dan Informasi Kementrian Kesehatan RI pada tahun 2014 juga mempublikasikan 2,45% dan sekitar 39,97% dari jumlah tersebut mengalami lebih dari satu
|
|
- Indra Johan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Badan Pusat Statistik (BPS) mempublikasikan data Susenas Triwulan I yang menyatakan sebanyak 9,9 juta anak Indonesia adalah anak berkebutuhan khusus (ABK) dalam kategori penyandang disabilitas (Winarsih, dkk, 2013). Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI pada tahun 2014 juga mempublikasikan jumlah anak yang mengalami diabilitas di Indonesia. Berdasarkan data Susenas 2012 didapatkan estimasi penduduk Indonesia yang menyandang disabilitas sebesar 2,45% dan sekitar 39,97% dari jumlah tersebut mengalami lebih dari satu keterbatasan atau disabilitas (Infodatin, 2014). Berikut ini adalah gambar grafik yang memperlihatkan data penyandang disabilitas dari tahun ke tahun: Gambar 1. Persentase Penduduk Penyandang Disabilitas Berdasarkan Data Susenas 2012 Pada Tahun 2003, 2006, 2009, dan Gambar 1 menunjukkan grafik perubahan persentase penduduk Indonesia yang menyandang disabilitas pada tahun 2003, 2006, 2009 dan Berdasarkan data tersebut terlihat adanya peningkatan jumlah penyandang disabilitas pada tahun Winarsih, dkk (2013), dalam Buku Panduan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang dikeluarkan oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, menyebutkan disabilitas berada dibawah klasifikasi ABK yang dibagi menjadi dua belas kategori, yaitu 1) anak disabilitas penglihatan, 2) anak disabilitas pendengaran, 3) anak disabilitas intelektual, 4) anak disabilitas fisik, 5)
2 anak disabilitas sosial, 6) anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH), 7) anak dengan gangguan spectrum autisma, 8) anak dengan gangguan ganda, 9) anak lamban belajar, 10) anak dengan kesulitan belajar khusus, 11) anak dengan gangguan kemampuan komunikasi, 12) anak dengan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Definisi ABK adalah anak yang memiliki keterbatasan atau keluarbiasaan, baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional, yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia dengannya (Winarsih, dkk, 2013). Disabilitas sendiri didefinisikan secara luas meliputi gangguan fisik, perkembangan, dan emosional, atau dalam literatur lain, penggunaan istilah diabilitas didefinisikan lebih spesifik dalam istilah dengan diagnosis, kondisi, dan keparahan tertentu (Neuhaus, 2011). Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997, Pasal 1, Ayat 1 tentang Penyandang Cacat, menyebutkan bahwa penyandang cacat (telah diubah menjadi penyandang disabilitas) merupakan orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan selayaknya, yang terdiri dari: a) penyandang cacat fisik, b) penyandang cacat mental, c) penyandang cacat fisik dan mental. Penggunaan istilah ABK ataupun disabilitas biasanya disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks yang melatarbelakangi. Penelitian ini sendiri akan menggunakan istilah disabilitas karena akan melibatkan subjek penelitian yang berhubungan dengan kondisi disabilitas, yaitu cerebral palsy (CP).
3 Kondisi disabilitas memunculkan berbagai stresor bagi anak, dimana kondisi tersebut dapat berdampak pada perkembangan fisik, kognitif, emosional, dan sosial sehingga menimbulkan dampak negatif pada self esteem anak (Jemta, Fugl-Meyer, Oberg, & Dahl, 2009). Orangtua yang memiliki anak disabilitas menghadapi tantangan yang besar dalam mengasuh dan membesarkan mereka. Anak yang memiliki disabilitas membutuhkan dukungan dan perhatian individual yang akan menyita sumber daya keluarga (Head & Abbeduto, 2007). Kehadiran anak disabilitas memberikan efek yang besar bagi seluruh keluarga, baik orangtua, saudara, dan anggota keluarga lainnya. Hal tersebut merupakan pengalaman luar biasa yang dialami bersama, yang kemudian dapat berdampak pada seluruh aspek fungsi keluarga (Reichman, Coreman, & Noonan, 2008). Reichman, dkk (2008) memaparkan dua sisi dampak kehadiran anak berkebutuhan khusus dalam sistem keluarga. Sisi positif, hal tersebut akan memperluas wawasan, meningkatkan kepekaan terhadap kekuatan batin, meningkatkan kebersamaan keluarga, dan mendorong hubungan dengan komunitas atau institusi keagamaan. Sisi negatifnya, hal tersebut akan memakan waktu dan keuangan keluarga, memberikan tuntutan fisik dan emosi, serta memberikan kompleksitas pengadaan kebutuhan yang berhubungan dengan membesarkan anak berkebutuhan khusus. Akibat yang ditimbulkan tergantung pada kondisi dan keparahannya, seperti kondisi fisik, emosi, dan finansial yang diperlukan, serta ketersediaan sumber daya dalam keluarga. Orangtua yang memiliki anak disabilitas mengalami stresor lebih banyak daripada orangtua yang memiliki anak dengan perkembangan normal, dan
