BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak. Berdasarkan data dari Pusat Data Informasi Nasional (PUSDATIN)
|
|
- Veronika Sanjaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara dengan penyandang disabilitas yang cukup banyak. Berdasarkan data dari Pusat Data Informasi Nasional (PUSDATIN) Kementrian Sosial tahun 2010, tercatat jumlah penyandang disabilitas di Indonesia berjumah Jumlah tersebut terbagi dalam beberapa kategori, yaitu tuna netra yang berjumlah atau 30%, tuna daksa berjumlah atau 27 %, tuna rungu berjumlah atau 22 %, tuna grahita berjumlah atau 12 %, dan sisanya atau 9 % adalah penyandang disabilitas kronis (kompasiana.com). Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah penyandang tuna daksa menjadi yang terbanyak kedua setelah tuna netra dan diprediksi jumlahnya akan semakin bertambah di tiap tahunnya. Tuna daksa adalah sebutan bagi orang yang memiliki disabilitas tubuh/cacat tubuh. Manungson (1998) menjelaskan bahwa secara umum tuna daksa memiliki pengertian sebagai ketidakmampuan tubuh secara fisik untuk menjalankan fungsi tubuh seperti pada keadaan normal. Kata tuna daksa ini digunakan untuk memperhalus kata cacat fisik sebagai salah satu upaya untuk mengurangi stigma atau pandangan negatif masyarakat terhadap mereka yang memiliki kekurangan fisik. Di samping itu, Efendi (2006) menjelaskan bahwa tuna daksa adalah keidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan karena berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya secara normal akibat luka, penyakit, atau pertumbuhan yang tidak sempurna. Jadi tuna daksa adalah keadaan seorang individu yang tidak mampu melakukan aktivitasnya sehari-hari dengan normal karena salah satu anggota tubuhnya tidak berfungsi secara normal.
2 Penyebab seseorang menjadi seorang tuna daksa ini sangat beragam, diantaranya karena bawaan lahir, bencana alam, kecelakaan dan sebab lainnya. Efendi (2006) menjelaskan bahwa penyebab tuna daksa ini dapat terjadi ketika fase sebelum lahir, saat kelahiran, dan sesudah kelahiran. Di samping itu, Hallahan & Kauffman (1994) menjelaskan bahwa tuna daksa disebabkan oleh dua hal, pertama karena bawaan lahir atau yang biasa disebut dengan congenital anomalies, dan tuna daksa yang disebabkan karena terjadinya kecelakaan atau bencana serta terkena penyakit setelah seseorang lahir. Jadi kondisi tuna daksa ini dapat disebabkan karena adanya kelainan sebelum kelahiran, disaat proses kelahiran, dan setelah proses kelahiran baik karena kecelakaan ataupun tidak berfungsinya salah satu bagian tubuh setelah lahir karena adanya infeksi atau penyakit. Tuna daksa ini dapat dibagi ke dalam 2 tipe, yaitu tuna daksa ortopedi dan tuna daksa saraf (Efendi, 2006). Tuna daksa ortopedi ini ditandai dengan adanya kelainan pada sebagian anggota tubuh sehingga menghambat aktivitas secara normal. Contohnya adalah adanya amputasi pada salah satu anggota tubuh akibat adanya kecelakaan/bencana dan pertumbuhan anggota tubuh yang tidak sempurna. Kemudian tipe yang kedua adalah tuna daksa saraf yang ditandai dengan adanya kerusakan sistem saraf akibat kecelakaan ataupun penyakit yang menghambat pertumbuhan anggota tubuh, contohnya adalah cerebral palsy. Di Indonesia, banyaknya tuna daksa dapat disebabkan salah satunya karena tingginya angka kecelakaan dan bencana alam yang terjadi. Berdasarkan survei yang dilakukan WHO menyebutkan bahwa Indonesia menempati urutan kelima dengan jumlah kecelakaan lalu lintasnya tertinggi (Putri, 2015). Banyaknya kecelakaan dan ditambah banyaknya bencana alam di Indonesia tentunya beresiko membuat korban menjadi tuna daksa. Berdasarkan hal tersebut, seseorang yang menjadi tuna daksa yang
