BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
|
|
- Liani Agusalim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan tidak hanya menawarkan kebahagiaan tetapi juga penderitaan kepada manusia. Human life can be fullified not only in creating and enjoying, but also in suffering. Frankl (dalam Bastaman, 1996) mengatakan bahwa dalam hidup, manusia tidak hanya bekerja dan berbahagia tetapi juga mengalami penderitaan. Manusia dalam kehidupannya seringkali menghadapi peristiwa tragis, yaitu kejadian yang tidak mengenakkan dan terjadi di luar harapan. Perasaan tak menyenangkan dan reaksi-reaksi yang ditimbulkan sehubungan dengan peristiwa tragis yang dialami seseorang kemudian disebut sebagai penderitaan. Penderitaan merupakan bagian integral dalam hidup manusia. Keberadaan manusia selalu berkisar antara senang dan susah, tawa dan air mata, juga derita dan bahagia. Manusia wajib berupaya seoptimal mungkin untuk mengatasi penderitaan yang tengah dialaminya, tetapi bila ternyata penderitaan itu tidak mungkin diatasi atau tidak dapat dihindarkan lagi, maka tiba saatnya penderitaan itu harus diterima sebagai bagian dari hidupnya (Bastaman, 1996). Penerimaan ini membuat manusia mampu menentukan sikap yang tepat dalam menghadapi penderitaan yang tidak dapat dielakkan lagi. Hal ini akan menimbulkan perubahan kondisi hidup yang lebih baik dan mengembangkan penghayatan hidup bermakna (the meaningful life) dengan kebahagiaan (happiness) sebagai hasilnya. 1
2 2 Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap penting, benar, dan didambakan serta memiliki nilai khusus bagi seseorang. Kehendak untuk hidup bermakna menjadi motivasi utama pada diri manusia. Hal inilah yang memotivasi setiap individu untuk bekerja, berkarya, dan melakukan kegiatan-kegiatan penting lainnya dengan tujuan membuat hidupnya menjadi berharga dan menghayatinya secara bermakna (Bastaman, 1996). Individu yang memiliki penghayatan hidup bermakna akan menjalani kehidupan dengan penuh semangat dan jauh dari perasaan hampa. Mereka menyadari bahwa makna hidup tetap dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari meskipun berada dalam keadaan yang buruk. Mereka akan mampu menghadapi situasi yang tidak nyaman atau penderitaan dengan tabah. Peristiwa tragis yang terjadi dalam hidup manusia ada banyak jenisnya. Salah satu bentuk peristiwa tragis bagi orang tua adalah memiliki anak kandung yang terlahir dengan kondisi tidak seperti yang mereka harapkan. Setiap orang tua memiliki harapan agar anak mereka dapat terlahir dengan normal, sehat, dan dapat bertumbuh kembang dengan baik. Namun tidak semua orang tua terpenuhi harapannya karena anak mereka terlahir dengan kondisi memiliki gangguan tertentu. Salah satu bentuk gangguan tersebut adalah cerebral palsy. Cerebral palsy (CP) adalah gangguan gerakan dan postur tubuh yang muncul selama masa bayi atau anak usia dini (Berker dan Yalcin, 2010). Hal ini disebabkan oleh kerusakan nonprogresif pada otak sebelum, selama, atau segera setelah lahir. Kerusakan otak tersebut bersifat permanen dan tidak dapat disembuhkan, tetapi konsekuensi akibat kerusakan tersebut dapat diminimalkan.
3 3 Proses gangguan tersebut juga tidak bersifat sementara waktu (Miller dan Bachrach, 2006). Oleh karena itu, seorang anak yang memiliki masalah motorik sementara atau yang memiliki masalah motorik dengan kondisi memburuk dari waktu ke waktu tidak dapat dikategorikan sebagai cerebral palsy. Cerebral palsy adalah salah satu permasalahan kelahiran yang sering terjadi. Setiap bayi yang lahir, 5 di antaranya lahir dengan cerebral palsy (Miller dan Bachrach, 2006). Hal ini bersifat konstan selama lebih dari 30 tahun, meskipun terdapat kemajuan dalam bidang kebidanan dan perawatan anak. Jumlah tersebut mulai naik sedikit pada tahun-tahun terakhir abad kedua puluh di Amerika Serikat dan negara-negara industri lainnya. Namun adanya perbaikan dalam perawatan dan medis kemajuan medis mengakibatkan kelangsungan hidup anak-anak dengan gangguan cerebral palsy yang sebelumnya akan meninggal di usia muda, menjadi tetap bisa bertahan hidup. Miller dan Bachrach (2006) mengemukakan bahwa seseorang dengan cerebral palsy dapat menampakkan gejala kesulitan dalam hal motorik seperti menulis atau menggunakan gunting; masalah keseimbangan dan berjalan; atau masalah pada gerakan involunter seperti selalu mengeluarkan air liur. Individu dengan cerebral palsy juga mungkin memiliki banyak jenis masalah medis lainnnya. Sebagian besar masalah ini terkait dengan cedera otak termasuk epilepsi, keterbelakangan mental, ketidakmampuan belajar, dan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Gejala tersebut dapat berbeda setiap pasien. Penyandang cerebral palsy derajat berat akan mengakibatkan ketidakmampuan berjalan dan membutuhkan perawatan ekstensif dan jangka panjang, sedangkan