4 mengalami stres pengasuhan yang lebih besar (Hastings, 2002). Pengalaman ini didalamnya meliputi kecemasan, perasaan gelisah, ketegangan, dan tertekan. Gupta (2007) memaparkan hasil penelitiannya yang membandingkan tingkat stres pada orangtua yang memiliki anak dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), anak dengan Developmental Disability (DD), anak dengan asma, dan anak dengan infeksi HIV. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan stres pengasuhan dengan pada orangtua yang memiliki anak DD lebih tinggi dibandingkan dengan stres pengasuhan pada orangtua yang lain. Hasil penelitian Neuhaus (2011), mendukung penelitian terdahulu bahwa orangtua anak disabilitas menunjukkan tingkat stres yang tinggi, yang dipengaruhi oleh karakteristik anak dan hubungan disfungsional antara anak dan orangtua. Stres pengasuhan diprediksi memiliki pengaruh negatif pada perilaku pengasuhan dan perilaku pengasuhan yang negatif akan menyebabkan masalah perilaku pada anak (Bloomfield & Kendall, 2012). Penelitian ini akan memfokuskan pada satu jenis disabilitas, yaitu Cerebral Palsy (CP), sehingga perlu memahami definisi dan kondisi anak dengan CP terlebih dahulu. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementrian Kesehatan RI pada tahun 2010 menunjukkan jumlah penyandang CP pada anak usia bulan adalah 0,09% dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia dengan usia yang sama (Infodatin, 2014). CP merupakan kondisi kerusakan otak permanen non-progresif yang terjadi pada usia dini, mengakibatkan kelainan pada perkembangan otak, posisi, tonus otot, koordinasi motorik, dan manifestasi neurologis lainnya (Rahmat, Mangunatmadja, Aap, Tambunan, & Suradi, 2010). Kondisi kerusakan fungsi
5 motorik merupakan tanda dari anak CP, namun banyak anak juga mengalami kerusakan fungsi sensori, komunikasi, dan intelektual serta mengalami keterbatasan kompleks dalam fungsi rawat diri (Raina, dkk, 2005). Orangtua yang memiliki anak CP dihadapkan pada permasalahan dengan tingkat disabilitas yang tinggi, kebutuhan akan perhatian yang tinggi, dan rendahnya tingkat kemandirian (Parkes, Caravale, Marcell, Franco, & Colver, 2011). Penelitian Raina, dkk (2005) tentang caregiver anak CP menunjukkan bahwa kondisi anak CP mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan psikologis caregiver secara langsung maupun tidak langsung, melalui efek persepsi diri dan keberfungsian keluarga. Keberfungsian keluarga sendiri dipengaruhi oleh efek dari persepsi diri caregiver, dukungan sosial, dan pengelolaan stres. Orangtua yang memiliki anak berperan untuk mengasuh, mendidik dan membesarkan anak. Peran tersebut menjadi berbeda ketika dihadapkan pada kondisi anak yang memiliki fungsi terbatas dan ketergantungan yang akan berlangsung seumur hidup. Orangtua dihadapkan pada tantangan dan permasalahan kompleks yang akhirnya berpengaruh pada kesehatan mental dan keberfungsian keluarga secara keseluruhan. Meskipun begitu, outcome atau dampak yang terjadi akan berbeda pada masing-masing keluarga tergantung pada banyak faktor yang mempengaruhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi orangtua CP adalah karakteristik orangtua, karakteristik anak (tingkat keparahan disabilitas), faktor sosial, faktor ekonomi (status ekonomi sosial, kemampuan mengakses fasilitas kesehatan, dan konteks budaya (Raina, dkk, 2005).
6 Studi pendahuluan telah dilakukan kepada orangtua yang memiliki anak CP, dengan menggunakan metode wawancara dan observasi (Permatasari, 2012). Penelitian pendahuluan ini termasuk dalam salah satu penelitian payung dengan tema Pengasuhan Positif dibawah bimbingan Prof. Noor Rachman Hadjam, SU., Psikolog. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengasuhan positif dalam berbagai setting keluarga. Wawancara dilakukan kepada tiga subjek yang merupakan ibu yang memiliki anak CP. Ketiga subjek, NN, AT, dan AN, dipilih sebagai subjek untuk studi pendahuluan karena profil mereka sebagai ibu dipandang cukup berhasil dalam mengasuh anak disabilitas dengan tingkat keparahan yang cukup berat. Ketiga subjek aktif di yayasan CP, dan salah satu subjek, yaitu NN, merupakan pendiri yayasan CP di Yogyakarta. Kesimpulan dari hasil wawancara ketiga subjek menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan mengasuh anak disabilitas adalah penerimaan orangtua terhadap kondisi anak, co-parenting, dukungan sosial dan keseimbangan pengasuhan. Ibu yang menunjukkan penerimaan terhadap anaknya akan memberikan pengasuhan dan pemenuhan kebutuhan anak yang lebih baik. Mereka juga tidak lagi merasa canggung membawa anak-anaknya ke lingkungan luar rumah. Snell dan Rosen (1997), dalam hasil penelitiannya menyebutkan bahwa keluarga yang sukses dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus/disabilitas menunjukkan karakteristik sebagai berikut: a) penerimaan terhadap kondisi anak, b) penerimaan terhadap peran pengasuhan yang berbeda, yang dipengaruhi oleh kondisi anak, c) keterampilan koping kognitif (termasuk pemberdayaan dan efikasi
7 diri) yang mempengaruhi kemampuan beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan anak. Oleh karena itu penerimaan ibu dinilai sebagai salah satu faktor penting dalam mengasuh anak, baik penerimaan kondisi anak maupun penerimaan peran pengasuhan. Penerimaan orangtua dalam berbagai penelitian dikaitkan dengan istilah penyesuaian atau proses adaptasi. Barnett, Clements, Kaplan-Estrin, dan Fialka (2003), lebih memilih menggunakan istilah adaptasi karena lebih diasumsikan sebagai proses yang akan terus berlangsung. Penerimaan orangtua merupakan proses yang tidak memiliki tahap akhir yang absolut. Orangtua secara emosional harus mengalami, menerima, dan mengekspresikan kekecewaan, kesedihan, kedukaan, kemarahan, serta perasaan bersalah, yang menyertai ketika mendapatkan berita mengenai kondisi disabilitas anak (Barnett, dkk, 2003). Orangtua harus melepaskan impian dan berduka akan harapan terhadap gambaran anak yang mereka inginkan, untuk mendapatkan penerimaan yang lebih baik. Orangtua secara terus menerus juga harus beradaptasi dengan perubahan keadaan dan kebutuhan anak, dengan stress sebagai konsekuensi yang selalu menyertai (Daire, Munyon, Calson, Kimemia, & Mitchan, 2011). Rogers (1967) mendefinisikan penerimaan adalah penghargaan terhadap orang lain sebagai seseorang tanpa syarat, tidak peduli bagaimana perilaku dan perasaan orang tersebut. Hal tersebut berarti menghormati orang lain sebagai seseorang dengan perasaan dan perilaku yang memiliki keunikan masing-masing yang tentunya berbeda pada tiap manusia. Thomas Gordon, kontributor dalam buku Client-Centered Therapy Rogers, menekankan bahwa penerimaan diri atau
