KESERAGAMAN SUHU UDARA DAN LARUTAN NUTRISI PADA BERBAGAI JARAK ANTAR NOZZLE UNTUK AEROPONIC CHAMBER SKRIPSI AULIA RIZQI NUR ABIDI F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KESERAGAMAN SUHU UDARA DAN LARUTAN NUTRISI PADA BERBAGAI JARAK ANTAR NOZZLE UNTUK AEROPONIC CHAMBER SKRIPSI AULIA RIZQI NUR ABIDI F"

Transkripsi

1 KESERAGAMAN SUHU UDARA DAN LARUTAN NUTRISI PADA BERBAGAI JARAK ANTAR NOZZLE UNTUK AEROPONIC CHAMBER SKRIPSI AULIA RIZQI NUR ABIDI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 UNIFORMITY OF AIR TEMPERATURE AND NUTRIENT SOLUTION TEMPERATURE ON NOZZLE SPACING FOR AEROPONIC CHAMBER Aulia Rizqi Nur Abidi and Herry Suhardiyanto Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Engineering Technology, Bogor Agricultural University (IPB), Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor,West Java, Indonesia. Phone , Auliazqi.ar@gmail.com ABSTRACT Aeroponics is a method for growing plants in a spraying system of nutrient solution to plants roots in a mist fogging in a closed environment. There is no enough data concerning uniformity of nozzle spacings in order to get the best nutrient solution spraying, based on uniformity of some parameters such as pressure, velocity and air temperature. Those parameters can be simulated by using Computational Fluid Dynamics (CFD) software. The objective of this research is to determine the best spraying design of aeroponics system because the spraying will interacts with roots directly. Research steps were aeroponic system installation, air temperature measurement, spraying velocity and pressure measurement. Simulation has been done by using Computational Fluid Dynamics (CFD) for three nozzle spacings. The nozzle spacings were 30 cm, 40 cm and 50 cm. The results showed that optimum nozzle spacing was 40 cm (using three nozzles) and 50 cm (using two nozzles). Validation has been conducted for nozzle spacing of 40 cm. The regression equation for measured (x) and simulated (y) air temperature was y = 1.603x , with a high coefficient of determination (R 2 was 0.972). It has been shown that the predicted temperature of nutrient solution agreed well with that of the measured temperatures. Keywords : aeroponics, nozzle, temperature, pressure, velocity, computational fluid dynamics

3 AULIA RIZQI NUR ABIDI. F Keseragaman suhu udara dan larutan nutrisi pada Berbagai Jarak Antar Nozzle untuk Aeroponic Chamber. Di bawah bimbingan Herry Suhardiyanto RINGKASAN Aeroponik merupakan salah satu sistem hidroponik yang tidak menggunakan media tanam karena tanaman menggantung di udara dengan kebutuhan unsur hara dan air dicukupi dari larutan nutrisi yang disemprotkan ke akar tanaman. Nozzle merupakan salah satu komponen yang berhubungan langsung dengan penyemprotan larutan nutrisi di dalam chamber. Tata letak nozzle di atas pipa merupakan salah satu faktor utama keseragaman penyemprotan larutan nutrisi yang meliputi spesifikasi nozzle, jarak antar nozzle dan arah penyemprotan nozzle. Kendala yang sering dihadapi adalah kesalahan dalam perancangan jarak antar nozzle dan pemilihan spesifikasi nozzle yang tepat untuk sistem aeroponik sehingga akan mempengaruhi keseragaman penyemprotan larutan nutrisi untuk akar tanaman dan pola sebaran suhu di dalam chamber aeroponik. Oleh karena itu, diperlukan penelitian tentang pemilihan perancangan jarak antar nozzle yang tepat untuk budidaya dengan menggunakan sistem aeroponik. Metode yang digunakan selama penelitian adalah persiapan penelitian, pembuatan chamber dan instalasi aeroponik, pengukuran suhu, pengukuran spesifikasi nozzle dan pipa, pengukuran debit penyemprotan larutan nutrisi di setiap nozzle, perhitungan konduktivitas panas chamber dan pipa sebagai input material properties untuk simulasi Computational Fluid Dynamic (CFD). Pada simulasi, asumsi jarak yang digunakan untuk perancangan jarak antar nozzle dengan luasan chamber 1.5 m 2 adalah 30 cm dengan jumlah empat nozzle, 50 cm dengan jumlah dua nozzle dengan standar jarak untuk validasi adalah 40 cm dengan jumlah tiga nozzle. Pada masing-masing jarak dilakukan pengubahan peletakkan setiap nozzle. Metode awal yang digunakan dalam simulasi CFD menggunakan Solidwork adalah pembuatan model 3D yaitu chamber dengan ukuran 1.5 m x 1 m x 0.3 m, pipa dan nozzle yang sesuai dengan spesifikasi dan material properties keadaan sebenarnya. Penentuan Boundary Condition yaitu dari ujung hulu pipa ke ujung hilir pipa, sebaran penyemprotan larutan nutrisi dari nozzle, dan ruas dinding chamber yang berdekatan dengan sebaran penyemprotan larutan nutrisi yang diasumsikan berukuran 30 cm di atas pipa. Input yang digunakan adalah parameter yang telah dilakukan pengukuran dan perhitungan yaitu kecepatan aliran, tekanan, suhu inlet yaitu suhu awal larutan nutrisi melalui pipa dan suhu outlet yaitu suhu ujung nozzle dimana larutan nutrisi mulai disemprotkan. Output yang diharapkan dalam simulasi adalah sebaran panjang penyemprotan (turbulence length), tekanan, kecepatan aliran dan suhu udara di dalam chamber. Tahap selanjutnya adalah validasi hasil simulasi terhadap hasil pengukuran dan perhitungan. Dari hasil validasi diketahui bahwa suhu udara hasil simulasi ternyata mendekati hasil pengukuran. Analisis regresi terhadap hubungan keduanya menunjukkan bahwa pada persamaan regresi y = 1.063x , nilai intersep mendekati 0 dan nilai gradien mendekati 1 yaitu dengan nilai R 2 sebesar Ketiga nilai tersebut menunjukkan bahwa CFD dapat digunakan untuk memprediksi distribusi suhu dengan akurasi yang baik. Hasil simulasi suhu udara di dalam chamber pada jarak antar nozzle 30 cm adalah 26.3 o C hingga 29.7 o C, pada jarak antar nozzle 40 cm adalah 25 o C hingga 28 o C dan pada jarak antar nozzle 50 cm adalah 26.7 o C hingga 28 o C. Dari hasil simulasi menunjukkan bahwa semakin pendek jarak antar nozzle maka semakin tinggi suhu yang dihasilkan pada titik-titik pengukuran di dalam chamber aeroponik. Hal ini disebabkan oleh tumbukan semprotan fluida, semakin banyak terjadi tumbukan semprotan fluida di dalam chamber maka suhu udara yang dihasilkan semakin tinggi. Pada jarak 30 cm, nilai tekanan dari nozzle A sebesar atm, nozzle B sebesar atm, nozzle C sebesar atm dan nozzle D sebesar atm. Pada jarak 40 cm, nilai tekanan nozzle A sebesar atm, nozzle B sebesar atm dan nozzle C sebesar atm. Pada jarak 50 cm, tekanan yang dihasilkan pada nozzle A adalah 1.74 atm dan nozzle B sebesar 1 atm. Nilai tekanan udara di dalam chamber yang dihasilkan dari simulasi untuk semua jarak antar nozzle adalah 1 atm.

4 Hasil simulasi kecepatan aliran penyemprotan pada jarak antar nozzle 30 cm pada nozzle A adalah m/s, nozzle B adalah m/s, nozzle C adalah m/s, dan nozzle D sebesar 5.93 m/s. kecepatan aliran penyemprotan untuk jarak 40 cm pada nozzle A sebesar m/s, nozzle B sebesar m/s sedangkan nozzle C sebesar m/s. Kecepatan aliran penyemprotan untuk jarak antar nozzle 50 cm pada nozzle A bernilai 9.48 m/s dan nozzle B bernilai m/s. Kecepatan aliran udara di dalam chamber untuk jarak antar nozzle 30 cm dan 50 cm adalah 0 m/s sedangkan pada jarak 40 cm sebesar 1.23 m/s. Berdasarkan hasil simulasi nilai keseragaman tekanan, kecepatan aliran penyemprotan dan suhu maka jarak antar nozzle yang optimal dengan luasan chamber 1.5 m 2 adalah jarak antar nozzle 40 cm dengan tiga buah nozzle dan 50 cm dengan dua buah nozzle. Posisi cara peletakkan nozzle mempengaruhi pola sebaran suhu di dalam chamber dan kecepatan aliran penyemprotan.

5 KESERAGAMAN SUHU UDARA DAN LARUTAN NUTRISI PADA BERBAGAI JARAK ANTAR NOZZLE UNTUK AEROPONIC CHAMBER SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh AULIA RIZQI NUR ABIDI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

6 Judul Skripsi Nama NIM : Keseragaman Suhu Udara dan Larutan Nutrisi pada Berbagai Jarak Antar Nozzle untuk Aeroponic Chamber : Aulia Rizqi Nur Abidi : F Menyetujui, Pembimbing, (Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc.) NIP Mengetahui : Ketua Departemen, (Dr. Ir. Desrial, M.Eng.) NIP Tanggal lulus :

7 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Keseragaman Suhu Udara dan Larutan Nutrisi pada Berbagai Jarak Antar Nozzle untuk Aeroponic chamber adalah hasil karya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2012 Yang membuat pernyataan Aulia Rizqi Nur Abidi F

8 Hak cipta milik Aulia Rizqi Nur Abidi, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

9 BIODATA PENULIS Aulia Rizqi Nur Abidi, Lahir pada 27 Maret 1990 di Tuban, Jawa Timur. Penulis lahir sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Arif Abidullah dan Ibu Lilik Nur Komariyah. Pendidikan formal mulai ditempuh di TK Muslimat 1, Tuban ( ), SDN kutorejo 3, Tuban ( ), SMPN 3, Tuban ( ), SMAN 2, Tuban ( ), dan Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Teknik Pertanian (Teknik Mesin dan Biosistem) Fakultas Teknologi Pertanian ( ). Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam mengikuti berbagai kegiatan termasuk menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) Periode sebagai staf riset dan keteknikan pertanian kemudian dilanjutkan pada periode sebagai sekretaris umum departemen riset dan keteknikan pertanian. Selain itu, penulis juga menjadi asisten praktikum mata kuliah lingkungan dan bangunan pertanian pada tahun dan Teknologi greenhouse dan hidroponik pada tahun Adapun prestasi yang pernah diukir penulis adalah juara II lomba presentasi PKM tingkat Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009, lolos pendanaan PKM kewirausahaan tingkat nasional pada tahun 2011 dan sebagai pendamping Jambore Sahabat Anak Marginal tingkat Jabodetabek pada tahun Penulis melaksanakan praktik lapang di Perkebunan hidroponik sayuran dan buah, PT. Saung Mirwan, Bogor, Jawa Barat selama 40 hari dengan topik Teknologi Greenhouse dan Hidroponik di PT Saung Mirwan. Di tahun berikutnya, Penulis melakukan penelitian sebagai syarat kelulusan Sarjana Teknologi Pertanian dengan judul Keseragaman suhu udara dan larutan nutrisi pada berbagai jarak antar nozzle untuk aeroponic chamber.

10 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karunia-nya sehingga skripsi dengan judul Keseragaman Suhu Udara dan Larutan Nutrisi pada Berbagai Jarak Antar Nozzle untuk Aeroponic Chamber dapat diselesaikan. Shalawat serta salam juga dihaturkan kepada nabi besar Rasulullah SAW, Pemimpin besar umat islam. Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama pelaksanaan penelitian dan dalam penyusunan skripsi 2. Dr. Ir. Gatot Pramuhadi, M.Si. dan Dr. Ir. Wawan Hermawan, M.S. sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini 3. Ayah, Mama, Adik, Bu puh dan Pak puh untuk semua pertolongan, dukungan moril dan materiil, kasih sayang dan semua pengorbanan yang tak terhingga 4. Pak Ahmad, Mas Darma, Pak Harto serta seluruh civitas departemen Teknik Mesin dan Biosistem yang telah memberikan pengarahan selama melakukan penelitian 5. Kak Agus yang telah memberikan bimbingan mengenai simulasi CFD dengan Solidworks 6. Ibu Enny Sumarni, Derry Riskawati, Nurul Fuadah, Kak Chrisye, Dina Purnamasari, Yuliani dan Bareth Juanda sebagai partner penelitian yang telah membantu selama penelitian berlangsung 7. Salman Al Farisi, rekan-rekan TEP 45, sahabat rumah 22 dan sahabat wisma asri yang telah memberikan semangat dan dukungan selama di IPB Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bogor, Desember 2012 Aulia Rizqi Nur Abidi 1

11 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xv I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG TUJUAN... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA AEROPONIK SUHU... 4 RUMAH TANAMAN KARAKTERISTIK NOZZLE DAN PENYEMPROTAN... 5 PINDAH PANAS ALIRAN LARUTAN NUTRISI DALAM PIPA DASAR-DASAR SIMULASI COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) VALIDASI III. METODE PENELITIAN WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN ALAT DAN BAHAN TAHAPAN PENELITIAN ASUMSI YANG DIGUNAKAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN SUHU PENYEMPROTAN LARUTAN NUTRISI PADA INSTALASI AEROPONIK DISTRIBUSI KECEPATAN ALIRAN PADA SAAT PENYEMPROTAN LARUTAN NUTRISI SEPANJANG PIPA DISTRIBUSI TEKANAN PADA SAAT PENYEMPROTAN LARUTAN NUTRISI SEPANJANG PIPA... ` VALIDASI HASIL SIMULASI PEMILIHAN JARAK ANTAR NOZZLE YANG EFEKTIF V. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN

12 5.2 SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

13 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Koefisien Debit untuk Nozzle... 6 Tabel 2.Ikhtisar Persamaan-Persamaan yang digunakan dalam Perpindahan Panas Konveksi Paksa di dalam Saluran... 8 Tabel 3. Computational Domain Instalasi Aeroponik Tabel 4. Material Properties xii

