caranya adalah meletakkan handuk basah hangat selama menit pada daerah yang terserang (biasanya pada daerah masseter) (Gambar 4). Terapi dingin adalah metode yang sederhana dengan menggunakan es yang diletakkan pada area yang spasme untuk mengurangi rasa nyeri. Peralatan elektroterapi yang menghasilkan perubahan termal, histokemikal, dan fisiologik pada otot-otot sendi dibagi dalam stimulasi tegangan tinggi ( stimulasi elektrogalvanik ) dan stimulasi tegangan rendah ( stimulasi saraf

34 elektrik transkutan ). Cara ini mengurangi aktivitas dan nyeri otot serta mempercepat penyembuhan. Terapi ultrasound digunakan untuk menimbulkan panas yang dalam di daerah sendi, menyembuhkan kontraktur sendi dengan mempertinggi peregangan jaringan lunak ekstrakapsular, meredakan nyeri kronik, dan kontraksi otot. Iontoforesis digunakan untuk masalah muskuloskeletal berupa obat (preparat anti inflamasiatau analgetika ) ditarik melalui kulit ke daerah yang terkena pada jaringan dibawahnya. Akupunktur digunakan untuk peratawan nyeri kronik pada salauran kecil neural. 1,5 Sedangkan pada teknik manual terdiri dari tiga kategori yaitu : mobilisasi jaringan lunak, muscle conditioning, dan joint distraction. Mobilisasi jaringan lunak merupakan stimulasi dengan cara masase pada daerah nervus sensori kutaneus untuk mengurangi rasa nyeri. Muscle conditioning adalah terapi fisik yang bertujuan merestorasi fungsi otot menjadi normal. Teknik muscle conditioning ini ada beberapa kategori antara lain membatasi pergerakan mandibula dan terapi relaksasi dengan mengkontrol stres emosional. Distraksi pasif pada sendi dapat menambah pergerakan dan menghambat aktivitas otot yang menarik melawan sendi sehingga otot dapat relaksasi. Cara ini dilakukan dengan menekan pada area molar dua bawah menggunakan ibu jari operator. 1

35 Gambar 4. Terapi panas menggunakan handuk basah hangat. ( Okeson J.P. Management of temporomandibular disorder and occlusion. 4 th ed. USA : Mosby Year Book, 1998 : 402 ) Splin Oklusal Efektivitas penggunaan splin oklusal sampai sekarang masih dipertanyakan, akan tetapi menurut penelitian Carraro (1975), penggunaan splin oklusal ternyata dapat mengurangi rasa nyeri pada sendi dan otot bahkan dapat hilang. Beberapa laporan yang mengatakan bahwa penggunaan splin oklusal ternyata mengurangi hiperaktivitas otot dan menghilangkan spasme otot. Hal ini dibuktikan dengan alat elektromiogram pada pasien bruksism dan ternyata ada pengurangan aktivitas pada otot masseter (Gambar 5). 1,5,12

36 Gambar 5. Splin oklusal pada maksila. ( Okeson J.P. Management of temporomandibular disorder and occlusion. 4 th ed. USA : Mosby Year Book, 1998 : 475 ) Menurut Pameyer (1985), splin oklusal merupakan alat lepas yang menutupi bagian oklusal gigi posterior dan bagian insisal gigi anterior, dapat dibuat pada rahang atas atau rahang bawah. Fungsinya sebagai alat bantu untuk menstabilkan kembali relasi sentrik dengan pola gerak atau lintasan mandibula yang sebenarnya. Permukaan splin oklusal dengan tonjol lawan berfungsi menjaga kestabilan splin. Okeson (1988) mengatakan bahwa pada pemakai splin oklusal ternyata dapat mengurangi nyeri pada sendi sebanyak 75%, demikian juga menurut Tsuga (1979) rasa sakit berkurang sampai 87%. 5,12 Callagna (1983) melaporkan bahwa pemakaian splin oklusal pada 24 jam pertama merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki neuromuskular dan menstabilkan oklusi sentrik, hal ini dicapai setelah perawatan interkuspasi yang maksimum dengan posisi mandibula pada posisi sentrik. Hal ini didukung dengan keadaan bahwa untuk mendapat oklusi sentrik selama mulut tertutup, harus ada

37 kontak interkuspasi yang maksimum dengan demikian diharapkan kedudukan kondil konsentris pada fosa mandibular. Kedudukan kondil konsentris pada fosa mandibular merupakan kedudukan kondil yang stabil karena kondil bersandar pada lereng eminensia artikularis pada posisi superoanterior. 12 Menurut Ramfyord (1985) salah satu tujuan pemakaian splin oklusal adalah untuk menghilangkan spasme oklusal dan menghilangkan kontak prematur. Selain itu juga memacu timbulnya reaksi motorik untuk merangsang terjadinya reposisi letak kondil terhadap fosa artikularis sehingga akan diperoleh oklusi yang seimbang. 5, Perawatan Psikososial Aktivitas neuromuskular yang menimbulkan beban yang besar dan berulangulang dari sendi, disebabkan terutama oleh tekanan emosi dan ketegangan. Oleh karena itu, usaha menghilangkan faktor-faktor di atas merupakan tujuan utama dalam merawat faktor penyebab sindrom ini. Karena dokter gigi yang sering menghadapi kelainan STM cenderung kurang memiliki pengetahuan psikiatrik, maka tahap ini mungkin merupakan tahap tersulit dalam perawatan kelainan tersebut. Tekanan emosional yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi otot dan mengaktifkan sistem nervus simpatik, yang dengan sendirinya merupakan sumber rasa nyeri pada otot. 1,11 Tekanan dan ketegangan yang diterima manusia, dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang berhubungan dengan keadaan sehari-hari dan yang disebabkan oleh keadaan tertentu. Stres sehari-hari dapat dialami seluruh manusia setiap waktu walaupun ambang toleransi dan respon sangat berbeda-beda. Contohnya adalah