8 anggapan diri orangtua dapat dikaitkan dengan derajat penerimaan terhadap anakanaknya (Nelson-Jones, 2011). Menurut Rogers (dalam Nelson-Jones, 2011), orangtua mampu memberikan anggapan positif tanpa syarat (unconditional positif regard) terhadap anaknya jika mereka juga mendapatkan hal tersebut. Semakin besar unconditional positif regard yang diterima seorang anak, maka semakin kecil kondisi yang berharga (condition of worth) pada diri anak, sehingga semakin tinggi pula tingkat penyesuaian psikologisnya Oleh karena itu penerimaan orangtua terhadap anak memiliki peranan penting dalam pengasuhan sehingga anak dapat memiliki penyesuaian psikologis yang baik. Menurut Porter (dalam Poon, 1996), penerimaan orangtua dijelaskan sebagai perasaan atau perilaku orangtua yang dikarakteristikkan dengan cinta tanpa syarat (unconditional love) kepada anak, mengenali anak sebagai individu yang memiliki hak dan kebutuhan untuk menyampaikan perasaannya, menilai anak sebagai individu yang unik, dan mengenali kebutuhan anak untuk membedakan dan memisahkan diri dari orangtua untuk menjadi individu yang mandiri. Kondisi penerimaan seseorang akan berbeda satu sama lain, tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi. Darling dan Darling (1982) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan orangtua terhadap anak adalah umur anak, religiusitas orangtua, penerimaan diri, alasan orangtua memiliki anak, dan status sosial. Symond (dalam Johnson & Medinnus, 1974) menyinggung mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi orangtua dalam menerima atau menolak anaknya, yaitu karakteristik anak, karakteristik orangtua, hubungan pernikahan dengan pasangan, pengalaman masa kecil yang dilalui orangtua, dan penerimaan diri.
9 Kondisi anak yang berbeda dengan anak pada umumnya, terkadang membuat orangtua tidak mudah untuk menerima, terutama jika orangtua belum mendapatkan gambaran dalam menjalani perannya dan memahami anak disabilitas. Amaya dan Tomasini (2014), dalam hasil penelitiannya menyebutkan bahwa program bantuan khusus untuk ibu dengan anak disabilitas memberikan dampak yang postif terhadap pengertian dan pemahaman atas kondisi disabilitas anak dan meningkatkan keberfungsian keluarga. Ibu tidak hanya memahami perannya sebagai caregiver anak disabilitas, namun juga sebagai wanita yang memiliki hubungan dengan pasangan dan keluarga. Memberikan sudut pandang yang berbeda dan menyeluruh perlu diberikan kepada orangtua dan keluarga yang memiliki anak disabilitas. Kirby (2013) melakukan penelitian kualitatif dengan subjek penelitiannya adalah caregiver anak disabilitas. Pengalaman caregiver dalam mengasuh anak disabilitas tidak selalu menjadi pengalaman yang buruk, justru menjadi pengalaman hidup yang positif dan memberikan perubahan. Sumber dukungan potensial yang tersedia bagi keluarga dengan anak disabilitas dikategorikan menjadi empat jenis utama, yaitu 1) keluarga inti, 2) jaringan kekerabatan (hubungan darah dan pernikahan), 3) jaringan informal (teman, tetangga, anggota perkumpulan agama), dan 4) profesional dan organisasi (Solomon & Liefield, 1998; Correa, Bonilla, & Reyes-MacPherson, 2010). Sumber dukungan dari organisasi maupun profesional merupakan alternatif yang sekarang banyak dicari oleh orangtua yang memiliki anak disabilitas. Psikolog sebagai profesional memiliki kemampuan untuk memberikan dukungan berupa menyediakan intervensi yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan klien.
10 Orangtua yang memiliki anak disabilitas biasanya lebih terfokus pada kebutuhan anak dan mengesampingkan kebutuhan pribadinya, terutama kebutuhan psikologis. Kondisi anak menuntut orangtua, terutama ibu sebagai caregiver utama, untuk memberikan perhatian ekstra. Apalagi jika kondisi anak tidak dapat mandiri dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Raina, dkk (2005), dalam penelitiannya pada 468 keluarga dengan anak disabilitas (cerebral palsy) menunjukkan bahwa kesejahteraan caregiver (ibu) ditentukan oleh masalah perilaku anak, tuntutan ibu, dan keberfungsian keluarga. Penelitian tersebut memberikan tuntutan kepada para profesional klinis untuk memberikan kerangka berpikir yang merujuk pada keberfungsian keluarga ketika memberikan intervensi pada masalah disabilitas. Tidak hanya berfokus pada permasalahan anak, namun juga permasalahan keluarga, terutama caregiver. Salah satu intervensi yang banyak diberikan kepada orangtua yang memiliki anak disabilitas adalah terapi kelompok. Intervensi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Brief Group Therapy (BGT). BGT merupakan tipe terapi kelompok yang memiliki keterbatasan waktu, memiliki terminasi yang sudah ditentukan dari awal, memiliki proses orientasi dan dipimpin secara/oleh profesional (Corey, Corey, & Corey, 2014). BGT merupakan pilihan intervensi yang mampu memberikan manfaat terapi kelompok namun dalam setting yang lebih singkat sehingga tidak menyita banyak waktu, energi, dan finansial bagi klien. BGT biasanya digunakan untuk kepentingan penelitian mengarah pada efektivitas dan kemampuan penerapan sebuah brief group untuk berbagai masalah klien dan beragam latar belakang (Piper & Ogrodniczuk, dalam Corey, dkk, 2014).
