BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. berbagai hal yang membuat kualitas hidup yang baik tidak mudah untuk dicapai. Jika
|
|
- Suryadi Susman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Semua orang ingin memiliki kualitas hidup yang baik, hanya saja terdapat berbagai hal yang membuat kualitas hidup yang baik tidak mudah untuk dicapai. Jika didasarkan pada definisi kualitas hidup menurut konsep centre for health promotion (Renwick & Brown, 1996), semua orang ingin merasakan kenikmatan tertinggi dalam segala kemungkinan penting dalam hidup mereka. Mereka ingin segala hal dalam kehidupan mereka mencerminkan hidup yang berkualitas. Setiap orang dapat menggambarkan hidup yang berkualitas secara berbeda, akan tetapi secara umum kualitas hidup merujuk pada seberapa baik hidup seseorang (Raeburn & Rootman, 1996). Brown, I., dan Brown (2003) memaparkan bahwa ketika seseorang diminta menggambarkan seperti apa hidup yang berkualitas, mereka secara cepat akan mengkaitkannya dengan tinggal di rumah impian, mengendarai mobil yang diidam-idamkan, bertamasya ke tempat-tempat indah di seluruh dunia, ataupun makan makanan lezat yang mahal. Akan tetapi seiring berjalannya waktu mereka akan menyadari bahwa hidup yang berkualitas bukan hanya tentang hal tersebut. Hidup yang berkualitas juga dapat berarti menikmati pekerjaan yang dilakukan, merasa aman dan nyaman, percaya dan bahagia dengan diri sendiri, menjalani hidup sesuai dengan nilai dan pikiran yang diyakini, ataupun bebas untuk memilih dan melakukan berbagai hal yang diinginkan. Gambaran yang lebih holistik tentang kualitas hidup telah dipaparkan oleh World Health Organization (WHO). WHO mendefiniskan kualitas hidup sebagai 1
2 2 persepsi seseorang tentang kondisi kehidupan mereka, dalam konteks sistem budaya dan nilai, yang terkait dengan tujuan, harapan, standar, dan perhatian mereka (World Health Organization [WHO], 1997; World Health Organization Qouality of Life [WHOQOL] Group, 2004). WHO memandang kualitas hidup sebagai konsep multidimensi.dimensi fisik, psikologis, lingkungan, relasi sosial, kebebasan, dan spiritualitas adalah dimensi-dimensi dalam kualitas hidup (WHO, 1997). Dimensi-dimensi ini secara kompleks saling memberikan pengaruh kepada kualitas hidup individu. Kualitas hidup yang baik akan memberikan manfaat positif bagi individu. Meeberg (1993) menyatakan bahwa kebahagiaan dan perasaan sejahtera adalah hasil dari terwujudnya kualitas hidup yang baik. Lebih lanjut Meeberg (1993) menuturkan bahwa individu yang menilai hidupnya berkualitas adalah individu yang bangga dan menghargai kehidupannya. Berdasarkan struktur konsep kualitas hidup (Hagerty dkk, 2001) terlihat bahwa hasil atau keluaran dari kualitas hidup adalah kebahagiaan, keberlangsungan hidup, dan kontribusi. Individu dengan kualitas hidup yang baik akan merasa bahagia, terus mampu mempertahankan keberlangsungan hidup, serta mampu berkontribusi kepada sesuatu yang lebih luas di luar diri. Dalam konteks keluarga, semua orangtua juga ingin memiliki kualitas hidup yang baik. Setiap orangtua ingin merasakan kenikmatan tertingi dalam segala kemungkinan penting yang ada dalam kehidupan keluarga mereka. Hidup yang berkualitas tidak saja menjadi tujuan tetapi juga akan memberikan dampak positif bagi orangtua. Orangtua dengan kualitas hidup yang baik merasa bahagia dengan kehidupan keluarga mereka, terus mampu menjaga keberlangsungan hidup diri dan seluruh anggota keluarga, serta dapat memberi kontribusi tidak hanya bagi keluarga sendiri, tetapi juga bagi sesuatu yang lebih luas di luar keluarga mereka.