38 hubungan pribadi, kesulitan keuangan, kesulitan pekerjaan. Daftar ini tidak ada habisnya dan ketegangan yang terjadi seluruhnya merupakan bagian dari kehidupan normal. Problem ini telah mencapai puncaknya pada 'kebudayaan Barat' dan mungkin merupakan penyebab mengapa kelainan STM sangat tinggi prevalensinya pada negara ini. 11 Kelompok yang kedua adalah stres emosional yang disebabkan oleh keadaan tertentu seperti problem dalam keluarga, penyakit yang parah atau perubahan mendadak dalam segi penghasilan. Timbulnya kelainan STM sering bersamaan dengan salah satu keadaan tersebut Karies dan Kelainan Patologi yang Lain Semua karies gigi harus dihilangkan dan restorasi yang kurang memuaskan atau yang bocor harus diganti. Gigi dengan karies yang besar dan tidak dapat dirawat lagi harus dicabut dan kelainan gigi atau patologi yang lain, dirawat. Faktor-faktor tersebut merupakan sumber rasa tidak enak dan dapat mempengaruhi cara pasien menggigit atau mengunyah. Tetapi harus tetap diingat bahwa kelainan STM dapat makin parah karena perawatan gigi yang terlalu lama dan oleh karena itu, waktu perawatan harus dibuat sesingkat mungkin. 11 Gigi-gigi yang ekstrusi, seperti molar yang tidak memiliki antagonis, dapat menimbulkan kesulitan harus dicabut. Hal serupa juga berlaku untuk molar tiga atas yang miring ke bukal yang cenderung menimbulkan trauma pada bagian dalam pipi Protesa

39 Restorasi prostetik atau penggantian gigi ditentukan berdasarkan jumlah dan letak gigi-gigi yang hilang atau apakah protesa yang sekarang digunakan mengganggu fungsi. Terutama pada keadaan dimana kurangnya dukungan oklusal dari gigi-gigi belakang atau bila pasien menggunakan gigi tiruan yang abrasi, tidak memiliki desain yang baik dan longgar. Gigitan yang terlalu tinggi dapat merangsang sendi terkena beban yang lebih besar dari biasa. Protesa yang longgar dapat merangsang aktivitas otot parafungsional atau fungsi abnormal untuk menstabilkannya selama pasien mengunyah atau istirahat. Protesa overlay dapat digunakan bila terdapat atrisi gigi yang menyeluruh Terapi Oklusal Perawatan dental mungkin diperlukan untuk pasien kelainan STM, namun diyakini bahwa kebutuhan ini tidak sering dijumpai. Terapi oklusal ini dianggap perlu untuk perawatan menyeluruh pada pasien dengan kelainan STM, bila dukungan oklusal yang ada tidak memadai untuk struktur STM dan bila kurang stabilnya oklusi secara langsung berkaitan dengan menjadi parahnya gejala kelainan STM setelah perawatan awal berhasil. Terapi oklusal ini dapat berupa penyesuaian oklusi seperti pengasahan selektif untuk memperbaiki keadaan oklusal pada restorasi yang terlalu tinggi (Gambar 6), terapi restoratif seperti pembuatan treatment plate atau treatment denture bila ada penurunan dimensi vertikal disertai dengan pergeseran posisi akhir mandibula, atau perawatan ortodontik dengan atau tanpa bedah ortognatik untuk maloklusi dentoskeletal yang parah. Perawatan ini hendaknya dipertimbangkan

40 sebagai perawatan kedua/ tambahan, dan hanya bila rasa sakit sudah mereda, disfungsi sudah berkurang, bunyi sendi mereda tetapi tidak mesti hilang, dan jarak gerak rahang sudah mendekati atau dalam batas normal. Hubungan maksila mandibula, aktivitas neuromuskular, dan masalah psikososial pasien harus sudah stabil sebelum diteruskan dengan terapi oklusal. 4,5,11 Gambar 6. Selektif grinding pada tindakan penyesuaian oklusi. ( Okeson J.P. Management of temporomandibular disorder and occlusion. 4 th ed. USA : Mosby Year Book, 1998 : 523 ) Faktor Pendukung yang Lain Faktor lain yang ikut berperan dalam memperberat kelainan adalah kebiasaan seperti mengunyah permen karet, meniup alat musik ( contohnya : terompet ) menyanyi, dan pekerjaan seperti orang yang bekerja dalam mengambil keputusan Perawatan Secara operatif