4 4 penyandang cerebral palsy derajat ringan mungkin hanya sedikit canggung dalam gerakan dan membutuhkan bantuan yang tidak khusus. Gangguan atau kelainan yang dimiliki oleh bayi akan memberikan dampak terhadap orang tua dan fungsi keluarga (Miller dan Bachrach, 2006). Orang tua yang mendengar bahwa bayi mereka mengalami cerebral palsy, akan mengalami shock atau rasa tidak percaya. Ayah dan ibu dari anak dengan cerebral palsy juga akan merasa bersalah dan merasa mereka yang telah menyebabkan adanya gangguan pada anak mereka (Miller dan Bachrach, 2006). Survei awal yang dilakukan terhadap subjek penelitian menunjukkan bahwa dua dari tiga subjek tersebut merasakan rasa bersalah ketika mengetahui anak mereka terlahir dengan kondisi cerebral palsy. Kenapa kok anak saya yang seperti ini?kenapa kok saya yang diberi itu? Apa dosa saya? Apa dosa saya, apa kesalahan saya? Saya koreksi diri apa.. dosa saya, apa saya salah anak jadi seperti ini? (Wawancara subjek I, 21 Mei 2015) Istilahnya saya menyalahkan diri saya sendiri, gitu loh. Saya merasa salah ngene yo mbak.. kok aku ndek mben ki ra ngerti yo hamil i kok sampe nggak tahu. Tahunya lah dokter e ki piye, kan aku wis manut dokter. Kadang-kadang kayak menyalahkan diri, kok aku ndek mbek ki ra ngerti ngopo yo.. Tanggapan saya itu loh mbak kadang-kadang, kok anakku sing kena imbasnya (Wawancara subjek II, 26 Mei 2015) Orang tua dari penyandang cerebral palsy sering bertanya-tanya apakah ada dosa dalam dirinya sehingga keluarganya mendapatkan hukuman dari Tuhan. Rasa tertekan juga sering timbul dalam pengasuhan anak karena difabilitas yang dialami dan juga karena orang tua tidak tahu apa yang sebaiknya dilakukan (Valentina, 2014). Orang tua dari penyandang cerebral palsy tidak hanya merasakan perasaan bersalah tetapi juga merasa cemas dan takut terhadap kondisi anak mereka. Perasaan cemas dan tersebut bahkan tidak berhenti setelah diagnosis diberikan,
5 5 tetapi akan berlanjut selama masa perkembangan anak (Miller dan Bachrach, 2006). Semakin bertambah usia anak, semakin keras usaha yang dibutuhkan orang tua untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan. Anak yang memiliki gangguan cerebral palsy akan menunjukkan perkembangan yang lebih lamban pada beberapa aspek. Permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan gangguan cerebral palsy juga akan berpengaruh terhadap perkembangan anak. Orang tua harus membawa anak kepada dokter atau terapis yang tepat. Pemberian terapi sangat berguna untuk membantu anak dalam aspek-aspek perkembangan yang berjalan lamban. Penyandang cerebral palsy selalu membutuhkan pengawasan dari orang tua. Kebutuhan ini disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya dalam hal keamanan. Selama tahap perkembangan bayi dan anak-anak awal, penyandang cerebral palsy akan sangat menggantungkan keselamatan mereka kepada orang lain (Miller dan Bachrach, 2006). Penyandang cerebral palsy skala berat bahkan menggantungkan keselamatan mereka seumur hidup. Para caregiver terutama orang tua harus melindungi anak dari keadaan-keadaan yang dapat melukai anak. Keterbatasan yang dimiliki oleh penyandang cerebral palsy menjadi ancaman bagi keselamatan mereka. Mereka tidak mampu menjaga keseimbangan tubuh sehingga mereka memiliki kemungkinan untuk terjatuh bahkan ketika berada dalam posisi duduk. Saat berada di atas kursi roda, mereka juga memiliki kemungkinan untuk tergelincir atau menabrak ketika tidak mampu mengendalikan kursi roda tersebut. Selain dari diri sendiri, ancaman keselamatan bagi penyandang cerebral palsy juga bersumber dari orang lain dan lingkungan luar. Penyandang cerebral palsy