3 3 Berdasarkan konsep kualitas hidup dari WHO (WHO, 1997), tergambar bahwa kualitas hidup orangtua dipengaruhi oleh kondisi kesehatan fisik, keadaan psikologis, keyakinan dan kebebasan orangtua, serta hubungan orangtua dengan figur yang menonjol di lingkungan keluarga. Salah satu figur yang menonjol di lingkungan keluarga adalah anak. Tidak ada orangtua yang ingin memiliki anak yang sakit atau menyandang disabilitas. Hanya saja pada kenyataannya terdapat berbagai jenis penyakit serta disabilitas yang dapat diderita oleh seorang anak dan selanjutnya mempengaruhi kualitas hidup orangtua. Kesehatan fisik, keadaan psikologis, dan kebebasan orangtua dapat terpengaruh karena mengasuh anak yang sakit atau menyandang disabilitas. Beberapa penelitian telah menunjukkan keterkaitan berbagai kondisi kesehatan anak dengan kualitas hidup orangtua. Penelitian Ones, Yilmaz, Centikaya, dan Caglar (2005) menunjukkan bahwa orangtua dengan anak penyandang cerebral palsy memiliki tingkat depresi yang tinggi dan kualitas hidup yang rendah. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ha, Hong, Seltzer, dan Greenberg (2008) memperlihatkan bahwa orangtua dengan anak penderita gangguan mental dan perkembangan ternyata lebih sering merasakan gangguan kesehatan dan kesejahteraan psikologisnya cenderung rendah. Penelitian Lee, P. dkk (2010) menunjukkan bahwa orangtua dengan anak penyandang Oppositional Defiant Symptoms memiliki kualitas hidup yang rendah, terutama pada aspek fisik, psikologis, serta lingkungan. Penelitian-penelitian ini menunjukkan bahwa pada kenyataanya terdapat berbagai kondisi anak yang dapat mempengaruhi kualitas hidup orangtua. Semua orangtua ingin segala aspek dalam kehidupan keluarga mereka mencerminkan kualitas hidup yang baik, walaupun kenyataan
4 4 memperlihatkan bahwa bagi orangtua dengan anak penyandang disabilitas atau sakit kronis kualitas hidup yang baik bukan sesuatu hal yang mudah dicapai. Salah satu jenis disabilitas yang umum terjadi pada anak adalah cerebral palsy (Centers for Disease Control and Prevention, 2014). Pada International Workshop on Definition and Classification of CP tahun 2007, cerebral palsy (CP) digambarkan sebagai sekelompok gangguan perkembangan gerak dan postur tubuh yang permanen, karena adanya gangguan yang bersifat non-progresif pada otak janin atau bayi yang sedang berkembang, yang mengakibatkan aktivitas seseorang menjadi terbatas (Rethlefsen, Ryan, & Kay, 2010). Prevalensi kejadian cerebral palsy berada dalam rentang 2.0 sampai dengan 2.5 setiap 1000 kelahiran hidup, dan jumlah penyandang CP terus meningkat secara perlahan sejak tahun 1970 (Reddihough & Collins, 2003). Data ini memperlihatkan bahwa di masa mendatang jumlah orangtua yang memiliki anak CP akan semakin banyak. Cerebral palsy secara umum terkait dengan berbagai gangguan motorik serta gangguan penyerta lain yang terkait dengan lesi pada otak (Bax dkk, 2005). Gangguan ini ditandai dengan kelainan otot, kelainan kontrol otot, gerakan dan postur tubuh yang tidak wajar, serta spastisitas (Gold, 2005). Penyandang CP akan mengalami kelambanan gerak, kejang, dan susah menjaga keseimbangan. Alat bantu gerak, seperti kruk atau kursi roda, terkadang harus digunakan untuk membantu mobilitas mereka. Rosenbaum dkk (2007) menyatakan bahwa selain mengalami gangguan gerak, penyandang CP juga dapat mengalami gangguan penyerta lainnya seperti gangguan persepsi, kognisi, komunikasi, perilaku, epilepsi, serta permasalahan muskuloskeletal (rasa sakit dan nyeri pada tubuh karena adanya gangguan pada otot, sendi, tendon, ligamen, dan saraf). Gangguangangguan tersebut akan dialami penyandang CP seumur hidup.
5 5 Gangguan-gangguan yang dialami penyandang CP mengakibatkan mereka cenderung tergantung kepada orang lain dalam melakukan berbagai aktivitas. Gold (2005) mengungkapkan bahwa 50% hingga 90% kehidupan penyandang cerebral palsy memiliki karakteristik bergantung kepada orang orangtua/ pengasuh untuk melakukan aktivitas merawat diri, kurang terlibat dalam kegiatan rumah, partisipasi yang terbatas dalam relasi sosial dan seksual, serta memiliki informasi yang terbatas tentang seksualitas. Semakin parah tingkat kecacatan penyandang CP, maka semakin banyak penyandang CP tersebut membutuhkan bantuan dari orang lain. Hal ini adalah tantangan bagi orangtua dan anggota keluarga anak CP. Keberadaan anak berkebutuhan khusus dalam sebuah keluarga akan menimbulkan tekanan dan tantangan bagi seluruh anggota keluarga (Elliot & Shewchuk, 2004). Davis dkk, (2010) menyatakan bahwa mengasuh anak penyandang CP akan memberi dampak pada aspek fisik, kesejahteraan sosial, kesehatan mental, finansial dan kebebasan keluarga. Tantangan yang muncul karena mengasuh anak CP akan semakin besar bila ada stigma yang buruk tentang mereka. Keluarga adalah komunitas yang akan menerima dampak secara langsung dari keberadaan anak penyandang CP sehingga perlu dilakukan sebuah usaha agar kualitas hidup seluruh anggota keluarga tetap baik. Orangtua adalah anggota keluarga yang akan menjadi pengasuh alami bagi anak CP. Ibu adalah sosok yang biasa menjadi pengasuh utama bagi mereka (Ones dkk, 2005). Mengasuh anak penyandang CP membuat ibu rentan terhadap tekanan psikologis dan jatuh sakit. Waktu yang dapat diluangkan ibu bagi diri mereka sendiri serta kesempatan untuk menjalin relasi sosial juga bisa berkurang karena setiap saat harus mendampingi anak CP. Keadaan seperti ini membuat kualitas hidup Ibu