41 Perawatan secara operatif dilakukan bila pasien gagal memberi respon terhadap terapi konservatif. Cara ini dapat menghilangkan penyebabnya tetapi dapat menghilangkan serta memperbaiki manifestasi patologinya. 11,18 Pembedahan STM merupakan tindakan perawatan efektif untuk kelainankelainan artikular kondilus ataupun memperbaiki meniskus/ ligamen yang rusak. Namun teknis pelaksanaan tindakan bedah seperti ini rumit, dan ada kemungkinan terjadi komplikasi. Hal ini membuat tindakan bedah menjadi terbatas untuk kasuskasus selektif saja. 5,11 Beberapa prosedur operasi telah diperkenalkan. Termasuk menisektomi, condylotomy dan high condylectomy. Menisektomi dan high condylectomy adalah prosedur yang dapat digunakan untuk kerusakan kondilus yang ringan dengan dislokasi meniskus kedepan. Sedangkan condylotomy adalah prosedur dimana leher kondilus dipatahkan secara operasi untuk memungkinkan pergerakan ke depan dan ke tengah dari frakmen kondilus. Agar kondilus memiliki posisi fungsional yang baru dalam hubungannya terhadap meniskus yang tergeser. Seringkali, hasil operasi sangat mengecewakan dan belum ada kesamaan pendapat tentang prosedur yang paling bermanfaat dan indikasi keadaan. 11 Operasi STM dapat memiliki manfaat tambahan dari pemotongan supply saraf sensoris. Tidak hanya dapat membebaskan sendi dari rasa sakit secara sementara, tetapi juga dapat mempengaruhi reflek neuromuskular, sehingga mengurangi aksi otot yang berlebihan. 11

42 BAB 4 KESIMPULAN

43 Oklusi gigi-geligi yang merupakan salah satu dari sistem mastikasi akan berjalan normal apabila adanya interaksi yang serasi dan seimbang dari setiap komponen mastikasi yang terlibat. Apabila ada perubahan-perubahan kecil dalam hubungan kontak oklusi yang menghambat dicapainya oklusi normal dapat memicu timbulnya kelainan STM yaitu gangguan fungsional. Gangguan fungsional adalah masalah-masalah STM yang timbul akibat fungsi yang menyimpang karena adanya kelainan pada posisi dan/ atau fungsi gigi-geligi, atau otot-otot kunyah. Apabila ada rangsangan yang menyimpang dari biasanya akibat posisi gigi yang menimbulkan kontak prematur, respon yang akan timbul bervariasi secara biologis. Umumnya merupakan respon adaptif pada jaringan yang terlibat sebagai upaya menerima rangsangan yang menyimpang tersebut. Periode adaptasi ini akan berjalan terus sampai batas toleransi fisiologis otot-otot atau jaringan sekitar telah terlampaui. Berapa lama periode adaptasi berlangsung sangat berbeda antara individu yang satu dan yang lain. Keluhan dapat dirasakan pada otot-otot penggerak mandibula, atau pada STM. Gejala kelainan STM antara lain rasa nyeri pada telinga, pipi dan daerah temporal, bunyi keletuk sendi sewaktu menutup dan membuka mulut, keterbatasan membuka mulut dan menggerakkan mandibula serta sakit kepala. Etiologi kelainan STM multifaktorial akan tetapi gangguan oklusal, neuromuskular dan psikologis adalah yang berperan utama dalam pengembangan kelainan STM.

44 Penatalaksanaan meliputi perawatan konservatif dan perawatan operatif. Mayoritas pasien kelainan STM mencapai perbaikan secara memadai dari gejala yang dirasakannya dengan terapi konservatif. Oleh karena itu perawatan konservatif seperti mengistirahatkan rahang, obat-obatan, latihan, terapi panas, splin oklusal, perawatan psikososial, karies dan kelainan patologi yang lain, protesa, terapi oklusal, perawatan faktor pendorong yang lain lebih dianjurkan sebagai perawatan awal dari hampir semua kasus kelainan STM. Sedangkan perawatan secara operatif hanya dilakukan bila pasien gagal memberi respon terhadap terapi konservatif. DAFTAR PUSTAKA

45 1. Okeson J. P. Management of temporomandibular disorder and occlusion. 4 th ed. USA : Mosby Year Book, 1998 : 1-28, , , , , Ramfjord. Occlusion. 3 rd ed. USA : W. B. Saunders Company, 1983 : 1-31, Carranza s. Clinical periodontology. 9 th ed. Philadelphia : W. B. Saunders Company, 2002 : Mardjono Daroewati. Biomekanika sendi temporomandibula serta disfungsi dan perawatannya ditinjau dari sudut prostodonsia. Journal of The Indonesian Oral Surgeon Association 2001 : Mc Neill Charles. Kelainan kraniomandibula pedoman bagi evaluasi, diagnosis dan penatalaksanaan. Alih bahasa. Gunadi Haryanto. Jakarta : Widya Medika, 1993 : Gunadi Haryanto, Burhan Lusiana, Suryatenggara Freddy, dkk. Buku ajar ilmu sebagian lepasan. Jilid II. Jakarta. Hipokrates, 1994 : Jr Jose Dos Santos. Occlusion principles and concepts. 2 nd ed. USA : Ishiyaku Euro America, 1999 : Bumann, Lotzmam U. Color atlas of dental medicine TMJ disorders and orofacial pain the role of dentistry in a multidisciplinary diagnostic approach. Germany : Thieme, 2002 : 46.

46 9. Gross S. G, Pertes R. A. Clinical management of temporomandibular disorders and orofacial pain. USA : Quintessence Books, 1995 : 69-89, , , Carlsson, Magnusson T. Management of temporomandibular disorders in the general dental practice. Germany : Quintessence Publishing, 1999 : 19-23, 25-32, 51-66, Ogus H.D, Toller P. A. Gangguan sendi temporomandibula. Alih bahasa. Yuwono Lilian. Jakarta : Hipokrates, 1990 : 20-32, 33-42, Elias Suzan. Pemakaian splin oklusal untuk mengatasi gangguan senditemporomandibular. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi Scientific Journal in Dentistry 2002 : Lambri Soertini. Kelainan Sendi Temporomandibular ditinjau dari segi ilmu periodonsia : Anggraini Wita. Tinjauan anatomi nyeri intra kapsular dan ekstra kapsular pada sendi temporomandibular. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi Scientific Journal in Dentistry 2002 : Watt David, MacGregor Roy. Membuat desain gigi tiruan lengkap. Alih bahasa. Soelistijani, Leepel Max. Jakarta: Hipokrates, 1992 : Gross Martin, Mathews James. Oklusi dalam kedokteran gigi restoratif. Alih bahasa. Krisnowati. Surabaya : Airlangga University Press, 1991 : Anonymous. Wikipedia, free encyclopedia. Temporomandibular joint disorder. 4/16/ < 4/22/