11 Seringkali BGT disebut dengan terapi kelompok jangka pendek (short-term). Terapi kelompok jenis ini memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi dalam mengatasi permasalahan klien. Joyce, Piper, & Ogrodniczuk (2007) dalam jurnal penelitiannya menyebutkan bahwa penyatuan dan keeratan kelompok sangat diperlukan dan mempengaruhi hasil terapi kelompok short-term. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan homogenitas latar belakang anggota kelompok dan kemampuan pemimpin kelompok untuk menyatukan kelompok sehingga tujuan terapi kelompok tersebut dapat berhasil. BGT banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan akan kelompok psikoterapi namun dalam setting yang tidak memakan banyak waktu dan biaya. Seperti umumnya psikoterapi individual, psikoterapi kelompok dilakukan dengan berbagai pendekatan. Beberapa contoh penelitian BGT menggunakan pendekatan Cognitive Behavioral Therapy (CBT), yaitu digunakan untuk mengatasi panic disorder (Marchand, Roberge, Primiano,& Germain, 2009), chronic pain (McCracken, Sato, & Taylor, 2013), dan anxiety disorder untuk remaja (Crawley, dkk, 2012). Pendekatan CBT digunakan pada permasalahan yang spesifik, dapat diukur intensitas dan frekuensinya, dan didalamnya terdapat distorsi kognitif yang membuat seseorang memiliki afeksi dan perilaku yang bermasalah. BGT dalam penelitian ini akan menggunakan pendekatan humanistik. Penggunaan pendekatan humanistik dalam terapi dengan setting brief dan kelompok tidak banyak dipublikasikan dalam jurnal penelitian. Namun terapi humanistik individual dalam bentuk brief telah banyak dilakukan oleh para terapis dan dituangkan dalam jurnal-jurnal, seperti dalam buku Brief Person-Centered
12 Therapies (Tudor, 2008). Para ahli psikologi humanistik memperdebatkan tentang keefektifan terapi humanistik dalam keterbatasan waktu (brief). Disatu sisi, terapi dengan keterbatasan waktu tetap memiliki keuntungan, sedangkan sisi lain mengatakan bahwa person-centered tidak cocok digunakan dalam pelayanan yang memiliki batas waktu (Taft, 1933; Rogers, 1942; Mearns & Thorne, 1999; Mearns, 2002; Wakefield, 2005; MacDonald, 2006; dalam Tudor, 2008). Rogers mengatakan bahwa keterbatasan waktu dalam kondisi terapeutik hanyalah seperti keterbatasan lain yang memberikan warna dalam proses konseling, dan disitulah manusia harus membuat penyesuaian (Tudor, 2008). Permasalahan penerimaan seorang ibu sangat erat kaitannya dengan pendekatan humanistik yang banyak dipengaruhi oleh Carl Rogers. Dalam teori humanistik, ibu merupakan kunci utama anak memiliki keberfungsian penuh sebagai manusia. Carl Rogers (dalam Nelson-Jones, 2006) menyebutkan bahwa manusia memiliki kebutuhan untuk anggapan positif atau kondisi yang berharga (conditions of worth) sejak bayi, dimana hal tersebut didapatkan dari ibu. Seorang ibu akan dapat memberikan anggapan positif tanpa syarat jika ia juga mendapatkan hal tersebut. Ibu yang memiliki anak disabilitas seringkali mendapatkan pengalaman tidak menyenangkan dari orang lain, seperti penolakan dan penilaian orang tentang kondisi anak. Hal tersebut membuat mereka memiliki konsep diri yang lebih dipengaruhi oleh evaluasi dari orang lain. Menurut Rogers (dalam Corsini & Wedding, 2011), permasalahan klien berada pada tiga hal, yaitu konsep diri, locus of evaluation, dan pengalaman. Untuk menjadi individu yang berfungsi
13 sepenuhnya, klien harus menjadi pribadi yang lebih positif, percaya pada diri sendiri, tidak berfokus pada evaluasi dan nilai yang diberikan orang lain. Pendekatan humanistik secara spesifik tidak memberikan kriteria klien atau individu yang dapat menjalani terapi dengan pendekatan humanistik. Pendekatan humanistik menekankan tentang menghormati seseorang sebagai individu yang hidup dengan prosesnya yang kompleks, berbeda satu sama lain. Rogers mengembangkan person-centered therapy dengan asumsi manusia pada dasarnya trustworthy atau dapat dipercaya, bahwa mereka memiliki potensi untuk memahami diri sendiri dan menyelesaikan sendiri permasalahannya tanpa intervensi langsung dari terapis, serta mampu bertumbuh secara mandiri jika mereka terlibat dalam jenis hubungan terapeutik yang spesifik (Corey, 2009). Rogers (dalam Corey, 2009) menjelaskan tiga sikap utama dalam terapi menggunakan pendekatan humanistik, yaitu 1) congruence atau genuineness, 2) unconditional positive regard dan penerimaan, dan 3) Empati. Konsep utama dalam menerapkan person-centered therapy kedalam proses kelompok adalah kepercayaan terhadap kemampuan kelompok untuk mengembangkan potensi dengan bergerak kearah yang membangun (Corey, 2009). Cain (dalam Corey, 2009) menyebutkan pernyataan Rogers bahwa ketika keaslian (genuineness), penerimaan, dan empati yang diberikan oleh terapis sebagai fasilitator kelompok diterima oleh anggota kelompok, maka kondisi terapeutik untuk perubahan dan pertumbuhan kepribadian akan tercapai. Modul pada penelitian ini berjudul Humanistic-Brief Group Therapy untuk ibu dengan anak disabilitas. Pada modul terapi ini didalamnya dirancang pemrosesan
14 tujuh elemen penting Rogers, yang dikembangkan oleh Tudor dan Worall (dalam Withfield, 2008). Ketujuh elemen tersebut adalah pelonggaran perasaan, perubahan sikap dalam mengalami, gagasan (membangun gagasan atau keyakinan), komunikasi, kongruen, dan sikap dalam berhubungan. Elemen-elemen tersebut merupakan sebuah tahapan atau tingkatan, semakin tinggi pemrosesan elemen maka semakin tinggi pencapaian klien. Proses terapeutik ini dapat dijalankan secara fleksibel tergantung pada permasalahan yang dialami klien. Dalam penelitian ini, sesi-sesi yang melibatkan proses ketujuh elemen ini disesuaikan dengan tema penerimaan untuk mempermudah anggota kelompok fokus pada tema tersebut. Pendekatan humanistik yang dikembangkan oleh Rogers telah melewati banyak penelitian untuk mengetahui keefektifan person-centered therapy (dalam Gibbard, 2008). Hasil-hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa dampak terapi sangatlah tergantung pada kondisi terapeutik dan kemampuan klien untuk bersentuhan dengan pengalaman-pengalamannya. Gibbard (2008), dalam jurnal terapinya menyebutkan bahwa melakukan terapi humanistik menggunakan waktu yang terbatas kuncinya adalah klien dan terapis sama-sama menyadari keterbatasan waktu mereka. Pada terapi humanistik yang konvensional klien memiliki kebebasan dan banyak waktu untuk menceritakan seluruh pengalaman hidupnya, menemukan dan mengidentifikasi permasalahannya sehingga terapis hanya perlu menunggu dan menemani klien. Terapi humanistik dengan waktu yang terbatas mengharuskan klien untuk langsung menuju inti permasalahan, membicarakan tentang hal-hal yang membuatnya terluka, dan fokus bersentuhan dengan perngalaman-