6 6 tidak memiliki kemampuan untuk memberontak atau melindungi diri mereka saat ada orang lain yang melakukan tindak kejahatan terhadap mereka. Tanpa adanya pengawasan penuh dari caregiver terutama orang tua, ancaman-ancaman terhadap keselamatan para penyandang cerebral palsy akan memberikan dampak yang fatal seperti cedera parah atau trauma psikis. Faktor lain yang menjadi ancaman bagi keselamatan penyandang cerebral palsy adalah perilaku self injurious. Penyandang cerebral palsy memiliki kecenderungan melukai atau menyakiti diri sendiri dengan cara menggigit tangan, memukul-mukul tangan, membenturkan kepala, dan menggaruk-garuk mata (Miller dan Bachrach, 2006). Perilaku tersebut semakin bertambah parah ketika penyandang cerebral palsy berada sendirian tanpa pengawasan atau saat mereka sedang tidak melakukan kegiatan apapun. Oleh karena itu, orang tua tidak bisa meninggalkan mereka tanpa pengawasan dan sebisa mungkin melibatkan penyandang cerebral palsy dalam berbagai kegiatan sehingga perhatian mereka dapat teralihkan dari perilaku self injurious. Pengawasan orang tua bagi penyandang cerebral palsy tidak hanya dibutuhkan dalam faktor keamanan, tetapi juga dalam faktor komunikasi. Masalah komunikasi yang terdapat pada penyandang cerebral palsy disebabkan oleh gangguan dalam kemampuan berbicara. Sebagian penyandang cerebral palsy tidak mampu mengucapkan kata-kata dengan artikulasi yang jelas dan berbicara dengan gagap. Masalah komunikasi dapat menyebabkan frustasi pada penyandang cerebral palsy sebab mereka tidak mampu menyampaikan keinginan dan kebutuhan mereka melalui kata-kata atau gestur. Frustasi tersebut seringkali
7 7 berujung pada sikap tantrum. Masalah komunikasi yang mereka alami juga akan membuat mereka mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain (Miller dan Bachrach, 2006). Kesulitan untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar juga disebabkan oleh postur tubuh penyandang cerebral palsy yang berbeda dengan anak pada umumnya dan keterbatasan fisik yang dimiliki. Seringkali penyandang cerebral palsy terisolasi dari lingkungan sosial mereka (Miller dan Bachrach, 2006). Orang tua dalam hal ini berperan untuk selalu ada bagi penyandang cerebral palsy dan siap mendengarkan keluhan yang mereka berikan ketika ditolak dari lingkungan sosial mereka. Orang tua juga harus mampu menjelaskan kepada penyandang cerebral palsy tersebut mengapa sebagian individu dalam lingkungan sosial di sekitar mereka tidak mampu menerima mereka. Meski demikian, orang tua juga tetap harus membantu anak untuk tetap bersosialisasi dengan orang lain. Pendampingan orang tua bagi penyandang cerebral palsy tidak hanya berhenti pada aspek keamanan dan komunikasi. Aspek kemandirian merupakan perhatian utama bagi para orang tua dari penyandang cerebral palsy dan menyebabkan penyandang cerebral palsy selalu membutuhkan kehadiran orang tua di sisi mereka. Penyandang cerebral palsy skala berat akan mengalami kesulitan untuk menjadi mandiri dan sangat memiliki kemungkinan untuk menggantungkan diri mereka seumur hidup kepada caregiver. Keterbatasan fisik yang dimiliki, membuat penyandang cerebral palsy memiliki kesulitan mengerjakan aktivitas sehari-hari bahkan yang sangat sederhana seperti untuk
8 8 berpindah tempat, makan, mengganti pakaian, dan kegiatan kebersihan tubuh. Mereka membutuhkan bantuan untuk melakukan hampir seluruh aktivitas tersebut. Kalau makan ya sudah makan sendiri, minum. Tapi ya dia memang nda bisa jadi cuman mengguling. Misalnya kalau mengambil barang kalau cuma di tempat tidurnya kan mbak, di bawah jadi bisa. Kalau saya dudukkan di meja belajar ya bisa, tapi memang diangkat trus saya kasih kursi dan meja. Kalau mandi juga ndak bisa mbak, kalau ada kursinya dia cuma mainan air sih bisa. Kan angkat-junjung terus mbak, saya kan punya kursi roda. Tapi kalau buat.. buat.. buang, untuk apa..itu pup itu kan belum ada dulu trus kan ada dari dinas sosial yang muter itu akhirnya dapat itu juga tapi saya coba itu kan dia juga lama ndak bisa kayak itu, trus akhirnya ya saya itu.. tetep saya angkat, ya seperti itulah mbak (Wawancara subjek III, 2 Juli 2015) Kegiatan sendiri belum ada mbak, belum bisa. Kalau makan gitu nek dipegangke umpamanya karak, apa kerupuk, apa rambak kayak gitu kan bisa dipegang. Kalau roti gitu kan ada yang bisa dipegang, itu bisa dipegangke trus makan. Yang lainnya disuapin semua, makan, minum, semua (Wawancara subjek II, 26 Mei 2015) Kondisi yang dimiliki penyandang cerebral palsy tidak hanya menimbulkan perhatian khusus dalam aspek sosial tetapi juga aspek finansial dari keluarga. Penyandang cerebral palsy membutuhkan pendidikan khusus, terapi, serta peralatan-peralatan yang dapat membantu mereka. Sebagian penyandang cerebral palsy membutuhkan walker untuk membantu berjalan, kursi roda, kursi khusus untuk menopang tubuh mereka, juga sepatu ortopedik. Selain itu, penyandang cerebral palsy juga membutuhkan beberapa terapi untuk menunjang perkembangan mereka seperti terapi okupasi, terapi bicara, terapi fisik, dan terapi musik (Hermawan, 2013). Penyandang cerebral palsy yang tidak dapat mengikuti pendidikan di sekolah umum akan membutuhkan sekolah khusus. Merawat dan mendampingi anak berkebutuhan khusus bukanlah hal yang mudah, terutama anak dengan cerebral palsy. Orang tua harus selalu mendampingi anak sebab anak dengan cerebral palsy memiliki keterbatasan dalam kemandrian dan keamanan diri. Orang tua juga harus membagi perhatian