14 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Sistem Aeroponik... 3 Gambar 2. Standar Peak Greenhouse... 5 Gambar 3. Nozzle... 5 Gambar 4. Tangki Larutan Nutrisi Gambar 5. Chamber Aeroponik Gambar 6. Pompa Air Gambar 7. Timer Gambar 8. Nozzle dan Pipa Gambar 9. Chiller Gambar 10. Hybrid Recorder Gambar 11. Diagram skematik penentuan validasi Gambar 12. Diagram skematik penentuan pemilihan jarak antar nozzle optimum Gambar 13. Skema posisi pengukuran di dalam chamber Gambar 14. Skema simulasi Computational Fluid Dynamic Gambar 15. Posisi Arah Penyemprotan Nozzle Gambar 16. Posisi Arah Penyemprotan pada Jarak Antar Nozzle 50 cm Gambar 17. Posisi Arah Penyemprotan pada Jarak Antar Nozzle 30 cm Gambar 18. Grafik Perubahan Suhu Larutan Nutrisi pada 29 Maret Gambar 19. Grafik Perubahan Suhu Larutan Nutrisi pada 30 Maret Gambar 20. Grafik Perubahan Suhu Larutan Nutrisi pada 12 April Gambar 21. Grafik Perubahan Suhu Larutan Nutrisi pada 13 April Gambar 22. Grafik Perubahan Suhu Larutan Nutrisi Sepanjang Pipa pada 12 April Gambar 23. Grafik Nilai Tekanan Setiap Nozzle Berdasarkan Perhitungan Gambar 24. Grafik Perbedaan Suhu Hasil Simulasi pada berbagai Jarak Antar Nozzle Gambar 25. Grafik Perbedaan Tekanan Hasil Simulasi dengan Berbagai Jarak antar Nozzle Gambar 26. Grafik Perbedaan Kecepatan Aliran Penyemprotan Hasil Simulasi dengan Berbagai Jarak antar Nozzle Gambar 27. Validasi Suhu Udara dan Hasil Simulasi dibandingkan dengan Hasil Pengukuran Gambar 28. Distribusi Suhu Minimum pada Jarak Antar Nozzle 40 cm Gambar 29. Distribusi Suhu Maksimum pada Jarak Antar Nozzle 40 cm xiii 5

15 Gambar 30. Distribusi Tekanan pada Jarak Antar Nozzle 40 cm Gambar 31. Distribusi Kecepatan Aliran Penyemprotan pada Jarak Antar Nozzle 40 cm Gambar 32. Distribusi Suhu Minimum pada Jarak Antar Nozzle 50 cm Gambar 33. Distribusi Suhu Maksimum pada Jarak Antar Nozzle 50 cm Gambar 34. Distribusi Tekanan pada Jarak Antar Nozzle 50 cm Gambar 35. Distribusi Kecepatan Aliran Penyemprotan pada Jarak Antar Nozzle 50 cm Gambar 36. Distribusi Suhu Minimum pada Jarak Antar Nozzle 30 cm Gambar 37. Distribusi Suhu Maksimum pada Jarak Antar Nozzle 30 cm Gambar 38. Distribusi Tekanan pada Jarak Antar Nozzle 30 cm Gambar 39. Distribusi Kecepatan Aliran Penyemprotan pada Jarak Antar Nozzle 30 cm Gambar 40. Distribusi Suhu pada Jarak Antar Nozzle 40 cm tampak kanan Gambar 41. Distribusi Suhu pada Jarak Antar Nozzle 50 cm tampak kanan Gambar 42. Distribusi Suhu pada Jarak Antar Nozzle 30 cm tampak kanan Gambar 43. Distribusi Turbulence Length Jarak Antar Nozzle 40 cm tampak Kanan.. 43 Gambar 44. Distribusi Turbulence Length Jarak Antar Nozzle 50 cm tampak Kanan. 43 Gambar 45. Distribusi Turbulence Length Jarak Antar Nozzle 30 cm tampak Kanan. 43 Gambar 46. Grafik Perbandingan Sebaran Suhu Simulasi dengan berbagai Jarak Penyemprotan Gambar 47. Grafik Perbandingan Sebaran Tekanan Simulasi dengan berbagai Jarak Penyemprotan Gambar 48. Grafik Perbandingan Sebaran Kecepatan Aliran Penyemprotan Simulasi dengan berbagai Jarak Penyemprotan xiv 6

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Skema Pengukuran Lampiran 2. Suhu di Pengukuran pada saat 29 Maret Lampiran 3. Suhu di Pengukuran pada saat 30 Maret Lampiran 4. Suhu di Pengukuran pada saat 12 April Lampiran 5. Suhu di Pengukuran pada saat 13 April Lampiran 6. Geometri Nozzle Lampiran 7. Perhitungan Error Hasil Simulasi Lampiran 8. Perhitungan Tekanan, Debit dan Kecepatan Aliran xv 7

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan suatu kegiatan budidaya adalah mutu produk pada saat tanam, panen, dan pasca panen. Pada lahan terbuka sering dijumpai produk yang dipanen ternyata dengan mutu rendah. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah kegiatan budidaya yang kurang optimal dalam persiapan lahan, tanam, perawatan masa tumbuh tanaman hingga panen. Kegiatan budidaya yang dilakukan pada lahan terbuka sangat tergantung kepada faktor lingkungan yang seringkali tidak menguntungkan bagi budidaya tanaman tersebut. Salah satu alternatif kegiatan budidaya yang menerapkan teknologi dan terbukti mampu menghasilkan produk yang berkualitas adalah teknologi hidroponik yang merupakan cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah. Pada lahan terbuka, pemberian air dan pemupukan seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman sehingga menyebabkan hasil panen kurang optimal. Hal ini berbeda dengan budidaya hidroponik di dalam rumah tanaman yang kebutuhan air dan nutrisinya seragam untuk seluruh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Aeroponik merupakan salah satu sistem hidroponik yang tidak menggunakan media tanam karena tanaman menggantung di udara dengan kebutuhan unsur hara dan air dicukupi dari larutan nutrisi yang disemprotkan ke akar tanaman. Aeroponik adalah salah satu inovasi teknologi budidaya yang menguntungkan karena mutu produk yang dihasilkan akan baik serta tidak membutuhkan lahan yang luas. Namun, penggunaan sistem aeroponik memiliki kelemahan yaitu biaya yang mahal karena membutuhkan beberapa komponen instalasi seperti pompa, chamber, pipa PE, nozzle, tangki larutan nutrisi beserta nutrisi AB dan chiller. Nozzle adalah salah satu komponen yang berhubungan langsung dengan penyemprotan larutan nutrisi di dalam chamber. Tata letak nozzle di atas pipa PE meliputi spesifikasi nozzle, jarak antar nozzle dan cara peletakkan nozzle. Kendala yang sering dihadapi adalah kesalahan dalam perancangan jarak antar nozzle dan cara peletakkan nozzle yang tepat untuk sistem aeroponik sehingga tanaman akan tumbuh tidak seragam dan terjadi pemborosan larutan nutrisi yang menyebabkan tanaman kekurangan pasokan larutan nutrisi. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan tentang pemilihan perancangan jarak antar nozzle yang tepat untuk budidaya dengan menggunakan sistem aeroponik sehingga akan terjadi keseragaman penyemprotan larutan nutrisi yang akan mempengaruhi keseragaman distribusi suhu optimum ruang tanam yaitu 25 o C 28 o C. keseragaman penyemprotan larutan nutrisi akan menyebabkan akar tanaman yang menggantung di dalam chamber tumbuh dengan optimum. Computational Fluid dynamics (CFD) merupakan salah satu metode efektif untuk menentukan jarak antar nozzle optimum dalam perancangan instalasi aeroponik karena dengan metode CFD dapat diprediksi aliran fluida yang terjadi di dalam chamber tanpa dilakukan perlakuan di lapangan. Penelitian yang berjudul keseragaman suhu udara dan larutan nutrisi pada berbagai jarak antar nozzle untuk aeroponic chamber ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang pemilihan perancangan jarak antar nozzle yang tepat agar diperoleh keseragaman penyemprotan larutan nutrisi dan keseragaman pola sebaran suhu di dalam chamber aeroponik sehingga akar dapat tumbuh optimal di dalam chamber dan tanaman mampu menghasilkan komoditas yang baik. 8

18 1.2 Tujuan Penelitian 1. Membandingkan suhu larutan nutrisi dan udara di dalam chamber aeroponik hasil simulasi menggunakan CFD dan hasil pengukuran 2. Melakukan simulasi distribusi suhu larutan nutrisi dan udara di dalam chamber aeroponik menggunakan CFD berdasarkan perbedaan jarak antar nozzle 3. Menentukan jarak antar nozzle optimum untuk keseragaman penyemprotan larutan nutrisi di dalam chamber aeroponik berdasarkan suhu udara, suhu larutan nutrisi, tekanan dan kecepatan aliran penyemprotan nozzle 9

19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aeroponik Aeroponik adalah metode budidaya tanaman dimana akar tanaman menggantung di udara serta memperoleh unsur hara dan air dari larutan nutrisi yang disemprotkan ke akar tanaman (Suhardiyanto, 2009). Sistem aeroponik terkait dengan oksigenasi dari tiap butiran kabut halus larutan hara sehingga respirasi akar lancar dan menghasilkan banyak energi. Sistem aeroponik terkait erat dengan parameter lingkungan di sekitar sistem dan di dalam greenhouse. Parameter yang menunjang pertumbuhan tanaman dalam sistem aeroponik adalah suhu, radiasi matahari, curah hujan, kelembaban, elevasi, air, angin dan oksigen (Lingga, 2009). Aeroponik digunakan untuk budidaya sayuran daun seperti bayam, caisin, kailan, kangkung, pakchoy, selada dan sebagainya. Larutan nutrisi disemprotkan dalam bentuk kabut ke akar tanaman yang berada dalam chamber dengan durasi tertentu. Chamber merupakan lingkungan tertutup tempat tumbuhnya akar (Suhardiyanto, 2009). Sistem ini meliputi sprayer nozzles untuk menyemprotkan larutan nutrisi, pompa yang dilengkapi dengan timer, chamber, styrofoam, dan pipa. Aeroponik tidak memerlukan media tanam namun tanaman perlu ditopang agar dapat tumbuh dengan tegak. Biasanya helaian styrofoam yang telah dilubangi digunakan untuk menempatkan pangkal batang tanaman. Helaian styrofoam ini diletakkan di bagian atas chamber, memisahkan kanopi dengan akar tanaman. Pada skala komersial, beberapa chamber umtuk aeroponik dirangkai membentuk suatu jaringan sistem aeroponik (Prastowo et al., 2007). Nutrisi yang diberikan pada sistem aeroponik yaitu dari unsur makro (N, P, K, Mg, Ca,, S) maupun mikro (Mn, Mo, Cu, Fe, B, Zn) (Gunawan, 2010). Tanaman yang memiliki berat biomassa melebihi kapasitas yang dapat ditopang oleh Styrofoam, yaitu 3 kg/m 2 maka diperlukan kawat atau tali penahan kanopi tanaman agar helaian Styrofoam tidak melengkung dan patah. Debit aliran larutan nutrisi yang diperlukan untuk sistem aeroponik hanya memerlukan 1.5 ml/menit. Pada sistem aeroponik juga diperlukan pengecekan terhadap nozzle secara berkala untuk menjamin kelancaran perngabutan larutan nutrisi ini karena jika tidak dilakukan pengecekan maka nozzle sering tersumbat oleh kotoran atau partikel dalam nutrisi (Suhardiyanto, 2009). Sumber: Gambar 1 Skema Sistem Aeroponik 3

20 2.2 Suhu Suhu lingkungan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan berperan penting mengetahui apakah kegiatan budidaya berjalan optimal atau belum. Menurut Harjadi (2008) Suhu lingkungan berpengaruh terhadap proses fisik dan kimiawi tanaman dan selanjutnya akan mengendalikan proses biologi dalam tanaman. Pengendalian suhu sangat penting dilakukan dalam budidaya aeroponik di dalam greenhouse karena suhu yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan akan merusak tanaman. Suhu terlalu dingin akan membekukan dan suhu terlalu tinggi dapat mematikan tanaman sebagai akibat koagulasi protein. Terhentinya pertumbuhan pada suhu tinggi merupakan suatu gambaran dari suatu keseimbangan metabolik yang terganggu. Suhu optimum untuk pertumbuhan akar umumnya lebih rendah daripada suhu untuk pertumbuhan taruk yaitu 25 o C- 28 o C. Respon laju pertumbuhan tanaman terhadap satu kisaran suhu yang luas (konstan) dibagi menjadi dua bagian yaitu kisaran suhu minimum dan maksimum, dimana pertumbuhan tanaman dapat dipertahankan dengan anggapan bahwa suhu merupakan faktor pembatas pertumbuhan. Suhu berkorelasi positif dengan radiasi matahari. Tinggi rendahnya suhu disekitar tanaman ditentukan oleh intensitas radiasi matahari, kerapatan tanaman, distribusi cahaya dalam tajuk tanaman serta kandungan lengas tanah. Suhu akan mempengaruhi beberapa proses fisiologis yaitu bukaan stomata, laju transpirasi, laju penyerapan air dan nutrisi, fotosintesis, dan respirasi. 2.3 Rumah Tanaman Pengertian greenhouse di daerah tropis didefinisikan sebagai rumah tanaman berfungsi sebagai bangunan perlindungan tanaman baik pada budidaya tanaman dengan media tanah maupun dengan sistem hidroponik (Suhardiyanto, 2009). Menurut Nelson (1978) greenhouse didefinisikan sebagai suatu bangunan yang memiliki struktur atap dan dinding yang bersifat tembus cahaya. Cahaya yang dibutuhkan oleh tanaman dapat masuk ke dalam rumah tanaman sehingga tanaman terhindar dari kondisi yang tidak menguntungkan. Selain itu, dengan pemakaian greenhouse maka suhu, kelembaban, cahaya, dan keperluan tanaman yang lain dapat diatur sehingga tanaman dapat ditanami sepanjang tahun. Didalam rumah tanaman, parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman yaitu cahaya matahari, suhu udara, kelembaban udara, pasokan nutrisi, kecepatan angin, dan konsentrasi karbondioksida dapat dikendalikan dengan mudah. Penggunaan rumah tanaman memungkinkan dilakukannya modifikasi lingkungan yang tidak sesuai bagi pertumbuhan tanaman menjadi lebih mendekati kondisi optimum bagi pertumbuhan tanaman (Suhardiyanto, 2009). Di kawasan yang beriklim tropika basah, rumah tanaman berfungsi sebagai bangunan perlindungan tanaman baik pada budidaya tanaman dengan media tanah maupun dengan sistem hidroponik. Di Indonesia, konsep rumah tanaman dengan umbrella effect lebih sesuai. Rumah tanaman lebih ditujukan untuk melindungi tanaman dari hujan, angin dan hama. Selain itu rumah tanaman dibangun untuk mengurangi intensitas radiasi matahari yang berlebihan, mengurangi penguapan air dari daun dan media, serta memudahkan perawatan tanaman (Suhardiyanto, 2009). 4

21 Gambar 2. Standar Peak Greenhouse (Suhardiyanto, 2009) 2.4 Karakteristik dan kecepatan aliran penyemprotan nozzle Nozzle berfungsi untuk menyemprotkan fluida cair dari pompa injeksi ke dalam silinder dengan tekanan tertentu untuk mengatomisasi fluida cair secara merata. Konstruksi Nozzle secara umum dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Nozzle Nilai Koefisien kapasitas untuk nozzle dengan menggunakan tap sudut dapat dilihat pada Tabel 1 berlaku untuk daerah kerja: D = Diameter tabung (mm), 50 mm D 500 mm = rasio diameter, Re = Reynolds Number 10 5 Re