6 6 dengan anak CP cenderung buruk (Ones dkk, 2005; Burton, Lethbridge, & Phipps, 2008; Terra dkk, 2011) Ibu perlu memiliki karakteristik pribadi yang dapat menanggapi tantangan yang muncul akibat mengasuh anak cerebral palsy, dengan tepat. Lazarus dan Folkman, serta Bandura (dalam Hystad, Eid, Laberg, & Johnsen, 2009) mengungkapkan bahwa karakteristik individu seperti motivasi, gaya menghadapi masalah, dan kepribadian berkontribusi terhadap cara individu menanggapi tekanan. Maddi dan Kobasa (1984) menyatakan bahwa kepribadian seseorang turut menentukan apakah seseorang akan jatuh sakit atau tidak saat menghadapi tekanan. Terkait dengan kepribadian, Rassart dkk, (2013) memaparkan bahwa cara individu menanggapi tekanan dan menjalani hidup sehari-hari, yang dipengaruhi oleh kepribadian dan kecenderungan pribadi individu, akan mempengaruhi kualitas hidup individu tersebut. Hal ini menggambarkan bahwa kepribadian berhubungan cara individu menanggapi tantangan. Kepribadian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepribadian tangguh. Kepribadian tangguh (hardiness) adalah salah satu karakteristik individu yang membuat ibu dengan anak CP akan mampu menanggapi tantangan dengan tepat ketika mengasuh anak CP. Maddi dan Khosaba (2005) menyatakan bahwa untuk menghadapi situasi yang penuh tekanan individu membutuhkan kepribadian yang tangguh. Kepribadian tangguh menurut Kobasa (1979) mampu menjadi penyangga (buffer) dampak stress terhadap kesehatan. Maddi dan Firestone (2013) menuturkan bahwa kepribadian tangguh adalah pola sikap dan ketrampilan yang memfasilitasi munculnya resiliensi.individu yang tangguh memiliki kontrol diri, komitmen, serta mampu melihat tantangan sebagai kesempatan (Maddi, & Kobasa, 1984). Individu
7 7 tersebut melihat perubahan yang terjadi sebagai sebuah kesempatan untuk bertumbuh, terlibat secara total dalam setiap aktivitas hidup sehari-hari, serta yakin bahwa individu turut mempengaruhi hal-hal yang dialami (Kobasa, 1979). Kepribadian tangguh menjaga performansi dan kesehatan individu dengan cara membantu individu untuk bertindak dan berpikir secara konstruktif ketika menghadapi keadaan yang penuh tekanan (Maddi & Khosaba, 2005; Kobasa, 1979). Melalui komitmen, kontrol diri, dan kemampuan melihat tantangan sebagai kesempatan, individu akan mendapatkan keberanian dan dorongan untuk menggunakan ketrampilan menghadapi masalah, kemampuan menjaga diri, serta dukungan sosial yang dimiliki sebagai usaha mengurangi dampak tekanan hidup (Maddi, 2006; Maddi & Firestone, 2013). Hal tersebut membuat pribadi yang tangguh tidak mudah tumbang ketika diterpa gelombang. Tantangan yang muncul karena mengasuh anak CP akan mempengaruhi ibu secara mental, fisik, dan perilaku. Ibu dengan anak CP perlu menjadi pribadi yang tangguh agar dapat menanggapi segala tantangan dengan tepat. Kepribadian tangguh menjaga performansi dan kesehatan ibu melalui tindakan dan pikiran yang konstruktif saat menghadapi tekanan akibat mengasuh anak CP. Melalui komitmen, kontrol diri, dan kemampuan melihat tantangan sebagai sarana pertumbuhan diri, ibu dengan anak CP akan mendapatkan keberanian dan dorongan untuk menggunakan ketrampilan menghadapi masalah, kemampuan menjaga diri, serta dukungan sosial yang ibu miliki guna mengurangi dampak tekanan hidup. Penelitian ini difokuskan kepada kualitas hidup ibu karena kualitas hidup dapat menjadi acuan penilaian keberhasilan intervensi program rehabilitasi. Figur ibu dipilih menjadi subjek penelitian karena pengalaman penulis selama mendampingi
8 8 komunitas komunitas orangtua anak CP menunjukkan bahwa para ibu lebih sering mendampingi anak CP daripada ayah. Pemaparan latar belakang menunjukkan bahwa ibu juga menjadi korban dari disabilitas anak penyandang CP, tetapi kenyataannya program rehabilitasi selama ini lebih banyak terfokus pada penyandang diabilitas itu sendiri. Ibu yang memiliki anak penyandang CP jarang menjadi sasaran perhatian dalam program rehabilitasi. Pengalaman penulis saat bekerja di pusat rehabilitasi penyandang disabilitas menunjukkan bahwa orangtua atau keluarga penyandang CP lebih sering diposisikan sebagai pemberi dukungan bagi penyandang CP, bukan sebagai pihak yang turut merasakan imbas dari disabilitas. Program-program intervensi bagi orangtua penyandang CP dilaksanakan hanya sebagai usaha agar orangtua dapat menjalankan intervensi secara mandiri bagi anak mereka yang menyandang CP, padahal orangtua anak CP juga perlu mendapatkan intervensi dalam program rehabilitasi karena mereka rentan memiliki kualitas hidup yang buruk. Sebagai figur yang biasa menjadi sosok pengasuh utama dalam keluarga, ibu perlu memiliki kualitas hidup yang baik. Figur ibu akan mempengaruhi pola asuh dan pendidikan anak dalam keluarga. Ibu juga merupakan rekan ayah dalam membangun keluarga.hal ini membuat kualitas hidup ibu penting diperhatikan, khususnya ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus seperti anak CP. Penelitian ini mencoba melihat secara empiris hubungan antara kepribadian tangguh ibu dan tingkat fungsi motorik anak CP dengan kualitas hidup ibu. Melalui penelitian ini penulis mencoba melihat apakah disabilitas seseorang anak dan kepribadian orangtua memiliki hubungan dengan kualitas hidup orangtua tersebut. Hasil penelitian diharapkan memberi manfaat bagi para kader kesehatan
9 9 masyarakat dan pemberi layanan rehabilitasi masyarakat dalam usaha meningkatkan kualitas hidup orangtua anak CP. B. Rumusan Masalah Berdasarkan paparan latar belakang, maka rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut: 1. Apakah terdapat hubungan antara tingkat fungsi motorik anak cerebral palsy dengan kualitas hidup ibu yang memiliki anak cerebral palsy? 2. Apakah terdapat hubungan antara kepribadian tangguh dengan kualitas hidup pada ibu yang memiliki anak cerebral palsy? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah melihat secara empiris hubungan tingkat fungsi motorik anak cerebal palsy dan kepribadian tangguh pada ibu yang memiliki anak cerebral palsy dengan kualitas hidup ibu. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan dalam bidang psikologi klinis dan psikologi rehabilitasi mengenai hubungan tingkat fungsi motorik anak CP dan kepribadian tangguh pada ibu dengan anak CP dengan kualitas hidup ibu dengan anak CP.