47 18. Fricton, Kroening, Hathaway K. TMJ and craniofacial pain : diagnosis and management. 1 st ed. St. Louis : Ishiyaku Euro America, 1988 :

48 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Sartika Aryanti Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 12 Februari 1985 Alamat : Jl. Kapten Mukhtar Basri No.7 Glugur Darat 2 Medan Agama : Islam Nama Orang Tua Ayah Ibu : H. Ahmad Hasan, drg : Hj. Syafrinani, drg., Sp. Pros. (K) Pendidikan TK : TK Muhammadiyah Bustanul Aftal Bambu, Medan SD SLTP SMU : SD Negeri Medan : SLTP Swasta Pertiwi Medan : SMU Darul Hikam Bandung Perguruan Tinggi : Fakultas Kedokteran Gigi USU Medan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai komponen terdiri dari gigi-geligi, sendi temporomandibula, otot kunyah, dan sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. retak), infeksi pada gigi, kecelakaan, penyakit periodontal dan masih banyak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. retak), infeksi pada gigi, kecelakaan, penyakit periodontal dan masih banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hilangnya gigi bisa terjadi pada siapa saja dengan penyebab yang beragam antara lain karena pencabutan gigi akibat kerusakan gigi (gigi berlubang, patah, retak), infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan gigi merupakan masalah gigi dan mulut yang sering ditemukan. Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh dua faktor secara umum yaitu, faktor penyakit seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti karies dan penyakit periodontal, trauma, penyakit yang menyerang pulpa, periradikular, dan berbagai penyakit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebiasaan Buruk Kebiasaan adalah suatu tindakan berulang yang dilakukan secara otomatis atau spontan. Perilaku ini umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan sebagian besar selesai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sendi temporomandibula merupakan salah satu persendian yang paling rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan memutar (rotasi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa komponen penting, yaitu sendi temporomandibula, otot

BAB I PENDAHULUAN. beberapa komponen penting, yaitu sendi temporomandibula, otot BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem mastikasi merupakan suatu unit fungsional yang terdiri atas beberapa komponen penting, yaitu sendi temporomandibula, otot pengunyahan, dan gigi geligi

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi

Lebih terperinci

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi tiruan lengkap adalah protesa gigi lepasan yang menggantikan seluruh gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah

Lebih terperinci

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas BAB II KLAS III MANDIBULA 2.1 Defenisi Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas dan gigi-gigi pada rahang bawah bertemu, pada waktu rahang atas dan rahang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah bukolingual atau bukopalatal antara gigi antagonis. Crossbite posterior dapat terjadi bilateral

Lebih terperinci

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA Sendi adalah hubungan antara dua tulang. Sendi temporomandibula merupakan artikulasi antara tulang temporal dan mandibula, dimana sendi TMJ didukung oleh 3 : 1. Prosesus

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

BAB 2 TEMPOROMANDIBULA DISORDER. sejumlah masalah klinis yang berkaitan dengan ganguan pada otot-otot pengunyahan,

BAB 2 TEMPOROMANDIBULA DISORDER. sejumlah masalah klinis yang berkaitan dengan ganguan pada otot-otot pengunyahan, 4 BAB 2 TEMPOROMANDIBULA DISORDER 2.1 Defenisi Temporomandibula disorder merupakan istilah kolektif yang mencakup sejumlah masalah klinis yang berkaitan dengan ganguan pada otot-otot pengunyahan, sendi

Lebih terperinci

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat melakukan gerakan meluncur dan rotasi pada saat mandibula berfungsi. Sendi ini dibentuk oleh kondilus mandibula

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi berjejal merupakan jenis maloklusi yang paling sering ditemukan. Gigi berjejal juga sering dikeluhkan oleh pasien dan merupakan alasan utama pasien datang untuk melakukan perawatan

Lebih terperinci

NYERI OROFASIAL AKIBAT TRAUMATIK NEUROMA

NYERI OROFASIAL AKIBAT TRAUMATIK NEUROMA NYERI OROFASIAL AKIBAT TRAUMATIK NEUROMA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh : MARYATI HASYIM ARYO NIM : 080600163 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keausan gigi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan hilangnya jaringan keras gigi karena proses fisik maupun kimiawi, bukan proses karies (Oltramari-Navarro

Lebih terperinci

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN Purwokerto, 2012 1 Blok M e d i c a

Lebih terperinci

Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Overlay Pasca Perawatan Sendi Temporomandibula

Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Overlay Pasca Perawatan Sendi Temporomandibula Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Overlay Pasca Perawatan Sendi Temporomandibula Helmi Siti Aminah*, Erna Kurnikasari** *Peserta PPDGS Prostodontia FKG Universitas Padjdjaran ** Bagian Prostodontia FKG Universitas

Lebih terperinci

PREVALENSI GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA PADA LANSIA BERDASARKAN JENIS KELAMIN, KEBIASAAN BURUK, DAN DUKUNGAN OKLUSAL

