BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Agus Rachman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia Definisi Lansia adalah kelompok lanjut usia yang mengalami proses menua yang terjadi secara bertahap dan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari. Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 dinyatakan : Seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. Saat ini berlaku UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang berbunyi : lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. Menurut WHO, lansia dibagi menjadi tiga kriteria, yaitu : a) Middle-aged : (45 59 tahun) b) Elderly : (60-74 tahun) c) Older : ( 75 tahun) Orang yang berusia 90 tahun dikategorikan sebagai very old Proses Aging Proses aging adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Aging atau penuaan secara praktis dapat dilihat sebagai suatu penurunan fungsi biologik dari usia kronologik. Aging tidak dapat dihindarkan dan berjalan dengan kecepatan berbeda, tergantung dari susunan genetik seseorang, lingkungan dan gaya hidup, sehingga aging dapat terjadi lebih dini atau lebih lambat tergantung kesehatan masing-masing individu. 26
2 Manifestasi Oral Akibat Proses Aging Pengaruh aging terhadap kondisi rongga mulut dapat berpengaruh pada kondisi gigi, struktur pendukung (periodonsium), mukosa mulut, kelenjar saliva, dan sendi temporomandibula (STM) Gigi Dengan pertambahan umur, resesi gingiva, kehilangan perlekatan dan resorpsi dari tulang alveolar, umumnya para lansia akan mengalami pengurangan jumlah gigi. Berkurangnya gigi, terutama gigi posterior telah diindikasikan sebagai penyebab gangguan STM karena kondilus mandibula akan mencari posisi yang nyaman pada saat menutup mulut. Hal ini memicu perubahan letak kondilus pada fosa glenoidalis dan menyebabkan gangguan STM. 18 Pada gigi lansia terjadi perubahan pada enamel, dentin, dan pulpa. Pada enamel akan terjadi atrisi, abrasi, erosi, dan penipisan. Hal ini mengakibatkan warna gelap (coklat kekuningan) pada gigi akibat warna dentin yang terlihat. Selanjutnya dentin akan berkurang, terjadi dentin sklerotik, aktivitas odontoblas akan menurun dan kemudian dentin menjadi keruh dan hipohidrasi. Pada pulpa akan terjadi penyempitan ruang pulpa karena berbagai faktor, seperti pembentukan dentin sekunder, kalsifikasi pada pulpa, resorpsi akar gigi bagian eksternal, bertambahnya kepadatan dan volume dari serat kolagen pada pulpa, berkurangnya aliran saraf. 2,28,30, Periodonsium Jaringan periodonsium merupakan jaringan yang mendukung gigi dan mempertahankan gigi pada soket alveolar. Jaringan periodonsium terdiri dari gingiva, ligamen periodontal, sementum dan tulang alveolar. Proses aging akan mengubah struktur jaringan periodontal secara anatomis dan fungsional. 27,29 Gingiva merupakan jaringan yang melapisi kavitas oral dan terdiri dari epitelium dan jaringan ikat. Penipisan epitelium, penambahan jaringan ikat pada
3 10 papila, berkurangnya keratinisasi, dan resesi akan terjadi pada gingiva dikarenakan proses aging. 29,31,32 Ligamen periodontal merupakan jaringan ikat yang tipis, mengikat gigi pada tulang alveolar dan berfungsi sebagai bantalan antara jaringan keras untuk mengurangi kekuatan oklusal yang ditimbulkan sewaktu pergerakan mandibula. Ligamen periodontal terdiri dari fibroblas, sementoblas, osteoblas, osteoklas, epitel malassez dan serat sharpey. Sel pada ligamen periodontal berperan dalam perbaikan tulang alveolar, sementum, dan ligamen periodontal itu sendiri. Seiring bertambahnya usia, jumlah sel dan serat pada ligamen periodontal akan berkurang dan struktur ligamen periodontal akan menjadi iregular. 31 Sementum terdiri dari jaringan ikat yang melapisi akar dari gigi. Ketebalan sementum akan bertambah karena adanya deposisi sementum, bentuknya menjadi iregular dan aselular seiring bertambahnya usia. 28 Tulang merupakan tempat penyimpanan kalsium. Apabila asupan kalsium berkurang pada masa lansia, maka akan terjadi resorpsi tulang. Tulang alveolar memiliki fungsi yang sama dengan ligamen periodontal yaitu untuk mendukung gigi. Formasi tulang akan berkurang seiring bertambahnya usia. 28,29 Struktur periodontal akan menjadi iskemi dan mengalami perubahan fibrotik yang khas. Beberapa sel pada jaringan periodontal akan menjadi kurang aktif sehingga terjadi gangguan pada fungsi osteoblas dan fibroblas. Akibat yang terjadi adalah jaringan periodonsium akan menjadi atrofi dan rusak. Perubahan degeneratif pada jaringan periodonsium akan berdampak pada kehilangan perlekatan dari gigi dan kehilangan gigi yang menyebabkan dukungan oklusal berkurang sehingga terjadi gangguan STM Mukosa Mulut Mukosa mulut manusia dilapisi oleh lapisan epitel yang berfungsi terutama sebagai suatu barier terhadap pengaruh lingkungan dalam dan luar mulut. Dengan bertambahnya usia, lapisan epitel yang menutupi mukosa mulut cenderung mengalami penipisan, berkurangnya keratinisasi, berkurangnya pembuluh darah
4 11 kapiler dan suplai darah, serta serabut kolagen yang terdapat pada lamina propria akan mengalami penebalan. Akibat perubahan tersebut, mukosa akan terlihat lebih pucat, tipis, dan kering secara klinis. Proses penyembuhan menjadi lebih lambat, mukosa mulut lebih mudah mengalami iritasi terhadap gesekan dan hal ini diperberat karena berkurangnya aliran saliva pada lansia. 28,29,31, Kelenjar Saliva Saliva berperan dalam pertahanan rongga mulut dengan cara mengurangi jumlah karies, infeksi mukosa mulut, gangguan sensori, kesulitan bicara, kekurangan asupan nutrisi dikarenakan sulitnya proses mastikasi dan menelan, serta menambah retensi dari gigitiruan. Pada lansia terjadi perubahan kelenjar saliva yaitu meningkatnya jaringan ikat, deposisi dari jaringan adiposa dan berkurangnya sel asinar. Dengan adanya perubahan pada kelenjar saliva maka akan mempengaruhi kualitatif dan kuantitatif pada saliva, seperti Xerosotomia yang sering terjadi pada lansia diakibatkan berkurangnya aliran saliva. 29, Sendi Temporomandibula Proses menua menyebabkan terjadi kemunduran banyak fungsi tubuh. Salah satu di antaranya adalah fungsi STM untuk mengunyah. Adanya gangguan pada fungsi STM untuk mengunyah mengakibatkan berkurangnya asupan makanan sebagai sumber gizi. Perubahan yang dapat terjadi pada STM seiring bertambahnya usia adalah perubahan pada kondilus dan fosa agar sesuai satu sama lain, fosa menjadi lebih dangkal, pengurangan inklinasi dari dinding fosa bagian anterior dan kondilus, eminensia artikularis menjadi rata, penipisan pada diskus artikularis, perubahan pada jaringan tulang rawan sendi yaitu pengurangan ketebalan lapisan fibrokartilago pada permukaan kondilus sendi, konsistensi dari cairan sinovial menjadi kental dan jumlahnya berkurang sehingga akan mempengaruhi kelancaran pergerakan dari diskus artikularis ,33,34