22 Tabel 1. Koefisien debit untuk nozzle Β C Β C Β C Β C 0,30 0, ,44 0, ,58 0, ,72 0, ,32 0, ,46 0, ,60 0, ,74 0, ,34 0, ,48 0, ,62 0, ,76 0, ,36 0, ,50 0, ,64 0, ,78 0,909 2 Sumber.: SNI 0140:2007 0,38 0, ,52 0, ,66 0, ,80 0,900 8 Nozzle memiliki tap sudut sehingga persamaan untuk menghitung nilai debit penyemprotan nozzle sebagai 0,40 berikut :0, ,54 0, ,68 0, ,42 0, ,56 0, (1) 0,70 0,936 8 Dimana : Q = debit (m 3 /min) C = koefisien debit E = Koefisien kecepatan = ( 1-β 4 ) -1/2 a = Luas penampang peralatan pembatasan ( m 2 ) = (π/4)d 2 d = diameter leher peralatan pembatasan (m) g = percepatan gravitasi = 9.81 m/detik 2 h = beda ketinggian (m) Selain menggunakan persamaan (1), perhitungan debit nozzle dapat dilakukan dengan metode volume yang dinyatakan dalam persamaan 2:... (2) Dimana : Q = debit ( m 3 / min) v = volume air yang dimasukkan ke dalam bak selama t detik (m 3 ) t = waktu yang dibutuhkan untuk memasukkan air sejumlah V m 3 (s) Perhitungan kecepatan aliran penyemprotan dengan menggunakan persamaan 3:.. (3) Dimana : Q = debit ( m 3 / s ) V = Kecepatan Aliran (m/s) A = Luas penampang Nozzle (m 2 ) Kecepatan aliran penyemprotan pada setiap nozzle di sepanjang pipa PE akan mempengaruhi efisiiensi penyemprotan. Efisiensi penyemprotan meliputi keseragaman penyebaran penyemprotan larutan nutrisi di dalam chamber aeroponik dan kehilangan air. Jika nilai keseragaman penyebaran rendah atau kehilangan air besar, maka efisiensi penyemprotan menjadi rendah (christianses, 1942 di dalam Jensen 1983). 6

23 2.5 Pindah Panas Peristiwa pindah panas didefinisikan sebagai berpindahnya energi dari satu daerah ke daerah lain sebagai akibat dari beda suhu dari daerah-daerah tersebut (Kreith, 1994). Pindah panas dapat terjadi secara konduksi, konveksi, dan radiasi Konduksi Konduksi adalah peristiwa aliran panas yang terjadi dari daerah dengan suhu tinggi ke suhu rendah di dalam suatu medium atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung (Kreith, 1994). Besaran perpindahan panas konduksi tergantung dari nilai konduktivitas panas suatu bahan. Menurut Holman (1994), jika suatu bahan terdapat gradien suhu maka terjadi perpindahan energi atau panas dari bagian yang bersuhu tinggi ke yang lebih rendah. Besarnya laju aliran panas dengan cara konduksi suatu bahan dinyatakan dalam :.... ( 4 ) Konveksi Dimana : Qcond : Laju Perpindahan Panas (W) k : Konduktivitas termal bahan (W/m.K) A : Luas penampang benda yang tegak lurus aliran panas (m 2 ) dt : Perubahan Suhu dari T1 ke T2 dx : Ketebalan dinding (m) Konveksi adalah proses perpindahan energi kerja gabungan dari konduksi panas, penyinggungan energi dan gerakan mencampur. Perpindahan kalor konveksi tergantung pada viskositas fluida disamping ketergantungannya pada sifat-sifat termal fluida tersebut (konduktivitas termal kalor spesifik, densitas). Hal ini disebabkan viskositas mempengaruhi profil kecepatan, oleh karena itu akan mempengaruhi laju perpindahan energi di daerah dinding (Holman, 1994). Menurut Kreith (1994) perpindahan panas konveksi berdasarkan cara menggerakkan alirannya diklasifikasikan menjadi dua cara yaitu, konveksi alami dan konveksi paksa. Bila gerakan mencampur berlangsung semata-mata sebagai akibat dari perbedaan kerapatan yang disebabkan oleh gradien suhu, tanpa ada sumber gerakan dari luar maka disebut konveksi bebas (natural convection). Sedangkan apabila gerakan mencampur disebabkan oleh suatu alat dari luar disebut konveksi paksa (forced convection). Laju perpindahan panas konveksi dinyatakan dalam persamaan berikut : QConv = ha ( Ts Tf)... (5) Dimana : Qconv : Laju Perpindahan panas (W) h : Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m 2.K) Ts : Suhu permukaan (K) Tf : Suhu fluida (K) kalor lokal. Dalam aliran pipa, koefisien perpindahan kalor konveksi biasanya didefinisikan sebagai fluks Q = h (Tp - Tb).. ( 6 ) 7

24 Dimana : Tp = Suhu dinding ( 0 C) Tb = Suhu limbak ( 0 C) Suhu limbak adalah suhu fluida yang dirata-ratakan energinya di seluruh penampang pipa. suhu limbak sering disebut suhu mangkuk pencampur ( mixing cup ) karena suhu itulah yang akan dicapai suatu fluida kalau ditempatkan di dalam ruang pencampur dan dibiarkan mencapai kesetimbangan (Holman, 1994). Tabel 2. Ikhtisar persamaan-persamaan yang digunakan dalam perpindahan panas konveksi paksa di dalam saluran Sistem Persamaan Pipa panjang (L/D >20) Aliran laminar (Re<2100) Nu = 1.86 (RePrD/L) 0.33 (μb/ μs) (7) Pemanasan cairan μb/ μs = 0.36 Pendinginan cairan μb/ μs = 0.2 Pipa pendek - Aliran laminar Pipa panjang - Nu = RePrD/(4L)ln(1-(2.6(Pr (RePrD/L) 0.5 ))) (8) Nu = 0.023Re 0.8 Pr (9) Aliran turbulen Pipa pendek - Nu = 0.023(1+(D/L)0.7)Re 0.8 Pr (10) Aliran turbulen Sumber :.Kreith (2004) 2.6 Aliran larutan nutrisi dalam pipa Aliran dapat diklasifikasikan dalam banyak cara seperti turbulen, laminar, nyata, ideal, mampu balik, tak mampu balik, steady, tak steady, seragam, tak seragam, rotasional, tak rotasional (Streeter, 1996). Apabila kecepatan suatu fluida yang mengalir dalam sebuah pipa melampui harga kritik tertentu (bergantung pada sifat-sifat fluida dan pada radius pipa), maka sifat aliran menjadi sangat rumit. Di dalam lapisan sangat tipis sekali yang bersebelahan dengan dinding pipa, disebut lapisan batas, alirannya masih laminar. Di luar lapisan batas, gerak fluida sangat tidak teratur. Di dalam fluida timbul arus pusar setempat yang memperbesar tahanan terhadap aliran. Aliran ini disebut aliran yang turbulen (bergejolak) (Zermansky, 1962) Menurut Zermansky, percobaan menunjukkan bahwa ada kombinasi empat faktor yang menentukan suatu aliran fluida melalui pipa bersifat laminar atau turbulen. Kombinasi faktor ini dikenal sebagai bilangan Reynold, NR dan didefinisikan sebagai : NR = ρvd / η.... (11) Dimana ρ = rapat massa fluida (kg/m 3 ) v = kecepatan aliran (m/s) D = diameter pipa (m) 8

25 Η = viskositas dinamik (kg/m.s) Bilangan Reynold merupakan besaran yang tidak berdimensi dan besar nilainya adalah sama dalam setiap satuan tertentu. Apabila bilangan reynold lebih kecil dari 2000 maka aliran akan laminar, dan bahwa lebih dari 3000 maka aliran akan turbulen. Dalam daerah transisi antara 2000 dan 3000, aliran tidak stabil dan dapat berubah dari laminar menjadi turbulen atau sebaliknya. Pada saat fluida mengalir dalam sebuah pipa, maka akan terjadi penurunan tekanan di dalam pipa akibat shear force pada dinding pipa. aliran pipa horizontal dan vertikal berbeda penurunan tekanannya. Besarnya penurunan tekanan dihitung berdasarkan hukum kekekalan energy dimana: Ep +Ek = konstan P ρ V + ρ g h = 2 konstan Pada aliran pipa horizontal, maka besarnya penurunan tekanan yang terjadi antara kedua ujung pipa adalah : P + ½ ρv 2 + z = constant P1 + ½ ρv12 + z1 = P2 + ½ ρv22 + z2 P1 P2 = ½ ρv22 - ½ ρv12 + z2 - z1 Bila z2 = z1 maka: P1 P2 = ½ ρv22 - ½ ρv12... ( 12 ) Sedangkan untuk kasus pipa vertikal, penurunan tekanan adalah sebesar : P + ½ ρv 2 + z = constant P1 + ½ ρv12 + z1 = P2 + ½ ρv22 + z2 P1 P2 = ½ ρv22 - ½ ρv12 + z2 - z1 ( 13 ) Persamaan penurunan tekanan aliran laminar sebagai berikut : ( 14 ) Di mana : = Perbedaan tekanan pada 2 titik pengukuran yang berbeda (Pa) = Panjang pipa pengukuran tekanan (m) D = Diameter pipa (m) = Densitas Fluida (kg/m 3 ) V = Kecepatan aliran fluida ( m/s) Re = Bilangan Reynold ( 2100) Sedangkan persamaan penurunan tekanan pada aliran turbulen sebagai berikut : ( 15 ) 9

26 Dimana : = Perbedaan tekanan pada 2 titik pengukuran yang berbeda (Pa) λ = Pipe Friction Coefficient = Panjang pipa pengukuran tekanan (m) D = Diameter pipa (m) = Densitas Fluida (kg/m 3 ) V = Kecepatan aliran fluida ( m/s) 2.7 Dasar-dasar simulasi Simulasi adalah usaha menginterpretasikan model-model matematika dari suatu proses atau fenomena fisik dengan menggunakan komputer dalam rangka memberikan gambaran situasi nyata dengan sebagian besar rinciannya (Syamsa, 2003). Dengan simulasi atau bekerja dengan model diharapkan: 1. Dapat meramalkan hasil atau keluaran 2. Lebih memahami model fisik dan matematik dari fenomena dan proses 3. Bereksperimen dengan model 4. Melakukan pengujian dengan model 5. Menggunakan model untuk tujuan penelitian dan pelatihan Menurut syamsa (2003), simulasi proses dapat dikategorikan menjadi dua kategori berdasarkan kondisinya yaitu simulasi pada keadaan tunak dan simulasi dalam keadaan dinamis. Simulasi keadaan tunak biasanya terdiri dari sejumlah persamaan aljabar yang diselesaikan secara iterasi, misalnya untuk menghitung kalkulasi panas dan keseimbangan dari suatu proses dibawah kondisi keadaan tunak yang berubah-ubah. Program simulasi keadaan tunak umum digunakan dalam proses industri sedangkan pada simulasi keadaan dinamis kondisi transien dari perubahan proses juga diperhitungkan. Simulasi ini dilakukan dengan menyelesaikan persamaan-persamaan diferensial nonlinier berjumlah besar dalam waktu nyata dengan tujuan untuk menggambarkan keseimbangan dinamik bahan dan energi dari proses yang disimulasikan. Laju akumulasi masa dan energi dihitung secara kontinyu dan diintegrasikan sepanjang interval waktu yang relatif kecil, yaitu untuk menghasilkan proses tiruan dari tangga dinamik yang realistik seperti suhu, tekanan dan komposisi bahan. 2.8 Computational Fluid Dynamics ( CFD) Computational merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan matematika dan metode numeric atau komputasi sedangkan fluid Dynamics merupakan dinamika dari segala sesuatu yang mengalir. Secara definisi, CFD adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika (Tuakia, 2008). CFD memprediksi aliran berdasarkan model matematika, metode numerik (teknik solusi dan diskritisasi), dan tools perangkat lunak (solvers, tools pre- dan postprocessing). Pada umumnya terdapat tiga tahapan proses simulasi CFD, yaitu: preprocessing, solving, dan postprocessing. Preprocessing merupakan tahapan awal dalam membangun dan menganalisis sebuah model CFD. Menurut Versteeg dan Malalasekera (1995) terdapat langkah-langkah yang dilakukan dalam preprocessing, yaitu : a. Membentuk geometri (computational domain) dua dimensi atau tiga dimensi 10

27 b. Membentuk geometri menjadi sejumlah bagian yang lebih kecil (grid). Grid merupakan bagian yang akan dicari solusinya karena tingkat keakuratan hasil CFD didasarkan pada jumlah grid yang dibentuk. Bila jumlah grid lebih banyak maka hasil komputasi lebih akurat tetapi proses komputasi menjadi lebih lama sehingga dibutuhkan perangkat computer yang lebih baik. Sebaliknya, bila jumlah grid lebih sedikit maka hasil komputasi kurang akurat tetapi proses komputasi berjalan dengan cepat c. Mendefinisikan fenomena fenomena yang terjadi (fisik dan kimia) karena dibutuhkan dalam pemodelan d. Mendefinisikan karakteristik fluida e. Mendefinisikan kondisi batas (boundary condition) pada model geometri Solving merupakan tahapan seluruh kondisi preprocessing terpenuhi karena akan dilakukan perhitungan kondisi-kondisi yang diterapkan pada saat preprocessing. Menurut Versteeg dan Malalasekera (1995) terdapat tiga teknik solusi teknik numeric dalam mencari solusi CFD, antara lain difference, finite element, dan spectral method. Perbedaan yang mendasari teknik solusi di atas adalah pada proses memperkirakan diskritasi aliran tersebut. Pencarian solusi yang sering digunakan saat ini adalah finite volume yang merupakan perkembangan dari finite difference. Finite volume didasarkan pada algoritma numeric dimana dilakukan pembangunan persamaan berdasarkan integrasi variabelvariabel secara keseluruhan. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mencari solusi pada CFD meliputi : a. Memperkirakan variabel aliran yang tidak diketahui menngunakan fungsi sederhana b. Diskritasi hasil prakiraan tersebut dengan mensubstitusi ke dalam persamaan aliran fluida tersebut dan memanipulasinya secara matematis c. Membuat solusi dengan persamaan aljabar Postprocessing merupakan tahapan terakhir dalam analisis CFD untuk mengorganisasi dan menginterpretasi data hasil analisis fluida. Hasil analisis didasarkan pada visualisai warna yang meliputi : a. Hasil dari geometri dan grid yang telah dibentuk b. Plot berdasarkan vektor c. Plot berdasarkan kontur d. Plot berdasarkan permukaan (dua dimensi atau tiga dimensi) Visualisasi solusi ini bertujuan untuk mempermudah pemahaman solusi yang dihasilkan dari CFD. Dalam proses ini dilengkapi dengan melakukan animasi dari solusi yang didapat. 2.9 Validasi Tujuan dilakukan validasi adalah untuk membandingkan antara hasil simulasi terhadap hasil pengukuran dan perhitungan menggunakan Computational Fluid Dynamic (CFD). Untuk menguji keakuratan hasil pengukuran dan hasil simulasi dapat dilakukan perhitungan nilai error. Besarnya error dalam validasi dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:. (16) Dimana : p = Suhu udara hasil simulasi ( o C) u = Suhu udara hasil pengukuran ( o C) 11