PREVALENSI GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA PADA LANSIA BERDASARKAN JENIS KELAMIN, KEBIASAAN BURUK, DAN DUKUNGAN OKLUSAL 0 PREVALENSI GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA PADA LANSIA BERDASARKAN JENIS KELAMIN, KEBIASAAN BURUK, DAN DUKUNGAN OKLUSAL SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

PENANGANAN KASUS HIPOPLASIA MANDIBULA DENGAN KOMBINASI TEKNIK OSTEODISTRAKSI DAN GENIOPLASTI

PENANGANAN KASUS HIPOPLASIA MANDIBULA DENGAN KOMBINASI TEKNIK OSTEODISTRAKSI DAN GENIOPLASTI PENANGANAN KASUS HIPOPLASIA MANDIBULA DENGAN KOMBINASI TEKNIK OSTEODISTRAKSI DAN GENIOPLASTI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi Oleh

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEMPERTEMUKAN GIGI ATAS DAN GIGI BAWAH (CLENCHING) DENGAN NYERI KEPALA SKRIPSI. Jovian Purnomo

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEMPERTEMUKAN GIGI ATAS DAN GIGI BAWAH (CLENCHING) DENGAN NYERI KEPALA SKRIPSI. Jovian Purnomo HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEMPERTEMUKAN GIGI ATAS DAN GIGI BAWAH (CLENCHING) DENGAN NYERI KEPALA (Pada Mahasiswa Program Akademik FKG UI Tahun 2007 2008) SKRIPSI Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi. syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh : DESY PURNAMA SARI NIM :

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi. syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh : DESY PURNAMA SARI NIM : PENATALAKSANAAN TEMPOROMANDIBULA DISORDER AKIBAT WHIPLASH INJURY SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh : DESY PURNAMA SARI NIM :

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah

Lebih terperinci

III. RENCANA PERAWATAN

III. RENCANA PERAWATAN III. RENCANA PERAWATAN a. PENDAHULUAN Diagnosis ortodonsi dianggap lengkap bila daftar problem pasien diketahui dan antara problem patologi dan perkembangan dipisahkan. Tujuan rencana perawatan adalah

Lebih terperinci

HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN

HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN 1 HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN Hubungan rahang disebut juga dengan relasi vertikal/dimensi vertikal. Pengertian relasi vertikal : Jarak vertikal rahang atas dan rahang bawah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Definisi simetri adalah persamaan salah satu sisi dari suatu objek baik dalam segi bentuk, ukuran, dan sebagainya dengan sisi yang berada di belakang median plate.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi-Geligi dan Oklusi Perkembangan oklusi mengalami perubahan signifikan sejak kelahiran sampai dewasa. Perubahan dari gigi-geligi desidui menjadi gigi-geligi

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan harmonis.pada saat mendiagnosis dan membuat rencana perawatan perlu diketahui ada

BAB 1 PENDAHULUAN. dan harmonis.pada saat mendiagnosis dan membuat rencana perawatan perlu diketahui ada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Fundamental perawatan ortodonti adalah menciptakan penampilan wajah yang seimbang dan harmonis.pada saat mendiagnosis dan membuat rencana perawatan perlu diketahui ada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi dapat didefinisikan sebagai suatu ketidaksesuaian dari hubungan gigi atau rahang yang menyimpang dari normal. 1 Maloklusi merupakan sebuah penyimpangan

Lebih terperinci

III. KELAINAN DENTOFASIAL

III. KELAINAN DENTOFASIAL III. KELAINAN DENTOFASIAL PEN DAHULUAN Klasifikasi maloklusi dan oklusi Occlusion = Oklusi Pengertian Oklusi adalah hubungan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah bila rahang bawah digerakkan sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila dan mandibula. Pada kenyataannya, oklusi gigi merupakan hubungan yang kompleks karena melibatkan

Lebih terperinci

PERANAN REHABILITASI MEDIK PASCA FRAKTUR RAHANG

PERANAN REHABILITASI MEDIK PASCA FRAKTUR RAHANG PERANAN REHABILITASI MEDIK PASCA FRAKTUR RAHANG Marina A. Moeliono, dr.,sprm Dibawakan pada acara Kongres Nasional Persatuan Ahli Bedah Mulut Bandung, 15 17 Januari 2004 Abstrak The mandible is involved

Lebih terperinci

ABSTRACT DENTAL MALOCCLUSION AND SKELETAL MALOCCLUSION INFLUENCE AGAINST TEMPOROMANDIBULAR DYSFUNCTION

ABSTRACT DENTAL MALOCCLUSION AND SKELETAL MALOCCLUSION INFLUENCE AGAINST TEMPOROMANDIBULAR DYSFUNCTION ABSTRACT DENTAL MALOCCLUSION AND SKELETAL MALOCCLUSION INFLUENCE AGAINST TEMPOROMANDIBULAR DYSFUNCTION Problems in temporomandibular joint, can be a pain and clicking mostly called by temporomandibular

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor Penyebab Kehilangan Gigi Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan penyakit periodontal. Faktor bukan penyakit seperti gaya hidup dan faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan kesehatan. Pengetahuan masyarakat tentang arti pentingnya tubuh yang sehat semakin meningkat, tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004),

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Motivasi pasien dalam menjalani ortodontik pada umumnya adalah karena ingin memperbaiki keserasian dentofasial, yaitu keserasian antara gigi-gigi dengan wajah (Waldman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik merupakan suatu faktor penting dalam pemeliharaan gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan umum perawatan ortodontik

Lebih terperinci

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Penyakit pulpa dan periapikal Kondisi normal Sebuah gigi yang normal bersifat (a) asimptomatik dan menunjukkan (b) respon ringan sampai moderat yang bersifat