5 Anatomi Sendi Temporomandibula Sendi adalah hubungan antara dua tulang. Sendi temporomandibula adalah persendian dari kondilus mandibula dengan fosa gleinodalis dari tulang temporal. Sendi temporomandibula dapat melakukan gerakan rotasi seperti suatu sendi ginglymoid, namun pada saat yang sama dapat melakukan gerakan meluncur seperti suatu sendi arthroidal. Dengan demikian secara teknis sendi temporomandibula adalah suatu ginglymoarthrodial. Sendi temporomandibula merupakan satu-satunya sendi yang ada di kepala yang bertanggung jawab terhadap pergerakan membuka dan menutup rahang, mengunyah serta berbicara yang letaknya di depan telinga. Apabila terjadi sesuatu kelainan pada salah satu sendi ini, maka seseorang akan mengalami masalah yang serius yaitu terasa nyeri saat membuka mulut, menutup mulut, makan, mengunyah, berbicara, bahkan dapat menyebabkan mulut terkunci. Lokasi dari persendian temporomandibula berada tepat di bawah telinga kiri dan kanan. Sendi temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks dan berfungsi menghubungkan rahang atas dan rahang bawah. 19,35-40 Sendi temporomandibula terdiri dari jaringan keras, jaringan lunak, otot, saraf, dan pembuluh darah. 35,38 Gambar 1. Sendi temporomandibula 36
6 Jaringan Keras Prosesus Kondilus Mandibula Kondilus mandibula mempunyai letak dan posisi yang paling baik untuk bekerja sebagai poros dari pergerakan mandibula. Bagian dari tonjol kondilus mandibula, meluas kearah superior dan posterior dan sedikit ke medial dari ramus mandibula. Kondilus mandibula mempunyai ukuran dan bentuk yang bervariasi. Pada permukaan artikulasi antara kondilus dengan fosa terdapat diskus. Kondilus biasanya berbentuk cembung dan berbentuk elips pada orang dewasa. Kondilus mempunyai panjang mm medio lateralis dan lebar sebesar 8-10 mm antero-posterior. Pada saat relasi sentrik, kondilus terletak di bagian paling posterior dengan kondisi unstrained pada fosa glenoidalis. 19,36-38, Eminensia Artikularis Eminensia artikularis membentuk batas anterior dari fosa mandibularis yang meluas ke posterior dan dibatasi oleh linggir meatus akustikus eksternus. Eminensia artikularis mempunyai bentuk yang cembung dalam arah antero-posterior dan lurus atau sedikit cekung ke arah mesiolateral. Fosa dan eminensia membentuk huruf S dalam arah anteroposterior. Bentuk S tersebut muncul dan berkembang ketika seseorang berumur 6 tahun. 35,38, Fosa Glenoidalis Kondilus mandibula membentuk persendian dengan bagian tulang temporal pada dasar kranium. Bagian dari tulang temporal ini berbentuk cekungan yang ditempati kondilus mandibula. Bagian inilah yang disebut fosa glenoidalis. Fosa glenoidalis berbentuk cekung dalam dua arah, yaitu antero-posterior dan mediolateral. Fosa ini lebih sempit pada arah antero-posterior dibandingkan dari arah medio lateral. Sebelah anterior fosa terdapat eminensia artikularis dan di sebelah posterior terdapat kanalis auditorius. Fosa ini memiliki tulang yang sangat tipis pada bagian dalam dan tidak dapat mendukung mandibula. Hal ini didukung oleh pernyataan Solberg, fosa glenoidalis padat tetapi tipis dan tertutup oleh jaringan lunak
7 14 yang tipis (periosteum) sehingga struktur ini tidak dapat menahan beban yang besar. 19,35 Gambar 2. Jaringan keras sendi temporomandibula Jaringan Lunak Diskus Artikularis Ruang antara kondilus dan fosa glenoidalis ditempati oleh jaringan fibrosa kolagen dengan ketebalan yang bervariasi yang disebut diskus artikularis. Diskus artikularis merupakan jaringan ikat fibrosa avaskular yang berbentuk bikonkav. Diskus artikularis terdiri dari serat kolagen, tulang rawan seperti proteoglikan dan serat elastis Diskus ini juga terdiri dari beberapa sel tulang rawan dan disebut sebagai fibrocartilage. 35,37,38,41 Diskus artikularis terbagi dalam 3 bagian berdasarkan ketebalannya. Bagian tengah adalah bagian paling tipis atau yang disebut dengan zona intermediat. Kondilus mandibula terletak pada zona intermediat pada keadaan normal. Bagian yang lebih tebal yang disebut sebagi anterior band dan posterior band dipisahkan oleh zona intermediat. Anterior band lebih tipis dibandingkan posterior band. Diskus merupakan suatu jaringan lunak yang avaskular dan memiliki sedikit saraf sensori. Diskus juga membagi kavitas sendi menjadi dua bagian yaitu superior dan inferior. Dua bagian tersebut diisi oleh cairan sinovial yang berfungsi sebagai lubrikan dan nutrisi bagi struktur sendi ,41
8 15 Selain sebagai pembatas tulang keras antara kondilus mandibula dengan fosa artikularis, diskus artikularis juga berperan sebagai bantalan yang menyerap getaran dan tekanan yang ditransmisikan melalui sendi dan mencegah tulang saling bergesekan sewaktu rahang bergerak. Apabila diskus mengalami dislokasi, maka akan timbul bunyi ketika rahang bergerak. Diskus artikularis dapat menjaga kestabilan sendi selama gerakan mengunyah, mencegah perubahan degeneratif yang besar pada fosa dan kondilus, serta mendukung pertumbuhan normal dari mandibula. 35,38,39 Gambar 3. Diskus artikularis Kapsul Sendi Kapsul sendi berfungsi untuk menutup diskus artikularis dan ditutup oleh membran sinovial. Kapsul sendi tersusun dari jaringan ikat fibrosa. Kapsul ini menempel pada rim fosa glenoidalis dan permukaan artikular dari temporal di bagian atas. Pada bagian bawah menempel di leher kondilus. Pada bagian posterior menempel pada zona bilaminer. Kapsul sendi menyatu dengan ligamen collateral medial pada bagian medial dan menyatu dengan ligamen collateral lateral pada bagian lateral. Di sebelah anterior, kapsul berhubungan dengan insersi otot pterigoideus lateral. Kapsul sendi tipis pada bagian medial dan lebih tebal dan diperkuat oleh ligamen temporomandibula pada bagian lateral. Kapsul sendi disusun
9 16 oleh 2 lapisan, yaitu lapisan luar tersusun oleh jaringan ikat fibrosa padat yang diperkuat oleh ligamen sendi dan lapisan dalam merupakan membran sinovial yaitu jaringan ikat tipis yang terdapat pembuluh darah. 19,36,37,40,41 Gambar 4. Kapsul sendi dan ligamen sendi Ligamen Sendi Ligamen merupakan jaringan ikat fibrosa avaskuler yang kuat. Ada empat ligamen yang berkaitan dengan sendi temporomandibula, yaitu ligamen sphenomandibula, ligamen temporomandibula, ligamen stilomandibula dan ligamen collateral. Dari ketiga ligamen tersebut, ligamen temporomandibula merupakan ligamen yang utama pada sendi temporomandibula, arahnya lateral terhadap kapsul sendi dan tidak mudah dipisahkan. Serat dari ligamen tersebut berjalan secara oblik ke tuberkulum artikularis dalam arah posterior dan inferior lalu ke bagian lateral dari arkus zigomatikus. Bagian dalam dari serabut ligamen ini berhubungan dengan kapsul sendi. Ligamen ini akan relaksasi selama posisi istirahat dan tegang pada saat gerakan retrusi dan protrusi. Ligamen ini membatasi pembukaan rotasi dari mandibula dan pembatasan gerak ke arah anterior dan posterior. 19,36-38,40,41 Ligamen sphenomandibula berbentuk tipis datar dan melekat ke spina angularis os sphenoidalis pada bagian atas, melekat ke sebelah lingual dari foramen mandibula pada bagian bawah. Fungsinya adalah sebagai poros pada mandibula dalam mempertahankan tekanan yang sama ketika mandibula membuka dan menutup. Ligamen stilomandibula berbentuk bulat dan panjang, melekat ke prosesus