15 pengalamannya. Hal tersebut akan menjadi mudah ketika klien dan terapis samasama menyadari keterbatasan waktu yang mereka punya. Hipotesis dari penelitian ini adalah BGT dengan pendekatan humanistik dapat meningkatkan penerimaan ibu yang memiliki anak disabilitas. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan validasi empirik terhadap modul Humanistic-Brief Group Therapy dalam meningkatkan penerimaan ibu yang memiliki anak disabilitas.
16 Orangtua yang memiliki anak disabilitas: Tuntutan fisik, emosi, dan kompleksitas kebutuhan anak Tuntutan menyeimbangkan pengasuhan Tuntutan untuk beradaptasi dengan kondisi anak Faktor-faktor yang mempengaruhi pengasuhan anak disabilitas: Pengasuhan yang seimbang Co-parenting Dukungan sosial Penerimaan orangtua (peran pengasuhan dan kondisi anak) Dampak positif: Menambah wawasan keluarga Keterikatan, kedekatan emosi, dengan anggota keluarga Kesehatan mental keluarga yang baik Pengasuhan yang positif Dampak negatif: Menguras sumber daya keluarga Sibling rivalry Stres pengasuhan yang tinggi, rentan terhadap kecemasan dan depresi Pengasuhan yang buruk Kesehatan mental keluarga yang buruk HUMANISTIC- BRIEF GROUP THERAPY Penerimaan orangtua yang lebih baik Tercapainya dampak positif memiliki anak disabilitas Meningkatkan penerimaan diri dan kondisi anak Terapi dengan seting kelompok: menyediakan sumber dukungan sosial Lingkungan teraputik yang mengutamakan pertumbuhan kepribadian melalui penerimaan tanpa syarat, empati, kongruen Menggunakan tahap perubahan terapeutik Rogers untuk membantu peningkatan penerimaan orangtua Gambar 2. Kerangka Kerja Penelitian
17
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Sementara rekomendasi hasil penelitian difokuskan pada upaya sosialisasi hasil
244 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini dipaparkan kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan merupakan inferensi dari temuan empiris dan kajian pustaka. Sementara rekomendasi hasil penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu maupun Ayah memiliki hak yang sama dalam merawat dan membesarkan anak. Membesarkan anak bukanlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kelahiran anak dalam kondisi sehat dan normal adalah harapan setiap ibu (UNICEF,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelahiran anak dalam kondisi sehat dan normal adalah harapan setiap ibu (UNICEF, 2010). Namun faktanya, tidak semua anak lahir dalam kondisi normal. Anak yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan oleh orang tua. Anak merupakan harta berharga dan anugerah dari Tuhan. Anak juga merupakan pemacu harapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar orang yang sudah menikah menginginkan seorang anak dalam rumah tangga mereka. Anak merupakan titipan Tuhan yang harus dijaga dan dilindungi. Beberapa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi perubahan pertumbuhan dan perkembangan. Masa remaja mengalami perubahan meliputi perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. data Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) persennya merupakan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang tentu menikah dengan harapan memiliki keturunan yang sehat dan cerdas, namun semuanya tetap kembali pada kehendak Sang Pencipta. Setiap harinya,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori 2.1.1. Retardasi Mental 2.1.1.1. Definisi Retardasi mental adalah kondisi tidak lengkapnya perkembangan jiwa, yang ditandai dengan adanya penurunan keterampilan selama
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Persepsi keluarga terhadap anak dengan ID Keluarga dapat memiliki persepsi yang benar maupun salah terhadap anak dengan ID, khususnya terkait dengan disabilitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak adalah anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap orang tua untuk dirawat dan dididik sebaik-baiknya agar kelak menjadi anak yang berguna. Anak juga dikatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meninggal sebelum usia lima tahun didominasi oleh kelahiran prematur dan kelahiran bayi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi yang memungkinkan bayi lahir dalam keadaan tidak normal dan berisiko meninggal sebelum usia lima tahun didominasi oleh kelahiran prematur dan kelahiran
Lebih terperinciPsikologi Konseling Pendekatan Konseling Non- Directive
Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Non- Directive Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Dasar Filsafi Carl Rogers Mengenai Manusia Manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Mengompol merupakan suatu kondisi yang biasanya terjadi pada anakanak yang berusia di bawah lima tahun. Hal ini dikarenakan anak-anak belum mampu melakukan pengendalian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memiliki buah hati tentunya merupakan dambaan bagi setiap orang yang telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah terbesar nan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes melitus, cedera dan penyakit paru obstruktif kronik serta penyakit kronik lainnya merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya manusia terlahir di dunia dengan keadaan normal dan sempurna. Namun pada kenyataannya hal tersebut tidak dialami oleh semua orang. Beberapa orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orangtua, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan dikarunia anak. merasa bangga dan bahagia ketika harapan tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak yang normal baik fisik maupun mental adalah harapan bagi semua orangtua, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan dikarunia anak yang normal.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang utama dan merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hadirnya seorang anak merupakan harapan dari setiap orangtua.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hadirnya seorang anak merupakan harapan dari setiap orangtua. Kelahiran anak adalah saat-saat yang sangat di tunggu-tunggu oleh setiap pasangan suami istri.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai perubahan besar, diantaranya perubahan fisik, kognitif, dan psikososial.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang begitu bahagia dan ceria tanpa lagi ada kesepian. dengan sempurna. Namun kenyataannya berkata lain, tidak semua anak dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, anak merupakan anugerah terindah dari Tuhan yang Maha Esa bagi orang tua. Kehadiran seorang anak begitu dinantikan dan ditunggu dalam sebuah