3 mengalami bencana ataupun kecelakaan tentunya mendapat tekanan hidup yang lebih berat, karena mereka memerlukan upaya yang lebih besar untuk menerima dan beradaptasi dengan kondisi yang baru. Hal ini disebabkan karena mereka yang terlahir sebagai seseorang yang normal, kemudian saat terkena bencana atau kecelakaan mereka cacat dan menjadi seorang tuna daksa. Feist & Feist (2012) menjelaskan bahwa kekurangan yang terdapat pada salah satu bagian tubuh individu dapat mempengaruhi individu tersebut secara menyeluruh. Ditambahkannya bahwa hilangnya salah satu anggota tubuh mempengaruhi daya kemandirian dalam menjalani aktivitas, sehingga harus melakukan penyesuaian diri terus menerus dengan segala bentuk perubahan yang terjadi. Perubahan yang terjadi setelah seseorang menjadi tuna daksa tersebut dapat berpotensi menjadi stressor yang dapat mengakibatkan stres. Hal ini diperkuat dengan dengan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa individu yang menyandang disabiltas akan mengalami perubahan emosi yang ditunjukkan dengan adanya rasa cemas hingga mambuat stres, bahkan dapat membuat depresi (Hancock, Craig, & Dickson, 1993). Kondisi stres merupakan kondisi dimana adanya pengalaman yang disertai dengan emosi negatif yang dapat dilihat dari perubahan fisiologis, kognitif, dan perilaku (Taylor, 2012). Stres tentunya diawali/disebabkan oleh stressor yang merupakan kejadian atau pengalaman negatif yang terjadi di dalam hidup. Thoits (1995) menjelaskan hal yang berpotensi dapat menjadi stressor adalah adanya kejadian atau pengalaman buruk yang terjadi dalam kehidupan, ketegangan dan perselisihan dengan orang lain. Carver & Connor-Smith (2010) menjelaskkan bahwa stres dapat terjadi ketika seseorang merasa terancam. Dijelaskan bahwa untuk melihat stres dapat ditinjau dari ancaman yang merupakan peristiwa/pengalaman yang berdampak buruk, dan bahaya yang merupakan persepsi dari dampak buruk tersebut.
4 Di samping itu juga adanya kehilangan yang merupakan persepsi dari sesuatu yang ingin dicapai untuk menghadapi dampak tersebut. Stres yang dialami para penyandang tuna daksa tentunya banyak disebabkan oleh perubahan yang muncul pada saat awal-awal dan pasca dirinya menjadi tuna daksa. Perubahan yang terjadi yaitu pada diri sendiri dalam upaya untuk menyesuaikan diri dengan kondisinya yang baru ataupun perubahan yang terjadi pada lingkungan di sekitarnya. Hasil penelitian Pande & Terawi (2011) menyebutkan bahwa perubahan yang terjadi di dalam diri penyandang tuna daksa adalah berupa masalah kesehatan, kesejahteraan, kualitas hidup, dan penyesuaian diri dengan keadaan cacat itu sendiri. Di samping itu stressor yang datang dari luar dirinya mulai dari adanya diskriminasi, pemenuhan hak-hak dasar yang masih lemah, adanya perlakuan yang tidak benar dari keluarga ataupun masyarakat, dan masih banyak lainnya. Physical Disability and Rehabilitation Advisory Working Group menjelaskan bahwa penyandang tuna daksa sering mendapatkan diskriminasi, stigma negatif dan secara ekonomi dan sosial pun mereka juga kurang beruntung sehingga lebih beresiko memiliki kualitas hidup yang rendah (CBM, 2007). Ditambahkan bahwa di bidang pendidikan dan kesempatan kerja pun mereka mengalami bias dalam proses seleksinya karena alasan kondisi tubuh yang tidak normal, kemudian tuna daksa ini juga dipandang menjadi beban bagi keluarga, masyarakat, pelayanan sosial dan juga dari pelayanan kesehatan secara umum. Diskriminasi yang sering dijumpai adalah kurangnya akses pada tempat-tempat umum, belum terpenuhinya fasilitas-fasilitas umum, tidak adanya kesetaraan dalam perolehan pekerjaan, serta pendidikan bagi para penyandang tuna daksa (Nadia, 2013). Diskriminasi juga muncul dalam masalah perolehan pekerjaan, yang faktanya menyebutkan bahwa kesempatan kerja semakin sempit seiring dengan banyaknya stigma atau stereotip negatif mengenai kondisi tubuh mereka. Hasil penelitian
5 menyebutkan bahwa di dalam pekerjaan, orang cacat mendapatkan kesempatan kerja yang lebih sedikit, hal ini disebabkan karena adanya prasangka dan praktik diskriminasi dalam bidang ketenagakerjaan (Hosain dkk, 2002). Hal ini dibuktikan dengan berita yang menyebutkan bahwa realisasi seleksi CPNS belum memenuhi undang-undang disabilitas yang sudah berlaku. Di samping itu juga pelaksanaan tes yang dilakukan dirasa masih mengurangi hak-hak sebagai seorang penyandang disabilitas (Purnama, 2014). Pemenuhan hak-hak dasar bagi para penyandang tuna daksa yang masih lemah, turut berperan besar menjadi salah satu stressor. Keadaan ini diperburuk dengan