10 17 stiloideus os temporalis di bagian atas. Pada bagian bawah melekat ke angulus mandibula dan margo posterior dari ramus mandibula Fungsinya adalah membantu dalam membatasi pergerakan protusi dari mandibula. Ligamen yang terakhir adalah ligamen collateral yang terdiri dari 2 ligamen yaitu medial dan lateral. Ligamen collateral atau yang dikenal sebagai ligamen diskus tersusun dari jaringan ikat kolagen. Fungsi dari ligamen collateral adalah menahan pergerakan diskus agar tetap berartikulasi dengan kondilus. 37,39, Membran Sinovial Membran sinovial merupakan jaringan ikat tipis yang lentur menutupi hampir seluruh sisi artikular dan berfungsi menyediakan nutrien, pelumas dan pembersihan untuk permukaan-permukan sendi serta menanggung beban. Cairan sinovial dikeluarkan oleh membran sinovial ke kompartemen sendi untuk memberi nutrisi dan sebagai pelumas pada permukaan artikular dari sendi. Membran sinovial terdiri dari lapisan sel sel sekretori khusus pada permukaan dan tidak terdapat organ ujung syaraf dalam membran sinovial sehingga membran ini tidak sensitif terhadap rangsangan nyeri Cairan sinovial disekresikan dengan jumlah yang cukup sebagai pelumas. Daerah yang avaskular seperti permukaan artikular dari eminensia, kondilus dan diskus artikularis mendapat asupan nutrien dari cairan sinovial. Cairan sinovial juga berfungsi sebagai pembersih dari potongan-potongan yang sudah rusak dan sel sel katabolit yang keluar dari permukaan sendi. 19,36, Otot Pergerakan dari sendi temporomandibula dan rahang dikontrol oleh otot terutama otot pengunyahan yang terletak di sekitar rahang dan sendi temporomandibula, seperti otot masseter, otot temporalis, otot pterigoideus lateralis dan otot pterigoideus medialis. Otot masseter terbagi dua bagian, yaitu bagian superfisial dan bagian dalam. Fungsi utama otot ini ada pada proses mastikasi dan menutup mandibula ,41
11 18 Otot temporalis secara luas melekat pada tengkorak bagian lateral dan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu anterior, tengah dan posterior. Bagian posterior otot temporalis berfungsi dalam retrusi mandibula. Bagian tengah dari otot temporalis berfungsi dalam elevasi dan retrusi mandibula. Sedangkan bagian anterior otot temporalis berfungsi dalam membuka mandibula. Otot pterigoideus lateral dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian inferior dan bagian superior. Bagian inferior dari otot lateral pterigoideus berfungsi dalam protrusi dan pembukaan mandibula, sedangkan bagian superior berfungsi dalam retrusi dan penutupan mandibula. Yang terakhir adalah otot pterigoideus medial yang berfungsi dalam penutupan, protrusi, dan pergerakan kontralateral dari mandibula ,41 a b Gambar 5. Otot (a) Otot pterigoid 38 (b) Otot Masseter 38 (c) Otot Temporalis 36 c
12 Persyarafan Persyarafan pada sendi temporomandibula diinervasi terutama oleh nervus trigeminus yaitu nervus mandibula yang kemudian bercabang menjadi nervus aurikulotemporal. Nervus ini memberi persyarafan sensori pada sendi temporomandibula. Selain nervus aurikulotemporal, nervus temporal dan nervus masseter juga menginervasi sendi pada bagian anterior. Kedua nervus ini merupakan nervus motorik tetapi juga mengandung serabut sensori yang terdistribusi pada bagian anterior dari kapsul sendi temporomandibula ,41 Gambar 6. Persyarafan sendi temporomandibula Pembuluh Darah Arteri karotis eksterna merupakan suplai darah utama pada struktur temporomandibula. Arteri karotis eksterna berjalan dari leher menuju ke superior dan posterior, tertanam pada kelenjar parotis. Arteri tersebut terbagi menjadi dua cabang yaitu arteri lingual dan arteri fasial. Ketika mencapai leher kondilus, arteri karotis eksterna tersebut terbagi dua menjadi arteri temporalis superfisial dan arteri maksilaris interna. Kedua arteri ini mensuplai darah ke otot mastikasi dan STM ,41
13 Gangguan Sendi Temporomandibula Definisi Gangguan STM merupakan suatu istilah generik yang digunakan untuk masalah yang berhubungan dengan sendi temporomandibula. Gangguan STM merupakan serangkaian kondisi yang menyebabkan sakit dan disfungsi pada sendi temporomandibula dan otot yang mengatur pergerakan rahang. Tanda tanda gangguan sendi temporomandibula bisa berupa rasa sakit pada sendi temporomandibula dan otot, bunyi pada sendi, dan keterbatasan gerak fungsi rahang. 35,36,43, Klasifikasi Klasifikasi Research Diagnostics Criteria (RDC)/TMD awalnya dikembangkan hanya untuk penelitian tetapi kemudian klasifikasi STM tersebut berguna juga dalam praktek klinis untuk membantu dokter gigi. Sistem Research Diagnostic Criteria (RDC) memperbolehkan diagnosa lebih dari satu untuk setiap individual dengan syarat hanya satu diagnosis pada otot, satu diagnosis pada diskus dan satu diagnosis pada tulang artikular. Istilah yang digunakan sudah jelas didefinisikan dan kriteria yang diperlukan untuk mendiagnosis sudah dirinci dengan baik. 38 Tabel 1. Klasifikasi gangguan sendi temporomandibula RDC/TMD 38 Lokasi Klinis Diagnosis Nyeri miofasial Otot Nyeri miofasial disertai keterbatasan pembukaan mulut Dislokasi diskus dengan reduksi Dislokasi diskus Dislokasi diskus tanpa reduksi, disertai keterbatasan pembukaan mulut Dislokasi diskus tanpa reduksi, tidak
14 21 disertai keterbatasan pembukaan mulut Arthralgia Tulang Artikular Osteoarthritis pada STM Osteoarthrosis pada STM Otot a) Nyeri miofasial Nyeri miofasial merupakan gangguan pada otot akibat kebiasaan parafungsional seperti bruxism, gangguan psikologis seperti depresi dan stress. Gejala dari sindrom ini bisa berupa rasa sakit di rahang, pelipis, daerah preuaricular, dalam telinga ketika mandibula sedang istirahat atau sedang berfungsi, sakit pada saat dipalpasi di dua atau lebih otot dan kadang kadang disertai suara sendi dan sakit kepala. 36,38,43,45,46 b) Nyeri miofasial disertai keterbatasan pembukaan mulut Nyeri miofasial disertai keterbatasan pembukaan mulut merupakan gangguan pada otot yang sama dengan nyeri miofasial, hanya saja terdapat pembatasan pada pembukaan rahang, pembatasan pembukaan rahang ini tidak disertai rasa sakit dan terbagi menjadi 2 dari segi pembukaan rahang, yaitu dibantu dan tanpa dibantu. Apabila pasien tidak dibantu dalam pembukaan rahang maka ukurannya mencapai <40 mm dan apabila dibantu maka pembukaan maksimum yang dapat dicapai bertambah sebanyak 5 mm. 38, Dislokasi Diskus Dislokasi diskus merupakan gangguan artikular yang paling sering dijumpai. Dislokasi diskus atau yang biasa disebut internal derangement didefinisikan sebagai gangguan anatomis yang terdapat pada hubungan diskus dan kondilus yang menghalangi pergerakan dari sendi dan menyebabkan kondilus terhenti, kliking, popping atau terkunci. 35,36 a) Dislokasi diskus dengan reduksi
15 22 Ketika diskus artikularis pindah ke anterior, maka terjadi regangan yang berlebihan dari jaringan retrodiscal yang berada di belakang diskus artikularis. Jaringan retrodiscal akan mengambil tempat dimana diskus berada dan jaringan ini akan mendapat beban yang berulang yang dihasilkan oleh kondilus mandibula. Jaringan ini mempunyai kapasitas untuk beradaptasi pada tekanan yang diberikan dan dapat berubah menjadi pseudodisc. Ketika kondilus bergerak secara translasi, maka akan terjadi suara kliking. Bunyi kliking merupakan bunyi tunggal dalam waktu yang singkat. Bunyi itu relatif kuat terdengar. Kliking tunggal (single clicking) adalah bunyi yang terdengar pada saat membuka mulut, saat kondilus bergerak melewati posterior border masuk ke zona intermediat diskus. Sedangkan kliking ganda (double clicking) adalah bunyi kliking kedua saat menutup mulut setelah kliking tunggal terdengar pada waktu membuka mulut. Bunyi ini dihasilkan saat kondilus bergerak dari zona intermediat diskus ke posterior border. Tanda dari kelainan ini adalah adanya suara kliking pada saat membuka dan menutup mulut lebih kurang 5 mm. 35,36,38,40 b) Dislokasi diskus tanpa reduksi, disertai keterbatasan pembukaan mulut Dislokasi diskus tanpa reduksi atau gigitan terkunci mempunyai tanda klinis yang berbeda dari dislokasi diskus dengan reduksi karena perpindahan kondilus secara translasi ke anterior dihalangi oleh diskus artikularis yang terletak di anterior. Kondilus dalam kondisi ini hanya dapat bergerak secara rotasi. Pasien dengan kondisi akut atau subakut dilaporkan mengalami nyeri secara mendadak dan tidak dapat membuka mulut lebih besar dari mm. Secara klinis akan terlihat deviasi pada mandibula ke sisi yang terkena ketika pembukaan rahang. Tanda dari kelainan ini berupa pembukaan maksimum tanpa dibantu 35 mm dan tidak terdapat suara kliking. 35,36,38,40,47 c) Dislokasi diskus tanpa reduksi, tidak disertai keterbatasan pembukaan mulut Pada umumnya dislokasi diskus tanpa reduksi disertai keterbatasan pembukaan mulut sama dengan dislokasi diskus tanpa reduksi yang tidak disertai keterbatasan pembukaan mulut, hanya saja yang berbeda adalah pembukaan