Lebih terperinci1 Universitas Indonesia
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika seorang ibu sedang mengandung, tentunya ia mengharapkan anak yang ada dalam kandungannya itu akan lahir dengan sehat dan sempurna. Biasanya para orangtua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan di berbagai bidang khususnya di bidang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di berbagai bidang khususnya di bidang kesehatan, pendidikan, dan pengetahuan telah membawa kemajuan salah satunya yaitu meningkatnya usia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah autisme sudah cukup familiar di kalangan masyarakat saat ini, karena media baik media elektronik maupun media massa memberikan informasi secara lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Mardiyono, 2010). Autisme adalah
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menggambarkan tentang latar belakang masalah, perumusan penelitian, tujuan umum dan tujuan khusus penelitian serta manfaat yang diperoleh dari penelitian ini. 1.1 Latar Belakang
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan cognitive
121 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka di sini peneliti dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1. Proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan cognitive
Lebih terperinciKarakteristik Anak Usia Sekolah
1 Usia Sekolah Usia Sekolah 2 Informasi Umum dengan Disabilitas 3 Usia Sekolah Anak dengan Disabilitas Anak Dengan Disabilitas adalah anak yang mempunyai kelainan fisik dan/ atau mental yang dapat mengganggu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar biasa. Setiap orang tua mengharapkan anak yang dilahirkan kelak tumbuh menjadi anak yang menyenangkan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. familiar dikehidupan masyarakat adalah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Setiap orang selalu mengharapkan kehidupan yang bahagia. Tak terkecuali orang tua. Salah satu bentuk kebahagiaan itu adalah memiliki anak yang sehat dan normal, baik
Lebih terperinciKEBAHAGIAAN SAUDARA KANDUNG ANAK AUTIS. Skripsi
i KEBAHAGIAAN SAUDARA KANDUNG ANAK AUTIS Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh: RONA MARISCA TANJUNG F 100 060 062 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain dan kelak dapat hidup secara mandiri merupakan keinginan setiap orangtua
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak yang tumbuh dan berkembang sehat sebagaimana anak pada umumnya memiliki kecerdasan, perilaku yang baik, serta dapat bersosialisasi dengan orang lain dan kelak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan tidak hanya menawarkan kebahagiaan tetapi juga penderitaan kepada manusia. Human life can be fullified not only in creating and enjoying, but also
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manapun dengan berbagai budaya dan sistem sosial. Keluarga merupakan warisan umat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan unit sosial penting dalam bangunan masyarakat di belahan dunia manapun dengan berbagai budaya dan sistem sosial. Keluarga merupakan warisan umat manusia
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehadiran seorang anak di tengah keluarga merupakan sebuah karunia yang didambakan. Berbagai harapan sempurna mengenai anak pun mulai tumbuh saat orang tua menanti
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Anak adalah individu unik yang berada dalam proses tumbuh kembang dan mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang berbeda dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar keluarga sejak di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar keluarga sejak di dalam kandungan. Pertumbuhan serta perkembangan anak yang normal menjadi impian setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang tua mempunyai harapan untuk memiliki anak yang normal, sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir dengan kondisi fisik dan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. berbagai hal yang membuat kualitas hidup yang baik tidak mudah untuk dicapai. Jika
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Semua orang ingin memiliki kualitas hidup yang baik, hanya saja terdapat berbagai hal yang membuat kualitas hidup yang baik tidak mudah untuk dicapai. Jika didasarkan
Lebih terperinciSELF-HELP GROUP BAB I PENDAHULUAN
SELF-HELP GROUP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan bimbingan dan konseling sangat diperlukan individu, karena individu merupakan pribadi yang unik yang sedang berkembang kearah kematangan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepribadian seorang anak merupakan gabungan dari fungsi secara nyata maupun fungsi potensial pola organisme yang ditentukan oleh faktor keturunan dan penguatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya perbedaan kondisi dengan kebanyakan anak lainnya. Mereka adalah yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang membutuhkan pendidikan dan layanan khusus untuk mengoptimalkan potensi kemanusiaannya secara utuh akibat adanya perbedaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penderita skizofrenia dapat ditemukan pada hampir seluruh bagian dunia. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock dan Sadock,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebabkan gangguan neurologis yang mempengaruhi fungsi otak (American
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan spektrum autis adalah gangguan perkembangan komplek disebabkan gangguan neurologis yang mempengaruhi fungsi otak (American Psychiatric Association,
Lebih terperinci5. PENUTUP. Universitas Indonesia
126 5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Reaksi yang ditunjukkan oleh ketiga subjek ketika mengetahui anaknya mengalami tunaganda-netra adalah terkejut, sedih, dan marah. Ketiganya pun merasa bersalah terhadap ketunaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kesakitan anak di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4 tahun sebesar 25,8%, usia
Lebih terperinciIntervensi Kelompok (pengantar II) Danang Setyo Budi Baskoro, M.Psi