28 Analisis regresi juga perlu digunakan untuk memprediksi seberapa jauh perubahan nilai antara suhu pada saat simulasi dan suhu pada saat pengukuran sehingga kelayakan penggunakan simulasi CFD dapat diketahui. Sebelum analisis regresi digunakan maka diperlukan uji linearitas dan keberartian. Regresi didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal satu variabel independen atau peubah bebas bersumbu X dengan satu variabel dependen atau peubah tak bebas bersumbu Y. Persamaan umum regresi linier sederhana adalah : y = a + bx... (17) Dimana a menyatakan intersep atau perpotongan dengan sumbu tegak dan b adalah kemiringan atau gradiennya sedangkan y digunakan untuk membedakan antara nilai ramalan (simulasi) yang dihasilkan garis regresi dan nilai pengamatan y yang sesungguhnya untuk nilai x tertentu. Korelasi yaitu hubungan antara peubah X dan peubah Y ditunjukkan dengan nilai r. Korelasi antara kedua peubah semakin menurun secara numerik dengan semakin menjauhnya titik-titik dari suatu garis lurus (Walpole, 1993) 12

29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di dalam rumah tanaman di Laboratorium Lapangan Leuwikopo dan Laboratorium Lingkungan Biosistem, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan Maret 2012 hingga Juni Alat dan Bahan Rumah tanaman Rumah tanaman berfungsi untuk melindungi tanaman dari hujan lebat, angin kencang, hama dan penyakit. Rumah tanaman yang digunakan berukuran 6 m x 12 m yang dibangun membujur ke arah utara selatan dengan bahan atap yaitu plastik PVC transparan 0.02 mm dan dinding terbuat dari kasa kawat dengan lubang 1 mm 2. Lantai rumah tanaman dilapisi semen dengan pondasi sedalam 50 cm Tangki larutan nutrisi Tangki sebagai penyimpan larutan nutrisi yang telah dipekatkan untuk didistribusikan ke tanaman. Tangki larutan nutrisi diinsulasi dengan tujuan agar mengurangi adanya pengaruh sinar matahari. Gambar 4. Tangki larutan nutrisi Bak tanaman ( chamber ) Chamber merupakan lingkungan tertutup tempat tumbuhnya akar dan terjadi proses penyemprotan berukuran 1.5 m x 1 m x 1 m. Material chamber dari kayu meranti dengan densitas kayu 340 kg/m 3. Bahan insulasi untuk chamber adalah styrofoam. Tujuan insulasi adalah untuk mengurangi adanya pengaruh sinar matahari sehingga iklim mikro yang sesuai dengan jenis tanaman dapat dioptimalkan dengan penggunaan chamber. Bagian atas chamber tertutup styrofoam dengan tebal 5 cm yang telah dilubangi sebagai penopang setiap akar tanaman. Posisi 13

30 pipa dengan panjang 1.5 m terletak melintang sejajar dengan panjang chamber pada ketinggian 0.7 m dari dasar chamber. Gambar 5. Chamber Aeroponik Pompa air Pompa air berfungsi untuk mendorong larutan nutrisi dari tangki ke nozzle melalui pipa PE. Spesifikasi tekanan pompa maksimum 100 psi dengan debit yang dihasilkan pompa m 3 / hours. Gambar 6. Pompa Air Timer Timer berfungsi untuk membantu mengukur durasi waktu penyiraman. Gambar 7. Timer 14

31 3.2.6 Pipa PE dan Nozzle Nozzle ditancapkan pada pipa PE dan berfungsi untuk penyemprotan larutan nutrisi. Spesifikasi nozzle yang digunakan adalah jenis jet spray dengan diameter lubang outlet (atas) nozzle sebesar 0.2 cm, diameter lubang inlet (bawah) nozzle sebesar 0.5 cm dan tinggi nozzle sebesar 2 cm. Arah penyemprotan nozzle berdasarkan cara penempatan posisi nozzle tersebut di sepanjang pipa. Gambar 8. Nozzle dan pipa PE Unit pendingin (Chiller) Unit pendingin berfungsi untuk mendinginkan larutan pada tanki larutan nutrisi sehingga suhu larutan nutrisi dapat dipertahankan. Gambar 9. Chiller Hybrid Recorder dan Termokopel Hybrid Recorder digunakan untuk merekam suhu pada titik-titik pengukuran tertentu yang dihubungkan dengan termokopel. Gambar 10. Hybrid Recorder 15

32 3.2.9 Software SolidWorks Software SolidWorks digunakan untuk membangun desain geometri dan melakukan simulasi aliran fluida pada chamber Personal Computer (PC) PC digunakan untuk proses simulasi menggunakan CFD Bahan Penelitian Pupuk A dan B sebagai larutan nutrisi, air. Pupuk A meliputi Ca(No3)2.4H2O, Fe- EDTA ( CH2.N(CH2.COO)2FeNa dan Pupuk B meliputi KH2PO4, KNO3, MgSO4.7H20, MnSO4.H2O, H3BO3, CuSO4.5H2O, (NH4)6Mo7O24.4H2O, dan ZnSO4.7H2O. 3.3 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian meliputi persiapan yang terdiri dari pembuatan chamber dan instalasi aeroponik di Laboratorium Leuwikopo. Kemudian, dilakukan setting alat dan instalasi hingga siap digunakan untuk pengambilan data. Tahap penelitian selanjutnya adalah pembuatan larutan nutrisi, pengambilan data parameter lingkungan meliputi suhu lingkungan di dalam chamber sesuai dengan titik-titik pengukuran dan distribusi suhu aliran nutrisi sepanjang pipa. Pengambilan data dilakukan pada saat penyemprotan dan pada saat keadaan pompa mati. Tahapan selanjutnya adalah pengukuran nilai keseragaman penyemprotan yang meliputi suhu, kecepatan aliran penyemprotan dan tekanan, simulasi dengan menggunakan CFD dan tahap validasi untuk membandingkan antara hasil simulasi terhadap hasil pengukuran. Tahapan penentuan nilai validasi antara hasil simulasi terhadap hasil pengukuran dapat dijelaskan dalam Gambar 11. Validasi merupakan tahapan penting dalam penelitian karena nilai validasi akan mempengaruhi kelayakan data pengukuran sebagai input simulasi CFD untuk menentukan jarak antar nozzle yang optimum sebagaimana dijelaskan dalam Gambar

33 17

34 Input hasil validasi Simulasi jarak antar nozzle 30 cm Simulasi jarak antar nozzle 40 cm Simulasi jarak antar nozzle 50 cm Empat buah nozzle jet spray Tiga buah nozzle jet spray Dua buah nozzle jet spray Pemilihan Jarak antar nozzle optimum Gambar 12. Diagram skematik penentuan pemilihan jarak antar nozzle optimum Persiapan penelitian Kegiatan persiapan dilakukan agar proses penelitian berjalan lancar. Kegiatan awal meliputi persiapan alat, bahan dan lahan, sterilisasi chamber, sterilisasi pipa PE, pengecekan nozzle, persiapan pupuk A dan B. Sebelum dilakukan tahapan penelitian, dilakukan perhitungan jarak antar nozzle yang akan digunakan sebagai kontrol simulasi. Jarak tersebut adalah 40 cm dengan ukuran chamber 1.5 m x 1 m x 0.3 m sehingga terdapat tiga nozzle yang akan digunakan sebagai kontrol simulasi. Pengukuran suhu larutan nutrisi sepanjang pipa PE dan suhu pada titik pengukuran dilakukan dengan menggunakan termokopel yang dihubungkan dengan Hybrid recorder. Skema titik pengukuran di dalam chamber dengan keterangan gambar terlampir (lampiran 1) diperlihatkan pada Gambar cm 15 cm cm 40 cm 40 cm 40 cm 30 cm Gambar 13. Skema posisi pengukuran di dalam chamber Tahap penelitian selanjutnya adalah pengukuran nilai keseragaman penyemprotan meliputi pengukuran spesifikasi nozzle dan pipa PE, pengukuran tekanan inlet di pompa dan outlet di setiap nozzle, pengukuran debit penyemprotan larutan nutrisi di setiap nozzle, 18

35 kemudian dilakukan perhitungan konduktivitas panas yang terjadi di dalam chamber serta pipa PE Pengukuran nilai keseragaman penyemprotan 1. Pengukuran spesifikasi nozzle dan Pipa PE Nozzle dan pipa PE adalah komponen dari rangkaian instalasi aeroponik. Kedua komponen ini merupakan komponen utama sebagai penentu keseragaman penyemprotan larutan nutrisi. Metode awal yang dilakukan untuk mengukur nilai keseragaman penyemprotan adalah pengukuran spesifikasi nozzle dan pipa PE dengan menggunakan penggaris. Pengukuran spesifikasi untuk pipa meliputi diameter luar pipa, diameter dalam pipa, panjang pipa serta dilakukan perhitungan luas penampang pipa tersebut. Pengukuran spesifikasi untuk nozzle meliputi diameter lubang atas nozzle, diameter lubang bawah nozzle, panjang nozzle serta perhitungan luas penampang lubang outlet nozzle tersebut. 2. Pengukuran tekanan Salah satu faktor utama dalam perancangan instalasi aeroponik adalah tekanan yang dihasilkan oleh pompa. Pompa yang digunakan selama penelitian adalah pompa bertekanan maksimal 100 psi atau setara dengan 6.8 atm. Pengukuran tekanan dilakukan dengan menggunakan pressure gauge yang tertera pada pompa untuk mengalirkan larutan nutrisi dari tangki menuju pipa PE. Setelah dilakukan pengamatan nilai tekanan yang digunakan pada pompa maka untuk mengetahui nilai tekanan setiap nozzle pada pipa PE tersebut dilakukan perhitungan menggunakan persamaan penurunan tekanan. 3. Pengukuran debit dan kecepatan aliran Pengukuran debit dilakukan untuk mengetahui keseragaman kecepatan aliran penyemprotan pada setiap nozzle. Pengukuran debit dilakukan secara langsung dengan langkah awal melakukan pengukuran volume penyemprotan yang dihasilkan pada setiap nozzle dengan menggunakan gelas ukur dan stopwatch. Dari pengukuran volume dan waktu tersebut diketahui nilai debit dengan persamaan.. (2) Q = Debit ( m 3 / s) v = Volume air yang dimasukkan ke dalam gelas ukur selama t detik (m 3 ) t = Waktu yang dibutuhkan untuk memasukkan air (menit) Perhitungan kecepatan aliran pada setiap nozzle dengan menggunakan persamaan 3. Q=vxA. ( 3 ) Dimana Q = Debit aliran (m 3 /s) v = Kecepatan aliran ( m/s)a = Luas penampang atas nozzle ( m) A = Luas penampang nozzle ( m 2 ) 19

36 4. Pengukuran suhu Pengukuran suhu dilakukan pada chamber aeroponik sesuai dengan titik pengukuran. Pengukuran tersebut bertujuan untuk mengetahui sebaran suhu yang terjadi di dalam chamber pada saat penyemprotan sehingga diketahui kelayakan chamber tersebut untuk digunakan sebagai ruang tanam. Pengukuran suhu dilakukan hanya 30 cm di atas pipa PE atau hanya bagian atas chamber. Perubahan suhu larutan nutrisi sepanjang pipa PE sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah suhu pipa dan suhu udara di dalam chamber. Larutan nutrisi yang dialirkan dalam pipa akan menyerap panas dari pipa yang disebabkan adanya perbedaan suhu antara larutan nutrisi dengan dinding pipa. Pengukuran suhu dilakukan pada 18 titik yang terdistribusi di dalam chamber dan sepanjang pipa PE. Sistem Aeroponik memilliki siklus pada saat penyemprotan berlangsung dan pada saat tidak terjadi penyemprotan. Pengukuran dan simulasi suhu hanya dilakukan pada saat penyemprotan berlangsung karena skala waktu pada saat tidak terjadi penyemprotan sangat pendek yaitu berkisar antara 2 hingga 5 menit sehingga diasumsikan suhu tidak mengalami perubahan yang fluktuatif. Pengukuran dilakukan selama empat hari yaitu pada 29 Maret 2012, 30 Maret 2012, 12 April 2012 dan 13 April 2012 pukul WIB dengan tujuan untuk mencari suhu yang seragam pada setiap titiknya. Pada saat pengukuran selama empat hari tersebut tidak ada pengubahan perlakuan suhu, hanya terjadi perubahan kondisi cuaca dari keempat hari tersebut yaitu kondisi cerah, berawan, mendung dan hujan Pengamatan dan perhitungan konduktivitas panas Proses perpindahan panas yang terjadi adalah konduksi dan konveksi paksa. Peristiwa konduksi terjadi karena pertukaran energi antar medium-medium berlainan yang bersinggungan secara langsung dan berbeda suhu, yaitu antara dinding chamber atas dengan pipa dan peristiwa konveksi paksa terjadi antara pipa dengan air yang disebabkan oleh gerakan mencampur antara zat padat dan zat cair oleh pompa. Untuk mengetahui nilai pindah panas dari sistem tersebut dapat dihitung dengan mencari nilai bilangan nusselt dengan persamaan aliran laminar pipa pendek sebagai berikut : Nu = 0.023Re 0.8 Pr (8) Kemudian dari persamaan tersebut dilakukan perhitungan terhadap nilai konveksi dengan persamaan sebagai berikut : Q = h (Tp - Tb).. (5) Simulasi dengan CFD Simulasi digunakan untuk menduga sebaran suhu di dalam chamber dan keseragaman larutan nutrisi pada saat penyemprotan berlangsung. Dari hasil simulasi tersebut akan diketahui keefektifan jarak antar nozzle dan pipa untuk memperoleh 20

37 keseragaman penyemprotan larutan nutrisi sehingga pemilihan jarak antar nozzle yang tepat dapat dilakukan. Metode awal yang digunakan dalam simulasi CFD menggunakan Solidwork adalah pembuatan model 3D yang akan digunakan yaitu chamber dengan tinggi 30 cm, pipa dan nozzle yang sesuai dengan spesifikasi dan material properties keadaan sebenarnya. Penentuan Boundary Condition yaitu dari ujung hulu pipa PE (inlet) ke ujung hilir PE (outlet), sebaran penyemprotan larutan nutrisi dari nozzle, dan ruas dinding yang berdekatan dengan sebaran penyemprotan larutan nutrisi tersebut yaitu 30 cm di atas pipa PE. Input yang digunakan adalah parameter yang telah dihitung yaitu debit, tekanan, suhu inlet yaitu suhu awal larutan nutrisi melalui pipa PE dan suhu outlet yaitu suhu ujung nozzle dimana larutan nutrisi mulai disemprotkan. Sedangkan output yang diharapkan dari simulasi adalah sebaran panjang penyemprotan (turbulence length), nilai tekanan, nilai kecepatan aliran dan suhu di dalam chamber. Tahap selanjutnya adalah validasi hasil simulasi terhadap hasil pengukuran dari perhitungan dari persamaan-persamaan yang telah dijelaskan. Tahap dari proses simulasi CFD dapat dilihat pada skema di Gambar 14. Mulai Pembentukan geometri dan meshing Pendefinisian material Pengecekan geometri Pengecekan Geometri baik Penentuan general setting Ya Ya Tidak Tidak Penentuan computational domain, boundary condition, dan goals Proses numerik (solver) Iterasi error? Plot kontur distribusi suhu Selesai Gambar 14. Skema tahapan simulasi Computational Fluid Dynamic (CFD) 21