pemahaman masyarakat yang masih kurang terhadap para penyandang tuna daksa ini, sehingga banyak munculnya stigma negatif, bahkan sampai pada tahap isolasi bagi mereka. Harian Republika menyebutkan bahwa banyaknya penyandang disabilitas yang hidup dibawah garis kemiskinan dan banyak keluarga yang justru menganggap para penyandang disabilitas ini menjadi beban keluarga dan memperlakukan para penyandang disabilitas dengan tidak pantas (Putri, 2015). Dalam upaya mendapat data yang langsung dari lapangan, peneliti melakukan pencarian fakta mengenai para penyandang disabilitas yang bersumber dari tanyangan talkshow yang ditayangkan di media elektronik. Berdasarkan tayangan talkshow Kick Andy yang tayang pada tanggal 29 Maret 2015, dijumpai fakta bahwa masih ada penyandang disabilitas yang kondisi psikologisnya terpuruk. Selain merasakan dampak fisik, mereka merasakan kesedihan dan perasaan tidak menerima saat pertama mengalami kejadian yang membuatnya menjadi tuna daksa. Di samping itu masih banyak diskriminasi dan stigma negatif yang datang dari lingkungannya, seperti ejekan dan kutukan terhadap masa depan yang membuat minder dan malu. Cemooh tersebut
6 memaksa para penyandang tuna daksa ini untuk mengurung diri dirumah dan menjauhi lingkungannya. Beberapa uraian diatas jelas menunjukkan gambaran bawasanya masih banyak para penyandang disabilitas ini mengalami kondisi terpuruk menghadapi kenyataan baru sebagai penyandang disabilitas. Di sisi lain, masih banyak juga stressor bagi para penyandang disabilitas baik dalam bentuk diskriminasi dan stigma negatif. Di samping itu, juga masih kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyandang disabilitas ini. Para penyandang disabilitas sudah seharusnya mendapat perlakuan yang sama dengan orang normal, bahkan hal ini sudah tertulis di dalam undang-undang tentang penyandang cacat yang tercantum dalam UU RI no.4 tahun 1997 yang menyebutkan bahwa penyandang cacat memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama untuk menjadi bagian dari masyarakat Indonesia (Indonesia, 1997). Ditambahkannya bahwa setiap penyandang disabilitas berhak memperoleh pendidikan, pekerjaan, penghidupan, dan perlakuan yang sama dalam mengembangkan bakat yang dimiliki. Dibalik banyaknya stressor yang terjadi di kehidupan para penyadang tuna daksa seperti yang telah diurakan diatas, ternyata masih ada beberapa orang yang bagian dari para penyandang tuna daksa yang mampu mengatasi stressor dan mampu untuk menerima keadaannya sebagai tuna daksa, bahkan mampu melampaui capaian orang pada umumnya. Usaha-usaha tersebut nampak pada diri M, seorang tuna daksa yang yang berhasil menjadi juara di cabang olahraga renang padahal ia hanya memiliki 1 tangan dan 1 kaki. Pada tayangan sebuah talkshow Hitam Putih yang ditayangkan pada tanggal 27 november 2014, saat disinggung mengenai pandangan negatif yang diterimanya dari lingkungannya terhadap kondisi fisiknya, M tidak menghiraukan dan selalu mengingat pesan dan ajaran dari orang tuanya yang selalu mendorong dirinya untuk tidak malu dengan kondisinya dan selalu percaya diri dengan kemampuan yang
7 dimiliki. Di samping itu di dalam tanyangan sebuah talkshow Kick Andy pada tanggal 29 Maret 2015 juga membuktikan bahwa ada orang-orang penyandang disabilitas yang mampu keluar dari masa sulitnya. Hal ini ditunjukkan oleh HB seorang penyandang tuna daksa karena kecelakaan kerja dan harus diamputasi kedua tangannya. Walaupun HB menunjukkan perasaan depresi di masa awal menjadi tuna daksa, dirinya masih bisa untuk bersyukur dan dengan ikhlas menerima kondisinya. HB mengungkapkan bahwa dengan kekurangannya, justru dapat memberikan motivasi dan dorongan semangat bagi orang-orang yang normal ataupun orang yang kondisinya sama dengan dirinya. Jawaban tersebut menjadi salah satu bukti bahwa masih ada penyandang disabilitas tidak kalah dengan stressor/tekanan yang ada, namun justru bisa menunjukkan kemampuan untuk mengatasi tekanan yang datang, bahkan mampu untuk menjadi seorang pemenang. Kemampuan untuk menghadapi stressor/tekanan di dalam ilmu psikologi dikenal dengan istilah coping. Secara