16 23 maksimum rahang tanpa dibantu 35 mm, regangan pasif akan menambah pembukaan rahang 5mm. 38 Gambar 7. Dislokasi diskus Tulang Artikular a) Arthralgia Arthralgia merupakan kondisi dimana sakit pada kapsul sendi atau sinovial lining pada STM. Tanda dari kelainan ini adalah sakit pada satu atau kedua sisi sendi, sakit pada sendi ketika pembukaan rahang. 38 b) Osteoarthritis Osteoarthritis merupakan suatu kondisi inflamasi pada sendi temporomandibula yang diakibatkan oleh kondisi degeneratif pada struktur sendi. Penyakit degeneratif pada struktur sendi atau degenerative joint disease (DJD) merupakan suatu kelainan pada tulang rawan dari artikular dan tulang subchondral, disertai dengan inflamasi pada membran sinovial. DJD biasanya asimtomatik dan muncul pada pasien yang berusia diatas 50 tahun. DJD dapat disebabkan oleh trauma, displasia kongenital dan penyakit metabolik. Pasien dengan kelainan DJD yang simtomatik biasanya mengalami sakit pada kondilus di satu sisi, terhalangnya pembukaan mulut, krepitus. 36,38,47
17 24 c) Osteoarthrosis Osteoarthrosis adalah kelainan sendi degeneratif dimana bentuk dan struktur dari sendi temporomandibula itu sendiri abnormal. Osteoarthrosis juga merupakan kelainan sendi non inflamasi dimana terdapat kerusakan sendi diikuti oleh proliferasi tulang. Kerusakan dari sendi akan menyebabkan kehilangan tulang rawan artikular dan terkikisnya tulang. Proliferasi dari tulang akan membentuk formasi tulang yang baru pada pinggiran sendi dan subchondral. Etiologi dari osteoarthrosis masih belum jelas diketahui, tetapi beberapa studi mengemukakan bahwa trauma dan internal dearangements merupakan faktor etiologi yang berperan saat ini. Tanda dari kelainan ini seperti sakit yang terlokalisasi pada regio STM, pembukaan rahang yang terbatas, krepitus, sakit ketika STM dipalpasi. 38, Etiologi Gangguan STM Gangguan STM merupakan suatu kelainan yang terjadi pada sendi temporomandibula dan otot mastikasi. Hal ini dapat terjadi dikarenakan multifaktorial, yaitu usia, jenis kelamin, kebiasaan buruk, dukungan oklusal, maloklusi, faktor psikologis, trauma, pemakaian protesa yang lama Usia Pembagian kelompok usia menurut WHO dibedakan atas tahun, tahun, diatas 75 tahun. Usia dapat mempengaruhi terjadinya gangguan STM pada satu individu. Prevalensi terjadinya gangguan STM pada wanita lansia lebih rendah daripada wanita di usia muda. Hal ini dikarenakan hormon reproduktif pada wanita yang berpengaruh pada rasa sakit yang ditimbulkan. 14,24 Banyak penelitian yang mengaitkan bahwa terjadinya gangguan STM berkurang seiring usia bertambah. Hal ini didukung oleh penelitian Mundt T dkk (2005), subyek yang berusia tahun lebih sedikit mengalami sakit pada otot mastikasi. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Himawan LS dkk (2007),
18 25 prevalensi terjadinya gangguan STM pada lansia adalah rendah. Namun hasil penelitian Rutkiewizs (2006) pada populasi orang dewasa (30 80 tahun) terdapat lebih banyak tanda klinis terjadinya gangguan STM pada usia yang lebih tua dibandingkan usia yang lebih muda. 5,8, Jenis Kelamin Menjadi seorang wanita atau pria merupakan salah satu prediktor yang sangat penting terhadap kesehatan seseorang. Kasus gangguan STM lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Beberapa studi mengemukakan terjadinya gangguan STM pada wanita dikarenakan sensitivitas biologi pada wanita lebih tinggi dan hormon pada wanita juga berpengaruh dalam terjadinya gangguan STM. Terjadinya gangguan STM pada wanita 1,5 2 kali lebih besar dibandingkan pria dan 80% dari kasus gangguan STM yang ditangani adalah pada wanita. Hal ini didukung oleh penelitian Casanova-Rosado JF dkk (2005), prevalensi terjadinya gangguan STM lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria (52,9:37,9). Menurut penelitian Bagis B dkk (2012), wanita lebih banyak menderita gangguan STM daripada pria (2.3:1). Hasil penelitian Mundt T dkk (2005) dan Shet RGK dkk (2013) juga melaporkan prevalensi terjadinya gangguan STM lebih tinggi pada wanita. 4,5,9,16 Mekanisme dari terjadinya gangguan sendi pada wanita lebih banyak dibandingkan pria belum jelas. Hal ini mungkin dapat disebabkan perbedaan pada tulang rawan artikular di sendi wanita, sensitivitas biologi lebih tinggi dan hormon pada wanita juga berpengaruh dalam terjadinya gangguan sendi temporomandibula. Selain itu diduga karena reseptor estrogen di persendian temporomandibula pada wanita memodulasi metabolik sehingga menyebabkan kelemahan dari ligamen dan estrogen dianggap meningkatkan rasa nyeri. 15,35,49 Namun hasil penelitian Himawan LS dkk (2007), pria lebih banyak menderita gangguan STM dibandingkan wanita Kebiasaan Buruk Kebiasaan buruk dapat berpengaruh terhadap terjadinya gangguan STM, salah satunya adalah bruxism dan mengunyah sebelah sisi. Bruxism merupakan suatu
19 26 kondisi dimana seseorang menggertakkan gigi secara tidak sadar dan hal ini dapat terjadi pada waktu kapanpun. Hubungan antara bruxism dan gangguan STM dibuktikan oleh penelitian Casanova-Rosado JF dkk (2005), subyek yang mempunyai kebiasaan buruk seperti bruxism dan mengunyah sebelah sisi cenderung mengalami gangguan STM dibandingkan subyek yang normal. Menurut penelitian Saheeb BDO (2005), bahwa 47,1% pasien yang memiliki kebiasaan buruk seperti bruxism akan memberi tekanan yang besar pada sendi temporomandibula dan dapat menyebabkan gangguan STM. Hasil penelitian Sato F dkk (2006), sebanyak 50,3% pasien yang menderita gangguan STM mempunyai kebiasaan buruk yaitu bruxism. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Mundt T dkk (2005) dan Bagis B dkk (2012). 4,9,16,21,22 Terjadinya gangguan sendi temporomandibula dikarenakan beban yang diberikan pada sendi terlalu berlebih sehingga mengubah mekanisme dari lubrikasi pada struktur artikular yang kemudian akan menyebabkan gangguan sendi dikarenakan fleksibilitas pada sendi menjadi menurun. Selain itu menurut Rugh, seberapa ringan kontak pada gigi dapat meningkatkan aktivitas otot masseter dan kemudian akan berkembang menjadi sakit pada otot yang terdapat pada sendi temporomandibula. Pada otot terjadi hipertonus sebagai reaksi dari hiperfungsi sistem muskuloskeletal yang dapat menyebabkan terjadinya kelemahan otot dan inflamasi yang dapat menimbulkan nyeri. Ligamen yang berhubungan dengan sendi temporomandibula juga akan mengalami kekakuan sebagai dampak dari penekanan akibat kontraksi otot sehingga fleksibilitas dari ligamen menjadi menurun yang berakibat terjadinya ruptur dan timbulnya rasa nyeri. Pada saraf akan terjadi sensasi nyeri yang ditimbulkan iskemia lokal akibat dari hiperfungsi kontraksi otot yang kuat dan terus-menerus atau mikrosirkulasi yang tidak adekuat karena disregulasi sistem simpatik. 50 Namun hasil penelitian Himawan LS dkk (2007) melaporkan bahwa kebiasaan buruk seperti bruxism dan mengunyah sebelah sisi tidak dapat dikatakan sebagai faktor risiko terjadinya gangguan STM. 6