38 Simulasi dilakukan secara internal sehingga letak computational domain berada di dalam chamber aeroponik. Geometri yang dibuat tidak tepat berada pada titik (0,0,0) m karena geometri tersebut merupakan hasil assembly dari part pipa PE, chamber dan nozzle. Penjelasan mengenai letak Computational domain instalasi Aeroponik dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3. Computational domain instalasi aeroponik Computational Jarak antar Jarak antar Jarak antar Domain nozzle 30 cm nozzle 40 cm nozzle 50 cm Xmin m m m Xmax m m m Ymin m m m Ymax m m m Zmin m m m Zmax m M M Input simulasi dan analisa pengaruh jarak antar nozzle terhadap keseragaman suhu, kecepatan, dan tekanan pada saat penyemprotan Pengukuran suhu pada titik-titik pengukuran di dalam chamber dilakukan selama 4 hari pada pukul WIB yaitu pada 29 Maret 2012, 30 Maret 2012, 12 April 2012 dan 13 April Waktu pengukuran dilakukan selama empat hari karena sudah cukup memperoleh data yang mewakili pada saat hujan, berawan dan cerah. Data yang digunakan untuk simulasi adalah data titik inlet dan outlet saja sedangkan data titik-titik lainnya digunakan sebagai data validasi sebaran suhunya. Data inlet dan outlet yang digunakan untuk simulasi adalah pada saat suhu mengalami titik ekstrim atas (maksimum) dan titik ekstrim bawah (minimum) selama empat hari waktu pengukuran. ekstrim tersebut karena faktor cuaca seperti hujan dan cerah. Pengukuran kecepatan aliran dan tekanan pada ketiga nozzle di dalam chamber dilakukan selama dua hari yaitu pada 12 April 2012 dan 13 April Perbedaan dari kedua waktu pengambilan data tersebut adalah pengaturan nilai tekanan pompa. Pada 12 April 2012 tekanan pompa yang digunakan adalah 2.04 atm sedangkan pada 13 April 2012 tekanan pompa yang digunakan adalah 2.38 atm. Nilai tekanan yang digunakan sebagai input adalah 2.04 atm karena nilai tersebut yang digunakan pompa untuk kegiatan rutin budidaya aeroponik selama penelitian. Simulasi yang dilakukan adalah simulasi dengan tipe internal sehingga distribusi suhu, kecepatan aliran penyemprotan dan tekanan yang ditunjukkan hanya di dalam chamber dan tidak dipengaruhi oleh kondisi iklim lingkungan luar. Material properties merupakan salah satu nilai input dalam simulasi CFD. Beberapa material properties dalam peralatan instalasi aeroponik adalah sebagai berikut : 22

39 Tabel 4. Material properties perlengkapan instalasi aeroponik Jenis Instalasi Aeroponik Pipa Chamber Nozzle Material PE mediun density Kayu meranti PE high density 2 Density (kg/m ) Shear modulus (Pa) Properties Tensile Strength (Pa) thermal conductivity (w/mk) 917* * * 0.27** 340* ** Sumber : * = Engineerng database di solidwork software ** = perhitungan manual berdasarkan suhu *** = Henkel & Pense Input boundary condition yang digunakan untuk memperoleh hasil simulasi adalah velocity inlet, static pressure setiap nozzle sebagai outlet, dan environment pressure sebagai kondisi tekanan di dalam chamber. Initial condition pada pengkondisian simulasi adalah sama untuk semua pengaturan jarak antar nozzle yaitu suhu ruangan sebesar 28 o C dengan tekanan di dalam ruangan 1 atm. Nilai tersebut adalah kondisi normal suatu iklim lingkungan tanpa adanya perlakuan. Output yang dihasilkan dari simulasi adalah distribusi suhu, tekanan, kecepatan aliran penyemprotan dan panjang aliran penyemprotan (Turbulence length). Analisis aliran sesuai dengan perhitungan yaitu aliran turbulen karena bilangan Re > 2000 dan tekanan pompa yang cukup tinggi sehingga menyebabkan aliran terdistribusi cepat secara turbulen di dalam pipa hingga pada saat penyemprotan berlangsung. Jarak antar nozzle yang digunakan sebagai simulasi terdiri dari jarak antar nozzle 30 cm yang terdiri dari empat buah nozzle, 40 cm yang terdiri dari tiga buah nozzle dan 50 cm yang terdiri dari dua buah nozzle dengan dimensi panjang pipa PE untuk ketiga jarak tersebut sama yaitu 1.5 m. Instalasi aeroponik yang digunakan dalam penelitian adalah tiga buah nozzle dengan pipa berukuran 1.5 m. Jarak antar nozzle yang digunakan adalah 40 cm sedangkan jarak 30 cm dan 50 cm hanya diramalkan suhu, tekanan dan kecepatan aliran dengan simulasi. Jarak antar nozzle 40 cm digunakan sebagai kontrol simulasi, karena pada jarak tersebut dilakukan pengukuran lapang yang dapat digunakan sebagai kontrol validasi untuk jarak antar nozzle 30 cm dan 50 cm. Jenis dan material nozzle untuk ketiga jarak antar nozzle tersebut adalah sama yaitu jet spray. Identifikasi untuk setiap nozzle adalah nozzle A sebagai nozzle yang berada pada hulu pipa PE atau posisi dekat dengan pompa sedangkan nozzle yang berada di hilir pipa PE adalah nozzle dengan abjad mengikuti nozzle-nozzle sebelumnya yaitu B, C, dan D. Arah penyemprotan nozzle untuk jarak 30 cm, 40 cm dan 50 cm masing-masing memiliki perbedaan. Posisi 1 merupakan penempatan posisi nozzle sejajar dengan pipa dan posisi 2 merupakan penempatan posisi nozzle tegak lurus dengan pipa. Pada jarak 30 cm, arah penyemprotan pada nozzle A dan nozzle B berada di posisi 1 sedangkan arah penyemprotan pada nozzle C dan nozzle D terletak pada posisi 2. Pada jarak 40 cm, nozzle A, B dan C memiliki posisi outlet nozzle yang sama yaitu berada pada Posisi 2. Sedangkan pada jarak antar nozzle 50 cm, posisi arah penyemprotan pada nozzle A berada pada posisi 1 dan pada nozzle B berada pada posisi 2. Pengubahan posisi arah penyemprotan nozzle bertujuan mencari keseragaman penyemprotan. 23

40 a) b) Gambar 15 (a) Posisi 1, Peletakkan nozzle sejajar dengan pipa 15 (b) Posisi 2, Peletakkan nozzle tegak lurus dengan pipa Posisi 2 Posisi 1 B A Gambar 16. Jarak penyemprotan pada jarak antar nozzle 50 cm Posisi 2 Posisi 2 Posisi 1 Posisi 1 D C B A Gambar 17. Jarak penyemprotan pada jarak antar nozzle 30 cm 3.4 Asumsi yang digunakan 1. Larutan nutrisi yang disemprotkan adalah butiran air sehingga masih dalam satu fase yaitu zat cair 2. Suhu larutan nutrisi yang dialirkan sama dengan suhu larutan nutrisi di dalam pipa 3. Suhu larutan nutrisi yang disemprotkan sama dengan suhu ujung nozzle 4. Simulasi dilakukan dalam keadaan steady 5. Dinding untuk pemodelan diasumsikan hanya 30 cm di atas pipa PE dan terbuka 6. Larutan nutrisi dan air memiliki sifat fisik yang sama 7. Perpindahan panas konveksi antara udara dan pipa diabaikan 8. Perpindahan panas yang terjadi hanya konveksi paksa antara pipa dan larutan nutrisi 9. Pada simulasi, asumsi jarak yang digunakan untuk perancangan jarak antar dalam chamber 1.5 m adalah 30 cm dengan jumlah empat nozzle, 50 cm dengan jumlah dua nozzle dengan standar jarak untuk validasi adalah 40 cm dengan jumlah tiga nozzle. Ketiga jarak antar nozzle tersebut dilakukan perbedaan penempatan posisi nozzle di sepanjang pipa PE 24 18

41 24 19

42 18

43 18 19

44 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Suhu Penyemprotan Larutan Nutrisi pada Instalasi Aeroponik Pada pengukuran 29 Maret 2012 diketahui bahwa suhu maksimum berada pada pukul sampai dengan pukul WIB sedangkan suhu minimum berada pada pukul sampai dengan pukul WIB. Sistem aeroponik melakukan penyemprotan selama 15 menit dengan kondisi pompa off selama 3 menit. Penyemprotan dimulai pada pukul WIB dan diakhiri pada pukul WIB.. Gambar 18. Grafik perubahan suhu larutan nutrisi pada 29 Maret 2012 Suhu rata-rata dari pipa PE, suhu udara di dalam chamber, suhu dinding chamber dan suhu larutan nutrisi pada instalasi aeroponik menunjukkan nilai yang hampir seragam dengan rentang suhu antara 25 0 C hingga 40 0 C. Suhu udara di dalam chamber memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan suhu pipa PE, suhu dinding chamber,dan suhu larutan nutrisi. Cuaca pada saat pengukuran adalah cerah. Pada pengukuran 30 Maret 2012 diketahui bahwa rata-rata suhu maksimum berada pada pukul WIB sedangkan suhu minimum berada pada pukul WIB. Cuaca pada saat pengukuran berlangsung cerah. Sistem aeroponik melakukan penyemprotan selama 10 menit dengan kondisi pompa off selama 4 menit. Penyemprotan dimulai pada pukul WIB dan diakhiri pada pukul WIB. 24

45 Gambar 19. Grafik perubahan suhu larutan nutrisi pada 30 Maret 2012 Pada pengukuran 12 April 2012 diketahui bahwa suhu maksimum berada pada pukul WIB dan suhu minimum berada pada pukul WIB. Sistem aeroponik melakukan penyemprotan selama 17 menit dengan kondisi pompa off selama 4 menit. Penyemprotan dimulai pada pukul WIB dan diakhiri pada pukul WIB. Gambar 20. Grafik perubahan suhu larutan nutrisi pada 12 April 2012 Keseragaman suhu terjadi merata pada 12 April 2012 di dalam instalasi aeroponik. Cuaca pada saat pengukuran berlangsung adalah cerah pada pukul WIB, cuaca berawan pada pukul WIB, cuaca mendung pada pukul WIB dan hujan terjadi pada pukul WIB, sehingga perubahan kondisi iklim pada 12 April 2012 mempengaruhi suhu di setiap titik pengukuran. Pada pengukuran 13 April 2012 diketahui bahwa suhu maksimum berada pada pukul WIB dan suhu minimum berada pada pukul WIB. Sistem aeroponik melakukan penyemprotan selama 16 menit dengan kondisi pompa off selama 3 menit. Penyemprotan dimulai pada pukul WIB dan diakhiri pada pukul WIB

46 Gambar 21. Grafik perubahan suhu larutan nutrisi pada 13 April 2012 Keseragaman suhu pada pipa, suhu udara di dalam chamber, suhu dinding chamber dan suhu larutan nutrisi pada 13 April tidak terjadi perubahan secara fluktuatif karena keseragaman cuaca pada saat pengukuran yaitu cerah berawan. Suhu di sepanjang pipa yaitu suhu hulu dan hilir juga mempengaruhi keseragaman suhu penyemprotan larutan nutrisi. Gambar 22. Grafik perubahan suhu larutan nutrisi sepanjang pipa pada 12 April 2012 Dari Gambar 22 diketahui bahwa suhu dari hulu ke hilir sepanjang pipa semakin berkurang, hal ini disebabkan oleh posisi hulu pipa yang dekat dengan pompa bertekanan tinggi yang menghasilkan panas di larutan nutrisi sehingga terjadi peningkatan suhu pada hulu pipa sedangkan semakin menuju ke hilir maka semakin jauh dengan posisi pompa bertekanan tinggi sehingga terjadi penurunan suhu. Namun, penurunan suhu dari hulu ke hilir tidak terlalu signifikan. Hal ini karena panjang pipa yang digunakan hanya 1.5 m sehingga kehilangan energi yang dihasilkan tidak besar. 4.2 Distribusi Kecepatan Aliran pada Saat Penyemprotan Larutan Nutrisi Sepanjang Pipa Kecepatan aliran penyemprotan larutan nutrisi di nozzle disebabkan oleh debit yang dihasilkan dari pompa dan luasan lubang outlet nozzle sebagai tempat penyemprotan nutrisi. Perhitungan kecepatan aliran dilakukan pada setiap nozzle di sepanjang pipa PE dari hulu ke hilir

47 Pengukuran debit dilakukan secara langsung di setiap nozzle dengan lima kali ulangan berdasarkan perhitungan kecepatan aliran dan pengukuran debit pada setiap nozzle. Rata-rata nilai kecepatan aliran dari pengukuran tersebut adalah seragam dengan nilai m/s untuk ketiga nozzle A,B dan C. 4.3 Distribusi Tekanan pada Saat Penyemprotan Larutan Nutrisi Sepanjang Pipa Pipa sepanjang 1.5 m yang digunakan sebagai salah satu komponen rangkaian instalasi memiliki nilai tekanan yang berbeda-beda pada titik-titik pengukuran saat penyemprotan. -titik tertentu tersebut adalah letak nozzle di sepanjang pipa dalam instalasi aeroponik. Dari perhitungan persamaan (Lampiran 8) dapat diketahui nilai tekanan pada setiap outlet ketiga nozzle. Nilai tekanan tersebut disajikan pada Gambar sebagai berikut: Gambar 23. Grafik tekanan pada setiap nozzle berdasarkan perhitungan Dari Gambar 23 diketahui bahwa nilai tekanan setiap nozzle dari hulu ke hilir pada pipa PE yaitu nozzle yang berada pada hulu pipa atau dekat dengan pompa (nozzle A) lebih besar daripada nozzle yang berada di hilir pipa (nozzle C). Hal ini dikarekan terjadi friction loss sepanjang pipa. Semakin menuju hilir, gesekan antara larutan nutrisi dengan pipa semakin bertambah sehingga kehilangan energi yang dihasilkan semakin meningkat. Perbedaan tekanan yang dihasilkan dari nozzle A hingga nozzle C tidak terlalu besar karena panjang pipa PE yang digunakan sebagai salah satu komponen instalasi aeroponik hanya 1.5 m. Hal ini sesuai dengan hukum Poiseuille, bahwa perubahan tekanan akan berbanding lurus dengan panjang pipa. semakin panjang pipa maka perubahan tekanan yang dihasilkan semakin besar. Hal ini berlaku sama untuk aliran laminar dan turbulen dalam pipa. 4.4 Validasi Hasil penelitian berdasarkan hasil simulasi dan pengukuran distribusi sebaran suhu di titik pengukuran, kecepatan aliran pada saat penyemprotan, dan tekanan di nozzle pada saat penyemprotan mengalami perbedaan. Perbandingan antara suhu hasil simulasi dengan suhu hasil pengukuran di titik pengukuran dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :

48 28 Gambar 24. Grafik perbedaan suhu hasil simulasi dan hasil pengukuran Gambar 25. Grafik perbedaan tekanan hasil simulasi dan hasil perhitungan Gambar 26. Grafik perbedaan kecepatan aliran penyemprotan hasil simulasi dan hasil perhitungan Gambar 24 dan 25 menunjukkan bahwa hasil suhu dan tekanan yang dihasilkan dari simulasi dan pengukuran mengalami perbedaan yang tidak ekstrim sedangkan pada Gambar 26 menunjukkan hasil kecepatan aliran penyemprotan yang dihasilkan dari simulasi dan pengukuran mengalami perbedaan yang cukup ekstrim. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut karena pengukuran kecepatan aliran hanya dilakukan pada saat awal penyemprotan sedangkan pada simulasi kecepatan aliran yang

49 dan hasil pengukuran dapat dilakukan pengujian keakuratan dengan cara analisis regresi linier yang di tunjukkan oleh Gambar 27 Gambar 27. Validasi suhu udara hasil simulasi dibandingkan dengan hasil pengukuran Dari hasil analisis regresi suhu diketahui bahwa persamaan linier y = ax+b menunjukkan nilai gradien sebesar dan intersep sebesar 1.67 dengan nilai R 2 sebesar 0.972, gradien mendekati 1 dan intersep mendekati 0 sehingga y = 1.063x 1.67 mendekati y = x. Ketiga nilai tersebut menunjukkan bahwa CFD dapat digunakan untuk memprediksi distribusi suhu dengan akurasi yang baik. 4.5 Hasil Simulasi Simulasi dilakukan dengan menggunakan data maksimum dan data minimum pada 12 April 2012 karena pada waktu pengukuran tersebut telah mewakili kondisi cuaca pada saat hujan,cerah dan berawan selama empat hari pengukuran. Nilai input yang digunakan untuk simulasi pada ketiga jarak antar nozzle adalah sama, namun tekanan outlet setiap lubang nozzle pada simulasi jarak antar nozzle 30 cm dan 50 cm berbeda sesuai dengan perhitungan nilai tekanan berdasarkan hukum poissulle. Gambar 28 merupakan gambar simulasi untuk jarak antar nozzle 40 cm dalam kondisi suhu minimum yang terjadi pada pukul WIB. Suhu inlet yang digunakan bernilai o C, suhu solid (pipa) bemilai o C dan suhu udara di dalam chamber pada saat kondisi awal adalah 28 o C. Sedangkan suhu udara di dalam chamber pada saat terjadi penyemprotan adalah o C. Gambar 28(a) menyajikan distribusi suhu nozzle A pada saat penyemprotan berlangsung di dalam chamber aeroponik. Gambar 28(b) menyajikan distribusi suhu nozzle B pada saat penyemprotan berlangsung di dalam chamber aeroponik. Gambar 28(c) menyajikan distribusi suhu nozzle C saat penyemprotan berlangsung di dalam chamber aeroponik

50 a) S U b) S U c) S U Gambar 28. (a) Distribusi suhu minimum nozzle A saat penyemprotan berlangsung; (b) distribusi suhu minimum nozzle B saat penyemprotan berlangsung; (c) distribusi suhu minimum nozzle C saat penyemprotan berlangsung. Gambar 29 merupakan hasil simulasi untuk jarak antar nozzle 40 cm dalam kondisi Suhu maksimum tersaji dalam rentang suhu 25 o C hingga o C dengan suhu inlet di hulu pipa bernilai 34.9 o C, suhu udara di dalam chamber pada kondisi awal adalah 28 o C dan pada saat terjadi penyemprotan adalah 36.2 o C, suhu solid (pipa) bernilai o C. Suhu maksimum terjadi pada pukul WIB. Gambar 29(a) menyajikan distribusi suhu nozzle A pada saat penyemprotan berlangsung di dalam chamber aeroponik, Gambar 29(b) menyajikan distribusi suhu nozzle B saat penyemprotan berlangsung di dalam chamber aeroponik, Gambar 29(c) menyajikan distribusi suhu nozzle C saat penyemprotan berlangsung di dalam chamber aeroponik

51 a) S U b) S U c) S U Gambar 29. (a) Distribusi suhu maksimum nozzle A saat penyemprotan berlangsung; (b) distribusi suhu maksimum nozzle B saat penyemprotan berlangsung; (c) distribusi suhu maksimum nozzle C saat penyemprotan berlangsung Pada Gambar 28 dan 29 diketahui bahwa nozzle A, B dan C memiliki sebaran suhu udara di dalam chamber dengan keseragaman hampir sama. Namun, suhu nozzle C pada titik penyemprotan lebih rendah dibandingkan dengan nozzle A dan B. Hal ini karena posisi nozzle C yang jauh dari pompa bertekanan tinggi atau berada pada hilir pipa sehingga suhu semakin menurun dan sebaran suhu pada saat penyemprotan rendah. Gambar 30 merupakan gambar simulasi distribusi tekanan yang dihasilkan pada nozzle A, B dan C pada jarak 40 cm. Input tekanan untuk semua gambar adalah sama yaitu 2.04 atm. Nilai tersebut adalah nilai tekanan pompa. Gambar 30 (a), 30 (b) dan 30 (c) menyajikan nilai tekanan pada nozzle A, B dan C saat penyemprotan berlangsung di dalam chamber aeroponik dengan rentang nilai tekanan 0.5 atm hingga 2.04 atm

52 a) S U b) S U c) S U Gambar 30. (a) Distribusi tekanan nozzle A saat penyemprotan berlangsung; (b) distribusi tekanan nozzle B saat penyemprotan berlangsung; (c) distribusi tekanan nozzle C saat penyemprotan berlangsung Dari Gambar 30 hasil simulasi tekanan yang dihasilkan pada setiap nozzle diketahui bahwa nozzle A memiliki sebaran tekanan lebih tinggi dibandingkan dengan nozzle B dan nozzle C. Hal ini karena letak nozzle C yang jauh dengan pompa atau di hilir pipa sehingga terjadi gesekan-gesekan di dalam pipa yang menyebabkan tekanan mengalami penurunan. Nilai tekanan pada ruang chamber seragam yaitu 1 atm karena udara di dalam chamber tidak dipengaruhi secara langsung oleh tekanan pompa. Gambar 31 merupakan hasil simulasi distribusi kecepatan aliran yang dihasilkan pada nozzle A, B dan C pada saat penyemprotan. Input kecepatan aliran sama yaitu m/s. Nilai tersebut adalah nilai kecepatan aliran pada inlet pipa yang dihitung dengan mengukur debit terlebih dahulu

53 a) S U b) S U c) S U Gambar 31. (a) Distribusi kecepatan aliran penyemprotan nozzle A saat penyemprotan berlangsung; (b) distribusi kecepatan aliran nozzle B saat penyemprotan berlangsung; (c) distribusi kecepatan aliran C saat penyemprotan berlangsung Nilai kecepatan aliran penyemprotan pada gambar hasil simulasi diketahui seragam, namun pada nozzle A sebaran kecepatan aliran penyemprotan lebih tinggi dibandingkan pada nozzle B dan nozzle C. Hal ini karena posisi nozzle A yang berada dekat dengan inlet pipa sehingga kecepatan aliran penyemprotan tinggi karena adanya pengaruh pompa. Simulasi juga dilakukan untuk jarak antar nozzle 30 cm dan 50 cm. Pada jarak antar nozzle 30 cm, jumlah nozzle yang digunakan adalah tiga buah nozzle. Sedangkan pada jarak antar nozzle 50 cm, jumlah nozzle yang digunakan adalah dua buah nozzle. Input yang digunakan untuk simulasi kedua jarak tersebut adalah sama dengan simulasi kontrol, karena pada jarak 30 cm dan 50 cm hanya dilakukan simulasi tidak dilakukan pengukuran secara nyata sehingga diharapkan dari hasil simulasi dapat mewakili keadaan sebenarnya di lapang. Gambar 32 merupakan gambar simulasi untuk jarak antar nozzle 50 cm dalam kondisi suhu minimum pada pukul WIB dengan rentang suhu 25 o C hingga 28 o C. Suhu inlet yang digunakan bernilai o C, suhu solid (pipa) bemilai o C dan suhu udara di dalam chamber pada saat kondisi awal adalah 28 o C. Sedangkan suhu di dalam chamber pada saat terjadi penyemprotan adalah o C. Gambar 32(a) menyajikan distribusi suhu nozzle A pada saat

54 penyemprotan berlangsung di dalam chamber aeroponik. Gambar 32(b) menyajikan distribusi suhu nozzle B pada saat penyemprotan berlangsung di dalam chamber aeroponik. a) B T b) S U Gambar 32. (a) Distribusi suhu minimum nozzle A saat penyemprotan berlangsung; (b) distribusi suhu minimum nozzle B saat penyemprotan berlangsung Gambar 33 merupakan hasil simulasi untuk jarak antar nozzle 50 cm dalam kondisi suhu maksimum tersaji dalam rentang suhu 25 o C hingga o C dengan suhu inlet di hulu pipa bernilai 34.9 o C, suhu udara di dalam chamber pada kondisi awal adalah 28 0 C dan pada saat terjadi penyemprotan adalah 36.2 o C, suhu solid bernilai o C. ekstrim atas (maksimum) terjadi pada pukul WIB. Gambar 33 (a) menyajikan distribusi suhu nozzle A pada saat penyemprotan berlangsung di dalam chamber aeroponik, Gambar 33 (b) menyajikan distribusi suhu nozzle B saat penyemprotan berlangsung di dalam chamber aeroponik a) B T

55 b) S U Gambar 33. (a) Distribusi suhu maksimum nozzle A saat penyemprotan berlangsung; (b) distribusi suhu maksimum nozzle B saat penyemprotan berlangsung Dari hasil simulasi distribusi suhu pada jarak 50 cm diketahui bahwa pada gambar 32 (a) dan 33 (a) semburan larutan nutrisi tidak sempurna. Hal ini karena arah penyemprotan nozzle A berada di Posisi 1 sehingga daerah semburan akan sempurna jika hasil cut plot tampak kanan. Gambar 34 merupakan hasil simulasi distribusi tekanan yang dihasilkan pada nozzle A dan B. Input tekanan untuk semua gambar yaitu 2.04 atm. Nilai tersebut adalah nilai tekanan pompa. Rentang tekanan yang terjadi adalah 0.6 atm hingga 2.04 atm. Gambar 34 (a), 34 (b) dan 34 (c) menyajikan nilai tekanan pada nozzle A, B dan C saat penyemprotan berlangsung di dalam chamber aeroponik. a) B T S U b) Gambar 34. (a) Distribusi tekanan nozzle A saat penyemprotan berlangsung; (b) distribusi tekanan nozzle B saat penyemprotan berlangsung Dari hasil simulasi tekanan diketahui bahwa nilai tekanan pada nozzle A lebih tinggi daripada nozzle B. Jumlah nozzle mempengaruhi nilai tekanan setiap nozzle sepanjang pipa PE. Dalam chamber dengan ukuran 1.5 m x 1 m serta pipa PE dengan panjang 1.5 m dan memiliki dua buah nozzle. Tekanan dari salah satu kedua nozzle tersebut cenderung lebih besar. Hal ini karena sedikitnya jumlah nozzle di dalam chamber sehingga perubahan tekanan antar nozzle yang dihasilkan cukup besar. Pada simulasi, nozzle A menghasilkan tekanan lebih besar daripada nozzle B. nilai tekanan di ujung nozzle A hampir mendekati nilai tekanan input yaitu 2.04 atm

56 Gambar 35 merupakan hasil simulasi distribusi kecepatan aliran yang dihasilkan pada nozzle A dan B pada saat penyemprotan. Input kecepatan aliran untuk semua gambar adalah sama yaitu m/s. Nilai tersebut adalah nilai kecepatan aliran di setiap nozzle yang dihitung dengan mengukur debit terlebih dahulu. a) B T b) S U Gambar 35. (a) Distribusi kecepatan aliran nozzle A saat penyemprotan berlangsung; (b) distribusi kecepatan aliran nozzle B saat penyemprotan berlangsung Selain suhu, kecepatan aliran penyemprotan pada nozzle A juga memiliki semburan yang tidak sempurna. Faktor yang mempengaruhi sama, karena posisi arah penyemprotan nozzle A yang berbeda dengan nozzle B. Gambar 36 merupakan gambar simulasi untuk jarak antar nozzle 30 cm dalam kondisi titik ekstrim bawah (minimum) yang terjadi pada pukul WIB. Suhu inlet yang digunakan bernilai o C, suhu solid bernilai o C dan suhu udara di dalam chamber pada saat kondisi awal adalah 28 o C. Sedangkan suhu di dalam chamber pada saat terjadi penyemprotan adalah o C. Gambar 36(a) menyajikan distribusi suhu nozzle A pada saat penyemprotan berlangsung di dalam chamber aeroponik. Gambar 36(b) menyajikan distribusi suhu nozzle B pada saat penyemprotan berlangsung di dalam chamber aeroponik. Gambar 36(c) menyajikan distribusi suhu nozzle C saat penyemprotan berlangsung di dalam chamber aeroponik. Gambar 36(d) menyajikan distribusi suhu nozzle D saat penyemprotan berlangsung di dalam chamber aeroponik a) B T

57 B T b) c) S U d) S U Gambar 36. (a) Distribusi suhu minimum nozzle A saat penyemprotan berlangsung; (b) distribusi suhu minimum nozzle B saat penyemprotan berlangsung; (c) distribusi suhu minimum nozzle C saat penyemprotan berlangsung; (d) distribusi suhu minimum nozzle D saat penyemprotan berlangsung Gambar 37 merupakan gambar simulasi untuk jarak antar nozzle 50 cm dalam kondisi titik ekstrim atas (suhu maksimum) tersaji dalam rentang suhu 25 o C hingga o C. Suhu maksimum terjadi pada pukul WIB. Suhu inlet di hulu pipa bernilai 34.9 o C, suhu udara di dalam chamber pada kondisi awal adalah 28 o C dan pada saat terjadi penyemprotan adalah 36.2 o C, suhu solid bernilai o C. Gambar 37 (a) menyajikan distribusi suhu nozzle A pada saat penyemprotan berlangsung di dalam chamber aeroponik, Gambar 37 (b) menyajikan distribusi suhu nozzle B saat penyemprotan berlangsung di dalam chamber aeroponik, Gambar 37 (c) menyajikan distribusi suhu nozzle C saat penyemprotan berlangsung di dalam chamber aeroponik, Gambar 37 (d) menyajikan distribusi suhu nozzle D saat penyemprotan berlangsung di dalam chamber aeroponik. a) B T R