10 10 b. Manfaat Praktis Bagi kader masyarakat, petugas PUSKESMAS, dan komunitas-komunitas pemerhati CP, hasil penelitian diharapkan memberi gambaran tentang kualitas hidup ibu yang memiliki anak CP, sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan bagi orangtua anak berkebutuhan khusus yang dilayani. D. Perbedaan Dengan Penelitian Sebelumnya Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan fungsi motorik anak CP dengan kualitas hidup ibu yang memiliki anak CP. Prudente, Barbosa, dan Porto (2010) pernah melakukan penelitian untuk melihat apakah peningkatan fungsi motorik anak CP, yang terjadi setelah mengikuti rehabilitasi selama 10 bulan, akan diikuti oleh peningkatan kualitas hidup pada ibu. Penelitian yang dilakukan pada anak penyandang CP di Brazil, menemukan bahwa setelah mengikuti fisioterapi selama 10 bulan fungsi motorik anak CP naik secara signifikan.selanjutnya fungsi motorik yang semakin membaik ternyata diikuti dengan peningkatan kualitas hidup ibu. Yilmaz, Erkin, dan Ali (2013) melakukan penelitian untuk melihat faktor-faktor apa saja yang terkait dengan kualitas hidup ibu yang memiliki anak CP. Salah satu faktor yang dikaji adalah tingkat fungsional anak CP. Penelitian yang dilakukan di Turki ini menemukan bahwa kualitas hidup ibu yang memiliki anak CP berkorelasi dengan kecemasan, depresi, tingkat keberfungsian diri, dan tingkat pendidikan ibu, tetapi tidak berkorelasi dengan tingkat fungsi motorik anak CP. Penelitian serupa dilakukan oleh Ones dkk (2005) yang mencoba melihat hubungan antara kualitas hidup dan kondisi psikologis ibu yang memiliki anak CP
11 11 dengan tingkat disabilitas anak CP. Penelitian menemukan bahwa fungsi motorik anak CP tidak berkorelasi dengan kualitas hidup ibu. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian oleh Yilmaz dkk (2013), dan penelitian Ones dkk (2005) adalah bahwa penelitian ini mencoba melihat hubungan tingkat fungsi motorik anak CP dengan kualitas hidup ibu yang memiliki anak CP. Sedangkan perbedaan dengan penelitian oleh Prudente dkk (2010) adalah penelitian ini bukan penelitian eksperimen yang mencoba mengungkap efektifitas sebuah program rehabilitasi. Penelitian tentang tingkat fungsi motorik penyandang CP pernah dilakukan di Indonesia oleh Puspitasari, Rusmil, dan Gurnida (2013).Penelitian dilakukan untuk melihat hubungan tingkat fungsi motorik dengan kualitas hidup anak CP. Penelitian menemukan bahwa tingkat fungsi motorik anak CP berhubungan dengan kualitas hidup.kualitas hidup anak CP semakin menurun ketika fungsi motorik anak tersebut semakin buruk. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian oleh Puspitasari dkk (2013) terletak pada lokasi penelitian dan variabel penelitian. Penelitian dilakukan di Bandung sedangkan penelitian ini akan dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Variabel penelitian oleh Puspitasari dkk (2013) adalah tingkat fungsi motorik dan kualitas hidup anak CP, sedangkan variabel penelitian ini adalah tingkat fungsi motorik anak CP, dan kepribadian tangguh serta kualitas hidup ibu dengan anak CP. Penelitian mengenai kepribadian tangguh pada ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus pernah dilakukan, tetapi sejauh ini penulis belum pernah menemukan penelitian tentang kerpibadian tangguh pada ibu yang memiliki anak CP. Penelitian mengenai kepribadian tangguh pada ibu yang memiliki anak
12 12 berkebutuhan khusus antara lain dilakukan oleh Weiss (2002) yang menemukan bahwa kepribadian tangguh dan dukungan sosial adalah prediktor dari kesuksesan adaptasi ibu. Penelitian ini juga menemukan bahwa ibu yang menunjukkan sikap serta perilaku tangguh memiliki dukungan sosial yang lebih banyak daripada yang tidak menunjukkan sikap serta perilaku tangguh. Penelitian lain, oleh Ben-Zur, Duvdevany, dan Lury (2005), mencoba mengungkap hubungan kepribadian tangguh dan dukungan sosial dengan kesehatan mental ibu dengan anak yang mengalami hambatan intelektual.penelitian menemukan bahwa kepribadian tangguh dan dukungan sosial berkorelasi positif dengan kesehatan mental ibu, tetapi berkorelasi negatif dengan tingkat stress ibu. Perbedaan penelitian Weiss (2002), dan penelitian Ben-Zur dkk (2005) dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian ini tidak mengakaitkan kepribadian tangguh dengan kesehatan mental ibu dengan anak berkebutuhan khusus secara umum, tetapi mengkaitkannya secara spesifik dengan kualitas hidup ibu yang memiliki anak CP.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar 7-10 % anak berkebutuhan khusus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar 7-10 % anak berkebutuhan khusus dari total populasi anak. Data akurat tentang jumlah
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rosenbaum dkk, palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi palsi serebral Menurut Rosenbaum dkk, palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan dan bentuk tubuh, yang menyebabkan keterbatasan aktivitas fisik, gangguan tidak
Lebih terperinci229 Laurentius Purbo Christianto Studi Kuantitatif Deskriptif Kualitas Hidup Ibu yang Memiliki Anak Penyandang Cerebral Palsy