20 gigi). 9 Kehilangan dari dukungan oklusal yaitu gigi posterior telah ramai dibahas Dukungan Oklusal Pada penelitian ini, peneliti menggunakan Indeks Eichner untuk mengkategorikan kehilangan dukungan oklusal. Indeks Eichner terdiri dari 5 kelas yaitu, A (terdiri dari 4 zona dukungan oklusal), B1 (terdiri dari 3 zona dukungan oklusal), B2 (terdiri dari 2 zona dukungan oklusal), B3 ( terdiri dari 1 zona dukungan oklusal), B4 (kontak gigi hanya pada anterior saja), dan C (tidak terdapat kontak pada sebagai faktor risiko terjadinya gangguan STM. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Mundt T dkk (2005), adanya hubungan antara kehilangan dukungan oklusal dengan terjadinya gangguan STM pada pria. Hal ini disebabkan oleh besarnya kekuatan gigit pada pria. Menurut penelitian Ciangcaglini dkk, sebanyak 60,2% pasien yang kehilangan dukungan oklusal menderita gangguan STM. Hasil penelitian oleh Hatim NA dkk (2011) menunjukkan bahwa terdapat gangguan STM pada pasien yang mengalami kehilangan dukungan oklusal. Hasil yang sama juga didapat oleh penelitian Shet RGK dkk (2013) bahwa terdapat hubungan antara kehilangan dukungan oklusal dengan terjadinya gangguan STM. 5,9,20 Keparahan dari simtom gangguan sendi temporomandibula akan meningkat seiring berkurangnya dukungan oklusal karena kondilus mandibula akan mencari posisi yang nyaman pada saat menutup mulut dan memicu perubahan letak kondilus pada fosa glenoidalis atau overclosure pada mandibula yang kemudian menyebabkan gangguan sendi temporomandibula. Berkurangnya dukungan oklusal juga dapat menyebabkan gangguan pada sistem mastikasi dan perubahan awal pada pola neuromuscular dari aktivitas otot rahang. Mekanisme neuromuskular akan membentuk pola pergerakan baru rahang bawah untuk mengompensasi posisi gigi yang baru akibat ketidak serasian dengan gigi lainnya dalam fungsi mulut. Sisa gigi yang ada akan mencoba beradaptasi dengan pola pergerakan yang baru tersebut dengan kemungkinan akan menimbulkan ketidakharmonisan dalam pergerakan. Akibat dari gigi yang hilang maka akan terdapat elongasi dari gigi antagonisnya dan
21 28 menyebabkan kontak prematur. Perubahan tersebut menyebabkan kurva oklusal berubah bentuk, lengkung menjadi bergelombang sehingga gerakan artikulasi menjadi tidak lancar. Dengan adanya kontak prematur akan menyebabkan benturan pada saat mandibula bergerak ke posisi oklusi sentrik dan tanpa disadari pasien akan merubah lintasan dalam hal membuka dan menutup mulut atau menarik mandibula ke posisi yang dirasa nyaman. Perubahan lintasan ini menyebabkan posisi mandibula bergeser dari sentrik dan keseimbangan otot berubah menjadi ada yang aktif dan sebagian menjadi kurang aktif. Secara bertahap apabila toleransi fisiologis otot terlampaui, maka akan timbul kelelahan pada otot dan menimbulkan spasme sehingga pasien merasa nyeri pada otot. Begitu juga halnya dengan kondilus, ketidakseimbangan ini menyebabkan posisi mandibula menjadi sedikit terungkit sehingga posisi kondilus berubah, yang satu di posisi superior dan yang lain berada di posisi inferior. Akibat dari perubahan posisi kondilus ini akan terjadi disfungsi sendi temporomandibula. 17,18,21,51,52 Gambar 8. Indeks Eichner 52
22 Maloklusi Hubungan antara maloklusi seperti maloklusi Angle, gigitan silang, gigitan terbuka, traumatik oklusi, overjet dan overbite yang tidak normal, diskrepansi midline telah dihubungkan dengan terjadinya gangguan STM sebagai faktor predisposisi. Maloklusi dari gigi dapat menyebabkan kliking karena adanya perbedaan oklusi sentrik dan relasi sentrik. Kliking sendi sering dihubungkan dengan maloklusi. Adanya perubahan oklusi selalu menghasilkan suatu perubahan koordinasi otot otot. Permukaan oklusal yang tidak sesuai dengan aksi otot dan sendi temporomandibula dapat menyebabkan hiperaktivitas otot dan terjadi perubahan posisi diskus. Kehilangan gigi anterior terutama kaninus menyebabkan pola oklusal menjadi lebih datar karena berkurangnya tinggi tonjolan. Hal tersebut akan berdampak pada penurunan dimensi vertikal. Penurunan dimensi vertikal kemudian akan menyebabkan dislokasi diskus ke anterior. Traumatik oklusi juga dapat menyebabkan gangguan STM dikarenakan adanya benturan antara gigi atas dan gigi bawah saat mandibula bergerak fungsional dan non fungsional. Benturan ini kemudian dapat menimbulkan disintegrasi dalam sistem kondi diskus, sehingga timbul gejala kliking. 7,19 Namun hal ini tidak sesuai dengan penelitian Hirsch dkk (2005) yang melakukan penelitian pada 3033 subyek, menyimpulkan bahwa overjet dan overbite yang besar atau kecil tidak menimbulkan suara pada sendi (kliking dan krepitasi). Penelitian oleh Basafa dkk (2006) terhadap 435 pasien dengan rentang usia tahun juga menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara maloklusi dengan gangguan STM. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian Mohlin B dkk (2007) dan Belotte-Laupie dkk (2011). 7, Faktor Psikologis Faktor psikologis seperti stress dan cemas dapat memicu terjadi gangguan STM. Hal ini belum jelas hubungannya. Pasien dengan gangguan STM biasanya menderita penyakit yang dihubungkan dengan stress, seperti migrain, sakit punggung, ulser pada saluran pencernaan. Menurut laporan dari Lazlo Schwartz dkk bahwa grup
23 30 yang mempunyai gangguan STM seperti sakit pada saat menggerakkan mandibula disebabkan oleh otot mastikasi yang tegang. Daniel Laskin juga menyatakan bahwa stress dapat menjadi faktor risiko gangguan STM dikarenakan stress dapat memicu hiperaktivitas pada otot. Kelelahan pada otot yang disebabkan oleh hiperaktivitas dapat menyebabkan spasme pada otot. Hal ini didukung oleh laporan penelitian dari Casanova Rosado dkk (2005) bahwa stress dan cemas dapat menyebabkan terjadinya gangguan STM. Selain itu orang yang cemas akan mengalami gangguan STM 1,58 kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak cemas. 4,7, Trauma Trauma pada struktur fasial dapat menyebabkan gangguan mastikasi. Trauma mempunyai dampak yang besar terhadap intrakapsular dibandingkan dengan otot. Trauma terbagi 2, yaitu makrotrauma dan mikrotrauma. Makrotrauma merupakan tekanan yang terjadi secara tiba tiba pada sendi dan menyebabkan perubahan struktur. Makrotrauma contohnya pukulan ke dagu dapat menyebabkan kelainan intrakapsular. Apabila trauma ini terjadi pada saat mulut terbuka, kondilus dapat berubah tempat dari fosa. Pergerakan kondilus dari fosa secara tiba tiba akan ditahan oleh ligamen dan apabila kekuatan pukulan pada dagu di atas batas limit, maka ligamen akan menjadi elongasi yang akan mempengaruh mekanisme normal dari kondilus diskus. Ligamen kemudian akan menjadi longgar dan tidak dapat menahan diskus pada tempatnya sehingga diskus akan berpindah. Pukulan pada dagu juga dapat menyebabkan fraktur dari kepala kondilus. Makrotrauma bisa juga disebabkan oleh iatrogenik, contohnya pada saat odontektomi atau prosedur dental yang membutuhkan waktu pembukaan mulut yang lama dapat menyebabkan elongasi dari ligamen diskus. 37,38,45 Whiplash juga dapat menyebabkan gangguan STM. Penelitian oleh Klobas dkk membandingkan antara 2 subyek yang pernah mengalami whiplash dan subyek yang belum pernah mengalami whiplash menunjukkan perbedaan yang signifikan pada tingkat keparahan dari gejala gangguan STM yang dialami (89%:18%). Pembukaan mulut lebih kecil (54 mm:48 mm) dan sakit pada saat palpasi di otot