teoritis, coping didefinisikan sebagai sebuah usaha dari perubahan perlaku dan kognitif secara terus menerus untuk mengelola tuntutan internal ataupun eksternal yang dinilai menekan atau melebihi kemampuan seseorang (Lazarus & Folkman, 1984). Ketika muncul banyak stressor dan membuat seseorang menjadi stres, coping merupakan salah satu jalan untuk keluar dari kondisi yang menekan tersebut. Sementara itu, kemampuan individu untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya juga dapat diartikan sebagai coping (Skinner et al, 2003). Coping ini dapat dilakukan dengan beberapa strategi, Lazarus & Folkman (1984) menjabarkan strategi coping menjadi dua, yaitu problem focused coping dan emotion focused coping. Problem focused coping diartikan sebagai upaya penyelesaian yang berfokus pada masalah yang terjadi, diawali dengan mendefinisikan masalah, menghasilkan alternatif solusi, memilih dan bertindak menyelesaikan masalah tersebut. Emotion focused coping
8 diartikan sebagai proses kognitif yang diarahkan untuk mengurangi tekanan emosional yang diakibatkan dari permasalahan. Pada Emotion Focused Coping ini banyak berasal dari teori dan penelitian proses defensif yang dilakukan oleh individu untuk menghadapi stres (Lazarus & Folkman, 1984). Sukses atau tidaknya seseorang dalam melakukan coping tentunya dipengaruhi oleh kemampuan seseorang dalam kontrol diri, emosi postitif, dan kemampuan diri seseorang tersebut (Folkman & Moskowitz dalam Santrock, 2006). Selain kemampuan dari internal individu, coping juga dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti dukungan sosial dan lainnya yang didapat dari lingkungan. Sebuah penelitian menemukan bahwa seorang penyandang disabilitas memerlukan usaha yang lebih berat untuk melakukan coping, karena harus mengatasi efek jangka pendek setelah dirinya menjadi penyandang disabilitas sebelum mengatasi akibat jangka panjang yang ditimbulkan dari keadaannya sebagai dan pasca menjadi penyandang disabilitas (Pande & Terawi, 2011). Keadaan tuna daksa yang membuat ketidakmampuan fisik untuk melakukan fungsinya dengan normal, dan banyaknya stressor yang dialami, tentunya membuat mereka merasa tertekan dan dapat menjadi stres bahkan menjadi depresi. Namun dibalik itu ternyata masih terdapat individu penyandang disabilitas mampu untuk melakukan coping, sehingga mampu menerima keadaan dirinya dan keluar dari tekanan serta masa sulit yang dialami. Dinamika coping untuk mengatasi stressor pada para penyandang tuna daksa ini menjadi menarik karena belum semua penyandang tuna daksa mampu untuk menerima dirinya dan menghadapi stressor yang ada. Hal itu ditunjukkan dengan tidak sedikit dari para penyandang cacat ini menjadi harus hidup miskin dan menyambung hidupnya dengan menjadi gelandangan bahkan menjadi pengemis. Kementrian Sosial Direktorat Rehabilitasi Tuna Sosial menyebutkan bahwa jumlah gelandangan dan pengemis di seluruh Indonesia mencapai jumlah orang. Jumlah
9 tersebut sudah termasuk penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), gelandangan dan pengemis lanjut usia, disabilitas (cacat), dan psikotik (gangguan kejiwaan) (Jerry, 2015). Berdasarkan hal tersebut, peneliti memiliki ketertarikan untuk mengetahui bagaimana dinamika seorang penyandang tuna daksa melakukan coping terhadap stressor yang ada, sehingga mereka dapat menerima kondisi dan keluar dari masa sulitnya. Di samping itu, juga untuk mengetahui faktor apa saja yang mampu mempengaruhi munculnya coping pada penyandang tuna daksa. B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami proses dinamika dan faktorfaktor yang mempengaruhi munculnya coping pada individu penyandang tuna daksa. C. Manfaat Penelitian Berikut adalah uraian manfaat penelitian ini, yaitu: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian ilmu psikologi klinis dan psikologi perkembangan, khususnya terkait proses coping yang dilakukan individu penyandang tuna daksa. 2. Manfaat Praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi subjek dalam menghadapi stres dalam kehidupan pasca tuna daksa di kemudian hari sebagai self prepared untuk menghadapi stressor.