58 b) B T c) S U d) S U Gambar 37. (a) Distribusi suhu maksimum nozzle A saat penyemprotan berlangsung; (b) distribusi suhu maksimum nozzle B saat penyemprotan berlangsung; (c) distribusi suhu maksimum nozzle C saat penyemprotan berlangsung; (d) distribusi suhu maksimum nozzle D saat penyemprotan berlangsung Suhu maksimum pada saat penyemprotan untuk nozzle A dan B cukup tinggi yaitu mencapai o C sedangkan pada nozzle C dan D suhu tinggi berada pada daerah atas penyemprotan. Faktor yang mempengaruhi peningkatan suhu penyemprotan pada nozzle A dan B karena letak kedua nozzle tersebut dekat dengan inlet pipa sehingga tekanan yang tinggi dari pompa saat mengalirkan larutan nutrisi secara terus menerus menyebabkan peningkatan suhu. Gambar 38 merupakan gambar simulasi distribusi tekanan yang dihasilkan pada nozzle A dan B. Input tekanan untuk semua gambar adalah sama yaitu 2.04 atm. Nilai tersebut adalah nilai tekanan pompa. Rentang suhu adalah 0.4 atm hingga 2.04 atm. Gambar 38 (a), 38 (b) dan 38 (c) menyajikan nilai tekanan pada nozzle A saat penyemprotan berlangsung di dalam chamber. B T a) \

59 b) b) B T c) S U d) S U Gambar 38. (a) Distribusi tekanan nozzle A saat pe nyemprotan berlangsung; (b) distribusi tekanan nozzle B saat penyemprotan berlangsung; (c) distribusi tekanan nozzle C saat penyemprotan berlangsung; (d) distribusi tekanan nozzle D saat penyemprotan berlangsung Nilai tekanan yang dihasilkan untuk nozzle A, B, C dan D seragam. Faktor yang mempengaruhi hal ini adalah jumlah empat nozzle yang tidak sebanding dengan ukuran chamber sehingga tekanan input sebesar 2.04 atm tidak tersebar karena jarak antar nozzle yang terlalu dekat. Gambar 39 merupakan gambar simulasi distribusi kecepatan aliran yang dihasilkan pada nozzle A, B, C dan D pada saat penyemprotan. Input kecepatan aliran untuk semua gambar adalah sama yaitu m/s. Nilai tersebut adalah nilai kecepatan aliran di setiap nozzle yang dihitung dengan mengukur debit terlebih dahulu. a) B T

60 b) B T c) S U S U d) Gambar 39 (a) Distribusi kecepatan aliran nozzle A saat penyemprotan berlangsung; (b) distribusi kecepatan aliran nozzle B saat penyemprotan berlangsung; (c) distribusi kecepatan aliran nozzle C saat penyemprotan berlangsung; (d) distribusi kecepatan aliran nozzle D saat penyemprotan berlangsung Kecepatan aliran yang dihasilkan pada nozzle B kurang sempurna, hal ini karena adanya pengaruh tumbukan kecepatan aliran penyemprotan dari nozzle A dan nozzle C yang tersebar seragam dan panjang sehingga pada simulasi semburan larutan nutrisi yang dihasilkan dari nozzle B tidak seragam dan pendek. Perbandingan suhu dan turbulence length tampak kanan sebagai berikut: B T C B A Gambar 40. Distribusi suhu minimum pada jarak penyemprotan 40 cm tampak kanan

61 B T B A Gambar 41. Distribusi suhu minimum pada jarak penyemprotan 50 cm tampak kanan B T D C B A Gambar 42. Distribusi suhu minimum pada jarak penyemprotan 30 cm tampak kanan Perbandingan hasil simulasi suhu dari ketiga jarak penyemprotan adalah pada jarak antar nozzle 30 cm suhu tersebar tidak merata, pada nozzle B sebaran suhu sangat tinggi sedangkan pada nozzle A sebaran suhu tinggi hanya berada di sekitar nozzle, nozzle C dan nozzle D memiliki pola sebaran suhu yang hampir seragam. Faktor yang mempengaruhi ketidakseragaman tersebut adalah posisi arah penyemprotan yang berbeda. Pada jarak antar nozzle 40 cm, hasil simulasi menunjukkan bahwa terdapat keseragaman suhu. Suhu pada nozzle A hingga nozzle C terdistribusi merata, suhu di dalam pipa lebih rendah daripada suhu di atas pipa, hal ini di pengaruhi suhu aliran nutrisi di dalam pipa yang memiliki suhu lebih rendah dibandingkan dengan suhu penyemprotan larutan nutrisi di dalam chamber. Suhu diatas pipa lebih tinggi daripada suhu di dalam chamber, hal ini karena suhu diatas pipa dipengaruhi oleh panas yang dilepaskan dari pipa. Pada jarak antar nozzle 50 cm, hasil simulasi tampak kanan menunjukkan sebaran suhu di nozzle A lebih tinggi daripada di nozzle B. Posisi arah penyemprotan di nozzle A adalah posisi 1 dengan arah penyemprotan sejajar dengan pipa sedangkan di nozzle B adalah posisi 2 dengan arah penyemprotan tegak lurus dengan pipa. Perbedaan kedua posisi arah penyemprotan nozzle tersebut mempengaruhi keseragaman suhu pada setiap nozzle. Semakin pendek jarak antar nozzle dan semakin banyak jumlah nozzle yang digunakan dalam sistem aeroponik belum tentu semakin seragam suhu yang dihasilkan. Faktor yang mempengaruhi adalah posisi arah penyemprotan nozzle (posisi 2 atau posisi 1), tekanan tinggi pada pompa inlet yang menyebabkan semprotan pada setiap nozzle cukup besar sehingga jika semakin banyak jumlah nozzle di sepanjang pipa PE maka semprotan yang terjadi semakin banyak dan akan meningkatkan suhu di dalam chamber

62 Turbulent Length menunjukkan turbulensi (olakan) yang terjadi pada saat berlangsung penyemprotan. Turbulensi tersebut karena adanya tumbukan antara larutan nutrisi yang disemprotkan dengan udara sehingga terjadi pola aliran acak. B T C B A Gambar 43. Distribusi turbulence length minimum jarak penyemprotan 40 cm tampak kanan B T B A Gambar 44. Distribusi turbulence length minimum jarak penyemprotan 50 cm tampak kanan B T D C B A Gambar 45. Distribusi turbulence length minimum jarak penyemprotan 30 cm tampak kanan Perbandingan hasil simulasi turbulence length dari ketiga jarak antar nozzle menunjukkan bahwa pada jarak antar nozzle 30 cm, panjang turbulensi tersebar cukup panjang pada nozzle A dan nozzle B hal ini karena jarak antar nozzle A dan B pendek sehingga tumbukan terjadi lebih banyak, sedangkan pada nozzle C dan nozzle D arah penyemprotan berada pada posisi 2 sehingga turbulensi lebih besar pada bagian atas chamber jika cut plot tampak kanan. Pada jarak antar nozzle 40 cm,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di dalam rumah tanaman di Laboratorium Lapangan Leuwikopo dan Laboratorium Lingkungan Biosistem, Departemen Teknik Mesin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aeroponik Aeroponik adalah metode budidaya tanaman dimana akar tanaman menggantung di udara serta memperoleh unsur hara dan air dari larutan nutrisi yang disemprotkan ke akar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nutrient Film Technique (NFT) Nutrient film technique (NFT) merupakan salah satu tipe spesial dalam hidroponik yang dikembangkan pertama kali oleh Dr. A.J Cooper di Glasshouse

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. RUMAH TANAMAN Rumah tanaman atau greenhouse di kawasan tropika basah berfungsi sebagai bangunan perlindungan tanaman baik pada budidaya tanaman dengan media tanam maupun dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian serta di dalam rumah tanaman yang berada di laboratorium Lapangan Leuwikopo,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Suhu Udara Hasil pengukuran suhu udara di dalam rumah tanaman pada beberapa titik dapat dilihat pada Gambar 6. Grafik suhu udara di dalam rumah tanaman menyerupai bentuk parabola

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perancangan bangunan. Sebuah bangunan seharusnya dapat mengurangi pengaruh iklim

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

SIMULASI SEBARAN SUHU PADA CHAMBER AEROPONIK DENGAN MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) SKRIPSI DERRY RISKAWATI F

SIMULASI SEBARAN SUHU PADA CHAMBER AEROPONIK DENGAN MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) SKRIPSI DERRY RISKAWATI F SIMULASI SEBARAN SUHU PADA CHAMBER AEROPONIK DENGAN MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) SKRIPSI DERRY RISKAWATI F14080081 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 SIMULATION

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Hidroponik Substrat

TINJAUAN PUSTAKA. A. Hidroponik Substrat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hidroponik Substrat Sistem hidroponik substrat merupakan metode budidaya tanaman dimana akar tanaman tumbuh pada media porus selain tanah yang dialiri larutan nutrisi sehingga memungkinkan

Lebih terperinci

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Rumah tanaman yang digunakan terletak di Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo Leuwikopo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kolektor Surya Pelat Datar Duffie dan Beckman (2006) menjelaskan bahwa kolektor surya adalah jenis penukar panas yang mengubah energi radiasi matahari menjadi panas. Kolektor surya

Lebih terperinci

ANALISIS SUDUT DATANG RADIASI MATAHARI PADA ATAP GELOMBANG DAN PENDUGAAN TEMPERATUR UDARA DALAM GREENHOUSE

ANALISIS SUDUT DATANG RADIASI MATAHARI PADA ATAP GELOMBANG DAN PENDUGAAN TEMPERATUR UDARA DALAM GREENHOUSE ANALISIS SUDUT DATANG RADIASI MATAHARI PADA ATAP GELOMBANG DAN PENDUGAAN TEMPERATUR UDARA DALAM GREENHOUSE MENGGUNAKAN PRINSIP PINDAH PANAS DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI Oleh : MURNIWATY F 14103131

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Iklim Mikro Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Selama 24 jam Struktur rumah tanaman berinteraksi dengan parameter lingkungan di sekitarnya menghasilkan iklim mikro yang khas.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pompa adalah mesin yang mengkonversikan energi mekanik menjadi energi tekanan. Menurut beberapa literatur terdapat beberapa jenis pompa, namun yang akan dibahas dalam perancangan

Lebih terperinci

PENGARUH DIAMETER SHOULDER DAN BENTUK PIN TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA FRICTION STIR WELDING DENGAN MENGGUNAKAN PEMODELAN CFD TIGA DIMENSI

PENGARUH DIAMETER SHOULDER DAN BENTUK PIN TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA FRICTION STIR WELDING DENGAN MENGGUNAKAN PEMODELAN CFD TIGA DIMENSI PENGARUH DIAMETER SHOULDER DAN BENTUK PIN TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA FRICTION STIR WELDING DENGAN MENGGUNAKAN PEMODELAN CFD TIGA DIMENSI SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pompa adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan suatu cairan dari suatu tempat ke tempat lain dengan cara menaikkan tekanan cairan tersebut. Kenaikan tekanan cairan tersebut

Lebih terperinci

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN 3.1 PERANCANGAN ALAT PENGUJIAN Desain yang digunakan pada penelitian ini berupa alat sederhana. Alat yang di desain untuk mensirkulasikan fluida dari tanki penampungan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada musim kemarau yaitu bulan Mei sampai Juli 2007 berlokasi di Laboratorium Lapangan Bagian Ternak Perah, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) Mirza Quanta Ahady Husainiy 2408100023 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut:

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut: Dalam mekanika fluida, bilangan Reynolds adalah rasio antara gaya inersia (vsρ) terhadap gaya viskos (μ/l) yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu. Bilangan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TEMPERATUR DAN ALIRAN LARUTAN NUTRISI TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill) PADA SISTEM HIDROPONIK NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT)

KARAKTERISTIK TEMPERATUR DAN ALIRAN LARUTAN NUTRISI TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill) PADA SISTEM HIDROPONIK NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT) KARAKTERISTIK TEMPERATUR DAN ALIRAN LARUTAN NUTRISI TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill) PADA SISTEM HIDROPONIK NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT) OLEH : DEWI NURNA WAHYUNININGSIH F14103055 2007 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Tanaman

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Tanaman II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Tanaman Rumah tanaman merupakan suatu tempat tanaman untuk tumbuh dan berkembang dengan kondisi lingkungan mikro yang telah diatur agar mendekati kondisi yang optimum. Khusunya

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW Oleh : Ai Rukmini F14101071 2006 DEPATEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PERANCANGAN

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD

IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD Simulasi distribusi pola aliran udara dan suhu dilakukan pada saat ayam produksi sehingga dalam simulasi terdapat inisialisasi

Lebih terperinci

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT Gian Karlos Rhamadiafran Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012 di Lab. Surya Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan dan intensifikasi penggunaan air, masalah kualitas air menjadi faktor yang penting dalam pengembangan sumberdaya air di berbagai belahan bumi. Walaupun

Lebih terperinci

Pendinginan Terbatas. di Dalam Rumah Tanaman

Pendinginan Terbatas. di Dalam Rumah Tanaman di Dalam Rumah Tanaman Pengendalian lingkungan dapat meliputi beberapa parameter lingkungan, seperti cahaya, suhu, kelembaban, konsentrasi CO,, dan sebagainya. Untuk kondisi di kawasan yang beriklim tropika

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat BAB II DASAR TEORI 2.. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat tersebut. Perpindahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 di lahan percobaan Fakulas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Bahan dan Alat Penelitian Adapun

Lebih terperinci

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 P A R A M I T A V E G A A. T R I S N A W A T I Y U L I N D R A E K A D E F I A N A M U F T I R I Z K A F A D I L L A H S I T I R U K A Y A H FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI BAB VI FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI VI.1 Pendahuluan Sebelumnya telah dibahas pengetahuan mengenai konversi reaksi sintesis urea dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Lebih terperinci

IRVAN DARMAWAN X

IRVAN DARMAWAN X OPTIMASI DESAIN PEMBAGI ALIRAN UDARA DAN ANALISIS ALIRAN UDARA MELALUI PEMBAGI ALIRAN UDARA SERTA INTEGRASI KEDALAM SISTEM INTEGRATED CIRCULAR HOVERCRAFT PROTO X-1 SKRIPSI Oleh IRVAN DARMAWAN 04 04 02

Lebih terperinci

SIMULASI DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA SUATU RUANGAN BERATAP GENTENG BERBAHAN KOMPOSIT PLASTIK-KARET MENGGUNAKAN ANSYS FLUENT

SIMULASI DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA SUATU RUANGAN BERATAP GENTENG BERBAHAN KOMPOSIT PLASTIK-KARET MENGGUNAKAN ANSYS FLUENT SIMULASI DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA SUATU RUANGAN BERATAP GENTENG BERBAHAN KOMPOSIT PLASTIK-KARET MENGGUNAKAN ANSYS FLUENT SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PROGRAMMABLE LOGIC CONTROLLER