229 Laurentius Purbo Christianto Studi Kuantitatif Deskriptif Kualitas Hidup Ibu yang Memiliki Anak Penyandang Cerebral Palsy STUDI KUANTITATIF DESKRIPTIF KUALITAS HIDUP IBU YANG MEMILIKI ANAK PENYANDANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu maupun Ayah memiliki hak yang sama dalam merawat dan membesarkan anak. Membesarkan anak bukanlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai perubahan besar, diantaranya perubahan fisik, kognitif, dan psikososial.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam mendeteksi secara dini disfungsi tumbuh kembang anak. satunya adalah cerebral palsy. Cerebral palsy menggambarkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan masyarakat merupakan persoalan bersama yang harus menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat. Salah satu bagian dari program kesehatan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ringan sampai efek yang berat (Dickinson et al., 2007).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cerebral palsy atau CP adalah penyebab umum dari cacat fisik pada anak. Gangguan ini dapat menyebabkan kecacatan pada fungsi kognitif dan gerak dari yang ringan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang. telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menurut World Health
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki siklus hidup yang terus berjalan dari waktu ke waktu dan usia lanjut merupakan tahap akhir dari siklus tersebut yang merupakan kenyataan nyata yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena itu mereka termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus (Miller, 2005).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cerebral palsy merupakan suatu gangguan cacat motorik yang biasa terjadi pada anak usia dini, biasanya ditemukan sekitar umur kurang dari 2 tahun. Anak dengan cerebral
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak penyandang disabilitas, sering dibahasakan dengan anak berkebutuhan khusus (ABK). Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar 7-10 %
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan oleh orang tua. Anak merupakan harta berharga dan anugerah dari Tuhan. Anak juga merupakan pemacu harapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar belakang. postur, yang menyebabkan keterbatasan aktivitas dan dikaitkan dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Cerebral palsy (CP) adalah suatu kondisi kronis yang di definisikan sebagai gangguan permanen perkembangan gerakan dan postur, yang menyebabkan keterbatasan aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), lanjut usia (lansia) adalah orang berusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proporsi penduduk pada usia 60 tahun keatas di negara berkembang diperkirakan meningkat menjadi 20% antara tahun 2015-2050. Menurut World Health Organization (WHO),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada tahap ini ditandai dengan menurunnya kemampuan kerja tubuh (Nugroho, 2007). Semakin bertambahnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar orang yang sudah menikah menginginkan seorang anak dalam rumah tangga mereka. Anak merupakan titipan Tuhan yang harus dijaga dan dilindungi. Beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya manusia terlahir di dunia dengan keadaan normal dan sempurna. Namun pada kenyataannya hal tersebut tidak dialami oleh semua orang. Beberapa orang
Lebih terperinci1 Universitas Indonesia
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika seorang ibu sedang mengandung, tentunya ia mengharapkan anak yang ada dalam kandungannya itu akan lahir dengan sehat dan sempurna. Biasanya para orangtua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan tidak hanya menawarkan kebahagiaan tetapi juga penderitaan kepada manusia. Human life can be fullified not only in creating and enjoying, but also
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup. individu mengenai posisi individu dalam hidup, konteks budaya dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Hidup 1. Pengertian Menurut WHOQOL Group (1997) kualitas hidup adalah persepsi individu mengenai posisi individu dalam hidup, konteks budaya dan sistem nilai dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap keluarga memiliki cara tersendiri untuk menghadapi berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap keluarga memiliki cara tersendiri untuk menghadapi berbagai situasi selama rentang kehidupannya, begitu pula pada keluarga yang memiliki anak dengan hidrosefalus.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara hakikat sebenarnya tidak ada anak cacat melainkan anak berkebutuhan khusus karena anak-anak tersebut sama dengan anak-anak pada umumnya yang memiliki kelebihan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meninggal sebelum usia lima tahun didominasi oleh kelahiran prematur dan kelahiran bayi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi yang memungkinkan bayi lahir dalam keadaan tidak normal dan berisiko meninggal sebelum usia lima tahun didominasi oleh kelahiran prematur dan kelahiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. data Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) persennya merupakan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang tentu menikah dengan harapan memiliki keturunan yang sehat dan cerdas, namun semuanya tetap kembali pada kehendak Sang Pencipta. Setiap harinya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejak awal kehidupannya, manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autis adalah suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner yang dicirikan dengan ekspresi wajah yang kosong
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Obesitas dapat di definisikan sebagai kelebihan berat badan, yang dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas dapat di definisikan sebagai kelebihan berat badan, yang dapat meningkatkan resiko munculnya penyakit medis dan kematian dini (Villareal et al, 2005). Obesitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang abnormal, gerakan tak terkendali, dan kegoyangan saat. dengan sifat dari gangguan gerakan yaitu spastic, athetoid,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Cerebral Palsy (CP) merupakan salah satu kelainan yang dialami anak karena adanya hambatan pada bagian otak yang berhubungan dengan pengendalian aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tumbuh kembang anak adalah kondisi Cerebral Palsy (Rosenbaum, 2007).