10 b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai proses coping yang dilakukan para penyandang tuna daksa, sehingga dapat memberikan refrensi bagi masyarakat luas ataupun yayasan sosial penyandang disabilitas dalam memberikan perlakuan yang tepat sesuai dengan kebutuhan para penyandang tuna daksa.
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penyandang disabilitas di Indonesia saat ini dapat dikatakan memiliki angka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penyandang disabilitas di Indonesia saat ini dapat dikatakan memiliki angka yang tidak sedikit. Data dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Di era modern masa kini, banyak ditemukannya permasalahan yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak sesuai dengan rencana. Segala permasalahan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. OPTIMISME 1. Defenisi Optimis, Optimistis dan Optimisme Optimis dalam KBBI diartikan sebagai orang yang selalu berpengharapan (berpandangan) baik dalam menghadapi segala hal sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan fisik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki keinginan untuk lahir dengan kondisi fisik yang normal dan sempurna, namun pada kenyataannya ada manusia yang tidak dapat mendapatkan kesempurnaan
Lebih terperinciPSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress
PSIKOLOGI UMUM 2 Stress & Coping Stress Pengertian Stress, Stressor & Coping Stress Istilah stress diperkenalkan oleh Selye pada tahun 1930 dalam bidang psikologi dan kedokteran. Ia mendefinisikan stress
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sebagai mahkluk sosial selalu berhubungan dengan orang lain karena pada dasarnya manusia tercipta sebagai mahluk sosial,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. salah satunya adalah kecelakaan. Ada berbagai jenis kecelakaan yang dialami oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan banyak sekali problematika yang dialami oleh individu, salah satunya adalah kecelakaan. Ada berbagai jenis kecelakaan yang dialami oleh beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja berasal dari kata adolescence yang memiliki arti tumbuh untuk mencapai kematangan, baik mental, emosional, sosial, dan fisik. Masa remaja ditandai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini, tidak semua orang berada pada kondisi fisik yang sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan ada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sempurna dibandingkan dengan makhluk lainnya. Fisik dan performa yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk-nya yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lainnya. Fisik dan performa yang utuh beserta hati yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam perjalanan hidupnya manusia melewati fase-fase kehidupan sejak ia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perjalanan hidupnya manusia melewati fase-fase kehidupan sejak ia dilahirkan. Salah satu fase yang dilewati itu adalah masa remaja. Masa remaja merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyandang tuna rungu adalah bagian dari kesatuan masyarakat Karena
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyandang tuna rungu adalah bagian dari kesatuan masyarakat Karena adanya keterbatasan atau kekurangan pada fisiknya, membuat individu umumnya kurang mampu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyandang cacat tubuh atau disabilitas tubuh merupakan bagian yang tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyandang cacat tubuh atau disabilitas tubuh merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat Indonesia. Sebelum istilah Disabilitas mungkin kurang akrab disebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketika berinteraksi, individu dihadapkan pada tuntutan-tuntutan, baik dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sebagai makhluk hidup senantiasa berinteraksi dengan dirinya, orang lain, dan lingkungannya guna memenuhi kebutuhan hidup. Ketika berinteraksi, individu dihadapkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan manusia, masa remaja merupakan salah satu tahapan perkembangan dimana seorang individu mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia pasti berharap memiliki kondisi fisik yang sempurna dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti berharap memiliki kondisi fisik yang sempurna dan mampu menjalani kehidupannya dengan baik, akan tetapi tidak semua orang mampu mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan dengan kesempurnaan yang berbeda. Kesempurnaan tidak hanya dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki. Umumnya seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap pasangan menikah pasti menginginkan agar perkawinannya langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan akan kelanggengan perkawinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kelahiran anak dalam kondisi sehat dan normal adalah harapan setiap ibu (UNICEF,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelahiran anak dalam kondisi sehat dan normal adalah harapan setiap ibu (UNICEF, 2010). Namun faktanya, tidak semua anak lahir dalam kondisi normal. Anak yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman dan teknologi pada saat ini yang begitu pesat membuat banyak masalah kompleks yang terjadi dalam kehidupan manusia. Ada kalanya masalah tersebut
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi pemenuhan kebutuhan perasaan bahagia, sehat, serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyandang tunadaksa seringkali digambarkan sebagai figur yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyandang tunadaksa seringkali digambarkan sebagai figur yang memiliki kekurangan, makhluk lemah dan menjadi beban bagi kehidupan bermasyarakat. Selain itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyandang disabilitas merupakan bagian dari anggota masyarakat yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyandang disabilitas merupakan bagian dari anggota masyarakat yang memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara dan perlu mendapatkan perhatian khusus.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak 1. Pengertian Coping Stress Coping adalah usaha dari individu untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dari lingkungannya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. menunjukkan hardiness dan sesuai dengan aspek-aspek yang ada pada hardiness.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Penelitian ini menggunakan landasan teori dari Suzanne C. Kobasa mengenai hardiness. Alasan digunakannya teori ini adalah berdasarkan pada fenomena yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antar manusia merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, cakupan dari disabilitas terdiri dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Disabilitas adalah evolving process yang didukung oleh proses interaksi antara lingkungan, masyarakat serta kebijakan yang menghambat penyandang disabilitas tidak mampu
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Definisi Stres dan Jenis Stres Menurut WHO (2003) stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan, tanpa ada kecacatan. Setiap manusia juga ingin memiliki tubuh dan alat indera yang lengkap untuk dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah sebuah permasalahan yang diyakini dapat menghambat cita-cita bahkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian orang menilai bahwa ketidaksempurnaan atau kecacatan fisik adalah sebuah permasalahan yang diyakini dapat menghambat cita-cita bahkan aktivitas sehari-hari.