24 31 umum terjadi pada subyek yang mengalami whiplash. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian Sale dkk (2007) bahwa subyek yang mengalami whiplash lebih banyak mengalami gangguan STM (34%) dibandingkan subyek yang tidak mengalami whiplash (7%). Kesimpulannya adalah 1 dari 3 orang yang mengalami whiplash berisiko untuk menderita gangguan STM di kemudian hari. 7,57 Mikrotrauma adalah gaya kecil yang terjadi secara berulang pada struktur sendi dalam jangka waktu yang lama dan menyebabkan perubahan sendi. Contoh dari mikrotrauma adalah bruxism. Bruxism diketahui mempunyai hubungan dengan gangguan STM yaitu dapat mengakibatkan sakit pada otot mastikasi dikarenakan hiperaktivitas pada otot. 37, Pemakaian Gigitiruan yang Lama Pemakaian gigitiruan yang lama juga dapat menyebabkan gangguan STM. Hasil penelitian oleh Al-Shumailan dkk (2010), krepitus dan sakit pada otot mastikasi pada pemakai gigitiruan penuh lebih tinggi dibandingkan individu yang bergigi. Sebanyak 14,3% satu atau lebih dari gejala gangguan STM ditemukan pada individu yang memakai gigitiruan penuh. Pergerakan vertikal yang menurun juga merupakan salah satu tanda dari gejala gangguan STM. Nilai rata rata dari pembukaan maksimum mandibula pada individu yang memakai gigitiruan penuh lebih kecil (39,7 mm) dibandingkan individu yang bergigi (45,6 mm). Menurut penelitian Dallanora dkk (2011) melaporkan bahwa terdapat hubungan positif antara waktu pemakaian dari gigitiruan penuh dengan gangguan STM. Apabila individu yang sama memakai gigitiruan penuh selama lebih dari 10 tahun, maka prevalensi dari gejala gangguan STM akan meningkat. 8,10
25 32
26 33
BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat
BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat melakukan gerakan meluncur dan rotasi pada saat mandibula berfungsi. Sendi ini dibentuk oleh kondilus mandibula
Lebih terperinciBAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula
BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA Sendi adalah hubungan antara dua tulang. Sendi temporomandibula merupakan artikulasi antara tulang temporal dan mandibula, dimana sendi TMJ didukung oleh 3 : 1. Prosesus
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai komponen terdiri dari gigi-geligi, sendi temporomandibula, otot kunyah, dan sistem
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut sendi temporomandibula (Fawcett, 2002). berbicara dan mengunyah (Fehrenbach dan Herring, 2007; Cate, 2003).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Sendi Temporomandibula a. Definisi Sendi atau artikulasi berfungsi untuk menghubungkan dua tulang. Oleh karena itu sendi yang menghubungkan antara tulang temporal
Lebih terperinciPREVALENSI GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA PADA LANSIA BERDASARKAN JENIS KELAMIN, KEBIASAAN BURUK, DAN DUKUNGAN OKLUSAL
0 PREVALENSI GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA PADA LANSIA BERDASARKAN JENIS KELAMIN, KEBIASAAN BURUK, DAN DUKUNGAN OKLUSAL SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. retak), infeksi pada gigi, kecelakaan, penyakit periodontal dan masih banyak
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hilangnya gigi bisa terjadi pada siapa saja dengan penyebab yang beragam antara lain karena pencabutan gigi akibat kerusakan gigi (gigi berlubang, patah, retak), infeksi
Lebih terperinciBAB 2 TEMPOROMANDIBULA DISORDER. sejumlah masalah klinis yang berkaitan dengan ganguan pada otot-otot pengunyahan,
4 BAB 2 TEMPOROMANDIBULA DISORDER 2.1 Defenisi Temporomandibula disorder merupakan istilah kolektif yang mencakup sejumlah masalah klinis yang berkaitan dengan ganguan pada otot-otot pengunyahan, sendi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beberapa komponen penting, yaitu sendi temporomandibula, otot
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem mastikasi merupakan suatu unit fungsional yang terdiri atas beberapa komponen penting, yaitu sendi temporomandibula, otot pengunyahan, dan gigi geligi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan gigi merupakan masalah gigi dan mulut yang sering ditemukan. Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh dua faktor secara umum yaitu, faktor penyakit seperti
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mandibula Mandibula adalah tulang wajah yang terbesar dan terkuat yang berbentuk seperti tapal kuda. Mandibula juga merupakan satu-satunya tulang tengkorak yang dapat bergerak.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keausan gigi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan hilangnya jaringan keras gigi karena proses fisik maupun kimiawi, bukan proses karies (Oltramari-Navarro
Lebih terperinciLEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBYEK PENELITIAN
0 Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBYEK PENELITIAN Selamat Pagi, Nama saya Michiko, NIM 110600131, alamat saya di jalan Majapahit no 69, nomor telepon 08126223933. Saya adalah mahasiswi di Program
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Embriologi Gigi Pembentukan gigi dimulai dengan terbentuknya lamina dental dari epitel oral. Lamina dental kemudian berkembang menjadi selapis sel epitel dan berpenetrasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti karies dan penyakit periodontal, trauma, penyakit yang menyerang pulpa, periradikular, dan berbagai penyakit
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sendi Temporomandibula (TMJ) TMJ atau sendi rahang adalah sendi yang menghubungkan temporal dan mandibula yang terdiri dari tulang mandibula dengan kondilusnya (ujung membulat),
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kehilangan Gigi Kehilangan gigi disebut juga dengan edentulous. Kehilangan gigi dapat didefinisikan sebagai hilangnya beberapa atau semua gigi pada lengkung rahang. 6,24 Hilangnya
Lebih terperinciCROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang
CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah
Lebih terperinciII. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL
II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL A. Pendahuluan 1. Deskripsi Dalam bab ini diuraikan mengenai keadaan anatomis gigi geligi, posisi gigi pada lengkung rahang, letak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik merupakan suatu faktor penting dalam pemeliharaan gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan umum perawatan ortodontik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi tiruan lengkap adalah protesa gigi lepasan yang menggantikan seluruh gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah
Lebih terperinciBAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior
BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior
Lebih terperinciBAB 2 ANKILOSIS SENDI TEMPOROMANDIBULA. fibrous atau tulang antara kepala kondilar dengan fosa glenoidalis yang dapat
BAB 2 ANKILOSIS SENDI TEMPOROMANDIBULA 2.1 Defenisi Ankilosis berasal dari bahasa Yunani yang berarti kekakuan pada sendi akibat proses dari suatu penyakit. Ankilosis dapat didefenisikan sebagai penyatuan
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN
BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian perubahan lengkung oklusal akibat kehilangan gigi posterior ini, didapat sebanyak 103 jumlah sampel kemudian dipilih secara purposive sampling dan didapat sebanyak
Lebih terperinciBAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi
BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebiasaan Buruk Kebiasaan adalah suatu tindakan berulang yang dilakukan secara otomatis atau spontan. Perilaku ini umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan sebagian besar selesai
Lebih terperinciBAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai
BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK Dokter gigi saat merawat endodontik membutuhkan pengetahuan tentang anatomi dari gigi yang akan dirawat dan kondisi jaringan gigi setelah perawatan
Lebih terperinciBAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas
BAB II KLAS III MANDIBULA 2.1 Defenisi Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas dan gigi-gigi pada rahang bawah bertemu, pada waktu rahang atas dan rahang
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi berjejal merupakan jenis maloklusi yang paling sering ditemukan. Gigi berjejal juga sering dikeluhkan oleh pasien dan merupakan alasan utama pasien datang untuk melakukan perawatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan. Pada bagian anterior saluran pernafasan terdapat
Lebih terperinciGambar 1. Anatomi Palatum 12
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA BRUXISM DAN NYERI ATAU KAKU SENDI TEMPOROMANDIBULA
HUBUNGAN ANTARA BRUXISM DAN NYERI ATAU KAKU SENDI TEMPOROMANDIBULA SKRIPSI Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar akademis Sarjana Kedokteran Gigi Yansen 0204000989 Departemen Prostodonsia
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Definisi simetri adalah persamaan salah satu sisi dari suatu objek baik dalam segi bentuk, ukuran, dan sebagainya dengan sisi yang berada di belakang median plate.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Melalui foramen mentale dapat keluar pembuluh darah dan saraf, yaitu arteri, vena
Lebih terperinciGrafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Distribusi Trauma Gigi Trauma gigi atau yang dikenal dengan Traumatic Dental Injury (TDI) adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras dan atau periodontal karena
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor Penyebab Kehilangan Gigi Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan penyakit periodontal. Faktor bukan penyakit seperti gaya hidup dan faktor
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi-Geligi dan Oklusi Perkembangan oklusi mengalami perubahan signifikan sejak kelahiran sampai dewasa. Perubahan dari gigi-geligi desidui menjadi gigi-geligi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non inflamasi yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Penyakit ini bersifat progresif lambat,
Lebih terperinciMEKANISME ERUPSI DAN RESORPSI GIGI
MEKANISME ERUPSI DAN RESORPSI GIGI 1. Mekanisme sel-sel dalam erupsi gigi desidui Erupsi gigi desidui dimulai setelah mahkota terbentuk. Arah erupsi adalah vertikal. Secara klinis ditandai dengan munculnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila dan mandibula. Pada kenyataannya, oklusi gigi merupakan hubungan yang kompleks karena melibatkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Definisi lansia menurut UU nomor 13 tahun 1998 pasal 1 ayat (2) adalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Definisi lansia menurut UU nomor 13 tahun 1998 pasal 1 ayat (2) adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Lanjut usia (lansia) merupakan kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sendi temporomandibula merupakan salah satu persendian yang paling rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan memutar (rotasi)
Lebih terperincitumpul, aching, dan menyebar, yang dapat berubah menjadi nyeri akut pada saat rahang berfungsi serta menyebabkan disfungsi mandibular berupa
tumpul, aching, dan menyebar, yang dapat berubah menjadi nyeri akut pada saat rahang berfungsi serta menyebabkan disfungsi mandibular berupa pembukaan mulut (pada umumnya). 8 Pasien dengan sindroma nyeri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang, seperti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lanjut usia (lansia) adalah proses alamiah yang pasti akan dialami oleh setiap manusia. Pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) diprediksi akan meningkat cepat di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pengunyahan atau sistem mastikasi merupakan suatu proses penghancuran makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini adalah
Lebih terperinciANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari
ANATOMI GIGI Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Ilmu yg mempelajari susunan / struktur dan bentuk / konfigurasi gigi, hubungan antara gigi dgn gigi yang lain dan hubungan antara gigi dengan jaringan sekitarnya
Lebih terperinciBAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan
BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan seorang dokter gigi untuk mengenali anatomi normal rongga mulut, sehingga jika ditemukan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Peridontal Periodonsium secara harfiah artinya adalah di sekeliling gigi. Periodonsium terdiri dari jaringan-jaringan yang mengelilingi gigi yaitu: 14 1. Gingiva Gingiva
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. insisif, premolar kedua dan molar pada daerah cervico buccal.2
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipersensitivitas dentin merupakan salah satu masalah gigi yang paling sering dijumpai. Hipersensitivitas dentin ditandai sebagai nyeri akibat dentin yang terbuka jika
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Foramen ini dilalui saraf mental, arteri dan vena. Nervus mentalis adalah cabang terkecil
Lebih terperinciCROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR
CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang
Lebih terperinciSalah satu bagian gingiva secara klinis
Salah satu bagian gingiva secara klinis adalah: 1... (jawaban yang ditanyakan adabagian gingiva yang dibatasi oleh alur gusi bebas dan batas mukosa gingiva dari bagian gingiva lain dan mukosa alveolar)
Lebih terperinciHUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN
1 HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN Hubungan rahang disebut juga dengan relasi vertikal/dimensi vertikal. Pengertian relasi vertikal : Jarak vertikal rahang atas dan rahang bawah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fungsi pengunyahan, bicara, dan penelanan. Sistem stomatognatik terdiri dari tiga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem stomatognatik merupakan sistem yang bertanggung jawab terhadap fungsi pengunyahan, bicara, dan penelanan. Sistem stomatognatik terdiri dari tiga organ utama
Lebih terperinciIII. KELAINAN DENTOFASIAL
III. KELAINAN DENTOFASIAL PEN DAHULUAN Klasifikasi maloklusi dan oklusi Occlusion = Oklusi Pengertian Oklusi adalah hubungan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah bila rahang bawah digerakkan sehingga
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Asimetri merupakan komposisi yang sering dikaitkan dalam dunia seni dan kecantikan, tetapi lain halnya dalam keindahan estetika wajah. Estetika wajah dapat diperoleh
Lebih terperinciBAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.
BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus
Lebih terperinciIII. RENCANA PERAWATAN
III. RENCANA PERAWATAN a. PENDAHULUAN Diagnosis ortodonsi dianggap lengkap bila daftar problem pasien diketahui dan antara problem patologi dan perkembangan dipisahkan. Tujuan rencana perawatan adalah
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada tinjauan pustaka akan diuraikan mengenai suku Batak, foramen mentalis, radiografi panoramik, kerangka teori dan kerangka konsep. 2.1 Suku Batak Penduduk Indonesia termasuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Edentulus penuh merupakan suatu keadaan tak bergigi atau tanpa gigi di dalam mulut. 1 Edentulus penuh memberikan pengaruh pada kesehatan fisik dan mental yang berhubungan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang berkembang dari interaksi antara sel epitel rongga mulut dan sel bawah mesenkim. Setiap gigi berbeda secara anatomi,
Lebih terperinciDiagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal
Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Penyakit pulpa dan periapikal Kondisi normal Sebuah gigi yang normal bersifat (a) asimptomatik dan menunjukkan (b) respon ringan sampai moderat yang bersifat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena mengalami perubahan-perubahan fisiologis dalam rongga mulut termasuk
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan penggunaan gigi tiruan meningkat pada kelompok usia lanjut karena mengalami perubahan-perubahan fisiologis dalam rongga mulut termasuk kehilangan gigi. Resorpsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010),
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010), menunjukkan bahwa kejadian osteoartritis lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria di antara semua
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM FRAKTUR DENTOALVEOLAR PADA ANAK. (Mansjoer, 2000). Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka fraktur
BAB II TINJAUAN UMUM FRAKTUR DENTOALVEOLAR PADA ANAK 2.1 Definisi Fraktur Dentoalveolar Definisi fraktur secara umum adalah pemecahan atau kerusakan suatu bagian terutama tulang (Kamus Kedokteran Dorland
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai masalah karies dan gingivitis dengan skor DMF-T sebesar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan gigi dan mulut masih banyak dialami oleh penduduk Indonesia. Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, 25,9% penduduk Indonesia mempunyai
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi adalah alat yang digunakan dalam menegakkan diagnosis dan rencana pengobatan penyakit baik penyakit umum maupun penyakit mulut
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menopause Seiring dengan bertambahnya usia, banyak hal yang terjadi dengan proses perkembangan dan pertumbuhan pada manusia. Namun, pada suatu saat perkembangan dan pertumbuhan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan harmonis.pada saat mendiagnosis dan membuat rencana perawatan perlu diketahui ada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Fundamental perawatan ortodonti adalah menciptakan penampilan wajah yang seimbang dan harmonis.pada saat mendiagnosis dan membuat rencana perawatan perlu diketahui ada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. degeneratif atau osteoarthritis (OA). Sendi merupakan faktor penunjang yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan pembangunan disegala bidang kehidupan menyebabkan perubahan dalam tingkah laku dan pola hidup masyarakat. Berbagai macam penyakit yang banyak terjadi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi dan Etiologi Trauma gigi sulung anterior merupakan suatu kerusakan pada struktur gigi anak yang dapat mempengaruhi emosional anak dan orang tuanya. Jika anak mengalami
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah
17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah bukolingual atau bukopalatal antara gigi antagonis. Crossbite posterior dapat terjadi bilateral
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan manusia dari lahir hingga dewasa ditandai oleh adanya perubahan bentuk tubuh, fungsi tubuh, dan psikologis yang dipengaruhi oleh faktor genetik
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Rahang Tumbuh-kembang adalah suatu proses keseimbangan dinamik antara bentuk dan fungsi. Prinsip dasar tumbuh-kembang antara lain berkesinambungan,
Lebih terperinciFRAKTUR TIBIA DAN FIBULA
FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gigi Gigi merupakan organ tubuh yang turut berperan dalam proses pencernaan, pengunyahan, dan terutama sebagai estetis dalam pembentukan profil wajah. Gigi terbentuk
Lebih terperinciBAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7
BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH Sepertiga tengah wajah dibentuk oleh sepuluh tulang, dimana tulang ini saling berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7 2.1 Tulang-tulang yang
Lebih terperinciDefinisi Bell s palsy
Definisi Bell s palsy Bell s palsy adalah penyakit yang menyerang syaraf otak yg ketujuh (nervus fasialis) sehingga penderita tidak dapat mengontrol otot-otot wajah di sisi yg terkena. Penderita yang terkena
Lebih terperinciPengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional
Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatri, responrespon yang mengantarkan atau reaksi-reaksi yang ditimbulkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau benar dan dontos yang berarti gigi. Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki posisi gigi dan memperbaiki
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dimensi Vertikal Menurut The Glossary of Prosthodontic Terms, pengertian dimensi vertikal adalah jarak antara 2 tanda anatomis (biasanya 1 titik pada ujung hidung dan titik lainnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, proses penuaan tidak dapat dihindari. Menurut
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Perkembangan Oklusi Hubungan oklusal gigi geligi pertama kali diperkenalkan oleh Edward Angle pada tahun 1899. Oklusi menjadi topik yang menarik dan banyak didiskusikan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi berasal dari kata occlusion, yang terdiri dari dua kata yakni oc yang berarti ke atas (up) dan clusion yang berarti menutup (closing). Jadi occlusion adalah closing
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antropologi Suku Batak Suku Batak merupakan bagian dari ras Proto-Melayu yang menempati pulau Sumatera. Sifat paling dominan dari suku ini adalah kebiasaan hidup dalam splendid
Lebih terperinciPENANGGULANGAN GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA AKIBAT KELAINAN OKLUSI SECARA KONSERVATIF
PENANGGULANGAN GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA AKIBAT KELAINAN OKLUSI SECARA KONSERVATIF SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh :
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pencabutan Gigi Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus, dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan
Lebih terperinciBagian labial insisiv (jwb: groove) Penulisan menurut FDI untuk gigi diatas adalah: a. 11 b. 21 c. 51. d. 61 e. 41
1. 2. Singulum gigi anterior terletak di... (jawab: 1/3 servikal) 3. Ciri khas permukaan palatal gigi caninus atas adalah... a. Punya marginal ridge b. Punya triangular ridge c. Punya diagonal ridge d.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maloklusi secara umum dapat diartikan sebagai deviasi yang cukup besar dari hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik maupun secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian Ilmu Kedokteran Gigi yang terkonsentrasi untuk mengawasi, membimbing, dan mengoreksi pertumbuhan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien ortodonti adalah gigi berjejal. 3,7 Gigi berjejal ini merupakan suatu keluhan pasien terutama pada aspek estetik
Lebih terperinciKONTROL PLAK. Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk:
Kontrol plak 80 BAB 7 KONTROL PLAK Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk: 1. Menyingkirkan dan mencegah penumpukan plak dan deposit lunak (materi alba dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena beberapa penyakit sistemik dapat bermanifestasi ke rongga mulut (Mays dkk., 2012). Stomatitis aftosa
Lebih terperinciABSTRACT DENTAL MALOCCLUSION AND SKELETAL MALOCCLUSION INFLUENCE AGAINST TEMPOROMANDIBULAR DYSFUNCTION
ABSTRACT DENTAL MALOCCLUSION AND SKELETAL MALOCCLUSION INFLUENCE AGAINST TEMPOROMANDIBULAR DYSFUNCTION Problems in temporomandibular joint, can be a pain and clicking mostly called by temporomandibular
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gigi merupakan organ manusia yang terpenting, tanpa gigi geligi manusia
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi merupakan organ manusia yang terpenting, tanpa gigi geligi manusia tidak dapat mengunyah makanan. Gigi berfungsi untuk mengunyah beraneka ragam makanan dengan tekstur dan nilai
Lebih terperinciPANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN Purwokerto, 2012 1 Blok M e d i c a
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tentang hubungan Indeks Massa Tubuh dengan maloklusi menggunakan Handicapping Malocclusion Assessment Index (HMAI) pada anak usia diatas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia Penuaan merupakan suatu proses alami yang dihadapi oleh seluruh manusia dan tak dapat dihindarkan. Proses menua akan terjadi terus menerus secara alamiah dimulai
Lebih terperinci