9 9 antara bekerja, merawat anak berkebutuhan khusus, serta merawat anak-anak yang lainnya. Saudara dari penyandang cerebral palsy seringkali merasakan cemburu dan mencari-cari perhatian orang tua mereka karena merasa kurang mendapatkan perhatian (Miller dan Bachrach, 2006). Proses mendampingi dan merawat penyandang cerebral palsy membuat orang tua merasakan banyak emosi negatif. Paragraf di atas telah menyebutkan orang tua dari penyandang cerebral palsy merasa cemas, takut dan merasa bersalah ketika mengetahui anak mereka terlahir berbeda. Emosi negatif lainnya yang dirasakan orang tua adalah kemarahan, stress, ketidakpastian, kecemasan, dan kecewa. Emosi-emosi negatif tersebut jika tidak ditangani dengan baik, tidak hanya berakibat buruk bagi orang tua, tetapi juga dapat menyebabkan anak mengalami gangguan psikologis (Parkes dkk, 2008). Ibu memiliki peran sentral dalam keluarga dan bertanggung jawab dalam hal merawat anak (Borzoo, Nickbakht, dan Jalalian, 2014). Ibu lebih banyak mengerjakan pekerjaan rumah tangga dibanding ayah (Santrock, 1995). Pekerjaan-pekerjaan rumah tangga yang dilakukan ibu sifatnya berulang-ulang dan rutin seperti memasak, beres-beres rumah, berbelanja, mencuci, dan merawat anak. Sedangkan ayah dalam keluarga lebih berperan sebagai pencari nafkah dan menyediakan sumber ekonomi keluarga. Pekerjaan rumah tangga yang dilakukan ibu dapat menimbulkan munculnya berbagai emosi negatif dalam diri ibu seperti kekhawatiran dan kelelahan. Ibu juga berperan lebih banyak dalam merawat dan mendampingi penyandang cerebral palsy.
10 10 Manusia memiliki kebebasan untuk menentukan sikap terhadap kondisi yang dialami. Ibu tetap dapat menemukan kebermaknaan hidupnya meski dalam kondisi yang tidak menyenangkan. Penemuan makna hidup tersebut dapat dicapai dengan melakukan perubahan sikap terhadap kondisi yang tengah dihadapi. Kebermaknaan hidup merupakan motivasi utama dalam diri manusia untuk bekerja, berkarya, dan melakukan kegiatan-kegiatan penting lainnya (Bastaman, 1996). Ibu yang menemukan kebermaknaan hidupnya akan lebih mampu memberikan upaya maksimal dalam merawat dan mendampingi penyandang cerebral palsy. Makna hidup memiliki sifat yang penting bagi hidup seseorang sebab berperan sebagai motivasi utama bagi manusia untuk bekerja dan berkarya serta mendorong individu untuk memenuhi apa yang sudah ditetapkan menjadi makna dalam hidupnya. Pemenuhan makna akan menyebabkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan menjadi lebih terarah. Keberhasilan menemukan makna hidup selanjutnya akan menyebabkan kehidupan ini terasa berarti dan berharga (Bastaman, 1996). Makna hidup juga mengandung tujuan hidup, yaitu hal-hal yang perlu dicapai dan dipenuhi selama seseorang menjalani kehidupan. Pencapaian makna hidup ini tetap dapat dilakukan meskipun dalam kondisi yang tidak menyenangkan. Oleh karena itu, proses pencapaian kebermaknaan hidup ini adalah bagian yang menarik dan penting serta mampu menggambarkan tahapan yang dilalui seseorang ketika menghadapi penderitaan yang bersumber dari peristiwa tragis yang dialami hingga mampu menemukan makna hidupnya. Pencapaian hidup penuh makna tersebut dapat dilakukan oleh semua orang,
11 11 termasuk oleh seorang ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan hal tersebut dan penjelasan pada paragraf sebelumnya mengenai makna hidup yang dapat dipenuhi meski berada dalam penderitaan akibat peristiwa tragis, serta penjelasan mengenai ganggauan cerebral palsy, peneliti ingin mengetahui serta menggambarkan proses pencapaian kebermaknaan hidup pada ibu dalam penelitian berjudul : Studi Kasus Proses Pencapaian Kebermaknaan Hidup pada Ibu dari Penyandang Cerebral Palsy B. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman secara mendalam mengenai proses pencapaian kebermaknaan hidup pada Ibu dari penyandang cerebral palsy. Melalui penelitian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana Ibu yang memiliki anak penyandang cerebral palsy dapat mencapai proses kebermaknaan hidupnya. 2. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan dua macam manfaat, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut : a. Manfaat Teoritis Memberikan masukan secara teoritis bagi disiplin ilmu psikologi khususnya bidang psikologi perkembangan, psikologi klinis, psikologi abnormal, dan psikologi eksistensial.