PENGGUNAAN PROGRAMMABLE LOGIC CONTROLLER SKRIPSI PENGGUNAAN PROGRAMMABLE LOGIC CONTROLLER (PLC) UNTUK PENGENDALIAN KELEMBABAN UDARA DAN TEMPERATUR LARUTAN NUTRISI PADA BUDIDAYA TANAMAN HIDROPONIK DENGAN SISTEM EBB AND FLOW Oleh : HARIATUN KUSYUNARTI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi Distribusi Suhu Kolektor Surya 1. Domain 3 Dimensi Kolektor Surya Bentuk geometri 3 dimensi kolektor surya diperoleh dari proses pembentukan ruang kolektor menggunakan

Lebih terperinci

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving PERPINDAHAN PANAS Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving force/resistensi Proses bisa steady

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Penentuan Data Uncertainty Dalam setiap penelitian, pengambilan data merupakan hal yang penting. Namun yang namanya kesalahan pengambilan data selalu ada. Kesalahan tersebut

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE... JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv... vi DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR GRAFIK...xiii DAFTAR TABEL... xv NOMENCLATURE... xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA A III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA 3.1 Teori Dasar Metode Volume Hingga Computational fluid dnamic atau CFD merupakan ilmu ang mempelajari tentang analisa aliran fluida, perpindahan panas dan

Lebih terperinci

KAJIAN KINERJA JARINGAN IRIGASI TETES UNTUK BUDIDAYA BUNGA KASTUBA

KAJIAN KINERJA JARINGAN IRIGASI TETES UNTUK BUDIDAYA BUNGA KASTUBA Skripsi KAJIAN KINERJA JARINGAN IRIGASI TETES UNTUK BUDIDAYA BUNGA KASTUBA ( Euphorbia phulcherrima) DENGAN SISTEM HIDROPONIK DI PT SAUNG MIRWAN BOGOR Oleh: LENI ANDRIANI F14103028 2007 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN PENGARUH JARAK BAFFLE

UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN PENGARUH JARAK BAFFLE UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN PENGARUH JARAK BAFFLE PADA ALAT PENUKAR KALOR TABUNG CANGKANG DENGAN SUSUNAN TABUNG SEGITIGA SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai BAB V PERCOBAAN V. PERCOBAAN 5.1. Bahan dan alat Bahan dan peralatan yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari model alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 RANCANGAN OBSTACLE Pola kecepatan dan jenis aliran di dalam reaktor kolom gelembung sangat berpengaruh terhadap laju reaksi pembentukan biodiesel. Kecepatan aliran yang tinggi

Lebih terperinci

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Wafha Fardiah 1), Joko Sampurno 1), Irfana Diah Faryuni 1), Apriansyah 1) 1) Program Studi Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang cara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang cara II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Hidroponik Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam (soilless culture). Media tanam

Lebih terperinci

KAJIAN SUHU DAN ALIRAN UDARA DALAM KEMASAN BERVENTILASI MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL DYNAMIC (CFD) Emmy Darmawati 1), Yudik Adhinata 2)

KAJIAN SUHU DAN ALIRAN UDARA DALAM KEMASAN BERVENTILASI MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL DYNAMIC (CFD) Emmy Darmawati 1), Yudik Adhinata 2) KAJIAN SUHU DAN ALIRAN UDARA DALAM KEMASAN BERVENTILASI MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL DYNAMIC (CFD) Emmy Darmawati 1), Yudik Adhinata 2) Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2007 sampai dengan Mei 2007 di Greenhouse Departemen Teknik Pertanian, Leuwikopo, IPB. Bahan dan Alat Greenhouse Greenhouse

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Perpindahan Kalor Perpindahan panas adalah ilmu untuk memprediksi perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau material. Perpindahan

Lebih terperinci

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN TINGGI AIR JATUH 2.3 M DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN TINGGI AIR JATUH 2.3 M DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN TINGGI AIR JATUH 2.3 M DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik HERTO

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penentuan parameter. perancangan. Perancangan fungsional dan struktural. Pembuatan Alat. pengujian. Pengujian unjuk kerja alat

METODE PENELITIAN. Penentuan parameter. perancangan. Perancangan fungsional dan struktural. Pembuatan Alat. pengujian. Pengujian unjuk kerja alat III. METODE PENELITIAN A. TAHAPAN PENELITIAN Pada penelitian kali ini akan dilakukan perancangan dengan sistem tetap (batch). Kemudian akan dialukan perancangan fungsional dan struktural sebelum dibuat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI PERPINDAHAN

Lebih terperinci

III. METODE PENDEKATAN

III. METODE PENDEKATAN III. METODE PENDEKATAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini akan dilaksanakan di PT. Triteguh Manunggal Sejati, Tangerang. Penelitian dilakukan selama 2 (dua) bulan, yaitu mulai dari bulan Oktober

Lebih terperinci

PENENTUAN LAJU DISTRIBUSI SUHU DAN ENERGI PANAS PADA SEBUAH BALOK BESI MENGGUNAKAN PENDEKATAN DIFFUSION EQUATION DENGAN DEFINITE ELEMENT METHOD

PENENTUAN LAJU DISTRIBUSI SUHU DAN ENERGI PANAS PADA SEBUAH BALOK BESI MENGGUNAKAN PENDEKATAN DIFFUSION EQUATION DENGAN DEFINITE ELEMENT METHOD PENENTUAN LAJU DISTRIBUSI SUHU DAN ENERGI PANAS PADA SEBUAH BALOK BESI MENGGUNAKAN PENDEKATAN DIFFUSION EQUATION DENGAN DEFINITE ELEMENT METHOD SKRIPSI Oleh: Ido Hilka Zirahya NIM. 090210102056 PROGRAM

Lebih terperinci

SIMULASI SEBARAN SUHU UDARA DAN PERMUKAAN LANTAI RUMAH TANAMAN DENGAN MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

SIMULASI SEBARAN SUHU UDARA DAN PERMUKAAN LANTAI RUMAH TANAMAN DENGAN MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) SIMULASI SEBARAN SUHU UDARA DAN PERMUKAAN LANTAI RUMAH TANAMAN DENGAN MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) SKRIPSI NURUL FUADAH F14080049 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Rumah Tanaman (Greenhouse)

II. TINJAUAN PUSTAKA Rumah Tanaman (Greenhouse) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Tanaman (Greenhouse) Menurut Nelson (1978) dalam Suhardiyanto (2009) mendefinisikan rumah tanaman sebagai suatu bangunan untuk budidaya tanaman yang memiliki struktur atap

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik BINSAR T. PARDEDE NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik BINSAR T. PARDEDE NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN AKIBAT PENGARUH LAJU ALIRAN UDARA PADA ALAT PENUKAR KALOR JENIS RADIATOR FLAT TUBE SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-192 Studi Numerik Pengaruh Baffle Inclination pada Alat Penukar Kalor Tipe Shell and Tube terhadap Aliran Fluida dan Perpindahan

Lebih terperinci

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI 3.1 KONDISI ALIRAN FLUIDA Sebelum melakukan simulasi, didefinisikan terlebih dahulu kondisi aliran yang akan dipergunakan. Asumsi dasar yang dipakai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka Ristiyanto (2003) menyelidiki tentang visualisasi aliran dan penurunan tekanan setiap pola aliran dalam perbedaan variasi kecepatan cairan dan kecepatan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Strata Satu (S1) pada program Studi Teknik Mesin Oleh N a m a : CHOLID

Lebih terperinci

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8 Faris Razanah Zharfan 06005225 / Teknik Kimia TUGAS. MENJAWAB SOAL 9.6 DAN 9.8 9.6 Air at 27 o C (80.6 o F) and 60 percent relative humidity is circulated past.5 cm-od tubes through which water is flowing

Lebih terperinci

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK ANALISA ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA SIRKULAR DAN PIPA SPIRAL UNTUK INSTALASI SALURAN AIR DI RUMAH DENGAN SOFTWARE CFD Oleh : MARIO RADITYO PRARTONO 1306481972 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem merupakan sekumpulan obyek yang saling berinteraksi dan memiliki keterkaitan antara satu obyek dengan obyek lainnya. Dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik 38 PEMBAHASAN Budidaya Bayam Secara Hidroponik Budidaya bayam secara hidroponik yang dilakukan Kebun Parung dibedakan menjadi dua tahap, yaitu penyemaian dan pembesaran bayam. Sistem hidroponik yang digunakan

Lebih terperinci

PEMILIHAN JENIS MATERIAL BEDENG NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT) DENGAN MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD) SKRIPSI ABDUL WAHHAAB F

PEMILIHAN JENIS MATERIAL BEDENG NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT) DENGAN MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD) SKRIPSI ABDUL WAHHAAB F PEMILIHAN JENIS MATERIAL BEDENG NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT) DENGAN MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD) SKRIPSI ABDUL WAHHAAB F14062339 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Titik Fokus Letak Pemasakan Titik fokus pemasakan pada oven surya berdasarkan model yang dibuat merupakan suatu bidang. Pada posisi oven surya tegak lurus dengan sinar surya, lokasi

Lebih terperinci

oleh : Ahmad Nurdian Syah NRP Dosen Pembimbing : Vivien Suphandani Djanali, S.T., ME., Ph.D

oleh : Ahmad Nurdian Syah NRP Dosen Pembimbing : Vivien Suphandani Djanali, S.T., ME., Ph.D STUDI NUMERIK PENGARUH VARIASI REYNOLDS NUMBER DAN RICHARDSON NUMBER PADA KARAKTERISTIK ALIRAN FLUIDA MELEWATI SILINDER TUNGGAL YANG DIPANASKAN (HEATED CYLINDER) oleh : Ahmad Nurdian Syah NRP. 2112105028

Lebih terperinci

ANALISIS CASING TURBIN KAPLAN MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS/CFD FLUENT

ANALISIS CASING TURBIN KAPLAN MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS/CFD FLUENT ANALISIS CASING TURBIN KAPLAN MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS/CFD FLUENT 6.2.16 Ridwan Arief Subekti, Anjar Susatyo, Jon Kanidi Puslit Tenaga Listrik dan Mekatronik LIPI Komplek LIPI,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8 Faris Razanah Zharfan 1106005225 / Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8 19.6 Air at 27 o C (80.6 o F) and 60 percent relative humidity is circulated past 1.5 cm-od tubes through which water

Lebih terperinci

MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN HIROLIKA

MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN HIROLIKA MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN SKS : 3 HIROLIKA Oleh : Acep Hidayat,ST,MT. Jurusan Teknik Perencanaan Fakultas Teknik Perencanaan dan Desain Universitas Mercu Buana Jakarta 2011 MODUL 12 HUKUM KONTINUITAS

Lebih terperinci

ANALISIS AERODINAMIKA PADA MOBIL SEDAN DENGAN VARIASI SUDUT DIFFUSER DAN SUDUT BOAT TAIL MENGGUNAKAN CFD (COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS)

ANALISIS AERODINAMIKA PADA MOBIL SEDAN DENGAN VARIASI SUDUT DIFFUSER DAN SUDUT BOAT TAIL MENGGUNAKAN CFD (COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS) ANALISIS AERODINAMIKA PADA MOBIL SEDAN DENGAN VARIASI SUDUT DIFFUSER DAN SUDUT BOAT TAIL MENGGUNAKAN CFD (COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS) SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR FITRI SETYOWATI Dosen Pembimbing: NUR IKHWAN, ST., M.ENG.

SIDANG TUGAS AKHIR FITRI SETYOWATI Dosen Pembimbing: NUR IKHWAN, ST., M.ENG. SIDANG TUGAS AKHIR STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEBERANGKATAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA FITRI SETYOWATI 2110 100 077 Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada Bulan Mei sampai bulan Agustus 2010. Bertempat di Laboratorium Pengawasan Mutu, Departemen Teknologi Industri Pertanian, dan Bengkel

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN MESIN PENGERING KAYU PORTABEL DENGAN BAHAN BAKAR BRIKET GERGAJI UNTUK PENGRAJIN HANDICRAFT di SURAKARTA

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN MESIN PENGERING KAYU PORTABEL DENGAN BAHAN BAKAR BRIKET GERGAJI UNTUK PENGRAJIN HANDICRAFT di SURAKARTA TUGAS AKHIR RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN MESIN PENGERING KAYU PORTABEL DENGAN BAHAN BAKAR BRIKET GERGAJI UNTUK PENGRAJIN HANDICRAFT di SURAKARTA Disusun Sebagai Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 PENGARUH PENGGUNAANMEDIABAHANPENGISI( FILLER) PVC DENGANTINGGI45CM DAN DIAMETER 70CM TERHADAPKINERJAMENARAPENDINGINJENIS INDUCED- DRAFT COUNTERFLOW SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK KIMIA IV DINAMIKA PROSES PADA SISTEM PENGOSONGAN TANGKI. Disusun Oleh : Zeffa Aprilasani NIM :

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK KIMIA IV DINAMIKA PROSES PADA SISTEM PENGOSONGAN TANGKI. Disusun Oleh : Zeffa Aprilasani NIM : LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK KIMIA IV DINAMIKA PROSES PADA SISTEM PENGOSONGAN TANGKI Disusun Oleh : Zeffa Aprilasani NIM : 2008430039 Fakultas Teknik Kimia Universitas Muhammadiyah Jakarta 2011 PENGOSONGAN

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA SIMULASI PENGARUH KEMIRINGAN BAFFLES TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS DAN EFEKTIVITAS PADA ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE MENGGUNAKAN SOLIDWORKS SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL

METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan tahap sarjana pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi pada benda atau material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga tercapainya kesetimbangan

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

SIMULASI CFD PERSAMAAN NAVIER STOKES UNTUK ALIRAN FLUIDA TUNAK LAMINAR DI ANTARA PLAT SEJAJAR SKRIPSI AZMAH DINA TELAUMBANUA

SIMULASI CFD PERSAMAAN NAVIER STOKES UNTUK ALIRAN FLUIDA TUNAK LAMINAR DI ANTARA PLAT SEJAJAR SKRIPSI AZMAH DINA TELAUMBANUA SIMULASI CFD PERSAMAAN NAVIER STOKES UNTUK ALIRAN FLUIDA TUNAK LAMINAR DI ANTARA PLAT SEJAJAR SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains AZMAH DINA TELAUMBANUA

Lebih terperinci

SIMULASI NUMERIK UJI EKSPERIMENTAL PROFIL ALIRAN SALURAN MULTI BELOKAN DENGAN VARIASI SUDU PENGARAH

SIMULASI NUMERIK UJI EKSPERIMENTAL PROFIL ALIRAN SALURAN MULTI BELOKAN DENGAN VARIASI SUDU PENGARAH SIMULASI NUMERIK UJI EKSPERIMENTAL PROFIL ALIRAN SALURAN MULTI BELOKAN DENGAN VARIASI SUDU PENGARAH Syukran 1* dan Muh. Haiyum 2 1,2 Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA IV. KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA 4.1. Penelitian Sebelumna Computational Fluid Dnamics (CFD) merupakan program computer perangkat lunak untuk memprediksi

Lebih terperinci