Lebih terperinci

PENANGANAN PENDERITA SLEEP APNEA DAN KEBIASAAN MENDENGKUR

PENANGANAN PENDERITA SLEEP APNEA DAN KEBIASAAN MENDENGKUR PENANGANAN PENDERITA SLEEP APNEA DAN KEBIASAAN MENDENGKUR SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh : DORINDA NIM : 060600126 FAKULTAS

Lebih terperinci

II. ORTODONSI INTERSEPTIF

II. ORTODONSI INTERSEPTIF II. ORTODONSI INTERSEPTIF Untuk memahami arti dari ortodonsi interseptif perlu diketahui terlebih dulu pengertian ilmu ortodonsi. Ilmu Ortodonsi adalah gabungan ilmu dan seni yang berhubungan dengan perkembangan

Lebih terperinci

Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap

Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap Tugas Paper Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap Aditya Hayu 020610151 Departemen Prostodonsia Universitas Airlangga - Surabaya 2011 1 I. Sebelum melakukan penetapan gigit hendaknya perlu

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective cross-sectional karena pengukuran variabel dilakukan pada satu saat atau setiap subyek

Lebih terperinci

Pendahuluan. Bab Pengertian

Pendahuluan. Bab Pengertian Bab 1 Pendahuluan 1.1 Pengertian Nyeri dento alveolar yang bersifat neuropatik merupakan salah satu kondisi nyeri orofasial dengan penyebab yang hingga saat ini belum dapat dipahami secara komprehensif.

Lebih terperinci

BAB 2 ANKILOSIS SENDI TEMPOROMANDIBULA. fibrous atau tulang antara kepala kondilar dengan fosa glenoidalis yang dapat

BAB 2 ANKILOSIS SENDI TEMPOROMANDIBULA. fibrous atau tulang antara kepala kondilar dengan fosa glenoidalis yang dapat BAB 2 ANKILOSIS SENDI TEMPOROMANDIBULA 2.1 Defenisi Ankilosis berasal dari bahasa Yunani yang berarti kekakuan pada sendi akibat proses dari suatu penyakit. Ankilosis dapat didefenisikan sebagai penyatuan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS TRISMUS TEMPOROMANDIBULA JOINT SINISTRA DI RSUD SALATIGA

PELAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS TRISMUS TEMPOROMANDIBULA JOINT SINISTRA DI RSUD SALATIGA PELAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS TRISMUS TEMPOROMANDIBULA JOINT SINISTRA DI RSUD SALATIGA Naskah Publikasi Diajukan Guna Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sendi Temporomandibula (TMJ) TMJ atau sendi rahang adalah sendi yang menghubungkan temporal dan mandibula yang terdiri dari tulang mandibula dengan kondilusnya (ujung membulat),

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian perubahan lengkung oklusal akibat kehilangan gigi posterior ini, didapat sebanyak 103 jumlah sampel kemudian dipilih secara purposive sampling dan didapat sebanyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan. Pada bagian anterior saluran pernafasan terdapat

Lebih terperinci

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatri, responrespon yang mengantarkan atau reaksi-reaksi yang ditimbulkan

Lebih terperinci

GAMBARAN KLASIFIKASI MOLAR KETIGA MANDIBULA IMPAKSI DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PADA PERIODE 1 OKTOBER MARET 2017

GAMBARAN KLASIFIKASI MOLAR KETIGA MANDIBULA IMPAKSI DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PADA PERIODE 1 OKTOBER MARET 2017 GAMBARAN KLASIFIKASI MOLAR KETIGA MANDIBULA IMPAKSI DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PADA PERIODE 1 OKTOBER 2016 31 MARET 2017 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 IMPLAN. Dental implan telah mengubah struktur prostetik di abad ke-21 dan telah

BAB 2 IMPLAN. Dental implan telah mengubah struktur prostetik di abad ke-21 dan telah 12 mengalami defisiensi, terutama pada bagian posterior maksila. Sinus Lifting juga merupakan prosedur pembedahan yang relatif aman dan memiliki prevalensi komplikasi yang cukup rendah serta relatif mudah

Lebih terperinci

RENCANA PERAWATAN PERIODONTAL

RENCANA PERAWATAN PERIODONTAL 13 Rencana perawatan periodontal BAB 2 RENCANA PERAWATAN PERIODONTAL Dalam penanganan kasus periodontal, apabila diagnosis penyakit sudah ditegakkan dan prognosis diramalkan maka langkah berikutnya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai masalah karies dan gingivitis dengan skor DMF-T sebesar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai masalah karies dan gingivitis dengan skor DMF-T sebesar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan gigi dan mulut masih banyak dialami oleh penduduk Indonesia. Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, 25,9% penduduk Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau benar dan dontos yang berarti gigi. Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki posisi gigi dan memperbaiki

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI ANKILOSIS SENDI TEMPOROMANDIBULA AKIBAT OSTEOMIELITIS KRONIS DENGAN TEKNIK TOTAL JOINT REPLACEMENT

REKONSTRUKSI ANKILOSIS SENDI TEMPOROMANDIBULA AKIBAT OSTEOMIELITIS KRONIS DENGAN TEKNIK TOTAL JOINT REPLACEMENT REKONSTRUKSI ANKILOSIS SENDI TEMPOROMANDIBULA AKIBAT OSTEOMIELITIS KRONIS DENGAN TEKNIK TOTAL JOINT REPLACEMENT SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Perkembangan Oklusi Hubungan oklusal gigi geligi pertama kali diperkenalkan oleh Edward Angle pada tahun 1899. Oklusi menjadi topik yang menarik dan banyak didiskusikan