Lebih terperinciSTRATEGI KOPING PADA KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGALAMI AMPUTASI. Skripsi
STRATEGI KOPING PADA KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGALAMI AMPUTASI Skripsi Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Diajukan oleh : DONA ENDARJANTI
Lebih terperinciPEND. ANAK LUAR BIASA
PEND. ANAK LUAR BIASA Mana yang Termasuk ALB? Mana yang Termasuk ALB? Pengertian Anak Luar Biasa Anak yang membutuhkan pendidikan dan layanan khusus untuk mengoptimalkan potensi kemanusiaannya secara utuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya manusia terlahir di dunia dengan keadaan normal dan sempurna. Namun pada kenyataannya hal tersebut tidak dialami oleh semua orang. Beberapa orang
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan berumah tangga, setiap keluarga tentunya akan mendambakan kehadiran seorang anak sebagai pelengkap kebahagiaan kehidupan pernikahan mereka. Setiap pasangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai perubahan besar, diantaranya perubahan fisik, kognitif, dan psikososial.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja (adolescense) adalah masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat menyebabkan perubahan gaya hidup pada masyarakat. Perubahan gaya hidup
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait
BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah Ujian Nasional, stres, stressor, coping stres dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap orang dilahirkan berbeda dimana tidak ada manusia yang benar-benar sama
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang dilahirkan berbeda dimana tidak ada manusia yang benar-benar sama meskipun mereka kembar. Hal tersebut dapat terjadi pada kondisi fisik dan non fisik yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam Taylor 2009). Menurut Croker, Kowalski, dan Graham dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Coping Dan Strategi Coping Coping adalah proses untuk menata tuntutan yang dianggap membebani atau melebihi kemampuan sumber daya kita (Lazarus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan otomotif khususnya mobil, akan terus berusaha untuk memproduksi unit-unit mobil dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya perbedaan kondisi dengan kebanyakan anak lainnya. Mereka adalah yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang membutuhkan pendidikan dan layanan khusus untuk mengoptimalkan potensi kemanusiaannya secara utuh akibat adanya perbedaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome adalah penyakit yang merupakan kumpulan gejala akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang
Lebih terperinciPerilaku Koping pada Penyandang Epilepsi
Perilaku Koping pada Penyandang Epilepsi SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S-1 Oleh Nadiarani Anindita F 100 050 050 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mata, bahkan tak sedikit yang mencibir dan menjaga jarak dengan mereka. Hal
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi fisik yang berbeda bahkan tak lengkap, terkadang menyebabkan para difabel tuna daksa merasa menjadi kaum minoritas yang dikucilkan oleh masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang membuat stres. Dalam hal ini stres adalah perasaan tidak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejumlah mahasiswa yang sedang menyusun skripsi mengalami stres dalam proses penulisan. Mahasiswa mengeluhkan sulitnya merumuskan tujuan penelitian, menemukan teori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menciptakan Hawa sebagai pendamping bagi Adam. Artinya, manusia saling
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak awal adanya kehidupan manusia, kodrati manusia sebagai makhluk sosial telah ada secara bersamaan. Hal ini tersirat secara tidak langsung ketika Tuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan kesehatan dengan usaha menyeluruh, yaitu usaha promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kecerdasan yang rendah di bawah rata-rata orang pada umumnya (Amrin,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sehat menurut WHO 2013 dalam kutipan (Siswanto, 2007) adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. umum, dan dianggap memiliki tingkat keparahan paling tinggi. Berdasarkan data
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Gangguan psikotik merupakan gangguan atau penyakit mental yang cukup umum, dan dianggap memiliki tingkat keparahan paling tinggi. Berdasarkan data dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam kehidupan berumah tangga, setiap pasangan tentu mendambakan kehadiran seorang anak sebagai pelengkap kebahagiaan serta puncak pemenuhan dari kebutuhan pernikahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan setiap anak di dunia ini berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak hanya anak normal saja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Difabel tuna daksa merupakan sebutan bagi mereka para penyandang cacat fisik. Ada beberapa macam penyebab yang dapat menimbulkan kerusakan pada manusia hingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik maupun mental. Tetapi tidak semua anak terlahir normal, anak yang tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang pasti mengharapkan kehidupan yang bahagia. Salah satu bentuk kebahagiaan itu adalah memiliki anak yang sehat dan normal, baik secara fisik maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja yang merupakan masa-masa dimana banyak terjadi perubahan dalam kehidupan seseorang. Berdasarkan fenomena yang diberitakan melalui berbagai jenis