12 12 b. Manfaat Praktis 1) Memberikan gambaran pengalaman nyata proses pencapaian kebermaknaan hidup pada ibu dari penyandang cerebral palsy kepada para orangtua dan caregiver yang menangani anak berkebutuhan khusus. Hal ini dapat memotivasi para ibu dari anak dengan cerebral palsy serta para caregiver yang menangani anak berkebutuhan khusus agar mampu mempertahankan dan meningkatkan pencapaian kebermaknaan hidup yang telah diperoleh agar dapat mendampingi serta memberikan pola asuh terbaik kepada anak-anak tersebut. 2) Memberikan pengetahuan dan informasi kepada masyarakat mengenai penyandang cerebral palsy dan gambaran pengalaman nyata proses pencapaian kebermaknaan hidup pada ibu dari penyandang cerebral palsy. Melalui hal tersebut, masyarakat diharapkan dapat memberi dukungan positif kepada para caregiver terutama ibu dari penyandang cerebral palsy dan anak berkebutuhan khusus lainnya. 3) Memberikan informasi bagi para ahli terkait seperti psikolog dan guru sekolah inklusi mengenai gambaran pengalaman nyata proses pencapaian kebermaknaan hidup pada ibu dari penyandang cerebral palsy. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan untuk menentukan penanganan yang tepat bagi anak berkebutuhan khusus pada umumnya dan anak cerebral palsy pada khususnya.
13 13 4) Memberikan masukan dan referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya mengenai gambaran pengalaman nyata proses pencapaian kebermaknaan hidup pada ibu dari penyandang cerebral palsy.
14 14
BAB V SIMPULAN DAN SARAN. A. Simpulan. pencapaian kebermaknaan hidup pada ibu dari penyandang cerebral palsy adalah
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian ini maka gambaran proses pencapaian kebermaknaan hidup pada ibu dari penyandang cerebral palsy adalah sebagai berikut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam. kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan merupakan suatu misteri yang dijalani seseorang. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar orang yang sudah menikah menginginkan seorang anak dalam rumah tangga mereka. Anak merupakan titipan Tuhan yang harus dijaga dan dilindungi. Beberapa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebermaknaan Hidup
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebermaknaan Hidup 1. Definisi Hidup Bermakna Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap penting, benar, didambakan, dan dapat memberikan nilai khusus bagi seseorang (Bastaman,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memiliki buah hati tentunya merupakan dambaan bagi setiap orang yang telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah terbesar nan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melihat sisi positif sosok manusia. Pendiri psikologi positif, Seligman dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan ini, tentunya seseorang pasti pernah mengalami beberapa masalah. Sesuatu dirasakan atau dinilai sebagai suatu masalah ketika kenyataan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketika era globalisasi menyebabkan informasi semakin mudah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika era globalisasi menyebabkan informasi semakin mudah diperoleh, negara berkembang dapat segera meniru kebiasaan negara barat yang dianggap sebagai cermin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meninggal sebelum usia lima tahun didominasi oleh kelahiran prematur dan kelahiran bayi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi yang memungkinkan bayi lahir dalam keadaan tidak normal dan berisiko meninggal sebelum usia lima tahun didominasi oleh kelahiran prematur dan kelahiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani kehidupan yang bahagia dalam membina suatu keluarga. Anak merupakan suatu anugerah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ringan sampai efek yang berat (Dickinson et al., 2007).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cerebral palsy atau CP adalah penyebab umum dari cacat fisik pada anak. Gangguan ini dapat menyebabkan kecacatan pada fungsi kognitif dan gerak dari yang ringan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelahiran anak merupakan dambaan setiap keluarga yang tidak ternilai harganya. Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan, yang harus dijaga, dirawat, dan diberi bekal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia pasti berharap memiliki kondisi fisik yang sempurna dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti berharap memiliki kondisi fisik yang sempurna dan mampu menjalani kehidupannya dengan baik, akan tetapi tidak semua orang mampu mendapatkan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Dampak skizofrenia bagi keluarga sangatlah besar, ini menyebabkan seluruh keluarga ikut merasakan penderitaan tersebut. Jika keluarga tidak siap dengan hal ini,
Lebih terperinciPENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA
PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA Oleh: Alva Nadia Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, dengan Tema: Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama Dunia Maya,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu ikatan resmi antara laki-laki dan perempuan secara sah di mata hukum. Bagi setiap pasangan yang telah menikah, memiliki keturunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan suatu anugerah yang Tuhan berikan untuk orangtua.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan suatu anugerah yang Tuhan berikan untuk orangtua. Memiliki anak yang normal, sehat jasmani dan rohani merupakan dambaan setiap keluarga dan orang tua.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua menginginkan dan mengharapkan anak yang dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan pintar. Anak-anak yang patuh, mudah diarahkan,
Lebih terperincipara1). BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menjadi tua merupakan suatu proses perubahan alami yang terjadi pada setiap individu. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan 60 tahun sampai 74 tahun sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu maupun Ayah memiliki hak yang sama dalam merawat dan membesarkan anak. Membesarkan anak bukanlah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Seseorang yang mengalami peristiwa membahagiakan seperti dapat