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

tumpul, aching, dan menyebar, yang dapat berubah menjadi nyeri akut pada saat rahang berfungsi serta menyebabkan disfungsi mandibular berupa

tumpul, aching, dan menyebar, yang dapat berubah menjadi nyeri akut pada saat rahang berfungsi serta menyebabkan disfungsi mandibular berupa tumpul, aching, dan menyebar, yang dapat berubah menjadi nyeri akut pada saat rahang berfungsi serta menyebabkan disfungsi mandibular berupa pembukaan mulut (pada umumnya). 8 Pasien dengan sindroma nyeri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, proses penuaan tidak dapat dihindari. Menurut

Lebih terperinci

BAB 2 IMPLAN GIGI. perlindungan gigi tetangga serta pengembangan rasa percaya diri (9).

BAB 2 IMPLAN GIGI. perlindungan gigi tetangga serta pengembangan rasa percaya diri (9). BAB 2 IMPLAN GIGI 2.1 Definisi Implan Gigi Implan gigi merupakan salah satu cara untuk mengganti gigi yang hilang sehingga diperoleh fungsi pengunyahan, estetik dan kenyamanan yang ideal. Implan gigi adalah

Lebih terperinci

SINDROM KOMBINASI MAKALAH

SINDROM KOMBINASI MAKALAH SINDROM KOMBINASI MAKALAH Disusun oleh: Drg. LISDA DAMAYANTI, Sp. Pros. NIP: 132206506 BAGIAN PROSTODONSIA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2009 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Estetika wajah adalah suatu konsep yang berhubungan dengan kecantikan atau wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan modern. Faktor-faktor

Lebih terperinci

Prosedur ( salah satu atau lebih ) Pengasahan Pembuatan restorasi Pencabutan gigi

Prosedur ( salah satu atau lebih ) Pengasahan Pembuatan restorasi Pencabutan gigi Penyelarasan Oklusal dan Pensplinan Periodontal Penyelarasan Oklusal Tindakan untuk mengembalikan hubungan fungsional yang menguntungkan bagi periodonsium Prosedur ( salah satu atau lebih ) Pengasahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung maupun tidak langsung pada pasien. 1. indeks kepala dan indeks wajah. Indeks kepala mengklasifikasian bentuk kepala

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung maupun tidak langsung pada pasien. 1. indeks kepala dan indeks wajah. Indeks kepala mengklasifikasian bentuk kepala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menangani setiap kasus dalam kedokteran gigi khususnya bidang ortodontik, para praktisi harus menyusun rencana perawatan yang didasarkan pada diagnosis. Untuk

Lebih terperinci

PENGARUH KEHILANGAN GIGI POSTERIOR RAHANG ATAS DAN RAHANG BAWAH TERHADAP GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA

PENGARUH KEHILANGAN GIGI POSTERIOR RAHANG ATAS DAN RAHANG BAWAH TERHADAP GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA J Ked Gi, Vol. 6, No. 3, Juli 2015: 315-320 PENGARUH KEHILANGAN GIGI POSTERIOR RAHANG ATAS DAN RAHANG BAWAH TERHADAP GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA (Tinjauan Klinis Radiografi Sudut Inklinasi Eminensia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insisif, premolar kedua dan molar pada daerah cervico buccal.2

BAB I PENDAHULUAN. insisif, premolar kedua dan molar pada daerah cervico buccal.2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipersensitivitas dentin merupakan salah satu masalah gigi yang paling sering dijumpai. Hipersensitivitas dentin ditandai sebagai nyeri akibat dentin yang terbuka jika

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai

Lebih terperinci

PENANGANAN KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN TRAUMA MAKSILOFASIAL

PENANGANAN KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN TRAUMA MAKSILOFASIAL PENANGANAN KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN TRAUMA MAKSILOFASIAL SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh : FAHREVY N I M : 040600049 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Skeletal Maloklusi Klas I Maloklusi dibagi dalam tiga golongan yaitu dental displasia, skeleto dental displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah dimulai sejak 1000 tahun sebelum masehi yaitu dengan perawatan

BAB I PENDAHULUAN. sudah dimulai sejak 1000 tahun sebelum masehi yaitu dengan perawatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi yang tidak beraturan, irregular, dan protrusi merupakan masalah bagi beberapa individu sejak zaman dahulu dan usaha untuk memperbaiki kelainan ini sudah dimulai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 6 Evaluasi pasca perawatan penting untuk mendeteksi penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 6 Evaluasi pasca perawatan penting untuk mendeteksi penyebab BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan seluruh gigi merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami kehilangan seluruh gigi aslinya. Kehilangan seluruh gigi adalah parameter umum yang digunakan

Lebih terperinci

GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA WAJAH ADENOID YANG DISEBABKAN OLEH HIPERTROPI JARINGAN ADENOID

GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA WAJAH ADENOID YANG DISEBABKAN OLEH HIPERTROPI JARINGAN ADENOID GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA WAJAH ADENOID YANG DISEBABKAN OLEH HIPERTROPI JARINGAN ADENOID SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagi remaja, salah satu hal yang paling penting adalah penampilan fisik.