Lebih terperinciKesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi
Modul ke: Kesehatan Mental Mengatasi Stress / Coping Stress Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Coping Stress Coping Proses untuk menata tuntutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyandang cacat tubuh pada dasarnya sama dengan manusia normal lainnya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyandang cacat tubuh pada dasarnya sama dengan manusia normal lainnya, perbedaannya terletak pada kelainan bentuk dan keberfungsian sebagian fisiknya saja,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kematian di wilayah Asia Tenggara. Hal ini seperti yang disampaikan oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kronis tidak menular merupakan penyebab utama kematian di wilayah Asia Tenggara. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Thorpe (dalam Ara, 2011), penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesejahteraan sosial adalah upaya peningkatan kualitas kesejahteraan sosial masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap orang mampu mengambil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai tingkah laku
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai tingkah laku manusia. Pengetahuan di bidang psikologi secara khas digunakan untuk melihat dan menindaklanjuti
Lebih terperinciDewasa ini obesitas atau kegemukan merupakan salah satu masalah utama di
BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini obesitas atau kegemukan merupakan salah satu masalah utama di Indonesia. Gray & Taitz (dalam Subardja, 2004: 12), obesitas adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak. Kehilangan pendengaran yang ringan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Novianti, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Disability (kekhususan) merupakan konsekuensi fungsional dari kerusakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Disability (kekhususan) merupakan konsekuensi fungsional dari kerusakan bagian tubuh, atau kondisi yang menggambarkan adanya disfungsi atau berkurangnya suatu fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun dan terbagi menjadi masa remaja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia adalah salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada fase ini seorang individu
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki atribut fisik dan/atau kemampuan belajar yang berbeda dari anak normal, sehingga membutuhkan program individual dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
111 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia diciptakan dengan hak dan kewajiban yang sama dimata Tuhan Yang Maha Esa. Manusia hidup berkembang sebagai makhluk sosial dengan menjalankan peran dan tugas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan dari masyarakat Indonesia. Sebelumnya istilah Disabilitas. disebagian masyarakat Indonesia berbeda dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyandang cacat tubuh atau disabilitas tubuh merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat Indonesia. Sebelumnya istilah Disabilitas mungkin kurang akrab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi
Lebih terperinciSebagaimana yang diutarakan oleh Sarafino dan Smith (2012, h.29) bahwa stres memiliki dua komponen, yaitu fisik, yang berhubungan langsung dengan
BAB V PEMBAHASAN Setiap individu pasti menginginkan pekerjaan yang memiliki masa depan yang jelas, seperti jenjang karir yang disediakan oleh perusahaan, tunjangan tunjangan dari perusahaan berupa asuransi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO remaja adalah tahapan individu yang mengalami pubertas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO remaja adalah tahapan individu yang mengalami pubertas dimana terjadi transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja (WHO, 2015). Masa remaja ditandai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat disembuhkan, salah satu jenis penyakit tersebut adalah Diabetes Mellitus (DM). DM adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. periodontal seperti gingiva, ligament periodontal dan tulang alveolar. 1 Penyakit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal dapat diartikan sebagai kelainan pada jaringan periodontal seperti gingiva, ligament periodontal dan tulang alveolar. 1 Penyakit periodontal, dikenal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berarti. Anak datang menawarkan hari-hari baru yang lebih indah, karena
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah anugrah, kehadirannya mengubah hidup menjadi lebih berarti. Anak datang menawarkan hari-hari baru yang lebih indah, karena kehadirannya juga orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. cerminan dari peradaban manusia dan merupakan sesuatu yang dapat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kesenian merupakan salah satu unsur budaya universal yang menjadi cerminan dari peradaban manusia dan merupakan sesuatu yang dapat mempengaruhi perjalanan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehadiran seorang anak di tengah keluarga merupakan sebuah karunia yang didambakan. Berbagai harapan sempurna mengenai anak pun mulai tumbuh saat orang tua menanti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Masa ini harus dilalui oleh setiap orang. Namun ternyata tidak mudah dan banyak terdapt