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai pengalaman baik positif maupun negatif tidak dapat lepas dari kehidupan seseorang. Pengalaman-pengalaman tersebut akan memberi pengaruh yang pada akhirnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan oleh orang tua. Anak merupakan harta berharga dan anugerah dari Tuhan. Anak juga merupakan pemacu harapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah dambaan dalam setiap keluarga dan setiap orang tua pasti memiliki keinginan untuk mempunyai anak yang sempurna, tanpa cacat. Bagi ibu yang sedang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dihindari. Penderitaan yang terjadi pada individu akan mengakibatkan stres dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan tidak selalu berjalan sesuai dengan keinginan manusia. Peristiwa tragis yang mengakibatkan penderitaan kadangkala terjadi dan tidak dapat dihindari. Penderitaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, manusia dan pekerjaan merupakan dua sisi yang saling berkaitan dan tidak bisa dilepaskan; keduanya saling mempengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak setiap orang merupakan salah satu slogan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan adalah hak setiap orang merupakan salah satu slogan yang sering kita dengar dalam dunia kesehatan. Hal ini berarti setiap pasien yang dirawat di
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup Kebermaknaan adalah berarti, mengandung arti yang penting (Poewardarminta, 1976). Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak adalah anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap orang tua untuk dirawat dan dididik sebaik-baiknya agar kelak menjadi anak yang berguna. Anak juga dikatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. selalu bergerak di luar sadar manusia. Artinya, manusia tidak sadar akan menderita
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penyakit kanker merupakan kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal,
Lebih terperinciRizka Hendarizkianny Self Compassion 2015 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
Rizka Hendarizkianny Self Compassion 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan anak selalu menjadi perhatian setiap orang tua, terlebih bila ada orangtua yang memiliki anak dengan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA. A. Faktor-Faktor Penyebab Anak Terkena Epilepsi di Gubeng
BAB IV ANALISIS DATA A. Faktor-Faktor Penyebab Anak Terkena Epilepsi di Gubeng Klingsingan Surabaya Faktor penyebab klien terkena epilepsi terjadi karena faktor eksternal. Yaitu faktor yang terjadi bukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar (www.femina.co.id, 12 Desember 2013). Perubahan hidup dapat menjadi. penyesuaian diri bagi individu (Nevid & Rathus, 2005).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa peristiwa kehidupan sering dipandang sebagai kondisi yang mengganggu bagi individu, yang memaksa mereka untuk mengubah tujuannya (Santrock,
Lebih terperinciLAMPIRAN KUESIONER. Nama responden : Jenis kelamin : Laki-laki (L)/ Perempuan (P) Usia responden. a) <40. b) c) >60
47 LAMPIRAN KUESIONER Nama responden : Jenis kelamin : Laki-laki (L)/ Perempuan (P) Usia responden a) 60 Pendidikan terakhir responden : a) Tidak pernah bersekolah b) SD c) SMP d) SMA/sederajat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang menyangkut masalah komunikasi, interaksi sosial, dan aktivitas imajinasi. Istilah autis hingga kini masih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian
BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Moleong (2007) mengemukakan penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permulaan masa pertengahan dan akhir anak-anak ditandai dengan masuknya anak ke kelas satu sekolah dasar, hal ini merupakan perubahan besar dalam pola kehidupannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autis adalah suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner yang dicirikan dengan ekspresi wajah yang kosong
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. asuhan keperawatan yang berkesinambungan (Raden dan Traft dalam. dimanapun pasien berada. Kegagalan untuk memberikan dan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Discharge Planning 2.1.1 Definisi Perencanaan pulang atau discharge planning merupakan proses terintegrasi yang terdiri dari fase-fase yang di tujukan untuk memberikan asuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai gangguan postpartum depression. Depresi postpartum keadaan emosi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu tugas perkembangan yang utama dari seorang wanita adalah hamil dan melahirkan seorang anak, dan kemudian membesarkannya. Kehamilan adalah masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini, tidak semua orang berada pada kondisi fisik yang sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan ada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kehadiran anak memberikan kebahagiaan yang lebih di tengah tengah keluarga dan membawa berbagai perubahan yang berdampak positif pada keluarga. Perubahan yang mendasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar anak berkembang dengan kondisi fisik atau mental yang normal. Akan tetapi, sebagian kecil anak mengalami hambatan dalam perkembangannya atau memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum tahun 1980, jarang ditemukan penyandang autisme. Namun akhir-akhir ini, jumlah penyandang autisme terus meningkat setiap tahunnya. Menurut data dari lembaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia diciptakan pastilah memiliki sebuah keluarga, baik keluarga kecil maupun keluarga besar dan keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang mana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Persalinan adalah proses alami yang akan berlangsung dengan sendirinya, tetapi persalinan pada manusia setiap saat terancam penyulit yang membahayakan ibu maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap keluarga memiliki cara tersendiri untuk menghadapi berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap keluarga memiliki cara tersendiri untuk menghadapi berbagai situasi selama rentang kehidupannya, begitu pula pada keluarga yang memiliki anak dengan hidrosefalus.