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum tujuan pembangunan bangsa Indonesia yaitu memajukan kesejahteraan umum. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dilaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuh kembang anak yang optimal merupakan dambaan setiap orang tua dan orang tua harus lebih memperhatikan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuh kembang anak yang optimal merupakan dambaan setiap orang tua dan orang tua harus lebih memperhatikan setiap perkembangan dan pertumbuhan bayi atau anak mereka,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical Manual of Mental Disorder, 4th edition) adalah perilaku atau sindrom psikologis klinis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah terindah dalam keluarga. Setiap orang tua mengharapkan memiliki anak yang normal, namun sering hidup tidak berjalan seperti yang kita inginkan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bersifat non progresif yang terjadi pada proses tumbuh kembang. CP
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cerebral palsy merupakan suatu kelainan atau kerusakan pada otak yang bersifat non progresif yang terjadi pada proses tumbuh kembang. CP terjadi akibat kerusakan pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki
I. PENDAHULUAN Epilepsi adalah terganggunya aktivitas listrik di otak yang disebabkan oleh beberapa etiologi diantaranya cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, dan tumor otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan sosial kepada anak terlantar dengan melaksanakan penyantunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan dambaan setiap manusia. Kesehatan menjadi syarat utama agar individu bisa mengoptimalkan potensi-potensi yang dimilikinya. Kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa dimana individu telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Periode postpartum merupakan proses yang harus dilewati oleh wanita
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode postpartum merupakan proses yang harus dilewati oleh wanita dalam ber-transisi manjadi ibu atau mencapai peran sebagai ibu. Periode ini merupakan periode pembelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perusahaan yang tersebar luas di berbagai wilayah Indonesia, sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi yang semakin maju dan berkembang, banyak industri dan perusahaan yang tersebar luas di berbagai wilayah Indonesia, sehingga tercipta banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak - anak penderita cerebral palsy sangat kesulitan mendapatkan alat bantu berjalan, dikarenakan minimnya produk tersebut dijual umum di toko - toko alat kesehatan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam kehidupan berumah tangga, setiap pasangan tentu mendambakan kehadiran seorang anak sebagai pelengkap kebahagiaan serta puncak pemenuhan dari kebutuhan pernikahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdapat 2 sampai 2,5 persen beresiko cerebral palsy(nasution, 2013). Menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekitar tiga sampai lima menit bayi lahir dan dari seribu kelahiran hidup, terdapat 2 sampai 2,5 persen beresiko cerebral palsy(nasution, 2013). Menurut Illingwort
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ialah melihat usia harapan hidup penduduknya. Dari tahun ke tahun usia harapan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi ikut berkontribusi secara bermakna dalam dunia kesehatan. Salah satu tolok ukur kemajuan suatu bangsa ialah melihat usia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. otak yang menghambat tumbuh kembang anak. Brunner dan Suddarth mengartikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cerebral palsy (CP) merupakan suatu keadaan dimana terjadi kelumpuhan otak yang menghambat tumbuh kembang anak. Brunner dan Suddarth mengartikan kata cerebral
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. stimulus (Anurogo & Usman, 2014, h. 66). Epilepsi adalah kelainan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epilepsi merupakan penyakit yang mengganggu saraf otak. Epilepsi ditandai dengan kejang berulang yang terjadi tanpa adanya stimulus (Anurogo & Usman, 2014, h. 66). Epilepsi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Stroke juga merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia dan penyebab paling sering kecacatan pada orang dewasa (Abubakar & Isezuo, 2012). Stroke juga merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendalam di seluruh dunia dikarenakan jumlah penderita autisme yang semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Autisme kini sudah menjadi permasalahan gangguan perkembangan yang mendalam di seluruh dunia dikarenakan jumlah penderita autisme yang semakin banyak. Data
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wellbeing merupakan kondisi saat individu bisa mengetahui dan mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, dan secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelahiran anak merupakan dambaan setiap keluarga yang tidak ternilai harganya. Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan, yang harus dijaga, dirawat, dan diberi bekal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa kehidupan yang penting dalam rentang hidup manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satunya adalah cerebral palsy (CP). CP merupakan kelainan atau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa tumbuh kembang anak adalah masa yang sangat riskan bagi setiap kehidupan anak, maka sangat penting untuk memperhatikan semua aspek yang mendukung maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir terdapat perkembangan yang signifikan dari kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan publik menyangkut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tinggal di sana. Kehidupan perkotaan seperti di Jakarta menawarkan segala