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan kematangan fisik hingga emosi. Kematangan emosi yang dimiliki
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia remaja merupakan fase perkembangan yang sangat penting, dimulai dengan kematangan fisik hingga emosi. Kematangan emosi yang dimiliki seseorang akan dipengaruhi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coping Stress 1. Definisi Coping Stress Lazarus dan Folkman (Sugianto, 2012) yang mengartikan coping stress sebagai suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang ketika dihadapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikaruniai anak yang normal. Melihat anak anak balita tumbuh dan. akan merasa sedih. Salah satu gangguan pada masa kanak kanak yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memiliki anak sehat, baik fisik maupun mental adalah harapan bagi semua orang tua, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan dikaruniai anak yang normal. Melihat
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRATEGI KOPING PADA PENDERITA PASCA STROKE
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRATEGI KOPING PADA PENDERITA PASCA STROKE SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna
Lebih terperinci1 Universitas Indonesia
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika seorang ibu sedang mengandung, tentunya ia mengharapkan anak yang ada dalam kandungannya itu akan lahir dengan sehat dan sempurna. Biasanya para orangtua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. data Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) persennya merupakan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang tentu menikah dengan harapan memiliki keturunan yang sehat dan cerdas, namun semuanya tetap kembali pada kehendak Sang Pencipta. Setiap harinya,
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Kanker Dharmais ini berlangsung
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Profil Subjek Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Kanker Dharmais ini berlangsung mulai tanggal 4 Januari sampai dengan 16 Januari 2011. Profil subjek pada penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang layak bagi kehidupan mereka,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bertanggung jawab untuk mengembangkan kepribadian anak sehingga menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, setiap anak berhak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, yang diistilahkan dengan adolescence yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja ditandai dengan
Lebih terperinciAbstrak. i Universitas Kristen Maranatha
Abstrak Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui strategi penanggulangan stres pada perawat instalasi bedah sentral/ operasi kamar (OK) di rumah sakit X Bandung. Pemilihan sampel menggunakan metode
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas segala kebutuhan yang diperlukan dalam kehidupannya. Seringkali hal ini yang mendasari berbagai macam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan, sehingga menjadi orang yang terdidik. dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Di negara kita ini pendidikan menjadi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia, dengan pendidikan yang matang suatu bangsa akan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia Hal 4
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya, bahasa, dan seni. Jakarta sebagai ibu kota Indonesia pun memiliki keanekaragaman tersebut. Masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Difabel atau kecacatan banyak dialami oleh sebagian masyarakat, baik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Difabel atau kecacatan banyak dialami oleh sebagian masyarakat, baik kecacatan yang dialami dari lahir maupun karena kecelakaan yang mengakibatkan seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak-anak yang Spesial ini disebut juga sebagai Anak Berkebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya tumbuh sempurna, sehat, tanpa kekurangan apapun. Akan tetapi, terkadang ada hal yang mengakibatkan anak tidak berkembang
Lebih terperinciRESILIENSI PADA PENYANDANG TUNA DAKSA PASCA KECELAKAAN
RESILIENSI PADA PENYANDANG TUNA DAKSA PASCA KECELAKAAN Rahayu Rezki Anggraeni Dosen Pembimbing Ibu Ni Made Taganing, Spsi., MPsi. Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma, 2008
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk terbiasa menghadapai peran yang berbeda dari sebelumnya, karena memiliki anak berkebutuhan khusus (Miranda, 2013).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pada dasarnya ingin mejaga kelestarian hidupnya dengan menghasilkan keturunan yang dan menjadi orang tua. Sebagai orang tua pasti menginginkan kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepuasan tersendiri, karena bisa memperoleh uang dan fasilitas-fasilitas yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja adalah kegiatan yang dilakukan individu demi mengharapkan suatu misi yang diinginkan, dengan bekerja individu akan mendapatkan dan merasakan kepuasan
Lebih terperinci