Lebih terperinciBAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga.
BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP II. 1. Pendekatan Psikologi Setiap kejadian, apalagi yang menggoncangkan kehidupan akan secara spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dicintai, dapat lebih memaknai kehidupannya dan memiliki perasaan. yang mengalami penderitaan dalam hidupnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hidup adalah suatu misteri. Berbagai pengalaman baik positif ataupun negatif tidak lepas dari kehidupan seseorang. Pengalamanpengalaman tersebut dapat memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang berbeda-beda, diantaranya faktor genetik, biologis, psikis dan sosial. Pada setiap pertumbuhan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harapan tersebut bisa menjadi kenyataan. Sebagian keluarga memiliki anak yang
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Memiliki anak yang sehat secara fisik dan psikologis menjadi impian dan harapan yang sangat didambakan oleh setiap keluarga. Namun tidak semua harapan tersebut bisa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdapat 2 sampai 2,5 persen beresiko cerebral palsy(nasution, 2013). Menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekitar tiga sampai lima menit bayi lahir dan dari seribu kelahiran hidup, terdapat 2 sampai 2,5 persen beresiko cerebral palsy(nasution, 2013). Menurut Illingwort
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak adalah anugerah, anak adalah titipan dari Allah SWT. Setiap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah, anak adalah titipan dari Allah SWT. Setiap orangtua pasti menginginkan memiliki anak yang normal dan sehat baik secara jasmani maupun rohani. Anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang tua mempunyai harapan untuk memiliki anak yang normal, sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir dengan kondisi fisik dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan anak sakit dan hospitalisasi dapat menimbulkan krisis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan anak sakit dan hospitalisasi dapat menimbulkan krisis pada kehidupannya. Pada saat anak dirawat di Rumah Sakit banyak hal yang baru dan juga
Lebih terperinciLETTER OF CONSENT. Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini
LAMPIRAN LETTER OF CONSENT Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Usia : Alamat : Menyatakan bersedia dengan sukarela untuk Membantu peneliti dalam menyusun penelitiannya yg berjudul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugrah yang Tuhan berikan untuk dijaga dan dirawat. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam masa tumbuh kembang. Memahami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah sel-sel tubuh yang tumbuh tanpa kendali dan dapat menyebar ke seluruh tubuh. Kanker merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi pada manusia modern.
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS EVALUASI PROGRAM PENANGANAN ANAK ADD (ATTENTION DEFICIT DISORDER) DI MI WALISONGO SEMARANG
54 BAB IV ANALISIS EVALUASI PROGRAM PENANGANAN ANAK ADD (ATTENTION DEFICIT DISORDER) DI MI WALISONGO SEMARANG A. Kekuatan dan Kelemahan dari Program Penanganan Anak ADD di MI Walisongo Semarang 1. Kekuatan
Lebih terperinciGAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PENYANDANG EPILEPSI USIA BALITA DI POLIKLINIK ANAK RSUP.PERJAN DR. HASAN SADIKIN BANDUNG.
GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PENYANDANG EPILEPSI USIA BALITA DI POLIKLINIK ANAK RSUP.PERJAN DR. HASAN SADIKIN BANDUNG Dyna Apriany ABSTRAK Usia balita merupakan masa-masa kritis sehingga diperlukan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian pustaka 2.1.1 Kehamilan 2.1.1.1 Definisi Kehamilan adalah suatu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh, setelah bertemunya sel telur
Lebih terperinciBAB III PENYAJIAN DATA. Dalam Proses Penyembuhan Kesehatan Mental Klien Rumah Sakit Jiwa Tampan
BAB III PENYAJIAN DATA Pada bab III ini merupakan data yang disajikan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam kehidupan berumah tangga, setiap pasangan tentu mendambakan kehadiran seorang anak sebagai pelengkap kebahagiaan serta puncak pemenuhan dari kebutuhan pernikahan
Lebih terperinciPerilaku Koping pada Penyandang Epilepsi
Perilaku Koping pada Penyandang Epilepsi SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S-1 Oleh Nadiarani Anindita F 100 050 050 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Allah kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga bisa menjadi sebuah impian setiap orang
Lebih terperinciDisusun Oleh : SARI INDAH ASTUTI F
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KESTABILAN EMOSI PADA PENDERITA PASCA STROKE DI RSUD UNDATA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dewasa awal adalah individu yang berada pada rentang usia antara 20 hingga 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat mempunyai kelompok-kelompok sosial maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya mengadakan hubungan kerjasama yaitu melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat diukur secara kuantitas dari waktu ke waktu, dari satu tahap ke tahap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang anak dikatakan tumbuh dapat dilihat dari perubahan fisik yang dapat diukur secara kuantitas dari waktu ke waktu, dari satu tahap ke tahap berikutnya
Lebih terperinciTIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER)
TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dalam sebuah rumah tangga setiap pasangan suami istri yang akan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sebuah rumah tangga setiap pasangan suami istri yang akan menjadi orang tua tentunya mengharapkan mendapatkan buah hatinya dalam keadaan sehat secara lahir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Seorang ibu yang sedang mengalami kehamilan pertama akan merasa berbeda