Intervensi Kelompok (pengantar II) Danang Setyo Budi Baskoro, M.Psi Konseling Kelompok Salah satu bentuk konseling dengan memanfaatkan kelompok untuk membantu, memberi umpan balik dan pengalaman belajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan mendasar seseorang untuk dapat berinteraksi dengan lingkungannya dengan komunikasi. Komunikasi juga merupakan bentuk penyampaian pesan dari seseorang kepada
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan
BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Masa kanak-kanak adalah masa yang terindah dalam hidup dimana semua terasa menyenangkan serta tiada beban. Namun tidak semua anak dapat memiliki kesempatan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tuanya,keberadaannya diharapkan dan ditunggu-tunggu serta disambut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang tuanya,keberadaannya diharapkan dan ditunggu-tunggu serta disambut dengan penuh bahagia. Semua orang tua mengharapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau mengalami hambatan perkembangan, contohnya anak dengan retardasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya orang tua mengharap anak dengan perkembangan yang sempurna, baik fisik, psikologi, maupun kognitif. Kebanyakan orang tua sulit menerima kenyataan apabila
Lebih terperinciLayanan Bimbingan dan Konseling Berbasis Gender
Layanan Bimbingan dan Konseling Berbasis Gender oleh : Sigit Sanyata Pelatihan Sadar Gender Untuk Mengoptimalkan Layanan Bimbingan dan Konseling Bagi Guru Bimbingan dan Konseling di Kabupaten Kulonprogo
Lebih terperinciDUKUNGAN SOSIAL PADA PEMBANTU RUMAH TANGGA USIA REMAJA DI BANYUMAS
DUKUNGAN SOSIAL PADA PEMBANTU RUMAH TANGGA USIA REMAJA DI BANYUMAS SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Disusun Oleh : ARHAM
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan berumah tangga, setiap keluarga tentunya akan mendambakan kehadiran seorang anak sebagai pelengkap kebahagiaan kehidupan pernikahan mereka. Setiap pasangan
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan
BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan yang sangat cepat di semua sektor kehidupan khususnya dunia kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif merupakan paradigma baru pendidikan kita dan merupakan strategi untuk mempromosikan pendidikan universal yang efektif karena dapat menciptakan sekolah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.
Lebih terperinciPRIBADI CARL ROGERS. Setelah mendapat gelar doktor dalam psikologi Rogers menjadi staf pada Rochester Guidance Center dan kemudian menjadi
9 PRIBADI CARL ROGERS Carl Rogers adalah seorang psikolog yang terkenal dengan pendekatan terapi klinis yang berpusat pada klien (client centered). Rogers kemudian menyusun teorinya dengan pengalamannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Allah kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga bisa menjadi sebuah impian setiap orang
Lebih terperinciPERSPEKTIF TERPADU: ALTERNATIF TERBAIK ATAS KONSELING KONVENSIONAL. Wening Cahyawulan 1 Arga Satrio Prabowo 2
140 Perspektif Terpadu: Alternatif Terbaik atas Konseling Konvensional PERSPEKTIF TERPADU: ALTERNATIF TERBAIK ATAS KONSELING KONVENSIONAL Wening Cahyawulan 1 Arga Satrio Prabowo 2 Abstrak Berbagai teori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan saat seseorang mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat dalam kehidupannya. Perkembangan dan pertumbuhan pada anak usia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak. Berdasarkan data dari Pusat Data Informasi Nasional (PUSDATIN)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara dengan penyandang disabilitas yang cukup banyak. Berdasarkan data dari Pusat Data Informasi Nasional (PUSDATIN) Kementrian Sosial tahun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO), jumlah remaja di dunia cukup tinggi. Pada tahun 2012 sekitar 1,6 miliar orang di dunia berusia 12-24 tahun (WHO, 2012). Sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari keseluruhan laporan penelitian yang menguraikan pokok bahasan tentang latar belakang masalah yang menjadi fokus penelitian, pertanyaan penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu proses yang dapat diprediksi. Proses
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencapaian pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan suatu proses yang dapat diprediksi. Proses pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui oleh manusia bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena itu mereka termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus (Miller, 2005).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cerebral palsy merupakan suatu gangguan cacat motorik yang biasa terjadi pada anak usia dini, biasanya ditemukan sekitar umur kurang dari 2 tahun. Anak dengan cerebral
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memiliki anak yang sehat dan memiliki tumbuh kembang yang baik merupakan dambaan bagi setiap pasangan suami istri yang telah menikah. Anak merupakan berkah yang sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Anak merupakan harapan bagi setiap orang tua agar kelak menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa. Setiap orang tua berharap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan motorik, verbal, dan ketrampilan sosial secara. terhadap kebersihan dan kesehatan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah individu yang mengalami tumbuh kembang, mempunyai kebutuhan biologis, psikologis dan spiritual yang harus dipenuhi. Anak memiliki suatu ciri yang khas yaitu
Lebih terperinciTIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER)
TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia Hal 4
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya, bahasa, dan seni. Jakarta sebagai ibu kota Indonesia pun memiliki keanekaragaman tersebut. Masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan khusus dapat dialami oleh setiap individu. Menurut Riset
Lebih terperinciPedologi. Attention-Deficit Hyperactivity Disorder Kesulitan Belajar. Yenny, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi
Modul ke: Pedologi Attention-Deficit Hyperactivity Disorder Kesulitan Belajar Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Gangguan attention-deficit hyperactivity
Lebih terperinciPedologi. Review Seluruh Materi. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi.