BAB I PENDAHULUAN. Bagi remaja, salah satu hal yang paling penting adalah penampilan fisik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi remaja, salah satu hal yang paling penting adalah penampilan fisik. Penampilan fisik terutama dapat dilihat dari penampilan wajah, tidak terlepas dari penampilan

Lebih terperinci

DETEKSI DINI KETIDAKSEIMBANGAN OTOT OROFASIAL PADA ANAK. Risti Saptarini Primarti * Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Unpad

DETEKSI DINI KETIDAKSEIMBANGAN OTOT OROFASIAL PADA ANAK. Risti Saptarini Primarti * Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Unpad DETEKSI DINI KETIDAKSEIMBANGAN OTOT OROFASIAL PADA ANAK Risti Saptarini Primarti * Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Unpad ABSTRAK Fungsi otot orofasial berperan penting dalam pembentukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA BRUXISM DAN NYERI ATAU KAKU SENDI TEMPOROMANDIBULA

HUBUNGAN ANTARA BRUXISM DAN NYERI ATAU KAKU SENDI TEMPOROMANDIBULA HUBUNGAN ANTARA BRUXISM DAN NYERI ATAU KAKU SENDI TEMPOROMANDIBULA SKRIPSI Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar akademis Sarjana Kedokteran Gigi Yansen 0204000989 Departemen Prostodonsia

Lebih terperinci

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR WISATA DENTISTRY YOGYAKARTA 6 FEBRUARI 2009 Oleh Endah Mardiati, drg., MS., Sp.Ort 1 PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR DENTISTRY

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Definisi Lansia adalah kelompok lanjut usia yang mengalami proses menua yang terjadi secara bertahap dan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari. Menurut

Lebih terperinci

DAMPAK TRAUMA YANG BERLEBIHAN PADA JARINGAN SEKITAR AKIBAT EKSTRAKSI GIGI

DAMPAK TRAUMA YANG BERLEBIHAN PADA JARINGAN SEKITAR AKIBAT EKSTRAKSI GIGI DAMPAK TRAUMA YANG BERLEBIHAN PADA JARINGAN SEKITAR AKIBAT EKSTRAKSI GIGI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi Oleh : NONI HARAHAP NIM

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBYEK PENELITIAN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBYEK PENELITIAN 0 Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBYEK PENELITIAN Selamat Pagi, Nama saya Michiko, NIM 110600131, alamat saya di jalan Majapahit no 69, nomor telepon 08126223933. Saya adalah mahasiswi di Program

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi berasal dari kata occlusion, yang terdiri dari dua kata yakni oc yang berarti ke atas (up) dan clusion yang berarti menutup (closing). Jadi occlusion adalah closing

Lebih terperinci

GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA CROUZON SKRIPSI

GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA CROUZON SKRIPSI GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA CROUZON SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh : ALI AKBAR

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian untuk mencari perbedaan antara variabel bebas (faktor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tentang hubungan Indeks Massa Tubuh dengan maloklusi menggunakan Handicapping Malocclusion Assessment Index (HMAI) pada anak usia diatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maloklusi secara umum dapat diartikan sebagai deviasi yang cukup besar dari hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik maupun secara

Lebih terperinci

umumnya, termasuk kesehatan gigi dan mulut, mengakibatkan meningkatnya jumlah anak-anak

umumnya, termasuk kesehatan gigi dan mulut, mengakibatkan meningkatnya jumlah anak-anak Penatalaksanaan Dentinogenesis Imperfecta pada Gigi Anak Abstract Winny Yohana Bagian Ilmu Kesehatan Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Dentinogenesis imperfecta adalah suatu kelainan

Lebih terperinci

REKONTRUKSI CELAH BIBIR BILATERAL DENGAN METODE BARSKY

REKONTRUKSI CELAH BIBIR BILATERAL DENGAN METODE BARSKY REKONTRUKSI CELAH BIBIR BILATERAL DENGAN METODE BARSKY SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh: M. VIGNESVARY MANICKAM NIM: 080600167

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mandibula Mandibula adalah tulang wajah yang terbesar dan terkuat yang berbentuk seperti tapal kuda. Mandibula juga merupakan satu-satunya tulang tengkorak yang dapat bergerak.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 12, 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 12, 13 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oklusi Oklusi merupakan hubungan statis antara gigi atas dan gigi bawah selama interkuspasi dimana pertemuan tonjol gigi atas dan bawah terjadi secara maksimal. 10 2.1.1. Oklusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut sendi temporomandibula (Fawcett, 2002). berbicara dan mengunyah (Fehrenbach dan Herring, 2007; Cate, 2003).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut sendi temporomandibula (Fawcett, 2002). berbicara dan mengunyah (Fehrenbach dan Herring, 2007; Cate, 2003). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Sendi Temporomandibula a. Definisi Sendi atau artikulasi berfungsi untuk menghubungkan dua tulang. Oleh karena itu sendi yang menghubungkan antara tulang temporal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan jaman membuat pemikiran masyarakat semakin maju dan cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan kesehatan, karena pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap Tempat/ Tanggal Lahir Jenis Kelamin Agama Alamat Orangtua Ayah Ibu Riwayat Pendidikan : Ganesh Dorasamy : Kuala Lumpur, Malaysia / 25September1986 : Laki-laki

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien ortodonti adalah gigi berjejal. 3,7 Gigi berjejal ini merupakan suatu keluhan pasien terutama pada aspek estetik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menuju Indonesia Sehat 2010 merupakan program pemerintah dalam mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai macam kondisi yang dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi dalam pengertian yang sederhana adalah penutupan rahang beserta gigi atas dan bawah. Pada kenyataannya oklusi merupakan suatu proses kompleks karena meibatkan gigi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Reumatoid Arthritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Reumatoid Arthritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Reumatoid Arthritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun yang menyerang persendian dan menyebabkan inflamasi yang ditandai dengan pembengkakan, nyeri, serta bisa menyebabkan

Lebih terperinci