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Jakarta seperti menjadi magnet yang menarik orang untuk datang dan tinggal di sana. Kehidupan perkotaan seperti di Jakarta menawarkan segala kemudahan dan serba
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan pada berbagai bidang terutama dibidang. (lansia) terus meningkat dari tahun ke tahun.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia Harapan Hidup (UHH) menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan terutama dibidang kesehatan. Bangsa yang sehat ditandai dengan semakin panjangnya
Lebih terperinciBAB I. A. Latar Belakang Masalah. biasanya disebabkan oleh usia yang semakin menua (Arking dalam Berk, 2011). Dari masa
BAB I A. Latar Belakang Masalah Jika dapat memilih semua manusia akan memilih untuk tidak menjadi tua. Ketika memasuki masa dewasa umumnya seseorang akan mengalami masa yang bersifat multidimensi dan multiarah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kronis dimana tulang rawan sendi lutut mengalami degenerasi secara perlahan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Osteoartritis (OA) lutut adalah suatu kondisi inflamasi, keadaan reumatik kronis dimana tulang rawan sendi lutut mengalami degenerasi secara perlahan. Osteoartritis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. deformitas sendi progresif yang menyebabkan disabilitas dan kematian dini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reumatoid Arthritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun yang menyerang persendian dan menyebabkan inflamasi yang ditandai dengan pembengkakan, nyeri, serta
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini tergolong
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini tergolong penyakit yang penularannya melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja sering kali disebut masa transisi atau masa peralihan dari anak-anak sebelum akhirnya masuk ke masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan berdampak pada penurunan angka kelahiran, angka kesakitan dan angka kematian serta peningkatan angka harapan hidup penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harapan tersebut bisa menjadi kenyataan. Sebagian keluarga memiliki anak yang
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Memiliki anak yang sehat secara fisik dan psikologis menjadi impian dan harapan yang sangat didambakan oleh setiap keluarga. Namun tidak semua harapan tersebut bisa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak. Berdasarkan data dari Pusat Data Informasi Nasional (PUSDATIN)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara dengan penyandang disabilitas yang cukup banyak. Berdasarkan data dari Pusat Data Informasi Nasional (PUSDATIN) Kementrian Sosial tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proporsi penduduk usia lanjut diproyeksikan meningkat setiap tahun diperkirakan mencapai 67 juta orang atau sekitar 24% dari seluruh populasi Indonesia pada tahun 2035.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurfitri Amelia Rahman, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan anak yang sehat dan normal biasanya dilihat dari bagaimana perkembangan motorik anak tersebut. Terkadang perkembangan motorik dijadikan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugrah yang Tuhan berikan untuk dijaga dan dirawat. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam masa tumbuh kembang. Memahami
Lebih terperinci5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
109 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran harapan dan konsep Tuhan pada anak yang mengalami kanker, serta bagaimana mereka mengaplikasikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat menerima
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pendidikan luar biasa atau pendidikan khusus anak berkelainan, istilah penyimpangan secara eksplisit ditunjukan kepada anak yang dianggap memiliki kelainan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan fisik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki keinginan untuk lahir dengan kondisi fisik yang normal dan sempurna, namun pada kenyataannya ada manusia yang tidak dapat mendapatkan kesempurnaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan salah satu jenis penyakit tidak menular yang insidennya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu jenis penyakit tidak menular yang insidennya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2012
Lebih terperinciABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa
ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cerebral palsy (CP). CP merupakan gangguan kontrol terhadap fungsi motorik
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa tumbuh kembang anak adalah masa yang sangat beresiko bagi setiap kehidupan anak,maka sangat penting untuk memperhatikan semua aspek yang mendukung maupun
Lebih terperinciKARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT (NDT) PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGIA DI YPAC SURAKARTA
1 KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT (NDT) PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGIA DI YPAC SURAKARTA Diajukan Guna Melengkapi Tugas- Tugas Dan Memenuhi Syarat-