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Seorang ibu yang sedang mengalami kehamilan pertama akan merasa berbeda baik secara psikis maupun secara fisik. Perubahan yang terlihat jelas adalah perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Fungsi utama Rumah Sakit yakni melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi kedokteran,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang abnormal, gerakan tak terkendali, dan kegoyangan saat. dengan sifat dari gangguan gerakan yaitu spastic, athetoid,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Cerebral Palsy (CP) merupakan salah satu kelainan yang dialami anak karena adanya hambatan pada bagian otak yang berhubungan dengan pengendalian aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena itu mereka termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus (Miller, 2005).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cerebral palsy merupakan suatu gangguan cacat motorik yang biasa terjadi pada anak usia dini, biasanya ditemukan sekitar umur kurang dari 2 tahun. Anak dengan cerebral
Lebih terperinciDr. H. Lilian B Koord. Blok Kedokteran Keluarga
Dr. H. Lilian B Koord. Blok Kedokteran Keluarga Pendahuluan Pusat perhatian pelayanan kesehatan : - Core : Pasien - Cure : Pengobatan - Care : Perawatan Pada kondisi dimana pasien telah berada pada stadium
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk terbiasa menghadapai peran yang berbeda dari sebelumnya, karena memiliki anak berkebutuhan khusus (Miranda, 2013).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pada dasarnya ingin mejaga kelestarian hidupnya dengan menghasilkan keturunan yang dan menjadi orang tua. Sebagai orang tua pasti menginginkan kehadiran
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting Penelitian 4.1.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga terletak di jalan Hasanuddin No. 806, Kelurahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik maupun emosional. Semakin bertambahnya usia, individu akan mengalami berbagai macam
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. berbagai hal yang membuat kualitas hidup yang baik tidak mudah untuk dicapai. Jika
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Semua orang ingin memiliki kualitas hidup yang baik, hanya saja terdapat berbagai hal yang membuat kualitas hidup yang baik tidak mudah untuk dicapai. Jika didasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja sering kali disebut masa transisi atau masa peralihan dari anak-anak sebelum akhirnya masuk ke masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami perubahan
Lebih terperinciBABI PENDAHULUAN. Anak adalah permata bagi sebuah keluarga. Anak adalah sebuah karunia
BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah permata bagi sebuah keluarga. Anak adalah sebuah karunia dan perhiasan dunia bagi para orangtua. Banyak pasangan muda yang baru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
Lebih terperinci2015 GAMBARAN KEJADIAN POSTPARTUM BLUES PADA IBU NIFAS BERDASARKAN KARAKTERISTIK DI RUMAH SAKIT UMUM TINGKAT IV SARININGSIH KOTA BANDUNG
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Melahirkan adalah sebuah karunia terbesar bagi wanita dan momen yang sangat membahagiakan, tapi ada beberapa kasus dapat menjadi momen yang menakutkan hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia (lansia) disamping usia yang semakin bertambah tua terjadi pula penurunan kondisi
Lebih terperinciPOLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1
POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Psikologi Disusun Oleh : YULI TRI ASTUTI F 100 030
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar keluarga sejak di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar keluarga sejak di dalam kandungan. Pertumbuhan serta perkembangan anak yang normal menjadi impian setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar belakang. postur, yang menyebabkan keterbatasan aktivitas dan dikaitkan dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Cerebral palsy (CP) adalah suatu kondisi kronis yang di definisikan sebagai gangguan permanen perkembangan gerakan dan postur, yang menyebabkan keterbatasan aktivitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Anak berkelainan dalam aspek mental adalah anak yang memiliki
1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Anak berkelainan dalam aspek mental adalah anak yang memiliki penyimpangan kemampuan berpikir secara kritis, logis dalam menanggapi dunia sekitarnya. Kelainan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah autisme sudah cukup familiar di kalangan masyarakat saat ini, karena media baik media elektronik maupun media massa memberikan informasi secara lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting dalam diri manusia, dibuktikan dengan kata mutiara kesehatan bukanlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Sehat merupakan dambaan dari semua orang. Dengan sehat orang dapat melakukan segala aktivitas untuk mencapai apa yang diinginkan. Bahkan secara makro negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga kesehatan yang sangat vital dan secara terus-menerus selama 24 jam berinteraksi dan berhubungan
Lebih terperinciUKDW BAB Latar Belakang
BAB 1 1.1.Latar Belakang Bermain adalah hal yang sangat dibutuhkan, baik bagi user-user yang baru lahir sampai user-user yang sudah sekolah. Dengan bermain, user-user juga sedang melakukan pembelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri untuk membentuk keluarga. Dahulu pembagian peran pasangan suami
Lebih terperinci