Pedologi Modul ke: Review Seluruh Materi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Fakultas PSIKOLOGI Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id RETARDASI MENTAL Retardasi mental (mental retardation) adalah keterlambatan
Lebih terperinciINTERVENSI DALAM PSIKOLOGI KLINIS. DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id
INTERVENSI DALAM PSIKOLOGI KLINIS DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id dita.lecture@gmail.com INTERVENSI? Penggunaan prinsip-prinsip psikologi untuk menolong orang mengalami masalah-masalah
Lebih terperinciBAB I. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri sehingga membutuhkan orang lain untuk melengkapi hidupnya yang tidak dapat terpenuhi oleh dirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. reaksi fisik maupun psikologis yang mengganggu kehidupan sehari-hari (Priyoto,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stres merupakan suatu kondisi yang terjadi pada tubuh kita dalam bentuk reaksi fisik maupun psikologis yang mengganggu kehidupan sehari-hari (Priyoto, 2014). Stres bisa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan setiap anak di dunia ini berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak hanya anak normal saja
Lebih terperinciFenomenologi Intuitif Carl Rogers: Psikolog (Aliran Humanisme) D. Tiala (pengampu kuliah Psikoterapi dan Konseling Lintas Budaya)
Fenomenologi Intuitif Carl Rogers: Psikolog (Aliran Humanisme) D. Tiala (pengampu kuliah Psikoterapi dan Konseling Lintas Budaya) Carl Ransom Rogers lahir pada tanggal 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinios,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, seperti yang tercantum dalam Undang Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang tua. Anak bisa menjadi pengikat cinta kasih yang kuat bagi kedua orang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua pasti sangat mendambakan hadirnya seorang anak dalam pernikahannya karena anak merupakan anugerah yang sangat berarti bagi kedua orang tua. Anak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu ikatan resmi antara laki-laki dan perempuan secara sah di mata hukum. Bagi setiap pasangan yang telah menikah, memiliki keturunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.
Lebih terperinci5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
109 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran harapan dan konsep Tuhan pada anak yang mengalami kanker, serta bagaimana mereka mengaplikasikan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, yang nantinya dapat menjadi landasan teoritis dalam mendukung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang penelitian, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan cakupan batasan penelitian. 1.1
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Kasus kekerasan seksual pada anak (KSA) semakin marak menjadi sorotan
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Kasus kekerasan seksual pada anak (KSA) semakin marak menjadi sorotan di berbagai macam media cetak maupun elektronik. Usia pelaku dan korban pun bervariasi, mulai dari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Bagan 1.1. Bagan Penyebab Gangguan Kesulitan Belajar (Sumber: Koleksi Penulis)
BAB 1 PENDAHULUAN Kesehatan dan lingkungan sosial yang baik perlu diperhatikan bagi orangtua untuk anak-anak mereka. Kesehatan dan lingkungan sosial terhubung dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah proporsi penduduk lanjut usia (lansia). Proyeksi dan data-data
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah
BAB I 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan salah satu periode krisis dalam proses kehidupan seorang perempuan. Keadaan ini menimbulkan banyak perubahan drastis baik secara fisik maupun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. psikologis, sosial, dan spiritual (Hidayat, 2009). Sedangkan menurut Undang-
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak adalah seseorang yang berusia kurang dari delapan belas tahun dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan khusus baik kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. cerebral palsy, maka peneliti dapat memberi kesimpulan dari ketiga subjek terkait
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai bagaimana gambaran proses penerimaan ibu dengan anak yang mengalami cerebral palsy,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. perjalanan kronik dan berulang. Skizofrenia biasanya memiliki onset pada masa
digilib.uns.ac.id 14 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat dengan tanda dan gejala yang beraneka ragam, baik dalam derajat maupun jenisnya dan seringkali ditandai
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan menguraikan definisi dan teori-teori yang dapat dijadikan landasan berfikir peneliti dalam melakukan penelitian berkaitan dengan topik ini. Teori yang akan diutarakan
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dari hasil pembahasan yang berkaitan dengan upaya menjawab tujuan penelitian serta saran yang berkaitan dengan simpulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan inklusi, yaitu Peraturan Gubernur No. 116 tahun 2007 saja, masih belum
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kesempatan untuk mendapatkan akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah umum, masih rendah bahkan boleh dikatakan memprihatinkan. Salah satu indikatornya
Lebih terperinci