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang semakin sering dijumpai. Telah diperkirakan bahwa pada tahun 1990-an stroke menyebabkan 4,4 juta kematian per tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi bangsa Indonesia, pendidikan adalah hal yang sangat penting. Cita-cita untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi bangsa Indonesia, pendidikan adalah hal yang sangat penting. Cita-cita untuk menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang terdidik bahkan telah tercetus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari kesejahteraan. Mereka mencoba berbagai cara untuk mendapatkan kesejahteraan tersebut baik secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mata, bahkan tak sedikit yang mencibir dan menjaga jarak dengan mereka. Hal
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi fisik yang berbeda bahkan tak lengkap, terkadang menyebabkan para difabel tuna daksa merasa menjadi kaum minoritas yang dikucilkan oleh masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau lebih. Kelumpuhan adalah cacat paling umum dialami oleh penderita stroke.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merujuk pada istilah medis stroke didefinisikan sebagai gangguan saraf permanen akibat terganggunya peredaran darah ke otak, yang terjadi sekitar 24 jam atau lebih.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ulfah Saefatul Mustaqimah,2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak setiap warga negara Indonesia. Kebutuhan siswa dalam belajar yang beragam mengakibatkan penanganan pada setiap kasus yang dihadapi harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkup perkantoran biasanya sudah dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas serta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern seperti sekarang, banyak pekerjaan yang dilakukan oleh sebagian besar orang, salah satunya adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil. Dimana profesi sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, 2008). Jumlah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut di katakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 tahun 1998 tentang kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar keluarga sejak di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar keluarga sejak di dalam kandungan. Pertumbuhan serta perkembangan anak yang normal menjadi impian setiap
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pengobatan dan peralatan (Busse, Blumel, Krensen & Zentner, 2010).Robertson
` BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kronis adalah penyebab dari kesakitan dan kematian yang membutuhkan jangka waktu lama dan respon yang kompleks, jarang sembuh total, serta berkoordinasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu dihadapkan pada pemikiran-pemikiran tentang seberapa besar pencapaian yang akan diraih selama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang
Lebih terperinciKARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK ATETOID HEMIPLEGI DI YPAC SURAKARTA
KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK ATETOID HEMIPLEGI DI YPAC SURAKARTA Oleh : Nugroho Budhi Apriliono J100070018 Diajukan guna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Ini tercantum dalam Undang
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN. A. Simpulan. pencapaian kebermaknaan hidup pada ibu dari penyandang cerebral palsy adalah
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian ini maka gambaran proses pencapaian kebermaknaan hidup pada ibu dari penyandang cerebral palsy adalah sebagai berikut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain dan kelak dapat hidup secara mandiri merupakan keinginan setiap orangtua
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak yang tumbuh dan berkembang sehat sebagaimana anak pada umumnya memiliki kecerdasan, perilaku yang baik, serta dapat bersosialisasi dengan orang lain dan kelak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penduduk lanjut usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan masyarakat yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan definisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Pergerakan yang dilakukan baik secara volunter maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk yang memerlukan gerak dan berpindah tempat. Aktivitas pergerakan normal sangat diperlukan dalam menunjang kegiatan sehari-hari. Pergerakan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULAN. adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan. Jenjang pendidikan tertinggi
1 BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Seiring dengan hal globalisasi yang tidak dapat diprediksi, peningkatan sumber daya mansia sangat dibutuhkan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan kehidupannya dapat dijalani dengan baik sesuai harapan-harapan di masa yang akan datang. Namun sering
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kecerdasan yang rendah di bawah rata-rata orang pada umumnya (Amrin,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sehat menurut WHO 2013 dalam kutipan (Siswanto, 2007) adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan, tanpa ada kecacatan. Setiap manusia juga ingin memiliki tubuh dan alat indera yang lengkap untuk dapat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. menunjukkan hardiness dan sesuai dengan aspek-aspek yang ada pada hardiness.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Penelitian ini menggunakan landasan teori dari Suzanne C. Kobasa mengenai hardiness. Alasan digunakannya teori ini adalah berdasarkan pada fenomena yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. reaksi fisik maupun psikologis yang mengganggu kehidupan sehari-hari (Priyoto,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stres merupakan suatu kondisi yang terjadi pada tubuh kita dalam bentuk reaksi fisik maupun psikologis yang mengganggu kehidupan sehari-hari (Priyoto, 2014). Stres bisa
Lebih terperinci